445 BEBERAPA POKOK PIKIRAN UNTUK PENINGKATAN EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN TARKIIB MOH. KHASAIRI Universitas Negeri Malang [email protected]/[email protected]Abstrak. Makalah ini ditulis untuk memberikan masukan terhadap peningkatan efektifitas pembelajaran Tarkiib. Materi matakuliah Tarkiib sejatinya merupakan bagian dari materi Nahwu yang penyajiannya dalam pembelajaran tidak menyinggung qawaid yang bersifat teoritis. Pembelajaran Tarkiib merupakan pilihan yang tepat bagi pembelajar Bahasa Arab pemula untuk meluruskan kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan dalam berbahasa Arab. Mengingat banyaknya macam dan ragam serta pola Tarkiib dalam Bahasa Arab maka disarankan agar pengajar memilih Tarkiib-Tarkiib yang sederhana. Dalam proses pembelajaran disarankan agar pengajar lebih menekankan latihan-latihan praktis. Kata Kunci: tarkiib, strategi pembelajaran A. Pendahuluan Pembelajaran Tarkiib baru mendapat perhatian khusus dan lebih serius pada akhir-akhir ini. Dulu pembelajaran Tarkiib tidak muncul ke permukaan, melainkan menyatu dengan pembelajaran Nahwu. Seiring dengan meningkatnya usaha untuk memperbaiki kinerja pembelajaran Nahwu maka munculllah istilah pembelajaran Tarkiib, yang di dalam kurikulum Jurusan Sastra Arab UM dinamakan matakuliah Tarkiib Mukatstsaf. Thu’aimah (1989) mengenalkan istilah ini dalam salah satu fasal yang dinamai dengan ‘tadribat tarakiib’. Al Fauzan dkk. (2003) menjadikan Tarkiib sebagai salah satu bagian dari masing-masing bab (wihdah) buku yang ditulisnya. Bagian tersebut dinamakannya dengan ‘Tarakiib Nahwiyah’. Tarakib Nahwiyah merupakan bagian ke-3 dalam setiap wihdah setelah ‘hiwaraat’ dan ‘mufradaat’. Bagian selanjutnya adalah ‘ashwaat’, ‘fahmu al masmuu’, ‘kalaam’, ‘qiraa-ah’, dan ‘kitaabah’ Sebagaimana disebutkan di depan bahwa di Jurusan Sastra Arab Universitas Negeri Malang (JSA UM) dikenal adanya matakulian Tarkiib Mukatstsaf, yaitu suatu matakuliah yang dimaksudkan untuk menjembatani kemampuan mahasiswa yang masih rendah dengan yang sudah tinggi di bidang Nahwu. Harapannya, setelah menempuh 2 matakuliah Tarkiib Mukatstsaf yang masing-masing berbobot 2 sks dan disajikan pada 2 semester ini kesenjangan kemampuan para mahasiswa dalam bidang Nahwu bisa ditekan dan diperpendek. Di dalam Katalog Jurusan Sastra Arab UM disebutkan bahwa materi Tarkiib Mukatstsaf Ibtida’I adalah anmath al-tarakib wa al-jumal (Tarkiib washfi, Tarkiib idhafi, jumlah ismiyyah,dan jumlah fi’liyah), al-nafy wa al-istifham (Fakultas Sastra, 2016). Materi tersebut perlu dijabarkan dan dipersiapkan pembelajarannya dalam bentuk silabus. Makalah ini bertujuan untuk memberi masukan dalam peningkatan efektifitas pembelajaran Tarkiib Mukatstsaf. Untuk tujuan tersebut penulis
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
445
BEBERAPA POKOK PIKIRAN UNTUK PENINGKATAN EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN TARKIIB
Abstrak. Makalah ini ditulis untuk memberikan masukan terhadap peningkatan efektifitas pembelajaran Tarkiib. Materi matakuliah Tarkiib sejatinya merupakan bagian dari materi Nahwu yang penyajiannya dalam pembelajaran tidak menyinggung qawaid yang bersifat teoritis. Pembelajaran Tarkiib merupakan pilihan yang tepat bagi pembelajar Bahasa Arab pemula untuk meluruskan kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan dalam berbahasa Arab. Mengingat banyaknya macam dan ragam serta pola Tarkiib dalam Bahasa Arab maka disarankan agar pengajar memilih Tarkiib-Tarkiib yang sederhana. Dalam proses pembelajaran disarankan agar pengajar lebih menekankan latihan-latihan praktis. Kata Kunci: tarkiib, strategi pembelajaran
A. Pendahuluan Pembelajaran Tarkiib baru mendapat perhatian khusus dan lebih serius pada
akhir-akhir ini. Dulu pembelajaran Tarkiib tidak muncul ke permukaan, melainkan menyatu dengan pembelajaran Nahwu. Seiring dengan meningkatnya usaha untuk memperbaiki kinerja pembelajaran Nahwu maka munculllah istilah pembelajaran Tarkiib, yang di dalam kurikulum Jurusan Sastra Arab UM dinamakan matakuliah Tarkiib Mukatstsaf.
Thu’aimah (1989) mengenalkan istilah ini dalam salah satu fasal yang dinamai dengan ‘tadribat tarakiib’. Al Fauzan dkk. (2003) menjadikan Tarkiib sebagai salah satu bagian dari masing-masing bab (wihdah) buku yang ditulisnya. Bagian tersebut dinamakannya dengan ‘Tarakiib Nahwiyah’. Tarakib Nahwiyah merupakan bagian ke-3 dalam setiap wihdah setelah ‘hiwaraat’ dan ‘mufradaat’. Bagian selanjutnya adalah ‘ashwaat’, ‘fahmu al masmuu’, ‘kalaam’, ‘qiraa-ah’, dan ‘kitaabah’
Sebagaimana disebutkan di depan bahwa di Jurusan Sastra Arab Universitas Negeri Malang (JSA UM) dikenal adanya matakulian Tarkiib Mukatstsaf, yaitu suatu matakuliah yang dimaksudkan untuk menjembatani kemampuan mahasiswa yang masih rendah dengan yang sudah tinggi di bidang Nahwu. Harapannya, setelah menempuh 2 matakuliah Tarkiib Mukatstsaf yang masing-masing berbobot 2 sks dan disajikan pada 2 semester ini kesenjangan kemampuan para mahasiswa dalam bidang Nahwu bisa ditekan dan diperpendek.
Di dalam Katalog Jurusan Sastra Arab UM disebutkan bahwa materi Tarkiib Mukatstsaf Ibtida’I adalah anmath al-tarakib wa al-jumal (Tarkiib washfi, Tarkiib idhafi, jumlah ismiyyah,dan jumlah fi’liyah), al-nafy wa al-istifham (Fakultas Sastra, 2016). Materi tersebut perlu dijabarkan dan dipersiapkan pembelajarannya dalam bentuk silabus. Makalah ini bertujuan untuk memberi masukan dalam peningkatan efektifitas pembelajaran Tarkiib Mukatstsaf. Untuk tujuan tersebut penulis
446
mendeskripsikan pengajaran Tarkiib yang meliputi pengertian, macam, strategi pengajaran, dan simpulan. Ulasan masing-masing sub judul tersebut adalah sebagai berikut.
B. Pengertian Tarkiib
Terkait dengan Tarkiib ada beberapa istilah yang sering disalahfahami oleh pembelajar, yaitu istilah Tarkiib, murakkab, jumlah, dan kalam. Al Ghalayaini (2003)
menggunakan istilah murakkab untuk Tarkiib, yaitu perkataan ( yang terdiri atas (كى
2 kata atau lebih yang memberikan pemahaman, baik pemahaman yang lengkap,
seperti العلم هىع maupun pemahaman yang kurang lengkap seperti الجامعت االإشهىعة. Jadi Tarkiib dan murakkab adalah dua istilah yang secara konseptual sama. Lebih lanjut Al Ghalayaini menyamakan murakkab Isnaadi dengan jumlah.
Dengan definisi ini maka bisa difahami bahwa murakkab juga dinamakan jumlah, karena jumlah juga susunan yang terdiri atas dua kata atau lebih yang memberikan pemahaman lengkap atau pemahaman yang kurang lengkap. Murakkab atau jumlah yang memberikan pemahaman lengkap dinamakan ‘kalaam’. Al Dahdah (1987) membedakan dua macam murakkab, yaitu murakkab kalami atau yang di dalam buku-buku nahwu dinamakan kalam (jumlah mufidah) dan murakkab ghair kalami (jumlah ghairu mufidah). Kalam di dalam Bahasa Indonesia dinamakan dengan kalimat.
C. Macam-macam Tarkiib
Al Ghalayaini (2003) membagi Tarkiib (murakkab) menjadi 6 macam, yaitu murakkab Isnaadi (jumlah ismiyah dan jumlah fi’liyah), murakkab idhafi, murakkab bayani (man’ut-na’at, mubdal minhu-badal, muakkad-taukid/muakkid), murakkab athfi, murakkab majzi, dan murakkab ‘adadi. Keenam murakkab itu masih bisa dipilah menjadi pilahan-pilahan lebih rinci bahkan pilahan rinci tersebut masih bisa dipilah lagi ke dalam pola-pola yang beragam. Paparan masing-masing Tarkiib disajikan sebagai berikut. 1. Tarkiib Isnaadi
Tarkiib Isnaadi adalah Tarkiib yang terdiri atas musnad ilaih dan musnad. Musnad ilaih ada tiga macam, yaitu mubtada’, fa’il, dan naibul fa’il; sedangkan musnad juga ada tiga macam, yaitu khabar, fi’il mabni ma’luum, dan fi’il mabni majhuul. Di dalam banyak buku Nahwu disebutkan bahwa Tarkiib Isnaadi itu disebut jumlah ismiyah dan jumlah fi’liyah. Kedua macam jumlah ini memiliki pola-pola yang beragam.
Qusyairi (2016: 57) menyebutkan ada 12 pola jumlah ismiyah. Kedua belas pola itu adalah (1) mubtada’ + khabar mufrad, (2) mubtada’ + khabar jumlah ismiyah, (3) mubtada’ + khabar jumlah fi’liyah (fi’il + fa’il), (4) mubtada’ + khabar jumlah fi’liyah (fi’il + fa’il + maf’ul bih), (5) mubtada’ + khabar jumlah fi’liyah (fi’il + fa’il dhamir mustatir + maf’ul bih), (6) mubtada’ + khabar syibhu jumlah (jar + majrur), (7) mubtada’ + khabar syibhu jumlah (dzarf + madzruf), (8) mubtada’ + khabar jumlah fi’liyah (fi’il + fa’il dhamir mustatir), (9) mubtada’ + khabar jumlah fi’liyah (fi’il mabni majhul + naibu fa’il), (10) mubtada’ + khabar muta’addid, (11) khabar syibhu jumlah (jar + majrur) + mubtada’, dan (12) khabar syibhu jumlah (dzarf + madzruf) + mubtada’. Pola ini tentu belum mencakup keseluruhan pola yang berlaku dalam Bahasa Arab.
447
Jumlah fi’liyah juga bisa dipilah menjadi banyak pilahan. Qusyairi (2016: 22) memilahnya menjadi 8 macam pola. Kedelapan macam pola itu adalah (1) fi’il + fa’il, (2) fi’il + fa’il + wawu athf + fa’il, (3) fi’il + fa’il + maf’ul bih, (4) fi’il + fa’il + maf’ul bih + maf’ul bih, (5) fi’il + maf’ul bih + fa’il, (6) maf’ul bih + fi’il + fa’il, (7) fi’il mabni majhul + naibul fa’il, (8) fi’il mabni majhul + naibul fa’il + maf’ul bih. Kedelapan pola jumlah fi’liyah tersebut masih bisa ditambah sesuai dengan data yang ada.
2. Tarkiib Idhaafi
Tarkiib Idhaafi adalah Tarkiib yang tersusun atas mudhaaf dan mudhaaf ilaih. Pembahasan mengenai Tarkiib idhaafi mencakup macam idhaafah, makna Tarkiib idhaafi, fungsi Idhaafah, dan syarat mudhaaf serta syarat mudhaaf ilaih. Di dalam buku-buku nahwu untuk pemula macam Idhaafah lafdhiyah tidak dibahas, sedangkan di dalam buku nahwu untuk tingkat lanjut disebutkan bahwa Idhaafah ada 2 macam, yaitu Idhaafah lafdziyah dan Idhaafah maknawiyah. Dalam makalah ini, penulis memusatkan bahasan pada Idhaafah maknawiyah.
Makna Tarkiib idhaafi dalam konteks Idhaafah maknawiyah ada 3 macam, yaitu milik, di (dalam/di dalam), dan (terbuat) dari. Masing-masing makna antara lain bisa dikenali dengan huruf jer apa yang bisa dipasang di antara mudhaaf dan mudhaaf
ilaih. Apabila di antara keduanya bisa dipasang huruf jer ( ) maka maknanya
‘milik’, contoh: بيذ محمد ‘rumah Muhammad’ bisa dimasuki ( ) sehingga menjadi بيذ
rumah milik Muhammad’. Apabila di antara keduanya bisa dipasang huruf jer‘ الإدمض
shalat malam’ bisa dimasuki‘ صلاة الليل maka maknanya ‘di’ atau ‘pada’, contoh ( في)
shalat pada malam hari’. Apabila di antara‘ صلاة في الليل sehingga menjadi (في )
keduanya bisa dipasang huruf jer (م ) maka maknanya ‘dari’ atau ‘terbuat dari’,
contoh زظاء جلض ‘sepatu kulit’ bisa dimasuki ( م) sehingga menjadi زظاء م جلض
‘sepatu dari kulit’. Fungsi Idhaafah maknawiyah ada dua macam, yaitu takhshish ‘menjadikan lebih
khusus’ dan ta’rif ‘menjadikan ma’rifah’. Jika mudhaaf ilaihnya berupa isim nakirah maka fungsi Idhaafah adalah takhshiish. Dalam hal ini isim nakirah yang di-idhaafahkan statusnya tetap nakirah (umum) namun kenakirahannya (keumumannya) menjadi
terbatasi. Lafadz هخاب ػالب walaupun berupa mudhaaf dan mudhaaf ilaih tetapi tetap
nakirah, namun sudah lebih khusus daripada lafadz هخاب dengan tidak mudhaaf.
Jika mudhaaf ilaihnya berupa isim ma’rifah maka Idhaafah tersebut berfungsi
ta’riif. Lafadz هخاب (isim nakirah) jika dimudhaafkan pada محمد (isim ma’rifah) maka
menjadi ma’rifah (tertentu). Ketentuan ini tidak hanya berlaku pada isim ma’rifah yang berupa ‘alam (nama diri) namun juga berlaku pada isim ma’rifah lainnya, yaitu
dhamiir, isim isyaarah, isim maushuul, dan isim yang ber-ا Terkait dengan syarat mudhaaf dan mudhaaf ilaih dalam konteks Idhaafah
maknawiyah, maka di dalam buku-buku nahwu dikatakan bahwa mudhaaf selalu
berupa isim yang tidak ber-ا, tidak bertanwin, dan tidak ber-nun. Artinya jika isim
448
ber-ا dimudhaafkan maka ا-nya harus dibuang, jika bertanwin maka tanwinnya
harus dibuang, dan jika berupa isim tatsniyah dan jamak mudzakkar salim maka nunnya harus dibuang. Sedangkan syarat mudhaaf ilaih juga harus berupa isim dan isim yang menjadi mudhaaf ilaih harus selalu beri’rab jer.
3. Tarkiib Bayaani
Sebagaimana telah disebutkan di depan bahwa Tarkiib Bayaani terdiri atas 3 macam, yaitu Tarkiib washfi, Tarkiib badali, dan Tarkiib taukiidi. Di antara ketiga Tarkiib tersebut Tarkiib washfi merupakan Tarkiib yang paling sering digunakan dalam berbahasa Arab dan paling banyak kaidahnya. Untuk mampu menggunakan Tarkiib Washfi dengan baik pembelajar harus menguasai konsep nakirah-ma’rifah, murrad-tatsniyah-jama’, mudzakkar-mu’annats, dan I’rab beserta tanda-tandanya (Qusyairi, 2015). Selain itu, Tarkiib washfi juga mirip dengan Tarkiib Isnaadi dan Tarkiib idhafi. Kemiripan ini berakibat pada sulitnya pembelajar dalam menguasai ketiga Tarkiib tersebut. Oleh karena itu, pembelajaran Tarkiib washfi harus mendapatkan perhatian serius para guru dan dosen.
4. Tarkiib ‘Athfi dan Tarkiib Mazji
Kedua Tarkiib ini sengaja tidak banyak diulas karena keduanya tidak banyak membutuhkan kaidah penggunaan. Mengenai Tarkiib ‘Athfi yang harus menjadi perhatian adalah fungsi masing-masing harf ‘athaf dan keharusan mengikutinya I’rab ma’thuf kepada ma’thuf ‘alaih. Sedangkan Tarkiib mazji lebih bersifar sama’I, karena Tarkiib tersebut merupakan Tarkiib yang tidak bisa dikelompokkan ke dalam salah satu 5 Tarkiib lainnya.
5. Tarkiib ‘Adadi
Tarkiib ‘Adadi merupakan susunan yang terdiri atas ‘adad ‘bilangan’ dan ma’dud ‘sesuatu yang dihitung’. Tarkiib ini juga bersinggungan dengan Tarkiib-Tarkiib lainnya. Ada yang masuk kategori Tarkiib washfi, yaitu jika ma’dud-nya berjumlah satu atau dua. Selain itu, juga bilangan bertingkat. Dalam hal ini ma’dud menjadi maushuf dan ‘adad menjadi shifat. Ada yang masuk kategori Tarkiib idhafi dan Tarkiib ‘athfi. Dikategorikan Tarkiib idhaafi apabila ma’dudnya berjumlah 3 sampai dengan 10. Dalam hal ini ‘adad menjadi mudhaaf dan ma’dud menjadi mudhaaf ilaih. Sedangkan jika ma’dud berjumlah 21 ke atas ‘adadnya berupa Tarkiib ‘athfi (‘adad satuan menjadi ma’thuf ‘alaih dan ‘adad puluhan menjadi ma’thuf) dan ma’dudnya menjadi tamyiz. Selain itu juga ada yang dinamakan ‘adad murakkab, yaitu ‘adad 11 sampai dengan 19 yang ma’dudnya menjadi tamyiz.
D. Strategi Pembelajaran Tarkiib
Para ahli pengajaran Bahasa Arab modern sepakat bahwa para pembelajar pemula tidak perlu diajari Nahwu yang bersifat teoritis. Pembelajar pemula sebaiknya dikenalkan kepadanya Tarkiib-Tarkiib sederhana dengan tanpa menyinggung kaidah-kaidahnya. Para pembelajar cukup diberi contoh-contoh Tarkiib yang benar dan diberi penjelasan seperlunya manakala melakukan kesalahan.
449
Kalaupun para pemula diajari Nahwu maka yang diajarkan itu adalah Nahwu Wadzifi model Haliday, yaitu Nahwu yang memanfaatkan kalimat-kalimat sederhana dengan kata-kata yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Nahwu Wadzifi model ini juga meninggalkan I’rab taqdiri dan I’rab mahalli. Hal ini sejalan dengan pernyataan Qusyairi (2016) yang menyarankan agar pembelajar Nahwu pemula diajari Nahwu Wadzifi model Haliday. Lebih lanjut ia menegaskan bahwa tidak semua model Nahwu Wadzifi cocok untuk semua tingkatan pembelajar.
Al Ma’yuf (2016: 56--57) menyarankan tujuh prinsip yang harus dipedomani dalam memilih Tarkiib yang diajarkan. Tujuh prinsip tersebut adalah (1) Tarkiib yang dipilih haruslah yang banyak dikenal dan sering dijumpai oleh pembelajar, (2) pengenalan Tarkiib haruslah dibatasi dan penyajiannya dilakukan secara bertahap, (3) penggunaan Tarkiib baru haruslah dimasukkan dalam mufradat yang sudah dikenal oleh pembelajar, (4) hendaknya dilakukan pengulangan yang cukup untuk Tarkiib yang baru, (5) pengenalan terhadap Tarkiib yang kompleks harus betul-betul diawali dengan Tarkiib yang sederhana, lalu naik satu tingkat ke yang agak kompleks, baru kemudian kepada yang 1 tingkat lagi lebih kompleks, (6) perubahan Tarkiib yang menyatu dalam rangkaian kata (seperti fi’il maadhi yang musnad kepada dhamir) hendaknya tidak mengharuskan perubahan unsur-unsur yang lain, (7) hendaknya guru/dosen tidak buru-buru menyajikan beberapa ragam Tarkiib untuk satu makna.
Strategi pembelajaran yang disarankan adalah strategi induktif, yaitu strategi pembelajaran yang langkah-langkah pembelajarannya diawali dengan penayangan contoh-contoh Tarkiib yang diajarkan dalam kalimat, pelafalan contoh-contoh tersebut dengan membaca nyaring, menandai secara khusus Tarkiib-Tarkiib dalam kalimat, membahas Tarkiib-Tarkiib tersebut dengan mengenali kekhususannya, dan menyusun kaidah (Al Naqah dan Thu’aimah, 2003: 243).
Pemahaman tentang kaidah tersebut diperkuat dengan pemberian latihan penerapannya yang cukup. Thu’aimah (1989: 240-243) menyarankan 11 macam latihan Tarkiib yang sering digunakan. Penjelasan sebelas macam Tarkiib tersebut adalah sebagai berikut:
(Pengulangan) الخىغاع .1
Latihan dalam bentuk pengulangan dimaksudkan untuk memantapkan penguasaan Tarkiib dan penggunaannya dalam kemahiran tertentu dengan cara memraktekkan kemahiran tersebut lebih dari satu kali. Latihan ini dilakukan dengan pemberian contoh dari guru, lalu meminta murid tertentu untuk mengulanginya. Guru bisa juga meminta murid yang lain untuk mengulang Tarkiib yang dicontohkan atau yang sudah digunakan oleh temannya.
الاؾخضلا .2
Tujuan latihan ini adalah untuk memantabkan atau menguatkan penguasaan siswa terhadap suatu Tarkiib dalam kemahiran tertentu. Latihan Tarkiib bentuk ini memiliki beberapa bentuk, ada yang sederhana dan ada pula yang kompleks. Di antaranya adalah: a. Contoh 1:
450
أها جلميظ م ئهضوهيؿيا
أهذ ................ -1
أهذ ................ -2b. Contoh 2:
أهغمخه \أهغمذ االإضعؽ
أهغمتها \أهغمذ االإضعؾت -1
.............. \أكغأ الىخاب -2
ذ االإجلت -3 .............. \اشتر
c. Contoh 3:
هل مع كلم؟ وعم معي كلم.
هل عىضن ؾياعة؟ لا، ليؿذ عىضي ؾياعة
؟ ....................... -1 هل أهذ مشغى
هل عىضن بيذ؟ ....................... -2
3. Tanya-jawab
Latihan ini bertujuan memantapkan kemahiran dalam memahami pertanyaan, mengemukakannya dan menjawabnya. Dalam praktiknya guru mengajukan pertanyaan kepada siswa (satu persatu) lalu siswa menjawabnya. Contoh:
Guru: أها أخمض، م أهذ
Murid 1: أها فاطل، م أهذ
Murid 2: ،م أهذ أها فغخان
4. Membuat Pertanyaan
Latihan Tarkiib bisa juga dilakukan dengan cara lain, yaitu dengan membuat atau mengajukan pertanyaan. Dalam hal ini guru meminta siswa untuk membuat pertanyaan untuk jawaban yang tersedia. Contoh:
Guru: هل هظا هخاب \هظا هخاب
Guru: هظه ممسحت\...................
Murid 1: هل هظه ممسحت
Guru: هظا كلم\ .................
Murid 2: هل هظا كلم
5. Mengubah Tarkiib Tujuan latihan ini untuk memantapkan kemampuan siswa dalam mengubah
suatu Tarkiib kepada lainnya. Dengan latihan ini akan bisa diketahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap kaidah Nahwu. Contoh:
451
a. ا محمد ماليزي \محمد م ماليز
b. أها ئهضوهيس ي \أها م ئهضوهيؿيا
6. Latihan Piramida
Latihan ini dilakukan dengan mengganti dan menambah suatu bagian kalimat (kata) sesuai dengan yang diajukan. Contoh:
Guru: أها ػالب ؾعىصي
Siswa 1: أها ػالب ؾعىصي
Guru: عغاقي
Siswa 2: أها ػالب عغاقي
Guru: جاجغ
Siswa 3: أها جاجغ عغاقي
7. Latihan Berantai
Latihan ini dilakukan dengan para siswa (1) menjawab pertanyaan guru, setelah menjawab ia menoleh kepada siswa (2) lalu mengulang pertanyaan guru. Contoh:
Guru sambil mengarahkan pandangan kepada siswa yang bernama Ustman
mengatakan: أها اشغ، م أهذ؟
Siswa (1) sambil mengahadap guru menjawab أها عثمان lalu menoleh kepada
siswa (2) sambil mengatakan أها عثمان، م أهذ؟
Siswa (2) sambil menghadap siswa (1) menjawab أها زليل lalu menoleh kepada
siswa (3) sambil mengatakan أها زليل، م أهذ؟
8. Menyempurnakan Latihan ini bertujuan untuk memantabkan kemampuan memahami kata dan
kalimat, kemudian susunan kalimat dengan menyempurnakan susunan yang kurang. Latihan ini memiliki banyak bentuk. Di antaranya menyempurnakan kalimat rumpang dengan memilih kata-kata yang disediakan sebelumnya atau sesudahnya. Kalimat rumpang tersebut juga bisa diisi dengan kata yang dicari sendiri oleh siswa.
9. Menyusun kalimat
Tujuan latihan ini adalah memantapkan kemampuan mengenal kata-kata dan penggunaannya dengan tepat. Latihan dilakukan dengan mengajukan kata-kata yang sudah dikenal oleh siswa untuk disusun dalam kalimat yang tidak terdapat di dalam teks atau latihan yang sudah siswa pelajari.
452
Contoh:
مجتهض –شعيب -ػالب شعيب ػالب مجتهض
في –العميض –االإىخب العميض في االإصلى
10. Latihan menjodohkan Latihan ini bertujuan untuk mengenalkan dan memantapkan kemampuan
kebahasaan tertentu. Latihan ini dilakukan misalnya dengan menjodohkan seperangkat Tarkiib yang ada di sebelah kiri dengan yang ada di sebelah kanan.
11. Terjemah
Tujuan latihan ini adalah memantapkan pemahaman siswa terhadap susunan Bahasa Arab dan menemukan perbedaannya dengan Bahasa siswa. Model terjemahan yang efektif adalah yang oleh Irhamni dan Maksum (2015) dinamakan dengan Translate Self-revieuw (TSR). Dalam terjemahan ini pembelajar harus berusaha terus untuk menemukan terjemahan yang cocok, sementara guru/dosen hanya menunjukkan terjemahan tersebut sudah betul atau masih salah.
E. Simpulan
Tarkiib merupakan salah satu bidang kajian Nahwu yang sebaiknya sudah dilatihkan kepada para pembelajar pemula sebelum mereka belajar Nahwu. Tarkiib yang diajarkan adalah berbagai macam Tarkiib namun harus dipilih yang sederhana. Pembelajaran Tarkiib tidak membicarakan nahwu secara teoritis namun hanya dibicarakan jika sangat dibutuhkan. Pembelajaran Tarkiib dilakukan dengan pendekatan induktif lalu dimantapkan dengan pengerjaan soal-soal latihan yang amat beragam. Pembelajaran Tarkiib setidaknya membutuhkan 32 x pertemuan yang masing-masing 2 jam pelajaran. Usulan pokok-pokok bahasan untuk 16 x pertemuan pertama terlampir dalam makalah ini.
Daftar Pustaka Al Dahdaah, Anton. 1987. Mu’jam Qawaidi al Lughah al Arabiyyah fii Jadaawil wa
Lauhaat. Bairut: Maktabah Lubnaan. Al Ghalayaini, Al Syaikh Mushthafa. 2003. Jaami’u al Duruus al Arabiyyah. Bairut: al
Maktabah al Ashriyah. Al Ma’yuuf, Ali bin Ma’yuuf. 2016. Tadriis al Taraakiib wa al Qawaa’id. Materi Dauraat
Tadribiyah li Mudarrisi al Lughah al Arabiyyah. Malang: JSA UM. Al Naqah, Mahmud Kamil dan Thu’aimah, Rusydi Ahmad. Tharaiq Tadriisi al Lughah
al Arabiyyah li Ghairi al Nathiqiina bihaa. Al Ribath: ISESCO Fakultas Sastra UM. 2016. Katalog Jurusan Sastra Arab UM. Malang. Malang: FS UM Irhamni dan Maksum. 2015. Translate Self-revieuw Karya Kyi Rahmat Al-Arifin
Muhammad Ibn Ma’ruf. Malang: Malak Qusyairi, Mohammad. 2015. Tarkiib Washfi, anwa’uhu wa syuruthu kullin minhu wa al
musykilat allati yuwajihuha al thalabah. Makalah disajikan pada Seminar Internasional di UIN Maliki Malang.
453
Qusyairi, Mohammad. 2016. Tathwir al Maadati al Nahwi al Wadzifi Namudlaj Abdil Alim Ibrahim wa Atasari Istikhdamiha fi Raf’i Dawafi’il Thalabah wa Nataiji Ta’allumihin. Malang: Disertasi UIN Maliki (tidak dipublikasikan).
Qusyairi, Mohammad. 2016. Mawaad Ta’limiyyah fii Maaddat Tathbiq al Nahwi al Awwal. Malang: CV Bintang Sejahtera.
Thu’aimah. Rusydi Ahmad. 1989. Ta’liimu al Lughah al Arabiyyah li Ghairi al Nathiqiina bihaa, Manaahijuhuu wa Asaaliibuhuu. Al Ribath: ISESCO.
454
Lampiran Usulan pokok-pokok bahasan untuk 16 x pertemuan pertama
Bab I: Jumlah Ismiyah
Istifham:
- hal+dhamir+kebangsaan هل أهذ ئهضوهيس ي؟ هل أهذ ئهضوهيؿيت؟
- min aina+dhamir م أ أهذ؟ م أ أهذ؟ م أ هى؟ م أ هي؟