Top Banner
236

BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

Apr 29, 2022

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK
Page 2: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK
Page 3: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-i-]

BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

BIOKATALIS

PAKAN LIMBAH PERTANIAN

Berbasis : Eksperimental

Dr. I Made Mudita, SPt, MP Dr. Ir. I Gusti Lanang Oka Cakra, MSi

Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika, MS Prof. Dr. Ir. I Nyoman Sutarpa Sutama, MS

Fakultas Peternakan Universitas Udayana

Page 4: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-ii-]

BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

BIOKATALIS PAKAN LIMBAH PERTANIAN

Berbasis : Eksperimental

Oleh : Dr. I Made Mudita, SPt, MP Dr. Ir. I Gusti Lanang Oka Cakra, MSi Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika, MS Prof. Dr. Ir. I Nyoman Sutarpa Sutama, MS Diterbitkan oleh: SWASTA NULUS Jl. Tukad Batanghari VI.B No. 9 Denpasar-Bali Telp. (0361) 241340 Email: [email protected] Cetakan Pertama: 2019, x + 224 hlm, 17 X 25 cm, Berlin Sand FB 12 ISBN........................... _____________________________________________________

Isi diluar tanggung jawab percetakan Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang keras menterjemahkan, memfotokopi, atau Memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini Tanpa ijin tertulis dari Penerbit.

ISBN 978-623-7559-23-8

Page 5: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-iii-]

PRAKATA

Om Awighnam Astu Namo Sidhham Om Sidhirastu Tad Astu Swaha Berkat asung kertha wara nugraha Ida Sang Hyang Widi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, buku dengan topik “Bakteri Lignoselulolitik; Biokatalis Pakan Limbah Pertanian” ini dapat dihadirkan dengan harapan dapat memberikan sumbangan pemikiran serta menjadi salah satu alternatif/acuan dalam menambah wawasan serta pengembangan bioteknologi khususnya dalam dunia peternakan/pertanian. Buku ini ditulis berdasarkan berbagai hasil penelitian serta kajian yang penulis lakukan dalam upaya pengembangan usaha peternakan/pertanian yang kompetitif dan sustainable melalui pemanfaatan jasa mikroorganisme khususnnya bakteri lignoselulolitik. Dalam edisi ini, bahasan materi dalam buku ini baru mencakup berbagai sumber daya alam yang potensial sebagai sumber bakteri lignoselulolitik, teknik isolasi, seleksi serta formulasi sehingga diperoleh produk biokatalis berkualitas. Dalam buku ini, penulis berusaha menguraikan langkah-langkah penting yang harus dilaksanakan secara mendetail dengan bahasa yang sederhana dengan harapan dapat dipahami dengan baik serta memberikan pijakan bagi pembaca/pihak-pihak yang berkepentingan secara lengkap dan gamblang. Dalam penyusunan buku in, penullis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak, keluarga, teman sejawat, kolega, serta berbagai pihak lain yang sangat membantu hingga terselesaikannya penulisan buku ini. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam - selama penulisan buku semoga amal baiknya mendapatkan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari buku ini masih sangat sederhana serta mempunyai berbagai kekurangan/kelemahan, untuk itu berbagai saran serta kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan serta pengembangan/penulisan buku-buku berikutnya. Akhir kata penulis berharap semoga buku ini dapat berguna serta dapat menjadi salah satu acuan dalm pengambilan kebijakan, serta pengembangan usaha peternakan-pertanian berwawasan lingkungan. Om Çantih, Çantih, Çantih....Om

Penulis

Page 6: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-iv-]

DAFTAR ISI

SAMPUL ------------------------------------------------------------------ i PRAKATA ----------------------------------------------------------------- iii DAFTAR ISI --------------------------------------------------------------- iv DAFTAR TABEL ----------------------------------------------------------- vi DAFTAR GAMBAR -------------------------------------------------------- viii BAB I PENGANTAR --------------------------------------------------- 1 BAB II LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN ------------------------ 2 2.1 Klasifikasi Limbah Pakan Ternak -------------------------- 2 2.2 Potensi dan Permasalahan Pakan Asal Limbah Pertanian 5 2.3 Lignoselulosa Sebagai Pembatas Utama Pemanfaatan

Bahan Pakan Limbah Pertanian -------------------------- 12 BAB III BAKTERI LIGNOSELULOLITIK DAN PEROMBAKAN SENYAWA

LIGNOSELULOSA ----------------------------------------------- 22 3.1 Bakteri Lignoselulolitik ------------------------------------- 22 3.2 Perombakan Lignoselulosa oleh Bakteri Lignoselulolitik --- 23 3.2.1 Bakteri Lignoselulolitik dan Perombakan Lignin ---- 23 3.2.2 Bakteri Lignoselulolitik dalam Perombakan Selulosa 32 3.2.3 Bakteri Lignoselulolitik dalam Perombakan Hemiselulosa ----------------------------------------- 40 BAB IV RUMEN SEBAGAI SUMBER BAKTERI LIGNOSELULOLITIK ----- 48 4.1 Potensi Rumen Sebagai Sumber Bakteri Lignoselulolitik -- 48 4.2 Isolasi Bakteri Lignoselulolitik dari Rumen Sapi Bal -------- 50 4.3 Evaluasi dan Seleksi Isolat Bakteri Lignoselulolitik --------- 60 4.3.1 Hasil Evaluasi dan Seleksi Isolat Bakteri Lignoselulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali ------------------------ 64 4.3.2 Hasil Evaluasi dan Seleksi dari Isolat Bakteri Lignolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali -------------- 72 4.3.3 Hasil Evaluasi dan Seleksi dari Isolat Bakteri Selulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali ------------- 76 4.3.4 Hasil Evaluasi dan Seleksi dari Isolat Bakteri Xylanolitik Cairan Rumen Sapi Bali ----------------- 81 4.4 Identifikasi dan Karakterisasi Isolat Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Cairan Rumen Sapi Bali ---------------------- 86

Page 7: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-iv-]

[-v-]

BAB V RAYAP SEBAGAI SUMBER BAKTERI LIGNOSELULOLITIK ----- 102 5.1 Rayap dan Lingkungan ------------------------------------ 102 5.2 Bakteri Lignoselulolitik Asal Rayap ------------------------- 110 5.2.1 Bakteri Lignoselulolitik Hasil Isolasi Penulis ---------- 112 5.2.2 Kemampuan Perombakan Lignoselulosa dari Bakteri Asal Rayap ----------------------------------- 114 5.2.2.1 Perombakan Lignoselulosa dari Bakteri Lignoselulolitik Asal Rayap ------------------ 118

5.2.2.2 Perombakan Lignin dari Bakteri Lignolitik Asal Rayap ---------------------------------- 125 5.2.2.3 Perombakan Selulosa dari Bakteri Selulolitik Asal Rayap ---------------------------------- 130 5.2.2.4 Kemampuan Perombakan Xylanosa Bakteri Xylanolitik Rayap --------------------------- 134 5.2.3 Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Rayap ---------------------------------- 139

BAB VI BIOKATALISATOR BAKTERI LIGNOSELULOLITIK --------------- 149 6.1 Bakteri Lignoselulolitik, Biokatalisator Limbah Pertanian ----------------------------------------------- 149 6.2 Penelitian Pemanfaatan Bakteri Lignoselulolitik Sebagai Biokatalis Pakan Limbah Pertanian -------------- 149

BAB VII PENGOLAHAN LIMBAH PERTANIAN DENGAN BIOKATALIS BAKTERI LIGNOSELULOLITIK ----------------------------------- 177

7.1 Teknologi Pengolahan Limbah Pertanian ------------------ 177 7.2 Fermentasi Pakan limbah Pertanian ---------------------- 178 7.3 Fermentasi Pakan Limbah Pertanian dengan Bakteri

Lignoselulolitik ---------------------------------------------- 185

DAFTAR PUSTAKA ------------------------------------------------------- 197

Page 8: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-vi-]

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Potensi Sumber Daya Asal Limbah ---------------------------- 5 Tabel 2.2 Produksi Beberapa Komoditas Pertanian di Indonesia Tahun 2004 dan Estimasi Produksi pakan asal Limbah ------ 6 Tabel 2.3 Kandungan Nutrien Beberapa Limbah Pertanian ------------- 9 Tabel 2.4 Kandungan Nutrien Beberapa Limbah Agroindustri ---------- 10 Tabel 2.5 Kandungan Senyawa Lignoselulosa Beberapa Bahan Pakan ---------------------------------------------------------- 13 Tabel 3.1 Karakteristik Kelompok Enzim Dye-Decolorizing Peroksidase ---------------------------------------------------- 30 Tabel 3.2 Karakteristik Morfologi Bakteri Selulolitik --------------------- 33 Tabel 3.3 Komponen Selulosom dari Clostridium termocellum ---------- 37 Tabel 3.4 Isolat Bakteri dan Aktivitas Enzim Hemiselulase yang Dihasilkan ------------------------------------------------ 45 Tabel 4.1 Jumlah dan Jenis Bakteri Diisolasi dari Cairan Rumen Sapi Bali -------------------------------------------------------- 59 Tabel 4.2 Kemampuan Degradasi Substrat Bakteri Lignoselulolitik Cairan Rumen Sapi Bali ---------------------------------------- 65 Tabel 4.3 Kadar Protein dari Ekstrak Enzim Isolat Bakteri Lignoselulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali ----------------------------------- 68 Tabel 4.4 Aktivitas Spesifik Lignoselulase dari Bakteri Lignoselulolitik Cairan Rumen Sapi Bali ---------------------------------------- 69 Tabel 4.5 Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Lignolitik Cairan Rumen Sapi Bali ---------------------------------------- 72 Tabel 4.6 Aktivitas Spesifik Ligninase dari Bakteri Lignolitik Cairan Rumen Sapi Bali ----------------------------------------------- 74 Tabel 4.7 Kadar Protein Ekstrak Enzim dariBakteri Lignolitik Cairan Rumen Sapi Bali ----------------------------------------------- 75 Tabel 4.8 Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Selulolitik Cairan Rumen Sapi Bali ---------------------------------------- 76 Tabel 4.9 Kadar Protein Ekstrak Enzim dariBakteri Selulolitik Cairan Rumen Sapi Bali ----------------------------------------------- 78 Tabel 4.10 Aktivitas Spesifik Enzim Selulase (Endo-Glukanase dan Ekso-Glukanase) dari Bakteri Selulolitik Cairan Rumen Sapi Bali -------------------------------------------------------- 79 Tabel 4.11 Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Xilanolitik Cairan Rumen Sapi Bali ---------------------------------------- 82 Tabel 4.12 Aktivitas Spesifik Xylanase dari Bakteri Xylanolitik Cairan Rumen Sapi Bali ---------------------------------------- 84 Tabel 4.13 Kadar Protein dari Ekstrak Enzim Bakteri Xylanolitik Cairan Rumen Sapi Bali ---------------------------------------- 85 Tabel 4.14 Data Untaian Basa Nukleotida dan Hasil Identifikasi Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Cairan Rumen Sapi Bali -- 91

Page 9: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-vi-]

[-vii-]

Tabel 4.15 Karakteristik Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Cairan Rumen Sapi Bali ----------------------------------------------- 95 Tabel 5.1 Jumlah dan Jenis Bakteri yang Berhasil Diisolasi dari Rayap --- 113 Tabel 5.2 Kemampuan Degradasi Substrat Bakteri Lignoselulolitik Rayap 119 Tabel 5.3 Aktivitas Spesifik Lignoselulase Bakteri Lignoselulolitik Rayap 123 Tabel 5.4 Kadar Protein Ekstrak Enzim Bakteri Lignoselulolitik Rayap -- 124 Tabel 5.5 Kemampuan Degradasi Substrat Bakteri Lignolitik Asal Rayap 125 Tabel 5.6 Aktivitas Spesifik Ligninase dari Bakteri Lignolitik Asal Rayap 127 Tabel 5.7 Kadar Protein Ekstrak Enzim dariBakteri Lignolitik Asal Rayap 128 Tabel 5.8 Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Selulolitik Rayap 1313 Tabel 5.9 Aktivitas Spesifik Endo-Glukanase dan Ekso-Glukanase dari Bakteri Selulolitik Rayap --------------------------------------- 132 Tabel 5.10 Kadar Protein dari Ekstrak Enzim Bakteri Selulolitik Rayap -- 133 Tabel 5.11 Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Xilanolitik Rayap 135 Tabel 5.12 Aktivitas Spesifik Enzim Xylanase Bakteri Xylanolitik Rayap -- 137 Tabel 5.13 Kadar Protein dari Ekstrak Enzim Bakteri Xylanolitik Rayap - 137 Tabel 5.14 Data Untaian Basa Nukleotida serta Hasil Identifikasi Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Rayap ---------------------------- 141 Tabel 5.15 Karakteristik Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Rayap ------ 144 Tabel 6.1 Komposisi Bahan Penyusun Medium Biokatalis ---------------- 152 Tabel 6.2 Komposisi dan Formula Biokatalis dalam 1 liter --------------- 153 Tabel 6.3 Kandungan Nutrien dan Derajat Keasaman dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik ----------------------------------------- 156 Tabel 6.4 Populasi Bakteri dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik ------- 160 Tabel 6.5. Kandungan Protein dari Ekstrak Enzim Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik ------------------------------------------------- 162 Tabel 6.6. Aktivitas Spesifik Enzim Ligninase dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik ------------------------------------------------- 163 Tabel 6.7. Aktivitas Spesifik Selulase (Endoglukanase dan Eksoglukanase) dari Biokatalis Cair Bakteri Lignoselulolitik -------------------- 166 Tabel 6.8. Aktivitas Spesifik Enzim Xylanase dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik ------------------------------------------------- 168 Tabel 6.9. Kemampuan Degradasi Substrat dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik ------------------------------------------------- 171 Tabel 7.1 Kandungan Nutrien Jerami Padi Penelitian ------------------- 186 Tabel 7.2 Kandungan Nutrien Silase Jerami Padi Terfermentasi Biokatalis Cair Bakteri Lignoselulolitik ------------------------------------ 187 Tabel 7.3 Kandungan Serat Lignoselulosa dari Jerami Padi Terfermentasi Biokatalis cair Bakteri Lignoselulolitik ------------------------- 189 Tabel 7.4 Produk Metabolit dan pH dari Jerami Padi Terfermentasi Biokatalis cair Bakteri Lignoselulolitik ------------------------- 191

Page 10: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-viii-]

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kompigurasi Lignin, Selulosa dan Hemiselulosa pada

Lignoselulosa ---------------------------------------------- 12 Gambar 2.2 Jenis Ikatan Antara Lignin dan Polisakarida. ------------- 13 Gambar 2.3 Konfigurasi Dinding Sel Tanaman (Perez et al., 2002) ---- 14 Gambar 2.4 Bangun Dasar Selulosa (Perez et al., 2002) --------------- 15 Gambar 2.5 Bangun Molekul Hemiselulosa (Perez et al., 2002) ------- 16 Gambar 2.6 Berbagai Tife Ikatan dalam Molekul Lignin (Sumber Datta et al., 2017) ------------------------------- 18 Gambar 2.7 Senyawa Penyusun Lignin (Perez et al. 2002) ------------ 19 Gambar 2.8 Struktur Bangun Lignin (Adler, 1977)---------------------- 19 Gambar 2.9 Struktur Bangun Asam Tanat (Hagerman, 2010) -------- 20 Gambar 3.1. Struktur 3 Dimensi Enzim Pendegradasi Lignin (Datta et al., 2017) ---------------------------------------- 24 Gambar 3.2 Siklus Katalisis Lignin-Peroksidase (Datta et al., 2017) ---- 25 Gambar 3.3 Pemotongan ikatan Cα-Cβ Molekul Lignin dan Pembentuka Senyawa intermediet (Perez et al., 2002) -- 25 Gambar 3.4 Siklus katalitik Mn-P (Sumber: Perez et al., 2002) -------- 26 Gambar 3.5 Skema perombakan struktur aromatik lignin oleh Mn-P (Perez et al., 2002) ---------------------------------------- 27 Gambar 3.6 Skema Oksidasi Komponen Fenolik dari Lignin oleh Laccase (Madhavi dan Lele, 2009) ----------------------- 28 Gambar 3.7 Skema Oksidasi Komponen Non-Fenolik dari Lignin oleh Laccase (Madhavi dan Lele, 2009) ----------------------- 29 Gambar 3.8 Proses Degradasi Selulosa menjadi Glukosa (Lynd et al., 2002) ---------------------------------------- 34 Gambar 3.9 Mekanisme Kerja Enzim dalam Perombakan Selulosa --- 35 Gambar 3.10 Komponen Multi Protein Enzim Selulosom dari Bakteri dan Pola Perombakan Komponen Selulosa (Kumar et al., 2008) -------------------------------------- 36 Gambar 3.11 Perombakan Anaerob dari Selulosa oleh Konsorsium Mikroba -------------------------------------------------- 39 Gambar 3.12 Degradasi Xylan secara Enzimatik (Sumber: Beg et al., 2001) --------------------------------- 41 Gambar 3.13 Skema Biodegradasi Xylan (Sumber: Dekker, 1985) ------ 42 Gambar 3.14 Degradasi Mannan Secara Enzimatik (Sumber: Zyl et al., 2010) ---------------------------------- 43 Gambar 3.15 Skema Biodegradasi Mannanosa (Sumber: Dekker, 1985) 44 Gambar 3.16 Degradasi Hemiselulosa oleh Mikroorganisme Anaerobik

(Sumber; Candra et al., 2015) ----------------------------- 46 Gambar 4.1 Rumen Sapi Bali dan komponen saluran cerna lainnya (Kiri), isi rumen sapi bali (kanan) ------------------------- 48 Gambar 4.2 Pengambilan Sampel Cairan/Isi Rumen Sapi Bali--------- 52

Page 11: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-viii-]

α β

[-ix-]

Gambar 4.3 Produksi Ekstrak Cairan Rumen sebagzi Sumber Nutrien ---------------------------------------------------- 53 Gambar 4.4 Pembuatan Larutan Mineral I, Mineral II dan Larutan Pengencer ------------------------------------------------- 53 Gambar 4.5 Pembuatan Medium Cair dan Padat untuk Pertumbuhan

Bakteri Lignoselulolitik ------------------------------------ 55 Gambar 4.6 Kegiatan Isolasi Bakteri Lignoselulolitik ------------------- 57 Gambar 4.7 Kegiatan Pemurnian Bakteri Pendegradasi Lignoselulosa Asal Cairan Rumen Sapi Bali ------------------------------ 59 Gambar 4.8 Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Lignoselulolitik Cairan Rumen Sapi Bali ------------------ 61 Gambar 4.9 Analisis Kandungan Protein dari Enzim Kasar Isolat Bakteri ---------------------------------------------------- 63 Gambar 4.10 Contoh Penentuan Panjang Gelombang dan Kurve Standar dalam Evaluasi Aktivitas Enzim ----------------- 63 Gambar 4.11 Penentuan Aktivitas Enzim dari Isolat Bakteri Lignoselulolitik -------------------------------------------- 64 Gambar 4.12 Proses Pelarutan Kultur Bakteri pada Larutan NaCl Fisiologis --------------------------------------------------- 87 Gambar 4.13 Proses Isolasi DNA Kultur Bakteri ------------------------- 87 Gambar 4.14 Kegiatan Amplifikasi DNA Bakteri Lignoselulolitik Unggul 88 Gambar 4.15 Hasil Amplifikasi 16S rDNA dari Isolat Bakteri Unggul Asal Cairan Rumen Sapi Bali menggunakan Primer 27F dan 1492R ------------------------------------------------- 89 Gambar 4.16 Squeen DNA dari Bakteri Terpilih Cairan Rumen Sapi Bali

(Sumber: Mudita, 2019) ----------------------------------- 90 Gambar 4.17 Karakterisasi dengan KIT Microgen Bacillus dan API 20E - 92 Gambar 4.18 Hubungan Filogenetik Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Cairan Rumen Sapi Bali dengan Bakteri Umum dalam Rumen --------------------------------------------- 94 Gambar 4.19 Hasil Karakterisasi Isolat Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Cairan Rumen Sapi Bali --------------------- 96 Gambar 4.20 Asal cairan Rumen sapi Bali ------------------------------- 98 Gambar 4.21 Hasil Karakterisasi Isolat Bakteri Xylanolitik Unggul Asal Cairan Rumen Sapi Bali “Paenibacillus -------------- 100 Gambar 5.1 Siklus Hidup sdari Rayap ---------------------------------- 103 Gambar 5.2 Pengelompokan/Kasta dalam Koloni Rayap ------------- 103 Gambar 5.3 Kegiatan evaluasi kemampuan Degradasi Substrat Isolat Bakteri Lignoselulolitik ------------------------------------ 115 Gambar 5.4 Analisis Kandungan Protein dari Enzim Kasar Isolat Bakteri 116 Gambar 5.5 Contoh Penentuan Panjang Gelombang dan Kurve Standar dalam Evaluasi Aktivitas Enzim ----------------- 117 Gambar 5.6 Penentuan Aktivitas Enzim dari Isolat Bakteri Lignoselulolitik -------------------------------------------- 118 Gambar 5.7 Hasil Amplifikasi 16S rDNA dari Bakteri Unggul Asal Rayap menggunakan Primer 27F dan 1492R.------------- 140

Page 12: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-1-]

[-x-]

Gambar 5.8a. Squeen DNA Isolat Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Rayap dengan kode BT4LS (Aneurinibacillus sp.strain BT4LS) 140 Gambar 5.8b. Squeen DNA Bakteri Lignolitik Unggul Asal Rayap dengan Kode BT5LG -------------------------------------------- 140 Gambar 5.8c Squeen DNA Bakteri Selulolitik Unggul asal Rayap berkode BT3CL ------------------------------------------- 140 Gambar 5.8d Squeen DNA Bakteri Xylanolytik Unggul asal Rayap berkode BT8XY ------------------------------------------- 140 Gambar 5.9 Hubungan Filogenetik Bakteri Lignoselulolitik Unggul asal

Rayap dengan Isolat Bakteri Asal Rayap Lain (Eutick et al.,1978) ----------------------------------------- 142 Gambar 5.10 Hasil Karakterisasi Isolat bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Rayap ------------------------------------------------ 145 Gambar 5.11 Hasil Karakterisasi Isolat bakteri Lignolitik Unggul Asal Rayap ------------------------------------------------ 145 Gambar 5.12 Hasil Karakterisasi Isolat bakteri Selulolitik Unggul Asal Rayap ------------------------------------------------ 147 Gambar 5.13 Hasil Karakterisasi Isolat bakteri Xylanolitik Unggul Asal Rayap ------------------------------------------------ 147 Gambar 6.1 Perhitungan Populasi Bakteri dari Biokatalis cair -------- 154 Gambar 6.2 Hubungan Populasi Bakteri dan Aktivitas Spesifik Enzim

dengan Kemampuan Perombakan Substrat dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik ------------------------------------ 175

Gambar 7.1 Perubahan selama proses ensilase (Sumber: Van Soest, 1994) 180 Gambar 7.2 Proses dan Faktor yang Mempengaruhi Proses Fermentasi

(Sumber: Murni et al., 2008) ------------------------------ 181 Gambar 7.3 Ensilase Jerami Pdi ---------------------------------------- 186 Gambar 7.4 Hubungan Kandungan Serat Lignoselulosa dengan Kecernaan Bahan Kering dari Jerami PadiTerfermentasi

Biokatalis cair Bakteri Lignoselulolitik -------------------- 195 Gambar 7.5 Hubungan Kandungan Serat Lignoselulosa dengan Kecernaan Bahan Organik dari Jerami PadiTerfermentasi

Biokatalis cair Bakteri Lignoselulolitik -------------------- 196

Page 13: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-1-]

BAB I. PENGANTAR

Optimalisasi perombakan senyawa lignoselulosa yang merupakan

komponen penyusun dinding sel tanaman merupakan langkah penting

dalam optimalisasi pemanfaatan pakan limbah pertanian dalam

pengembangan usaha peternakan. Lignoselulosa yang terdiri atas lignin,

selulosa dan hemiselulosa (Howard et al., 2003; Perez et al., 2002) serta

sejumlah kecil bahan ekstraktif (1-5%) seperti terpenoid, steroid, lemak,

wax, fenol, dan senyawa anorganik (Taherzadeh dan Karimi, 2007) yang

berikatan kuat melalui ikatan kovalen dan non-kovalen silang

merupakan penyebab utama rendahnya kualitas bahan pakan limbah

pertanian. Semakin tinggi lignoselulosa, semakin sulit perombakan pakan

dapat dilakukan, sehingga ketersediaan nutrien juga semakin rendah.

Limbah pertanian baik berupa produk sampingan, residu maupun

sampah mempunyai potensi tinggi/sudah umum dimanfaatkan sebagai

pakan ternak, namun pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan

mempunyai berbagai keterbatasan salah satunya terkait tingginya

kandungan senyawa lignoselulosa yang mengakibatkan nutrien tidak

dapat dimanfaatkan secara optimal (Krause et al., 2003). Penelitian

Mudita et al. (2009; 2013) juga menunjukkan pemanfaatan limbah

pertanian tanpa aplikasi teknologi akan menurunkan produktivitas

ternak seperti itik bali, sapi bali maupun kambing. Terkait kondisi

tersebut, buku ini akan membahas problema dan solusi alternatif yang

dapat dilakukan dalam optimalisasi pemanfaatan limbah pertanian

sebagai pakan ternak khususnya melalui pemanfaatan bakteri

lignoselulolitik sebagai biokatalisator (starter) fermentasi bahan pakan

asal limbah pertanian. Pembahasan bakteri lignoselulolitik lebih

dikhususnya pada bakteri lignoselulolitik yang bersumber dari rumen sapi

bali dan rayap yang telah berhasil penulis isolasi dan seleksi. Hasil kajian

ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi optimalisasi pemanfaatan

limbah pertanian sekaligus menambah wawasan masyarakat termasuk

mahasiswa dalam bidang bioteknologi.

Page 14: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-2-]

BAB II. LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN

2.1 Klasifikasi Limbah Pakan Ternak

Pemanfaatan limbah sebagai pakan akan dapat mengurangi biaya

pakan yang selama ini menjadi biaya terbesar dalam usaha peternakan

sekaligus akan dapat mencegah/menanggulangi pencemaran lingkungan

yang diakibatkan oleh limbah itu sendiri. Menurut Mastika, (1991), di

Indonesia terdapat berbagai jenis limbah yang dapat digolongkan

menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Berdasarkan asal/sumber limbah

a. Limbah pertanian (Agricultural by/waste product), seperti; jerami padi,

jerami jagung, jerami kacang-kacangan, batang pisang, daun

singkong, pucuk tebu, berbagai jenis gulma pertanian (enceng gondok,

daun apu, duckweed).

b. Limbah industri pertanian (Agro-industrial by product) seperti dedak

padi, dedak jagung, bungkil kacang tanah, bungkil kelapa, bungkil

kedele, sedangkan sekam padi merupakan salah satu contoh dari

Agro-industrial waste product.

c. Limbah peternakan seperti kotoran ayam, limbah rumah potong

hewan seperti Isi rumen, bulu ayam, lemak tello, darah maupun

tulang

d. Limbah perikanan/industri pengolahan ikan seperi seperti berbagai

jenis ikan yang merupakan hasil sampingan penangkapan ikan/udang

dan limbah dari industri pengolahan/pengalengan ikan seperti bagian

kepala, sirip, ekor, dan isi perut.

e. Limbah kehutanan yaitu limbah pemungutan pembakalan yaitu

kayu-kayu yang rusak yang tidak terpakai dan limbah pengolahan

/industri seperti serbuk gergaji dan kulit kayu

f. Limbah perkebunan yaitu semua hasil ikutan/sampingan dalam

pengusahaan tanaman perkebunan seperti pucuk dan daun tebu,

gulma hasil penyiangan kebun tebu, tetes tebu (molases), ampas

[-3-]

Page 15: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-2-]

[-3-]

kelapa sawit, ampas tebu (bagas), onggok, kulit kopi, maupun pod

cacao

g. Limbah tata boga dan lain-lain yang meliputi limbah hotel, restauran,

rumah tangga, limbah pasar, dan lain-lain

2. Berdasarkan kandungan gizi/nutrien

a. Limbah sumber protein, yaitu bahan pakan limbah yang mengandung

kadar protein diatas 22% (Mastika,1991), misalnya tepung limbah ikan,

tepung darah, tepung daging, tepung bulu ayam, tepung bungkil

kelapa, bungkil kacang tanah.

b. Limbah sumber energi, yaitu bahan pakan limbah yang mengandung

kadar energi diantara 2400-7010 kcal ME/kg (Mastika,1991), misalnya

mollases, tepung kulit nenas, onggok, kulit ketela pohon, menir, lemak

tello, katul, dedak jagung, dan sebagainya.

c. Limbah sumber mineral - misalnya tepung tulang, kulit kerang, kulit

bekicot, yang merupakan sumber kalsium dan phosphor yang sangat

baik untuk pertumbuhan ternak.

d. Limbah sumber vitamin dan UGF (Unidentified Growth Factor)-

seperti cairan limbah pembuatan tepung ikan, ampas peragian

pembuatan brem/minuman beralkohol melalui proses fermetasi,

tepung daun-daunan

3. Berdasarkan keadaan fisik dari limbah tersebut

a. Limbah Padat, misalnya bungkil kelapa, dedak padi, onggok.

b. Limbah cair, misalnya mollases, limbah hotel/restoran cair

c. Limbah gas, misanya gas CO2 (pada fermentasi pembuatan alkohol

dari mollases/ubi kayu, anggur), gas methane (dari kotoran ternak)

4. Berdasarkan asal bahan (Parrent Material)

a. Limbah Nabati; bungkil kedele, dedak padi, bungkil kelapa, onggok

b. Limbah Hewani; tepung ikan, tepung daging, tepung darah, tepung

tulang

Page 16: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-4-]

5. Berdasarkan penggunaannya:

a. Limbah konvensional (conventional by-product), yaitu limbah yang

sudah umum/biasa digunakan dan dalam jumlah yang cukup banyak

untuk campuran pakan ternak (primary by-product), seperti dedak

padi, tepung ikan, bungkil kelapa, bungkil kedele, dan berbagai

limbah yang sudah umum dimanfaatkan sebagai pakan lainnya

b. Limbah nonkonvensional (nonconventional by-product), yaitu limbah

yang penggunaannya dalam jumlah yang relatif sedikit dan

penggunaannya belum umum/meluas sehingga bahan ini sering

disebut secondary by-product. Dimana biasanya limbah iniakan

dibuang/dikembalikan ke tanah atau dibakar karena selama ini

belum ditemukan teknologi yang efesien untuk mengolah bahan

tersebut menjadi pakan ternak, namun belakangan ini limbah ini

mulai dilirik untuk menjadi bahan pakan alternatif untuk pakan

ternak dengan ditemukannya berbagai teknologi pengolahan pakan.

Bahan-bahan yang termasuk jenis limbah ini, misalnya sekam padi,

jerami padi kering, serbuk gergaji, limbah serabut kelapa (Coco Feed),

ampas sawit, maupun pelepah kelapa/sawit.

Berdasarkan uraian tersebut, tampak bahwa jenis limbah yang ada

sangat banyak dan beraneka ragam yang masih dapat didaur ulang

untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan.Potensi limbah yang sangat

beragam dengan jumlah produksi yang sangat besar merupakan suatu

modal yang semestinya dapat dimanfaatkan oleh petani-peternak

dalam mengembangkan usahanya dan menjamin ketahanan pakan

dalam pengembangan usaha peternakan. Namun setiap daerah sudah

pasti mempunyai potensi limbah pakan ternak yang berbeda dengan

daerah lainnya. Pemanfaatan limbah pakan ternak yang merupakan

sumber daya lokal harus lebih dikedepankan dalam pengembangan

usaha peternakan dalam menghadapi persaingan usaha yang semakin

ketat.

[-5-]

Page 17: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-4-]

[-5-]

2.2 Potensi dan Permasalahan Pakan Asal Limbah Pertanian

Salah satu keuntungan komparatif daerah beriklim tropis seperti

Indonesia adalah peluang berlangsungnya proses fotosintesis oleh

tanaman sepanjang tahun. Kondisi ini menawarkan produksi biomasa

tanaman yang sangat besar yang dapat ditransformasikan menjadi

bahan baku pakan ternak (Tabel 2.1 dan 2.2). Keragaman bahan pakan

yang tinggi menawarkan fleksibilitas bagi peternak, namun juga

menawarkan kompleksitas bagi nutrisionis atau pelaku usaha terkait

kualitas nutrisi, sehingga bahan pakan yang tersedia dapat

dimanfaatkan secara efektif dan efisien.

Tabel 2.1. Potensi Sumber Daya Asal Limbah

Sumber daya lokal1 Luas areal Jumlah Produksi

(ton/tahun) Limbah Perkebunan

Limbah cacao 336.500 484.193 Limbah kopi 1.055.700 232.392 Pucuk tebu 1.085.000 4.430.000 Daun ubi kayu 838.700 838.800

Limbah Perkebunan Sawit3 Pelepah 4.290,39 ton (DM) Daun 782,57 ton (DM) Solid Decanter 438,714 ton (DM) Bungkil inti Sawit (PKC) 444,2 ton (DM)

Limbah Agroindustri

limbah nenas - 107.707 Ampas tebu 1.085.000 9.420.800 Ampas singkong/onggok 838.700 5.619.618 Kotoran Ayam2 - 23.346.860 Bulu ayam2 - 77130 (th. 2002)

Limbah Pertanian Eceng gondok3 - 255 /Ha (di Jateng) Duckweed3 - 80 ton BK/ha Tebon jagung4 2.499.900 14.999.400 Jerami padi 5 8.470.900 44.229.343 ton (BK) Jerami jagung5 3.010.274,0 ton (BK) Pucuk ubi kayu5 1.181.317,0 ton (BK) jerami kacang kedele4 942.500 2.356.000 Jerami ubi jalar5 141.400 351.614,2 ton (BK) Jerami kacang tanah5 479.500 1..462.806,0 ton(BK)

Sumber: 1)Suharto (2006), 2)Balitnak (2006), 3)Bidura (2006), 4)Sianipar, et al. (2007), 5)Syamsu et.al. (2007), 6)Erwan dan Resmi (2005),

- Data tidak tersedia/diperoleh

Page 18: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-6-]

Karakter umum bahan pakan lokal adalah adanya kandungan

serat kasar yang tinggi dan kadar protein rendah yang merupakan

permasalahan umum kualitas pakan di daerah tropis. Beberapa kendala

dalam memanfaatkan hasil sisa tanaman antara lain adalah 1)

palatabilitas rendah, 2) nilai nutrisi rendah, 3) penanganan relatif sulit

(pengeringan, penggilingan, transportasi dan penyimpanan), 4)

ketersediaan musiman, serta 5) adanya potensi penggunaan untuk

keperluan lain.

Tabel 2.2 Produksi Beberapa Komoditas Pertanian di Indonesia Tahun 2004 dan Estimasi Produksi pakan asal Limbah

Komoditas Produksi

(dalam ton) Jenis Limbah

Estimasi Limbah (%)

Padi 6 ton/Ha (54.088.468 ton)

Jerami padi 100 Dedak Padi 10 Sekam 15-17 Beras Pecah 4 - 5

Jagung 4,6 ton/Ha (11.225.243 ton)

Jerami 300 Dedak 8-10 Tongkol 10

Kedelai 723.483 ton Bungkil 70-75 Ubi Kayu 0,4–0,7 ton/Ha

(19.424.707 ton) Daun Ubi 6 – 8 Onggok 55 - 59

Ubi Jalar 1.901.802 ton Batang + daun 24 - 65 Sorgum 2,6 ton/Ha Jerami sorgum 100 Mangga 1.437.665 ton Biji Mangga 50 - 55 Nenas 9,4 ton/Ha (709.918 ton) Ampas nenas 60 - 80 Markisa 9,1 ton/Ha Kulit buah

markisa 150

Kakao 644.245 ton Kulit biji kakao 5 – 10 Kulit Buah kakao

70

Kapas 6.702 ton Bungkil biji kapas

40 - 45

Karet 2.065.817 Bungkil biji karet

55 – 60

Kelapa 3.229.251 ton Bungkil kelapa 35 – 40 Kelapa sawit 11.806.550 ton Lumpur sawit 2

Serat sawit 12 Bungkil inti sawit

2

Tebu 2.171.714 ton Bagas 12 - 15 Pucuk 15 - 20 Molases 3 - 4

Sumber: Deptan (2006) dan Ginting (2007)

[-7-]

Page 19: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-6-]

3

[-7-]

Daya dukung limbah sebagai bahan pakan mampu memenuhi 3

aspek prasyarat pola penyediaan bahan pakan, yaitu aspek kuantitas

(jumlah) (Tabel 2.1 dan 2.2), kualitas (mutu) (Tabel 2.3) dan kontinuitas

(kesinambungan). Pemenuhan aspek kualitas untuk beberapa jenis

limbah akan terpenuhi setelah bahan pakan tersebut mengalami

beberapa perlakuan. Aspek kuantitas didukung oleh produksi limbah

dan hasil sampingan yang mengikuti pola produksi, produktivitas dan

luas areal tanam dalam produksi produk utama. Jumlah limbah yang

dihasilkan meningkat seiring dengan peningkatan salah satu dari ketiga

komponen tersebut (Tabel 2.2). Kontinuitas ketersediaan limbah terjamin

selama proses produksi produk utama berjalan sepanjang tahun. Konversi

pemanfaatan lahan kurang produktif menjadi lahan pertanian dan

perkebunan akan meningkatkan produksi limbah dan produk

sampingan yang bermanfaat bagi ternak.

Limbah pertanian baik berupa hasil sisa, hasil sampingan maupun

hasil buangan merupakan sumber bahan pakan alternatif yang sangat

potensial. Produk limbah dari tanaman pertanian mempunyai rasio yang

tinggi dari produk utama sehingga berpotensi menghasilkan bahan

pakan dengan jumlah produksi yang tinggi. Ginting (2004)

mengungkapkan dari komoditas padidapat dihasilkan limbah jerami

padi dengan rasio 100% dari produk utama (gabah), dedak padi 10%,

sekam 15–17%, dan beras pecah 4–5%, dari komoditas jagung dapat

dihasilkan jerami jagung 300%, dedak jagung 8–10%, dan tongkol jagung

10%, dari komoditas kedele dihasilkan jerami kedele 100% dan bungkil

kedele 70–75%, dan dari ubi kayu dapat dihasilkan daun ubi 6–8%, dan

onggok 55–59%.

Badan Pusat Statistik/BPS melaporkan produksi padi, jagung dan

kedele di Indonesia Tahun 2012 adalah masing-masing sebesar 69.056.126

ton gabah kering giling (GKG), 19.387.022 ton pipilan jagung kering, dan

843.153 ton kedele kering (BPS, 2014). Sehingga berdasarkan rasio

produksi limbah dengan produk utama dapat diperkirakan produksi

limbah baik jerami maupun limbah agroindustri dari ketiga komoditas

Page 20: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-8-]

tersebut adalah sebesar 154.668.074 ton yang mampu mencukupi

kebutuhan 43.461.349 ST dalam setahun (1 ST setara dengan bobot hidup

325 kg dengan kebutuhan pakan 3% bobot hidup berdasarkan

kebutuhan bahan kering/BK) (Anggraeny dan Umiyasih, 2008). Di Bali

produksi ketiga komoditas pangan tersebut adalah masing-masing

865.553 ton GKG, 61.873 ton jagung kering dan 8.210 ton kedele kering

(BPS Bali, 2014) dengan prediksi produksi limbah ketiga tanaman

pangan tersebut sebesar 1.354.891 ton yang berarti dapat mencukupi

kebutuhan 380.721 ST selama setahun (Mudita, 2019). Disamping ketiga

komoditas tersebut, limbah pertanian yang potensial dimanfaatkan

sebagai pakan di Bali adalah jerami kacang tanah (4,61 ton Bahan

Kering (BK)/Ha, jerami singkong (0,9 – 1,0 ton BK/ha, limbah mete (19,19

ton/ha), limbah kopi (450 kg/ha) dan limbah kakao (2,8 kg BK tepung

kakao/pohon/tahun) (Yasa dan Adijaya, 2012).

Produksi limbah agroindustri dari ketiga komoditas pertanian

tersebut khususnya dedak padi, dedak jagung dan bungkil kedele adalah

relatif lebih sedikit dibandingkan dengan produksi jerami (Ginting, 2004;

Marlina dan Askar, 2004) yaitu secara nasional pada Tahun 2012 masing-

masing sekitar 6.905.613 ton, 1,938.702 ton dan 632.365 ton (BPS, 2012),

sedangkan di Bali produksi dedak padi dan dedak jagung diprediksi

sekitar 86.555 ton dan 6.187 ton (BPS Bali, 2014). Limbah agroindustri ini

merupakan bahan pakan yang sudah umum (konvensional)

dimanfaatkan oleh peternak. Pemanfaatan limbah agroindustri bagi

ruminansia, diarahkan sebagai pakan tambahan/suplemen mengingat

kualitas dan kandungan nutrien yang relatif tinggi (Tabel 2.2) (Marlina

dan Askar, 2004; Utomo, 2004).

Jerami padi, jerami jagung dan jerami kedele merupakan limbah

tanaman pertanian dengan kuantitas produksi yang tinggi dan

berpotensi sebagai sumber pakan alternatif pengganti hijauan segar.

Berdasarkan rasio produk utama dan produk limbah dapat diprediksi

produksi jerami padi, jerami jagung dan jerami kedele di Indonesia Tahun

2012 masing-masing berkisar 69.056.126 ton bahan kering/BK, 58.161.066

[-9-]

Page 21: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-8-]

[-9-]

ton BK dan 843.153 ton BK. Sedangkan di Bali produksi jerami padi,jerami

jagung dan jerami kedele Tahun 2012 sekitar 865.553 ton BK, 185.619 ton

BK dan 8.210 ton BK (BPS Bali, 2014).Tngkat pemanfaatan jerami

tanaman pertanian tersebut sebagai pakan baru sekitar 50% untuk

jerami padi, 80% untuk jerami jagung dan sekitar 35% untuk jerami

kedele (Yasa dan Adijaya, 2012).

Sebagai pakan, jerami tanaman pertanian baik jerami padi, jerami

jagung, jerami kedele maupun jerami tanaman pertanian lainnya

merupakan bahan pakan kaya serat dengan kualitas nutrien yang relatif

lebih rendah dibandingkan limbah agroindustri (Tabel 2.3 dan 2.4)

(Marlina dan Askar, 2004; Toharmat et al., 2006). Jerami tanaman

pertanian umumnya bersifat bulky (amba), densitas rendah serta daya

ikat/daya larut air rendah sehingga menurunkan konsumsi dan

kecernaan nutriennya (Toharmat et al., 2006)

Tabel 2.3 Kandungan Nutrien Beberapa Limbah Pertanian

Jenis Bahan Kandungan Nutrien (%)1

BK PK LK SK TDN Jerami Padi 31,87 5,21 1,16 32,412 51,50 Jerami Jagung 21,69 9,66 2,21 39,68 60,24 Jerami Kacang Kedelai 30,39 14,10 3,54 20,97 61,59 jerami kulit kedele 61.93 7.99 5.07 38.67 58.13 Jerami Kacang Tanah 29,08 11,31 3,32 16,62 64,50 Jerami Kacang Panjang 28.40 6.94 3.33 33.49 55.28 Jerami kacang otok 15.52 16.06 3.93 38.08 48.31 Jerami Kacang Hijau 21,93 15,32 3,59 26,90 55,52 Jerami jagung segar 21.69 9.66 2.21 26.30 60.24 Jerami komang 16.20 24.71 3.85 21.03 68.29 Kulit kacang tanah 87.37 5.77 2.51 73.37 31.70 Kulit coklat 89,37 14,99 6,25 23,24 55,52 Kulit kopi 91,77 11,18 2,50 21,74 57,20 Kulit kacang tanah 87.37 5.77 2.51 73.37 31.70 Kulit kapok (klenteng) 89.54 13.13 2.04 34.12 52.32 Klobot jagung 42,56 3,40 2,55 23,32 66,41 Tongkol Jagung 76,61 5,62 1,58 25,55 53,08 Pucuk Tebu 21.42 5.57 2.42 29.04 55.29 Batang Ubi Kayu3 43,78 6,17 - 37,94 64,76

Sumber: 1)Wahyono dan Hardianto (2007), 2)Marlina dan Askar (2004), 3)Anggraeny dan Umiyasih (2008)

Keterangan: BK=Bahan Kering, PK=Protein Kasar, LK=Lemak Kasar, SK=Serat kasar, TDN=Total Digestible Nutrien

Page 22: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-10-]

Pemanfaatan limbah pertanian khususnya jerami tanaman

pertanian sebagai pakan mempunyai berbagai keterbatasan sebagai

akibat tingginya kandungan serat kasar (Tabel 2.1) yang mengakibatkan

nutrien tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh ternak (Krause et

al., 2003). Mudita et al. (2009; 2011; 2016) menunjukkan pemanfaatan

ransum berbasis limbah (limbah nonkonvensional dan/atau limbah

pertanian) tanpa aplikasi teknologi pengolahan akan menurunkan

produktivitas ternak baik itik bali, sapi bali maupun kambing. Utomo

(2004) juga mengungkapkan pemberian pakan jerami padi tanpa

suplementasi pada Sapi Peranakan Onggole (PO) mengakibatkan tidak

terjadinya kenaikan bobot badan.

Tabel 2.4. Kandungan Nutrien Beberapa Limbah Agroindustri

Jenis Bahan1 Kandungan Nutrisi (%)

BK PK LK SK TDN Dedak Padi 86,00 9.90 4,90 19,80 55.52 Sekam Padi2 95.71 3.12 1.74 36.14 - Jerami Padi 86,00 3,70 1,70 35,90 39,00 Dedak Jagung/Empok 84.98 9.38 5.59 0.58 81.84 Tumpi Jagung 87.39 8.66 0.53 21.30 48.48 Dedak Gandum/Pollard 89.57 16.41 4.01 5.86 74.83 Tumpi Kedele 91.42 21.13 3.03 23.18 69.43 Mollases 50.23 8.50 - - 63.00 Ampas Tahu 10.79 25.65 5.32 14.53 76.00 Ampas Kecap 85.43 36.38 17.82 17.86 89.55 Ampas Gula Cair 34.31 5.11 6.24 8.01 54.96 Ampas bir 31.17 26.45 10.25 7.06 78.71 Ampas brem 81.63 3.15 2.12 2.10 55.83 bungkil klenteng 89.69 30.83 3.81 8.70 78.01 Bungkil Kedele 89.41 52.08 1.01 25.53 40.27 Bungkil Kelapa 84.77 26.63 10.40 14.71 73.40 Bungkil Kacang Tanah 91.45 36.40 17.24 0.90 71.72 Bungkil Kopra 90.56 27.60 11.90 6.85 75.33 Bungkil Kelapa Sawit 92.52 14.11 11.90 10.77 67.44 Bungkil tengkuang 88.98 12.73 8.63 4.61 76.77 Serabut Kelapa2 92.22 4.91 1.28 32.85 - Onggok (ubi kayu)2 20,58 0,56 - 10,12 - Kulit Ubi Kayu3 17,45 5,15 1,29 15,20 74,73

Sumber: 1)Wahyono dan Hardianto, 2007), 2)Murni et al.(2008), 3)Fitrotin et al (2006). Keterangan: BK=Bahan Kering, PK=Protein Kasar, LK=Lemak kasar, SK=Serat Kasar, TDN=Total

Digestible Nutrien/Total Nutrien Tercerna

[-11-]

Page 23: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-10-]

2 13 3 8 3

[-11-]

Pemanfaatan limbah jerami tanaman pertanian sebagai pakan

harus dibarengi dengan pemanfaatan teknologi pengolahan pakan

dan/atau pemberian pakan tambahan termasuk dengan memanfaatkan

limbah agroindustri/limbah industri tanaman pertanian yang mempunyai

kandungan nutrien yang lebih baik dari jerami tanaman pertanian

(Tabel 2.2). Penelitian Utomo dan Soejono (1996) menunjukkan sapi PO

yang diberi pakan basal jerami padi secara ad libitum dengan

suplementasi dedak halus sebanyak 25 g per kg bobot badan metabolit

(BB0,75) menghasilkan pertambahan bobot badan/PBB 0,19 kg/h,

pemberian jerami padi disuplementasi campuran dedak halus dan

tepung daun lamtoro (50:50) sebanyak 25 g/kg BB0,75 menghasilkan

pertambahan bobot badan 0,15 kg/h, sedangkan suplementasi dengan

campuran dedak padi dan tepung daun lamtoro (75:25) sebanyak 25g/kg

BB0,75menghasilkan PBB 0,22 kg/h.

Pemanfaatan limbah sebagai pakan ternak kini mulai diarahkan

pada produksi pakan komplit (ransum) dalam upaya memaksimalkan

potensi serta memudahkan manajemen pemberiannya bagi petani

peternak. Pemberian pakan komplit akan menyediakan berbagai

nutrien sesuai kebutuhan ternak secara seimbang dan meningkatkan

jumlah ternak yang mampu ditangani oleh seorang peternak (Nahrowi,

2006). Disamping itu pemanfaatan pakan komplit akan memungkinkan

penambahan produksi/jumlah ternak yang dipelihara tanpa harus

dibatasi oleh luas lahan untuk penanaman hijauan makanan ternak.

Wahyono dan Hardianto (2004) mengungkapkan pemanfaatan pakan

komplit khususnya berbasis limbah pertanian dan agroindustri serta

berbagai hasil sampingan lain dalam usaha peternakan akan

meningkatkan pertambahan bobot badan ternak yang cukup tinggi,

memperpendek waktu penggemukan ternak, meningkatkan efisiensi

tenaga kerja serta memperpanjang daya simpan bahan pakan.

Namun pemanfaatan bahan pakan asal limbah pertanian sebagai

bahan penyusun pakan komplit disinyalir belum dapat memenuhi

kebutuhan optimal bagi ternak, mengingat bahan pakan asal limbah

Page 24: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-12-]

pertanian umumnya mempunyai kualitas yang rendah, kandungan serat

tinggi, adanya senyawa anti nutrisi (lignin, silika, kutin, theobromine,

tannin, kafein, asam sianida, keratin,dll) serta kandungan mineral

(terutama Ca, P, Mg, Cu, Zn, Co, Mn, Fe dan S) dan vitamin (Vitamin A

dan E) yang rendah (Kaunang, 2004; Partama, 2006ab; Mudita et al.,

2016, 2019). Pemberian pakan tersebut (tanpa pengolahan) membawa

konsekuensi rendahnya produktivitas ternak, akibat pakan sulit

dimanfaatkan ternak (kecernaan rendah) sehingga tidak mampu

memenuhi kebutuhan optimal bagi ternak.

2.3 Lignoselulosa Sebagai Pembatas Utama Pemanfaatan Bahan Pakan Limbah Pertanian

Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan mempunyai

berbagai keterbatasan terutama terkait kandungan nutrient available

dan kecernaan nutrien yang rendah terutama disebabkan adanya

senyawa lignoselulosa yang tinggi. Lignoselulosa merupakan komponen

utama dinding sel tanaman terdiri atas polimer selulosa, hemiselulosa,

lignin dan beberapa bahan ekstraktif yang berikatan secara kompak

yang memberikan kekuatan bagi tanaman sehingga mampu berdiri

kokoh/terlindungi dari berbagai gangguan/proses degradasi. Namun dari

sisi pemanfaatannya sebagai bahan pakan menjadi tidak mampu

dimanfaatkan ternak karena sulitnya proses perombakan/pencernaan

nutrien tersebut (Gambar 2.1 dan 2.2).

Gambar 2.1. Kompigurasi Lignin, Selulosa dan Hemiselulosa pada Lignoselulosa

(Boudet et al., 2003)

[-13-]

Page 25: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-12-]

[-13-]

Gambar 2.2.Jenis Ikatan Antara Lignin dan Polisakarida.

A= Bensil Ester, B=Bensil Ether, C=Fenil Glikosida (Perez et al., 2002)

Lignin secara kimia berikatan dengan komponen karbohidrat

struktural (selulosa dan/atau hemiselulosa) (Gambar 2.2) dan secara fisik

bertindak sebagai penghalang proses perombakan dinding sel bahan

pakan oleh mikroba/enzim. Semakin tinggi kandungan lignin dari suatu

bahan pakan semakin sulit bahan pakan tersebut terdegradasi/tercerna.

Tabel 2.5 menunjukkan kandungan lignoselulosa beberapa bahan pakan

asal limbah pertanian. Pada tabel tersebut tampak bahwa bahan pakan

asal limbah pertanian mengandung lignin yang jauh lebih tinggi daripada

rerumputan/dedaunan, sehingga tingkat kecernaannya juga lebih rendah

(Howard et al., 2003; Toharmat, 2006).

Tabel 2.5. Kandungan Senyawa Lignoselulosa Beberapa Bahan Pakan

No Bahan Pakan1 Komposisi Lignoselulosa (%)

Selulosa Hemiselulosa Lignin 1 Jerami Padi1;2 32-35 24-25 12-18 2 Sekam Padi3 36 15 19 3 Dedak Padi4 27 37 5 4 Jerami gandum 30 50 15 5 Tongkol jagung 45 35 15 6 Batang Jagung2;3 15-35 15-35 8-19 7 Jerami Sorgum2 33 18 15 8 Serbuk Gergaji Kayu2 55 14 21 9 Kulit Kacang Tanah 25-30 25-30 30-40

10 Biji Kapas 80-95 5-20 0 11 Baggas Tebu1:2 33,4 30 18,9 12 Bagas Molases2;3 33-40 24-30 25-29 13 Rumput-Rumputan 25-40 25-50 10-15 14 Dedaunan 15-20 80-85 0

Sumber: 1)Howard et al,(2003),2)Saha (2003), 3)Chandel et al.(2007), 4)Baig et al.(2016)

Page 26: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-14-]

Lignoselulosa merupakan komponen pembangun dinding sel

tanaman yang terbentuk seiring perkembangan dan umur tanaman.

Dinding sel tanaman muda terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan pektin.

Perkembangan dan peningkatan umur tanaman akan diikuti terjadi

kristalisasi selulosa dan pengerasan fibril selulosa oleh lignin membentuk

suatu senyawa lignoselulosa yang keras (Howard et al., 2003).

Susunan dinding sel tanaman terdiri dari lamela tengah (M), dinding

primer (P) serta dinding sekunder (S) yang terbentuk selama

pertumbuhan dan pendewasaan sel yang terdiri dari lamela transisi (S1),

dinding sekunder utama (S2) dan dinding sekunder bagian dalam (S3)

(Gambar 2.3).

Gambar 2.3. Konfigurasi Dinding Sel Tanaman (Perez et al., 2002)

Dinding primer mempunyai ketebalan 0,1-0,2µm dan mengandung

jaringan mikrofibril selulosa yang mengelilingi dinding sekunder yang

relatif lebih tebal (Chahal dan Chahal 1998). Selulosa pada setiap lapisan

dinding sekunder terbentuk sebagai lembaran tipis yang tersusun oleh

rantai panjang residu ß-D-glukopiranosa yang berikatan melalui ikatan

ß-1,4 glukosida yang disebut serat dasar (elementary fiber). Sejumlah serat

kasar jika terjalin secara lateral akan membentuk mikrofibril. Mikrofibril

mempunyai struktur dan orientasi yang berbeda pada setiap lapisan

dinding sel (Perez et al., 2002). Lapisan dinding sekunder terluar (S1)

[-15-]

β

Page 27: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-14-]

[-15-]

mempunyai struktur serat menyilang, lapisan S2 mempunyai mikrofibril

yang paralel terhadap poros lumen dan lapisan S3 mempunyai mikrofibril

yang berbentuk heliks. Mikrofibril dikelilingi oleh hemiselulosa dan lignin.

Bagian antara dua dinding sel disebut lamela tengah (M) dan diisi

dengan hemiselulosa dan lignin. Hemiselulosa dihubungkan oleh ikatan

kovalen dengan lignin. Selulosa secara alami terproteksi dari degradasi

dengan adanya hemiselulosa dan lignin.

Komponen Selulosa

Selulosa adalah komponen utama penyusun dari dinding sel

tanaman. Selulosa merupakan senyawa homopolisakarida (polisakarida

yang tersusun atas 1 jenis monosakarida yaitu glukosa) yang merupakan

polimer linier dari D-glukosa yang terikat pada ikatan β-1,4 glikosida

(Gambar 2.4). Kandungan selulosa pada dinding sel tanaman tingkat

tinggi sekitar 35 – 50% dari berat kering tanaman (Perez et al., 2002).

Bangun dasar selulosa berupa suatu selobiosa yaitu dimer dari glukosa.

Rantai panjang selulosa terhubung secara bersama melalui ikatan

hidrogen dan gaya van der waals (Perez et al. 2002). Selulosa

mengandung sekitar 50-90% bagian berkristal dan sisanya bagian amorf

(Perez et al., 2002).

Gambar 2.4. Bangun Dasar Selulosa (Perez et al., 2002)

Page 28: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-16-]

Ikatan β-1,4 glukosida pada serat selulosa dapat dipecah menjadi

monomer glukosa dengan hidrolisis asam atau enzimatis. Kesempurnaan

pemecahan selulosa pada saluran pencernaan ternak tergantung pada

ketersediaan kompleks enzim selulase. Saluran pencernaan manusia dan

ternak non ruminansia tidak mempunyai enzim yang mampu memecah

ikatan ß-1,4 glukosida sehingga tidak dapat memanfaatkan selulosa.

Ternak ruminansia dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh

mikroba rumen dapat memanfaatkan selulosa sebagai sumber energi.

Pencernaan selulosa oleh mikroba dalam sel merupakan proses yang

kompleks yang meliputi penempelan sel mikroba pada selulosa, hidrolisis

selulosa dan fermentasi yang menghasilkan asam lemak terbang/Vollatile

Fatty Acids/VFA (Arora, 1995).

Efisiensi pemanfaatan selulosa sebagai sumber energi bagi

ruminansia sangat tergantung pada kemampuan ternak/mikroba rumen

ternak untuk memutus ikatan yang memproteksi selulosa dari serangan

enzim selulase. Selulosa dan hemiselulosa pada lignoselulosa tidak dapat

dihidrolisis secara sempurna oleh enzim selulase dan hemiselulase kecuali

lignin yang ada pada bahan pakan limbah tersebut dilarutkan,

dihilangkan atau dikembangkan terlebih dahulu (Murni et al., 2008;

Perez et al., 2002).

Komponen Hemiselulosa

Hemiselulosa merupakan kelompok polisakarida heterogen (hetero

polisakarida) dengan berat molekul rendah yang merupakan polimer

dari pentosa (xylosa, arabinosa), heksosa (mannose, glukosa, galaktosa)

dan asam-asam gula (Perez al., 2002; Saha, 2003). Komposisi

hemiselulosa adalah 15-30% dari berat kering bahan lignoselulosa.

Hemiselulosa mengikat lembaran serat selulosa membentuk mikrofibril

yang meningkatkan stabilitas dinding sel. Hemiselulosa juga berikatan

silang dengan lignin membentuk jaringan lignoselulosa (lignohemiselulosa)

dan memberikan struktur yang kuat (Howard et al, 2003).

[-17-]

β β

β

Page 29: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-16-]

β

[-17-]

Gambar 2.5. Bangun Molekul Hemiselulosa (Perez et al., 2002)

Hemiselulosa relatif lebih mudah dihidrolisis dengan asam menjadi

monomer yang mengandung glukosa, mannosa, galaktosa, xilosa,

arabinosa dan 4-0 methyl-glukoronik, D-galacturonic dan D-glukoronik

(Gambar 2.5). Gula– gula tersebut terikat oleh ikatan β-1,4 dan β-1,3

glukosida (Perez et al., 2002). Berbeda dengan selulosa, hemiselulosa

bukan polimer homogenous. Komponen hemiselulosa dari bahan berkayu

yang keras sebagian besar terdiri dari xylan. Sedangkan bahan berkayu

yang lunak, komponen hemiselulosanya lebih banyak mengandung

glukomannan (Saha, 2003). Pada bahan pakan, hemiselulosa pada

rumput-rumputan sebagian besar adalah xylan, sedangkan pada biji-

bijian sebagian besar adalah mannan.

Pada sebagian besar tanaman, xylan merupakan heteropolisakarida

dengan rantai utama homopolimer adalah unit-unit ikatan 1,4-β-D-

xylopyranosa. Xilan pada kayu keras umumnya terdapat dalam

komfigurasi O-asetil-4-O-methylglucuronoxylan, pada kayu lunak dalam

bentuk arabino-4-O-methylglucuronoxylan. sedangkan pada rumput dan

tanaman tahunan dalam bentuk arabinoxylans (Collin et al., 2005).

Disamping xylosa, xylan juga mengandung arabinosa, asam

glucoronik atau 4-0-methyl ether, asetat, ferulik dan asam p-coumarin.

Sedangkan xylan dari sumber yang lain, seperti rumput-rumputan, biji-

bijian, kayu lunak maupun kayu keras mempunyai komposisi yang

berbeda dengan birch wood (Roth), dimana xylannya mengandung 89,3%

silosa, 1% arabinosa, 1,4% glukosa dan 8,3% asam anhydrouronic (Saha,

2003). Xylan dari dedak padi mengandung 46% xylosa, 44,9% arabinosa,

Page 30: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-18-]

1,4% glukosa, dan 8,3% asam anhidrouronik (Shibuya dan Iwasaki, 1985).

Arabinoxylan dari gandum mengandung 65.8% xylosa, 33.5% arabinose,

0,1 % mannose, 0,1 % galaktose, dan 0,3% glucose (Gruppen et al., 1992).

Xylan serat jagung mengandung 48-54%xylosa, 33-35% arabinosa, 5-11 %

galaktosa, dan 3-6% asam glucuronic (Doner dan Hicks, 1997).

Komponen Lignin

Lignin merupakan polimer/makromolekul polifenolik kompleks

dengan struktur aromatik yang terbentuk melalui unit-unit penilpropan

yang berhubungan secara bersama oleh beberapa ikatan berbeda seperti

arylglycerol-β-aryl ether (β–O-4), phenylcoumaran (β -5), non-cyclic

benzyl aryl ether (α-O-4), biphenyl (5-5), diaryl ether (4-O-5), 1,2-

diarylpropane (β-1), resinol (β-β), serta ikatan lainnya (Gambar 2.6)

(Perez et al. 2002; Abdelaziz et al., 2016; Datta et al., 2017). Cater et al.

(2014) mengungkapkan lignin adalah polimer yang bersifat hidrofobik

komplek (bersifat tidak larut dalam air) dari senyawa aromatik yang

tersusun oleh unit-unit phenilprofan (syringyl, guaiacyl dan p-

hydroxyphenyl) yang terikat bersama-sama dalam struktur tiga dimensi.

Lignin terbentuk melalui polimerasi tiga dimensi derivat dari sinamil

alkohol terutama ρ-kumaril, coniferil dan sinapil alkohol dengan bobot

molekul mencapai 11.000 (Gambar 2.7 – 2.8) (Perez et al. 2002;

Rahikainen et al., 2013).

Gambar 2.6 Berbagai Tife Ikatan dalam Molekul Lignin

(Sumber Datta et al., 2017)

[-19-]

Page 31: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-18-]

β β βα

β β β

ρ

[-19-]

Para Kumaril Alkohol Koniferil Alkohol Sinapil Alkohol Model Kerangka C

Gambar 2.7. Senyawa Penyusun Lignin (Perez et al. 2002)

Gambar 2.8. Struktur Bangun Lignin (Adler, 1977)

Lignin terutama terkonsentrasi pada lamela tengah dan lapisan S2

dinding sel yang terbentuk selama proses lignifikasi jaringan tanaman.

Lignin tidak hanya mengeraskan mikrofibril selulosa, tetapi juga

berikatan secara fisik dan kimia dengan hemiselulosa. Pembentukan

lignin terjadi secara intensif setelah proses penebalan dinding sel terhenti.

Pembentukan dimulai dari dinding primer dan dilanjutkan ke dinding

sekunder. Pembatasan fermeabilitas dinding sel tanaman terjadi akibat

adanya efek kimia dan fisik yang dihasilkan oleh lignin. Efek kimia, yaitu

adanya hubungan lignin-karbohidrat serta asetilisasi hemiselulosa. Efek

fisik terjadi akibat lignin membungkus mikrofibril dalam suatu matriks

hidrofobik dan terikat secara kovalen dengan hemiselulosa. Hubungan

antara lignin-karbohidrat berperan dalam mencegah hidrolisis polimer

selulosa (Rahikainen et al., 2013).

Page 32: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-20-]

Lignin sulit didegradasi karena strukturnya kompleks dan heterogen

yang berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa dalam jaringan

tanaman yang memberikan bentuk kokoh serta proteksi terhadap

serangga, patogen serta degradasi mikroba. Adanya ikatan arilalkil dan

ikatan eter berperanan penting dalam mempengaruhi sifat ketahanan

lignin terhadap hidrolisis (Adler, 1977; Rahikainen et al., 2013). Adanya

senyawa aromatik seperti biphenil, phenol, anisols, diaryl-eter pada

struktur lignin menambah sifat ketidaklarutan/ketahanan lignin

terhadap proses hidrolisis (Silva et al., 2010).

Kandungan lignin bervariasi pada berbagai biomassa tanaman.

Fraksi lignin tertinggi umumnya terdapat pada tanaman berkayu lunak

(softwood) yaitu 25 – 32% dari bahan kering, sedangkan tanaman

berkayu keras (hardwood) mempunyai kadar lignin relatif lebih rendah

yaitu 18 - 25% (Mutturi et al., 2014). Kandungan lignin berbagai biomassa

tanaman telah disajikan pada Tabel 2.5.

Gambar 2.9. Struktur Bangun Asam Tanat (Hagerman, 2010)

Di laboratorium, asam tanat/tannic acid sering dijadikan sebagai

substrat sumber lignin akibat kemiripan struktur molekulnya (Pointing,

1999; Hagerman, 2010). Pointing (1999) mengungkapkan bahwa asam

tanat merupakan substrat yang umum dipakai sebagai sumber lignin

seperti dalam metode tannic acid agar (Bavendamn test) yang

diperkenalkan sejak tahun 1928. Hagerman (2010) mengungkapkan

bahwa asam tanat adalah senyawa polifenolik dengan struktur aromatik

yang merupakan ester kompleks molekul glukosa dengan asam galat

yang dihubungkan oleh ikatan ester terdiri atas gugus hidroksil alifatik

pada inti glukosa (Gambar 2.9). Asam tanat termasuk kelompok tannin [-21-]

Page 33: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-20-]

[-21-]

terhidrolisis (hydrolized tannin) yang juga banyak dijumpai pada jaringan

vaskuler tanaman serta bersifat sebagai senyawa antinutrisi dan resisten

terhadap proses degradasi sebagian besar aktivitas mikroba

sebagaimana pula yang ditunjukkan oleh senyawa lignin sebagai akibat

adanya kemampuan membentuk struktur kompleks dengan

protein/senyawa mengandung N/nitrogen, selulosa, hemiselulosa, pektin

dan mineral-mineral (Silva et al., 2010).

Page 34: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-22-]

BAB III. BAKTERI LIGNOSELULOLITIK DAN

PEROMBAKAN SENYAWA LIGNOSELULOSA

3.1 Bakteri Lignoselulolitik

Bakteri lignoselulolitik merupakan bakteri/kelompok bakteri yang

mempunyai kemampuan mendegradasi senyawa lignoselulosa, baik

komponen lignin, selulosa dan/atau hemiselulosa dari kompleks senyawa

lignoselulosa tersebut. Kelompok bakteri ini mampu menghasilkan enzim

lignoselulase baik kompleks enzim ligninase (lignin-peroksidase/LiP;

manganese-peroksidase/MnP; versatile peroksidase/VP; lakase/Lac

dan/atau dye-decolorizing peroksidase/DyPs), kompleks enzim selulase

(endo-β-glukanase, eksoglukanase, dan/atau β-glukosidase), dan/atau

kompleks enzim hemiselulase (xilanase dan/atau mannanase) (Perez et

al., 2002; Howard et al., 2003).

Di alam, kelompok bakteri lignoselulolitik banyak terdapat pada

lahan pertanian, tanah gambut, saluran pencernaan ruminansia, sel

tubuh dan saluran cerna rayap serta berbagai sumber bakteri lainnya

(Mudita et al, 2009; Purwadaria et al., 2003; 2004; Sarkar et al., 2011).

Saluran cerna ternak ruminansia, baik retikulorumen, kolon/usus besar,

dan/atau caecum/usus buntu sapi bali, rayap dan atau cacing tanah

merupakan sumber bakteri lignoselulolitik (Purwadaria et al., 2003,2004;

Wahyudi, 2009; Mudita et al., 2009, 2012, 2013, 2019; Sutama et al, 2015).

Bakteri lignoselulolitik saat ini banyak dimanfaatkan sebagai

starter/biokatalis/biokatalisator fermentasi bahan pakan kaya serat

kasar, produksi pakan/suplemen, industri makanan/pangan fungsional,

industri tekstil dan/atau kertas, produksi pupuk organik, biogas/biofuel

atau bioetanol maupun industri/bioteknologi lainnya.Bahkan bakteri

lignoselulolitik telah banyak dimanfaatkan sebagai direct feed microbial

(pakan sel tunggal/single cell protein), namun pada buku ini pembahasan

akan difokuskan pada pemanfaatan bakteri lgnoselulolitik dalam

fermentasi pakan asal limbah pertanian.

[-23-]

β

β

β

Page 35: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-22-]

β β

[-23-]

3.2 Perombakan Lignoselulosa oleh Bakteri Lignoselulolitik

3.2.1 Bakteri Lignoselulolitik dan Perombakan Lignin

Lignin yang merupakan polimer aromatik dari unit fenilprofanoid

dengan bobot molekul tinggi dan dengan struktur yang khas/acak, sulit

terdegradasi akibat ikatan yang sangat kompak/terikat secara kovalen

dengan selulosa dan hemiselulosa pada sel tanaman. Degradasi lignin

secara komplit di alam merupakan hasil aktivitas mikroorganisme,

namun hanya sedikit jenis mikroba khususnya bakteri yang telah

diketahui mempunyai kemampuan mendegradasi lignin (Lofti, 2014).

Mikroorganisme (mikroba) lignolitik adalah mikroba yang mampu

mendegradasi lignin sebagai akibat kemampuannya menghasilkan

enzim-enzim pendegradasi lignin. Perombakan lignin oleh mikroba dari

komplek lignoselulosa melibatkan proses yang meliputi; 1)proses

depolimerisasi dan 2)pemecahan cincin aromatik.

Enzim pendegradasi lignin (lignolitik) akan mengoksidasi lignin melalui 3

tahap yaitu: (menurut Datta et al., 2017)

1) Oksidasi ikatan β–O–4 dari komponen arylglycerol

2) Pemecahan cincin aromatik (mengikuti jalur β-ketoadipatik)

3) Pembentukan struktur karbonat siklik dari gabungan oksidasi β–O–4

dengan pecahan dari cincin aromatik.

Perez et al. (2002) mengungkapkan bahwa degradasi lignin secara

sempurna merupakan respon dari aktivitas tiga kelompok utama enzim

ekstraseluler yaitu lignin-peroksidase/Li-P, mangan-peroksidase/Mn-P,

dan lakase/Lac. Datta et al. (2017) mengungkapkan bakteri dan fungi

pendegradasi lignin (lignolitik) dapat memproduksi paling tidak 5 enzim

ekstraseluler utama (Gambar 3.1) yang terdiri atas: 1)Enzim lignin-

peroksidase/LiP, 2)Manganese peroksidase/MnP, 3)Versatile peroksidase/VP,

4)Lakase/Lac, dan 5)Enzim dye-decolorizing peroksidase/DyPs.

Page 36: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-24-]

Gambar 3.1. Struktur 3 Dimensi Enzim Pendegradasi Lignin (Datta et al., 2017)

Selain itu enzim-enzim seperti aril alkohol dehydrogenase, phenol

oksidase, cellobiose, aromatic acid reductase, vanilat hidroksilase,

dioksigenase, dan katalase mempunyai peranan penting dalam proses

degradasi lignin (Aarti et al., 2015).

Enzim ini terutama dihasilkan oleh fungi, namun beberapa jenis bakteri

seperti Streptomyces ssp., Thermobifida fusca, Rhodococcus jostii, Bacillus

subtilis, B. licheniformis, dan Pseudomonas flurrescens juga menghasilkan

enzim sejenis (Olsson, 2016).

1. Enzim Lignin Peroksidase/Li-P (EC 1.11.1.14, Ligninase) merupakan enzim

glikosilat mengandung hemeprotein dengan grup prostetik

FerriProtoporfirin yang membutuhkan hidrogen peroksida/H2O2 untuk

mengkatalisasi oksidasi unit lignin non fenolik dan mineralisasi komponen

aromatik yang keras/kompak.

Oksidasi lignin oleh lignin peroksidase (Li-P) terjadi melalui transfer

elektron, pemecahan non katalitik berbagai ikatan/rantai lignin, dan

pembukaan cincin aromatik.

Siklus katalitik dari Li-P terdiri dari satu reaksi oksidasi dan dua reduksi

(Datta et al., 2017), dengan tahap-tahapan sebagai berikut:

1) Oksidasi dua elektron dari native enzim (enzim asal) ferric lignin

Peroksidase [LiP-Fe (III)] oleh H2O2 membentuk senyawa intermediet /

oxo-ferryl [Fe (IV)]

[-25-]

α β

α β

Page 37: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-24-]

[-25-]

2) Proses reduksi dari senyawa I oleh substrat pereduksi aromatik non-

fenolik (A) untuk membentuk senyawa II melalui penambahan 1

elektron

3) Terakhir, siklus oksidasi berakhir saat senyawa II dikembalikan ke

keadaan awal melalui pengikatan satu/lebih elektron dari substrat

pereduksi A

Gambar 3.2 Siklus Katalisis Lignin-Peroksidase (Datta et al., 2017)

Perez et al. (2002) mengungkapkan Lignin peroksidase (LiP)

memotong jalur utama perombakan lignin yaitu ikatan Cα-Cβ molekul

lignin dan berbagai reaksi post enzimatic (Gambar 3.3). Data et al. (2017)

menambahkan bahwa Li-P mempunyai potensial redoks tinggi (1,2 V

pada pH 3) serta mampu mengoksidasi secara langsung struktur fenolik

dan non fenolik dari lignin tanpa perantara.

Gambar 3.3. Pemotongan ikatan Cα-Cβ molekul lignin dan pembentukan

senyawa intermediet (Perez et al., 2002)

2. Enzim Mangan-Peroksidase/Mn-P (EC. 1.11.1.13) merupakan heme

peroksidase ekstraseluler yang membutuhkan Mn2+ sebagai substrat

pereduksinya (Steffen, 2003).

Page 38: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-26-]

Mn-P mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+ dan H2O2 sebagai katalis

untuk menghasilkan gugus peroksida. Mn3+ yang dihasilkan dapat

berdifusi ke dalam substrat dan mengaktifkan proses oksidasi yang

mengubah struktur fenolik menjadi radikal fenoksil. Mn3+ yang terbentuk

sangat reaktif dan membentuk kompleks dengan chelating asam organik

seperti asam oksalat/malat (Kishi et al., 1994). Dengan bantuan chelator,

ion Mn3+ distabilkan dan dapat menembus ked alam jaringan substrat.

Hal ini didukung aktivitas kation radikal dari veratril alkohol dan enzim

penghasil H2O2. Proses diakhiri bergabungnya O2 ke dalam struktur lignin

(De Jong et al., 1994). Radikal fenoksil yang dihasilkan selanjutnya

bereaksi dan akhirnya melepaskan CO2 (Suparjo, 2008).

Gambar 3.4. Siklus katalitik Mn-P (Sumber: Perez et al., 2002)

Oksidasi lignin dan senyawa fenolik lain oleh Enzim Mn-P tergantung

pada ion Mn bebas. Substrat pereduksi utama dalam siklus katalitik Mn-

P adalah Mn2+ yang secara efesien mereduksi senyawa I (Mn-P compound

I) menjadi senyawa II (Mn-P compound II), menghasilkan Mn3+ yang

selanjutnya mengoksidasi substrat organik. Mn2+ berikatan dengan

chelator asam organik untuk menstabilkan Mn3+. Siklus katalitik Mn-P

dimulai dengan pengikatan H2O2 atau peroksida organik dengan enzim

Ferric alami dan pembentukan kompleks besi peroksida (Gambar 3.4)

(Perez et al., 2002).

Pemecahan ikatan oksigen peroksida membutuhkan Fe4+-oxo-

porphyrin-radicalcomplex dalam pembentukan Mn-P compound I.

Kemudian ikatan dioksida dipecah dan dikeluarkan satu molekul airnya.

[-27-]

Page 39: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-26-]

[-27-]

Reaksi berlangsung sampai terbentuknya Mn-P compound II. Ion Mn2+

bekerja sebagai donor 1-elektron untuk senyawa antara forfirin dan

dioksidasi menjadi Mn3+. Mn3+ merupakan oksidan kuat yang

mengoksidasi senyawa fenolik tetapi tidak dapat memecah unit non-

fenolik lignin (Perez et al., 2002).

Reaksi awal Mn3+ dengan cincin fenolik adalah suatu oksidasi 1

elektron menjadi radikal fenoksil yang terdapat dalam mesomer yang

berbeda (Gambar 3.5). Secara simultan chelat asam organik dioksidasi

menjadi feroksil dan radikal lain menghasilkan superoksida yang akan

bereaksi dengan radikal berinti karbon menjadi eter peroksida,

selanjutnya mengalami pembelahan cincin dan membentuk struktur

alifatik. Selanjutnya sistem enzim Mn-P membelah gugus ini menjadi CO2

dan radikal alifatik yang kemudian berreaksi dengan dioksida

menghasilkan CO2 dan bahan organik seperti asam format (Perez et al.,

2002).

Gambar 3.5. Skema perombakan struktur aromatik lignin oleh Mn-P

(Perez et al., 2002)

3. Enzim Versatil Peroksidase/VP (EC 1.11.1.16) merupakan enzim dengan

kemampuan katalitik seperti Li-P dan Mn-P yang mampu

mentransformasi senyawa lignin tanpa perantara eksternal. Enzim VP

memiliki karakteristik arsitektur molekul hibrida dengan beberapa

tempat pengikatan termasuk Mn2+ dan mampu mengoksidasi Mn2+

seperti Mn-P dan Li-P. Namun, tidak seperti MnP, VP memiliki

Page 40: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-28-]

kemampuan ganda mengoksidasi berbagai substrat dengan potensi

redoks tinggi atau rendah termasuk Mn2+, struktur fenolik dan non-fenolik

serta alkohol aromatic (Datta et al., 2017)

4. Enzim Laccase/Lac (EC 1.10.3.2, benzenediol:oxygenoxidoreductase)

merupakan enzim pengoksidasi yang mengandung tembaga yang dapat

mereduksi 4 elektron oksigen melalui oksidasi berbagai senyawa organik

seperti fenol, polifenol, anilin dan beberapa senyawa anorganik melalui

mekanisme transfer elektron (Kunamneni et al., 2008).

Enzim Laccase dapat merombak senyawa fenolik, mengoksidasi

amina aromatik dan senyawa lain melalui reduksi molekul oksigen

menjadi H2O (Aarti et al., 2015). Madhavi dan Lele (2009)

mengungkapkan laccase mereduksi O2 menjadi H2O dalam substrat

fenolik melalui reaksi pembentukan radikal bebas (Gambar 3.6).

Gambar 3.6. Skema Oksidasi Komponen Fenolik dari Lignin oleh Laccase

(Madhavi dan Lele, 2009)

Adanya senyawa perantara (pro-oksidan) seperti 2,2’azino-bis/3-

ethyl benzothiazoline-6-sulphonic acid (ABTS); 3-Hydroxy anthranilic

acid/HAA; N-hydroxybenzotriazol/HBT; violuric acid (VLA); N-

hydroxyphtalimide (HPI); N-hydroxyacetanilide (NHA), Laccase dapat

menghasilkan daya oksidasi tinggi terhadap komponen nonfenolik lignin

seperti gugus metil aromatik, benzyl alkohol, hidrokarbon polisiklik

aromatik, veratryl alcohol maupun pewarna tekstil (Gambar 3.7).

[-29-]

δ

β

Page 41: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-28-]

[-29-]

Gambar 3.7 Skema Oksidasi Komponen Non-Fenolik dari Lignin oleh Laccase

(Madhavi dan Lele, 2009)

Ishihara (1980) menyatakan Laccase adalah enzim pengoksidasi

melalui proses demitilasi yang mengubah gugus metoksi menjadi

methanol. Disamping itu terdapat kelompok enzim fenol oksidase

(laccase dan tirosinase) yang mengoksidasi gugus δ dan p-fenol serta

gugus amina menjadi kuinon dan memberi perubahan warna terhadap

fenolik 1-naftol dan p-kresol. Datta et al. (2017) mengungkapkan

sebagian besar enzim bekerja pada substrat spesifik, namun aktivitas

enzim Laccase berbeda yaitu mempunyai aktivitas pada berbagai

substrat seperti polifenol, diphenol, benzenethiol, serta amina aromatik.

5. Enzim Dye-Decolorizing Peroksidase/DyP (Reactive-Blue-5:hydrogen-

peroxide oxidoreductase. EC1.11.1.19) merupakan peroksidase berbasis

heme yang dapat memecah lignin yang dimediasi senyawa radikal. DyP

adalah enzim bifungsional yang mempunyai aktivitas oksidatif serta

hidrolitik. DyP secara filogenik berbeda dari peroksidase lainnya karena

memiliki lipatan mirip ferroksin dan alfha (Gambar 3.1). Namun,

mekanisme oksidasinya mirip dengan VP dan MnP. DyP dikelompokkan

menjadi empat jenis: A, B, C, dan D (Tabel 3.1) (Colpa et al., 2014). Semua

jenis DyP memiliki aktivitas peroksidase, namun, mempunyai nilai

spesifisitas substrat yang berbeda. Selain mendegradasi lignin, DyP juga

mengoksidasi pewarna, β-karoten, sulfida aromatik (Colpa et al., 2014),

aromatik metoksilat non-fenolik, Mn2, dan pewarna sintetis dengan

bilangan redoks tinggi seperti pewarna antrakuinon dan azo (Datta et al.,

2017).

Page 42: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-30-]

Tabel 3.1 Karakteristik Kelompok Enzim Dye-Decolorizing Peroksidase

DyP Nama Protein Mikroba Penghasil Struktur Kristal Sumber A EfeB/YcdB Escherichia coli O157 (2Y4E - PPIX) Liu et al. (2011)

DyPA Rhodococcus jostii RHA1 - Ahmad et al. (2011)

TfuDyP Thermobifida fusca Bloois et al. (2010)

BsDyP (YwbN) Bacillus subtilis Santos et al. (2013)

B DyPB Rhodococcus jostii RHA1 3QNR + 3QNS Roberts et al. (2011)

TyrA Shewanella oneidensis 2IIZ + 2HAG Zubieta et al. (2007)

BtDyP Bacteriodes thetaiotaomicron 2GVK Zubieta et al. (2007)

PpDyP Pseudomonas putida Sezer et al. (2013)

DyPPa Pseudomonas aeruginosa PKE117 Li et al. (2012)

C DyP2 Amycolatopsis sp. 75iv2 4G2C Brown et al. (2012)

AnaPX (AnaDyP) Anabaena sp. PCC 7120 Ogola et al. (2009)

D BadDyP/TcDyP Bjerkandera adusta Dec 1 2D3Q [ Sugano et al. (2007)

AauDyP I (AjP I) Auricularia auricula-judae 4AU9 Lier et al. (2010)

MsP1 dan MsP2 Mycetinis scorodonius Scheibner et al. (2008)

TAP (TalDyP) Termitomyces albuminosus Johjima et al. (2007)

PoDyP Pleurotus ostreatus Faraco et al. (2007)

Sumber: Colpa et al., 2014

Perombakan lignin umumnya dilakukan pada lingkungan aerobik,

namun pada lingkungan anaerobik seperti lingkungan rumen, tanah,

tubuh serangga, maupun aquatik, perombakan lignin juga berlangsung

yang menghasilkan asam organik, alkohol aromatik, amina, CO2 dan CH4

(Kajikawa et al., 2000; Chandra et al., 2015).

Di alam, perombakan lignin merupakan hasil aktivitas sekelompok

mikroorganisme dengan enzim ekstraseluler non-spesifik yang merombak

lignin yang mempunyai struktur acak dengan bobot molekul tinggi.

Beberapa kelompok bakteri diketahui mampu merombak senyawa

lignin menjadi komponen penyusunnya serta memproduksi sejumlah

enzim oksidatif yang dapat memodifikasi lignin untuk dipecah melalui

proses hidrolisis atau demetilisasi (Lotfi, 2014). Aarti et al. (2015)

mengungkapkan bahwa enzim memegang peranan penting dalam

proses degradasi lignin oleh spesies bakteri. Mekanisme perombakan lignin

oleh bakteri lebih spesifik dibandingkan fungi karena umumnya setiap 1

spesies bakteri hanya dapat memutus 1 tife ikatan/rantai dari lignin.

Sehingga perombakan senyawa lignin dilakukan oleh berbagai jenis

bakteri/konsorsium bakteri atau kombinasi bakteri dengan fungi. Lang et

al. (2000) mengungkapkan kehadiran bakteri dan yeast pada batang

[-31-]

Page 43: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-30-]

[-31-]

tanaman dapat menjadi trigger/pemicu pertumbuhan white rot fungi

maupun brown rot fungi.

Bakteri Pseudomonas (ordo Pseudomonadales), Cellulomonas (ordo

Actinomycetales), Streptomyces (ordo Actinomycetales), dan genus lain

dari ordo Actinomycetales mampu memproduksi Laccase ekstraseluler

dan peroksidase (Lynd et al., 2002). Yang (2007) menunjukkan bahwa

Pseudomanas sp. merupakan bakteri pendegradasi lignin paling efisien

yang tidak hanya mampu mendegradasi lignin alami tetapi juga

mendegradasi cincin aromatik.

Bakteri Aeromonas, Aneurinibacillus, Bacillus, Enterobacter,

Actynomycetes, Flavobacterium, Klebsiella, Pseudomonas, Rhodococcus,

maupun Sellulomonas juga mempunyai kemampuan enzimatis

merombak cincin aromatik (aromatic ring) dan rantai samping lignin

(Hernandes et al., 1994; Abdelaziz et al., 2016). Lotfi (2014) menambahkan

bakteri dari genus Alcaligenes, Arthrobacter, dan Nocardia mampu

mendegradasi cincin aromatik penyusun makromolekul lignin. Geib et al.

(2008) menyatakan bakteri saluran cerna rayap seperti Rhodococcus

erythropolis, Sphingomonas sp., Microbacterium sp., Brucella melitensis,

Ochrobacterium sp., Burkholderia sp., mampu mendegradasi senyawa

aromatik. Mudita (2019) juga menunjukkan bahwa bakteri lignolitik dari

rumen sapi bali dan/atau rayap mempunyai kemampuan sebagai

perombak senyawa lignin sintetik maupun bahan pakan limbah

pertanian yang mengandung lignin (jerami padi dan dedak padi).

Bacillus subtilis strain BR4LG merupakan bakteri lignolitik terbaik asal

cairan rumen sapi bali yang mampu mendegradasi asam tanat, dedak

padi maupun jerami padi masing-masing dengan diameter zone bening

0,237 cm, 0,660 cm dan 0,343 cm tiap 15 µl dengan aktivitas enzim

ligninase spesifik 3,044 U (mmol/ml//gram protein enzim), sedangkan

Aneurinibacillus sp. strain BT5LG merupakan bakteri lignolitik terbaik

yang berhasil diisolasi dari rayap mempunyai kemampuan mendegradasi

asam tanat, dedak padi maupun jerami padi masing-masing dengan

Page 44: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-32-]

diameter zone bening 0,230 cm, 0,660 cm dan 0,320 cm tiap 15 µl dengan

aktivitas enzim ligninase spesifik 3,260 U (mmol/ml//gram protein enzim).

Martani et al. (2003) mengungkapkan bakteri genus Micrococcus

(isolat SPH-9) dan Bacillus (isolat SPH-10) yang diisolasi dari sampah

domestik mampu mendegradasi lignin (lindi hitam) masing-masing

sebesar 75% dan 78%. Prihantini et al. (2011) mengungkapkan isolat

bakteri TLiD dan BOpR mampu mendegradasi lignin dan organochlorin

(lignolitik) jerami padi sampai 100% pada fermentasi selama 7 hari,

sedangkan substrat kraft lignin mampu didegradasi sebesar 37% oleh

bakteri Bacillus sp. pada suhu 30oC selama 6 hari (Hanafy et al., 2008).

Lotfi (2014) mengungkapkan Streptomyces viridosporus T7A

dan/atau Aneurinibacillus aneurinilyticus merombak lignin melalui proses

depolimerisasi, Pseudomonas paucimobilis SYK-6 mampu memecah

berbagai senyawa dimerik dari lignin, Azotobacter sp. HM121 mampu

memecah lignin melalui proses mineralisasi dan pelarutan, Bacillus sp. dan

Paenibacillus sp. mampu merombak kraft lignin. Bacillus subtilis, B.

atrophaeus, B. licheniformis, B. pumilus, Streptomyces cyaneus, S.

coelicolor, S. griseus, S. ipomea, S. lavendulae, Serratia marcescens dan

Thermus thermophilus mampu memproduksi Laccase untuk merombak

lignin melalui proses demineralisasi dan pelarutan (Data et al., 2017).

Phenol oksidase dari Streptomyces cyaneus mempunyai kontribusi lebih

tinggi dari peroksidase dalam pemecahan lignin (Berrocal et al., 2000).

Ruttiman et al. (1991) mengungkapkan bahwa bakteri pendegradasi

lignin juga berperanan dalam perombakan lebih lanjut senyawa

intermediet hasil degradasi jamur.

3.2.2 Bakteri Lignoselulolitik dalam Perombakan Selulosa

Degradasi selulosa merupakan proses pemecahan polimer anhidro

glukosa menjadi molekul yang lebih sederhana. Proses ini menghasilkan

oligo, tri atau disakarida maupun monosakarida yaitu selobiosa,

selotriosa, monomer glukosa, CO2 dan H2O. Degradasi selulosa dapat

berlangsung secara biologis (aktivitas enzim mikroba), fisik maupun

[-33-]

Page 45: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-32-]

[-33-]

kemis. Mikroba yang mampu mendegradasi sselulosa sebagai akibat

kemampuannya menghasilkan enzim selulase disebut mikroba selulolitik.

Maranatha (2008) menyebutkan mikroba selulolitik dari kelompok

bakteri mempunyai tingkat pertumbuhan cepat dan aktivitas selulase

tinggi.

Tabel 3.2 Karakteristik Morfologi Bakteri Selulolitik

Kondisi Lingkungan

Genus Contoh Spesies Gram Bentuk Suhu Tumbuh

Sistem Selulase

Aerob Cellulomonas C. flavigena, C. uda

+ Rod/ Batang Termofil Nonkompleks, sel bebas

Cellvibrio C.fulvus, C. gilvus

- Curved rod Mesofil Nonkompleks, sel bebas

Cytophaga C. hutchinsonii - Rod/ Batang Mesofil Nonkompleks, sel bebas

Pseudomonas P. fluorescens _ Rod/ Batang Mesofil Nonkompleks, sel bebas

Streptomyces S. reticuli + Rod berfilamen

Mesofil Nonkompleks, sel bebas

Thermobifida T. fusca + Rod berfilamen

Termofil Nonkompleks, sel bebas

Anaerob Butyrivibrio B. fibrisolvens + Curved rod Mesofil Nonkompleks

Bacillus B. pumilis + Rod/ Batang Mesofil Nonkompleks, sel bebas

Clostridium C. thermocellum, C.cellulolyticum

+ Rod/ batang Termo-Mesofil

Kompleks, ikatan sel utama

Eubacterium E. cellulosolvens + Rod Mesofil -

Fibrobacter F. succinogenes - Rod Mesofil Kompleks, Sel Terikat

Hallocella H. celluloica - Rod Mesofil Nonkompleks, sel bebas

Spirochaeta S. thermophila + Spiral Termofil Nonkompleks, sel bebas

Ruminococcus R. albus, R. flavefaciens

+ Coccus Mesofil Kompleks, Sel Terikat

Sumber: Lind et al. (2002)

Mikroba selulolitik khususnya bakteri banyak ditemukan pada

tanah/lahan pertanian, hutan, jaringan hewan, saluran pencernaan

herbivora baik rumen, kolon, sekum maupun hipopotamus (bagian

bawah lambung pseudoruminan), rayap (air liur, sel tubuh, saluran

pencernaan maupun sarangnya) serta pada tumbuhan yang membusuk .

Bakteri di alam yang bersifat selulolitik antara lain; Bacillus subtilis,

Bacillus macerans, Bacillus sp., Clostridium (C. acetobutylicum, C.

Page 46: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-34-]

thermocellum), Acidothermus, Pseudomonas florescens, Rhodothermus

(Howard et al., 2003; Mudita, 2019), Erwinia, Acetovibrio, Mikrobispora,

Cellulomonas, Cellovibrio, Streptomyces murinus, Sclerotium rolfisii (Duff

dan Murray, 1996), Fibrobacter succinogenes, Ruminococcus albus,

Ruminococcus flavefaciens, Butytrivibrio fibrisolvens (Lynd et al., 2002).

Lind et al. (2002) menambahkan pada kondisi aerob, bakteri

pendegradasi selulosa didominasi oleh bakteri dari ordo Actinomycetales

(phylum Actinobacteria), sedangkan pada kondisi anaerob didominasi

oleh ordo Clostridiales (phylum Firmicutes) (Tabel 3.2).

Perez et al. (2002) mengungkapkan bahwa aktivitas selulolitik

bakteri dilakukan secara ekstraseluler melalui dua sistem, yaitu: 1) Sistem

hidrolitik, melalui produksi enzim hidrolase yang merombak selulosa dan

hemiselulosa, dan 2) Sistem oksidatif dan sekresi lignase ekstraseluler

melalui depolimerisasi lignin. Lebih lanjut diungkapkan perombakan

selulosa secara enzimatis berlangsung karena adanya kompleks enzim

selulase bersifat spesifik untuk menghidrolisis ikatan β-1,4-glikosidik, rantai

selulosa dan derivatnya. Lynd et al. (2002) mengungkapkan terdapat

tiga (3) tife enzim selulase yang utama yaitu 1) Endo-glukanase/1,4-β-D-

glucan-4-glucanohydrolase (EC 3.2.1.4), 2) Eksoglukanase terdiri atas 1,4-

β-D-glucan glucanohydrolase/cellodextrinase (EC 3.2.1.74) dan 1,4-β-D-

glucan cellobiohydrolases/cellobiohydrolase (EC 3.2.1.91), dan 3) β-

glukosidase/ β-glucoside glucohydrolase (EC 3.2.1.21).

Gambar 3.8 Proses Degradasi Selulosa menjadi Glukosa (Lynd et al., 2002)

[-35-]

β

β

β

β β β

① β ② β ③β④ ⑤ ⑥

Page 47: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-34-]

β

β

β β

β

β

[-35-]

Perez et al. (2002) menunjukkan bahwa perombakan selulosa oleh

bakteri selulolitik berlangsung melalui beberapa tahap. Tahap pertama

adalah menguraikan polimer selulosa secara random/acak oleh enzim

carboxymethil celulase/CMC-ase atau endo β-1,4 glukanase dengan cara

memecah ikatan β 1-4 yang ada di dalam struktur selulosa

kristalin/amorf sehingga terbentuk ujung rantai yang baru (oligodekstrin).

Tahap kedua adalah penguraian selulosa dari ujung pereduksi dan non-

pereduksi oleh eksoglukanase (selodektrinase dan selobiohydrolase)

melalui pemotongan ujung-ujung rantai selulosa sehingga menghasilkan

disakarida dan tetrasakarida (selobiosa). Tahap ketiga (terakhir) adalah

tahap penguraian selobiosa menjadi glukosa oleh enzim β-glukosidase

(Gambar 3.8).

Kirk (1983) menggambarkan proses degradasi selulosa secara lebih

mendetail yang melibatkan kompleks enzim selulase yaitu; 1) enzim endo-

1.4-β-glukanase, 2) enzim ekso-1.4-β-glukanase, 3) enzim β-glukosidase, 4)

enzim glukosa oksidase, 5) enzim selubiosa oksidase, dan 6 ) enzim

sellubiosa quinon oksidoreduktase dengan mekanisme kerja seperti

ditunjukkan pada Gambar 3.9

Gambar 3.9 Mekanisme Kerja Enzim dalam Perombakan Selulosa [ ①endo endo-1.4-β-glukanase, ②ekso-1.4-β-glukanase, ③β-glukosidase,

④glukosa oksidase, ⑤selubiosa oksidase, dan ⑥sellubiosa quinon oksidoreduktase] (Kirk, 1983)

Lynd et al. (2002) mengungkapkan beberapa mikroorganisme

mampu menghasilkan multifunction glukanase yang terdiri dari

beberapa enzim selulase dan hemiselulase, sehingga konsep 1 (satu) enzim

Page 48: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-36-]

satu aktivitas tidak berlaku pada semua kasus. Ditambahkannya bahwa

multifunction protein adalah suatu protein enzim yang terdiri dari satu

tife (tife tunggal) dari suatu rantai polipeptida tetapi mempunyai

berbagai aktivitas katalitik/aktivitas enzimatis. Sebagai contoh; Cel A dari

Caldocellum saccharolyticum diidentifikasi menghasilkan 2 jenis selulase

yaitu endo-glukanase dan ekso-glukanase. XyIA dari Neocallimastrix

pantriciarum mempunyai dua kemampuan katalitik yang dominan

(Zhou et al., 1994 dalam Howard et al., 2003). Lynd et al. (2002)

menambahkan bahwa 1 spesies bakteri dapat memproduksi berbagai

jenis enzim, seperti Cellulomonas sp. paling sedikit memproduksi 6 enzim

endoglukanase dan paling sedikit 1 enzim eksoglukanase. Bakteri

thermofilus berfilamen yaitu Thernmobifida fusca juga menghasilkan 6

selulase yaitu 3 endoglukanase (E1, E2 dan E5), 2 eksoglukanase (E3 dan E6)

dan 1 selulase dengan aktivitas endoglukanase dan eksoglukanase

Leschine (1995) dan Kumar et al. (2008) mengungkapkan bahwa

dalam kondisi anaerob, kompleks enzim selulase (endo-glukanase, ekso-

glukanase maupun glukosidase) serta enzim pendegradasi komponen

serat kasar lainnya diorganisir kedalam multiprotein enzim yang disebut

“cellulosome/selulosom” yang bekerja secara sinergis dalam hidrolisis

selulosa kristalin (Gambar 3.10). Komponen utama dan aksi katalitik dari

selulosom Clostridium thermocellum disajikan pada Tabel 3.3.

Gambar 3.10. Komponen Multi Protein Enzim Selulosom dari Bakteri dan Pola

Perombakan Komponen Selulosa (Kumar et al., 2008)

[-37-]

Page 49: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-36-]

[-37-]

Kumar et al. (2008) mengemukakan bahwa kompleks enzim

selulase dalam formasi selulosom memungkinkan aktivitas enzim

pendegradasi serat dinding sel akan bekerja terpadu dengan sinergisisme

yang optimal di dekat sel bakteri. Formasi selulosom juga mempercepat

pemanfaatan produk hidrolisis sehingga keberlangsungan/kontinyuitas

perombakan selulosa dan serat dinding sel lainnya oleh kompleks enzim

selulase akan terjaga dan efisien. Formasi selulosom dari Clostridium

thermocellum merupakan salah satu contoh yang mempunyai efisiensi

tinggi dalam mendegradasi selulosa mikrokristalin (Lamed dan Bayer,

1988 dalam Kumar et al., 2008). Struktur selulosom dari C. thermocellum

terdiri dari protein scaffoldin nonkatalitik (CipA) multi-modular,

mengandung sembilan cohesins, empat module-X dan modular pengikat

selulosa/cellulose binding module/CBM. Scaffoldin bergerak ke dinding sel

melalui kohesin domain tipe II. Terdapat 22 module katalitik terdiri atas 9

module dengan aktivitas endoglucanase (CelA, CelB, CelD, CelE, CelF,

CelG, CelH, CelN, CelP), 4 module beraktivitas exoglucanase (CbhA, CelK,

CelO, CelS), 5 menunjukkan aktivitas hemiselulase (XynA, XynB, XynV,

XynY, XynZ), 1 dengan aktivitas chitinase (ManA) dan 1 dengan aktivitas

lichenase (LicB). Modula ini memiliki gugus-gugus dockerin yang dapat

berhubungan dengan kohesin protein CipA untuk membentuk selulosa

Tabel 3.3 Komponen Selulosom dari Clostridium termocellum

Komponen Selulosom

Deskripsi/Peranan Komponen Selulosom

Deskripsi/Peranan

CipA (c) Scafooldin XynA; XynU Xylanase CelJ Selulase CelD Endoglukanase CbhA Cellobiohidrolase XynC Xylanase XynY Xylanase XynD Xylanase CelH Endoglukanase ManA Mannanase CelK Cellobiohydrolase CelT Endoglukanase XynZ Xylanase CelB Endoglukanase CelE Endoglukanase CelG Endoglukanase CelS (c) Eksoglukanase CseP (Belum diketahui) CelF Endoglukanase ChiA Chitinase CelN Endoglukanase CelA Endoglukanase CelQ Endoglukanase XynB; XynV Xylanase CelO Cellobiohydrolase LicB Lichenase Sumber: Kumar et al., 2008

Page 50: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-38-]

Multi protein enzim selulosom dapat diproduksi oleh 1 mikroba

dan/atau multi kultur mikroorganisme. Leschine (1995) telah

menguraikan aktivitas kerja multi protein enzim selulosom yang

dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme yang disajikan pada Gambar

3.11. Mikroba selulolitik menghasilkan enzim yang mendepolimerisasi

selulosa, sehingga menghasilkan selobiose, selodekstrin, dan beberapa

glukosa. Gula-gula ini segera difermentasi oleh bakteri sakariolitik dan

selulolitik lainnya sehingga konsentrasi selobiosa kembali rendah sehingga

mencegah penghambatan kerja sistem kompleks enzim selulase akibat

penumpukan produk hidrolisis selulosa (selobiosa). Enzim nonselulolitik

pendegradasi selobiosa memainkan peran penting pada proses ini dan

menghasilkan CO2, H2, asam organik (asetat, propionat, butirat), dan

alkohol. Sangat sedikit H2 lolos ke atmosfir karena langsung

dimanfaatkan oleh methanogenes/homoacetogenes. Methanogenes

menggunakan H2 untuk mengkonversi CO2 menjadi CH4, sedangkan

homoacetogenes menggunakan H2 untuk mengkonversi CO menjadi

asetat. Asetat dan/atau asam organik lain (seperti asam format) akan

digunakan oleh beberapa spesies metanogenik untuk membentuk CH4

dan CO2. Bakteri sintrofik memegang peranan dalam konversi selulosa

menjadi CH4 dan CO2. Mikroba ini memfermentasi asam lemak seperti

propionat, butirat, atau alkohol membentuk asetat, CO2, dan H2, namun

bakteri sintrofik tumbuh sangat lambat, sehingga fermentasi VFA

merupakan faktor pembatas laju perombakan selulosa secara anaerob.

Lynd et al. (2002) menambahkan bahwa pada kondisi anaerob

obligat/strictly anaerobic (kondisi total tanpa oksigen), bakteri selulolitik

memproduksi glukosa 1 fosfat (G-1-P) melalui aktivitas cellobiose

phosphorylase (CbP) dan cellodextrin phosphorylase (CdP) yang

dimetabolisme menjadi glukosa 6 fosfat yang merupakan pusat dari

katabolisme gula pada jalur Embden-Meyerhoff. Semua spesies bakteri

tersebut memproduksi asam asetat dan CO2 dalam jumlah substansial,

sedangkan secara individual bervariasi yang sebagian besar merupakan

produk turunan dari hasil oksidasi intraseluler dari piridin nukleotida.

[-39-]

Page 51: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-38-]

[-39-]

Pada Clostridium sp. dan R. albus, etanol dan H2 adalah produk turunan

akhir utama pada lingkungan alami, dan asetil coenzim A (Acetyl-CoA)

adalah kunci asosiasi dengan flux karbon untuk produksi etanol dan

asetat. Bakteri rumen F. succinogenes dan Ruminococcus favefaciens

memproduksi suksinat dalam jumlah besar yang akan dikonversi oleh

bakteri lain menjadi propionat. Produksi suksinat terjadi melalui fiksasi

netto dari CO2 oleh phosphoenol piruvat/PEP carboxykinase yang

merupakan konversi lanjutan dari oksaloacetat menjadi malat dan

suksinat. Laktat diproduksi dalam jumlah besar oleh berbagai spesies

sakarolitik anaerobik yang umumnya bukan produk utama dari

selulolitik anaerobik yang mempunyai laju pertumbuhan yang relatif

lambat dalam gula terlarut. Suatu pengecualian ditunjukkan

Anaerocellum thermophilum yang mempunyai pertumbuhan lebih cepat

dibandingkan bakteri selulolitik lainnya, yang memproduksi laktat

sebagai produk akhir fermentasi selulosa.

Gambar 3.11 Perombakan Anaerob dari Selulosa oleh Konsorsium Mikroba

Kemampuan degradasi selulosa berbagai bakteri bervariasi yang

dipengaruhi oleh jenis/spesies, substrat maupun lingkungan. Petre et al.

(1999) mengungkapkan bahwa kemampuan mikroba selulolitik

merombak/mendegradasi selulosa dipengaruhi oleh berbagai faktor

yaitu; (1) ukuran dan permeabilitas enzim selulolitik dan molekul lain

Page 52: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-40-]

yang terlibat dalam kaitannya dengan sifat ukuran dan permukaan dari

fibril/serat sel dan ruang antara mikrofibril dan molekul selulosa dari

daerah/bagian amorf, (2) derajat kristalinitas selulosa, (3) dimensi/ukuran

sel selulosa, (4) konformasi dan kekakuan stereoskopis unit

anhidroglukosa; (5) derajat polimerisasi molekul selulosa; dan (6) sifat

komponen dimana selulosa berikatan. Ditambahkannya bahwa tingkat

kristalinitas selulosa merupakan salah satu parameter utama yang

mempengaruhi laju degradasi enzimatis. Oleh karena itu, tingkat

degradasi merupakan fungsi dari sifat permukaan selulosa yang

memungkinkan akses enzim ke molekul polimer.

3.2.3 Bakteri Lignoselulolitik dalam Perombakan Hemiselulosa

Degradasi hemiselulosa merupakan proses pemecahan polimer

hetero polisakarida menjadi molekul lebih sederhana. Proses ini

menghasilkan monomer yang mengandung glukosa, mannosa, galaktosa,

xilosa, arabinosa dan 4-0 methyl-glukoronik, D-galacturonic dan D-

glukoronik (Perez et al., 2002).

Beg et al. (2001); Perez et al. (2002); Howard et al. (2003)

maupun Saha (2003) mengungkapkan bahwa mengingat komponen

utama dari hemiselulosa adalah xilan dan mannan, maka enzim yang

berperan penting dalam proses degradasi hemiselulosa adalah kompleks

enzim xylanase dan mananase. Lebih lanjut Saha (2003)

mengungkapkan bahwa degradasi secara total dari xilan membutuhkan

kompleks enzim yang bekerja secara sinergis, yaitu enzim endo-1,4-β-

xilanase, exo-xylanase, 1,4-β-xilosidase, dan beberapa enzim penunjang

seperti α-L-arabinofuranosidase, α-glucuronidase. acetylxylan esterase,

ferulic acid esterase, and p-coumaril esterase yang berperanan dalam

hidrolisis berbagai komponen xylan (Gambar 3.12-3.13), sedangkan untuk

mendegradasi mannan secara total membutuhkan adanya kompleks

mananase yang terdiri dari; endo-β-D-mannanase, exo-β-mannosidase, β-

D-glucosidase, acetyl mannan esterase, dan α-galactosidase untuk

[-41-]

β

β

β

β

β α

α α

α

Page 53: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-40-]

β

β

α α

β β β

α

[-41-]

memutus rantai utama dan rantai samping dari struktur bangun

mannanosa (Gambar 3.14-3.15).

Pada proses perombakan xylan, enzim endo-1,4-β-xylanase bertugas

menghidrolisis secara acak bangun utama ikatan β-1,4-xylosa dari

kerangka rantai silan, enzim ekso-β-xilanase menghidrolisis ujung

pereduksi dan non pereduksi ikatan β-1,4-xylosa menghasilkan

silooligomer/silooligosakarida (xylobiosa) yang selanjutnya akan

dihidrolisis menjadi unit silosa tunggal dan/atau xylooligosakarida rantai

pendek oleh β-silosidase. Enzim α-arabinofuranosidase menghidrolisis

ujung nonpereduksi α-arabinofuranosa dari arabinoxylan, Enzim α-D-

glukoronidase menghidrolisis ikatan α-1,2-glikosidik dari asam 4-0-metil-

D-glukoronik rantai samping silan. Acetylxylan esterase menghidrolisis

rantai asetil ester pada acetyl silan, enzim kumaril esterase menghidrolisis

gugus kumaril ester pada xylan, sedangkan enzim feruril esterase

menghidrolisis gugus feruloil ester pada xilan. Olempska-Beer (2004)

menambahkan bahwa selanjutnya feruloil esterase akan menghidrolisis

ikatan ester antara substitusi arabinosa dan asam ferulik. Feruloil esterase

melepaskan hemiselulosa dari lignin sehingga lebih mudah didegradasi

hemiselulase lain.

Gambar 3.12. Degradasi Xylan secara Enzimatik (Sumber: Beg et al., 2001)

Dekker (1985) mengungkapkan bahwa senyawa kompleks xylan

seperti arabinoglucoronoxylan, arabinoxylan dan glukuronoxylan oleh

Page 54: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-42-]

enzym endo-β-xylanase dirombak menjadi oligosakarida mengandung

xylosa. Selanjutnya oleh endo-β-xylanase, β-D-xylosidase, α-L-

arabinosidase dan α-D-glukuronidase akan dirombak menjadi xylosa,

arabinosa, dan asam glukuronat. Disamping itu enzim α-L-arabinosidase

dan α-D-glukoronidase dapat pula merombak senyawa kompleks

arabinoglucoronoxylan, arabinoxylan dan glukuronoxylan menjadi

arabinosa dan asam glukoronat atau menjadi xylan yang selanjutnya

dirombak oleh endo-β-xylanase menjadi oligosakarida mengandung

xylosa. Selanjutnya enzim endo- β-xylanase dan β-D-xylosidse menjadi

xylosa (Gambar 3.13).

Gambar 3.13 Skema Biodegradasi Xylan (Sumber: Dekker, 1985)

Perombakan total senyawa mannanosa dari hemiselulosa

membutuhkan kompleks enzim mananase yang terdiri dari; β-D-

mannanase (EC 3.2.1.78) (terdiri dari tyfe endo-β-D-mannanase dan ekso-

β-D-mannanase), exo-β-mannosidase (EC 3.2.1.25), α-galactosidase (EC

ARABINOGLUCORONOXYLANS ARABINOXYLANS

GLUCORONOXYLANS

XYLOSE – OLIGOSACCHARIDES OF MIXED CONSTITUTION

XYLOSE ARABINOSE

GLUCORONIC ACID

XYLAN OF LOW DS

ARABINOSE GLUCORONIC ACID

XYLOSE – OLIGOSACCHARIDES SOME OF MIXED CONSTITUTION

XYLOSE

α-L-arabinosidase α-D-glucoronidase

endo-β-xylanase

endo-β-xylanase

endo-β-xylanase β-D-xylosidase

endo-β-xylanase

β-D-xylosidase

α-L-arabinosidase

α-D-glucoronidase

[-43-]

β

β

β

β

β

β

α

α β

α

Page 55: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-42-]

β

β β α

α

α

α

β

β β

β

β

β β α

αα β

β

ββ

ββ

αα

[-43-]

3.2.1.22), β-D-glucosidase (EC 3.2.1.21), dan acetyl mannan esterases (EC

3.1.1.6) untuk memutus rantai utama dan rantai samping dari struktur

bangun mannanosa (Dekker, 1985; Hagglund, 2002; Yeoman et al., 2010;

Zyl et al., 2010; Shimizu et al., 2015) (Gambar 3.14). Enzim endo β-D-

mananase menghidrolisis secara acak bagian tengah ikatan β-1,4 dari

mannan, galaktomannan dan/atau glukomannan. Enzim β-mannosidase

(dikenal dengan β-1,4-D-mannoside mannohydrolase) mengkatalisis

hidrolisis unit mannose dari rantai samping ikatan mannosida

nonpereduksi. Hagglund (2002) menambahkan bahwa beberapa enzim

β-mannosida mempunyai aktivitas aktif baik pada rantai glukosida

maupun mannosida serta mampu mendegradasi manno-oligosakarida

rantai panjang. Enzim α-galactosidase berperanan memutuskan ikatan

α-1,6 non pereduksi unit residu galaktosa. Enzim β-D-glucosidase

berperanan sebagai katalis pada hidrolisis terminal non pereduksi dari

residu glukosa dari oligosakarida, sedangkan enzim acetyl mannan

esterases berperanan dalam degradasi acetil heteromannan. Zyl et al.

(2010) menambahkan enzim ini mengkatalisis hidrolisis gugus acetil dari

berbagai substrat.

Gambar 3.14 Degradasi Mannan Secara Enzimatik (Sumber: Zyl et al., 2010)

Dekker (1985) menunjukkan alur degradasi senyawa kompleks

mannan secara enzimatis yang dimulai dengan adanya aktivitas enzim α-

Page 56: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-44-]

D-galaktosidase dan/atau endo β-mannanase yang merombak senyawa

kompleks glukomannan atau galaktoglukomannan, dimana enzim α-D-

galaktosidase akan memecah glukomannan atau galaktoglukomannan

menjadi galaktosa dan glukomanan, yang kemudian dilanjutkan oleh

enzim endo-β-mannanase yang merombak glukomannan menjadi

mannosa oligosakarida yang selanjutnya akan dipecah kembali menjadi

mannosa dan glukosa oleh kerja enzim endo-β-mannanase, β-D-

glucosidase dan β-D-mannosidase. Disamping itu glukomannan dan/atau

galaktoglukomannan akan dirombak menjadi mannosa-oligosakarida

oleh enzim endo-β-mannanase yang selanjutnya diuraikan menjadi

komponen penyusunnya yaitu mannosa, glukosa dan galaktosa oleh

aktivitas enzim endo-β-mannanase, β-D-glukosidase, α-D-mannosidase

dan β-D-mannosidase (Gambar 3.15).

Gambar 3.15. Skema Biodegradasi Mannanosa (Sumber: Dekker, 1985)

Berbagai mikroorganisme mampu menghasilkan enzim

pendegradasi hemiselulosa (hemiselulase), antara lain Trichoderma,

Aspergillus, Bacillus sp, Aeromonascaviae, Neurospora sitophila,

Cryptococcus, Chaetomium, Humicola, Talaromyces, Clostridium sp, dll

(Chandel et al., 2007). Howard et al. (2003) menunjukkan bakteri

α-d-galactosidase

endo-β-mannanase

GALACTOGLUCOMANNANS GLUCOMANNANS

endo-β-mannanase

MANNOSE OLIGOSACCHARIDES OF

MIXED CONSTITUTION

MANNOSE

GLUCOSE

GALACTOSE

GALACTOSE GLUCOMANNAN

endo-β-mannanase

β-D-glucosidase

β-D-mannosidase

MANNOSE GLUCOSE

MANNOSE OLIGOSACCHARIDES OF

MIXED CONSTITUTION endo-β-mannanase

β-D-glucosidase

α-D-mannosidase

β-D-mannosidase

[-45-]

α α

β β

α

β β

β β

β β

α

β

β

α α

β

Page 57: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-44-]

β

α

β

β β

β

β

β β α

β

α

β

β

OF

βββ

β

βαβ

[-45-]

dengan aktivitas hemiselulase tinggi yaitu; Clostridium stercoratium,

Thermoanaerobacter ethanolicus, Pyrococcus furiosus, Bacillus pumilus, B.

subtilis, B. polymyxa, E. coli, Fibrobacter succinogenes (Tabel 2.7).

Tabel 3.4 Isolat Bakteri dan Aktivitas Enzim Hemiselulase yang Dihasilkan

Organisme 1 Enzym Substrat Aktivitas Enzim (µmol/menit/mg)

Suhu Optimum

(oC)

pH optimum

Clostridium stercorarium

Feruloyl esterase

Ethyl Ferulate 88 65 8

Clostridium stercorarium

α-L-arabino furanosidase

alkyl-α-arabino furanoside / /

883 NA NA

Thermoanaero-bacter ethanolicus

β-1,4-xylosidase o-nitrophenyl-β-D-xylopyranosida

1073 93 6

Thermoanaero-bacter saccharolyticum

α-glucuronidase 4-O-methyl-glucuronosyl-xylotriose

9,6 50 6

Pyrococcus furiosus Exo-β-1,4-mannosidase

p-nitrophenyl-β-D-galactosida

31,1 105 7,4

Bacillus pumilis Endo 1,4-β–Xylanase

β -1,4-D-Xylan 1780 40 6,5

Bacillus polymyxa β-Glucosidase 4-nitrophenyl-β-D-glucopyranosida

2417 NA NA

Escherichia coli α-Galactosidase raffinose 27350 60 6,8 Fibrobacter

succinogenes Acetyl xylan esterase

Acetyl xylan 2933 NA NA

Bacillus subtilis endo-β-1,4-mannanase

kompleks mannans

514 NA NA

Bacillus subtilis mannan endo-1,4-β-mannosidase

kompleks mannans

514 50 – 60 5 – 7

Bacillus subtilis Endo-α-1,5- arabinanase

1,5-α-L-arabinan 429 60 6 – 8

Bacillus subtilis Endo-galactanase

arabinogalactan 1790 48 6

Bacillus subtilis2 xylanase Birchwood and oat spelt xylan

36633,4 60 5,8

Bacillus sp. SN52 xylanase Beechwood xylan 4511,9 55 7,5

Bacillus brevis ATCC 82462

xylanase Jerami gandum 4380 55 7,0

Paenibacillus macerans IIPSP32

xylanase Beechwood xylan 4170±23,5 60 4,5

Paenibacillus sp. NF12

xylanase oatspelt xylan 3081,05±4,12 60 6,0

Bacillus licheniformis3

β-mannanase glucomannan 251,41 NA NA

Sumber: 1Howard et al. (2003),2Kalim et al. (2015); 3Ge et al. (2016), Keterangan: NA=Non-Analysis/Tidak dianalisis

Lee et al. (1985) mengungkapkan dari 20 strain Clostridium sp.

diketahui C.acetobutylicum NRRL B527 dan ATCC 824 menghasilkan

Page 58: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-46-]

xilanase terbanyak. Strain NRRL B527 menghasilkan xilanase pada pH

5,2, sedangkan ATCC 824 menghasilkan xilanase, xilopiranosidase, dan

arabinofuranosidase pada kondisi anaerob. Marques et al. (1998)

melaporkan Bacillus sp. menghasilkan xylanase tahan panas dan alkali.

Ellis dan Magnuson (2012) melaporkan Anoxybacillus flavithermus

TWXYL3 menghasilkan xylanase tahan panas dan alkali.

Mikroorganisme pendegradasi hemiselulosa secara anaerobik telah

banyak diisolasi dari berbagai sumber/lingkungan anaerobik dan

beraktivitas melalui 3 tahapan utama, yaitu; 1) hidrolisis polimer

hemiselulosa oleh kompleks enzim hemiselulase menjadi senyawa

sederhana/monomer, 2) fermentasi senyawa monomer menjadi asam-

asam organik, H2 dan CO2, dan 3) konversi lanjutan dari asam-asam

organik, hidrogen dan CO2 menjadi methan (Gambar 2.25).

Gambar 3.16 Degradasi Hemiselulosa oleh Mikroorganisme Anaerobik

(Sumber; Candra et al., 2015)

Schyns (1997) mengungkapkan bahwa hidrolisis xilan oleh mikroba

anaerob pada rumen dan/atau saluran pencernaan hewan lainnya

memegang peranan penting dalam metabolisme nutrien mahluk hidup.

Ruminococcus, Butyrivibrio, Bacteriodes, Prevotella dan Fibrobacter sp.

Hemiselulosa

Monomer (xylosa, mannosa, dll)

Hidrolisis

VFA rantai pendek

(suksinat, laktat, alkohol)

H2 dan CO2

Asam Format Asam Asetat

Acetogenesis

Acidogenesis

CH4 dan CO2

Methanogenesis

[-47-]

Page 59: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-46-]

ll)

is

s

[-47-]

adalah bakteri rumen yang mempunyai aktivitas xylanolitik dan

berbagai enzim xylanolitik dari mikroba tersebut telah berhasil diisolasi.

Lebih lanjut diungkapkan bahwa Fibrobacter succinogenes diketahui juga

menghasilkan enzim xylanase yaitu acetyl xylan esterase, gluccurosidase,

arabinofuranosidase, dan ferulic acid esterase. Produk fermentasi utama

dari F. succinogenes adalah suksinat, asetat, format dan CO2. Zorec et al.

(2014) mengungkapkan bakteri rumen Prevotella bryantii dan

Pseudobutyrivibrio xylanivorans menghasilkan xylanase dengan efisiensi

tinggi serta potensial sebagai probiotik pakan atau fermentor biogas.

Kalim et al. (2015) mengungkapkan bahwa mikroba dan/atau enzim

xylanase yang dihasilkan mempunyai peranan penting dalam dunia

industri baik sebagai penghasil bioetanol, pakan ternak, suplemen

makanan xylo-oligosakarida/XOS, produksi kertas, industri kue, produksi

xylitol, minuman segar/bir.

Page 60: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-48-]

BAB IV. RUMEN SEBAGAI SUMBER BAKTERI

LIGNOSELULOLITIK

4.1 Potensi Rumen Sebagai Sumber Bakteri Lignoselulolitik

Rumen merupakan salah satu bagian dari lambung ganda ternak

ruminansia (Gambar 4.1) yang mengandung berbagai mikroba seperti

dari bakteri, protozoa dan fungi (Arora, 1995) dan menghasilkan

berbagai enzim pendegradasi serat (Hungate, 1966). Kamra (2005)

mengungkapkan mikroba rumen ruminansia di daerah tropis yang

mengkonsumsi pakan kaya serat terdiri dari bakteri (1010–1011 sel/ml,

terdiri dari 50 genus), protozoa bersilia (104–106/ml, terdiri dari 25 genus),

dan fungi anaerob (103-105 zoospore/ml, terdiri dari 5 genus).

Gambar 4.1 Rumen Sapi Bali dan komponen saluran cerna lainnya (Kiri), isi

rumen sapi bali (kanan)

Perez et al. (2002) mengungkapkan dalam rumen terdapat

berbagai bakteri pendegradasi lignoselulosa. Bakteri Pseudomonas,

Flavobacterium dan Bacillus mempunyai kemampuan mendegradasi

senyawa lignin secara anaerobic. Akin dan Benner (1988)

mengungkapkan bakteri rumen mempunyai aktivitas cukup tinggi

dalam merombak lignin menjadi gas terutama gas methan. Bakteri

pendegradasi selulosa merupakan kelompok bakteri dengan jumlah dan

komposisi terbanyak dalam rumen. Bakteri selulolitik dalam rumen

antara lain Fibrobacter succinogenes, Ruminococcus flavafaciens,

Ruminococcus albus, Clostridium lochheadii, Eubacterium cellulosolvens

dan Butyrifibrio fibrisolvens, sedangkan bakteri yang berfungsi sebagai

[-49-]

Page 61: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-48-]

[-49-]

pendegradasi hemiselulosa dalam rumen antara lain Butirifibrio

fibrisolvens, Bacteroides ruminocola, dan Ruminococcus amylolytica

(Weimer et al., 1999). Selain kelompok bakteri pendegradasi lignoselulosa,

dalam rumen terdapat pula bakteri pendegradasi gula antara lain

Triponema bryantii, Lactobacillus ruminus serta bakteri pendegradasi

protein antara lain Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis. Hasil

penelitian Suardana et al. (2007) menunjukkan dari cairan rumen sapi

bali dapat diisolasi bakteri asam laktat (BAL) dengan kemampuan

antimikroba yang cukup luas baik untuk bakteri gram positif maupun

gram negatif, yaitu isolat SR21 (Lactococcus lactis spp lactis 1) dan isolat

SR54 (Lactobacillus brevis 1). Chiquette (2009) mengungkapkan dalam

saluran pencernaan ruminansia terdapat berbagai bakteri probiotik dan

penghasil asam laktat dari golongan Lactobacillus sp. (L. acidophillus, L.

casei, L. crispatus, L. gallinarum, dll) dan Bifidobacterium sp. (B.

adolescentis, B. breve, B. lactis, dll), bakteri asam laktat lain (Enterococcus

faecalis, Lactococcus lactis, Leuconostoc mesenteroides) dan bakteri non

laktat (Bacillus cereus, Propionibacterium freudenreichii).

Pada umumnya kelompok bakteri lignoselulolitik akan dominan

pada rumen bila ternak mengkonsumsi hijauan/pakan kaya serat. Tiga

spesies bakteri selulolitik yaitu Ruminococcus flavifaciens, Fibrobacter

succinogenes dan Ruminococcus albus bersifat kompetitif dalam rumen.

Dalam kondisi jumlah substrat cukup tersedia, ketiga spesies tersebut

terdapat dalam jumlah hampir seimbang tetapi bila jumlah substrat

terbatas populasi Ruminococcus flavifaciens akan lebih tinggi

dibandingkan Fibrobacter succinogenes dan Ruminococcus albus (Chen

dan Weimer, 2001). Namun hasil penelitian Berra-Maillet et al. (2004)

menunjukkan bahwa populasi Fibrobacter succinogenes adalah paling

besar di dalam rumen sapi dan domba.

Adanya berbagai mikroba khususnya bakteri lignoselulolitik dan

diantaranya tergolong bakteri penghasil asam laktat yang mempunyai

sifat anti mikroba yang cukup luas dengan berbagai enzim pendegradasi

dinding sel merupakan faktor utama yang menyebabkan limbah isi

Page 62: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-50-]

rumen sangat potensial dimanfaatkan sebagai fermentor/biokatalis

maupun feed suplemen berprobiotik. (Dewi et al., 2013; Mudita et al.,

2009;2010; 2012; 2013; Putri et al., 2009).

Penelitian Mudita et al. (2009; 2013); Putri et al. (2009) dan Wibawa

et al. (2009; 2010; 2011) menunjukkan limbah isi rumen kaya bakteri

pendegradasi serat dan dapat diproduksi menjadi biobiokatalis/feed

suplemen ransum berbasis limbah pertanian. Penelitian Mudita et al.

(2009) menunjukkan penggunaan 5-20 % cairan rumen mampu

menghasilkan biokatalis dengan populasi total bakteri 9,51–9,73 x 109CFU

dan bakteri selulolitik 7,67 – 8,07 x 109CFU. Putri et al (2009)

mengungkapkan limbah rumen sapi bali dapat dimanfaatkan sebagai

sumber biokatalis dalam proses fermentasi ransum berbasis limbah

nonkonvensional karena mengandung berbagai mikroba dan enzim

pendegradasi serat kasar. Dewi et al. (2013) juga mengungkapkan

pemanfaatan 20 - 80% limbah isi rumen menghasilkan feed suplemen

dengan kandungan total bakteri 2,98 – 3,33 x 108 CFU dan bakteri

selulolitik 2,5 – 2,87 x 108 CFU.

Pemanfaatan limbah padat/cair dari rumen yang kaya berbagai

mikroba sebagai biokatalis dan/atau suplemen akan meningkatkan

kualitas pakan/ransum kaya serat, menurunkan kandungan serat kasar

termasuk senyawa lignoselulosa pakan, mengurangi kandungan senyawa

antinutrisi, meningkatkan kecernaan nutrien ransum/pakan serta mampu

menghasilkan produktivitas ternak lebih tinggi dengan emisi polutan

lebih rendah (Ginting, 2004; Kaiser, 1984; Dewi et al., 2013; Mudita et al.,

2009; 2010; 2013; Putri et al., 2009; Wibawa et al., 2011).

4.2 Isolasi Bakteri Lignoselulolitik dari Rumen Sapi Bali

Isolasi bakteri lignoselulolitik merupakan langkah yang harus

ditempuh untuk memperoleh isolat bakteri yang mempunyai

kemampuan mendegradasi senyawa lignoselulosa. Penggunaan medium

pertumbuhan spesifik mengandung substrat sumber energi dan/atau

karbon bagi bakteri lignoselulolitik (mengandung sumber lignin, selulosa

[-51-]

Page 63: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-50-]

[-51-]

dan hemiselulosa) merupakan hal terpenting untuk memastikan isolat

bakteri yang tumbuh merupakan isolat bakteri lignoselulolitik. Hal ini

mengingat setiap mikroba mempunyai spesifikasi dalam hal kebutuhan

energi (jenis mikroba fototrof/kemotropf), karbon (Litotrof/organotrof),

maupun nutrien spesifik lainnya (Info lebih lanjut, Lihat Buku Mikrobiologi

terkait Nutrisi untuk Pertumbuhan Mikroba). Untuk bakteri

lignoselulolitik sumber nutrien haruslah mengandung substrat sumber

lignin (misalkan bubuk lignin, lindi hitam, asam tanat, dll), sumber

selulosa (Carboxymethylcellulose/CMC, avicel mikro kristalin, kertas

whattmann, dll) serta sumber hemiselulosa (xylan dan/atau mannan).

Untuk medium pertumbuhan, hal terpenting yang harus

diperhatikan adalah kebutuhan nutrien bagi mikroba/bakteri yang akan

diisolasi. Formula medium pertumbuhan telah banyak dipublikasikan

salah satunya adalah formula medium pertumbuhan yang dirangkum

dalam Ogimoto dan Imai (Buku Atlas Rumen, Ogimoto dan Imai, 1981).

Disamping itu saat ini berbagai medium pertumbuhan bakteri telah

banyak beredar dipasaran, seperti nutrien broth dan/atau nutrien agar

(untuk mikroba/bakteri umum/tdk selektif), lactose broth (untuk deteksi

coliform, Salmonella, untuk mengetahui fermentaasi laktosa oleh

bakteri), MRSA (deMann Rugosa Sharpe Agar) (untuk bakteri

Lactobacillus), Eosin Methylene Blue Agar/EMBA, Trypticase Soy

Broth/TSB, plate count agar/PCA, thiglicolat, dll.

Prosedur isolasi bakteri lignoselulolitik dari isi/cairan rumen sapi bali dapat

dilakukan dengan langkah-langkah, yaitu dimulai dengan persiapan

sumber isolat serta medium penumbuhan bakteri, dengan rincian yaitu:

1. Pengambilan dan penyiapan sampel sumber isolat bakteri (isi/cairan

rumen sapi bali), dilakukan dengan cara sampel isi/cairan rumen

diambil sesegera mungkin setelah sapi bali dipotong dan saluran

pencernaan (khususnya rumen) telah dikeluarkan dari ringga perut.

Isi/cairan rumen diambil dan segera dimasukkan kedalam wadah

gelas yang berpenutup yang sebelumnya telah diseterilisasi dan disi air

Page 64: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-52-]

panas untuk penyesuaian suhu dan mengurangi kontak dengan

udara/oksigen bagi sampel. Sampel isi/cairan rumen segera dibawa ke

laboratorium (Gambar 4.2). Di Laboratorium, sampel disaring dan

dimasukkan kedalam beaker gelas/erlenmeyer/wadah lainnya.

Sampel cairan rumen dimanfaatkan sebagai sumber isolat bakteri

Rumen dikeluarkan dari perut ternak Isi rumen ternak sapi bali

Sampel isi/cairan rumen sapi bali Sampel Cairan rumen sumber isolat

Gambar 4.2 Pengambilan Sampel Cairan/Isi Rumen Sapi Bali

2. Pembuatan ekstrak cairan rumen sebagai sumber nutrien.

Pemanfaatan cairan rumen sapi bali sebagai sumber nutrien

diperlukan selain untuk mendapatkan kandungan nutrien dari sampel

juga untuk menyesuaikan lingkungan dalam medium pertumbuhan

dengan kondisi riil dari rumen ternak. Hal ini diperlukan untuk

memudahkan adaptasi bagi bakteri lignoselulolitik yang akan diisolasi

dari sampel cairan rumen sapi bali.

Pembuatan sumber nutrien dari ekstrak cairan rumen dilakukan

dengan cara mensentrifuse cairan rumen pada kecepatan 4000 rpm

selama 15 menit, selanjutnya diambil supernatannya dan dipindahkan

dalam beaker gelas. Supernatan cairan rumen yang diperoleh

disterilisasi selama 15 menit pada suhu 121oC. Supernatan cairan rumen

[-53-]

Page 65: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-52-]

[-53-]

steril siap dimanfaatkan sebagai sumber nutrien bagi medium

pertumbuhan isolat (Gambar 4.3).

Gambar 4.3 Produksi Ekstrak Cairan Rumen sebagzi Sumber Nutrien

3. Pembuatan larutan pengencer sampel sumber isolat bakteri

Larutan pengencer untuk kegiatan isolasi bakteri lignoselulolitik

dari cairan rumen sapi bali dibuat mengikuti formula medium No. 14

Bryant and Burkey (Ogimoto dan Imai, 1981), yaitu dengan komposisi

7,5 ml mineral I, 7,5 ml mineral II, 0,05 g HCl-cystein, 0,3 g Na2CO3, 0,1

ml larutan rezasurin 0,1%, 100 ml H2O.

Pembuatan larutan Mineral I

Pembuatan Larutan Mineral II

Pembuatan Larutan Pengencer

Gambar 4.4. Pembuatan Larutan Mineral I, Mineral II dan Larutan Pengencer

Page 66: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-54-]

Larutan mineral baik mineral I maupun mineral II dibuat

mengikuti formula No. 32 Bryant and Burkey (Ogimoto and Imai,

1981). Mineral I dibuat dengan cara mencampur 6 g K2HPO4 dalam 1

liter aquades. Sedangkan Mineral II dibuat dengan melarutkan yang 6

g KH2PO4, 12 g (NH4)2SO4, 12 g NaCl, 2,5 g MgSO47H2O, 1,2 g CaCl2

dalam 1 liter aquades. Pencampuran larutan dilakukan menggunakan

stirer. Setelah tercampur homogen, dilakukan disterilisasi selama 15

menit pada suhu 121oC (Gambar 4.4).

Pembuatan larutan pengencer dilakukan dengan cara seluruh

bahan dari formula larutan pengencer yaitu 7,5 ml mineral I, 7,5 ml

mineral II, 0,05 g HCl-cystein, 0,3 g Na2CO3, 0,1 ml larutan rezasurin

0,1%, dan 100 ml H2O dicampur hingga homogen dalam tabung

enlenmeyer (dapat dibantu dengan stirer dalam proses

pennghomogenannya). Kemudian dilanjutkan dengan proses sterilisasi

pada autoklaf dengan temperatur 121oC selama 15 menit. Setelah

larutan pengencer dingin, larutan pengencer siap dimanfaatkan.

4. Pembuatan Medium Cair untuk Penumbuhan Bakteri Lignoselulolitik

Medium cair untuk penumbuhan awal bakteri lignoselulolitik

(lignolitik, selulolitik dan/atau silanolitik) dibuat menggunakan

metode Hungate (Medium No. 6 dalam Ogimoto dan Imai, 1981)

dengan substrat yang disesuaikan dengan jenis bakteri yang akan

ditumbuhkan yaitu substrat lignoselulosa (gabungan Carboxy Methyl

Celulosa/CMC, asam tanat, dan xylan) untuk menumbuhkan bakteri

lignoselulolitik, substrat asam tanat untuk menumbuhkan bakteri

lignolitik, substrat CMC untuk menumbuhkan bakteri selulolitik, dan

substrat xylan untuk menumbuhkan bakteri xylanolitik.

Medium cair untuk penumbuhan bakteri dibuat dengan cara

setiap 1,5 liter medium mengandung 600 ml cairan rumen, 1,5 ml

rezasurin 0,1%, 225 ml larutan mineral I, 225 ml larutan mineral II, dan

7.5 g substrat (disesuaikan dengan jenis medium selektif yang akan

dibuat). Semua bahan tersebut dimasukkan ke dalam tabung

[-55-]

Page 67: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-54-]

[-55-]

erlenmeyer 1500 ml dan dipanaskan sambil dihomogenkan pada stirer

pada T 100oC selama 5 menit untuk menghomogenkan campuran.

Selanjutnya ditambahkan 48,45 ml Na2CO3, 25,05 ml HCl-cistein 3%

(w/v) dan air/aquades hingga volumenya 1,5 liter dan dihomogenkan

kembali. Medium kemudian dituangkan kedalam tabung reaksi

(yang sebelumnya telah disterilisasi) sebanyak 4 ml per tabung dan

disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit (Gambar 4.5).

Penimbangan Bahan Medium Penghomogenan Medium

Medium Cair Pertumbuhan Bakteri Medium Padat Pertumbuhan Bakteri

Gambar 4.5 Pembuatan Medium Cair dan Padat untuk Pertumbuhan Bakteri Lignoselulolitik

5. Pembuatan Medium Padat untuk Menumbuhkan Bakteri

Lignoselulolitik

Medium padat untuk penumbuhan lebih lanjut bakteri

lignoselulolitik (untuk kegiatan isolasi, seleksi dan evaluasi) dilakukan

dengan prosedur kerja dan bahan yang sama dengan pembuatan

medium cair, hanya ditambahkan 20 g bacto agar pada tiap 1 liter

medium untuk memadatkan. Substrat yang dipakai disesuaikan

dengan jenis bakteri yang akan ditumbuhkan (Gambar 4.5).

Page 68: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-56-]

Setelah sumber isolat dan medium penumbuhan bakteri lignoselulolitik

disiapkan, dilanjutkan dengan kegiatan operasional isolasi bakteri, yaitu:

1. Pengenceran Sampel Sumber Isolat

Pengenceran sampel dilakukan untuk memudahkan isolasi

bakteri, mengingat sumber isolat (cairan rumen) sangat kaya akan

berbagai mikroba. Melalui kegiatan ini isolat bakteri akan lebih

mudah dipilih/diisolasi karena populasinya dalam larutan sampel telah

diturunkan jumlahnya.

Pengenceran sampel dilakukan dengan cara, yaitu sampel yang

telah dipreparasi diencerkan berseri menggunakan larutan pengencer

yang telah disiapkan (Medium No. 14, Bryant and Burkey dalam

Ogimoto dan Imai, 1981). Kegiatan pengenceran sampel dilaksanakan

dalam laminar air flow secara aseptis dalam kondisi anaerob (dengan

penyemprotan gas CO2). Pengenceran pertama (101) dilakukan

dengan cara mengambil sebanyak 1 ml sampel sumber isolat (cairan

rumen atau ekstrak rayap) dimasukkan dalam 9 ml larutan

pengencer dalam tabung reaksi yang ditutup kapas. Larutan 10-1 ini

diaduk hingga homogen selanjutnya diencerkan kembali hingga 10-9.

2 Kegiatan Isolasi/Penanaman Bakteri

Kegiatan penanaman bakteri dilakukan dalam dua tahap yaitu

(1) penanaman sumber isolat bakteri dalam medium pertumbuhan

selektif cair dan (2) penanaman lanjutan dalam medium

pertumbuhan selektif padat (Gambar 4.6). Medium pertumbuhan

selektif yang dipergunakan disesuaikan dengan jenis bakteri yang

ditumbuhkan.

Penumbuhan awal sumber isolat bakteri dalam medium

pertumbuhan cair dilakukan dengan cara sebanyak 1 ml larutan

mikroba pada pengenceran 10-5, 10-7, dan 10-9 diinokulasikan segera

ke dalam tabung reaksi yang telah berisi medium pertumbuhan cair

(medium No. 6 dalam Ogimoto and Imai, 1981),sambil dialiri gas CO2.

Kemudian tabung reaksi ditutup rapat dan dihomogenkan. Tabung

reaksi yang telah berisi larutan mikroba dibungkus dengan kertas dan

[-57-]

Page 69: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-56-]

[-57-]

dimasukkan kedalam wadah berpenutup rapat dan disemprotkan

gas CO2. Selanjutnya diinkubasi secara anaerob pada suhu 39oC

selama 3 – 5 hari. Pertumbuhan koloni bakteri ditandai dengan

adanya larutan yang warnanya lebih keruh (seperti endapan) pada

bagian dasar/bawah tabung reaksi.

Penanaman Sumber Bakteri Pada Medium Selektif Cair

Penanaman Sumber Bakteri Pada Medium Selektif Padat

Gambar 4.6 Kegiatan Isolasi Bakteri Lignoselulolitik

Penumbuhan lanjutan bakalan isolat bakteri dilakukan dengan

cara memindahkan koloni bakteri yang telah tumbuh pada tabung

reaksi (bagian larutan yang warnanya lebih keruh) kedalam cawan

Page 70: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-58-]

petri dan diisi medium pertumbuhan padat (sesuai dengan jenis

bakteri yang ditumbuhkan). Selanjutnya cawan petri digoyang

perlahan hingga kultur dan medium dapat tercampur homogen.

Setelah medium memadat, cawan petri dibungkus dengan aluminium

poil dan dimasukkan ke dalam wadah plastik transfaran serta

disemprotkan gas CO2. Selanjutnya diinkubasi kembali selama 3 - 5

hari. Pertumbuhan koloni bakteri ditandai dengan adanya

pembentukan zone bening disekitar koloni bakteri. Koloni bakteri

yang tumbuh diambil untuk dimurnikan.

3. Pemurnian Isolat Bakteri Lignoselulolitik

Kegiatan pemurnian isolat bakteri dilakukan untuk memperoleh

isolat tungal/hanya terdiri dari satu jenis bakteri. Kegiatan pemurnian

isolat bakteri dilaksanakan dengan cara, yaitu koloni bakteri yang

tumbuh pada medium pertumbuhan padat cawan petri secara

individual dipilih dan dipindahkan kembali kedalam medium

pertumbuhan padat cawan petri dengan metode overlay (Lowe,

1986). Pemindahan koloni bakteri dilakukan dalam laminar air flow

menggunakan ose/kawat iridium platinum berujung bulat dengan

metode streak quadrant dalam kondisi anaerob (disemprotkan gas

CO2). Cawan petri selanjutnya diinkubasi pada suhu 39oC selama 3 - 5

hari dalam kondisi anaerob. Koloni bakteri yang tumbuh yang secara

visual/kasat mata menunjukkan koloni tunggal dipindahkan ke

dalam tabung reaksi yang telah berisi medium pertumbuhan bakteri

untuk diinkubasi (ditumbuhkan) kembali dan dievaluasi

kemurniannya dengan teknik pengecatan gram menggunakan Gram

Stain Kit Merk Pronadisa melalui pengamatan morfologi sel dan sifat

gram dari isolat bakteri yang telah diperoleh (Gambar 4.7). Isolat

bakteri yang telah murni dipilah, sedangkan yang belum, dimurnikan

kembali dengan teknik seperti langkah ke-3 (metode streak

quadrant).

[-59-]

Page 71: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-58-]

[-59-]

Pemurnian bakteri dalam cawan petri (a) dan dipindah ke tabung reaksi (b)

Evaluasi kemurnian isolat bakteri yang telah berhasil diisolasi

Gambar 4.7 Kegiatan Pemurnian Bakteri Pendegradasi Lignoselulosa Asal Cairan Rumen Sapi Bali

Berdasarkan hasil kegiatan isolasi bakteri lignoselulolitik dari cairan

rumen sapi bali yang penulis laksanakan, telah berhasil diisolasi 10 bakteri

pendegradasi lignoselulosa (lignoselulolitik), 4 bakteri pendegradasi lignin

(lignolitik), 6 bakteri pendegradasi selulosa (selulolitik), dan 8 bakteri

pendegradasi xylan (xylanolitik) yang pada awalnya diberi kode sesuai

dengan sumber isolat dan substrat media pertumbuhan (Tabel 4.1).

Tabel 4.1 Jumlah dan Jenis Bakteri Diisolasi dari Cairan Rumen Sapi Bali

No Jenis Isolat Bakteri Jumlah Isolat Bakteri yang Diisolasi dari

Cairan Rumen Sapi Bali

1 Bakteri Pendegradasi Lignoselulosa (Lignoselulolitik)

10 BR1

1LS2; BR2LS; BR3LS; BR4LS; BR5LS; BR6LS; BR7LS; BR8LS; BR9LS; BR10LS

2 Bakteri Pendegradasi Lignin (Lignolitik)

4 BR1LG3; BR2LG; BR3LG; BR4LG

3 Bakteri Pendegradasi Selulosa (Selulolitik)

6 BR1CL4; BR2CL; BR3CL; BR4CL; BR5CL; BR6CL

4 Bakteri Pendegradasi Xylanosa (Xylanolitik)

8 BR1XY5;BR2XY;BR3XY; BR4XY; BR5XY; BR6XY;

BR7XY; BR8XY

TOTAL 28 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1)BR= isolat bakteri dari cairan rumen sapi bali,2)LS = bakteri yang tumbuh pada

medium lignoselulosa (substrat campuran asam tanat, CMC dan xylan), 3)LG=bakteri yang tumbuh pada medium lignolitik/substrat asam tanat, 4)CL=bakteri yang tumbuh pada medium selulosa/substrat CMC, 5)XY =bakteri yang tumbuh pada medium xylanosa/substrat xylan.

Page 72: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-60-]

Diperolehnya isolat bakteri lignoselulolitik menunjukkan bahwa

cairan rumen sapi bali mengandung bakteri yang mampu mendegradasi

lignoselulosa kompleks, lignin, selulosa dan/atau hemiselulosa khususnya

xylanosa yang potensia dimanfaatkan sebagai starter fermentasi bahan

pakan kaya serat menjadi pakan alternatif berkualitas. Hal ini sejalan

dengan penelitian penulis sebelumnya dalam Mudita dan Wibawa

(2008); Mudita et al. (2009); Wibawa et al. (2009; 2010; 2011) yang

menunjukkan bahwa cairan rumen mempunyai potensi tinggi sebagai

biokatalis ransum limbah pertanian dan/atau limbah inkonvensional serta

mampu meningkatkan produktivitas sapi bali maupun kambing PE.

Mengingat jumlah bakteri lignoselulolitik yang diperoleh, penulis

melakukan seleksi untuk mendapatkan isolat bakteri yang mempunyai

kemampuan degradasi substrat lignoselulosa tertinggi melalui kegiatan

evaluasi kemampuan degradasi substrat lignoselulosa serta aktivitas

enzim yang dihasilkan oleh tiap isolat bakteri.

4.3 Evaluasi dan Seleksi Isolat Bakteri Lignoselulolitik

Kegiatan evaluasi kemampuan degradasi subtrat lignoselulosa, lignin,

selulosa dan hemiselulosa khususnya xylan dilaksanakan dengan metode

difusi cakram (disc diffusion test) yang didasarkan pada pembentukan

zona bening/difusi pada substrat uji di sekeliling koloni bakteri (Hankin

dan Anagnostakis, 1977; Subha Rao, 1993; CLSI, 2008). Substrat yang

digunakan pada kegiatan ini adalah substrat lignoselulosa (gabungan

asam tanat, CMC dan xylan), substrat lignin (asam tanat), substrat CMC

(carboxymethylcelulose) dan xylanosa serta substrat alami (Jerami padi

serta dedak padi), sedangkan untuk evaluasi aktivitas enzim dari isolat

bakteri lignoselulolitik yang telah berhasil diisolasi dilaksanakan

berdasarkan aktivitas spesifik enzim lignoselulase (ligninase,

endoglukanase, eksoglukanase danxylanase) yang dihasilkan oleh tiap

isolat bakteri per menit dari setiap 1 gram protein enzim yang dihasilkan.

[-61-]

λ

Page 73: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-60-]

[-61-]

Kegiatan evaluasi kemampuan degradasi subtrat dilaksanakan terlebih

dahulu dengan cara, yaitu (Gambar 4.8):

1. Mensuspensikan isolat bakteri ke dalam larutan pengencer (bisa

menggunakan NaCl 0,85% atau 0,9%) pada panjang gelombang (λ)

660 nm dengan absorbansi optical density/OD 0,5 (OD660 = 0,5).

2. Larutan isolat bakteri diinokulasikan sebanyak 10% dalam medium

pertumbuhan selektif cair dan diinkubasi T 37-39oC) selama 3 - 5 hari.

Kultur bakteri yang telah tumbuh dalam medium pertumbuhan cair ini

yang dipakai dalam pelaksanaan uji degradasi substrat.

Evaluasi kemampuan degradasi substrat dilakukan dengan cara

menginokulasikan 15µl kultur isolat bakteri murni dalam paper disc yang

diletakkan diatas medium pertumbuhan selektif padat (dengan substrat

disesuaikan jenis uji degradasi yang dilakukan), selanjutnya diinkubasi

dalam inkubator dengan suhu 37-39oC selama 24 jam. Diameter zone

bening yang terbentuk di sekeliling paper disc diukur sebagai

kemampuan degradasi substrat dari isolat bakteri uji (Gambar 4.8).

Gambar 4.8. Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Lignoselulolitik Cairan Rumen Sapi Bali

Sedangkan pelaksanaan evaluasi aktivitas spesifik enzim

liignoselulase (ligninase, endoglukanase, eksoglukanase dan xylanase) dari

isolat bakteri lignoselulolitik didasarkan pada unit aktivitas enzim yang

Page 74: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-62-]

dihasilkan tiap gram protein enzim dari kultur isolat bakteri. Pengukuran

aktivitas enzim dilakukan dengan terlebih dahulu memproduksi ekstrak

enzim/crude enzyme dari tiap isolat bakteri.

Produksi ekstrak enzim dilakukan dengan cara terlebih dahulu

menumbuhkan isolat bakteri pada medium pertumbuhan selektif cair

(dengan cara yang hampir sama dengan kegiatan awal evaluasi

kemampuan degradasi substrat isolat bakteri), yaitu Isolat murni dari

sediaan (dalam medium pertumbuhan selektif padat) dilarutkan

menggunakan larutan pengencer pada absorbansi 0,5 pada panjang

gelombang (λ) 660 nm, kemudian diinokulasikan sebanyak 10% ke

dalam tabung erlenmeyer yang berisi medium pertumbuhan bakteri cair

selektif, selanjutnya diinkubasi pada suhu 37-39oC selama 3 hari dalam

kondisi anaerob. Isolat bakteri yang tumbuh pada medium cair

dipergunakan sebagai sumber enzim.

Produksi crude enzyme/enzim kasar dilakukan dengan cara

mensentrifuse kultur isolat bakteri dalam medium cair pada kecepatan

10.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4oC. Bagian supernatan dari

kultur isolat bakteri tersebut diambil sebagai crude enzyme/enzim kasar

dari isolat bakteri murni yang akan dievaluasi kandungan protein

maupun aktivitas enzimnya.

Kandungan protein dari ekstrak enzim dievaluasi menggunakan

metode Bicinchoninic Acid (BCA) dengan PierceTM BCA Protein Assay Kit

(Produksi Thermo Scientific). Analisis konsentrasi protein mengikuti

prosedur microplate menggunakan standar albumin (Bovine Serum

Albumin/BSA) pada panjang gelombang (λ) 562 nm. Pada penelitian ini

persamaan regresi standar BSA adalah Y=0,001X + 0,190 (R2 = 0,987)

(Gambar 4.9).

Uji aktivitas spesifik enzim ligninase, selulase (endo-glukanase dan

ekso-glukanase) dan xylanase dilakukan pada substrat yang masing

masing mengandung 1% asam tanat (untuk ligninase); CMC (untuk endo-

glukanase) dan Avicel (untuk ekso-glukanase); dan xylan (untuk

[-63-]

λ λ λ

λ

Page 75: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-62-]

λ

λ

[-63-]

xylanase) dalam buffer asetat 50 mM, pH 5,5 (Nitisinprasert et al., 1991;

Subba Rao, 1993; Ahmed et al., 2009). Masing-masing larutan substrat

dalam buffer asetat diambil 8 ml, ditambahkan 1 ml sumber enzim dan 1

ml aquades. Campuran larutan diinkubasi dalam inkubator bergoyang,

kemudian diukur aktivitas enzimnya setelah 30 menit, 1 jam, 3 jam, 6

jam, 12 jam dan 24 jam inkubasi. Pengukuran aktivitas enzim dilakukan

dengan cara menghitung banyaknya produk yang dihasilkan dari reaksi

enzim tersebut (Efiok, 1996). Produk yang diukur adalah gula reduksi

{glukosa untuk sumber selulosa dan silosa untuk sumber xylanosa} serta

vanilin untuk sumber lignin.

Gambar 4.9 Analisis Kandungan Protein dari Enzim Kasar Isolat Bakteri

Pengukuran produk yang dihasilkan dilakukan dengan cara sebagai

berikut: Untuk gula reduksi (glukosa dan xylosa), pengukuran dilakukan

dengan cara mengambil 1 ml sampel ditambahkan pada 3 ml reagen

dinitrosalisilat (DNS) dan 1 ml aquades (Miller, 1959), sedangkan untuk

vanilin, pengukuran dilakukan dengan cara mengambil 1 ml sampel

ditambahkan 4 ml metanol, kemudian diukur absorbansinya

menggunakan spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang

maksimum(λ maks.) standar yang dipakai (λ maks. glukosa 508,5 nm, λ

maks. silosa 508 nm dan λ maks. vanilin 209 nm) (Gambar 4.10).

Gambar 4.10 Contoh Penentuan Panjang Gelombang dan Kurve Standar dalam

Evaluasi Aktivitas Enzim

Page 76: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-64-]

Aktivitas spesifik enzim diestimasi berdasarkan kurve standar yang

diperoleh (Adney dan Baker, 2008; Ghose, 1987), yaitu aktivitas ligninase

menggunakan persamaan Y=0,00635X + 0,21098 (R2 = 0,929); aktivitas

selulase (endo-glukanase dan ekso-glukanase) menggunakan persamaan

Y=0,00622X + 0,14277 (R2=0,972); aktivitas xylanase menggunakan

persamaan Y=0,00002X + 0,20525 (R2=0,897) (Gambar 4.11). Unit

aktivitas spesifik enzim (U) didefinisikan sebagai 1 µmol vanillin/gula

pereduksi yang dihasilkan tiap gram protein enzim per menit dalam

kondisi assay (Irfan et al., 2012; Lo et al., 2009).

Inkubasi dalam Buffer Substrat Penentuan Aktivitas Spesifik Ligninase

Penentuan Aktivitas Spesifik Selulase Penentuan Aktivitas Spesifik Xylanase

Gambar 4.11. Penentuan Aktivitas Enzim dari Isolat Bakteri Lignoselulolitik

Berdasarkan kedua parameter tersebut, evaluasi dan seleksi isolat

bakteri lignoselulolitik unggul asal cairan rumen sapi bali dilaksanakan.

4.3.1 Hasil Evaluasi dan Seleksi Isolat Bakteri Lignoselulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali

A. Kemampuan Degradasi Substrat Lignoselulosa dari Bakteri Lignoselulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali

Hasil evaluasi dan seleksi dari isolat bakteri lignselulolitik asal cairan

rumen sapi bali berdasarkan kemampuan degradasi substrat (baik

sintetis maupun substrat alami) serta aktivitas spesifik enzim lignoselulasa

[-65-]

Page 77: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-64-]

[-65-]

dari isolat bakteri telah menunujukkan bahwa pengamatan

kemampuan degradasi substrat sumber lignoselulosa dari isolat bakteri

lignoselulolitik asal cairan rumen sapi bali melalui pengamatan zone

bening/zone difusi menunjukkan bahwa tiap 15 µl kultur bakteri mampu

menghasilkan zone bening dengan diameter antara 0,206 – 0,303 cm;

0,460 – 0,599 cm; 0,533 – 0,715 cm; 0,539 – 0,833 cm; 0,716 – 0,983 cm;

dan 0,716 – 0,834 cm masing-masing pada substrat asam tanat, CMC

avicel, xylan, dedak padi dan jerami padi (Tabel 4.2).

Tabel 4.2. Kemampuan Degradasi Substrat Bakteri Lignoselulolitik Cairan Rumen Sapi Bali

Isolat Bakteri1

Diameter zone bening 15 µl Bakteri pada substrat (cm)

As. tanat CMC Avicel Xylan Dedak Padi

Jerami Padi

BR1LS 0,206a2 0,460a 0,570ab 0,764bc 0,907bc 0,742ab BR2LS 0,218a 0,475ab 0,664bc 0,761bc 0,919bc 0,752ab BR3LS 0,267ab 0,494ab 0,533a 0,539a 0,716a 0,716a BR4LS 0,240ab 0,514ab 0,633abc 0,634ab 0,832ab 0,766ab BR5LS 0,286ab 0,460a 0,643abc 0,793c 0,886bc 0,743ab BR6LS 0,300b 0,596b 0,715c 0,826c 0,942bc 0,817ab BR7LS 0,234ab 0,529ab 0,641abc 0,808c 0,907bc 0,769ab BR8LS 0,254ab 0,466a 0,662bc 0,638ab 0,908bc 0,773ab BR9LS 0,303b 0,599b 0,714c 0,833c 0,983c 0,834b BR10LS 0,260ab 0,566ab 0,692c 0,806c 0,947bc 0,807ab

SEM3 0,016 0,028 0,023 0,031 0,025 0,021 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1)Isolat bakteri lignoselulolitik hasil isolasi dari cairan rumen sapi bali, 2)Huruf

sama pada kolom sama menunjukkan nilai berbeda tidak nyata(P>0,05), 3)SEM=Standard Error of The Treatment Means

Pada Tabel 4.2 tampak bahwa isolat bakteri lignoselulolitik dengan

kode BR6LS menghasilkan zone bening dengan diameter tertinggi pada

substrat avicel yaitu sebesar 0,715 cm yang berbeda nyata (P<0,05)

dengan isolat bakteri dengan kode BR3LS dan BR1LS. Terhadap substrat

asam tanat, CMC, xylan, dedak padi dan jerami padi, isolat bakteri

dengan kode BR9LS mampu menghasilkan diameter zone bening

tertinggi yaitu masing-masing 0,303 cm, 0,599 cm, 0,833 cm, 0,983 cm

dan 0,834 cm yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan isolat

bakteri dengan kode BR1LS dan BR2LS (pada asam tanat), BR1LS, BR5LS

dan BR8LS (pada CMC), BR3LS, BR4LS dan BR8LS (pada xylan), BR3LS dan

Page 78: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-66-]

BR4LS (pada dedak padi) dan BR3LS (pada jerami padi), namun berbeda

tidak nyata (P>0,05) dengan isolat bakteri lainnya.

Dihasilkannya zone bening dengan diameter tertinggi oleh bakteri

lignoselulolitik dengan kode BR9LS pada sebagian besar substrat uji baik

substrat sintetik yaitu asam tanat, CMC, xylan (kecuali pada substrat

avicel) serta substrat alami/bahan pakan mengandung lignoselulosa

(dedak padi dan jerami padi) menunjukkan bahwa isolat bakteri

tersebut mempunyai kemampuan tinggi merombak senyawa kompleks

lignoselulosa serta komponen penyusunnya {lignin, selulosa (khususnya

selulosa amorforous) serta hemiselulosa/xylanosa} menjadi komponen

lebih sederhana, sedangkan Bakteri lignoselulolitik dengan kode BR6LS

yang menghasilkan diameter zone bening tertinggi pada substrat avicel

menunjukkan isolat bakteri tersebut mempunyai kemampuan tinggi

dalam mendegradasi selulosa khususnya komponen berkristal.

Pada penelitian ini secara umum tampak bahwa tingkat

perombakan substrat asam tanat oleh isolat bakteri lignoselulolitik asal

cairan rumen sapi bali menghasilkan zone bening dengan diameter

terendah dibandingkan dengan tingkat perombakan substrat

lignoselulosa lainnya (Tabel 4.2). Hal ini mengindikasikan bahwa senyawa

lignin merupakan komponen paling sulit dirombak dibandingkan

komponen lignoselulosa lainnya (selulosa maupun hemiselulosa/xylanosa)

sebagai akibat kompleksitas struktur penyusun, bobot molekul yang

tinggi serta sifat matrik makromolekul lignin yang bersifat hidrofobik

(tidak larut dalam air) (Rahikainen et al., 2013).

Terhadap senyawa selulosa yang pada penelitian ini menggunakan

substrat CMC/carboxymethylecellulose dan avicel micro crystaline, hasil

penelitian menunjukkan bahwa tingkat perombakan substrat avicel

micro crystalin yang merupakan sumber selulosa kristalin (komponen

selulosa dengan serat berkristal) oleh isolat-isolat bakteri lignoselulolitik

asal cairan rumen sapi bali secara umum lebih tinggi daripada tingkat

perombakan substrat CMC yang merupakan cerminan selulosa

amorforous (Tabel 4.2). Hal ini mengindikasikan isolat bakteri asal cairan

[-67-]

Page 79: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-66-]

[-67-]

rumen sapi bali secara umum mampu menghasilkan dan/atau

mempunyai aktivitas spesifik eksoglukanase lebih tinggi daripada

produksi dan aktivitas spesifik endoglukanase. Hal ini secara nyata

tercermin pada nilai aktivitas spesifik eksoglukanase dari isolat bakteri

lignoselulolitik asal cairan rumen sapi bali secara umum lebih tinggi

daripada aktivitas endoglukanase (Tabel 4.4). Hasil penelitian ini sejalan

dengan pendapat Prabowo et al. (2007) yang mengungkapkan bahwa

bakteri selulolitik asal rumen sapi dan/atau kerbau menghasilkan

eksoglukanase dan glukosidase lebih tinggi daripada bakteri rayap.

Terhadap substrat xylan yang merupakan salah satu jenis

hemiselulosa, hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat-isolat bakteri

lignoselulolitik asal cairani rumen sapi bali secara umum mampu

menghasilkan tingkat perombakan yang lebih tinggi dari substrat sumber

lignoselulosa sintetis lainnya (Asam tanat, CMC dan/atau avicel) (Tabel

5.1.2). Hal ini mengingat hemiselulosa mempunyai tingkat kelarutan yang

lebih tinggi daripada selulosa maupun lignin (Perez et al., 2002; Howard

et al., 2003). Disamping itu aktivitas spesifik enzim xylanase yang

dihasilkan oleh isolat bakteri lignoselulolitik asal rumen sapi bali lebih

tinggi daripada aktivitas enzim lainnya (Tabel 5.1.4) sehingga tingkat

perombakan senyawa xylanosa menjadi lebih tinggi.

Terhadap substrat alami (jerami padi dan dedak padi), secara

umum menunjukkan kemampuan perombakan dari isolat bakteri

lignoselulolitik asal cairan rumen sapi bali relatif lebih tinggi daripada

pada substrat sintetis sumber lignin (asam tanat) maupun sumber selulosa

(CMC dan avicel) (Tabel 42). Hal ini normal mengingat bahan pakan

alami (dedak padi maupun jerami padi) mempunyai kandungan

lignoselulosa (lignin, selulosa dan hemiselulosa) yang lebih rendah

daripada substrat sintetis. Disamping itu bahan pakan alami tersebut

juga mengandung nutrien lain yang mempunyai tingkat kelarutan yang

lebih tinggi daripada senyawa lignoselulosa sehingga tingkat perombakan

yang dihasilkan akan relatif lebih tinggi.

Page 80: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-68-]

B. Aktivitas Spesifik Enzim Lignoselulase dari Bakteri Lignoselulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali

Hasil evaluasi aktivitas spesifik enzim lignoselulase dari isolat bakteri

lignoselulolitik asal cairan rumen sapi bali menunjukkan isolat bakteri

mampu memproduksi ekstrak enzim dengan kandungan protein sebesar

2792,692 – 3247,308 µg/ml (Tabel 4.3) serta menghasilkan aktivitas spesifik

ligninase masing-masing sebesar 0,464–1,699 U (µmol/g protein

enzim/menit), 0,344–1,329 U, 0,376–0,627 U, 0,238–0,338 U, 0,114–0,189 U,

dan 0,079–0,100 U setelah inkubasi pada substrat asam tanat selama 30

menit, 1 jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam. Aktivitas spesifik

endoglukanase masing-masing 0,633–2,392 U, 0,498– 1,543 U, 0,280–

0,460 U, 0,178–0,252 U, 0,097–0,141 U dan 0,047–0,089 U, aktivitas

spesifik ekso-glukanase masing-masing 1,668–2,955 U, 0,935–1,645 U,

0,414–0,593 U, 0,237–0,324 U, 0,136-0,181 U dan 0,070–0,112 U, dan

aktivitas spesifik xilanase masing-masing 231,293–637,162 U, 256,567–

455,962 U, 114,015–188,985 U, 67,781–100,286 U 39,286–53,415 U dan

22,344–29,080 U setelah inkubasi pada xylan selama 30 menit, 1 jam, 3

jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam (Tabel 4.4).

Tabel 4.3 Kadar Protein dari Ekstrak Enzim Isolat Bakteri Lignoselulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali

No Isolat Bakteri1 Kadar Protein dari Ekstrak Enzim (µg/ml) 1 BR1LS 2800,641a2 2 BR2LS 2829,359a 3 BR3LS 2870,128a 4 BR4LS 2933,462a 5 BR5LS 2792,692a 6 BR6LS 3146,026a 7 BR7LS 2940,128a 8 BR8LS 2823,718a 9 BR9LS 3247,308a 10 BR10LS 3088,846a

SEM3 114,858 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignoselulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali, 2Huruf sama pada

kolom sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

[-69-]

Page 81: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-68-]

[-69-]

Tabel 4.4 Aktivitas Spesifik Lignoselulase dari Bakteri Lignoselulolitik Cairan Rumen Sapi Bali

Isolat Bakteri1

Aktivitas Spesifik Enzim (U) pada Beberapa Waktu Inkubasi 30 menit 1 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam

Aktivitas Spesifik Enzim Ligninase (U) BR1LS 0,774ab2 0,701abc 0,450abc 0,238a 0,148a 0,084a BR2LS 1,538c 1,031cde 0,568bcd 0,300ab 0,175a 0,100a BR3LS 0,402a 0,546abc 0,453abc 0,303ab 0,173a 0,092a BR4LS 0,740ab 0,531ab 0,376a 0,242a 0,157a 0,083a BR5LS 0,464a 0,393ab 0,465abc 0,286ab 0,170a 0,091a BR6LS 1,633c 1,213de 0,626d 0,336b 0,188a 0,099a BR7LS 1,296bc 0,839bcd 0,593cd 0,338b 0,155a 0,081a BR8LS 0,857ab 0,842bcde 0,532abcd 0,308ab 0,169a 0,094a BR9LS 1,699c 1,329e 0,627d 0,326b 0,189a 0,100a BR10LS 0,501a 0,344a 0,422ab 0,244a 0,114a 0,079a

SEM3 0,132 0,097 0,031 0,016 0,016 0,011

Aktivitas Spesifik Enzim Endo-Glukanase (U) BR1LS 1,761b 1,011abcd 0,384bcd 0,227abc 0,128ab 0,080bc BR2LS 1,584b 0,840abc 0,329abc 0,191abc 0,104a 0,066ab BR3LS 1,753b 1,107cd 0,367abcd 0,190abc 0,097a 0,073bc BR4LS 1,918bc 1,054bcd 0,402bcd 0,235abc 0,130ab 0,079bc BR5LS 1,526b 1,163cd 0,441d 0,247bc 0,140b 0,089c BR6LS 2,299c 1,276cd 0,450d 0,248bc 0,141b 0,083bc BR7LS 0,633a 0,553ab 0,280a 0,178a 0,102a 0,047a BR8LS 0,758a 0,498a 0,308ab 0,186ab 0,111ab 0,049a BR9LS 2,392c 1,543d 0,460d 0,252c 0,141b 0,085bc BR10LS 2,048bc 1,167cd 0,421cd 0,217abc 0,119ab 0,067ab

SEM 0,107 0,110 0,021 0,013 0,007 0,004

Aktivitas Spesifik Enzim Ekso-Glukanase (U) BR1LS 2,327abc 1,187abc 0,491abc 0,281abc 0,168abcd 0,102bc BR2LS 2,180ab 1,103abc 0,435a 0,252ab 0,143abc 0,091abc BR3LS 2,272abc 1,367cd 0,465ab 0,251ab 0,136a 0,097bc BR4LS 2,426abc 1,309bcd 0,504abc 0,295abc 0,168abcd 0,107bc BR5LS 2,199abc 1,431cd 0,548bc 0,310abc 0,176bcd 0,108bc BR6LS 2,943c 1,645d 0,593c 0,324c 0,181d 0,112c BR7LS 1,668a 0,935a 0,414a 0,237a 0,140ab 0,070a BR8LS 1,873ab 1,012ab 0,466ab 0,248ab 0,152abcd 0,084ab BR9LS 2,955c 1,584d 0,552bc 0,311bc 0,179cd 0,109bc BR10LS 2,604bc 1,410cd 0,519abc 0,272abc 0,156abcd 0,087abc

SEM 0,152 0,069 0,022 0,014 0,007 0,005

Aktivitas Spesifik Enzim Xylanase (U) BR1LS 278,967a 313,932ab 137,478abc 72,548ab 41,884abc 22,508a BR2LS 392,827abc 352,397abc 154,656bcd 79,837abc 42,670abcd 23,587ab BR3LS 231,293a 275,278a 121,465ab 67,781a 39,286a 22,344a BR4LS 295,705ab 256,567a 114,015a 70,780a 41,342ab 23,405ab BR5LS 418,571abc 439,130c 186,741d 97,526d 51,603de 27,547ab BR6LS 637,162c 443,052c 178,928d 93,980cd 50,845cde 26,275ab BR7LS 237,214a 285,559ab 163,446cd 93,169cd 49,681bcde 25,836ab BR8LS 615,553c 439,158c 183,612d 99,781d 53,159e 27,700ab BR9LS 626,717c 455,962c 188,985d 100,286d 53,415e 29,080b BR10LS 553,700bc 391,633bc 160,739cd 89,192bcd 47,846abcde 24,978ab

SEM 51,810 22,498 7,426 3,357 1,894 1,133 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignoselulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali, 2Huruf sama pada kolom sama

menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

Page 82: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-70-]

Pada Tabel 4.4 tampak bahwa isolat bakteri lignoselulolitik dengan

kode BR9LS menghasilkan aktivitas spesifik enzim ligninase,

endoglukanase dan xylanase tertinggi pada hampir semua waktu

inkubasi (kecuali pada inkubasi 6 jam dalam substrat asam tanat/sumber

lignin untuk aktivitas spesifik enzim lignase dengan nilai tertinggi

dihasilkan oleh isolat bakteri BR7LS (0,338 U), waktu inkubasi 24 jam

pada substrat CMC untuk aktivitas spesifik endoglukanase dengan nilai

tertinggi dihasilkan oleh isolat bakteri BR5LS (0,089 U), dan inkubasi 30

menit pada substrat xylan untuk aktivitas spesifik xylanase dengan nilai

tertinggi dihasilkan oleh isolat bakteri BR6LS (637,162 U), walaupun secara

statistik menunjukkan nilai berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan isolat

bakteri BR9LS), sedangkan untuk aktivitas spesifik eksoglukanase, isolat

bakteri dengan kode BR6LS menghasilkan aktivitas enzim tertinggi

(kecuali pada 30 menit awal inkubasi dengan nilai tertinggi dihasilkan

oleh bakteri BR9LS (2,955 U), namun secara statistik berbeda tidak nyata

(P>0,05). Hal ini menunjukkan bakteri lignoselulolitik dengan kode BR9LS

merupakan bakteri lignoselulolitik unggul dengan kemampuan

perombakan lignoselulosa yang tinggi dan sangat potensial

dimanfaatkan sebagai starter (biokatalis) dalam pengolahan bahan

pakan kaya serat lignoselulosa sebagai pakan. Disamping itu

berdasarkan hasil analisis kadar protein enzim menunjukkan bahwa

semua bakteri lignoselulolitik asal cairan rumen menghasilkan protein

enzim dengan konsentrasi yang cukup tinggi (2792,692 – 3247,308 µg/ml)

walaupun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05), namun secara

kuantitatif bakteri dengan kode BR9LS dan BR6LS mempunyai

kandungan protein enzim kasar tertinggi 1 dan 2 yaitu 3247,308 µg/ml dan

3146,026µg/ml (Tabel 4.3) yang menunjukkan isolat bakteri tersebut

mampu memproduksi ekstrak enzim yang secara kuantitatif lebih tinggi

dibandingkan isolat bakteri lainnya. Adanya aktivitas spesifik

lignoselulase tertinggi ditambah produksi protein enzim yang secara

kuantitatif tertinggi akan menghasilkan kemampuan perombakan

senyawa lignoselulosa menjadi komponen-komponen penyusunnya atau

[-71-]

Page 83: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-70-]

[-71-]

senyawa lebih sederhana yang lebih cepat sehingga nantinya lebih

banyak nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh ternak sebagai sumber

energi/sumber nutrisi bagi pertumbuhan dan/atau peningkatan

produktivitas ternak.

Tinggi-rendahnya produksi protein enzim dan aktivitas enzim yang

dihasilkan pada kondisi lingkungan yang sama merupakan cerminan

faktor genetik dari gen penyandi/pengkode produksi enzim dari tiap

isolat bakteri (Sumardi et al., 2010). Howard et al. (2003)

mengungkapkan jenis protein enzim yang dihasilkan apakah tergolong

singlefunction/multiplefunctionakan sangat menentukan kemampuan

perombakan suatu substrat oleh mikroba. Protein enzim single function

umumnya mempunyai kemampuan tinggi dalam mendegradasi suatu

substrat tertentu, namun protein enzim multiple function mempunyai

kemampuan mendegradasi lebih dari 1 jenis substrat atau memecah

senyawa kompleks menjadi komponen penyusunnya.

Berdasarkan data hasil penelitian seperti yang ditunjukkan pada

Tabel 4.3 dan 4.4, besar kemungkinan isolat-isolat bakteri lignoselulolitik

asal cairan rumen sapi bali mempunyai kemampuan memproduksi

protein multifungsional seperti yang diungkapkan oleh Saul et al. (1990),

Zhou et al. (1994), dan Kumar dan Deobagkar (1996) (dalam Howard et

al., 2003), dimana berdasarkan data tersebut tampak bahwa isolat-isolat

bakteri lignoselulolitik cairan rumen sapi bali mampu menghasilkan

multifungsional protein yang mempunyai kemampuan atau aktivitas

spesifik ligninase, selulase dan hemiselulase (khususnya xylanase). Hal ini

sudah tentu merupakan suatu hal yang sangat menarik dan sangat perlu

untuk ditindaklanjuti kembali untuk mengetahui jenis multifungsional

protein enzim yang dihasilkan. Kegiatan isolasi multifungsional protein

enzim perlu dilakukan dalam kegiatan penelitian-penelitian selanjutnya

untuk memastikan identifikasi serta aktivitas katalitik yang dihasilkan

secara lengkap yang sudah tentu sangat bermanfaat dalam

pengembangan bioteknologi khususnya dibidang peternakan.

Page 84: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-72-]

4.3.2 Hasil Evaluasi dan Seleksi dari Isolat Bakteri Lignolitik Asal Cairan

Rumen Sapi Bali

A. Kemampuan Degradasi Substrat Sumber Lignin dari Bakteri Lignolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali

Evaluasi kemampuan degradasi substrat lignin/mengandung lignin

dari bakteri lignolitik asal cairan rumen sapi bali melalui pengamatan

zone bening menunjukkan bahwa tiap 15 µl kultur bakterimampu

menghasilkan zone bening dengan diameter 0,224 – 0,237 cm; 0,525 –

0,660 dan 0,313 – 0,343 cm masing-masing pada substrat asam tanat,

dedak padi dan jerami padi. Bakteri lignolitik dengan kode BR4LG

menghasilkan zone bening berdiameter tertinggi dan berbeda nyata

(P<0,05) yaitu 0,237 cm pada substrat asam tanat dan 0,660 cm pada

substrat dedak padi dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh isolat

bakteri dengan kode BR3LG pada substrat asam tanat dan dedak padi,

sedangkan pada substrat jerami padi semua isolat bakteri lignolitik

menghasilkan zone bening dengan diameter berbeda tidak nyata

(P>0,05), namun secara kuantitatif bakteri dengan kode BR4LG

menghasilkan diameter zone bening tertinggi (0,343 cm) dibandingkan

isolat lainnya (0,313 – 0,339 cm) (Tabel 4.5).

Tabel 4.5 Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Lignolitik Cairan Rumen Sapi Bali

Isolat Bakteri1 Diameter zone bening 15 µl Bakteri pada substrat (cm)1

As. Tanat Dedak Padi Jerami Padi

BR1LG 0,235b2 0,620ab 0,339a

BR2LG 0,228ab 0,605ab 0,332a

BR3LG 0,224a 0,525a 0,313a

BR4LG 0,237b 0,660b 0,343a

SEM3 0,002 0,026 0,016 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali, 2Huruf sama pada kolom sama

menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

Dihasilkannya tingkat perombakan substrat sumber lignin (asam

tanat dan dedak padi) tertinggi dan berbeda nyata (P<0,05) serta nilai

kuantitatif tertinggi (P>0,05) pada substrat jerami padi oleh isolat bakteri [-73-]

β

Page 85: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-72-]

[-73-]

dengan kode BR4LG (Tabel 4.5) menunjukkan isolat bakteri tersebut

merupakan isolat bakteri lignolitik unggul dengan kemampuan

perombakan substrat lignin dan/atau substrat mengandung lignin yang

cukup tinggi. Hal ini merupakan respon dari tingginya aktivitas spesifik

ligninase (Tabel 4.6) dan secara kuantitatif produksi protein ekstrak

enzim yang lebih tinggi (Tabel 4.7) yang dihasilkan isolat bakteri dengan

kode BR4LS dibandingkan isolat bakteri lainnya. Hasil penelitian ini

sejalan pernyataan Perez et al. (2002) yang mengungkapkan bahwa

dalam rumen terdapat berbagai bakteri pendegradasi lignin. Bakteri

Pseudomonas, Flavobacterium dan Bacillus mempunyai kemampuan

mendegradasi senyawa lignin secara anaerobic. Chen et al. (1985) telah

mengungkapkan bahwa bakteri rumen mampu mendegradasi ikatan β-

arylether dari veratrylglycerol-4-guaiacyl ether (VGE) yang terdapat

pada lignin. Kajikawa et al. (2000) juga menyebutkan mikroba rumen

mampu memecah ikatan benzyl ether yang terdapat pada

lignin.Timothy et al. (2011) dan Abdelaziz et al. (2016) yang

mengungkapkan bahwa beberapa bakteri dari genus Aeromonas,

Aneurinibacillus, Bacillus, Enterobacter, Flavobacterium, Klebsiella,

Pseudomonas, Rhodococcusmaupun Streptomycesmemiliki kemampuan

enzimatis merombak cincin aromatik (aromatic ring) danrantai samping

lignin sehingga perombakan lignin dapat berlangsung.

Pada Tabel 4.5 tampak bahwa tingkat degradasi substrat asam

tanat oleh isolat bakteri lignolitik asal cairan rumen sapi bali

menghasilkan diameter zone bening lebih rendah dibandingkan dengan

substrat sumber lignin alami yaitu jerami padi maupun dedak padi. Hal

ini disebabkan karena asam tanat merupakan senyawa kimia murni

yang umum dipakai sebagai sumber lignin (Pointing, 1999) yang

merupakan polifenol dengan struktur aromatik yang resisten terhadap

proses degradasi sebagian besar aktivitas mikroba sebagai akibat adanya

kemampuan membentuk struktur kompleks dengan protein/senyawa

mengandung N, selulosa, hemiselulosa, pektin dan dengan berbagai

Page 86: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-74-]

mineral (Hagerman, 2010; Silva et al., 2010), sedangkan dedak padi dan

jerami padi merupakan bahan alami yang mempunyai kandungan lignin

lebih rendah dan lebih mudah terdegradasi dibandingkan asam tanat.

B. Aktivitas Spesifik Enzim Ligninase dari Bakteri Lignolitik Cairan Rumen Sapi Bali

Bakteri lignolitik yang diisolasi dari cairan rumen sapi bali

mempunyai aktivitas spesifik enzim ligninase 2,048–3,044 U; 1,196–1,833 U;

0,558–0,736 U; 0,319–0,426 U; 0,190–0,240 U; dan 0,108–0,133 U setelah

inkubasi dalam substrat asam tanat masing-masing selama 30 menit, 1

jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam. Isolat bakteri lignolitik dengan kode

BR4LG mampu menghasilkan aktivitas enzim tertinggi dan berbeda

nyata (P<0,05) dengan isolat bakteri dengan kode BR3LG pada semua

periode waktu inkubasi, namun berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan

isolat bakteri dengan kode BR1LG dan BR2LG (Tabel 4.6). Unit aktivitas

spesifik ligninase (U) didasarkan pada kandungan protein ekstrak enzim

kasar yang dihasilkan yang menunjukkan nilai berbeda tidak nyata yaitu

2777,821 – 2951,410 µg/ml (Tabel 4.7).

Tabel 4.6 Aktivitas Spesifik Ligninase dari Bakteri Lignolitik Cairan Rumen Sapi Bali

Isolat Bakteri1

Aktivitas Spesifik Enzim Ligninase (U) pada Beberapa Waktu Inkubasi1

30 menit 1 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam

BR 1 LG 2,944ab2 1,848b 0,722b 0,425b 0,240b 0,133b

BR 2 LG 2,306ab 1,472ab 0,618ab 0,356ab 0,208ab 0,117ab

BR 3 LG 2,048a 1,196a 0,558a 0,319a 0,190a 0,108a

BR 4 LG 3,044b 1,833b 0,736b 0,426b 0,240b 0,133b

SEM3 0,200 0,124 0,035 0,020 0,008 0,005 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali, 2Huruf sama pada kolom sama

menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

Dihasilkannya aktivitas spesifik ligninase tertinggi oleh bakteri

lignolitik cairan rumen sapi bali dengan kode BR4LG pada semua periode

waktu inkubasi menunjukkan isolat bakteri tersebut merupakan isolat

unggul dengan kemampuan merombak senyawa lignin tinggi. Datta et

[-75-]

Page 87: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-74-]

[-75-]

al. (2017) mengungkapkan bahwa bakteri pendegradasi lignin dapat

memproduksi paling tidak 5 enzim ekstraseluler utama terdiri atas lignin-

peroksidase,manganese peroksidase,versatile peroksidase, lakase, dan

dye-decolorizing peroksidase. Aarti et al. (2015) juga mengungkapkan

bahwa selain enzim-enzim ekstraseluler utama tersebut, bakteri juga

dapat memproduksi enzim-enzim seperti aril alkohol dehydrogenase,

phenol oksidase, cellobiose, aromatic acid reductase, vanilat hidroksilase,

dioksigenase, dan katalaseyang mempunyai peranan penting dalam

degradasi lignin.

Tabel 4.7 Kadar Protein Ekstrak Enzim dariBakteri Lignolitik Cairan Rumen Sapi Bali

No Isolat Bakteri1 Kadar Protein Ekstrak Enzim (µg/ml)

1 BR1LG 2872,436a

2 BR2LG 2852,179a

3 BR3LG 2777,821a

4 BR4LG 2951,410a

SEM3 56,318 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali, 2Huruf sama pada kolom sama

menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

Pada penelitian ini kegiatan isolasi dan identifikasi jenis enzim yang

dihasilkan belum dilaksanakan, sehingga belum diketahui secara pasti

mengenai jenis enzim yang dihasilkan. Berdasarkan referensi terkait

substrat yang digunakan yaitu asam tanat yang merupakan senyawa

polifenol dengan struktur aromatik, maka diduga jenis enzim yang

dihasilkan adalah Laccase (Chung et al., 2008) atau phenol oksidase

(Pointing, 1999; Kameshwar dan Qin, 2017). Enzim ini diproduksi beberapa

jenis bakteri seperti Streptomyces sp., Thermobifida fusca, Rhodococcus

jostii, Bacillus subtilis, Bacillus sp., B. lichenformis, dan Pseudomonas

flurrescens (Datta et al., 2017).

Page 88: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-76-]

4.3.3 Hasil Evaluasi dan Seleksi dari Isolat Bakteri Selulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali

A. Kemampuan Degradasi Substrat Sumber Selulosa dari Bakteri Selulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali

Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat bakteri selulolitik asal

cairan rumen sapi bali mempunyai kemampuan degradasi substrat

sumber/mengandung selulosa cukup tinggi yang ditunjukkan dengan

dihasilkannya diameter zone bening sebesar 0,431 – 0,525 cm, 0,507 –

0,664 cm, 0,706 – 0,775 cm, 0,592 – 0,628 cm tiap 15 µl kultur

bakterimasing-masing pada CMC, avivel, dedak padi dan jerami padi.

Isolat bakteri dengan kode BR2CL menghasilkan diameter zone bening

tertinggi (P<0,05) dibandingkan isolat bakteri BR1CL dan BR4CL (pada

CMC dan dedak padi), BR1CL, BR4CL, BR5CL dan BR6CL (pada avicel),

serta BR4CL pada substrat jerami padi (Tabel 4.8).

Tabel 4.8 Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Selulolitik Cairan Rumen Sapi Bali

Isolat Bakteri1

Diameter zone bening 15 µl kultur Bakteri pada substrat (cm)1

CMC Avicel Dedak Padi Jerami Padi

BR1CL 0,431a2 0,507a 0,706a 0,595ab

BR2CL 0,525c 0,664e 0,775c 0,628b

BR3CL 0,514bc 0,650de 0,765bc 0,619ab

BR4CL 0,466ab 0,558b 0,730ab 0,592a

BR5CL 0,490bc 0,620cd 0,765bc 0,617ab

BR6CL 0,485bc 0,606c 0,757bc 0,613ab

SEM3 0,011 0,009 0,008 0,007 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Selulolitik Asal Caitran Rumen Sapi Bali, 2Huruf sama pada kolom sama

menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

Tingginya diameter zone bening yang dihasilkan oleh isolat bakteri

selulolitik asal cairan rumen sapi bali menunjukkan bahwa isolat tersebut

mempunyai kemampuan tinggi dalam merombak senyawa kompleks

selulosa sebagai respon tingginya produksi dan aktivitas selulase

(endoglukanase dan eksoglukanase) yang dihasilkan (Tabel 4.9 – 4.10).

Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Lynd et al. (2002) yang

mengungkapkan bahwa perombakan senyawa kompleks selulosa

[-77-]

β

Page 89: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-76-]

[-77-]

berlangsung karena adanya aktivitas kompleks enzim bersifat spesifik

untuk menghidrolisis ikatan β-1,4-glikosidik, rantai selulosa dan

derivatnya yang merupakan respon dari aktivitas 3 enzim selulase utama

yaitu endoglukanase, eksoglukananase dan glukosidase.

Pada Tabel 4.8 juga tampak bahwa tingkat perombakan substrat

CMC dan avicel yang merupakan substrat sintetis (kimiawi) lebih rendah

daripada substrat alami yaitu jerami padi maupun dedak padi. Hal ini

disebabkan karena kandungan selulosa dari substrat sintetis (CMC dan

avicel) lebih tinggi daripada substrat dedak padi maupun jerami padi.

Howard et al. (2003) dan Saha (2003) menunjukkan jerami padi

mempunyai kandungan selulosa sebesar 32-35%, sedangkan dedak padi

mengandung selulosa sebesar 27% (Baig et al., 2016). Semakin tinggi

kandungan selulosa semakin sulit degradasi selulosa dapat dilakukan

sehingga diameter zone bening yang terbentuk akan semakin rendah.

Struktur, bobot molekul serta tingkat kekompokan/ikatan selulosa

juga akan mempengaruhi tingkat degradasi substrat yang dihasilkan.

Pada penelitian tampak bahwa CMC (C8H16NaO8) yang merupakan

substrat selulosa mengandung gugus karboksi methil (-CH2-COOH) pada

struktur selulosa berkristal dan dengan bobot molekul tinggi (263,198

g/mol) secara umum lebih sulit didegradai oleh isolat bakteri asal rumen

sapi bali. Tingkat degradasi substrat CMC jauh lebih rendah daripada

substrat avicel yang mempunyai bobot molekul lebih rendah (Tabel 4.8).

Disamping itu beberapa penelitian juga menunjukkan isolat bakteri asal

rumen sapi mempunyai kemampuan aktivitas eksoglukanaselebih tinggi

daripada endoglukanase sehingga kemampuan mendegradasi substrat

avicel lebih tinggi daripada substrat CMC (Wahyudi dan Bachruddin.

2005; Prabowo et al., 2007). Hal yang sama terjadi pada penelitian ini,

dimana aktivitas eksoglukanase dari bakteri rumen sapi bali lebih tinggi

daripada endoglukanase (Tabel 4.9).

Page 90: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-78-]

B. Aktivitas Spesifik Enzim Selulase dari Bakteri Selulolitik Cairan Rumen Sapi Bali

Evaluasi kandungan protein ekstrak enzim dan aktivitas spesifik

enzim selulase khususnya endoglukanase dan eksoglukanase dari isolat

bakteri selulolitik asal cairan rumen sapi bali menunjukkan bahwa isolat

bakteri selulolitik cairan rumen sapi bali mampu memproduksi ekstrak

enzim dengan kadar protein sebesar 3031,282–3095,897 µg/ml (Tabel 4.10)

serta aktivitas spesifik endoglukanase (3,652-3,842 U; 2,015–2,128 U; 0,731-

0,780 U; 0,396-0,429 U; 0,217-0,232 U; dan 0,117-0,125 U) dan

eksoglukanase(3,901-4,005 U; 2,128-2,174 U; 0,777-0,793 U; 0,418-0,426 U;

0,224-0,228 U; dan 0,121-0,123 U) masing-masing pada inkubasi selama

30 menit, 1 jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam dalam substrat

CMC/avicel. Pada penelitian ini juga tampak bakteri kode BR2CL

mempunyai kadar protein dan aktivitas spesifik endoglukanase dan

eksoglukanase tertinggi (P<0,05) (Tabel 4.9).

Tabel 4.9 Kadar Protein Ekstrak Enzim dariBakteri Selulolitik Cairan Rumen Sapi Bali

No Isolat Bakteri1 Kadar Protein Ekstrak Enzim (µg/ml)

1 BR1CL 3031,282a

2 BR2CL 3095,897c

3 BR3CL 3088,462c

4 BR4CL 3038,462ab

5 BR5CL 3076,923bc

6 BR6CL 3071,538abc

SEM3 8,905 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali, 2Huruf sama pada kolom sama

menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

Dihasilkannya aktivitas spesifik enzim endoglukanase dan

eksoglukanase tertinggi serta didukung kandungan protein enzim

tertinggi oleh isolat bakteri selulolitik dengan kode BR2CL menunjukkan

isolat bakteri tersebut mempunyai kemampuan tinggi dalam

perombakan selulosa menjadi komponen penyusunnya. Kandungan

protein enzim yang merupakan gambaran konsentrasi enzim yang

[-79-]

Page 91: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-78-]

[-79-]

dihasilkan isolat bakteri telah menunjukkan bakteri dengan kode BR2CL

mampu memproduksi ekstrak enzim dengan konsentrasi tinggi yang

mendukung peningkatan kemampuan perombakan substrat khususnya

selulosa. Apalagi tingginya konsentrasi enzim yang dihasilkan didukung

adanya aktivitas spesifik endoglukanasedaneksoglukanase yang juga

lebih tinggi (Tabel 4.9) sehingga lebih menegaskan tingginya kemampuan

perombakan selulosa yang dihasilkan. Hal ini secara nyata tampak

dengan dihasilkannya diameter zone bening tertinggi pada berbagai

substrat selulosa seperti CMC, avicel, dedak padi dan jerami padi oleh

isolat bakteri dengan kode BR2CL (Tabel 4.8).

Tabel 4.10 Aktivitas Spesifik Enzim Selulase (Endo-Glukanase dan Ekso-Glukanase) dari Bakteri Selulolitik Cairan Rumen Sapi Bali

Isolat Bakteri1

Aktivitas SpesifikEnzim Selulasepada Beberapa Waktu Inkubasi (U)

30 menit 1 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam

Aktivitas Spesifik Enzim Endoglukanase

BR 1 CL 3,652a2 2,015a 0,735a 0,401ab 0,217a 0,117a

BR 2 CL 3,842a 2,128b 0,780b 0,429d 0,232b 0,125c

BR 3 CL 3,835a 2,123b 0,769b 0,422cd 0,229b 0,123bc

BR 4 CL 3,728a 2,028a 0,731a 0,396a 0,219a 0,117a

BR 5 CL 3,769a 2,081ab 0,760ab 0,419bcd 0,223ab 0,120ab

BR 6 CL 3,730a 2,036a 0,747ab 0,407abc 0,225ab 0,119ab

SEM3 0,043 0,015 0,007 0,004 0,002 0,001

AktivitasSpesifik Enzim Eksoglukanase

BR 1 CL 3,911ab 2,144ab 0,779ab 0,419a 0,225a 0,121a

BR 2 CL 4,005b 2,174b 0,793b 0,426a 0,228a 0,123a

BR 3 CL 3,947ab 2,160ab 0,787ab 0,422a 0,225a 0,123a

BR 4 CL 3,915ab 2,155ab 0,777a 0,420a 0,224a 0,122a

BR 5 CL 3,943ab 2,157ab 0,783ab 0,420a 0,224a 0,122a

BR 6 CL 3,901a 2,128a 0,782ab 0,418a 0,224a 0,122a

SEM3 0,021 0,009 0,003 0,002 0,001 0,001 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Selulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali, 2Huruf sama pada kolom sama

menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diduga bahwa keenam isolat bakteri

selulolitik cairan rumen sapi bali mampu menghasilkan multifunction

glukanase. Hal ini mengingat berdasarkan hasil evaluasi aktivitas

endoglukanase (menggunakan substrat CMC) dan eksoglukanase

Page 92: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-80-]

(menggunakan substrat avicel) menunjukkan keenam isolat bakteri

mampu mereduksi setiap substrat yang digunakan menjadi glukosa. Lind

et al. (2002) mengungkapkan bahwa beberapa mikroorganisme mampu

menghasilkan multifunction glukanase yang terdiri dari beberapa enzim

selulase dan hemiselulase, sehingga konsep 1 (satu) enzim satu aktivitas

tidak berlaku pada semua kasus, terlebih pada enzim glukanase.

Ditambahkannya bahwa multifunction protein adalah suatu protein

enzim yang terdiri dari satu tife (tife tunggal) dari suatu rantai

polipeptida tetapi mempunyai berbagai aktivitas katalitik/aktivitas

enzimatis. Sebagai contoh; Cel A dari Caldocellum saccharolyticum

diidentifikasi menghasilkan 2 jenis enzim selulase yaitu endo-glukanase

dan ekso-glukanase. Bakteri Cellulomonas sp. memproduksi lebih dari 6

enzim endoglukanase dan lebih dari 1 enzim eksoglukanase. Bakteri

berfilamen thermofilus yaitu Thernmobifida fusca juga menghasilkan 6

enzim selulase yang terdiri atas 3 endoglukanase (E1, E2 dan E5), 2

eksoglukanase (E3 dan E6) dan 1 selulase dengan aktivitas endoglukanase

dan eksoglukanase. Mengingat pada penelitian ini, kegiatan isolasi dan

identifikasi jenis protein penghasil enzim dan jenis enzim secara spesifik

belum dilakukan sehingga kepastian sel protein penghasil multifunction

glukanase belum diketahui secara pasti. Kegiatan penelitian isolasi dan

identifikasi protein enzim serta jenis enzimyang dihasilkan perlu

dilaksanakan selanjutnya.

Disisi lain, selain kemungkinan dihasilkannya protein enzim

multifunction glukanase, Tabel 4.9 juga dapat menyiratkan crude enzim

yang diproduksi dari setiap kultur bakteri khususnya dari isolat bakteri

selulolitik berada dalam bentuk selulosom(cellulosome) yaitu suatu multi

protein dari kompleks enzim selulase yang terdiri atas endoglukanase,

eksoglukanase dan/atau glukosidase, sehingga ekstrak enzim yang

diproduksi mempunyai aktivitas endoglukanase maupun eksoglukanase.

Leschine (1995) mengungkapkan bahwa dalam kondisi anaerob,

kompleks selulase (endoglukanase, eksoglukanase maupun glukosidase)

akan diorganisir kedalam multiprotein enzim “cellulosome/selulosom”

[-81-]

Page 93: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-80-]

[-81-]

yang bekerja secara sinergis dalam menghidrolisis selulosa kristalin. Lebih

lanjut diungkapkan perombakan selulosa dilaksanakan dengan terlebih

dahulu enzim endoglukanase menyerang bagian selulosa yang bersifat

amorforous menghasilkan unit-unit selubiosa serta membentuk tempat

bagi enzim eksoglukanase yang selanjutnya akan mendegradasi unit-unit

selubiosa yang terdapat pada bagian serat selulosa berkristal. Pada

bagian akhir, glukosidase menghidrolisis selubiosa dan berbagai

selodekstrin membentuk glukosa. Ditambahkan pula glukosidase

mempunyai peranan penting mencegah akumulasi unit-unit disakarida

(selubiosa, selodekstrin) yang dapat menghambat aktivitas

eksoglukanase selanjutnya.

Di alam, berbagai kultur mikroba/bakteri selulolitik banyak

ditemukan baik pada lahan pertanian, hutan, jaringan hewan, saluran

pencernaan herbivora baik rumen, kolon, sekum maupun hipopotamus,

rayap (air liur, sel tubuh, saluran pencernaan maupun sarangnya) serta

pada tumbuhan melapuk/mati. Bakteri selulolitik di alam antara lain;

Bacillus subtilis, Bacillus macerans,Bacillus sp.,Clostridium acetobutylicum,

C. thermocellum, Acidothermus, Pseudomonas cellulosa, Rhodothermus

(Howard et al., 2003), Erwinia, Acetovibrio, Mikrobispora, Cellulomonas,

Cellovibrio, Streptomyces murinus, Sclerotium rolfisii (Duff and Murray,

1996), Fibrobacter succinogenes, Butytrivibrio fibrisolvens, Ruminococcus

albus, R. flavefaciens (Lynd et al., 2002).

4.3.4 Hasil Evaluasi dan Seleksi dari Isolat Bakteri Xylanolitik Cairan Rumen Sapi Bali

A. Kemampuan Degradasi Substrat Sumber Xylanosa dari Bakteri Xylanolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali

Isolat bakteri xylanolitik hasil isolasi dari cairan rumen sapi bali

diketahui mempunyai kemampuan degradasi substrat yang ditunjukkan

dengan dihasilkannya zone bening pada substrat xylan, dedak padi dan

jerami padi dengan diameter masing-masing sebesar 0,653-0,810 cm,

0,809-0,936 cm, dan 0,591-0,707 cm (Tabel 4.11). Pada Tabel itu juga

Page 94: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-82-]

tampak bahwa isolat bakteri xylanolitik dengan kode BR3XY mampu

menghasilkan diameter zone bening tertinggi yang berbeda nyata

(P<0,05) dibandingkan dengan isolat bakteri dengan kode BR1XY, BR4XY,

BR5XY, BR7XY dan BR8XY (pada substrat xylan dan dedak padi), dan

isolat bakteri dengan kode BR1XY, BR4XY, BR5XY, dan BR8XY pada

substrat jerami padi.

Dihasilkannnya diameter zone bening tertinggi oleh bakteri

xylanolitik asal cairan rumen sapi bali dengan kode BR3XY menunjukkan

bahwa isolat tersebut mempunyai kualitas tinggi dalam merombak

senyawa xylanosa serta berbagai substrat mengandung xylanosa

dan/atau hemiselulosa lainnya (seperti dedak padi dan jerami padi)

menjadi komponen lebih sederhana sehingga pada aplikasinya dapat

dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi ternak.

Tabel 4.11 Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Xilanolitik Cairan Rumen Sapi Bali

Isolat Bakteri1 Diameter zone bening 15 µl Bakteri pada substrat (cm)

Xylan Dedak Padi Jerami Padi

BR1XY 0.726bc2 0.843b 0.633abc

BR2XY 0.806e 0.918cd 0.707e

BR3XY 0.810e 0.936d 0.707e

BR4XY 0.699abc 0.809a 0.591a

BR5XY 0.679ab 0.847b 0.646bcd

BR6XY 0.791de 0.928d 0.699de

BR7XY 0.742cd 0.898c 0.681cde

BR8XY 0.653a 0.822ab 0.602ab

SEM3 0,013 0,006 0,011 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Xylanolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali, 2Huruf sama pada kolom sama

menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

Perez et al. (2002) mengungkapkan bahwa degradasi hemiselulosa

merupakan proses pemecahan polimer heteropolisakarida baik secara

fisik, kemis maupun biologis menjadi molekul lebih sederhana seperti

glukosa, mannosa, galaktosa, xilosa, arabinosa dan 4-0 methyl-

glukoronik, D-galacturonic dan/atau D-glukoronik. Secara biologis, enzim

yang berperan penting dalam proses degradasi senyawa hemiselulosa

[-83-]

β

β α

α

β

β β

α

Page 95: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-82-]

[-83-]

adalah kompleks enzim xylanase dan mananase, mengingat komponen

utama dari hemiselulosa adalah xilan dan mannan (Beg et al., 2001;

Perez et al., 2002; Howard et al., 2003 dan Saha, 2003). Pada penelitian

ini, kedelapan isolat bakteri xylanolitik asal isi rumen sapi bali

mempunyai kemampuan merombak senyawa xylan serta substrat dedak

padi dan jerami padi yang menunjukkan semua isolat bakteri tersebut

mampu menghasilkan enzim pendegradasi xylan (xylanase) (Tabel 4.12)

dan/atau hemiselulase lainnya.

Saha (2003) mengungkapkan degradasi totalsenyawa xilan

membutuhkan kompleks enzim yang bekerja sinergis, yaitu endo-1,4-β-

xilanase, eksoxylanase, 1,4-β-xilosidase,dan beberapa enzim lain seperti α-

L-arabinofuranosidase, α-glucuronidase. acetylxylan esterase, ferulic acid

esterase, dan p-coumaril esterase yang berperanan dalam hidrolisis

berbagai komponen xylan, sedangkan untuk degradasi mannan

membutuhkan kompleks mananase yang terdiri atas; endo-β-D-

mannanase, exo-β-mannosidase, β-D-glucosidase, acetyl mannan

esterase, dan α-galactosidase untuk memutus rantai utama dan rantai

samping mannanosa.

Pada Tabel 4.11 tampak bahwa secara umum degradasi dedak padi

oleh isolat-isolat bakteri xylanolitik asal rumen sapi bali mempunyai

tingkat degradasi yang lebih tinggi daripada substrat xylan maupun

jerami padi. Hal ini disebabkan karena dedak padi mempunyai

kandungan serat kasar lebih rendah yaitu 19,8% dibandingkan dengan

jerami padi (35,9%) (Tabel 2.2) sedangkan substrat xylan merupakan

substrat sintetis pro analisis dengan konsentrasi xylan yang tinggi, serta

mempunyai kandungan hemiselulosa lebih tinggi daripada jerami padi

(37% Vs 24-25%), namun dengan kandungan selulosa dan lignin lebih

rendah (27% dan 5% Vs 32-35% dan 12-18%) (Tabel 2.3). Howard et al.

(2003) dan Tomarhat (2006) mengungkapkan adanya lignin dan

selulosa dalam suatu bahan/substrat akan menurunkan degradasi

substrat tersebut termasuk degradasi hemiselulosa (xylanosa). Perez et al.

Page 96: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-84-]

(2002) mengungkapkan lignin secara kimia berikatan dengan komponen

karbohidrat struktural (selulosa dan/atau hemiselulosa) dan secara fisik

bertindak sebagai penghalang proses perombakan dinding sel bahan

pakan oleh mikroba/enzim. Semakin tinggi kandungan lignin dari suatu

bahan pakan semakin sulit bahan pakan tersebut terdegradasi/tercerna.

B. Aktivitas Spesifik Enzim dari Bakteri Pendegradasi Xylanosa Asal Cairan Rumen Sapi Bali

Evaluasi aktivitas spesifik enzim xylanase dari isolat bakteri

xylanolitik asal cairan rumen sapi bali menunjukkan bahwa kedelapan

isolat bakteri xylanolitik mampu menghasilkan xylanase dengan aktivitas

spesifik sebesar 644,156-743,473 U; 322,078-589,688 U; 196,660-226,242 U;

109,322-126,609 U; 61,628-71,351 U; 34,175-39,047 U masing-masing untuk

inkubasi selama 30 menit, 1 jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam untuk

setiap 1 g protein enzim (Tabel 5.1.12). Kadar protein ekstrak enzim isolat

bakteri xylanolitik cairan rumen sapi bali adalah 3124,359 - 3182,051µg/ml

(Tabel 4.13).

Tabel 4.12 Aktivitas Spesifik Xylanase dari Bakteri Xylanolitik Cairan Rumen Sapi Bali

Isolat Bakteri1

Aktivitas Enzim Xylanasepada Beberapa Waktu Inkubasi (U)

30 menit 1 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam

BR1XY 669,373abc2 522,755b 203,458a 113,704ab 64,006ab 35,703ab

BR2XY 714,738cd 560,079cd 215,846bc 120,376c 67,669d 37,430b

BR3XY 743,473d 589,688d 226,242c 126,609d 71,351e 39,047b

BR4XY 657,670ab 517,328b 202,977a 114,505ab 64,494bc 35,648ab

BR5XY 644,518a 514,557b 201,118a 112,516a 63,462ab 32,172ab

BR6XY 699,285bcd 553,264c 214,867b 118,002bc 66,613cd 35,707ab

BR7XY 677,884abc 338,942a 206,157ab 114,243ab 64,449bc 35,187ab

BR8XY 644,156a 322,078a 196,660a 109,322a 61,628a 34,175a

SEM3 10,636 6,070 2,140 1,077 0,526 1,017 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Xylanolitik Asal Isi Rumen Sapi Bali, 2Huruf sama pada kolom sama

menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

Dihasilkannya aktivitas spesifik enzim xylanase yang cukup tinggi

tiap gram ekstrak enzim menunjukkan isolat bakteri xylanolitik yang

berhasil diisolasi dari isi rumen sapi bali mempunyai kualitas yang baik

[-85-]

β

β

β

Page 97: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-84-]

[-85-]

dan dengan kemampuan degradasi senyawa xylanosa (hemiselulosa)

yang cukup tinggi. Pada penelitian ini isolat bakteri xylanolitik dengan

kode BR3XY menghasilkan aktivitas spesifik enzim xylanase tertinggi pada

semua waktu inkubasi (Tabel 4.12). Hal ini mengindikasikan bahwa isolat

bakteri tersebut mempunyai potensi terbaik untuk dimanfaatkan

sebagai starter pendegradasi xylanosa dan/atau senyawa hemiselulosa

lainnya seperti ditunjukkan dengan dihasilkannya diameter zone bening

tertinggi baik pada substrat xylan maupun substrat alami dedak padi

dan jerami padi (Tabel 5.1.11). Hasil penelitian ini sejalan dengan Hespell

(1988) yang mengungkapkan bahwa dalam rumen terdapat berbagai

bakteri pendegradasi hemisellulosa, seperti Butyrivibrio fibrisolvens dan

Bacterioides ruminicola. Zorec et al. (2014) menyatakan bahwa

Pseudobutyrivibrio xylanivoransdan Prevotella bryantii B14 merupakan

bakteri rumen penghasil xylanase dengan efektivitas tinggi yang potensial

dimanfaatkan sebagai probiotik maupun produksi biogas.

Tabel 4.13 Kadar Protein dari Ekstrak Enzim Bakteri Xylanolitik Cairan Rumen Sapi Bali

No Isolat Bakteri1 Kadar Protein Ekstrak Enzim (µg/ml) 1 BR1XY 3149,487bc 2 BR2XY 3176,154de 3 BR3XY 3182,051e 4 BR4XY 3132,821ab 5 BR5XY 3128,205ab 6 BR6XY 3162,051cde 7 BR7XY 3158,718cd 8 BR8XY 3124,359a

SEM3 4,452 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Xylanolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali, 2Huruf sama pada kolom sama

menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

Howard et al. (2003) mengungkapkan Bacillus pumilus

menghasilkan Endo-1,4-β–Xylanase dengan aktivitas spesifik 1780

µmol/menit/mg (U),Thermoanaerobacter ethanolicusmenghasilkan β-1,4-

xylosidase dengan aktivitas enzim 1073U, Bacillus polymyxa menghasilkan

β-glucosidase dengan aktivitas 2417 U, Clostridium stercorarium

Page 98: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-86-]

menghasilkan feruloyl esterase dengan aktivitas 88 U (Tabel 2.6).

Tingginya potensi perombakan hemiselulosa oleh bakteri hemiselulolitik

(xylanolitik) rumen memegang peranan penting dalam metabolisme

nutrisi herbivora (Schyns, 1997). Saha (2003) mengungkapkan degradasi

hemiselulosa oleh bakteri secara anaerobakan menghasilkan berbagai

asam-asam organik seperti asetat, laktat, propionat, suksinat, dan asam

organik lain serta senyawa aceton, butanol, 2,3-butanediol, dan lain-lain.

Asam-asam organik tersebut merupakan produk metabolit utama yang

akan dimanfaatkan sebagai sumber energi/nutrisi bagi induk semang

(host) maupun mikroorganisme bersangkutan sebagai penyusun protein

tubuhnya (Leng, 1997).

4.4 Identifikasi dan Karakterisasi Isolat Bakteri Lignoselulolitik

Unggul Asal Cairan Rumen Sapi Bali

Isolat bakteri lignoselulolitik unggul asal rumen sapi bali yang telah

diperoleh berdasarkan hasil evaluasi dan seleksi kemampuan degradasi

substrat lignoselulosa serta aktivitas spesifik enzim lignoselulase yaitu isolat

bakteri dengan kode BR9LS; BR4LG; BR2CL; BR3Xy selanjutnya

diidentifikasi dan dikarakterisasi berdasarkan morfologi dan biokemisnya.

Identifikasi isolat bakteri unggul dilaksanakan dengan teknik biologi

molekuler (Craig et al., 2010) melalui kegiatan ekstraksi dan purifikasi

DNA, Amplifikasi (PCR) dan elektroforesis, squensing/pembacaan susunan

nukleotida serta penentuan hubungan kekerabatan/filogenetik isolat

bakteri unggul dengan isolat bakteri lain pada sumber yang sejenis.

Kegiatan ekstraksi dan purifikasi DNA menggunakan Genomic DNA

Mini Kit (Blood/Culture cell) mengikuti prosedur yang direkomendasikan

pemasok (Buffy Coat Protocol dari Geneaid) dengan beberapa modifikasi

seperti penambahan proteinase K (konsentrasi akhir 2 mg/ml) dan RNase

A (konsentrasi akhir 10 mg/ml) (Ridwan et al., 2015). Ekstraksi dan

purifikasi DNA dilakukan dengan terlebih dahulu melarutkan kultur

isolat bakteri dari medium nutrien agar menggunakan NaCl 0,9%

(Gambar 4.12).

[-87-]

Page 99: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-86-]

[-87-]

Gambar 4.12 Proses Pelarutan Kultur Bakteri pada Larutan NaCl Fisiologis

Selanjutnya sebanyak 2 ml kultur isolat bakteri disentrifuse pada

kecepatan 13000 rpm pada suhu 4oC. Pellet (sel bakteri) yang diperoleh

dicuci 2 kali menggunakan RBC lysis, selanjutnya DNA diisolasi

menggunakan Genomic DNA Mini Kit (Geneaid) mengikuti prosedur yang

direkomendasikan pemasok. Spesimen DNA yang diperoleh

dimanfaatkan untuk analisis selanjutnya (Gambar 4.13).

Gambar 4.13 Proses Isolasi DNA Kultur Bakteri

Page 100: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-88-]

Amplifikasi DNA dilaksanakan menggunakan primer 27F (5’-

AGAGTTTGATCCTGGCTCAG-3’) dan 1492R (5’-GGTTACCTTGTTACGACTT-3’)

(Lane, 1991 disitasi Ridwan et al., 2015). Proses reaksi PCR dilakukan pada

volume reaksi 50 µL dengan komposisi: 25 µL master mix Kappa, 2 µL

Primer 27F, 2 µL Primer 1492R, 16 µL RNase dan 5 µL template DNA

(cDNA). Reaksi diprogram pada kondisi predenaturasi (suhu 95oC, 3

menit). Selanjutnya sebanyak 30 siklus pada kondisi: denaturasi (95oC, 30

detik); anneling (50oC, 30 detik); extension (72oC, 90 detik) dan terakhir

dilanjutkan dengan satu siklus (final extension) pada suhu 72oC selama

(10) menit dan tahap akhir PCR pada suhu 4oC. Produk PCR selanjutnya

dielektroforesis menggunakan 1,5% gel agarose pada larutan TBE Buffer

1x selama 40 menit/100 volt menggunakan elektroforesis kit (Applied

Biosystem). Hasil elektroforesis diwarnai menggunakan etium bromida

(EtBr) dan divisualisasi pada alat Gel Doc (UVITEC Cambridge) untuk

mengetahui keberhasilan PCR (Gambar 4.14).

Proses PCR DNA Isolat Bakteri Lignoselulolitik Unggul

Elektroforesis DNA isolat Bakteri Lignoselulolitik Unggul

Gambar 4.14 Kegiatan Amplifikasi DNA Bakteri Lignoselulolitik Unggul

[-89-]

Page 101: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-88-]

[-89-]

Pembacaan susunan nukleotida pada 16S rDNA dilakukan di

Laboratoratory of Food Science, Obihiro University of Agriculture and

Veterinary Medicine, Obihiro, Hokkaido, Japan. Produk PCR dimurnikan

dengan menggunakan PCR SUPRECTM PCR (Takara Biomedicals, Otsu,

Japan) dan selanjutnya dibaca urutan nukleotidanya dengan

menggunakan BigDye Primer Cycle Sequencing FS Ready Reaction Kit

(Applied Biosystems) dengan menggunakan mesin 3100 Genetic Analyzer

(PE Applied Biosystems) (Ridwan Press Comm.). Untuk melakukan

identifikasi kesamaan susunan nukleotida pada 16S rDNA dilakukan

dengan studi homologi BLAST pada GenBank dengan alamat situs

https://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi#

Hasil identifikasi bakteri unggul cairan rumen sapi bali

menggunakan metode biologi molekuler menunjukkan bahwa primer

27F mampu mengamplifikasi DNA isolat bakteri unggul terpilih yaitu

isolat bakteri dengan kode BR9LS; BR4LG; BR2CL; BR3Xy dengan panjang

untaian nukleotida sekitar 1492 bp (Gambar 4.15).

Gambar 4.15 Hasil Amplifikasi 16S rDNA dari Isolat Bakteri Unggul Asal Cairan Rumen Sapi Bali menggunakan Primer 27F dan 1492R.

(1kb=Marker 1 kb DNA leader, 1BR9LS; 2BR4LG; 3BR2CL; 4BR3Xy; 5BT4LS; 6BT5LG; 7BT3CL; 8BT8XY; 9 s/d 13 Isolat bakteri dari sumber lain)

Evaluasi spesimen DNA bakteri unggul melalui analisis squensing

telah berhasil membaca untaian basa nukleotida kedelapan DNA bakteri

unggul rumen sapi bali dan rayap.Melalui teknik studi homologi BLAST

pada GenBank (situs https://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi#), untaian

Page 102: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-90-]

nukleotida tiap DNA bakteri unggul berhasil diidentifikasi homologinya

yaitu bakteri lignoselulolitik unggul adalah Pseudomonas aeruginosa

strain BR9LS (Homologi 78%, No. Accession KU236370). Bakteri lignolitik

unggul adalah Bacillus subtilis strain BR4LG (homologi 100%, No. Accession

EU334108). Bakteri selulolitik unggul adalah Bacillus subtilis strain

BR2CL(homologi 99%, No. Accession KM084864). Bakteri xylanolitik

unggul adalah Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY(homologi 83%,

No. Accession KX426674) (Gambar 4.16 dan Tabel 4.16)

Squeen DNA Isolat Bakteri Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS

Squeen DNA Isolat Bakteri Bacillus subtilis strain BR4LG

Squeen DNA Isolat Bakteri Bacillus subtilis strain BR2CL

Squeen DNA Isolat Bakteri Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY

Gambar 4.16 Squeen DNA dari Bakteri Terpilih Cairan Rumen Sapi Bali

(Sumber: Mudita, 2019)

[-91-]

Page 103: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-90-]

[-91-]

Tabel 4.14. Data Untaian Basa Nukleotida dan Hasil Identifikasi Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Cairan Rumen Sapi Bali

Kode Isolat Data Squens Untaian Basa

Nukleotida

Identitas Bakteri Terdekat/ Panjang Skuens/Homologi /

No. Accession BR9LS (Lignoselulolitik)

TACCATGCAGTCGAGCGGAGCAGGGAGCTTGTTCCTGGATTCACCGGCAGACGGGTGAGTAAGGCTTATGAATCTGACTGTGAGTGGGGGAGGACGATCACTTCGGGACGCTGATACCGAATACGTCCTACGTCAGAAAACCAAAGAGGGTCAGACCTCGCGCTCTTGGATGAACCTGTGCCGGATTAGCTAGTTGGTGGGGGGGGGCCTACCCACGCCACGATCAGTATCTGGTCTGAGAGGAAGATCATGCACACTGGAACTGAAACACAGACCAGACTCCTACTGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGATCAATGGGCGAAAGCCTGATCCAGACATGCCCCGTGTGTGTGTAAGGACTTCGGATTGTAAATGACTTTAAGTTTCGAGGAAGGGGAGGGAGTTAATACCTAGACCCTTTGACTTTGCCTACACAATAAAAACCAGCTAACTTTAACCCAGCCCCCGCGGTAATTCTAAGGGTGAGGGCGTTAATCTGAATTACTGGTACTTAAAGGTAACGCGCACGGGGGCAGCTCTGTGGATGGGGATGCCACCCGCCCTCAACCTGGGAACTGCATCTGCATTCTACTGTGCTAGAGATAGTGTCGTGGAGGGGGGAATTTCCTTCCGTGTGGAGAAATGAAATGCATAGATATCGAAAAAACAATACCCGAAGGCGAACCCCCCCCCCCTGATACATAACACCTGACGCTCAGGAAGCCAAAGCGAGCAAACACAAATTAGATTACCTGGCCTGCCACTCCGCACACGAAAGCCAACTCGACGTGGGGGTCCCTGCCCATCAGGCGTGCCCACCTGACCTAACAAGTCGACCCCCCCCGCGAGGACGAACCCCCCCCGTTAAGACAACCACTCATTTGATTTGAGCGCCGCCCCCACCCCAAGCAGCAGAAGATGTTATTTTTAATTCAATGCCAAAGAAACATTACTCTTTCCTTGTTCTTGACGATGAAAATATCTTA

Pseudomonas aeruginosa strain GRD16 (1471 bp) (78%) (KU236370)

BR4LG (Lignolitik)

GCTATAATGCAGTCGAGCGGACAGATGGGAGCTTGCTCCCTGATGTTAGCGGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGCCTGTAAGACTGGGATAACTCCGGGAAACCGGGGCTAATACCGGATGCTTGTTTGAACCGCATGGTTCAAACATAAAAGGTGGCTTCGGCTACCACTTACAGATGGACCCGCGGCGCATTAGCTAGTTGGTGAGGTAATGGCTCACCAAGGCGACGATGCGTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGTGATGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCTGTTGTTAGGGAAGAACAAGTACCGTTCGAATAGGGCGGTACCTTGACGGTACCTAACCAGAAAGCCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGGGCTCGCAGGCGGTTTCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCCCGGCTCAACCGGGGAGGGTCATTGGAAACTGGGGAACTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAATTCCACGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATGTGGAGGAACACCAGTGGCGAAGGCGACTCTCTGGTCTGTAACTGACGCTGAGGAGCGAAAGCGTGGGGAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTAGGGGGTTTCCGCCCCTTAGTGCTGCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGGTCGCAAGACTGAAACTCAAAGGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAGGTCTTGACATCCTCTGACAATCCTAGAGATAGGACGTCCCC

Bacillus subtilis strain EXWB4-09 (1461 bp) (100%) (EU334108)

BR2CL (Selulolitik)

TATCATGCAAGTCGAGCGGACAGATGGGAGCTTGCTCCTTGATGTTAGCGGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGCCTGTAAGACTGGGATAACTCCGGGAAACCGGGGCTAATACCGGATGGTTGTTTGAACCGCATGGTTCAAACATAAAAGGTGGCTTCGGCTACCACTTACAGATGGACCCGCGGCGCATTAGCTAGTTGGTGAGGTAACGGCTCACCAAGGCAACGATGCGTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGTGATGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCTGTTGTTAGGGAAGAACAAGTACCGTTCGAATAGGGCGGTACCTTGACGGTACCTAACCAGAAAGCCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGGGCTCGCAGGCGGTTTCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCCCGGCTCAACCGGGGAGGGTCATTGGAAACTGGGGAACTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAATTCCACGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATGTGGAGGAACACCAGTGGCGAAGGCGACTCTCTGGTCTGTAACTGACGCTGAGGAGCGAAAGCGTGGGGAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTAGGGGGTTTCCGCCCCTTAGTGCTGCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGGTCGCAAGACTGAAACTCAAAGGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAGGTCTTGACATCCTCTGACAATCCTAGAGATAGGACGTCCC

Bacillus subtilis strain H1 (1433 bp) (99%) (KM084864)

BR3XY (Xylanolitik)

CATGCAGTCGAGCGGACCGTAATGGAGTGTGTTCACTCATGTTGCTTACCGACGGATGAGTGACTAATACGTAAGTTGCCTGTCCTAATGAGATAACTACCTCAAAGCAACGTTAGTTACTACATGCTTAATTGATCTCCACGCATCAGGCAATCAAGAAAGGCTTAGCAATCTGCCACTTATGGATGGACCTACGGCTCATTAGCTAGTTGGTGGAATAACTGCTCACCGAGGCGACGATGCGCCGACCACCTGAGAGGGTGATCCGCCACGCTGCTACTGAAACACCCCCCATACTCCTACGGGAGGCAGCAGGAAGGAATCTTCCACGATGGAAACAAGTCTGAAGGAACACCGCCGCGTGAGTGAAGAATGTTTTCTGATCAAAAACCTCTGTTGCGAAGGAAGAACTCTCTGTAGAGTAACTGTTCCATATGTGAGGGTCCCTGAGAAAAAACCCCCGGATAACTACGTGCCCCAGCCGCGATAATACGTAGGGCAAAGCTTTCTCCAGAATTAGTGGGCAAAAGCGCGCCAGGCTTTCATATAAGTCTGGTGAAACACCCGGCGCTAACTCCAGGTCCATCGAAAACTGTGAAACTTGAGTCAAAAAAGAAAGTGGAATTCCCGTGTACCGTGAAAGCGTAAAATGTGGAGAACACCGTGGCAAGGCGACTTTTGGCTGTACTGACCTAAGGCGCAAACGTGGGAGCAACAGATAAATACCTGGTAGTCCCGCCTAAACATAATGCAGTGTTAGGGTTCATCCTTTGTGCCCAGTAACACATAACATTCGCCTGGGATACGCCGCAGATGAACTAAAGAATTACGGGACCCACAGCGTGCATATTGTTTATTCAAGCACCCAAGACCTACCAGTC

Paenibacillus dendritiformis strain PP (1488 bp) (80%) (KX082752)

Page 104: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-92-]

Berdasarkan data squens untaian basa nukleotida dari isolat

bakteri terpilih/unggul asal cairan rumen sapi bali, maka dilanjutkan

dengan penentuan hubungan kekerabatan filogenetik (filogeny

tree) antar bakteri unggul dan/atau bakteri unggul hasil penelitian

dengan bakteri lain menggunakan perbandingan sekuen 16S rRNA

hasil penelitian dari beberapa referensi dengan bantuan program

pelacakan database Basic Local Alignment Search Tool/BLAST

dengan situs http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/blast.cgi dengan desain

hubungan filogenetik isolat bakteri menggunakan metode

Maximum Likelihood berdasarkan Tamura-Nei (1993) dengan

program MEGA7 (Kumar et al., 2016) serta kegiatan karakterisasi

bakteri unggul berdasarkan hasil pewarnaan gram yaitu 7 bakteri

terpilih (BR4LG; BR2CL; BR3XY; BT4LS; BT5LG; BT7CL; BT8XY) dengan

morfologi sel berbentuk batang dengan sifat gram positif

dilaksanakan dengan KIT MicrogenR Bacillus ID (MID-66) dari

Microgen Bioproducts Ltd, dengan larutan MacFarland 2.0 sebagai

standar preparasi, sedangkan 1 bakteri unggul (BR9LS) dengan

morfologi sel berbentuk batang dan sifat gram negatif,

dikarakterisasi dengan KIT API 20E mengikuti prosedur yang

direkomendasikan pemasok (Gambar 4.17).

Gambar 4.17 Karakterisasi dengan KIT Microgen Bacillus dan API 20E

[-93-]

Page 105: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-92-]

[-93-]

Berdasarkan uji kekerabatan/filogenetik dengan beberapa isolat

bakteri umum/telah diisolasi dari rumen sapi menggunakan data jenis

bakteri dari atlas mikrobiologi rumen/Atlas of Rumen Microbiology

(Ogimoto dan Imai, 1981), hasil penelitian Gonzales et al. (2014); Ridwan

(2014), dan Ishaq et al. (2015) dengan bantuan data sequen/basa

nukleotida dari hasil penelitian tersebut/data dari GenBank

(www.ncbi.nlm.nih.gov), diketahui bahwa bakteri lignoselulolitik terpilih

asal cairan rumen sapi bali Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS

mempunyai kekerabatan dekat dengan Bacillus flexus strain VTM1R86

dan Bacillus firmus strain VTM2R84. Bakteri lignoselulolitik terpilih juga

mempunyai hubungan kekerabatan dengan Butirivibrio fibrisolvens strain

H15, Clostridium cellobioparum strain DSM 1351,Methanobrevibacter

ruminantum strain M1, Streptococcus bovis isolat Sb5, Streptococcus bovis

isolat SbH8.11, Lachnospira multipara strain D32, Paenibacillus

woosongensis strain VTM 1R92 (Gambar 4.18). Hal ini menegaskan bahwa

bakteri lignoselulolitik terpilih Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS

mempunyai kedekatan peranan dengan bakteri pendegradasi lignin

seperti peranan Bacillus flexus strain VTM1R86,n Bacillus firmus strain

VTM2R84 maupun Paenibacillus woosongensis strain VTM 1R92 (Ogimoto

dan Imai, 1981; Ishaq et al., 2015), bakteri pendegradasi selulosa maupun

hemiselulosa seperti Butirivibrio fibrisolvens strain H15 (Weimer et al.,

1999), bakteri pendegradasi protein seperti peranan Clostridium

cellobioparum strain DSM 1351, Streptococcus bovis isolat Sb5,

Streptococcus bovis isolat SbH8.11, bakteri pendegradasi pektin

“Lachnospira multipara strain D32” (Gonzales et al., 2014). Yang et al.

(2007) bahkan menunjukkan bahwa Pseudomanas sp. merupakan

bakteri pendegradasi lignin paling efisien yang tidak hanya mampu

mendegradasi lignin alami tetapi juga mendegradasi senyawa aromatik.

Adanya kedekatan hubungan dengan bakteri pendegradasi berbagai

jenis substrat menegaskan bahwa bakteri lignoselulolitik terpilih

“Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS” merupakan bakteri unggul yang

mampu mendegradasi senyawa kompleks seperti lignoselulosa.

Page 106: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-94-]

Gambar 4.18 Hubungan Filogenetik Bakteri Lignoselulolitik Unggul asal Cairan Rumen Sapi Bali dengan Bakteri umum dalam Rumen

(Ogimoto dan Imai, 1981; Gonzales et al., 2014, Ridwan, 2014, dan Ishaq et al., 2015) dengan Data Squens dari GenBank (www.ncbi.nlm.nih.gov), dianalisis dengan Metode Maximum

Likelihood mengikuti model Tamura-Nei (1993) menggunakan Program MEGA 7 (Sumber: Mudita, 2019)

Hasil analisis morfologi dan biokimia juga menunjukkan bahwa

bakteri lignoselulolitik unggul asal rumen sapi bali yang mempunyai

kemiripan tinggi (78%) dengan Pseudomonas aeruginosa strain GRD16

merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang yang mampu

memfermentasi gula-gula seperti arabinosa, inositol, mannitol, rhammosa,

AH000856.2 Lachnospira multipara ATCC 19207 strain D32

NR 044734.1 Selenomonas ruminantium strain GA192

L10243.Ruminococcus albus beta-14-D-glucanase (CelA)

HM008264.1 Clostridium clostridioforme strain 136069/2010

KP101520.1 Treponema sp. strain OMZ 804

NR 041691.1 Butyricimonas virosa strain MT12

NR 041954.Prevotella brevis strain GA33

AY699286.1 Prevotella ruminicola isolate L16

NR 026450.1 Ruminobacter amylophilus strain H 18

NR 102980.1 Megasphaera elsdenii strain DSM 20460

AY699277.1 Lachnospira pectinoschiza isolate M81

NR 044111.1 Selenomonas bovis strain WG

AY178842.1 Eubacterium cellulosolvens strain Ce2

NR 024661.1 Eubacterium ruminantium strain GA195

HQ022863.1 Lactobacillus ruminis strain SL1090

NR 026146.1 Sarcina ventriculi strain DSM 286

BRLG. Bacillus subtilis strain BR4LG

MF661928.1 Bacillus sp. strain YB-4

BRCL. Bacillus subtilis strain BR2CL

EU878007.Lactobacillus acidophilus strain NX2-6

JN109769.Ruminococcus flavefaciens NI710F03

NR 113173.1 Bifidobacterium saguini strain AFB23-1

NR 113313.1 Bifidobacterium reuteri strain AFB22-1

AJ505938.Fibrobacter succinogenes strain R

JQ797588.Rumen bacterium NAIP2B

KP245773.1 Bacillus foraminis strain VTM4R85

KP245798.1 Bacillus niabensis strain VTM4R58

NR 025525.1 Butyrivibrio hungatei strain JK 615

NR 026476.1 Succinivibrio dextrinosolvens strain 0554

KP245774.1 Bacillus firmus strain VTM2R84

KP245775.1 Bacillus flexus strain VTM1R86

BRLS Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS

EU887842.1 Butyrivibrio fibrisolvens strain H15

NR 026104.1 Clostridium cellobioparum strain DSM 1351

NR 042784.1 Methanobrevibacter ruminantium strain M1

AY500370.1 Streptococcus bovis isolate Sb5

DQ148957.1 Streptococcus bovis isolate SbH8.11

NR 104758.1 Lachnospira multipara strain D32

KP245799.1 Paenibacillus woosongensis strain VTM1R92

MF188195.1 Fusobacterium sp. strain X-13

AJ278969.Ruminococcus flavefaciens strain 17

NR 145912.1 Propionibacterium acnes subsp. elongatum strain K124

KP245796.1 Bacillus licheniformis strain VTM2R82

BRXY. Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY

NR 026205.1 Succiniclasticum ruminis strain SE10

1.0

0.8

0.9

0.8

0.0

0.9

0.1

0.9

0.7

0.2

1.9

0.0

1.2

2.8

1.0

0.5

2.0

0.3

0.6

0.0

0.1

0.0

0.0

1.2

0.0

0.1

1.2

0.0

0.0

2.3

2.6

1.8

0.5

1.2

0.0

1.1

0.0

0.0

0.7

1.3

0.5

0.0

0.0

0.8

1.6

1.5

0.9

0.0

0.6

1.8

1.0

2.3

0.5

0.2

0.5

1.0

1.7

0.3

0.4

0.4

0.1

2.1

0.2

0.1

0.2

0.2

0.5

0.9

0.4

0.2

1.1

1.7

0.5

17.1

18.1

1.4

1.5

2.4

1.1

0.4

0.5

[-95-]

Page 107: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-94-]

1.0

0.8

0.9

0.8

0.0

0.9

0.1

0.9

0.7

0.2

1.9

0.0

1.2

2.8

1.0

0.5

2.0

0.3

0.6

0.0

0.1

0.0

0.0

1.2

0.0

0.1

1.2

0.0

0.0

2.3

2.6

1.8

0.5

1.2

0.0

1.1

0.0

0.0

0.7

1.3

0.5

0.0

0.0

0.8

1.6

1.5

0.9

0.0

0.6

1.8

1.0

2.3

0.5

0.2

0.5

1.0

1.7

0.3

0.4

0.4

0.1

2.1

0.2

0.1

0.2

0.2

0.5

0.9

0.4

0.2

1.1

1.7

0.5

17.1

18.1

1.4

1.5

2.4

1.1

0.4

0.5

[-95-]

sorbitol, ONPG, citrat, voges proskauer, dan amilosa (Tabel 4.15 dan

Gambar 4.19).

Tabel 4.15 Karakteristik Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Cairan Rumen Sapi Bali

Karakteristik

Isolat Bakteri Unggul Asal Rumen Sapi Bali Pseudomonas

aeruginosa strain BR9LS

Bacillus subtilis strain BR4LG

Bacillus subtilis strain

BR2CL

Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY

Sifat Gram - + + + Bentuk Batang/

Basil Batang/ Basil

Batang/ Basil

Batang/ Basil

Fermentasi Gula-Gula - Arabinosa/ARA + + + + - Cellubiosa/CEL - + + + - Inositol/INO + + + + - Mannitol/MAN + + + + - Mannosa/MNS na + + + - Raffinosa/RAF na + + + - Rhamnosa/RHA + + + - - Salicin/SAL na + + + - Sorbitol/SOR + + + + - Sukrosa/SUC na + + + - Trehalosa/TRE - + + + - Xylosa/XYL - + + + - Adonitol/ADO - - - - - Galaktosa/GAL - - + - - Methyl-D-Mannoside/MDM na - - - - Methyl-D-Glucoside/MDG na + + + - Inulin/INU na + + + - Melizitosa/MLZ na - - + - Indol/IND - - - - - ONPG/ONP + + + + - Arginin/ARG na + + + - Citrat/CIT + - - - - Voges Proskauer/VP + - - + - Nitrat/NIT na + + + - Amylosa/AMY + na na na - H2S - na na na - LDC - na na na

Sumber: Mudita (2019)

Data nukleotida GenBank menunjukkan bahwa Pseudomonas

aeruginosa strain GRD16 dilaporkan Ranjani, A., Gopinath, P. M., dan

Danasekaran, D. pada 17 Mei 2016 merupakan isolat bakteri patogen dari

lingkungan rumah sakit (www.ncbi.nlm.nih.gov/nucleotide/KU236370.1).

Beberapa peneliti juga menunjukkan bahwa bakteri Pseudomonas

aeruginosa berpotensi sebagai penyebab penyakit infeksi

nosokomial/infeksi yang dialami selama perawatan di rumah sakit serta

Page 108: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-96-]

berbagai penyakit lainnya (Strateva dan Yordanov 2009; Gellatly dan

Hancock, 2013), namun Gellatly dan Hancock (2013) juga

mengungkapkan bahwa bakteri tersebut merupakan flora normal tubuh

manusia dan tidak akan menimbulkan penyakit selama pertahanan

tubuh normal.

Gambar 4.19 Hasil Karakterisasi Isolat Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal

Cairan Rumen Sapi Bali

Walaupun bakteri Pseudomonas aeruginosa berpotensi sebagai

penyebab penyakit, berbagai hasil penelitian juga menunjukkan bahwa

bakteri tersebut mempunyai kemampuan sebagai pendegradasi/

perombak berbagai komponen serat kasar maupun nutrien/substrat

lainnya.

Pseudomonas aeruginosa telah dilaporkan mampu memproduksi

berbagai enzim seperti ligninase yaitu lignin-peroksidase, laccase (Lynd et

al., 2002; Yang et al., 2007), Dye-Decolorizing Peroksidase/DyP (Li et al.,

2012), kompleks selulase selulosom “cellulose binding domain/CBD” terdiri

atas endoglukanase dan xylanase (Bolam et al., 1998),

Cellodextrinase/CelC (Beguin dan Aubert, 1994), enzim protease (Najafi et

al., 2005), enzim pendegradasi fenol maupun asam benzoat (Razika et

al., 2010), serta kemampuan detoxifikasi. Sehingga bakteri Pseudomonas

aeruginosa dimanfaatkan dalam berbagai bidang bioteknologi, baik

industri pakan, kertas, tekstil maupun industri bahan bakar serta

remediasi lingkungan (Howard et al., 2003; Singh, 2011; Shah et al., 2013).

Berdasarkan data squen untaian nukleotida dari bakteri lignolitik

unggul terpilih asal cairan rumen sapi bali Bacillus subtilis strain BR4LG

mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat dengan Bacillus sp strain

YB-4 yang merupakan bakteri pendegradasi lignin serta bersifat probiotik

[-97-]

Page 109: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-96-]

[-97-]

(Ishaq et al., 2015) dan Sarcina ventriculi strain DSM 286 yang merupakan

bakteri pendegradasi selulosa (Ogimoto dan Imai, 1981). Bakteri lignolitik

terpilih juga mempunyai kedekatan kekerabatan dengan Lactobacillus

ruminiss strain SL1090, Eubacterium ruminantium strain GA 195,

Eubacterium cellulosolvens strain Ce2, Selenomonas bovis strain WG, serta

bakteri lainnya (Gambar 4.16) yang merupakan bakteri umum pada

rumen penghasil asam-asam organik/VFA baik asetat, suksinat, format,

dan laktat (L-laktat dan D-Laktat) (Ogimoto dan Imai, 1981).

Berdasarkan data nukleotida GenBank tampak bahwa bakteri

lignolitik terpilih asal cairan rumen sapi bali mempunyai homolog dengan

Bacillus subtilis strain EXWB4-09 yang dilaporkan Wang Y., Hu, W., dan

Xu, L. pada 7 Januari 2008 dihasilkan dari identifikasi Bacillus bersifat

antagonistik terhadap patogen penyebab penyakit pada melon

(https://ncbi.nlm.nih.gov/nucleotide/EU334108.1). Wang et al. (2010)

mengungkapkan bahwa Bacillus subtilis strain EXWB4-09 dapat

dimanfaatka sebagai biokontrol penyakit bakterial yang menyerang

permukaan buah melon. Lebih lanjut diungkapkan bahwa

penyemprotan bio-surfactan yang diekskresikan oleh Bacillus subtilis

strain EXWB pada permukaan kulit melon dapat mencegah penyakit

busuk buah yang disebabkan fungi Alternaria alternata yang

mengakibatkan kerugian ekonomi bagi para petani.

Berbagai hasil penelitian telah menunjukkan bahwa isolat bakteri

Bacillus subtilis mampu menghasilkan enzim pendegradasi lignin. Data et

al. (2017) menunjukkan bahwa Bacillus subtilis mampu memproduksi

Laccase yang mampu merombak lignin melalui proses demineralisasi dan

pelarutan. Min et al. (2015) menyebutkan Bacillus subtilis mampu

memproduksi dye-decolorizing peroksidase (DyP) yang mampu

mendegradasi lignin dengan aktivitas spesifik 66,8 U/mg protein pada

substrat ABTS pH 3 dengan temperatur 50oC. Lai et al. (2016)

mengungkapkan bahwa Bacillus subtilis mampu menghasilkan aktivitas

enzim lignin peroksidase/LiP, mangan peroksidase/MnP dan laccase/Lac

masing-masing sebesar 1,5 U/ml; 0,8 U/ml dan 3,4 U/ml.

Page 110: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-98-]

Selain mempunyai kemampuan lignolitik (pendegradasi lignin),

strain dari bakteri Bacillus subtilis juga dilaporkan mempunyai

kemampuan mendegradasi senyawa selulosa (selulolitik) maupun

hemiselulosa dan/atau menghasilkan multi protein enzim. Pada

penelitian ini juga tampak bahwa bakteri selulolitik unggul terpilih asal

cairan rumen sapi bali diidentifikasi 99% homolog dengan Bacillus subtilis

strain H1 yaitu bakteri yang tergolong satu genus dengan bakteri lignolitik

terpilih asal cairan rumen sapi bali yang sama-sama dari jenis Bacillus

subtilis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strain Bacillus subtilis

selain mempunyai aktivitas lignolitik juga mempunyai aktivitas selulolitik.

Bahkan Zhang et al. (2010) mengungkapkan Bacillus subtilis merupakan

mikroba yang mampu memproduksi berbagai enzim pendegradasi

polisakarida seperti α-amilase, pullulanase, endo- mannanase, levanase,

glucan-1,4-α-maltohydrolase, pectate-lyase, β-1,4-endoglukanase, β-1,3-

1,4-endoglukanase, dan endo-1,4-β-xylanase.

Bacillus subtilis strain BR4LG Bacillus subtilis strain BR2CL

Gambar 4.20 Asal cairan Rumen sapi Bali

Hasil analisis morfologi dan biokimia dari kedua strain bakteri

Bacillus subtilis menunjukkan bahwa kedua isolat bakteri merupakan

bakteri gram positif dengan bentuk batang, yang mempunyai

kemampuan mendegradasi berbagai senyawa/gula-gula seperti

arabinoosa, cellubiosa, inositol, mannitol, mannosa, raffinosa, rhamnosa,

salicin, sorbitol, sukrosa, trehalosa, dan xylosa. Terhadap karbohidrat

galaktosa, bakteri selulolitik unggul Bacillus subtilis strain BR2CL

mempunyai kemampuan untuk memfermentasinya, sedangkan bakteri

[-99-]

β

Page 111: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-98-]

α

α β β

β

[-99-]

lignolitik unggul Bacillus subtilis strain BR4LG tidak mampu

memfermentasinya. Sedangkan terhadap senyawa methyl D-glukosida,

inulin, ONPG, arginin, dan nitrat, kedua strain Bacillus subtilis mampu

memfermentasinya (Tabel 4.20).

Berdasarkan analisis filogeni tampak bahwa bakteri selulolitik

unggul rumen sapi bali Bacillus subtilis strain BR2CL mempunyai

kedekatan hubungan kekerabatan dengan Lactobacillus acidophilus

strain NX2-6, Ruminococcus flavefaciens NI710F03, Bifidobacterium reuteri

strain AFB22-1, Bifidobacterium saguni strain AFB23-1 (Gambar 4.16) yang

semuanya merupakan bakteri umum rumen pendegradasi serat selulosa

maupun hemiselulosa serta penghasil asam-asam organik/VFA seperti

asetat, laktat, suksinat, propionat dan butirat (Ogimoto dan Imai, 1981).

Berdasarkan informasi GenBank diketahui bahwa bakteri yang

mempunyai homologi tinggi dengan bakteri selulolitik terpilih asal cairan

rumen sapi bali yaitu Bacillus subtilis strain H1 dilaporkanYang, R. pada 13

Oktober 2014 yang merupakan hasil identifikasi 4 strain Bacillus dari

broiler (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/nucleotide/KM084864.1). Pada

penelitian ini juga diketahui bahwa Bacillus subtilis strain BR2CL

merupakan bakteri unggul selulolitik yang mempunyai kemampuan

mendegradasi substrat selulosa dengan aktivitas spesifik enzim

endoglukanase dan eksoglukanase tertinggi. Bagudo et al. (2014) juga

menyatakan bahwa Bacillus subtilis merupakan alternatif sumber β-

glucosidase (selulolitik) yang mempunyai aktivitas enzim 1,750 U/ml

dengan pH optimum 7,0 dan dengan suhu 65oC. Rodas et al. (2017)

menegaskan bahwa Bacillus subtilis mampu menghasilkan enzim

endoselulase dan eksoselulase. Ali et al. (2013) menyebutkan Bacillus

subtilis subsp. inaquosorum strain KTH-61 menghasilkan kompleks selulase

dan xylanase masing-masing dengan aktivitas enzim 36,0 U/ml dan 89,7

U/ml. Chen et al. (2015) mengungkapkan Bacillus subtilis mampu

memproduksi multi protein enzim “selulosom” Bs EXLX1 yang mempunyai

aktivitas enzim selulase dan xylanase.

Page 112: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-100-]

Terhadap bakteri xylanolitik unggul terpilih asal cairan rumen sapi

bali Paenibacillus dendriformis strain BR3XY analisis hubungan

kekerabatan filogenetik menunjukkan bahwa bakteri tersebut

mempunyai kekerabatan yang dekat dengan Ruminococcus flavefaciens

strain 17 yang merupakan bakteri pendegradasi xylan (Schyns, 1997),

Bacillus licheniformis strain VTM2R82 (bakteri pendegradasi mannan; Ge

et al., 2016), Succiniclasticum ruminis strain SE 10, Propionibacterium acnes

subsp. elongatum strain K124, maupun Fusobacterium sp. strain X-13 yang

merupakan bakteri pendegradasi serat dan penghasil asam-asam

organik/VFA (Ogimoto dan Imai, 1981) (Gambar 4.16). Bakteri yang

homolog dengan bakteri xylanolitik terpilih asal cairan rumen sapi bali

yaitu Bakteri Paenibacillus dendriformis strain PP pertama dilaporkan

Parthiban, P. pada 16 Mei 2016 merupakan hasil isolasi probiotik dari

fermentasi tanaman varagu dan sejenis padi–padian yang tumbuh di

areal peternakan (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/nucleotide/KX082752.1).

Hasil analisis morfologi dan biokimia menunjukkan bahwa bakteri

xylanolitik terpilih asal cairan rumen sapi bali yaitu Paenibacillus

dendritiformis strain BR3XY merupakan isolat bakteri gram positif

berbentuk batang yang mampu memfermentasi berbagai gula-gula

seperti arabinoosa, cellubiosa, inositol, mannitol, mannosa, raffinosa,

salicin, sorbitol, sukrosa, trehalosa, xylosa, senyawa methyl D-glukosida,

inulin, melizitosa, ONPG, arginin, voges proskauer, dan nitrat (Tabel 4.15

dan Gambar 4.21).

Gambar 4.21 Hasil Karakterisasi Isolat Bakteri Xylanolitik Unggul Asal Cairan

Rumen Sapi Bali “Paenibacillus

[-101-]

β

Page 113: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-100-]

[-101-]

Berbagai referensi juga menunjukkan bahwa bakteri dari genus

Paenibacillus mempunyai kemampuan mendegradasi xylan. Ito et al.

(2003) menunjukkan bahwa Paenibacillus sp. strain W-61 mampu

memproduksi 5 jenis enzim xylanase yaitu xylanase 1, 2, 3, 4, dan 5 yang

masing-masing dengan bobot molekul 22, 41, 58, 120 dan 140 kDa. Lee et

al. (2004) juga menunjukkan bahwa telah berhasil menpurifikasi 2 jenis

enzim xylanase yaitu xilanase A/XynA dan xylanase B/xynB dari

Paenibacillus sp. DG-22 dengan produk utama dari aktivitas xylanase A

berupa xylotriosa, sedangkan xylobiosa adalah produk utama dari

xylanase B. Bakteri dari golongan Paenibacillus sp. juga diketahui

mampu menghasilkan berbagai kompleks xylanase seperti xyloglukanase

(Yaoi et al., 2005), methy l glucoronoxylanase (John et al., 2006), methyl

glucorono arabinoxylanase (Sawhney dan Preston, 2014), selulase yaitu

1,3-1,4-β-Glucanase (Chow et al., 2016; Woo et al., 2017). Bahkan Zeigler

(2013) dan Grady et al. (2016) mengungkapkan bakteri Paenibacillus

mempunyai berbagai peranan positif penting karena mengandung faktor

tumbuh bagi tanaman seperti Indole-3-acetic acids/IAA, senyawa

fitohormonauxin, pelarut fosfor, serta sebagai pengontrol senyawa

patogen tanaman; berperanan dalam fiksasi N, insektisida alami, serta

menghasilkan antimikrobial seperti bacteriocin, lipopeptida nonribosomal,

lipopeptida kationik siklik, serta lipopeptida nonkationik siklik.

Berdasarkan hasil analisis karakteristik khususnya uji biokimia dari

bakteri lignoselulolitik unggul asal cairan rumen sapi bali (Pseudomonas

aeruginosa strain BR9LS, Bacillus subtilis strain BR4LG, Bacillus subtilis strain

BR2CL dan Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY) semakin

menegaskan bahwa bakteri-bakteri tersebut merupakan isolat bakteri

unggul yang sangat potensial dimanfaatkan sebagai biokatalis/starter

dalam perombakan/fermentasi bahan pakan limbah pertanian. Apalagi

didukung dengan adanya kemampuan perombakan senyawa

lignoselulosa yang tinggi dan dengan aktivitas enzim lignoselulase yang

tinggi pula.

Page 114: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-102-]

BAB V. RAYAP SEBAGAI SUMBER BAKTERI

LIGNOSELULOLITIK

5.1 Rayap dan Lingkungan

Masyarakat luas umumnya mengenal rayap sebagai serangga yang

merugikan/hama karena menimbulkan berbagai kerusakan terutama

terhadap bahan berkayu atau bagi pemukiman masyarakat, namun

sesunngguhnya rayap memiliki keragaman jenis yang sangat tinggi yang

hanya sebagian kecil yang menimbulkan kerusakan terutama pada

pemukiman/kayu. Peran lainnya adalah sebagai penjaga keseimbangan

alam yaitu sebagai dekomposer yang akan menguraikan senyawa

kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana.

Harris (1971) mencatat lebih dari 1800 jenis rayap ada di dunia.

Secara garis besar, jenis rayap tersebut terbagi dalam 6 famili, 15 sub-

famili dan 200 genus (marga). Ditambahkannya, sekitar 10% dari

keseluruhan rayap di dunia ditemukan di Indonesia yaitu 200 jenis yang

terdiri atas 3 famili (Kalotermitidae, Rhinotermitidae, dan Termitidae), 6

sub-famili (Coptotermitinae, Rhinotermitinae, Amitermitinae, Termitinae,

Macrotermitinae, dan Nasutitermitinae), dan 14 genus (Neotermes,

Cryptotermes, Schedorhinotermes, Prorhinotermes, Coptotermes,

Microcerotermes, Caprototermes, Macrotermes, Odontotermes,

Microtermes, Bulbitermes, Nasutitermes, Hospitalitermes dan

Lacessitermes).

Rayap merupakan serangga berkoloni yang termasuk kedalam

phylum Antropoda, klas Insecta, Ordo Isoptera yang dalam

perkembangbiakannya mengalami metamorfose bertahap/gradual,

yaitu mulai dari telur,nimfa dan dewasa dengan beberapa fase. Pada

nimfa yang bertunas, sayapnya akan tumbuh lengkap pada fase terakhir

sampai mencapai kedewasaannya (Nandika et al., 2003). Gambar 5.1

dibawah menunjukkan Siklus hidup rayap dimulai dari Telur lunak

berwarna jingga transparan yang selanjutnya akan berkembang menjadi

[-103-]

Page 115: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-102-]

[-103-]

larva. Larva kemudian akan tumbuh menjadi rayap muda yang disebut

Nimfa (nymph). Ketika beranjak dewasa, rayap muda ini akan memilih

peran mereka dalam koloni.

Gambar 5.1. Siklus Hidup sdari Rayap

(Sumber: www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=78&fnam)

Sebagai serangga sosial yang hidupnya berkoloni, setiap individu

rayap memiliki kedudukan masing-masing dalam suatu kelompok. Pada

sistem sosialisasinya ada raja dan ratu rayap yang memiliki tugas untuk

berkembang biak atau untuk menetaskan calon-calon rayap lainnya.

Pemimpin (raja dan ratu) rayap biasanya memiliki perbedaan yang

mencolok dari yang lainnya, yaitu ukuran tubuh yang lebih besar. Selain

raja dan ratu, pada kelompok rayap tersebut juga terbagi menjadi

bagian lainnya yakni kelompok prajurit dan pekerja (Gambar 5.2).

Gambar 5.2. Pengelompokan/Kasta dalam Koloni Rayap (Sumber: https://pestmanagementtechnology.net/biologi-rayap-sistem-kasta-

pada-rayap)

Page 116: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-104-]

Pembagian kelompok/kasta pada rayap, yaitu:

1) Kasta pekerja yaitu kelompok/jenis rayap yang merupakan individu-

individu pekerja. Kasta ini merupakan jenis atau kelompok terbanyak

(± 80%) dalam satu koloni (Tarumingkeng, 2004). Kasta pekerja terdiri

dari nimfa dan dewasa yang steril, memiliki warna yang pucat dan

mengalami penebalan di bagian kutikula, tanpa sayap dan biasanya

tidak memiliki mata, memiliki mandibel yang relatif kecil (Borror dan

De Long, 1971). Kasta pekerja bertugas mencari dan menyimpan

makanan, merawat induk dan larva, membangun & memperbaiki

sarang. Rayap dari kasta inilah yang dapat merusak bangunan kayu

karena memiliki kemampuan mencerna selulosa dalam kayu, dimana

hasil pencernaan akan dimuntahkan dan dipersembahkan sebagai

makanan induk, prajurit dan para larva.

2) Kasta Prajurit, yaitu individu-individu dalam koloni rayap yang

bertugas menjaga sarang dan keseluruhan koloni. Kasta prajurit

memiliki spesialisasi anatomi dan perilaku untuk melawan serangan

musuh utama mereka, semut serta serangan/gangguan-gangguan

lainnya. Kasta prajurit berbeda dari kasta – kasta lainnya karena

perkembangan kepala dan mandibulanya. Kasta ini ditandai dengan

bentuk tubuh yang kekar karena penebalan (sklerotisasi) kulitnya

agar mampu melawan musuh dalam rangka tugasnya

mempertahankan kelangsungan hidup koloninya. Rayap jenis ini

memiliki rahang yang besar sehingga mereka tidak mampu makan

sendiri. Mereka bergantung pada rayap pekerja untuk menyediakan

mereka dengan makanan muntahan. Jumlah prajurit dalam satu

koloni biasanya tidak lebih dari 10% (Hasan, 1986). Mereka berjalan

hilir mudik di antara para pekerja yang sibuk mencari dan

mengangkut makanan. Setiap ada gangguan dapat diteruskan

melalui "suara" tertentu sehingga prajurit-prajurit bergegas menuju ke

sumber gangguan dan berusaha mengatasinya. Rayap prajurit dan

rayap pekerja sama-sama tidak memiliki mata dan biasanya hidup

maksimal dua tahun (https://id.wikipedia.org/wiki/Rayap).

[-105-]

Page 117: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-104-]

[-105-]

3) Kasta Reproduktif/Reproduksi (Alates), terdiri atas reproduktif primer

dan reproduktif suplementer. Kasta reproduktif primer adalah

pasangan ratu dan raja yang merupakan pasangan pendiri koloni.

Kasta ini keluar meninggalkan sarang (swarming) dan disebut juga

dengan laron. Kasta reproduktif primer mempunyai sepasang sayap

dan mata majemuk yang jelas dan warnanya agak tua. Sedangkan

kasta reproduktif suplementer adalah individu jantan dan betina,

mempunyai tonjolan sayap, warnanya kurang tua dari kasta

reproduktif primer dan matanya lebih kecil. Rayap suplementer

terbentuk dari nimfa-nimfa dan mencapai kematangan kelamin

tanpa mencapai tahap-tahap dewasa, bersayap penuh dan tanpa

meninggalkan sarang.

Rayap reproduksi ini sering kita sebut sebagai laron dan muncul

sebelum hujan. Rayap reproduksi memiliki mata yang tidak dimiliki

oleh rayap pekerja atau rayap prajurit. Bentuk tubuh mereka yang

indah untuk golongan rayap (ramping dan bersayap) tidak akan

bertahan lama. Sayap mereka sangat rapuh, dan akan segera rontok

begitu mereka telah menemukan tempat untuk membangun koloni

baru. Jika terpilih menjadi ratu, tubuh laron betina tidak akan

ramping lagi dan akan mengalami obesitas, karena tujuan hidupnya

hingga ajal adalah bertelur untuk koloni. Ratu rayap merupakan

serangga dengan umur terpanjang di dunia, ratu rayap dapat hidup

50 tahun pada kondisi ideal.

Saat kemampuan bertelur ratu menurun, peranannya akan dibantu

rayap reproduksi suplementer. Rayap reproduksi (suplementer) adalah

rayap-rayap reproduksi (laron) yang sebelumnya gagal terpilih

menjadi ratu dan raja koloni baru. Meskipun rayap reproduksi

suplementer bertelur lebih sedikit dari ratu, jumlah mereka dalam

koloni bisa mencapai ratusan, sehingga kontribusi mereka untuk

kapasitas bertelur koloni menjadi luar biasa dan ketika ratu

meninggal mereka dapat mengambil alih total tugas reproduksi

(https://id.wikipedia.org/wiki/Rayap).

Page 118: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-106-]

Berdasarkan sarangnya, rayap digolongkan dalam beberapa

kelompok, yaitu:

1) Rayap pohon, yaitu jenis-jenis rayap yang menyerang pohon yang

masih hidup, bersarang dalam pohon dan tak berhubungan dengan

tanah. Contoh: Neotermes tectonae (famili Kalotermitidae) yaitu

hama pohon jati.

2) Rayap kayu lembab, yaitu jenis rayap yang menyerang kayu mati

dan lembab, bersarang dalam kayu,tak berhubungan dengan tanah.

Contoh: Jenis-jenis rayap dari genus Glyptotermes (Glyptotermes spp.,

famili Kalotermitidae).

3) Rayap kayu kering, seperti Cryptotermes spp. (famili Kalotermitidae),

hidup dalam kayu mati yang telah kering. Hama ini umum terdapat

di rumah-rumah dan perabot-perabot seperti meja, kursi dan

sebagainya. Rayap ini juga tidak berhubungan dengan tanah, karena

habitatnya kering.

4) Rayap subteran, yaitu rayap yang umumnya hidup di dalam tanah

yang mengandung banyak bahan kayu yang telah mati atau

membusuk, tunggak pohon baik yang telah mati maupun masih

hidup. Di Indonesia rayap subteran yang paling banyak merusak

adalah jenis-jenis dari famili Rhinotermitidae. Terutama dari genus

Coptotermes (Coptotermes spp.) dan Schedorhinotermes.

5) Rayap tanah, jenis-jenis rayap tanah di Indonesia adalah dari family

Termitidae. Jenis rayap ini bersarang dalam tanah terutama dekat

pada bahan organik yang mengandung selulosa seperti kayu, serasah

dan humus

Indria et al. (2013) mengungkapkan rayap berperanan untuk

menjaga keseimbangan alam dengan menghancurkan kayu dan bahan

organik lainnya dan mengembalikannya sebagai hara ke dalam tanah.

Ditambahkannya, sampai saat ini terdapat 20 spesies rayap di Indonesia

yang dikelompokkan sebagai hama perusak kayu dan hama hutan atau

pertanian. Rayap yang tercatat sebagai hama antara lain rayap tanah

[-107-]

Page 119: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-106-]

[-107-]

seperti C. curvignathus, Macrotermes gilvus Hagen, Schedorhinotermes

javanicus Kemner, jenis rayap kayu kering yaitu Cryptotermes

cynocephalus Light., dan Cryptotermes curvignathus yang merupakan

salah satu rayap subteran yang makanan utamanya berupa kayu dan

bahan lain yang mengandung selulosa.

Makanan utama rayap yaitu selulosa baik yang berasal dari kayu,

sabuk kelapa, rumput, kertas, karton, tekstil dan kulit-kulit tanaman.

Rayap juga mengkomsumsi jamur. Kelompok rayap dari sub-famili

Mastotermetinae (famili Termitidae) membudidayakan jamur

Termitomyces (Basidiomycetes) dalam koloninya, jamur ini dimakan oleh

anggota koloni yang masih muda. Selain itu, terdapat rayap yang

mengkomsumsi tanah yang mengandung mineral, karbohidrat,

mikroorganisme tanah dan polyphenolic. Sekitar 60% dari famili

termitidae mengkomsumsi tanah sebagai bahan makanannya. Semua

rayap makan kayu atau bahan berselulosa, tetapi perilaku makan

(feeding behavior) dari berbagai jenis rayap bermacam-macam. Hampir

semua jenis kayu potensial untuk dimakan rayap.

Tidak berbeda dengan ruminansia, rayap juga memiliki organ

pencernaan (usus) mengandung mikroorganisme. Seperti pada rumen

ruminansia, keberadaan mikroorganisme di dalam saluran cerna rayap

merupakan suatu bentuk interaksi yang menguntungkan (simbiosis

mutualisme). Rayap memberikan perlindungan berupa tempat yang

anaerob dan makanan bagi mikroorganisme. Di lain pihak

mikroorganisme menyumbang enzim selulase/lainnya untuk pencernaan

rayap. Namun masing-masing mikroorganisme mempunyai peranan

berbeda dalam mencerna serat kasar/komponen dinding sel

tanaman/bahan lainnya tergantung pada kelas rayap, serta jenis dan

aktivitas enzim dari mikroorganisme bersangkutan.

Saluran pencernaan rayap terdiri atas usus depan, usus tengah, dan

usus belakang. Saluran pencernaan ini menempati sebagian besar dari

abdomen. Usus depan terdiri atas esofagus dan tembolok yang dilengkapi

dengan kelenjar saliva. Esofagus dan tembolok memanjang pada bagian

Page 120: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-108-]

posterior atau bagian tengah dari thorak. Kelenjar saliva mensekresikan

endoglukanase dan enzim lain ke dalam saluran pencernaan. Usus tengah

merupakan bagian yang berbentuk tubular yang mensekresikan suatu

membrane peritrofik di sekeliling material makanan. Usus tengah pada

rayap tingkat tinggi juga diketahui mensekresikan endoglukonase. Usus

belakang merupakan tempat bagi sebagian besar simbion (Scharf dan

Tartar 2008).

Rayap mendegradasi komponen berkayu (serat kasar) dengan

menghasilkan berbagai enzim pendegradasi serat (fibrolitik) dan dibantu

oleh organisme simbion pada saluran pencernaannya (Watanabe et al.,

1998; Ohkuma, 2003; Mudita. 2019). Rayap dikenal sebagai micoruminan

karena adanya mikroba/mikroorganisme dalam saluran cerna

(khususnya ususu) dari rayap yang mempunyai kesamaan dengan

mikroba rumen pada ternak ruminansia. Watanabe et al. (1998) bahkan

mengungkapkan bahwa sel tubuh, air liur, saluran pencernaan serta

sarang rayap mengandung berbagai enzim pendegradasi serat.

Purwadaria et al. (2003a,b dan 2004) menyatakan saluran pencernaan

rayap mengandung mikroba (bakteri, protozoa maupun fungi),

menghasilkan kompleks enzim selulase yaitu endo-β-D-1.4-

glukanase/CMC-ase, aviselase, eksoglukanase dan β-D-14-glukosidase,

dan hemiselulase (endo-1,4-β-xilanase dan enzim β-D-1,4-mannanase).

Kamsani et al. (2015) mengungkapkan bahwa beberapa isolat bakteri

seperti Bacillus sp. B1, Bacillus sp. B2 dan Brevibacillus sp. Br3

menghasilkan enzim lignoselulase terdiri atas endoglukanase,

eksoglukanase, β-glukosidase, xylanase, Lignin-peroksidase, Mangan-

peroksidase dan Lakase dengan aktivitas enzim tinggi.

Breznak (2000) mengungkapkan rayap tingkat tinggi lebih banyak

bersimbiosis dengan bakteri, sedangkan rayap tingkat rendah bersimbiosis

dengan protozoa dan bakteri. Rayap tingkat tinggi mempunyai sistem

pencernaan yang lebih berkembang dibandingkan rayap tingkat rendah

karena menghasilkan enzim selulase selama proses pencernaan selulosa

[-109-]

Page 121: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-108-]

β

β

β β

β

[-109-]

dalam usus belakangnya. Ada beberapa hipotesis tentang peranan

bakteri yang terdapat pada usus belakang rayap tingkat tinggi, antara

lain melindungi rayap dari bakteri asing, asetogenesis, fiksasi nitrogen,

methanogenesis dan metabolisme pyruvat. Meskipun bakteri tidak

melibatkan diri secara langsung dalam proses pencernaan rayap namun

bakteri ini akan disebarkan oleh rayap pekerja kepada nimfa baru.

Pada rayap tingkat tinggi, bakteri yang terdapat dalam usus

belakang rayap juga mempunyai peranan dalam proses pencernaan

makanan, meskipun bukan merupakan dekomposer utama. Sedangkan

protozoa (terutama flagellata) yang juga terdapat dalam usus rayap,

mempunyai peranan penting dalam metabolisme selulosa dan berfungsi

menguraikan selulosa dalam proses percernaan makanannnya

menghasilkan asetat sebagai sumber energi bagi rayap. Pentingnya

peranan protozoa pada rayap tingkat rendah telah ditunjukkan oleh

Belitz and Waller (1998) yang menunjukkan bahwa defaunasi protozoa

dalam usus belakang rayap dengan menggunakan oksigen murni

menyebabkan kematian rayap sekitar dua sampai tiga minggu

walaupun diberi kertas saring yang mengandung selulosa. Namun rayap

ini akan hidup lebih lama dengan makanan yang sama dengan adanya

kehadiran protozoa dalam usus belakangnya. Hal ini menunjukkan

bahwa kehidupan rayap sangat tergantung pada mikroba simbiosisnya.

Hal ini juga menunjukkan bahwa dalam keadaan anaerobik.

Protozoa yang bersimbiosis dengan rayap tingkat rendah berbeda

pada tiap spesies. Zootermopsis angusticollis bersimbiosis dengan

Tricercomitis, Hexamastix, dan Trichomitopsis. Mastotermes darwiniensis

bersimbiosis dengan Mixotricha paradoxa (Breznak, 2000). Coptotermes

formosanus bersimbiosis dengan Pseudotrichonympha grasii,

Spirotrichonympha leidy, Holomastigoides mirabile (Nakashima dan

Azuma, 2000), dan Holomastigoides hartmanni (Tanaka et al. 2006).

Coptotermes lacteus bersimbiosis dengan Holomastigoides mirabile

(Watanabe et al. 2002). Reticulitermes speratus bersimbiosis dengan

Page 122: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-110-]

Teranympha mirabilis, Triconympha agilis (Ohtoko et al. 2000),

Dinenympha exilis dan Pyrsonympha grandis (Todaka et al.,2007)

Beberapa contoh bakteri simbion pada rayap antara lain bakteri

fakultatif seperti Serratia marcescens, Enterobacter erogens, Enterobacter

cloacae, dan Citrobacter farmeri yang menghuni usus belakang rayap

spesies Coptotermes formosanus (famili Rhinotermitidae) dan berperan

memecah selulosa, hemiselulosa dan menambat nitrogen. Penelitian lain

mengungkapkan protozoa yang menghuni usus rayap tidaklah bekerja

sendirian tetapi melakukan simbiosis mutualisme dengan sekelompok

bakteri. Flagella yang dimiliki oleh protozoa tersebut ternyata adalah

sederetan sel bakteri yang tertata dengan baik sehingga mirip flagella

pada protozoa umumnya. Bakteri yang menyusun flagella memberikan

motilitas pada protozoa untuk mendekati sumber makanan, sedangkan

ia sendiri menerima nutrien dari protozoa. Contoh genus bakteri ini

adalah Spirochaeta dengan Trichomonas termopsidis sebagai simbionnya.

5.2 Bakteri Lignoselulolitik Asal Rayap

Adanya mikroorganisme simbion (dengan aktivitas enzim yang

dihasilkannya) pada saluran pencernaan rayap mendukung proses

degradasi/dekomposisi bahan berkayu (serat kasar tinggi) yang

dikonsumsi rayap. Berbagai mikroorganisme simbion khususnya bakteri

telah berhasil diisolasi dari rayap.

Kato et al. (1998) dan Geib et al. (2008) menunjukkan bakteri

Rhodococcus erythropolis, Sphingomonas sp., Brucella melitensis,

Ochrobacterium sp., Burkholderia sp., dan Microbacterium sp. yang

diisolasi dari saluran pencernaan rayap mempunyai kemampuan

mendegradasi senyawa aromatik dari lignin. Kato et al. (1998) juga

menunjukkan bahwa bakteri asal rayap menghasilkan lignase yang

mampu mendegradasi senyawa aromatik dari lignin. Tokuda et al.

(2004) mengungkapkan pada rayap tingkat rendah (Mastotermitidae,

Kalotermitidae, Rhinotermitidae dan Termopsidae), aktivitas

endoglukanase tertinggi ditemukan pada kelenjar saliva (45-86%),

[-111-]

β

Page 123: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-110-]

[-111-]

sedangkan pada rayap tingkat tinggi (Macrotermitinae, Termitinae dan

Nasutitermityinae ), aktivitas endoglukanase tertinggi ditemukan di usus

tengah (96-99%). Borji et al. (2003) mengungkapkan bahwa beberapa

isolat seperti Bacillus sp., Enterobacter sp., dan Ochrabacterium sp.

mempunyai kemampuan mendegradasi lignin dan polisakarida dari

jerami gandum. Enterobacter mempunyai kemampuan degradasi dan

tumbuh lebih cepat dari kedua isolat lainnya. Konig (2005) juga

mengungkapkan bahwa beberapa Bacillus dan Paenibacillus sp. berhasil

diisolasi dari saluran cerna rayap yang mempunyai peranan penting

dalam perombakan polisakarida dan senyawa aromatik. Spesies dari

genus Bacillus merupakan populasi terbanyak dengan jumlah populasi

lebih dari 107 sel/ml isi saluran cerna.

Bakteri pendegradasi selulosa (selulolitik) seperti Bacillus cereus

Razmin A, Enterobacter aerogenes Razmin B, Enterobacter cloaceae

Razmin C, Chryseobacterium kwangyangense Strain Cb, Acinetobacter

telah berhasil diisolasi dari rayap Coptotermen curnignathus (Razmin et

al., 2009). Sedangkan Sukartiningrum (2012) berhasil mengisolasi bakteri

xilanolitik dari rayap tanah yaitu Bacillus anthraccis, Bacillus thuringiensis,

Bacillus mycoides, B. acidicola, B. halmapalus, B. acidiceler, Escherichia coli,

E. fergusonii. E. albertii, Shigella dysenteriae, Citrobacter youngae,

Salmonella enterica subsp. indica, dan Enterobacter asburiae.

Kamsani et al. (2015) melaporkan bakteri Bacillus sp B1, Bacillus sp.

B2, dan Brevibacillus sp. Br3 yang diisolasi dari saluran cerna rayap

Bulbitermes sp. masing-masing mampu menghasilkan aktivitas enzim

endoglukanase (138,77; 10,02; 3,46 U/g), eksoglukanase (10,17; 32,16; 14,19

U/g), β-glukosidase (2,38; 1,81; 5,45 U/g), xylanase (72,33; 66,33; 104,96 U/g),

lignin peroksidase (577,03; 500,99; 648,60 U/g), manganeseperoksidase

(47,73; 41,48; 36,93 U/g) dan lakase (45,14; 71,18; 43,4 U/g) pada fermentasi

substrat serbuk gergaji kayu selama 14 hari. Pada penelitian tersebut juga

ditunjukkan kombinasi antara dua isolat, 3 isolat atau 4 isolat (dengan

Page 124: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-112-]

isolat jamur Aspergillus sp. A1) menghasilkan aktivitas enzim lebih tinggi

daripada penggunaan isolat tunggal

Purwadaria et al. (2003) menunjukkan ekstrak rayap segar

mempunyai aktivitas enzim pada dedak padi sebesar 25,30 µmol/g BK

rayap, 8,32 µmol/g BK rayap pada pollard, 0,56 µmol/g BK rayap pada

tepung kedele dan 0,17 µmol/g BK rayap pada tepung jagung.

Purwadaria et al. (2004) mengungkapkan bahwa bakteri yang diisolasi

dari rayap G. montanus dan Termitidae yaitu Bacillus larvae, B. pumilus,

B. mycoides, Enterobacter sp., dan 1 isolat belum teridentifikasi mampu

menghasilkan diameter zone bening yang tinggi (1,7 – 4,0 cm) dengan

nisbah daerah bening 3,6 – 10,0 kali.

Prabowo et al. (2007) menunjukkan ekstrak rayap mempunyai

aktivitas enzim CMC-ase yang sangat tinggi yaitu 0,6961-0,7638 U/mg

atau 7,11-33,95 kali lebih besar dibandingkan dengan cairan rumen

kerbau, bahkan 19,39-35,69 kali lebih besar daripada aktivitas enzim

cairan rumen sapi, namun kombinasi mikrobia dari ekstrak rayap dengan

cairan rumen sapi atau ekstrak rayap dengan cairan rumen kerbau

menghasilkan aktivitas enzim CMC-ase yang sama bahkan lebih besar

dengan ekstrak rayap (tunggal) yaitu 0,1249; 0,1105 U/mg Vs 0,1197 U/mg.

Hal ini disinyalir sebagai akibat mikobia selulolitik cairan rumen sapi dan

kerbau mempunyai aktivitas enzim ekso-glukanase dan β-glukosidase

yang lebih tinggi daripada mikrobia ekstrak rayap. Lebih lanjut

diungkapkan peningkatan aktivitas enzim ekso-glukanase dan β-

glukosidase pada sistem kompleks enzim selulase, akan meningkatkan

aktivitas enzim CMC-ase, sebagai akibat produk hasil degradasi enzim

sebelumnya dapat segera dirubah oleh enzim selanjutnya.

5.2.1 Bakteri Lignoselulolitik Hasil Isolasi Penulis

Tahun 2012 – 2013 penulis telah melakukan kegiatan isolasi bakteri

lignoselulolitik dari rayap (Mudita, 2019) yang juga menunjukkan bahwa

dari rayap berhasil diisolasi bakteri lignoselulolitik, lignolitik, selulolitik dan

xylanolitik dengan kemampuan degradasi substrat lignoselulosa dan

[-113-]

Page 125: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-112-]

β

β

[-113-]

aktivitas spesifik enzim lignoselulase (ligninase, selulase dan xylanase)

yang tinggi. Jenis isolat bakteri yang berhasil penulis isolasi dari rayap

ditunjukkan pada Tabel 5.1 yang pada awalnya diberi kode berdasarkan

sumber isolat dan substrat yang dipakai dalam kegiatan isolasi.

Tabel 5.1 Jumlah dan Jenis Bakteri yang Berhasil Diisolasi dari Rayap No Jenis Isolat Bakteri Jumlah dan kode Isolat Bakteri Asal Rayap

1 Bakteri Pendegradasi Lignoselulosa (Lignoselulolitik)

10

BT12LS; BT2LS; BT3LS; BT4LS; BT5LS; BT6LS; BT7LS;

BT8LS; BT9LS; BT10LS

2 Bakteri Pendegradasi Lignin (Lignolitik)

7

BT1LG; BT2LG; BT3LG; BT4LG; BT5LG; BT6LG; BT7LG

3 Bakteri Pendegradasi Selulosa (Selulolitik)

9

BT1CL; BT2CL; BT3CL; BT4CL; BT5CL; BT6CL; BT7CL; BT8CL; BT9CL

4 Bakteri Pendegradasi Xylanosa (Xylanolitik)

10

BT1XY; BT2XY; BT3XY; BT4XY; BT5XY; BT6XY; BT7XT; BT8XY; BT9XY; BT1XY

TOTAL 36 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1) BR= isolat bakteri yang berasal dari cairan rumen sapi bali,2) BT= isolat bakteri yang

berasal dari rayap/termites, 3)LS = bakteri yang tumbuh pada medium lignoselulosa (medium dengan substrat campuran asam tanat, CMC dan xylan), 4)LG= bakteri yang tumbuh pada medium lignolitik/substrat asam tanat, 5)CL= bakteri yang tumbuh pada medium selulosa/substrat CMC, 6)XY=bakteri yang tumbuh pada medium xylanosa/ substrat xylan.

Pada Tabel 5.1 tampak bahwa jumlah bakteri lignoselulolitik yang

berhasil diisolasi cukup banyak yang mencerminkan potensi yang besar

dari rayap untuk dimanfaatkan sebagai biokatalisator (starter/biokatalis)

untuk proses fermentasi/pengolahan bahan pakan kaya serat menjadi

pakan alternatif berkualitas. Hal ini sejalan dengan berbagai penelitian

penulis sebelumnya dalam Wibawa et al. (2011); Mudita et al. (2013; 2014)

yang menunjukkan bahwa rayap mempunyai potensi tinggi sebagai

biokatalis pakan/ransum limbah pertanian dan/atau limbah

inkonvensional serta mampu meningkatkan produktivitas sapi bali

maupun kambing peranakan etawah. Hasil yang sejalan juga

ditunjukkan peneliti lain yang mengungkapkan bahwa dalam tubuh

rayap (sel tubuh, air liur dan saluran pencernaan) terdapat berbagai

Page 126: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-114-]

mikroba baik bakteri, kapang/fungi, maupun protozoa serta berbagai

enzim pendegradasi serat seperti kompleks selulase (endo-β-D-1.4-

glukanase/CMC-ase, aviselase, eksoglukanase dan β-D-14-glukosidase)

dan hemiselulase (endo-1,4-β-xilanase dan β-D-1,4-mannanase)

(Watanabe et al., 1998; Purwadaria et al., 2000;2004).

Isolat bakteri lignoselulolitik hasil penelitian penulis juga telah penulis

evaluasi efektivitasnya melalui evaluasi kemampuan degradasi berbagai

substrat sumber lignoselulosa serta aktivitas enzim yang dihasilkannya.

5.2.2 Kemampuan Perombakan Lignoselulosa dari Bakteri Asal Rayap

Evaluasi kemampuan perombakan senyawa lignoselulosa oleh

bakteri yang telah diisolasi dari rayap dilaksanakan dengan metode yang

sama dengan evaluasi kemampuan degradasi substrat oleh bakteri yang

diisolasi dari rumen sapi bali yaitu A) Evaluasi kemampuan degradasi

Substrat Lignoselulosa, dan B) Evaluasi Aktivitas Spesifik Enzim

Lignoselulase.

A. Evaluasi Kemampuan Degradasi Substrat Lignoselulosa

Evaluasi kemampuan degradasi substrat lignoselulosa dilaksankan

dengan metode difusi cakram (disc diffusion test) yang didasarkan pada

pembentukan zona bening/difusi pada substrat uji di sekeliling koloni

bakteri (Hankin dan Anagnostakis, 1977; Subha Rao, 1993; CLSI, 2008).

Substrat uji yang digunakan sebagai sumber substrat lignoselulosa adalah

substrat asam tanat (sebagai sumber lignin), CMC dan avicel (sebagai

sumber selulosa, xilan (sebagai sumber xylanosa salah satu senyawa

hemiselulosa), jerami padi dan dedak padi.

Evaluasi kemampuan degradasi substrat lignoselulosa dari isolat

bakteri dilaksanakan dengan cara terlebih dahulu membiakkan isolat

bakteri murni ke dalam medium cair yang telah disiapkan (sesuai jenis

isolat bakteri yang dibiakkan) yaitu dengan cara mensuspensikan kultur

isolat murni kedalam larutan pengencer/NaCl 0,85% atau 0,90% pada

panjang gelombang (λ) 660 nm dengan nilai optical density/OD 0,5

(OD660 = 0,5). Selanjutnya larutan isolat diinokulasikan sebanyak 10%

[-115-]

Page 127: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-114-]

β

β

β β

λ

[-115-]

kedalam tabung hungate/tabung reaksi yang telah berisi medium

pertumbuhan bakteri cair selektif untuk pertumbuhan bakteri. Kemudian

diinkubasikan selama 3–5 hari hingga isolat bakteri murni tumbuh. Kultur

bakteri inilah yang dipakai dalam pelaksanaan uji degradasi substrat.

Pelaksanaan evaluasi kemampuan degradasi substrat dilakukan

dengan cara menginokulasikan 15µl kultur isolat bakteri murni dalam

paper disc yang diletakkan diatas medium padat selektif (dengan

substrat disesuaikan dengan jenis uji degradasi yang dilakukan),

selanjutnya diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 39oC selama 24 jam.

Diameter zone bening/zone difusi yang terbentuk di sekeliling paper disc

isolat diukur sebagai kemampuan degradasi substrat dari isolat bakteri

uji (Gambar 5.2).

Gambar 5.3 Kegiatan evaluasi kemampuan Degradasi Substrat Isolat Bakteri Lignoselulolitik

B. Evaluasi Aktivitas Enzim Lignoselulase

Aktivitas enzim dari isolat bakteri lignoselulolitik didasarkan pada

unit aktivitas enzim yang dihasilkan tiap gram protein enzim dari kultur

isolat bakteri. Aktivitas enzim yang dievaluasi adalah aktivitas enzim

ligninase, selulase (endoglukanase dan eksoglukanase) serta xylanase.

Page 128: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-116-]

Produksi ekstrak enzim/crude enzyme dilakukan dengan metode

yang sama pada isolat bakter asal cairan rumen sapi bali yaitu terlebih

dahulu dengan cara menumbuhkan isolat bakteri pada medium

pertumbuhan selektif cair (medium pertumbuhan bakteri disesuaikan

dengan jenis isolat yang ditumbuhkan). Isolat murni dari sediaan (dalam

medium pertumbuhan selektif padat) dilarutkan menggunakan larutan

pengencer pada absorbansi 0,5 pada panjang gelombang (λ) 660 nm,

kemudian diinokulasikan sebanyak 10% ke dalam tabung erlenmeyer

yang berisi medium pertumbuhan bakteri cair selektif, selanjutnya

diinkubasi pada suhu 39oC selama 3 hari dalam kondisi anaerob. Isolat

bakteri yang tumbuh dipergunakan sebagai sumber enzim.

Produksi crude enzyme/enzim kasar dilakukan dengan cara

mensentrifuse kultur isolat bakteri dalam medium cair pada kecepatan

10.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4oC. Bagian supernatan dari

kultur isolat bakteri tersebut diambil sebagai crude enzyme/enzim kasar

dari isolat bakteri murni yang akan dievaluasi kandungan protein

maupun aktivitas enzimnya. Kandungan protein dari ekstrak enzim kasar

dievaluasi menggunakan metode Bicinchoninic Acid (BCA) dengan

PierceTM BCA Protein Assay Kit (Produksi Thermo Scientific). Analisis

konsentrasi protein mengikuti prosedur microplate menggunakan standar

albumin (Bovine Serum Albumin/BSA) pada panjang gelombang (λ) 562

nm. Pada penelitian ini persamaan regresi standar BSA adalah Y=0,001X

+ 0,190 (R2 = 0,987) (Gambar 5.3)

Gambar 5.4 Analisis Kandungan Protein dari Enzim Kasar Isolat Bakteri

[-117-]

λ λ

λ λ

Page 129: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-116-]

λ

λ

[-117-]

Uji aktivitas spesifik enzim ligninase, selulase (endo-glukanase dan

ekso-glukanase) dan xylanase dilakukan pada substrat yang masing

masing mengandung 1% asam tanat (untuk ligninase); CMC (untuk endo-

glukanase) dan Avicel (untuk ekso-glukanase); dan xylan (untuk

xylanase) dalam buffer asetat 50 mM, pH 5,5 (Nitisinprasert et al., 1991;

Subba Rao, 1993; Ahmed et al., 2009). Masing-masing larutan substrat

dalam buffer asetat diambil 8 ml, ditambahkan 1 ml sumber enzim dan 1

ml aquades. Campuran larutan diinkubasi dalam inkubator bergoyang,

kemudian diukur aktivitas enzimnya setelah 30 menit, 1 jam, 3 jam, 6

jam, 12 jam dan 24 jam inkubasi. Pengukuran aktivitas enzim dilakukan

dengan cara menghitung banyaknya produk yang dihasilkan dari reaksi

enzim tersebut (Efiok, 1996). Produk yang diukur adalah gula reduksi

{glukosa untuk sumber selulosa dan silosa untuk sumber xylanosa} serta

vanilin untuk sumber lignin.

Pengukuran produk yang dihasilkan dilakukan dengan cara sebagai

berikut: Untuk gula reduksi (glukosa dan xylosa), pengukuran dilakukan

dengan cara mengambil 1 ml sampel ditambahkan pada 3 ml reagen

dinitrosalisilat (DNS) dan 1 ml aquades (Miller, 1959), sedangkan untuk

vanilin, pengukuran dilakukan dengan cara mengambil 1 ml sampel

ditambahkan pada 4 ml metanol, kemudian masing-masing diukur

absorbansinya menggunakan spektrofotometer uv-vis pada panjang

gelombang maksimum(λ maks.) standar yang dipakai (λ maks. glukosa

508,5 nm, λ maks.silosa 508 nm dan λ maks.vanilin 209 nm) (Gambar

5.4).

Gambar 5.5 Contoh Penentuan Panjang Gelombang dan Kurve Standar

dalam Evaluasi Aktivitas Enzim

Page 130: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-118-]

Aktivitas enzim diestimasi berdasarkan kurve standar yang diperoleh

(Adney dan Baker, 2008; Ghose, 1987), yaitu aktivitas ligninase

menggunakan persamaan Y=0,00635X + 0,21098 (R2 = 0,929); aktivitas

selulase (endo-glukanase dan ekso-glukanase) menggunakan persamaan

Y=0,00622X + 0,14277 (R2=0,972); aktivitas xylanase menggunakan

persamaan Y=0,00002X + 0,20525 (R2=0,897) (Gambar 5.5). Unit aktivitas

spesifik enzim (U) didefinisikan sebagai 1 µmol vanillin/gula pereduksi yang

dihasilkan tiap gram protein enzim per menit dalam kondisi assay (Irfan

et al., 2012; Lo et al., 2009).

Inkubasi C. Enzim dlm Buffer Substrat Penentuan Aktivitas Enzim Ligninase

Penentuan Aktivitas Enzim Selulase Penentuan Aktivitas Enzim Xylanase

Gambar 5.6 Penentuan Aktivitas Enzim dari Isolat Bakteri Lignoselulolitik

5.2.2.1 Perombakan Lignoselulosa dari Bakteri Lignoselulolitik Asal Rayap

A. Kemampuan Degradasi Substrat Lignoselulosa

Evaluasi kemampuan degradasi substrat sumber lignoselulosa dari

isolat bakteri lignoselulolitik asal rayap telah menunjukkan bahwa isolat

bakteri mempunyai kemampuan mendegradasi substrat lignoselulosa

baik asam tanat (sumber lignin), CMC dan avicel (sumber selulosa), xylan

(sumber hemiselulosa/xylanosa) dan sumber lignoselulosa alami (dedak

padi dan jerami padi) yang cukup tinggi yang ditunjukkan dengan

dihasilkannya diameter zone bening tiap 15 µl masing-masing sebesar

[-119-]

β β

Page 131: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-118-]

[-119-]

yaitu 0,202 – 0,308 cm, 0,603-0,710 cm, 0,566-0,669 cm, 0,675-0,844 cm,

0,872-0,973cm, dan 0,678-0,792 cm (Tabel 5.2).

Tabel 5.2. Kemampuan Degradasi Substrat Bakteri Lignoselulolitik Rayap

Isolat Bakteri1

Diameter zone bening 15 µl kultur bakteri pada substrat (cm) As. Tanat CMC Avicel Xylan Dedak Padi Jerami Padi

BT1LS 0,297cd2 0,654ab 0,566a 0,698ab 0,898abc 0,718ab BT2LS 0,224abc 0,694b 0,612ab 0,712ab 0,903abc 0,771ab BT3LS 0,264abcd 0,608a 0,591ab 0,676a 0,893ab 0,771ab BT 4LS 0,308d 0,710b 0,669b 0,844b 0,973c 0,792b BT5LS 0,302cd 0,603a 0,594ab 0,705ab 0,880ab 0,678a BT6LS 0,306cd 0,709b 0,662b 0,830b 0,954bc 0,790b BT7LS 0,204ab 0,688b 0,609ab 0,820ab 0,897ab 0,780ab BT8LS 0,202a 0,653ab 0,636ab 0,703ab 0,912abc 0,712ab BT9LS 0,285bcd 0,696bab 0,634ab 0,749ab 0,872a 0,755ab BT10LS 0,228abcd 0,649ab 0,647ab 0,675a 0,872a 0,738ab SEM3 0,017 0,014 0,018 0,029 0,015 0,021 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignoselulolitik Asal Rayap,2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan

berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

Tabel 5.2 juga menunjukkan bakteri lignoselulolitik berkode BT4LS

mempunyai kemampuan degradasi substrat lignoselulosa tertinggi dan

berbeda nyata (P<0,05) dengan isolat bakteri dengan kode BT2LS, BT7LS

dan BT8LS (pada substrat asam tanat), BT3LS dan BT5LS (pada CMC),

BT1LS (pada avicel), BT3LS dan BT10LS (pada xylan), BT3LS, BT5LS, BT7LS,

BT9LS dan BT10LS (pada dedak padi), serta BT5LS (pada jerami padi)

Dihasilkannya kemampuan degradasi substrat sumber lignoselulosa

baik pada substrat sintetik maupun substrat alami menunjukkan isolat

bakteri yang berhasil diisolasi merupakan isolat bakteri pendegradadsi

lignoselulosa yang mempunyai kemampuan mendegradasi senyawa

lignoselulosa maupun komponen penyusunnya. Perez et al. (2002)

maupun Howard et al. (2003) mengungkapkan bakteri lignoselulolitik

merupakan bakteri pendegradasi lignoselulosa yang terdiri dari bakteri

yang mampu mendegradasi lignin, selulosa dan/atau hemiselulosa.

Bakteri ini menghasilkan kompleks enzim lignoselulase yang terdiri dari

lignase (lignin-peroksidase/Li-P, mangan-peroksidase/Mn-P dan

lakase/Lac,), selulase (endo-β-glukanase, eksoglukanase, dan β-

glukosidase), dan hemiselulase (xilanase dan mannanase). Borji et al.

Page 132: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-120-]

(2003) juga mengungkapkan bahwa beberapa bakteri yang diisolasi dari

saluran cerna rayap seperti Bacillus sp., Enterobacter sp., dan

Ochrabacterium sp. mampu merombak senyawa lignoselulosa (lignin dan

polisakarida) jerami gandum, dimana Enterobacter mempunyai

kemampuan degradasi dan tumbuh lebih cepat dari isolat lainnya.Konig

(2005) juga berhasil mengisolasi beberapa Bacillus dan Paenibacillus sp.

dari saluran pencernaan rayap yang mempunyai peranan penting dalam

perombakan senyawa polisakarida dan komponen aromatik dari lignin.

Pada Tabel 5.2 juga tampak bahwa bakteri lignoselulolitik dengan

kode BT4LS mampu menghasilkan diameter zone bening tertinggi pada

semua substrat uji. Hal ini menunjukkan isolat tersebut berpotensi tinggi

sebagai perombak lignoselulosa yang potensial dimanfaatkan dalam

optimalisasi pemanfaatan sumber daya asal limbah pertanian sebagai

pakan. Purwadaria et al. (2003) menunjukkan rayap menghasilkan

enzim pendegradasi serat seperti CMCase (endoglukanase), avicelase

(eksoglukanase),β-D-1,4-glukosidase, β-D-1,4-xylanase, β-D-1,4-mananase

yang mampu meningkatkan kualitas pakan.

Tingginya kemampuan degradasi senyawa lignoselulosa dari isolat

bakteri BT4LS disebabkan adanya aktivitas enzim lignoselulase (lignase,

endo-glukanase, ekso-glukanase dan xylanase) tertinggi yang dihasilkan

isolat bakteri tersebut (Tabel 5.3) serta ditunjang produksi/konsentrasi

protein ekstrak enzim yang tertinggi (Tabel 5.4). Dehkhoda (2008)

mengungkapkan pemanfaatan mikroba yang mempunyai kemampuan

memproduksi enzim dengan kuantitas dan konsentrasi tinggi serta

ditunjang aktivitas enzim yang tinggi akan mempercepat proses

perombakan senyawa kompleks menjadi komponen penyusunnya.

Tingkat perombakan senyawa lignoselulosa selain dipengaruhi

produksi dan aktivitas enzim yang dihasilkan, juga dipengaruhi jenis

substrat khususnya tingkat kekompakan/kristalisasi komponen penyusun

senyawa lignoselulosa. Kondisi tersebut nyata terlihat pada penelitian ini,

dimana secara umum tampak bahwa tingkat degradasi substrat asam

tanat (sumber lignin) menghasilkan diameter zone bening terendah, yang [-121-]

Page 133: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-120-]

β β β

[-121-]

disusul berturut-turut oleh substrat avicel, CMC, xylan, jerami padi dan

dedak padi. Hal ini mengindikasikan asam tanat merupakan substrat

yang paling sulit didegradasi oleh isolat bakteri lignoselulolitik asal rayap,

sedangkan dedak padi merupakan substrat yang relatif lebih mudah

didegradasi terkait kompleksitas komponen penyusunnya.

Satu hal yang menarik pada penelitian ini adalah terjadinya

perbedaan kemampuan degradasi dari isolat bakteri lignoselulolitik asal

rayap dengan bakteri asal rumen sapi bali khususnya terhadap substrat

sumber selulosa (CMC dan avicel). Berdasarkan Tabel 5.2 tampak bahwa

kemampuan degradasi jenis substrat sumber selulosa (CMC dan avicel)

oleh isolat bakteri lignoselulolitik asal rayap berbanding terbalik dengan

hasil yang ditunjukkan oleh isolat bakteri asal rumen sapi bali. Isolat

bakteri lignoselulolitik asal rayap mempunyai kemampuan mendegradasi

CMC lebih tinggi daripada avicel. Hasil penelitian semakin menegaskan

bahwa isolat bakteri asal rayap mampu menghasilkan aktivitas enzim

CMCase (endoglukanase) lebih tinggi daripada enzim avicelase

(eksoglukanase) seperti ditunjukkan Tabel 5.3. Hasil penelitian sejalan

dengan pernyataan Prabowo et al. (2007) yang mengungkapkan bahwa

mikroba rayap mampu menghasilkan CMCase yang tinggi yaitu 7,11-33,95

kali lebih besar dibandingkan mikroba rumen kerbau dan/atau sapi.

Terhadap substrat lignoselulosa lain, hasil penelitian menunjukkan

hasil relatif sejalan dengan kemampuan degradasi dari isolat bakteri asal

rumen sapi bali. Secara kuantitatif, apabila dibandingkan antara isolat

bakteri dengan kemampuan terendah dan/atau tertinggi, tampak

bahwa kemampuan degradasi substrat dari isolat bakteri lignoselulolitik

asal rayap secara umum menghasilkan diameter zone bening yang relatif

lebih tinggi daripada isolat bakteri asal rumen sapi bali. Hal ini

mengindikasikan adanya kemampuan degradasi substrat yang relatif

lebih tinggi. Mengingat adanya keistimewaan khususnya terkait aktivitas

enzim selulase (endoglukanase dan eksoglukanase), maka pemanfaatan

kedua sumber isolat penting dilakukan untuk mendapatkan efek

sinergisitas dari kombinasi kedua sumber isolat bakteri tersebut.

Page 134: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-122-]

B. Aktivitas Enzim Lignoselulase dari Bakteri Lignoselulolitik Asal Rayap

Evaluasi aktivitas spesifik lignoselulase menunjukkan bahwa bakteri

lignoselulolitik asal rayap menghasilkan aktivitas spesifik lignoselulase

yang cukup tinggi pada setiap waktu inkubasi dalam substrat uji (Tabel

5.3). Bakteri lignoselulolitik rayap menghasilkan aktivitas spesifik ligninase

0,980–1,739 U, 0,984–1,362 U, 0,526–0,667 U, 0,308–0,390 U, 0,180–0,225

U dan 0,103–0,123 U; aktivitas spesifik endoglukanase 2,710-4,176 U, 1,565-

2,140 U, 0,601-0,799 U, 0,340-0,461 U, 0,178-0,243 U dan 0,088-0,130 U;

aktivitas spesifik eksoglukanase 1,115-1,751 U, 0,813-1,251 U, 0,350-0,499 U,

0,222-0,314 U, 0,143-0,184 U, dan 0,084-0,110 U serta aktivitas spesifik

xylanase 452,232-725,959 U, 362,414-582,176 U, 142,364-226,362 U, 85,870-

122,105 U, 47,089-63,795 U dan 24,957-34,758 U tiap gram protein ekstrak

enzim setelah inkubasi 30 menit, 1 jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam.

Pada Tabel 5.3, juga tampak isolat bakteri lignoselulolitik kode

BT4LS menghasilkan aktivitas spesifik lignoselulase (ligninase, endo-

glukanase, ekso-glukanase, dan xylanase) tertinggi pada berbagai waktu

inkubasi. Hal ini menunjukkan isolat tersebut merupakan isolat unggul

pendegradasi lignoselulosa yang potensial dimanfaatkan sebagai starter

dalam optimalisasi pemanfaatan bahan pakan limbah pertanian.

Pasti et al. (1990) juga melaporkan bahwa dari saluran cerna rayap

berhasil diisolasi Actinomycetes yang mempunyai kemampuan tinggi

dalam mendegradasi senyawa lignoselulosa, yaitu Streptomyces sp. EC22,

Streptomyces viridosporus T7A dan Thermomonospora fusca BD25.

Kamsani et al. (2015) melaporkan beberapa isolat bakteri dari saluran

cerna rayap Bulbitermes sp. yaitu Bacillus sp B1, Bacillus sp. B2, dan

Brevibacillus sp. Br3 masing-masing menghasilkan aktivitas enzim

endoglukanase (138,77; 10,02; 3,46 U/g), eksoglukanase (10,17; 32,16; 14,19

U/g), β-glukosidase (2,38; 1,81; 5,45 U/g), xylanase (72,33; 66,33; 104,96 U/g),

lignin peroksidase (577,03; 500,99; 648,60 U/g), manganese peroksidase

(47,73; 41,48; 36,93 U/g) dan lakase (45,14; 71,18; 43,4 U/g) masing-masing

setelah inkubasi selama 14 hari pada fermentasi serbuk gergaji kayu.

[-123-]

Page 135: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-122-]

β

[-123-]

Tabel 5.3. Aktivitas Spesifik Lignoselulase Bakteri Lignoselulolitik Rayap

Isolat Bakteri1

Aktivitas Spesifik Enzim (U) pada Beberapa Waktu Inkubasi 30 menit 1 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam

Aktivitas Spesifik Enzim Ligninase (U) BT 1 LS 1,205abc2 1,086abc 0,628ab 0,361ab 0,217ab 0,119ab BT 2 LS 1,139ab 1,216abc 0,629ab 0,357ab 0,199ab 0,110ab BT 3 LS 1,009a 1,061ab 0,526a 0,308a 0,184a 0,103a BT 4 LS 1,739c 1,362c 0,667b 0,390b 0,225b 0,123b BT 5 LS 1,686bc 1,277bc 0,602ab 0,382ab 0,223b 0,122ab BT 6 LS 1,731c 1,224abc 0,600ab 0,337ab 0,190ab 0,106ab BT 7 LS 1,361abc 1,094 abc 0,601ab 0,345ab 0,197ab 0,108ab BT 8 LS 1,326abc 1,080ab 0,582ab 0,321ab 0,188ab 0,107ab BT 9 LS 1,591bc 1,166abc 0,595ab 0,336ab 0,189ab 0,105ab BT 10 LS 0,980a 0,984a 0,574ab 0,313ab 0,180a 0,106ab

SEM3 0,111 0,055 0,023 0,016 0,008 0,004 Aktivitas SpesifikEnzim Endo-Glukanase (U) BT 1 LS 3,976b 2,084c 0,735abcd 0,401ab 0,207ab 0,115bc BT 2 LS 3,424ab 1,713abc 0,627ab 0,340a 0,178a 0,095ab BT 3 LS 4,105b 2,076c 0,764cd 0,400ab 0,203ab 0,115bc BT 4 LS 4,176b 2,140c 0,799d 0,461b 0,243b 0,130c BT 5 LS 3,681ab 2,083c 0,786d 0,440b 0,227ab 0,130c BT 6 LS 4,160b 2,053bc 0,762bcd 0,402ab 0,205ab 0,115bc BT 7 LS 2,710a 1,565a 0,601a 0,345a 0,179a 0,090ab BT 8 LS 3,090ab 1,589ab 0,635abc 0,356a 0,188a 0,088a BT 9 LS 4,028b 1,860abc 0,697abcd 0,359a 0,186a 0,104ab BT 10 LS 4,108b 2,099c 0,769cd 0,415ab 0,211ab 0,115bc

SEM 0,241 0,097 0,027 0,016 0,011 0,005 Aktivitas Spesifik Enzim Ekso-Glukanase (U) BT 1 LS 1,392abc 0,942abc 0,393ab 0,259ab 0,164ab 0,094ab BT 2 LS 1,207ab 0,813a 0,350a 0,222a 0,143a 0,084a BT 3 LS 1,638bc 1,058abc 0,457ab 0,263ab 0,163ab 0,096ab BT 4 LS 1,751c 1,251c 0,499b 0,314b 0,184b 0,110b BT 5 LS 1,538abc 1,049abc 0,479ab 0,282ab 0,178ab 0,108b BT 6 LS 1,722c 1,223c 0,463ab 0,291b 0,173ab 0,100ab BT 7 LS 1,115a 1,107bc 0,474ab 0,276ab 0,168ab 0,102ab BT 8 LS 1,471abc 1,071abc 0,467ab 0,268ab 0,162ab 0,090ab BT 9 LS 1,248ab 0,870ab 0,443ab 0,256ab 0,151ab 0,084a BT 10 LS 1,378abc 0,988abc 0,416ab 0,280ab 0,173ab 0,101ab

SEM 0,094 0,053 0,026 0,014 0,007 0,004 Aktivitas Spesifik Enzim Xylanase (U) BT 1 LS 497,690ab 362,414a 148,187a 87,701ab 47,089a 25,898ab BT 2 LS 497,417ab 377,828a 154,749ab 88,230abc 47,678a 24,957a BT 3 LS 471,123a 370,049a 142,364a 85,870a 47,863a 26,533abc BT 4 LS 725,959d 582,176b 226,362c 122,105d 63,795b 34,758c BT 5 LS 716,204cd 508,297b 213,248c 106,819abcd 56,060ab 28,862abc BT 6 LS 699,033bcd 578,633b 212,048c 109,872cd 63,406b 33,874bc BT 7 LS 452,332a 380,730a 194,138bc 101,313abcd 54,273ab 27,879abc BT 8 LS 453,908a 376,248a 165,922ab 90,262abc 47,231a 26,434abc BT 9 LS 507,373abc 381,375a 156,548ab 91,103abc 48,067a 26,691abc BT 10 LS 702,851bcd 460,445ab 194,543bc 108,152bcd 58,460ab 30,809abc

SEM 41,884 20,374 8,949 4,409 3,023 1,719 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignoselulolitik Asal Rayap, 2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan

berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

Page 136: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-124-]

Pada penelitian ini, unit aktivitas spesifik enzim lignoselulase dari

isolat bakteri asal rayap didasarkan pada tiap gram protein dari ekstrak

enzim yang menggambarkan konsentrasi ekstrak enzim yang dihasilkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat bakteri BT4LS menghasilkan

ekstrak enzim dengan kadar protein tertinggi (3299,87µg/mlVs 2648,846 -

3273,974 µg/ml) dan berbeda nyata (P<0,05) dengan isolat bakteri

dengan kode BT1LS, BT3LS, BT5LS dan BT10LS (Tabel 5.4). Hal ini

menunjukkan selain menghasilkan aktivitas enzim tertinggi, isolat BT4LS

memproduksi enzim dengan konsentrasi tertinggi. Adanya produksi dan

aktivitas spesifik enzim lignoselulase tertinggi akan menghasilkan

kemampuan perombakan lignoselulosa yang lebih tinggi seperti yang

ditunjukkan dengan adanya diameter zone bening tertinggi pada semua

substrat sumber lignoselulosa baik sintetik maupun alami (Tabel 5.2).

Tabel 5.4. Kadar Protein Ekstrak Enzim Bakteri Lignoselulolitik Rayap

No Isolat Bakteri1 Kadar Protein (µg/ml) 1 BT1LS 2765,000a2 2 BT2LS 3047,821ab 3 BT3LS 2707,051a 4 BT 4LS 3299,872b 5 BT5LS 2648,846a 6 BT6LS 3273,974b 7 BT7LS 2883,718ab 8 BT8LS 2852,949ab 9 BT9LS 3267,051b 10 BT10LS 2737,564a

SEM3 95,46409 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignoselulolitik Asal Rayap, 2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan

berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

Konsentrasi protein serta aktivitas enzim dari individual isolat bakteri

merupakan cerminan faktor genetik dari gen penyandi/pengkode jenis

produksi enzim yang dihasilkan yang tergolong single function atau

multiple function (Howard et al., 2003; Sumardi et al., 2010).

Berdasarkan data hasil penelitian yang ditunjukkan Tabel 5.1.15

besar kemungkinan isolat bakteri lignoselulolitik asal rayap mempunyai

kemampuan memproduksi protein multiple function. Hasil penelitian ini

sejalan dengan Kamsani et al. (2015) yang menunjukkan bahwa

[-125-]

β

Page 137: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-124-]

[-125-]

beberapa isolat bakteri yaitu Bacillus sp B1, Bacillus sp. B2, dan

Brevibacillus sp. Br3yang diisolasi dari saluran cerna rayap Bulbitermes sp.

mampu menghasilkan aktivitas enzim endoglukanase, eksoglukanase, β-

glukosidase, xylanase, lignin peroksidase, manganese peroksidase dan

lakase. Hal ini sudah tentu merupakan hal yang sangat menarik dan

perlu untuk ditindaklanjuti untuk mengetahui jenis multifungsional

protein enzim yang dihasilkan. Kegiatan isolasi multifungsional protein

enzim perlu dilakukan dalam kegiatan penelitian selanjutnya untuk

memastikan identifikasi serta aktivitas katalitik yang dihasilkan yang

tentunya sangat bermanfaat dalam pengembangan bioteknologi

dibidang peternakan.

5.2.2.2 Perombakan Lignin dari Bakteri Lignolitik Asal Rayap

A. Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Lignolitik Asal Rayap

Bakteri lignolitik yang diisolasi dari rayap mempunyai kemampuan

degradasi substrat lignin cukup tinggi yang ditunjukkan dengan

dihasilkannya diameter zone bening masing-masing sebesar 0,209 –

0,230 cm, 0,660 – 0,678 cm, 0,292 – 0,320 cm pada substrat asam tanat,

dedak padi, dan jerami padi. Isolat bakteri lignolitik dengan kode BT5LG

mampu menghasilkan diameter zone bening tertinggi dan berbeda nyata

(P<0,05) dengan BT3LG dan BT6LG pada substrat asam tanat, dengan

BT3LG, BT4LG, BT6LG dan BT7LG pada substrat jerami padi, namun

berbeda tidak nyata (P>0,05) pada substrat dedak padi (Tabel 5.5).

Tabel 5.5 Kemampuan Degradasi Substrat Bakteri Lignolitik Asal Rayap

Isolat Bakteri1

Diameter zone bening 15 µl kultur bakteri pada substrat (cm) As. Tanat Dedak Padi Jerami Padi

BT 1 LG 0,218ab2 0,669a 0,304ab BT 2 LG 0,222ab 0,669a 0,318b BT 3 LG 0,210a 0,662a 0,292a BT 4 LG 0,214ab 0,662a 0,295a BT 5 LG 0,230b 0,678a 0,320b BT 6 LG 0,209a 0,660a 0,292a BT 7 LG 0,216ab 0,665a 0,295a SEM3 0,004 0,007 0,004

Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignolitik Asal Rayap,2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda

tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

Page 138: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-126-]

Tingginya tingkat perombakan substrat sumber lignin (asam tanat

dan jerami padi) serta nilai kuantitatif tertinggi (P>0,05) pada substrat

dedak padi yang dihasilkan oleh bakteri lignolitik asal rayap dengan

kode BT5LG (Tabel 5.5) menunjukkan bakteri tersebut merupakan isolat

bakteri lignolitik unggul dengan kemampuan perombakan substrat lignin

dan/atau substrat mengandung lignin yang cukup tinggi. Hal ini

merupakan respon dari tingginya aktivitas spesifik ligninase (Tabel 5.6)

dan dengan produksi/konsentrasi protein ekstrak enzim yang lebih tinggi

(Tabel 5.7). Hasil penelitian ini sejalan pernyataan Katoet al. (1978) yang

menunjukkan bakteri Burkholdeia cepacia KK01 yang diisolasi dari rayap

Nasutitermes takasagoensis mempunyai kemampuan tinggi dalam

mendegradasi berbagai jenis monomer lignin seperti asam vanilin,

guaiacol, tetrahydrofuran, conmaran, catechol, creosote, o-cresol, m-cresol,

p-cresol maupun asam kumarat. Pasti et al. (1990) juga menunjukkan

bahwa Streptomyces viridosporus T7A yang diisolasi dari saluran cerna

rayap mampu merombak lignin “klason lignin” dan memproduksi acid

precipitable polymeric lignin/APPL dengan konsentrasi tinggi pada

fermentasi selama 5 hari. Abdelaziz et al. (2016) mengungkapkan

beberapa bakteri dari genus Aeromonas, Aneurinibacillus, Bacillus,

Enterobacter, Flavobacterium, Klebsiella, Pseudomonas, Rhodococcus

maupun Streptomyces mampu merombak cincin aromatik (aromatic

ring) dan rantai samping lignin yang akan menguraikan lignin menjadi

komponen penyusunnya.

Tabel 5.5 juga menunjukkan bahwa tingkat degradasi lignin oleh

isolat bakteri lignolitik asal rayap juga dipengaruhi oleh jenis substrat uji.

Asam tanat sebagai sumber lignin cendrung mempunyai tingkat

degradasi yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan substrat alami

seperti jerami padimaupun dedak padi. Hal ini mengindikasikan bahwa

konsentrasi lignin dan/atau kompleksitas kekompakan komponen

penyusunnya mempengaruhi tingkat degradasi substrat yang dihasilkan.

Substrat dengan konsentrasi lignin tinggi dan/atau kompleksitas serta

kekompakan/ikatan kuat akan lebih sulit dipecah/dirombak

[-127-]

Page 139: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-126-]

[-127-]

dibandingkan dengan substrat dengan konsentrasi lignin dan atau

kompleksitas rendah. Pada penelitian ini, asam tanat merupakan

senyawa sintetik/kimia murni yang umum dipakai sebagai sumber lignin

(Pointing, 1999) merupakan polifenol aromatik yang resisten terhadap

proses degradasi oleh sebagian besar aktivitas mikroba sebagai akibat

adanya kemampuan membentuk struktur kompleks dengan

protein/senyawa mengandung N/nitrogen, selulosa, hemiselulosa, pektin

dan dengan berbagai mineral (Hagerman, 2010; Silva et al., 2010),

sedangkan dedak padi dan jerami padi merupakan bahan alami yang

mempunyai kandungan lignin lebih rendah. Dedak padi umumnya

mengandung5% lignin, sedangkan jerami padi mengandung 12-18% lignin

(Howard et al., 2003; Saha, 2003; Baig et al., 2016). Hal ini

mengakibatkan tingkat degradasi dedak padi paling tinggi, sedangkan

tingkat degradasi paling rendah dihasilkan asam tanat (Tabel 5.5).

B. Aktivitas Spesifik Enzim Ligninase dari Bakteri Lignolitik Asal Rayap

Kemampuan perombakan lignin oleh bakteri lignolitik dipengaruhi

oleh aktivitas ligninase serta konsentrasi protein enzim yang dihasilkan.

Pada penelitian ini, aktivitas spesifik ligninase bakteri lignolitik asal rayap

masing-masing 0,438-3,260 U; 3,181-3,580 U; 1,172-1,293 U; 0,639-0,702 U;

0,344-0,376 U; 0,185-0,199 U setelah inkubasi dalam substrat asam tanat

selama 30 menit 1 jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam (Tabel 5.6).

Tabel 5.6 Aktivitas Spesifik Ligninase dari Bakteri Lignolitik Asal Rayap

Isolat Bakteri1

Aktivitas Spesifik Enzim Ligninase pada Beberapa Waktu Inkubasi (U)

30 menit 1 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam

BT 1 LG 2,960ab2 3,460abc 1,273ab 0,687ab 0,368a 0,195a

BT 2 LG 3,126ab 3,564c 1,289ab 0,701b 0,375a 0,198a

BT 3 LG 2,471a 3,181a 1,185ab 0,650ab 0,347a 0,186a

BT 4 LG 2,438a 3,235ab 1,172a 0,639a 0,344a 0,185a

BT 5 LG 3,260b 3,580c 1,293b 0,702b 0,376a 0,199a

BT 6 LG 2,825ab 3,527bc 1,281ab 0,693ab 0,373a 0,199a

BT 7 LG 3,018ab 3,521bc 1,253ab 0,672ab 0,372a 0,197a

SEM3 0,155 0,067 0,025 0,013 0,010 0,005 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignolitik Asal Rayap, 2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda

tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

Page 140: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-128-]

Bakteri lignolitik dengan kode BT5LG mampu menghasilkan

aktivitas spesifik ligninase tertinggi dan berbeda nyata (P<0,05) dengan

BT3LG, BT4LG (inkubasi 30 menit), BT3LG (inkubasi 1 jam), dan BT4LG

(inkubasi 3 dan 6 jam), sedangkan pada inkubasi 12 dan 24 jam, semua

bakteri menghasilkan aktivitas spesifik ligninase berbeda tidak nyata

(Tabel 5.6).

Berdasarkan Tabel 5.6, secara umum tampak bahwa unit aktivitas

spesifik ligninase dari isolat bakteri lignolitik asal rayap meningkat sampai

nilai tertinggi tercapai setelah inkubasi selama 1 jam dalam substrat asam

tanat dan selanjutnya menurun kembali sejalan dengan makin

berkurangnya konsentrasi substrat yang tersedia. Naiknya aktivitas

spesifik ligninase dari tiap isolat bakteri lignolitik asal rayap dari inkubasi

selama 30 menit menjadi 1 jam menunjukkan waktu tersebut merupakan

waktu inkubasi optimum aktivitas enzim ligninase dari isolat bakteri asal

rayap. Berdasarkan unit aktivitas spesifik enzim yang dihasilkan yang

menunjukkan nilai secara umum lebih tinggi dari isolat bakteri lignolitik

asal rumen sapi bali, semakin meyakinkan bahwa waktu inkubasi 1 jam

merupakan waktu yang dibutuhkan bakteri lignolitik asal rayap untuk

menghasilkan aktivitas spesifik optimum.

Tabel 5.7 Kadar Protein Ekstrak Enzim dariBakteri Lignolitik Asal Rayap

No Isolat Bakteri1 Kadar Protein (µg/ml)

1 BT1LG 2888,846b

2 BT2LG 2986,795b

3 BT3LG 2829,872b

4 BT4LG 2896,282b

5 BT5LG 3075,256b

6 BT6LG 2447,821a

7 BT7LG 2529,872a

SEM3 58,44346 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignolitik Asal Rayap,2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda

tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

Aktivitas spesifik ligninase tertinggi yang dihasilkan oleh bakteri

lignolitik dengan kode BT5LG merupakan cerminan tingginya

kemampuan perombakan senyawa lignin dari enzim yang diproduksi [-129-]

Page 141: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-128-]

[-129-]

isolat bakteri tersebut. Apalagi aktivitas spesifik enzim ligninase dari

setiap isolat bakteri didasarkan pada konsentrasi protein dari ekstrak

enzim yang dihasilkan. Pada Tabel 5.7 ditunjukkan bahwa konsentrasi

protein dari ekstrak enzim isolat bakteri lignolitik asal rayap berkisar

antara 2529,872 - 3075,256µg/ml, dimana isolat bakteri dengan kode

BT5LG mempunyai konsentrasi protein tertinggi. Hal ini mengakibatkan

isolat bakteri lignolitik dengan kode BT5LG mampu menghasilkan

kemampuan perombakan senyawa lignin/senyawa mengandung lignin

yang tertinggi yang ditunjukkan dengan dihasilkan zone bening tertinggi

baik pada substrat asam tanat, dedak padi dan jerami padi (Tabel 5.5).

Dihasilkannya aktivitas spesifik ligninase tertinggi pada semua

periode waktu inkubasi oleh bakteri lignolitik dengan kode BT5LG serta

didukung oleh konsentrasi protein ekstrak enzim tertinggi menunjukkan

bahwa bakteri lignolitik tersebut merupakan isolat unggul dengan

kemampuan merombak senyawa lignin yang tinggi.Hasil penelitian ini

sejalan dengan Kamsani et al. (2015) yang menunjukkan bahwa

beberapa bakteri yangdiisolasi dari saluran cerna rayap Bulbitermes sp.

yaitu Bacillus sp B1, Bacillus sp. B2, dan Brevibacillus sp. Br3, selain

menghasilkan enzim pendegradasi serat kasar (selulosa dan hemiselulosa)

juga menghasilkan enzim pendegradasi lignin seperti lignin

peroksidase/Li-P,mangan-peroksidase/Mn-P, dan Lacase/Lac.

Perez et al. (2002) mengungkapkan degradasi lignin secara

sempurna merupakan respon dari aktivitas tiga kelompok utama enzim

ekstraseluler yaitu lignin-peroksidaseP, mangan-peroksidase/Mn-P, dan

lakase/Lac. Datta et al.(2017) bahkan menyebutkan bakteri

pendegradasi lignin dapat memproduksi paling tidak 5 enzim

ekstraseluler utama yaitulignin-peroksidase,manganese peroksidase,

versatile peroksidase, lakase, dan dye-decolorizing peroksidase. Aarti et al.

(2015) juga mengungkapkan bahwa selain enzim-enzim ekstraseluler

utama tersebut, bakteri juga dapat memproduksi enzim-enzim seperti

aril alkohol dehydrogenase, phenol oksidase, cellobiose, aromatic acid

reductase, vanilat hidroksilase, dioksigenase, dan katalase yang

Page 142: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-130-]

mempunyai peranan penting dalam proses degradasi lignin. Olsson (2016)

menunjukkan bahwa beberapa jenis bakteri seperti Streptomyces sp.,

Thermobifida fusca, Rhodococcus jostii, Bacillus subtilis, B. lichenformis,

Bacillus sp. dan Pseudomonas flurrescens mampu menghasilkan enzim

pendegradasi lignin.

Pada penelitian ini kegiatan isolasi dan identifikasi jenis enzim yang

dihasilkan belum dilaksanakan, sehingga belum diketahui secara pasti

mengenai jenis enzim yang dihasilkan. Berdasarkan referensi terkait jenis

substrat yang digunakan yaitu asam tanat yang merupakan senyawa

polifenol dengan struktur aromatik, maka diduga jenis enzim yang

dihasilkan adalah Laccase (Chung et al., 2008) atau phenol oksidase

(Pointing, 1999; Kameshwar dan Qin, 2017).

5.2.2.3 Perombakan Selulosa dari Bakteri Selulolitik Asal Rayap

A. Kemampuan Degradasi Selulosa dari Bakteri Selulolitik Asal Rayap

Bakteri selulolitik yang diisolasi dari rayap diketahui mempunyai

kemampuan degradasi substrat sumber/mengandung selulosa cukup

tinggi yang ditunjukkan dengan dihasilkannya zone bening dengan

diameter masing-masing sebesar 0,605-0,697 cm; 0,550-0,643 cm; 0,723-

0,821 cm; dan 0,580-0,616 cm tiap 15µl kultur isolat bakteri pada substrat

CMC, avicel, dedak padi dan jerami padi. Bakteri selulolitik asal rayap

dengan kode BT3CL mampu menghasilkan diameter zone bening

tertinggi pada semua substrat uji, sedangkan isolat bakteri dengan kode

BT9CL menghasilkan diameter zone bening terendah (Tabel 5.8). Adanya

kemampuan degradasi substrat selulosa yang tinggi dari isolat bakteri

selulolitik asal rayap merupakan respon dari tingginya aktivitas spesifik

enzim selulase baik endoglukanase dan eksoglukanase (Tabel 5.9) serta

didukung konsentrasi protein dari ekstrak enzim isolat akteri yang tinggi

pula (Tabel 5.10).

Pada Tabel 5.8 juga tampak bahwa isolat bakteri selulolitik yang

diisolasi dari rayap dengan kode BT3CL merupakan isolat unggul yang

mempunyai kemampuan mendegradasi substrat sumber selulosa yang

[-131-]

Page 143: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-130-]

[-131-]

tinggi. Hal ini tercermin dari tingginya kemampuan degradasi substrat

yang diihasilkan baik pada substrat sintetis (CMC dan avicel) maupun

substrat alami (dedak padi dan jerami padi). Tingginya kemampuan

degradasi substrat seluolosa dari isolat bakteri tersebut juga didukung

adanya aktivitas endoglukanase dan eksoglukanase tertinggi (Tabel

5.1.21) serta konsentrasi protein ekstrak enzim tertinggi (Tabel 5.1.22).

Bakteri selulolitik ini potensial dimanfaatkan dalam pengembangan

bioteknologi pemanfaatan sumber daya alam kaya serat selulosa.

Tabel 5.8 Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Selulolitik Rayap

Isolat Bakteri2

Diameter zone bening 15 µl Bakteri pada substrat (cm)1 CMC Avicel Dedak Padi Jerami Padi

BT 1 CL 0,678cd3 0,628cd 0,811d 0,606bcd BT 2 CL 0,641abc 0,589abc 0,795cd 0,600bc BT 3 CL 0,697d 0,643d 0,821d 0,616d BT 4 CL 0,619ab 0,566ab 0,732a 0,581a BT 5 CL 0,635abc 0,584ab 0,765bc 0,583a BT 6 CL 0,660bcd 0,598bc 0,776c 0,590ab BT 7 CL 0,695d 0,632cd 0,815d 0,612cd BT 8 CL 0,628abc 0,576ab 0,745ab 0,581a BT 9 CL 0,605a 0,550a 0,723a 0,580a SEM4 0,010 0,009 0,006 0,003

Sumber: Mudita (2019)

Keterangan: 1Bakteri Lignolitik Asal Rayap,2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

Hasil penelitian ini sejalan dengan Prabowo et al. (2007) yang

menunjukkan bahwa mikrobia selulolitik asal rayap mempunyai

kemampuan degradasi selulosa yang tinggi akibat kemampuan

memproduksi enzim endoglukanase/CMCase yang sangat tinggi. Bahkan

diungkapkannya bahwa mikrobia rayap mempunyai kemampuan

CMCase 7,11-33,95 kali lebih besar dibandingkan mikroba rumen

kerbau/sapi. Purwadaria et al. (2003) juga menunjukkan bahwa bakteri

asal rayap mempunyai aktivitas enzim endoglukanase yang tinggi.

Kondisi tersebut secara nyata ditunjukkan pada penelitian ini, dimana

secara umum tampak bahwa pada substrat CMC terdapat kecendrungan

kemampuan degradasi substrat dari isolat bakteri selulolitik asal rayap

lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat degradasi pada substrat avicel.

Kondisi ini menegaskan bahwa memang benar isolat bakteri asal rayap

Page 144: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-132-]

mempunyai aktivitas enzim endoglukanase/CMCase yang lebih tinggi

daripada eksoglukanase. Tingginya tingkat degradasi CMC menandakan

bakteri asal rayap mempunyai kemampuan tinggi dalam mendegradasi

serat selulosa bagian dalam baik selulosa kristalin maupun amorforous.

B. Aktivitas Spesifik Enzim Selulase dari Bakteri Selulolitik Asal Rayap

Evaluasi aktivitas spesifik enzim selulase telah menunjukkan bahwa

isolat bakteri selulolitik asal rayap mampu menghasilkan aktivitas spesifik

endoglukanase sebesar 4,893-5,113 U; 3,623-3,857 U; 1,275-1,360 U; 0,663-

0,715 U; 0,341-0,367 U; 0,173-0,187 U dan aktivitas spesifik eksoglukanase

sebesar 2,583-2,805 U; 1,461-1,780 U; 0,567-0,668 U; 0,325-0,385 U;0,174-

0,202 U; 0,095-0,110 U masing-masing pada inkubasi 30 menit, 1 jam, 3

jam, 6 jam, 12 jam, dan 24 jam dari tiap gram protein ekstrak enzim yang

dihasilkan yang berkonsentrasi 3179,487 – 3224,872 µg/ml (Tabel 5.9 - 5.10).

Tabel 5.9 Aktivitas Spesifik Endo-Glukanase dan Ekso-Glukanase dari Bakteri Selulolitik Rayap

Isolat Bakteri1

Aktivitas Spesifik Selulase pada Beberapa Waktu Inkubasi (U) 30 menit 1 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam

Aktivitas Spesifik Enzim Endo-Glukanase BT1CL 5,067abc2 3,763abc 1,327abc 0,693ab 0,355ab 0,181bc

BT2CL 5,010abc 3,624a 1,274ab 0,673a 0,345a 0,176ab

BT3CL 5,113c 3,857c 1,360c 0,715b 0,367b 0,187c

BT4CL 4,936ab 3,613a 1,262a 0,660a 0,341a 0,173a

BT5CL 4,942abc 3,652ab 1,272ab 0,663a 0,343a 0,175ab

BT6CL 5,045abc 3,671ab 1,275ab 0,668a 0,342a 0,174ab

BT7CL 5,095bc 3,796bc 1,343bc 0,711b 0,363b 0,185c

BT8CL 4,921ab 3,623a 1,275a 0,665a 0,341a 0,173a

BT9CL 4,893a 3,679ab 1,295abc 0,671a 0,345a 0,173a

SEM3 0,036 0,033 0,014 0,007 0,003 0,002 Aktivitas Spesifik Enzim Ekso-Glukanase

BT1CL 2,756abc 1,698cd 0,623bc 0,323a 0,187bc 0,101abc

BT2CL 2,693abc 1,461a 0,579ab 0,341abc 0,179ab 0,099abc

BT3CL 2,805c 1,780d 0,668c 0,385c 0,202d 0,110c

BT4CL 2,634ab 1,513ab 0,567a 0,325a 0,174a 0,095a

BT5CL 2,625abc 1,566ab 0,577ab 0,339abc 0,177ab 0,097ab

BT6CL 2,729abc 1,587bc 0,581ab 0,351abc 0,176ab 0,097ab

BT7CL 2,785bc 1,718d 0,651c 0,380bc 0,198cd 0,108bc

BT8CL 2,599ab 1,531ab 0,578ab 0,332a 0,174a 0,102abc

BT9CL 2,583a 1,510ab 0,587ab 0,336ab 0,175ab 0,095a

SEM 0,023 0,023 0,010 0,010 0,003 0,002 Sumber: Mudita (2019)

Keterangan: 1Bakteri Selulolitik Asal Rayap,2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

[-133-]

Page 145: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-132-]

[-133-]

Tabel 5.10 Kadar Protein dari Ekstrak Enzim Bakteri Selulolitik Rayap

No Isolat Bakteri1 Kadar Protein (µg/ml)

1 BT1CL 3221,026d 2 BT2CL 3211,795cd 3 BT3CL 3224,872d 4 BT4CL 3190,000ab 5 BT5CL 3211,795cd 6 BT6CL 3213,333cd 7 BT7CL 3222,821d 8 BT8CL 3201,282bc 9 BT9CL 3179,487a

SEM3 3,990 Sumber: Mudita (2019)

Keterangan: 1Bakteri Selulolitik Asal Rayap,2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

Berdasarkan Tabel 5.9 tampak bahwa tingkat aktivitas spesifik

enzim endoglukanase yang dihasilkan oleh isolat bakteri selulolitik asal

rayap jauh lebih tinggi daripada aktivitas spesifik eksoglukanase (Tabel

5.1.21). Hal ini berarti isolat bakteri asal rayap merupakan pendegradasi

awal dari serat selulosa yang akan menguraikan polimer selulosa secara

random/acakdengan cara memecah ikatan hidrogen yang ada di dalam

struktur selulosa kristalin/amorf (terutama bagian amorf) sehingga

terbentuk rantai tunggal (oligodekstrin) yang akan dilanjutkan oleh

aktivitas eksoglukanase dan glukosidase (Leschine, 1995; Perez et al.,

2002). Hasil penelitian ini sejalan dengan Prabowo et al. (2007) yang

menunjukkan bahwaekstrak rayap mempunyai aktivitas enzim CMC-ase

yang sangat tinggi yaitu 0,6961-0,7638 U/mg atau 7,11-33,95 kali lebih

besar dibandingkan dengan cairan rumen kerbau, bahkan 19,39-35,69

kali lebih besar daripada aktivitas enzim cairan rumen sapi.

Tabel 5.9 juga menunjukkan bahwa isolat bakteri selulolitik asal

rayap dengan kode BT3CL mampu menghasilkan aktivitas spesifik

endoglukanase dan eksoglukanase tertinggi pada setiap periode waktu

inkubasi yang menunjukkan tingginya kemampuan degradasi substrat

selulosa dari isolat bakteri tersebut. Tingginya aktivitas selulase yang

dihasilkan juga didukung dengan tingginya konsentrasi protein dari

ekstrak enzim yang dihasilkan, yaitu 3224,872 µg/ml yang berbeda nyata

Page 146: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-134-]

(P<0,05) dengan isolat bakteri dengan kode BT4CL, BT8CL dan BT9CL

(Tabel 5.10). Dihasilkannya konsentrasi protein enzim tertinggi dan

dengan aktivitas selulase tertinggi menunjukkan isolat bakteri selulolitik

tersebut merupakan isolat unggul dengan kemampuan perombakan

substrat selulosa tinggi yang sangat potensial dimanfaatkan sebagai

starter dalam perombakan serat selulosa bahan pakan limbah pertanian.

Kondisi ini secara nyata juga ditunjukkan dengan dihasilkannya diameter

zone bening tertinggi pada substrat selulosa sintetis (CMC dan avicel) serta

substrat alami dedak padi dan jerami padi (Tabel 5.8).

Purwadaria et al. (2003a,b dan 2004) menyatakan mikroba saluran

pencernaan rayap mampu menghasilkan kompleks selulase yaitu endo-

β-D-1.4-glukanase, aviselase, eksoglukanase dan β-D-14-glukosidase.

Adanya enzim endoglukanase dan eksoglukanase akan mampu

menghidrolisis komponen selulosa bahan pakan asal limbah pertanian

termasuk komponen selulosa kristalin. Leschine (1995) mengungkapkan

dalam kondisi anaerob, kompleks selulase (endoglukanase, eksoglukanase

maupun glukosidase) akan diorganisir kedalam multiprotein enzim

selulosom yang secara sinergis menghidrolisis selulosa kristalin.

Perombakan selulosa dilaksanakan dengan terlebih dahulu

endoglukanase menyerang bagian selulosa amorforous menghasilkan

unit-unit selubiosa serta membentuk tempat eksoglukanase yang

selanjutnya mendegradasi unit-unit selubiosa pada bagian serat selulosa

berkristal. Pada bagian akhir, glukosidase menghidrolisis selubiosa dan

selodekstrin membentuk glukosa.

5.2.2.4 Kemampuan Perombakan Xylanosa Bakteri Xylanolitik Rayap

A. Kemampuan Degradasi Xylanosa dari Bakteri Xylanolitik Asal Rayap

Evaluasi kemampuan degradasi substrat dari isolat bakteri

xylanolitik yang isolasi dari rayap diketahui mempunyai kemampuan

mendegradasi substrat yang ditunjukkan dengan dihasilkannya zone

bening pada substrat xylan, dedak padi dan jerami padi dengan

diameter masing-masing sebesar 0,680-0,822 cm, 0,722-0,835 cm, dan

[-135-]

β β

α α

Page 147: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-134-]

β β

[-135-]

0,676-0,769 cm. Isolat bakteri xylanolitik dengan kode BT8XY mampu

menghasilkan diameter zone bening tertinggi dan berbeda nyata

(P<0,05) dibandingkan isolat bakteri BT1XY, BT2XY, BT4XY, BT6XY, BT9XY,

BT10XY (pada substrat xylan) dan BT5XY (pada substrat dedak padi,

kecuali BT9XY), serta dibandingkan isolat bakteri dengan kode BT1XY,

BT4XY, BT6XY, dan BT10XY pada substrat jerami padi (Tabel 5.11).

Tabel 5.11 Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Xilanolitik Rayap

Isolat Bakteri1 Diameter zone bening 15 µl Bakteri pada substrat (cm)

Xylan Dedak Padi Jerami Padi

BT1XY 0.768c2 0.722a 0.680ab BT2XY 0.680a 0.726a 0.755cd BT3XY 0.814e 0.815b 0.748bcd BT4XY 0.781cd 0.723a 0.676a BT5XY 0.804de 0.742a 0.699abcd BT6XY 0.721b 0.726a 0.678ab BT7XY 0.813e 0.828b 0.752cd BT8XY 0.822e 0.835b 0.769d BT9XY 0.692ab 0.805b 0.744abcd BT10XY 0.781cd 0.742a 0.696abc

SEM3 0,006 0,009 0,014 Sumber: Mudita (2019)

Keterangan: 1Bakteri Selulolitik Asal Rayap,2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

Dihasilkannnya diameter zone bening yang cukup tinggi oleh isolat-

isolat bakteri xylanolitik asal rayap menunjukkan bahwa bakteri yang

diisolasi mempunyai kemampuan tinggi dalam merombak senyawa

xylanosa serta substrat dedak padi maupun jerami padi. Kemampuan

perombakan substrat ini merupakan respon dari tingginya aktivitas

enzim xylanase (Tabel 5.12) serta konsentrasi protein dari ekstrak enzim

yang dihasilkan oleh isolat bakteri tersebut (Tabel 5.13).

Saha (2003) mengungkapkan degradasi senyawa xilan secara total

merupakan hasil aktivitas sinergis dari kompleks xylanase yang terdiri

atas endo-1,4-β-xilanase, exo-xylanase, 1,4-β-xilosidase,dan beberapa

enzim penunjang seperti α-L-arabinofuranosidase, α-glucuronidase.

acetylxylan esterase, ferulic acid esterase, and p-coumaril esterase yang

menghidrolisis berbagai komponen xylanosa. Semakin tinggi produksi dan

Page 148: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-136-]

aktivitas enzim yang dihasilkan semakin tinggi pula perombakan

komponen xylan terjadi. Pada penelitian ini semua isolat bakteri

mempunyai kemampuan mendegradasi senyawa xylan sebagai akibat

adanya aktivitas spesifik enzim xylanase. Isolat bakteri dengan kode

BT8XY mampu menghasilkan aktivitas spesifik xylanase tertinggi dan

dengan konsentrasi protein ekstrak enzim tertinggi pula, sehingga

kemampuan degradasi substrat yang dihasilkantertinggi dibandingkan

dengan isolat bakteri xylanolitik lainnya.

Pada Tabel 5.11 tampak bahwa secara umum degradasi jerami padi

oleh isolat-isolat bakteri xylanolitik asal rayap mempunyai tingkat

degradasi yang lebih rendah dibandingkan dengan tingkat degradasi

substrat xylan maupun dedak padi. Hal ini disebabkan karena jerami

padi mempunyai kandungan serat kasar lebih tinggi dibandingkan

dengan dedak padi yaitu 35,9% vs 19,8% (Tabel 2.3-2.4) dan dengan

kandungan selulosa dan lignin yang lebih tinggi pula, yaitu 32-35% vs 27%

dan 12-18% vs 5% (Tabel 2.5) (Wahyono dan Hardianto, 2007; Howard et

al., 2003, Chandel et al., 2007,Baig et al., 2016), sedangkan substrat xylan

merupakan substrat sintetis murni pro analisis. Howard et al. (2003) dan

Tomarhat (2006) juga mengungkapkan keberadaan lignin dan selulosa

dalam suatu bahan pakan/substrat akan menurunkan tingkat degradasi

dari bahan pakan/substrat tersebut termasuk degradasi xylanosa.

B. Aktivitas Spesifik Enzim Xylanase dari Bakteri Xylanolitik Asal Rayap

Bakteri xylanolitik asal rayap menghasilkan aktivitas spesifik

xylanaseyang tinggi yaitu masing-masing sebesar526,228–749,306 U;

265,911-392,965 U; 133,316-172,919 U; 73,216-96,738U; 43,851-54,806 U; dan

24,422-30,981 U masing-masing untuk inkubasi dalam substrat xylan

selama 30 menit, 1 jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam untuk setiap 1 g

protein ekstrak enzim yang dihasilkan (Tabel 5.1.24). Kadar protein

ekstrak enzim dari xylanolitik asal rayap adalah 3132,308 – 3191,518 µg/ml

(Tabel 5.12).

[-137-]

Page 149: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-136-]

[-137-]

Tingginya aktivitas spesifik xylanase dari isolat bakteri xylanolitik asal

rayap menunjukkan bahwa isolat bakteri yang berhasil diisolasi

mempunyai kualitas yang baik sebagai pendegradasi senyawa xylanosa

(hemiselulosa). Pada penelitian ini isolat bakteri xylanolitik dengan kode

BT8XY menghasilkan aktivitas spesifik xylanase tertinggi pada semua

waktu inkubasi kecuali pada inkubasi 1 jam, dimana aktivitas spesifik

terbaik dihasilkan oleh isolat bakteri dengan kode BT3XY (Tabel 5.12). Hal

ini mengindikasikan bahwa isolat bakteri tersebut merupakan isolat

unggul dengan potensi terbaik untuk dimanfaatkan sebagai starter

pendegradasi xylanosa dan/atau senyawa hemiselulosa lainnya.

Tabel 5.12 Aktivitas Spesifik Enzim Xylanase Bakteri Xylanolitik Rayap

Isolat Bakteri

Aktivitas Spesifik Enzim Xylanasepada Beberapa Waktu Inkubasi (U) 30 menit 1 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam

BT1XY 607,889ab 322,686ab 134,061a 74,143a 44,378ab 25,624ab

BT2XY 526,228a 325,394ab 133,316a 73,216a 43,851a 24,422a

BT3XY 742,009c 392,965c 161,229cd 91,883cd 53,213de 30,267c

BT4XY 643,718abc 349,254bc 144,778abc 82,689abc 47,466abcd 27,280abc

BT5XY 688,656bc 369,341bc 140,572abc 87,300bcd 50,170bcde 27,334abc

BT6XY 561,767a 344,083bc 144,346abc 80,268abc 46,669abc 26,860abc

BT7XY 734,210c 367,105bc 157,681bcd 87,815bcd 51,242cde 29,047bc

BT8XY 749,306c 374,653bc 172,919d 96,738d 54,806e 30,981c BT9XY 531,821a 265,911a 136,850ab 76,820ab 44,706ab 25,218ab BT10XY 640,452abc 320,226ab 152,347abcd 84,053abcd 47,961abcd 27,021abc

SEM 23,985 12,716 4,440 2,583 1,258 0,824 Sumber: Mudita (2019)

Keterangan: 1Bakteri Selulolitik Asal Rayap, 2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

Tabel 5.13 Kadar Protein dari Ekstrak Enzim Bakteri Xylanolitik Rayap

No Isolat Bakteri1 Kadar Protein (µg/ml)

1 BT1XY 3146,923abc 2 BT2XY 3132,308a 3 BT3XY 3183,333e 4 BT4XY 3155,385bc 5 BT5XY 3162,564cd 6 BT6XY 3143,590ab 7 BT7XY 3177,179de 8 BT8XY 3191,538e 9 BT9XY 3141,026ab 10 BT10XY 3151,538bc

SEM3 3,662271 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Xylanolitik Asal Rayap,2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda

tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means

Page 150: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-138-]

Dihasilkannya aktivitas spesifik xylanase dan dengan konsentrasi

protein ekstrak enzim tertinggi oleh isolat bakteri dengan kode BT8XY

(Tabel 5.12 dan 5.13) akan meningkatkan kemampuan perombakan

substrat xylanosa menjadi senyawa lebih sederhana (terutama xylosa).

Hal ini tampak dengan dihasilkannya diameter zone bening tertinggi

baik pada substrat xylan maupun substrat jerami padi dan dedak padi

(Tabel 5.1.1). Penelitian Purwadaria et al. (2004) juga menunjukkan hal

yang sejalan, yaitu dari 30 isolat xylanolitik yang diisolasi dari rayap (17

dari G. montanus dan 13 dari Termitidae), 8 isolat merupakan isolat

terpilih dengan nisbah zone bening yang besar, terdiri dari Bacillus larvae

XB1-1, Bacillus larvae XU1-2, Bacillus larvae XU2-2, Bacillus larvae XU5-2,

B. pumilus PU4-2, B. mycoides PU2-2, Enterobacter sp.BP2-2, dan satu

isolat belum teridentifikasi (BP5-1). Bacillus pumilus PU4-2 dari Termitidae

merupakan isolat bakteri dengan aktivitas xylanase tertinggi yaitu 3,0

U/ml dan dengan aktivitas spesifik 65,7 U/mg pada inkubasi 36 jam.

Kalim et al. (2015) menunjukkan beberapa isolat bakteri yang

mempunyai aktivitasxylanase tinggi anatar lain Bacillus subtilis (36633

IU/ml), Bacillus sp. SN5 (4511,9 IU/ml), Bacillus brevis ATCC 8246 (4380

IU/ml), Paenibacillus macerans IIPSP3(4170±23,5 IU/ml), Bacillus

halodurans C-125 (3361,IU/ml), Thermotoga petrophila RKU-1 (2600

IU/ml). Bakteri tersebut potensial sebagai penghasil bioetanol, pakan

ternak, suplemen makanan xylo-oligosakarida/XOS, produksi kertas,

industri kue, minuman segar/bir,maupun produksi xylitol.

Berdasarkan Tabel 5.12 serta merujuk Tbel 5.11, jenis enzim xylanase

yang dihasilkan oleh isolat bakteri xylanolitik asal rayap belum diketahui

secara spesifik mengingat kegiatan identfikasi jenis enzim belum

dilaksanakan. Berdasarkan substrat yang dipakai yaitu xylan dari

Beechwood Produk Sigma Aldrich dengan No. CAS 1914-63-5, maka besar

kemungkinan jenis enzim yang diproduksi adalah endo-1,4-β-xylanase.

Enzim ini bertugas menghidrolisis secara acak bangun utama ikatan β-

1,4-xylosadari kerangka rantai silan membentuk oligosakarida

[-139-]

Page 151: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-138-]

β

β

[-139-]

mengandung xylosa (Dekker, 1985; Saha, 2003). Merujuk Tabel 5.11

khususnya terjadinya perombakan jerami padi dan dedak padi (substrat

alami mengandung lignoselulosa), kemungkinan aktivitas xylanase dari

bakteri xylanolitik asal rayap merupakan bagian multi protein enzim

selulosom (Leschine, 1995; Kumar et al., 2008). Untuk memperoleh

kepastian jenis enzim yang dihasilkan apakah multiple function/single

function, kegiatan identifikasi enzim penting untuk dilaksanakan pada

penelitian selanjutnya.

5.2.3 Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal

Rayap

Bakteri lignoselulolitik unggul asal rayap yang telah diperoleh

berdasarkan hasil evaluasi dan seleksi kemampuan degradasi substrat

lignoselulosa serta aktivitas spesifik enzim lignoselulase yaitu isolat bakteri

dengan kode BT4LS; BT5LG; BT3CL; BT8XY selanjutnya diidentifikasi dan

dikarakterisasi berdasarkan morfologi dan biokemisnya. Identifikasi dan

karakterisasi dari isolat bakteri lignoselulolitik unggul dilaksanakan

dengan metode yang sama dengan identifikasi dan karakterisasi isolat

bakteri unggul asal rumen sapi bali (Bab IV) yaitu kegiatan identifikasi

dilakukan dengan teknik biologi molekuler (Craig et al., 2010) melalui

kegiatan ekstraksi dan purifikasi DNA, Amplifikasi (PCR) dan

elektroforesis, squensing/pembacaan susunan nukleotida serta penentuan

hubungan kekerabatan/filogenetik isolat bakteri unggul dengan isolat

bakteri lain pada sumber yang sejenis sedangkan kegiatan karakterisasi

isolat bakteri dilaksanakan dengan bantuan KIT Bacillus dari Microgen ID.

Hasil penelitian menunjukkan identifikasi bakteri lignoselulolitik asal

rayap (BT4LS; BT5LG; BT3CL; BT8XY) dengan teknik biologi molekuler

tampak primer 27F mampu mengamplifikasi DNA bakteri unggul

dengan panjang untaian nukleotida sekitar 1492 bp (Gambar 5.14).

Evaluasi spesimen DNA bakteri unggul melalui analisis squensing

berhasil membaca untaian basa nukleotida ke-4 DNA bakteri unggul asal

rayap yang disajikan pada Gambar 5.15 (a-d) dan Tabel 5.14. Melalui

Page 152: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-140-]

studi homologi BLAST (situs https://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi#),

untaian nukleotida berhasil diidentifikasi homologinya.

Gambar 5.7 Hasil Amplifikasi 16S rDNA dari Bakteri Unggul Asal Rayap menggunakan Primer 27F dan 1492R.

(1kb=Marker 1 kb DNA leader, 1 – 4 Bakteri unggul asal cairan rumen sapi bali; 5BT4LS; 6BT5LG; 7BT3CL; 8BT8XY; 9 - 13 Isolat bakteri dari sumber lain)

5.8a. Squeen DNA Isolat Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Rayap dengan kode

BT4LS (Aneurinibacillus sp.strain BT4LS)

5.8b. Squeen DNA Bakteri Lignolitik Unggul Asal Rayap dengan kode BT5LG

Gambar 5.8c Squeen DNA Bakteri Selulolitik Unggul asal Rayap berkode BT3CL

Gambar 5.8d Squeen DNA Bakteri Xylanolytik Unggul asal Rayap berkode BT8XY

[-141-]

Page 153: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-140-]

)

[-141-]

Tabel 5.14. Data Untaian Basa Nukleotida serta Hasil Identifikasi Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Rayap

Kode Isolat Data Squens Untaian Basa Nukleotida Identitas Bakteri

Terdekat/ Homologi / No. Accession

BT4LS

(lignoselulolitik)

GCTATAATGCAGTCGAGCGGACCAATGAAGAGCTTGCTCTTCGGCGGTTAGCGGCGGACGGGTGAGTAACACGTAGGCAACCTGCCTGTACGACTGGGATAACTCCGGGAAACCGGAGCTAATACCGGATACTTCTTTCAGACCGCATGGTCTGAAAGGGAAAGACCTTTGGTCACGTACAGATGGGCCTGCGGCGCATTAGCTAGTTGGTGGGGTAACGGCCTACCAAGGCGACGATGCGTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAACGATGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGTTCTGTTGTTAGGGAAGAACCGCCGGGATGACCTCCCGGTCTGACGGTACCTAACGAGAAAGCCCCGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGGGGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGCGCGCGCAGGCGGCTTCTTAAGTCAGGTGTGAAAGCCCACGGCTCAACCGTGGAGGGCCACTTGAAACTGGGAAGCTTGAGTGCAGGAGAGGAGAGCGGAATTCCACGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATGTGGAGGAACACCCGTGGCGAAGGCGGCTCTCTGGCCTGTAACTGACGCTGAGGCGCGAAAGCGTGGGGAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGTTGAGTGCTAGGTGTTGGGGACTCCAATCCTCAGTGCCGCAGCTAACGCAATAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGGGCGCAAGGCTGAAACTCAAAGAATTGACAGGGACCCGCACAAGCGCTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAGAAACTTACCAAGGCTTGACATCCCGCTGACCCTCCCTAGAGATAGGAGCTCTTCTTCCGAGCACG

Aneurinibacillus sp. XT-25

(99%)

(KR063553)

BT5LG

(Lignolitik)

CAGTCGAGCGGACCAATTACGAGCTTGCTCATCGGTGGTTAACGCGCGAGAGTCTGACTAACACGTAGGCAAACTTCCTGTACAACTGTGATAACTCCCGGAAACCCCAACTAATACAAAGATTCTTCTTTCATACCACATGCCCTGAATGGAAAAGACCTTTGGTCACGTACAGATGGGCCTGCGCGCACAATAGCTAGTTGGTGTGGGTAAGGGCATACCACACGCTACGATCCGAAACACGACCTGAGACGGTGATCGGACGCACCGGTGACTGAATACCGGACCATGACTCCTACGCCAGACCCACCATGCCAATCTTCCTGCATGGGACCAAAGTCTGACGGAGCTCGCCCCCTGAACGATAAATGTTTTCGGACCGAGAGTACTGTTGTTATAGAAGAACGCCCGGGATGACCTCACGGTCTGACGGGCCCTAATTAGAAAGACTCGCGGAACTACATGCCAACGTCCGCGGTAATACATATGGGGCGTGCGTTCCCCGGACTCATTGGGCGAACTGCGCTTGAACCGGCTTCTTAGTCAGGTGAGAAAGCCCTCGACTCACCCGTGGAGGGCCGCTTGAAACTGGGAAGCTTGAGTGCACGAGAGGAGAGCGGAATTCCACGTGTATCGATGAACTGCGAAGAGATGTGGAGGAACACCCGTGGCGAATGCGACTCTCTGGTCTGTACTGACGCTAAGGCGCGAAAGCGTCGTGAGCGAACATGATCATATACCTGCTACTCCCGCCTTAAACTCCACGCTAGAGTTGGGACTCCATCCTCTTGCGCACTACGCATACCATCCGCCGGGAATACGGCTCAAGCTGAACTCAAGGAATCATACGACCTCAAATCCTGAGCAGTGGTTAATCCATC

Aneurinibacillus sp. Bac270

(81%)

(KP980 744)

BT3CL

(Selulolitik)

TGCAAGTCGAGCGGACAGATGGGAGCTTGCTCCCTGATGTTAGCGGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGCCTGTAAGACTGGGATAACTCCGGGAAACCGGGGCTAATACCGGATGGTTGTTTGAACCGCATGGTTCAAACATAAAAGGTGGCTTCGGCTACCACTTACAGATGGACCCGCGGCGCATTAGCTAGTTGGTGAGGTAACGGCTCACCAAGGCAACGATGCGTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGTGATGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCTGTTGTTAGGGAAGAACAAGTACCGTTCGAATAGGGCGGTACCTTGACGGTACCTAACCAGAAAGCCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGGGCTCGCAGGCGGTTTCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCCCGGCTCAACCGGGGAGGGTCATTGGAAACTGGGGAACTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAATTCCACGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATGTGGAGGAACACCAGTGGCGAAGGCGACTCTCTGGTCTGTAACTGACGCTGAGGAGCGAAAGCGTGGGGAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTAGGGGGTTTCCGCCCCTTAGTGCTGCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGGTCGCAAGACTGAAACTCAAAGGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAGGTCTTGACATCCTCTGACAATCCTAGAGATAGGACGTCC

Bacillus sp. strain SAUF201

(100%)

(KX879851)

BT8XY

(Xylanolitik)

GCTATAATGCAGTCGAGCGGACAGAAGGGAGCTTGCTCCCGGATGTTAGCGGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGCCTGTAAGACTGGGATAACTCCGGGAAACCGGAGCTAATACCGGATAGTTCCTTGAACCGCATGGTTCAAGGATGAAAGACGGTTTCGGCTGTCACTTACAGATGGACCCGCGGCGCATTAGCTAGTTGGTGAGGTAACGGCTCACCAAGGCGACGATGCGTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGTGATGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCTGTTGTTAGGGAAGAACAAGTGCAAGAGTAACTGCTTGCACCTTGACGGTACCTAACCAGAAAGCCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGGGCTCGCAGGCGGTTTCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCCCGGCTCAACCGGGGAGGGTCATTGGAAACTGGGAAACTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAATTCCACGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATGTGGAGGAACACCAGTGGCGAAGGCGACTCTCTGGTCTGTAACTGACGCTGAGGAGCGAAAGCGTGGGGAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTAGGGGGTTTCCGCCCCTTAGTGCTGCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGGTCGCAAGACTGAAACTCAAAGGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAGGTCTTGACATCCTCTGACAACCCTAGAGATAGGGCTTTCCCT

Bacillus sp. strain Suaeda B-003

(100%)

(KT981879)

Hasil identifikasi dari bakteri unggul asal rayap menunjukkan bahwa

bakteri lignoselulolitik unggul adalah mempunyai kemiripan tinggi

dengan Aneurinibacillus sp. strain BT4LS (homologi 99% dengan No.

Page 154: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-142-]

Accession KR063553). Bakteri lignolitik unggul adalah Aneurinibacillus sp.

strain BT5LG (homologi 81% dengan No. accession KP980744). Bakteri

selulolitik unggul adalah Bacillus sp. strain BT3CL (homologi 100% dengan

No. accession KX879851). Bakteri xylanolitik unggul adalah Bacillus sp.

strain BT8XY (homologi 100% denganNo. Accession KT981879) (Tabel 5.15).

Gambar 5.9 Hubungan Filogenetik Bakteri Lignoselulolitik Unggul asal Rayap dengan Isolat Bakteri Asal Rayap Lain (Eutick et al.,1978; Purwadaria et al., 2003 dan Sukartiningrum, 2012 dengan Data

Squens dari GenBank (www.ncbi.nlm.nih.gov), dianalisis Menggunakan Metode Maximum Likelihood mengikuti model Tamura-Nei (1993) dengan bantuan Program MEGA 7

Hasil analisis filogenetik dari bakteri lignoselulolitik unggul asal rayap

dengan beberapa data bakteri yang telah diisolasi dari rayap (Eutick et

al., 1978; Purwadaria et al., 2003; Sukartiningrum, 2012) [data squens

GenBank; www.ncbi.nlm.nih.gov], bakteri lignoselulolitik unggul asal rayap

“Aneurinibacillus sp. BT4LS” mempunyai kemiripan tinggi (99%) dengan

Aneurinibacillus sp. XT-25 yang mempunyai kedekatan kekerabatan

dengan Bacterium strain Enterobacter aerogenes, Sphingobium sp. K40,

Chryseobacterium kwangyangense strain Cb, Bacillus mycoides strain

EGU624, Bacillus sp. strain BAB-5934 (Gambar 5.16).

AY026948.1 Sphingomonas sp. ML1

AH010480.2 Microbacterium sp. A8-2

KF562253.1 Paenibacillus sp. IHB B 3310

EU305608.1 Enterobacter aerogenes strain Razmin B

EU834248.1 Cellulomonas denverensis strain DS21

KX390640.1 Microbacterium sp. H83

KJ781874.1 Cellulomonas sp. B419

LT882720.1 Sphingobium sp. TLA-22

KY744454.1 Paenibacillus sp. strain Y2

EU294508.1 Bacillus cereus strain Razmin A

EU305609.1 Enterobacter cloacae strain Razmin C

BTCL. Bacillus sp. strain BT3CL

BTLG. Aneurinibacillus sp. strain BT5LG

AY458140.1 Bacillus pumilus dehairing protease precursor

U71214.1 Bacillus licheniformis TP chitinase (CHI)

D10626.1 Bacillus megaterium gdhIV

AY078249.1 Ochrobactrum sp. 2FB10 putative dissimilatory nitrite reductase (nirK)

AY078251.1 Ochrobactrum sp. 3CB5 putative dissimilatory nitrite reductase (nirK)

AJ223220.1 Sphingomonas sp. ORF H1

KY078309.1 Bacillus halmapalus strain KB8

AF154827.1 Bacillus circulans chitinase (chi41)

S80066.2 Rhizobium leguminosarum bv. phaseoli nodulation competitiveness

KR055019.1 Cellulomonas sp. KAR58

MF574012.1 Bacillus acidicola strain BT HNGU 442

BTXY. Bacillus sp. strain BT8XY

MF361869.1 Cellulomonas sp. strain T2.31MG-40

KU921531.1 Paenibacillus amylolyticus strain IHBB 9270

KX618379.1 Klebsiella sp. strain R326

MF356674.1 Bacterium strain Enterobacter aerogenes

BTLS. Aneurinibacillus sp. strain BT4LS

EF633293.1 Bacillus mycoides strain EGU624

KX548952.1 Bacillus sp. strain BAB-5934

EU169201.1 Chryseobacterium kwangyangense strain Cb

AJ009708.2 Sphingobium sp. K40

0.5

0.0

1.3

0.8

0.0

0.7

1.8

1.3

0.0

0.0

2.7

0.8

0.9

0.0

0.0

0.4

0.0

0.0

2.1

0.6

1.1

0.5

0.0

2.3

1.7

2.0

2.6

0.4

1.6

0.2

0.3

1.1

1.6

0.9

0.5

0.7

0.6

0.6

0.20.7

1.6

1.3

1.2

1.5

0.4

2.1

1.3

0.6

0.6

1.1

0.4

0.5

23.9

1.3

22.2

1.0

0.7

0.2

0.1

1.0

[-143-]

β α α

β β

α

Page 155: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-142-]

0.5

0.0

1.3

0.8

0.0

0.7

1.8

1.3

0.0

0.0

2.7

0.8

0.9

0.0

0.0

0.4

0.0

0.0

2.1

0.6

1.1

0.5

0.0

2.3

1.7

2.0

2.6

0.4

1.6

0.2

0.3

1.1

1.6

0.9

0.5

0.7

0.6

0.6

0.20.7

1.6

1.3

1.2

1.5

0.4

2.1

1.3

0.6

0.6

1.1

0.4

0.5

23.9

1.3

22.2

1.0

0.7

0.2

0.1

1.0

[-143-]

Berdasarkan informasi dari GenBank diketahui bahwa

Aneurinibacillus sp. XT-25 yang mempunyai kemiripan tinggi dengan

bakteri lignoselulolitik terpilih asal rayap “Aneurinibacillus sp. strain

BT4LS”dilaporkan oleh Li, X., Xue, C,-L dan Yu, H.-Y

(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/nucleotide/KR063553.1) pada 23 September

2015 yang merupakan kultur bakteri dari tanah subur Xitan di Yuncheng,

China. Berbagai penelitian juga menunjukkan Aneurinibacillus sp.

mampu mendegradasi lignoselulosa. Acharya dan Chaudhary (2012)

menunjukkan Aneurinibacillus thermoaerophilus WBS2 mampu

menghasilkan alkali selulase dengan aktivitas CMCase sebesar

0,058±0,004 IU/ml (pada jerami gandum) dan 0,081±0,011 IU/ml (pada

jerami padi) serta aktivitas Fpase 0,426±0,033 IU/ml (pada jerami

gandum) dan 0,319±0,025 IU/ml (pada jerami padi) saat inkubasi pada

pH 9. Lotfi (2014) dan Chandra et al. (2015) mengungkapkan

Aneurinibacillus aneurinilyticus mampu menghasilkan enzim

pendegradasi lignin seperti Mangan-Peroksidase dan Laccase yang

mampu mendegradasi rantai samping dari senyawa aromatik lignin serta

merombak lignin melalui proses depolimerisasi. Tsobuachi et al. (2015)

mengungkapkan bakteri dari genus Aneurinibacillus menghasilkan

berbagai enzim antara lain β-glucosidase, α-glucosidase, α-mannosidase,

β-galactosidase, β-glucoronidase, oksidase, katalase, alkali-phosfatase,

esterase lipase, lipase, leucine/valin/sistin arylamidase, tripsin, α-

kemotripsin, acid-phosfatase, dan naphthol AS-BI-phosphohidrolase.

Pada penelitian ini, bakteri unggul terpilih pendegradasi lignin

(lignolitik) adalah “Aneurinibacillus sp. strain BT5LG” yang mempunyai

kemiripan tinggi (81%) dengan bakteri Aneurinibacillussp.Bac270. Hal ini

sejalan dengan berbagai penelitian yang menunjukkan bakteri jenis

Aneurinibacillus sp. merupakan isolat pendegradasi lignin yang baik. Lotfi

(2014) dan Chandra et al. (2015) menunjukkan bakteri dari golongan ini

(Aneurinibacillus sp.) mempunyai kemampuan memproduksi berbagai

ligninase seperti Mangan-Peroksidase dan Laccase yang mampu

Page 156: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-144-]

mendegradasi rantai samping senyawa aromatik lignin serta

depolimerisasi lignin.

Hasil analisis morfologi dan biokimia dari kedua jenis Aneurinibacillus

tersebut (Aneurinibacillus sp. strain BT4LS dan Aneurinibacillus sp. strain

BT5LG) adalah bakteri gram positif dengan bentuk batang/basil yang

mempunyai kemampuan memfermentasi gula-gula seperti arabinosa,

cellubiosa, inositol, mannitol, mannosa, raffinosa, rhamnosa, salicin,

sorbitol, sukrosa, trehalosa, xylosa, galaktosa, methyl D-glukcoside, inulin,

ONPG, arginin dan nitrat. Terhadap methyl D mannoside, citrat dan

Voges Proskauer, Aneurinibacillus sp strain BT4LS mampu memfermentasi,

namun Aneurinibacillus sp strain BT5LG tidak mampu memfermentasinya.

Terhadap adonitol, Melizitosa dan Indol, kedua strain Aneurinibacillus

tidak mampu memfermentasinya (Tabel 5.16;Gambar 5.17-5.20).

Tabel 5.15 Karakteristik Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Rayap

Karakteristik Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Rayap

Aneurinibacillus sp. strain BT4LS

Aneurinibacillus sp. strain BT5LG

Bacillus sp. strain BT3CL

Bacillus sp. strain BT8XY

Sifat Gram - + + + Bentuk Basil Basil Basil Basil Fermentasi Gula-Gula - Arabinosa/ARA + + + + - Cellubiosa/CEL + + + + - Inositol/INO + + + + - Mannitol/MAN + + + + - Mannosa/MNS + + + + - Raffinosa/RAF + + + + - Rhamnosa/RHA + + + + - Salicin/SAL + + + + - Sorbitol/SOR + + + + - Sukrosa/SUC + + + + - Trehalosa/TRE + + + + - Xylosa/XYL + + + + - Adonitol/ADO - - - - - Galaktosa/GAL + + + + - Methyl-D-Mannoside + - + - - Methyl-D-Glucoside + + + + - Inulin/INU + + + + - Melizitosa/MLZ - - - + - Indol/IND - - - - - ONPG/ONP + + + + - Arginin/ARG + + + + - Citrat/CIT + - - - - Voges Proskauer/VP + - - - - Nitrat/NIT + + + +

[-145-]

Page 157: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-144-]

[-145-]

Gambar 5.10 Hasil Karakterisasi Isolat bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Rayap

Gambar 5.11 Hasil Karakterisasi Isolat bakteri Lignolitik Unggul Asal Rayap

Berdasarkan analisis filogenetik tampak juga bahwa bakteri

Aneurinibacillus sp. strain BT5LG mempunyai hubungan kekerabatan

dekat dengan bakteri terpilih pendegradasi selulosa (selulolitik)“Bacillus

sp. strain BT3CL” (Gambar 5.16). Pada gambar tersebut juga tampak

bahwa Bacillus sp. strain BT5LG maupun Bacillus sp. strain BT3CL

mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat dengan Enterobacter

cloacae strain Razmin C, Bacillus cereus strain Razmin A, Paenibacillus sp

strain Y2, Bacillus pumilus, Bacillus licheniformis. Hal ini semakin

menegaskan bahwa baik bakteri jenis Aneurinibacillus sp. maupun

Bacillus sp. merupakan kelompok bakteri pendegradasi lignin maupun

selulosa/hemiselulosa.

Page 158: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-146-]

Pada penelitian ini, telah diketahui bahwa bakteri selulolitik unggul

terpilih asal rayap Bacillus sp. Strain BT3CL mempunyai aktivitas spesifik

endoglukanase dan eksoglukanase yang tinggi serta mampu

mendegradasi berbagai substrat sumber serat kasar/mengandung selulosa

yaitu CMC, avicel, dedak padi maupun jerami padi (Tabel 5.8 – 5.10),

sedangkan isolat bakteri xylanolitik unggul terpilih Bacillus sp. Strain

BT8XY telah diketahui mempunyai aktivitas spesifik enzim xylanase yang

tinggi dan dengan kemampuan mendegradasi substrat mengandung

xylan yang tinggi pula (Tabel 5.11 – 5.12). Terhadap potensi aktivitas enzim

lainnya ataupun multi enzim selulase dan xylanase “selulosom” belum

dilaksanakan, namun dari berbagai referensi serta kedekatan

kekerabatan filogenetik menunjukkan potensi dihasilkannya selulosom

dan/atau jenis enzim lainnya cukup tinggi.

Berdasarkan informasi GenBank diketahui Bacillus sp. Strain

SAUF201 yang homolog dengan isolat bakteri selulolitik terpilih asal rayap

“Bacillus sp. strain BT3CL”sebelumnya dilaporkan oleh Chen, F., Mou, L.,

dan Zhang, X. pada 27 Desember 2016 diisolasi dari saluran cerna

Eupolyphaga sinensis sebagai obat tradisional di China

(https://ncbi.nlm.nih.gov/nucleotide/KX879851.1), sedangkan bakteri

xylanolitik terpilih yang homolog dengan Bacillus sp. Strain Suaeda B-003

sebelumnya dilaporkan oleh Wu, Y., Wei, X., Hao, Y., dan Zhao, H. pada

30 November 2016 hasil isolasi dan identifikasi dari Bacillus

(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/nucleotide/KT981879.1). Ini menunjukkan

bakteri selulolitik unggul khususnya mempunyai peranan penting dalam

bidang kesehatan. Flint dan Garner (2009) mengungkapkan bahwa

Bacillus sp. merupakan sumber direct fed microbial/DFM (mikroba yang

langsung dimanfaatkan sebagai pakan) yang merupakan sumber

probiotik dan immunostimulan bagi ternak.

Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa bakteri pendegradasi

xylan (xylanolitik) terpilih asal rayap “Bacillus sp. strain BT8XY”

mempunyai kekerabatan dekat dengan Bacillus acidicola strain BT

HNGu 442, Cellulomonas sp. KAR58, Cellulomonas sp.strain T2 31MG-40, [-147-]

β

Page 159: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-146-]

[-147-]

Paenibacillus amylolyticus strain IHBB 9270, maupun Klebsiella sp. strain

R326 (Gambar 5.16). Hal ini sejalan dengan pernyataan Wenzel et al.

(2002) mengungkapkan bahwa bakteri Cellulomonas, Bacillus (kecuali B.

cereus dan B. megaterium) serta Paenibacillus merupakan bakteri

sellulolitik dengan kemampuan mendegradasi selulosa maupun

hemiselulosa terbaik. Ratanakhanokchai et al. (1999) maupun

Purwadaria et al. (2004) juga mengungkapkan bahwa kelompok

Bacillus merupakan xylanolitik dengan aktivitas enzim tinggi, karena

mampu menghasilkan berbagai kompleks xylanase seperti extracellular

xylanase, β-xylosidase, arabinofuranosidase,dan acetyl esterase dengan

aktivitas spesifik masing-masing 4,8; 0,21; 0,15 dan 0,24 U/mg protein.

Gilbert dan Hazzlewood (1993) menyebutkan Bacillus sp. merupakan

salah satu bakteri yang mampu memproduksi multisellulase-xylanase

“selulosom” yang bekerja sinergis mendegradasi komponen dinding sel.

Gambar 5.12 Hasil Karakterisasi Isolat bakteri Selulolitik Unggul Asal Rayap

Gambar 5.13. Hasil Karakterisasi Isolat bakteri Xylanolitik Unggul Asal Rayap

Page 160: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-148-]

Hasil uji morfologi dan biokimia menunjukkan bahwa kedua isolat

bakteri ini merupakan bakteri gram positif dengan bentuk sel

basil/batang, mempunyai kemampuan memfermentasi gula-gula seperti

arabinosa, cellubiosa, inositol, mannitol, mannosa, raffinosa, rhamnosa,

salicin, sorbitol, sukrosa, trehalosa, xylosa, galaktosa, methyl D-

glukcoside/MDG, inulin, ONPG, arginin dan nitrat. Kedua isolat bakteri inii

sama-sama tidak mampu memfermentasi senyawa adonitol, Citrat/CIT

dan Voges Proskauer/VP, namun isolat bakteri Bacillus sp strain BT3CL

mempunyai kemampuan memfermentasi Methyl-D-Mannoside/MDM,

sedangkan isolat bakteri Bacillus sp strain BT8XY tidak, sedangkan

terhadap senyawa Melizitosa/MLZ, bakteri Bacillus sp strain BT3CL tidak

mempunyai kemampuan memfermentasinya, sedangkan bakteri Bacillus

sp BT8XY mampu memfermentasinya (Tabel 5.16; Gambar 5.19-5.20).

Berdasarkan hasil karakterisasi dari ke-4 (keempat) isolat bakteri

lignoselulolitik unggul asal rayap (Aneurinibacillus sp. strain BT4LS,

Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, Bacillus sp. strain BT3CL dan Bacillus sp.

strain BT8XY) mempunyai kemampuan tinggi dalam memfermentasi

berbagai gula-gula. Hal ini menunjukkan bakteri-bakteri tersebut sangat

potensial dimanfaatkan sebagai biokatalis/starter dalam proses

fermentasi bahan pakan limbah pertanian. Apalagi dari uji kemampuan

perombakan senyawa lignoselulosa baik melalui uji tingkat degradasi

substrat sumber lignoselulosa maupun aktivitas enzim lignooselulase juga

menunjukkan hasil yang sangat positif. Sehingga pemanfaatannya

sebagai biokatalisator dalam proses fermentasi pakan limbah pertanian

sangat potensial dikembangkan.

[-149-]

Page 161: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-148-]

[-149-]

BAB VI. BIOKATALISATOR BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

6.1 Bakteri Lignoselulolitik, Biokatalisator Limbah Pertanian

Biokatalisator merupakan suatu bahan/zat biologis (berasal dari

mahluk hidup/organisme biologis) yang berfungsi sebagai pemacu

(mempercepat) dan/atau pengarah (pemberi arah) dari suatu proses

reaksi. Mikroorganisme beserta produk metabolit yang dihasilkannya

seperti enzim, hormon maupun asam-asam organik merupakan

katalisator yang utama dalam suatu proses reaksi biokimia di alam ini.

Mikroorganisme dan/atau produk metabolitnya merupakan suatu

katalis (biokatalisator) yang bersifat spesifik, baik terhadap substrat yang

dikatalisis maupun produk/hasil reaksi yang dihasilkan (Hudiyono, 2004).

Bakteri lignoselulolitik dengan berbagai aktivitas enzim lignoselulase

(ligninase, selulase dan hemiselulase) yang dimilikinya (mono maupun

multiple function) mempunyai kemampuan tinggi sebagai biokatalisator

bahan pakan kaya senyawa lignoselulosa seperti pakan asal limbah

pertanian. Berbagai hasil penelitian telah menunjukkan bahwa bakteri

lignoselulolitik mempunyai kemampuan tinggi sebagai biokatalis (starter

dan/atau biokatalis) limbah pertanian (Mudita et al., 2009; Kamsani et

al., 2015; Sutama et al., 2018; Mudita et al., 2019). Pemanfaatan bakteri

lignoselulolitik mampu menghasilkan biokatalis (starter/biokatalis)

berkualitas dengan kandungan nutrien, populasi mikroba dan aktivitas

enzim yang tinggi. Hasil penelitian Mudita et al. dari Tahun 2015 -2019

menunjukkan potensi tinggi dari bakteri lignoselulolitik sebagai biokatalis.

6.2 Penelitian Pemanfaatan Bakteri Lignoselulolitik Sebagai Biokatalis Pakan Limbah Pertanian

Pemanfaatan bakteri lignoselulolitik unggul asal cairan rumen sapi

bali dan rayap untuk memproduksi biokatalis/starter cair (biokatalis cair)

untuk fermentasi pakan limbah pertanian telah penulis cobakan Tahun

2014. Kegiatan penelitian dilaksanakan dengan memanfaatkan

kedelapan isolat bakteri lignoselulolitik unggul yaitu 4 isolat bakteri asal

Page 162: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-150-]

cairan rumen sapi bali (Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, Bacillus

subtilis strain BR4LG, Bacillus subtilis strain BR2CL dan Paenibacillus

dendritiformis strain BR3XY) dan 4 bakteri asal rayap (Aneurinibacillus sp.

strain BT4LS, Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, Bacillus sp. strain BT3CL dan

Bacillus sp. strain BT8XY). Bakteri lignoselulolitik tersebut diformulasi

sedemikian rupa untuk membentuk konsorsium bakteri lignoselulolitik

yang sinergis memanfaatkan medium pertumbuhan bakteri yang

diformulasi menggunakan bahan alami dan proanalisis.

Penelitian dilaksanakan dengan Rancangan Acak Lengkap/RAL

(Completely Randomized Design/CRD) dengan 11 perlakuan dan 3

ulangan, sehingga secara keseluruhan terdapat 33 unit percobaan.

Perlakuan didasarkan pada biokatalis cair (biokatalis) yang diproduksi

yaitu 9 biokatalis yang diformulasi dari bakteri lignoselulolitik terpilih asal

cairan rumen sapi bali dan/atau rayap serta 2 biokatalis kontrol yaitu

biokatalis yang diproduksi dengan medium biokatalis saja (BR0T0) dan

biokatalis yang diproduksi dari 10% cairan rumen segar yang dibiakkan

pada medium biokatalis (BCR).

Pengkodean perlakuan didasarkan pada evaluasi yang dilakukan

yaitu evaluasi kualitas biokatalis dan evaluasi efektivitas biokatalis

sebagai starter fermentasi bahan pakan berbasis limbah pertanian.

Perlakuan pada evaluasi kualitas biokatalis adalah:

1. BR0T0 yaitu biokatalis tanpa isolat bakteri unggul (medium biokatalis saja)

2. BR1234 yaitu biokatalis yang diformulasi dari bakteri lignoselulolitik (Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS), lignolitik (Bacillus subtilis strain BR4LG), selulolitik (Bacillus subtilis strain BR2CL) dan silanolitik (Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY) asal cairan rumen sapi bali

3. BT1234 yaitu biokatalis yang diformulasi dari bakteri lignoselulolitik unggul (Aneurinibacillus sp. strain BT4LS), lignolitik (Aneurinibacillus sp. strain BT5LG), selulolitik (Bacillus sp. strain BT3CL) dan silanolitik (Bacillus sp. strain BT8XY) asal rayap

4. BR12T34 yaitu biokatalis yang diformulasi dari bakteri lignoselulolitik (Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS), dan lignolitik (Bacillus subtilis strain BR4LG) asal cairan rumen sapi bali serta bakteri selulolitik (Bacillus sp. strain BT3CL) dan silanolitik (Bacillus sp. strain BT8XY) asal rayap

[-151-]

Page 163: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-150-]

[-151-]

5. BR13T24 yaitu biokatalis yang diformulasi dari bakteri lignoselulolitik (Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS) dan selulolitik (Bacillus subtilis strain BR2CL) asal cairan rumen sapi bali serta isolat bakteri lignolitik (Aneurinibacillus sp. strain BT5LG) dan silanolitik (Bacillus sp. strain BT8XY) asal rayap

6. BR14T23 yaitu biokatalis yang diformulasi dari bakteri lignoselulolitik (Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS) dan silanolitik (Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY) asal cairan rumen sapi bali serta isolat bakteri lignolitik (Aneurinibacillus sp. strain BT5LG), dan selulolitik (Bacillus sp. strain BT3CL) asal rayap

7. BR23T14 yaitu biokatalis yang diformulasi dari bakteri lignolitik (Bacillus subtilis strain BR4LG) dan selulolitik (Bacillus subtilis strain BR2CL) asal cairan rumen sapi bali serta isolat bakteri lignoselulolitik (Aneurinibacillus sp. strain BT4LS) dan silanolitik (Bacillus sp. strain BT8XY) asal rayap

8. BR24T13 yaitu biokatalis yang diformulasi dari bakteri lignolitik (Bacillus subtilis strain BR4LG) dan silanolitik (Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY) asal cairan rumen sapi bali serta isolat bakteri lignoselulolitik (Aneurinibacillus sp. strain BT4LS) dan selulolitik (Bacillus sp. strain BT3CL) asal rayap

9. BR34T12 yaitu biokatalis yang diformulasi dari bakteri selulolitik (Bacillus subtilis strain BR2CL) dan silanolitik (Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY) asal cairan rumen sapi bali serta isolat bakteri lignoselulolitik (Aneurinibacillus sp. strain BT4LS) dan lignolitik (Aneurinibacillus sp. strain BT5LG) asal rayap

10. BR1234T1234 yaitu biokatalis yang diformulasi dari bakteri lignoselulolitik (Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS), lignolitik (Bacillus subtilis strain BR4LG), selulolitik (Bacillus subtilis strain BR2CL) dan silanolitik (Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY) asal cairan rumen sapi bali serta isolat bakteri lignoselulolitik (Aneurinibacillus sp. strain BT4LS), lignolitik (Aneurinibacillus sp. strain BT5LG), selulolitik (Bacillus sp. strain BT3CL) dan silanolitik (Bacillus sp. strain BT8XY) asal rayap

11. BCR yaitu biokatalis yang diproduksi menggunakan 10% cairan rumen segar yang dibiakkan pada medium biokatalis

Medium yang dipakai dalam produksi biokatalis pada penelitian ini

adalah medium yang disusun dari kombinasi sumber nutrien sintetis

(proanalisis) dan alami dengan komposisi dan kandungan nutrien

disajikan pada Tabel 6.1. Pembuatan medium biokatalis dilakukan

dengan cara mencampur seluruh bahan medium biokatalis hingga

homogen dan dibantu pula dengan proses pemanasan hingga mendidih

selama ± 15 menit dan selanjutnya disaring. Kemudian larutan medium

Page 164: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-152-]

biokatalis disterilisasi dalam autoklap pada T 121oC selama 15 menit.

Setelah medium biokatalis mendingin (T 39oC), medium siap

dimanfaatkan dalam produksi biobiokatalis.

Tabel 6.1. Komposisi Bahan Penyusun Medium Biokatalis

Keterangan: 1)Hasil Analisis UPT. Lab. Analitik, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

Biokatalis yang diproduksi pada penelitian ini adalah 9 biokatalis

cair yang diformulasi dari bakteri lignoselulolitik unggul hasil penelitian

Mudita tahap pertama (Penelitian Mudita, 2013) yang dibiakkan pada

medium biokatalis serta 2 biokatalis kontrol yaitu biokatalis biokatalis

yang diproduksi menggunakan medium biokatalis saja (BR0T0) dan

biokatalis yang diproduksi menggunakan 10% cairan rumen segar yang

dibiakkan pada medium biokatalis (BCR). Jenis dan komposisi biokatalis

yang diproduksi disajikan pada Tabel 6.2.

Produksi biokatalis dilakukan dengan cara mencampur 10% kultur

mikroba (sesuai perlakuan) dengan 90% medium biokatalis dalam

kondisi anaerob (sambil dialiri gas CO2), selanjutnya diinkubasi selama 5-7

(T 39oC) hari. Setelah masa inkubasi, biokatalis siap dimanfaatkan.

No Bahan Penyusun Komposisi

1 Thioglycollate Fluid Medium/TFM (g) 1 2 Supernatan Cairan rumen (ml) 10 3 Molases (g) 50 4 Urea (g) 1 5 Asam tanat 0,25 6 CMC 0,25 7 Xylanosa 0,25 8 Jerami Padi (g) 0,25 9 Tepung Ketela Pohon (g) 0,25 10 Dedak Padi (g) 0,25 11 Garam Dapur (g) 0,25 12 Multi Vitamin-Mineral “Pignox” (g) 0,15 13 Air Bersih hingga volumenya 1 liter

Kandungan Nutrien 1 1 Fosfor/P (ppm) 144,81 2 Kalsium/Ca (ppm) 736,07 3 Zincum/Zn (ppm) 5,80 4 Sulfur/S (ppm) 158,15 5 Protein Terlarut (g/ml) 0,0075

[-153-]

Page 165: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-152-]

[-153-]

Tabel 6.2. Komposisi dan Formula Biokatalis dalam 1 liter

Formula

biokatalis

Medium Biokatalis

(ml)

Kultur Bakteri Unggul Rumen Sapi Bali (BR) (ml)

Kultur Bakteri Unggul asal Rayap (BT) (ml)

Cairan Rumen (ml) BR1 BR2 BR3 BR4

BT1 BT2 BT3 BT4

1. BR0T0 1000 - - - - - - - - -

2. BR1234 900 25 25 25 25 - - - - -

3. BT1234 900 - - - - 25 25 25 25 -

4. BR12T34 900 25 25 - - - - 25 25 -

5. BR13T24 900 25 - 25 - - 25 - 25 -

6. BR14T23 900 25 - - 25 - 25 25 - -

7. BR23T14 900 - 25 25 - 25 - - 25 -

8. BR24T13 900 - 25 - 25 25 - 25 - -

9. BR34T12 900 - - 25 25 25 25 - - -

10. BRMixTMix 900 12,5 12,5 12,5 12,5 12,5 12,5 12,5 12,5 -

11. BCR 900 - - - - - - - - 100 Keterangan: BR1=Pseudomonas aeruginosa strain GRD 16), BR2=Bacillus subtilis strain EXWB4-09),

BR3=Bacillus subtilis strain H1; BR4= Paenibacillus dendritiformis strain PP; BT1=Aneurinibacillus sp. XT-25; BT2=Aneurinibacillus sp. Bac270; BT3=Bacillus sp. strain SAUF201; BT4=Bacillus sp. strain Suaeda B-003

Evaluasi kualitas biokatalis cair bakteri lignoselulolitik asal cairan

rumen sapi bali dan rayap unggul didasarkan pada kandungan nutrien,

populasi bakteri lignoselulolitik, kemampuan degradasi substrat dan

aktivitas enzim yang dihasilkan.

Kandungan nutrien yang dianalisis dari biokatalis cair, yaitu;

kandungan protein terlarut, Kalsium/Ca, Fosfor/P, Belerang/S dan

Seng/Zn. Analisis kandungan protein terlarut ditentukan dengan metode

Bicinchoninic Acid (BCA) menggunakan PierceTM BCA Protein Assay Kit

(Produksi Thermo Scientific). Analisis mengikuti prosedur microplate

menggunakan standar albumin (Bovine Serum Albumin/BSA) pada

panjang gelombang 562 nm, sedangkan analisis kandungan Ca, P dan Zn

dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pengabuan basah,

selanjutnya kadar Ca dianalisis dengan EDTA Method, analisis kadar P

dan Zn dilakukan dengan terlebih dahulu membuat kurve standar P

(untuk analisis P) atau kurve standar Zn (untuk analisis Zn) sehingga nilai

K (nilai standar kurve diketahui). Analisis kadar P atau Zn dilakukan

menggunakan larutan standar P atau Zn menggunakan Atomic

Page 166: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-154-]

Absorption Spectrophotometre (AAS) pada panjang gelombang 660 nm.

Sedangkan penentuan kadar S dilakukan dengan metode Iodometri

Populasi bakteri dari biokatalis cair yang diamati adalah jumlah

total bakteri, bakteri lignoselulolitik, lignolitik, selulolitik, dan silanolitik.

Total bakteri dihitung menggunakan medium pertumbuhan bakteri

padat tanpa substrat. Bakteri lignoselulolitik, lignolitik, selulolitik dan

xylanolitik dihitung menggunakan medium pertumbuhan bakteri padat

spesifik seperti medium saat isolasi bakteri pada penelitian Tahap

Pertama (Gambar 6.1).

Pengamatan populasi bakteri dilakukan dengan terlebih dahulu

melakukan pengenceran berseri terhadap biokatalis cair menggunakan

larutan NaCl 0,9% (10-1 sampai 10-7). Kultivasi biokatalis cair dilakukan

pada beberapa seri pengenceran yaitu 10-3, 10-5dan 10-7 dengan cara

membiakkan 50 µl larutan biokatalis cair (kecuali BR0T0 sebanyak 250 µl)

ke dalam medium pertumbuhan padat cawan petri yang selanjutnya

dihomogenkan (digoyang mendatar) serta dibiarkan hingga memadat.

Kultivasi dilakukan secara anaerob selama 24 jam dalam inkubator T

39oC. Penghitungan populasi bakteri menggunakan metode direct count.

Gambar 6.1 Perhitungan Populasi Bakteri dari Biokatalis cair

[-155-]

Page 167: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-154-]

[-155-]

Kemampuan degradasi substrat dari biokatalis cair yang diukur

pada penelitian ini adalah kemampuan degradasi lignin (dengn substrat

asam tanat), degradasi selulosa (dengan substrat CMC), degradasi

xylanosa (dengan substrat xylan), kemampuan degradasi jerami padi dan

kemampuan degradasi dedak padi.

Evaluasi kemampuan degradasi substrat dari biokatalis cair

dikerjakan dengan prosedur yang sama dengan evaluasi kemampuan

degradasi substrat dari bakteri (telah diuraikan pada Bab IV, Gambar

4.8) yaitu didasarkan pada diameter zone bening/zone difusi yang

terbentuk/dihasilkan oleh biokatalis cair pada medium padat

mengandung substrat uji. Evaluasi kemampuan degradasi dilakukan

dengan cara menginokulasikan 15 µl biokatalis cair uji pada paper disc

diameter 0,6 cm yang diletakkan pada medium padat spesifik cawan

petri (1% substrat uji pada medium pertumbuhan bakteri padat).

Inkubasi dilakukan secara anaerob selama 24 jam pada suhu 39oC.

Aktivitas spesifik enzim lignoselulolitik dari biokatalis cair yang diukur

pada penelitian ini adalah aktivitas spesifik enzim ligninase, endo-

glukanase, ekso-glukanase, dan xilanase masing-masing pada substrat

asam tanat, CMC, avicel atau xylan. Evaluasi aktivitas spesifik enzim

lignoselulolitik biokatalis cair dikerjakan dengan prosedur dan

menggunakan kurve standar yang sama dengan evaluasi aktivitas enzim

dari bakteri (telah diuraikan pada Bab IV) mengikuti metode Adney dan

Baker (2008). Aktivitas spesifik enzim diestimasi berdasarkan kurve

standar yang diperoleh (Adney dan Baker, 2008; Ghose, 1987), yaitu

aktivitas ligninase menggunakan persamaan Y=0,00635X + 0,21098 (R2 =

0,929); aktivitas selulase (endo-glukanase dan ekso-glukanase)

menggunakan persamaan Y=0,00622X + 0,14277 (R2=0,972); aktivitas

xylanase menggunakan persamaan Y=0,00002X + 0,20525 (R2=0,897)

(Gambar 4.11). Unit aktivitas spesifik enzim (U) didefinisikan sebagai 1

µmol vanillin/gula pereduksi yang dihasilkan tiap gram protein enzim per

menit dalam kondisi assay (Irfan et al., 2012; Lo et al., 2009).

Page 168: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-156-]

HASIL PENELITIAN BIOKATALIS CAIR

A. Kandungan Nutrien dari Biokatalis Cair Bakteri Lignoselulolitik

Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa pemanfaatan bakteri

terpilih asal cairan rumen sapi bali dan rayap (Pseudomonas aeruginosa

strain BR9LS, Bacillus subtilis strain BR4LG, Bacillus subtilis strain BR2CL,

aenibacillus dendritiformis strain BR3XY serta Aneurinibacillus sp. strain

BT4LS, Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, Bacillus sp. strain BT3CL, Bacillus

sp. strain BT8XY) dalam produksi biokatalis bakteri lignoselulolitik mampu

menghasilkan biokatalis starter pakan limbah pertanian berkualitas

tinggi (Tabel 6.3 – 6.9).

Tabel 6.3. Kandungan Nutrien dan Derajat Keasaman dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik

Biokatalis3 Kandungan Nutrien1

pH2 Protein Terlarut (%)

Fosfor (P) (ppm)

Kalsium (Ca)(ppm)

Seng (Zn)(ppm)

Belerang (S)(ppm)

BR0T04 2,877a6 151,027a 867,757a 7,867a 195,580a 5,023b

BR1234 2,997ab 159,460ab 960,553b 8,061a 242,837b 4,170a BT1234 3,033b 162,150abc 962,190b 8,103a 247,447b 4,183a BR12T34 3,117b 171,263bcd 980,543bc 7,950a 245,667b 4,190a BR13T24 3,253c 172,470bcde 977,167bc 8,072a 246,000b 4,267a BR14T23 3,287c 174,550cde 969,090b 8,087a 247,000b 4,120a BR23T14 3,880e 194,550fg 993,090bc 8,520a 257,357b 4,063a BR24T13 3,673d 186,217efg 984,757bc 8,587a 256,003b 4,077a BR34T12 3,580d 183,550def 992,257bc 8,087a 253,890b 3,987a BRmixTmix 3,290c 173,550cde 971,373b 8,153a 253,890b 4,177a BCR5 3,933e 197,873g 1041,677c 8,873a 258,170b 4,030a SEM7 0,027 2,72 13,705 0,434 3,775 0,063 Keterangan: 1)Hasil Analisis UPT. Lab. Analitik UNUD, 2)Hasil Analisis Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas

Peternakan UNUD, 3)Biokatalis yang diproduksi menggunakan bakteri cairan rumen sapi bali (R) dan rayap (T), yaitu: R1=Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, R2=Bacillus subtilis strain BR4LG, R3=Bacillus subtilis strain BR2CL, R4=Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY, Rmix=Kombinasi Isolat R1;R2;R3 dan R4, T1=Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, T2=Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, T3=Bacillus sp. strain BT3CL, T4=Bacillus sp. strain BT8XY, Tmix=Kombinasi T1, T2, T3 dan T4, 4)BR0T0=Biokatalis yang diproduksi tanpa isolat bakteri (medium biokatalis saja), 5)BCR = Biokatalis yang diproduksi menggunakan 10% cairan rumen sapi bali, 6)Huruf yang sama pada kolom sama menunjukkan nilai berbeda tidak nyata (P>0,05),7)SEM=Standard Error of The Treatment Means

Analisis kandungan nutrien dari biokatalis cair bakteri lignoselulolitik

(Tabel 6.3) menunjukkan formula biokatalis bakteri lignoselulolitik yang

diproduksi memanfaatkan bakteri lignoselulolitik, lignolitik, selulolitik dan

xylanolitik terpilih asal cairan rumen sapi bali (R1=Pseudomonas

aeruginosa strain BR9LS, R2=Bacillus subtilis strain BR4LG, R3=Bacillus

subtilis strain BR2CL, R4=Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY), dan

[-157-]

Page 169: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-156-]

[-157-]

rayap (T1=Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, T2=Aneurinibacillus sp. strain

BT5LG, T3=Bacillus sp. strain BT3CL, T4=Bacillus sp. strain BT8XY) dengan

formula BR1234; BT1234; BR12T34; BR13T24; BR14T23; BR23T14; BR24T13; BR34T12 dan

BRmixTmix menghasilkan biokatalis yang mempunyai kandungan protein,

fosfor, kalsium seng dan belerang yang tinggi dan meningkat secara

nyata (P<0,05) (kecuali Zn) dibandingkan biokatalis tanpa bakteri

lignoselulolitik terpilih (BR0T0) dan dengan derajat keasaman yang lebih

tinggi (pH lebih rendah) (P<0,05). Terhadap biokatalis yang diproduksi

dengan 10% cairan rumen sapi bali (BCR), hasil penelitian menunjukkan

biokatalis cair bakteri lignoselulolitik mempunyai kandungan nutrien dan

pH berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan biokatalis BCR (Tabel 6.3).

Pada penelitian ini, biokatalis yang diproduksi memanfaatkan isolat

bakteri unggul rumen sapi bali dan rayap mempunyai kandungan

protein 2,997 – 3,880%, fosfor/P 159,460–194,550 ppm, kalsium/Ca 960 –

993,090 ppm, belarang/S 242,837 – 257,357 ppm, yang masing-masing

sebesar 4,17-34,88%; 5,584-28,818%, 10,694-14,443%; 24,162-31,586% lebih

tinggi (P<0,05) dibandingkan BR0T0 (2,877%), namun berbeda tidak

nyata (P>0,05) dibandingkan biokatalis yang diproduksi dengan 10%

cairan rumen/BCR yang mempunyai kandungan protein 3,933%, fosfor

197,873 ppm, kalsium 1041,667 ppm, dan belerang 258,170 ppm. Terhadap

kandungan seng/Zn, semua formula biokatalis mempunyai kandungan

Zn yang berbeda tidak nyata (P>0,05) yaitu 7,867 – 8,873 ppm. Terhadap

derajat keasaman/pH, biokatalis yang diproduksi memanfaatkan bakteri

unggul rumen sapi bali dan rayap mempunyai pH 3,987 – 4,267 yaitu

15,063-20,637% lebih rendah (P<0,05) daripada biokatalis BR0T0 (pH

5,023), namun berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan biokatalis BCR (pH

4,030) (Tabel 6.3).

Dihasilkannya kandungan nutrien yang cukup tinggi pada semua

formula biokatalis merupakan respon dari cukup baiknya formula

medium biokatalis yang dipakai yaitu kombinasi bahan kimia dan bahan

alami (Tabel 6.1) serta rendahnya kompetisi antar bakteri yang mampu

mendukung pertumbuhan dan aktivitas mikroba dari biokatalis tersebut

Page 170: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-158-]

(Tabel 6.4). Tingginya pertumbuhan mikroba (bakteri) yang terindikasi

dari populasi bakteri biokatalis (Tabel 6.4) akan secara langsung

berkontribusi terhadap kandungan nutrien biokatalis yang dapat berasal

dari pemecahan/degradasi senyawa kompleks dari bahan medium

biokatalis menjadi senyawa-senyawa sederhana serta nutrien yang

berasal dari komponen sel tubuh mikroba/bakteri yang memang tersusun

atas protein/asam amino serta berbagai mineral (Hungate, 1966; Ogimoto

dan Imai, 1981).

Sinergisme mikroba yang tumbuh dan berkembangbiak juga akan

sangat mendukung kandungan nutrien biokatalis. Semakin sinergis

mikroba/bakteri yang tumbuh, populasi bakteri akan semakin tinggi

sehingga semakin tinggi pula kandungan nutrien dari biokatalis (Shi dan

Weimer, 1997). Kondisi ini juga tampak pada penelitian ini, dimana

formula biokatalis BR23T14, BR24T13 dan BR34T12 yang diformulasi

memanfaatkan kombinasi bakteri unggul rumen sapi Bacillus subtilis

strain BR4LG dan Bacillus subtilis strain BR2CL serta dengan bakteri unggul

asal rayap Aneurinibacillus sp. strain BT4LS dan Bacillus sp. strain BT8XY

(BR23T14); kombinasi Bacillus subtilis strain BR4LGdan Paenibacillus

dendritiformis strain BR3XY asal rumen sapi bali dengan Aneurinibacillus

sp. strain BT4LS dan Bacillus sp. strain BT8XY asal rayap (BR24T13), dan

kombinasi Bacillus subtilis strain BR2CL dan Paenibacillus dendritiformis

strain BR3XY dengan Aneurinibacillus sp. strain BT4LS dan Aneurinibacillus

sp. strain BT5LG (BR34T12) mempunyai kandungan nutrien baik protein

maupun makro dan mikro mineral secara kuantitatif lebih tinggi dari

biokatalis lainnya (Tabel 6.1) yang sejalan dengan populasi bakteri baik

jumlah total bakteri, bakteri lignoselulolitik, bakteri lignolitik, bakteri

selulolitik maupun bakteri xylanolitik (Tabel 6.4). Hal ini mengindikasikan

sinergisme bakteri yang tumbuh dan berkembangbiak dalam biokatalis

sejalan dengan kandungan nutrien dari biokatalis yang dihasilkan.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa biokatalis yang diproduksi

dari kombinasi dari bakteri terpilih asal rumen sapi bali dan rayap

mampu menghasilkan biokatalis dengan kandungan nutrien secara

[-159-]

Page 171: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-158-]

[-159-]

kuantitatif lebih tinggi (P>0,05) daripada biokatalis yang diproduksi dari

satu sumber bakteri (kecuali terhadap BCR) (Tabel 6.3). Hal tersebut

menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi isolat bakteri dari sumber

berbeda mampu menghasilkan efek sinergis dan tidak terjadinya

kompetisi sepanjang kebutuhan nutrien terpenuhi dengan baik. Pada

penelitian ini tampak bahwa kombinasi isolat dari sumber berbeda

mampu menghasilkan pertumbuhan dan aktivitas mikroba lebih baik

yang ditunjukkan adanya populasi bakteri (Tabel 6.4), kemampuan

degradasi substrat dan aktivitas enzim yang tinggi (Tabel 6.5 - 6.9).

Tabel 6.3 juga menunjukkan bahwa biokatalis yang diproduksi

memanfaatkan 10% cairan rumen segar (BCR) mempunyai kandungan

nutrien secara kuantitatif tertinggi dibandingkan dengan biokatalis

lainnya. Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh penggunaan cairan

rumen yang memang kaya berbagai mikroba serta enzim yang

dihasilkan, nutrients ready fermentable dan berbagai senyawa organik

yang mendukung peningkatan kandungan nutrien dan populasi bakteri

dari biokatalis yang dihasilkan (Arora, 1995; Kamra, 2005; Firkin et al.,

2006). Hasil penelitian penulis sebelumnya (Mudita et al., 2009) juga

menunjukkan hasil yang sejalan, bahwa pemanfaatan 5-20% cairan

rumen segar menghasilkan biokatalis dengan kandungan nutrien dan

populasi mikroba tinggi.

B. Populasi Bakteri dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik

Terhadap populasi bakteri, hasil penelitian menunjukkan bahwa

biokatalis yang diformulasi memanfaatkan bakteri lignoselulolitik terpilih

(Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, Bacillus subtilis strain BR4LG,

Bacillus subtilis strain BR2CL, aenibacillus dendritiformis strain BR3XY asal

cairan rumen sapi bali serta Aneurinibacillus sp. strain BT4LS,

Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, Bacillus sp. strain BT3CL, Bacillus sp. strain

BT8XY asal rayap) mempunyai populasi bakteri yaitu total bakteri,

bakteri lignoselulolitik, bakteri lignoliltik, bakteri selulolitik, bakteri

xylanolitik lebih tinggi dan berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan

Page 172: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-160-]

populasi bakteri dari biokatalis yang diproduksi tanpa menggunakan

bakteri lignoselulolitik/BR0T0, namun berbeda tidak nyata (P>0,05)

dengan biokatalis yang diproduksi menggunakan 10% cairan rumen

segar/BCR (Tabel 6.4).

Tabel 6.4. Populasi Bakteri dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik

Biokatalis2 Populasi Bakteri dari Biokatalis1

Total Bakteri B. Lignoslltk B. Lignolitik B. Selulolitik B. Xylanolitik (x 108sel/ml) (x 108sel/ml) (x 108sel/ml) (x 108sel/ml) (x 108sel/ml)

BR0T03 0,261a5 0,100a 0,080a 0,145a 0,113a

BR1234 1,540b 1,167b 0,753b 1,080b 0,813b BT1234 1,753b 1,307bc 0,780b 1,093b 0,820bc BR12T34 2,220c 1,347bc 0,847bc 1,140b 0,873bcd BR13T24 2,180c 1,340bc 0,853bc 1,120b 0,893bcd BR14T23 2,200c 1,340bc 0,893bc 1,127b 0,933bcd BR23T14 2,367c 1,853d 1,047d 1,167b 1,000de BR24T13 2,293c 1,587cd 0,953cd 1,147b 0,993cde BR34T12 2,293c 1,573cd 0,933cd 1,140b 0,980bcde BRmixTmix 2,287c 1,400bc 0,900bcd 1,140b 0,920bcd BCR4 2,400c 1,453bc 0,880cd 1,067b 1,153e SEM6 0,065 0,069 0,032 0,021 0,036 Keterangan: 1)Hasil Analisis Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan UNUD, 2)Biokatalis yang

diproduksi menggunakan bakteri terpilih asal cairan rumen sapi bali (R) dan/atau rayap (T), yaitu: R1=Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, R2=Bacillus subtilis strain BR4LG, R3=Bacillus subtilis strain BR2CL, R4=Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY, Rmix=Kombinasi Isolat R1;R2;R3 dan R4, T1=Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, T2=Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, T3=Bacillus sp. strain BT3CL, T4=Bacillus sp. strain BT8XY, Tmix=Kombinasi T1, T2, T3 dan T4, 3)BR0T0=Biokatalis yang diproduksi tanpa isolat bakteri (medium biokatalis saja), 4)BCR = Biokatalis yang diproduksi menggunakan 10% cairan rumen sapi bali, 5)Huruf yang sama pada kolom sama menunjukkan nilai berbeda tidak nyata (P>0,05),6SEM=Standard Error of The Treatment Means

Tingginya populasi bakteri dari biokatalis yang diproduksi

memanfaatkan kultur mikroba cairan rumen (BCR) atau kultur

kombinasi bakteri unggul rumen sapi bali dan/atau rayap (BR1234; BT1234;

BR12T34; BR13T24; BR14T23; BR23T14; BR24T13; BR34T12 dan BRmixTmix)

dibandingkan dengan biokatalis tanpa kultur mikroba/BR0T0 (Tabel 6.4)

menunjukkan medium biokatalis yang dipakai cukup baik untuk

mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri sehingga

populasi bakteri biokatalis cukup tinggi. Adanya bakteri baik total

bakteri, bakteri lignoselulolitik, lignolitik, selulolitik maupun xylanolitik

pada biokatalis BR0T0 yang awalnya hanya tersusun atas medium

biokatalis saja (tanpa kultur bakteri), semakin menunjukkan baiknya

kualitas formula medium biokatalis sebagai media pertumbuhan bakteri.

[-161-]

Page 173: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-160-]

[-161-]

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan 10% cairan

rumen sapi bali mampu menghasilkan biokatalis cair dengan populasi

total bakteri dan bakteri xylanolitik secara kuantitatif tertinggi. Hal ini

menunjukkan bahwa rumen sapi bali kaya mikroba/bakteri terutama

bakteri pendegradasi xylan. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat

Kamra (2005) yang mengungkapkan bahwa ruminansia di daerah tropik

yang diberi pakan kaya serat kasar mempunyai populasi mikroba yang

tinggi yang terdiri dari 1010-1011 sel bakteri/ml cairan rumen, 104–106 CFU

protozoa/ml, dan 103-105 zoospore fungi/ml. Hespell (1988) dan Zorec et al.

(2014) mengungkapkan bahwa bakteri rumen strain Bacterioides

(fibrobacter) succinogenes, Ruminocoocus albus,Rumimococcus

flavefaciens serta Butiryvibrio fibrisolvens merupakan jenis bakteri paling

banyak yang terdapat dalam rumen yang merupakan bakteri

pendegradasi selulosa dan/atau hemiselulosa. Disamping itu, pakan sapi

bali umumnya berupa rerumputan yang kaya hemiselulosa (terutama

xylan) sehingga populasi bakteri pendegradasi xylan yang tumbuh pada

biokatalis BCR menjadi tinggi.

Dihasilkannnya populasi bakteri lignoselulolitik dan lignolitik yang

secara kuantitatif tertinggi oleh biokatalis yang diformulasi

menggunakan kombinasi bakteri unggul dari sumber berbeda yaitu

rumen sapi bali dan rayap dengan kode BR23T14; BR24T13 dan BR34T12

menunjukkan bahwa pada kombinasi bakteri tersebut tidak terjadi

kompetisi bahkan menunjukkan adanya hubungan sinergis dalam

pertumbuhan maupun aktivitasnya sehingga populasinya dalam

biokatalis menjadi tinggi. Prabowo (2007) dan Kamsani et al. (2015) juga

menunjukkan bahwa kombinasi antara 2 isolat, 3 isolat maupun 4 isolat

berbeda yang mampu bekerja sinergis akan tumbuh dengan lebih cepat

serta mempunyai aktivitas enzim yang lebih tinggi dari isolat tunggal. Hal

yang sama kemungkinan terjadi pada penelitian ini yakni biokatalis yang

diformulasi menggunakan kombinasi bakteri unggul dari sumber berbeda

terutama formula BR23T14; BR24T13 dan BR34T12 menghasilkan hubungan

Page 174: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-162-]

yang sinergis sehingga populasi dan kemampuan biokatalis dalam

merombak bahan pakan/substrat sumber lignoselulosa meningkat.

C. Aktivitas Enzim Lignoselulase dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik

Evaluasi kualitas enzim lignoselulase dari biokatalis telah

menunjukkan bahwa biokatalis yang diformulasi memanfaatkan bakteri

lignoselulolitik unggul rumen sapi bali dan rayap serta biokatalis cairan

rumen sapi bali menghasilkan ekstrak enzim dengan kandungan protein

1,990 – 2,223% atau 83,12 – 104,60% lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan

biokatalis BR0T0 yang mempunyai kandungan protein 1,087% (Tabel 6.5)

serta aktivitas spesifik ligninase, endoglukanase, eksoglukanase dan

xylanase lebih tinggi (Tabel 6.6 – 6.8).

Tabel 6.5. Kandungan Protein dari Ekstrak Enzim Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik

Biokatalis2 Kandungan Protein dari Ekstrak Enzim Biokatalis (%)1

BR0T03 1,087a5

BR1234 1,997b

BT1234 2,030b

BR12T34 2,007b

BR13T24 2,010b

BR14T23 2,027b

BR23T14 2,122b

BR24T13 2,077b

BR34T12 2,083b

BRmixTmix 1,990b

BCR4 2,223b

SEM6 0,050 Keterangan: 1)Hasil Analisis Lab. Biokimia FK UNUD, 2)Biokatalis yang diproduksi menggunakan bakteri terpilih

asal cairan rumen sapi bali (R) dan/atau rayap (T), yaitu: R1=Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, R2=Bacillus subtilis strain BR4LG, R3=Bacillus subtilis strain BR2CL, R4=Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY, Rmix=Kombinasi Isolat R1;R2;R3 dan R4, T1=Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, T2=Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, T3=Bacillus sp. strain BT3CL, T4=Bacillus sp. strain BT8XY, Tmix=Kombinasi T1, T2, T3 dan T4, 3)BR0T0=Biokatalis yang diproduksi tanpa isolat bakteri (medium biokatalis saja), 4)BCR = Biokatalis yang diproduksi menggunakan 10% cairan rumen sapi bali, 5)Huruf yang sama pada kolom sama menunjukkan nilai berbeda tidak nyata (P>0,05),6)SEM=Standard Error of The Treatment Means

Evaluasi aktivitas spesifik ligninase dari biokatalis cair menggunakan

substrat asam tanat menunjukkan bahwa biokatalis yang diproduksi

memanfaatkan bakteri lignoselulolitik unggul rumen sapi bali dan/atau

rayap (BR1234; BT1234; BR12T34; BR13T24; BR14T23; BR23T14; BR24T13; BR34T12 dan

[-163-]

Page 175: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-162-]

[-163-]

BRmixTmix) serta biokatalis dari cairan rumen sapi bali (BCR) menghasilkan

aktivitas spesifik enzim ligninase nyata lebih tinggi (P<0,05) masing-

masing sebesar 393,54–455,30%; 243,24–295,00%; 106,24 – 178,30%; 91,00

– 127,64%; 67,85 – 105,24%; 44,98-68,88% setelah inkubasi selama 30

menit, 1 jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam, dan 24 jam dibandingkan dengan

biokatalis tanpa kultur/bakteri lignoselulolitik unggul/BR0T0 yang

menghasilkan aktivitas spesifik ligninase sebesar 0,758 U; 0,688 U; 0,422 U;

0,302 U; 0,189 U; 0,124 U.Biokatalis BR23T14 menghasilkan aktivitas spesifik

ligninase tertinggi (kecuali pada inkubasi 24 yaitu BR24T13), disusul BR24T13

pada posisi ke-2 (kecuali pada inkubasi 1 jam sebagai terbaik ketiga),

dan BR34T12diposisi ketiga kecuali pada inkubasi 3 dan 6 jam yang terbaik

ketiga ditempati masing-masing oleh BR12T34 dan BR13T24 sedangkan pada

inkubasi 3 dan 6 jam, BR13T24 berada pada posisi ketiga (Tabel 6.6).

Tabel 6.6. Aktivitas Spesifik Enzim Ligninase dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik

Biokatalis3 Aktivitas Spesifik Enzim Ligninase dari Biokatalis (U)1;2

30 menit 1 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam BR0T0

4 0,758a 0,688a 0,422a 0,302a 0,189a 0,124a BR1234 4,069b 2,599bc 1,003bcd 0,577b 0,318b 0,184bcd BT1234 4,037b 2,681c 1,020bcde 0,615bc 0,331bc 0,180b BR12T34 4,006b 2,638bc 1,139de 0,637bcd 0,339bcd 0,183bc BR13T24 3,991b 2,667bc 0,871b 0,674cd 0,363bcde 0,191bcde BR14T23 4,009b 2,652bc 1,123cde 0,660cd 0,372cde 0,205bcde BR23T14 4,212b 2,718c 1,175e 0,687d 0,389e 0,208de BR24T13 4,147b 2,698c 1,148de 0,680cd 0,384de 0,210e BR34T12 4,136b 2,717bc 1,135cde 0,673cd 0,374cde 0,208de BRmixTmix 4,029b 2,618bc 1,102cde 0,625bcd 0,362bcde 0,207cde BCR5 3,743b 2,362b 0,975bc 0,578b 0,343bcde 0,197bcde

SEM7 0,127 0,065 0,033 0,015 0,009 0,005 Keterangan: 1)Hasil Analisis Lab. Biokimia Fakultas Kedokteran UNUD, 2)Hasil Analisis Lab. Nutrisi dan Makanan

Ternak, Fakultas Peternakan UNUD, 3)Biokatalis yang diproduksi menggunakan bakteri cairan rumen sapi bali (R) dan/atau rayap (T), yaitu: R1=Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, R2=Bacillus subtilis strain BR4LG, R3=Bacillus subtilis strain BR2CL, R4=Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY, Rmix=Kombinasi Isolat R1;R2;R3 dan R4, T1=Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, T2=Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, T3=Bacillus sp. strain BT3CL, T4=Bacillus sp. strain BT8XY, Tmix=Kombinasi T1, T2, T3 dan T4, 4)BR0T0=Biokatalis yang diproduksi tanpa isolat bakteri (medium biokatalis saja), 5)BCR = Biokatalis yang diproduksi menggunakan 10% cairan rumen sapi bali, 6)Huruf yang sama pada kolom sama menunjukkan nilai berbeda tidak nyata (P>0,05),7)SEM=Standard Error of The Treatment Means

Dihasilkannya aktivitas ligninase yang tinggi dan didukung

kandungan protein ekstrak enzim tinggi oleh biokatalis yang diformulasi

memanfaatkan bakteri lignoselulolitik terpilih cairan rumen sapi bali

dan/atau rayap serta biokatalis cairan rumen sapi bali menunjukkan

Page 176: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-164-]

tingginya kualitas dan kuantitas enzim yang dihasilkan oleh biokatalis

tersebut. Pemanfaatan bakteri lignolitik asal cairan rumen sapi bali

“Bacillus subtilis strain BR4LG” yang dikombinasikan dengan isolat bakteri

lignoselulolitik asal rayap “Aneurinibacillus sp. strain BT4LS” serta bakteri

selulolitik rumen sapi bali “Bacillus subtilis strain BR2CL” dan bakteri

xylanolitik asal rayap “Bacillus sp. strain BT8XY” pada biokatalis BR23T14

telah menghasilkan enzim dengan aktivitas spesifik ligninase tertinggi

pada inkubasi selama 1 – 24 jam dalam substrat asam tanat (Tabel 6.6).

Pemanfaatan bakteri lignoselulolitik unggul terpilih asal cairan

rumen sapi bali Pseudomonas aeruginosa strain BR9LSyang beberapa

strain sejenis diketahui juga mempunyai kemampuan perombakan lignin

tinggi serta dianggap paling efisien (Lynd et al., 2002; Yang, 2007), pada

penelitian ini malah cendrung menghasilkan biokatalis dengan aktivitas

lignolitik yang lebih rendah daripada biokatalis tanpa isolat bakteri

tersebut. Hal ini kemungkinan menunjukkan pemanfaatan bakteri

terpilih tersebut mengakibatkan terjadinya kompetisi antar bakteri yang

terindikasi dari populasi bakteri baik total bakteri, bakteri lignoselulolitik,

maupun bakteri lignolitik dari biokatalis yang memanfaatkan bakteri

tersebut (BR1234; BR12T34; BR13T24 dan BR14T23) cendrung lebih rendah

daripada biokatalis lainnya (Tabel 6.6).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sinergisme antar bakteri

yang ada dalam biokatalis sangat mempengaruhi aktivitas spesifik

ligninase yang dihasilkan. Pada penelitian ini, aktivitas spesifik ligninase

dipengaruhi oleh populasi bakteri lignolitik dan kemampuan degradasi

dari tiap isolat bakteri yang dipakai dalam formulasi biokatalis. Berbagai

referensi juga menunjukkan bahwa bakteri yang diformulasi pada

biokatalis BR23T14 mempunyai kemampuan sebagai pendegradasi

senyawa lignin. Min et al. (2015); Lai et al. (2016); dan Data et al. (2017)

mengungkapkan Bacillus subtilis menghasilkan Laccase/Lac, dye-

decolorizing peroksidase/DyP, lignin peroksidase/LiP, dan mangan

peroksidase/MnP yang mampu merombak senyawa lignin menjadi

komponen penyusunnya melalui proses pelarutan, demineralisasi,

[-165-]

β

Page 177: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-164-]

[-165-]

maupun pemecahan rantai samping senyawa aromatik dari lignin.

Disamping itu, Aneurinibacillus dan Bacillus sp. yang juga dimanfaatkan

dalam formulasi biokatalis tersebut (BR23T14) diketahui mampu

menghasilkan enzim pendegradasi lignin seperti MnPdan Lac yang

mampu mendegradasi rantai samping dari senyawa aromatik lignin serta

merombak lignin melalui proses depolimerisasi (Lotfi, 2014; Chandra et

al., 2015; Abdelaziz et al., 2016). Martini et al. (2003) juga

mengungkapkan bakteri dari genus Bacillus (isolat SPH-10) yang diisolasi

dari sampah domestik mampu mendegradasi lignin (lindi hitam) sebesar

78%. Adanya berbagai bakteri yang yang mampu bekerja sinergis akan

meningkatkan aktivitas ligninase dari biokatalis yang dihasilkan,

Evaluasi aktivitas spesifik endoglukanase dari biokatalis

menggunakan substrat CMC menunjukkan formula biokatalis bakteri

lignoselulolitik unggul cairan rumen sapi bali dan/atau rayap serta

biokatalis cairan rumen sapi bali mempunyai aktivitas spesifik

endoglukanase nyata lebih tinggi (P<0,05) 92,41 – 147,45% pada inkubasi

30 menit, 81,96 – 145,77% (inkubasi 1 jam), 70,17 – 152,97% (inkubasi 3

jam), 34,39 – 94,36% (inkubasi 6 jam), 12,33 – 56,91% (kecuali BCR pada

inkubasi 12 jam), dan 6,56 – 30,14% (kecuali BCR, pada inkubasi 24 jam)

dibandingkan dengan biokatalis BR0T0 yang menghasilkan aktivitas

spesifik endoglukanase pada setiap periode waktu inkubasi (30 menit -

24 jam) yaitu masing-masing sebesar 3,702U; 2,075 U; 0,891 U; 0,639U;

0,454 U; dan 0,273 U. Biokatalis BR23T14, BR24T13 dan BR34T12 merupakan

tiga biokatalis dengan aktivitas spesifik endoglukanase tertinggi yang

bertanggungjawab terhadap pemecahan ikatan β-1,4 glukosida dari

struktur bagian dalam (kristalin/amorf) senyawa selulosa (Tabel 6.7).

Hasil yang sejalan tampak pada aktivitas spesifik eksoglukanase

biokatalis (Tabel 6.7). Penelitian menunjukkan pemanfaatan bakteri

lignoselulolitik unggul rumen sapi bali dan/atau rayap serta cairan rumen

sapi bali menghasilkan biokatalis dengan aktivitas spesifik eksoglukanase

lebih tinggi (P<0,05) 29,55–77,15% (kecuali BR1234) pada inkubasi 30 menit,

29,22–66,42% (kecuali BR1234) pada inkubasi 1 jam, 19,34–50,04% (kecuali

Page 178: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-166-]

BR1234) pada inkubasi 3 jam, 17,22–48,47% (kecuali BR1234 danBT1234 ) pada

inkubasi 6 jam, 22,62–53,38% (kecuali BR1234 danBT1234 ) pada inkubasi 12

jam, dan 21,45–59,38% (kecuali BR1234) pada inkubasi 24 jam. BR23T14;

BR24T13,; BR34T12 merupakan 3 biokatalis dengan aktivitas spesifik

eksoglukanase tertinggi yang berperanan dalam perombakan rantai

samping (ujung pereduksi/non pereduksi) struktur selulosa (Tabel 6.7).

Tabel 6.7. Aktivitas Spesifik Selulase (Endoglukanase dan Eksoglukanase) dari Biokatalis Cair Bakteri Lignoselulolitik

Biokatalis3 Aktivitas Spesifik Enzim Selulase dari Biokatalis (U)

30 menit 1 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam Aktivitas Spesifik Enzim Endoglukanase dari Biokatalis (U)1;2

BR0T04 3,702a 2,075a 0,891a 0,639a 0,454a 0,273a

BR1234 7,124b 3,776b 1,593b 0,859b 0,535b 0,307abc BT1234 7,240bc 4,006bc 1,912c 1,034cde 0,546bc 0,326bcd BR12T34 7,328bcd 4,280bcd 2,095cd 1,111def 0,639de 0,336cd BR13T24 7,299bc 4,260bcd 2,080cd 1,094def 0,630cde 0,335bcd BR14T23 8,457def 4,436cd 2,109cd 1,122def 0,640de 0,352d BR23T14 9,162f 5,100e 2,254d 1,243f 0,712f 0,355d BR24T13 8,624ef 4,759de 2,239d 1,211f 0,664ef 0,355d BR34T12 8,599ef 4,682de 2,159cd 1,158ef 0,662ef 0,351d BRmixTmix 8,335cdef 4,546cde 1,653b 0,984bcd 0,598cd 0,326bcd BCR5 8,012bcde 4,210bcd 1,516b 0,876bc 0,510ab 0,291ab SEM7 0,224 0,122 0,051 0,033 0,012 0,009 Aktivitas Spesifik Enzim Eksoglukanase dari Biokatalis (U)1;2 BR0T0

4 5,834a6 3,279a 1,345a 0,735a 0,402a 0,212a BR1234 7,558ab 4,237ab 1,605ab 0,866ab 0,500abc 0,257ab BT1234 7,629b 4,569bc 1,658abc 0,861ab 0,493ab 0,268b BR12T34 8,388bc 5,001bcd 1,799bcde 0,959bc 0,538bc 0,292bc BR13T24 9,401cde 4,995bcd 1,880bcde 1,000bcd 0,538bc 0,293bc BR14T23 9,381cde 4,907bcd 1,828bcde 0,983bcd 0,554bc 0,296bc BR23T14 10,335e 5,455d 2,018e 1,091d 0,614c 0,338c BR24T13 10,279e 5,456d 1,975de 1,076cd 0,616c 0,328c BR34T12 10,130e 5,233cd 1,907cde 1,049cd 0,608bc 0,325c BRmixTmix 9,728de 5,007bcd 1,891cde 1,028cd 0,574bc 0,322c BCR5 8,555bcd 4,527bc 1,717bcd 0,961bcd 0,525bc 0,291bc SEM7 0,264 0,159 0,055 0,034 0,023 0,011

Keterangan: 1)Hasil Analisis Lab. Biokimia Fakultas Kedokteran UNUD, 2)Hasil Analisis Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan UNUD, 3)Biokatalis yang diproduksi menggunakan bakteri cairan rumen sapi bali (R) dan/atau rayap (T), yaitu: R1=Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, R2=Bacillus subtilis strain BR4LG, R3=Bacillus subtilis strain BR2CL, R4=Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY, Rmix=Kombinasi Isolat R1;R2;R3 dan R4, T1=Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, T2=Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, T3=Bacillus sp. strain BT3CL, T4=Bacillus sp. strain BT8XY, Tmix=Kombinasi T1, T2, T3 dan T4, 4)BR0T0=Biokatalis yang diproduksi tanpa isolat bakteri (medium biokatalis saja), 5)BCR = Biokatalis yang diproduksi menggunakan 10% cairan rumen sapi bali, 6)Huruf yang sama pada kolom sama menunjukkan nilai berbeda tidak nyata (P>0,05),7)SEM=Standard Error of The Treatment Means

[-167-]

β

β

Page 179: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-166-]

[-167-]

Tingginya aktivitas spesifik enzim selulase baik endoglukanase

maupun eksoglukanase dari biokatalis yang diformulasi memanfaatkan

bakteri lignoselulolitik unggul rumen sapi bali dan/atau rayap serta cairan

rumen sapi bali menunjukkan tingginya kualitas kompleks enzim selulase

yang dihasilkan. Aktivitas spesifik endoglukanase maupun eksoglukanase

dari biokatalis (Tabel 6.7) sejalan dengan populasi bakteri baik total

bakteri, bakteri lignoselulolitik maupun bakteri selulolitik yang tumbuh

pada biokatalis tersebut (Tabel 6.4). Pada penelitian ini BR23T14, BR24T13,

BR34T12 merupakan 3 biokatalis terbaik yang mempunyai aktivitas

spesifik endoglukanase dan eksoglukanase yang bertanggungjawab

terhadap pemutusan ikatan β-1,4 glukosida dari struktur bagian dalam

(kristalin/amorf) senyawa selulosamaupun perombakan rantai samping

(ujung pereduksi maupun non pereduksi) dari struktur selulosa hingga

terbentuknya senyawa sederhana penyusun selulosa (glukosa).

Pemanfaatan bakteri unggul asal cairan rumen sapi bali Bacillus

subtilis strain BR4LG; Bacillus subtilis strain BR2CLdan Paenibacillus

dendritiformis strain BR2XY dikombinasikan dengan bakteri unggul asal

rayap Aneurinibacillus sp. strain BT4LS; Aneurinibacillus sp. strain BT5LG;

Bacillus sp. strain BT3CL dan/atauBacillus sp. strain BT8XY pada BR23T14;

BR24T13, dan BR34T12 menghasilkan enzim dengan aktivitas spesifik

endoglukanase dan eksoglukanase tertinggi pada inkubasi selama 30

menit – 24 jam (Tabel 6.7). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa

Bacillus subtilis, Bacillus sp., Paenibacillus sp. maupun Aneurinibacillus sp.

juga mampu menghasilkan kompleks enzim selulase. Sadhu dan Maiti

(2013) menunjukkan bahwa Bacillus subtilisdanBacillus sp. mampu

menghasilkan endoglukanase dengan aktivitas enzim masing-masing 30–

35 mol/menit dan 54–100 mol/menit. Rina (2015) mengungkapkan

bahwa Bacillus subtilis dan Bacillus sp. merupakan sumber avicelase

(eksoglukanase) dengan aktivitas enzim yang cukup tinggi. Bacillus

subtilis juga dilaporkan mampu memproduksi β-glukosidase (Bagudo et

al., 2014). Maki et al. (2009) mengungkapkan Bacillus subtilis mampu

Page 180: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-168-]

memproduksi endoglukanase, sedangkan Paenibacillus memproduksi α-

D-glukosidase, sedangkan Wang et al. (2008) menyatakan Paenibacillus

mampu memproduksi berbagai selulase ekstraseluler baik enzim

pendegradasi CMC, avicel, filter paper maupun selobiosa. Aneurinibacillus

juga dilaporkan mampu menghasilkan berbagai enzim selulase baik

CMCase maupun FPase dengan aktivitas masing-masing 0,025 – 0,080

IU dan 0,195 – 0,415 IU pada berbagai kondisi alkali (pH 7 – 10) dengan

temperatur 50 – 75oC (Acharya dan Chaudhary, 2012).

Terhadap aktivitas spesifik enzim xylanase, pemanfaatan bakteri

lignoselulolitik unggul cairan rumen sapi bali dan/atau rayap serta cairan

rumen sapi bali menghasilkan biokatalis dengan aktivitas spesifik

xylanase nyata lebih tinggi (P<0,05) sebesar 85,93-117,19% (inkubasi 30

menit); 44,90-85,53% (inkubasi 1 jam); 30,74-70,60% (inkubasi 3 jam);

24,24-76,60% (inkubasi 6 jam; kecuali BCR dan BR1234); 19,12-69,29%

(inkubasi 12 jam; kecuali BCR, BR1234 , BT1234), dan 14,76-57,64% (inkubasi

24 jam; kecuali BCR, BR1234) dibandingkan dengan biokatalis BR0T0 yang

menghasilkan aktivitas spesifik xylanase masing-masing 662,048U;

476,408U; 197,869U; 113,380U; 65,062U dan 36,129U (Tabel 6.8).

Tabel 6.8. Aktivitas Spesifik Enzim Xylanase dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik

Biokatalis Aktivitas Spesifik Enzim Xylanase dari Biokatalis (U)

30 menit 1 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam BR0T0 662,048a 476,408a 197,869a 113,380a 65,062a 36,129a BR1234 1326,755b 700,430b 260,020b 141,086ab 77,792ab 42,095ab BT1234 1326,261b 711,450b 270,168b 142,453b 79,286ab 44,208b BR12T34 1334,868b 781,370bc 279,552b 151,995bc 79,454ab 45,676b BR13T24 1357,243b 796,690bc 282,479bc 151,011bc 82,501abc 46,387bc BR14T23 1329,692b 789,291bc 294,508bc 158,730bc 84,176bc 45,598b BR23T14 1437,886b 883,882c 337,555c 200,231d 110,146d 56,955d BR24T13 1426,714b 851,889bc 312,227bc 177,066cd 99,159cd 53,470d BR34T12 1419,526b 817,744bc 313,282bc 177,452cd 98,329cd 52,714cd BRmixTmix 1396,883b 780,244bc 285,308bc 161,188bc 87,809bc 46,493bc BCR 1230,964b 690,297b 258,693b 140,866ab 77,499ab 41,461ab

SEM 70,777 33,374 11,341 5,510 3,490 1,272 Keterangan: 1)Hasil Analisis Lab. Biokimia Fak. Kedokteran UNUD, 2)Hasil Analisis Lab. Nutrisi dan Makanan

Ternak, Fak. Peternakan UNUD, 3)Biokatalis yang diproduksi menggunakan bakteri cairan rumen sapi bali (R) dan/atau rayap (T), yaitu: R1=Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, R2=Bacillus subtilis strain BR4LG, R3=Bacillus subtilis strain BR2CL, R4=Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY, Rmix=Kombinasi Isolat R1;R2;R3 dan R4, T1=Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, T2=Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, T3=Bacillus sp. strain BT3CL, T4=Bacillus sp. strain BT8XY, Tmix=Kombinasi T1, T2, T3, T4, 4)BR0T0=Biokatalis yang diproduksi tanpa isolat bakteri (medium biokatalis saja), 5)BCR = Biokatalis yang diproduksi menggunakan 10% cairan rumen sapi bali, 6)Huruf yang sama pada kolom sama menunjukkan nilai berbeda tidak nyata (P>0,05),7)SEM=Standard Error of The Treatment Means

[-169-]

β

Page 181: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-168-]

α

[-169-]

Tabel 6.8 juga menunjukkan bahwa BR23T14; BR24T13, dan BR34T12

merupakan biokatalis dengan aktivitas spesifik xylanase tertinggi pada

semua periode waktu inkubasi. Hal ini menunjukkan bahwa

pemanfaatan bakteri unggul asal cairan rumen sapi bali Bacillus subtilis

strain BR4LG; Bacillus subtilis strain BR2CLdan Paenibacillus dendritiformis

strain BR2XY dikombinasikan dengan bakteri unggul asal rayap

Aneurinibacillus sp. strain BT4LS; Aneurinibacillus sp. strain BT5LG; Bacillus

sp. strain BT3CL dan/atau Bacillus sp. strain BT8XY pada formula BR23T14;

BR24T13, dan BR34T12 terbukti mampu menghasilkan biokatalis berkualitas

yang potensial sebagai biokatalis pakan berbasis limbah pertanian.

Berbagai referensi menunjukkan bahwa Bacillus subtilis, Bacillus sp.,

Paenibacillus sp. maupun Aneurinibacillus sp mampu menghasilkan

xylanase berkualitas (Howard et al., 2003; Sweeney dan Xu, 2012; Ali et

al., 2013). Kemampuan memproduksi multi enzim komplek atau

selulosom dari bakteri unggul tersebut turut meningkatkan aktivitas

spesifik xylanase yang dihasilkan. Sarah et al. (2012) menunjukkan

Bacillus subtilis SJ01 mampu menghasilkan multi enzim kompleks/MECs

atau selulosom dengan kemampuan degradasi xylan tinggi (aktivitas

xylanase 0,26 U/mg protein, aktivitas endoglukanase 0,01 U/mg). Ali et al.

(2013) juga menunjukkan Bacillus subtilis 276NS menghasilkan selulase

dan xylanase dengan kemampuan degradasi tinggi. Paenibacillus sp. DG-

22 juga dilaporkan menghasilkan dua jenis xylanase yaitu xylanase A dan

xylanase B masing-masing dengan aktivitas spesifik 11992 U/mg dan 910

U/mg (Lee et al., 2004). Yaoi et al. (2005) juga menunjukkan bahwa

Paenibacillus sp. Strain KM21 menghasilkan 2 jenis enzim xyloglucanase

(xyloglucan-endo-β-1,4-glucanase/XEGs) yaitu; 1)XEG5 (bobot molekul/BM

40 kDa) termasuk kelompok glikosidahidrolase family 5 dengan tife

hidrolisis; endo-xyloglukanase yaitu merombak ikatan rantai utama

xyloglucan bagian dalam secara acak, serta 2)XEG74 (BM. 105 kDa)

termasuk glikosidahidrolase family 3 dengan dua tife hidrolisis yaitu endo

dan ekso xyloglukanase. Paenibacillus sp. juga dilaporkan menghasilkan

xylanase lainnya seperti methylglucoronoxylanase (John et al., 2006) dan

Page 182: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-170-]

methyl glucorono arabinoxylanase (Sawhney dan Preston, 2014).

Aneurinibacillus juga dilaporkan menghasilkan multi kompleks xylanase

antara lain β-glucosidase, α-glucosidase, α-mannosidase, β-galactosidase,

β-glucoronidase (Tsobuachi et al., 2015).

Pemanfaatan berbagai bakteri lignoselulolitik unggul rumen sapi

bali dan atau rayap yang juga diketahui menghasilkan berbagai

kompleks enzim xylanase terbukti mampu menghasilkan biokatalis

dengan aktivitas spesifik xylanase tinggi (Tabel 6.8). Hasil yang hampir

sejalan juga ditunjukkan oleh pemanfaatan kulur mikroba cairan rumen

sapi bali dalam formula BCR yang mampu menghasilkan biokatalis

dengan aktivitas spesifik xylanase yang lebih tinggi dari biokatalis BR0T0.

Hal ini mengingat cairan rumen sapi yang dipakai dalam formula BCR

diketahui kaya akan bakteri pendegradasi xylan (hemiselulosa). Berra-

Maillet et al. (2004) menunjukkan bahwa Fibrobacter succinogenes yang

merupakan bakteri hemiselulolitik merupakan bakteri dengan populasi

paling besar di dalam rumen sapi dan domba.Fibrobacter succinogenes

diketahui mampu menghasilkan berbagai enzim xylanase yaitu acetyl

xylan esterase, gluccurosidase, arabinofuranosidase, dan ferulic acid

esterase(Schyns, 1997). Schyns (1997) serta Chen dan Weimer (2001)

mengungkapkan bahwa Ruminococcus, Butyrivibrio, Bacteriodes dan

Prevotella merupakan bakteri umum dalam rumen serta diketahui

mempunyai kemampuan pendegradasi xylanosa. Butyrivibrio fibrisolvens

diketahui mampu menghasilkan multienzim terdiri atasendoglucanase,

cellodextrinase, β-glucosidase, 2 jenis xylanase, serta enzim dengan dua

fungsi yaitu β-xylosidase dan α-l-arabinofuranosidase, sedangkan

Prevotella ruminicola menghasilkan endoglucanase, β-xylosidase, α-l-

arabinofuranosidase, danxylanase (Chandra et al., 2015). Dihasilkannya

berbagai kompleks enzim xylanase oleh bakteri yang tumbuh

mendukung dihasilkannya aktivitas xylanase yang tinggi dari biokatalis

(Tabel 6.8).

[-171-]

Page 183: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-170-]

β α α β

β

β

β α

β α

[-171-]

D. Perombakan Lignoselulosa oleh Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik

Kemampuan perombakan senyawa lignoselulosa dari biokatalis

bakteri lignoselulolitik ditunjukkan dengan dihasilkannya diameter zone

bening pada substrat uji yaitu asam tanat, CMC, avicel, xylan, jerami

padi, dan dedak padi tiap 20 µl Biokatalis (Tabel 6.9). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa biokatalis bakteri lignoselulolitik yang diproduksi

memanfaatkan bakteri unggul cairan rumen sapi bali dan/atau rayap

serta cairan rumen sapi bali (BCR) menghasilkan diameter zone bening

pada substrat asam tanat, CMC, avicel, xylan, jerami padi dan dedak

padi masing-masing 33,33-52,45%; 28,03-52,72%; 30,80-48,29%; 9,38-

27,81%; 24,54-55,78%; dan 14,74-32,49% lebih tinggi dan berbeda nyata

(P<0,05) dibandingkan BR0T0 yang menghasilkan diameter zone bening

sebesar0,680 cm, 0,797 cm, 0,877 cm, 1,067 cm, 0,967 cm dan 1,152 cm.

Tabel 6.9. Kemampuan Degradasi Substrat dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik

Biokatalis2 Diameter Zone Bening dari 20 µl Biokatalis pada Substrat (cm)1

Asam Tanat CMC Avicel Xylan Jerami Padi Dedak Padi BR0T0

3 0,680a5 0,797a 0,877a 1,067a 0,967a 1,152a BR1234 0,940b 1,020b 1,217b 1,273bc 1,070bc 1,207ab BT1234 0,957b 1,047bc 1,160b 1,220abc 1,023b 1,287bc BR12T34 0,933b 1,030b 1,147b 1,273bc 1,067bc 1,300bc BR13T24 0,907b 1,153bcd 1,240b 1,290bc 1,070bc 1,320bc BR14T23 0,987b 1,147bcd 1,257b 1,310bc 1,123bcd 1,317bc BR23T14 1,037b 1,217d 1,300b 1,360c 1,280d 1,393c BR24T13 1,017b 1,190cd 1,290b 1,363c 1,273d 1,373bc BR34T12 1,023b 1,187cd 1,277b 1,350bc 1,273d 1,370bc BRmixTmix 0,977b 1,130bcd 1,147b 1,253abc 1,217cd 1,313bc BCR4 1,017b 1,140bcd 1,153b 1,167ab 1,180bcd 1,213ab SEM6 0,048 0,029 0,041 0,038 0,038 0,034 Keterangan: 1)Hasil Analisis Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak, Fapet UNUD, 2)Biokatalis diproduksi

menggunakan bakteri cairan rumen sapi bali (R) dan/atau rayap (T), yaitu: R1=Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, R2=Bacillus subtilis strain BR4LG, R3=Bacillus subtilis strain BR2CL, R4=Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY, Rmix=Kombinasi Isolat R1;R2;R3 dan R4, T1=Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, T2=Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, T3=Bacillus sp. strain BT3CL, T4=Bacillus sp. strain BT8XY, Tmix=Kombinasi T1, T2, T3 dan T4, 3)BR0T0=Biokatalis yang diproduksi tanpa isolat bakteri (medium biokatalis saja), 4)BCR = Biokatalis yang diproduksi menggunakan 10% cairan rumen sapi bali, 5)Huruf sama pada kolom sama menunjukkan nilai berbeda tidak nyata (P>0,05),6)SEM=Standard Error of The Treatment Means

Dihasilkannya diameter zone bening yang nyata lebih tinggi (P<0,05)

pada semua substrat uji oleh biokatalis yang diformulasi menggunakan

kombinasi isolat bakteri unggul rumen sapi bali dan/atau rayap serta

Page 184: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-172-]

biokatalis yang disusun oleh cairan rumen sapi bali menunjukkan bahwa

penggunaan kultur bakteri terbukti mampu menghasilkan biokatalis

berkualitas dengan kemampuan degradasi substrat yang tinggi sebagai

respon dihasilkannya enzim lignoselulase dengan kuantitas dan kualitas

yang tinggi seperti ditunjukkan adanya kandungan protein dan aktivitas

spesifik enzim lignoselulase dari biokatalis (Tabel 6.5 – 6.8).

Pada Tabel 6.9 juga tampak bahwa biokatalis BR23T14 menghasilkan

kemampuan degradasi/perombakan pada semua substrat uji yang

tertinggi. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya kombinasi bakteri

unggul lignolitik dan selulolitik asal rumen sapi bali yaitu Bacillus subtilis

strain BR4LG dan Bacillus subtilis strain BR2CL dengan bakteri unggul

lignoselulolitik dan xylanolitik asal rayap yaitu Aneurinibacillus sp. strain

BT4LS dan Bacillus sp. strain BT8XY disinyalir mempunyai hubungan paling

sinergis yang ditunjukkan dengan adanya populasi bakteri, kandungan

nutrien, dan aktivitas spesifik lignoselulase (ligninase, endoglukanase,

ekso-glukanase dan xylanase) paling tinggi (Tabel 6.6 – 6.8).

Pertumbuhan dan aktivitas sinergis dari bakteri biokatalis akan

meningkatkan kemampuan perombakan lignoselulosa dari biokatalis.

Perombakan secara total dari senyawa kompleks lignoselulosa menjadi

komponen sederhana penyusunnya membutuhkan berbagai enzim

dan/atau mikroba yang mampu menghasilkan kompleks lignoselulase

yang terdiri dari kompleks ligninase (lignin-peroksidase/LiP,mangan-

peroksidase/MnP,versatile peroksidase/VP, lakase/Lac, dan dye-

decolorizing peroksidase/DyPs), kompleks selulase (Endo-glukanase,

Eksoglukanase, dan β-glukosidase), kompleks xylanase (endo-1,4-β-

xilanase, eksoxylanase, 1,4-β-xilosidase, α-L-arabinofuranosidase, α-

glucuronidase. acetyl xylan esterase, ferulic acid esterase, and p-coumaril

esterase), dan/atau kompleks mananase (endo-β-D-mannanase, ekso-β-

mannosidase, β-D-glucosidase, acetyl mannanesterase, dan α-

galactosidase) (Lynd et al., 2002; Perez et al., 2002; Saha, 2003; Data et

al., 2017). Berbagai penelitian juga menunjukkan Bacillus subtilis,

[-173-]

α β

α β

β β

β

Page 185: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-172-]

β β

β α α

β β

β α

[-173-]

Aneurinibacillus dan Bacillus sp. merupakan bakteri dengan kemampuan

perombakan lignoselulosa tinggi. Hernandes et al. (1994) dan Abdelaziz et

al. (2016) mengungkapkan bahwa Aeromonas, Aneurinibacillus,

Bacillus,Enterobacter, Actynomycetes, Flavobacterium, Klebsiella,

Pseudomonas, Rhodococcus, maupun Sellulomonas mempunyai

kemampuan merombak cincin aromatik (aromatic ring) dan rantai

samping lignin. Martani et al. (2003) mengungkapkan bakteri genus

Micrococcus (isolat SPH-9) dan Bacillus (isolat SPH-10) yang diisolasi dari

sampah domestik mampu mendegradasi lignin (lindi hitam) masing-

masing sebesar 75% dan 78%. Data et al. (2017) juga mengungkapkan

Bacillus subtilis, B. atrophaeus, B. licheniformis, B. pumilus, Streptomyces

cyaneus, S. coelicolor, S. griseus, S. ipomea, S. lavendulae, Serratia

marcescensdanThermus thermophilus mampu memproduksi Laccase

untuk merombak lignin melalui proses demineralisasi dan pelarutan.

Disamping mempunyai kemampuan lignolitik, bakteri unggul tersebut

juga dilaporkan mempunyai kemampuan selulolitik maupun xylanolitik.

Hazzlewood (1993) menyebutkan Bacillus sp. merupakan salah satu

bakteri yang mampu memproduksi multi enzim cellulase dan xylanase

“selulosom” yang bekerja sinergis mendegradasi komponen dinding sel

tanaman. Zhang et al. (2010) mengungkapkan bahwa Bacillus subtilis

merupakan mikroba yang mampu memproduksi berbagai enzim

pendegradasi polisakarida seperti α-amilase, pullulanase, endo-β-1,4

mannanase, levanase, glucan-1,4-α-maltohydrolase, pectate-lyase, β-1,4-

endoglukanase, β-1,3-1,4-endoglukanase, dan endo-1,4-β-xylanase,

sedangkan Kamsani et al. (2015) mengungkapkan bahwa beberapa

bakteri seperti Bacillus sp. B1, Bacillus sp. B2 dan Brevibacillus sp. Br3

menghasilkan lignoselulase terdiri atas endoglukanase, eksoglukanase, β-

glukosidase, xylanase, Lignin-peroksidase, Mangan-peroksidase dan

Lakase dengan aktivitas enzim yang tinggi.

Dihasilkannya berbagai kompleks enzim lignoselulase oleh tiap

bakteri unggul yang diyakini bekerja sinergis disinyalir sebagai penyebab

Page 186: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-174-]

tingginya kemampuan perombakan substrat sumber/kaya lignoselulosa

dari biokatalis yang diproduksi memanfaatkan bakteri lignoselulolitik

unggul tersebut. Prabowo et al. (2007) menyebutkan perombakan

senyawa kompleks yang melibatkan kerja kompleks enzim, apabila

produk yang dihasilkan oleh kerja enzim pertama jika tidak dilanjutnya

didegradasi oleh enzim berikutnya maka kerja enzim secara keseluruhan

akan berhenti. Tingginya perombakan senyawa lignoselulosa (asam

tanat, CMC, avicel, xylan, jerami padi maupun dedak padi) dari

biokatalis juga mencerminkan tingginya kualitas dan potensinya sebagai

starter fermentasi bahan pakan asal limbah pertanian sebagai pakan

rumnansia (sapi bali) berkualitas.

Sinergisme aktivitas kompleks enzim lignoselulase dari biokatalis

terutama pada formula BR23T14, kemudian disusul oleh BR24T13 dan BR34T12

sebagai terbaik kedua dan ketiga tampak secara nyata pada degradasi

jerami padi maupun dedak padi (Tabel 6.9). Jerami padi dan dedak padi

masing-masing dengan kandungan lignoselulosa (lignin, selulosa dan

hemiselulosa) yaitu 12-18%, 32-35%, 24-25% dan 5%, 27%, 37% (Howard et

al.,2003; Saha, 2003; Baig et al.,2016) mampu dirombak dengan tingkat

perombakan tertinggi yang ditunjukkan dengan diameter zone bening

tertinggi yaitu sebesar 1,273 - 1,280 cm dan 1,370 – 1,393 cm dan nyata

lebih tinggi daripada yang dihasilkan BR0T0.

Semakin tinggi kuantitas, kualitas dan sinergisme aktivitas kompleks

enzim lignoselulase, semakin tinggi pula tingkat perombakan lignoselulosa

yang dapat dilakukan. Namun perbedaan substrat terutama perbedaan

kompleksitas struktur penyusunnya juga menentukan tingkat

perombakan yang dapat dilakukan. Senyawa lignin yang mempunyai

struktur kompak dengan kompleksitas tinggi mempunyai tingkat

degradasi yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan selulosa

dan/atau hemiselulosa. Semakin sederhana tingkat kekompakan struktur

maupun komponen penyusunnya, maka semakin mudah suatu

substrat/senyawa untuk didegradasi (Howard et al., 2003). Pada

penelitian ini jerami padi yang mempunyai kandungan lignin dan selulosa

[-175-]

a1

a2

b2

b1

c1

c2

d1

d2

Page 187: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-174-]

[-175-]

lebih tinggi, menghasilkan zone bening dengan diameter yang lebih

rendah dibandingkan dengan dedak padi. Hal yang sama juga tampak

pada substrat sintetis, asam tanat yang merupakan sumber lignin sintetis

mempunyai tingkat perombakan yang jauh lebih rendah bila

dibandingkan dengan substrat CMC, avicel maupun xylan (Tabel 6.9).

a. Hubungan Populasi Bakteri Lignolitik (1) dan aktivitas Ligninase (2) terhadap Perombakan Asam Tanat

b. Hubungan Populasi Bakteri Selulolitik (1) dan aktivitas Endoglukanase (2) terhadap Perombakan CMC

c. Hubungan Populasi Bakteri Selulolitik (1) dan aktivitas Eksoglukanase (2) terhadap Perombakan Avicel

d. Hubungan Populasi Bakteri Xylanolitik (1) dan aktivitas xylanase (2) terhadap Perombakan Xylanosa

Gambar 6.2 Hubungan Populasi Bakteri dan Aktivitas Spesifik Enzim dengan Kemampuan Perombakan Substrat dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik

a1

a2

b2

b1

c1

c2

d1

d2

Page 188: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-176-]

Berdasarkan analisis korelasi tampak bahwa populasi bakteri serta

aktivitas spesifik lignoselulase mempunyai korelasi positif dengan tingkat

perombakan lignoselulosa (Gambar 6.2). Terhadap asam tanat, populasi

bakteri lignolitik dan aktivitas spesifik ligninase mempunyai korelasi tinggi

dengan perombakan lignin, masing-masing mengikuti persamaan

Y=0,000000004X+ 0,648 (R2=0,923) dan Y=3,838X + 0,220 (R2=0,910).

Pada substrat selulosa, populasi bakteri selulolitik dan aktivitas spesifik

endoglukanase mempunyai korelasi tinggi dengan tingkat perombakan

CMC masing-masing mengikuti persamaan Y=0,000000003X + 0,738

(R2=0,736) dan Y=3,011X + 0,214 (R2=0,861). Pada substrat avicel, populasi

bakteri selulolitik dan aktivitas spesifik eksoglukanase mempunyai

korelasi cukup tinggi dengan perombakan selulosa mikro kristalin

masing-masing mengikuti persamaan Y=0,000000004X + 0,818

(R2=0,790), dan Y=2,607X + 0,423 (R2=0,651). Pada substrat xylan, hasil

analisis korelasi tingkat perombakan xylanosa menunjukkan bahwa

populasi bakteri xylanolitik mempunyai korelasi rendah (R2<0,5) yaitu

R2=0,456 dan mengikuti persamaan Y=0,000000002X + 1,070, namun

aktivitas spesifik xylanase mempunyai korelasi tinggi mengikuti

persamaan Y=0,013X + 0,641 (R2=0,803) (Gambar 6.2) yang menunjukkan

kualitas enzim lebih berpengaruh dibandingkan kuantitas atau populasi

bakteri xylanolitik dalam biokatalis.

[-177-]

Page 189: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-176-]

[-177-]

BAB VII. PENGOLAHAN LIMBAH PERTANIAN DENGAN

BIOKATALIS BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

7.1 Teknologi Pengolahan Limbah Pertanian

Pemanfaatan sumber daya lokal asal limbah pertanian sebagai

pakan akan memperkuat ketahanan pakan dalam pengembangan

usaha peternakan sustainable, namun mengingat adanya berbagai

faktor pembatas terutama keberadaan senyawa lignoselulosa

mengharuskan adanya aplikasi teknologi untuk mengatasi berbagai

kendala yang ada serta meningkatkan pemanfaatannya bagi ternak.

Aplikasi teknologi dalam optimalisasi pemanfaatan limbah sebagai

pakan dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu:

1. Pemberian perlakuan langsung terhadap pakan limbah pertanian

2. Manipulasi sistem pecernaan hewan/ternak

Perlakuan terhadap bahan pakan limbah pertanian dapat

dilakukan baik secara fisik, kimia, biologis atau kombinasi ketiga

perlakuan tersebut dengan tujuan memperkecil ukuran partikel,

melonggarkan ikatan lignoselulosa, merombak struktur kristal selulosa,,

meningkatkan palatabilitas dan digestibilitas, menurunkan kandungan

antinutrisi serta meningkatkan efesiensi pemanfaatan ransum.

1. Perlakuan fisik dapat berupa pemotongan, penggilingan, pelleting,

radiasi, pemanasan maupun perendaman.

2. Perlakuan kimia dapat menggunakan berbagai zat/senyawa kimia

seperti asam atau basa encer, urea (amoniasi), NaOH, KOH, HCl,

maupun air kapur.

3. Perlakuan Biologis, melalui penambahan mikroorganisme (bakteri/

jamur/kapang/yeast/dll), penambahan enzim, hormon dll.

4. Gabungan dari beberapa perlakuan diatas (kombinasi).

Namun dalam buku ini, aplikasi teknologi pengolahan secara

biologis terutama pemanfaatan mikroorganisme (bakteri lignoselulolitik)

merupakan kajian utama yang dibahas secara ilmiah maupun aplikatif.

Page 190: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-178-]

7.2 Fermentasi Pakan limbah Pertanian

Fermentasi pakan merupakan teknologi pengolahan pakan secara

biologis yang mengakibatkan terjadinya perubahan kimia pada substrat

sebagai hasil kerja mikroorganisme dan/atau produk mikroorganisme

(enzim) dengan menghasilkan produk tertentu (Tamada et al., 1999).

Fermentasi pakan kaya serat seperti limbah pertanian bertujuan

merubah struktur fisik bahan pakan, pengawetan, mengurangi

kandungan anti nutrisidan mengurangi kehilangan nutrien-nutrien

available bahan pakan (Murni et al., 2008). Wahyono dan Hardianto

(2004) menyatakan fermentasi pakan adalah salah satu upaya

meringankan kerja mikroba rumen karena serat pakan mendapat

aktivitas enzimatik dari mikroorganisme diluar rumen sebelum pakan

dikonsumsi ternak.Aplikasi teknologi fermentasi terbukti aman dan tidak

menimbulkan efek negatif baik bagi ternak, peternak/masyarakat serta

lingkungan (Tamada et al., 1999) serta mampu menghasilkan pakan

yang lebih palatable dibandingkan dengan teknologi amoniasi (Partama

et al., 2006).

Fermentasi bahan pakan kaya serat seperti limbah tanaman

pertanian dilaksanakan oleh aktivitas kompleks enzim lignoselulolitik

yang dihasilkan bakteri dan/atau jamur pendegradasi serat kasar

khususnya senyawa lignoselulosa (lignoselulolitik) dengan mendegradasi

setiap komponen lignoselulosa baik lignin, selulosa maupun hemiselulosa

menjadi gula sederhana, CO2 dan energi/panas (Bansal et al., 2012;

Howard et al., 2003). Pemanfaatan mikroba lignoselulolitik sebagai

biobiokatalis dalam pembuatan silase (fermentasi bahan pakan kaya

serat) akan mempercepat dan memperbaiki proses fermentasi

(penurunan pH, peningkatan rasio laktat:asetat, menurunkan amonia),

menurunkan kandungan serat pakan, mengurangi senyawa antinutrisi

dan meningkatkan kecernaan nutrien (Ginting, 2004; Mudita et al., 2009;

2013; Wibawa et al., 2009; 2010; 2011).

[-179-]

Page 191: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-178-]

[-179-]

Forano dan Flint (2000) mengungkapkan pemanfaatan bakteri

dalam proses ensilase bertujuan meningkatkan degradasi komponen

dinding sel tanaman/bahan pakan, meningkatkan ketersediaan asam

amino atau menurunkan kehilangan amonia, meningkatkan

ketersediaan nutrien lainnya seperti fosfor, menurunkan kehilangan

energi dalam bentuk metan atau meningkatkan proporsi VFA, mencegah

berbagai gangguan pencernaan seperti asidosis, bloat maupun gangguan

pencernaan lainnya, menurunkan atau menghilangkan kandungan racun

(detoksifikasi) bahan pakan/tanaman, mencegah berbagai penyakit dan

patogen bagi ternak atau manusia.

Berbagai jenis bakteri pendegradasi serat mempunyai peranan

penting dalam proses ensilase. Scheirlinck et al. (1989 dan 1990)

mengungkapkan penambahan Lactobacillus plantarum pada produksi

silase bahan pakan dengan kandungan karbohidrat mudah larut yang

rendah merupakan hal yang sangat penting. Hal ini mengingat

Lactobacillus plantarum mampu menghasilkan enzim alpha amylase,

cellualase dan xylanase sehingga produksi asam laktat dapat meningkat.

Bakteri lignoselulolitik lainnya baik isolat murni mupun kultur

campuran/konsorsium dan dengan kompleks enzim yang diproduksinya

terbukti mampu menjadi biokatalis dalam proses ensilase (fermentasi)

pakan kaya serat kasar termasuk limbah pertanian (Bansal et al., 2012:

Imansyah, 2007: Mudita et al., 2008; 2009; 2010; 2012; 2013; Wahyudi dan

Bachruddin, 2005).

Imansyah (2007) mengungkapkan aktivitas mikroorganisme selama

proses fermentasi akan mengubah sifat bahan pakan dan menghasilkan

produk/substrat yang bermanfaat. Substrat yang mengalami fermentasi

akan memiliki nilai gizi/kualitas nutrien yang lebih tinggi daripada bahan

asalnya. Hal ini dikarenakan sifat katabolik dan anabolik

mikroorganisme yang mampu memecah komponen yang lebih kompleks

menjadi senyawa sederhana yang mudah tercernadan membentuk

nutrien available yang bermanfaat bagi ternak. Selain berperanan untuk

mendegradasi senyawa kompleks, mikroorganisme juga mensintesis

Page 192: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-180-]

vitamin-vitamin serta nutrien/unsur-unsur lain yang bermanfaat bagi

pertumbuhan ternak. Proses fermentasi akan merombak struktur atau

komposisi kimia dari jaringan dinding sel serta pemutusan ikatan

lignoselulosa, sehingga kecernaan bahan pakan kaya serat akan

mengalami peningkatan (Mudita et al., 2008; 2009;2012; 2013)

Proses fermentasi (ensilase) meliputi 2 fase yaitu fase aerobik dan fase

anaerobik. Fase aerobik terjadi dengan adanya oksigen, yang

dimanfaatkan oleh tanaman/bahan pakan dalam kondisi kandungan air

yang tinggi untuk proses respirasi. Enzim tanaman/pakan dan mikroba

memanfaatkan oksigen dan mengoksidasi karbohidrat mudah larut

(water soluble carbohydrate/WSC) menjadi CO2 dan energi/panas. Fase

anaerobik dimulai setelah oksigen habis untuk respirasi serta bakteri

anaerobik berkembang pesat dan memulai proses fermentasi dengan

memanfaatkan WSC untuk menghasilkan asam laktat yang akan

menurunkan pH, sehingga membatasi pemecahan protein dan

menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk seperti Enterobacteria

dan Clostridia (Gambar 7.1 dan 7.2) Produksi asam laktat yang berlanjut

akan menurunkan pH yang dapat menghambat pertumbuhan semua

mikroba.

Gambar 7.1. Perubahan selama proses ensilase (Sumber: Van Soest, 1994)

Terdapat tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam fermentasi

bahan pakan yaitu mempercepat penghilangan udara, menghasilkan

asam laktat untuk menurunkan pH, mencegah masuknya oksigen/O2

kedalam silo dan menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk selama

penyimpanan (Gambar 2.27). Mikroba (bakteri maupun mikroba

lainnya) dalam proses fermentasi berperanan memacu terciptanya

[-181-]

Page 193: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-180-]

[-181-]

kondisi asam dan anaerob dalam waktu singkat. Sehingga secara tidak

langsung akan menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk (Van

Soest, 1994).

Gambar 7.2. Proses dan Faktor yang Mempengaruhi Proses Fermentasi (Sumber: Murni et al., 2008)

Penghilangan oksigen sangat penting karena sel tumbuhan tidak

langsung mati pada saat pemanenan, namun sel tersebut terus

bernapas/berespirasi. Apabila oksigen masih terdapat pada silo, maka

gula (plant sugars) akan teroksidasi. Oksidasi gula tanaman akan

menurunkan nilai energi dari hijauan dan secara tidak langsung akan

meningkatkan komponen serat yang memliki kecernaan rendah bagi

ternak. Respirasi tanaman juga mengakibatkan peningkatan kehilangan

bahan kering, mengganggu proses ensilase, menurunkan nilai nutrisi dan

kestabilan silase (Murni et al., 2008).

Mikroba khususnya bakteri lignoselulolitikn dalam mendukung

proses fermentasi membutuhkan adanya substrat mudah terfermentasi

dalam bentuk water soluble carbohydrate/WSC (karbohidrat mudah

larut) yang cukup, buffering capasity yang rendah dan kandungan bahan

kering diatas 20% (McDonald et al., 2002). Komponen gula mudah larut

pada hijauan/pakan yang difermentasi berguna sebagai substrat primer

(primary substrate) bagi bakteri penghasil asam laktat yang akan

menurunkan pH atau derajat keasaman (acidity) pada silase sehingga

silase menjadi stabil dan awet dalam waktu lama. Apabila kandungan

gula substrat rendah, maka proses fermentasi tidak berjalan dengan baik

Page 194: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-182-]

sebagai akibat pertumbuhan dan aktivitas bakteri asam laktat yang

rendah sehingga pH silase tinggi (pH>4,8). Lana dan Saransi (2004)

mengklasifikasikan silase pakan hijauan dinilai berkualitas (skor tinggi;

60) apabila silase menghasilkan pH<4,1, namun apabila pH >4,8 silase

akan diberi skor 0 (silase berkualitas rendah).

Kadar air bahan juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh

pada proses fermentasi. Kandungan air yang optimal pada bahan segar

berkisar antara 60-70% atau 65% (Murni et al., 2008). Kadar air tersebut

sangat mendukung pertumbuhan dan aktivitas bakteri dalam proses

fermentasi dan penghilangan oksigen pada silo. Kandungan air yang

terlalu tinggi akan memacu pertumbuhan bakteri penghasil asam butirat

dan amoniak yang menyebabkan produksi dan konsentrasi asam butirat

(butiryc acid) serta amonia yang tinggi, sehingga silase akan memiliki

keasaman rendah (pH tinggi) dan menyebabkan munculnya bau

menyengat pada silase sehingga tidak mau dikonsumsi oleh ternak.

Keberadaan bakteri pendegradasi serat pakan termasuk bakteri

asam laktat (BAL) akan mendukung terjaganya temperatur optimal

selama proses fermentasi. Keberadaan bakteri serta didukung adanya

komponen gula mudah larut/WSC akan mempercepat hilang/habisnya

oksigen dalam silo. Hal ini mengingat reaksi gula dengan oksigen akan

menghasilkan CO2, H2O, dan panas. Panas dalam silo harus dijaga dalam

kondisi optimum (40–60oC) sehingga mendukung proses fermentasi dan

aktivitas bakteri asam laktat secara optimal (Murni et al., 2008).

Aktivitas bakteri pendegradasi serat pakan dengan kompleks enzim

lignoselulasenya akan mendegradasi lignoselulosa bahan/pakan menjadi

gula sederhana sehingga menghasilkan silase dengan kualitas yang baik,

yaitu silase yang memiliki aroma harum/manis dengan sedikit asam,

wangi dan merangsang untuk mencicipi dan dengan warna seperti bahan

segarnya (Lana, 1992; Murni et al., 2008) serta kaya nutrient available

(Kaiser, 1984).

Berbagai hasil penelitian telah menunjukkan peranan penting

bakteri lignoselulolitik (isolat murni maupun konsorsium/biokatalis)

[-183-]

Page 195: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-182-]

[-183-]

beserta produknya (enzim) dalam proses fermentasi bahan pakan kaya

serat termasuk limbah pertanian (Bansel et al., 2012; Mudita et al., 2008;

2009; 2013; Sasongko dan Sugoro, 2004; Wibawa et al., 2009, 2010; 2011).

Hasil penelitian Sasongko dan Sugoro (2004) menunjukkan fermentasi

jerami padi dengan isolat bakteri anaerob dari cairan rumen kerbau

mampu meningkatkan kecernaan bahan kering jerami padi secara in-

vitro. Hasil penelitian Wahyudi (2012) menunjukkan penambahan isolat

bakteri dan jamur pendegradasi lignoselulosa yang diisolasi dari saluran

pencernaan kerbau, kuda dan feses gajah mampu meningkatkan

kecernaan serat kasar, neutral detergent fiber/NDF, dan acid detergent

fiber/ADF jerami padi. Lebih lanjut diungkapkan penambahan isolat

tunggal bakteri Enterococcus casseliflavus menghasilkan peningkatan

kecernaan serat kasar, NDF dan ADF optimum yaitu sebesar 20,08%,

14,04% dan 7,78%.

Ekawati (2007) menunjukkan pemanfaatan isolat bakteri selulolitik

dengan kode S2, S6 dan S7 yang diisolasi dari tumpukan kompos mampu

berperanan dalam dekomposisi komponen lignoselulosa jerami padi

melalui penyusutan berat total substrat jerami sebesar 2,23-2,45% per

hari, penurunan kadar selulosa masing-masing sebesar 30,19%; 30,62%;

28,68% dan penurunan kadar lignin masing-masing sebesar 5,59%; 6,00%

dan 5,29%. Sedangkan fermentasi jerami padi menggunakan biokatalis

Probion (produk Balitnak, Ciawi, yang diproduksi dari isi rumen dan

kompos) mampu meningkatkan kecernaan in-vitro serat deterjen netral

dari 39,80 % menjadi 58,97%, serta meningkatkan konsentrasi asam

asetat dan asam propionat masing-masing dari 595 µM dan 76,8 µM

menjadi 842,7 µM dan 136,0 µM (Haryanto et al., 2004).

Hasil penelitian Mudita et al. (2009) menunjukkan pemanfaatan

biokatalis konsorsium mikroba yang diproduksi dari 5 - 20% cairan rumen

sapi bali mampu menghasilkan silase ransum limbah nonkonvensional

dengan kualitas yang cukup baik. Pemanfaatan biokatalis yang

diproduksi dari cairan rumen sapi bali mampu meningkatkan produksi

N-NH3 (26,98-39,09%), VFA total (41,28-100,63%), asam asetat (20,56-

Page 196: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-184-]

57,47%), asam propionat (136,33-200,53%), kecernaan bahan kering

(Kc.BK) dan bahan organik (Kc.BO) masing-masing 5,98–25,54% and

21,35–27,93%, menurunkan (P<0,05) kandungan serat kasar ransum

(31,80-40,56%), menurunkan pH substrat ransum sebesar 28,87-30,98%

dan menurunkan produksi emisi methan berdasarkan VFA total (25,46-

39,20%) ransum berbasis limbah nonkonvensional. Lebih lanjut

diungkapkan biokatalis yang diproduksi dari cairan rumen sapi bali

mengandung total fungi 3,25–3,57 x 103 sel/ml, total bakteri 9,51–9,73 x 109

sel/ml, bakteri selulolitik 7,67–8,07 x 109 sel/ml, bakteri amilolitik 5,73–6,87

x 108 sel/ml, dan bakteri proteolitik 4,83-5,03 sel/ml. Suryahadi et al (1996)

mengungkapkan bahwa kultur campuran dari cairan rumen sapi

mempunyai kemampuan degradasi selulosa sebesar 16,3%/hari,

sedangkan kultur murni yaitu Ruminococcus albus mempunyai

kemampuan degradasi selulosa sebesar 12,7%/hari.

Penelitian Mudita et al. (2012) juga menunjukkan hasil yang sejalan.

Fermentasi ransum limbah pertanian menggunakan biokatalis yang

diproduksi memanfaatkan cairan isi rumen dan rayap menghasilkan

silase ransum dengan kualitas yang baik, meningkatkan kandungan

protein kasar/PK ransum sebesar 10,5–17,18%, menurunkan serat kasar/SK

sebesar 18,78–20,09%, meningkatkan produksi NNH3, VFA total, asam

asetat dan asam propionat masing-masing 41,83–43,78%;21,67–29,96%;

27,84–33,49%; 53,72–71,59%, menurunkan produksi asam butirat 30,48-

43,56%, serta meningkatkan Kc.BK dan Kc.BO secara in-vitro masing-

masing sebesar 22,73-30,60% dan 20,54-26,31%. Dikemukakan pula

bahwa biokatalis tersebut mengandung total bakteri 11,96–14,23x109

koloni/ml, bakteri selulolitik 6,33–8,00x109 koloni/ml dan bakteri

xylanolitik 4,87–6,91x109 koloni/ml.

Pemanfaatan enzim pendegradasi serat dalam proses fermentasi

bahan pakan kaya serat seperti limbah pertanian juga menunjukkan

hasil yang sangat positif (Bansal et al., 2012; Wibawa et al., 2010). Bansal

et al. (2012) menunjukkan kompleks enzim xylanase-selulase yang

dihasilkan oleh bakteri Bacillus subtillis NS7 mampu mendegradasi serat

[-185-]

Page 197: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-184-]

[-185-]

lignoselulosa limbah pertanian seperti jerami gandum, bagas (jerami)

tebu, serabut kelapa dan serbuk gergaji kayu menjadi gula reduksi baik

silosa maupun glukosa. Lebih lanjut diungkapkan jerami gandum

menghasilkan gula reduksi tertinggi yaitu 345 mg/g, diikuti oleh serabut

kelapa 325 mg/g, bagas tebu 310 mg/g, dan serbuk gergaji kayu 270

mg/g. Bahkan Bansal et al. (2012) mengungkapkan kompleks enzim

xylanase-selulase dari Basillus subtillis NS7 mempunyai efisiensi proses

sakarifikasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh

peneliti lainnya.

Hasil penelitian Wibawa et al. (2010) menunjukkan suplementasi

0,25 – 0,50% enzim optyzim kompleks (mengandung selulase,

hemiselulase, amylase, protease, dan pektinase) pada proses fermentasi

ransum berbasis limbah nonkonvensional menggunakan 1,5% cairan

rumen sapi bali mampu meningkatkan kandungan energi dan protein

kasar serta menurunkan kandungan serat kasar silase ransum.

Sedangkan hasil penelitian Lamid et al. (2010) menunjukkan

penambahan 5 % enzim lignoselulolitik dan 5% bakteri lignoselulolitik

dapat meningkatkan kualitas khususnya kandungan nutrien ransum dan

mampu meningkatkan produktivitas ternak domba

7.3 Fermentasi Pakan Limbah Pertanian dengan Bakteri Lignoselulolitik

Evaluasi pemanfaatan bakteri lignoselulolitik dalam wujud biokatalis

cair bakteri lignoselulolitik telah Mudita (2019) cobakan pada penelitian

Disertasi Tahap II dari Mudita Tahun 2014-2015, yaitu dalam proses

ensilase jerami padi, pakan konsentrat dan ransum limbah pertanian.

Pada jerami padi khususunya, Mudita Tahun 2014-2015 mencoba

memanfaatkan biokatalis cair bakteri lignoselulolitik yang merupakan

bentuk konsorsium {gabungan dari beberapa bakteri golongan

lignoselulolitik, lignolitik, selulolitik dan xylanolitik yang mempunyai

aktivitas sinergis} dalam ensilase jerami padi bagian batang jerami padi

yang baru dipanen dengan kandungan nutrien seperti Tabel 7.1.

Page 198: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-186-]

Tabel 7.1 Kandungan Nutrien Jerami Padi Penelitian

No Nutrien1 Kandungan (%)

1 Bahan Kering/BK (% Segar basis) 85,3787

2 Bahan Kering/BK (% DW basis) 95,7195

3 Bahan Organik/BO/Organik Matter (%) 77,8330

4 Bahan Anorganik/Abu (%) 22,1670

5 Protein Kasar/PK/Crude Protein/CP 2,7088

6 Neutral Detergent Fiber/NDF 82,2408

7 Acid Detergent Fiber/ADF 57,1597

8 Acid Detergen Lignin/ADL 25,6721

9 Selulosa 31,4876

10 Hemiselulosa 25,0811

11 Lignin insoluble 15,2515

12 Silika 10,4205 Keterangan: Hasil Analisis Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan UNUD

Ensilase Jerami padi terfermentasi dlaksanakan dengan cara

memfermentasi jerami padi secara anaerob menggunakan biokatalis cair

yang telah diproduksi (sesuai perlakuan). Fermentasi dilakukan dengan

cara setiap 1 kg (DM) jerami padi ditambahkan dengan 1 liter larutan

biokatalis cair yang terdiri dari 10 ml larutan biokatalis cair (sesuai

perlakuan), 10 ml molases dan 980 ml air bersih. Kemudian dicampur

sedemikianrupa hingga homogen. Proses fermentasi dilakukan

menggunakan kantong plastik hitam sebagai silo dan difermentasi

selama 2 minggu dalam kondisi an-aerob. Setelah 2 minggu jerami padi

terfermentasi dibuka/dipanen serta dievaluasi kualitasnya (Gambar 7.3).

Gambar 7.3 Ensilase Jerami Pdi

[-187-]

Page 199: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-186-]

[-187-]

Pada penelitian tersebut, evaluasi efektivitas biokatalis cair bakteri

lignoselulolitik sebagai starter fermentasi jerami padi dilaksanakan

melalui evaluasi terhadap kandungan nutrien (termasuk fraksi serat

lignoselulosa), produk metabolit silase dan kecernaan bahan kering dan

bahan organik secara in-vitro.

Terhadap kandungan nutrien silase jerami padi, hasil penelitian

menunjukkan bahwa pemanfaatan bakteri lignoselulolitik terpilih cairan

rumen sapi bali dan/atau rayap dalam proses ensilase (proses fermentasi

dalam produksi silase) jerami padi telah mampu menghasilkan silase

jerami padi dengan kandungan protein kasar 7,45 – 27,46% lebih tinggi

dan berbeda nyata (P<0,05; kecuali JBR1234 dan JBT1234) dibandingkan

dengan yang dihasilkan oleh biokatalis cair BR0T0 yang mempunyai

kandungan protein kasar 3,387%. Silase JBR23T14 merupakan silase jerami

padi dengan kandungan protein kasar tertinggi yaitu 4,317% yang

berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan formula silase jerami padi JBR24T13,

JBCR, JBR34T12 dan JBRmixTmix (Tabel 7.2).

Tabel 7.2 Kandungan Nutrien Silase Jerami Padi Terfermentasi Biokatalis Cair Bakteri Lignoselulolitik

Jerami Padi Terfermentasi2

Kandungan Nutrien1 Bahan Kering (% Segar basis)

Bahan Kering (% DW basis)

B. Organik (% DM basis)

B. Anorganik (% DM basis)

Protein Kasar (% DM basis)

JBR0T03 15,509def5 95,531a 78,029a 21,971a 3,387a

JBR1234 15,392de 95,592a 79,062a 20,938a 3,640ab JBT1234 14,808b 95,574a 78,037a 21,963a 3,661ab JBR12T34 15,345cd 95,607a 78,480a 21,520a 3,786b JBR13T24 15,539ef 95,654a 78,089a 21,911a 3,863b JBR14T23 14,749b 95,520a 79,171a 20,829a 3,897b JBR23T14 15,857g 95,115a 79,712a 20,288a 4,317c JBR24T13 15,582f 95,478a 79,189a 20,811a 4,245c JBR34T12 15,199c 95,721a 79,061a 20,939a 4,233c JBRmixTmix 14,046a 95,695a 78,373a 21,627a 4,219c JBCR4 15,385de 95,277a 78,599a 21,401a 4,242c SEM6 0,034 0,212 0,485 0,485 0,061 Keterangan: 1)Analisis Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak, FAPET UNUD, 2)Jerami padi terfernentasi biokatalis cair

bakteri terpilih cairan rumen sapi bali (R) dan/atau rayap (T), yaitu: R1=Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, R2=Bacillus subtilis strain BR4LG, R3=Bacillus subtilis strain BR2CL, R4=Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY, Rmix=Kombinasi R1;R2;R3 dan R4, T1=Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, T2=Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, T3=Bacillus sp. strain BT3CL, T4=Bacillus sp. strain BT8XY, Tmix=Kombinasi T1, T2, T3 dan T4, 3)JBR0T0=Jerami padi terfermentasi Biokatalis cair tanpa isolat bakteri (medium biokatalis cair saja), 4)JBCR = Jerami padi terfermentasi Biokatalis cair 10% cairan rumen sapi bali, 5)Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05),6) SEM=Standard Error of The Treatment Means

Page 200: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-188-]

Efektivitas formula biokatalis cair yang memanfaatkan bakteri

lignoselulolitik unggul asal cairan rumen sapi bali dan rayap khususnya

formula biokatalis cair JBR23T14, JBR24T13, JBCR, JBR34T12 dan JBRmixTmixjuga

tampak dari tidak terjadinya kehilangan (leaching) nutrien dalam proses

ensilase yang ditunjukkan dengan adanya kandungan bahan kering,

bahan organik maupun anorganik yang berbeda tidak nyata (P>0,05)

bahkan secara kuantitatif kandungan bahan kering maupun bahan

organik cenderung meningkat (Tabel 7.2).

Penggunaan biokatalis cair kultur mikroba baik bakteri

lignoselulolitik maupun biokatalis cairan rumen sapi bali, telah diketahui

mempunyai populasi bakteri tinggi (Tabel 6.4), aktivitas spesifik enzim

dan kemampuan perombakan lignoselulosa yang tinggi (Tabel 6.6 – 6.9)

terbukti mampu merombak fraksi serat lignoselulosa dari bahan pakan

jerami padi yang ditunjukkan dengan adanya kandungan komponen

serat lignoselulosa baik NDF (netral detergent fiber), ADF (acid detergent

fiber), ADL (acid detergent lignin), selulosa, hemiselulosa, lignin insoluble

maupun silika dari jerami padi terfermentasi (silase jerami padi) yang

lebih rendah masing-masing 18,34 – 27,91%; 21,51 – 30,46%; 22,49 – 35,07%;

20,69 – 26,71%; 11,12 – 22,10%; 17,56 – 28,72% dibandingkan kandungan

fraksi serat lignoselulosa dari jerami padi sebelum difermentasi.

Fermentasi menggunakan biokatalis cair tanpa kultur bakteri (BR0T0)

juga menurunkan fraksi serat lignoselulosa jerami padi, namun dengan

persentase lebih rendah dibandingkan fermentasi menggunakan

biokatalis cair kultur bakteri lignoselulolitik unggul rumen sapi bali

dan/atau rayap yaitu masing-masing sebesar 11,87%, 13,01%, 14,20%,

12,03%, 9,26%, 15,09% dan 12,91% dari kandungan NDF, ADF, ADL,

Selulosa, hemiselulosa, lignin dan silika jerami padi (Tabel 7.3).

Terjadinya penurunan serat lignoselulosa jerami padi merupakan

respon dari aktivitas lignoselulase yang dihasilkan bakteri lignoselulolitik

yang terdapat pada biokatalis cair penelitian. Semakin efektif dan

sinergis aktivitas lignoselulase dari biokatalis cair, semakin tinggi

kemampuan perombakan serat lignoselulosa yang dihasilkan (Peres et [-189-]

Page 201: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-188-]

[-189-]

al., 2002; Howard et al., 2003). Hal tersebut nyata tampak pada

penelitian ini yaitu tingginya aktivitas lignoselulase biokatalis cair bakteri

unggul lignoselulolitik khususnya formula BR23T14, BR24T13, dan BR34T12

(Tabel 6.6 – 6.9) terbukti menghasilkan kemampuan perombakan serat

lignoselulosa tinggi yang ditunjukkan rendahnya kandungan fraksi serat

lignoselulosa dari silase jerami padi yang dihasilkan oleh formula

biokatalis cair tersebut.

Tabel 7.3 Kandungan Serat Lignoselulosa dari Jerami Padi Terfermentasi Biokatalis cair Bakteri Lignoselulolitik

Silase Jerami Padi

Kandungan Fraksi Serat (%)

NDF ADF ADL Selulosa Hemi-selulosa

Lignin insoluble

Silika

JBR0T0 72,481f 49,724d 22,025e 27,698b 22,758h 12,950f 9,076g JBR1234 67,157e 44,864c 19,898d 24,966a 22,293g 11,307e 8,590fg JBT1234 66,775e 44,513bc 19,541cd 24,972a 22,262g 11,137de 8,404def JBR12T34 66,120de 44,128bc 19,235bcd 24,893a 21,992f 10,772cde 8,462ef JBR13T24 66,133de 44,359bc 19,719cd 24,640a 21,774e 10,395bcd 8,324cdef JBR14T23 63,675cd 42,166ab 18,143abc 24,023a 21,509d 10,097bc 8,046bcde JBR23T14 59,286a 39,749a 16,670a 23,079a 19,537a 9,242a 7,428a JBR24T13 60,791ab 40,815a 17,236a 23,580a 19,975b 9,622ab 7,614ab JBR34T12 61,345abc 41,338a 17,674ab 23,663a 20,008b 9,801ab 7,873abc JBRmixTmix 62,565bc 42,179ab 18,178abc 24,001a 20,386c 10,018abc 8,160cdef JBCR 61,789abc 41,535a 17,651ab 23,884a 20,254c 9,726ab 7,926abcd

SEM 0,506 0,485 0,336 0,435 0,035 0,167 0,105 Keterangan: 1)Analisis Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak, FAPET UNUD, 2)Jerami padi terfernentasi biokatalis cair

bakteri terpilih cairan rumen sapi bali (R) dan/atau rayap (T), yaitu: R1=Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, R2=Bacillus subtilis strain BR4LG, R3=Bacillus subtilis strain BR2CL, R4=Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY, Rmix=Kombinasi R1;R2;R3 dan R4, T1=Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, T2=Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, T3=Bacillus sp. strain BT3CL, T4=Bacillus sp. strain BT8XY, Tmix=Kombinasi T1, T2, T3 dan T4, 3)JBR0T0= Jerami padi terfermentasi Biokatalis cair tanpa isolat bakteri (medium biokatalis cair saja), 4)JBCR = Jerami padi terfermentasi Biokatalis cair 10% cairan rumen sapi bali, 5)Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05),6) SEM=Standard Error of The Treatment Means

Aktivitas lignoselulase baik ligninase, endoglukanase, eksoglukanase

maupun xylanase yang dihasilkan biokatalis cair bakteri lignoselulolitik

unggul cairan rumen sapi bali dan/atau rayap serta biokatalis cair cairan

rumen sapi bali telah merombak serat lignoselulosa jerami padi yang

ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan serat lignoselulosa

dari silase jerami padi (Tabel 7.3) serta terbentuknya senyawa-senyawa

sederhana (senyawa metabolit) berupa VFA maupun N-NH3yang disertai

penurunan pH silase yang dihasilkan (Tabel 7.4).

Page 202: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-190-]

Chandra et al. (2015) mengungkapkan bahwa pada lingkungan

anaerob, mikroba (bakteri) lignolitik dengan enzim ligninasenya (lignin

peroksida/Li-P, mangan peroksidase/Mn-P, versatile peroksidase/VP,

lakase/Lac, dan dye-decolorizing peroksidase/DyPs serta berbagai enzim

ligninase lainnya) akan merombak senyawa lignin membentuk senyawa-

senyawa hidroksil/fenol (alkohol aromatik), karboksil (termasuk VFA),

amina (termasuk NH3), mineral organik (organomethallic), CO2,H2O dan

CH4, sedangkanmikroba selulolitik dan hemiselulolitik serta didukung

bakteri non-sakarolitik dengan aktivitas enzim individual dan/atau multi

enzim selulosom akan mendegradasi selulosa maupun hemiselulosa

membentuk gula-giula sederhana (glukosa, xylosa, mannosa, dll) yang

segera akan difermentasi membentuk asam organik, H2, CO2 dan CH4.

Pada penelitian ini, komponen lignin dari jerami padi yang

sebelumnya mempunyai kandungan ADL sebesar 25,672% dan lignin

insoluble sebesar 15,252% (Tabel 7.1) oleh bakteri lignoselulolitik cairan

rumen sapi bali dan/atau rayap serta kultur mikroba cairan rumen sapi

bali dari biokatalis cair yang dipergunakan mampu diturunkan masing-

masing sebesar 22,49 - 35,07% dan 25,86 – 39,40% (Tabel 5.2.10) serta

memproduksi VFA dan N-NH3 masing-masing sebesar 85,537 – 108,967

mM dan 5,459 – 8,797 mM dengan derajat keasaman silase 3,923 – 4,358

(Tabel 7.4). Biokatalis cair BR23T14 yaitu biokatalis cair yang diproduksi

memanfaatkan bakteri Bacillus subtilis strain BR4LG dan Bacillus subtilis

strain BR2CL, serta Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, dan Bacillus sp. strain

BT8XY mampu menghasilkan silase jerami padi dengan kandungan ADL

dan lignin insoluble terendah yaitu 16,670% dan 9,242% (Tabel 7.3) serta

108,967 mM VFA dan 8,797 mM N-NH3 (Tabel 7.4).

Tingginya populasi bakteri lignolitik (1,047 x 108 sel/ml) serta aktivitas

spesifik enzim ligninase (0,208 U, untuk inkubasi 24 jam) dari biokatalis

cair BR23T14 (Tabel 6.4 dan 6.6) mendukung dihasilkannya tingkat

perombakan komponen lignin (ADL dan lignin insoluble) serta produksi

metabolir yang tinggi dari silase jerami padi JBR23T14. Adanya bakteri

Bacillus subtilis strain BR4LG yang diketahui mempunyai kemampuan

[-191-]

Page 203: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-190-]

[-191-]

lignolitik tinggi dengan aktivitas spesifik ligninase tertinggi (Tabel 6.6)

serta didukung oleh adanya bakteri Bacillus subtilis strain BR2CL,

Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, dan Bacillus sp. strain BT8XY yang

berdasarkan berbagai referensi menunjukkan bakteri dari jenis/strain

tersebut menghasilkan enzim ligninase, seperti lignin peroksidase, mangan

peroksidase/MnP,Laccase/Lac, dandye-decolorizing peroksidase/DyP

(Chandra et al., 2015; Abdelaziz et al., 2016;Data et al., 2017) sehingga

mendukung dihasilkannya perombakan lignin yang tinggi.

Tabel 7.4 Produk Metabolit dan pH dari Jerami Padi Terfermentasi Biokatalis cair Bakteri Lignoselulolitik

Jerami Padi Terfermentasi2

Derajat Keasaman dan Metabolit Fermentasi Jerami Padi1 pH N-NH3 (mM) VFA Total (mM)

JBR0T03 4,335b5 3,896a 80,064a

JBR1234 4,065a 5,459b 85,537ab JBT1234 4,064a 5,631b 85,552ab JBR12T34 4,080a 6,672bc 88,543bc JBR13T24 4,279b 7,181cd 91,195bc JBR14T23 4,082a 8,142de 92,729c JBR23T14 3,923a 8,797e 108,967d JBR24T13 4,024a 8,403de 108,451d JBR34T12 4,013a 8,535e 108,213d JBRmixTmix 4,358b 7,563cde 106,529d JBCR4 4,036a 8,357de 108,021d SEM6 0,032 0,257 1,324 Keterangan: 1)Analisis Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak, FAPET UNUD, 2)Jerami padi terfernentasi biokatalis cair

bakteri terpilih cairan rumen sapi bali (R) dan/atau rayap (T), yaitu: R1=Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, R2=Bacillus subtilis strain BR4LG, R3=Bacillus subtilis strain BR2CL, R4=Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY, Rmix=Kombinasi R1;R2;R3 dan R4, T1=Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, T2=Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, T3=Bacillus sp. strain BT3CL, T4=Bacillus sp. strain BT8XY, Tmix=Kombinasi T1, T2, T3 dan T4, 3)JBR0T0= Jerami padi terfermentasi Biokatalis cair tanpa isolat bakteri (medium biokatalis cair saja), 4)JBCR = Jerami padi terfermentasi Biokatalis cair 10% cairan rumen sapi bali, 5)Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05),6) SEM=Standard Error of The Treatment Means

Adanya berbagai enzim ligninase ekstraseluler (Li-P, Mn-P, Lac, DyP)

akan merombak senyawa lignin termasuk yang terdapat pada jerami

padi selama proses fermentasi/ensilase (anaerob) membentuk senyawa-

senyawa grup hidroksil (fenol), grup karboksil (termasuk VFA), grup

amino (termasuk NH3), dan senyawa mineral organik (organomethallic

/organotins) (Chandra et al., 2015). Lignin peroksidase/Li-P merupakan

katalis utama dalam perombakan senyawa lignin, akan mengoksidasi

komponen aromatik non fenolik yang merupakan penyusun utama

(±90%) struktur lignin dengan cara transfer elektron, pembongkaran

Page 204: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-192-]

cincin aromatik dan pemecahan berbagai ikatan rantai lignin terutama

ikatan Cα-Cβ molekul ligninyang merupakan jalur utama perombakan

lignin (Perez et al., 2002; Data et al., 2017). Mangan peroksidase/Mn-P

akan mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+ dan H2O2 yang berperanan dalam

pemutusan komponen fenolik dari lignin (Kishi et al., 1994; Perez et al.,

2002), sedangkan lakase/Lac akan merombak senyawa fenolik,

mengoksidasi amina aromatik dan senyawa lain melalui reduksi molekul

oksigen menjadi H2O serta pembentukan radikal bebas. Adanya

berbagai enzim ligninase yang dihasilkan oleh biokatalis cair bakeri

lignoselulolitik rumen sapi bali dan/atau rayap terutama pada formula

JBR23T14 mengakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi lignin (ADL

dan lignin insoluble) (Tabel 7.3) serta dihasilkannya total VFA dan N-NH3

tertinggi dan dengan pH rendah (Tabel 7.4).

Tingginya konsentrasi N-NH3 dari silase jerami padi yang diproduksi

dengan biokatalis cair bakteri lignoselulolitik unggul rumen sapi bali

dan/atau rayap (JBR1234; JBT1234; JBR12T34; JBR13T24; JBR14T23; JBR23T14; JBR24T13;

JBR34T12; JBRmixTmix) serta cairan rumen sapi bali/JBCR dibandingkan

dengan silase jerami padi JBR0T0 (5,459 – 8,797 mM Vs 3,896 mM) (Tabel

7.4) selain sebagai respon tingginya tingkat degradasi senyawa lignin dari

jerami padi yang mampu melepaskan gugus amino/amina (-NH2), juga

akibat dari perombakan protein dari jerami padi itu sendiri serta protein

tubuh mikroba (bakteri) yang telah mati.

Perombakan selulosa maupun hemiselulosa dari jerami padi yang

difermentasi menggunakan biokatalis cair bakteri lignoselulolitik unggul

rumen sapi bali dan/atau rayap serta biokatalis cair cairan rumen sapi

bali juga berlangsung dengan baik yang ditunjukkan dengan terjadinya

penurunan kandungan netral detergen fiber/NDF, acid detergent

fiber/ADF, selulosa dan hemiselulosa masing-masing sebesar 18,34 – 27,91%,

21,51 – 30,46%, 20,69 – 25,71% dan 11,12 – 22,10% (Tabel 7.3) dari jerami

padi sebelum difermentasi yang mempunyai kandungan NDF 82,241%,

ADF 57,160%, selulosa 31,488% dan hemiselulosa 25,081% (Tabel 7.1).

Fermentasi jerami padi menggunakan biokatalis cair tanpa bakteri [-193-]

Page 205: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-192-]

α β

[-193-]

lignoselulolitik/BR0T0 juga mampu menurunkan fraksi serat dinding sel

(NDF, ADF, selulosa dan hemiselulosa) dari jerami padi masing-masing

sebesar 11,87%, 13,01%, 12,03% dan 9,26% (Tabel 7.3 vs 7.1).

Tingginya populasi bakteri selulolitik dan hemiselulolitik dari

biokatalis cair penelitian yaitu masing-masing 0,145 x108 – 1,167 x 108 sel/ml

dan 0,113 x 108 – 1,153 x108 sel/ml, serta populasi total bakteri yang

diprediksi mengandung bakteri non lignoselulolitik (0,261 x 108 – 2,400 x

108 sel/ml) dengan berbagai aktivitas enzimnya (Tabel 6.4 – 6.9) akan

mendukung perombakan fraksi selulosa maupun hemiselulosa yang tinggi

(Tabel 7.3) serta dihasilkannya asam-asam organik dalam bentuk VFA

yang tinggi serta pH rendah (Tabel 7.4).

Pada penelitian ini, perombakan fraksi serat selulosa maupun

hemiselulosa dari jerami padi selama proses fermentasi merupakan hasil

aktivitas multi enzim selulase (endoglukanase, eksoglukanase dan

glukosidase), kompleks hemiselulase khususnya xylanase (endoxylanase,

eksoxylanase, xylosidase) yang dihasilkan bakteri selulolitik dan

hemiselulolitik (Saha, 2013) serta didukung oleh enzim nonselulolitik/non

hemiselulolitik antara lain Glukosa-6-phosphatase, phosphoglukosa

isomerase, xylosa isomerase, xylosa kinase, pirufatdekarboksilase,

alkoholdehidrokinase, dan enzim sakarolitik lainnya yang diproduksi oleh

bakteri non selulolitik (Chandra et al., 2015) yang terdapat pada

biokatalis cair penelitian. Kompleks enzim selulase merombak senyawa

kompleks selulosa baik komponen amorf maupun kristalin dari selulosa

jerami padi menjadi glukosa. Kompleks enzim xylanase akan merombak

xylanosa menjadi senyawa penyusunnya (xylosa, mannosa, arabinosa,

glukosa, galaktosa), sedangkan enzim nonselulase maupun non

hemiselulase akan memfermentasi glukosa, xylosa, mannosa, arabinosa

maupun galaktosa menjadi H2 dan CO2, asam-asam organik (asetat,

propionat, butirat) sehingga produksi VFA total dari silase jerami padi

tinggi yaitu 80,064 – 108,967 mM (Tabel 7.4).

Tingginya efektivitas fermentasi jerami padi oleh biokatalis cair

kultur/bakteri lignoselulolitik unggul juga ditunjukkan dengan

Page 206: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-194-]

dihasilkannya silase jerami padi yang mempunyai derajat keasaman

tinggi/pH rendah yaitu 3,933 – 4,335. Silase jerami padi JBR23T14; JBR34T12.

JBR24T13; JBCR; JBR1234; JBT1234; JBR12T34; JBR14T23 menghasilkan silase jerami

padi dengan pH 5,84 – 9,51% lebih rendah (P<0,05) dibandingkan silase

jerami padi JBR0T0yang mempunyai pH 4,335 (Tabel 7.4). Hal ini

merupakan respon dari aktivitas bakteri lignoselulolitik dari biokatalis

cair yang dipergunakan yang mampu merombak senyawa lignoselulosa

jerami padi menjadi hidrogen, CO2 dan asam-asam organik yang

mengakibatkan peningkatan konsentrasi ion hidrogen (H2+) sehingga

derajat keasamaan silase jerami padi meningkat (pH turun).

Pemanfaatan biokatalis cair bakteri lignoselulolitik unggul rumen

sapi bali dan/atau rayap serta biokatalis cair cairan rumen sapi bali

sebagai starter dalam proses fermentasi terbukti mampu menghasilkan

silase jerami padi dengan kecernaan bahan kering/Kc.BK dan kecernaan

bahan organik/Kc.BO in-vitro lebih tinggi (P<0,05) masing-masing 3,97–

22,53% dan 5,51-22,06% dibandingkan dengan silase jerami padi yang

diproduksi menggunakan biokatalis cair tanpa kultur/bakteri

lignoselulolitik unggul/JBR0T0 yang mempunyai Kc.BK 44,975% dan Kc.BO

47,461% (Tabel 7.5). Pada Tabel tersebut juga tampak bahwa silase

jerami padi JBR23T14; JBR24T13 dan JBR34T12 mempunyai tingkat kecernaan

bahan kering dan bahan organik terbaik

Aplikasi proses fermentasi menggunakan biokatalis cair bakteri

lignoselulolitik khususnya formula biokatalis cair BR23T14, BR24T13 dan

BR34T12 yang diketahui mempunyai kualitas tinggi yang ditunjukkan

adanya populasi bakteri dengan aktivitas enzim tinggi akan

mempercepat perombakan senyawa kompleks menjadi komponen lebih

sederhana serta memperlonggar ikatan rantai penyusun senyawa

kompleks sehingga mempermudah kerja enzim-enzim pencernaan yang

mengakibatkan tingkat kecernaan nutrien meningkat (Howard et al.,

2003). Hal yang sama juga terjadi pada penelitian ini, yaitu keberadaan

fraksi serat lignoselulosa berkorelasi negatif terhadap kecernaan bahan

kering maupun bahan organik dari silase jerami padi. Hasil penelitian

[-195-]

Page 207: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-194-]

[-195-]

menunjukkan bahwa kandungan NDF dari silase jerami padi mempunyai

korelasi negatif tinggi terhadap kecernaan bahan kering dan bahan

organik yang masing-masing mengikuti persamaan yaitu Y= -0,827X +

103,8 (R2=0,914) dan Y= -0,872X + 109,9 (R2=0,938). Terhadap keberadaan

selulosa, kecernaan bahan kering dan bahan organik dari silase jerami

padi mempunyai korelasi negatif cukup tinggi yang masing-masing

mengikuti persamaan Y= -2,362X + 108,4 (R2=0,792) dan Y= -2,525X + 115,6

(R2=0,834). Kandungan hemiselulosa dari silase jerami padi mempunyai

korelasi negatif tinggi terhadap kecernaan bahan kering dan bahan

organiknya yang masing-masing mengikuti persamaan Y= -2,693X + 107,5

(R2=0,879) dan Y= -2,828X + 113,6 (R2=0,893), sedangkan terhadap

konsentrasi lignin insoluble, kecernaan bahan kering dan bahan organik

dari silase jerami padi mempunyai korelasi negatif yang tinggi yaitu

mengikuti persamaan Y= -2,966X + 81,59 (R2=0,897) dan Y= -3,150X + 86,71

(R2=0,933) (Gambar 7.4 – 7.5).

Gambar 7.4 Hubungan Kandungan Serat Lignoselulosa dengan Kecernaan Bahan Kering dari Jerami PadiTerfermentasi Biokatalis cair Bakteri

Lignoselulolitik

Page 208: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-196-]

Gambar 7.5 Hubungan Kandungan Serat Lignoselulosa dengan Kecernaan Bahan Organik dari Jerami PadiTerfermentasi Biokatalis cair Bakteri Lignoselulolitik

Gambar 7.4 dan 7.5 menunjukkan secara nyata bahwa keberadaan

serat lignoselulosa akan sangat mempengaruhi kecernaan nutrien dari

suatu bahan pakan. Semakin rendah kandungan serat lignoselulosa dari

suatu bahan pakan, maka semakin tinggi kecernaan bahan kering

maupun bahan organiknya. Sehingga upaya pemanfaatan bahan pakan

asal limbah pertanian seperti jerami padi haruslah dibarengi dengan

upaya penurunan kandungan serat lignoselulosa dari bahan pakan

tersebut. Pemanfaatan biokatalis cair dengan kandungan bakteri yang

mampu bekerja secara sinergis akan menghasilkan silase bahan pakan

berkualitas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrien bagi

ternak. Pada penelitian ini, biokatalis cair BR23T14, BR24T13 dan

BR34T12diyakini merupakan 3 biokatalis cair bakteri dengan aktivitas

paling sinergis sehingga layak dimanfaatkan dalam optimalisasi

pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak.

[-197-]

Page 209: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-196-]

[-197-]

DAFTAR PUSTAKA

Aarti, C., M. V. Arasu, and P. Agastian. 2015. Lignin Degradation; A Microbial Approach. South Indian Journal of Biological Sciences. I (3); 119-127

Abberton, M.T., J.H. MacDuff, A.H. Marshall and M.W.Humpreys. 2007. The Genetic Improvement of Forage Grasses and Legumes to Reduce Greenhouse Gas Emissions. Paper prepared for FAO.

Abdelaziz, O. Y., D. P. Brink, J. Prothmann, K. Ravi, M. Sun, J. G. Hidalgo, M. Sandahl, C. P. Hulteberg, C. Turner, G. Liden, M. F. G. Grouslund. 2016. Biological Valorization of Low Molecular Weight Lignin. Research Review Paper. Biotechnology Advances 34; 1318-1346

Acharya, S., dan A. Chaudhary. 2012. Alkaline Cellulase Produced by A Newly Isolated Thermophilic Aneurinibacillus thermoaerophilus WBS2 from Hot Spring, India. African Journal of Microbiology Research 6(26); 5453-5458

Adler, E. 1977. Lignin Chemistry. Past, Present, and Future. Wood Sci. Technol. 11; 169-218

Adney, B. dan J. Baker. 2008. Measurement of Cellulase Activities. Laboratory Analytical Procedure (LAP). Technical Report. National Renewable Energy Laboratory. 1617 Cole Boulevard Golden, Colorado. 1-8

Ahmed, S., A. Bashir, H. Saleem, M. Saadia and A. Jamil. 2009. Production and Purification of Cellulosedegrading Enzymes from a Filamentous Fungus Trichoderma harzianum. Pakistan Journal of Botany, 41 (3); 1411 - 1419

Ahring, B. K. 2003. Perspectives for anaerobic digestion. In: T. Scheper (Ed.), Advances in Biochemical Engineering/Biotechnology, 81: 1-30, Springer-Verlag Berlin, Heidelberg

Akin, D. E., and R. Benner. 1988. Degradation of Polysaccharides and Lignin by ruminal Bacteria and Fungi. Applied and Environmental Microbiology; 1117-1125

Akin, D. E. And W. S. Borneman. 1990. Roles of Rumen Fungi in Fiber Degradation. J. Dairy Sci. 73: 3023-3032

Ali, S. M., S. H. Omar, dan N. A. Soliman. 2013. Co-Production of Cellulase and Xylanase Enzymes By Thermophilic Bacillus subtilis 276NS. International Journal of Biotechnology for Wellness Industries. 2; 65-74

Anganga, A.A., P. Lelata, and M. V. Tsine. 2005. Molasses Urea Blocks as Supplementary Feed Resource for Ruminants in Botswana. Journal of Animal and Veterinary Advances 4 (5): 524-528

Page 210: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-198-]

Anggraeny, Y. N. dan U. Umiyasih. 2008. Evaluasi Potensi Pakan Asal Limbah Tanaman Pangan dan Limbah Perkebunan di Daerah Prioritas Kawin Alam Mendukung Program P2SDS. Proseding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner: 304-311

Anindyawati, T. 2010. Potensi Selulase dalam Mendegradasi Lignoselulosa Limbah Pertanian untuk Pupuk Organik. Berita Selulosa. Vol. 45 (2); 70-79

Arora, S.P.. 1995. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Terjemahan dari Microbial Digestion In Ruminants. Oleh Retno Murwani. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Arora, D. S. And D. K. Sandhu. 1985. Laccase Production and Wood Degradation by a White Rot Fungus Daedale flavida. Enzyme Microb. Technol. 7: 405-408

Artiningsih, T. 2006. Aktivitas Lignolitik jenis Ganoderma pada Berbagai Sumber Carbon. Journal Biodiversitas. Vol. 7 (4); 307-311.

Association of Official Agricultural Chemist/AOAC. 1965. Official Methods of Analysis. Teenth Edition. A.O.A.C., Washington D.C.

Association of Official Analytical Chemists/AOAC. 1990. Official Methods of Analysis. 15th Edition. Association of Official Agricultural Chemist, Arlington, VA, USA

Astutik, R. P., N. D. Kuswytasari, dan M. Shovitri. 2011. Uji Aktivitas Enzim Selulase dan Xilanase Isolat Kapang Tanah Wonorejo Surabaya. Makalah. Institus Teknologi Surabaya.Sumber: http://digilib.its.ac.id/ITS-Undergraduate-3100011045219/17619(akses 12 Januari 2012)

Atomos-BATAN. 2007. Urea Molasses Multinurient Block/UMMB. Sumber: http:www.infonuklir.com[cited 2008 April 30].

Bach, A., S. Calsamiglia, and M. D. Stern. 2005. Nitrogen metabolism in the rumen. J. Dairy Sci. 88:(E.Suppl.):E9-E21. American Dairy Science Association.

Bachrudin, Z. 1985. Development of Ruminal Microflora in Goat (Capra hircus). Thesis Program Pasca Sarjana. University of Philipines, Los Banos

Badan Pusat Statistik/BPS. 2014. Produksi Padi, Jagung dan kedele. Angka Sementara Tahun 2013. Berita Resmi Statistik. No. 22/03/51/Th.VII, 3 Maret 2014. Sumber: http:www.bps.go.id/getfile.php?news=1086(Akses 15 Juni 2014).

[-199-]

Page 211: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-198-]

[-199-]

Badan Pusat Statistik/BPS Propinsi Bali. 2014. Produksi Padi, Jagung dan kedele. Dari Angka Tetap (ATAP) 2012 ke Angka Sementara (ASEM) 2013. Berita Resmi Statistik. No. 18/03/51/Th.VIII, 3 Maret 2014. Sumber: http:www.bali.bps.go.id/brs/padi/brs_produksi_03_2014.pdf (Akses 15 Juni 2014).

Bagudo, A. I., U. Argungu, Aliero, A. A., Suleiman, N., Kalpana, S. 2014. Bacillus subtilis as an Alternative Source of Beta-Glucoside. International Journal of Modern Cellular and Molecular Biology 3(1); 1-9

Baig, M. N., C. Zetzl, G. Brunner. 2016. Conversion of Extracted Rice Bran and Isolation of Pure Bioethanol by Means of Supercritical Fluid Technology. http://www.isasf.net/fileadmin/files/Docs/Colmar/Paper/N3.pdf (akses 19 Desember 2017)

Baldwin, R. L. and M. J. Allison. 1983. Rumen metabolism. J. Anim. Sci. 57: 461-477.

Bansal, N., R. Soni, C. Janveja, and S. K. Soni. 2012. Production of Xylanase-Cellulase Complex by Bacillus subtillis NS7 for The Biodegradation of Agro-Waste Residues. Peer Reviewed Article. Lignocellulose 1 (3); 196-209

Bartley, S. J., J. R. Males and R. L. Preston. 1983. Evaluation of Urea Dilution as an Estimator of Body Composition in Mature Cows. Journal of Animal Science. Vol. 56 No. 2, p. 410-417

Beg, Q. K., M. Kapoor, L. Mahajan, G. S. Hoondal. 2001. Microbial Xylanases and Their Industrial Applications: a Review. Appl. Micvrobiol. Biotechnol. 56; 326-338

Beguin, P., dan J. P. Aubert. 1994. The Biological Degradation of Cellulose. FEMS Microbiology Reviews 13; 25-58

Bergen, W. 1977. Factor affecting growth yields of micro-organisms in the rumen. Trop. Anim. Prod. 4:1. 13-20

Bergman, E. N. 1990. Energy contributions of volatile fatty acids from the gastrointestinal tract in various species. Physiological Reviews. Vol. 70 No.2; 567-590

Berra-Maillet, C., Y. Ribot, and E. Forano. 2004. Fiber Degrading System of Different Strains of the Genus Fibrobacter. Appl. Environ. Microbiol. Apr.:2172-2179

Berrocal, M., A. S. Ball, S. Huerta, J. M. barrasa, M. Hernandez, M. I. Perez-leblic, M. E. Arias. 2000. Biological upgrading of wheat straw through solid state fermentation with Streptomyces cyaneus. Appl. Microbiol Biotechnol 54; 764-771

Page 212: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-200-]

Bidura, I G. N. G. 2007. Limbah. Pakan Ternak Aplikatif dan Aplikasi Teknologi. Udayana University Press, Denpasar.

Biocon Diagnostic Protocol. Quality Diagnostics Manufactured in Germany.

Bolam, D. N., A. Ciruela, S. McQueen-Mason, P. Simpson, M. P. Williamson, J. E. Rixon, A. Boraston, G. P. Hazlewood, H. J. Gilbert. 1998. Pseudomonas Cellulose-Binding Domain Mediate Their Effects by Increasing Enzyme Substrate Proximity. Biochem. J.331;775-781

Borji M., Rahimi SH., Ghorbani GH. R., Vandyousefi J., Fazaeli H. 2003. Isolation and Identification of Some Bacteria from Termites Gut Capable in Degrading Straw Lignin and Polysaccharides. Journal of Veterinery Research 58 (3); 249 – 256

Borror, D.J., dan De Long. 1971. An Introduction to The Study of Insects.Amerika: United State of America

Bowen, R. 1996. Rumen Physiology and Rumination. Digestive Physiology of Herbivores. Sumber: http://www.vivo.colostate.edu/hbooks (Akses 15 September 2014).

Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method for quantification of microgram quantities of protein utilizing the principle of protein dye binding. Anal Biochem 72: 234-254.

Bratasida. 2002. Sustainable human settlements CSD12, Navy, New York

Brooker, J. D. 1995. Engineering The Rumen for Enhanced Animal Production. Rumen Ecology Research Planning. Editor: R. J. Wallace and A. Lahlou-Kassi. Proceeding of a Workshop Held at ILRI. Addis Ababa. Ethiopia

Budiasa, I K. M. dan I M. Mudita. 2009. Pengaruh Tepung Daun Gamal dan Daun Kelor Sebagai Sumber Protein Dalam Urea Cassava Blok (UCB) Terhadap Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, Kadar VFA, Dan NH3 Cairan Rumen Pakan Jerami Padi secara Invitro. Laporan Penelitian DIPA Universitas Udayana, Denpasar

Camarero, S., B. Bockle, M. J. Martinez. 1994. Lignin degradation enzimes of the comercial button mushroom. Agaricus pulmonarius. Appl. Environ. Microbiol. 62:1070-1072.

Cater, M., M. Zorec, R. M. Logar. 2014. Methods for Improving Anaerobic Lignocellulosic Substrates Degradation for Enhanced Biogas Production. Spinger Science Reviews. Published online: 23 July 2014

Chalimi, K. 2008. Kadar Hematokrit, Glukosa dan Urea Darah Sapi Peranakan Ongole (PO) yang Diberi Roti Sisa Pasar Sebagai Pengganti Dedak Padi. Skripsi Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.

[-201-]

. β

Page 213: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-200-]

[-201-]

Chandel, A. K., E.S. Chan, R. Rudravaram, M. L.Narasu, L. V. Rao, and P. Ravindra. 2007. Economics and Environmental Impact ofBioethanol Production Technologies: AnAppraisal. Biotechnology and MolecularBiology Review Vol. 2 (1), 14-32.

Chandra, R., S. Yadav, dan V. Kumar. 2015. Microbial Degradation of Lignocellulosic Waste and Its Metabolic Products. Chapter 10. Environment Waste Management. Simon Fraser University.

Chen, C., Z. Cui, X. Song, Ya-Jun Liu, Q. Cui, Y. Feng. 2015. Integration of Bacterial Expansin-Like Protein Into Promotes The Cellulose Degradation. Appl. Microbiolo Biotechnol.

Chen. J. and P. J. Weimer. 2001. Competition among three predominant ruminal cellulolytic Bacteria in the Absence or Presence on non-cellulolytic Bacteria. J. Environ. Microbial. 147: 21 – 30

Chen, W. K. Supanwong, K. Ohmiya, S. Shimizu, dan H. Kawakami. 1985. Anaerobic Degradation of Veratrylglycerol-3-Guaiacyl Ether and Guaiacoxyacetic Acid by Mixed Rumen Bacteria. Applied and Environmental Microbiology. p. 1451-1456

Chen, X. B. and M. J. Gomest. 1995. Estimation of Microbial Protein Supply to Sheep and Cattle Based on Urinary Excretion of Purine Derivatives- An Overview of Technical Details. International Feed Resources Unit. Rowett Research Institute, Bucksburn Aberdeen AB2 9SB, UK

Chenost, M., and Kayouli, C.1997.Roughage Utilization In Warm Climate. ISBN 92-5-103981. Food and Agriculture Organization of The United Nations Rome, Italy. [cited 2007 Novembre 30]. Available from: URL: http://www.Fao.org/docrep/003/w4988e/W4988E01.htm

Chiba, L. I. 2014. Animal Nutrition Handbook. Third Revision. URL: http://www.ag.auburn.edu/~chibale/animalnutrition.html diunduh 15 Januari 2018.

Chow,V., Y. S. Kim, M. S. Rhee, N. Sawhney, F. J. S. John, G. Nong, J. D. Rice, J. F. Preston. 2016. A 1,3-1,4-β-Glucan Utilization Regulon in Paenibacillus sp. Strain JDR-2. Applied and Environmental Microbiology 82 (6);1789-1798

Chung, H. J., B. R. Kwon, J. M. Kim, S. M. Park, J. K. Park, B. J. Cha, M. S. Yang dan D. H. Kim. 2008. A Tannic Acid–Inducible and Hypoviral Regulated Laccase3 Contributes to the Virulence of the Chestnut Blight Fungus Cryphonectria parasitica. Molecular Plant-Microbe Interactions Vol. 21 No. 12, 2008, pp. 1582–1590

Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI). 2008. Performance Standard for Antimicrobial Disk and Dilution Susceptibility Tests for Bacteria Isolated From Animals; Approved Standard. Third Edition. CLSI Document. M31-A3. Vol. 28 No 8, 940 West Valley Road, Suite 1400, Wayne, Pennsylvania 19087-1898 USA.

Page 214: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-202-]

Collin, T., C. Gerday, G. Feller. 2005. Xylanases, xylanase families and extremophilic xylanases. Federation of European Microbiological Societies Federation of European Microbiological Societies/FEMS Microbiology Reviews 29; 3–23

Colpa, D. L., M. W. Fraalje, E. V. Blools. 2014. DyP-type peroxidases; a promising and versatile class of enzyme. Journal of Industrial Microbiology and Biotechnology. 41 (1); 1-7

Coughlan, M.P., and G.P. Hazlewood. 1993. Hemicellulose and Hemicellulases. London; Portland Pr.

Craig, N. L., O. C Fix, R. Green, C. W. Greider, G. Storz, and C. Wolberger. 2010. Molecular Biology. Principles of Genome Function. Oxford University Press, New York

Crawford, R. L. 1981. Lignin Biodegradation and Transformation. John Wiley and Sons. New York

Das, K. C., and W. Qin. 2012. Isolation and Characterization of Superior Rumen Bacteria of Cattle (Bos Taurus) and Potential Application in Animal Feedstuff. Jurnal of Animal Sciences. Vol. 2 No. 4; 224-228. [cited 2014 April 19]. Available from: URL: http://dx.org/10.4236/ojas.2012.24031

Datta, R., A. Kelkar, D. Baraniya, A. Molaei, A. Moulick, R. S. Meena and P. Formanek. 2017. Enzymatic Degradation of Lignin in Soil. A Review. Sustainability 9 (1163); 2 – 18. [cited 2017 Decembre,21]. Available from;URL:http://www.mdpi.com/journal/sustainability

De Jong, J. A. Field, and J. A.M. de Bont. 1994. Aryl Alchohol in The Physiology of Ligninolytic Fungi. FEMS Microbiol. Reviews.13: 153-188

Dehkhoda, A. 2008. Concentrating Lignocellulosic Hydrolysate by Evaporation and Its Fermentation by Repeated Fedbatch Using Flocculating Saccharomyces cerevisiae. Master Thesis. School of Engineering. University Collage of Boras, Sweden

Direktorat Jendral Peternakan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2010. Blue Print. Program Swasembada Daging Sapi 2014. Available from: http://www.ditjennak.go.id/regulasi%blueprint.pdf (diakses 10 Februari 2012).

Doner L and W, Hicks KB (1997) Isolation of hemicellulose from corn fiber by alkaline hydrogen peroxide extraction. Cereal Chem 74:176-181

Efiok, B. J. S. 1996. Basic Calculation for Chemical and Bniological Analysis. AOAC International, Maryland, USA

Ellis, J. T., dan T. S. Magnuson. 2012. Thermostable and Alkalistable Xylanases Produced by The Thermophilic Bacterium Anoxybacillus flavithermus TWXYL3. International Scholarly Research Network. ISRN Microbiology. Volume 21012; 1-8

[-203-]

β‑ ‑‑

Page 215: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-202-]

[-203-]

Eutick, M. I., R. W. O’Brien, and M. Slaytor. 1978. Bacteria from the Gut of Australian Termites. Applied and Environmental Microbiology. Vol. 35, 1978. p: 823-828

Ekawati, I. 2007. Dekompposisi Komponen Lignoselulosa Jerami Padi oleh Beberapa Isolat Bakteri. Jurnal Natural Vol. 7 No. 2. Hal. 40-43.

Firkins, J.L., A.N. Hristov, † M.B. Hall,‡ G.A. Varga, §dan N.R.St-Pierre. 2006. Integration of Ruminal Metabolism in Dairy Cattle. J. Dairy Sci. 89 (E. Suppl.): E31-E51. American Dairy Science Association. [cited 2007 November 30]. Available from: URL: http://jds.fass.org/cgi/content/abstract/89/e_suppl_1/E31

Fitrotin, U, Sri H dan Arief S. 2006. Teknologi Pengolahan Singkong Terpadu Skala Rumah Tangga di Pedesaan. Balai Pengkajian TeknologiPertanian NTB. Available from: URL: http://ntb.litbang.deptan.go.id (diakses 16 Juni 2008).

Flint, J. F., dan M. R. Garner. 2009. Feeding beneficial bacteria: A natural solution for increasing efficiency and decreasing pathogens in animal agriculture. J. Appl. Poult. Res. 18; 367-378

Forano, E. and H. J. Flint. 2000. Genetically Modified Organisms: Consequences for Ruminant Health and Nutrition. Review Article. Ann. Zootech. 49 (2000): 255-271

France, J. and J. Dijkstra. 2005. Volatile Fatty Acid Productions. In: Quantitative Aspect of Ruminant Digestion and Metabolism. 2nd Ed; page 157 – 176. CABI Publishing, Wallingford-Oxfordshire, United Kingdom

Gabler, M. T. and A. J. Heinrichs. 2003. Altering soluble and potentially rumen degradable protein for prepubertal holsteins heifers. J. Dairy Sci. 86: 2122-2130.

Ge, J., R. Du, D. Zhao, G. Song, M. Jin and W. Ping. 2016. Kinetic Study of a β‑mannanase from the Bacillus licheniformis HDYM‑04 and Its Decolorization Ability Of Twenty‑Two Structurally Different Dyes. Springer Plus 5; 1824

Geethanjali P. A. 2012. A study on lignin degrading fungi isolated from the litter of evergreen forests of Kodagu (D), Karnataka. International Journal of Environmental Sciences Volume 2, No 4; 2034-2039

Geib, S. M., T. R. Filley, P. G. Hatcher, K. Hoover, J. E. Carlson, M. D. M. Jimenez-Gasco, A. Nakagawa-Izumi, R. L. Sleighter and M. Tien. 2008. Lignin Degradation in Wood Feeding Insects. PNAS. September 2, 2008. Vol. 105 No. 35; 12932-12937

Ghose, T. K. 1987. Measurement of Cellulase Activities. International Union of Pure and Applied Chemistry. Pure and Appl. Chem., 59 (2); 257-268

Page 216: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-204-]

Gilbert, H. J., dan G. P. Hazzlewood. 1993. Bacterial Cellulases and Xylanases. Review Article. Journal of General Microbiology 139; 187-194

Ginting, S.P.. 2004. Tantangan dan Peluang Pemanfaatan Pakan Lokal Untuk Pengembangan Peternakan Kambing di Indonesia. Loka Penelitian Kambing Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. [cited 2007 January 30]. Available from : URL: Http://peternakan.litbang.deptan.go.id

Glazer, A. N. dan H. Nikaido. 2007. Microbial Biotechnology. Fundamental of Applied Microbiology. Second Edition. Cambridge University Press.

Gohel H. R., Ghosh S. K., Braganza V. J. 2013. Synergetic Effect of Temperature and Partial Digestion of Cellulose on Conventional Biogas Production Rate. International Journal of Renewable Energy Research 3(2); 341-346

Gosselink, J. M. J., C. Poncet, J. P. Dulphy and J. W. Cone. 2003. Estimation of the duodenal flow of microbial nitrogen in ruminants based on the chemical composition of forages. Anim. Res. 52: 229-243.INRA, IDP Sciences

Grady, E. N., J. MacDonald, L. Liu, A. Richman, dan Z.C. Yuan. 2016.Current Knowledge and Perspectives of Paenibacillus: a Review. Microbial Cell Factories 15;203.p:2-18

Gregg, K. D. Schafer, C. Cooper and G. Allen. 1995. Genetic Manipulation of Rumen Bacteria: Now and Reality. Rumen Ecology Research Planning. Editor: R. J. Wallace and A. Lahlou-Kassi. Proceeding of a Workshop Held at ILRI. Addis Ababa. Ethiopia

Gruppen H. Hamer RJ. Voragen AGJ (1992) Water-unextractable cell wall material from wheat flour. 2. Fractionation of alkali-extracted polymers and comparison with water-extractable arabinoxylans. J Cereal Sci 16:53-67

Hagerman, A. E. 2002. Tannin Chemistry. Tannin Handbook. Department of Chemistry and Biochemistry. Miami University. Oxford, OH 45056. USA [cited 2018 March 6]. Available from: URL: https://www.researchgate.net/...tannins/.../TANNIN+CHEMIS...

Hagerman, A. E. 2010. Hydrolyzable Tannin Structural Chemistry. [cited 2018 March 6]. Available from: https://www.users.miamioh.edu/hagermae/Hydrolyzable%20Tannin%20Structural%20Chemistry.pdf

Hakansson, U., L. G. Fagerstam, L. G. Pettersson, and L. Andersson. 1979. A 1,4-β-Glukan Glucanohydrolase from the Cellulolytic Fungus Trichoderma viride QM 9414. Biochem. J. 179; 141-149

[-205-]

Page 217: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-204-]

β

[-205-]

Hankin, L. and S. L. Anagnostakis. 1977. Solid Media Containing Carboxymethylcellulose to Detect Cx Cellulase Activity of Micro-organism. Journal of General Microbiology 98; p 109-115

Harper, H.A., Victor. W. Rodwell, Peter dan A. Mayers. 1977. Biokimia (Review of Physiological Chemistry). 17 th Edition. Lange Metical Publication, Los Altos, California. Diterjemahkan oleh: Mualiawarman, M.

Hartadi, H.S Reksohadiprojo and A.D. Tillman. 1990. Tabel Komposisi Pakan Ternak untuk Indonesia.Cetakan Kelima. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Haryanto, B., Supriyati dan S. N. Jarmani. 2004 .Pemanfaatan probiotik dalam bioproses untuk meningkatkan nilai nutrisi jerami padi untuk pakan domba. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4-5 Agustus 2004; 298-304. Puslitbang Peternakan, Bogor

Hatakka A. 2000. Biodegration of Lignin. University of Helsinki, Viikki Biocenter,Departmentof Applied Chemistry dan Microbiology. Helsinki.

Hau, D.K., M. Nenobais, J.Nulik, N.G.F. Katifana.. 2006. Pengaruh Probiotik Terhadap Kemampuan Cerna Mikroba Rumen Sapi Bali.[cited 2006 December 24]. Available from:URL: http://peternakan.litbang.deptan.go.id/

Hegarty, R. 2001. Green House Gas Emission From The Australian Livestock Sector. What Do We Know, What Can We Do. Australian Green House Office, Canberra ACT. ISBN: 1 876536 69 1. [cited 2007 Decembre 24]. Available from: http://www.greenhouse.gov.au/agriculture/publications.

Hernandez, M., Rondioque, J. Soliveri, J., Copa, J. L. Perez, M.I. and Aerias. ME. 1994. Paper mill effluent decolorization by fifty Streptomycetes strains. Appl. Environ. Microbial. 60: 3909-3913

Hespell, R.B. 1988. Microbial Digestion of Hemicelluloses in the Rumen. Microbiological Sciences Vol. 5 No. 12; 362-365

Holt, J. G., N.R. Krieg, P. H. A. Sneath and S. T. William. 1994. Bergey’s Manual Determinative Bacteriology. 9th Ed. William & Wilkins, USA

Howard, R. L., E. Abotsi, J. V. Rensburg, and Howards. 2003. lignocellulose Biotechnology: Issues of Bioconversion and enzyme Production. African Journal of biotechnology 2:6002-619. Available from: URL: Http://www.vtt.fi/inf/pdf [cited 2008, February 25].

Hu ZH and Yu HQ (2005) Application of rumen microorganisms for enhanced anaerobic fermentation of corn stover. Process Biochem 40:2371–2377

Page 218: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-206-]

Hungate, R.E.. 1966. The Rumen and its Microbes. Academic Press, inc., New York

ICI Organic Acids Column. Instruction Manual. ICI Australia Operations Pty Ltd. Scientific Instruments Division

Indria, S. P., S. Khotimah dan Rizalinda. 2013. Jenis-jenis jamur entomopatogen dalam usus rayap pekerja Coptotermes curvignathus Holmgren. Protobiont. 2(3): 141-145

International Atomic Energy Agency (IAEA). 1997. Estimation of rumen microbial protein production from purine derivatives in urine. A laboratory manual for the FAO/IAEA Co-ordinated Research Programme on Development, Standardization and Validation of Nuclear Based Technologies for Measuring Microbial Protein Supply in Ruminant Livestock for Improving Productivity. Animal Production and Health Section Joint FAO/IAEA Division International Atomic Energy Agency, Vienna, Austria

Irfan, M., Safdar A., Syed Q., Nadeem M. 2012. Isolation and screening of Cellulolytic Bacteria from Soil and Optimization of Cellulase Production and Activity.Turk Biyokimya Dergisi [Turkish Journal of Biochemistry] 2012: 37 (3); 287 – 293

Ishihara, T. 1980. The Role of Laccase in Lignin Biodegradation. Microbiol Chem. Poten App. 2:17-30

Istiqomah, L., a. Febrisiantosa, A. Sofyan, E. Damayanti, H.Julendra dan H. Herdian. 2010. Respon Pertumbuhan Sapi yang Diberi Pakan Silase Komplit Berbasis Bahan Pakan Local di Sukoliman Gunungkidul. Prosiding Seminar Nasional. Hal: 133-140. Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto. ISBN: 978-979-25-9571-0

Ito, Y., T. Tomita, N. Roy, A. Nakano, N. Sugawara-Tomita, S. Watanabe, N. Okai, N. Abe, dan Y. Kamio. 2003. Cloning, Expression and Cell Surface Localization of Paenibacillus sp. Strain W-61 Xylanase 5, a Multidomain Xylanase. Applied and Environment Microbbiology 69(12); 6969-6978

John, F. J. S., J. D. Rice, dan J. F. Preston. Paenibacillus sp. Strain JDR-2 and XynA1: a Novel System for Methylglucuronoxylan Utilization. Applied and Environmental Microbiology 72 (2); 1496–1506.

Jouany, J. P. 1991. Rumen Microbial Metabolism and Ruminal Digestion. Institute National De La Recherche Agronomique, 147. Rue De I Universite-75338 Paris Cedex 07.

Jolley, A.. 2006. Technologies for Reducing Non-Energy Related Emissions. Climate Change Working Paper No. 10. Centre for Strategic Economic Studies, Virtoria Unibversity. [cited 2008 February 25]. Available from:URL: http://www.cfses.com

[-207-]

Page 219: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-206-]

[-207-]

Kaiser, A.G.. 1984. The Influence of Silase Fermentation On Animal Production. Silase in The 80s. Proceeding of a National Workshop, Armidale, New South Wales, Australia.

Kajikawa, H., H. Kudo,T. Kondo, K. Jodai, Y. Honda, Ma. Kuwahara, T. Watanabe. 2000. Degradation of Benzyl Ether Bonds of Lignin by Ruminal Microbes. FEMS Microbiology Letters 187; 15-20. Federation of European Microbiological Societies. Published by Elsevier Science

Kalim, B., N. Bohringer, N. Ali and T. F. Schaberle. 2015. Xylanases from Microbial Origin to Industrial Application. British Biotechnology Journal 7 (1); 1-20

Kameshwar, A. K. S., dan W. Qin. 2017. Qualitative and Quantitative Methods for Isolation and Characterization of Lignin-Modifying Enzymes Secreted by Microorganisms. Bioenergy Research 10(1); 248-266

Kamra, D. N. .2005. Rumen Microbial Ecosystem. Special Section: Microbial Diversity. Current Science. Vol. 89. No. 1. hal 124-135. [cited 2007 Decembre 20]. Available from: URL: http://www.ias.ac.in/currsci/jul102005/124.pdf

Kamsani, N., M. M. Salleh, A. Yahya, C. S. Chong. 2015. Production of Lignocellulolytic Enzymes by Microorganisms Isolated from Bulbitermes sp. Termite Gut in Solid-State Fermentation. Waste Biomass Valor. CrossMark

Karsli, M.A dan Russell, J.R.. 2001. Effect of Some Dietary Factors on Ruminal Microbial Protein Synthesis. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 25 (2001) 681-686. [cited 2007 Decembre 28]. Available from: http://journals.tubitak.gov.tr/veterinery/issues/vet-01.25.5/vet-25-5-7-0002-14.pdf

Karsli, M.A. and Russell, J.R.. 2002. Effect of Source and Concentration of Nitrogen dan Carbohydrate on Ruminal Microbial Protein Synthesis. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 26 (2002) 201-207. [cited 2007 Decembre 28]. Available from: URL: http://journals.tubitak.gov.tr/veterinary/issues/vet-02-26-2/vet-26-2-1-0002-21.pdf

Kato, K., S. Kozaki dan M. Sakuranaga. 1998. Degradation of Lignin Compounds by Bacteria from Termites Guts. Biotechnology Letters 20 (5); 459 - 462

Kaunang, C. L.. 2004. Respon Ruminan Terhadap Pemberian Hijauan Pakan yang Dipupuk Air Belerang. Disertasi. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. [diakses 10 Februari 2007]. URL: http://www.damandiri.or.id/files/charlesipbb.pdf

Page 220: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-208-]

Kebreab, E., J. France, J. A. Mills, R. Allison and J. Dijkstra. 2002. A dynamic model of N metabolism in the lactating dairy cow and an assessment of impact of N excretion on the environment. J Anim Sci 2002. 80:248-259.[diakses 10 Juli 2008].URL: http://jas.fass.org

Khan, R. U., S. Naz, K. Dhama, K. Karthik, R. Tiwari, M. M. Abdelrahman, I. A. Alhidary, and A. Zahoor. 2016. Direct Fed Microbial: Beneficial Application, Modes of Action and Prospects as a Safe for Enhancing Ruminant Production and Safeguarding Health. Review Article. International Journal of Pharmacology.p: 220-231

Kirk, T. K., and R. L. Farrel. 1987. Enzymatic “Combustion” the Microbial Degradation of lignin. Annv. Rev. Microbial., 41; 465-565

Krause D. O., S. E. Denman, R. I. Mackie, M. Morrison, A. L. Rae, G. T. Attwood, and C. S. McSweeney. 2003. Opportunities to improve fiber degradation in rumen: microbiology, ecology and genomics, FEMS Microbiol. Rev. 27: 663-669.

Kirk, T. K. 1983. Degradation and Conversion of Lignocelluloses. Chapter 11. The Filamentus Fungi. Vol. 4 Fungal Technology. Editor: J. E. Smith, D. R. Berry, B. Kristiansen. Edward Arnold Publisher

Krehbiel, C. R., dan J. C. Matthews. 2005. Absorption of Amino Acids and Peptida. In: Amino Acid in Animal Nutrition. Edited by: J. P. F. D’Mello. CABI Publishing,

Kristinadewi, G. A. M., I W. Wijana, N. W. Siti, dan I M. Mudita. 2013. Optimalisasi Pemanfaatan Limbah dan Gulma Tanaman Pangan dalam Usaha Peternakan Itik Bali Melalui Produksi Biosuplemen Berprobiotik Berbasis Limbah Isi Rumen. Laporan Hibah Penelitian Unggulan Udayana. Universitas Udayana, Denpasar

Kudo, H., S. Imai, S. Jalaludin, K. Fukuta, and K. J. Cheng. 1995. Ruminants and Rumen Microorganisms in Tropical Countries. In Rumen Ecology Research Planning. Proceedings of a Workshop Held at ILRI.Addis Ababa, Ethiopia. 13 – 18 March 1995. Edited by R. J. Wallace and A. Lahlou-Kassi. The International Livestock Research Institute. Box 30709, Nairobi, Kenya. Box 5689, Addis Ababa, Ethiopia.

Kumar, R., S. Singh, O. V. Singh. 2008. Bioconversion of Lignocellulosic Biomass; Biochemical and Molecular Perspectives. Review. Journal of Industrial Microbiology Biotechnology 35:377–391

Kumar S., Stecher G., and Tamura K. .2016. MEGA7: Molecular Evolutionary Genetics Analysis version 7.0 for bigger datasets.Molecular Biology and Evolution 33:1870-1874.

Kunamneni, A., F. J. Plou, A. Ballesteros, and M. Alcalde. 2008. Laccase and Their Application. A Patent Review. Recent Patent on Biothecnology 2(1); 10-24

[-209-]

Page 221: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-208-]

[-209-]

Kusnadi, Saefudin, dan A. Efrianti. 2009. Keanekaragaman jamur selulolitik dan Amilolitik Pengurai Sampah Organik dari Berbagai substrat. Makalah Seminar Nasional PBI, Malang. (akses 15 Januari 2012). Available from: URL: http://file.upi.edu/Direktori.

Lai, C. M. T., H. B. Chua, M. K. Danquah, dan A. Saptoro. 2016. Isolation of Thermophilic Lignin Degrading Bacteria from Oil-Palm Empty Fruit Bunch (EFB) Compost. IOP Conference SeriesL: Materials Science and Engineering. 29th Symposium of Malaysian Chemical Engineers (SOMChE). IOP Publishing

Lana, I K., dan A. U. Saransi. 2004. Penuntun Praktikum. Teknik Laboratorium. Laboratorium Nutrisi Ternak. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana, Denpasar.

Lang, E., Kleebert I., Zadrazil E. 2000. Extracable Organic Carbon and Count of Bacteria Near The Lignocellulose Soil Interface During The Interaction of Soil Microbiota and White Rot Fungi. Bioresource Technology 75; 57-65

Lee, S. F., C. W. Forsberg, dan L. N. Gibbins. 1985. Xylanolytic Activity of Clostridium acetobutylicum. Applied and Environmental Microbiology 50 (4); 1068-1076

Lee, Yong-Eok, dan P. O. Lim. 2004. Purification and Characterization of Two Thermostable Xylanase from Paenibacillus sp. DG-22. Journal of Microbiology and Biotechnology 14(5); 1014-1021

Leng, R. A. 1997. Tree Foliage in Ruminant Nutrition. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Roma

Leschine, S. B.. 1995. Cellulose Degradation in Anaerobic Environments. Annual Reviews Microbiol 49; 399-426. www.annualreviews.org/aronline

Li, X., Z. Wei, M. Zhang, X. Peng, G. Yu, M. Teng, W. Gong. 2007. Crystal Structure of E. coli Laccase CueO at Different Copper Concentrations. Biochemical and Biophysical Research Communications 354; 21-26

Lo, Y. C., G. D. Saratale, W. M. Chen, M. D. Bai, J. S. Chang. 2009. Isolation of cellulose-hydrolytic bacteria and applications of the cellulolytic enzymes for cellulosic biohydrogen production. Enzyme and Microbial Technology Journal 44; (6-7); 417 – 425.

Lotfi, G. 2014. Lignin-degrading Bacteria. Journal of Agroalimentary Processes and Technologies 20(1), 64-68

Lowe, S.E. 1986. The Physiology and Cytology of anaerobic Rumen Fungus. A Thesis. Submitted to The University of Manchester for The Degree of Ph.D. Departementy of Botany, Faculty of Science

Page 222: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-210-]

Lynd, L. R., P. J. Weimer, W. H. V. Zyl, and I. S. Pretorius. 2002. Microbial Cellulose Utilization: Fundamentals and Biotechnology. Microbiology and Moleculer Biology Reviews: 506-577. American Society for Microbiology.

Madhavi, V., and S. S. Lele. 2009. Laccase: Proporties and Applications. Bioresources 4 (4); 1694-1717

Mahalingam P. U., and Maruthamalai Rasi R. P. 2014. Screening and Characterization Lignin Degradading Fungi From Decayed Sawdust. Pelagia Research Library. European Journal of Experimental Biology. 4(5):90-94

Maki, M., K. T. Leung, W. Qin. 2009. The Prospects of Cellulase-Producing Bacteria for The Bioconversion of Lignocellulosic Biomass. Review. International Journal of Biological Sciences 5(5):500-516

Maranatha, B. 2008. Aktivitas Enzim Selulase Asal Indonesia pada berbagai Substrat Limbah Pertanian. Departemen Biologi, FMIPA, IPB, Bogor

Marlina, N. dan S. Askar. 2004. Komposisi Kimia Beberapa Bahan Limbah Pertanian dan Industri Pengolahan Hasil Pertanian. Prosiding Temu Teknis Nasional tenaga Fungsional Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Hal: 90 – 103.

Martini, E., N. Haedar dan S. Margino. 2003. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Pendegradasi Lignin dari Beberapa Substrat Alami. Gama Sains V (2): 32-35

Marques, S.; Alves, L.; Ribeiro, S.; Girio, F.M.; Amaralcollaco, M.T. 1998. Characterisation of a thermotolerant and alkalotolerant xylanase from a Bacillus sp. Appl. Biochem. Biotechnol. A, 73; 159–172

Mastika, I M.. 1991. Potensi Limbah Pertanian dan Industri Pertanian serta Pemanfaatannya untuk Makanan Ternak. Pidato Ilmiah Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Makanan Ternak pada Fakultas Peternakan Universitas Udayana di Denpasar, 16 Nopember 1991.

Mastika, I M.. 2006. Pengembangan Kawasan Terintegrasi. Pengolahan Limbah Kakao Sebagai Pakan Ternak Alternatif. Laporan Hasil Kaji Tindak Terap Pengendalian PBK dan Pola Integrasi. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana, Denpasar.

Mertens, D. R. 2005. Rate and Extent of Digestion. in: Quantitative Aspects of Ruminant Digestion and Metabolism. 2nd Edition; page 13-48. Edited by J. Dijkstra, J. M. Forbes and J. France. CABI Publishing, Wallingford-Oxfordshire, United Kingdom

Miller, G. L. 1959. Use of Dinitrosalisylic Acid Reagent. Method for Determination of Reducing Sugar. Anal. Chem. 31: 426 – 428

[-211-]

β

Page 223: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-210-]

[-211-]

Min, K., G. Gong, H. M. Woo, Y. Kim, and Y. Um. 2015. A Dye-Decolorizing Peroxidase from Bacillus subtilis Exhibiting Substrate-Dependent Optimum Temperature for Dyes and β–ether Lign Dimer. Scientific Reports. Subject Area: Biocatalysis Environmental Biothecnology Oxidoreductases. 5:8245. www.nature.cotificreports

Miron, J., D. Ben-Ghedalia and M. Morrison. 2001.Adhesion mechanisms of rumen cellulolytic bacteria. J. Dairy Sci. 84:1294–1309. American Dairy Science Association.

Mudita, I M.. 2008. Suplementasi Multi Vitamin-Mineral dalam Ransum Komplit Berbasis Jerami Padi Amoniasi Urea untuk Meningkatkan Efisiensi Sintesis Protein Mikroba Rumen Sapi Bali Penggemukan. Tesis Program Studi Ilmu Peternakan, Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar

Mudita, I M. dan AA. P. P.Wibawa. 2008. Evaluasi Kualitas Dan Kecernaan Nutrien Secara In Vitro Ransum Sapi Komplit Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah yang Difermentasi Cairan Rumen dan Enzim Optyzim. Laporan Penelitian Dosen Muda. Fakultas Peternakan.Universitas Udayana, Denpasar

Mudita, I M., I G.L.O.Cakra, AA.P.P.Wibawa, dan N.W. Siti. 2009. Penggunaan Cairan Rumen Sebagai Bahan Bioinokulan Plus Alternatif serta Pemanfaatannya dalam Optimalisasi Pengembangan Peternakan Berbasis Limbah yang Berwawasan Lingkungan. Laporan Penelitian Hibah Unggulan Udayana, Universitas Udayana, Denpasar.

Mudita, I M., dan M. Wirapartha. 2007. Pemanfaatan Berbagai Kultur Mikroorganisme Untuk Meningkatkan Nilai Organoleptik dan Komposisi Kimia Silase Rumput Alang-Alang (Imperata Cylindrica). Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana, Denpasar

Mudita, I M., T.I. Putri, T.G.B. Yadnya, dan B. R. T. Putri. 2010a. Penurunan Emisi Polutan Sapi Bali Penggemukan Melalui Pemberian Ransum Berbasis Limbah Nonkonvensional Terfermentasi Cairan Rumen. Prosiding Seminar Nasional, Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto. ISBN: 978-979-25-9571-0

Mudita, I M., I W. Wirawan Dan AA. P.P. Wibawa. 2010b. Suplementasi Bio-Multi Nutrien Yang Diproduksi Dari Cairan Rumen Untuk Meningkatkan Kualitas Silase Ransum Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah. Laporan Penelitian Dosen Muda Unud, Denpasar

Mudita, I M., I W. Wirawan, A. A. P. P. Wibawa, I G. N. Kayana. 2012. Penggunaan Cairan Rumen dan Rayap dalam Produksi Bioinokulan Alternatif serta Pemanfaatannya dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Kompetitif dan Sustainable. Laporan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi. Universitas Udayana. Denpasar

Page 224: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-212-]

Mudita, I M., I W. Wirawan, I. B. G. Partama. 2013. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Lignoselulolitik Limbah Isi Rumen dan Rayap dalam Formulasi Inokulan Fermentasi Limbah Sistem Pertanian Terintegrasi. Laporan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi. Universitas Udayana. Denpasar

Mudita, I M., I G. N. Kayana, I W. Wirawan. 2014. Isolasi dan Premanfaatan Konsorsium Bakteri Lignoselulolitik Kolon Sapi Bali dan Sampah TPA Sebagai Inokulan Biosuplemen Berprobiotik Peternakan Sapi Bali Berbasis Limbah Pertanian. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun Pertama. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar

Mudita, I M., I W. Wirawan, A. A. P. P. Wibawa and I. B. G. Partama. 2014. Degradation of lignocellulosic substrates by bacteria isolated from waste Landfill. International Journal of Agriculture Innovations and Research. Volume 3, Issue 2; p. 555-558

Mudita, I M., I G. Mahardika, I N. Sujaya and I. B. G. Partama. 2015. Potency of bacteria isolated from bali cattle colon waste as lignocellulose substrates degrader. International Journal of Agriculture and Environmental Research. Volume:01,Issue:01; p. 12-23

Mudita, I M., I G. N. Kayana, I W. Wirawan. 2015. Isolasi dan Premanfaatan Konsorsium Bakteri Lignoselulolitik Kolon Sapi Bali dan Sampah TPA Sebagai Inokulan Biosuplemen Berprobiotik Peternakan Sapi Bali Berbasis Limbah Pertanian. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun Kedua. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar

Mudita, I M., I W. Wirawan, A. A. P. P. Wibawa, I G. L. O. Cakra, I. B. G. Partama. 2015. Degradation of lignocellulosic substrates by bacteria consortium of bali cattle colon and organic waste. International Journal of Contemporary Applied Sciences. Vol. 2. No. 11. p. 84-92

Mudita, I M., I G. N. Kayana, I W. Wirawan. 2016. Isolasi dan Premanfaatan Konsorsium Bakteri Lignoselulolitik Kolon Sapi Bali dan Sampah TPA Sebagai Inokulan Biosuplemen Berprobiotik Peternakan Sapi Bali Berbasis Limbah Pertanian. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun Ketiga. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.

Mudita, I M.; I G. N. Kayana and I W. Wirawan. 2016. Rumen fermentation of bali cattle fed basal diet with biosupplement of cattle colon and organic waste bacteria consortium. International Journal of Agriculture and Environmental Research. Volume:02, Issue:06. p. 1899-1908

Murni, R., Suparjo, Akmal, dan B. L. Ginting. 2008. Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Buku Ajar. Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

[-213-]

Page 225: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-212-]

[-213-]

Muthezilan, R., R. Ashok and S. Jayalakshmi. 2007. Production and Optimization of the thermostable alkaline xylanase by Penicellium oxalicum in solid state fermentation. African Journal of Microbiology Research.pp;20-28 (akses 28 November 2011). Available from URL:http://www.academicjournals.org/ajmr

Mutturi, S., Palmqvist, B., Lidén, G., 2014. Developments in bioethanol fuel-focused biorefineries. In: Waldron, K. (Ed.), Advances in Biorefineries: Biomass and Waste Supply Chain Exploitation. Woodhead publishing, pp. 259–302.

Nandika D, Rismayadi Y. dan Diba F. 2003. Rayap Biologi dan Pengendaliannya. Muhammdiyah University Press. Surakarta

Najifi, M. F., Dileep Deobagkar, Deepti Deobagkar. 2005. Potential Application of Protease Isolated from Pseudomonas aeruginosa PD100. Electronic Journal of Biotechnology 6(2); 197-203

Ngadiyono, N., H. Hartadi, M. Winugroho, D. D. Siswansyah dan S.N. Ahmad. 2001. Pengaruh pemberian bioplus terhadap kinerja sapi Madura di Kalimantan Tengah. JITV 6: 69-75

Nitisinprasert S, TemmesA. 1991. The characteristics of a new non-spore-forming cellulolytic mesophilic anaerobe strain CMC126 isolated from municipal sewage sludge. The Journal of Applied Bacteriology. 71 (2):154–61.

Noor, S., H. Pramono, S. Aziz. 2014. Deteksi Keragaman Spesies Bakteri Metanogen Rumen Sapi Menggunakan Kloning Gen 16S rRNA dan Sekuensing. Scripta Biologica 1(4); 1-8

Ogimoto, K. And S. Imai. 1981. Atlas of Rumen Microbiology. Japan Scientific Societies Poress, Tokyo

Ohara, H., S. Karita, T. Kimura, K. Sakka and K. Ohmiya. 1998. Cellulase Complex from Ruminococcus albus. Annual Report IC Biotech. Vol. 21; 358-370

Olempska-Beer, Z. 2004. Xylanases from Bacillus subtilis Expressed in B. subtilis. Chemical and Technical Assessment (CTA). 63rd JECFA. (akses 7 Oktober 2011). Available from URL: http://www.fao.org/fileadmin/.../63/Xylanases.pdf

Olsson, N. 2016. Lignin degradation and oxygen dependence. Master’s Thesis Project in Biology. Faculty of Landscape Architecture, Horticulture and Crop Production Science, Swedish University of Agricultural Sciences, Alnarp.

Orskov, E. R. 1995. Optimising Rumen Environment for Cellulose Digestion. Rumen Ecology Research Planning. Editor: R. J. Wallace and A. Lahlou-Kassi. Proceeding of a Workshop Held at ILRI. Addis Ababa. Ethiopia

Page 226: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-214-]

Owens, F.N. dan A.L. Goetsch. 1988. Ruminal Fermentation. In D.C. Church Ed. The Ruminant Animal Digestive Physiology and Nutrition. A. Reston Book. Prentice Hall, Eglewood Cliffs, New Jersey.

Ozutsumi, Y., K. Tajima, A. Takenaka, dan H. Itabashi. 2005. The Effect of Protozoa on The Composition of Rumen Bacteria in Cattle Using 16S rRNA Gene Clone Libraries. . Biosci. Biotechnol. Biochem. 69(3): 499-506

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta

Partama, IBG. 2005. Optimalisasi pemanfaatan jerami padi sebagai pakan dasar sapi Bali penggemukan melalui perlakuan amoniasi dan biofermentasi dengan mikroba. Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Teknologi Kreatif dan Peran Stakeholder dalam Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bekerjasama dengan BPTP Bali. Denpasar-Bali, 28 September 2005.

Partama, IBG. 2006a. Diversifikasi Pakan Sapi Bali. Seminar Sehari: Prospek Pengembangan Agrbisnis Sapi Bali di Bali. Prgogram Pascasarjana Ilmu Ternak, Universitas Udayana, Denpasar. Denpasar-Bali, 15 Agustus 2006.

Partama, I.B.G. 2006b. Peningkatan Produktivitas Sapi Bali Kereman Melalui Suplementasi Mineral dalam Ransum Berbentuk Wafer yang Berbasis Jerami Padi Amoniasi Urea.Hasil Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana, Denpasar

Partama, I.B.G., I G.L.O. Cakra, A.A.A.S. Trisnadewi. 2010a. Optimizing microbial protein synthesis in the rumen through supplementation of vitamin and mineral in ration based on King grass to increase Bali cattle productivity. Proceedings Conservation and Improvement of World Indigenous Cattle. Page; 277-301. Bali 3rd – 4 th September 2010. Study Center for Bali cattle. Udayana University, Denpasar

Partama, I. B. G., I G.L.O. Cakra, I W. Mathius, I K. Sutama, and N. G. K. Roni. 2010b. Increasing productivity of Bali cattle steer through supplementation of multi vitamins and minerals in ration based on ammoniated rice straw and agroindustrial by products. Proceedings Conservation and Improvement of World Indigenous Cattle. Page; 130-141. Bali 3rd – 4 th September 2010. Study Center for Bali cattle. Udayana University, Denpasar

Partama, I.B.G., T.G.O.Susila, I G.N.G. Bidura, I G.L.O. Cakra, A.A.A.S. Trisnadewi. 2010c. Optimalisasi Suplementasi Vitamin-Mineral dalam Ransum Berbasis Rumput Raja untuk Memaksimalkan Pemanfaatan Energi Pada Sapi bali Penggemukan. Prosiding Seminar dan lokakarya Nasional Ilmu Tanaman Pakan Tropik. 5 Desember 2010. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.

[-215-]

Page 227: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-214-]

[-215-]

Partama, I. B. G., A. A. P. P. Wibawa, I G. L. O. Cakra. 2016. Optimalisasi Pengembangan Peternakan Sapi Bali Pola Simantri Melalui Pemanfaatan Konsorsium Bakteri Lignoselulolitik Unggul Rumen Sapi Bali dan Rayap. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun Kedua. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.

Pasti, M. B., Anthony L. Pometto III, Marco P. Nuti, Don L. Crawford. 1990. Lignin-Solubilizing Ability of Actinomycetes Isolated from Termite (Termitidae) Gut. Applied and Environmental Microbiology, P. 2213-2218

Paul, E. A. 2007. Soil Microbiologi, Ecology and Biochemistry. Elsevier Inc., Canada

Perez, J., J. Munoz-Dorado, T. De la Rubia, and J. Martinez. 2002. Biodegradation and Biological Treatment of Cellulose, Hemicellulose and Lignin; an overview. Int. Microbial, 5: 53-56

Petre, M., G. Zarnea, P. Adrian, E. Gheorghiu. 1999. Biodegration and Bioconversion of Cellulose Waste Using Bacterial and Fungal Cell Immobilized in Radiopolymerized Hydrogels. Resources, Conservation and Recycling 27; 309-332. www.elsevier.com/locate/resconrec

Pointing, S. B. 1999. Qualitative methods for the determination of lignocellulolytic enzyme production by tropical fungi. Fungal Diversity 2 (March). p:17-33

Pothiraj, C., P. Kanmani and P. Balaji. 2006. Bioconversi of Lignocellulose Material. Mycobiology 34 (4): 159-165

Prabowo, A., S. Padmowijoto, Z. Bachrudin, dan A. Syukur. 2007. Potensi Mikrobia Seluloltik Campuran dari Ekstrak Rayap, Larutan Feses Gajah dan Cairan Rumen Kerbau. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 32[3] Sept. 2007

Pratama, R. 2013. Isolasi dan Kloning Gen Selulase dari Bakteri Rumen Sapi. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Preston, T. R. 1995. Tropical Animal Feeding. A Manual for Research Worker. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Roma. Available from: URL:Http://www.Fao.org/docrep/003/v9327e/v9327Eoo.HTM. [diakses 14 September 2007].

Preston, T. R. dan R. A. Leng. 1987. Mathcing Ruminant Production System with Available Resources in the Tropic and Sub-tropic. Armidale, N. S. W : Penambul Books.

Prihantini, I., Soebarinoto, S. Chuzaemi dan M. Winugroho.2011. Karakteristik Nutrisi dan Degradasi Jerami Padi Fermentasi oleh Inokulum Lignolitik TliD dan BopR. Animal Production Journal 11 (1): 1 – 7. Available from: URL:

Page 228: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-216-]

Http://animalproduction.net/index.php/JAP/article. [diakses: 5 Januari 2012].

Prihardono, R. 2001. Pengaruh Siuplementasi probiotik Bioplus, Lesinat Zn dan Minyak Ikan Lemuru Terhadap Tingkat Penggunaan Pakan dan Produk Fermentasi Rumen Domba. Skripsi. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Purwadaria, T., Pesta A. Marbun, Arnold P. Sinurat dan P. Ketaren. 2003a. Perbandingan Aktivitas Enzim Selulase dari Bakteri dan Kapang Hasil Isolasi dari Rayap. JITV Vol. 8 No. 4 Th 2003:213-219

Purwadaria, T., T., Pius P. Ketaren, Arnold P. Sinurat, and Irawan Sutikno. 2003b. Identification and Evaluation of Fiber Hydrolytic Enzymes in The Extract of Termites (Glyptotermes montanus) for Poultry Feed Application. Indonesian Journal of Agricultural Sciences 4(2) 2003; 40-47

Purwadaria, T., T., Puji Ardiningsip, Pius P. Ketaren dan Arnold P. Sinurat. 2004. Isolasi dan Penapisan Bakteri Xilanolitik Mesofil dari Rayap. Jurnal Mikrobiologi Indonesia, Vol. 9, No. 2.September 2004, hlm. 59-62

Putra, S. 2010. Materi Kuliah Manipulasi Fungsi Rumen. Fungsi Rumen Secara Fisik dan Kimiawi. Program Doktor Ilmu Peternakan. Program Pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar.

Putri, T. I., T.G.B. Yadnya, I M. Mudita, dan Budi Rahayu T.P. 2009. Biofermentasi Ransum Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah Inkonvensional dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Kompetitif dan Sustainable. Laporan Penelitian Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional. Universitas Udayana, Denpasar

Rahikainen, J., R. M. Sampedro, H. Heikkinen, s. Rovio, K. Marjamaa, T. Tamminen, O. Rojas, and K. Kruus. 2013. Negative Effect of Lignin on Cellulose Bioconversion-Lignin Model Surfaces for Study of Cellulase-Lignin Interaction. COST Young Researchers Forum. Barcelona

Ramin, M., A. R. Alimon, N. Abdullah, J. M. Panandam and K. Sijam. 2008. Isolation and Identification of Three Species of Bacteria from the Termite Captotermes curvignathus (Holmgren) Present in the Vicinity of University Putra Malaysia. Reseach Journal of Microbiology 3 (4): 288 -292

Ramin, M., A.R. Alimon, and Abdullah. 2009. Identification of Cellulolytic Bacterioa Isolated From The Termite Coptotermes Curvignathus (Holmgren). Journal of Rapid Methods & Automation in Microbiology 17; 103–116

[-217-]

Page 229: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-216-]

[-217-]

Ratanakhanokchai, K., K. L. Kyu, dan M. Tanticharoen. 1999. Purification and Properties of a xylan-Binding Endoxylanase from Alkaliphilic Bacillus sp. Strain K-1. Applied and Environmental Microbiology;p. 694-697

Razika, B., B. Abbes, C. Messaoud, K. Soufi. 2010. Phenol and Benzoic Acid Degradation by Pseudomonas aeruginosa. Journal of Water Resource and Pretection. 2:788-791

Ridwan, R. 2014. Keragaman Mikroba dan Metabolisme Rumen Sapi Peranakan Ongole yang Mengonsumsi Pakan Silase Rumput-Legum. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor

Ridwan, R., I. Rusmana, Y. Widyastuti, K. G. Wiryawan, B. Prasetya, Mitsuo Sakamoto, dan M. Ohkuma. 2015. Fermentation Characteristics and Microbial Diversity of Tropical Grass-legumes Silages. Asian Australas. J. Anim. Sci. Vol. 28 No. 4; 511-518

Rina R. R. 2015. Microbial Avicelase: an Overview. Bulletin of Environment Pharmacology and Life Sciences 4(4); 03-13

Riyanto, J., Miswar, dan Yulinda. 2000. Enzim Xylanase: Isolasi Mikroorganisme Penghasil danKarakteristik Parsial Enzim. Abstrak Makalah Digital. (akses 20 Januari 2012). Available from URL:http://www.politeknikjbr.itgo.com/P1.htm

Russell J.B., Wilson D.B. 1988. Potential opportunities and problems for genetically altered rumen microorganisms, J. Nutr. 118 (1988) 271–279.

Ruttimann, C., R. Vicuna, M.D. Mozuch, and T. K. Kirk. 1991. Limited Bacteria Mineralization of Fungal Degradasi Intermediate from Synthetic Lignin. Appl. Environ. Microbiol. Page:3652-3655

Sadhu, S., dan T. K. Maiti. 2013. Cellulase Production by Bacteria. A Review. British Microbiology Research Journal 3(3); 235-258

Saha, B. C. 2003. Hemicellulose Bioconversion. Review Paper. J. Ind Microbiol Biotechnol: 30:279-291

Saha, B. C. 2004. Lignocellulosa Biodegradation and application in Biotechnology. US Goverment Work. American Chamical Society. 2-14

Sarah M. J., J. Susan V. Dyk, dan B. I. Pletschke. 2012. Bacillus subtilis SJ01 Produces Hemicellulose Degrading Multi-Enzyme Complexes. Bioresources 7(1); 1294-1309

SarjanaPutra, I K.. 2006. Upaya Perbaikan Mutu Genetik Sapi Bali Sebagai Ternak Unggulan. Materi Seminar dalam Dies Natalis UNUD ke-44, Denpasar

Sasongko, W .T. dan I. Sugoro. 2004.Fermentasi jerami padi varietas atomita 4 secara basah. dengan menggunakan inokulum campuran isolat bakteri anaerob fakultatif rumen kerbau . Prosiding Teknologi lsotop dan Radiasi, Jakarta 17-18 Februari 2004: 171-174.

Page 230: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-218-]

Sastrosupadi, A.. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang pertanian. Edisi Revisi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Sawhney, N. dan James F. Preston. 2014. GH51 Arabinofuranosidase and Its Role in the Methylglucuronoarabinoxylan Utilization System in Paenibacillus sp.Strain JDR-2. AEM Journal. Volume 80 Number 19. p. 6114–6125. Applied and Environmental Microbiology

Scheirlinck T., Mahillon J., Joos H., Dhaese P.. Michiels F. 1989. Integration and expression of a-amylase and endoglucanase genes in the Lactobacillus plantarum chromosome, Appl. Environ. Microbiol. 55 () 2130–2137.

Scheirlinck T., DeMeutter J., Arnaut G., Joos H., Claeyssens M., Michiels F. 1990. Cloning and expression of cellulase and xylanase genes in Lactobacillus plantarum, Appl. Microbiol. Biotechnol. 33 (1990) 534–541.

Schyns, P. 1997. Xylan degradation by the anaerobic bacterium Bacteriodes xylanolyticus. Dissertation. Department of Microbiology, Wageningen Agricultural University, The Netherlands.

Selinger, L. B., K. J. Cheng, L. J. Yanke, H. D. Bae, T. A. McAllister and C. W. Forsberg. Exploitation of Rumen Microbial Enzyme to Benefit Ruminant and Non-Ruminant Animal Production. Rumen Ecology Research Planning. Editor: R. J. Wallace and A. Lahlou-Kassi. Proceeding of a Workshop Held at ILRI. Addis Ababa. Ethiopia

Seo, J. K., S. W. Kim, M. H. Kim, S. D. Upadhaya, D. K. Kam, dan J. K. Ha. 2010. Direct Fed Microbials for Ruminant Animals. The Asian-Australasian Journal. Animal Science. 23 (12); 1657-1667

Shah, M. P., K. A. Patel, S. S. Nair, A. M. Darji. 2013. Environmental Bioremediation of Dyes by Pseudomonas aeruginosa ETL-1 Isolated from Final Effluent Treatment Plant of Ankleshwar. American Journal of Microbiological Research, Vol. 1, No. 4; 74-83

Shi, Y., dan P. J. Weimer. 1997. Competition for Cellobiose among Three Predominant Ruminal Cellulolytic Bacteria under Substrate-Excess and Substrate-Limited Conditions. Applied and Environmental Microbiology 63; p.743-748

Shibuya, N dan Iwasaki T. 1985. Structural features of rice bran hemicellulose. Phytochemistry 24:285-289

Shimizu, M., Y. Kaneko, S. Ishihara, M. Mochizuki, K. Sakai, M. Yamada, S. Murata, E. Itoh, T. Yamamoto, Y. Sugimura, T. Hirano, N. Takaya, T. Kobayashi, and M. Kato. 2015. Novel β-1,4-Mannanase Belonging to a New Glycoside Hydrolase Family in Aspergillus nidulans. TheJournal of Biological Chemistry 290 (46); 27914-27927. by The American Society for Biochemistry and Molecular Biology, Inc. Published in the U.S.A.

[-219-]

Page 231: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-218-]

β

[-219-]

Silva, I. S., C. R. de Menezes, E. Franciscon, E. da Costa dos Santos, and L. R. Durrant. 2010. Degradation of Lignosulfonic and Tannic Acids by Ligninolytic Soil Fungi Cultivated under Icroaerobic Condition. Brazilian Archieves of Biology and Technology. Vol. 53. No. 3;pp 693-699

Singh, T. 2011. Removal of Petroleum Hydrocarbons by using Microbial Mats. Thesis. Master of Technology (Chemical Engineering). Department of Chemical Engineering. National Institute of Technology. Rourkela.

Soetopo, R. S. Dan Endang RCC. 2008. Efektivitas Proses Pengomposan Limbah Sludge IPAL Industri Kertas dengan Jamur. Berita Selulosa Vol. 43 (2); 93-100. (akses 11 Januari 2012). Available from : URL: http://www.bbpk.go.id

Suardana, I W., I N N. Suardana, I N. Sujaya, dan K. G. Wiryawan. 2007. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat dari Cairan Rumen Sapi Bali sebagai Kandidat Biopreservatif. Jurnal Veteriner Desember 2007 Vol. 8 No. 4: 155 – 159

Subha Rao, N. S. 1993. Biofertilizer in Agriculture and Forestry. 3rd ed. Internatioal Science Publisher, New York.

Subha Rao, N. S. 2001. Soil Microbiology, 4th ed. Science Publisher Inc. New Hampshire 03748

Sukarini, I. A. M. 2000. Peningkatan Kinerja Laktasi Sapi Bali (Bibos banteng) Beranak Pertama Melalui Perbaikan Mutu Pakan. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sukartiningrum, S. D. 2012. Penentuan Pohon Filogenetik Bakteri Xilanolitik Sistem Abdominal Rayap Tanah Berdasarkan 16S rRNA. Skripsi. Departemen Kimia. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Airlangga, Surabaya

Suparta, I. N. 2008. Strategi Pengelolaan Pertanian Guna Mewujudkan Kemandirian dan Ketahanan Pangan Nasional. Makalah disampaikan pada simposium pertanian dalam arti luas, 20 September 2008 di GDLN – UNUD Denpasar.

Sumardi, C. N. Ekowati dan D. Haryani. 2010. Isolasi Bacillus penghasil selulase dari saluran pencernaan ayam kampung. Jurusan Biologi FMIPA Unila. J. Sains MIPA, Vol. 16, No. 1, Hal.: 62-68.

Sunari, A., N. Avianto, M. N. Ritinov. 2010. Naskah Kebijakan (Policy Paper. Strategi dan Kebijakan Dalam Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi 2014. Suatu Penelahaan Kongkrit. Penerbit Direktorat Pangan dan Pertanian. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). ISBN: 978-979-18416-5-8

Page 232: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-220-]

Taherzadeh, M. J. and K. Karimi. 2007. Acid Based Hydrolysis Processes for Ethanol from Lignocellulosic Materials: a Review. Bioresources 2 (3); 472-499

Tamada, J., H. Yokota, M. Ohshima and M. Tamaki. 1999. Effect of Additives, Storage Temperature and Regional Difference of Ensilasing on fermentation Quality of Napier Grass (Pennisetum purpureum Schum.) Silage. Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 12 (1):28-35.

Tamura K. and Nei M. (1993). Estimation of the number of nucleotide substitutions in the control region of mitochondrial DNA in humans and chimpanzees. Molecular Biology and Evolution 10:512-526.

Tandon, M., R. A. Siddique dan T. Ambwani. 2008. Role of bypass proteins in ruminant production. Dairy Planner. Vol. 4, Issue 10, (May). pp: 11-14.

Talib, C., I. Inounu, dan A. Bamualim. 2007. Restrukturisasi Peternakan di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian. Vol. 5 (1), Maret 2007; Hal:1–14

Tebot, I., A. Britos, J. M. Godeau, and A. Cirio. 2002. Microbial protein production determined by urinary allantoin and renal urea sparing in normal and low protein fed corriedale sheep. Vet. Res. 33: 101-106. INRA, EDP Sciences.

Thalib, A. 2002. Pengaruh Imbuhan Faktor Petumbuhan Mikroba dengan dan Tanpa Sediaan Mikroba Terhadap Performans Kambing Peranakan Etawah. JITV Vol. 7 No.4. Hal. 220-226

Toharmat, T., E. Nursasih, R. Nazilah, N. Hotimah, T. Q. Noerzihad, N. A. Sigit dan Y. Retnani. 2006. Sifat Fisik Pakan Kaya Serat dan Pengaruhnya Terhadap Konsumsi dan Kecernaan Nutrien Ransum pada Kambing. Media Peternakan Vol. 29 No. 3: 146 – 154.

Tsubouchi, T., K. Mori, N. Miyamoto, Y. Fujiwara, M. Kawato, Y. Shimane, K. Usui, M. Tokuda, M. Uemura, A. Tame, K. Uematsu, T. Maruyama dan Y. Hatada. 2015. Aneurinibacillus tyrosinisolvens sp. nov.,a Tyrosine-Dissolving Bacterium Isolated from Organics and Methane-Rich Seafloor Sediment. International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology 65; p. 1999–2005

Tuomela, M., M. Vikman, A. Hatakka, M. Itavaara. 2000. Biodegradation of Lignin in a Compost Environment. A Review. Bioresource Technology 72; 169-183

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Utomo, R. 2004. Review Hasil – Hasil Penelitian Pakan Sapi Potong. Wartazoa. Vol. 14 No. 3: 116 - 124

[-221-]

Page 233: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-220-]

[-221-]

Utomo, R. dan M. Soejono. 1996. Optimasi Campuran daun Lamtoro dengan Dedak Halus pada Pakan Basal Jerami Padi terhadap Performans Sapi Muda Peranakan Ongole. Lembaga Penelitian UGM bekerjasama dengan Agriculture Research Management Project. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian, Deptan.

Vanadianingrum, E. S. 2008. Isolasi dan karakterisasi Bakteri Penghasil Enzim Xilanase dari Cairan Rumen Kambing dan Domba dan Sumber Air Panas di Cipanas. Skripsi. PS. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. IPB, Bogor. (akses 2 November 2011). Available from URL: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/3226

Varga, G. A. dan E. S. Kovler. 1997. Microbial and animal limitation to fiber digestion and utilization. J. Nutr. 127 (5) : 819-823

Vicuna, R. 1988. Bacterial Degradation of Lignin. Enzyme Microb. Technol. 10: 646-655.

Wahyudi, A., dan Z. Bachruddin. 2005. Aktivitas Enzim Selulase Ekstraseluler Bakteri Rumen Kerbau, Sapi, Kambing dan Domba pada Beberapa Kultur Fermentasi: Upaya Mendapatkan Starter Probiotik bagi Ternak Ruminansia. Proseding Seminar Nasional. Pengembangan Usaha Peternakan Berdaya Saing di Lahan Kering. Edisi Pertama. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Hal: 342-347.

Wanapat, M.. 2000. Rumen Manipulation to Increase The Efficient Use of Local Feed Resources and Productivity of Ruminants in The Tropics. Asian-Aus. J.Anim.Sci. 13 Supplement July 2000 B: 59-67

Wang, Y., Z. Xu, P. Zhu, Y. Liu, Z. Zhang, Y. Mastuda, H. Toyoda dan L. Xu. 2010. Postharvest Biological Control of Melon Pathogen Using Bacillus subtilis EXWB1. Journal of Plant Pathology 92 (3); 645-652

Ward AJ, Hobbs PJ, Holliman PJ, Jones DL (2008) Optimisationof the anaerobic digestion of agricultural resources. Bioresour Technol 99(17):7928–7940

Watanabe H, Noda H, Tokuda G, Lo N. 1998. A Celulase gene of Terrmite Origin. Nature 394: 330-331

Weimer, P. J., g. C. Waghorn, and D. R. Merten S. 1999. Effect of Diet on Population of Three Species of Ruminal Cellulolytic Bacteria in Lacting Dairy Cow. J. Dairy Sci. 82: 122-134

Wenzel, W., I.Schonig, M. Berchtold, P. Kampter, and H. Konig. 2002. Aerobic and Facultative Anaerobic Cellulolytic Bacteria from The Gut of The Termite Zootermopsis angusticollis. Journal of Applied Microbiology 92; 32-40

Widodo, W. 2011. Bahan Pakan Unggas Non Konvensional. Buku Ajar. Universitas Muhammadiyah Malang.

Page 234: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-222-]

Widyadnyana, D. G. A., I D. M. Sukrama, I W. Suardana. 2015. Identifikasi Bakteri Asam Laktat Isolat 9A dari Kolon Sapi Bali Sebagai Probiotik Melalui Analisis Gen 16S rRNA. Jurnal Sain Veteriner 33(2); 228-233

Widyobroto, B. P., S. Reksohadiprojo, S. P. Sasmito Budi dan Ali Agus. 1999. Penggunaan Protein Pakan Terproteksi (Undegraded Protein) untuk Meningkatkan Produktivitas Sapi Perah di Indonesia. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Williams, A. G. and G. S. Coleman. 1988. The Rumen Protozoa. In: The Rumen Microbial Ecosystem. Edited by P. N. Hobson. Elsevier Applied Science.

Wina, E. 2005. Teknologi Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Pakan untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak Ruminansia di Indonesia. Sebuah Review. Wartazoa Vol. 15 No. 4: 173-186

Winugroho, M. 1993. Penerapan bioteknologi pakan dalam meningkatkan pemanfaatan hasil samping tanaman pertanian bagi ternak ruminansia. Semiloka Bioteknologi Dinas Peternakan dan Direk. Bina Prod. Peter. Cipayung.

Wirawan, I W. 2009. Penampilan Sapi Bali Penggemukan yang diberi Ransum Mengandung Jerami PAdi Amoniasi dengan Suplementasi Multi Vitamin dan Mineral. Tesis Program Studi Ilmu Peternakan, Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar

Woo, H. L., K. M. DeAngelis, H. Teshima, K. Davenport, H. Daligault, T. Erkkila, L. Goodwin, W. Gu, C. C. Lo, C. Munk, M. Scholz, Y. Xu, P. Chain, D. Bruce, C. Detter, R. Tapia, C. Han, B. A. Simmons, T. C. Hazen. 2017. High-Quality Draft Genome Sequences of Four Lignocellulose-Degrading Bacteria Isolated from Puerto Rican Forest Soil: Gordonia sp., Paenibacillus sp., Variovorax sp., and Vogesella sp. American Society for Microbiology. Genome Announcements. Vol. 5 Issues 18 e00300-17

Wongwilaiwalin, S., U. Rattanachomsri, T. Laothanachareon, L. Eurwilaichitr, Y. Igarashi, V. Champreda. 2010. Analysis of a Thermophilic Lignocellulose Degrading Microbial Consortium and Multi-spesies Lignocellulolytic Enzyme System. Enzyme and Microbial Technology 47; 283-290

Yang, J. S., J. R. Ni, H. L. Yuan, E. T. Wang. 2007. Biodegradation of three different wood chips by Pseudomonas sp. PKE117. International Biodeterioration & Biodegradation 60; 90–95

Yaoi, K., T. Nakai, Y. Kameda, A. Hiyoshi, dan Y. Mitsuishi. 2005. Cloning and Characterization of Two Xyloglucanases from Paenibacillus sp. Strain KM21. Applied and Environmental Microbiology 71(12); 7670-7678

[-223-]

β

Page 235: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK

[-222-]

[-223-]

Yasa, I M. R., dan I N. Adijaya. 2012. Dampak Alih Fungsi Lahan Terhadap Keberlanjutan Ketersediaan Pakan Sapi Bali di Bali. Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian. http://bengkulu.litbang.deptan.go.id/../bptpbali2.pdf (akses 22 Juni 2014).

Yeasmin Akter, M.A. Akbar, M. Shahjalal and T. U. Ahmed. 2004. Effect of Urea Molasses Multi-nutrient Blocks Supplementation of Dairy Cows Fed Rice Straw and Green Grasses on Milk Yield, Composition, Live Weight Gsain of Cows and Calves and Feed Intake. Pakistan Journal of Biological Sciences 7 (9): 1523-1525.

Yeoman, C. J., Y. Han, D. Dodd, C. M. Schroeder, R. I. Mackie, I. K. O. Cann. 2010. Chapter 1- Thermostable Enzyme as Biocatalysts in the Biofuel Industry. Advances in Applied Microbiology Vol. 70; 1-55

Yusiati, L. M. 2005. Model Estimasi dari Sintesis Protein Mikroba Rumen Berbasis Derivat Purin dalam Urine pada Ternak Ruminansia di Indonesia. Disertasi. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Zeigler, D. R. 2013. The Family Paenibacillaceae. Bacillus Genetic Stock Center Catalog of Strains. Part 5. Bacillus Genetic Stock Center, Columbus USA

Zhang, X. Z., Y. Heng, P. Zhang. 2010. One-Step Production of Biocommodities from Lignocellulosic Biomass by Recombinant Cellulolytic Bacillus subtilis: Opportunities and Challenges. Review. Eng. Life Sci 10(5): 1-9

Zhao, G., Zhang, W., dan Zhang, G. 2010. Production of single cell protein using waste capsium powder produced during capsanthin extraction. Lett. Appl. Microbio. 50(2): 187-91.

Zyl, W. H. V., S. H. Rose, K. Trollope, J. F. Gorgen. 2010. Fungal β-mannanases; Mannan Hydrolysis, Heterologous Production and Biotechnological Applications. Process Biochemistry 45 (8); 1203-1213

Zorec, M., M. Vodovnik, dan R. Marinsek-Logar. 2014. Potential of Selected Rumen Bacteria for Cellulose and Hemicellulose Degradation. Food Technology and Biotechnology. Vol. 52 No. 2: 210-221

Page 236: BAKTERI LIGNOSELULOLITIK