SKENARIO 3BATUK BERKEPANJANGAN
Kelompok A-2 :
Citra Sari
1102006064Fitriyah Sabrina
1102008107Aldian Eka Surya
1102009020
Andi Ikhlas Adytal
1102009030
Chintia Nilna Muna
1102009062
Deny Oktariana Pamuncak
1102009071
Dias Nuzulia Afriani
1102009080
Efa Amalia Amani
1102009095
Fahmi Azhari Basya
1102009104
Ferbina Rizkya
1102009111
Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
2011
BATUK BERKEPANJANGAN
(Surat kepada dokter pada kolom konsultasi di majalah wanita X)
Dokter yang terhormat,
Saya memiliki seorang anak berusia 6 tahun yang selama 3 bulan
terkahir batuk berkepanjangan. Setiap bulan anak saya hanya bebas
dari batuk selama seminggu sampai sepuluh hari saja kemudian batuk
kembali. Anak saya hanya betuk pada dini hari saja sehingga
tidurnya mulai terganggu. Pada siang hari anak saya jarang batuk.
Saya sudah membawanya ke dokter dan anak saya dicurigai asma. Tidak
ada seorangpun dirumah yang menderita asma. Saya menderita eksim
pada waktu kecil dan suami saya sering pilek yang menurut dokter
adalah pilek karena alergi. Menurut dokter yang memeriksa anak
saya, kami berdua membawa sifat atopi yang menyebabkan anak kami
menderita asma.
Kata orang penderita asma biasanya sesak napas. Anak saya tidak
pernah sesak napas. Bagaimana menurut dokter? Apa yang perlu saya
lakukan agar anak saya tidak batuk batuk lagi?
LO I : Memahami dan Menjelaskan Asma Bronkhial
I.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Asma Bronkhial
I.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Asma Bronkhial
I.3 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Asma Bronkhial
I.4 Memahami dan Menjelaskan Patogenesis Asma Bronkhial
I.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Asma Bronkhial
I.6 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Asma Bronkhial
I.7 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Asma
Bronkhial
I.8 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan dan diagnosis Asma
Bronkhial
I.9 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Asma Bronkhial
I.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Asma Bronkhial
I.11 Memahami dan Menjelaskan Preventif Asma Bronkhial
I.12 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis banding Asma BronkhialLO
II : Memahami dan Menjelaskan Serangan Asma Pada AnakLO I :
Memahami dan Menjelaskan Asma Bronkial
Definisi
Asma adalah penyakit paru obstruktif, difus dengan
hiperreaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan dan
tingginya tingkat reversibilitas proses obstruktif, yang dapat
terjadi secara spontan atau sebagai akibat pengobatan. Juga dikenal
sebagai penyakit jalan napas reaktif, kompleks asma mungkin
mencakup bronkitis mengi, mengi akibat virus, dan asma terkait
atopik. Disamping bronkokonstriksi, radang merupakan faktor
patofisiologi yang penting; ia melibatkan eosinofil, monosit dan
mediator imun dan telah menimbulkan tanda alternatif bronkitis
eosinofilik deskuamasi kronis.
Etiologi
Sampai saat ini penyebab penyakit asma belum diketahui secara
pasti meski telah banyak penelitian oleh para ahli di dunia
kesehatan. Namun demikian yang dapat disimpulkan adalah bahwa pada.
penderita asma saluran pernapasannya memiliki sifat yang khas yaitu
sangat peka terhadap berbagai rangsangan (bronchial hyperreactivity
= hipereaktivitas saluran napas) seperti polusi udara (asap, debu,
zat kimia), serbuk sari, udara dingin, makanan, hewan berbulu,
tekanan jiwa, bau/aroma menyengat (misalnya; parfum) dan
olahraga.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan
presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial, yaitu:a. Faktor
Predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga
bisa diturunkan.b. Faktor Presipitasi
AlergenDimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :1.
Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasanex: debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi2. Ingestan,
yang masuk melalui mulutex: makanan dan obat-obatan3. Kontaktan,
yang masuk melalui kontak dengan kulitex: perhiasan, logam dan jam
tanganPerubahan CuacaCuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan
debu.StressStress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus
serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang
sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati
penderita asma yang mengalami stress atau gangguan emosi perlu
diberi nasihat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa
diobati.Lingkungan KerjaMempunyai hubungan langsung dengan sebab
terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia
bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan,
industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.Olahraga atau Aktifitas Jasmani
yang BeratSebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas
tersebut.Epidemiologi
Dari tahun ke tahun prevalensi penderita asma semakin meningkat.
Di Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan
menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and
Allergy in Children) tahun 1995 menunjukkan, prevalensi asma masih
2,1%, dan meningkat tahun 2003 menjadi dua kali lipat lebih yakni
5,2%. Kenaikan prevalensi di Inggris dan di Australia mencapai
20-30%.National Heart, Lung and Blood Institute melaporkan bahwa
asma diderita oleh 20 juta penduduk amerika.Data pada pewarisan
asma adalah paling cocok dengan determinan poligenik atau
multifaktorial. Anak dengan satu orangtua yang terkena mempunyai
resiko menderita asma sekitar 25%; risiko bertambah menjadi sekitar
50% jika kedua orangtua asmatis. Namun, asma tidak secara universal
ada pada kembar monozigot. Labilitas bronkial dalam responsnya
terhadap uji olahraga juga telah diperagakan pada anggota keluarga
anak asmatis yang sehat. Kecenderungan genetik bersama dengan
faktor lingkungan dapat menjelaskan kebanyakan kasus asma masa
kanak-kanak.Asma dapat timbul pada segala umur; 30% penderita
bergejala pada umur 1 tahun, sedang 80-90% anak asma mempunyai
gejala pertamanya sebelum umur 4-5 tahun. Perjalanan dan keparahan
asma sukar diramal. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang
hanya mendapat serangan ringan sampai sedang,relatif mudah
ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut,
biasanya lebih banyak yang terus menerus daripada yang musiman;
menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di sekolah,
aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke hari.Patofisiologi Suatu
serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan
alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk
imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang
masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain
akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting
cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen
tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada
sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk
berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E
(IgE).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam
jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini
terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau
baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar
kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut
akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan
basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan
perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel.
Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator
kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of
anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of
anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan
timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik
saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan
bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam
terjadinya edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran
nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi
mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi,
distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru
dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi
hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yangsangat
lanjut.
Patogenesis
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang
berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga
memicu episode mengi berulang, sesak napas dan batuk terutama pada
malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan luas inflamasi,
menyebabkan obstruksi saluran napas yang bervariasi derajatnya dan
bersifat reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan.3-8
Proses inflamasi pada asma khas ditandai dengan peningkatan
eosinofil, sel mast, makrofag serta limfosit-T di lumen dan mukosa
saluran napas. Proses ini dapat terjadi pada asma yang asimptomatik
dan bertambah berat sesuai dengan berat klinis penyakit.
INFLAMASI SALURAN NAPASInflamasi saluran napas pada asma
merupakan proses yang sangat kompleks, melibatkan faktor genetik,
antigen, berbagai sel inflamasi, interaksi antar sel dan mediator
yang membentuk proses inflamasi kronik danremodelling.Mekanisme
imunologi inflamasi saluran napas
Sistem imun dibagi menjadi dua yaitu imunitas humoral dan
selular. Imunitas humoral ditandai oleh produksi dan sekresi
antibodi spesifik oleh sel limfosit B sedangkan selular diperankan
oleh sel limfosit T. Sel limfosit T mengontrol fungsi limfosit B
dan meningkatkan proses inflamasi melalui aktivitas
sitotoksikcluster differentiation 8(CD8) dan mensekresi berbagai
sitokin. Sel limfosit Thelper(CD4) dibedakan menjadi Th1 dan Th2.
Sel Th1 mensekresi interleukin-2 (IL-2), IL-3, granulocytet
monocyte colony stimulating factor(GMCSF), interferon- (IFN-)
dantumor necrosis factor(TNF-) sedangkan Th2 mensekresi IL-3, IL-4,
IL-5, IL-9, IL-13, IL-16 dan GMCSF.
Respons imun dimulai dengan aktivasi sel T oleh antigen melalui
sel dendrit yang merupakan sel pengenal antigen primer( primary
antigen presenting cells/APC).
Mekanisme limfosit T - IgESetelah APC mempresentasikan alergen /
antigen kepada sel limfosit T dengan bantuanmajor
histocompatibility(MHC) klas II, limfosit T akan membawa ciri
antigen spesifik, teraktivasi kemudian berdiferensiasi dan
berproliferasi. Limfosit T spesifik (Th2) dan produknya akan
mempengaruhi dan mengontrol limfosit B dalam memproduksi
imunoglobulin. Interaksi alergen pada limfosit B dengan limfosit T
spesifik-alergen akan menyebabkan limfosit B memproduksi IgE
spesifik alergen. Pajanan ulang oleh alergen yang sama akan
meningkatkan
produksi IgE spesifik. Imunoglobulin E spesifik akan berikatan
dengan sel-sel yang mempunyai reseptor IgE seperti selmast,
basofil, eosinofil, makrofag danplatelet.Bila alergen berikatan
dengan sel tersebut maka sel akan teraktivasi dan berdegranulasi
mengeluarkan mediator yang berperan pada reaksi inflamasi.
Mekanisme limfosit T nonIgESetelah limfosit T teraktivasi akan
mengeluarkan sitokin IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-13 dan GMCSF.
Sitokin bersama sel inflamasi yang lain akan saling berinteraksi
sehingga terjadi proses inflamasi yang kompleks, degranulasi
eosinofil, mengeluarkan berbagai protein toksik yang merusak epitel
saluran napas dan merupakan salah satu penyebab
hiperesponsivitas
saluran napas(airway hyperresponsiveness / AHR)Klasifikasi
Asma
Berat ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara
lain gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, gejala malam
hari,eksaserbasi,pemberian obat B2 agonis dan uji feal paru) serta
obat obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat,
kombinasi obat, dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada satu
pemeriksaan tunggal yang mampu menentukan berat ringannya suatu
penyakit. Dengan menentukan pemeriksaan klinis seperti uji faal
paru dapat menentukan berat-ringannya asma yang sangat penting
dalam menentukan penatalaksanaannya.Asma diklasifikasikan atas asma
tanpa serangan dan asma saat serangan (akut).
a.intermitten
b.persisten ringan
c.persisten sedang
d.persisten berat
Klasifikasi derajat asma anak secara arbiteri Pedoman Nasional
Asma Anak (PNAA) dibagi menjadi 3 derajat penyakit, yaitu :
a. Asma Episodik Jarang
b. Asma episodik sering
c. Asma Episodik PersistenParameter klinis, kebutuhan obat,
dan faal paruAsma Episodik JarangAsma Episodik SeringAsma
Persisten
Frekuensi Serangan< 1x / bulan > 1 x / bulanSering
Lama Serangan< 1 minggu> 1 mingguHampir sepanjang tahun,
hampir tidak ada remisi
Intensitas ringanBiasanya ringanBiasanya sedangBiasanya
berat
Di antara seranganTanpa gejalaSering ada gejalaGejala siang dan
malam
Tidur dan aktivitasTidak terganggu Sering tergangguSangat
terganggu
Pemeriksaan fisik di luar seranganNormal ( tidak ditemukan
kelainan )Mungkin terganggu ( ditemukan kelainan )Tidak pernah
normal
Obat pengendali ( anti inflamasi ) Tidak perluPerlu,
steroidPerlu, steroid
Uji faal paru ( di luar serangan )PEF / FEV1 > 80 %PEF / FEV1
60 80 %PEF / FEV1 < 60 % variabilitas 20 30 %
Variabilitas faal paruVariabilitas > 15 %Variabilitas > 30
%Variabilitas > 50 %
Tabel 1 . Klasifikasi Derajat Penyakit Asma pada Anak
Manifestasi Klinik
Asma adalah salah satu manifestasi gangguan alergi. Keluhan
alergi sering sangat misterius, sering berulang, berubah-ubah
datang dan pergi tidak menentu. Kadang minggu ini sakit
tenggorokan, minggu berikutnya sakit kepala, pekan depannya sesak
selanjutrnya sulit makan hingga berminggu-minggu. Bagaimana keluhan
yang berubah-ubah dan misterius itu terjadi. Ahli alergi modern
berpendapat serangan alergi atas dasartarget organ(organ
sasaran).Reaksi alergi yang dapat menggganggu beberapa sistem dan
organ tubuh anak dapat menyertai penderita asma. Organ tubuh atau
sistem tubuh tertentu mengalami gangguan atau serangan lebih banyak
dari organ yang lain. Mengapa berbeda, hingga saat ini masih belum
banyak terungkap. Gejala tergantung dari organ atau sistem tubuh ,
bisa terpengaruh bisa melemah. Penderita asma juga sering disertai
gangguan alergi pada organ tubuh yang lain seperti sering pilek,
sinusitis, gangguan kulit (eksim), mata gatal, gangguan saluran
cerna, sering sakit kepala, migrain, gangguan hormonal. Pada
gangguan saluran kencing didapatkan gejala sering kencing, cistitis
(infeksi saluran kencing) atau bedwetting (ngompol malam hari).
Pada sistem otot dan tulang didapatkan keluhan nyeri kaki, tangan,
atau kaku pada leher. Pada gangguan pembuluh darah didapatkan
gejala mudah pingsan, tekanan darah rendah dan
berdebar-debar.Secara umum gejala asma adalah sesak napas, batuk
berdahak dan suara napas yang berbunyi
ngik-ngik dimana seringnya gejala ini timbul pada pagi hari
menjelang waktu subuh, hal ini karena pengaruh keseimbangan hormon
kortisol yang kadarnya rendah ketika pagi dan berbagai faktor
lainnya. Penderita asma akan mengeluhkan sesak nafas karena udara
pada waktu bernafas tidak dapat mengalir dengan lancar pada saluran
nafas yang sempit dan hal ini juga yang menyebabkan timbulnya bunyi
ngik-ngik pada saat bernafas. Pada penderita asma, penyempitan
saluran pernafasan yang terjadi dapat berupa pengerutan dan
tertutupnya saluran oleh dahak yang diproduksi secara berlebihan
dan menimbulkan batuk sebagai respon untuk mengeluarkan dahak
tersebut. Salah satu ciri asma adalah hilangnya keluhan di luar
serangan. Artinya, pada saat serangan, penderita asma bisa
kelihatan amat menderita (banyak batuk, sesak napas hebat dan
bahkan sampai seperti tercekik), tetapi di luar serangan dia
sehat-sehat saja (bisa main tenis 2 set, bisa jalan-jalan keliling
taman, dan lain-lain). Inilah salah satu hal yang membedakannya
dengan penyakit lain (keluhan sesak pada asma adalah revesibel,
bisa baik kembali di luar serangan)Pemeriksaan FisikPerhatian
pertama adalah pada keadaan umum pasien, pasien dengan kondisi yang
sangat berat akan duduk tegak. Selain itu pada pemeriksaan fisik
didapatkan ;1. penggunaan otot-otot bantu pernafasan
2. Frekuensi nafas > 30 kali per menit
3. Takikardia > 120 x/menit
4. Pulsus Parokdoksus >12 mmHg
5. wheezing ekspiratoar
Pemeriksaan Penunjang
1.Pemeriksaan fungsi paru-paru
Pemeriksaan dapat dilakukan menggunakan peak expiratory flow
rate (PEFR) atau arus puncak ekspirasi (APE), pulse
oxymetry,spirometri, muscle strength testing, volume paru absolut,
kapasitas difusi. Pada uji fungsi jalan nafas, hal terpenting
adalah melakukan manuver ekspirasi paksa secara maksimal.
Pengukuran dengan manuver ini yang dapat dilakukan pada anak > 6
tahun adalah forced expiratory volume in 1 second (FEV1)dan vital
capacity (VC) dengan spirometer serta pengukuran peak expiratory
flow (PEF) atau arus puncak ekspirasi (APE) dengan peak-flow meter.
Pada Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, untuk mendukung
diagnosis asma anak, dipakai batasan:Variabilitas PEF atau FEV1>
15%,Kenaikan PEF atau FEV1> 15% setelah pemberian inhalasi
bronkodilator,Penurunan PEF atau FEV1> 20% setelah provokasi
bronkus.Penilaian variabilitas sebaiknya dilakukan dengan mengukur
selama > 2 minggu.
2. Pemeriksaan hiperreaktivitas saluran nafas
Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan atau
olahraga, udara kering dan dingin, atau dengan salin hipertonik
sangat menunjang diagnosis asma pada anak.
3. Pengukuran petanda inflamasi saluran nafas non-invasifDapat
dilakukan dengan cara memeriksa eosinofil sputum (dahak) dan
mengukur kadar NO ekshalasi.4. Penilaian status alergiPemeriksaan
ini dapat membantu menentukan faktor risiko atau pencetus asma.Pada
serangan asma berat, pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah
analisis gas darah (AGD) dan foto rontgen toraks proyeksi
anterior-posterior (AP). Pada AGD dapat dijumpai peningkatan pCO2
dan rendahnya pO2 (hipoksemia)5.Monitor Irama Jantung Pemeriksaan
EKG tidak dilakukan secara rutin pada pasien asma, EKG dilakukan
apabila terdapat kemungkinan diagnosa banding Asma Cardiale ataupun
gawat jantung lain yang kemungkinan menyertai Asma umumnya
dilakukan pada penderita lansia dan atau umur 45 tahun. 6. Analisa
gas darah Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila kita mencurigai
adanya gangguan asam basa dalam tubuh. Gangguan asam basa dicurigai
pada asma yang berat atau SpO2 tidak membaik >90%.
7. Foto dada Pemeriksaan foto thorak untuk menyingkirkan
penyebab lain obstruksi saluran nafas yang lain seperti
pneumothorax, pneumomediatinum, atelektasis dan lainnya.
Pemeriksaan Thorax foto umum dilakukan dengan indikasi kecurigaan
adanya pneumoni atau pasien asma yang setelah 6-12 jam dilakukan
pengobatan intensif tidak membaik
Penatalaksanaan
Pasien asma dapat berada dalam keadaan tenang, tetapi dapat juga
dalam keadaan serangan. Serangan asma dapat ringan, sedang dan
berat. Bahkan dapat jatuh dalam keadaan status asmatikus, yakni
serangan asma yang berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obat
biasa yang dapat mengatasi serangan tersebut.Medikasi asma
ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan
napas, terdiri dari pengontrol dan pelega. 1. Pengontrol
(controller)Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk
mengontrol asma, diberikas setiap hari untuk mencapai dan
mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten.
Pengontrol sering disebut pencegah. Yang termasuk obat pengotrol
:
* Kortikosteroid inhalasi
* Kortikosteroid sistemik
* Sodium kromoglikat
* Nedokromil sodium
* Metilsantin
* Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
* Agonis beta-2 kerja lama, oral
* Leukotrien modifier
* Antihistamin generasi ke dua (antagonis-H1) kasi asma jangka
panjang untuk mengontrol asma, diberikas setiap hari untuk mencapai
dan mempertahankan keadaan. 2. Pelega (reliever)
Pasien asma dapat berada dalam keadaan tenang, tetapi dapat juga
dalam keadaan serangan. Serangan asma dapat ringan, sedang,
berPrinsipnya adalah untuk mendilatasi jalan napas melalui
relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat
bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut, seperti mengi,
rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan
napas. Termasuk pelega adalah :
* Agonis beta-2 kerja singkat
* Kortikosteroid sistemik (steroid sistemik digunakan sebagai
obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal
tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan
bronkodilator lain).
* Antikolinergik
* Aminofilin
* AdrenalinMedikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara,
yaitu inhalasi, oral dan parenteral (subkutan, intramuskular dan
intravena). Kelebihan pemberian medikasi langsung ke jalan napas
adalah : 1. Lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi
di jalan napas
2. Efek sistemik minimal atau dihindarkan
3. Beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena
tidak terabsorbsi pada pemberian oral (antikolinergik dan
kromolin). Waktu kerja bronkodilator adalah cepat bila diberikan
secara inhalasi daripada oral.Macam-macam terapi InhalasiPemberian
per inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran
napas melalui hirupan. Pada asma, penggunaan obat secara inhalasi
dapat mengurangi efek samping yang sering terjadi pada pemberian
parenteral atau per oral, karena dosis yang sangat kecil
dibandingkan jenis lainnya. Untuk mendapatkan manfaat obat yang
optimal, obat yang diberikan per inhalasi harus dapat mencapai
tempat kerjanya di dalam saluran napas. Obat yang digunakan
biasanya dalam bentuk aerosol, yaitu suspensi partikel dalam
gas.
Pemberian aerosol yang ideal adalah dengan alat yang sederhana,
mudah dibawa, tidak mahal, secara selektif mencapai saluran napas
bawah, hanya sedikit yang tertinggal di saluran napas atas, serta
dapat digunakan oleh anak, orang cacat, dan orang tua. Namun
keadaan ideal tersebut tidak dapat sepenuhnya tercapai. Berikut
beberapa alat terapi inhalasi:1. Nebulizer
Alat Nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan
menjadi aerosol secara terus-menerus, dengan tenaga yang berasal
dari udara yang dipadatkan, atau gelombang ultrasonik. Aerosol yang
terbentuk dihirup penderita melalui mouth piece atau sungkup.
Bronkodilator yang diberikan dengan nebulizer memberikan efek
bronkodilatasi yang bermakna tanpa menimbulkan efek samping. Hasil
pengobatan dengan nebulizer lebih banyak bergantung pada jenis
nebulizer yang digunakan. Ada nebulizer yang menghasilkan partikel
aerosol terus-menerus, ada juga yang dapat diatur sehingga aerosol
hanya timbul pada saat penderita melakukan inhalasi, sehingga obat
tidak banyak terbuang2. Matered dose inhaler tanpa dan dengan
spacer
Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara alat dengan
mulut, sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi
berkurang. Hal ini mengurangi pengendapan di orofaring (saluran
napas atas). Spacer ini berupa tabung (dapat bervolume 80 ml)
dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain berupa kerucut
dengan volume 700-1000 ml. Penggunaan spacer ini sangat
menguntungkan pada anak.Pencegahan
Pencegahan dan tindakan dini harus menjadi tujuan utama dalam
menangani anak asma. Pengendalian lingkungan, pemberian ASI
ekslusif minimal 6 bulan, penghindaran makanan berpotensi alergenik
(mampu mencetuskan alergi), pengurangan pajanan terhadap tungau
debu rumah dan rontokan bulu binatang, terbukti mengurangi
manifestasi alergi makanan, dan khususnya dermatitis atopik pada
bayi, juga asma. Penggunaan antihistamin non sedatif (tidak
menyebabkan kantuk) seperti ketotifen dan setirizin jangka panjang
dilaporkan dapat mencegah terjadinya asma pada anak dengan
dermatitis atopik. Namun obat-obat ini tidak bermanfaat sebagai
obat pengendali asma (controller)a. Menjauhi alergen, bila perlu
desensitisasib. Menghindari kelelahanc. Menghindari stress psikisd.
Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
e. Olahraga renang, senam asma
Komplikasi 1. Pneumotoraks
2. Pneumodiastinum dan emfisema subkutis
3. Atelektasis
4. Aspergilosis bronkopulmoner alergik
5. Gagal napas
6. Bronkitis
7. Fraktur iga
Prognosis
Sulit untuk meramalkan prognosis dari asma bronkial yang tidak
disertai komplikasi. Hal ini akan tergantung pula dari umur,
pengobatan, lama observasi dan definisi. Prognosis selanjutnya
ditentukan banyak faktor. Dari kepustakaan didapatkan bahwa asma
pada anak menetap sampai dewasasekitar 26% - 78%. Umumnya, lebih
muda umur permulaan timbulnya asma, prognosis lebih baik, kecuali
kalau mulai pada umur kurang dari 2 tahun. Adanya riwayat
dermatitis atopik yang kemudian disusul dengan rinitis alergik,
akan memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk menetapnya asma
sampai usia dewasa. Asma yang mulai timbul pada usia lanjut
biasanya berat dan sukar ditanggulangi. Smith menemukan 50% dari
penderitanya mulai menderita asma sewaktu anak. Karena itu asma
pada anak harus diobati dan jangan ditunggu serta diharapkan akan
hilang sendiri. Komplikasi pada asma terutama infeksi dandapat pula
mengakibatkan kematianDiagnosis BandingBronkitis kronik
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan
sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab
batuk kronik seperti tuberkulosis, bronkitis atau keganasan harus
disingkirkan dahulu. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya
didapat pada pasien berumur lebih dari 35 tahun dan perokok berat.
Gejalanya dimulai dengan dengan batuk pagi hari, lama kelamaan
disertai mengi dan menurunnya kemampuan kegiatan jasmani. Pada
stadium lanjut dapat ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor
pulmonal.Emfisema paru
Sesak merupakan gejala utama emfisema. Sedangkan batuk dan mengi
jarang menyertainya. Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan asma,
pada emfisema tidak pernah ada masa remisi, pasien selalu sesak
pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan fisis ditemukan dada
kembung, peranjakan napas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun,
dan suara napas sangat lemah. Pemeriksaan foto dada menunjukkan
hiperinflasi.
Gagal jantung kiri akut
Dulu gagal jantung kiri akut dikenal dengan nama asma kardial,
dan bila timbul pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal
dyspnea. Pasien tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak,
tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada anamnesis
ditemukan hal-hal yang memperberat atau memperingan gejala gagal
jantung. Di samping ortopnea, pada pemeriksaan fisis ditemukan
kardiomegali dan edema paru.
Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli antara lain adalah
imobilisasi, gagal jantung dan tromboflebitis. Di samping gejala
sesak napas, pasien batuk-batuk yang disertai darah, nyeri pleura,
keringat dingin, kejang dan pingsan. Pada pemeriksaan fisis
ditemukan adanya ortopnea, takikardia, gagal jantung kanan, pleural
friction, irama derap, sianosis dan hipertensi. Pemeriksaan
elektrokardiogram menunjukkan perubahan antara lain aksis jantung
ke kanan.
LO II : Memahami dan Menjelaskan Serangan Asma AkutDefinisi
serangan asma
Serangan asma adalah episode perburukan progresif gejala-gejala
batuk, sesak nafas, mengi, rasa dada tertekan atau berbagai
kombinasi gejala tersebut. Serangan asma biasanya mencerminkan
kegagalan tatalaksana asma jangka panjang atau adanya pajanan
terhadap pencetus. Derajat serangan asma dapat bervariasi, mulai
dari serangan ringan hingga serangan berat yang dapat mengancam
nyawa. Serangan asma akut merupakan kegawatdaruratan medis yang
lazim dijumpai di ruang gawat darurat. Perlu ditekankan bahwa
serangan asma berat dapat dicegah atau setidaknya dapat dikurangi,
dengan melakukan identifikasi dini dan terapi
intensif.Patofisiologi serangan asma akutKejadian utama pada
serangan asma akut adalah obstruksi jalan nafas secara luas yang
ditimbulkan oleh kombinasi spasme otot polos bronkus, edema mukosa
akibat inflamasi saluran nafas dan sumbatan mukus. Sumbatan yang
terjadi tidak seragam atau merata di seluruh paru. Atelektasis
segmental atau subsegmental dapat terjadi. Sumbatan jalan nafas
menyebabkan peningkatan tahanan atau retensi jalan nafas dan
terperangkapnya udara dan distensi paru berlebihan (hiperinflasi).
Perubahan tahanan jalan nafas yang tidak merata di seluruh jaringan
bronkus menyebabkan ventilasi dan perfusi tidak padu-padan
(ventilation-perfusion mismatch). Hiperinflasi paru menyebabkan
penurunan compliance paru sehingga terjadi peningkatan kerja nafas.
Tekanan intrapulmonal akan meningkat supaya ekspirasi melalui
saluran nafas yang menyempit dapat terjadi. Peningkatan tekanan
intrapulmonal ini akan semakin mempersempit dan menyebabkan
penutupan dini saluran nafas, sehingga meningkatkan risiko
terjadinya pneumotoraks. Peningkatan tekanan intratorakal dapat
mempengaruhi aliran balik vena dan mengurangi curah jantung, serta
bermanifestasi sebagai pulsus paradoksus. Ventilasi perfusi yang
tidak padu-padan, hipoventilasi alveolar dan peningkatan kerja
nafas menimbulkan perubahan pada gas darah. Pada awal serangan,
untuk mengkompensasi hipoksia, terjadi hiperventilasi sehingga
kadar PCO2 turun dan timbul alkalosis respiratorik. Selanjutnya,
pada obstruksi jalan nafas yang berat, akan terjadi kelelahan otot
nafas dan hipoventilasi alveolar yang berakibat terjadinya
hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Oleh karena itu, jika
dijumpai kadar PCO2 yang cenderung naik walaupun nilainya masih
dalam rentang normal, harus diwaspadai adanya tanda kelelahan dan
ancaman gagal nafas. Selain itu, dapat terjadi pula asidosis
metabolik akibat hipoksia jaringan dan produksi laktat oleh otot
nafas. Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokonstriksi
pulmonal, tetapi komplikasi kor pulmonal jarang terjadi. Hipoksia
dan vasokonstriksi dapat merusak sel alveolus sehingga produksi
surfaktan berkurang atau tidak ada sama sekali dan berakibat
meningkatkan risiko terjadinya atelektasis.
Penilaian derajat serangan asmaKlasifikasi derajat beratnya
penyakit asma dibuat berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang
digunakan sehari-hari. Selain itu, asma dapat dinilai berdasarkan
derajat serangan, yaitu terbagi menjadi serangan ringan, sedang,
dan berat. Disini perlu dibedakan derajat penyakit asma (aspek
kronik) dengan derajat serangan asma (aspek akut). Seorang pasien
asma persisten (asma berat) dapat hanya mengalami serangan ringan,
sebaliknya, seorang pasien yang tergolong asma episodik jarang bias
saja mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti
nafas yang dapat menimbulkan kematian. Beratnya derajat asma
menentukan terapi yang akan diberikan. Global Initiative for Asthma
(GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala
dan tanda klinis, uji fungsi paru, serta pemeriksaan laboratorium.
Pembagian tersebut harus diartikan sebagai prediksi dalam
penanganan pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan
berbagai keterbatasan yang ada. Pasien yang berisiko tinggi untuk
mengalami serangan berat yang dapat mengancam nyawa, yaitu antara
lain pasien dengan riwayat sebagai berikut :
Serangan asma yang mengancam nyawa
Intubasi karena serangan asma
Pneumotoraks dan/atau pneumomediastinum
Timbul gejala dalam jangka waktu yang lama
Belum lama atau baru lepas penggunaan steroid sistemik
Kunjungan ke(IGD) atau perawatan di RS karena asma dalam setahun
terakhir
Tidak teratur berobat sesuai rencana
Berkurangnya persepsi tentang sesak nafas
Penyakit psikiatrik atau masalah psikososialParameter klinis,
fungsi paru, laboratoriumRinganSedangBerat
Tanpa ancaman henti nafasAncaman henti nafas
Sesak (breathless)Saat berjalan
Bayi : saat menangis kerasSaat berbicara
Bayi : tangis pendek dan lemah
Kesulitan menyusu/makan Istirahat
Bayi : tidak mau minum/makan
Posisi Bias berbaringLebih suka dudukDuduk bertopang lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimatKata-kata
Kesadaran Mungkin irritableBiasanya irritableBiasanya
irritableKebingungan
Sianosis Tidak adaTidak adaAda Nyata
Mengi Sedang, sering terdengar di akhir ekspirasiNyaring,
sepanjang ekspirasi/inspirasiSangat nyaring, terdengar tanpa
stetoskop sepanjang ekspirasi & inspirasi Sulit/tidak
terdengar
Penggunaan otot tambahan respirasiBiasanya tidak Biasanya yaYa
Derakan paradox torako-abdominal
Retraksi Dangkal,retraksi interkostalSedang, ditambah retraksi
suprasternalDalam, ditambah nafas cuping hidungDangkal/hilang
Frekuensi nafasTakipneu TakipneuTakipneu Bradipneu
Pedoman nilai baku laju nafas pada anak sadar:
Usia
Frekuensi nafas normal
< 2 bulan
< 60x/menit
2-12 bulan
< 50x/menit
1-5 tahun
< 40x/menit
6-8 tahun
< 30x/menit
Frekuensi nadiNormal Takikardia Takikardia Bradikardia
Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak :
Usia
Laju nadi normal 2-12 bulan
< 160x/menit
1-2 tahun
< 120x/menit
3-8 tahun
< 110x/menit
Pulsus paradoksus (pemeriksaannya tidak praktis)Tidak ada
< 10 mmHg Ada
10-20 mmHgAda
> 20 mmHgTidak ada tanda kelelahan otot nafas
PEFR atau FEV1 (% nilai prediksi / % nilai terbaik)
Pra-bronkodilator
Pasca-bronkodilator> 60 %
> 80 %40-60 %
60-80 %< 40 %
< 60 %, respon < 2 jam
Sa O2> 95 %91-95 % 90 %
P O2Normal (biasanya tidak perlu diperiksa)> 60 mmHg< 60
mmHg
P CO2< 45 mmHg < 45 mmHg> 45 mmHg
Sumber : Respirologi AnakTujuan tatalaksana serangan asma
Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin
Mengurangi hipoksemia
Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah
kekambuhan.
Tahapan tatalaksana serangan asma
GINA membagi tatalaksana serangan asma menjadi dua, yaitu
tatalaksana dirumah dan dirumah sakit. Tatalaksana dirumah
dilakukan oleh pasien (atau orang tuanya) sendiri dirumah. Hal ini
dapat dilakukan oleh pasien yang sebelumnya telah menjalani terapi
dengan teratur dan mempunyai pendidikan yang cukup. Pada panduan
pengobatan dirumah, disebutkan bahwa terapi awal adalah inhalasi
-agonis kerja cepat sebanyak 2 kali dengan selang waktu 20 menit.
Bila belum ada perbaikan, segera mencari pertolongan ke dokter atau
sarana kesehatan.
Tatalaksana di klinik atau Unit Gawat Darurat
Pasien asma yang datang dalam keadaan serangan ke Unit Gawat
Darurat (UGD) langsung dinilai derajat serangannya menurut
klasifikasi diatas sesuai dengan fasilitas yang tersedia. Pada
pedoman GINA, ditekankan bahwa pemeriksaan uji fungsi paru
(spirometer atau peak flow meter) merupakan bagian integral dalam
penilaiian tatalaksana serangan asma, bukan hanya evaluasi klinis.
Namun, di Indonesia penggunaan alat tersebut belum
memasyarakat.Tatalaksana awal terhadap pasien adalah pemberian
2-agoni kerja cepat dengan penambahan garam fifiologis secara
nebulisasi. Nebulisasi serupa dapat diulang dua kali dengan selang
20 menit. Pada pemberian ketiga, dapat ditambahkan obat
antikolinergik. Tatalaksana awal ini sekaligus dapat berfungsi
sebagai penapis yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena
penilaian derajat secara klinis tidak selalu dapat dilakukan dengan
cepat dan jelas.
Jika menurut penilaian awal pasien datang jelas dalam keadaan
serangan berat, langsung diberikan nebulisasi -agonis dikombinasi
dengan antikolinergik. Psien dengan serangan berat yang disertai
dehidrasi dan asidosis metabolic, mungkin akan mengalami
takifilaksis atau refrakter, yaitu respons yang kurang baik
terhadap nebulisasi -agonis. Pasien seperti ini cukup dinebulisasi
satu kali, kemudian secepatnya dirawat agar dapat diberikan obat
intravena serta diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya.
Serangan Asma Ringan
Jika dengan sekali pasien nebulisasi pasien menunjukkan respons
yang baik (complete response), berarti derajat serangannya ringan.
Pasien dioservasi selama 1-2 jam, jika respons tersebut bertahan
pasien dapat dipulangkan. Pasien diberi obat -agonis (hirupan atau
oral) yang diberikan setiap 4-6 jam. Jika pencetus serangannya
adalah infeksi virus, dapat detambahkan steroid aral jangka pendek
(3-5 hari). Pasien kemudian dianjurkan control ke klinik rawat
jalan dalam waktu 24-48 jam untuk re-evaluasi tatalaksana. Selain
itu, jia sebelum serangan pasien sudah mendapat obat pengendali,
obat tersebut diteruskan hingga re-evaluasi dilakukan di klinik
rawat jalan. Namun, jika setelah observasi 2 jam gejala timbul
kembali, pasien diperlakukan sebagai serangan asma sedang.
Serangan Asma Sedang
Jika pemberian nebulisasi dua kali pasien hanya menunjukkan
respons parsial (incomplete response) kemungkinan derajat
serangannya sedang. Untuk itu, derajat serangan harus dinilai ulang
sesuai pedoman. Jika serangannya memang termasuk serangan sedang,
inhalasi langsung dengan 2-agonis dan ipratropium bromide
(antikolinergik) pasien perlu diobservasi dan ditangani diruang
rawat sehari (RRS). Pada serangan asma sedang, diberikan
kortikosteroid sistemik (oral) metilprednisolon dengan dosis 0,5-1
mg/kgbb/hari selama 3-5 hari. Walaupun belum tentu diperlukan,
untuk persiapan keadaan darurat, pasien yang akan diobservasi di
RRS langsung dipasangi jalur paenteral sejak di UGD.
Serangan Asma Berat
Bila dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidak
menunjukkan respons (poor response) yaitu gejala dan tanda serangan
masih ada, pasien harus dirawat diruang rawat inap. Bila pasien
diduga atau diperkirakan serangan berat, maka langsung diberikan
nebulisasi dengan 2-agonis dan antikolinergik. Oksigen 2-4L/menit
diberikan sejak awal termasuk saat nebulisasi. Kemudian dipasang
jalur parenteral dan dilakukan foto toraks.
Sedangkan bila pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti
napas, pasien harus langsung dirawat diruang rawat intensif. Pada
pasien dengan serangan berat dan ancaman henti napas, foto toraks
harus langsung dibuat untuk mendeteksi komplikasi pneumotoraks
dan/atau pneumomediastinum.
Tatalaksana di Ruang Rawat sendiriPemberian oksigen sejak dari
UGD dilanjutkan. Setelah di UGD menjalani nebulisasi 2 kali dalam 1
jam dengan respons parsial, di RRS diteruskan pemberian nebulisasi
-agonis + antikolinergik bila perlu setiap 2 jam. Kemudian,
diberikan steroid sistermik oral (metilprednisolon, prednisone,
atau triamsinolon). Pemberian kortikosteroid dilanjutkan sampai 3-5
hari. Jika dalam 8-12 jam keadaan klinis tetap baik, paisen
dipulangkan dan dibekali obat seperti pasien serangan ringan yang
dipulangkan dari klinik / unit gawat darurat. Bila dalam 12 ja
responsnya tetap tidak baik, pasien dialih rawat ke ruang rawat
inap dengan tatalaksana serangan asma beratGejala asma
Pada serangan asma, gejala-gejala yang dapat diamati adalah
:
1. Bunyi mengik baik saat menarik maupun saat menghembuskan
napas.
2. Batuk yang berkepanjangan.
3. Pernapasan menjadi cepat.
4. Dada sakit atau terasa seperti tertekan.
5. Otot-otot leher dan dada tampak harus bekerja keras.
6. Sulit diajak berbicara.
7. Timbul rasa cemas dan panik.
8. Pucat dan wajah berkeringat.
9. Bibir dan jari berwarna kebiruan.
Serangan asma biasanya terjadi karena adanya pencetus atau
adanya kegiatan fisik yang berlebihan yang dapat merangsang
timbulnya asma.
Dengan pengobatan segera, serangan asma biasanya akan berkurang.
Pada beberapa kasus dimana pengobatan awal tidak responsif,
sebaiknya pasien segera dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan
penanganan yang lebih intensif.SERANGAN asma jarang terjadi tanpa
gejala awal. Dengan mengenali gejala awal, Anda bisa mencegah
serangan asma darurat. Berikut beberapa gejala awal asma yang bisa
membantu Anda dalam mengambil tindakan pencegahan.
Gejala awal 1. Hidung meler, sakit kepala, atau kulit gatal
seringkali mendahului serangan asma. 2. Gangguan tidur dan merasa
lelah merupakan gejala awal lain yang juga umum dijumpai. 3.
Lingkaran gelap di bawah mata dan tidak mampu berolahraga. 4.
Selain itu, orang-orang seringkali murung sebelum serangan asma
mulai.
Batuk berkepanjangan Gejala-gejala serangan asma bervariasi dari
satu serangan ke serangan berikutnya. Dalam satu serangan,
kemungkinan Anda hanya batuk sedikit atau tidak batuk sama sekali.
Di serangan berikutnya, kemungkinan Anda mengalami batuk
berkepanjangan, khususnya di malam hari. Batuk ini umumnya kering.
Akan tetapi, kadang-kadang kemungkinan batuk berdahak. Hindari
menggunakan obat batuk, karena tidak akan membantu asma.
Perubahan napas yang bisa diukur Alat pengukur ketinggian aliran
udara (peak flow meter) bisa mengingatkan Anda mengenai serangan
tertunda. pastikan selalu mengetahui ukuran dasar Anda. Ukuran ini
mengggambarkan pernapasan terbaik Anda
1. Jika peak flow meter menunjukkan angka antara 50 persen dan
80 persen, serangan asma kemungkinan sudah mulai. 2. Angka di bawah
50 persen menandakan kondisi darurat yang memerlukan perhatian
sesegera mungkin. 3. Jika mengalami kesulitan berjalan atau
berbicara karena sesak napas atau bibir mulai biru atau abu-bau,
segeralah minta bantuan orang terdekat Anda untuk mencari bantuan
medis. Ikuti anjuran tindakan pengobatan asma
Berdasarkan ukuran aliran udara, anjuran tidak pengobatan bisa
menunjukkan obat-obat apa yang perlu digunakan dan kapan. Sangat
penting untuk mengikuti anjuran dan menggunakan obat sesuai dengan
yang diresepkan. Jika gejala-gejala terus memburuk setelah
mengikuti anjuran, berkonsultasilah dengan dokter. Selain itu,
jangan lupa mengikuti anjuran tindak penanganan darurat.
Kesulitan bernapas Selama serangan asma, otot-otot di sekitar
saluran pernapasan akan mengencang dan lapisan saluran udara
membengkak.
1. Kelebihan lendir diproduksi dalam saluran pernapasan dan bisa
menghambat pipa dalam paru-paru. 2. Udara akan terperangkap dalam
paru-paru dan Anda akan mengalami kesulitan bernapas. Pertama-tama,
Anda akan menyadari adanya gejala seperti suara mendesah. Tapi
begitu serangan berkembang, dada akan semakin kencang dan napas
menjadi sesak. Hal ini bisa berkembang sehingga Anda merasa
seolah-olah tidak bisa mendapatkan cukup udara.
Perubahan postur Usaha untuk bernapas bisa membuat seseorang
dengan kesulitan bernapas mencondongkan badan ke depan. Pada
akhirnya, bahu akan membungkuk. Postur akan menjadi semakin tegang
ketika kesulitan bernapas bertambah.
Penarikan dada dan leher
Saat mengalami kesulitan bernapas, jaringan di dada dan leher
kemungkinan akan semakin dalam setiapkali tarikan napas. Kondisi
ini dikenal dengan penarikan kembali. Kondisi ini mengindikasikan
adanya kekurangan udara yang masuk ke dalam paru-paru sekaligus
gejala darurat medis. Segeralah mencari bantuan medis.
Bibir atau kuku jari menjadi biru
Bibir atau kuku yang menjadi biru atau abu-abu merupakan gejala
kurangnya oksigen dalam darah. Kondisi ini dikenal dengan cyanosis.
Kondisi ini menggambarkan situasi darurat. Carilah bantuan medis
sesegera mungkin.
Daftar Pustaka
Sudoyo AW, dkk (2006) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV,
jilid III, FKUI, Jakarta
Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi (2007) Farmakologi dan Terapi
ed 5, FKUI, Jakarta
Silbernagl,stefan dkk. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta:EGC
Price, wilson. Patofisiologi konsep klinis dan proses penyakit.
Jakarta : EGC
Kliegman,Arfin B. Nelson. Ilmu Kesehatan anak. Ed 15. Jakarta :
EGC
www.gina.org Rahajoe,Nastiti dkk.2008. Buku ajar respirologi
anak. Jakarta: IDAI