Page 1
Bidang Ilmu: 721/PPKn
LAPORAN
PENELITIAN KOMPETITIF FAKULTAS
POLA TRANSFORMASI NILAI TOLERANSI KEPADA ANAK USIA DINI OLEH
PEREMPUAN URBAN DI DKI JAKARTA
Pola Asuh Pembentukan Karakter Anak: Tinjauan dari Perspektif Gender
(Studi terhadap Orangtua (Ibu) di TK Labschool Rawamangun Jakarta)
PENELITI
Ketua Peneliti : Dr. Wuri Handayani, M.Si NIDN: 0029126207
Anggota : Fauzi Abdillah, M. Pd NIDN: 0004038911
Penelitian Ini Didanai Oleh Dana POK Fakultas Ilmu Sosial
Berdasarkan Surat Keputusan Pejabat Pembuat Komitmen
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta
Nomor : 445/UN39.13.1/KU.00.01/2019
Tanggal, 16 Mei 2019
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2019
Page 2
i
RINGKASAN
Di era pengarusutamaan gender (PUG) ini, secara umum perempuan menjadi lebih
berkualitas dibandingkan dengan masa sebelum ada kebijakan PUG. Era PUG memberikan
akses, kesempatan, manfaat pembangunan dan kesempatan kontrol pembangunan kepada
perempuan agar menjadi energi dan dorongan lebih besar memberdayakan perempuan, yang
pada akhirnya diharapkan akan tercapai kesetaraan gender. Data statistik menginformasikan
bahwa jumlah perempuan makin banyak berpartisipasi di ranah publik, di berbagai bidang
kehidupan.
Namun apakah era PUG ini juga mendorong peningkatan kualitas pola asuh seorang
Ibu kepada anaknya, suatu pola asuh yang progresif gender? Penelitian ini bertujuan untuk
mengaji pola asuh Ibu dalam membentuk karakter anaknya ditinjau dari perspektif gender.
Studi dari perspektif gender merupakan hal penting sebab sejak seseorang lahir sampai dewasa
gender menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindarkan menggiring dan mengarahkan manusia
untuk mengikuti norma-norma gender.
Untuk mengaji pola asuh Ibu terhadap anaknya dari perspektif gender, penelitian ini
dilaksanakan dengan menganalisis data primer yaitu dengan wawancara mendalam terhadap
Sembilan (9) orang Ibu, orangtua siswa TK Labschool di Rawamangun Jakarta. dan dengan
studi dokumen ini menginterpretasi pemikiran-pemikiran dan yang disampaikan oleh
informan.
Sejak gender ditetapkan sebagai salah satu strategi pembangunan nasional, studi gender
secara normatip memenuhi urgensinya untuk dilakukan. Studi tentang pengalaman perempuan
dalam kehidupan merupakan “bahan baku” bagi perkembangan diskrusus gender. Dengan
demikian studi semacam ini diharapkan dapat melengkapi dan memberi kontribusi informasi
dan evaluasi bagi inkrementasi kebijakan dan program pembangunan untuk perempuan masa
selanjutnya.
Untuk mendapatkan konfirmasi pengetahuan mengenai pola asuh Ibu, perlu
pendalaman aspek kognitif, afektif dan behavioral seorang Ibu tentang diskursus gender,
terutama terkait dengan gender differences (perbedaan gender). Kemudian bagaimanakah
seorang Ibu mendasarkan stereotip yang kurang positif bagi anak dengan jenis kelamin tertentu
dalam bermacam aspek dan dimensi pengasuhannya. Pengalaman masa perkembangan seorang
Ibu dapat menjadi dasar evaluasi pengasuhan terhadap anaknya sekarang. Ibu adalah “model”
bagi perkembangan karakter anak. Jika seorang Ibu memahami dan mempunyai kesadaran
gender yang cukup kuat maka, pola asuh yang diterapkan untuk membentuk karakter anak-
anaknya akan juga responsive gender, suatu polaasuh yang androgin, inklusif akan karakter-
karakter yang positif dari baik maskulinitas maupun femininitas.
Hasil dari penelitian ini adalah afeksi informan mengenai diskursus gender cukup
positif walau secara kognitif kurang, namun ekspektasi dan persepsi mereka terhadap anak-
anak mereka adalah lebih pada pemaknaan skope karakter yang lebih general, tidak
mendasarkan pada arena tergenderkan atau tidak. Tanpa mendasarkan pada jenis kelamin anak,
karakter mendasar bagi terbangunnya kepribadian yang penting yang mereka utamakan, seperti
disiplin, tanggungjawab, kreativitas dan kebebasan anak-anak menentukan yang mereka
anggap baik untuk dirinya.
Page 3
ii
TIM PELAKSANA
Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Dr. Wuri Handayani, M.Si.
b. NIDN : 0029126207
c. Jabatan Fungsional : Lektor
d. Program Studi : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
e. Nomor HP : +62 811-284-649
f. Alamat surel (e-mail) : [email protected]
Anggota Peneliti
a. Nama Lengkap : Fauzi Abdillah, M.Pd.
b. NIDN : 0004038911
c. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Jakarta
Page 4
iii
KATA PENGANTAR
Di era pengarusutamaan gender (PUG) ini, secara umum perempuan menjadi lebih
berkualitas dibandingkan dengan masa sebelum ada kebijakan PUG. Era PUG memberikan
akses, kesempatan, manfaat pembangunan dan kesempatan kontrol pembangunan kepada
perempuan agar menjadi energi dan dorongan lebih besar memberdayakan perempuan, yang
pada akhirnya diharapkan akan tercapai kesetaraan gender. Data statistik menginformasikan
bahwa jumlah perempuan makin banyak berpartisipasi di ranah publik, di berbagai bidang
kehidupan.
Namun apakah era PUG ini juga mendorong peningkatan kualitas pola asuh seorang
Ibu kepada anaknya, suatu pola asuh yang progresif gender? Penelitian ini bertujuan untuk
mengaji pola asuh Ibu dalam membentuk karakter anaknya ditinjau dari perspektif gender.
Studi dari perspektif gender merupakan hal penting sebab sejak seseorang lahir sampai dewasa
gender menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindarkan menggiring dan mengarahkan manusia
untuk mengikuti norma-norma gender.
Semoga hasil penelitian ini memberikan banyak manfaat untuk tujuan pendidikan
khususnya di program studi PPKN pada tataran Regional dan Nasional sehingga semakin
memperkokoh UNJ sebagai Universitas yang bereputasi di Asia terutama dalam
mengembangkan kerangka konseptual pendidikan yang inklusif dan berkualitas.
Jakarta, Desember 2019
Tim Peneliti
Page 5
iv
HALAMAN PENGESAHAN
PENELITIAN KOMPETITIF FAKULTAS
Judul Penelitian : Pola Asuh Pembentukan Karakter Anak: Tinjauan dari
perspektif gender (Studi terhadap Orangtua (Ibu) siswa di
TK Labschool rawamangun Jakarta).
Kode/Bidang Ilmu : 721/Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Identitas Peneliti
a. Nama Lengkap : Dr. Wuri Handayani, M.Si.
b. NIDN : 0029126207
c. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala
d. Program Studi : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
e. Nomor HP : 0811284649
f. Alamat Surel : [email protected]
Biaya Penelitian Keseluruhan: Rp. 30.902.500
Jakarta, Desember 2019
Mengetahui Peneliti,
Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Dr. Umasih, M.Hum Dr. Wuri Handayani, M.Si.
NIP. 196101211990032001 NIP. 19621229.1987032001
Menyetujui,
Ketua
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Negeri Jakarta
Dr. Ucu Cahyana, MSi
NIP. 196608201994031002
Page 6
v
DAFTAR ISI
RINGKASAN ............................................................................................................................. i
TIM PELAKSANA .................................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................................. iv
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. v
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................................3
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................................................3
D. Kegunaan Penelitian ...................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 4
METODE PENELITIAN........................................................................................................... 6
A. Metode Peneltian ........................................................................................................................6
B. Tempat dan Waktu Penelitian .....................................................................................................6
C. Informan .....................................................................................................................................6
D. Teknik Pengumpulan Data .........................................................................................................6
E. Teknik Analisis Data ..................................................................................................................6
HASIL LUARAN PENELITIAN .............................................................................................. 7
4.1 Artikel Hasil Penelitian .................................................................................................................7
4.1 Abstract Conference ....................................................................................................................18
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 22
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...................................................................................................... 23
Lampiran 1. Biodata Peneliti .............................................................................................................23
Lampiran 2. Reduksi Data Wawancara .............................................................................................30
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian ................................................................................................35
Lampiran 4. Bukti Permohonan Izin Kegiatan Penelitian .................................................................38
Page 7
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era pengarusutamaan gender di Indonesia hingga kini sudah berjalan selama tiga dekade
jika dihitung dari saat ditetapkannya Inpres nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan
Gender dalam Pembangunan Nasional. Inpres ini menjadi dasar dari diintegrasikannya dimensi
gender di dalam pembangunan di seluruh bidang kehidupan. Sudah banyak program-program
pembangunan yang disusun dengan mengintegrasikan gender dalam bentuk program-program
pemberdayaan perempuan. Strategi pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh pemerintah
mendasarkan pada empat kriteria yaitu meningkatkan akses, partisipasi, manfaat dan
kesempatan kontrol pada berbagai program pembangunan bangsa, di berbagai bidang
kehidupan, sebagaimana tercantum di dalam kebijakan Inpres tersebut.
Pengintegrasian gender ke dalam program pembangunan selain berupaya memberdayakan
perempuan juga untuk menjadikan dasar dari peningkatan kesejahteraan perempuan atau
fasilitas yang membantu perempuan menjalani tugas dan tanggungjawabnya, misalkan di
tempat-tempat publik ada ruang laktasi, gerbong kereta perempuan dan sebagainya.
Pendekatan makro seperti ini telah menghasilkan kemajuan yang dapat dilihat antara lain dari
data yang menunjukkan partisipasi perempuan meningkat di bidang pendidikan, birokrasi,
politik dan sebagainya. Data yang menginformasikan mengenai tentang capaian pendidikan
laki-laki dan perempuan, sebagai berikut : Angka partisipasi perempuan di dalam pasar tenaga
kerja adalah laki-laki 84% diusia produktif sementara perempuan 51% (Pratiwi, 2017).
Pembagian kerja gender ini juga dapat dikaitkan dengan bidang politik. Perempuan yang
menduduki jabatan legislatif pusat periode 2014-2019 sebesar 17,32% (97 orang), turun dari
periode 2009-2014 sebanyak 103 orang. (Aritonang, 2014).
1.1.Tabel Indikator Kesenjangan Gender
Kesenjangan Gender Perempuan (%) Laki-laki (%)
Presentase Guru:
TK
SD
SMP
SMA umum
PT
Sumber: Depdiknas 2007
96,56
57,58
48,40
46,94
32,41
3,44
42,42
51,60
53,06
67,59
Page 8
2
Dari uraian di atas dapat diasumsikan bahwa di kalangan perempuan cukup meningkat
pengetahuan dan pemahaman diskursus gender, sehingga perempuan tidak sedikit yang
berpartisipasi di ranah public sehingga secara dinamis berkurang juga waktu dan energinya
untuk melaksanakan peran atau tugas-tugas rumahtangga. Dengan demikian dapat diasumsikan
adanya suatu pengaruh antara program pemerintah untuk pemberdayaan perempuan dengan
jumlah perempuan yang semakin berkualitas. Namun apakah kualitas perempuan yang
semakin meningkat ini di dalam menjalankan tugas pengasuhan dan membentuk karakter anak-
anaknya juga meningkat kualitasnya, sebagai sesuatu yang progresif gender?
Pengaitan pola asuh seorang Ibu dengan diskursus gender sebenarnya suatu hal yang tidak
kalah pentingnya dibandingkan dengan penyusunan program-program pemberdayaan tersebut.
Ketimpangan gender adalah masalah yang kompleks, perlu penyelesaian berbagai displin ilmu
secara simultan. Selain itu struktur permasalahan ketimpangan gender bisa diperkirakan
dasarnya pada struktur sosial, artinya hakikat masalah gender adalah struktural. Dan penyebab
terjadinya permasalahan sosial gender dalam masyarakat karena terjadinya sosialisasi nilai-
nilai gender, produksi nilai-nilai gender oleh individual dalam interaksinya dengan masyarakat
lain dan yang ketiga adalah terjadinya reproduksi nilai-nilai gender oleh pihak-pihak lain
misalkan masyarakat dengan penguatan nilai-nilai gender sebagai warisan tradisional atau oleh
media massa, opini publik atau oleh mitos-mitos dalam masyarakat.
Dengan demikian keluarga (orang tua) dapat menjadi salah satu sumber sosialisasi nilai-
nilai gender.Seorang ibu adalah menjadi model anaknya dalam perkembangan kepribadiannya
yang dekat dengan pengaruh /tekanan nilai-nilai gender (Galliano, 2003, hlm. 132).
Di dalam pendidikan , gender menjadi ideologi dan skema berpikir anak, yang menjadi
dasar dari perkembangan/pembentukan konsep dirinya. Di dalam pendidikan , gender menjadi
ideologi dan skema berpikir anak, yang menjadi dasar dari perkembangan/pembentukan
konsep dirinya (self-concept) (Galliano, 2003, hlm. 99)
Dari uraian di atas dapat ditemukan urgensi dari dikaitkannya pola asuh anak oleh ibu dengan
diskursus gender. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah “bagaimana pola asuh Ibu-ibu
dalam membentuk karakter anak ditinjau dari perspektif gender”
Dalam kehidupan masyarakat dimanapun nampaknya memperhitungkan semua aspek
kehidupan, bersama dengan dasar perbedaan gender, yaitu feminine dan maskulin (Galliano,
2003). Gender di dalam aspek pendidikan baik formal, non formalmaupun informal tidak dapat
dipisahkan dengan masalah gender, sebab proses pendidikan berintikan interaksi.
Page 9
3
B. Rumusan Masalah
Mendasarkan pada uraian di atas, permasalahan di dalam penelitian ini adalah
bagaimana pola asuh Ibu-ibu dalam membentuk karakter anak ditinjau dari perspektif
gender?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengaji pola asuh Ibu dalam membangun karakter putra-
putrinya dari perspektif gender, meliputi:
a. Mendeskripsikan pola asuh Ibu sebagai warga masyarakat Urban terhadap putra-
putrinya
b. Mengelaborasi pola asuh tersebut dengan menggunakan perspektif gender.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk antara lain:
1. Menjadi bahan pengetahuan kepada masyarakat, khususnya kepada Ibu-ibu untuk
dijadikan referensi di dalam mengasuh putra-putrinya.
2. Menjadi informasi kepada pemerintah (Lembaga terkait) sebagai salah satu sumber
informasi di dalam menentukan kebijakan terkait dengan upaya perlindungan anak
dan pemberdayaan perempuan.
3. Menjadi bahan referensi untuk meningkatkan kualitas implementasi program
Ketahanan Keluarga.
Page 10
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Gender sebagai konstruksi sosial
Hal mendasar dalam memahami diskursus gender adalah gender sebagai konstruksi sosial.
Pandangan tradisional yang menyatakan gender sebagai kodrat, di banyak kalangan sudah tidak
ditemui justifikasinya. Sebagai konstruksi sosial, dengan mengikuti pemikiran Berger &
Luckmann (2013: 14) gender merupakan dialektika dari tiga proses yaitu eksternalisasi,
obyektivasi dan internalisasi. Eksternalisasi gender adalah proses penyesuain diri seseorang
dengan sosiokulturalnya. Internalisasi adalah proses individu mengidentifikasi diri dengan
Lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial sekitarnya. Obyektivasi adalah interaksi sosial
yang terjadi secara intersubyektivitas yang mengalami institusionalisasi.
Dengan mendasarkan pada pemikiran ini, gender adalah suatu konsturksi masyarakat
sendiri, Masyarakat siapa dan kapan dimulainya proses dialektis ini sulit diketahui dengan
jelas, namun untuk keperluan pembahasan ini cukup menjadi pengetahuan penting bahwa
gender bukan kodrat. Gender bisa diubah dngan transformasi-transformasi dalam suatu proses
sosial. Dikaitkan dengan kajian ini, teori ini dapat digunakan untuk mengantisipasi masa-masa
awal pembentukan karakter anak. Seorang ibu harus sadar bahwa dirinya tidak bebas dari
pengarh gender karena hasil sosialisasi baik dalam keluarganya maupun lingkungan sosialnya.
Sehingga seorang ibu paling tidak mempunyai afeksi bahwa adanuansa ketidakadilan dalam
ideologi gender. Implikasi dari pemikiran gender sebagai ksontruksi sosial adalah ibu menjadi
model bagi anak-anaknya di dalam proses pembentukan karakternya. Oleh karena itu kognisi,
afeksi dan konasi atau pemahaman dan kesadaran tentang gender oleh ibu adalah penting, agar
dapat berinteraksi dengan progresif gender dengan anak-anak.
Teori tentang karakter progresif gender “androgini”, dimulai dg gender differences, peran
sosial, tanggjawab, pembagian kerja, karakter perbedaan gender atau Cooley, memperkenalkan
teori “diri kaca cermin” (looking-glass self), dengan pemikiran bahwa konsep diri seseorang
dipengaruhi secara berarti oleh apa yang diyakini individu-individu bahwa orang-orang
berpendapat mengenai dia. Kaca cermin memantulkan evaluasi-evaluasi yang dibayangkan
orang-orang lain tentang seseorang.
Mead…p. 18 – tidak melihat tempat kelahiran yang lain bagi diri selain dari masyarakat
(Ritzer & Goodman, 2010: 18) Diri setiap individu berkembang sebagai hasil dari
Page 11
5
hubungannya dengan proses-proses aktivitas sosial dan pengalaman dan hubungan dengan
individu lainnya di dalam proses itu. Mead 1934 –konsep (Ritzer & Goodman, 2010)
Page 12
6
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Peneltian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan menggunakan
metode penelitian fenomenologi dengan melakukan interpretasi terhadap hasil penelitian
yang didapatkan melalui teknik wawancara mendalam;
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di TK-KB Lab school Rawamangun Jakarta. Waktu penelitian ini
dilaksanakanan selama 6 (enam) bulan.
C. Informan
Ibu-ibu orang tua siswa TK Labshool sebanyak 9 (Sembilan) orang dengan in depth interview.
D. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian dengan wawancara mendalam. Dalam pelaksanaan peneliti menggunakan pedoman
wawancara secara semistruktur dengan pengembangan sesuai dengan kebutuhan lapangan.
E. Teknik Analisis Data
Interpretasi atau pemaknaan terhadap data hasil wawancara, sebelumnya dengan menyusun
sesuai dengan key words dari teoi-teori atao konsep-konsep mengenai pola asuh yang progresif
gender.
Page 13
7
BAB IV
HASIL LUARAN PENELITIAN
4.1 Artikel Hasil Penelitian
POLA ASUH PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK:
TINJAUAN DARI PERSPEKTIF GENDER
Wuri Handayani, Fauzi Abdillah
Universitas Negeri Jakarta
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengaji pola asuh Ibu dalam membentuk karakter anaknya
ditinjau dari perspektif gender. Studi dari perspektif gender merupakan hal penting sebab sejak
seseorang lahir sampai dewasa gender menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindarkan menggiring
dan mengarahkan manusia untuk mengikuti norma-norma gender. Untuk mengaji pola asuh
Ibu terhadap anaknya dari perspektif gender, penelitian ini dilaksanakan dengan menganalisis
data primer yaitu dengan wawancara mendalam terhadap Sembilan (9) orang Ibu, orangtua
siswa TK Labschool di Rawamangun Jakarta. dan dengan studi dokumen ini menginterpretasi
pemikiran-pemikiran dan yang disampaikan oleh informan. Hasil dari penelitian ini adalah
afeksi informan mengenai diskursus gender cukup positif walau secara kognitif kurang, namun
ekspektasi dan persepsi mereka terhadap anak-anak mereka adalah lebih pada pemaknaan
skope karakter yang lebih general, tidak mendasarkan pada arena tergenderkan atau tidak.
Tanpa mendasarkan pada jenis kelamin anak, karakter mendasar bagi terbangunnya
kepribadian yang penting yang mereka utamakan, seperti disiplin, tanggungjawab, kreativitas
dan kebebasan anak-anak menentukan yang mereka anggap baik untuk dirinya.
PENDAHULUAN
Sejak gender ditetapkan sebagai salah satu strategi pembangunan nasional, studi gender secara
normatip memenuhi urgensinya untuk dilakukan. Studi tentang pengalaman perempuan dalam
kehidupan merupakan “bahan baku” bagi perkembangan diskrusus gender. Dengan demikian
studi semacam ini diharapkan dapat melengkapi dan memberi kontribusi informasi dan
evaluasi bagi inkrementasi kebijakan dan program pembangunan untuk perempuan masa
selanjutnya.
Untuk mendapatkan konfirmasi pengetahuan mengenai pola asuh Ibu, perlu
pendalaman aspek kognitif, afektif dan behavioral seorang Ibu tentang diskursus gender,
terutama terkait dengan gender differences (perbedaan gender). Kemudian bagaimanakah
seorang Ibu mendasarkan stereotip yang kurang positif bagi anak dengan jenis kelamin tertentu
Page 14
8
dalam bermacam aspek dan dimensi pengasuhannya. Pengalaman masa perkembangan seorang
Ibu dapat menjadi dasar evaluasi pengasuhan terhadap anaknya sekarang. Ibu adalah “model”
bagi perkembangan karakter anak. Jika seorang Ibu memahami dan mempunyai kesadaran
gender yang cukup kuat maka, pola asuh yang diterapkan untuk membentuk karakter anak-
anaknya akan juga responsive gender, suatu polaasuh yang androgin, inklusif akan karakter-
karakter yang positif dari baik maskulinitas maupun femininitas
Hal mendasar dalam memahami diskursus gender adalah gender sebagai konstruksi sosial.
Pandangan tradisional yang menyatakan gender sebagai kodrat, di banyak kalangan sudah tidak
ditemui justifikasinya. Sebagai konstruksi sosial, dengan mengikuti pemikiran Berger &
Luckmann (2013: 14) gender merupakan dialektika dari tiga proses yaitu eksternalisasi,
obyektivasi dan internalisasi. Eksternalisasi gender adalah proses penyesuain diri seseorang
dengan sosiokulturalnya. Internalisasi adalah proses individu mengidentifikasi diri dengan
Lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial sekitarnya. Obyektivasi adalah interaksi sosial
yang terjadi secara intersubyektivitas yang mengalami institusionalisasi.
Dengan mendasarkan pada pemikiran ini, gender adalah suatu konsturksi masyarakat
sendiri, Masyarakat siapa dan kapan dimulainya proses dialektis ini sulit diketahui dengan
jelas, namun untuk keperluan pembahasan ini cukup menjadi pengetahuan penting bahwa
gender bukan kodrat. Gender bisa diubah dngan transformasi-transformasi dalam suatu proses
sosial. Dikaitkan dengan kajian ini, teori ini dapat digunakan untuk mengantisipasi masa-masa
awal pembentukan karakter anak. Seorang ibu harus sadar bahwa dirinya tidak bebas dari
pengarh gender karena hasil sosialisasi baik dalam keluarganya maupun lingkungan sosialnya.
Sehingga seorang ibu paling tidak mempunyai afeksi bahwa adanuansa ketidakadilan dalam
ideologi gender. Implikasi dari pemikiran gender sebagai ksontruksi sosial adalah ibu menjadi
model bagi anak-anaknya di dalam proses pembentukan karakternya. Oleh karena itu kognisi,
afeksi dan konasi atau pemahaman dan kesadaran tentang gender oleh ibu adalah penting, agar
dapat berinteraksi dengan progresif gender dengan anak-anak.
Teori tentang karakter progresif gender “androgini”, dimulai dg gender differences, peran
sosial, tanggjawab, pembagian kerja, karakter perbedaan gender atau Cooley, memperkenalkan
teori “diri kaca cermin” (looking-glass self), dengan pemikiran bahwa konsep diri seseorang
dipengaruhi secara berarti oleh apa yang diyakini individu-individu bahwa orang-orang
berpendapat mengenai dia. Kaca cermin memantulkan evaluasi-evaluasi yang dibayangkan
orang-orang lain tentang seseorang.
Page 15
9
Mead…p. 18 – tidak melihat tempat kelahiran yang lain bagi diri selain dari masyarakat (Ritzer
& Goodman, 2010: 18) Diri setiap individu berkembang sebagai hasil dari hubungannya
dengan proses-proses aktivitas sosial dan pengalaman dan hubungan dengan individu lainnya
di dalam proses itu. Mead 1934 –konsep (Ritzer & Goodman, 2010)
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode
penelitian fenomenologi dengan melakukan interpretasi terhadap hasil penelitian yang
didapatkan melalui teknik wawancara mendalam. Penelitian ini melibatkan Ibu-ibu orang tua
siswa TK Labshool sebanyak 9 (Sembilan) orang dengan in depth interview.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola Asuh Ibu dari Masyarakat Urban terhadap Putra dan Putrinya
Diawali dari penelusuran bagaimana jenis mainan dipilih, para Ibu banyak yang membedakan
jenis permainan sesuai gendernya, salah satu informan menyampaikan "tidak mau laki-laki
keperempuan-peremuanan" dengan harapan laki-laki memiliki peran gender untuk melindungi
perempuan. Ada juga pemilihan mainan berdasarkan tujuan untuk menumbuhkan karakter
tertentu seperti sabar, imajinatif, kemandirian, bahagia, peka, aktif, dsb.
Dari perspektif pikiran tubuh, para Ibu ditanyakan mengenai olahraga dan seni apa yang
diberikan pada anak, ada yang menjawab hal tersebut sesuai dengan kegemaran anak, ada juga
yang sesuai dengan harapan orang tua, misalkan menginginkan anaknya lebih berani, mereka
mengarahkannya pada gymnastic, ingin lebih sensitif diarahkan ke balet. Untuk kesenian,
hampir semuanya mengarah pada hal yang disukai oleh anak, ada yang diarahkan ke drumband,
piano, atau sekadar mendengarkan musik saja.
Terkait peran laki dan perempuan dilihat dari bacaan, mitos, cerita fiksi dan tontonan televisi
memperlihatkan keunikan, misalnya untuk laki-laki:
"tontonan TV langganan tontonan anak-anak seperti cartoon network, baby TV, Nusa
dan Hana yang ada agamanya ada belajar sholat, nyanyi sambal menghafal al Quran,
ABCD. Biar ada edukatifnya sambal bermain. Tontonan seperti spiderman atau batman
saya kasih. Tom and Jerry, tapi porsinya dibagi dan disisipin omar dan Hana. Tetap
dipilih, tidak ditiadakan karena takutnya ketinggalan jaman."
Ada pula Ibu ME, wiraswasta berumur 30 tahun yang mempunyai latar pekerjaan ilmu
komputer: Mainan: laki-laki mengasah kemampuan -blok2, lego, utk perempuan boneka
barbie, yg umur 5 th masig diarahkan tp yg 6 th sdh dibolehkan memilih sendiri, kriterinya
Page 16
10
sopan-seperti pepapic krn ada tantangan, ipin upin datas, harus tahu kodrat wanita memasak,
dan pekerjaan rumah tangga lain, memberi kebebasan utk menetukan berkarier atau tidak, ibu
memberi modelling tidak bekerja karena permintaan suami dengan didasari oleh kepatuhan
terhadap penafsiran ajaran agama, modelling bahwa menjadi ibu adalah berat, penampilan bagi
anak perempuan sama pentingnya dengan prestasi, memberi kebebasan dan fasilitas utk
mengambil keputusan bekerja atau tidak, nilai dasar agama, pandangan egaliter laki-laki sm
perempuan, pendidikan penting baik bagi ortu maupun anak juga utk menghadapi hidup.
Sementara itu, Ibu EC, 30 th berpendapat bahwa mainan haruslah yang bermanfaat,
suami mainan mobil2an utk anak laki2, beda gender beda penanganan (bias gender) anak pr
lebih lembut, anak laki2 harus didik utk lebih bertanggung jawab, jangan kolokan, lebih
tegas/keras, perempuan juga beratanggung jawab, beda secara fisiologis, karakter shg beda
penanganan, ekspektasi tidak bias gender, akhlaq yg utama sbb akan mendorong kepintaran
dlm aspek lainnya misalnya disiplin sholat, modelling bpk utk mbangun anak2 mengerti
pekrjaan rt, suami memberi kebebasan untuk bekerja atau tidak, keputusan berkarir melihat
dari pengalaman tidk tega meninggalkan anak dan pengalaman orangtua, modelling orangtua,
mendidik anak perempuan dengan Tarik ulur.
Di sisi lain, responden Bunda AN, 34 tahun yang seorang arsitek berpendapat bahwa
mainan berbie, X-Surprise, Alat Masak dan alat bersih-bersih menarik untuk anak-anak. Lego
yang untuk anak perempuan. Untuk menyenangkan anak, reward atas pencapaian, supaya
mengenal tugas-tugas perempuan seperti apa(progresif gender) Olahraga gymnastic untuk
perempuan yang umur 7 tahun, dan balet untuk umur 5 tahun karena pilihan sendiri. Suami
menyerahkan urusan anak kepada istri, terima beres. Istri ikhlas karena suka. Ingin dirumah
agar dekat dengan anak-anak. Penampilan tidak lebih penting dari karakter, anak milih sendiri.
Pola asuh, wanita punya suara.
Adapun Bunda AR, 39 th, Bunda tidak membelikan mainan, main di alam, karena
modelling dari orangtuanya. Suaminya memberi lego, robot-robotan dan rakit-rakitan.
Orangtua militer, berharap anak menikmati hidup dialam, agar lebih aktif, peka, dan motoric
kasarnya terasah. Suami mengajak bermain pesawat dngan lego, bunda mengajak bermain
dialam dengan pesawat kertas, anak dilatih pekerjaan rt, laki-laki harus mandiri dan
tanggungjawab. Olahraga sepakbola dan sepeda, suami memberi tontonan superhero,
ekspektasi laki-laki banget, bisa melakukan banyak hal , kuat. Penampilan diarahkan casual,
pakaian laki-laki, tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk berdandan. Warna baju diberi
kbebasan untuk memilllih. Tidak pink, karena pink identic dengan perempuan, tidak mengapa
pink asalkan sudah dewasa, karena sudah mengerti pribadinya. Wanita dibentuk harus
Page 17
11
melayani, mengayomi, selalu baik, lembut dan banyak tuntutan dibanding pria. Ibu akan
menjadi role model seorang wanita dan harus berani, dan bapak kemaskulinannya yang dilihat
(perlindungan). Nilai agaman mengakomodir tugas perempuan. Laki-laki harus menjadi
pemimmpin dan harus membantu wanita, tidak berfikir wanita itu lemah. Mendapatkan hal tsb
dari pengalaman orangtua. Wanita karir bagus, bisa terlhat hebat diluar, tapi anak butuh
orangtua sampai fase tertentu. Suami cukup pada porsi memberi contoh mencuci mobil sendiir,
sholat ke masjid.
Bunda Vi, 44 th. Mainan Perempuan mengikuti kakak laki-lakinya.mobil-mobilan,
bola. Memberi tontonan Disney chanel dan nickelodeon, agar sering menolong dan rasa
kepeduliannya tinggi. Yang penting akhlak, pendidikan formal yang kedua. Bekerja diluar
dengan izin suami. Melepas pekerjaan dengan ikhlas, mengerti suami sebagai kepala keluarga,
rezeki suami rezeki istri. Fitrah istri hanya mengerti buat suami. Patuh karena suami adalah
imam. Perempuan bekerja tidaklah salah, keluarga dan anak-anak yang utama. Pekerjaan
rumah tangga dikenalman ke anak, tapi tdak diwajibkan, setidaknya mereka tau tugas
membantu orang tua.
Bunda Ve, 40 th, S2. Mainan: laki-laki hotweels, lego, karakter hewan, perempuan:
berbie LOL, lebih keperempuan-perempuanan. Tidak mau laki-laki keperempuan-perempuan
dan sebaliknya. Permainan dan tontonan yang mendidik. Di Youtube banyak yang berbahaya.
Laki-laki harus melindungi perempuan. Membacakan cerita nabi-nabi lebih cocok dengan
kepercayaan agama dari pada Disney. Agar anak bisa mencontoh dan menerapkan di
kehidupan, terhindar dari pembuliyan. Penampilan sesuai dengan keinginan anak. Perempuan
lebih bisa berkarya, kemandirian sebagai perempuan untuk mengantisipasi kejadian yang tidak
diinginkan. Pekerjaan bukan untuk eksistensi diri tapi untuk keseimbangan, bersosialisasi agar
tidak ketinggalan zaman dan aktualisasi diri. Jenis pekerjaan yang fleksible agar lebih banyak
waktu dengan anak. Pengalaman ditinggal orang tua pada masa kritis anak-anak. Pekerjaan rt
diajarkan, prempuan bisa mandiri dalam hal ekonomi. Perhatian ke anak dalam kejadian di
lingkungan sekolah harus diperhatikan betul, pembulliyan verbal berasal dari kelalaian
perhatian terhadap anak. Anak bisa kehilangan figure orangtua, butuh kedekatan dengan
ibunya.
Bunda Mu, Dosen. Mainan, laki-laki lego, berimajinasi, idenya berkembang.
Permainan boneka dikenalkan untuk media story telling. Pilih lego karena tes psikologi
geometrinya bagus. Penanaman disiplin pada pekerjaan RT: tanggungjawab thd dirinya
sendiri, piring kotor, mainan, baju kotor, tempat tidur. Pengenalan buku, mengajak ke toko
buku, membacakan buku sebelum tidur, tidak televisi local. Penampilan yang penting nyaman,
Page 18
12
dan matching, sesuai occasional, warna memilih sendiri, tidak ada beda, ayah juga
menggunakan ungu. Konsep mau mencoba pekerjaan RT,bisa sabar dan tanggungjawab.
pengalaman orangtua tidak membolehkan mencampuri pekerjaan RT sehingga tidak ingin
kejadian tersebut terulang. Suami mau mendengarkan
Bunda Id, 33 th. Mainan: lego, bisa berkreatifitas, berimajinasi. laki-laki bijaksana,
Pekerjaan RT tanggungjwab Bersama, pengalaman masa kecil oleh ortu membekas.
Perempuan harus bisa cuci mobil, buka baut, bukan hanya nyapu. Pola asuh orangtua menjadi
dasar keputusan ibu-ibu. Pengalaman menjadi dasar keputusan untuk tidak bekerja. Ikhlas
tidak bekerja, dan suami membebaskan. Nilai-nilai universal mempengaruhi keputusan
demokratis suami. Menerapkan nilai-nilai berkata yang baik, Pekerjaan Rt dikenalkan kepada
anak, lki-laki harus bisa masak. Harapan kepada anak laki-laki menjadi pemimpin keluarga,
bijaksana, bisa focus dengan keluarga, harus dibangun dengan kepercayaan. Pemimpin
keluarga memahami tugas-tugas istri.
Bunda ES, 31 th. Mainan, perempuan: puzzle, meja rias, bola kecil-kecil, masak-
masakan biar tau itu mainan untuk perempuan. Ekspektasi, anak happy, mandiri, beradaptasi
dengan lingkungan. Paling penting pendidikan. Maunya anak bekerja diluar rumah, balik ke
pilihannya kalo suami tidak mengizinkan balik ke kodrat perempuan. Pengalaman diri
membuat keputusan untuk tidak bekerja. Rencana pola asuh ke anak laki-laki, jangan sampai
manja, penanganan berbeda dengan perempuan, perempuan agak bisa diarahin. Laki-laki harus
mandiri, akan menjadi bapak yang bertanggungjawab. Mencari referensi dari baca media
sosial, menannyakan ke lingkungan yang mempunyai anak laki-laki. Memberikan asuransi
pendidikan untuk persiapan masa depan anak. Pendidikan untuk anak tidak dibedakan. Bekal
pendidikan agama, sekolah TK dibiarkan dulu bermain. SD dimasukkan sekolah islam agar
ada bekal dasarnya. Di rumah anak diajarkan kata terimakasih, tolong dan maaf. Modelling
ajakan sholat, mecuci tangan sebelum makan. Memberi perhatian kepada anak, dengan melihat
minat dan bakatnya. Penampilan yang penting bersih dan rapi, dan kualitas pendidikannya
lebih penting. Anak laki-laki tidak boleh ada unsur pink baik dimainan maupun pakaian.
Memberikan mainan yang menguatkan gender sebagai laki-laki. Laki-laki harapannya punya
karakter mandiri, bertanggungjawab dan tidak menyakiti permpuan. Ekspektasi laki-laki mau
membantu pekerjaan RT, tidak dipaksakan. Nilai yang akan diturunkan ke anak perempuan
dan laki-laki, tenggangrasa, empati, dan mau belajar. Pengalaman yang mendasarinya.
Perempuan kodratnya ikhlas, sabar dan ada keterbatasan. Pemberian pendidikan akan
ditentukan berdasarkan kualitas dari anak-anaknya tidak memandang laki-laki dan perempuan.
Orangtua militer. Suami long distance, suami mempercayakan pola asuh kepada istri.
Page 19
13
Menilik Pola Asuh Ibu Masyarakat Urban melalui Perspektif Gender
Di bawah ini adalah pembahasan pola asuh dari gender norms Rational & Emotional, Pikiran
tubuh, Higher & lower form, achievement & sociemotion, dan individuality. Di bawah ini
merupakan visualisasi dari pola asuh Ibu yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya.
Dari temuan penelitian tersebut, kita dapat melihat bahwa teori dari Berger &
Luckmann (2013: 14) terkonfirmasi, yang mengatakan bahwa gender merupakan dialektika
dari tiga proses yaitu eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. Hampir sebagian besar
mengolah informasi yang ada, dan menyesuaikan dengan kondisi yang mempunyai relevansi
dengan lingkungan sosial kulturalnya. Pembagian peran antara suami dan istri pun tertangkap
sebagai berbagi peran atas dasar kesepakatan, tidak atas gender semata. Dalam hal itu kita dapat
melihat jika seorang suami mempercayakan pola asuh kepada istri, tidak semata-mata lepas
tangan, tetapi memang adanya kesempatan, kematangan, dan kesiapan yang lebih banyak
daripada pasangannya tersebut.
Bagan 1 Pola Asuh Ibu Masyarakat Urban dalam Mendidik Putra-Putrinya di Jakarta
POLA ASUH IBU
MASYARAKAT URBAN
ASPEK
AFEKTIF ASPEK
KOGNITIF
ASPEK
KONATIF
KESADARAN GENDER
Modelling Pengalaman
Stereotipe
Persepsi ttg
Gender
Tingkat
Pendidikan
Ekspektasi
Penampilan
Karakter
MEDIA
Hab
ituasi
Hab
ituasi
Hab
ituasi
Habitu
asi
Pengenalan
Pelatihan
Penumbuhan
Kesadaran
Pem
biasaan
Permainan
Tontonan
Olahraga
Cerita Populer
Cerita Religius
Page 20
14
Kita dapat mengambil pesan dari mainan yang diberikan secara selektif oleh orang tua
pada anak. Terdapat ekspektasi-ekspektasi yang muncul dari apa yang dilakukan oleh orang
tua pada anaknya. Sehingga apa yang disampaikan oleh Galliano (2003) bahwa gender akan
menjadi ideologi dan skema berpikir anak, yang mendasari perkembangan/pembentukan
konsep dirinya (self-concept). Peran orang tua bisa kita cermati dari fenomena-fenomena yang
kita simak pada penelitian ini dan penelitian lainnya.
Pendidikan Karakter Berbasis Kesadaran Gender
Setelah merefleksikan data yang telah dikumpulkan, identifikasi, klasifikasi dan berujung pada
pengungkapan pola asuh sebelumnya, peneliti mengajukan model Pendidikan Karakter
Berbasis Kesadaran Gender untuk ikut dalam gerakan pengarusutamaan gender. Adapun model
pendidikan yang kami konstuksikan dapat dilihat dari visualisasi di Bagan 2.
Peneliti telah mempertimbangkan berbagai aspek, komponen dan aktualisasi yang relevan
untuk konseptualisasi Pendidikan Karakter berbasis Kesadaran Gender. Dalam hal ini,
Kesadaran Gender menjadi landasan sekaligus capaian program atau pun pembelajaran.
Aspek pertama yang dilibatkan adalah Pendidikan Abad 21, yang terdiri dari berpikir kritis,
kerjasama, komunikasi, kreatif, berpikir tingkat tinggi, literasi dan numerasi. Aspek kedua
adalah integrasi kurikuler dari seluruh mata pelajaran yang ada dan disajikan secara tematik.
Aspek ketiga adalah prinsip-prinsip pengarusutamaan gender yang berisi pemberdayaan,
kepemimpinan, pendidikan, kesadaran gender, pergantian kultural institusional, prioritas
kesetaraan gender, perempuan ikut dalam pengambilan keputusan, politik inklusi bagi
perempuan, kesetaraan gender, kebijakan publik dan sosiokultural.
Selanjutnya, kita juga perlu memijakkan kaki pada konteks yang tepat antara lain agenda
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Pancasila, HAM, Demokrasi, Kebhinnekaan, dan MEA.
Aspek selanjutnya yang diperhitungkan adalah kewarganegaraan yang terdiri dari pengetahuan
kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaraan, kompetensi kewarganegaran, kepercayaan
diri warga neagra, kebiasaan warga negara, keterlibatan warga negara, keadaban warga negara,
moral kewarganegaraan, kewarganegaraan masyarakat, sikap kewarganegaraan,
kewarganegaraan politik dan kewarganegaraan kultural. Dalam aspek strategi pendidikan kita
dapat menyajikannya secara terintegrasi, teladan, habituasi, hidden curriculum, explicite
curriculum, kurikuler, ekstrakurikuler, lingkungan dan budaya sekolah, kepemimpinan
sekolah, multiluterasi, berbasis proyek dan berbasis pelayanan.
Terakhir, adalah strategi dari metode dan alat, kita dapat tempuh melalui analisis gender, audit
gender, peningkatan kesadaran gender, pembiayaan gender, evaluasi berbasis gender, gender
Page 21
15
indicators, perencanaan gender, statistik gender, gender monitoring, transformasi institusional
dan pelatihan kesetaraan gender. Semua aspek tersebut perlu diramu lebih jauh secara strategis
dan efisien, sehingga efektivitas sesuai tujuan akan tercapai karena pelaksanaan dilaksanakan
dengan sukses dan lancar.
Page 22
16
Bagan 2 Rancang Bangun dan Komponen Pendidikan Karakter Berbasis Kesadaran Gender
Page 23
17
KESIMPULAN
Afeksi informan mengenai diskursus gender cukup positif walau secara kognitif kurang, namun
ekspektasi dan persepsi mereka terhadap anak-anak mereka adalah lebih pada pemaknaan
scope karakter yang lebih general, tidak mendasarkan pada arena tergenderkan atau tidak.
Tanpa mendasarkan pada jenis kelamin anak, karakter mendasar bagi terbangunnya
kepribadian yang penting yang mereka utamakan, seperti disiplin, tanggungjawab, kreativitas
dan kebebasan anak-anak menentukan yang mereka anggap baik untuk dirinya.
Pemerintah hendaknya menetapkan program sosialisasi diskursus gender sebagai program
pendidikan masyarakat. Pendidikan masyarakat ini dimaksudkan untuk memberi pengetahuan
dan pemahaman yang lengkap dari berbagai perspektif, sehingga dapat menumbuhkan
kesadaran gender di kalangan masyarakat. Pemerintah hendaknya menetapkan secara
incremental dan retrospektif mengenai pengarusutamaan gender, dari yang selama ini
menggunakan pendekatan makro (institusional) ditambah dengan pendekatan mikro yang lebih
bersifat psikologis. Dan penelitian ini juga telah mengonstruksikan model rancang bangun
Pendidikan Karakter yang Berbasis Kesadaran Gender. Selanjutnya model tersebut akan
dikembangkan sesuai dengan tujuan dan konteks penerapannya.
REFERENSI
Aritonang, D. R. (2014). Ini 97 Perempuan Anggota DPR Periode 2014-2019. Nasional
Kompas. Retrieved from https://www.nasional.kompas.com/
Berger, P. L., & Luckmann, T. (2013). Tafsir Sosial atas Kenyataan. Risalah tentang Sosiologi
Pengetahuan. (H. Basari, Trans.). Jakarta: LP3ES.
Badan Pusat Statistik, tahun 2012". http://bps.go.id/
Depdiknas. (2007). Rangkuman Statistik Persekolahan 2006/2007. Jakarta: Kementrian
Pendidikan dan Kebudayan
Galliano, G. (2003). Gender Crossing Boundaries. Canada: Kennes State University.
Pratiwi, A. M. (2017). Rahma Iryanti: Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan akan
Mempengaruhi Perdagangan EKonomi. Jurnal Perempuan. Retrieved from
http://jurnalpermpuan.org
Ritzer, G., & Goodman, D. J. (2010). Teori Sosiologi Modern. (T. W. B. Santoso, Ed.,
Alimandan, Trans.) (Keenam). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Page 24
18
4.1 Abstract Conference
Artikel dari abstrak ini telah dipresentasikan pada The 3rd ICPECE di Bandung, 19
November 2019. Link http://cibiru.conference.upi.edu/index.php/ICPECE/ICPECE3/
GENDER DISCOURSE, EXPECTATION, AND PERCEPTION:
STUDY OF WOMEN PARENTAL ROLES IN JAKARTA
Wuri Handayani1, Fauzi Abdillah2
[email protected] , [email protected]
Universitas Negeri Jakarta
Abstract
This study discusses the study of mother's parenting in the form of a character from a gender
perspective. The study from a gender perspective is essential because a person is born into an
adult gender becomes something that can not be avoided in herding and directing humans to
start gender norms. To assess parenting towards a gender perspective, this study analyzed
primary data with in-depth interviews with nine (9) mothers, TK Lab school Kindergarten
students in Rawamangun Jakarta. Moreover, with this document studio, interpret conversations
and those delivered by informants. The results of this study are the informant's affection about
gender discourse is quite positive although not cognitive, their expectations and perceptions of
their children are more on the meaning of the more general character scope, it cannot be sold
in the arena whether it is rendered or not. Without being based on the sex of the child, the
necessary characteristics for the development of personalities that are important for them to
prioritize, such as discipline, responsibility, creativity, and freedom of children, determine what
they think is suitable for themselves.
Keywords: Gender Awareness in Education, Women Parental Roles, Gender Perspective in
Education
Page 25
19
Sertifikat Konferensi
Page 27
21
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pola asuh yang dilakukan oleh informan secara umum dapat dikatakan progresif
gender. Hasil dari penelitian ini adalah afeksi informan mengenai diskursus gender cukup
positif walau secara kognitif kurang, namun ekspektasi dan persepsi mereka terhadap anak-
anak mereka adalah lebih pada pemaknaan skope karakter yang lebih general, tidak
mendasarkan pada arena tergenderkan atau tidak. Tanpa mendasarkan pada jenis kelamin
anak, karakter mendasar bagi terbangunnya kepribadian yang penting yang mereka
utamakan, seperti disiplin, tanggungjawab, kreativitas dan kebebasan anak-anak
menentukan yang mereka anggap baik untuk dirinya.
B. Saran
Pemerintah hendaknya menetapkan program sosialisasi diskursus gender sebagai
program pendidikan masyarakat. Pendidikan masyarakat ini dimaksudkan untuk memberi
pengetahuan dan pemahaman yang lengkap dari berbagai perspektif, sehingga dapat
menumbuhkan kesadaran gender di kalangan masyarakat.
Pemerintah hendaknya menetapkan secara incremental dan retrospektif mengenai
pengarusutamaan gender, dari yang selama ini menggunakan pendekatan makro
(institusional) ditambah dengan pendekatan mikro yang lebih bersifat psikologis.
Perlu disusun program-program pencerahan secara umum kepada masyarakat
mengenai diskursus gender, sekaligus program “Pencerahan Gender” ini menjadi bagian
dari program penting Jokowi periode kedua Revolusi Mental”
Page 28
22
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang, D. R. (2014). Ini 97 Perempuan Anggota DPR Periode 2014-2019. Nasional
Kompas. Retrieved from https://www.nasional.kompas.com/
Berger, P. L., & Luckmann, T. (2013). Tafsir Sosial atas Kenyataan. Risalah tentang Sosiologi
Pengetahuan. (H. Basari, Trans.). Jakarta: LP3ES.
Badan Pusat Statistik, tahun 2012". http://bps.go.id/
Depdiknas. (2007). Rangkuman Statistik Persekolahan 2006/2007. Jakarta: Kementrian
Pendidikan dan Kebudayan
Galliano, G. (2003). Gender Crossing Boundaries. Canada: Kennes State University.
Pratiwi, A. M. (2017). Rahma Iryanti: Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan akan
Mempengaruhi Perdagangan EKonomi. Jurnal Perempuan. Retrieved from
http://jurnalpermpuan.org
Ritzer, G., & Goodman, D. J. (2010). Teori Sosiologi Modern. (T. W. B. Santoso, Ed.,
Alimandan, Trans.) (Keenam). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Page 29
23
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Biodata Peneliti
1. Biodata Peneliti
A. Identitas Diri
B. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan
Tinggi
Universitas
Gajah Mada
Universitas Gajah
Mada
Universitas Negeri Jakarta
Bidang Ilmu Ilmu
Hubungan
Internasional
Ilmu Politik Pendidikan Kependudukan
dan Lingkungan Hidup
Tahun Masuk-Lulus 1981-1986 1989-1993 2010-2018
Judul
Skripsi/Thesis/disertasi
Kegagalan
Sistem
Demokrasi
Liberal di
Filipina
(1946-1972)
Asimilasi di
Pontianak
Kajian tentang
Masyarakat
(Keturunan Cina)
dan Program
Pembauran
Bangsa
Evaluasi Implementasi
Kebijakan
Pengarusutamaan Gender
dalam Menghilangkan
Diskriminasi Gender di
Bidang Pendidikan (Studi di
SD Tersan Gede 1
Magelang, Jawa Tengah
Nama Pembimbing/
Promotor
Dr. Mohtar
Mas’oed
Dr. Mohtar
Mas’oed
Prof. Dr. Nadiroh, M. Pd
Prof. Dr. Ismail Arianto
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir
No Tahun Judul Penelitian Pendanaan
Sumber* Jml (Juta Rp)
1. 2015 Pengarusutamaan Gender di Bidang
Pendidikan
BLU UNJ Rp 12.000.000,-
1 Nama Lengkap (dengan gelar) Dr. Wuri Handayani, M.Si
2 Jenis Kelamin P
3 Jabatan Fungsional Dosen
4 NIP/NIK/Identitas lainnya 196212291987032001
5 NIDN 0029126207
6 Tempat dan Tanggal Lahir Kediri, 29 Desember 1962
7 E-mail [email protected]
8 Nomor Telepon/HP 0811284649
9 Alamat Kantor Gedung K, Kampus A UNJ
10 Nomor Telepon/ Faks 4890108/ 4753655
11 Lulusan yang telah dihasilkan S-1 8 orang,
12 Mata Kuliah yang diampu 1. Kebijakan Publik
2. Sosiologi Politik
3. Politik Hukum
Page 30
24
No Tahun Judul Penelitian Pendanaan
Sumber* Jml (Juta Rp)
(Studi Deskriptif Pengarusutamaan Gendel
dalam Pelaksanaan Pembelajaran di SD
Tersan Gede I Kabupaten Magelang
Provinsi Jawa Tengah)
2. 2016 Gender dan Peran Sosial
(Studi terhadap Persepsi Mahasiswa
tentang Peran Sosial di Universitas Negeri
Jakarta)
3 2017 Bias Gender dalam Proses Pembelajaran
Studi di SD Negeri Perumnas Condong
Catur Yogyakarta
BLU UNJ Rp. 6.000.000,-
4. 2018 Pola Transformasi Nilai-nilai Toleransi
Oleh Orangtua kepada Anak Usia Dini pada
Masyarakat Cigugur Kuningan Jawa Barat
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir
No Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Pendanaan
Sumber Jml (Juta Rp)
1 2015 Sosialisasi Pengetahuan tentang Gender
untuk Meningkatkan Kualitas
Pembelajaran bagi Guru Sekolah Dasar
Negeri Tersan Gede 1 Magelang
DIPA
PNBP
UNJ
2 2016 Sosialisasi Pengetahuan tentang Perbedaan
Gender (Gender Differences) dan Peran
Gender (Gender Role) untuk Membentuk
Persepsi Peran Sosial Responsif Gender
Kaum Muda di Jakarta Timur
3 2017 Sosisalisasi Pengetahuan tentang Wawasan
Gender dalam Proses Pembelajaran kepada
Guru-guru di SD Negeri Perumnas
Condong Catur Yogyakarta
BLU UNJ Rp 3.000.000,-
4 2018 Pemanfaatan Literasi Media dalam
Pendidikan Karakter
POK FIS
UNJ
E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir
No Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor
Tahun Nama Jurnal
1
Evaluation of Gender Mainstreaming
Policy in Removing Gender
Discrimination in Education (Study at SD
Tersan Gede 1 Magelang Central Java)
Vol. 5 No.7,
2017
The International
Journal of Humanities
& Social Studies
2 Diskriminasi Gender dalam Pendidikan Vol. 10 No.2,
2018
Muwazah
(Jurnal Kajian Gender)
F. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral Pada Pertemuan/Seminar
Ilmiah dalam 5 Tahun Terakhir
Page 31
25
No Nama Tema Ilmiah/ Seminar Judul Artikel Ilmiah Waktu dan
Tempat
1
The 3rd International Conference of
Social Sciences and Education
Theme: Challenges of Social Sciences
and Education for Achieving
Sustainable Development Goals
(SDGs)
Menakar Potensi Eliminasi
Diskriminasi Gender
(Studi Analisis Proses
Formulasi Kebijakan
Pengarusutamaan Gender
Pendidikan)
23-26 Juli 2019
Prime Plaza
Hotel
Yogyakarta
G. Pengalaman Penulisan Buku dalam 5 Tahun Terakhir
No Judul Buku Tahun Jumlah Halaman Penerbit
H. Pengalaman Perolehan HKI dalam 5-10 Tahun Terakhir
No Judul/ Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata
dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya,
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan Penelitian Kompetitif Fakultas.
Jakarta, …. November 2019
Ketua Pengusul,
Dr. Wuri Handayani, M.Si.
NIP. 19621229.1987032001
Page 32
26
A. Identitas Diri Anggota
1. Nama Lengkap (dengan gelar) Fauzi Abdillah, M.Pd.
2. Jabatan Fungsional Dosen Asisten Ahli
3. Jabatan Struktural -
4. NIP/NIK/Identitas lainnya 198903042019031008
5. NIDN 0004038911
6. Tempat dan Tanggal Lahir Bogor, 4 Maret 1989
7. Alamat Rumah Kp. Cikereteg RT 003 RW 002
8. Nomor Telepon/Faks / HP 085697601340
9. Alamat Kantor Program Studi PPKn, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas
Negeri Jakarta Gd. K. Kampus UNJ, Jl. Rawamangun
Muka Jakarta Timur
10. Nomor Telepon/Faks (021) 4890108, 4753655/ (021) 4753655
11. Alamat e-mail [email protected] / [email protected]
12. Lulusan yang Telah Dihasilkan -
13. Mata Kuliah yang Diampu 1. Landasan dan Kerangka Filosofis PKn
2. Strategi Pembelajaran PPKn
3. Pengantar Hukum Indonesia
4. Metodologi Penelitian
B. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan
Tinggi
UNJ UPI
Bidang Ilmu PPKn PKn
Tahun Masuk-Lulus 2008-2012 2013-2015
Judul Skripsi /
Thesis / Disertasi
Profil Budaya Politik Kaum Santri
di Pesantren Al-Falak Loji Kab.
Bogor
Pengembangan Keterlibatan Warga
Negara melalui Penggalangan Dana
Online di Kitabisa.com
Nama Pembimbing /
Promotor
Prof. Dr. M. Japar, M.Si
Drs. Mohammad Maiwan, M.Si,
Ph.D
Prof. Dr. H. Endang Danial, M.Pd.
C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun terakhir
No. Tahun Judul Penelitian
Pendanaan
Sumber Jml (Juta
Rp)
1. 2016
Pengembangan Model Perilaku Sosial
Kewarganegaraan Dalam Permainan Belajar
Anak Usia Dini (Tahun Pertama)
UPI/ Non PNPB Rp. 30
2. 2016 Dampak Pemanfaatan Jurnal Perkuliahan Untuk
Memupuk Kemampuan Reflektif Mahasiswa
Prodi PGSD UPI
Cibiru Rp. 2.5
3.
2016
Pengembangan Model Pembelajaran Semi
Workshop dalam meningkatkan Intensitas
Penguasaan Konseptual-Teoritik dan Praksis
Metodologi PPKn-SD
Prodi PGSD UPI
Cibiru Rp. 10
4. 2017
Pengembangan Literasi Budaya
Kewarganegaraan pada PPKn Berbasis Budaya
Lokal Nusantara
BOPTN Rp. 135
Page 33
27
5. 2017
Pengembangan Model Perilaku Sosial
Kewarganegaraan Dalam Permainan Belajar
Anak Usia Dini (Tahun Kedua)
BOPTN Rp. 40
6.
2017
Profil Persepsi Guru dan Materi PPKn SD Pada
Kurikulum Nasional (Studi Grounded Theory
terhadap Persepsi Guru terhadap Konten Materi
dan Pengembangan PPKn Sekolah Dasar)
PGSD UPI Cibiru Rp. 7,5
7. 2018 Belajar Bermasyarakat: Implementasi Model
Perilaku Sosial Kewarganegaraan dalam
Permainan Belajar Anak Usia Dini (Tahun
Pertama)
DRPM
Ristekdikti
Rp. 241
8. 2018 Rancang Bangun PPKn berbasis Pendidikan
Emansipatoris di Sekolah Dasar
BOPTN UPI Rp. 25
9. 2018 Orientasi Perkuliahan Berbasis Proyek: Gubahan
Akademis sebagai Situs Kewarganegaraan Calon
Guru
PGSD UPI Cibiru Rp. 5
10. 2019 Belajar Bermasyarakat: Implementasi Model
Perilaku Sosial Kewarganegaraan dalam
Permainan Belajar Anak Usia Dini (Tahun
Kedua)
DRPM
Ristekdikti
Rp. 345
11. 2019 Pendidikan Kebhinnekaan: Implementasi Model
Pengembangan Literasi Budaya
Kewarganegaraan pada PPKN SD berbasis
Tradisi Lokal Nusantara
DRPM
Ristekdikti
Rp. 353
12. 2019 Pola Transformasi Nilai Toleransi kepada Anak
Usia Dini Oleh Perempuan Urban di DKI Jakarta
Dana POK FIS
UNJ 2019
Rp. 30,9
13. 2019 Program Studi Sebagai Wahana Pendidikan
Ideologi Kebangsaan: Pelajaran dari Studi
Penelusuran Kepuasan Alumni PPKN UNJ
Dana POK FIS
UNJ 2019
Rp. 35
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun terakhir
No. Tahun Judul Pengabdian Kepada
Masyarakat
Pendanaan
Sumber Jml (Juta Rp)
1. 2016 Lokakarya Program Assessment Kurikulum 2013
Untuk Para Guru di SDN Sukahati 1- Kabupaten
Bandung.
Prodi PGSD
UPI Cibiru
Rp. 5
2. 2016 Penyuluhan The Civic Mission School Dalam
Membangun Iklim Demokratis Di Sekolah Dasar
Negeri Sukahati 1 – Kabupaten Bandung
Prodi PGSD
UPI Cibiru
Rp. 2
3. 2017 Sosialisasi Pola Asuh dan Kerjasama Orang
Tua-Sekolah dalam Menyukseskan Pendidikan
Anak Usia Dini di Desa Loa Kecamatan Paseh
Kab. Bandung
Prodi PGSD
UPI Cibiru
Rp. 11
4. 2017 Seminar Kebijakan Orang Tua dalam
Penggunaan Gadget Anak
Mandiri -
E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal Dalam 5 Tahun terakhir
No. Judul Artikel Ilmiah Volume/
Nomor/Tahun Nama Jurnal
1. Crowdfunding: Demokratisasi Akses
Keuangan dalam Mendukung Aksi Sosial
Mahasiswa
Vol 15/ No 1/
2015
Jurnal Ilmiah Mimbar
Demokrasi
Page 34
28
2. Menelisik Nilai Moral Sosial
Kewarganegaraan dalam Permainan Anak
Usia Dini
Vol 2/ No 1/ 2016 Jurnal Moral Kemasyarakatan
3. Revitalisasi Kemampuan Refleksi
Mahasiswa Calon Guru Melalui Penulisan
Jurnal Perkuliahan PPKn
Vol 9/ No 1/ 2017 EduHumaniora: Jurnal
Pendidikan Dasar
4. Mendidik Warga Negara Indonesia Di
Sekolah Dasar: Perspektif Guru
Vol 8/ No 2/ 2018 Jurnal Inspirasi Pendidikan
5. Model Pembelajaran Perilaku Sosial
Kewarganegaraan: Upaya Guru dalam
Memupuk Gotong Royong Ssejak Dini
Vol 9/ No 1/ 2018 Cakrawala Dini: Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini
F. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral Pada Pertemuan / Seminar Ilmiah
Dalam 5 Tahun Terakhir
No. Nama Pertemuan Ilmiah/
Seminar Judul Artikel
Waktu dan
Tempat
1. International Conference on Civic
Education As A Scientific Fields and
Educational Program for
Strengthening Competitiveness of
Graduate
Menggapai Penguasaan Konseptual
Teoretis dan Praksis: Implementasi
Model Semi Workshop dalam
Perkuliahan Pengembangan
Pembelajaran PKn SD
Bandung, 2016
2. International Seminar on Philosophy
of Education: Primary Foundation in
Strengthening Pedagogy Development
in Indonesia Future Generation
Interdisipliner: Refleksi Epistemologis
Pendidikan Kewarganegaraan Di
Sekolah Dasar
Bandung, 2016
3. International Conference on
Educational Sciences
Ethnic Idiom Articulation and Civic
Education Material for Elementary
School: Development of Cultural
Citizenship Literacy
Bandung, 2017
4. Seminar Nasional Pendidikan dan
Pembelajaran Bagi Dosen dan Guru
Peran Guru sebagai Diseminator
Pendidikan Emansipatoris di Sekolah
Dasar
Malang, 2018
5. Annual Civic Education Conference Demystify Civic Education Through
The Educational Neuroscience on
Indonesia Curriculum
Bandung, 2018
6. Seminar Pendidikan Nasional:
Membangun Pendidikan berbasis
Paradigma Higher order thinking
skills dalam konteks Keindonesiaan
Mengurai Konstelasi Filosofis
Pancasila Melalui Literasi Budaya
Kewarganegaraan Dan Literasi Digital
Kewarganegaraan
Bandung, 2018
G. Pengalaman Penulisan Buku dalam 5 Tahun Terakhir
No. Judul Buku Tahun Jumlah
Halaman Penerbit
1. Mengembangkan Perilaku Sosial
Kewarganegaraan untuk Anak Usia Din
2018 112 UPI Kampus Cibiru
2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Emansipatoris
2018 62 CV Ragamulya Institute
3. Pemberdayaan Masyarakat dalam
Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini
2018 324 UPI Kampus Cibiru
4. Mendalami materi PKN di sekolah dasar 2018 224 UPI Kampus Cibiru
H. Pengalaman Perolehan HKI Dalam 5 – 10 Tahun Terakhir
Page 35
29
No. Judul / Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/
ID
1. Instrumen Skala Perilaku Sosial Kewarganegaraan
Keterampilan Berbagi Untuk AUD
2018 Hak Cipta 000116047
2. Instrumen Skala Perilaku Sosial Kewarganegaraan
Keterampilan Berteman Untuk AUD
2018 Hak Cipta 000116048
3. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan
Pendidikan Anak Usia Dini
2018 Hak Cipta 000129698
4. Rancang Bangun Pendidikan Emansipatoris 2018 Hak Cipta 000125511
5. Model Pembelajaran Semi Workshop 2018 Hak Cipta 000104246
6. Mengembangkan Perilaku Sosial Kewarganegaraan
Untuk Anak Usia Dini
2018 Hak Cipta 000113918
7. Model Literasi Budaya Kewarganegaraan dalam
Pembelajaran PPKn berbasis tradisi lokal nusantara di
Sekolah Dasar
2018 Hak Cipta 000104243
I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya Dalam 5 Tahun
Terakhir
No.
Judul / Tema / Jenis Rekayasa
Sosial Lainnya yang Telah
Diterapkan
Tahun Tempat
Penerapan
Respons
Masyarakat
1. Tim Pengembang Nasional Kurikulum
Bela Negara
2017 Semua Jenjang
Pendidikan
Positif
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata
dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan Penelitian Kompetitif Fakultas.
Jakarta, 27 Maret 2019
Anggota,
Fauzi Abdillah, M.Pd.
NIK 3201270403890004
Page 36
30
Lampiran 2. Reduksi Data Wawancara
No Gender
Norms
Pertanyaan Tanggapan
1 Rasional :
Male
Emotional :
Female
Jenis mainan
yang di pilih
untuk Laki-
laki dan
Perempuan
1. Bunda Ve
Laki-laki: Hotweels, Lego, Karakter Hewan, balap mobil,
dinosaurus.
Perempuan: Barbie, LOL, hotweels, game dandan-dandanan
Universal: Masak-masakan
Alasan: “gak mau laki-laki keperempuan-perempuanan”,
“perempuan boleh main hotweels tapi tetap ada nilai-nilai yang
harus dibedakan”
Harapannya laki-laki harus bisa melindungi perempuan
2. Bunda Id
Laki-laki: Lego
Harapan: “bisa berkreatifitas, sabar bermain dan imajinasinya
terbentuk”
3. Bunda Mu
Laki-laki: Lego, ada boneka untuk story telling. Untuk anak
yang spesial (berkebutuhan khusus) diberi mainan sepeda untuk
melatih fokus
Harapan: “sabar dan bisa berimajinasi, idenya berkembang,
dapat menggali potensi lewat lego.
4. Bunda Vi
Laki-laki: Mobil-mobilan, bola
Perempuan: Boneka (tetapi memilih boneka Mickey) karena
terpengaruh kakanya
5. Bunda An
Perempuan: Boneka berbie, X-Surprise, lego tapi yang untuk
perempuan. Anak pertama lebih ke permainan menyambung kata
yang rumpang, tantangan
Harapan: “ingin nyenengin anak, diberikan mainan hanya
sebagai reward”
6. Bunda Ar
Laki-laki: tidak dibelikan mainan oleh ibu. Tapi oleh ayah,
seperti lego, robot-robotan, rakita-rakitan.
Harapan: “anak lebih menikmati hidup, lebih peka terhadap
lingkungan, lebih aktif”
7. BUnda Ec
Laki-laki: Mainan yang sesuai dengan keinginan anak. Dilihat
dari kebermanfaatannya, seperti lego, mobil-mobilan, pistol-
pistolan.
Harapan: “lebih bertanggungjawab yang penitng seneng”
8. Bunda Me:
Perempuan: aman dari bahannya, memberikan mainan yang
mengasah kemampuan seperti Puzzle lego. Anak kedua berbie.
Sharing mainan.
9. Bunda Es
Perempuan: waktu kecil Puzzle yang ada rattlenya, Teether
berbagai macam bentuk, susunan ring, sudah agak besar : meja-
mejaan rias, bola, masak-masakan
Harapan: bisa melatih ketangkasan, imajinasinya, masak-
masakan agar dia tau mainan untuk perempuan, nyaman dengan
permainannya. Bisa beradaptasi dengan lingkungan
2. Pikiran
Tubuh
Olahraga dan
seni apa yang
di berikan
kepada anak?
1. Bunda Mu
Laki-laki: “anak saya suka renang” yang satunya bermain
sepeda. Tapi anak yang pertama main sepatu roda oke, main
autopad juga oke
Page 37
31
No Gender
Norms
Pertanyaan Tanggapan
Kalo music tidak diarahkan tapi karena dirumah ada piano klasik
biasanya suka dimainin
2. Bunda An
Perempuan: Anak pertama lebih ke gymnastic karena lebih
berani. Anak kedua lebih ke nari balet, karena lebih sensitif.
Untuk olahraga renang.
3. Bunda Ar
Laki-laki: olahraga lari, sepakbola.
Seni: drum, “saya hobi music, penginnya anak bisa
menikmatinya juga”
4. Bunda Me
Perempuan: “anak saya dua-duanya suka renang, awalnya ingin
mengenalkan air, karena anak pertama saya takut air juga karena
kami kebetulan suka liburan ke laut, makanya saya rasa itu
perlu”
Seni paling hanya ikut drumband disekolah.
5. Bunda Ec
Laki-laki: olahraga basket, seni: music piano
3. The higher
form (Male)
The Lower
Form
(Female)
Peran laki-laki
dan
perempuan
dilihat dari
bacaan, mitos,
cerita fiksi,
Tontonan
televisi
1. Bunda Me
Perempuan: Tontonan : Pepapic kartun dengan Bahasa British,
permainan Educare studio
2. Bunda Ec
Laki-laki: tontonan TV langganan tontonan anak-anak seperti
cartoon network, baby TV, Nusa dan Hana yang ada agamanya
ada belajar sholat, nyanyi sambal menghafal al Quran, ABCD.
Biar ada edukatifnya sambal bermain. Tontonan seperti
spiderman atau batman saya kasih. Tom and Jerry, tapi porsinya
dibagi dan disisipin omar dan Hana. Tetap dipilih, tidak
ditiadakan karnea takutnya ketinggalan jaman.
3. Bunda Ar
Laki-laki: “anak saya ga doyan gadget, mereka lebih memilih
ngobrol, berantem, mainan. Tontonan TV tidak terlalu karena TV
tidak dipasang di kamarnya. Tontonan youtube biasanya dikasih
saat playdate, atau kegiatan yang membutuhkan focus. Tapi tetap
dibatasi. “anak saya lebih suka nonton superhero seperti batman,
superman, karena saya ayahnya dari kecil diajak nontonnya itu.
Kalo saya lebih milih mereka nyanyi-nyanyi. Ekspektasinya kalo
ayahnya memilihkan superhero identik dengan kuat, bisa
melakukan banyak hal. Kalo saya memilih lagu suapaya bisa
berinteraksi
4. Bunda Vi
Laki-laki dan perempuan: tidak ada tontonan orang dewasa.
Disney chanel, nickelodeon.
Harapannya bisa sering menolong, rasa kepeduliannya tinggi.
5. Bunda Mu
Tontonan bukan yang film Indonesia, langganan TV Chanel
seperti Nicklodeon Junior, Disney junior.
Buku saya sangat suka mengajak ke toko buku sekedar beli
bukunya, itu saya dapat dari sekolahnya
6. Bunda Ve
“tontonan Indonesia itu sangat menganggu sekali, jadi paling ke
youtube, itu juga dipilih” Laki-laki :menonton BTS. Perempuan:
Balckpink
Bacaan: cerita nabi-nabi. Memberikan hadist yang sesuai dengan
tingkat pola pikir anak, “karena buku-buku Disney saya pikir
moral valuenya kurang, tidak related dengan agama yang saya
percaya”
Page 38
32
No Gender
Norms
Pertanyaan Tanggapan
Harapannya dari cerita hadist anak bisa mencontoh ketika
diperlakukan tidak baik oleh temannya.
7. Bunda Id
Kalo cerita-cerita anak anak belum mau dengerin. Kalo tontontan
lebih kartum dengan batasan batasan “mas yang ini ga boleh
ditiru. Mas yang ini baik loh”
4. Achievement
(male)
Socioemotion
(female
Penampilan
seperti apa
yang
diberikan
kepada anak-
anak
Karakter dasar
apa yang
diharapkan
untuk ada di
anak-anak
1. Bunda Ve:
Karakter yang diharapkan dari anak laki-laki harus bisa
melindungi anak perempuan. “kalo kedisiplinan masih agak
susah” tanggungjawab “suami saya bukan tipikal yang harmfull
untuk membantu istri dalam pekerjaan rumah, saya tidak ingin
anak saya jadi model seperti itu”, laki-laki dan perempuan harus
bisa jadi orang yang mandiri “saya khawatir karena sering
denger cerita-cerita sahabat yang ditinggal suaminya terus tidak
bisa apa-apa”
Penampilan, milih sendiri sendiri sesuai keinginan. Laki-laki ga
harus macho. Laki-laki memilih warna baju yang kelaki-lakian
kuning, biru, tidak harus melulu dengan hitam abu-abu, “kita
juga lihatnya senep ya”.
2. Bunda Mu
Karakter yang diharapkan disiplin, tanggungjawab pada dirinya
sendiri “dia harus merapihkan Kasur dan mengembalikan apa
yang diambil” walaupun laki-laki. Sabar dan mau mencoba
sesuatu “dia mau bantu cunci piring walaupun ga bersih
silahkan. Anak itu melakukan dengan sadar dan senang.
Penampilan dibebaskan anak untuk memilih, yang penting
Matching, dia nyaman. Sesuai dengan occasional. “pakai celana
pendek ke acara formal kan ga cocok, saya benerin” warna apa
saja untuk laki-laki tidak masalah “karena kalo diluar mungkin
laki-laki pakai ungu jadi ga masalah”
3. Bunda Id
Laki-laki harus menjadi orang yang bijaksana karena mereka
akan memimpin keluarga. Termasuk memahami tugas-tugas
perempuan. Bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri.
4. Bunda Vi
Karakter yang diharapkan suka menolong, harus tanggungjawab
meskipun laki-laki harus tau tugas-tugas rumah tangga dan
bukan hanya untuk perempuan. Rasa kepeduliannya tinggi.
5. Bunda An
Penampilan yang penting rapi, “penampilan tidak lebih penting
dari karakter, cantik ga harus operasi plastik juga. Untuk baju
milih sendiri “kalo ditawarin suka ya oke, kalo engga ya engga.
Soalnya percuma kalo dibeliin tapi ga dipake, mubazir.” “Kalo
warna saya suka kasih pink ke anak saya.”
“Anak perempuan harus kreatif, yang penting happy aja
menjalani hidup”
6. Bunda Ar
Karakter yang diharapkan sama saja tidak membedakan antara
laki-laki dan perempuan, yang penting mereka harus tahan
banting kalo diluar, tanggungjawab terhadap dirinya sendiri dan
mandiri. Saya fikir perempuan harus melayani, harus baik. “ibu
akan menjadi rolemodel anak-anaknya dari sisi kelembutannya.
Saya setuju jadi perempuan itu sulit karena harus lembut dan
tegas. Perempuan itu harus kuat banget, harus dibentuk baik
sekali. Karena jadi ibu efeknya akan kemana-mana karena asuhan
akan sangat berpengaruh dari ibunya. Nilai agama menguatkan
tugas itu.
Page 39
33
No Gender
Norms
Pertanyaan Tanggapan
“Kalo penampilan karena laki-laki saya mengarahkannya ke
pakaian laki-laki lebih ke gaya casual. Laki-laki tidak perlu
menghasbikan banyak waktu untuk berdandan, value dalam
dirinya akan keluar dari dalam dirinya” yang penting bersih dan
matching. Warna baju saya beri kebebasan ke mereka. Cowok
tidak pake pink, “emang cowok pakai baju apa bu, cowok itu
pakai baju biru, kuning, hitam, merah bukan pink” karena pink
identic dengan cewek. Sebenarnya saya setuju warna apa saja
cocok tapi warna itu hal termudah untuk memisahkan pakaian
wanita atau laki-laki. Memakai pink tidak apa-apa tapi setelah
dewasa, setelah tau mana yang baik dan mana yang tidak.
7. Bunda Ec
Karakter cowok harus tegas jadi harus tegas juga
memperlakukannya, perempuan lembut. “Kalo diarahkan
kemana let it flow aja, jalanin apa yang dia pengin, tapi aku
maunya salah satu diantara anak-anaku ada yang jadi dokter,
kalo maunya suami salah satunya harus bisa jadi ilmuwan,
nerusin profesi suami.” Laki-laki harus didik bertanggungjawab
minimal untuk dirinya sendiri, ga boleh manja, tepat waktu
disiplin yang dilatih dari sholat 5 waktu.
Kalo penampilan bukan harus cantik. “maunya anakku
duaduanya harus pinter, Karena mau cewek atau cowo kalo
udah pinter bisa manage diri sendiri”. “cantik kan relative,
cewek bisa pinter dandan gampang lah kalo udah dewasa, tapi
yang terpenting akhlak dan pinter, kalo cowok mulai dari
akhlak, semua jadi ngabaur, bertanggungjawab”
8. Bunda Me
Penampilan: “saya todak mengenalkan celana pendek untuk
dipakai dirumah” cantik itu pakai kerudung, pakainnya rapi.
Penampilan iya prestasi iya, kenapa harus milih? Bermake-up
lengkap asal pas dimuka. Sebagai modal sosial asal bisa
menempatkannya. Karena penampilan sebagai symbol tercepat
untuk menilai seseorang.
Karakter yang dibentuk, harus bisa menghargai orang lain
9. Bunda Es
Karakter laki-laki maunya mandiri, tanggungjawab, tidak
menyakiti perempuan berempati. Tidak merasa paling pinter
paling bener dan mau belajar. “karena suami seringkali tidak
mau mendengarkan, harus kesandung dulu baru mau
mendengarkan, dan saya tidak ingin anak saya seperti itu”
Penampilan: lebih yang bersih, tidak harus cewek pakai pita.
Tidak harus putih, cantik dengan dirinya sendir dan kualitas
pribadinya. Yang oenting pinter dan tidak merasa paling pinter.
Terus untuk laki-laki tidak boleh warna pink. ‘Beli mainan
apapun asal tidak ada pinknya, biar memposisikan dia itu laki-
laki’
5. Individual
(Male)
Bagaimana
melatih
disiplin diri
seperti
merapihkan
diri sendir,
melatih anak
pada
pekerjaan
rumah tangga
1. Bunda Ec
Masih gamblang, masih belajar perlu atau engga. Selalunya
harus bertanggungjawab, misal membuang sampah pada
tempatnya, menyapu, tasnya kotor dibersihkan, kalo untuk
bebenah belum.
“menurut saya perlu mengenalkan pekerjaan rumah tangga”
laki-laki tidak hanya tau kerjaannya cari uang, tapi boleh kalo
pintar masak.
2. Bunda Ar
“Anak saya rajin bu, cuci piring sendiri, nyapu ngepel kamar,
bawa cucian ketempatnya” walaupun laki-laki . tapi kalo
menyiapkan baju seragam belum. Baru sampai mengingatkan
Page 40
34
No Gender
Norms
Pertanyaan Tanggapan
“besok hari selasa pakai baju batik merah” saya ingin anak saya
bisa bantu hal hal kecil misalnya kelak tidak punya asisten rumah
tangga, harus bisa bantu istrinya minimal baju udah dicuci
dimesin, dijemur. Istrinya beresin tempat tidur suaminya nyapu”
jadi laki-laki bukan hanya kerjaannya cari uang, tapi tau itu juga
tugas dia. Karena suami tidak seperti itu, jadi anak saya inginnya
tidak seperti ayahnya. Tapi mau sadar.
3. Bunda An
Bertanggungjawab minimal pada mainannya, “kalo PRT sedang
tidak ada mungkin saya lebih konsisten untuk mengajarkan ke
anak. Tapi kalo ada PRT lebih ke yang saat itu dilihat saja.”
4. Bunda Vi
“saya sering mengajarkan mereka untuk minimal sapu lantai,
ngepel, setidaknya tau ini loh tugas membantu orang tua. Tapi
tidak diwajibkan”
5. Bunda Id
Melatih dari kecil, seperti membereskan mainannya, menyapu,
buang sampah. Dasarnya agar jadi kebiasaan, tau kerjaan seperti
ini bukan tanggungjawab perempuan saja. Anak-anak bisa masak,
pegang pisau beneran didapur. Pekerjaan rumah sudah
dikenalkan. “Saya tidak ingin anak saya seperti suami saya yang
mencuci mobil saja harus perempuan yang mengerjakan, tidak
ada waktu”
6. Bunda Mu
Menyapu diajarkan, dia mau coba menyuci, bertanggungjawab
terhadap dirinya sendiri, mereka sudah terbiasa dengan menyapu
dan beres-beres rumah, membantu membuat kue. Membersihkan
kamarnya sendiri walaupun belum bersih, mau mencoba sesuatu,
menyuci piring.
7. Bunda Ve
Pekerjaan rumah tangga kalo perempuan sudah, dia suka
memasak, dia juga bisa nyapu ngepel.
Page 41
35
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian
Foto 1
Keterangan Peneliti tengah melakukan diskusi terpumpun dengan para narasumber
Foto 2
Keterangan Berfoto dengan staf sekolah
Page 42
36
Foto 3
Keterangan Depth in interview
Foto 4
Keterangan Setelah interview dengan salah seorang partisipan
Page 43
37
Foto 5
Keterangan Berfoto dengan dua orang informan
Foto 6
Keterangan Berfoto setelah interview
Page 44
38
Lampiran 4. Bukti Permohonan Izin Kegiatan Penelitian