Rahasia Kedokteran pada Kasus Penyakit Menular Seksual Nama:
Gita Puspitasari
NIM: 102011327
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email: [email protected]
Pendahuluan
Profesi kedokteran diharapkan memiliki sikap profesionalisme,
yaitu sikap yang bertanggungjawab, sikap kompetensi dan wewenang
yang sesuai waktu juga tempat, sikap etis sesuai etika profesi,
bekerja sesuai standar yang ditetapkan, dan untuk bidang kesehatan
diperlukan adanya sikap altruis (rela berkorban).
Didalam menentukan tindakan di bidang kesehatan medis, perlu
dipertimbangkan tentang kebutuhan pasien, namun keputusan tetap
harus didasarkan pada hak-hak asasi pasien. Dalam pengambilan
keputusan sebagai tenaga medis pun kita perlu mempelajari tentang
etika yang merupakan disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau
benar salahnya suatu tindakan perbuatan seseorang/ institusi
dilihat dari moralitas.
Skenario 6 :Seorang pasien laki-laki datang ke praktek dokter.
Pasien ini dan keluarganya adalah pasien lama dokter tersebut, dan
sangat akrab serta selalu mendiskusikan kesehatan keluarganya
dengan dokter tersebut. Kali ini pasien laki-laki ini datang
sendirian dan mengaku telah melakukan hubungan dengan wanita lain
seminggu yang lalu. Sesudah itu, ia masih tetap berhubungan dengan
istrinya. Dua hari terakhir ia mengeluh bahwa alat kemaluannya
mengeluarkan nanah dan terasa nyeri. Setelah diperiksa ternyata ia
menderita GO. Pasien tidak ingin diketahui istrinya tahu, karena
bisa terjadi pertengkaran diantara keduanya. Dokter tahu bahwa
mengobati penyakit tersebut pada pasien ini tidaklah sulit,tetapi
oleh karena ia telah berhubungan juga dengan istrinya maka mungkin
istrinya juga sudah tertular.Istrinya juga harus diobati.
Dari skenario ini rumusan masalahnya adalah seorang pasien
penderita GO yang menginginkan dokternya merahasiakan penyakitnya
dari istrinya, tetapi ingin juga untuk mengobati istrinya. Dalam
kasus ini dokter akan menjelaskan kepada istri korban mengenai
penyakit yang dideritanya tanpa langsung memberitahukan masalah
suaminya. Etika Kedokteran
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau
benar salahnya suatu sikap dan atau perbuatan seseorang individu
atau institusi dilihat dari moralitas. Ada dua macam etika yang
harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya
perilaku manusia terutamanya apabila menyangkut ilmu profesi
kedokteran yang berhadapan dengan pasien:1a. Etika deskriptif,
yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional
sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam
hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif
memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang
prilaku atau sikap yang mau diambil.
b. Etika normative, yaitu etika yang berusaha menetapkan
berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh
manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika
normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar
dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Kode Etik Kedokteran Internasional berisikan tentang kewajiban
umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap sesama dan
kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran
Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran
Internasional. Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran
juga berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran,
prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan
dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau
benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari
segi moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya kemudian
disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi
para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis
(clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang
medis. 1
Di dalam menentukan tindakan di bidang kesehatan atau
kedokteran, keputusan hendaknya mempertimbangkan Etika Profesi
Kedokteran. Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk
atau benar salahnya suatu sikap dan atau perbuatan seseorang
individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian
baik-buruk, benar-salah dari sisi moral tersebut menggunakan
pendekatan teori etika yang cukup banyak jumlahnya. Terdapat dua
teori etika yang paling banyak dianut orang adalah teori deontologi
dan teleologi. Deontologi mengajarkan bahwa baik-buruknya suatu
perbuatan harus dilihat dari perbuatannya itu sendiri sedangkan
teleologi mengajarkan untuk menilai baik-buruk tindakan dengan
melihat hasil atau akibatnya. Deontologi lebih mendasarkan kepada
ajaran agama, tradisi dan budaya, sedangkan teologi lebih kearah
penalaran (reasoning) dan pembenaran (justifikasi) kepada azas
manfaat. 1,2
Kaidah dasar (prinsip) Etika / Bioetik adalah aksioma yang
mempermudah penalaran etik. Prinsip-prinsip itu harus spesifik.
Pada praktiknya, satu prinsip dapat dibersamakan dengan prinsip
yang lain. Tetapi pada beberapa kasus, karena kondisi berbeda, satu
prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk digunakan dengan
mengorbankan prinsip yang lain. Keadaan terakhir disebut dengan
prima facie. Konsil Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip
etika kedokteran barat, menetapkan bahwa, praktik kedokteran
Indonesia mengacu kepada 4 kaidah dasar moral (sering disebut
kaidah dasar etika kedokteran atau bioetika), juga prima facie
dalam penerapan praktiknya. 1,2Prinsip-Prinsip Etika Profesi.
Beauchamp and childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai
suatu keputusan etis diperlukan empat kaedah dasar moral dan
beberapa rules dibawahnya, yaitu:1
a. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan
tindakan yang ditunjukan kepada kebaikan pasien. Dokter harus
mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan
kesehatannya. Pengertian berbuat baik di sini adalah bersikap ramah
atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajibannya. Tindakan
konkrit dari beneficience meliputi:2 Mengutamakan altruisme
(menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan orang
lain)
Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
Memandang pasien/keluarga/sesuatu tidak hanya sejauh
menguntungkan dokter
Mengusahakan agar kebaikan/manfaatnya lebih banyak dibandingkan
dengan keburukannya
Paternalisme bertanggung jawab/berkasih sayang
Menjamin kehidupan baik
Pembatasan goal based
Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan / preferensi pasien
Minimalisasi akibat buruk
Kewajiban menolong pasien gawat darurat
Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
Tidak menarik honorarium di luar kepantasan
Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
Mengembangkan profesi secara terus-menerus
Memberikan obat berkhasiat namun murah
Menerapkan Golden Rule Principle, dimana kita harus
memperlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan oleh orang
lain.b. Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang
tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal
sebagai primum non nocere atau do not harm. Tindakan konkrit dari
non-maleficence meliputi: 2 Menolong pasien emergensi
Kondisi untuk menggambarkan criteria ini adalah:
Mengobati pasien yang luka
Tidak membunuh pasien (tidak melakukan euthanasia)
Tidak menghina/mencaci maki/memanfaatkan pasien
Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
Mengobati secara tidak proporsional
Mencegah pasien dari bahaya
Menghindari misinterpretasi dari pasien
Tidak membahayakan kehidupan pasien karena kelalaian
Memberiksan semangat hidup
Melindungi pasien dari serangan
Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan/
kerumah-sakitan yang merugikan pihak pasien/ keluarganya.c. Prinsip
autonomy, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien (the
rights to self determinations). Maksudnya tiap individu harus
diperlakukan sebagai makhluk hidup yang memiliki otonomi (hak untuk
menentukan nasibnya sendiri). Tindakan konkrit dari autonomi
meliputi:2 Menghargai hak menentukan nasibnya sendiri
Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (pada
kondisi elektif)
Berterus terang
Menghargai privasi
Menjaga rahasi pasien
Menghargai rasionalitas pasien
Melaksanakan informed consent
Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan
sendiri
Tidak mengintervensi atau menghalangi autonomi pasien
Mencegah pihak lain ,emgintervensi pasien dalam membuat
keputusan, termasuk keluarga pasien sendiri
Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
Tidak berbohong kepada pasien meskipun demi kebaikan pasien
Menjaga hubungan.d. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang
mementingkan fairness dan keadilan dalam mendistribusikan sumber
daya (distributive justice). Maksudnya adalah memperlakukan semua
pasien sama dalam kondisi yang sama. Tindakan konkrit yang termasuk
justice meliputi: 2 Memberlakukan segala sesuatu secara
universal
Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia
lakukan
Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang
sama
Menghargai hak sehat pasien (affordability, equality,
accessibility, availability, quality)
Menghargai hak hukum pasien
Menghargai hak orang lain
Menjaga kelompok yang rentan (yang paling merugikan)
Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status
social, dll
Tidak melakukan penyalahgunaan
Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan
pasien
Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
Kewajiban mendistribusi keuntungan dan kerugian (biaya, beban,
sanksi) secara adil
Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan
kompeten
Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alasan
sah/tepat
Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
Bijak dalam makroalokasi.Peranan Etika dalam Profesia. Suatu
kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur
kehidupan bersama kerana nilai-nilai etika itu tidak hanya milik
satu atau dua orang, atau segolongan orang saja, tetapi milik
setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu
keluarga sampai pada suatu bangsa. 1,4b. Salah satu golongan
masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam
pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun
dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan
ini sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata nilai yang
mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan
diharapkan menjadi pegangan para anggotanya. 1,4c. Sorotan
masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku
sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada
nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam
kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada
masyarakat profesi tersebut. 1,4Tujuan Kode Etik Profesi: 2a. Untuk
menjunjung tinggi martabat profesi.b. Untuk menjaga dan memelihara
kesejahteraan para anggota.
c. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
d. Untuk meningkatkan mutu profesi.
e. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
f. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
g. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin
erat.
Praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip moral
kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam
membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya
atau benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat
dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya
kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi
pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang
etis (clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di
bidang medis.Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus
dapat dibendung dengan memberikan latihan dan teladan yang
menunjukkan sikap etis dan profesional dokter.Pembuatan keputusan
etik terutama dalam situasi klinik, dapat juga dilakukan dengan
pendekatan yang berbeda dengan pendekatan kaidah dasar moral
diatas. Jonsen, Siegler, dan Winslade mengembangkan teori etik yang
menggunakan 4 topik yang esensial dalam pelayanan klinik, yaitu :
1,3a. Medical indication. Pada topik ini dimasukkan semua prosedur
diagnostik dan terapi yang sesuai untuk mengevaluasi keadaan pasien
dan mengobatinya. Penilaian aspek indikasi medis ini ditinjau dari
sisi etiknya, terutama menggunakan kadiah beneficence dan
non-maleficence. Pertanyaan etika pada topic ini adalah serupa
dengan seluruh informasi yang selayaknya disampaikan kepada pasien
pada informed consent. 1,3b. Patient preferences. Pada topik ini
kita memperhatikan nilai dan penilaian pasien tentang manfaat dan
beban yang akan diterimanya, yang berarti cerminan kaidah autonomy.
Pertanyaan etiknya meliputi pertanyaan tentang kompetensi pasien,
sifat volunteer sikap dan keputusannya, pemahaman atas informasi,
siapa pembuat keputusan bila pasien tidak kompeten, nilai dan
keyakinan yang dianut pasien, dan lain-lain. 1,3c. Quality of life.
Topik ini merupakan aktualisasi salah satu tujuan kedokteran,
yaitu, memperbaiki, menjaga, atau meningkatkan kualitas hidup
insani. Apa, siapa, dan bagaimana melakukan penilaian kualitas
hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis, yang berkaitan
dengan beneficence, non-maleficence, dan autonomy. 1,3d. Contextual
features. Dalam topik ini dibahas pertanyaan etik seputar aspek non
medis yang mempengaruhi keputusan, seperti faktor keluarga,
ekonomi, agama, budaya, kerahasiaan, alokasi sumber daya, dan
faktor hukum.1,3Informed Consent
Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu informed yang
berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan
consent yang berarti persetujuan atau memberi izin. Jadi informed
consent mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan
setelah mendapat informasi. Dengan demikian informed consent dapat
didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan
atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang
akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan
dengannya. Tiga elemen Informed consent : 2,4a. Threshold
elements
Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh
karena sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent
haruslah seseorang yang kompeten (cakap). Kompeten disini diartikan
sebagai kapasitas untuk membuat keputusan medis. Kompetensi manusia
untuk membuat keputusan sebenarnya merupakan suaut kontinuum, dari
sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga memiliki kompetensi
yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi
membuat keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan
alasan yang reasonable). 2,4
Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah
dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah
pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun
atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap
tidak kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental sedemikian
rupa sehingga kemampuan membuat keputusan menjadi terganggu.2,4
b. Information elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure
(pengungkapan) dan understanding (pemahaman). Pengertian
berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada
tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian
rupa sehingga pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat. Dalam
hal ini, seberapa baik informasi harus diberikan kepada pasien,
dapat dilihat dari 3 standar, yaitu : 2,41. Standar Praktik
Profesi. Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria
ke-adekuat-an informasi ditentukan bagaimana biasanya dilakukan
dalam komunitas tenaga medis. Dalam standar ini ada kemungkinan
bahwa kebiasaan tersebut di atas tidak sesuai dengan nilai-nilai
sosial setempat, misalnya resiko yang tidak bermakna (menurut
medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi
sosial pasien.
2. Standar Subyektif. Bahwa keputusan harus didasarkan atas
nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi, sehingga
informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut dalam
membuat keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal
waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai yang
secara individual dianut oleh pasien.
3. Standar pada Reasonable Person. Standar ini merupakan hasil
kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup
apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan umumnya
orang awam.
c. Consent elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness
(kesukarelaan, kebebasan) dan authorization (persetujuan).
Kesukarelaan mengharuskan tidak ada tipuan, misrepresentasi ataupun
paksaan. Pasien juga harus bebas dari tekanan yang dilakukan tenaga
medis yang bersikap seolah-olah akan dibiarkan apabila tidak
menyetujui tawarannya. Consent dapat diberikan : 2,41. Dinyatakan
(expressed)
a. Dinyatakan secara lisan
b. Dinyatakan secara tertulis. Pernyataan tertulis diperlukan
apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari, umumnya pada tindakan
yang invasif atau yang beresiko mempengaruhi kesehatan penderita
secara bermakna. Permenkes tentang persetujuan tindakan medis
menyatakan bahwa semua jenis tindakan operatif harus memperoleh
persetujuan tertulis.
2. Tidak dinyatakan (implied). Pasien tidak menyatakannya, baik
secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah laku
(gerakan) yang menunjukkan jawabannya. Meskipun consent jenis ini
tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang paling banyak
dilakukan dalam praktik sehari-hari. Misalnya adalah seseorang yang
menggulung lengan bajunya dan mengulurkan lengannya ketika akan
diambil darahnya.
Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika
memenuhi minimal 3 (tiga) unsure sebagai berikut :
a. Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter
b. Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan
c. Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalam memberikan
persetujuan.
Di Indonesia perkembangan informed consent secara yuridis
formal, ditandai dengan munculnya pernyataan Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) tentang informed consent melalui SK PB-IDI No.
319/PB/A.4/88 pada tahun 1988. Kemudian dipertegas lagi dengan
PerMenKes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik
atau Informed Consent. Hal ini tidak berarti para dokter dan tenaga
kesehatan di Indonesia tidak mengenal dan melaksanakan informed
consent karena jauh sebelum itu telah ada kebiasaan pada
pelaksanaan operatif, dokter selalu meminta persetujuan tertulis
dari pihak pasien atau keluarganya sebelum tindakan operasi itu
dilakukan.Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna
jasa tindakan medis (pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan
medis (dokter) untuk melakukan tindakan medis dapat dibedakan
menjadi tiga bentuk, yaitu: 5,6a. Persetujuan Tertulis, biasanya
diperlukan untuk tindakan medis yang mengandung resiko besar,
sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989
Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu
intinya setiap tindakan medis yang mengandung resiko cukup besar,
mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah sebelumnya pihak
pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan
medis serta resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi informed
consent);
b. Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis
yang bersifat non-invasif dan tidak mengandung resiko tinggi, yang
diberikan oleh pihak pasien;
c. Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat,
misalnya pasien yang akan disuntik atau diperiksa tekanan darahnya,
langsung menyodorkan lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan
yang akan dilakukan terhadap dirinya.
Tujuan Pelaksanaan Informed Consent. Dalam hubungan antara
pelaksana (dokter) dengan pengguna jasa tindakan medis (pasien),
maka pelaksanaan informed consent, bertujuan :
a. Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum
dari segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya,
maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis yang sewenang-wenang,
tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan
standar profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang
memerlukan biaya tinggi atau over utilization yang sebenarnya tidak
perlu dan tidak ada alasan medisnya;
b. Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan
medis dari tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta
akibat tindakan medis yang tak terduga dan bersifat negatif,
misalnya terhadap risk of treatment yang tak mungkin dihindarkan
walaupun dokter telah bertindak hati-hati dan teliti serta sesuai
dengan standar profesi medik. 2Perlunya dimintakan informed consent
dari pasien karena informed consent mempunyai beberapa fungsi
sebagai berikut : 2 Penghormatan terhadap harkat dan martabat
pasien selaku manusia
Promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri
Untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati
pasien
Menghindari penipuan dan misleading oleh dokter
Mendorong diambil keputusan yang lebih rasional
Mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan
kesehatan
Sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran
dan kesehatan.
Aspek Hukum Informed Consent
Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis
(dokter, dan pasien) bertindak sebagai subyek hukum yakni orang
yang mempunyai hak dan kewajiban, sedangkan jasa tindakan medis
sebagai obyek hukum yakni sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi
orang sebagai subyek hukum, dan akan terjadi perbuatan hukum yaitu
perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang dilakukan
satu pihak saja maupun oleh dua pihak.Dalam masalah informed
consent dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis, disamping
terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter,
juga tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan
hukun perdata, hukum pidana maupun hukum administrasi, sepanjang
hal itu dapat diterapkan. 7
Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata,
tolok ukur yang digunakan adalah kesalahan kecil (culpa levis),
sehingga jika terjadi kesalahan kecil dalam tindakan medis yang
merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan pertanggungjawabannya
secara hukum. Hal ini disebabkan pada hukum perdata secara umum
berlaku adagium barang siapa merugikan orang lain harus memberikan
ganti rugi. Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolok ukur yang
dipergunakan adalah kesalahan berat. Oleh karena itu adanya
kesalahan kecil (ringan) pada pelaksanaan tindakan medis belum
dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk menjatuhkan sanksi pidana.
7
Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh
pelaksana jasa tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan
dari pihak pengguna jasa tindakan medis (pasien), sedangkan pasien
dalam keadaan sadar penuh dan mampu memberikan persetujuan, maka
dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat dipersalahkan dan
digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata (KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas
tubuhnya, sehingga dokter dan harus menghormatinya;Aspek Hukum
Pidana, informed consent mutlak harus dipenuhi dengan adanya pasal
351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan.
7
Suatu tindakan invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology
invasive) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya
izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat
dituntut telah melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah
melakukan pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP. 2,4Sebagai salah
satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari bahwa
informed consent benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan
hukum antara pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling memenuhi
hak dan kewajiban masing-masing pihak yang seimbang dan dapat
dipertanggungjawabkan. Masih banyak seluk beluk dari informed
consent ini sifatnya relative, misalnya tidak mudah untuk
menentukan apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan
oleh dokter. Hal tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan
dasar teoritis-yuridisnya juga belum mantap, sehingga diperlukan
pengkajian yang lebih mendalam lagi terhadap masalah hukum yang
berkenaan dengan informed consent ini.2,4
Rahasia Kedokteran
Rahasia kedokteran adalah suatu norma yang secara tradisional
dianggap sebagai norma dasar yang melindungu hubungan dokter dan
pasien. Sesuai dengan sumpah dokter, kode etik kedokteran
internasional, dan peraturan oemerintah no.10 tahun 1966 yang
mengatur kewajiban simpan rahasia kedokteran oleh seluruh tenaga
kesehatan. Namun dalam PP ini diberikan pengecualian apaiba
terdapat Peraturan Perundang-undangan (PP) yang sederajat atau
lebih tinggi (UU), dalam pasal 48 ayat (2):5
Untuk kepentingan kesehatan pasien
Untuk memenuhi permintaan aparat penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum
Permintaan pasien sendiri
Berdasarkan ketentuan undang-undang
Peraturan lain yang membenarkan pembukaan rahasia kedokteran
antara lain adalah ketentuan pasal 50 KUHAP, pasal 51 KUHAP, pasal
48 KUHAP, dan pasal 49 KUHAP. Dalam permenkes no.749a, rekam medis
boleh dibuka untuk pendidikan dan penelitian.
Dalam kaitannya dengan keadaan memaksa, dikenal dua keadaan
yaitu:5
1. Overmacth: pengaruh daya paksa yang memadai
2. Noodtoeestand: keadaan yang memaksa
Dapat diakibatkan pertentangan antara dua kepentingan hukum,
pertentangan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum, dan
pertentangan antara dua kewajiban hukum. Salah satu contoh
noodtoestand adalah kasus dokter yang menemukan child abuse yang
berat dan dicurigai akan bertambah parah dihari kemudian.
Untuk memahami rahasia jabatan ditilik dari sudut hukum,tingkah
laku seorang dokter dibagi menjadi 2 jenis :1. Tingkah laku yang
bersangkutann dalam pekerjaan sehari-hari
Dalam hal ini yang harus diperhatikan ialah :
a. Pasal 322 KUHP yang berbunyi :
(1) Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia, yang
menurut jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang
dahulu ia diwajibkan untuk menyimpannya, dihukum dengan pidana
perkara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak
sembilan ribu rupiah
(2) Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang yang
tertentu,maka perbuatan itu hanya dituntut atas pengaduan orang
tersebut.2. Tingkah laku dalam keadaan khusus
Menurut hukum, setiap warga Negara dapat dipanggil oleh
pengadilan untuk didengar sebagai saksi. Selain itu, seorang yang
mempunyai keahlian dapat dipanggil sebagai ahli. Dengan demikian,
dapatlah terjadi, bahwa seorang yang mempunyai keahlian, umpamanya
seorang dokter, dipanggil sebagai saksi, sebagai ahli sekaligus
sebagai saksi ahli.3
Sebagai saksi atau saksi ahli mungkin sekali ia diharuskan
memberi keterangan tentang seorang yang sebelum itu telah menjadi
pasien yang diobatinya. Ini berarti ia seolah-olah diharuskan
melanggar rahasia pekerjaannya. Kejadian ini bertentangan dan dapat
dihindarkan karena adanya hak undur diri seperti yang tercantum
dalam pasal 277 reglemen Indonesia yang diperbaharui, bunyinya
:
(1) Barang siapa yang martabatnya, pekerjaannya atau jabatannya
yang sah, diwajibkan menyimpan rahasia, boleh minta mengundurkan
ddari memberi penyaksian, akan tetapi hanya dan terutama mengenai
hal yang diketahuinya dan dipercayakan kepadanya karena
martabatnya, pekerjaannya atau jabatannya itu.
Dalam pasal 48 undang-undang No 29 tahun 2004 tentang praktik
kedokteran pada paragraph 4 mengenai rahasia kedokteran, dinyatakan
bahwa setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran wajib menyimpang rahasia kedokteran. Rahasia kedokteran
dapat dibuka hanya untuk kepentingan pasien, memenuhi permintaan
aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukumn permintaan
pasien sendiri atau berdasarkan ketentuan undang-undang.3Kewajiban
seorang dokter untuk menyimpan rahasia kedokteran telah diatur
dalam,4a. PP.No.10 tahun 1966.1. Pasal 1 PP No 10/1966. Yang
dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang
diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau
selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran. 2. Pasal 2
PP No 10/1966. Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh
orang-orang yang tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila sautu
peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi dari pada PP ini
menentukan lain. 3. Pasal 3 PP No 10/1966. Yang diwajibkan
menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:
a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga
kesehatan
b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan
pemeriksan, pengobatan dan atau perawatan dan orang lain yang
ditetapkan oleh menteri kesehatan. 4. Pasal 4 PP No/1966. Terhadap
pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia yang tidak atau
dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, menteri
kesehatan dapat melakukan tindakan administratif berdasakan pasal
UU tentang tenaga kesehatan. 5. Pasal 5 PP No 10/1966. Apabila
pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang
disebut dalam pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat
mengambil tindakan-tindakan berdasarkan wewenang dan
kebijaksanaannya. b. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)61.
Pasal 7c. Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak
sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga
kepercayaan pasien.2. Pasal 12. Setiap dokter wajib merahasiakan
segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan
juga setelah pasien itu meninggal dunia.Pada dasarnya rahasia
kedokteran harus tetap disimpan walaupun pasien tersebut telah
meninggal. Rahasia kedokteran ini begitu dijunjung tinggi dalam
masyarakat, sehingga walaupun dalam pengadilan meminta seorang
dokter untuk membuka rahasia kedokteran, seorang dokter memiliki
hak tolak (verschoningsrecht). Hak ini telah diatur dalam pasal 170
KUHAP, yang menentukan bahwa mereka yang diwajibkan menyimpan
rahasia pekerjaan/jabatan dapat minta dibebaskan dari kewajiban
untuk memberi keterangan sebagai saksi. Namun ayat kedua dari pasal
170 KUHAP tersebut membatasi hak tolak sesuai dengan pertimbangan
hakim. Hal ini tentunya diterapkan bila kepentingan yang dilindungi
pengadilan lebih tinggi dari rahasia
kedokteran.6Penatalaksanaan
Gonorrhea atau di kalangan masyarakat umum dikenal dengan nama
GO adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri
Neisseria gonorrhea. Penyakit ini terutama menyerang mereka yang
sering bergonta ganti pasangan seksual. Karena sifat penularannya
yang mudah dan cepat, maka seorang pengidap GO sudah mampu
menularkan penyakitnya hanya dengan sekali berhubungan seksual.
8
Gonorrhea adalah sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhea yang penularannya melalui hubungan kelamin baik
melalui genito-genital, oro-genital, ano-genital. Bakteri ini dapat
hidup dan mudah berkembang dengan cepat di dalam saluran pembiakan
/ peranakan seperti pangkal rahim (cervix), rahim (uterus), dan
tuba fallopi (saluran telur) bagi wanita dan juga saluran kencing
(urine canal) bagi wanita dan lelaki. Sehingga pada laki-laki
gejalanya adalah kencing bernanah sedangkan pada wanita seringkali
tidak bergejala karena letak rahim yang di dalam.8
Gejala GO
Pada wanita, GO tidak menimbulkan gejala apapun sehingga sering
luput dari diagnosa dokter. Hal ini menyebabkan seorang wanita
pengidap GO tidak menyadari dirinya terinfeksi lalu menularkannya
ke orang lain. Sebaliknya pada laki laki, GO dapat menimbulkan
gejala yang sangat hebat seperti rasa terbakar pada saat kencing,
gangguan frekuensi kencing dan keluar nanah dari ujung penis. Bila
GO tidak tertangani dengan baik maka pada laki laki dapat
menimbulkan peradangan pada pabrik sperma berupa epididymitis dan
orchitis. GO juga sering menimbulkan gejala sistemik seperti rasa
nyeri pada persendian, demam, bercak bercak pada kulit dan lain
lain. 8
Gejala GO juga bisa mengenai tenggorokan (faringitis) terutama
bagi mereka yang gemar melakukan oral seks. Gejala pada anus juga
bisa terjadi bila hubungan seksual dilakukan secara anal. 8
Gejala GO pada laki laki akan timbul sekitar 4 sampai 8 hari
setelah melakukan kontak seksual dengan penderita GO, walaupun
terkadang pada beberapa kasus memerlukan waktu yang lebih panjang
dari itu. 8 Mendiagnosa GO
Gonorrhea dapat dengan mudah didiagnosa dengan melakukan
pemeriksaan mikroskopis pada lendir atau nanah yang keluar dari
penis. GO juga bisa didiagnosa dari biakan lendir yang berasal dari
saluran kencing, anus atau tenggorokan. Pada pasien dengan gejala
sistemik seperti nyeri pada sendi atau gejala pada kulit, kuman GO
bisa dibiakan dari bahan darah. Saat ini beberapa metode tes
diagnostik secara cepat sudah banyak dikembangkan sehingga waktu
yang dibutuhkan untuk mendiagnosa GO menjadi lebih singkat. 8
Pengobatan GO
Pengobatan GO tanpa komplikasi, cukup dengan sekali suntikan
ceftriakson 125mg. Sayangnya saat ini sudah banyak strain kuman GO
yang resisten atau kebal terhadap beberapa jenis antibiotika.
Beberapa antibiotika alternatif yang bisa menjadi pilihan adalah
Cefixime 400mg, Ciprofloxacin 500mg, Ofloxacin 400mg, dan
Levofloxacin 250mg yang diberikan dengan dosis tertentu setiap
hari. Pengobatan GO sebaiknya dalam pengawasan dokter agar
pengobatan berlangsung dengan tepat untuk mencegah terjadinya
resistensi kuman. 8 Edukasi
Bila kebetulan yang menderita GO adalah pasangan suami istri dan
selama menderita GO mereka melakukan hubungan seksual aktif maka
keduanya harus berobat meskipun sang istri tidak menimbulkan gejala
apapun. Hal ini untuk mencegah terjadinya fenomena pingpong yaitu
bila hanya suami yang diobati maka ia akan dapat tertular kembali
oleh istrinya demikian sebaliknya. 8Kesimpulan
Seorang pasien laki-laki yang datang ke praktek dokter
keluarganya mengeluh dua hari terakhir bahwa alat kemaluannya
mengeluarkan nanah dan terasa nyeri,yang didapatkan nya akibat
perselingkuhan dengan wanita lain,pasien tidak ingin diketahui
istrinya tahu, karena bisa terjadi pertengkaran diantara
keduanya,disini dokter tahu bahwa mengobati penyakit tersebut pada
pasien ini tidaklah sulit,tetapi oleh karena ia telah berhubungan
juga dengan istrinya maka mungkin istrinya juga sudah
tertular.Istrinya juga harus diobati.
Disini yang harus dijaga oleh seorang dokter adalah untuk tetap
menjaga rahasia kedokteran ialah pertama-tama dokter harus
menjelaskan kepada pasien bahwa pengobatan penyakit tersebut
sebenarnya tidak sulit, tetapi karena ia telah berhubungan juga
dengan istrinya, maka kemungkinan istrinya juga sudah tertular dan
harus diobati. Dokter juga menjelaskan adanya
kemungkinan-kemungkinan dimana AIDS bisa saja tertular melalui
hubungan seksual yang tidak sehat,karena dokter memegang prinsip
rahasia kedokteran pasien, maka dokter tidak boleh membocorkan
apapun yang dialami pasien kepada siapapun termasuk kepada sang
istri.Dokter seharusnya hanya bisa menyarankan agar pasien berusaha
jujur dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukan nya,tetapi
semua keputusan tetap di tangan pasien tersebut,karena dokter tidak
bisa memaksa sesuai hak Autonomy seorang pasien dan sesuai rahasia
jabatan kedokteran. Dimana dalam pembukaan rahasia rekam medis
pasien, harus berdasarkan izin dari pasien yang bersangkutan, dan
dalam pelayanan kesahatan harus berdasarkan kepada etika serta
peraturan yang berlaku. DAFTAR PUSTAKA
1. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum
kedokteran pengantar bagi mahasiswa kedokteran dan hukum. Pustaka
Dwipar; Jakarta: 2007. h. 8-12,30-32,53-5,62-7,77-9
2. Budiyanto arif,Widiatmaka Wibisana,dkk .Peraturan
Perundang-Undangan Bidang Kedokteran edisi 2. Jakarta : Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;1994
h 20-36
3. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. cetakan
kedua. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta; 1994, hal 17
4. Kode Etik Kedokteran.
http://www.ilunifk83.com/t130-kode-etik-kedokteran-indonesia. 18
Januari 2009. Diunduh 15 Januari 2015.
5. Samil, Suprapti R. Etika kedokteran indonesia. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2001.
6. RekamMedisdan Informed Consent. http://repository.ui.ac.id/ .
Diunduh 15 Januari 2015.
7. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia Ikatan Dokter
Indonesia. dikti.go.id. 2006. Diunduh 15 Januari 2015. 8. Centers
for Disease Control and Prevention. Sexual Transmitted Disease
Gonorrhea. Edisi 2010. Diunduh dari
http://www.cdc.gov/std/gonorrhea/stdfact-gonorrhea.htm, 15 Januari
2015.