[-i-]
BAKTERI LIGNOSELULOLITIK
BIOKATALIS
PAKAN LIMBAH PERTANIAN
Berbasis : Eksperimental
Dr. I Made Mudita, SPt, MP Dr. Ir. I Gusti Lanang Oka Cakra, MSi
Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika, MS Prof. Dr. Ir. I Nyoman Sutarpa Sutama, MS
Fakultas Peternakan Universitas Udayana
[-ii-]
BAKTERI LIGNOSELULOLITIK
BIOKATALIS PAKAN LIMBAH PERTANIAN
Berbasis : Eksperimental
Oleh : Dr. I Made Mudita, SPt, MP Dr. Ir. I Gusti Lanang Oka Cakra, MSi Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika, MS Prof. Dr. Ir. I Nyoman Sutarpa Sutama, MS Diterbitkan oleh: SWASTA NULUS Jl. Tukad Batanghari VI.B No. 9 Denpasar-Bali Telp. (0361) 241340 Email: [email protected] Cetakan Pertama: 2019, x + 224 hlm, 17 X 25 cm, Berlin Sand FB 12 ISBN........................... _____________________________________________________
Isi diluar tanggung jawab percetakan Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang keras menterjemahkan, memfotokopi, atau Memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini Tanpa ijin tertulis dari Penerbit.
ISBN 978-623-7559-23-8
[-iii-]
PRAKATA
Om Awighnam Astu Namo Sidhham Om Sidhirastu Tad Astu Swaha Berkat asung kertha wara nugraha Ida Sang Hyang Widi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, buku dengan topik “Bakteri Lignoselulolitik; Biokatalis Pakan Limbah Pertanian” ini dapat dihadirkan dengan harapan dapat memberikan sumbangan pemikiran serta menjadi salah satu alternatif/acuan dalam menambah wawasan serta pengembangan bioteknologi khususnya dalam dunia peternakan/pertanian. Buku ini ditulis berdasarkan berbagai hasil penelitian serta kajian yang penulis lakukan dalam upaya pengembangan usaha peternakan/pertanian yang kompetitif dan sustainable melalui pemanfaatan jasa mikroorganisme khususnnya bakteri lignoselulolitik. Dalam edisi ini, bahasan materi dalam buku ini baru mencakup berbagai sumber daya alam yang potensial sebagai sumber bakteri lignoselulolitik, teknik isolasi, seleksi serta formulasi sehingga diperoleh produk biokatalis berkualitas. Dalam buku ini, penulis berusaha menguraikan langkah-langkah penting yang harus dilaksanakan secara mendetail dengan bahasa yang sederhana dengan harapan dapat dipahami dengan baik serta memberikan pijakan bagi pembaca/pihak-pihak yang berkepentingan secara lengkap dan gamblang. Dalam penyusunan buku in, penullis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak, keluarga, teman sejawat, kolega, serta berbagai pihak lain yang sangat membantu hingga terselesaikannya penulisan buku ini. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam - selama penulisan buku semoga amal baiknya mendapatkan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari buku ini masih sangat sederhana serta mempunyai berbagai kekurangan/kelemahan, untuk itu berbagai saran serta kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan serta pengembangan/penulisan buku-buku berikutnya. Akhir kata penulis berharap semoga buku ini dapat berguna serta dapat menjadi salah satu acuan dalm pengambilan kebijakan, serta pengembangan usaha peternakan-pertanian berwawasan lingkungan. Om Çantih, Çantih, Çantih....Om
Penulis
[-iv-]
DAFTAR ISI
SAMPUL ------------------------------------------------------------------ i PRAKATA ----------------------------------------------------------------- iii DAFTAR ISI --------------------------------------------------------------- iv DAFTAR TABEL ----------------------------------------------------------- vi DAFTAR GAMBAR -------------------------------------------------------- viii BAB I PENGANTAR --------------------------------------------------- 1 BAB II LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN ------------------------ 2 2.1 Klasifikasi Limbah Pakan Ternak -------------------------- 2 2.2 Potensi dan Permasalahan Pakan Asal Limbah Pertanian 5 2.3 Lignoselulosa Sebagai Pembatas Utama Pemanfaatan
Bahan Pakan Limbah Pertanian -------------------------- 12 BAB III BAKTERI LIGNOSELULOLITIK DAN PEROMBAKAN SENYAWA
LIGNOSELULOSA ----------------------------------------------- 22 3.1 Bakteri Lignoselulolitik ------------------------------------- 22 3.2 Perombakan Lignoselulosa oleh Bakteri Lignoselulolitik --- 23 3.2.1 Bakteri Lignoselulolitik dan Perombakan Lignin ---- 23 3.2.2 Bakteri Lignoselulolitik dalam Perombakan Selulosa 32 3.2.3 Bakteri Lignoselulolitik dalam Perombakan Hemiselulosa ----------------------------------------- 40 BAB IV RUMEN SEBAGAI SUMBER BAKTERI LIGNOSELULOLITIK ----- 48 4.1 Potensi Rumen Sebagai Sumber Bakteri Lignoselulolitik -- 48 4.2 Isolasi Bakteri Lignoselulolitik dari Rumen Sapi Bal -------- 50 4.3 Evaluasi dan Seleksi Isolat Bakteri Lignoselulolitik --------- 60 4.3.1 Hasil Evaluasi dan Seleksi Isolat Bakteri Lignoselulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali ------------------------ 64 4.3.2 Hasil Evaluasi dan Seleksi dari Isolat Bakteri Lignolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali -------------- 72 4.3.3 Hasil Evaluasi dan Seleksi dari Isolat Bakteri Selulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali ------------- 76 4.3.4 Hasil Evaluasi dan Seleksi dari Isolat Bakteri Xylanolitik Cairan Rumen Sapi Bali ----------------- 81 4.4 Identifikasi dan Karakterisasi Isolat Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Cairan Rumen Sapi Bali ---------------------- 86
[-iv-]
[-v-]
BAB V RAYAP SEBAGAI SUMBER BAKTERI LIGNOSELULOLITIK ----- 102 5.1 Rayap dan Lingkungan ------------------------------------ 102 5.2 Bakteri Lignoselulolitik Asal Rayap ------------------------- 110 5.2.1 Bakteri Lignoselulolitik Hasil Isolasi Penulis ---------- 112 5.2.2 Kemampuan Perombakan Lignoselulosa dari Bakteri Asal Rayap ----------------------------------- 114 5.2.2.1 Perombakan Lignoselulosa dari Bakteri Lignoselulolitik Asal Rayap ------------------ 118
5.2.2.2 Perombakan Lignin dari Bakteri Lignolitik Asal Rayap ---------------------------------- 125 5.2.2.3 Perombakan Selulosa dari Bakteri Selulolitik Asal Rayap ---------------------------------- 130 5.2.2.4 Kemampuan Perombakan Xylanosa Bakteri Xylanolitik Rayap --------------------------- 134 5.2.3 Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Rayap ---------------------------------- 139
BAB VI BIOKATALISATOR BAKTERI LIGNOSELULOLITIK --------------- 149 6.1 Bakteri Lignoselulolitik, Biokatalisator Limbah Pertanian ----------------------------------------------- 149 6.2 Penelitian Pemanfaatan Bakteri Lignoselulolitik Sebagai Biokatalis Pakan Limbah Pertanian -------------- 149
BAB VII PENGOLAHAN LIMBAH PERTANIAN DENGAN BIOKATALIS BAKTERI LIGNOSELULOLITIK ----------------------------------- 177
7.1 Teknologi Pengolahan Limbah Pertanian ------------------ 177 7.2 Fermentasi Pakan limbah Pertanian ---------------------- 178 7.3 Fermentasi Pakan Limbah Pertanian dengan Bakteri
Lignoselulolitik ---------------------------------------------- 185
DAFTAR PUSTAKA ------------------------------------------------------- 197
[-vi-]
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Potensi Sumber Daya Asal Limbah ---------------------------- 5 Tabel 2.2 Produksi Beberapa Komoditas Pertanian di Indonesia Tahun 2004 dan Estimasi Produksi pakan asal Limbah ------ 6 Tabel 2.3 Kandungan Nutrien Beberapa Limbah Pertanian ------------- 9 Tabel 2.4 Kandungan Nutrien Beberapa Limbah Agroindustri ---------- 10 Tabel 2.5 Kandungan Senyawa Lignoselulosa Beberapa Bahan Pakan ---------------------------------------------------------- 13 Tabel 3.1 Karakteristik Kelompok Enzim Dye-Decolorizing Peroksidase ---------------------------------------------------- 30 Tabel 3.2 Karakteristik Morfologi Bakteri Selulolitik --------------------- 33 Tabel 3.3 Komponen Selulosom dari Clostridium termocellum ---------- 37 Tabel 3.4 Isolat Bakteri dan Aktivitas Enzim Hemiselulase yang Dihasilkan ------------------------------------------------ 45 Tabel 4.1 Jumlah dan Jenis Bakteri Diisolasi dari Cairan Rumen Sapi Bali -------------------------------------------------------- 59 Tabel 4.2 Kemampuan Degradasi Substrat Bakteri Lignoselulolitik Cairan Rumen Sapi Bali ---------------------------------------- 65 Tabel 4.3 Kadar Protein dari Ekstrak Enzim Isolat Bakteri Lignoselulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali ----------------------------------- 68 Tabel 4.4 Aktivitas Spesifik Lignoselulase dari Bakteri Lignoselulolitik Cairan Rumen Sapi Bali ---------------------------------------- 69 Tabel 4.5 Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Lignolitik Cairan Rumen Sapi Bali ---------------------------------------- 72 Tabel 4.6 Aktivitas Spesifik Ligninase dari Bakteri Lignolitik Cairan Rumen Sapi Bali ----------------------------------------------- 74 Tabel 4.7 Kadar Protein Ekstrak Enzim dariBakteri Lignolitik Cairan Rumen Sapi Bali ----------------------------------------------- 75 Tabel 4.8 Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Selulolitik Cairan Rumen Sapi Bali ---------------------------------------- 76 Tabel 4.9 Kadar Protein Ekstrak Enzim dariBakteri Selulolitik Cairan Rumen Sapi Bali ----------------------------------------------- 78 Tabel 4.10 Aktivitas Spesifik Enzim Selulase (Endo-Glukanase dan Ekso-Glukanase) dari Bakteri Selulolitik Cairan Rumen Sapi Bali -------------------------------------------------------- 79 Tabel 4.11 Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Xilanolitik Cairan Rumen Sapi Bali ---------------------------------------- 82 Tabel 4.12 Aktivitas Spesifik Xylanase dari Bakteri Xylanolitik Cairan Rumen Sapi Bali ---------------------------------------- 84 Tabel 4.13 Kadar Protein dari Ekstrak Enzim Bakteri Xylanolitik Cairan Rumen Sapi Bali ---------------------------------------- 85 Tabel 4.14 Data Untaian Basa Nukleotida dan Hasil Identifikasi Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Cairan Rumen Sapi Bali -- 91
[-vi-]
[-vii-]
Tabel 4.15 Karakteristik Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Cairan Rumen Sapi Bali ----------------------------------------------- 95 Tabel 5.1 Jumlah dan Jenis Bakteri yang Berhasil Diisolasi dari Rayap --- 113 Tabel 5.2 Kemampuan Degradasi Substrat Bakteri Lignoselulolitik Rayap 119 Tabel 5.3 Aktivitas Spesifik Lignoselulase Bakteri Lignoselulolitik Rayap 123 Tabel 5.4 Kadar Protein Ekstrak Enzim Bakteri Lignoselulolitik Rayap -- 124 Tabel 5.5 Kemampuan Degradasi Substrat Bakteri Lignolitik Asal Rayap 125 Tabel 5.6 Aktivitas Spesifik Ligninase dari Bakteri Lignolitik Asal Rayap 127 Tabel 5.7 Kadar Protein Ekstrak Enzim dariBakteri Lignolitik Asal Rayap 128 Tabel 5.8 Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Selulolitik Rayap 1313 Tabel 5.9 Aktivitas Spesifik Endo-Glukanase dan Ekso-Glukanase dari Bakteri Selulolitik Rayap --------------------------------------- 132 Tabel 5.10 Kadar Protein dari Ekstrak Enzim Bakteri Selulolitik Rayap -- 133 Tabel 5.11 Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Xilanolitik Rayap 135 Tabel 5.12 Aktivitas Spesifik Enzim Xylanase Bakteri Xylanolitik Rayap -- 137 Tabel 5.13 Kadar Protein dari Ekstrak Enzim Bakteri Xylanolitik Rayap - 137 Tabel 5.14 Data Untaian Basa Nukleotida serta Hasil Identifikasi Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Rayap ---------------------------- 141 Tabel 5.15 Karakteristik Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Rayap ------ 144 Tabel 6.1 Komposisi Bahan Penyusun Medium Biokatalis ---------------- 152 Tabel 6.2 Komposisi dan Formula Biokatalis dalam 1 liter --------------- 153 Tabel 6.3 Kandungan Nutrien dan Derajat Keasaman dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik ----------------------------------------- 156 Tabel 6.4 Populasi Bakteri dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik ------- 160 Tabel 6.5. Kandungan Protein dari Ekstrak Enzim Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik ------------------------------------------------- 162 Tabel 6.6. Aktivitas Spesifik Enzim Ligninase dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik ------------------------------------------------- 163 Tabel 6.7. Aktivitas Spesifik Selulase (Endoglukanase dan Eksoglukanase) dari Biokatalis Cair Bakteri Lignoselulolitik -------------------- 166 Tabel 6.8. Aktivitas Spesifik Enzim Xylanase dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik ------------------------------------------------- 168 Tabel 6.9. Kemampuan Degradasi Substrat dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik ------------------------------------------------- 171 Tabel 7.1 Kandungan Nutrien Jerami Padi Penelitian ------------------- 186 Tabel 7.2 Kandungan Nutrien Silase Jerami Padi Terfermentasi Biokatalis Cair Bakteri Lignoselulolitik ------------------------------------ 187 Tabel 7.3 Kandungan Serat Lignoselulosa dari Jerami Padi Terfermentasi Biokatalis cair Bakteri Lignoselulolitik ------------------------- 189 Tabel 7.4 Produk Metabolit dan pH dari Jerami Padi Terfermentasi Biokatalis cair Bakteri Lignoselulolitik ------------------------- 191
[-viii-]
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kompigurasi Lignin, Selulosa dan Hemiselulosa pada
Lignoselulosa ---------------------------------------------- 12 Gambar 2.2 Jenis Ikatan Antara Lignin dan Polisakarida. ------------- 13 Gambar 2.3 Konfigurasi Dinding Sel Tanaman (Perez et al., 2002) ---- 14 Gambar 2.4 Bangun Dasar Selulosa (Perez et al., 2002) --------------- 15 Gambar 2.5 Bangun Molekul Hemiselulosa (Perez et al., 2002) ------- 16 Gambar 2.6 Berbagai Tife Ikatan dalam Molekul Lignin (Sumber Datta et al., 2017) ------------------------------- 18 Gambar 2.7 Senyawa Penyusun Lignin (Perez et al. 2002) ------------ 19 Gambar 2.8 Struktur Bangun Lignin (Adler, 1977)---------------------- 19 Gambar 2.9 Struktur Bangun Asam Tanat (Hagerman, 2010) -------- 20 Gambar 3.1. Struktur 3 Dimensi Enzim Pendegradasi Lignin (Datta et al., 2017) ---------------------------------------- 24 Gambar 3.2 Siklus Katalisis Lignin-Peroksidase (Datta et al., 2017) ---- 25 Gambar 3.3 Pemotongan ikatan Cα-Cβ Molekul Lignin dan Pembentuka Senyawa intermediet (Perez et al., 2002) -- 25 Gambar 3.4 Siklus katalitik Mn-P (Sumber: Perez et al., 2002) -------- 26 Gambar 3.5 Skema perombakan struktur aromatik lignin oleh Mn-P (Perez et al., 2002) ---------------------------------------- 27 Gambar 3.6 Skema Oksidasi Komponen Fenolik dari Lignin oleh Laccase (Madhavi dan Lele, 2009) ----------------------- 28 Gambar 3.7 Skema Oksidasi Komponen Non-Fenolik dari Lignin oleh Laccase (Madhavi dan Lele, 2009) ----------------------- 29 Gambar 3.8 Proses Degradasi Selulosa menjadi Glukosa (Lynd et al., 2002) ---------------------------------------- 34 Gambar 3.9 Mekanisme Kerja Enzim dalam Perombakan Selulosa --- 35 Gambar 3.10 Komponen Multi Protein Enzim Selulosom dari Bakteri dan Pola Perombakan Komponen Selulosa (Kumar et al., 2008) -------------------------------------- 36 Gambar 3.11 Perombakan Anaerob dari Selulosa oleh Konsorsium Mikroba -------------------------------------------------- 39 Gambar 3.12 Degradasi Xylan secara Enzimatik (Sumber: Beg et al., 2001) --------------------------------- 41 Gambar 3.13 Skema Biodegradasi Xylan (Sumber: Dekker, 1985) ------ 42 Gambar 3.14 Degradasi Mannan Secara Enzimatik (Sumber: Zyl et al., 2010) ---------------------------------- 43 Gambar 3.15 Skema Biodegradasi Mannanosa (Sumber: Dekker, 1985) 44 Gambar 3.16 Degradasi Hemiselulosa oleh Mikroorganisme Anaerobik
(Sumber; Candra et al., 2015) ----------------------------- 46 Gambar 4.1 Rumen Sapi Bali dan komponen saluran cerna lainnya (Kiri), isi rumen sapi bali (kanan) ------------------------- 48 Gambar 4.2 Pengambilan Sampel Cairan/Isi Rumen Sapi Bali--------- 52
[-viii-]
α β
[-ix-]
Gambar 4.3 Produksi Ekstrak Cairan Rumen sebagzi Sumber Nutrien ---------------------------------------------------- 53 Gambar 4.4 Pembuatan Larutan Mineral I, Mineral II dan Larutan Pengencer ------------------------------------------------- 53 Gambar 4.5 Pembuatan Medium Cair dan Padat untuk Pertumbuhan
Bakteri Lignoselulolitik ------------------------------------ 55 Gambar 4.6 Kegiatan Isolasi Bakteri Lignoselulolitik ------------------- 57 Gambar 4.7 Kegiatan Pemurnian Bakteri Pendegradasi Lignoselulosa Asal Cairan Rumen Sapi Bali ------------------------------ 59 Gambar 4.8 Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Lignoselulolitik Cairan Rumen Sapi Bali ------------------ 61 Gambar 4.9 Analisis Kandungan Protein dari Enzim Kasar Isolat Bakteri ---------------------------------------------------- 63 Gambar 4.10 Contoh Penentuan Panjang Gelombang dan Kurve Standar dalam Evaluasi Aktivitas Enzim ----------------- 63 Gambar 4.11 Penentuan Aktivitas Enzim dari Isolat Bakteri Lignoselulolitik -------------------------------------------- 64 Gambar 4.12 Proses Pelarutan Kultur Bakteri pada Larutan NaCl Fisiologis --------------------------------------------------- 87 Gambar 4.13 Proses Isolasi DNA Kultur Bakteri ------------------------- 87 Gambar 4.14 Kegiatan Amplifikasi DNA Bakteri Lignoselulolitik Unggul 88 Gambar 4.15 Hasil Amplifikasi 16S rDNA dari Isolat Bakteri Unggul Asal Cairan Rumen Sapi Bali menggunakan Primer 27F dan 1492R ------------------------------------------------- 89 Gambar 4.16 Squeen DNA dari Bakteri Terpilih Cairan Rumen Sapi Bali
(Sumber: Mudita, 2019) ----------------------------------- 90 Gambar 4.17 Karakterisasi dengan KIT Microgen Bacillus dan API 20E - 92 Gambar 4.18 Hubungan Filogenetik Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Cairan Rumen Sapi Bali dengan Bakteri Umum dalam Rumen --------------------------------------------- 94 Gambar 4.19 Hasil Karakterisasi Isolat Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Cairan Rumen Sapi Bali --------------------- 96 Gambar 4.20 Asal cairan Rumen sapi Bali ------------------------------- 98 Gambar 4.21 Hasil Karakterisasi Isolat Bakteri Xylanolitik Unggul Asal Cairan Rumen Sapi Bali “Paenibacillus -------------- 100 Gambar 5.1 Siklus Hidup sdari Rayap ---------------------------------- 103 Gambar 5.2 Pengelompokan/Kasta dalam Koloni Rayap ------------- 103 Gambar 5.3 Kegiatan evaluasi kemampuan Degradasi Substrat Isolat Bakteri Lignoselulolitik ------------------------------------ 115 Gambar 5.4 Analisis Kandungan Protein dari Enzim Kasar Isolat Bakteri 116 Gambar 5.5 Contoh Penentuan Panjang Gelombang dan Kurve Standar dalam Evaluasi Aktivitas Enzim ----------------- 117 Gambar 5.6 Penentuan Aktivitas Enzim dari Isolat Bakteri Lignoselulolitik -------------------------------------------- 118 Gambar 5.7 Hasil Amplifikasi 16S rDNA dari Bakteri Unggul Asal Rayap menggunakan Primer 27F dan 1492R.------------- 140
[-1-]
[-x-]
Gambar 5.8a. Squeen DNA Isolat Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Rayap dengan kode BT4LS (Aneurinibacillus sp.strain BT4LS) 140 Gambar 5.8b. Squeen DNA Bakteri Lignolitik Unggul Asal Rayap dengan Kode BT5LG -------------------------------------------- 140 Gambar 5.8c Squeen DNA Bakteri Selulolitik Unggul asal Rayap berkode BT3CL ------------------------------------------- 140 Gambar 5.8d Squeen DNA Bakteri Xylanolytik Unggul asal Rayap berkode BT8XY ------------------------------------------- 140 Gambar 5.9 Hubungan Filogenetik Bakteri Lignoselulolitik Unggul asal
Rayap dengan Isolat Bakteri Asal Rayap Lain (Eutick et al.,1978) ----------------------------------------- 142 Gambar 5.10 Hasil Karakterisasi Isolat bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Rayap ------------------------------------------------ 145 Gambar 5.11 Hasil Karakterisasi Isolat bakteri Lignolitik Unggul Asal Rayap ------------------------------------------------ 145 Gambar 5.12 Hasil Karakterisasi Isolat bakteri Selulolitik Unggul Asal Rayap ------------------------------------------------ 147 Gambar 5.13 Hasil Karakterisasi Isolat bakteri Xylanolitik Unggul Asal Rayap ------------------------------------------------ 147 Gambar 6.1 Perhitungan Populasi Bakteri dari Biokatalis cair -------- 154 Gambar 6.2 Hubungan Populasi Bakteri dan Aktivitas Spesifik Enzim
dengan Kemampuan Perombakan Substrat dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik ------------------------------------ 175
Gambar 7.1 Perubahan selama proses ensilase (Sumber: Van Soest, 1994) 180 Gambar 7.2 Proses dan Faktor yang Mempengaruhi Proses Fermentasi
(Sumber: Murni et al., 2008) ------------------------------ 181 Gambar 7.3 Ensilase Jerami Pdi ---------------------------------------- 186 Gambar 7.4 Hubungan Kandungan Serat Lignoselulosa dengan Kecernaan Bahan Kering dari Jerami PadiTerfermentasi
Biokatalis cair Bakteri Lignoselulolitik -------------------- 195 Gambar 7.5 Hubungan Kandungan Serat Lignoselulosa dengan Kecernaan Bahan Organik dari Jerami PadiTerfermentasi
Biokatalis cair Bakteri Lignoselulolitik -------------------- 196
[-1-]
BAB I. PENGANTAR
Optimalisasi perombakan senyawa lignoselulosa yang merupakan
komponen penyusun dinding sel tanaman merupakan langkah penting
dalam optimalisasi pemanfaatan pakan limbah pertanian dalam
pengembangan usaha peternakan. Lignoselulosa yang terdiri atas lignin,
selulosa dan hemiselulosa (Howard et al., 2003; Perez et al., 2002) serta
sejumlah kecil bahan ekstraktif (1-5%) seperti terpenoid, steroid, lemak,
wax, fenol, dan senyawa anorganik (Taherzadeh dan Karimi, 2007) yang
berikatan kuat melalui ikatan kovalen dan non-kovalen silang
merupakan penyebab utama rendahnya kualitas bahan pakan limbah
pertanian. Semakin tinggi lignoselulosa, semakin sulit perombakan pakan
dapat dilakukan, sehingga ketersediaan nutrien juga semakin rendah.
Limbah pertanian baik berupa produk sampingan, residu maupun
sampah mempunyai potensi tinggi/sudah umum dimanfaatkan sebagai
pakan ternak, namun pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan
mempunyai berbagai keterbatasan salah satunya terkait tingginya
kandungan senyawa lignoselulosa yang mengakibatkan nutrien tidak
dapat dimanfaatkan secara optimal (Krause et al., 2003). Penelitian
Mudita et al. (2009; 2013) juga menunjukkan pemanfaatan limbah
pertanian tanpa aplikasi teknologi akan menurunkan produktivitas
ternak seperti itik bali, sapi bali maupun kambing. Terkait kondisi
tersebut, buku ini akan membahas problema dan solusi alternatif yang
dapat dilakukan dalam optimalisasi pemanfaatan limbah pertanian
sebagai pakan ternak khususnya melalui pemanfaatan bakteri
lignoselulolitik sebagai biokatalisator (starter) fermentasi bahan pakan
asal limbah pertanian. Pembahasan bakteri lignoselulolitik lebih
dikhususnya pada bakteri lignoselulolitik yang bersumber dari rumen sapi
bali dan rayap yang telah berhasil penulis isolasi dan seleksi. Hasil kajian
ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi optimalisasi pemanfaatan
limbah pertanian sekaligus menambah wawasan masyarakat termasuk
mahasiswa dalam bidang bioteknologi.
[-2-]
BAB II. LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN
2.1 Klasifikasi Limbah Pakan Ternak
Pemanfaatan limbah sebagai pakan akan dapat mengurangi biaya
pakan yang selama ini menjadi biaya terbesar dalam usaha peternakan
sekaligus akan dapat mencegah/menanggulangi pencemaran lingkungan
yang diakibatkan oleh limbah itu sendiri. Menurut Mastika, (1991), di
Indonesia terdapat berbagai jenis limbah yang dapat digolongkan
menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Berdasarkan asal/sumber limbah
a. Limbah pertanian (Agricultural by/waste product), seperti; jerami padi,
jerami jagung, jerami kacang-kacangan, batang pisang, daun
singkong, pucuk tebu, berbagai jenis gulma pertanian (enceng gondok,
daun apu, duckweed).
b. Limbah industri pertanian (Agro-industrial by product) seperti dedak
padi, dedak jagung, bungkil kacang tanah, bungkil kelapa, bungkil
kedele, sedangkan sekam padi merupakan salah satu contoh dari
Agro-industrial waste product.
c. Limbah peternakan seperti kotoran ayam, limbah rumah potong
hewan seperti Isi rumen, bulu ayam, lemak tello, darah maupun
tulang
d. Limbah perikanan/industri pengolahan ikan seperi seperti berbagai
jenis ikan yang merupakan hasil sampingan penangkapan ikan/udang
dan limbah dari industri pengolahan/pengalengan ikan seperti bagian
kepala, sirip, ekor, dan isi perut.
e. Limbah kehutanan yaitu limbah pemungutan pembakalan yaitu
kayu-kayu yang rusak yang tidak terpakai dan limbah pengolahan
/industri seperti serbuk gergaji dan kulit kayu
f. Limbah perkebunan yaitu semua hasil ikutan/sampingan dalam
pengusahaan tanaman perkebunan seperti pucuk dan daun tebu,
gulma hasil penyiangan kebun tebu, tetes tebu (molases), ampas
[-3-]
[-2-]
[-3-]
kelapa sawit, ampas tebu (bagas), onggok, kulit kopi, maupun pod
cacao
g. Limbah tata boga dan lain-lain yang meliputi limbah hotel, restauran,
rumah tangga, limbah pasar, dan lain-lain
2. Berdasarkan kandungan gizi/nutrien
a. Limbah sumber protein, yaitu bahan pakan limbah yang mengandung
kadar protein diatas 22% (Mastika,1991), misalnya tepung limbah ikan,
tepung darah, tepung daging, tepung bulu ayam, tepung bungkil
kelapa, bungkil kacang tanah.
b. Limbah sumber energi, yaitu bahan pakan limbah yang mengandung
kadar energi diantara 2400-7010 kcal ME/kg (Mastika,1991), misalnya
mollases, tepung kulit nenas, onggok, kulit ketela pohon, menir, lemak
tello, katul, dedak jagung, dan sebagainya.
c. Limbah sumber mineral - misalnya tepung tulang, kulit kerang, kulit
bekicot, yang merupakan sumber kalsium dan phosphor yang sangat
baik untuk pertumbuhan ternak.
d. Limbah sumber vitamin dan UGF (Unidentified Growth Factor)-
seperti cairan limbah pembuatan tepung ikan, ampas peragian
pembuatan brem/minuman beralkohol melalui proses fermetasi,
tepung daun-daunan
3. Berdasarkan keadaan fisik dari limbah tersebut
a. Limbah Padat, misalnya bungkil kelapa, dedak padi, onggok.
b. Limbah cair, misalnya mollases, limbah hotel/restoran cair
c. Limbah gas, misanya gas CO2 (pada fermentasi pembuatan alkohol
dari mollases/ubi kayu, anggur), gas methane (dari kotoran ternak)
4. Berdasarkan asal bahan (Parrent Material)
a. Limbah Nabati; bungkil kedele, dedak padi, bungkil kelapa, onggok
b. Limbah Hewani; tepung ikan, tepung daging, tepung darah, tepung
tulang
[-4-]
5. Berdasarkan penggunaannya:
a. Limbah konvensional (conventional by-product), yaitu limbah yang
sudah umum/biasa digunakan dan dalam jumlah yang cukup banyak
untuk campuran pakan ternak (primary by-product), seperti dedak
padi, tepung ikan, bungkil kelapa, bungkil kedele, dan berbagai
limbah yang sudah umum dimanfaatkan sebagai pakan lainnya
b. Limbah nonkonvensional (nonconventional by-product), yaitu limbah
yang penggunaannya dalam jumlah yang relatif sedikit dan
penggunaannya belum umum/meluas sehingga bahan ini sering
disebut secondary by-product. Dimana biasanya limbah iniakan
dibuang/dikembalikan ke tanah atau dibakar karena selama ini
belum ditemukan teknologi yang efesien untuk mengolah bahan
tersebut menjadi pakan ternak, namun belakangan ini limbah ini
mulai dilirik untuk menjadi bahan pakan alternatif untuk pakan
ternak dengan ditemukannya berbagai teknologi pengolahan pakan.
Bahan-bahan yang termasuk jenis limbah ini, misalnya sekam padi,
jerami padi kering, serbuk gergaji, limbah serabut kelapa (Coco Feed),
ampas sawit, maupun pelepah kelapa/sawit.
Berdasarkan uraian tersebut, tampak bahwa jenis limbah yang ada
sangat banyak dan beraneka ragam yang masih dapat didaur ulang
untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan.Potensi limbah yang sangat
beragam dengan jumlah produksi yang sangat besar merupakan suatu
modal yang semestinya dapat dimanfaatkan oleh petani-peternak
dalam mengembangkan usahanya dan menjamin ketahanan pakan
dalam pengembangan usaha peternakan. Namun setiap daerah sudah
pasti mempunyai potensi limbah pakan ternak yang berbeda dengan
daerah lainnya. Pemanfaatan limbah pakan ternak yang merupakan
sumber daya lokal harus lebih dikedepankan dalam pengembangan
usaha peternakan dalam menghadapi persaingan usaha yang semakin
ketat.
[-5-]
[-4-]
[-5-]
2.2 Potensi dan Permasalahan Pakan Asal Limbah Pertanian
Salah satu keuntungan komparatif daerah beriklim tropis seperti
Indonesia adalah peluang berlangsungnya proses fotosintesis oleh
tanaman sepanjang tahun. Kondisi ini menawarkan produksi biomasa
tanaman yang sangat besar yang dapat ditransformasikan menjadi
bahan baku pakan ternak (Tabel 2.1 dan 2.2). Keragaman bahan pakan
yang tinggi menawarkan fleksibilitas bagi peternak, namun juga
menawarkan kompleksitas bagi nutrisionis atau pelaku usaha terkait
kualitas nutrisi, sehingga bahan pakan yang tersedia dapat
dimanfaatkan secara efektif dan efisien.
Tabel 2.1. Potensi Sumber Daya Asal Limbah
Sumber daya lokal1 Luas areal Jumlah Produksi
(ton/tahun) Limbah Perkebunan
Limbah cacao 336.500 484.193 Limbah kopi 1.055.700 232.392 Pucuk tebu 1.085.000 4.430.000 Daun ubi kayu 838.700 838.800
Limbah Perkebunan Sawit3 Pelepah 4.290,39 ton (DM) Daun 782,57 ton (DM) Solid Decanter 438,714 ton (DM) Bungkil inti Sawit (PKC) 444,2 ton (DM)
Limbah Agroindustri
limbah nenas - 107.707 Ampas tebu 1.085.000 9.420.800 Ampas singkong/onggok 838.700 5.619.618 Kotoran Ayam2 - 23.346.860 Bulu ayam2 - 77130 (th. 2002)
Limbah Pertanian Eceng gondok3 - 255 /Ha (di Jateng) Duckweed3 - 80 ton BK/ha Tebon jagung4 2.499.900 14.999.400 Jerami padi 5 8.470.900 44.229.343 ton (BK) Jerami jagung5 3.010.274,0 ton (BK) Pucuk ubi kayu5 1.181.317,0 ton (BK) jerami kacang kedele4 942.500 2.356.000 Jerami ubi jalar5 141.400 351.614,2 ton (BK) Jerami kacang tanah5 479.500 1..462.806,0 ton(BK)
Sumber: 1)Suharto (2006), 2)Balitnak (2006), 3)Bidura (2006), 4)Sianipar, et al. (2007), 5)Syamsu et.al. (2007), 6)Erwan dan Resmi (2005),
- Data tidak tersedia/diperoleh
[-6-]
Karakter umum bahan pakan lokal adalah adanya kandungan
serat kasar yang tinggi dan kadar protein rendah yang merupakan
permasalahan umum kualitas pakan di daerah tropis. Beberapa kendala
dalam memanfaatkan hasil sisa tanaman antara lain adalah 1)
palatabilitas rendah, 2) nilai nutrisi rendah, 3) penanganan relatif sulit
(pengeringan, penggilingan, transportasi dan penyimpanan), 4)
ketersediaan musiman, serta 5) adanya potensi penggunaan untuk
keperluan lain.
Tabel 2.2 Produksi Beberapa Komoditas Pertanian di Indonesia Tahun 2004 dan Estimasi Produksi pakan asal Limbah
Komoditas Produksi
(dalam ton) Jenis Limbah
Estimasi Limbah (%)
Padi 6 ton/Ha (54.088.468 ton)
Jerami padi 100 Dedak Padi 10 Sekam 15-17 Beras Pecah 4 - 5
Jagung 4,6 ton/Ha (11.225.243 ton)
Jerami 300 Dedak 8-10 Tongkol 10
Kedelai 723.483 ton Bungkil 70-75 Ubi Kayu 0,4–0,7 ton/Ha
(19.424.707 ton) Daun Ubi 6 – 8 Onggok 55 - 59
Ubi Jalar 1.901.802 ton Batang + daun 24 - 65 Sorgum 2,6 ton/Ha Jerami sorgum 100 Mangga 1.437.665 ton Biji Mangga 50 - 55 Nenas 9,4 ton/Ha (709.918 ton) Ampas nenas 60 - 80 Markisa 9,1 ton/Ha Kulit buah
markisa 150
Kakao 644.245 ton Kulit biji kakao 5 – 10 Kulit Buah kakao
70
Kapas 6.702 ton Bungkil biji kapas
40 - 45
Karet 2.065.817 Bungkil biji karet
55 – 60
Kelapa 3.229.251 ton Bungkil kelapa 35 – 40 Kelapa sawit 11.806.550 ton Lumpur sawit 2
Serat sawit 12 Bungkil inti sawit
2
Tebu 2.171.714 ton Bagas 12 - 15 Pucuk 15 - 20 Molases 3 - 4
Sumber: Deptan (2006) dan Ginting (2007)
[-7-]
[-6-]
3
[-7-]
Daya dukung limbah sebagai bahan pakan mampu memenuhi 3
aspek prasyarat pola penyediaan bahan pakan, yaitu aspek kuantitas
(jumlah) (Tabel 2.1 dan 2.2), kualitas (mutu) (Tabel 2.3) dan kontinuitas
(kesinambungan). Pemenuhan aspek kualitas untuk beberapa jenis
limbah akan terpenuhi setelah bahan pakan tersebut mengalami
beberapa perlakuan. Aspek kuantitas didukung oleh produksi limbah
dan hasil sampingan yang mengikuti pola produksi, produktivitas dan
luas areal tanam dalam produksi produk utama. Jumlah limbah yang
dihasilkan meningkat seiring dengan peningkatan salah satu dari ketiga
komponen tersebut (Tabel 2.2). Kontinuitas ketersediaan limbah terjamin
selama proses produksi produk utama berjalan sepanjang tahun. Konversi
pemanfaatan lahan kurang produktif menjadi lahan pertanian dan
perkebunan akan meningkatkan produksi limbah dan produk
sampingan yang bermanfaat bagi ternak.
Limbah pertanian baik berupa hasil sisa, hasil sampingan maupun
hasil buangan merupakan sumber bahan pakan alternatif yang sangat
potensial. Produk limbah dari tanaman pertanian mempunyai rasio yang
tinggi dari produk utama sehingga berpotensi menghasilkan bahan
pakan dengan jumlah produksi yang tinggi. Ginting (2004)
mengungkapkan dari komoditas padidapat dihasilkan limbah jerami
padi dengan rasio 100% dari produk utama (gabah), dedak padi 10%,
sekam 15–17%, dan beras pecah 4–5%, dari komoditas jagung dapat
dihasilkan jerami jagung 300%, dedak jagung 8–10%, dan tongkol jagung
10%, dari komoditas kedele dihasilkan jerami kedele 100% dan bungkil
kedele 70–75%, dan dari ubi kayu dapat dihasilkan daun ubi 6–8%, dan
onggok 55–59%.
Badan Pusat Statistik/BPS melaporkan produksi padi, jagung dan
kedele di Indonesia Tahun 2012 adalah masing-masing sebesar 69.056.126
ton gabah kering giling (GKG), 19.387.022 ton pipilan jagung kering, dan
843.153 ton kedele kering (BPS, 2014). Sehingga berdasarkan rasio
produksi limbah dengan produk utama dapat diperkirakan produksi
limbah baik jerami maupun limbah agroindustri dari ketiga komoditas
[-8-]
tersebut adalah sebesar 154.668.074 ton yang mampu mencukupi
kebutuhan 43.461.349 ST dalam setahun (1 ST setara dengan bobot hidup
325 kg dengan kebutuhan pakan 3% bobot hidup berdasarkan
kebutuhan bahan kering/BK) (Anggraeny dan Umiyasih, 2008). Di Bali
produksi ketiga komoditas pangan tersebut adalah masing-masing
865.553 ton GKG, 61.873 ton jagung kering dan 8.210 ton kedele kering
(BPS Bali, 2014) dengan prediksi produksi limbah ketiga tanaman
pangan tersebut sebesar 1.354.891 ton yang berarti dapat mencukupi
kebutuhan 380.721 ST selama setahun (Mudita, 2019). Disamping ketiga
komoditas tersebut, limbah pertanian yang potensial dimanfaatkan
sebagai pakan di Bali adalah jerami kacang tanah (4,61 ton Bahan
Kering (BK)/Ha, jerami singkong (0,9 – 1,0 ton BK/ha, limbah mete (19,19
ton/ha), limbah kopi (450 kg/ha) dan limbah kakao (2,8 kg BK tepung
kakao/pohon/tahun) (Yasa dan Adijaya, 2012).
Produksi limbah agroindustri dari ketiga komoditas pertanian
tersebut khususnya dedak padi, dedak jagung dan bungkil kedele adalah
relatif lebih sedikit dibandingkan dengan produksi jerami (Ginting, 2004;
Marlina dan Askar, 2004) yaitu secara nasional pada Tahun 2012 masing-
masing sekitar 6.905.613 ton, 1,938.702 ton dan 632.365 ton (BPS, 2012),
sedangkan di Bali produksi dedak padi dan dedak jagung diprediksi
sekitar 86.555 ton dan 6.187 ton (BPS Bali, 2014). Limbah agroindustri ini
merupakan bahan pakan yang sudah umum (konvensional)
dimanfaatkan oleh peternak. Pemanfaatan limbah agroindustri bagi
ruminansia, diarahkan sebagai pakan tambahan/suplemen mengingat
kualitas dan kandungan nutrien yang relatif tinggi (Tabel 2.2) (Marlina
dan Askar, 2004; Utomo, 2004).
Jerami padi, jerami jagung dan jerami kedele merupakan limbah
tanaman pertanian dengan kuantitas produksi yang tinggi dan
berpotensi sebagai sumber pakan alternatif pengganti hijauan segar.
Berdasarkan rasio produk utama dan produk limbah dapat diprediksi
produksi jerami padi, jerami jagung dan jerami kedele di Indonesia Tahun
2012 masing-masing berkisar 69.056.126 ton bahan kering/BK, 58.161.066
[-9-]
[-8-]
[-9-]
ton BK dan 843.153 ton BK. Sedangkan di Bali produksi jerami padi,jerami
jagung dan jerami kedele Tahun 2012 sekitar 865.553 ton BK, 185.619 ton
BK dan 8.210 ton BK (BPS Bali, 2014).Tngkat pemanfaatan jerami
tanaman pertanian tersebut sebagai pakan baru sekitar 50% untuk
jerami padi, 80% untuk jerami jagung dan sekitar 35% untuk jerami
kedele (Yasa dan Adijaya, 2012).
Sebagai pakan, jerami tanaman pertanian baik jerami padi, jerami
jagung, jerami kedele maupun jerami tanaman pertanian lainnya
merupakan bahan pakan kaya serat dengan kualitas nutrien yang relatif
lebih rendah dibandingkan limbah agroindustri (Tabel 2.3 dan 2.4)
(Marlina dan Askar, 2004; Toharmat et al., 2006). Jerami tanaman
pertanian umumnya bersifat bulky (amba), densitas rendah serta daya
ikat/daya larut air rendah sehingga menurunkan konsumsi dan
kecernaan nutriennya (Toharmat et al., 2006)
Tabel 2.3 Kandungan Nutrien Beberapa Limbah Pertanian
Jenis Bahan Kandungan Nutrien (%)1
BK PK LK SK TDN Jerami Padi 31,87 5,21 1,16 32,412 51,50 Jerami Jagung 21,69 9,66 2,21 39,68 60,24 Jerami Kacang Kedelai 30,39 14,10 3,54 20,97 61,59 jerami kulit kedele 61.93 7.99 5.07 38.67 58.13 Jerami Kacang Tanah 29,08 11,31 3,32 16,62 64,50 Jerami Kacang Panjang 28.40 6.94 3.33 33.49 55.28 Jerami kacang otok 15.52 16.06 3.93 38.08 48.31 Jerami Kacang Hijau 21,93 15,32 3,59 26,90 55,52 Jerami jagung segar 21.69 9.66 2.21 26.30 60.24 Jerami komang 16.20 24.71 3.85 21.03 68.29 Kulit kacang tanah 87.37 5.77 2.51 73.37 31.70 Kulit coklat 89,37 14,99 6,25 23,24 55,52 Kulit kopi 91,77 11,18 2,50 21,74 57,20 Kulit kacang tanah 87.37 5.77 2.51 73.37 31.70 Kulit kapok (klenteng) 89.54 13.13 2.04 34.12 52.32 Klobot jagung 42,56 3,40 2,55 23,32 66,41 Tongkol Jagung 76,61 5,62 1,58 25,55 53,08 Pucuk Tebu 21.42 5.57 2.42 29.04 55.29 Batang Ubi Kayu3 43,78 6,17 - 37,94 64,76
Sumber: 1)Wahyono dan Hardianto (2007), 2)Marlina dan Askar (2004), 3)Anggraeny dan Umiyasih (2008)
Keterangan: BK=Bahan Kering, PK=Protein Kasar, LK=Lemak Kasar, SK=Serat kasar, TDN=Total Digestible Nutrien
[-10-]
Pemanfaatan limbah pertanian khususnya jerami tanaman
pertanian sebagai pakan mempunyai berbagai keterbatasan sebagai
akibat tingginya kandungan serat kasar (Tabel 2.1) yang mengakibatkan
nutrien tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh ternak (Krause et
al., 2003). Mudita et al. (2009; 2011; 2016) menunjukkan pemanfaatan
ransum berbasis limbah (limbah nonkonvensional dan/atau limbah
pertanian) tanpa aplikasi teknologi pengolahan akan menurunkan
produktivitas ternak baik itik bali, sapi bali maupun kambing. Utomo
(2004) juga mengungkapkan pemberian pakan jerami padi tanpa
suplementasi pada Sapi Peranakan Onggole (PO) mengakibatkan tidak
terjadinya kenaikan bobot badan.
Tabel 2.4. Kandungan Nutrien Beberapa Limbah Agroindustri
Jenis Bahan1 Kandungan Nutrisi (%)
BK PK LK SK TDN Dedak Padi 86,00 9.90 4,90 19,80 55.52 Sekam Padi2 95.71 3.12 1.74 36.14 - Jerami Padi 86,00 3,70 1,70 35,90 39,00 Dedak Jagung/Empok 84.98 9.38 5.59 0.58 81.84 Tumpi Jagung 87.39 8.66 0.53 21.30 48.48 Dedak Gandum/Pollard 89.57 16.41 4.01 5.86 74.83 Tumpi Kedele 91.42 21.13 3.03 23.18 69.43 Mollases 50.23 8.50 - - 63.00 Ampas Tahu 10.79 25.65 5.32 14.53 76.00 Ampas Kecap 85.43 36.38 17.82 17.86 89.55 Ampas Gula Cair 34.31 5.11 6.24 8.01 54.96 Ampas bir 31.17 26.45 10.25 7.06 78.71 Ampas brem 81.63 3.15 2.12 2.10 55.83 bungkil klenteng 89.69 30.83 3.81 8.70 78.01 Bungkil Kedele 89.41 52.08 1.01 25.53 40.27 Bungkil Kelapa 84.77 26.63 10.40 14.71 73.40 Bungkil Kacang Tanah 91.45 36.40 17.24 0.90 71.72 Bungkil Kopra 90.56 27.60 11.90 6.85 75.33 Bungkil Kelapa Sawit 92.52 14.11 11.90 10.77 67.44 Bungkil tengkuang 88.98 12.73 8.63 4.61 76.77 Serabut Kelapa2 92.22 4.91 1.28 32.85 - Onggok (ubi kayu)2 20,58 0,56 - 10,12 - Kulit Ubi Kayu3 17,45 5,15 1,29 15,20 74,73
Sumber: 1)Wahyono dan Hardianto, 2007), 2)Murni et al.(2008), 3)Fitrotin et al (2006). Keterangan: BK=Bahan Kering, PK=Protein Kasar, LK=Lemak kasar, SK=Serat Kasar, TDN=Total
Digestible Nutrien/Total Nutrien Tercerna
[-11-]
[-10-]
2 13 3 8 3
[-11-]
Pemanfaatan limbah jerami tanaman pertanian sebagai pakan
harus dibarengi dengan pemanfaatan teknologi pengolahan pakan
dan/atau pemberian pakan tambahan termasuk dengan memanfaatkan
limbah agroindustri/limbah industri tanaman pertanian yang mempunyai
kandungan nutrien yang lebih baik dari jerami tanaman pertanian
(Tabel 2.2). Penelitian Utomo dan Soejono (1996) menunjukkan sapi PO
yang diberi pakan basal jerami padi secara ad libitum dengan
suplementasi dedak halus sebanyak 25 g per kg bobot badan metabolit
(BB0,75) menghasilkan pertambahan bobot badan/PBB 0,19 kg/h,
pemberian jerami padi disuplementasi campuran dedak halus dan
tepung daun lamtoro (50:50) sebanyak 25 g/kg BB0,75 menghasilkan
pertambahan bobot badan 0,15 kg/h, sedangkan suplementasi dengan
campuran dedak padi dan tepung daun lamtoro (75:25) sebanyak 25g/kg
BB0,75menghasilkan PBB 0,22 kg/h.
Pemanfaatan limbah sebagai pakan ternak kini mulai diarahkan
pada produksi pakan komplit (ransum) dalam upaya memaksimalkan
potensi serta memudahkan manajemen pemberiannya bagi petani
peternak. Pemberian pakan komplit akan menyediakan berbagai
nutrien sesuai kebutuhan ternak secara seimbang dan meningkatkan
jumlah ternak yang mampu ditangani oleh seorang peternak (Nahrowi,
2006). Disamping itu pemanfaatan pakan komplit akan memungkinkan
penambahan produksi/jumlah ternak yang dipelihara tanpa harus
dibatasi oleh luas lahan untuk penanaman hijauan makanan ternak.
Wahyono dan Hardianto (2004) mengungkapkan pemanfaatan pakan
komplit khususnya berbasis limbah pertanian dan agroindustri serta
berbagai hasil sampingan lain dalam usaha peternakan akan
meningkatkan pertambahan bobot badan ternak yang cukup tinggi,
memperpendek waktu penggemukan ternak, meningkatkan efisiensi
tenaga kerja serta memperpanjang daya simpan bahan pakan.
Namun pemanfaatan bahan pakan asal limbah pertanian sebagai
bahan penyusun pakan komplit disinyalir belum dapat memenuhi
kebutuhan optimal bagi ternak, mengingat bahan pakan asal limbah
[-12-]
pertanian umumnya mempunyai kualitas yang rendah, kandungan serat
tinggi, adanya senyawa anti nutrisi (lignin, silika, kutin, theobromine,
tannin, kafein, asam sianida, keratin,dll) serta kandungan mineral
(terutama Ca, P, Mg, Cu, Zn, Co, Mn, Fe dan S) dan vitamin (Vitamin A
dan E) yang rendah (Kaunang, 2004; Partama, 2006ab; Mudita et al.,
2016, 2019). Pemberian pakan tersebut (tanpa pengolahan) membawa
konsekuensi rendahnya produktivitas ternak, akibat pakan sulit
dimanfaatkan ternak (kecernaan rendah) sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan optimal bagi ternak.
2.3 Lignoselulosa Sebagai Pembatas Utama Pemanfaatan Bahan Pakan Limbah Pertanian
Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan mempunyai
berbagai keterbatasan terutama terkait kandungan nutrient available
dan kecernaan nutrien yang rendah terutama disebabkan adanya
senyawa lignoselulosa yang tinggi. Lignoselulosa merupakan komponen
utama dinding sel tanaman terdiri atas polimer selulosa, hemiselulosa,
lignin dan beberapa bahan ekstraktif yang berikatan secara kompak
yang memberikan kekuatan bagi tanaman sehingga mampu berdiri
kokoh/terlindungi dari berbagai gangguan/proses degradasi. Namun dari
sisi pemanfaatannya sebagai bahan pakan menjadi tidak mampu
dimanfaatkan ternak karena sulitnya proses perombakan/pencernaan
nutrien tersebut (Gambar 2.1 dan 2.2).
Gambar 2.1. Kompigurasi Lignin, Selulosa dan Hemiselulosa pada Lignoselulosa
(Boudet et al., 2003)
[-13-]
[-12-]
[-13-]
Gambar 2.2.Jenis Ikatan Antara Lignin dan Polisakarida.
A= Bensil Ester, B=Bensil Ether, C=Fenil Glikosida (Perez et al., 2002)
Lignin secara kimia berikatan dengan komponen karbohidrat
struktural (selulosa dan/atau hemiselulosa) (Gambar 2.2) dan secara fisik
bertindak sebagai penghalang proses perombakan dinding sel bahan
pakan oleh mikroba/enzim. Semakin tinggi kandungan lignin dari suatu
bahan pakan semakin sulit bahan pakan tersebut terdegradasi/tercerna.
Tabel 2.5 menunjukkan kandungan lignoselulosa beberapa bahan pakan
asal limbah pertanian. Pada tabel tersebut tampak bahwa bahan pakan
asal limbah pertanian mengandung lignin yang jauh lebih tinggi daripada
rerumputan/dedaunan, sehingga tingkat kecernaannya juga lebih rendah
(Howard et al., 2003; Toharmat, 2006).
Tabel 2.5. Kandungan Senyawa Lignoselulosa Beberapa Bahan Pakan
No Bahan Pakan1 Komposisi Lignoselulosa (%)
Selulosa Hemiselulosa Lignin 1 Jerami Padi1;2 32-35 24-25 12-18 2 Sekam Padi3 36 15 19 3 Dedak Padi4 27 37 5 4 Jerami gandum 30 50 15 5 Tongkol jagung 45 35 15 6 Batang Jagung2;3 15-35 15-35 8-19 7 Jerami Sorgum2 33 18 15 8 Serbuk Gergaji Kayu2 55 14 21 9 Kulit Kacang Tanah 25-30 25-30 30-40
10 Biji Kapas 80-95 5-20 0 11 Baggas Tebu1:2 33,4 30 18,9 12 Bagas Molases2;3 33-40 24-30 25-29 13 Rumput-Rumputan 25-40 25-50 10-15 14 Dedaunan 15-20 80-85 0
Sumber: 1)Howard et al,(2003),2)Saha (2003), 3)Chandel et al.(2007), 4)Baig et al.(2016)
[-14-]
Lignoselulosa merupakan komponen pembangun dinding sel
tanaman yang terbentuk seiring perkembangan dan umur tanaman.
Dinding sel tanaman muda terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan pektin.
Perkembangan dan peningkatan umur tanaman akan diikuti terjadi
kristalisasi selulosa dan pengerasan fibril selulosa oleh lignin membentuk
suatu senyawa lignoselulosa yang keras (Howard et al., 2003).
Susunan dinding sel tanaman terdiri dari lamela tengah (M), dinding
primer (P) serta dinding sekunder (S) yang terbentuk selama
pertumbuhan dan pendewasaan sel yang terdiri dari lamela transisi (S1),
dinding sekunder utama (S2) dan dinding sekunder bagian dalam (S3)
(Gambar 2.3).
Gambar 2.3. Konfigurasi Dinding Sel Tanaman (Perez et al., 2002)
Dinding primer mempunyai ketebalan 0,1-0,2µm dan mengandung
jaringan mikrofibril selulosa yang mengelilingi dinding sekunder yang
relatif lebih tebal (Chahal dan Chahal 1998). Selulosa pada setiap lapisan
dinding sekunder terbentuk sebagai lembaran tipis yang tersusun oleh
rantai panjang residu ß-D-glukopiranosa yang berikatan melalui ikatan
ß-1,4 glukosida yang disebut serat dasar (elementary fiber). Sejumlah serat
kasar jika terjalin secara lateral akan membentuk mikrofibril. Mikrofibril
mempunyai struktur dan orientasi yang berbeda pada setiap lapisan
dinding sel (Perez et al., 2002). Lapisan dinding sekunder terluar (S1)
[-15-]
β
[-14-]
[-15-]
mempunyai struktur serat menyilang, lapisan S2 mempunyai mikrofibril
yang paralel terhadap poros lumen dan lapisan S3 mempunyai mikrofibril
yang berbentuk heliks. Mikrofibril dikelilingi oleh hemiselulosa dan lignin.
Bagian antara dua dinding sel disebut lamela tengah (M) dan diisi
dengan hemiselulosa dan lignin. Hemiselulosa dihubungkan oleh ikatan
kovalen dengan lignin. Selulosa secara alami terproteksi dari degradasi
dengan adanya hemiselulosa dan lignin.
Komponen Selulosa
Selulosa adalah komponen utama penyusun dari dinding sel
tanaman. Selulosa merupakan senyawa homopolisakarida (polisakarida
yang tersusun atas 1 jenis monosakarida yaitu glukosa) yang merupakan
polimer linier dari D-glukosa yang terikat pada ikatan β-1,4 glikosida
(Gambar 2.4). Kandungan selulosa pada dinding sel tanaman tingkat
tinggi sekitar 35 – 50% dari berat kering tanaman (Perez et al., 2002).
Bangun dasar selulosa berupa suatu selobiosa yaitu dimer dari glukosa.
Rantai panjang selulosa terhubung secara bersama melalui ikatan
hidrogen dan gaya van der waals (Perez et al. 2002). Selulosa
mengandung sekitar 50-90% bagian berkristal dan sisanya bagian amorf
(Perez et al., 2002).
Gambar 2.4. Bangun Dasar Selulosa (Perez et al., 2002)
[-16-]
Ikatan β-1,4 glukosida pada serat selulosa dapat dipecah menjadi
monomer glukosa dengan hidrolisis asam atau enzimatis. Kesempurnaan
pemecahan selulosa pada saluran pencernaan ternak tergantung pada
ketersediaan kompleks enzim selulase. Saluran pencernaan manusia dan
ternak non ruminansia tidak mempunyai enzim yang mampu memecah
ikatan ß-1,4 glukosida sehingga tidak dapat memanfaatkan selulosa.
Ternak ruminansia dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh
mikroba rumen dapat memanfaatkan selulosa sebagai sumber energi.
Pencernaan selulosa oleh mikroba dalam sel merupakan proses yang
kompleks yang meliputi penempelan sel mikroba pada selulosa, hidrolisis
selulosa dan fermentasi yang menghasilkan asam lemak terbang/Vollatile
Fatty Acids/VFA (Arora, 1995).
Efisiensi pemanfaatan selulosa sebagai sumber energi bagi
ruminansia sangat tergantung pada kemampuan ternak/mikroba rumen
ternak untuk memutus ikatan yang memproteksi selulosa dari serangan
enzim selulase. Selulosa dan hemiselulosa pada lignoselulosa tidak dapat
dihidrolisis secara sempurna oleh enzim selulase dan hemiselulase kecuali
lignin yang ada pada bahan pakan limbah tersebut dilarutkan,
dihilangkan atau dikembangkan terlebih dahulu (Murni et al., 2008;
Perez et al., 2002).
Komponen Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan kelompok polisakarida heterogen (hetero
polisakarida) dengan berat molekul rendah yang merupakan polimer
dari pentosa (xylosa, arabinosa), heksosa (mannose, glukosa, galaktosa)
dan asam-asam gula (Perez al., 2002; Saha, 2003). Komposisi
hemiselulosa adalah 15-30% dari berat kering bahan lignoselulosa.
Hemiselulosa mengikat lembaran serat selulosa membentuk mikrofibril
yang meningkatkan stabilitas dinding sel. Hemiselulosa juga berikatan
silang dengan lignin membentuk jaringan lignoselulosa (lignohemiselulosa)
dan memberikan struktur yang kuat (Howard et al, 2003).
[-17-]
β β
β
[-16-]
β
[-17-]
Gambar 2.5. Bangun Molekul Hemiselulosa (Perez et al., 2002)
Hemiselulosa relatif lebih mudah dihidrolisis dengan asam menjadi
monomer yang mengandung glukosa, mannosa, galaktosa, xilosa,
arabinosa dan 4-0 methyl-glukoronik, D-galacturonic dan D-glukoronik
(Gambar 2.5). Gula– gula tersebut terikat oleh ikatan β-1,4 dan β-1,3
glukosida (Perez et al., 2002). Berbeda dengan selulosa, hemiselulosa
bukan polimer homogenous. Komponen hemiselulosa dari bahan berkayu
yang keras sebagian besar terdiri dari xylan. Sedangkan bahan berkayu
yang lunak, komponen hemiselulosanya lebih banyak mengandung
glukomannan (Saha, 2003). Pada bahan pakan, hemiselulosa pada
rumput-rumputan sebagian besar adalah xylan, sedangkan pada biji-
bijian sebagian besar adalah mannan.
Pada sebagian besar tanaman, xylan merupakan heteropolisakarida
dengan rantai utama homopolimer adalah unit-unit ikatan 1,4-β-D-
xylopyranosa. Xilan pada kayu keras umumnya terdapat dalam
komfigurasi O-asetil-4-O-methylglucuronoxylan, pada kayu lunak dalam
bentuk arabino-4-O-methylglucuronoxylan. sedangkan pada rumput dan
tanaman tahunan dalam bentuk arabinoxylans (Collin et al., 2005).
Disamping xylosa, xylan juga mengandung arabinosa, asam
glucoronik atau 4-0-methyl ether, asetat, ferulik dan asam p-coumarin.
Sedangkan xylan dari sumber yang lain, seperti rumput-rumputan, biji-
bijian, kayu lunak maupun kayu keras mempunyai komposisi yang
berbeda dengan birch wood (Roth), dimana xylannya mengandung 89,3%
silosa, 1% arabinosa, 1,4% glukosa dan 8,3% asam anhydrouronic (Saha,
2003). Xylan dari dedak padi mengandung 46% xylosa, 44,9% arabinosa,
[-18-]
1,4% glukosa, dan 8,3% asam anhidrouronik (Shibuya dan Iwasaki, 1985).
Arabinoxylan dari gandum mengandung 65.8% xylosa, 33.5% arabinose,
0,1 % mannose, 0,1 % galaktose, dan 0,3% glucose (Gruppen et al., 1992).
Xylan serat jagung mengandung 48-54%xylosa, 33-35% arabinosa, 5-11 %
galaktosa, dan 3-6% asam glucuronic (Doner dan Hicks, 1997).
Komponen Lignin
Lignin merupakan polimer/makromolekul polifenolik kompleks
dengan struktur aromatik yang terbentuk melalui unit-unit penilpropan
yang berhubungan secara bersama oleh beberapa ikatan berbeda seperti
arylglycerol-β-aryl ether (β–O-4), phenylcoumaran (β -5), non-cyclic
benzyl aryl ether (α-O-4), biphenyl (5-5), diaryl ether (4-O-5), 1,2-
diarylpropane (β-1), resinol (β-β), serta ikatan lainnya (Gambar 2.6)
(Perez et al. 2002; Abdelaziz et al., 2016; Datta et al., 2017). Cater et al.
(2014) mengungkapkan lignin adalah polimer yang bersifat hidrofobik
komplek (bersifat tidak larut dalam air) dari senyawa aromatik yang
tersusun oleh unit-unit phenilprofan (syringyl, guaiacyl dan p-
hydroxyphenyl) yang terikat bersama-sama dalam struktur tiga dimensi.
Lignin terbentuk melalui polimerasi tiga dimensi derivat dari sinamil
alkohol terutama ρ-kumaril, coniferil dan sinapil alkohol dengan bobot
molekul mencapai 11.000 (Gambar 2.7 – 2.8) (Perez et al. 2002;
Rahikainen et al., 2013).
Gambar 2.6 Berbagai Tife Ikatan dalam Molekul Lignin
(Sumber Datta et al., 2017)
[-19-]
[-18-]
β β βα
β β β
ρ
[-19-]
Para Kumaril Alkohol Koniferil Alkohol Sinapil Alkohol Model Kerangka C
Gambar 2.7. Senyawa Penyusun Lignin (Perez et al. 2002)
Gambar 2.8. Struktur Bangun Lignin (Adler, 1977)
Lignin terutama terkonsentrasi pada lamela tengah dan lapisan S2
dinding sel yang terbentuk selama proses lignifikasi jaringan tanaman.
Lignin tidak hanya mengeraskan mikrofibril selulosa, tetapi juga
berikatan secara fisik dan kimia dengan hemiselulosa. Pembentukan
lignin terjadi secara intensif setelah proses penebalan dinding sel terhenti.
Pembentukan dimulai dari dinding primer dan dilanjutkan ke dinding
sekunder. Pembatasan fermeabilitas dinding sel tanaman terjadi akibat
adanya efek kimia dan fisik yang dihasilkan oleh lignin. Efek kimia, yaitu
adanya hubungan lignin-karbohidrat serta asetilisasi hemiselulosa. Efek
fisik terjadi akibat lignin membungkus mikrofibril dalam suatu matriks
hidrofobik dan terikat secara kovalen dengan hemiselulosa. Hubungan
antara lignin-karbohidrat berperan dalam mencegah hidrolisis polimer
selulosa (Rahikainen et al., 2013).
[-20-]
Lignin sulit didegradasi karena strukturnya kompleks dan heterogen
yang berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa dalam jaringan
tanaman yang memberikan bentuk kokoh serta proteksi terhadap
serangga, patogen serta degradasi mikroba. Adanya ikatan arilalkil dan
ikatan eter berperanan penting dalam mempengaruhi sifat ketahanan
lignin terhadap hidrolisis (Adler, 1977; Rahikainen et al., 2013). Adanya
senyawa aromatik seperti biphenil, phenol, anisols, diaryl-eter pada
struktur lignin menambah sifat ketidaklarutan/ketahanan lignin
terhadap proses hidrolisis (Silva et al., 2010).
Kandungan lignin bervariasi pada berbagai biomassa tanaman.
Fraksi lignin tertinggi umumnya terdapat pada tanaman berkayu lunak
(softwood) yaitu 25 – 32% dari bahan kering, sedangkan tanaman
berkayu keras (hardwood) mempunyai kadar lignin relatif lebih rendah
yaitu 18 - 25% (Mutturi et al., 2014). Kandungan lignin berbagai biomassa
tanaman telah disajikan pada Tabel 2.5.
Gambar 2.9. Struktur Bangun Asam Tanat (Hagerman, 2010)
Di laboratorium, asam tanat/tannic acid sering dijadikan sebagai
substrat sumber lignin akibat kemiripan struktur molekulnya (Pointing,
1999; Hagerman, 2010). Pointing (1999) mengungkapkan bahwa asam
tanat merupakan substrat yang umum dipakai sebagai sumber lignin
seperti dalam metode tannic acid agar (Bavendamn test) yang
diperkenalkan sejak tahun 1928. Hagerman (2010) mengungkapkan
bahwa asam tanat adalah senyawa polifenolik dengan struktur aromatik
yang merupakan ester kompleks molekul glukosa dengan asam galat
yang dihubungkan oleh ikatan ester terdiri atas gugus hidroksil alifatik
pada inti glukosa (Gambar 2.9). Asam tanat termasuk kelompok tannin [-21-]
[-20-]
[-21-]
terhidrolisis (hydrolized tannin) yang juga banyak dijumpai pada jaringan
vaskuler tanaman serta bersifat sebagai senyawa antinutrisi dan resisten
terhadap proses degradasi sebagian besar aktivitas mikroba
sebagaimana pula yang ditunjukkan oleh senyawa lignin sebagai akibat
adanya kemampuan membentuk struktur kompleks dengan
protein/senyawa mengandung N/nitrogen, selulosa, hemiselulosa, pektin
dan mineral-mineral (Silva et al., 2010).
[-22-]
BAB III. BAKTERI LIGNOSELULOLITIK DAN
PEROMBAKAN SENYAWA LIGNOSELULOSA
3.1 Bakteri Lignoselulolitik
Bakteri lignoselulolitik merupakan bakteri/kelompok bakteri yang
mempunyai kemampuan mendegradasi senyawa lignoselulosa, baik
komponen lignin, selulosa dan/atau hemiselulosa dari kompleks senyawa
lignoselulosa tersebut. Kelompok bakteri ini mampu menghasilkan enzim
lignoselulase baik kompleks enzim ligninase (lignin-peroksidase/LiP;
manganese-peroksidase/MnP; versatile peroksidase/VP; lakase/Lac
dan/atau dye-decolorizing peroksidase/DyPs), kompleks enzim selulase
(endo-β-glukanase, eksoglukanase, dan/atau β-glukosidase), dan/atau
kompleks enzim hemiselulase (xilanase dan/atau mannanase) (Perez et
al., 2002; Howard et al., 2003).
Di alam, kelompok bakteri lignoselulolitik banyak terdapat pada
lahan pertanian, tanah gambut, saluran pencernaan ruminansia, sel
tubuh dan saluran cerna rayap serta berbagai sumber bakteri lainnya
(Mudita et al, 2009; Purwadaria et al., 2003; 2004; Sarkar et al., 2011).
Saluran cerna ternak ruminansia, baik retikulorumen, kolon/usus besar,
dan/atau caecum/usus buntu sapi bali, rayap dan atau cacing tanah
merupakan sumber bakteri lignoselulolitik (Purwadaria et al., 2003,2004;
Wahyudi, 2009; Mudita et al., 2009, 2012, 2013, 2019; Sutama et al, 2015).
Bakteri lignoselulolitik saat ini banyak dimanfaatkan sebagai
starter/biokatalis/biokatalisator fermentasi bahan pakan kaya serat
kasar, produksi pakan/suplemen, industri makanan/pangan fungsional,
industri tekstil dan/atau kertas, produksi pupuk organik, biogas/biofuel
atau bioetanol maupun industri/bioteknologi lainnya.Bahkan bakteri
lignoselulolitik telah banyak dimanfaatkan sebagai direct feed microbial
(pakan sel tunggal/single cell protein), namun pada buku ini pembahasan
akan difokuskan pada pemanfaatan bakteri lgnoselulolitik dalam
fermentasi pakan asal limbah pertanian.
[-23-]
β
β
β
[-22-]
β β
[-23-]
3.2 Perombakan Lignoselulosa oleh Bakteri Lignoselulolitik
3.2.1 Bakteri Lignoselulolitik dan Perombakan Lignin
Lignin yang merupakan polimer aromatik dari unit fenilprofanoid
dengan bobot molekul tinggi dan dengan struktur yang khas/acak, sulit
terdegradasi akibat ikatan yang sangat kompak/terikat secara kovalen
dengan selulosa dan hemiselulosa pada sel tanaman. Degradasi lignin
secara komplit di alam merupakan hasil aktivitas mikroorganisme,
namun hanya sedikit jenis mikroba khususnya bakteri yang telah
diketahui mempunyai kemampuan mendegradasi lignin (Lofti, 2014).
Mikroorganisme (mikroba) lignolitik adalah mikroba yang mampu
mendegradasi lignin sebagai akibat kemampuannya menghasilkan
enzim-enzim pendegradasi lignin. Perombakan lignin oleh mikroba dari
komplek lignoselulosa melibatkan proses yang meliputi; 1)proses
depolimerisasi dan 2)pemecahan cincin aromatik.
Enzim pendegradasi lignin (lignolitik) akan mengoksidasi lignin melalui 3
tahap yaitu: (menurut Datta et al., 2017)
1) Oksidasi ikatan β–O–4 dari komponen arylglycerol
2) Pemecahan cincin aromatik (mengikuti jalur β-ketoadipatik)
3) Pembentukan struktur karbonat siklik dari gabungan oksidasi β–O–4
dengan pecahan dari cincin aromatik.
Perez et al. (2002) mengungkapkan bahwa degradasi lignin secara
sempurna merupakan respon dari aktivitas tiga kelompok utama enzim
ekstraseluler yaitu lignin-peroksidase/Li-P, mangan-peroksidase/Mn-P,
dan lakase/Lac. Datta et al. (2017) mengungkapkan bakteri dan fungi
pendegradasi lignin (lignolitik) dapat memproduksi paling tidak 5 enzim
ekstraseluler utama (Gambar 3.1) yang terdiri atas: 1)Enzim lignin-
peroksidase/LiP, 2)Manganese peroksidase/MnP, 3)Versatile peroksidase/VP,
4)Lakase/Lac, dan 5)Enzim dye-decolorizing peroksidase/DyPs.
[-24-]
Gambar 3.1. Struktur 3 Dimensi Enzim Pendegradasi Lignin (Datta et al., 2017)
Selain itu enzim-enzim seperti aril alkohol dehydrogenase, phenol
oksidase, cellobiose, aromatic acid reductase, vanilat hidroksilase,
dioksigenase, dan katalase mempunyai peranan penting dalam proses
degradasi lignin (Aarti et al., 2015).
Enzim ini terutama dihasilkan oleh fungi, namun beberapa jenis bakteri
seperti Streptomyces ssp., Thermobifida fusca, Rhodococcus jostii, Bacillus
subtilis, B. licheniformis, dan Pseudomonas flurrescens juga menghasilkan
enzim sejenis (Olsson, 2016).
1. Enzim Lignin Peroksidase/Li-P (EC 1.11.1.14, Ligninase) merupakan enzim
glikosilat mengandung hemeprotein dengan grup prostetik
FerriProtoporfirin yang membutuhkan hidrogen peroksida/H2O2 untuk
mengkatalisasi oksidasi unit lignin non fenolik dan mineralisasi komponen
aromatik yang keras/kompak.
Oksidasi lignin oleh lignin peroksidase (Li-P) terjadi melalui transfer
elektron, pemecahan non katalitik berbagai ikatan/rantai lignin, dan
pembukaan cincin aromatik.
Siklus katalitik dari Li-P terdiri dari satu reaksi oksidasi dan dua reduksi
(Datta et al., 2017), dengan tahap-tahapan sebagai berikut:
1) Oksidasi dua elektron dari native enzim (enzim asal) ferric lignin
Peroksidase [LiP-Fe (III)] oleh H2O2 membentuk senyawa intermediet /
oxo-ferryl [Fe (IV)]
[-25-]
α β
α β
[-24-]
[-25-]
2) Proses reduksi dari senyawa I oleh substrat pereduksi aromatik non-
fenolik (A) untuk membentuk senyawa II melalui penambahan 1
elektron
3) Terakhir, siklus oksidasi berakhir saat senyawa II dikembalikan ke
keadaan awal melalui pengikatan satu/lebih elektron dari substrat
pereduksi A
Gambar 3.2 Siklus Katalisis Lignin-Peroksidase (Datta et al., 2017)
Perez et al. (2002) mengungkapkan Lignin peroksidase (LiP)
memotong jalur utama perombakan lignin yaitu ikatan Cα-Cβ molekul
lignin dan berbagai reaksi post enzimatic (Gambar 3.3). Data et al. (2017)
menambahkan bahwa Li-P mempunyai potensial redoks tinggi (1,2 V
pada pH 3) serta mampu mengoksidasi secara langsung struktur fenolik
dan non fenolik dari lignin tanpa perantara.
Gambar 3.3. Pemotongan ikatan Cα-Cβ molekul lignin dan pembentukan
senyawa intermediet (Perez et al., 2002)
2. Enzim Mangan-Peroksidase/Mn-P (EC. 1.11.1.13) merupakan heme
peroksidase ekstraseluler yang membutuhkan Mn2+ sebagai substrat
pereduksinya (Steffen, 2003).
[-26-]
Mn-P mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+ dan H2O2 sebagai katalis
untuk menghasilkan gugus peroksida. Mn3+ yang dihasilkan dapat
berdifusi ke dalam substrat dan mengaktifkan proses oksidasi yang
mengubah struktur fenolik menjadi radikal fenoksil. Mn3+ yang terbentuk
sangat reaktif dan membentuk kompleks dengan chelating asam organik
seperti asam oksalat/malat (Kishi et al., 1994). Dengan bantuan chelator,
ion Mn3+ distabilkan dan dapat menembus ked alam jaringan substrat.
Hal ini didukung aktivitas kation radikal dari veratril alkohol dan enzim
penghasil H2O2. Proses diakhiri bergabungnya O2 ke dalam struktur lignin
(De Jong et al., 1994). Radikal fenoksil yang dihasilkan selanjutnya
bereaksi dan akhirnya melepaskan CO2 (Suparjo, 2008).
Gambar 3.4. Siklus katalitik Mn-P (Sumber: Perez et al., 2002)
Oksidasi lignin dan senyawa fenolik lain oleh Enzim Mn-P tergantung
pada ion Mn bebas. Substrat pereduksi utama dalam siklus katalitik Mn-
P adalah Mn2+ yang secara efesien mereduksi senyawa I (Mn-P compound
I) menjadi senyawa II (Mn-P compound II), menghasilkan Mn3+ yang
selanjutnya mengoksidasi substrat organik. Mn2+ berikatan dengan
chelator asam organik untuk menstabilkan Mn3+. Siklus katalitik Mn-P
dimulai dengan pengikatan H2O2 atau peroksida organik dengan enzim
Ferric alami dan pembentukan kompleks besi peroksida (Gambar 3.4)
(Perez et al., 2002).
Pemecahan ikatan oksigen peroksida membutuhkan Fe4+-oxo-
porphyrin-radicalcomplex dalam pembentukan Mn-P compound I.
Kemudian ikatan dioksida dipecah dan dikeluarkan satu molekul airnya.
[-27-]
[-26-]
[-27-]
Reaksi berlangsung sampai terbentuknya Mn-P compound II. Ion Mn2+
bekerja sebagai donor 1-elektron untuk senyawa antara forfirin dan
dioksidasi menjadi Mn3+. Mn3+ merupakan oksidan kuat yang
mengoksidasi senyawa fenolik tetapi tidak dapat memecah unit non-
fenolik lignin (Perez et al., 2002).
Reaksi awal Mn3+ dengan cincin fenolik adalah suatu oksidasi 1
elektron menjadi radikal fenoksil yang terdapat dalam mesomer yang
berbeda (Gambar 3.5). Secara simultan chelat asam organik dioksidasi
menjadi feroksil dan radikal lain menghasilkan superoksida yang akan
bereaksi dengan radikal berinti karbon menjadi eter peroksida,
selanjutnya mengalami pembelahan cincin dan membentuk struktur
alifatik. Selanjutnya sistem enzim Mn-P membelah gugus ini menjadi CO2
dan radikal alifatik yang kemudian berreaksi dengan dioksida
menghasilkan CO2 dan bahan organik seperti asam format (Perez et al.,
2002).
Gambar 3.5. Skema perombakan struktur aromatik lignin oleh Mn-P
(Perez et al., 2002)
3. Enzim Versatil Peroksidase/VP (EC 1.11.1.16) merupakan enzim dengan
kemampuan katalitik seperti Li-P dan Mn-P yang mampu
mentransformasi senyawa lignin tanpa perantara eksternal. Enzim VP
memiliki karakteristik arsitektur molekul hibrida dengan beberapa
tempat pengikatan termasuk Mn2+ dan mampu mengoksidasi Mn2+
seperti Mn-P dan Li-P. Namun, tidak seperti MnP, VP memiliki
[-28-]
kemampuan ganda mengoksidasi berbagai substrat dengan potensi
redoks tinggi atau rendah termasuk Mn2+, struktur fenolik dan non-fenolik
serta alkohol aromatic (Datta et al., 2017)
4. Enzim Laccase/Lac (EC 1.10.3.2, benzenediol:oxygenoxidoreductase)
merupakan enzim pengoksidasi yang mengandung tembaga yang dapat
mereduksi 4 elektron oksigen melalui oksidasi berbagai senyawa organik
seperti fenol, polifenol, anilin dan beberapa senyawa anorganik melalui
mekanisme transfer elektron (Kunamneni et al., 2008).
Enzim Laccase dapat merombak senyawa fenolik, mengoksidasi
amina aromatik dan senyawa lain melalui reduksi molekul oksigen
menjadi H2O (Aarti et al., 2015). Madhavi dan Lele (2009)
mengungkapkan laccase mereduksi O2 menjadi H2O dalam substrat
fenolik melalui reaksi pembentukan radikal bebas (Gambar 3.6).
Gambar 3.6. Skema Oksidasi Komponen Fenolik dari Lignin oleh Laccase
(Madhavi dan Lele, 2009)
Adanya senyawa perantara (pro-oksidan) seperti 2,2’azino-bis/3-
ethyl benzothiazoline-6-sulphonic acid (ABTS); 3-Hydroxy anthranilic
acid/HAA; N-hydroxybenzotriazol/HBT; violuric acid (VLA); N-
hydroxyphtalimide (HPI); N-hydroxyacetanilide (NHA), Laccase dapat
menghasilkan daya oksidasi tinggi terhadap komponen nonfenolik lignin
seperti gugus metil aromatik, benzyl alkohol, hidrokarbon polisiklik
aromatik, veratryl alcohol maupun pewarna tekstil (Gambar 3.7).
[-29-]
δ
β
[-28-]
[-29-]
Gambar 3.7 Skema Oksidasi Komponen Non-Fenolik dari Lignin oleh Laccase
(Madhavi dan Lele, 2009)
Ishihara (1980) menyatakan Laccase adalah enzim pengoksidasi
melalui proses demitilasi yang mengubah gugus metoksi menjadi
methanol. Disamping itu terdapat kelompok enzim fenol oksidase
(laccase dan tirosinase) yang mengoksidasi gugus δ dan p-fenol serta
gugus amina menjadi kuinon dan memberi perubahan warna terhadap
fenolik 1-naftol dan p-kresol. Datta et al. (2017) mengungkapkan
sebagian besar enzim bekerja pada substrat spesifik, namun aktivitas
enzim Laccase berbeda yaitu mempunyai aktivitas pada berbagai
substrat seperti polifenol, diphenol, benzenethiol, serta amina aromatik.
5. Enzim Dye-Decolorizing Peroksidase/DyP (Reactive-Blue-5:hydrogen-
peroxide oxidoreductase. EC1.11.1.19) merupakan peroksidase berbasis
heme yang dapat memecah lignin yang dimediasi senyawa radikal. DyP
adalah enzim bifungsional yang mempunyai aktivitas oksidatif serta
hidrolitik. DyP secara filogenik berbeda dari peroksidase lainnya karena
memiliki lipatan mirip ferroksin dan alfha (Gambar 3.1). Namun,
mekanisme oksidasinya mirip dengan VP dan MnP. DyP dikelompokkan
menjadi empat jenis: A, B, C, dan D (Tabel 3.1) (Colpa et al., 2014). Semua
jenis DyP memiliki aktivitas peroksidase, namun, mempunyai nilai
spesifisitas substrat yang berbeda. Selain mendegradasi lignin, DyP juga
mengoksidasi pewarna, β-karoten, sulfida aromatik (Colpa et al., 2014),
aromatik metoksilat non-fenolik, Mn2, dan pewarna sintetis dengan
bilangan redoks tinggi seperti pewarna antrakuinon dan azo (Datta et al.,
2017).
[-30-]
Tabel 3.1 Karakteristik Kelompok Enzim Dye-Decolorizing Peroksidase
DyP Nama Protein Mikroba Penghasil Struktur Kristal Sumber A EfeB/YcdB Escherichia coli O157 (2Y4E - PPIX) Liu et al. (2011)
DyPA Rhodococcus jostii RHA1 - Ahmad et al. (2011)
TfuDyP Thermobifida fusca Bloois et al. (2010)
BsDyP (YwbN) Bacillus subtilis Santos et al. (2013)
B DyPB Rhodococcus jostii RHA1 3QNR + 3QNS Roberts et al. (2011)
TyrA Shewanella oneidensis 2IIZ + 2HAG Zubieta et al. (2007)
BtDyP Bacteriodes thetaiotaomicron 2GVK Zubieta et al. (2007)
PpDyP Pseudomonas putida Sezer et al. (2013)
DyPPa Pseudomonas aeruginosa PKE117 Li et al. (2012)
C DyP2 Amycolatopsis sp. 75iv2 4G2C Brown et al. (2012)
AnaPX (AnaDyP) Anabaena sp. PCC 7120 Ogola et al. (2009)
D BadDyP/TcDyP Bjerkandera adusta Dec 1 2D3Q [ Sugano et al. (2007)
AauDyP I (AjP I) Auricularia auricula-judae 4AU9 Lier et al. (2010)
MsP1 dan MsP2 Mycetinis scorodonius Scheibner et al. (2008)
TAP (TalDyP) Termitomyces albuminosus Johjima et al. (2007)
PoDyP Pleurotus ostreatus Faraco et al. (2007)
Sumber: Colpa et al., 2014
Perombakan lignin umumnya dilakukan pada lingkungan aerobik,
namun pada lingkungan anaerobik seperti lingkungan rumen, tanah,
tubuh serangga, maupun aquatik, perombakan lignin juga berlangsung
yang menghasilkan asam organik, alkohol aromatik, amina, CO2 dan CH4
(Kajikawa et al., 2000; Chandra et al., 2015).
Di alam, perombakan lignin merupakan hasil aktivitas sekelompok
mikroorganisme dengan enzim ekstraseluler non-spesifik yang merombak
lignin yang mempunyai struktur acak dengan bobot molekul tinggi.
Beberapa kelompok bakteri diketahui mampu merombak senyawa
lignin menjadi komponen penyusunnya serta memproduksi sejumlah
enzim oksidatif yang dapat memodifikasi lignin untuk dipecah melalui
proses hidrolisis atau demetilisasi (Lotfi, 2014). Aarti et al. (2015)
mengungkapkan bahwa enzim memegang peranan penting dalam
proses degradasi lignin oleh spesies bakteri. Mekanisme perombakan lignin
oleh bakteri lebih spesifik dibandingkan fungi karena umumnya setiap 1
spesies bakteri hanya dapat memutus 1 tife ikatan/rantai dari lignin.
Sehingga perombakan senyawa lignin dilakukan oleh berbagai jenis
bakteri/konsorsium bakteri atau kombinasi bakteri dengan fungi. Lang et
al. (2000) mengungkapkan kehadiran bakteri dan yeast pada batang
[-31-]
[-30-]
[-31-]
tanaman dapat menjadi trigger/pemicu pertumbuhan white rot fungi
maupun brown rot fungi.
Bakteri Pseudomonas (ordo Pseudomonadales), Cellulomonas (ordo
Actinomycetales), Streptomyces (ordo Actinomycetales), dan genus lain
dari ordo Actinomycetales mampu memproduksi Laccase ekstraseluler
dan peroksidase (Lynd et al., 2002). Yang (2007) menunjukkan bahwa
Pseudomanas sp. merupakan bakteri pendegradasi lignin paling efisien
yang tidak hanya mampu mendegradasi lignin alami tetapi juga
mendegradasi cincin aromatik.
Bakteri Aeromonas, Aneurinibacillus, Bacillus, Enterobacter,
Actynomycetes, Flavobacterium, Klebsiella, Pseudomonas, Rhodococcus,
maupun Sellulomonas juga mempunyai kemampuan enzimatis
merombak cincin aromatik (aromatic ring) dan rantai samping lignin
(Hernandes et al., 1994; Abdelaziz et al., 2016). Lotfi (2014) menambahkan
bakteri dari genus Alcaligenes, Arthrobacter, dan Nocardia mampu
mendegradasi cincin aromatik penyusun makromolekul lignin. Geib et al.
(2008) menyatakan bakteri saluran cerna rayap seperti Rhodococcus
erythropolis, Sphingomonas sp., Microbacterium sp., Brucella melitensis,
Ochrobacterium sp., Burkholderia sp., mampu mendegradasi senyawa
aromatik. Mudita (2019) juga menunjukkan bahwa bakteri lignolitik dari
rumen sapi bali dan/atau rayap mempunyai kemampuan sebagai
perombak senyawa lignin sintetik maupun bahan pakan limbah
pertanian yang mengandung lignin (jerami padi dan dedak padi).
Bacillus subtilis strain BR4LG merupakan bakteri lignolitik terbaik asal
cairan rumen sapi bali yang mampu mendegradasi asam tanat, dedak
padi maupun jerami padi masing-masing dengan diameter zone bening
0,237 cm, 0,660 cm dan 0,343 cm tiap 15 µl dengan aktivitas enzim
ligninase spesifik 3,044 U (mmol/ml//gram protein enzim), sedangkan
Aneurinibacillus sp. strain BT5LG merupakan bakteri lignolitik terbaik
yang berhasil diisolasi dari rayap mempunyai kemampuan mendegradasi
asam tanat, dedak padi maupun jerami padi masing-masing dengan
[-32-]
diameter zone bening 0,230 cm, 0,660 cm dan 0,320 cm tiap 15 µl dengan
aktivitas enzim ligninase spesifik 3,260 U (mmol/ml//gram protein enzim).
Martani et al. (2003) mengungkapkan bakteri genus Micrococcus
(isolat SPH-9) dan Bacillus (isolat SPH-10) yang diisolasi dari sampah
domestik mampu mendegradasi lignin (lindi hitam) masing-masing
sebesar 75% dan 78%. Prihantini et al. (2011) mengungkapkan isolat
bakteri TLiD dan BOpR mampu mendegradasi lignin dan organochlorin
(lignolitik) jerami padi sampai 100% pada fermentasi selama 7 hari,
sedangkan substrat kraft lignin mampu didegradasi sebesar 37% oleh
bakteri Bacillus sp. pada suhu 30oC selama 6 hari (Hanafy et al., 2008).
Lotfi (2014) mengungkapkan Streptomyces viridosporus T7A
dan/atau Aneurinibacillus aneurinilyticus merombak lignin melalui proses
depolimerisasi, Pseudomonas paucimobilis SYK-6 mampu memecah
berbagai senyawa dimerik dari lignin, Azotobacter sp. HM121 mampu
memecah lignin melalui proses mineralisasi dan pelarutan, Bacillus sp. dan
Paenibacillus sp. mampu merombak kraft lignin. Bacillus subtilis, B.
atrophaeus, B. licheniformis, B. pumilus, Streptomyces cyaneus, S.
coelicolor, S. griseus, S. ipomea, S. lavendulae, Serratia marcescens dan
Thermus thermophilus mampu memproduksi Laccase untuk merombak
lignin melalui proses demineralisasi dan pelarutan (Data et al., 2017).
Phenol oksidase dari Streptomyces cyaneus mempunyai kontribusi lebih
tinggi dari peroksidase dalam pemecahan lignin (Berrocal et al., 2000).
Ruttiman et al. (1991) mengungkapkan bahwa bakteri pendegradasi
lignin juga berperanan dalam perombakan lebih lanjut senyawa
intermediet hasil degradasi jamur.
3.2.2 Bakteri Lignoselulolitik dalam Perombakan Selulosa
Degradasi selulosa merupakan proses pemecahan polimer anhidro
glukosa menjadi molekul yang lebih sederhana. Proses ini menghasilkan
oligo, tri atau disakarida maupun monosakarida yaitu selobiosa,
selotriosa, monomer glukosa, CO2 dan H2O. Degradasi selulosa dapat
berlangsung secara biologis (aktivitas enzim mikroba), fisik maupun
[-33-]
[-32-]
[-33-]
kemis. Mikroba yang mampu mendegradasi sselulosa sebagai akibat
kemampuannya menghasilkan enzim selulase disebut mikroba selulolitik.
Maranatha (2008) menyebutkan mikroba selulolitik dari kelompok
bakteri mempunyai tingkat pertumbuhan cepat dan aktivitas selulase
tinggi.
Tabel 3.2 Karakteristik Morfologi Bakteri Selulolitik
Kondisi Lingkungan
Genus Contoh Spesies Gram Bentuk Suhu Tumbuh
Sistem Selulase
Aerob Cellulomonas C. flavigena, C. uda
+ Rod/ Batang Termofil Nonkompleks, sel bebas
Cellvibrio C.fulvus, C. gilvus
- Curved rod Mesofil Nonkompleks, sel bebas
Cytophaga C. hutchinsonii - Rod/ Batang Mesofil Nonkompleks, sel bebas
Pseudomonas P. fluorescens _ Rod/ Batang Mesofil Nonkompleks, sel bebas
Streptomyces S. reticuli + Rod berfilamen
Mesofil Nonkompleks, sel bebas
Thermobifida T. fusca + Rod berfilamen
Termofil Nonkompleks, sel bebas
Anaerob Butyrivibrio B. fibrisolvens + Curved rod Mesofil Nonkompleks
Bacillus B. pumilis + Rod/ Batang Mesofil Nonkompleks, sel bebas
Clostridium C. thermocellum, C.cellulolyticum
+ Rod/ batang Termo-Mesofil
Kompleks, ikatan sel utama
Eubacterium E. cellulosolvens + Rod Mesofil -
Fibrobacter F. succinogenes - Rod Mesofil Kompleks, Sel Terikat
Hallocella H. celluloica - Rod Mesofil Nonkompleks, sel bebas
Spirochaeta S. thermophila + Spiral Termofil Nonkompleks, sel bebas
Ruminococcus R. albus, R. flavefaciens
+ Coccus Mesofil Kompleks, Sel Terikat
Sumber: Lind et al. (2002)
Mikroba selulolitik khususnya bakteri banyak ditemukan pada
tanah/lahan pertanian, hutan, jaringan hewan, saluran pencernaan
herbivora baik rumen, kolon, sekum maupun hipopotamus (bagian
bawah lambung pseudoruminan), rayap (air liur, sel tubuh, saluran
pencernaan maupun sarangnya) serta pada tumbuhan yang membusuk .
Bakteri di alam yang bersifat selulolitik antara lain; Bacillus subtilis,
Bacillus macerans, Bacillus sp., Clostridium (C. acetobutylicum, C.
[-34-]
thermocellum), Acidothermus, Pseudomonas florescens, Rhodothermus
(Howard et al., 2003; Mudita, 2019), Erwinia, Acetovibrio, Mikrobispora,
Cellulomonas, Cellovibrio, Streptomyces murinus, Sclerotium rolfisii (Duff
dan Murray, 1996), Fibrobacter succinogenes, Ruminococcus albus,
Ruminococcus flavefaciens, Butytrivibrio fibrisolvens (Lynd et al., 2002).
Lind et al. (2002) menambahkan pada kondisi aerob, bakteri
pendegradasi selulosa didominasi oleh bakteri dari ordo Actinomycetales
(phylum Actinobacteria), sedangkan pada kondisi anaerob didominasi
oleh ordo Clostridiales (phylum Firmicutes) (Tabel 3.2).
Perez et al. (2002) mengungkapkan bahwa aktivitas selulolitik
bakteri dilakukan secara ekstraseluler melalui dua sistem, yaitu: 1) Sistem
hidrolitik, melalui produksi enzim hidrolase yang merombak selulosa dan
hemiselulosa, dan 2) Sistem oksidatif dan sekresi lignase ekstraseluler
melalui depolimerisasi lignin. Lebih lanjut diungkapkan perombakan
selulosa secara enzimatis berlangsung karena adanya kompleks enzim
selulase bersifat spesifik untuk menghidrolisis ikatan β-1,4-glikosidik, rantai
selulosa dan derivatnya. Lynd et al. (2002) mengungkapkan terdapat
tiga (3) tife enzim selulase yang utama yaitu 1) Endo-glukanase/1,4-β-D-
glucan-4-glucanohydrolase (EC 3.2.1.4), 2) Eksoglukanase terdiri atas 1,4-
β-D-glucan glucanohydrolase/cellodextrinase (EC 3.2.1.74) dan 1,4-β-D-
glucan cellobiohydrolases/cellobiohydrolase (EC 3.2.1.91), dan 3) β-
glukosidase/ β-glucoside glucohydrolase (EC 3.2.1.21).
Gambar 3.8 Proses Degradasi Selulosa menjadi Glukosa (Lynd et al., 2002)
[-35-]
β
β
β
β β β
① β ② β ③β④ ⑤ ⑥
[-34-]
β
β
β β
β
β
[-35-]
Perez et al. (2002) menunjukkan bahwa perombakan selulosa oleh
bakteri selulolitik berlangsung melalui beberapa tahap. Tahap pertama
adalah menguraikan polimer selulosa secara random/acak oleh enzim
carboxymethil celulase/CMC-ase atau endo β-1,4 glukanase dengan cara
memecah ikatan β 1-4 yang ada di dalam struktur selulosa
kristalin/amorf sehingga terbentuk ujung rantai yang baru (oligodekstrin).
Tahap kedua adalah penguraian selulosa dari ujung pereduksi dan non-
pereduksi oleh eksoglukanase (selodektrinase dan selobiohydrolase)
melalui pemotongan ujung-ujung rantai selulosa sehingga menghasilkan
disakarida dan tetrasakarida (selobiosa). Tahap ketiga (terakhir) adalah
tahap penguraian selobiosa menjadi glukosa oleh enzim β-glukosidase
(Gambar 3.8).
Kirk (1983) menggambarkan proses degradasi selulosa secara lebih
mendetail yang melibatkan kompleks enzim selulase yaitu; 1) enzim endo-
1.4-β-glukanase, 2) enzim ekso-1.4-β-glukanase, 3) enzim β-glukosidase, 4)
enzim glukosa oksidase, 5) enzim selubiosa oksidase, dan 6 ) enzim
sellubiosa quinon oksidoreduktase dengan mekanisme kerja seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.9
Gambar 3.9 Mekanisme Kerja Enzim dalam Perombakan Selulosa [ ①endo endo-1.4-β-glukanase, ②ekso-1.4-β-glukanase, ③β-glukosidase,
④glukosa oksidase, ⑤selubiosa oksidase, dan ⑥sellubiosa quinon oksidoreduktase] (Kirk, 1983)
Lynd et al. (2002) mengungkapkan beberapa mikroorganisme
mampu menghasilkan multifunction glukanase yang terdiri dari
beberapa enzim selulase dan hemiselulase, sehingga konsep 1 (satu) enzim
[-36-]
satu aktivitas tidak berlaku pada semua kasus. Ditambahkannya bahwa
multifunction protein adalah suatu protein enzim yang terdiri dari satu
tife (tife tunggal) dari suatu rantai polipeptida tetapi mempunyai
berbagai aktivitas katalitik/aktivitas enzimatis. Sebagai contoh; Cel A dari
Caldocellum saccharolyticum diidentifikasi menghasilkan 2 jenis selulase
yaitu endo-glukanase dan ekso-glukanase. XyIA dari Neocallimastrix
pantriciarum mempunyai dua kemampuan katalitik yang dominan
(Zhou et al., 1994 dalam Howard et al., 2003). Lynd et al. (2002)
menambahkan bahwa 1 spesies bakteri dapat memproduksi berbagai
jenis enzim, seperti Cellulomonas sp. paling sedikit memproduksi 6 enzim
endoglukanase dan paling sedikit 1 enzim eksoglukanase. Bakteri
thermofilus berfilamen yaitu Thernmobifida fusca juga menghasilkan 6
selulase yaitu 3 endoglukanase (E1, E2 dan E5), 2 eksoglukanase (E3 dan E6)
dan 1 selulase dengan aktivitas endoglukanase dan eksoglukanase
Leschine (1995) dan Kumar et al. (2008) mengungkapkan bahwa
dalam kondisi anaerob, kompleks enzim selulase (endo-glukanase, ekso-
glukanase maupun glukosidase) serta enzim pendegradasi komponen
serat kasar lainnya diorganisir kedalam multiprotein enzim yang disebut
“cellulosome/selulosom” yang bekerja secara sinergis dalam hidrolisis
selulosa kristalin (Gambar 3.10). Komponen utama dan aksi katalitik dari
selulosom Clostridium thermocellum disajikan pada Tabel 3.3.
Gambar 3.10. Komponen Multi Protein Enzim Selulosom dari Bakteri dan Pola
Perombakan Komponen Selulosa (Kumar et al., 2008)
[-37-]
[-36-]
[-37-]
Kumar et al. (2008) mengemukakan bahwa kompleks enzim
selulase dalam formasi selulosom memungkinkan aktivitas enzim
pendegradasi serat dinding sel akan bekerja terpadu dengan sinergisisme
yang optimal di dekat sel bakteri. Formasi selulosom juga mempercepat
pemanfaatan produk hidrolisis sehingga keberlangsungan/kontinyuitas
perombakan selulosa dan serat dinding sel lainnya oleh kompleks enzim
selulase akan terjaga dan efisien. Formasi selulosom dari Clostridium
thermocellum merupakan salah satu contoh yang mempunyai efisiensi
tinggi dalam mendegradasi selulosa mikrokristalin (Lamed dan Bayer,
1988 dalam Kumar et al., 2008). Struktur selulosom dari C. thermocellum
terdiri dari protein scaffoldin nonkatalitik (CipA) multi-modular,
mengandung sembilan cohesins, empat module-X dan modular pengikat
selulosa/cellulose binding module/CBM. Scaffoldin bergerak ke dinding sel
melalui kohesin domain tipe II. Terdapat 22 module katalitik terdiri atas 9
module dengan aktivitas endoglucanase (CelA, CelB, CelD, CelE, CelF,
CelG, CelH, CelN, CelP), 4 module beraktivitas exoglucanase (CbhA, CelK,
CelO, CelS), 5 menunjukkan aktivitas hemiselulase (XynA, XynB, XynV,
XynY, XynZ), 1 dengan aktivitas chitinase (ManA) dan 1 dengan aktivitas
lichenase (LicB). Modula ini memiliki gugus-gugus dockerin yang dapat
berhubungan dengan kohesin protein CipA untuk membentuk selulosa
Tabel 3.3 Komponen Selulosom dari Clostridium termocellum
Komponen Selulosom
Deskripsi/Peranan Komponen Selulosom
Deskripsi/Peranan
CipA (c) Scafooldin XynA; XynU Xylanase CelJ Selulase CelD Endoglukanase CbhA Cellobiohidrolase XynC Xylanase XynY Xylanase XynD Xylanase CelH Endoglukanase ManA Mannanase CelK Cellobiohydrolase CelT Endoglukanase XynZ Xylanase CelB Endoglukanase CelE Endoglukanase CelG Endoglukanase CelS (c) Eksoglukanase CseP (Belum diketahui) CelF Endoglukanase ChiA Chitinase CelN Endoglukanase CelA Endoglukanase CelQ Endoglukanase XynB; XynV Xylanase CelO Cellobiohydrolase LicB Lichenase Sumber: Kumar et al., 2008
[-38-]
Multi protein enzim selulosom dapat diproduksi oleh 1 mikroba
dan/atau multi kultur mikroorganisme. Leschine (1995) telah
menguraikan aktivitas kerja multi protein enzim selulosom yang
dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme yang disajikan pada Gambar
3.11. Mikroba selulolitik menghasilkan enzim yang mendepolimerisasi
selulosa, sehingga menghasilkan selobiose, selodekstrin, dan beberapa
glukosa. Gula-gula ini segera difermentasi oleh bakteri sakariolitik dan
selulolitik lainnya sehingga konsentrasi selobiosa kembali rendah sehingga
mencegah penghambatan kerja sistem kompleks enzim selulase akibat
penumpukan produk hidrolisis selulosa (selobiosa). Enzim nonselulolitik
pendegradasi selobiosa memainkan peran penting pada proses ini dan
menghasilkan CO2, H2, asam organik (asetat, propionat, butirat), dan
alkohol. Sangat sedikit H2 lolos ke atmosfir karena langsung
dimanfaatkan oleh methanogenes/homoacetogenes. Methanogenes
menggunakan H2 untuk mengkonversi CO2 menjadi CH4, sedangkan
homoacetogenes menggunakan H2 untuk mengkonversi CO menjadi
asetat. Asetat dan/atau asam organik lain (seperti asam format) akan
digunakan oleh beberapa spesies metanogenik untuk membentuk CH4
dan CO2. Bakteri sintrofik memegang peranan dalam konversi selulosa
menjadi CH4 dan CO2. Mikroba ini memfermentasi asam lemak seperti
propionat, butirat, atau alkohol membentuk asetat, CO2, dan H2, namun
bakteri sintrofik tumbuh sangat lambat, sehingga fermentasi VFA
merupakan faktor pembatas laju perombakan selulosa secara anaerob.
Lynd et al. (2002) menambahkan bahwa pada kondisi anaerob
obligat/strictly anaerobic (kondisi total tanpa oksigen), bakteri selulolitik
memproduksi glukosa 1 fosfat (G-1-P) melalui aktivitas cellobiose
phosphorylase (CbP) dan cellodextrin phosphorylase (CdP) yang
dimetabolisme menjadi glukosa 6 fosfat yang merupakan pusat dari
katabolisme gula pada jalur Embden-Meyerhoff. Semua spesies bakteri
tersebut memproduksi asam asetat dan CO2 dalam jumlah substansial,
sedangkan secara individual bervariasi yang sebagian besar merupakan
produk turunan dari hasil oksidasi intraseluler dari piridin nukleotida.
[-39-]
[-38-]
[-39-]
Pada Clostridium sp. dan R. albus, etanol dan H2 adalah produk turunan
akhir utama pada lingkungan alami, dan asetil coenzim A (Acetyl-CoA)
adalah kunci asosiasi dengan flux karbon untuk produksi etanol dan
asetat. Bakteri rumen F. succinogenes dan Ruminococcus favefaciens
memproduksi suksinat dalam jumlah besar yang akan dikonversi oleh
bakteri lain menjadi propionat. Produksi suksinat terjadi melalui fiksasi
netto dari CO2 oleh phosphoenol piruvat/PEP carboxykinase yang
merupakan konversi lanjutan dari oksaloacetat menjadi malat dan
suksinat. Laktat diproduksi dalam jumlah besar oleh berbagai spesies
sakarolitik anaerobik yang umumnya bukan produk utama dari
selulolitik anaerobik yang mempunyai laju pertumbuhan yang relatif
lambat dalam gula terlarut. Suatu pengecualian ditunjukkan
Anaerocellum thermophilum yang mempunyai pertumbuhan lebih cepat
dibandingkan bakteri selulolitik lainnya, yang memproduksi laktat
sebagai produk akhir fermentasi selulosa.
Gambar 3.11 Perombakan Anaerob dari Selulosa oleh Konsorsium Mikroba
Kemampuan degradasi selulosa berbagai bakteri bervariasi yang
dipengaruhi oleh jenis/spesies, substrat maupun lingkungan. Petre et al.
(1999) mengungkapkan bahwa kemampuan mikroba selulolitik
merombak/mendegradasi selulosa dipengaruhi oleh berbagai faktor
yaitu; (1) ukuran dan permeabilitas enzim selulolitik dan molekul lain
[-40-]
yang terlibat dalam kaitannya dengan sifat ukuran dan permukaan dari
fibril/serat sel dan ruang antara mikrofibril dan molekul selulosa dari
daerah/bagian amorf, (2) derajat kristalinitas selulosa, (3) dimensi/ukuran
sel selulosa, (4) konformasi dan kekakuan stereoskopis unit
anhidroglukosa; (5) derajat polimerisasi molekul selulosa; dan (6) sifat
komponen dimana selulosa berikatan. Ditambahkannya bahwa tingkat
kristalinitas selulosa merupakan salah satu parameter utama yang
mempengaruhi laju degradasi enzimatis. Oleh karena itu, tingkat
degradasi merupakan fungsi dari sifat permukaan selulosa yang
memungkinkan akses enzim ke molekul polimer.
3.2.3 Bakteri Lignoselulolitik dalam Perombakan Hemiselulosa
Degradasi hemiselulosa merupakan proses pemecahan polimer
hetero polisakarida menjadi molekul lebih sederhana. Proses ini
menghasilkan monomer yang mengandung glukosa, mannosa, galaktosa,
xilosa, arabinosa dan 4-0 methyl-glukoronik, D-galacturonic dan D-
glukoronik (Perez et al., 2002).
Beg et al. (2001); Perez et al. (2002); Howard et al. (2003)
maupun Saha (2003) mengungkapkan bahwa mengingat komponen
utama dari hemiselulosa adalah xilan dan mannan, maka enzim yang
berperan penting dalam proses degradasi hemiselulosa adalah kompleks
enzim xylanase dan mananase. Lebih lanjut Saha (2003)
mengungkapkan bahwa degradasi secara total dari xilan membutuhkan
kompleks enzim yang bekerja secara sinergis, yaitu enzim endo-1,4-β-
xilanase, exo-xylanase, 1,4-β-xilosidase, dan beberapa enzim penunjang
seperti α-L-arabinofuranosidase, α-glucuronidase. acetylxylan esterase,
ferulic acid esterase, and p-coumaril esterase yang berperanan dalam
hidrolisis berbagai komponen xylan (Gambar 3.12-3.13), sedangkan untuk
mendegradasi mannan secara total membutuhkan adanya kompleks
mananase yang terdiri dari; endo-β-D-mannanase, exo-β-mannosidase, β-
D-glucosidase, acetyl mannan esterase, dan α-galactosidase untuk
[-41-]
β
β
β
β
β α
α α
α
[-40-]
β
β
α α
β β β
α
[-41-]
memutus rantai utama dan rantai samping dari struktur bangun
mannanosa (Gambar 3.14-3.15).
Pada proses perombakan xylan, enzim endo-1,4-β-xylanase bertugas
menghidrolisis secara acak bangun utama ikatan β-1,4-xylosa dari
kerangka rantai silan, enzim ekso-β-xilanase menghidrolisis ujung
pereduksi dan non pereduksi ikatan β-1,4-xylosa menghasilkan
silooligomer/silooligosakarida (xylobiosa) yang selanjutnya akan
dihidrolisis menjadi unit silosa tunggal dan/atau xylooligosakarida rantai
pendek oleh β-silosidase. Enzim α-arabinofuranosidase menghidrolisis
ujung nonpereduksi α-arabinofuranosa dari arabinoxylan, Enzim α-D-
glukoronidase menghidrolisis ikatan α-1,2-glikosidik dari asam 4-0-metil-
D-glukoronik rantai samping silan. Acetylxylan esterase menghidrolisis
rantai asetil ester pada acetyl silan, enzim kumaril esterase menghidrolisis
gugus kumaril ester pada xylan, sedangkan enzim feruril esterase
menghidrolisis gugus feruloil ester pada xilan. Olempska-Beer (2004)
menambahkan bahwa selanjutnya feruloil esterase akan menghidrolisis
ikatan ester antara substitusi arabinosa dan asam ferulik. Feruloil esterase
melepaskan hemiselulosa dari lignin sehingga lebih mudah didegradasi
hemiselulase lain.
Gambar 3.12. Degradasi Xylan secara Enzimatik (Sumber: Beg et al., 2001)
Dekker (1985) mengungkapkan bahwa senyawa kompleks xylan
seperti arabinoglucoronoxylan, arabinoxylan dan glukuronoxylan oleh
[-42-]
enzym endo-β-xylanase dirombak menjadi oligosakarida mengandung
xylosa. Selanjutnya oleh endo-β-xylanase, β-D-xylosidase, α-L-
arabinosidase dan α-D-glukuronidase akan dirombak menjadi xylosa,
arabinosa, dan asam glukuronat. Disamping itu enzim α-L-arabinosidase
dan α-D-glukoronidase dapat pula merombak senyawa kompleks
arabinoglucoronoxylan, arabinoxylan dan glukuronoxylan menjadi
arabinosa dan asam glukoronat atau menjadi xylan yang selanjutnya
dirombak oleh endo-β-xylanase menjadi oligosakarida mengandung
xylosa. Selanjutnya enzim endo- β-xylanase dan β-D-xylosidse menjadi
xylosa (Gambar 3.13).
Gambar 3.13 Skema Biodegradasi Xylan (Sumber: Dekker, 1985)
Perombakan total senyawa mannanosa dari hemiselulosa
membutuhkan kompleks enzim mananase yang terdiri dari; β-D-
mannanase (EC 3.2.1.78) (terdiri dari tyfe endo-β-D-mannanase dan ekso-
β-D-mannanase), exo-β-mannosidase (EC 3.2.1.25), α-galactosidase (EC
ARABINOGLUCORONOXYLANS ARABINOXYLANS
GLUCORONOXYLANS
XYLOSE – OLIGOSACCHARIDES OF MIXED CONSTITUTION
XYLOSE ARABINOSE
GLUCORONIC ACID
XYLAN OF LOW DS
ARABINOSE GLUCORONIC ACID
XYLOSE – OLIGOSACCHARIDES SOME OF MIXED CONSTITUTION
XYLOSE
α-L-arabinosidase α-D-glucoronidase
endo-β-xylanase
endo-β-xylanase
endo-β-xylanase β-D-xylosidase
endo-β-xylanase
β-D-xylosidase
α-L-arabinosidase
α-D-glucoronidase
[-43-]
β
β
β
β
β
β
α
α β
α
[-42-]
β
β β α
α
α
α
β
β β
β
β
β β α
αα β
β
ββ
ββ
αα
[-43-]
3.2.1.22), β-D-glucosidase (EC 3.2.1.21), dan acetyl mannan esterases (EC
3.1.1.6) untuk memutus rantai utama dan rantai samping dari struktur
bangun mannanosa (Dekker, 1985; Hagglund, 2002; Yeoman et al., 2010;
Zyl et al., 2010; Shimizu et al., 2015) (Gambar 3.14). Enzim endo β-D-
mananase menghidrolisis secara acak bagian tengah ikatan β-1,4 dari
mannan, galaktomannan dan/atau glukomannan. Enzim β-mannosidase
(dikenal dengan β-1,4-D-mannoside mannohydrolase) mengkatalisis
hidrolisis unit mannose dari rantai samping ikatan mannosida
nonpereduksi. Hagglund (2002) menambahkan bahwa beberapa enzim
β-mannosida mempunyai aktivitas aktif baik pada rantai glukosida
maupun mannosida serta mampu mendegradasi manno-oligosakarida
rantai panjang. Enzim α-galactosidase berperanan memutuskan ikatan
α-1,6 non pereduksi unit residu galaktosa. Enzim β-D-glucosidase
berperanan sebagai katalis pada hidrolisis terminal non pereduksi dari
residu glukosa dari oligosakarida, sedangkan enzim acetyl mannan
esterases berperanan dalam degradasi acetil heteromannan. Zyl et al.
(2010) menambahkan enzim ini mengkatalisis hidrolisis gugus acetil dari
berbagai substrat.
Gambar 3.14 Degradasi Mannan Secara Enzimatik (Sumber: Zyl et al., 2010)
Dekker (1985) menunjukkan alur degradasi senyawa kompleks
mannan secara enzimatis yang dimulai dengan adanya aktivitas enzim α-
[-44-]
D-galaktosidase dan/atau endo β-mannanase yang merombak senyawa
kompleks glukomannan atau galaktoglukomannan, dimana enzim α-D-
galaktosidase akan memecah glukomannan atau galaktoglukomannan
menjadi galaktosa dan glukomanan, yang kemudian dilanjutkan oleh
enzim endo-β-mannanase yang merombak glukomannan menjadi
mannosa oligosakarida yang selanjutnya akan dipecah kembali menjadi
mannosa dan glukosa oleh kerja enzim endo-β-mannanase, β-D-
glucosidase dan β-D-mannosidase. Disamping itu glukomannan dan/atau
galaktoglukomannan akan dirombak menjadi mannosa-oligosakarida
oleh enzim endo-β-mannanase yang selanjutnya diuraikan menjadi
komponen penyusunnya yaitu mannosa, glukosa dan galaktosa oleh
aktivitas enzim endo-β-mannanase, β-D-glukosidase, α-D-mannosidase
dan β-D-mannosidase (Gambar 3.15).
Gambar 3.15. Skema Biodegradasi Mannanosa (Sumber: Dekker, 1985)
Berbagai mikroorganisme mampu menghasilkan enzim
pendegradasi hemiselulosa (hemiselulase), antara lain Trichoderma,
Aspergillus, Bacillus sp, Aeromonascaviae, Neurospora sitophila,
Cryptococcus, Chaetomium, Humicola, Talaromyces, Clostridium sp, dll
(Chandel et al., 2007). Howard et al. (2003) menunjukkan bakteri
α-d-galactosidase
endo-β-mannanase
GALACTOGLUCOMANNANS GLUCOMANNANS
endo-β-mannanase
MANNOSE OLIGOSACCHARIDES OF
MIXED CONSTITUTION
MANNOSE
GLUCOSE
GALACTOSE
GALACTOSE GLUCOMANNAN
endo-β-mannanase
β-D-glucosidase
β-D-mannosidase
MANNOSE GLUCOSE
MANNOSE OLIGOSACCHARIDES OF
MIXED CONSTITUTION endo-β-mannanase
β-D-glucosidase
α-D-mannosidase
β-D-mannosidase
[-45-]
α α
β β
α
β β
β β
β β
α
β
β
α α
β
[-44-]
β
α
β
β β
β
β
β β α
β
α
β
β
OF
βββ
β
βαβ
[-45-]
dengan aktivitas hemiselulase tinggi yaitu; Clostridium stercoratium,
Thermoanaerobacter ethanolicus, Pyrococcus furiosus, Bacillus pumilus, B.
subtilis, B. polymyxa, E. coli, Fibrobacter succinogenes (Tabel 2.7).
Tabel 3.4 Isolat Bakteri dan Aktivitas Enzim Hemiselulase yang Dihasilkan
Organisme 1 Enzym Substrat Aktivitas Enzim (µmol/menit/mg)
Suhu Optimum
(oC)
pH optimum
Clostridium stercorarium
Feruloyl esterase
Ethyl Ferulate 88 65 8
Clostridium stercorarium
α-L-arabino furanosidase
alkyl-α-arabino furanoside / /
883 NA NA
Thermoanaero-bacter ethanolicus
β-1,4-xylosidase o-nitrophenyl-β-D-xylopyranosida
1073 93 6
Thermoanaero-bacter saccharolyticum
α-glucuronidase 4-O-methyl-glucuronosyl-xylotriose
9,6 50 6
Pyrococcus furiosus Exo-β-1,4-mannosidase
p-nitrophenyl-β-D-galactosida
31,1 105 7,4
Bacillus pumilis Endo 1,4-β–Xylanase
β -1,4-D-Xylan 1780 40 6,5
Bacillus polymyxa β-Glucosidase 4-nitrophenyl-β-D-glucopyranosida
2417 NA NA
Escherichia coli α-Galactosidase raffinose 27350 60 6,8 Fibrobacter
succinogenes Acetyl xylan esterase
Acetyl xylan 2933 NA NA
Bacillus subtilis endo-β-1,4-mannanase
kompleks mannans
514 NA NA
Bacillus subtilis mannan endo-1,4-β-mannosidase
kompleks mannans
514 50 – 60 5 – 7
Bacillus subtilis Endo-α-1,5- arabinanase
1,5-α-L-arabinan 429 60 6 – 8
Bacillus subtilis Endo-galactanase
arabinogalactan 1790 48 6
Bacillus subtilis2 xylanase Birchwood and oat spelt xylan
36633,4 60 5,8
Bacillus sp. SN52 xylanase Beechwood xylan 4511,9 55 7,5
Bacillus brevis ATCC 82462
xylanase Jerami gandum 4380 55 7,0
Paenibacillus macerans IIPSP32
xylanase Beechwood xylan 4170±23,5 60 4,5
Paenibacillus sp. NF12
xylanase oatspelt xylan 3081,05±4,12 60 6,0
Bacillus licheniformis3
β-mannanase glucomannan 251,41 NA NA
Sumber: 1Howard et al. (2003),2Kalim et al. (2015); 3Ge et al. (2016), Keterangan: NA=Non-Analysis/Tidak dianalisis
Lee et al. (1985) mengungkapkan dari 20 strain Clostridium sp.
diketahui C.acetobutylicum NRRL B527 dan ATCC 824 menghasilkan
[-46-]
xilanase terbanyak. Strain NRRL B527 menghasilkan xilanase pada pH
5,2, sedangkan ATCC 824 menghasilkan xilanase, xilopiranosidase, dan
arabinofuranosidase pada kondisi anaerob. Marques et al. (1998)
melaporkan Bacillus sp. menghasilkan xylanase tahan panas dan alkali.
Ellis dan Magnuson (2012) melaporkan Anoxybacillus flavithermus
TWXYL3 menghasilkan xylanase tahan panas dan alkali.
Mikroorganisme pendegradasi hemiselulosa secara anaerobik telah
banyak diisolasi dari berbagai sumber/lingkungan anaerobik dan
beraktivitas melalui 3 tahapan utama, yaitu; 1) hidrolisis polimer
hemiselulosa oleh kompleks enzim hemiselulase menjadi senyawa
sederhana/monomer, 2) fermentasi senyawa monomer menjadi asam-
asam organik, H2 dan CO2, dan 3) konversi lanjutan dari asam-asam
organik, hidrogen dan CO2 menjadi methan (Gambar 2.25).
Gambar 3.16 Degradasi Hemiselulosa oleh Mikroorganisme Anaerobik
(Sumber; Candra et al., 2015)
Schyns (1997) mengungkapkan bahwa hidrolisis xilan oleh mikroba
anaerob pada rumen dan/atau saluran pencernaan hewan lainnya
memegang peranan penting dalam metabolisme nutrien mahluk hidup.
Ruminococcus, Butyrivibrio, Bacteriodes, Prevotella dan Fibrobacter sp.
Hemiselulosa
Monomer (xylosa, mannosa, dll)
Hidrolisis
VFA rantai pendek
(suksinat, laktat, alkohol)
H2 dan CO2
Asam Format Asam Asetat
Acetogenesis
Acidogenesis
CH4 dan CO2
Methanogenesis
[-47-]
[-46-]
ll)
is
s
[-47-]
adalah bakteri rumen yang mempunyai aktivitas xylanolitik dan
berbagai enzim xylanolitik dari mikroba tersebut telah berhasil diisolasi.
Lebih lanjut diungkapkan bahwa Fibrobacter succinogenes diketahui juga
menghasilkan enzim xylanase yaitu acetyl xylan esterase, gluccurosidase,
arabinofuranosidase, dan ferulic acid esterase. Produk fermentasi utama
dari F. succinogenes adalah suksinat, asetat, format dan CO2. Zorec et al.
(2014) mengungkapkan bakteri rumen Prevotella bryantii dan
Pseudobutyrivibrio xylanivorans menghasilkan xylanase dengan efisiensi
tinggi serta potensial sebagai probiotik pakan atau fermentor biogas.
Kalim et al. (2015) mengungkapkan bahwa mikroba dan/atau enzim
xylanase yang dihasilkan mempunyai peranan penting dalam dunia
industri baik sebagai penghasil bioetanol, pakan ternak, suplemen
makanan xylo-oligosakarida/XOS, produksi kertas, industri kue, produksi
xylitol, minuman segar/bir.
[-48-]
BAB IV. RUMEN SEBAGAI SUMBER BAKTERI
LIGNOSELULOLITIK
4.1 Potensi Rumen Sebagai Sumber Bakteri Lignoselulolitik
Rumen merupakan salah satu bagian dari lambung ganda ternak
ruminansia (Gambar 4.1) yang mengandung berbagai mikroba seperti
dari bakteri, protozoa dan fungi (Arora, 1995) dan menghasilkan
berbagai enzim pendegradasi serat (Hungate, 1966). Kamra (2005)
mengungkapkan mikroba rumen ruminansia di daerah tropis yang
mengkonsumsi pakan kaya serat terdiri dari bakteri (1010–1011 sel/ml,
terdiri dari 50 genus), protozoa bersilia (104–106/ml, terdiri dari 25 genus),
dan fungi anaerob (103-105 zoospore/ml, terdiri dari 5 genus).
Gambar 4.1 Rumen Sapi Bali dan komponen saluran cerna lainnya (Kiri), isi
rumen sapi bali (kanan)
Perez et al. (2002) mengungkapkan dalam rumen terdapat
berbagai bakteri pendegradasi lignoselulosa. Bakteri Pseudomonas,
Flavobacterium dan Bacillus mempunyai kemampuan mendegradasi
senyawa lignin secara anaerobic. Akin dan Benner (1988)
mengungkapkan bakteri rumen mempunyai aktivitas cukup tinggi
dalam merombak lignin menjadi gas terutama gas methan. Bakteri
pendegradasi selulosa merupakan kelompok bakteri dengan jumlah dan
komposisi terbanyak dalam rumen. Bakteri selulolitik dalam rumen
antara lain Fibrobacter succinogenes, Ruminococcus flavafaciens,
Ruminococcus albus, Clostridium lochheadii, Eubacterium cellulosolvens
dan Butyrifibrio fibrisolvens, sedangkan bakteri yang berfungsi sebagai
[-49-]
[-48-]
[-49-]
pendegradasi hemiselulosa dalam rumen antara lain Butirifibrio
fibrisolvens, Bacteroides ruminocola, dan Ruminococcus amylolytica
(Weimer et al., 1999). Selain kelompok bakteri pendegradasi lignoselulosa,
dalam rumen terdapat pula bakteri pendegradasi gula antara lain
Triponema bryantii, Lactobacillus ruminus serta bakteri pendegradasi
protein antara lain Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis. Hasil
penelitian Suardana et al. (2007) menunjukkan dari cairan rumen sapi
bali dapat diisolasi bakteri asam laktat (BAL) dengan kemampuan
antimikroba yang cukup luas baik untuk bakteri gram positif maupun
gram negatif, yaitu isolat SR21 (Lactococcus lactis spp lactis 1) dan isolat
SR54 (Lactobacillus brevis 1). Chiquette (2009) mengungkapkan dalam
saluran pencernaan ruminansia terdapat berbagai bakteri probiotik dan
penghasil asam laktat dari golongan Lactobacillus sp. (L. acidophillus, L.
casei, L. crispatus, L. gallinarum, dll) dan Bifidobacterium sp. (B.
adolescentis, B. breve, B. lactis, dll), bakteri asam laktat lain (Enterococcus
faecalis, Lactococcus lactis, Leuconostoc mesenteroides) dan bakteri non
laktat (Bacillus cereus, Propionibacterium freudenreichii).
Pada umumnya kelompok bakteri lignoselulolitik akan dominan
pada rumen bila ternak mengkonsumsi hijauan/pakan kaya serat. Tiga
spesies bakteri selulolitik yaitu Ruminococcus flavifaciens, Fibrobacter
succinogenes dan Ruminococcus albus bersifat kompetitif dalam rumen.
Dalam kondisi jumlah substrat cukup tersedia, ketiga spesies tersebut
terdapat dalam jumlah hampir seimbang tetapi bila jumlah substrat
terbatas populasi Ruminococcus flavifaciens akan lebih tinggi
dibandingkan Fibrobacter succinogenes dan Ruminococcus albus (Chen
dan Weimer, 2001). Namun hasil penelitian Berra-Maillet et al. (2004)
menunjukkan bahwa populasi Fibrobacter succinogenes adalah paling
besar di dalam rumen sapi dan domba.
Adanya berbagai mikroba khususnya bakteri lignoselulolitik dan
diantaranya tergolong bakteri penghasil asam laktat yang mempunyai
sifat anti mikroba yang cukup luas dengan berbagai enzim pendegradasi
dinding sel merupakan faktor utama yang menyebabkan limbah isi
[-50-]
rumen sangat potensial dimanfaatkan sebagai fermentor/biokatalis
maupun feed suplemen berprobiotik. (Dewi et al., 2013; Mudita et al.,
2009;2010; 2012; 2013; Putri et al., 2009).
Penelitian Mudita et al. (2009; 2013); Putri et al. (2009) dan Wibawa
et al. (2009; 2010; 2011) menunjukkan limbah isi rumen kaya bakteri
pendegradasi serat dan dapat diproduksi menjadi biobiokatalis/feed
suplemen ransum berbasis limbah pertanian. Penelitian Mudita et al.
(2009) menunjukkan penggunaan 5-20 % cairan rumen mampu
menghasilkan biokatalis dengan populasi total bakteri 9,51–9,73 x 109CFU
dan bakteri selulolitik 7,67 – 8,07 x 109CFU. Putri et al (2009)
mengungkapkan limbah rumen sapi bali dapat dimanfaatkan sebagai
sumber biokatalis dalam proses fermentasi ransum berbasis limbah
nonkonvensional karena mengandung berbagai mikroba dan enzim
pendegradasi serat kasar. Dewi et al. (2013) juga mengungkapkan
pemanfaatan 20 - 80% limbah isi rumen menghasilkan feed suplemen
dengan kandungan total bakteri 2,98 – 3,33 x 108 CFU dan bakteri
selulolitik 2,5 – 2,87 x 108 CFU.
Pemanfaatan limbah padat/cair dari rumen yang kaya berbagai
mikroba sebagai biokatalis dan/atau suplemen akan meningkatkan
kualitas pakan/ransum kaya serat, menurunkan kandungan serat kasar
termasuk senyawa lignoselulosa pakan, mengurangi kandungan senyawa
antinutrisi, meningkatkan kecernaan nutrien ransum/pakan serta mampu
menghasilkan produktivitas ternak lebih tinggi dengan emisi polutan
lebih rendah (Ginting, 2004; Kaiser, 1984; Dewi et al., 2013; Mudita et al.,
2009; 2010; 2013; Putri et al., 2009; Wibawa et al., 2011).
4.2 Isolasi Bakteri Lignoselulolitik dari Rumen Sapi Bali
Isolasi bakteri lignoselulolitik merupakan langkah yang harus
ditempuh untuk memperoleh isolat bakteri yang mempunyai
kemampuan mendegradasi senyawa lignoselulosa. Penggunaan medium
pertumbuhan spesifik mengandung substrat sumber energi dan/atau
karbon bagi bakteri lignoselulolitik (mengandung sumber lignin, selulosa
[-51-]
[-50-]
[-51-]
dan hemiselulosa) merupakan hal terpenting untuk memastikan isolat
bakteri yang tumbuh merupakan isolat bakteri lignoselulolitik. Hal ini
mengingat setiap mikroba mempunyai spesifikasi dalam hal kebutuhan
energi (jenis mikroba fototrof/kemotropf), karbon (Litotrof/organotrof),
maupun nutrien spesifik lainnya (Info lebih lanjut, Lihat Buku Mikrobiologi
terkait Nutrisi untuk Pertumbuhan Mikroba). Untuk bakteri
lignoselulolitik sumber nutrien haruslah mengandung substrat sumber
lignin (misalkan bubuk lignin, lindi hitam, asam tanat, dll), sumber
selulosa (Carboxymethylcellulose/CMC, avicel mikro kristalin, kertas
whattmann, dll) serta sumber hemiselulosa (xylan dan/atau mannan).
Untuk medium pertumbuhan, hal terpenting yang harus
diperhatikan adalah kebutuhan nutrien bagi mikroba/bakteri yang akan
diisolasi. Formula medium pertumbuhan telah banyak dipublikasikan
salah satunya adalah formula medium pertumbuhan yang dirangkum
dalam Ogimoto dan Imai (Buku Atlas Rumen, Ogimoto dan Imai, 1981).
Disamping itu saat ini berbagai medium pertumbuhan bakteri telah
banyak beredar dipasaran, seperti nutrien broth dan/atau nutrien agar
(untuk mikroba/bakteri umum/tdk selektif), lactose broth (untuk deteksi
coliform, Salmonella, untuk mengetahui fermentaasi laktosa oleh
bakteri), MRSA (deMann Rugosa Sharpe Agar) (untuk bakteri
Lactobacillus), Eosin Methylene Blue Agar/EMBA, Trypticase Soy
Broth/TSB, plate count agar/PCA, thiglicolat, dll.
Prosedur isolasi bakteri lignoselulolitik dari isi/cairan rumen sapi bali dapat
dilakukan dengan langkah-langkah, yaitu dimulai dengan persiapan
sumber isolat serta medium penumbuhan bakteri, dengan rincian yaitu:
1. Pengambilan dan penyiapan sampel sumber isolat bakteri (isi/cairan
rumen sapi bali), dilakukan dengan cara sampel isi/cairan rumen
diambil sesegera mungkin setelah sapi bali dipotong dan saluran
pencernaan (khususnya rumen) telah dikeluarkan dari ringga perut.
Isi/cairan rumen diambil dan segera dimasukkan kedalam wadah
gelas yang berpenutup yang sebelumnya telah diseterilisasi dan disi air
[-52-]
panas untuk penyesuaian suhu dan mengurangi kontak dengan
udara/oksigen bagi sampel. Sampel isi/cairan rumen segera dibawa ke
laboratorium (Gambar 4.2). Di Laboratorium, sampel disaring dan
dimasukkan kedalam beaker gelas/erlenmeyer/wadah lainnya.
Sampel cairan rumen dimanfaatkan sebagai sumber isolat bakteri
Rumen dikeluarkan dari perut ternak Isi rumen ternak sapi bali
Sampel isi/cairan rumen sapi bali Sampel Cairan rumen sumber isolat
Gambar 4.2 Pengambilan Sampel Cairan/Isi Rumen Sapi Bali
2. Pembuatan ekstrak cairan rumen sebagai sumber nutrien.
Pemanfaatan cairan rumen sapi bali sebagai sumber nutrien
diperlukan selain untuk mendapatkan kandungan nutrien dari sampel
juga untuk menyesuaikan lingkungan dalam medium pertumbuhan
dengan kondisi riil dari rumen ternak. Hal ini diperlukan untuk
memudahkan adaptasi bagi bakteri lignoselulolitik yang akan diisolasi
dari sampel cairan rumen sapi bali.
Pembuatan sumber nutrien dari ekstrak cairan rumen dilakukan
dengan cara mensentrifuse cairan rumen pada kecepatan 4000 rpm
selama 15 menit, selanjutnya diambil supernatannya dan dipindahkan
dalam beaker gelas. Supernatan cairan rumen yang diperoleh
disterilisasi selama 15 menit pada suhu 121oC. Supernatan cairan rumen
[-53-]
[-52-]
[-53-]
steril siap dimanfaatkan sebagai sumber nutrien bagi medium
pertumbuhan isolat (Gambar 4.3).
Gambar 4.3 Produksi Ekstrak Cairan Rumen sebagzi Sumber Nutrien
3. Pembuatan larutan pengencer sampel sumber isolat bakteri
Larutan pengencer untuk kegiatan isolasi bakteri lignoselulolitik
dari cairan rumen sapi bali dibuat mengikuti formula medium No. 14
Bryant and Burkey (Ogimoto dan Imai, 1981), yaitu dengan komposisi
7,5 ml mineral I, 7,5 ml mineral II, 0,05 g HCl-cystein, 0,3 g Na2CO3, 0,1
ml larutan rezasurin 0,1%, 100 ml H2O.
Pembuatan larutan Mineral I
Pembuatan Larutan Mineral II
Pembuatan Larutan Pengencer
Gambar 4.4. Pembuatan Larutan Mineral I, Mineral II dan Larutan Pengencer
[-54-]
Larutan mineral baik mineral I maupun mineral II dibuat
mengikuti formula No. 32 Bryant and Burkey (Ogimoto and Imai,
1981). Mineral I dibuat dengan cara mencampur 6 g K2HPO4 dalam 1
liter aquades. Sedangkan Mineral II dibuat dengan melarutkan yang 6
g KH2PO4, 12 g (NH4)2SO4, 12 g NaCl, 2,5 g MgSO47H2O, 1,2 g CaCl2
dalam 1 liter aquades. Pencampuran larutan dilakukan menggunakan
stirer. Setelah tercampur homogen, dilakukan disterilisasi selama 15
menit pada suhu 121oC (Gambar 4.4).
Pembuatan larutan pengencer dilakukan dengan cara seluruh
bahan dari formula larutan pengencer yaitu 7,5 ml mineral I, 7,5 ml
mineral II, 0,05 g HCl-cystein, 0,3 g Na2CO3, 0,1 ml larutan rezasurin
0,1%, dan 100 ml H2O dicampur hingga homogen dalam tabung
enlenmeyer (dapat dibantu dengan stirer dalam proses
pennghomogenannya). Kemudian dilanjutkan dengan proses sterilisasi
pada autoklaf dengan temperatur 121oC selama 15 menit. Setelah
larutan pengencer dingin, larutan pengencer siap dimanfaatkan.
4. Pembuatan Medium Cair untuk Penumbuhan Bakteri Lignoselulolitik
Medium cair untuk penumbuhan awal bakteri lignoselulolitik
(lignolitik, selulolitik dan/atau silanolitik) dibuat menggunakan
metode Hungate (Medium No. 6 dalam Ogimoto dan Imai, 1981)
dengan substrat yang disesuaikan dengan jenis bakteri yang akan
ditumbuhkan yaitu substrat lignoselulosa (gabungan Carboxy Methyl
Celulosa/CMC, asam tanat, dan xylan) untuk menumbuhkan bakteri
lignoselulolitik, substrat asam tanat untuk menumbuhkan bakteri
lignolitik, substrat CMC untuk menumbuhkan bakteri selulolitik, dan
substrat xylan untuk menumbuhkan bakteri xylanolitik.
Medium cair untuk penumbuhan bakteri dibuat dengan cara
setiap 1,5 liter medium mengandung 600 ml cairan rumen, 1,5 ml
rezasurin 0,1%, 225 ml larutan mineral I, 225 ml larutan mineral II, dan
7.5 g substrat (disesuaikan dengan jenis medium selektif yang akan
dibuat). Semua bahan tersebut dimasukkan ke dalam tabung
[-55-]
[-54-]
[-55-]
erlenmeyer 1500 ml dan dipanaskan sambil dihomogenkan pada stirer
pada T 100oC selama 5 menit untuk menghomogenkan campuran.
Selanjutnya ditambahkan 48,45 ml Na2CO3, 25,05 ml HCl-cistein 3%
(w/v) dan air/aquades hingga volumenya 1,5 liter dan dihomogenkan
kembali. Medium kemudian dituangkan kedalam tabung reaksi
(yang sebelumnya telah disterilisasi) sebanyak 4 ml per tabung dan
disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit (Gambar 4.5).
Penimbangan Bahan Medium Penghomogenan Medium
Medium Cair Pertumbuhan Bakteri Medium Padat Pertumbuhan Bakteri
Gambar 4.5 Pembuatan Medium Cair dan Padat untuk Pertumbuhan Bakteri Lignoselulolitik
5. Pembuatan Medium Padat untuk Menumbuhkan Bakteri
Lignoselulolitik
Medium padat untuk penumbuhan lebih lanjut bakteri
lignoselulolitik (untuk kegiatan isolasi, seleksi dan evaluasi) dilakukan
dengan prosedur kerja dan bahan yang sama dengan pembuatan
medium cair, hanya ditambahkan 20 g bacto agar pada tiap 1 liter
medium untuk memadatkan. Substrat yang dipakai disesuaikan
dengan jenis bakteri yang akan ditumbuhkan (Gambar 4.5).
[-56-]
Setelah sumber isolat dan medium penumbuhan bakteri lignoselulolitik
disiapkan, dilanjutkan dengan kegiatan operasional isolasi bakteri, yaitu:
1. Pengenceran Sampel Sumber Isolat
Pengenceran sampel dilakukan untuk memudahkan isolasi
bakteri, mengingat sumber isolat (cairan rumen) sangat kaya akan
berbagai mikroba. Melalui kegiatan ini isolat bakteri akan lebih
mudah dipilih/diisolasi karena populasinya dalam larutan sampel telah
diturunkan jumlahnya.
Pengenceran sampel dilakukan dengan cara, yaitu sampel yang
telah dipreparasi diencerkan berseri menggunakan larutan pengencer
yang telah disiapkan (Medium No. 14, Bryant and Burkey dalam
Ogimoto dan Imai, 1981). Kegiatan pengenceran sampel dilaksanakan
dalam laminar air flow secara aseptis dalam kondisi anaerob (dengan
penyemprotan gas CO2). Pengenceran pertama (101) dilakukan
dengan cara mengambil sebanyak 1 ml sampel sumber isolat (cairan
rumen atau ekstrak rayap) dimasukkan dalam 9 ml larutan
pengencer dalam tabung reaksi yang ditutup kapas. Larutan 10-1 ini
diaduk hingga homogen selanjutnya diencerkan kembali hingga 10-9.
2 Kegiatan Isolasi/Penanaman Bakteri
Kegiatan penanaman bakteri dilakukan dalam dua tahap yaitu
(1) penanaman sumber isolat bakteri dalam medium pertumbuhan
selektif cair dan (2) penanaman lanjutan dalam medium
pertumbuhan selektif padat (Gambar 4.6). Medium pertumbuhan
selektif yang dipergunakan disesuaikan dengan jenis bakteri yang
ditumbuhkan.
Penumbuhan awal sumber isolat bakteri dalam medium
pertumbuhan cair dilakukan dengan cara sebanyak 1 ml larutan
mikroba pada pengenceran 10-5, 10-7, dan 10-9 diinokulasikan segera
ke dalam tabung reaksi yang telah berisi medium pertumbuhan cair
(medium No. 6 dalam Ogimoto and Imai, 1981),sambil dialiri gas CO2.
Kemudian tabung reaksi ditutup rapat dan dihomogenkan. Tabung
reaksi yang telah berisi larutan mikroba dibungkus dengan kertas dan
[-57-]
[-56-]
[-57-]
dimasukkan kedalam wadah berpenutup rapat dan disemprotkan
gas CO2. Selanjutnya diinkubasi secara anaerob pada suhu 39oC
selama 3 – 5 hari. Pertumbuhan koloni bakteri ditandai dengan
adanya larutan yang warnanya lebih keruh (seperti endapan) pada
bagian dasar/bawah tabung reaksi.
Penanaman Sumber Bakteri Pada Medium Selektif Cair
Penanaman Sumber Bakteri Pada Medium Selektif Padat
Gambar 4.6 Kegiatan Isolasi Bakteri Lignoselulolitik
Penumbuhan lanjutan bakalan isolat bakteri dilakukan dengan
cara memindahkan koloni bakteri yang telah tumbuh pada tabung
reaksi (bagian larutan yang warnanya lebih keruh) kedalam cawan
[-58-]
petri dan diisi medium pertumbuhan padat (sesuai dengan jenis
bakteri yang ditumbuhkan). Selanjutnya cawan petri digoyang
perlahan hingga kultur dan medium dapat tercampur homogen.
Setelah medium memadat, cawan petri dibungkus dengan aluminium
poil dan dimasukkan ke dalam wadah plastik transfaran serta
disemprotkan gas CO2. Selanjutnya diinkubasi kembali selama 3 - 5
hari. Pertumbuhan koloni bakteri ditandai dengan adanya
pembentukan zone bening disekitar koloni bakteri. Koloni bakteri
yang tumbuh diambil untuk dimurnikan.
3. Pemurnian Isolat Bakteri Lignoselulolitik
Kegiatan pemurnian isolat bakteri dilakukan untuk memperoleh
isolat tungal/hanya terdiri dari satu jenis bakteri. Kegiatan pemurnian
isolat bakteri dilaksanakan dengan cara, yaitu koloni bakteri yang
tumbuh pada medium pertumbuhan padat cawan petri secara
individual dipilih dan dipindahkan kembali kedalam medium
pertumbuhan padat cawan petri dengan metode overlay (Lowe,
1986). Pemindahan koloni bakteri dilakukan dalam laminar air flow
menggunakan ose/kawat iridium platinum berujung bulat dengan
metode streak quadrant dalam kondisi anaerob (disemprotkan gas
CO2). Cawan petri selanjutnya diinkubasi pada suhu 39oC selama 3 - 5
hari dalam kondisi anaerob. Koloni bakteri yang tumbuh yang secara
visual/kasat mata menunjukkan koloni tunggal dipindahkan ke
dalam tabung reaksi yang telah berisi medium pertumbuhan bakteri
untuk diinkubasi (ditumbuhkan) kembali dan dievaluasi
kemurniannya dengan teknik pengecatan gram menggunakan Gram
Stain Kit Merk Pronadisa melalui pengamatan morfologi sel dan sifat
gram dari isolat bakteri yang telah diperoleh (Gambar 4.7). Isolat
bakteri yang telah murni dipilah, sedangkan yang belum, dimurnikan
kembali dengan teknik seperti langkah ke-3 (metode streak
quadrant).
[-59-]
[-58-]
[-59-]
Pemurnian bakteri dalam cawan petri (a) dan dipindah ke tabung reaksi (b)
Evaluasi kemurnian isolat bakteri yang telah berhasil diisolasi
Gambar 4.7 Kegiatan Pemurnian Bakteri Pendegradasi Lignoselulosa Asal Cairan Rumen Sapi Bali
Berdasarkan hasil kegiatan isolasi bakteri lignoselulolitik dari cairan
rumen sapi bali yang penulis laksanakan, telah berhasil diisolasi 10 bakteri
pendegradasi lignoselulosa (lignoselulolitik), 4 bakteri pendegradasi lignin
(lignolitik), 6 bakteri pendegradasi selulosa (selulolitik), dan 8 bakteri
pendegradasi xylan (xylanolitik) yang pada awalnya diberi kode sesuai
dengan sumber isolat dan substrat media pertumbuhan (Tabel 4.1).
Tabel 4.1 Jumlah dan Jenis Bakteri Diisolasi dari Cairan Rumen Sapi Bali
No Jenis Isolat Bakteri Jumlah Isolat Bakteri yang Diisolasi dari
Cairan Rumen Sapi Bali
1 Bakteri Pendegradasi Lignoselulosa (Lignoselulolitik)
10 BR1
1LS2; BR2LS; BR3LS; BR4LS; BR5LS; BR6LS; BR7LS; BR8LS; BR9LS; BR10LS
2 Bakteri Pendegradasi Lignin (Lignolitik)
4 BR1LG3; BR2LG; BR3LG; BR4LG
3 Bakteri Pendegradasi Selulosa (Selulolitik)
6 BR1CL4; BR2CL; BR3CL; BR4CL; BR5CL; BR6CL
4 Bakteri Pendegradasi Xylanosa (Xylanolitik)
8 BR1XY5;BR2XY;BR3XY; BR4XY; BR5XY; BR6XY;
BR7XY; BR8XY
TOTAL 28 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1)BR= isolat bakteri dari cairan rumen sapi bali,2)LS = bakteri yang tumbuh pada
medium lignoselulosa (substrat campuran asam tanat, CMC dan xylan), 3)LG=bakteri yang tumbuh pada medium lignolitik/substrat asam tanat, 4)CL=bakteri yang tumbuh pada medium selulosa/substrat CMC, 5)XY =bakteri yang tumbuh pada medium xylanosa/substrat xylan.
[-60-]
Diperolehnya isolat bakteri lignoselulolitik menunjukkan bahwa
cairan rumen sapi bali mengandung bakteri yang mampu mendegradasi
lignoselulosa kompleks, lignin, selulosa dan/atau hemiselulosa khususnya
xylanosa yang potensia dimanfaatkan sebagai starter fermentasi bahan
pakan kaya serat menjadi pakan alternatif berkualitas. Hal ini sejalan
dengan penelitian penulis sebelumnya dalam Mudita dan Wibawa
(2008); Mudita et al. (2009); Wibawa et al. (2009; 2010; 2011) yang
menunjukkan bahwa cairan rumen mempunyai potensi tinggi sebagai
biokatalis ransum limbah pertanian dan/atau limbah inkonvensional serta
mampu meningkatkan produktivitas sapi bali maupun kambing PE.
Mengingat jumlah bakteri lignoselulolitik yang diperoleh, penulis
melakukan seleksi untuk mendapatkan isolat bakteri yang mempunyai
kemampuan degradasi substrat lignoselulosa tertinggi melalui kegiatan
evaluasi kemampuan degradasi substrat lignoselulosa serta aktivitas
enzim yang dihasilkan oleh tiap isolat bakteri.
4.3 Evaluasi dan Seleksi Isolat Bakteri Lignoselulolitik
Kegiatan evaluasi kemampuan degradasi subtrat lignoselulosa, lignin,
selulosa dan hemiselulosa khususnya xylan dilaksanakan dengan metode
difusi cakram (disc diffusion test) yang didasarkan pada pembentukan
zona bening/difusi pada substrat uji di sekeliling koloni bakteri (Hankin
dan Anagnostakis, 1977; Subha Rao, 1993; CLSI, 2008). Substrat yang
digunakan pada kegiatan ini adalah substrat lignoselulosa (gabungan
asam tanat, CMC dan xylan), substrat lignin (asam tanat), substrat CMC
(carboxymethylcelulose) dan xylanosa serta substrat alami (Jerami padi
serta dedak padi), sedangkan untuk evaluasi aktivitas enzim dari isolat
bakteri lignoselulolitik yang telah berhasil diisolasi dilaksanakan
berdasarkan aktivitas spesifik enzim lignoselulase (ligninase,
endoglukanase, eksoglukanase danxylanase) yang dihasilkan oleh tiap
isolat bakteri per menit dari setiap 1 gram protein enzim yang dihasilkan.
[-61-]
λ
[-60-]
[-61-]
Kegiatan evaluasi kemampuan degradasi subtrat dilaksanakan terlebih
dahulu dengan cara, yaitu (Gambar 4.8):
1. Mensuspensikan isolat bakteri ke dalam larutan pengencer (bisa
menggunakan NaCl 0,85% atau 0,9%) pada panjang gelombang (λ)
660 nm dengan absorbansi optical density/OD 0,5 (OD660 = 0,5).
2. Larutan isolat bakteri diinokulasikan sebanyak 10% dalam medium
pertumbuhan selektif cair dan diinkubasi T 37-39oC) selama 3 - 5 hari.
Kultur bakteri yang telah tumbuh dalam medium pertumbuhan cair ini
yang dipakai dalam pelaksanaan uji degradasi substrat.
Evaluasi kemampuan degradasi substrat dilakukan dengan cara
menginokulasikan 15µl kultur isolat bakteri murni dalam paper disc yang
diletakkan diatas medium pertumbuhan selektif padat (dengan substrat
disesuaikan jenis uji degradasi yang dilakukan), selanjutnya diinkubasi
dalam inkubator dengan suhu 37-39oC selama 24 jam. Diameter zone
bening yang terbentuk di sekeliling paper disc diukur sebagai
kemampuan degradasi substrat dari isolat bakteri uji (Gambar 4.8).
Gambar 4.8. Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Lignoselulolitik Cairan Rumen Sapi Bali
Sedangkan pelaksanaan evaluasi aktivitas spesifik enzim
liignoselulase (ligninase, endoglukanase, eksoglukanase dan xylanase) dari
isolat bakteri lignoselulolitik didasarkan pada unit aktivitas enzim yang
[-62-]
dihasilkan tiap gram protein enzim dari kultur isolat bakteri. Pengukuran
aktivitas enzim dilakukan dengan terlebih dahulu memproduksi ekstrak
enzim/crude enzyme dari tiap isolat bakteri.
Produksi ekstrak enzim dilakukan dengan cara terlebih dahulu
menumbuhkan isolat bakteri pada medium pertumbuhan selektif cair
(dengan cara yang hampir sama dengan kegiatan awal evaluasi
kemampuan degradasi substrat isolat bakteri), yaitu Isolat murni dari
sediaan (dalam medium pertumbuhan selektif padat) dilarutkan
menggunakan larutan pengencer pada absorbansi 0,5 pada panjang
gelombang (λ) 660 nm, kemudian diinokulasikan sebanyak 10% ke
dalam tabung erlenmeyer yang berisi medium pertumbuhan bakteri cair
selektif, selanjutnya diinkubasi pada suhu 37-39oC selama 3 hari dalam
kondisi anaerob. Isolat bakteri yang tumbuh pada medium cair
dipergunakan sebagai sumber enzim.
Produksi crude enzyme/enzim kasar dilakukan dengan cara
mensentrifuse kultur isolat bakteri dalam medium cair pada kecepatan
10.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4oC. Bagian supernatan dari
kultur isolat bakteri tersebut diambil sebagai crude enzyme/enzim kasar
dari isolat bakteri murni yang akan dievaluasi kandungan protein
maupun aktivitas enzimnya.
Kandungan protein dari ekstrak enzim dievaluasi menggunakan
metode Bicinchoninic Acid (BCA) dengan PierceTM BCA Protein Assay Kit
(Produksi Thermo Scientific). Analisis konsentrasi protein mengikuti
prosedur microplate menggunakan standar albumin (Bovine Serum
Albumin/BSA) pada panjang gelombang (λ) 562 nm. Pada penelitian ini
persamaan regresi standar BSA adalah Y=0,001X + 0,190 (R2 = 0,987)
(Gambar 4.9).
Uji aktivitas spesifik enzim ligninase, selulase (endo-glukanase dan
ekso-glukanase) dan xylanase dilakukan pada substrat yang masing
masing mengandung 1% asam tanat (untuk ligninase); CMC (untuk endo-
glukanase) dan Avicel (untuk ekso-glukanase); dan xylan (untuk
[-63-]
λ λ λ
λ
[-62-]
λ
λ
[-63-]
xylanase) dalam buffer asetat 50 mM, pH 5,5 (Nitisinprasert et al., 1991;
Subba Rao, 1993; Ahmed et al., 2009). Masing-masing larutan substrat
dalam buffer asetat diambil 8 ml, ditambahkan 1 ml sumber enzim dan 1
ml aquades. Campuran larutan diinkubasi dalam inkubator bergoyang,
kemudian diukur aktivitas enzimnya setelah 30 menit, 1 jam, 3 jam, 6
jam, 12 jam dan 24 jam inkubasi. Pengukuran aktivitas enzim dilakukan
dengan cara menghitung banyaknya produk yang dihasilkan dari reaksi
enzim tersebut (Efiok, 1996). Produk yang diukur adalah gula reduksi
{glukosa untuk sumber selulosa dan silosa untuk sumber xylanosa} serta
vanilin untuk sumber lignin.
Gambar 4.9 Analisis Kandungan Protein dari Enzim Kasar Isolat Bakteri
Pengukuran produk yang dihasilkan dilakukan dengan cara sebagai
berikut: Untuk gula reduksi (glukosa dan xylosa), pengukuran dilakukan
dengan cara mengambil 1 ml sampel ditambahkan pada 3 ml reagen
dinitrosalisilat (DNS) dan 1 ml aquades (Miller, 1959), sedangkan untuk
vanilin, pengukuran dilakukan dengan cara mengambil 1 ml sampel
ditambahkan 4 ml metanol, kemudian diukur absorbansinya
menggunakan spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang
maksimum(λ maks.) standar yang dipakai (λ maks. glukosa 508,5 nm, λ
maks. silosa 508 nm dan λ maks. vanilin 209 nm) (Gambar 4.10).
Gambar 4.10 Contoh Penentuan Panjang Gelombang dan Kurve Standar dalam
Evaluasi Aktivitas Enzim
[-64-]
Aktivitas spesifik enzim diestimasi berdasarkan kurve standar yang
diperoleh (Adney dan Baker, 2008; Ghose, 1987), yaitu aktivitas ligninase
menggunakan persamaan Y=0,00635X + 0,21098 (R2 = 0,929); aktivitas
selulase (endo-glukanase dan ekso-glukanase) menggunakan persamaan
Y=0,00622X + 0,14277 (R2=0,972); aktivitas xylanase menggunakan
persamaan Y=0,00002X + 0,20525 (R2=0,897) (Gambar 4.11). Unit
aktivitas spesifik enzim (U) didefinisikan sebagai 1 µmol vanillin/gula
pereduksi yang dihasilkan tiap gram protein enzim per menit dalam
kondisi assay (Irfan et al., 2012; Lo et al., 2009).
Inkubasi dalam Buffer Substrat Penentuan Aktivitas Spesifik Ligninase
Penentuan Aktivitas Spesifik Selulase Penentuan Aktivitas Spesifik Xylanase
Gambar 4.11. Penentuan Aktivitas Enzim dari Isolat Bakteri Lignoselulolitik
Berdasarkan kedua parameter tersebut, evaluasi dan seleksi isolat
bakteri lignoselulolitik unggul asal cairan rumen sapi bali dilaksanakan.
4.3.1 Hasil Evaluasi dan Seleksi Isolat Bakteri Lignoselulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali
A. Kemampuan Degradasi Substrat Lignoselulosa dari Bakteri Lignoselulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali
Hasil evaluasi dan seleksi dari isolat bakteri lignselulolitik asal cairan
rumen sapi bali berdasarkan kemampuan degradasi substrat (baik
sintetis maupun substrat alami) serta aktivitas spesifik enzim lignoselulasa
[-65-]
[-64-]
[-65-]
dari isolat bakteri telah menunujukkan bahwa pengamatan
kemampuan degradasi substrat sumber lignoselulosa dari isolat bakteri
lignoselulolitik asal cairan rumen sapi bali melalui pengamatan zone
bening/zone difusi menunjukkan bahwa tiap 15 µl kultur bakteri mampu
menghasilkan zone bening dengan diameter antara 0,206 – 0,303 cm;
0,460 – 0,599 cm; 0,533 – 0,715 cm; 0,539 – 0,833 cm; 0,716 – 0,983 cm;
dan 0,716 – 0,834 cm masing-masing pada substrat asam tanat, CMC
avicel, xylan, dedak padi dan jerami padi (Tabel 4.2).
Tabel 4.2. Kemampuan Degradasi Substrat Bakteri Lignoselulolitik Cairan Rumen Sapi Bali
Isolat Bakteri1
Diameter zone bening 15 µl Bakteri pada substrat (cm)
As. tanat CMC Avicel Xylan Dedak Padi
Jerami Padi
BR1LS 0,206a2 0,460a 0,570ab 0,764bc 0,907bc 0,742ab BR2LS 0,218a 0,475ab 0,664bc 0,761bc 0,919bc 0,752ab BR3LS 0,267ab 0,494ab 0,533a 0,539a 0,716a 0,716a BR4LS 0,240ab 0,514ab 0,633abc 0,634ab 0,832ab 0,766ab BR5LS 0,286ab 0,460a 0,643abc 0,793c 0,886bc 0,743ab BR6LS 0,300b 0,596b 0,715c 0,826c 0,942bc 0,817ab BR7LS 0,234ab 0,529ab 0,641abc 0,808c 0,907bc 0,769ab BR8LS 0,254ab 0,466a 0,662bc 0,638ab 0,908bc 0,773ab BR9LS 0,303b 0,599b 0,714c 0,833c 0,983c 0,834b BR10LS 0,260ab 0,566ab 0,692c 0,806c 0,947bc 0,807ab
SEM3 0,016 0,028 0,023 0,031 0,025 0,021 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1)Isolat bakteri lignoselulolitik hasil isolasi dari cairan rumen sapi bali, 2)Huruf
sama pada kolom sama menunjukkan nilai berbeda tidak nyata(P>0,05), 3)SEM=Standard Error of The Treatment Means
Pada Tabel 4.2 tampak bahwa isolat bakteri lignoselulolitik dengan
kode BR6LS menghasilkan zone bening dengan diameter tertinggi pada
substrat avicel yaitu sebesar 0,715 cm yang berbeda nyata (P<0,05)
dengan isolat bakteri dengan kode BR3LS dan BR1LS. Terhadap substrat
asam tanat, CMC, xylan, dedak padi dan jerami padi, isolat bakteri
dengan kode BR9LS mampu menghasilkan diameter zone bening
tertinggi yaitu masing-masing 0,303 cm, 0,599 cm, 0,833 cm, 0,983 cm
dan 0,834 cm yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan isolat
bakteri dengan kode BR1LS dan BR2LS (pada asam tanat), BR1LS, BR5LS
dan BR8LS (pada CMC), BR3LS, BR4LS dan BR8LS (pada xylan), BR3LS dan
[-66-]
BR4LS (pada dedak padi) dan BR3LS (pada jerami padi), namun berbeda
tidak nyata (P>0,05) dengan isolat bakteri lainnya.
Dihasilkannya zone bening dengan diameter tertinggi oleh bakteri
lignoselulolitik dengan kode BR9LS pada sebagian besar substrat uji baik
substrat sintetik yaitu asam tanat, CMC, xylan (kecuali pada substrat
avicel) serta substrat alami/bahan pakan mengandung lignoselulosa
(dedak padi dan jerami padi) menunjukkan bahwa isolat bakteri
tersebut mempunyai kemampuan tinggi merombak senyawa kompleks
lignoselulosa serta komponen penyusunnya {lignin, selulosa (khususnya
selulosa amorforous) serta hemiselulosa/xylanosa} menjadi komponen
lebih sederhana, sedangkan Bakteri lignoselulolitik dengan kode BR6LS
yang menghasilkan diameter zone bening tertinggi pada substrat avicel
menunjukkan isolat bakteri tersebut mempunyai kemampuan tinggi
dalam mendegradasi selulosa khususnya komponen berkristal.
Pada penelitian ini secara umum tampak bahwa tingkat
perombakan substrat asam tanat oleh isolat bakteri lignoselulolitik asal
cairan rumen sapi bali menghasilkan zone bening dengan diameter
terendah dibandingkan dengan tingkat perombakan substrat
lignoselulosa lainnya (Tabel 4.2). Hal ini mengindikasikan bahwa senyawa
lignin merupakan komponen paling sulit dirombak dibandingkan
komponen lignoselulosa lainnya (selulosa maupun hemiselulosa/xylanosa)
sebagai akibat kompleksitas struktur penyusun, bobot molekul yang
tinggi serta sifat matrik makromolekul lignin yang bersifat hidrofobik
(tidak larut dalam air) (Rahikainen et al., 2013).
Terhadap senyawa selulosa yang pada penelitian ini menggunakan
substrat CMC/carboxymethylecellulose dan avicel micro crystaline, hasil
penelitian menunjukkan bahwa tingkat perombakan substrat avicel
micro crystalin yang merupakan sumber selulosa kristalin (komponen
selulosa dengan serat berkristal) oleh isolat-isolat bakteri lignoselulolitik
asal cairan rumen sapi bali secara umum lebih tinggi daripada tingkat
perombakan substrat CMC yang merupakan cerminan selulosa
amorforous (Tabel 4.2). Hal ini mengindikasikan isolat bakteri asal cairan
[-67-]
[-66-]
[-67-]
rumen sapi bali secara umum mampu menghasilkan dan/atau
mempunyai aktivitas spesifik eksoglukanase lebih tinggi daripada
produksi dan aktivitas spesifik endoglukanase. Hal ini secara nyata
tercermin pada nilai aktivitas spesifik eksoglukanase dari isolat bakteri
lignoselulolitik asal cairan rumen sapi bali secara umum lebih tinggi
daripada aktivitas endoglukanase (Tabel 4.4). Hasil penelitian ini sejalan
dengan pendapat Prabowo et al. (2007) yang mengungkapkan bahwa
bakteri selulolitik asal rumen sapi dan/atau kerbau menghasilkan
eksoglukanase dan glukosidase lebih tinggi daripada bakteri rayap.
Terhadap substrat xylan yang merupakan salah satu jenis
hemiselulosa, hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat-isolat bakteri
lignoselulolitik asal cairani rumen sapi bali secara umum mampu
menghasilkan tingkat perombakan yang lebih tinggi dari substrat sumber
lignoselulosa sintetis lainnya (Asam tanat, CMC dan/atau avicel) (Tabel
5.1.2). Hal ini mengingat hemiselulosa mempunyai tingkat kelarutan yang
lebih tinggi daripada selulosa maupun lignin (Perez et al., 2002; Howard
et al., 2003). Disamping itu aktivitas spesifik enzim xylanase yang
dihasilkan oleh isolat bakteri lignoselulolitik asal rumen sapi bali lebih
tinggi daripada aktivitas enzim lainnya (Tabel 5.1.4) sehingga tingkat
perombakan senyawa xylanosa menjadi lebih tinggi.
Terhadap substrat alami (jerami padi dan dedak padi), secara
umum menunjukkan kemampuan perombakan dari isolat bakteri
lignoselulolitik asal cairan rumen sapi bali relatif lebih tinggi daripada
pada substrat sintetis sumber lignin (asam tanat) maupun sumber selulosa
(CMC dan avicel) (Tabel 42). Hal ini normal mengingat bahan pakan
alami (dedak padi maupun jerami padi) mempunyai kandungan
lignoselulosa (lignin, selulosa dan hemiselulosa) yang lebih rendah
daripada substrat sintetis. Disamping itu bahan pakan alami tersebut
juga mengandung nutrien lain yang mempunyai tingkat kelarutan yang
lebih tinggi daripada senyawa lignoselulosa sehingga tingkat perombakan
yang dihasilkan akan relatif lebih tinggi.
[-68-]
B. Aktivitas Spesifik Enzim Lignoselulase dari Bakteri Lignoselulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali
Hasil evaluasi aktivitas spesifik enzim lignoselulase dari isolat bakteri
lignoselulolitik asal cairan rumen sapi bali menunjukkan isolat bakteri
mampu memproduksi ekstrak enzim dengan kandungan protein sebesar
2792,692 – 3247,308 µg/ml (Tabel 4.3) serta menghasilkan aktivitas spesifik
ligninase masing-masing sebesar 0,464–1,699 U (µmol/g protein
enzim/menit), 0,344–1,329 U, 0,376–0,627 U, 0,238–0,338 U, 0,114–0,189 U,
dan 0,079–0,100 U setelah inkubasi pada substrat asam tanat selama 30
menit, 1 jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam. Aktivitas spesifik
endoglukanase masing-masing 0,633–2,392 U, 0,498– 1,543 U, 0,280–
0,460 U, 0,178–0,252 U, 0,097–0,141 U dan 0,047–0,089 U, aktivitas
spesifik ekso-glukanase masing-masing 1,668–2,955 U, 0,935–1,645 U,
0,414–0,593 U, 0,237–0,324 U, 0,136-0,181 U dan 0,070–0,112 U, dan
aktivitas spesifik xilanase masing-masing 231,293–637,162 U, 256,567–
455,962 U, 114,015–188,985 U, 67,781–100,286 U 39,286–53,415 U dan
22,344–29,080 U setelah inkubasi pada xylan selama 30 menit, 1 jam, 3
jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam (Tabel 4.4).
Tabel 4.3 Kadar Protein dari Ekstrak Enzim Isolat Bakteri Lignoselulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali
No Isolat Bakteri1 Kadar Protein dari Ekstrak Enzim (µg/ml) 1 BR1LS 2800,641a2 2 BR2LS 2829,359a 3 BR3LS 2870,128a 4 BR4LS 2933,462a 5 BR5LS 2792,692a 6 BR6LS 3146,026a 7 BR7LS 2940,128a 8 BR8LS 2823,718a 9 BR9LS 3247,308a 10 BR10LS 3088,846a
SEM3 114,858 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignoselulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali, 2Huruf sama pada
kolom sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
[-69-]
[-68-]
[-69-]
Tabel 4.4 Aktivitas Spesifik Lignoselulase dari Bakteri Lignoselulolitik Cairan Rumen Sapi Bali
Isolat Bakteri1
Aktivitas Spesifik Enzim (U) pada Beberapa Waktu Inkubasi 30 menit 1 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam
Aktivitas Spesifik Enzim Ligninase (U) BR1LS 0,774ab2 0,701abc 0,450abc 0,238a 0,148a 0,084a BR2LS 1,538c 1,031cde 0,568bcd 0,300ab 0,175a 0,100a BR3LS 0,402a 0,546abc 0,453abc 0,303ab 0,173a 0,092a BR4LS 0,740ab 0,531ab 0,376a 0,242a 0,157a 0,083a BR5LS 0,464a 0,393ab 0,465abc 0,286ab 0,170a 0,091a BR6LS 1,633c 1,213de 0,626d 0,336b 0,188a 0,099a BR7LS 1,296bc 0,839bcd 0,593cd 0,338b 0,155a 0,081a BR8LS 0,857ab 0,842bcde 0,532abcd 0,308ab 0,169a 0,094a BR9LS 1,699c 1,329e 0,627d 0,326b 0,189a 0,100a BR10LS 0,501a 0,344a 0,422ab 0,244a 0,114a 0,079a
SEM3 0,132 0,097 0,031 0,016 0,016 0,011
Aktivitas Spesifik Enzim Endo-Glukanase (U) BR1LS 1,761b 1,011abcd 0,384bcd 0,227abc 0,128ab 0,080bc BR2LS 1,584b 0,840abc 0,329abc 0,191abc 0,104a 0,066ab BR3LS 1,753b 1,107cd 0,367abcd 0,190abc 0,097a 0,073bc BR4LS 1,918bc 1,054bcd 0,402bcd 0,235abc 0,130ab 0,079bc BR5LS 1,526b 1,163cd 0,441d 0,247bc 0,140b 0,089c BR6LS 2,299c 1,276cd 0,450d 0,248bc 0,141b 0,083bc BR7LS 0,633a 0,553ab 0,280a 0,178a 0,102a 0,047a BR8LS 0,758a 0,498a 0,308ab 0,186ab 0,111ab 0,049a BR9LS 2,392c 1,543d 0,460d 0,252c 0,141b 0,085bc BR10LS 2,048bc 1,167cd 0,421cd 0,217abc 0,119ab 0,067ab
SEM 0,107 0,110 0,021 0,013 0,007 0,004
Aktivitas Spesifik Enzim Ekso-Glukanase (U) BR1LS 2,327abc 1,187abc 0,491abc 0,281abc 0,168abcd 0,102bc BR2LS 2,180ab 1,103abc 0,435a 0,252ab 0,143abc 0,091abc BR3LS 2,272abc 1,367cd 0,465ab 0,251ab 0,136a 0,097bc BR4LS 2,426abc 1,309bcd 0,504abc 0,295abc 0,168abcd 0,107bc BR5LS 2,199abc 1,431cd 0,548bc 0,310abc 0,176bcd 0,108bc BR6LS 2,943c 1,645d 0,593c 0,324c 0,181d 0,112c BR7LS 1,668a 0,935a 0,414a 0,237a 0,140ab 0,070a BR8LS 1,873ab 1,012ab 0,466ab 0,248ab 0,152abcd 0,084ab BR9LS 2,955c 1,584d 0,552bc 0,311bc 0,179cd 0,109bc BR10LS 2,604bc 1,410cd 0,519abc 0,272abc 0,156abcd 0,087abc
SEM 0,152 0,069 0,022 0,014 0,007 0,005
Aktivitas Spesifik Enzim Xylanase (U) BR1LS 278,967a 313,932ab 137,478abc 72,548ab 41,884abc 22,508a BR2LS 392,827abc 352,397abc 154,656bcd 79,837abc 42,670abcd 23,587ab BR3LS 231,293a 275,278a 121,465ab 67,781a 39,286a 22,344a BR4LS 295,705ab 256,567a 114,015a 70,780a 41,342ab 23,405ab BR5LS 418,571abc 439,130c 186,741d 97,526d 51,603de 27,547ab BR6LS 637,162c 443,052c 178,928d 93,980cd 50,845cde 26,275ab BR7LS 237,214a 285,559ab 163,446cd 93,169cd 49,681bcde 25,836ab BR8LS 615,553c 439,158c 183,612d 99,781d 53,159e 27,700ab BR9LS 626,717c 455,962c 188,985d 100,286d 53,415e 29,080b BR10LS 553,700bc 391,633bc 160,739cd 89,192bcd 47,846abcde 24,978ab
SEM 51,810 22,498 7,426 3,357 1,894 1,133 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignoselulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali, 2Huruf sama pada kolom sama
menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
[-70-]
Pada Tabel 4.4 tampak bahwa isolat bakteri lignoselulolitik dengan
kode BR9LS menghasilkan aktivitas spesifik enzim ligninase,
endoglukanase dan xylanase tertinggi pada hampir semua waktu
inkubasi (kecuali pada inkubasi 6 jam dalam substrat asam tanat/sumber
lignin untuk aktivitas spesifik enzim lignase dengan nilai tertinggi
dihasilkan oleh isolat bakteri BR7LS (0,338 U), waktu inkubasi 24 jam
pada substrat CMC untuk aktivitas spesifik endoglukanase dengan nilai
tertinggi dihasilkan oleh isolat bakteri BR5LS (0,089 U), dan inkubasi 30
menit pada substrat xylan untuk aktivitas spesifik xylanase dengan nilai
tertinggi dihasilkan oleh isolat bakteri BR6LS (637,162 U), walaupun secara
statistik menunjukkan nilai berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan isolat
bakteri BR9LS), sedangkan untuk aktivitas spesifik eksoglukanase, isolat
bakteri dengan kode BR6LS menghasilkan aktivitas enzim tertinggi
(kecuali pada 30 menit awal inkubasi dengan nilai tertinggi dihasilkan
oleh bakteri BR9LS (2,955 U), namun secara statistik berbeda tidak nyata
(P>0,05). Hal ini menunjukkan bakteri lignoselulolitik dengan kode BR9LS
merupakan bakteri lignoselulolitik unggul dengan kemampuan
perombakan lignoselulosa yang tinggi dan sangat potensial
dimanfaatkan sebagai starter (biokatalis) dalam pengolahan bahan
pakan kaya serat lignoselulosa sebagai pakan. Disamping itu
berdasarkan hasil analisis kadar protein enzim menunjukkan bahwa
semua bakteri lignoselulolitik asal cairan rumen menghasilkan protein
enzim dengan konsentrasi yang cukup tinggi (2792,692 – 3247,308 µg/ml)
walaupun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05), namun secara
kuantitatif bakteri dengan kode BR9LS dan BR6LS mempunyai
kandungan protein enzim kasar tertinggi 1 dan 2 yaitu 3247,308 µg/ml dan
3146,026µg/ml (Tabel 4.3) yang menunjukkan isolat bakteri tersebut
mampu memproduksi ekstrak enzim yang secara kuantitatif lebih tinggi
dibandingkan isolat bakteri lainnya. Adanya aktivitas spesifik
lignoselulase tertinggi ditambah produksi protein enzim yang secara
kuantitatif tertinggi akan menghasilkan kemampuan perombakan
senyawa lignoselulosa menjadi komponen-komponen penyusunnya atau
[-71-]
[-70-]
[-71-]
senyawa lebih sederhana yang lebih cepat sehingga nantinya lebih
banyak nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh ternak sebagai sumber
energi/sumber nutrisi bagi pertumbuhan dan/atau peningkatan
produktivitas ternak.
Tinggi-rendahnya produksi protein enzim dan aktivitas enzim yang
dihasilkan pada kondisi lingkungan yang sama merupakan cerminan
faktor genetik dari gen penyandi/pengkode produksi enzim dari tiap
isolat bakteri (Sumardi et al., 2010). Howard et al. (2003)
mengungkapkan jenis protein enzim yang dihasilkan apakah tergolong
singlefunction/multiplefunctionakan sangat menentukan kemampuan
perombakan suatu substrat oleh mikroba. Protein enzim single function
umumnya mempunyai kemampuan tinggi dalam mendegradasi suatu
substrat tertentu, namun protein enzim multiple function mempunyai
kemampuan mendegradasi lebih dari 1 jenis substrat atau memecah
senyawa kompleks menjadi komponen penyusunnya.
Berdasarkan data hasil penelitian seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 4.3 dan 4.4, besar kemungkinan isolat-isolat bakteri lignoselulolitik
asal cairan rumen sapi bali mempunyai kemampuan memproduksi
protein multifungsional seperti yang diungkapkan oleh Saul et al. (1990),
Zhou et al. (1994), dan Kumar dan Deobagkar (1996) (dalam Howard et
al., 2003), dimana berdasarkan data tersebut tampak bahwa isolat-isolat
bakteri lignoselulolitik cairan rumen sapi bali mampu menghasilkan
multifungsional protein yang mempunyai kemampuan atau aktivitas
spesifik ligninase, selulase dan hemiselulase (khususnya xylanase). Hal ini
sudah tentu merupakan suatu hal yang sangat menarik dan sangat perlu
untuk ditindaklanjuti kembali untuk mengetahui jenis multifungsional
protein enzim yang dihasilkan. Kegiatan isolasi multifungsional protein
enzim perlu dilakukan dalam kegiatan penelitian-penelitian selanjutnya
untuk memastikan identifikasi serta aktivitas katalitik yang dihasilkan
secara lengkap yang sudah tentu sangat bermanfaat dalam
pengembangan bioteknologi khususnya dibidang peternakan.
[-72-]
4.3.2 Hasil Evaluasi dan Seleksi dari Isolat Bakteri Lignolitik Asal Cairan
Rumen Sapi Bali
A. Kemampuan Degradasi Substrat Sumber Lignin dari Bakteri Lignolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali
Evaluasi kemampuan degradasi substrat lignin/mengandung lignin
dari bakteri lignolitik asal cairan rumen sapi bali melalui pengamatan
zone bening menunjukkan bahwa tiap 15 µl kultur bakterimampu
menghasilkan zone bening dengan diameter 0,224 – 0,237 cm; 0,525 –
0,660 dan 0,313 – 0,343 cm masing-masing pada substrat asam tanat,
dedak padi dan jerami padi. Bakteri lignolitik dengan kode BR4LG
menghasilkan zone bening berdiameter tertinggi dan berbeda nyata
(P<0,05) yaitu 0,237 cm pada substrat asam tanat dan 0,660 cm pada
substrat dedak padi dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh isolat
bakteri dengan kode BR3LG pada substrat asam tanat dan dedak padi,
sedangkan pada substrat jerami padi semua isolat bakteri lignolitik
menghasilkan zone bening dengan diameter berbeda tidak nyata
(P>0,05), namun secara kuantitatif bakteri dengan kode BR4LG
menghasilkan diameter zone bening tertinggi (0,343 cm) dibandingkan
isolat lainnya (0,313 – 0,339 cm) (Tabel 4.5).
Tabel 4.5 Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Lignolitik Cairan Rumen Sapi Bali
Isolat Bakteri1 Diameter zone bening 15 µl Bakteri pada substrat (cm)1
As. Tanat Dedak Padi Jerami Padi
BR1LG 0,235b2 0,620ab 0,339a
BR2LG 0,228ab 0,605ab 0,332a
BR3LG 0,224a 0,525a 0,313a
BR4LG 0,237b 0,660b 0,343a
SEM3 0,002 0,026 0,016 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali, 2Huruf sama pada kolom sama
menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
Dihasilkannya tingkat perombakan substrat sumber lignin (asam
tanat dan dedak padi) tertinggi dan berbeda nyata (P<0,05) serta nilai
kuantitatif tertinggi (P>0,05) pada substrat jerami padi oleh isolat bakteri [-73-]
β
[-72-]
[-73-]
dengan kode BR4LG (Tabel 4.5) menunjukkan isolat bakteri tersebut
merupakan isolat bakteri lignolitik unggul dengan kemampuan
perombakan substrat lignin dan/atau substrat mengandung lignin yang
cukup tinggi. Hal ini merupakan respon dari tingginya aktivitas spesifik
ligninase (Tabel 4.6) dan secara kuantitatif produksi protein ekstrak
enzim yang lebih tinggi (Tabel 4.7) yang dihasilkan isolat bakteri dengan
kode BR4LS dibandingkan isolat bakteri lainnya. Hasil penelitian ini
sejalan pernyataan Perez et al. (2002) yang mengungkapkan bahwa
dalam rumen terdapat berbagai bakteri pendegradasi lignin. Bakteri
Pseudomonas, Flavobacterium dan Bacillus mempunyai kemampuan
mendegradasi senyawa lignin secara anaerobic. Chen et al. (1985) telah
mengungkapkan bahwa bakteri rumen mampu mendegradasi ikatan β-
arylether dari veratrylglycerol-4-guaiacyl ether (VGE) yang terdapat
pada lignin. Kajikawa et al. (2000) juga menyebutkan mikroba rumen
mampu memecah ikatan benzyl ether yang terdapat pada
lignin.Timothy et al. (2011) dan Abdelaziz et al. (2016) yang
mengungkapkan bahwa beberapa bakteri dari genus Aeromonas,
Aneurinibacillus, Bacillus, Enterobacter, Flavobacterium, Klebsiella,
Pseudomonas, Rhodococcusmaupun Streptomycesmemiliki kemampuan
enzimatis merombak cincin aromatik (aromatic ring) danrantai samping
lignin sehingga perombakan lignin dapat berlangsung.
Pada Tabel 4.5 tampak bahwa tingkat degradasi substrat asam
tanat oleh isolat bakteri lignolitik asal cairan rumen sapi bali
menghasilkan diameter zone bening lebih rendah dibandingkan dengan
substrat sumber lignin alami yaitu jerami padi maupun dedak padi. Hal
ini disebabkan karena asam tanat merupakan senyawa kimia murni
yang umum dipakai sebagai sumber lignin (Pointing, 1999) yang
merupakan polifenol dengan struktur aromatik yang resisten terhadap
proses degradasi sebagian besar aktivitas mikroba sebagai akibat adanya
kemampuan membentuk struktur kompleks dengan protein/senyawa
mengandung N, selulosa, hemiselulosa, pektin dan dengan berbagai
[-74-]
mineral (Hagerman, 2010; Silva et al., 2010), sedangkan dedak padi dan
jerami padi merupakan bahan alami yang mempunyai kandungan lignin
lebih rendah dan lebih mudah terdegradasi dibandingkan asam tanat.
B. Aktivitas Spesifik Enzim Ligninase dari Bakteri Lignolitik Cairan Rumen Sapi Bali
Bakteri lignolitik yang diisolasi dari cairan rumen sapi bali
mempunyai aktivitas spesifik enzim ligninase 2,048–3,044 U; 1,196–1,833 U;
0,558–0,736 U; 0,319–0,426 U; 0,190–0,240 U; dan 0,108–0,133 U setelah
inkubasi dalam substrat asam tanat masing-masing selama 30 menit, 1
jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam. Isolat bakteri lignolitik dengan kode
BR4LG mampu menghasilkan aktivitas enzim tertinggi dan berbeda
nyata (P<0,05) dengan isolat bakteri dengan kode BR3LG pada semua
periode waktu inkubasi, namun berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan
isolat bakteri dengan kode BR1LG dan BR2LG (Tabel 4.6). Unit aktivitas
spesifik ligninase (U) didasarkan pada kandungan protein ekstrak enzim
kasar yang dihasilkan yang menunjukkan nilai berbeda tidak nyata yaitu
2777,821 – 2951,410 µg/ml (Tabel 4.7).
Tabel 4.6 Aktivitas Spesifik Ligninase dari Bakteri Lignolitik Cairan Rumen Sapi Bali
Isolat Bakteri1
Aktivitas Spesifik Enzim Ligninase (U) pada Beberapa Waktu Inkubasi1
30 menit 1 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam
BR 1 LG 2,944ab2 1,848b 0,722b 0,425b 0,240b 0,133b
BR 2 LG 2,306ab 1,472ab 0,618ab 0,356ab 0,208ab 0,117ab
BR 3 LG 2,048a 1,196a 0,558a 0,319a 0,190a 0,108a
BR 4 LG 3,044b 1,833b 0,736b 0,426b 0,240b 0,133b
SEM3 0,200 0,124 0,035 0,020 0,008 0,005 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali, 2Huruf sama pada kolom sama
menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
Dihasilkannya aktivitas spesifik ligninase tertinggi oleh bakteri
lignolitik cairan rumen sapi bali dengan kode BR4LG pada semua periode
waktu inkubasi menunjukkan isolat bakteri tersebut merupakan isolat
unggul dengan kemampuan merombak senyawa lignin tinggi. Datta et
[-75-]
[-74-]
[-75-]
al. (2017) mengungkapkan bahwa bakteri pendegradasi lignin dapat
memproduksi paling tidak 5 enzim ekstraseluler utama terdiri atas lignin-
peroksidase,manganese peroksidase,versatile peroksidase, lakase, dan
dye-decolorizing peroksidase. Aarti et al. (2015) juga mengungkapkan
bahwa selain enzim-enzim ekstraseluler utama tersebut, bakteri juga
dapat memproduksi enzim-enzim seperti aril alkohol dehydrogenase,
phenol oksidase, cellobiose, aromatic acid reductase, vanilat hidroksilase,
dioksigenase, dan katalaseyang mempunyai peranan penting dalam
degradasi lignin.
Tabel 4.7 Kadar Protein Ekstrak Enzim dariBakteri Lignolitik Cairan Rumen Sapi Bali
No Isolat Bakteri1 Kadar Protein Ekstrak Enzim (µg/ml)
1 BR1LG 2872,436a
2 BR2LG 2852,179a
3 BR3LG 2777,821a
4 BR4LG 2951,410a
SEM3 56,318 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali, 2Huruf sama pada kolom sama
menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
Pada penelitian ini kegiatan isolasi dan identifikasi jenis enzim yang
dihasilkan belum dilaksanakan, sehingga belum diketahui secara pasti
mengenai jenis enzim yang dihasilkan. Berdasarkan referensi terkait
substrat yang digunakan yaitu asam tanat yang merupakan senyawa
polifenol dengan struktur aromatik, maka diduga jenis enzim yang
dihasilkan adalah Laccase (Chung et al., 2008) atau phenol oksidase
(Pointing, 1999; Kameshwar dan Qin, 2017). Enzim ini diproduksi beberapa
jenis bakteri seperti Streptomyces sp., Thermobifida fusca, Rhodococcus
jostii, Bacillus subtilis, Bacillus sp., B. lichenformis, dan Pseudomonas
flurrescens (Datta et al., 2017).
[-76-]
4.3.3 Hasil Evaluasi dan Seleksi dari Isolat Bakteri Selulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali
A. Kemampuan Degradasi Substrat Sumber Selulosa dari Bakteri Selulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali
Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat bakteri selulolitik asal
cairan rumen sapi bali mempunyai kemampuan degradasi substrat
sumber/mengandung selulosa cukup tinggi yang ditunjukkan dengan
dihasilkannya diameter zone bening sebesar 0,431 – 0,525 cm, 0,507 –
0,664 cm, 0,706 – 0,775 cm, 0,592 – 0,628 cm tiap 15 µl kultur
bakterimasing-masing pada CMC, avivel, dedak padi dan jerami padi.
Isolat bakteri dengan kode BR2CL menghasilkan diameter zone bening
tertinggi (P<0,05) dibandingkan isolat bakteri BR1CL dan BR4CL (pada
CMC dan dedak padi), BR1CL, BR4CL, BR5CL dan BR6CL (pada avicel),
serta BR4CL pada substrat jerami padi (Tabel 4.8).
Tabel 4.8 Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Selulolitik Cairan Rumen Sapi Bali
Isolat Bakteri1
Diameter zone bening 15 µl kultur Bakteri pada substrat (cm)1
CMC Avicel Dedak Padi Jerami Padi
BR1CL 0,431a2 0,507a 0,706a 0,595ab
BR2CL 0,525c 0,664e 0,775c 0,628b
BR3CL 0,514bc 0,650de 0,765bc 0,619ab
BR4CL 0,466ab 0,558b 0,730ab 0,592a
BR5CL 0,490bc 0,620cd 0,765bc 0,617ab
BR6CL 0,485bc 0,606c 0,757bc 0,613ab
SEM3 0,011 0,009 0,008 0,007 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Selulolitik Asal Caitran Rumen Sapi Bali, 2Huruf sama pada kolom sama
menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
Tingginya diameter zone bening yang dihasilkan oleh isolat bakteri
selulolitik asal cairan rumen sapi bali menunjukkan bahwa isolat tersebut
mempunyai kemampuan tinggi dalam merombak senyawa kompleks
selulosa sebagai respon tingginya produksi dan aktivitas selulase
(endoglukanase dan eksoglukanase) yang dihasilkan (Tabel 4.9 – 4.10).
Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Lynd et al. (2002) yang
mengungkapkan bahwa perombakan senyawa kompleks selulosa
[-77-]
β
[-76-]
[-77-]
berlangsung karena adanya aktivitas kompleks enzim bersifat spesifik
untuk menghidrolisis ikatan β-1,4-glikosidik, rantai selulosa dan
derivatnya yang merupakan respon dari aktivitas 3 enzim selulase utama
yaitu endoglukanase, eksoglukananase dan glukosidase.
Pada Tabel 4.8 juga tampak bahwa tingkat perombakan substrat
CMC dan avicel yang merupakan substrat sintetis (kimiawi) lebih rendah
daripada substrat alami yaitu jerami padi maupun dedak padi. Hal ini
disebabkan karena kandungan selulosa dari substrat sintetis (CMC dan
avicel) lebih tinggi daripada substrat dedak padi maupun jerami padi.
Howard et al. (2003) dan Saha (2003) menunjukkan jerami padi
mempunyai kandungan selulosa sebesar 32-35%, sedangkan dedak padi
mengandung selulosa sebesar 27% (Baig et al., 2016). Semakin tinggi
kandungan selulosa semakin sulit degradasi selulosa dapat dilakukan
sehingga diameter zone bening yang terbentuk akan semakin rendah.
Struktur, bobot molekul serta tingkat kekompokan/ikatan selulosa
juga akan mempengaruhi tingkat degradasi substrat yang dihasilkan.
Pada penelitian tampak bahwa CMC (C8H16NaO8) yang merupakan
substrat selulosa mengandung gugus karboksi methil (-CH2-COOH) pada
struktur selulosa berkristal dan dengan bobot molekul tinggi (263,198
g/mol) secara umum lebih sulit didegradai oleh isolat bakteri asal rumen
sapi bali. Tingkat degradasi substrat CMC jauh lebih rendah daripada
substrat avicel yang mempunyai bobot molekul lebih rendah (Tabel 4.8).
Disamping itu beberapa penelitian juga menunjukkan isolat bakteri asal
rumen sapi mempunyai kemampuan aktivitas eksoglukanaselebih tinggi
daripada endoglukanase sehingga kemampuan mendegradasi substrat
avicel lebih tinggi daripada substrat CMC (Wahyudi dan Bachruddin.
2005; Prabowo et al., 2007). Hal yang sama terjadi pada penelitian ini,
dimana aktivitas eksoglukanase dari bakteri rumen sapi bali lebih tinggi
daripada endoglukanase (Tabel 4.9).
[-78-]
B. Aktivitas Spesifik Enzim Selulase dari Bakteri Selulolitik Cairan Rumen Sapi Bali
Evaluasi kandungan protein ekstrak enzim dan aktivitas spesifik
enzim selulase khususnya endoglukanase dan eksoglukanase dari isolat
bakteri selulolitik asal cairan rumen sapi bali menunjukkan bahwa isolat
bakteri selulolitik cairan rumen sapi bali mampu memproduksi ekstrak
enzim dengan kadar protein sebesar 3031,282–3095,897 µg/ml (Tabel 4.10)
serta aktivitas spesifik endoglukanase (3,652-3,842 U; 2,015–2,128 U; 0,731-
0,780 U; 0,396-0,429 U; 0,217-0,232 U; dan 0,117-0,125 U) dan
eksoglukanase(3,901-4,005 U; 2,128-2,174 U; 0,777-0,793 U; 0,418-0,426 U;
0,224-0,228 U; dan 0,121-0,123 U) masing-masing pada inkubasi selama
30 menit, 1 jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam dalam substrat
CMC/avicel. Pada penelitian ini juga tampak bakteri kode BR2CL
mempunyai kadar protein dan aktivitas spesifik endoglukanase dan
eksoglukanase tertinggi (P<0,05) (Tabel 4.9).
Tabel 4.9 Kadar Protein Ekstrak Enzim dariBakteri Selulolitik Cairan Rumen Sapi Bali
No Isolat Bakteri1 Kadar Protein Ekstrak Enzim (µg/ml)
1 BR1CL 3031,282a
2 BR2CL 3095,897c
3 BR3CL 3088,462c
4 BR4CL 3038,462ab
5 BR5CL 3076,923bc
6 BR6CL 3071,538abc
SEM3 8,905 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali, 2Huruf sama pada kolom sama
menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
Dihasilkannya aktivitas spesifik enzim endoglukanase dan
eksoglukanase tertinggi serta didukung kandungan protein enzim
tertinggi oleh isolat bakteri selulolitik dengan kode BR2CL menunjukkan
isolat bakteri tersebut mempunyai kemampuan tinggi dalam
perombakan selulosa menjadi komponen penyusunnya. Kandungan
protein enzim yang merupakan gambaran konsentrasi enzim yang
[-79-]
[-78-]
[-79-]
dihasilkan isolat bakteri telah menunjukkan bakteri dengan kode BR2CL
mampu memproduksi ekstrak enzim dengan konsentrasi tinggi yang
mendukung peningkatan kemampuan perombakan substrat khususnya
selulosa. Apalagi tingginya konsentrasi enzim yang dihasilkan didukung
adanya aktivitas spesifik endoglukanasedaneksoglukanase yang juga
lebih tinggi (Tabel 4.9) sehingga lebih menegaskan tingginya kemampuan
perombakan selulosa yang dihasilkan. Hal ini secara nyata tampak
dengan dihasilkannya diameter zone bening tertinggi pada berbagai
substrat selulosa seperti CMC, avicel, dedak padi dan jerami padi oleh
isolat bakteri dengan kode BR2CL (Tabel 4.8).
Tabel 4.10 Aktivitas Spesifik Enzim Selulase (Endo-Glukanase dan Ekso-Glukanase) dari Bakteri Selulolitik Cairan Rumen Sapi Bali
Isolat Bakteri1
Aktivitas SpesifikEnzim Selulasepada Beberapa Waktu Inkubasi (U)
30 menit 1 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam
Aktivitas Spesifik Enzim Endoglukanase
BR 1 CL 3,652a2 2,015a 0,735a 0,401ab 0,217a 0,117a
BR 2 CL 3,842a 2,128b 0,780b 0,429d 0,232b 0,125c
BR 3 CL 3,835a 2,123b 0,769b 0,422cd 0,229b 0,123bc
BR 4 CL 3,728a 2,028a 0,731a 0,396a 0,219a 0,117a
BR 5 CL 3,769a 2,081ab 0,760ab 0,419bcd 0,223ab 0,120ab
BR 6 CL 3,730a 2,036a 0,747ab 0,407abc 0,225ab 0,119ab
SEM3 0,043 0,015 0,007 0,004 0,002 0,001
AktivitasSpesifik Enzim Eksoglukanase
BR 1 CL 3,911ab 2,144ab 0,779ab 0,419a 0,225a 0,121a
BR 2 CL 4,005b 2,174b 0,793b 0,426a 0,228a 0,123a
BR 3 CL 3,947ab 2,160ab 0,787ab 0,422a 0,225a 0,123a
BR 4 CL 3,915ab 2,155ab 0,777a 0,420a 0,224a 0,122a
BR 5 CL 3,943ab 2,157ab 0,783ab 0,420a 0,224a 0,122a
BR 6 CL 3,901a 2,128a 0,782ab 0,418a 0,224a 0,122a
SEM3 0,021 0,009 0,003 0,002 0,001 0,001 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Selulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali, 2Huruf sama pada kolom sama
menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diduga bahwa keenam isolat bakteri
selulolitik cairan rumen sapi bali mampu menghasilkan multifunction
glukanase. Hal ini mengingat berdasarkan hasil evaluasi aktivitas
endoglukanase (menggunakan substrat CMC) dan eksoglukanase
[-80-]
(menggunakan substrat avicel) menunjukkan keenam isolat bakteri
mampu mereduksi setiap substrat yang digunakan menjadi glukosa. Lind
et al. (2002) mengungkapkan bahwa beberapa mikroorganisme mampu
menghasilkan multifunction glukanase yang terdiri dari beberapa enzim
selulase dan hemiselulase, sehingga konsep 1 (satu) enzim satu aktivitas
tidak berlaku pada semua kasus, terlebih pada enzim glukanase.
Ditambahkannya bahwa multifunction protein adalah suatu protein
enzim yang terdiri dari satu tife (tife tunggal) dari suatu rantai
polipeptida tetapi mempunyai berbagai aktivitas katalitik/aktivitas
enzimatis. Sebagai contoh; Cel A dari Caldocellum saccharolyticum
diidentifikasi menghasilkan 2 jenis enzim selulase yaitu endo-glukanase
dan ekso-glukanase. Bakteri Cellulomonas sp. memproduksi lebih dari 6
enzim endoglukanase dan lebih dari 1 enzim eksoglukanase. Bakteri
berfilamen thermofilus yaitu Thernmobifida fusca juga menghasilkan 6
enzim selulase yang terdiri atas 3 endoglukanase (E1, E2 dan E5), 2
eksoglukanase (E3 dan E6) dan 1 selulase dengan aktivitas endoglukanase
dan eksoglukanase. Mengingat pada penelitian ini, kegiatan isolasi dan
identifikasi jenis protein penghasil enzim dan jenis enzim secara spesifik
belum dilakukan sehingga kepastian sel protein penghasil multifunction
glukanase belum diketahui secara pasti. Kegiatan penelitian isolasi dan
identifikasi protein enzim serta jenis enzimyang dihasilkan perlu
dilaksanakan selanjutnya.
Disisi lain, selain kemungkinan dihasilkannya protein enzim
multifunction glukanase, Tabel 4.9 juga dapat menyiratkan crude enzim
yang diproduksi dari setiap kultur bakteri khususnya dari isolat bakteri
selulolitik berada dalam bentuk selulosom(cellulosome) yaitu suatu multi
protein dari kompleks enzim selulase yang terdiri atas endoglukanase,
eksoglukanase dan/atau glukosidase, sehingga ekstrak enzim yang
diproduksi mempunyai aktivitas endoglukanase maupun eksoglukanase.
Leschine (1995) mengungkapkan bahwa dalam kondisi anaerob,
kompleks selulase (endoglukanase, eksoglukanase maupun glukosidase)
akan diorganisir kedalam multiprotein enzim “cellulosome/selulosom”
[-81-]
[-80-]
[-81-]
yang bekerja secara sinergis dalam menghidrolisis selulosa kristalin. Lebih
lanjut diungkapkan perombakan selulosa dilaksanakan dengan terlebih
dahulu enzim endoglukanase menyerang bagian selulosa yang bersifat
amorforous menghasilkan unit-unit selubiosa serta membentuk tempat
bagi enzim eksoglukanase yang selanjutnya akan mendegradasi unit-unit
selubiosa yang terdapat pada bagian serat selulosa berkristal. Pada
bagian akhir, glukosidase menghidrolisis selubiosa dan berbagai
selodekstrin membentuk glukosa. Ditambahkan pula glukosidase
mempunyai peranan penting mencegah akumulasi unit-unit disakarida
(selubiosa, selodekstrin) yang dapat menghambat aktivitas
eksoglukanase selanjutnya.
Di alam, berbagai kultur mikroba/bakteri selulolitik banyak
ditemukan baik pada lahan pertanian, hutan, jaringan hewan, saluran
pencernaan herbivora baik rumen, kolon, sekum maupun hipopotamus,
rayap (air liur, sel tubuh, saluran pencernaan maupun sarangnya) serta
pada tumbuhan melapuk/mati. Bakteri selulolitik di alam antara lain;
Bacillus subtilis, Bacillus macerans,Bacillus sp.,Clostridium acetobutylicum,
C. thermocellum, Acidothermus, Pseudomonas cellulosa, Rhodothermus
(Howard et al., 2003), Erwinia, Acetovibrio, Mikrobispora, Cellulomonas,
Cellovibrio, Streptomyces murinus, Sclerotium rolfisii (Duff and Murray,
1996), Fibrobacter succinogenes, Butytrivibrio fibrisolvens, Ruminococcus
albus, R. flavefaciens (Lynd et al., 2002).
4.3.4 Hasil Evaluasi dan Seleksi dari Isolat Bakteri Xylanolitik Cairan Rumen Sapi Bali
A. Kemampuan Degradasi Substrat Sumber Xylanosa dari Bakteri Xylanolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali
Isolat bakteri xylanolitik hasil isolasi dari cairan rumen sapi bali
diketahui mempunyai kemampuan degradasi substrat yang ditunjukkan
dengan dihasilkannya zone bening pada substrat xylan, dedak padi dan
jerami padi dengan diameter masing-masing sebesar 0,653-0,810 cm,
0,809-0,936 cm, dan 0,591-0,707 cm (Tabel 4.11). Pada Tabel itu juga
[-82-]
tampak bahwa isolat bakteri xylanolitik dengan kode BR3XY mampu
menghasilkan diameter zone bening tertinggi yang berbeda nyata
(P<0,05) dibandingkan dengan isolat bakteri dengan kode BR1XY, BR4XY,
BR5XY, BR7XY dan BR8XY (pada substrat xylan dan dedak padi), dan
isolat bakteri dengan kode BR1XY, BR4XY, BR5XY, dan BR8XY pada
substrat jerami padi.
Dihasilkannnya diameter zone bening tertinggi oleh bakteri
xylanolitik asal cairan rumen sapi bali dengan kode BR3XY menunjukkan
bahwa isolat tersebut mempunyai kualitas tinggi dalam merombak
senyawa xylanosa serta berbagai substrat mengandung xylanosa
dan/atau hemiselulosa lainnya (seperti dedak padi dan jerami padi)
menjadi komponen lebih sederhana sehingga pada aplikasinya dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi ternak.
Tabel 4.11 Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Xilanolitik Cairan Rumen Sapi Bali
Isolat Bakteri1 Diameter zone bening 15 µl Bakteri pada substrat (cm)
Xylan Dedak Padi Jerami Padi
BR1XY 0.726bc2 0.843b 0.633abc
BR2XY 0.806e 0.918cd 0.707e
BR3XY 0.810e 0.936d 0.707e
BR4XY 0.699abc 0.809a 0.591a
BR5XY 0.679ab 0.847b 0.646bcd
BR6XY 0.791de 0.928d 0.699de
BR7XY 0.742cd 0.898c 0.681cde
BR8XY 0.653a 0.822ab 0.602ab
SEM3 0,013 0,006 0,011 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Xylanolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali, 2Huruf sama pada kolom sama
menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
Perez et al. (2002) mengungkapkan bahwa degradasi hemiselulosa
merupakan proses pemecahan polimer heteropolisakarida baik secara
fisik, kemis maupun biologis menjadi molekul lebih sederhana seperti
glukosa, mannosa, galaktosa, xilosa, arabinosa dan 4-0 methyl-
glukoronik, D-galacturonic dan/atau D-glukoronik. Secara biologis, enzim
yang berperan penting dalam proses degradasi senyawa hemiselulosa
[-83-]
β
β α
α
β
β β
α
[-82-]
[-83-]
adalah kompleks enzim xylanase dan mananase, mengingat komponen
utama dari hemiselulosa adalah xilan dan mannan (Beg et al., 2001;
Perez et al., 2002; Howard et al., 2003 dan Saha, 2003). Pada penelitian
ini, kedelapan isolat bakteri xylanolitik asal isi rumen sapi bali
mempunyai kemampuan merombak senyawa xylan serta substrat dedak
padi dan jerami padi yang menunjukkan semua isolat bakteri tersebut
mampu menghasilkan enzim pendegradasi xylan (xylanase) (Tabel 4.12)
dan/atau hemiselulase lainnya.
Saha (2003) mengungkapkan degradasi totalsenyawa xilan
membutuhkan kompleks enzim yang bekerja sinergis, yaitu endo-1,4-β-
xilanase, eksoxylanase, 1,4-β-xilosidase,dan beberapa enzim lain seperti α-
L-arabinofuranosidase, α-glucuronidase. acetylxylan esterase, ferulic acid
esterase, dan p-coumaril esterase yang berperanan dalam hidrolisis
berbagai komponen xylan, sedangkan untuk degradasi mannan
membutuhkan kompleks mananase yang terdiri atas; endo-β-D-
mannanase, exo-β-mannosidase, β-D-glucosidase, acetyl mannan
esterase, dan α-galactosidase untuk memutus rantai utama dan rantai
samping mannanosa.
Pada Tabel 4.11 tampak bahwa secara umum degradasi dedak padi
oleh isolat-isolat bakteri xylanolitik asal rumen sapi bali mempunyai
tingkat degradasi yang lebih tinggi daripada substrat xylan maupun
jerami padi. Hal ini disebabkan karena dedak padi mempunyai
kandungan serat kasar lebih rendah yaitu 19,8% dibandingkan dengan
jerami padi (35,9%) (Tabel 2.2) sedangkan substrat xylan merupakan
substrat sintetis pro analisis dengan konsentrasi xylan yang tinggi, serta
mempunyai kandungan hemiselulosa lebih tinggi daripada jerami padi
(37% Vs 24-25%), namun dengan kandungan selulosa dan lignin lebih
rendah (27% dan 5% Vs 32-35% dan 12-18%) (Tabel 2.3). Howard et al.
(2003) dan Tomarhat (2006) mengungkapkan adanya lignin dan
selulosa dalam suatu bahan/substrat akan menurunkan degradasi
substrat tersebut termasuk degradasi hemiselulosa (xylanosa). Perez et al.
[-84-]
(2002) mengungkapkan lignin secara kimia berikatan dengan komponen
karbohidrat struktural (selulosa dan/atau hemiselulosa) dan secara fisik
bertindak sebagai penghalang proses perombakan dinding sel bahan
pakan oleh mikroba/enzim. Semakin tinggi kandungan lignin dari suatu
bahan pakan semakin sulit bahan pakan tersebut terdegradasi/tercerna.
B. Aktivitas Spesifik Enzim dari Bakteri Pendegradasi Xylanosa Asal Cairan Rumen Sapi Bali
Evaluasi aktivitas spesifik enzim xylanase dari isolat bakteri
xylanolitik asal cairan rumen sapi bali menunjukkan bahwa kedelapan
isolat bakteri xylanolitik mampu menghasilkan xylanase dengan aktivitas
spesifik sebesar 644,156-743,473 U; 322,078-589,688 U; 196,660-226,242 U;
109,322-126,609 U; 61,628-71,351 U; 34,175-39,047 U masing-masing untuk
inkubasi selama 30 menit, 1 jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam untuk
setiap 1 g protein enzim (Tabel 5.1.12). Kadar protein ekstrak enzim isolat
bakteri xylanolitik cairan rumen sapi bali adalah 3124,359 - 3182,051µg/ml
(Tabel 4.13).
Tabel 4.12 Aktivitas Spesifik Xylanase dari Bakteri Xylanolitik Cairan Rumen Sapi Bali
Isolat Bakteri1
Aktivitas Enzim Xylanasepada Beberapa Waktu Inkubasi (U)
30 menit 1 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam
BR1XY 669,373abc2 522,755b 203,458a 113,704ab 64,006ab 35,703ab
BR2XY 714,738cd 560,079cd 215,846bc 120,376c 67,669d 37,430b
BR3XY 743,473d 589,688d 226,242c 126,609d 71,351e 39,047b
BR4XY 657,670ab 517,328b 202,977a 114,505ab 64,494bc 35,648ab
BR5XY 644,518a 514,557b 201,118a 112,516a 63,462ab 32,172ab
BR6XY 699,285bcd 553,264c 214,867b 118,002bc 66,613cd 35,707ab
BR7XY 677,884abc 338,942a 206,157ab 114,243ab 64,449bc 35,187ab
BR8XY 644,156a 322,078a 196,660a 109,322a 61,628a 34,175a
SEM3 10,636 6,070 2,140 1,077 0,526 1,017 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Xylanolitik Asal Isi Rumen Sapi Bali, 2Huruf sama pada kolom sama
menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
Dihasilkannya aktivitas spesifik enzim xylanase yang cukup tinggi
tiap gram ekstrak enzim menunjukkan isolat bakteri xylanolitik yang
berhasil diisolasi dari isi rumen sapi bali mempunyai kualitas yang baik
[-85-]
β
β
β
[-84-]
[-85-]
dan dengan kemampuan degradasi senyawa xylanosa (hemiselulosa)
yang cukup tinggi. Pada penelitian ini isolat bakteri xylanolitik dengan
kode BR3XY menghasilkan aktivitas spesifik enzim xylanase tertinggi pada
semua waktu inkubasi (Tabel 4.12). Hal ini mengindikasikan bahwa isolat
bakteri tersebut mempunyai potensi terbaik untuk dimanfaatkan
sebagai starter pendegradasi xylanosa dan/atau senyawa hemiselulosa
lainnya seperti ditunjukkan dengan dihasilkannya diameter zone bening
tertinggi baik pada substrat xylan maupun substrat alami dedak padi
dan jerami padi (Tabel 5.1.11). Hasil penelitian ini sejalan dengan Hespell
(1988) yang mengungkapkan bahwa dalam rumen terdapat berbagai
bakteri pendegradasi hemisellulosa, seperti Butyrivibrio fibrisolvens dan
Bacterioides ruminicola. Zorec et al. (2014) menyatakan bahwa
Pseudobutyrivibrio xylanivoransdan Prevotella bryantii B14 merupakan
bakteri rumen penghasil xylanase dengan efektivitas tinggi yang potensial
dimanfaatkan sebagai probiotik maupun produksi biogas.
Tabel 4.13 Kadar Protein dari Ekstrak Enzim Bakteri Xylanolitik Cairan Rumen Sapi Bali
No Isolat Bakteri1 Kadar Protein Ekstrak Enzim (µg/ml) 1 BR1XY 3149,487bc 2 BR2XY 3176,154de 3 BR3XY 3182,051e 4 BR4XY 3132,821ab 5 BR5XY 3128,205ab 6 BR6XY 3162,051cde 7 BR7XY 3158,718cd 8 BR8XY 3124,359a
SEM3 4,452 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Xylanolitik Asal Cairan Rumen Sapi Bali, 2Huruf sama pada kolom sama
menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
Howard et al. (2003) mengungkapkan Bacillus pumilus
menghasilkan Endo-1,4-β–Xylanase dengan aktivitas spesifik 1780
µmol/menit/mg (U),Thermoanaerobacter ethanolicusmenghasilkan β-1,4-
xylosidase dengan aktivitas enzim 1073U, Bacillus polymyxa menghasilkan
β-glucosidase dengan aktivitas 2417 U, Clostridium stercorarium
[-86-]
menghasilkan feruloyl esterase dengan aktivitas 88 U (Tabel 2.6).
Tingginya potensi perombakan hemiselulosa oleh bakteri hemiselulolitik
(xylanolitik) rumen memegang peranan penting dalam metabolisme
nutrisi herbivora (Schyns, 1997). Saha (2003) mengungkapkan degradasi
hemiselulosa oleh bakteri secara anaerobakan menghasilkan berbagai
asam-asam organik seperti asetat, laktat, propionat, suksinat, dan asam
organik lain serta senyawa aceton, butanol, 2,3-butanediol, dan lain-lain.
Asam-asam organik tersebut merupakan produk metabolit utama yang
akan dimanfaatkan sebagai sumber energi/nutrisi bagi induk semang
(host) maupun mikroorganisme bersangkutan sebagai penyusun protein
tubuhnya (Leng, 1997).
4.4 Identifikasi dan Karakterisasi Isolat Bakteri Lignoselulolitik
Unggul Asal Cairan Rumen Sapi Bali
Isolat bakteri lignoselulolitik unggul asal rumen sapi bali yang telah
diperoleh berdasarkan hasil evaluasi dan seleksi kemampuan degradasi
substrat lignoselulosa serta aktivitas spesifik enzim lignoselulase yaitu isolat
bakteri dengan kode BR9LS; BR4LG; BR2CL; BR3Xy selanjutnya
diidentifikasi dan dikarakterisasi berdasarkan morfologi dan biokemisnya.
Identifikasi isolat bakteri unggul dilaksanakan dengan teknik biologi
molekuler (Craig et al., 2010) melalui kegiatan ekstraksi dan purifikasi
DNA, Amplifikasi (PCR) dan elektroforesis, squensing/pembacaan susunan
nukleotida serta penentuan hubungan kekerabatan/filogenetik isolat
bakteri unggul dengan isolat bakteri lain pada sumber yang sejenis.
Kegiatan ekstraksi dan purifikasi DNA menggunakan Genomic DNA
Mini Kit (Blood/Culture cell) mengikuti prosedur yang direkomendasikan
pemasok (Buffy Coat Protocol dari Geneaid) dengan beberapa modifikasi
seperti penambahan proteinase K (konsentrasi akhir 2 mg/ml) dan RNase
A (konsentrasi akhir 10 mg/ml) (Ridwan et al., 2015). Ekstraksi dan
purifikasi DNA dilakukan dengan terlebih dahulu melarutkan kultur
isolat bakteri dari medium nutrien agar menggunakan NaCl 0,9%
(Gambar 4.12).
[-87-]
[-86-]
[-87-]
Gambar 4.12 Proses Pelarutan Kultur Bakteri pada Larutan NaCl Fisiologis
Selanjutnya sebanyak 2 ml kultur isolat bakteri disentrifuse pada
kecepatan 13000 rpm pada suhu 4oC. Pellet (sel bakteri) yang diperoleh
dicuci 2 kali menggunakan RBC lysis, selanjutnya DNA diisolasi
menggunakan Genomic DNA Mini Kit (Geneaid) mengikuti prosedur yang
direkomendasikan pemasok. Spesimen DNA yang diperoleh
dimanfaatkan untuk analisis selanjutnya (Gambar 4.13).
Gambar 4.13 Proses Isolasi DNA Kultur Bakteri
[-88-]
Amplifikasi DNA dilaksanakan menggunakan primer 27F (5’-
AGAGTTTGATCCTGGCTCAG-3’) dan 1492R (5’-GGTTACCTTGTTACGACTT-3’)
(Lane, 1991 disitasi Ridwan et al., 2015). Proses reaksi PCR dilakukan pada
volume reaksi 50 µL dengan komposisi: 25 µL master mix Kappa, 2 µL
Primer 27F, 2 µL Primer 1492R, 16 µL RNase dan 5 µL template DNA
(cDNA). Reaksi diprogram pada kondisi predenaturasi (suhu 95oC, 3
menit). Selanjutnya sebanyak 30 siklus pada kondisi: denaturasi (95oC, 30
detik); anneling (50oC, 30 detik); extension (72oC, 90 detik) dan terakhir
dilanjutkan dengan satu siklus (final extension) pada suhu 72oC selama
(10) menit dan tahap akhir PCR pada suhu 4oC. Produk PCR selanjutnya
dielektroforesis menggunakan 1,5% gel agarose pada larutan TBE Buffer
1x selama 40 menit/100 volt menggunakan elektroforesis kit (Applied
Biosystem). Hasil elektroforesis diwarnai menggunakan etium bromida
(EtBr) dan divisualisasi pada alat Gel Doc (UVITEC Cambridge) untuk
mengetahui keberhasilan PCR (Gambar 4.14).
Proses PCR DNA Isolat Bakteri Lignoselulolitik Unggul
Elektroforesis DNA isolat Bakteri Lignoselulolitik Unggul
Gambar 4.14 Kegiatan Amplifikasi DNA Bakteri Lignoselulolitik Unggul
[-89-]
[-88-]
[-89-]
Pembacaan susunan nukleotida pada 16S rDNA dilakukan di
Laboratoratory of Food Science, Obihiro University of Agriculture and
Veterinary Medicine, Obihiro, Hokkaido, Japan. Produk PCR dimurnikan
dengan menggunakan PCR SUPRECTM PCR (Takara Biomedicals, Otsu,
Japan) dan selanjutnya dibaca urutan nukleotidanya dengan
menggunakan BigDye Primer Cycle Sequencing FS Ready Reaction Kit
(Applied Biosystems) dengan menggunakan mesin 3100 Genetic Analyzer
(PE Applied Biosystems) (Ridwan Press Comm.). Untuk melakukan
identifikasi kesamaan susunan nukleotida pada 16S rDNA dilakukan
dengan studi homologi BLAST pada GenBank dengan alamat situs
https://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi#
Hasil identifikasi bakteri unggul cairan rumen sapi bali
menggunakan metode biologi molekuler menunjukkan bahwa primer
27F mampu mengamplifikasi DNA isolat bakteri unggul terpilih yaitu
isolat bakteri dengan kode BR9LS; BR4LG; BR2CL; BR3Xy dengan panjang
untaian nukleotida sekitar 1492 bp (Gambar 4.15).
Gambar 4.15 Hasil Amplifikasi 16S rDNA dari Isolat Bakteri Unggul Asal Cairan Rumen Sapi Bali menggunakan Primer 27F dan 1492R.
(1kb=Marker 1 kb DNA leader, 1BR9LS; 2BR4LG; 3BR2CL; 4BR3Xy; 5BT4LS; 6BT5LG; 7BT3CL; 8BT8XY; 9 s/d 13 Isolat bakteri dari sumber lain)
Evaluasi spesimen DNA bakteri unggul melalui analisis squensing
telah berhasil membaca untaian basa nukleotida kedelapan DNA bakteri
unggul rumen sapi bali dan rayap.Melalui teknik studi homologi BLAST
pada GenBank (situs https://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi#), untaian
[-90-]
nukleotida tiap DNA bakteri unggul berhasil diidentifikasi homologinya
yaitu bakteri lignoselulolitik unggul adalah Pseudomonas aeruginosa
strain BR9LS (Homologi 78%, No. Accession KU236370). Bakteri lignolitik
unggul adalah Bacillus subtilis strain BR4LG (homologi 100%, No. Accession
EU334108). Bakteri selulolitik unggul adalah Bacillus subtilis strain
BR2CL(homologi 99%, No. Accession KM084864). Bakteri xylanolitik
unggul adalah Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY(homologi 83%,
No. Accession KX426674) (Gambar 4.16 dan Tabel 4.16)
Squeen DNA Isolat Bakteri Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS
Squeen DNA Isolat Bakteri Bacillus subtilis strain BR4LG
Squeen DNA Isolat Bakteri Bacillus subtilis strain BR2CL
Squeen DNA Isolat Bakteri Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY
Gambar 4.16 Squeen DNA dari Bakteri Terpilih Cairan Rumen Sapi Bali
(Sumber: Mudita, 2019)
[-91-]
[-90-]
[-91-]
Tabel 4.14. Data Untaian Basa Nukleotida dan Hasil Identifikasi Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Cairan Rumen Sapi Bali
Kode Isolat Data Squens Untaian Basa
Nukleotida
Identitas Bakteri Terdekat/ Panjang Skuens/Homologi /
No. Accession BR9LS (Lignoselulolitik)
TACCATGCAGTCGAGCGGAGCAGGGAGCTTGTTCCTGGATTCACCGGCAGACGGGTGAGTAAGGCTTATGAATCTGACTGTGAGTGGGGGAGGACGATCACTTCGGGACGCTGATACCGAATACGTCCTACGTCAGAAAACCAAAGAGGGTCAGACCTCGCGCTCTTGGATGAACCTGTGCCGGATTAGCTAGTTGGTGGGGGGGGGCCTACCCACGCCACGATCAGTATCTGGTCTGAGAGGAAGATCATGCACACTGGAACTGAAACACAGACCAGACTCCTACTGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGATCAATGGGCGAAAGCCTGATCCAGACATGCCCCGTGTGTGTGTAAGGACTTCGGATTGTAAATGACTTTAAGTTTCGAGGAAGGGGAGGGAGTTAATACCTAGACCCTTTGACTTTGCCTACACAATAAAAACCAGCTAACTTTAACCCAGCCCCCGCGGTAATTCTAAGGGTGAGGGCGTTAATCTGAATTACTGGTACTTAAAGGTAACGCGCACGGGGGCAGCTCTGTGGATGGGGATGCCACCCGCCCTCAACCTGGGAACTGCATCTGCATTCTACTGTGCTAGAGATAGTGTCGTGGAGGGGGGAATTTCCTTCCGTGTGGAGAAATGAAATGCATAGATATCGAAAAAACAATACCCGAAGGCGAACCCCCCCCCCCTGATACATAACACCTGACGCTCAGGAAGCCAAAGCGAGCAAACACAAATTAGATTACCTGGCCTGCCACTCCGCACACGAAAGCCAACTCGACGTGGGGGTCCCTGCCCATCAGGCGTGCCCACCTGACCTAACAAGTCGACCCCCCCCGCGAGGACGAACCCCCCCCGTTAAGACAACCACTCATTTGATTTGAGCGCCGCCCCCACCCCAAGCAGCAGAAGATGTTATTTTTAATTCAATGCCAAAGAAACATTACTCTTTCCTTGTTCTTGACGATGAAAATATCTTA
Pseudomonas aeruginosa strain GRD16 (1471 bp) (78%) (KU236370)
BR4LG (Lignolitik)
GCTATAATGCAGTCGAGCGGACAGATGGGAGCTTGCTCCCTGATGTTAGCGGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGCCTGTAAGACTGGGATAACTCCGGGAAACCGGGGCTAATACCGGATGCTTGTTTGAACCGCATGGTTCAAACATAAAAGGTGGCTTCGGCTACCACTTACAGATGGACCCGCGGCGCATTAGCTAGTTGGTGAGGTAATGGCTCACCAAGGCGACGATGCGTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGTGATGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCTGTTGTTAGGGAAGAACAAGTACCGTTCGAATAGGGCGGTACCTTGACGGTACCTAACCAGAAAGCCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGGGCTCGCAGGCGGTTTCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCCCGGCTCAACCGGGGAGGGTCATTGGAAACTGGGGAACTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAATTCCACGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATGTGGAGGAACACCAGTGGCGAAGGCGACTCTCTGGTCTGTAACTGACGCTGAGGAGCGAAAGCGTGGGGAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTAGGGGGTTTCCGCCCCTTAGTGCTGCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGGTCGCAAGACTGAAACTCAAAGGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAGGTCTTGACATCCTCTGACAATCCTAGAGATAGGACGTCCCC
Bacillus subtilis strain EXWB4-09 (1461 bp) (100%) (EU334108)
BR2CL (Selulolitik)
TATCATGCAAGTCGAGCGGACAGATGGGAGCTTGCTCCTTGATGTTAGCGGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGCCTGTAAGACTGGGATAACTCCGGGAAACCGGGGCTAATACCGGATGGTTGTTTGAACCGCATGGTTCAAACATAAAAGGTGGCTTCGGCTACCACTTACAGATGGACCCGCGGCGCATTAGCTAGTTGGTGAGGTAACGGCTCACCAAGGCAACGATGCGTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGTGATGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCTGTTGTTAGGGAAGAACAAGTACCGTTCGAATAGGGCGGTACCTTGACGGTACCTAACCAGAAAGCCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGGGCTCGCAGGCGGTTTCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCCCGGCTCAACCGGGGAGGGTCATTGGAAACTGGGGAACTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAATTCCACGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATGTGGAGGAACACCAGTGGCGAAGGCGACTCTCTGGTCTGTAACTGACGCTGAGGAGCGAAAGCGTGGGGAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTAGGGGGTTTCCGCCCCTTAGTGCTGCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGGTCGCAAGACTGAAACTCAAAGGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAGGTCTTGACATCCTCTGACAATCCTAGAGATAGGACGTCCC
Bacillus subtilis strain H1 (1433 bp) (99%) (KM084864)
BR3XY (Xylanolitik)
CATGCAGTCGAGCGGACCGTAATGGAGTGTGTTCACTCATGTTGCTTACCGACGGATGAGTGACTAATACGTAAGTTGCCTGTCCTAATGAGATAACTACCTCAAAGCAACGTTAGTTACTACATGCTTAATTGATCTCCACGCATCAGGCAATCAAGAAAGGCTTAGCAATCTGCCACTTATGGATGGACCTACGGCTCATTAGCTAGTTGGTGGAATAACTGCTCACCGAGGCGACGATGCGCCGACCACCTGAGAGGGTGATCCGCCACGCTGCTACTGAAACACCCCCCATACTCCTACGGGAGGCAGCAGGAAGGAATCTTCCACGATGGAAACAAGTCTGAAGGAACACCGCCGCGTGAGTGAAGAATGTTTTCTGATCAAAAACCTCTGTTGCGAAGGAAGAACTCTCTGTAGAGTAACTGTTCCATATGTGAGGGTCCCTGAGAAAAAACCCCCGGATAACTACGTGCCCCAGCCGCGATAATACGTAGGGCAAAGCTTTCTCCAGAATTAGTGGGCAAAAGCGCGCCAGGCTTTCATATAAGTCTGGTGAAACACCCGGCGCTAACTCCAGGTCCATCGAAAACTGTGAAACTTGAGTCAAAAAAGAAAGTGGAATTCCCGTGTACCGTGAAAGCGTAAAATGTGGAGAACACCGTGGCAAGGCGACTTTTGGCTGTACTGACCTAAGGCGCAAACGTGGGAGCAACAGATAAATACCTGGTAGTCCCGCCTAAACATAATGCAGTGTTAGGGTTCATCCTTTGTGCCCAGTAACACATAACATTCGCCTGGGATACGCCGCAGATGAACTAAAGAATTACGGGACCCACAGCGTGCATATTGTTTATTCAAGCACCCAAGACCTACCAGTC
Paenibacillus dendritiformis strain PP (1488 bp) (80%) (KX082752)
[-92-]
Berdasarkan data squens untaian basa nukleotida dari isolat
bakteri terpilih/unggul asal cairan rumen sapi bali, maka dilanjutkan
dengan penentuan hubungan kekerabatan filogenetik (filogeny
tree) antar bakteri unggul dan/atau bakteri unggul hasil penelitian
dengan bakteri lain menggunakan perbandingan sekuen 16S rRNA
hasil penelitian dari beberapa referensi dengan bantuan program
pelacakan database Basic Local Alignment Search Tool/BLAST
dengan situs http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/blast.cgi dengan desain
hubungan filogenetik isolat bakteri menggunakan metode
Maximum Likelihood berdasarkan Tamura-Nei (1993) dengan
program MEGA7 (Kumar et al., 2016) serta kegiatan karakterisasi
bakteri unggul berdasarkan hasil pewarnaan gram yaitu 7 bakteri
terpilih (BR4LG; BR2CL; BR3XY; BT4LS; BT5LG; BT7CL; BT8XY) dengan
morfologi sel berbentuk batang dengan sifat gram positif
dilaksanakan dengan KIT MicrogenR Bacillus ID (MID-66) dari
Microgen Bioproducts Ltd, dengan larutan MacFarland 2.0 sebagai
standar preparasi, sedangkan 1 bakteri unggul (BR9LS) dengan
morfologi sel berbentuk batang dan sifat gram negatif,
dikarakterisasi dengan KIT API 20E mengikuti prosedur yang
direkomendasikan pemasok (Gambar 4.17).
Gambar 4.17 Karakterisasi dengan KIT Microgen Bacillus dan API 20E
[-93-]
[-92-]
[-93-]
Berdasarkan uji kekerabatan/filogenetik dengan beberapa isolat
bakteri umum/telah diisolasi dari rumen sapi menggunakan data jenis
bakteri dari atlas mikrobiologi rumen/Atlas of Rumen Microbiology
(Ogimoto dan Imai, 1981), hasil penelitian Gonzales et al. (2014); Ridwan
(2014), dan Ishaq et al. (2015) dengan bantuan data sequen/basa
nukleotida dari hasil penelitian tersebut/data dari GenBank
(www.ncbi.nlm.nih.gov), diketahui bahwa bakteri lignoselulolitik terpilih
asal cairan rumen sapi bali Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS
mempunyai kekerabatan dekat dengan Bacillus flexus strain VTM1R86
dan Bacillus firmus strain VTM2R84. Bakteri lignoselulolitik terpilih juga
mempunyai hubungan kekerabatan dengan Butirivibrio fibrisolvens strain
H15, Clostridium cellobioparum strain DSM 1351,Methanobrevibacter
ruminantum strain M1, Streptococcus bovis isolat Sb5, Streptococcus bovis
isolat SbH8.11, Lachnospira multipara strain D32, Paenibacillus
woosongensis strain VTM 1R92 (Gambar 4.18). Hal ini menegaskan bahwa
bakteri lignoselulolitik terpilih Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS
mempunyai kedekatan peranan dengan bakteri pendegradasi lignin
seperti peranan Bacillus flexus strain VTM1R86,n Bacillus firmus strain
VTM2R84 maupun Paenibacillus woosongensis strain VTM 1R92 (Ogimoto
dan Imai, 1981; Ishaq et al., 2015), bakteri pendegradasi selulosa maupun
hemiselulosa seperti Butirivibrio fibrisolvens strain H15 (Weimer et al.,
1999), bakteri pendegradasi protein seperti peranan Clostridium
cellobioparum strain DSM 1351, Streptococcus bovis isolat Sb5,
Streptococcus bovis isolat SbH8.11, bakteri pendegradasi pektin
“Lachnospira multipara strain D32” (Gonzales et al., 2014). Yang et al.
(2007) bahkan menunjukkan bahwa Pseudomanas sp. merupakan
bakteri pendegradasi lignin paling efisien yang tidak hanya mampu
mendegradasi lignin alami tetapi juga mendegradasi senyawa aromatik.
Adanya kedekatan hubungan dengan bakteri pendegradasi berbagai
jenis substrat menegaskan bahwa bakteri lignoselulolitik terpilih
“Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS” merupakan bakteri unggul yang
mampu mendegradasi senyawa kompleks seperti lignoselulosa.
[-94-]
Gambar 4.18 Hubungan Filogenetik Bakteri Lignoselulolitik Unggul asal Cairan Rumen Sapi Bali dengan Bakteri umum dalam Rumen
(Ogimoto dan Imai, 1981; Gonzales et al., 2014, Ridwan, 2014, dan Ishaq et al., 2015) dengan Data Squens dari GenBank (www.ncbi.nlm.nih.gov), dianalisis dengan Metode Maximum
Likelihood mengikuti model Tamura-Nei (1993) menggunakan Program MEGA 7 (Sumber: Mudita, 2019)
Hasil analisis morfologi dan biokimia juga menunjukkan bahwa
bakteri lignoselulolitik unggul asal rumen sapi bali yang mempunyai
kemiripan tinggi (78%) dengan Pseudomonas aeruginosa strain GRD16
merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang yang mampu
memfermentasi gula-gula seperti arabinosa, inositol, mannitol, rhammosa,
AH000856.2 Lachnospira multipara ATCC 19207 strain D32
NR 044734.1 Selenomonas ruminantium strain GA192
L10243.Ruminococcus albus beta-14-D-glucanase (CelA)
HM008264.1 Clostridium clostridioforme strain 136069/2010
KP101520.1 Treponema sp. strain OMZ 804
NR 041691.1 Butyricimonas virosa strain MT12
NR 041954.Prevotella brevis strain GA33
AY699286.1 Prevotella ruminicola isolate L16
NR 026450.1 Ruminobacter amylophilus strain H 18
NR 102980.1 Megasphaera elsdenii strain DSM 20460
AY699277.1 Lachnospira pectinoschiza isolate M81
NR 044111.1 Selenomonas bovis strain WG
AY178842.1 Eubacterium cellulosolvens strain Ce2
NR 024661.1 Eubacterium ruminantium strain GA195
HQ022863.1 Lactobacillus ruminis strain SL1090
NR 026146.1 Sarcina ventriculi strain DSM 286
BRLG. Bacillus subtilis strain BR4LG
MF661928.1 Bacillus sp. strain YB-4
BRCL. Bacillus subtilis strain BR2CL
EU878007.Lactobacillus acidophilus strain NX2-6
JN109769.Ruminococcus flavefaciens NI710F03
NR 113173.1 Bifidobacterium saguini strain AFB23-1
NR 113313.1 Bifidobacterium reuteri strain AFB22-1
AJ505938.Fibrobacter succinogenes strain R
JQ797588.Rumen bacterium NAIP2B
KP245773.1 Bacillus foraminis strain VTM4R85
KP245798.1 Bacillus niabensis strain VTM4R58
NR 025525.1 Butyrivibrio hungatei strain JK 615
NR 026476.1 Succinivibrio dextrinosolvens strain 0554
KP245774.1 Bacillus firmus strain VTM2R84
KP245775.1 Bacillus flexus strain VTM1R86
BRLS Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS
EU887842.1 Butyrivibrio fibrisolvens strain H15
NR 026104.1 Clostridium cellobioparum strain DSM 1351
NR 042784.1 Methanobrevibacter ruminantium strain M1
AY500370.1 Streptococcus bovis isolate Sb5
DQ148957.1 Streptococcus bovis isolate SbH8.11
NR 104758.1 Lachnospira multipara strain D32
KP245799.1 Paenibacillus woosongensis strain VTM1R92
MF188195.1 Fusobacterium sp. strain X-13
AJ278969.Ruminococcus flavefaciens strain 17
NR 145912.1 Propionibacterium acnes subsp. elongatum strain K124
KP245796.1 Bacillus licheniformis strain VTM2R82
BRXY. Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY
NR 026205.1 Succiniclasticum ruminis strain SE10
1.0
0.8
0.9
0.8
0.0
0.9
0.1
0.9
0.7
0.2
1.9
0.0
1.2
2.8
1.0
0.5
2.0
0.3
0.6
0.0
0.1
0.0
0.0
1.2
0.0
0.1
1.2
0.0
0.0
2.3
2.6
1.8
0.5
1.2
0.0
1.1
0.0
0.0
0.7
1.3
0.5
0.0
0.0
0.8
1.6
1.5
0.9
0.0
0.6
1.8
1.0
2.3
0.5
0.2
0.5
1.0
1.7
0.3
0.4
0.4
0.1
2.1
0.2
0.1
0.2
0.2
0.5
0.9
0.4
0.2
1.1
1.7
0.5
17.1
18.1
1.4
1.5
2.4
1.1
0.4
0.5
[-95-]
[-94-]
1.0
0.8
0.9
0.8
0.0
0.9
0.1
0.9
0.7
0.2
1.9
0.0
1.2
2.8
1.0
0.5
2.0
0.3
0.6
0.0
0.1
0.0
0.0
1.2
0.0
0.1
1.2
0.0
0.0
2.3
2.6
1.8
0.5
1.2
0.0
1.1
0.0
0.0
0.7
1.3
0.5
0.0
0.0
0.8
1.6
1.5
0.9
0.0
0.6
1.8
1.0
2.3
0.5
0.2
0.5
1.0
1.7
0.3
0.4
0.4
0.1
2.1
0.2
0.1
0.2
0.2
0.5
0.9
0.4
0.2
1.1
1.7
0.5
17.1
18.1
1.4
1.5
2.4
1.1
0.4
0.5
[-95-]
sorbitol, ONPG, citrat, voges proskauer, dan amilosa (Tabel 4.15 dan
Gambar 4.19).
Tabel 4.15 Karakteristik Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Cairan Rumen Sapi Bali
Karakteristik
Isolat Bakteri Unggul Asal Rumen Sapi Bali Pseudomonas
aeruginosa strain BR9LS
Bacillus subtilis strain BR4LG
Bacillus subtilis strain
BR2CL
Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY
Sifat Gram - + + + Bentuk Batang/
Basil Batang/ Basil
Batang/ Basil
Batang/ Basil
Fermentasi Gula-Gula - Arabinosa/ARA + + + + - Cellubiosa/CEL - + + + - Inositol/INO + + + + - Mannitol/MAN + + + + - Mannosa/MNS na + + + - Raffinosa/RAF na + + + - Rhamnosa/RHA + + + - - Salicin/SAL na + + + - Sorbitol/SOR + + + + - Sukrosa/SUC na + + + - Trehalosa/TRE - + + + - Xylosa/XYL - + + + - Adonitol/ADO - - - - - Galaktosa/GAL - - + - - Methyl-D-Mannoside/MDM na - - - - Methyl-D-Glucoside/MDG na + + + - Inulin/INU na + + + - Melizitosa/MLZ na - - + - Indol/IND - - - - - ONPG/ONP + + + + - Arginin/ARG na + + + - Citrat/CIT + - - - - Voges Proskauer/VP + - - + - Nitrat/NIT na + + + - Amylosa/AMY + na na na - H2S - na na na - LDC - na na na
Sumber: Mudita (2019)
Data nukleotida GenBank menunjukkan bahwa Pseudomonas
aeruginosa strain GRD16 dilaporkan Ranjani, A., Gopinath, P. M., dan
Danasekaran, D. pada 17 Mei 2016 merupakan isolat bakteri patogen dari
lingkungan rumah sakit (www.ncbi.nlm.nih.gov/nucleotide/KU236370.1).
Beberapa peneliti juga menunjukkan bahwa bakteri Pseudomonas
aeruginosa berpotensi sebagai penyebab penyakit infeksi
nosokomial/infeksi yang dialami selama perawatan di rumah sakit serta
[-96-]
berbagai penyakit lainnya (Strateva dan Yordanov 2009; Gellatly dan
Hancock, 2013), namun Gellatly dan Hancock (2013) juga
mengungkapkan bahwa bakteri tersebut merupakan flora normal tubuh
manusia dan tidak akan menimbulkan penyakit selama pertahanan
tubuh normal.
Gambar 4.19 Hasil Karakterisasi Isolat Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal
Cairan Rumen Sapi Bali
Walaupun bakteri Pseudomonas aeruginosa berpotensi sebagai
penyebab penyakit, berbagai hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
bakteri tersebut mempunyai kemampuan sebagai pendegradasi/
perombak berbagai komponen serat kasar maupun nutrien/substrat
lainnya.
Pseudomonas aeruginosa telah dilaporkan mampu memproduksi
berbagai enzim seperti ligninase yaitu lignin-peroksidase, laccase (Lynd et
al., 2002; Yang et al., 2007), Dye-Decolorizing Peroksidase/DyP (Li et al.,
2012), kompleks selulase selulosom “cellulose binding domain/CBD” terdiri
atas endoglukanase dan xylanase (Bolam et al., 1998),
Cellodextrinase/CelC (Beguin dan Aubert, 1994), enzim protease (Najafi et
al., 2005), enzim pendegradasi fenol maupun asam benzoat (Razika et
al., 2010), serta kemampuan detoxifikasi. Sehingga bakteri Pseudomonas
aeruginosa dimanfaatkan dalam berbagai bidang bioteknologi, baik
industri pakan, kertas, tekstil maupun industri bahan bakar serta
remediasi lingkungan (Howard et al., 2003; Singh, 2011; Shah et al., 2013).
Berdasarkan data squen untaian nukleotida dari bakteri lignolitik
unggul terpilih asal cairan rumen sapi bali Bacillus subtilis strain BR4LG
mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat dengan Bacillus sp strain
YB-4 yang merupakan bakteri pendegradasi lignin serta bersifat probiotik
[-97-]
[-96-]
[-97-]
(Ishaq et al., 2015) dan Sarcina ventriculi strain DSM 286 yang merupakan
bakteri pendegradasi selulosa (Ogimoto dan Imai, 1981). Bakteri lignolitik
terpilih juga mempunyai kedekatan kekerabatan dengan Lactobacillus
ruminiss strain SL1090, Eubacterium ruminantium strain GA 195,
Eubacterium cellulosolvens strain Ce2, Selenomonas bovis strain WG, serta
bakteri lainnya (Gambar 4.16) yang merupakan bakteri umum pada
rumen penghasil asam-asam organik/VFA baik asetat, suksinat, format,
dan laktat (L-laktat dan D-Laktat) (Ogimoto dan Imai, 1981).
Berdasarkan data nukleotida GenBank tampak bahwa bakteri
lignolitik terpilih asal cairan rumen sapi bali mempunyai homolog dengan
Bacillus subtilis strain EXWB4-09 yang dilaporkan Wang Y., Hu, W., dan
Xu, L. pada 7 Januari 2008 dihasilkan dari identifikasi Bacillus bersifat
antagonistik terhadap patogen penyebab penyakit pada melon
(https://ncbi.nlm.nih.gov/nucleotide/EU334108.1). Wang et al. (2010)
mengungkapkan bahwa Bacillus subtilis strain EXWB4-09 dapat
dimanfaatka sebagai biokontrol penyakit bakterial yang menyerang
permukaan buah melon. Lebih lanjut diungkapkan bahwa
penyemprotan bio-surfactan yang diekskresikan oleh Bacillus subtilis
strain EXWB pada permukaan kulit melon dapat mencegah penyakit
busuk buah yang disebabkan fungi Alternaria alternata yang
mengakibatkan kerugian ekonomi bagi para petani.
Berbagai hasil penelitian telah menunjukkan bahwa isolat bakteri
Bacillus subtilis mampu menghasilkan enzim pendegradasi lignin. Data et
al. (2017) menunjukkan bahwa Bacillus subtilis mampu memproduksi
Laccase yang mampu merombak lignin melalui proses demineralisasi dan
pelarutan. Min et al. (2015) menyebutkan Bacillus subtilis mampu
memproduksi dye-decolorizing peroksidase (DyP) yang mampu
mendegradasi lignin dengan aktivitas spesifik 66,8 U/mg protein pada
substrat ABTS pH 3 dengan temperatur 50oC. Lai et al. (2016)
mengungkapkan bahwa Bacillus subtilis mampu menghasilkan aktivitas
enzim lignin peroksidase/LiP, mangan peroksidase/MnP dan laccase/Lac
masing-masing sebesar 1,5 U/ml; 0,8 U/ml dan 3,4 U/ml.
[-98-]
Selain mempunyai kemampuan lignolitik (pendegradasi lignin),
strain dari bakteri Bacillus subtilis juga dilaporkan mempunyai
kemampuan mendegradasi senyawa selulosa (selulolitik) maupun
hemiselulosa dan/atau menghasilkan multi protein enzim. Pada
penelitian ini juga tampak bahwa bakteri selulolitik unggul terpilih asal
cairan rumen sapi bali diidentifikasi 99% homolog dengan Bacillus subtilis
strain H1 yaitu bakteri yang tergolong satu genus dengan bakteri lignolitik
terpilih asal cairan rumen sapi bali yang sama-sama dari jenis Bacillus
subtilis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strain Bacillus subtilis
selain mempunyai aktivitas lignolitik juga mempunyai aktivitas selulolitik.
Bahkan Zhang et al. (2010) mengungkapkan Bacillus subtilis merupakan
mikroba yang mampu memproduksi berbagai enzim pendegradasi
polisakarida seperti α-amilase, pullulanase, endo- mannanase, levanase,
glucan-1,4-α-maltohydrolase, pectate-lyase, β-1,4-endoglukanase, β-1,3-
1,4-endoglukanase, dan endo-1,4-β-xylanase.
Bacillus subtilis strain BR4LG Bacillus subtilis strain BR2CL
Gambar 4.20 Asal cairan Rumen sapi Bali
Hasil analisis morfologi dan biokimia dari kedua strain bakteri
Bacillus subtilis menunjukkan bahwa kedua isolat bakteri merupakan
bakteri gram positif dengan bentuk batang, yang mempunyai
kemampuan mendegradasi berbagai senyawa/gula-gula seperti
arabinoosa, cellubiosa, inositol, mannitol, mannosa, raffinosa, rhamnosa,
salicin, sorbitol, sukrosa, trehalosa, dan xylosa. Terhadap karbohidrat
galaktosa, bakteri selulolitik unggul Bacillus subtilis strain BR2CL
mempunyai kemampuan untuk memfermentasinya, sedangkan bakteri
[-99-]
β
[-98-]
α
α β β
β
[-99-]
lignolitik unggul Bacillus subtilis strain BR4LG tidak mampu
memfermentasinya. Sedangkan terhadap senyawa methyl D-glukosida,
inulin, ONPG, arginin, dan nitrat, kedua strain Bacillus subtilis mampu
memfermentasinya (Tabel 4.20).
Berdasarkan analisis filogeni tampak bahwa bakteri selulolitik
unggul rumen sapi bali Bacillus subtilis strain BR2CL mempunyai
kedekatan hubungan kekerabatan dengan Lactobacillus acidophilus
strain NX2-6, Ruminococcus flavefaciens NI710F03, Bifidobacterium reuteri
strain AFB22-1, Bifidobacterium saguni strain AFB23-1 (Gambar 4.16) yang
semuanya merupakan bakteri umum rumen pendegradasi serat selulosa
maupun hemiselulosa serta penghasil asam-asam organik/VFA seperti
asetat, laktat, suksinat, propionat dan butirat (Ogimoto dan Imai, 1981).
Berdasarkan informasi GenBank diketahui bahwa bakteri yang
mempunyai homologi tinggi dengan bakteri selulolitik terpilih asal cairan
rumen sapi bali yaitu Bacillus subtilis strain H1 dilaporkanYang, R. pada 13
Oktober 2014 yang merupakan hasil identifikasi 4 strain Bacillus dari
broiler (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/nucleotide/KM084864.1). Pada
penelitian ini juga diketahui bahwa Bacillus subtilis strain BR2CL
merupakan bakteri unggul selulolitik yang mempunyai kemampuan
mendegradasi substrat selulosa dengan aktivitas spesifik enzim
endoglukanase dan eksoglukanase tertinggi. Bagudo et al. (2014) juga
menyatakan bahwa Bacillus subtilis merupakan alternatif sumber β-
glucosidase (selulolitik) yang mempunyai aktivitas enzim 1,750 U/ml
dengan pH optimum 7,0 dan dengan suhu 65oC. Rodas et al. (2017)
menegaskan bahwa Bacillus subtilis mampu menghasilkan enzim
endoselulase dan eksoselulase. Ali et al. (2013) menyebutkan Bacillus
subtilis subsp. inaquosorum strain KTH-61 menghasilkan kompleks selulase
dan xylanase masing-masing dengan aktivitas enzim 36,0 U/ml dan 89,7
U/ml. Chen et al. (2015) mengungkapkan Bacillus subtilis mampu
memproduksi multi protein enzim “selulosom” Bs EXLX1 yang mempunyai
aktivitas enzim selulase dan xylanase.
[-100-]
Terhadap bakteri xylanolitik unggul terpilih asal cairan rumen sapi
bali Paenibacillus dendriformis strain BR3XY analisis hubungan
kekerabatan filogenetik menunjukkan bahwa bakteri tersebut
mempunyai kekerabatan yang dekat dengan Ruminococcus flavefaciens
strain 17 yang merupakan bakteri pendegradasi xylan (Schyns, 1997),
Bacillus licheniformis strain VTM2R82 (bakteri pendegradasi mannan; Ge
et al., 2016), Succiniclasticum ruminis strain SE 10, Propionibacterium acnes
subsp. elongatum strain K124, maupun Fusobacterium sp. strain X-13 yang
merupakan bakteri pendegradasi serat dan penghasil asam-asam
organik/VFA (Ogimoto dan Imai, 1981) (Gambar 4.16). Bakteri yang
homolog dengan bakteri xylanolitik terpilih asal cairan rumen sapi bali
yaitu Bakteri Paenibacillus dendriformis strain PP pertama dilaporkan
Parthiban, P. pada 16 Mei 2016 merupakan hasil isolasi probiotik dari
fermentasi tanaman varagu dan sejenis padi–padian yang tumbuh di
areal peternakan (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/nucleotide/KX082752.1).
Hasil analisis morfologi dan biokimia menunjukkan bahwa bakteri
xylanolitik terpilih asal cairan rumen sapi bali yaitu Paenibacillus
dendritiformis strain BR3XY merupakan isolat bakteri gram positif
berbentuk batang yang mampu memfermentasi berbagai gula-gula
seperti arabinoosa, cellubiosa, inositol, mannitol, mannosa, raffinosa,
salicin, sorbitol, sukrosa, trehalosa, xylosa, senyawa methyl D-glukosida,
inulin, melizitosa, ONPG, arginin, voges proskauer, dan nitrat (Tabel 4.15
dan Gambar 4.21).
Gambar 4.21 Hasil Karakterisasi Isolat Bakteri Xylanolitik Unggul Asal Cairan
Rumen Sapi Bali “Paenibacillus
[-101-]
β
[-100-]
[-101-]
Berbagai referensi juga menunjukkan bahwa bakteri dari genus
Paenibacillus mempunyai kemampuan mendegradasi xylan. Ito et al.
(2003) menunjukkan bahwa Paenibacillus sp. strain W-61 mampu
memproduksi 5 jenis enzim xylanase yaitu xylanase 1, 2, 3, 4, dan 5 yang
masing-masing dengan bobot molekul 22, 41, 58, 120 dan 140 kDa. Lee et
al. (2004) juga menunjukkan bahwa telah berhasil menpurifikasi 2 jenis
enzim xylanase yaitu xilanase A/XynA dan xylanase B/xynB dari
Paenibacillus sp. DG-22 dengan produk utama dari aktivitas xylanase A
berupa xylotriosa, sedangkan xylobiosa adalah produk utama dari
xylanase B. Bakteri dari golongan Paenibacillus sp. juga diketahui
mampu menghasilkan berbagai kompleks xylanase seperti xyloglukanase
(Yaoi et al., 2005), methy l glucoronoxylanase (John et al., 2006), methyl
glucorono arabinoxylanase (Sawhney dan Preston, 2014), selulase yaitu
1,3-1,4-β-Glucanase (Chow et al., 2016; Woo et al., 2017). Bahkan Zeigler
(2013) dan Grady et al. (2016) mengungkapkan bakteri Paenibacillus
mempunyai berbagai peranan positif penting karena mengandung faktor
tumbuh bagi tanaman seperti Indole-3-acetic acids/IAA, senyawa
fitohormonauxin, pelarut fosfor, serta sebagai pengontrol senyawa
patogen tanaman; berperanan dalam fiksasi N, insektisida alami, serta
menghasilkan antimikrobial seperti bacteriocin, lipopeptida nonribosomal,
lipopeptida kationik siklik, serta lipopeptida nonkationik siklik.
Berdasarkan hasil analisis karakteristik khususnya uji biokimia dari
bakteri lignoselulolitik unggul asal cairan rumen sapi bali (Pseudomonas
aeruginosa strain BR9LS, Bacillus subtilis strain BR4LG, Bacillus subtilis strain
BR2CL dan Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY) semakin
menegaskan bahwa bakteri-bakteri tersebut merupakan isolat bakteri
unggul yang sangat potensial dimanfaatkan sebagai biokatalis/starter
dalam perombakan/fermentasi bahan pakan limbah pertanian. Apalagi
didukung dengan adanya kemampuan perombakan senyawa
lignoselulosa yang tinggi dan dengan aktivitas enzim lignoselulase yang
tinggi pula.
[-102-]
BAB V. RAYAP SEBAGAI SUMBER BAKTERI
LIGNOSELULOLITIK
5.1 Rayap dan Lingkungan
Masyarakat luas umumnya mengenal rayap sebagai serangga yang
merugikan/hama karena menimbulkan berbagai kerusakan terutama
terhadap bahan berkayu atau bagi pemukiman masyarakat, namun
sesunngguhnya rayap memiliki keragaman jenis yang sangat tinggi yang
hanya sebagian kecil yang menimbulkan kerusakan terutama pada
pemukiman/kayu. Peran lainnya adalah sebagai penjaga keseimbangan
alam yaitu sebagai dekomposer yang akan menguraikan senyawa
kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana.
Harris (1971) mencatat lebih dari 1800 jenis rayap ada di dunia.
Secara garis besar, jenis rayap tersebut terbagi dalam 6 famili, 15 sub-
famili dan 200 genus (marga). Ditambahkannya, sekitar 10% dari
keseluruhan rayap di dunia ditemukan di Indonesia yaitu 200 jenis yang
terdiri atas 3 famili (Kalotermitidae, Rhinotermitidae, dan Termitidae), 6
sub-famili (Coptotermitinae, Rhinotermitinae, Amitermitinae, Termitinae,
Macrotermitinae, dan Nasutitermitinae), dan 14 genus (Neotermes,
Cryptotermes, Schedorhinotermes, Prorhinotermes, Coptotermes,
Microcerotermes, Caprototermes, Macrotermes, Odontotermes,
Microtermes, Bulbitermes, Nasutitermes, Hospitalitermes dan
Lacessitermes).
Rayap merupakan serangga berkoloni yang termasuk kedalam
phylum Antropoda, klas Insecta, Ordo Isoptera yang dalam
perkembangbiakannya mengalami metamorfose bertahap/gradual,
yaitu mulai dari telur,nimfa dan dewasa dengan beberapa fase. Pada
nimfa yang bertunas, sayapnya akan tumbuh lengkap pada fase terakhir
sampai mencapai kedewasaannya (Nandika et al., 2003). Gambar 5.1
dibawah menunjukkan Siklus hidup rayap dimulai dari Telur lunak
berwarna jingga transparan yang selanjutnya akan berkembang menjadi
[-103-]
[-102-]
[-103-]
larva. Larva kemudian akan tumbuh menjadi rayap muda yang disebut
Nimfa (nymph). Ketika beranjak dewasa, rayap muda ini akan memilih
peran mereka dalam koloni.
Gambar 5.1. Siklus Hidup sdari Rayap
(Sumber: www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=78&fnam)
Sebagai serangga sosial yang hidupnya berkoloni, setiap individu
rayap memiliki kedudukan masing-masing dalam suatu kelompok. Pada
sistem sosialisasinya ada raja dan ratu rayap yang memiliki tugas untuk
berkembang biak atau untuk menetaskan calon-calon rayap lainnya.
Pemimpin (raja dan ratu) rayap biasanya memiliki perbedaan yang
mencolok dari yang lainnya, yaitu ukuran tubuh yang lebih besar. Selain
raja dan ratu, pada kelompok rayap tersebut juga terbagi menjadi
bagian lainnya yakni kelompok prajurit dan pekerja (Gambar 5.2).
Gambar 5.2. Pengelompokan/Kasta dalam Koloni Rayap (Sumber: https://pestmanagementtechnology.net/biologi-rayap-sistem-kasta-
pada-rayap)
[-104-]
Pembagian kelompok/kasta pada rayap, yaitu:
1) Kasta pekerja yaitu kelompok/jenis rayap yang merupakan individu-
individu pekerja. Kasta ini merupakan jenis atau kelompok terbanyak
(± 80%) dalam satu koloni (Tarumingkeng, 2004). Kasta pekerja terdiri
dari nimfa dan dewasa yang steril, memiliki warna yang pucat dan
mengalami penebalan di bagian kutikula, tanpa sayap dan biasanya
tidak memiliki mata, memiliki mandibel yang relatif kecil (Borror dan
De Long, 1971). Kasta pekerja bertugas mencari dan menyimpan
makanan, merawat induk dan larva, membangun & memperbaiki
sarang. Rayap dari kasta inilah yang dapat merusak bangunan kayu
karena memiliki kemampuan mencerna selulosa dalam kayu, dimana
hasil pencernaan akan dimuntahkan dan dipersembahkan sebagai
makanan induk, prajurit dan para larva.
2) Kasta Prajurit, yaitu individu-individu dalam koloni rayap yang
bertugas menjaga sarang dan keseluruhan koloni. Kasta prajurit
memiliki spesialisasi anatomi dan perilaku untuk melawan serangan
musuh utama mereka, semut serta serangan/gangguan-gangguan
lainnya. Kasta prajurit berbeda dari kasta – kasta lainnya karena
perkembangan kepala dan mandibulanya. Kasta ini ditandai dengan
bentuk tubuh yang kekar karena penebalan (sklerotisasi) kulitnya
agar mampu melawan musuh dalam rangka tugasnya
mempertahankan kelangsungan hidup koloninya. Rayap jenis ini
memiliki rahang yang besar sehingga mereka tidak mampu makan
sendiri. Mereka bergantung pada rayap pekerja untuk menyediakan
mereka dengan makanan muntahan. Jumlah prajurit dalam satu
koloni biasanya tidak lebih dari 10% (Hasan, 1986). Mereka berjalan
hilir mudik di antara para pekerja yang sibuk mencari dan
mengangkut makanan. Setiap ada gangguan dapat diteruskan
melalui "suara" tertentu sehingga prajurit-prajurit bergegas menuju ke
sumber gangguan dan berusaha mengatasinya. Rayap prajurit dan
rayap pekerja sama-sama tidak memiliki mata dan biasanya hidup
maksimal dua tahun (https://id.wikipedia.org/wiki/Rayap).
[-105-]
[-104-]
[-105-]
3) Kasta Reproduktif/Reproduksi (Alates), terdiri atas reproduktif primer
dan reproduktif suplementer. Kasta reproduktif primer adalah
pasangan ratu dan raja yang merupakan pasangan pendiri koloni.
Kasta ini keluar meninggalkan sarang (swarming) dan disebut juga
dengan laron. Kasta reproduktif primer mempunyai sepasang sayap
dan mata majemuk yang jelas dan warnanya agak tua. Sedangkan
kasta reproduktif suplementer adalah individu jantan dan betina,
mempunyai tonjolan sayap, warnanya kurang tua dari kasta
reproduktif primer dan matanya lebih kecil. Rayap suplementer
terbentuk dari nimfa-nimfa dan mencapai kematangan kelamin
tanpa mencapai tahap-tahap dewasa, bersayap penuh dan tanpa
meninggalkan sarang.
Rayap reproduksi ini sering kita sebut sebagai laron dan muncul
sebelum hujan. Rayap reproduksi memiliki mata yang tidak dimiliki
oleh rayap pekerja atau rayap prajurit. Bentuk tubuh mereka yang
indah untuk golongan rayap (ramping dan bersayap) tidak akan
bertahan lama. Sayap mereka sangat rapuh, dan akan segera rontok
begitu mereka telah menemukan tempat untuk membangun koloni
baru. Jika terpilih menjadi ratu, tubuh laron betina tidak akan
ramping lagi dan akan mengalami obesitas, karena tujuan hidupnya
hingga ajal adalah bertelur untuk koloni. Ratu rayap merupakan
serangga dengan umur terpanjang di dunia, ratu rayap dapat hidup
50 tahun pada kondisi ideal.
Saat kemampuan bertelur ratu menurun, peranannya akan dibantu
rayap reproduksi suplementer. Rayap reproduksi (suplementer) adalah
rayap-rayap reproduksi (laron) yang sebelumnya gagal terpilih
menjadi ratu dan raja koloni baru. Meskipun rayap reproduksi
suplementer bertelur lebih sedikit dari ratu, jumlah mereka dalam
koloni bisa mencapai ratusan, sehingga kontribusi mereka untuk
kapasitas bertelur koloni menjadi luar biasa dan ketika ratu
meninggal mereka dapat mengambil alih total tugas reproduksi
(https://id.wikipedia.org/wiki/Rayap).
[-106-]
Berdasarkan sarangnya, rayap digolongkan dalam beberapa
kelompok, yaitu:
1) Rayap pohon, yaitu jenis-jenis rayap yang menyerang pohon yang
masih hidup, bersarang dalam pohon dan tak berhubungan dengan
tanah. Contoh: Neotermes tectonae (famili Kalotermitidae) yaitu
hama pohon jati.
2) Rayap kayu lembab, yaitu jenis rayap yang menyerang kayu mati
dan lembab, bersarang dalam kayu,tak berhubungan dengan tanah.
Contoh: Jenis-jenis rayap dari genus Glyptotermes (Glyptotermes spp.,
famili Kalotermitidae).
3) Rayap kayu kering, seperti Cryptotermes spp. (famili Kalotermitidae),
hidup dalam kayu mati yang telah kering. Hama ini umum terdapat
di rumah-rumah dan perabot-perabot seperti meja, kursi dan
sebagainya. Rayap ini juga tidak berhubungan dengan tanah, karena
habitatnya kering.
4) Rayap subteran, yaitu rayap yang umumnya hidup di dalam tanah
yang mengandung banyak bahan kayu yang telah mati atau
membusuk, tunggak pohon baik yang telah mati maupun masih
hidup. Di Indonesia rayap subteran yang paling banyak merusak
adalah jenis-jenis dari famili Rhinotermitidae. Terutama dari genus
Coptotermes (Coptotermes spp.) dan Schedorhinotermes.
5) Rayap tanah, jenis-jenis rayap tanah di Indonesia adalah dari family
Termitidae. Jenis rayap ini bersarang dalam tanah terutama dekat
pada bahan organik yang mengandung selulosa seperti kayu, serasah
dan humus
Indria et al. (2013) mengungkapkan rayap berperanan untuk
menjaga keseimbangan alam dengan menghancurkan kayu dan bahan
organik lainnya dan mengembalikannya sebagai hara ke dalam tanah.
Ditambahkannya, sampai saat ini terdapat 20 spesies rayap di Indonesia
yang dikelompokkan sebagai hama perusak kayu dan hama hutan atau
pertanian. Rayap yang tercatat sebagai hama antara lain rayap tanah
[-107-]
[-106-]
[-107-]
seperti C. curvignathus, Macrotermes gilvus Hagen, Schedorhinotermes
javanicus Kemner, jenis rayap kayu kering yaitu Cryptotermes
cynocephalus Light., dan Cryptotermes curvignathus yang merupakan
salah satu rayap subteran yang makanan utamanya berupa kayu dan
bahan lain yang mengandung selulosa.
Makanan utama rayap yaitu selulosa baik yang berasal dari kayu,
sabuk kelapa, rumput, kertas, karton, tekstil dan kulit-kulit tanaman.
Rayap juga mengkomsumsi jamur. Kelompok rayap dari sub-famili
Mastotermetinae (famili Termitidae) membudidayakan jamur
Termitomyces (Basidiomycetes) dalam koloninya, jamur ini dimakan oleh
anggota koloni yang masih muda. Selain itu, terdapat rayap yang
mengkomsumsi tanah yang mengandung mineral, karbohidrat,
mikroorganisme tanah dan polyphenolic. Sekitar 60% dari famili
termitidae mengkomsumsi tanah sebagai bahan makanannya. Semua
rayap makan kayu atau bahan berselulosa, tetapi perilaku makan
(feeding behavior) dari berbagai jenis rayap bermacam-macam. Hampir
semua jenis kayu potensial untuk dimakan rayap.
Tidak berbeda dengan ruminansia, rayap juga memiliki organ
pencernaan (usus) mengandung mikroorganisme. Seperti pada rumen
ruminansia, keberadaan mikroorganisme di dalam saluran cerna rayap
merupakan suatu bentuk interaksi yang menguntungkan (simbiosis
mutualisme). Rayap memberikan perlindungan berupa tempat yang
anaerob dan makanan bagi mikroorganisme. Di lain pihak
mikroorganisme menyumbang enzim selulase/lainnya untuk pencernaan
rayap. Namun masing-masing mikroorganisme mempunyai peranan
berbeda dalam mencerna serat kasar/komponen dinding sel
tanaman/bahan lainnya tergantung pada kelas rayap, serta jenis dan
aktivitas enzim dari mikroorganisme bersangkutan.
Saluran pencernaan rayap terdiri atas usus depan, usus tengah, dan
usus belakang. Saluran pencernaan ini menempati sebagian besar dari
abdomen. Usus depan terdiri atas esofagus dan tembolok yang dilengkapi
dengan kelenjar saliva. Esofagus dan tembolok memanjang pada bagian
[-108-]
posterior atau bagian tengah dari thorak. Kelenjar saliva mensekresikan
endoglukanase dan enzim lain ke dalam saluran pencernaan. Usus tengah
merupakan bagian yang berbentuk tubular yang mensekresikan suatu
membrane peritrofik di sekeliling material makanan. Usus tengah pada
rayap tingkat tinggi juga diketahui mensekresikan endoglukonase. Usus
belakang merupakan tempat bagi sebagian besar simbion (Scharf dan
Tartar 2008).
Rayap mendegradasi komponen berkayu (serat kasar) dengan
menghasilkan berbagai enzim pendegradasi serat (fibrolitik) dan dibantu
oleh organisme simbion pada saluran pencernaannya (Watanabe et al.,
1998; Ohkuma, 2003; Mudita. 2019). Rayap dikenal sebagai micoruminan
karena adanya mikroba/mikroorganisme dalam saluran cerna
(khususnya ususu) dari rayap yang mempunyai kesamaan dengan
mikroba rumen pada ternak ruminansia. Watanabe et al. (1998) bahkan
mengungkapkan bahwa sel tubuh, air liur, saluran pencernaan serta
sarang rayap mengandung berbagai enzim pendegradasi serat.
Purwadaria et al. (2003a,b dan 2004) menyatakan saluran pencernaan
rayap mengandung mikroba (bakteri, protozoa maupun fungi),
menghasilkan kompleks enzim selulase yaitu endo-β-D-1.4-
glukanase/CMC-ase, aviselase, eksoglukanase dan β-D-14-glukosidase,
dan hemiselulase (endo-1,4-β-xilanase dan enzim β-D-1,4-mannanase).
Kamsani et al. (2015) mengungkapkan bahwa beberapa isolat bakteri
seperti Bacillus sp. B1, Bacillus sp. B2 dan Brevibacillus sp. Br3
menghasilkan enzim lignoselulase terdiri atas endoglukanase,
eksoglukanase, β-glukosidase, xylanase, Lignin-peroksidase, Mangan-
peroksidase dan Lakase dengan aktivitas enzim tinggi.
Breznak (2000) mengungkapkan rayap tingkat tinggi lebih banyak
bersimbiosis dengan bakteri, sedangkan rayap tingkat rendah bersimbiosis
dengan protozoa dan bakteri. Rayap tingkat tinggi mempunyai sistem
pencernaan yang lebih berkembang dibandingkan rayap tingkat rendah
karena menghasilkan enzim selulase selama proses pencernaan selulosa
[-109-]
[-108-]
β
β
β β
β
[-109-]
dalam usus belakangnya. Ada beberapa hipotesis tentang peranan
bakteri yang terdapat pada usus belakang rayap tingkat tinggi, antara
lain melindungi rayap dari bakteri asing, asetogenesis, fiksasi nitrogen,
methanogenesis dan metabolisme pyruvat. Meskipun bakteri tidak
melibatkan diri secara langsung dalam proses pencernaan rayap namun
bakteri ini akan disebarkan oleh rayap pekerja kepada nimfa baru.
Pada rayap tingkat tinggi, bakteri yang terdapat dalam usus
belakang rayap juga mempunyai peranan dalam proses pencernaan
makanan, meskipun bukan merupakan dekomposer utama. Sedangkan
protozoa (terutama flagellata) yang juga terdapat dalam usus rayap,
mempunyai peranan penting dalam metabolisme selulosa dan berfungsi
menguraikan selulosa dalam proses percernaan makanannnya
menghasilkan asetat sebagai sumber energi bagi rayap. Pentingnya
peranan protozoa pada rayap tingkat rendah telah ditunjukkan oleh
Belitz and Waller (1998) yang menunjukkan bahwa defaunasi protozoa
dalam usus belakang rayap dengan menggunakan oksigen murni
menyebabkan kematian rayap sekitar dua sampai tiga minggu
walaupun diberi kertas saring yang mengandung selulosa. Namun rayap
ini akan hidup lebih lama dengan makanan yang sama dengan adanya
kehadiran protozoa dalam usus belakangnya. Hal ini menunjukkan
bahwa kehidupan rayap sangat tergantung pada mikroba simbiosisnya.
Hal ini juga menunjukkan bahwa dalam keadaan anaerobik.
Protozoa yang bersimbiosis dengan rayap tingkat rendah berbeda
pada tiap spesies. Zootermopsis angusticollis bersimbiosis dengan
Tricercomitis, Hexamastix, dan Trichomitopsis. Mastotermes darwiniensis
bersimbiosis dengan Mixotricha paradoxa (Breznak, 2000). Coptotermes
formosanus bersimbiosis dengan Pseudotrichonympha grasii,
Spirotrichonympha leidy, Holomastigoides mirabile (Nakashima dan
Azuma, 2000), dan Holomastigoides hartmanni (Tanaka et al. 2006).
Coptotermes lacteus bersimbiosis dengan Holomastigoides mirabile
(Watanabe et al. 2002). Reticulitermes speratus bersimbiosis dengan
[-110-]
Teranympha mirabilis, Triconympha agilis (Ohtoko et al. 2000),
Dinenympha exilis dan Pyrsonympha grandis (Todaka et al.,2007)
Beberapa contoh bakteri simbion pada rayap antara lain bakteri
fakultatif seperti Serratia marcescens, Enterobacter erogens, Enterobacter
cloacae, dan Citrobacter farmeri yang menghuni usus belakang rayap
spesies Coptotermes formosanus (famili Rhinotermitidae) dan berperan
memecah selulosa, hemiselulosa dan menambat nitrogen. Penelitian lain
mengungkapkan protozoa yang menghuni usus rayap tidaklah bekerja
sendirian tetapi melakukan simbiosis mutualisme dengan sekelompok
bakteri. Flagella yang dimiliki oleh protozoa tersebut ternyata adalah
sederetan sel bakteri yang tertata dengan baik sehingga mirip flagella
pada protozoa umumnya. Bakteri yang menyusun flagella memberikan
motilitas pada protozoa untuk mendekati sumber makanan, sedangkan
ia sendiri menerima nutrien dari protozoa. Contoh genus bakteri ini
adalah Spirochaeta dengan Trichomonas termopsidis sebagai simbionnya.
5.2 Bakteri Lignoselulolitik Asal Rayap
Adanya mikroorganisme simbion (dengan aktivitas enzim yang
dihasilkannya) pada saluran pencernaan rayap mendukung proses
degradasi/dekomposisi bahan berkayu (serat kasar tinggi) yang
dikonsumsi rayap. Berbagai mikroorganisme simbion khususnya bakteri
telah berhasil diisolasi dari rayap.
Kato et al. (1998) dan Geib et al. (2008) menunjukkan bakteri
Rhodococcus erythropolis, Sphingomonas sp., Brucella melitensis,
Ochrobacterium sp., Burkholderia sp., dan Microbacterium sp. yang
diisolasi dari saluran pencernaan rayap mempunyai kemampuan
mendegradasi senyawa aromatik dari lignin. Kato et al. (1998) juga
menunjukkan bahwa bakteri asal rayap menghasilkan lignase yang
mampu mendegradasi senyawa aromatik dari lignin. Tokuda et al.
(2004) mengungkapkan pada rayap tingkat rendah (Mastotermitidae,
Kalotermitidae, Rhinotermitidae dan Termopsidae), aktivitas
endoglukanase tertinggi ditemukan pada kelenjar saliva (45-86%),
[-111-]
β
[-110-]
[-111-]
sedangkan pada rayap tingkat tinggi (Macrotermitinae, Termitinae dan
Nasutitermityinae ), aktivitas endoglukanase tertinggi ditemukan di usus
tengah (96-99%). Borji et al. (2003) mengungkapkan bahwa beberapa
isolat seperti Bacillus sp., Enterobacter sp., dan Ochrabacterium sp.
mempunyai kemampuan mendegradasi lignin dan polisakarida dari
jerami gandum. Enterobacter mempunyai kemampuan degradasi dan
tumbuh lebih cepat dari kedua isolat lainnya. Konig (2005) juga
mengungkapkan bahwa beberapa Bacillus dan Paenibacillus sp. berhasil
diisolasi dari saluran cerna rayap yang mempunyai peranan penting
dalam perombakan polisakarida dan senyawa aromatik. Spesies dari
genus Bacillus merupakan populasi terbanyak dengan jumlah populasi
lebih dari 107 sel/ml isi saluran cerna.
Bakteri pendegradasi selulosa (selulolitik) seperti Bacillus cereus
Razmin A, Enterobacter aerogenes Razmin B, Enterobacter cloaceae
Razmin C, Chryseobacterium kwangyangense Strain Cb, Acinetobacter
telah berhasil diisolasi dari rayap Coptotermen curnignathus (Razmin et
al., 2009). Sedangkan Sukartiningrum (2012) berhasil mengisolasi bakteri
xilanolitik dari rayap tanah yaitu Bacillus anthraccis, Bacillus thuringiensis,
Bacillus mycoides, B. acidicola, B. halmapalus, B. acidiceler, Escherichia coli,
E. fergusonii. E. albertii, Shigella dysenteriae, Citrobacter youngae,
Salmonella enterica subsp. indica, dan Enterobacter asburiae.
Kamsani et al. (2015) melaporkan bakteri Bacillus sp B1, Bacillus sp.
B2, dan Brevibacillus sp. Br3 yang diisolasi dari saluran cerna rayap
Bulbitermes sp. masing-masing mampu menghasilkan aktivitas enzim
endoglukanase (138,77; 10,02; 3,46 U/g), eksoglukanase (10,17; 32,16; 14,19
U/g), β-glukosidase (2,38; 1,81; 5,45 U/g), xylanase (72,33; 66,33; 104,96 U/g),
lignin peroksidase (577,03; 500,99; 648,60 U/g), manganeseperoksidase
(47,73; 41,48; 36,93 U/g) dan lakase (45,14; 71,18; 43,4 U/g) pada fermentasi
substrat serbuk gergaji kayu selama 14 hari. Pada penelitian tersebut juga
ditunjukkan kombinasi antara dua isolat, 3 isolat atau 4 isolat (dengan
[-112-]
isolat jamur Aspergillus sp. A1) menghasilkan aktivitas enzim lebih tinggi
daripada penggunaan isolat tunggal
Purwadaria et al. (2003) menunjukkan ekstrak rayap segar
mempunyai aktivitas enzim pada dedak padi sebesar 25,30 µmol/g BK
rayap, 8,32 µmol/g BK rayap pada pollard, 0,56 µmol/g BK rayap pada
tepung kedele dan 0,17 µmol/g BK rayap pada tepung jagung.
Purwadaria et al. (2004) mengungkapkan bahwa bakteri yang diisolasi
dari rayap G. montanus dan Termitidae yaitu Bacillus larvae, B. pumilus,
B. mycoides, Enterobacter sp., dan 1 isolat belum teridentifikasi mampu
menghasilkan diameter zone bening yang tinggi (1,7 – 4,0 cm) dengan
nisbah daerah bening 3,6 – 10,0 kali.
Prabowo et al. (2007) menunjukkan ekstrak rayap mempunyai
aktivitas enzim CMC-ase yang sangat tinggi yaitu 0,6961-0,7638 U/mg
atau 7,11-33,95 kali lebih besar dibandingkan dengan cairan rumen
kerbau, bahkan 19,39-35,69 kali lebih besar daripada aktivitas enzim
cairan rumen sapi, namun kombinasi mikrobia dari ekstrak rayap dengan
cairan rumen sapi atau ekstrak rayap dengan cairan rumen kerbau
menghasilkan aktivitas enzim CMC-ase yang sama bahkan lebih besar
dengan ekstrak rayap (tunggal) yaitu 0,1249; 0,1105 U/mg Vs 0,1197 U/mg.
Hal ini disinyalir sebagai akibat mikobia selulolitik cairan rumen sapi dan
kerbau mempunyai aktivitas enzim ekso-glukanase dan β-glukosidase
yang lebih tinggi daripada mikrobia ekstrak rayap. Lebih lanjut
diungkapkan peningkatan aktivitas enzim ekso-glukanase dan β-
glukosidase pada sistem kompleks enzim selulase, akan meningkatkan
aktivitas enzim CMC-ase, sebagai akibat produk hasil degradasi enzim
sebelumnya dapat segera dirubah oleh enzim selanjutnya.
5.2.1 Bakteri Lignoselulolitik Hasil Isolasi Penulis
Tahun 2012 – 2013 penulis telah melakukan kegiatan isolasi bakteri
lignoselulolitik dari rayap (Mudita, 2019) yang juga menunjukkan bahwa
dari rayap berhasil diisolasi bakteri lignoselulolitik, lignolitik, selulolitik dan
xylanolitik dengan kemampuan degradasi substrat lignoselulosa dan
[-113-]
[-112-]
β
β
[-113-]
aktivitas spesifik enzim lignoselulase (ligninase, selulase dan xylanase)
yang tinggi. Jenis isolat bakteri yang berhasil penulis isolasi dari rayap
ditunjukkan pada Tabel 5.1 yang pada awalnya diberi kode berdasarkan
sumber isolat dan substrat yang dipakai dalam kegiatan isolasi.
Tabel 5.1 Jumlah dan Jenis Bakteri yang Berhasil Diisolasi dari Rayap No Jenis Isolat Bakteri Jumlah dan kode Isolat Bakteri Asal Rayap
1 Bakteri Pendegradasi Lignoselulosa (Lignoselulolitik)
10
BT12LS; BT2LS; BT3LS; BT4LS; BT5LS; BT6LS; BT7LS;
BT8LS; BT9LS; BT10LS
2 Bakteri Pendegradasi Lignin (Lignolitik)
7
BT1LG; BT2LG; BT3LG; BT4LG; BT5LG; BT6LG; BT7LG
3 Bakteri Pendegradasi Selulosa (Selulolitik)
9
BT1CL; BT2CL; BT3CL; BT4CL; BT5CL; BT6CL; BT7CL; BT8CL; BT9CL
4 Bakteri Pendegradasi Xylanosa (Xylanolitik)
10
BT1XY; BT2XY; BT3XY; BT4XY; BT5XY; BT6XY; BT7XT; BT8XY; BT9XY; BT1XY
TOTAL 36 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1) BR= isolat bakteri yang berasal dari cairan rumen sapi bali,2) BT= isolat bakteri yang
berasal dari rayap/termites, 3)LS = bakteri yang tumbuh pada medium lignoselulosa (medium dengan substrat campuran asam tanat, CMC dan xylan), 4)LG= bakteri yang tumbuh pada medium lignolitik/substrat asam tanat, 5)CL= bakteri yang tumbuh pada medium selulosa/substrat CMC, 6)XY=bakteri yang tumbuh pada medium xylanosa/ substrat xylan.
Pada Tabel 5.1 tampak bahwa jumlah bakteri lignoselulolitik yang
berhasil diisolasi cukup banyak yang mencerminkan potensi yang besar
dari rayap untuk dimanfaatkan sebagai biokatalisator (starter/biokatalis)
untuk proses fermentasi/pengolahan bahan pakan kaya serat menjadi
pakan alternatif berkualitas. Hal ini sejalan dengan berbagai penelitian
penulis sebelumnya dalam Wibawa et al. (2011); Mudita et al. (2013; 2014)
yang menunjukkan bahwa rayap mempunyai potensi tinggi sebagai
biokatalis pakan/ransum limbah pertanian dan/atau limbah
inkonvensional serta mampu meningkatkan produktivitas sapi bali
maupun kambing peranakan etawah. Hasil yang sejalan juga
ditunjukkan peneliti lain yang mengungkapkan bahwa dalam tubuh
rayap (sel tubuh, air liur dan saluran pencernaan) terdapat berbagai
[-114-]
mikroba baik bakteri, kapang/fungi, maupun protozoa serta berbagai
enzim pendegradasi serat seperti kompleks selulase (endo-β-D-1.4-
glukanase/CMC-ase, aviselase, eksoglukanase dan β-D-14-glukosidase)
dan hemiselulase (endo-1,4-β-xilanase dan β-D-1,4-mannanase)
(Watanabe et al., 1998; Purwadaria et al., 2000;2004).
Isolat bakteri lignoselulolitik hasil penelitian penulis juga telah penulis
evaluasi efektivitasnya melalui evaluasi kemampuan degradasi berbagai
substrat sumber lignoselulosa serta aktivitas enzim yang dihasilkannya.
5.2.2 Kemampuan Perombakan Lignoselulosa dari Bakteri Asal Rayap
Evaluasi kemampuan perombakan senyawa lignoselulosa oleh
bakteri yang telah diisolasi dari rayap dilaksanakan dengan metode yang
sama dengan evaluasi kemampuan degradasi substrat oleh bakteri yang
diisolasi dari rumen sapi bali yaitu A) Evaluasi kemampuan degradasi
Substrat Lignoselulosa, dan B) Evaluasi Aktivitas Spesifik Enzim
Lignoselulase.
A. Evaluasi Kemampuan Degradasi Substrat Lignoselulosa
Evaluasi kemampuan degradasi substrat lignoselulosa dilaksankan
dengan metode difusi cakram (disc diffusion test) yang didasarkan pada
pembentukan zona bening/difusi pada substrat uji di sekeliling koloni
bakteri (Hankin dan Anagnostakis, 1977; Subha Rao, 1993; CLSI, 2008).
Substrat uji yang digunakan sebagai sumber substrat lignoselulosa adalah
substrat asam tanat (sebagai sumber lignin), CMC dan avicel (sebagai
sumber selulosa, xilan (sebagai sumber xylanosa salah satu senyawa
hemiselulosa), jerami padi dan dedak padi.
Evaluasi kemampuan degradasi substrat lignoselulosa dari isolat
bakteri dilaksanakan dengan cara terlebih dahulu membiakkan isolat
bakteri murni ke dalam medium cair yang telah disiapkan (sesuai jenis
isolat bakteri yang dibiakkan) yaitu dengan cara mensuspensikan kultur
isolat murni kedalam larutan pengencer/NaCl 0,85% atau 0,90% pada
panjang gelombang (λ) 660 nm dengan nilai optical density/OD 0,5
(OD660 = 0,5). Selanjutnya larutan isolat diinokulasikan sebanyak 10%
[-115-]
[-114-]
β
β
β β
λ
[-115-]
kedalam tabung hungate/tabung reaksi yang telah berisi medium
pertumbuhan bakteri cair selektif untuk pertumbuhan bakteri. Kemudian
diinkubasikan selama 3–5 hari hingga isolat bakteri murni tumbuh. Kultur
bakteri inilah yang dipakai dalam pelaksanaan uji degradasi substrat.
Pelaksanaan evaluasi kemampuan degradasi substrat dilakukan
dengan cara menginokulasikan 15µl kultur isolat bakteri murni dalam
paper disc yang diletakkan diatas medium padat selektif (dengan
substrat disesuaikan dengan jenis uji degradasi yang dilakukan),
selanjutnya diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 39oC selama 24 jam.
Diameter zone bening/zone difusi yang terbentuk di sekeliling paper disc
isolat diukur sebagai kemampuan degradasi substrat dari isolat bakteri
uji (Gambar 5.2).
Gambar 5.3 Kegiatan evaluasi kemampuan Degradasi Substrat Isolat Bakteri Lignoselulolitik
B. Evaluasi Aktivitas Enzim Lignoselulase
Aktivitas enzim dari isolat bakteri lignoselulolitik didasarkan pada
unit aktivitas enzim yang dihasilkan tiap gram protein enzim dari kultur
isolat bakteri. Aktivitas enzim yang dievaluasi adalah aktivitas enzim
ligninase, selulase (endoglukanase dan eksoglukanase) serta xylanase.
[-116-]
Produksi ekstrak enzim/crude enzyme dilakukan dengan metode
yang sama pada isolat bakter asal cairan rumen sapi bali yaitu terlebih
dahulu dengan cara menumbuhkan isolat bakteri pada medium
pertumbuhan selektif cair (medium pertumbuhan bakteri disesuaikan
dengan jenis isolat yang ditumbuhkan). Isolat murni dari sediaan (dalam
medium pertumbuhan selektif padat) dilarutkan menggunakan larutan
pengencer pada absorbansi 0,5 pada panjang gelombang (λ) 660 nm,
kemudian diinokulasikan sebanyak 10% ke dalam tabung erlenmeyer
yang berisi medium pertumbuhan bakteri cair selektif, selanjutnya
diinkubasi pada suhu 39oC selama 3 hari dalam kondisi anaerob. Isolat
bakteri yang tumbuh dipergunakan sebagai sumber enzim.
Produksi crude enzyme/enzim kasar dilakukan dengan cara
mensentrifuse kultur isolat bakteri dalam medium cair pada kecepatan
10.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4oC. Bagian supernatan dari
kultur isolat bakteri tersebut diambil sebagai crude enzyme/enzim kasar
dari isolat bakteri murni yang akan dievaluasi kandungan protein
maupun aktivitas enzimnya. Kandungan protein dari ekstrak enzim kasar
dievaluasi menggunakan metode Bicinchoninic Acid (BCA) dengan
PierceTM BCA Protein Assay Kit (Produksi Thermo Scientific). Analisis
konsentrasi protein mengikuti prosedur microplate menggunakan standar
albumin (Bovine Serum Albumin/BSA) pada panjang gelombang (λ) 562
nm. Pada penelitian ini persamaan regresi standar BSA adalah Y=0,001X
+ 0,190 (R2 = 0,987) (Gambar 5.3)
Gambar 5.4 Analisis Kandungan Protein dari Enzim Kasar Isolat Bakteri
[-117-]
λ λ
λ λ
[-116-]
λ
λ
[-117-]
Uji aktivitas spesifik enzim ligninase, selulase (endo-glukanase dan
ekso-glukanase) dan xylanase dilakukan pada substrat yang masing
masing mengandung 1% asam tanat (untuk ligninase); CMC (untuk endo-
glukanase) dan Avicel (untuk ekso-glukanase); dan xylan (untuk
xylanase) dalam buffer asetat 50 mM, pH 5,5 (Nitisinprasert et al., 1991;
Subba Rao, 1993; Ahmed et al., 2009). Masing-masing larutan substrat
dalam buffer asetat diambil 8 ml, ditambahkan 1 ml sumber enzim dan 1
ml aquades. Campuran larutan diinkubasi dalam inkubator bergoyang,
kemudian diukur aktivitas enzimnya setelah 30 menit, 1 jam, 3 jam, 6
jam, 12 jam dan 24 jam inkubasi. Pengukuran aktivitas enzim dilakukan
dengan cara menghitung banyaknya produk yang dihasilkan dari reaksi
enzim tersebut (Efiok, 1996). Produk yang diukur adalah gula reduksi
{glukosa untuk sumber selulosa dan silosa untuk sumber xylanosa} serta
vanilin untuk sumber lignin.
Pengukuran produk yang dihasilkan dilakukan dengan cara sebagai
berikut: Untuk gula reduksi (glukosa dan xylosa), pengukuran dilakukan
dengan cara mengambil 1 ml sampel ditambahkan pada 3 ml reagen
dinitrosalisilat (DNS) dan 1 ml aquades (Miller, 1959), sedangkan untuk
vanilin, pengukuran dilakukan dengan cara mengambil 1 ml sampel
ditambahkan pada 4 ml metanol, kemudian masing-masing diukur
absorbansinya menggunakan spektrofotometer uv-vis pada panjang
gelombang maksimum(λ maks.) standar yang dipakai (λ maks. glukosa
508,5 nm, λ maks.silosa 508 nm dan λ maks.vanilin 209 nm) (Gambar
5.4).
Gambar 5.5 Contoh Penentuan Panjang Gelombang dan Kurve Standar
dalam Evaluasi Aktivitas Enzim
[-118-]
Aktivitas enzim diestimasi berdasarkan kurve standar yang diperoleh
(Adney dan Baker, 2008; Ghose, 1987), yaitu aktivitas ligninase
menggunakan persamaan Y=0,00635X + 0,21098 (R2 = 0,929); aktivitas
selulase (endo-glukanase dan ekso-glukanase) menggunakan persamaan
Y=0,00622X + 0,14277 (R2=0,972); aktivitas xylanase menggunakan
persamaan Y=0,00002X + 0,20525 (R2=0,897) (Gambar 5.5). Unit aktivitas
spesifik enzim (U) didefinisikan sebagai 1 µmol vanillin/gula pereduksi yang
dihasilkan tiap gram protein enzim per menit dalam kondisi assay (Irfan
et al., 2012; Lo et al., 2009).
Inkubasi C. Enzim dlm Buffer Substrat Penentuan Aktivitas Enzim Ligninase
Penentuan Aktivitas Enzim Selulase Penentuan Aktivitas Enzim Xylanase
Gambar 5.6 Penentuan Aktivitas Enzim dari Isolat Bakteri Lignoselulolitik
5.2.2.1 Perombakan Lignoselulosa dari Bakteri Lignoselulolitik Asal Rayap
A. Kemampuan Degradasi Substrat Lignoselulosa
Evaluasi kemampuan degradasi substrat sumber lignoselulosa dari
isolat bakteri lignoselulolitik asal rayap telah menunjukkan bahwa isolat
bakteri mempunyai kemampuan mendegradasi substrat lignoselulosa
baik asam tanat (sumber lignin), CMC dan avicel (sumber selulosa), xylan
(sumber hemiselulosa/xylanosa) dan sumber lignoselulosa alami (dedak
padi dan jerami padi) yang cukup tinggi yang ditunjukkan dengan
dihasilkannya diameter zone bening tiap 15 µl masing-masing sebesar
[-119-]
β β
[-118-]
[-119-]
yaitu 0,202 – 0,308 cm, 0,603-0,710 cm, 0,566-0,669 cm, 0,675-0,844 cm,
0,872-0,973cm, dan 0,678-0,792 cm (Tabel 5.2).
Tabel 5.2. Kemampuan Degradasi Substrat Bakteri Lignoselulolitik Rayap
Isolat Bakteri1
Diameter zone bening 15 µl kultur bakteri pada substrat (cm) As. Tanat CMC Avicel Xylan Dedak Padi Jerami Padi
BT1LS 0,297cd2 0,654ab 0,566a 0,698ab 0,898abc 0,718ab BT2LS 0,224abc 0,694b 0,612ab 0,712ab 0,903abc 0,771ab BT3LS 0,264abcd 0,608a 0,591ab 0,676a 0,893ab 0,771ab BT 4LS 0,308d 0,710b 0,669b 0,844b 0,973c 0,792b BT5LS 0,302cd 0,603a 0,594ab 0,705ab 0,880ab 0,678a BT6LS 0,306cd 0,709b 0,662b 0,830b 0,954bc 0,790b BT7LS 0,204ab 0,688b 0,609ab 0,820ab 0,897ab 0,780ab BT8LS 0,202a 0,653ab 0,636ab 0,703ab 0,912abc 0,712ab BT9LS 0,285bcd 0,696bab 0,634ab 0,749ab 0,872a 0,755ab BT10LS 0,228abcd 0,649ab 0,647ab 0,675a 0,872a 0,738ab SEM3 0,017 0,014 0,018 0,029 0,015 0,021 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignoselulolitik Asal Rayap,2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan
berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
Tabel 5.2 juga menunjukkan bakteri lignoselulolitik berkode BT4LS
mempunyai kemampuan degradasi substrat lignoselulosa tertinggi dan
berbeda nyata (P<0,05) dengan isolat bakteri dengan kode BT2LS, BT7LS
dan BT8LS (pada substrat asam tanat), BT3LS dan BT5LS (pada CMC),
BT1LS (pada avicel), BT3LS dan BT10LS (pada xylan), BT3LS, BT5LS, BT7LS,
BT9LS dan BT10LS (pada dedak padi), serta BT5LS (pada jerami padi)
Dihasilkannya kemampuan degradasi substrat sumber lignoselulosa
baik pada substrat sintetik maupun substrat alami menunjukkan isolat
bakteri yang berhasil diisolasi merupakan isolat bakteri pendegradadsi
lignoselulosa yang mempunyai kemampuan mendegradasi senyawa
lignoselulosa maupun komponen penyusunnya. Perez et al. (2002)
maupun Howard et al. (2003) mengungkapkan bakteri lignoselulolitik
merupakan bakteri pendegradasi lignoselulosa yang terdiri dari bakteri
yang mampu mendegradasi lignin, selulosa dan/atau hemiselulosa.
Bakteri ini menghasilkan kompleks enzim lignoselulase yang terdiri dari
lignase (lignin-peroksidase/Li-P, mangan-peroksidase/Mn-P dan
lakase/Lac,), selulase (endo-β-glukanase, eksoglukanase, dan β-
glukosidase), dan hemiselulase (xilanase dan mannanase). Borji et al.
[-120-]
(2003) juga mengungkapkan bahwa beberapa bakteri yang diisolasi dari
saluran cerna rayap seperti Bacillus sp., Enterobacter sp., dan
Ochrabacterium sp. mampu merombak senyawa lignoselulosa (lignin dan
polisakarida) jerami gandum, dimana Enterobacter mempunyai
kemampuan degradasi dan tumbuh lebih cepat dari isolat lainnya.Konig
(2005) juga berhasil mengisolasi beberapa Bacillus dan Paenibacillus sp.
dari saluran pencernaan rayap yang mempunyai peranan penting dalam
perombakan senyawa polisakarida dan komponen aromatik dari lignin.
Pada Tabel 5.2 juga tampak bahwa bakteri lignoselulolitik dengan
kode BT4LS mampu menghasilkan diameter zone bening tertinggi pada
semua substrat uji. Hal ini menunjukkan isolat tersebut berpotensi tinggi
sebagai perombak lignoselulosa yang potensial dimanfaatkan dalam
optimalisasi pemanfaatan sumber daya asal limbah pertanian sebagai
pakan. Purwadaria et al. (2003) menunjukkan rayap menghasilkan
enzim pendegradasi serat seperti CMCase (endoglukanase), avicelase
(eksoglukanase),β-D-1,4-glukosidase, β-D-1,4-xylanase, β-D-1,4-mananase
yang mampu meningkatkan kualitas pakan.
Tingginya kemampuan degradasi senyawa lignoselulosa dari isolat
bakteri BT4LS disebabkan adanya aktivitas enzim lignoselulase (lignase,
endo-glukanase, ekso-glukanase dan xylanase) tertinggi yang dihasilkan
isolat bakteri tersebut (Tabel 5.3) serta ditunjang produksi/konsentrasi
protein ekstrak enzim yang tertinggi (Tabel 5.4). Dehkhoda (2008)
mengungkapkan pemanfaatan mikroba yang mempunyai kemampuan
memproduksi enzim dengan kuantitas dan konsentrasi tinggi serta
ditunjang aktivitas enzim yang tinggi akan mempercepat proses
perombakan senyawa kompleks menjadi komponen penyusunnya.
Tingkat perombakan senyawa lignoselulosa selain dipengaruhi
produksi dan aktivitas enzim yang dihasilkan, juga dipengaruhi jenis
substrat khususnya tingkat kekompakan/kristalisasi komponen penyusun
senyawa lignoselulosa. Kondisi tersebut nyata terlihat pada penelitian ini,
dimana secara umum tampak bahwa tingkat degradasi substrat asam
tanat (sumber lignin) menghasilkan diameter zone bening terendah, yang [-121-]
[-120-]
β β β
[-121-]
disusul berturut-turut oleh substrat avicel, CMC, xylan, jerami padi dan
dedak padi. Hal ini mengindikasikan asam tanat merupakan substrat
yang paling sulit didegradasi oleh isolat bakteri lignoselulolitik asal rayap,
sedangkan dedak padi merupakan substrat yang relatif lebih mudah
didegradasi terkait kompleksitas komponen penyusunnya.
Satu hal yang menarik pada penelitian ini adalah terjadinya
perbedaan kemampuan degradasi dari isolat bakteri lignoselulolitik asal
rayap dengan bakteri asal rumen sapi bali khususnya terhadap substrat
sumber selulosa (CMC dan avicel). Berdasarkan Tabel 5.2 tampak bahwa
kemampuan degradasi jenis substrat sumber selulosa (CMC dan avicel)
oleh isolat bakteri lignoselulolitik asal rayap berbanding terbalik dengan
hasil yang ditunjukkan oleh isolat bakteri asal rumen sapi bali. Isolat
bakteri lignoselulolitik asal rayap mempunyai kemampuan mendegradasi
CMC lebih tinggi daripada avicel. Hasil penelitian semakin menegaskan
bahwa isolat bakteri asal rayap mampu menghasilkan aktivitas enzim
CMCase (endoglukanase) lebih tinggi daripada enzim avicelase
(eksoglukanase) seperti ditunjukkan Tabel 5.3. Hasil penelitian sejalan
dengan pernyataan Prabowo et al. (2007) yang mengungkapkan bahwa
mikroba rayap mampu menghasilkan CMCase yang tinggi yaitu 7,11-33,95
kali lebih besar dibandingkan mikroba rumen kerbau dan/atau sapi.
Terhadap substrat lignoselulosa lain, hasil penelitian menunjukkan
hasil relatif sejalan dengan kemampuan degradasi dari isolat bakteri asal
rumen sapi bali. Secara kuantitatif, apabila dibandingkan antara isolat
bakteri dengan kemampuan terendah dan/atau tertinggi, tampak
bahwa kemampuan degradasi substrat dari isolat bakteri lignoselulolitik
asal rayap secara umum menghasilkan diameter zone bening yang relatif
lebih tinggi daripada isolat bakteri asal rumen sapi bali. Hal ini
mengindikasikan adanya kemampuan degradasi substrat yang relatif
lebih tinggi. Mengingat adanya keistimewaan khususnya terkait aktivitas
enzim selulase (endoglukanase dan eksoglukanase), maka pemanfaatan
kedua sumber isolat penting dilakukan untuk mendapatkan efek
sinergisitas dari kombinasi kedua sumber isolat bakteri tersebut.
[-122-]
B. Aktivitas Enzim Lignoselulase dari Bakteri Lignoselulolitik Asal Rayap
Evaluasi aktivitas spesifik lignoselulase menunjukkan bahwa bakteri
lignoselulolitik asal rayap menghasilkan aktivitas spesifik lignoselulase
yang cukup tinggi pada setiap waktu inkubasi dalam substrat uji (Tabel
5.3). Bakteri lignoselulolitik rayap menghasilkan aktivitas spesifik ligninase
0,980–1,739 U, 0,984–1,362 U, 0,526–0,667 U, 0,308–0,390 U, 0,180–0,225
U dan 0,103–0,123 U; aktivitas spesifik endoglukanase 2,710-4,176 U, 1,565-
2,140 U, 0,601-0,799 U, 0,340-0,461 U, 0,178-0,243 U dan 0,088-0,130 U;
aktivitas spesifik eksoglukanase 1,115-1,751 U, 0,813-1,251 U, 0,350-0,499 U,
0,222-0,314 U, 0,143-0,184 U, dan 0,084-0,110 U serta aktivitas spesifik
xylanase 452,232-725,959 U, 362,414-582,176 U, 142,364-226,362 U, 85,870-
122,105 U, 47,089-63,795 U dan 24,957-34,758 U tiap gram protein ekstrak
enzim setelah inkubasi 30 menit, 1 jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam.
Pada Tabel 5.3, juga tampak isolat bakteri lignoselulolitik kode
BT4LS menghasilkan aktivitas spesifik lignoselulase (ligninase, endo-
glukanase, ekso-glukanase, dan xylanase) tertinggi pada berbagai waktu
inkubasi. Hal ini menunjukkan isolat tersebut merupakan isolat unggul
pendegradasi lignoselulosa yang potensial dimanfaatkan sebagai starter
dalam optimalisasi pemanfaatan bahan pakan limbah pertanian.
Pasti et al. (1990) juga melaporkan bahwa dari saluran cerna rayap
berhasil diisolasi Actinomycetes yang mempunyai kemampuan tinggi
dalam mendegradasi senyawa lignoselulosa, yaitu Streptomyces sp. EC22,
Streptomyces viridosporus T7A dan Thermomonospora fusca BD25.
Kamsani et al. (2015) melaporkan beberapa isolat bakteri dari saluran
cerna rayap Bulbitermes sp. yaitu Bacillus sp B1, Bacillus sp. B2, dan
Brevibacillus sp. Br3 masing-masing menghasilkan aktivitas enzim
endoglukanase (138,77; 10,02; 3,46 U/g), eksoglukanase (10,17; 32,16; 14,19
U/g), β-glukosidase (2,38; 1,81; 5,45 U/g), xylanase (72,33; 66,33; 104,96 U/g),
lignin peroksidase (577,03; 500,99; 648,60 U/g), manganese peroksidase
(47,73; 41,48; 36,93 U/g) dan lakase (45,14; 71,18; 43,4 U/g) masing-masing
setelah inkubasi selama 14 hari pada fermentasi serbuk gergaji kayu.
[-123-]
[-122-]
β
[-123-]
Tabel 5.3. Aktivitas Spesifik Lignoselulase Bakteri Lignoselulolitik Rayap
Isolat Bakteri1
Aktivitas Spesifik Enzim (U) pada Beberapa Waktu Inkubasi 30 menit 1 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam
Aktivitas Spesifik Enzim Ligninase (U) BT 1 LS 1,205abc2 1,086abc 0,628ab 0,361ab 0,217ab 0,119ab BT 2 LS 1,139ab 1,216abc 0,629ab 0,357ab 0,199ab 0,110ab BT 3 LS 1,009a 1,061ab 0,526a 0,308a 0,184a 0,103a BT 4 LS 1,739c 1,362c 0,667b 0,390b 0,225b 0,123b BT 5 LS 1,686bc 1,277bc 0,602ab 0,382ab 0,223b 0,122ab BT 6 LS 1,731c 1,224abc 0,600ab 0,337ab 0,190ab 0,106ab BT 7 LS 1,361abc 1,094 abc 0,601ab 0,345ab 0,197ab 0,108ab BT 8 LS 1,326abc 1,080ab 0,582ab 0,321ab 0,188ab 0,107ab BT 9 LS 1,591bc 1,166abc 0,595ab 0,336ab 0,189ab 0,105ab BT 10 LS 0,980a 0,984a 0,574ab 0,313ab 0,180a 0,106ab
SEM3 0,111 0,055 0,023 0,016 0,008 0,004 Aktivitas SpesifikEnzim Endo-Glukanase (U) BT 1 LS 3,976b 2,084c 0,735abcd 0,401ab 0,207ab 0,115bc BT 2 LS 3,424ab 1,713abc 0,627ab 0,340a 0,178a 0,095ab BT 3 LS 4,105b 2,076c 0,764cd 0,400ab 0,203ab 0,115bc BT 4 LS 4,176b 2,140c 0,799d 0,461b 0,243b 0,130c BT 5 LS 3,681ab 2,083c 0,786d 0,440b 0,227ab 0,130c BT 6 LS 4,160b 2,053bc 0,762bcd 0,402ab 0,205ab 0,115bc BT 7 LS 2,710a 1,565a 0,601a 0,345a 0,179a 0,090ab BT 8 LS 3,090ab 1,589ab 0,635abc 0,356a 0,188a 0,088a BT 9 LS 4,028b 1,860abc 0,697abcd 0,359a 0,186a 0,104ab BT 10 LS 4,108b 2,099c 0,769cd 0,415ab 0,211ab 0,115bc
SEM 0,241 0,097 0,027 0,016 0,011 0,005 Aktivitas Spesifik Enzim Ekso-Glukanase (U) BT 1 LS 1,392abc 0,942abc 0,393ab 0,259ab 0,164ab 0,094ab BT 2 LS 1,207ab 0,813a 0,350a 0,222a 0,143a 0,084a BT 3 LS 1,638bc 1,058abc 0,457ab 0,263ab 0,163ab 0,096ab BT 4 LS 1,751c 1,251c 0,499b 0,314b 0,184b 0,110b BT 5 LS 1,538abc 1,049abc 0,479ab 0,282ab 0,178ab 0,108b BT 6 LS 1,722c 1,223c 0,463ab 0,291b 0,173ab 0,100ab BT 7 LS 1,115a 1,107bc 0,474ab 0,276ab 0,168ab 0,102ab BT 8 LS 1,471abc 1,071abc 0,467ab 0,268ab 0,162ab 0,090ab BT 9 LS 1,248ab 0,870ab 0,443ab 0,256ab 0,151ab 0,084a BT 10 LS 1,378abc 0,988abc 0,416ab 0,280ab 0,173ab 0,101ab
SEM 0,094 0,053 0,026 0,014 0,007 0,004 Aktivitas Spesifik Enzim Xylanase (U) BT 1 LS 497,690ab 362,414a 148,187a 87,701ab 47,089a 25,898ab BT 2 LS 497,417ab 377,828a 154,749ab 88,230abc 47,678a 24,957a BT 3 LS 471,123a 370,049a 142,364a 85,870a 47,863a 26,533abc BT 4 LS 725,959d 582,176b 226,362c 122,105d 63,795b 34,758c BT 5 LS 716,204cd 508,297b 213,248c 106,819abcd 56,060ab 28,862abc BT 6 LS 699,033bcd 578,633b 212,048c 109,872cd 63,406b 33,874bc BT 7 LS 452,332a 380,730a 194,138bc 101,313abcd 54,273ab 27,879abc BT 8 LS 453,908a 376,248a 165,922ab 90,262abc 47,231a 26,434abc BT 9 LS 507,373abc 381,375a 156,548ab 91,103abc 48,067a 26,691abc BT 10 LS 702,851bcd 460,445ab 194,543bc 108,152bcd 58,460ab 30,809abc
SEM 41,884 20,374 8,949 4,409 3,023 1,719 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignoselulolitik Asal Rayap, 2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan
berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
[-124-]
Pada penelitian ini, unit aktivitas spesifik enzim lignoselulase dari
isolat bakteri asal rayap didasarkan pada tiap gram protein dari ekstrak
enzim yang menggambarkan konsentrasi ekstrak enzim yang dihasilkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat bakteri BT4LS menghasilkan
ekstrak enzim dengan kadar protein tertinggi (3299,87µg/mlVs 2648,846 -
3273,974 µg/ml) dan berbeda nyata (P<0,05) dengan isolat bakteri
dengan kode BT1LS, BT3LS, BT5LS dan BT10LS (Tabel 5.4). Hal ini
menunjukkan selain menghasilkan aktivitas enzim tertinggi, isolat BT4LS
memproduksi enzim dengan konsentrasi tertinggi. Adanya produksi dan
aktivitas spesifik enzim lignoselulase tertinggi akan menghasilkan
kemampuan perombakan lignoselulosa yang lebih tinggi seperti yang
ditunjukkan dengan adanya diameter zone bening tertinggi pada semua
substrat sumber lignoselulosa baik sintetik maupun alami (Tabel 5.2).
Tabel 5.4. Kadar Protein Ekstrak Enzim Bakteri Lignoselulolitik Rayap
No Isolat Bakteri1 Kadar Protein (µg/ml) 1 BT1LS 2765,000a2 2 BT2LS 3047,821ab 3 BT3LS 2707,051a 4 BT 4LS 3299,872b 5 BT5LS 2648,846a 6 BT6LS 3273,974b 7 BT7LS 2883,718ab 8 BT8LS 2852,949ab 9 BT9LS 3267,051b 10 BT10LS 2737,564a
SEM3 95,46409 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignoselulolitik Asal Rayap, 2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan
berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
Konsentrasi protein serta aktivitas enzim dari individual isolat bakteri
merupakan cerminan faktor genetik dari gen penyandi/pengkode jenis
produksi enzim yang dihasilkan yang tergolong single function atau
multiple function (Howard et al., 2003; Sumardi et al., 2010).
Berdasarkan data hasil penelitian yang ditunjukkan Tabel 5.1.15
besar kemungkinan isolat bakteri lignoselulolitik asal rayap mempunyai
kemampuan memproduksi protein multiple function. Hasil penelitian ini
sejalan dengan Kamsani et al. (2015) yang menunjukkan bahwa
[-125-]
β
[-124-]
[-125-]
beberapa isolat bakteri yaitu Bacillus sp B1, Bacillus sp. B2, dan
Brevibacillus sp. Br3yang diisolasi dari saluran cerna rayap Bulbitermes sp.
mampu menghasilkan aktivitas enzim endoglukanase, eksoglukanase, β-
glukosidase, xylanase, lignin peroksidase, manganese peroksidase dan
lakase. Hal ini sudah tentu merupakan hal yang sangat menarik dan
perlu untuk ditindaklanjuti untuk mengetahui jenis multifungsional
protein enzim yang dihasilkan. Kegiatan isolasi multifungsional protein
enzim perlu dilakukan dalam kegiatan penelitian selanjutnya untuk
memastikan identifikasi serta aktivitas katalitik yang dihasilkan yang
tentunya sangat bermanfaat dalam pengembangan bioteknologi
dibidang peternakan.
5.2.2.2 Perombakan Lignin dari Bakteri Lignolitik Asal Rayap
A. Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Lignolitik Asal Rayap
Bakteri lignolitik yang diisolasi dari rayap mempunyai kemampuan
degradasi substrat lignin cukup tinggi yang ditunjukkan dengan
dihasilkannya diameter zone bening masing-masing sebesar 0,209 –
0,230 cm, 0,660 – 0,678 cm, 0,292 – 0,320 cm pada substrat asam tanat,
dedak padi, dan jerami padi. Isolat bakteri lignolitik dengan kode BT5LG
mampu menghasilkan diameter zone bening tertinggi dan berbeda nyata
(P<0,05) dengan BT3LG dan BT6LG pada substrat asam tanat, dengan
BT3LG, BT4LG, BT6LG dan BT7LG pada substrat jerami padi, namun
berbeda tidak nyata (P>0,05) pada substrat dedak padi (Tabel 5.5).
Tabel 5.5 Kemampuan Degradasi Substrat Bakteri Lignolitik Asal Rayap
Isolat Bakteri1
Diameter zone bening 15 µl kultur bakteri pada substrat (cm) As. Tanat Dedak Padi Jerami Padi
BT 1 LG 0,218ab2 0,669a 0,304ab BT 2 LG 0,222ab 0,669a 0,318b BT 3 LG 0,210a 0,662a 0,292a BT 4 LG 0,214ab 0,662a 0,295a BT 5 LG 0,230b 0,678a 0,320b BT 6 LG 0,209a 0,660a 0,292a BT 7 LG 0,216ab 0,665a 0,295a SEM3 0,004 0,007 0,004
Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignolitik Asal Rayap,2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda
tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
[-126-]
Tingginya tingkat perombakan substrat sumber lignin (asam tanat
dan jerami padi) serta nilai kuantitatif tertinggi (P>0,05) pada substrat
dedak padi yang dihasilkan oleh bakteri lignolitik asal rayap dengan
kode BT5LG (Tabel 5.5) menunjukkan bakteri tersebut merupakan isolat
bakteri lignolitik unggul dengan kemampuan perombakan substrat lignin
dan/atau substrat mengandung lignin yang cukup tinggi. Hal ini
merupakan respon dari tingginya aktivitas spesifik ligninase (Tabel 5.6)
dan dengan produksi/konsentrasi protein ekstrak enzim yang lebih tinggi
(Tabel 5.7). Hasil penelitian ini sejalan pernyataan Katoet al. (1978) yang
menunjukkan bakteri Burkholdeia cepacia KK01 yang diisolasi dari rayap
Nasutitermes takasagoensis mempunyai kemampuan tinggi dalam
mendegradasi berbagai jenis monomer lignin seperti asam vanilin,
guaiacol, tetrahydrofuran, conmaran, catechol, creosote, o-cresol, m-cresol,
p-cresol maupun asam kumarat. Pasti et al. (1990) juga menunjukkan
bahwa Streptomyces viridosporus T7A yang diisolasi dari saluran cerna
rayap mampu merombak lignin “klason lignin” dan memproduksi acid
precipitable polymeric lignin/APPL dengan konsentrasi tinggi pada
fermentasi selama 5 hari. Abdelaziz et al. (2016) mengungkapkan
beberapa bakteri dari genus Aeromonas, Aneurinibacillus, Bacillus,
Enterobacter, Flavobacterium, Klebsiella, Pseudomonas, Rhodococcus
maupun Streptomyces mampu merombak cincin aromatik (aromatic
ring) dan rantai samping lignin yang akan menguraikan lignin menjadi
komponen penyusunnya.
Tabel 5.5 juga menunjukkan bahwa tingkat degradasi lignin oleh
isolat bakteri lignolitik asal rayap juga dipengaruhi oleh jenis substrat uji.
Asam tanat sebagai sumber lignin cendrung mempunyai tingkat
degradasi yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan substrat alami
seperti jerami padimaupun dedak padi. Hal ini mengindikasikan bahwa
konsentrasi lignin dan/atau kompleksitas kekompakan komponen
penyusunnya mempengaruhi tingkat degradasi substrat yang dihasilkan.
Substrat dengan konsentrasi lignin tinggi dan/atau kompleksitas serta
kekompakan/ikatan kuat akan lebih sulit dipecah/dirombak
[-127-]
[-126-]
[-127-]
dibandingkan dengan substrat dengan konsentrasi lignin dan atau
kompleksitas rendah. Pada penelitian ini, asam tanat merupakan
senyawa sintetik/kimia murni yang umum dipakai sebagai sumber lignin
(Pointing, 1999) merupakan polifenol aromatik yang resisten terhadap
proses degradasi oleh sebagian besar aktivitas mikroba sebagai akibat
adanya kemampuan membentuk struktur kompleks dengan
protein/senyawa mengandung N/nitrogen, selulosa, hemiselulosa, pektin
dan dengan berbagai mineral (Hagerman, 2010; Silva et al., 2010),
sedangkan dedak padi dan jerami padi merupakan bahan alami yang
mempunyai kandungan lignin lebih rendah. Dedak padi umumnya
mengandung5% lignin, sedangkan jerami padi mengandung 12-18% lignin
(Howard et al., 2003; Saha, 2003; Baig et al., 2016). Hal ini
mengakibatkan tingkat degradasi dedak padi paling tinggi, sedangkan
tingkat degradasi paling rendah dihasilkan asam tanat (Tabel 5.5).
B. Aktivitas Spesifik Enzim Ligninase dari Bakteri Lignolitik Asal Rayap
Kemampuan perombakan lignin oleh bakteri lignolitik dipengaruhi
oleh aktivitas ligninase serta konsentrasi protein enzim yang dihasilkan.
Pada penelitian ini, aktivitas spesifik ligninase bakteri lignolitik asal rayap
masing-masing 0,438-3,260 U; 3,181-3,580 U; 1,172-1,293 U; 0,639-0,702 U;
0,344-0,376 U; 0,185-0,199 U setelah inkubasi dalam substrat asam tanat
selama 30 menit 1 jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam (Tabel 5.6).
Tabel 5.6 Aktivitas Spesifik Ligninase dari Bakteri Lignolitik Asal Rayap
Isolat Bakteri1
Aktivitas Spesifik Enzim Ligninase pada Beberapa Waktu Inkubasi (U)
30 menit 1 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam
BT 1 LG 2,960ab2 3,460abc 1,273ab 0,687ab 0,368a 0,195a
BT 2 LG 3,126ab 3,564c 1,289ab 0,701b 0,375a 0,198a
BT 3 LG 2,471a 3,181a 1,185ab 0,650ab 0,347a 0,186a
BT 4 LG 2,438a 3,235ab 1,172a 0,639a 0,344a 0,185a
BT 5 LG 3,260b 3,580c 1,293b 0,702b 0,376a 0,199a
BT 6 LG 2,825ab 3,527bc 1,281ab 0,693ab 0,373a 0,199a
BT 7 LG 3,018ab 3,521bc 1,253ab 0,672ab 0,372a 0,197a
SEM3 0,155 0,067 0,025 0,013 0,010 0,005 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignolitik Asal Rayap, 2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda
tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
[-128-]
Bakteri lignolitik dengan kode BT5LG mampu menghasilkan
aktivitas spesifik ligninase tertinggi dan berbeda nyata (P<0,05) dengan
BT3LG, BT4LG (inkubasi 30 menit), BT3LG (inkubasi 1 jam), dan BT4LG
(inkubasi 3 dan 6 jam), sedangkan pada inkubasi 12 dan 24 jam, semua
bakteri menghasilkan aktivitas spesifik ligninase berbeda tidak nyata
(Tabel 5.6).
Berdasarkan Tabel 5.6, secara umum tampak bahwa unit aktivitas
spesifik ligninase dari isolat bakteri lignolitik asal rayap meningkat sampai
nilai tertinggi tercapai setelah inkubasi selama 1 jam dalam substrat asam
tanat dan selanjutnya menurun kembali sejalan dengan makin
berkurangnya konsentrasi substrat yang tersedia. Naiknya aktivitas
spesifik ligninase dari tiap isolat bakteri lignolitik asal rayap dari inkubasi
selama 30 menit menjadi 1 jam menunjukkan waktu tersebut merupakan
waktu inkubasi optimum aktivitas enzim ligninase dari isolat bakteri asal
rayap. Berdasarkan unit aktivitas spesifik enzim yang dihasilkan yang
menunjukkan nilai secara umum lebih tinggi dari isolat bakteri lignolitik
asal rumen sapi bali, semakin meyakinkan bahwa waktu inkubasi 1 jam
merupakan waktu yang dibutuhkan bakteri lignolitik asal rayap untuk
menghasilkan aktivitas spesifik optimum.
Tabel 5.7 Kadar Protein Ekstrak Enzim dariBakteri Lignolitik Asal Rayap
No Isolat Bakteri1 Kadar Protein (µg/ml)
1 BT1LG 2888,846b
2 BT2LG 2986,795b
3 BT3LG 2829,872b
4 BT4LG 2896,282b
5 BT5LG 3075,256b
6 BT6LG 2447,821a
7 BT7LG 2529,872a
SEM3 58,44346 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Lignolitik Asal Rayap,2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda
tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
Aktivitas spesifik ligninase tertinggi yang dihasilkan oleh bakteri
lignolitik dengan kode BT5LG merupakan cerminan tingginya
kemampuan perombakan senyawa lignin dari enzim yang diproduksi [-129-]
[-128-]
[-129-]
isolat bakteri tersebut. Apalagi aktivitas spesifik enzim ligninase dari
setiap isolat bakteri didasarkan pada konsentrasi protein dari ekstrak
enzim yang dihasilkan. Pada Tabel 5.7 ditunjukkan bahwa konsentrasi
protein dari ekstrak enzim isolat bakteri lignolitik asal rayap berkisar
antara 2529,872 - 3075,256µg/ml, dimana isolat bakteri dengan kode
BT5LG mempunyai konsentrasi protein tertinggi. Hal ini mengakibatkan
isolat bakteri lignolitik dengan kode BT5LG mampu menghasilkan
kemampuan perombakan senyawa lignin/senyawa mengandung lignin
yang tertinggi yang ditunjukkan dengan dihasilkan zone bening tertinggi
baik pada substrat asam tanat, dedak padi dan jerami padi (Tabel 5.5).
Dihasilkannya aktivitas spesifik ligninase tertinggi pada semua
periode waktu inkubasi oleh bakteri lignolitik dengan kode BT5LG serta
didukung oleh konsentrasi protein ekstrak enzim tertinggi menunjukkan
bahwa bakteri lignolitik tersebut merupakan isolat unggul dengan
kemampuan merombak senyawa lignin yang tinggi.Hasil penelitian ini
sejalan dengan Kamsani et al. (2015) yang menunjukkan bahwa
beberapa bakteri yangdiisolasi dari saluran cerna rayap Bulbitermes sp.
yaitu Bacillus sp B1, Bacillus sp. B2, dan Brevibacillus sp. Br3, selain
menghasilkan enzim pendegradasi serat kasar (selulosa dan hemiselulosa)
juga menghasilkan enzim pendegradasi lignin seperti lignin
peroksidase/Li-P,mangan-peroksidase/Mn-P, dan Lacase/Lac.
Perez et al. (2002) mengungkapkan degradasi lignin secara
sempurna merupakan respon dari aktivitas tiga kelompok utama enzim
ekstraseluler yaitu lignin-peroksidaseP, mangan-peroksidase/Mn-P, dan
lakase/Lac. Datta et al.(2017) bahkan menyebutkan bakteri
pendegradasi lignin dapat memproduksi paling tidak 5 enzim
ekstraseluler utama yaitulignin-peroksidase,manganese peroksidase,
versatile peroksidase, lakase, dan dye-decolorizing peroksidase. Aarti et al.
(2015) juga mengungkapkan bahwa selain enzim-enzim ekstraseluler
utama tersebut, bakteri juga dapat memproduksi enzim-enzim seperti
aril alkohol dehydrogenase, phenol oksidase, cellobiose, aromatic acid
reductase, vanilat hidroksilase, dioksigenase, dan katalase yang
[-130-]
mempunyai peranan penting dalam proses degradasi lignin. Olsson (2016)
menunjukkan bahwa beberapa jenis bakteri seperti Streptomyces sp.,
Thermobifida fusca, Rhodococcus jostii, Bacillus subtilis, B. lichenformis,
Bacillus sp. dan Pseudomonas flurrescens mampu menghasilkan enzim
pendegradasi lignin.
Pada penelitian ini kegiatan isolasi dan identifikasi jenis enzim yang
dihasilkan belum dilaksanakan, sehingga belum diketahui secara pasti
mengenai jenis enzim yang dihasilkan. Berdasarkan referensi terkait jenis
substrat yang digunakan yaitu asam tanat yang merupakan senyawa
polifenol dengan struktur aromatik, maka diduga jenis enzim yang
dihasilkan adalah Laccase (Chung et al., 2008) atau phenol oksidase
(Pointing, 1999; Kameshwar dan Qin, 2017).
5.2.2.3 Perombakan Selulosa dari Bakteri Selulolitik Asal Rayap
A. Kemampuan Degradasi Selulosa dari Bakteri Selulolitik Asal Rayap
Bakteri selulolitik yang diisolasi dari rayap diketahui mempunyai
kemampuan degradasi substrat sumber/mengandung selulosa cukup
tinggi yang ditunjukkan dengan dihasilkannya zone bening dengan
diameter masing-masing sebesar 0,605-0,697 cm; 0,550-0,643 cm; 0,723-
0,821 cm; dan 0,580-0,616 cm tiap 15µl kultur isolat bakteri pada substrat
CMC, avicel, dedak padi dan jerami padi. Bakteri selulolitik asal rayap
dengan kode BT3CL mampu menghasilkan diameter zone bening
tertinggi pada semua substrat uji, sedangkan isolat bakteri dengan kode
BT9CL menghasilkan diameter zone bening terendah (Tabel 5.8). Adanya
kemampuan degradasi substrat selulosa yang tinggi dari isolat bakteri
selulolitik asal rayap merupakan respon dari tingginya aktivitas spesifik
enzim selulase baik endoglukanase dan eksoglukanase (Tabel 5.9) serta
didukung konsentrasi protein dari ekstrak enzim isolat akteri yang tinggi
pula (Tabel 5.10).
Pada Tabel 5.8 juga tampak bahwa isolat bakteri selulolitik yang
diisolasi dari rayap dengan kode BT3CL merupakan isolat unggul yang
mempunyai kemampuan mendegradasi substrat sumber selulosa yang
[-131-]
[-130-]
[-131-]
tinggi. Hal ini tercermin dari tingginya kemampuan degradasi substrat
yang diihasilkan baik pada substrat sintetis (CMC dan avicel) maupun
substrat alami (dedak padi dan jerami padi). Tingginya kemampuan
degradasi substrat seluolosa dari isolat bakteri tersebut juga didukung
adanya aktivitas endoglukanase dan eksoglukanase tertinggi (Tabel
5.1.21) serta konsentrasi protein ekstrak enzim tertinggi (Tabel 5.1.22).
Bakteri selulolitik ini potensial dimanfaatkan dalam pengembangan
bioteknologi pemanfaatan sumber daya alam kaya serat selulosa.
Tabel 5.8 Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Selulolitik Rayap
Isolat Bakteri2
Diameter zone bening 15 µl Bakteri pada substrat (cm)1 CMC Avicel Dedak Padi Jerami Padi
BT 1 CL 0,678cd3 0,628cd 0,811d 0,606bcd BT 2 CL 0,641abc 0,589abc 0,795cd 0,600bc BT 3 CL 0,697d 0,643d 0,821d 0,616d BT 4 CL 0,619ab 0,566ab 0,732a 0,581a BT 5 CL 0,635abc 0,584ab 0,765bc 0,583a BT 6 CL 0,660bcd 0,598bc 0,776c 0,590ab BT 7 CL 0,695d 0,632cd 0,815d 0,612cd BT 8 CL 0,628abc 0,576ab 0,745ab 0,581a BT 9 CL 0,605a 0,550a 0,723a 0,580a SEM4 0,010 0,009 0,006 0,003
Sumber: Mudita (2019)
Keterangan: 1Bakteri Lignolitik Asal Rayap,2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
Hasil penelitian ini sejalan dengan Prabowo et al. (2007) yang
menunjukkan bahwa mikrobia selulolitik asal rayap mempunyai
kemampuan degradasi selulosa yang tinggi akibat kemampuan
memproduksi enzim endoglukanase/CMCase yang sangat tinggi. Bahkan
diungkapkannya bahwa mikrobia rayap mempunyai kemampuan
CMCase 7,11-33,95 kali lebih besar dibandingkan mikroba rumen
kerbau/sapi. Purwadaria et al. (2003) juga menunjukkan bahwa bakteri
asal rayap mempunyai aktivitas enzim endoglukanase yang tinggi.
Kondisi tersebut secara nyata ditunjukkan pada penelitian ini, dimana
secara umum tampak bahwa pada substrat CMC terdapat kecendrungan
kemampuan degradasi substrat dari isolat bakteri selulolitik asal rayap
lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat degradasi pada substrat avicel.
Kondisi ini menegaskan bahwa memang benar isolat bakteri asal rayap
[-132-]
mempunyai aktivitas enzim endoglukanase/CMCase yang lebih tinggi
daripada eksoglukanase. Tingginya tingkat degradasi CMC menandakan
bakteri asal rayap mempunyai kemampuan tinggi dalam mendegradasi
serat selulosa bagian dalam baik selulosa kristalin maupun amorforous.
B. Aktivitas Spesifik Enzim Selulase dari Bakteri Selulolitik Asal Rayap
Evaluasi aktivitas spesifik enzim selulase telah menunjukkan bahwa
isolat bakteri selulolitik asal rayap mampu menghasilkan aktivitas spesifik
endoglukanase sebesar 4,893-5,113 U; 3,623-3,857 U; 1,275-1,360 U; 0,663-
0,715 U; 0,341-0,367 U; 0,173-0,187 U dan aktivitas spesifik eksoglukanase
sebesar 2,583-2,805 U; 1,461-1,780 U; 0,567-0,668 U; 0,325-0,385 U;0,174-
0,202 U; 0,095-0,110 U masing-masing pada inkubasi 30 menit, 1 jam, 3
jam, 6 jam, 12 jam, dan 24 jam dari tiap gram protein ekstrak enzim yang
dihasilkan yang berkonsentrasi 3179,487 – 3224,872 µg/ml (Tabel 5.9 - 5.10).
Tabel 5.9 Aktivitas Spesifik Endo-Glukanase dan Ekso-Glukanase dari Bakteri Selulolitik Rayap
Isolat Bakteri1
Aktivitas Spesifik Selulase pada Beberapa Waktu Inkubasi (U) 30 menit 1 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam
Aktivitas Spesifik Enzim Endo-Glukanase BT1CL 5,067abc2 3,763abc 1,327abc 0,693ab 0,355ab 0,181bc
BT2CL 5,010abc 3,624a 1,274ab 0,673a 0,345a 0,176ab
BT3CL 5,113c 3,857c 1,360c 0,715b 0,367b 0,187c
BT4CL 4,936ab 3,613a 1,262a 0,660a 0,341a 0,173a
BT5CL 4,942abc 3,652ab 1,272ab 0,663a 0,343a 0,175ab
BT6CL 5,045abc 3,671ab 1,275ab 0,668a 0,342a 0,174ab
BT7CL 5,095bc 3,796bc 1,343bc 0,711b 0,363b 0,185c
BT8CL 4,921ab 3,623a 1,275a 0,665a 0,341a 0,173a
BT9CL 4,893a 3,679ab 1,295abc 0,671a 0,345a 0,173a
SEM3 0,036 0,033 0,014 0,007 0,003 0,002 Aktivitas Spesifik Enzim Ekso-Glukanase
BT1CL 2,756abc 1,698cd 0,623bc 0,323a 0,187bc 0,101abc
BT2CL 2,693abc 1,461a 0,579ab 0,341abc 0,179ab 0,099abc
BT3CL 2,805c 1,780d 0,668c 0,385c 0,202d 0,110c
BT4CL 2,634ab 1,513ab 0,567a 0,325a 0,174a 0,095a
BT5CL 2,625abc 1,566ab 0,577ab 0,339abc 0,177ab 0,097ab
BT6CL 2,729abc 1,587bc 0,581ab 0,351abc 0,176ab 0,097ab
BT7CL 2,785bc 1,718d 0,651c 0,380bc 0,198cd 0,108bc
BT8CL 2,599ab 1,531ab 0,578ab 0,332a 0,174a 0,102abc
BT9CL 2,583a 1,510ab 0,587ab 0,336ab 0,175ab 0,095a
SEM 0,023 0,023 0,010 0,010 0,003 0,002 Sumber: Mudita (2019)
Keterangan: 1Bakteri Selulolitik Asal Rayap,2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
[-133-]
[-132-]
[-133-]
Tabel 5.10 Kadar Protein dari Ekstrak Enzim Bakteri Selulolitik Rayap
No Isolat Bakteri1 Kadar Protein (µg/ml)
1 BT1CL 3221,026d 2 BT2CL 3211,795cd 3 BT3CL 3224,872d 4 BT4CL 3190,000ab 5 BT5CL 3211,795cd 6 BT6CL 3213,333cd 7 BT7CL 3222,821d 8 BT8CL 3201,282bc 9 BT9CL 3179,487a
SEM3 3,990 Sumber: Mudita (2019)
Keterangan: 1Bakteri Selulolitik Asal Rayap,2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
Berdasarkan Tabel 5.9 tampak bahwa tingkat aktivitas spesifik
enzim endoglukanase yang dihasilkan oleh isolat bakteri selulolitik asal
rayap jauh lebih tinggi daripada aktivitas spesifik eksoglukanase (Tabel
5.1.21). Hal ini berarti isolat bakteri asal rayap merupakan pendegradasi
awal dari serat selulosa yang akan menguraikan polimer selulosa secara
random/acakdengan cara memecah ikatan hidrogen yang ada di dalam
struktur selulosa kristalin/amorf (terutama bagian amorf) sehingga
terbentuk rantai tunggal (oligodekstrin) yang akan dilanjutkan oleh
aktivitas eksoglukanase dan glukosidase (Leschine, 1995; Perez et al.,
2002). Hasil penelitian ini sejalan dengan Prabowo et al. (2007) yang
menunjukkan bahwaekstrak rayap mempunyai aktivitas enzim CMC-ase
yang sangat tinggi yaitu 0,6961-0,7638 U/mg atau 7,11-33,95 kali lebih
besar dibandingkan dengan cairan rumen kerbau, bahkan 19,39-35,69
kali lebih besar daripada aktivitas enzim cairan rumen sapi.
Tabel 5.9 juga menunjukkan bahwa isolat bakteri selulolitik asal
rayap dengan kode BT3CL mampu menghasilkan aktivitas spesifik
endoglukanase dan eksoglukanase tertinggi pada setiap periode waktu
inkubasi yang menunjukkan tingginya kemampuan degradasi substrat
selulosa dari isolat bakteri tersebut. Tingginya aktivitas selulase yang
dihasilkan juga didukung dengan tingginya konsentrasi protein dari
ekstrak enzim yang dihasilkan, yaitu 3224,872 µg/ml yang berbeda nyata
[-134-]
(P<0,05) dengan isolat bakteri dengan kode BT4CL, BT8CL dan BT9CL
(Tabel 5.10). Dihasilkannya konsentrasi protein enzim tertinggi dan
dengan aktivitas selulase tertinggi menunjukkan isolat bakteri selulolitik
tersebut merupakan isolat unggul dengan kemampuan perombakan
substrat selulosa tinggi yang sangat potensial dimanfaatkan sebagai
starter dalam perombakan serat selulosa bahan pakan limbah pertanian.
Kondisi ini secara nyata juga ditunjukkan dengan dihasilkannya diameter
zone bening tertinggi pada substrat selulosa sintetis (CMC dan avicel) serta
substrat alami dedak padi dan jerami padi (Tabel 5.8).
Purwadaria et al. (2003a,b dan 2004) menyatakan mikroba saluran
pencernaan rayap mampu menghasilkan kompleks selulase yaitu endo-
β-D-1.4-glukanase, aviselase, eksoglukanase dan β-D-14-glukosidase.
Adanya enzim endoglukanase dan eksoglukanase akan mampu
menghidrolisis komponen selulosa bahan pakan asal limbah pertanian
termasuk komponen selulosa kristalin. Leschine (1995) mengungkapkan
dalam kondisi anaerob, kompleks selulase (endoglukanase, eksoglukanase
maupun glukosidase) akan diorganisir kedalam multiprotein enzim
selulosom yang secara sinergis menghidrolisis selulosa kristalin.
Perombakan selulosa dilaksanakan dengan terlebih dahulu
endoglukanase menyerang bagian selulosa amorforous menghasilkan
unit-unit selubiosa serta membentuk tempat eksoglukanase yang
selanjutnya mendegradasi unit-unit selubiosa pada bagian serat selulosa
berkristal. Pada bagian akhir, glukosidase menghidrolisis selubiosa dan
selodekstrin membentuk glukosa.
5.2.2.4 Kemampuan Perombakan Xylanosa Bakteri Xylanolitik Rayap
A. Kemampuan Degradasi Xylanosa dari Bakteri Xylanolitik Asal Rayap
Evaluasi kemampuan degradasi substrat dari isolat bakteri
xylanolitik yang isolasi dari rayap diketahui mempunyai kemampuan
mendegradasi substrat yang ditunjukkan dengan dihasilkannya zone
bening pada substrat xylan, dedak padi dan jerami padi dengan
diameter masing-masing sebesar 0,680-0,822 cm, 0,722-0,835 cm, dan
[-135-]
β β
α α
[-134-]
β β
[-135-]
0,676-0,769 cm. Isolat bakteri xylanolitik dengan kode BT8XY mampu
menghasilkan diameter zone bening tertinggi dan berbeda nyata
(P<0,05) dibandingkan isolat bakteri BT1XY, BT2XY, BT4XY, BT6XY, BT9XY,
BT10XY (pada substrat xylan) dan BT5XY (pada substrat dedak padi,
kecuali BT9XY), serta dibandingkan isolat bakteri dengan kode BT1XY,
BT4XY, BT6XY, dan BT10XY pada substrat jerami padi (Tabel 5.11).
Tabel 5.11 Kemampuan Degradasi Substrat dari Bakteri Xilanolitik Rayap
Isolat Bakteri1 Diameter zone bening 15 µl Bakteri pada substrat (cm)
Xylan Dedak Padi Jerami Padi
BT1XY 0.768c2 0.722a 0.680ab BT2XY 0.680a 0.726a 0.755cd BT3XY 0.814e 0.815b 0.748bcd BT4XY 0.781cd 0.723a 0.676a BT5XY 0.804de 0.742a 0.699abcd BT6XY 0.721b 0.726a 0.678ab BT7XY 0.813e 0.828b 0.752cd BT8XY 0.822e 0.835b 0.769d BT9XY 0.692ab 0.805b 0.744abcd BT10XY 0.781cd 0.742a 0.696abc
SEM3 0,006 0,009 0,014 Sumber: Mudita (2019)
Keterangan: 1Bakteri Selulolitik Asal Rayap,2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
Dihasilkannnya diameter zone bening yang cukup tinggi oleh isolat-
isolat bakteri xylanolitik asal rayap menunjukkan bahwa bakteri yang
diisolasi mempunyai kemampuan tinggi dalam merombak senyawa
xylanosa serta substrat dedak padi maupun jerami padi. Kemampuan
perombakan substrat ini merupakan respon dari tingginya aktivitas
enzim xylanase (Tabel 5.12) serta konsentrasi protein dari ekstrak enzim
yang dihasilkan oleh isolat bakteri tersebut (Tabel 5.13).
Saha (2003) mengungkapkan degradasi senyawa xilan secara total
merupakan hasil aktivitas sinergis dari kompleks xylanase yang terdiri
atas endo-1,4-β-xilanase, exo-xylanase, 1,4-β-xilosidase,dan beberapa
enzim penunjang seperti α-L-arabinofuranosidase, α-glucuronidase.
acetylxylan esterase, ferulic acid esterase, and p-coumaril esterase yang
menghidrolisis berbagai komponen xylanosa. Semakin tinggi produksi dan
[-136-]
aktivitas enzim yang dihasilkan semakin tinggi pula perombakan
komponen xylan terjadi. Pada penelitian ini semua isolat bakteri
mempunyai kemampuan mendegradasi senyawa xylan sebagai akibat
adanya aktivitas spesifik enzim xylanase. Isolat bakteri dengan kode
BT8XY mampu menghasilkan aktivitas spesifik xylanase tertinggi dan
dengan konsentrasi protein ekstrak enzim tertinggi pula, sehingga
kemampuan degradasi substrat yang dihasilkantertinggi dibandingkan
dengan isolat bakteri xylanolitik lainnya.
Pada Tabel 5.11 tampak bahwa secara umum degradasi jerami padi
oleh isolat-isolat bakteri xylanolitik asal rayap mempunyai tingkat
degradasi yang lebih rendah dibandingkan dengan tingkat degradasi
substrat xylan maupun dedak padi. Hal ini disebabkan karena jerami
padi mempunyai kandungan serat kasar lebih tinggi dibandingkan
dengan dedak padi yaitu 35,9% vs 19,8% (Tabel 2.3-2.4) dan dengan
kandungan selulosa dan lignin yang lebih tinggi pula, yaitu 32-35% vs 27%
dan 12-18% vs 5% (Tabel 2.5) (Wahyono dan Hardianto, 2007; Howard et
al., 2003, Chandel et al., 2007,Baig et al., 2016), sedangkan substrat xylan
merupakan substrat sintetis murni pro analisis. Howard et al. (2003) dan
Tomarhat (2006) juga mengungkapkan keberadaan lignin dan selulosa
dalam suatu bahan pakan/substrat akan menurunkan tingkat degradasi
dari bahan pakan/substrat tersebut termasuk degradasi xylanosa.
B. Aktivitas Spesifik Enzim Xylanase dari Bakteri Xylanolitik Asal Rayap
Bakteri xylanolitik asal rayap menghasilkan aktivitas spesifik
xylanaseyang tinggi yaitu masing-masing sebesar526,228–749,306 U;
265,911-392,965 U; 133,316-172,919 U; 73,216-96,738U; 43,851-54,806 U; dan
24,422-30,981 U masing-masing untuk inkubasi dalam substrat xylan
selama 30 menit, 1 jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam untuk setiap 1 g
protein ekstrak enzim yang dihasilkan (Tabel 5.1.24). Kadar protein
ekstrak enzim dari xylanolitik asal rayap adalah 3132,308 – 3191,518 µg/ml
(Tabel 5.12).
[-137-]
[-136-]
[-137-]
Tingginya aktivitas spesifik xylanase dari isolat bakteri xylanolitik asal
rayap menunjukkan bahwa isolat bakteri yang berhasil diisolasi
mempunyai kualitas yang baik sebagai pendegradasi senyawa xylanosa
(hemiselulosa). Pada penelitian ini isolat bakteri xylanolitik dengan kode
BT8XY menghasilkan aktivitas spesifik xylanase tertinggi pada semua
waktu inkubasi kecuali pada inkubasi 1 jam, dimana aktivitas spesifik
terbaik dihasilkan oleh isolat bakteri dengan kode BT3XY (Tabel 5.12). Hal
ini mengindikasikan bahwa isolat bakteri tersebut merupakan isolat
unggul dengan potensi terbaik untuk dimanfaatkan sebagai starter
pendegradasi xylanosa dan/atau senyawa hemiselulosa lainnya.
Tabel 5.12 Aktivitas Spesifik Enzim Xylanase Bakteri Xylanolitik Rayap
Isolat Bakteri
Aktivitas Spesifik Enzim Xylanasepada Beberapa Waktu Inkubasi (U) 30 menit 1 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam
BT1XY 607,889ab 322,686ab 134,061a 74,143a 44,378ab 25,624ab
BT2XY 526,228a 325,394ab 133,316a 73,216a 43,851a 24,422a
BT3XY 742,009c 392,965c 161,229cd 91,883cd 53,213de 30,267c
BT4XY 643,718abc 349,254bc 144,778abc 82,689abc 47,466abcd 27,280abc
BT5XY 688,656bc 369,341bc 140,572abc 87,300bcd 50,170bcde 27,334abc
BT6XY 561,767a 344,083bc 144,346abc 80,268abc 46,669abc 26,860abc
BT7XY 734,210c 367,105bc 157,681bcd 87,815bcd 51,242cde 29,047bc
BT8XY 749,306c 374,653bc 172,919d 96,738d 54,806e 30,981c BT9XY 531,821a 265,911a 136,850ab 76,820ab 44,706ab 25,218ab BT10XY 640,452abc 320,226ab 152,347abcd 84,053abcd 47,961abcd 27,021abc
SEM 23,985 12,716 4,440 2,583 1,258 0,824 Sumber: Mudita (2019)
Keterangan: 1Bakteri Selulolitik Asal Rayap, 2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
Tabel 5.13 Kadar Protein dari Ekstrak Enzim Bakteri Xylanolitik Rayap
No Isolat Bakteri1 Kadar Protein (µg/ml)
1 BT1XY 3146,923abc 2 BT2XY 3132,308a 3 BT3XY 3183,333e 4 BT4XY 3155,385bc 5 BT5XY 3162,564cd 6 BT6XY 3143,590ab 7 BT7XY 3177,179de 8 BT8XY 3191,538e 9 BT9XY 3141,026ab 10 BT10XY 3151,538bc
SEM3 3,662271 Sumber: Mudita (2019) Keterangan: 1Bakteri Xylanolitik Asal Rayap,2Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda
tidak nyata (P>0,05), 3SEM=Standard Error of The Treatment Means
[-138-]
Dihasilkannya aktivitas spesifik xylanase dan dengan konsentrasi
protein ekstrak enzim tertinggi oleh isolat bakteri dengan kode BT8XY
(Tabel 5.12 dan 5.13) akan meningkatkan kemampuan perombakan
substrat xylanosa menjadi senyawa lebih sederhana (terutama xylosa).
Hal ini tampak dengan dihasilkannya diameter zone bening tertinggi
baik pada substrat xylan maupun substrat jerami padi dan dedak padi
(Tabel 5.1.1). Penelitian Purwadaria et al. (2004) juga menunjukkan hal
yang sejalan, yaitu dari 30 isolat xylanolitik yang diisolasi dari rayap (17
dari G. montanus dan 13 dari Termitidae), 8 isolat merupakan isolat
terpilih dengan nisbah zone bening yang besar, terdiri dari Bacillus larvae
XB1-1, Bacillus larvae XU1-2, Bacillus larvae XU2-2, Bacillus larvae XU5-2,
B. pumilus PU4-2, B. mycoides PU2-2, Enterobacter sp.BP2-2, dan satu
isolat belum teridentifikasi (BP5-1). Bacillus pumilus PU4-2 dari Termitidae
merupakan isolat bakteri dengan aktivitas xylanase tertinggi yaitu 3,0
U/ml dan dengan aktivitas spesifik 65,7 U/mg pada inkubasi 36 jam.
Kalim et al. (2015) menunjukkan beberapa isolat bakteri yang
mempunyai aktivitasxylanase tinggi anatar lain Bacillus subtilis (36633
IU/ml), Bacillus sp. SN5 (4511,9 IU/ml), Bacillus brevis ATCC 8246 (4380
IU/ml), Paenibacillus macerans IIPSP3(4170±23,5 IU/ml), Bacillus
halodurans C-125 (3361,IU/ml), Thermotoga petrophila RKU-1 (2600
IU/ml). Bakteri tersebut potensial sebagai penghasil bioetanol, pakan
ternak, suplemen makanan xylo-oligosakarida/XOS, produksi kertas,
industri kue, minuman segar/bir,maupun produksi xylitol.
Berdasarkan Tabel 5.12 serta merujuk Tbel 5.11, jenis enzim xylanase
yang dihasilkan oleh isolat bakteri xylanolitik asal rayap belum diketahui
secara spesifik mengingat kegiatan identfikasi jenis enzim belum
dilaksanakan. Berdasarkan substrat yang dipakai yaitu xylan dari
Beechwood Produk Sigma Aldrich dengan No. CAS 1914-63-5, maka besar
kemungkinan jenis enzim yang diproduksi adalah endo-1,4-β-xylanase.
Enzim ini bertugas menghidrolisis secara acak bangun utama ikatan β-
1,4-xylosadari kerangka rantai silan membentuk oligosakarida
[-139-]
[-138-]
β
β
[-139-]
mengandung xylosa (Dekker, 1985; Saha, 2003). Merujuk Tabel 5.11
khususnya terjadinya perombakan jerami padi dan dedak padi (substrat
alami mengandung lignoselulosa), kemungkinan aktivitas xylanase dari
bakteri xylanolitik asal rayap merupakan bagian multi protein enzim
selulosom (Leschine, 1995; Kumar et al., 2008). Untuk memperoleh
kepastian jenis enzim yang dihasilkan apakah multiple function/single
function, kegiatan identifikasi enzim penting untuk dilaksanakan pada
penelitian selanjutnya.
5.2.3 Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal
Rayap
Bakteri lignoselulolitik unggul asal rayap yang telah diperoleh
berdasarkan hasil evaluasi dan seleksi kemampuan degradasi substrat
lignoselulosa serta aktivitas spesifik enzim lignoselulase yaitu isolat bakteri
dengan kode BT4LS; BT5LG; BT3CL; BT8XY selanjutnya diidentifikasi dan
dikarakterisasi berdasarkan morfologi dan biokemisnya. Identifikasi dan
karakterisasi dari isolat bakteri lignoselulolitik unggul dilaksanakan
dengan metode yang sama dengan identifikasi dan karakterisasi isolat
bakteri unggul asal rumen sapi bali (Bab IV) yaitu kegiatan identifikasi
dilakukan dengan teknik biologi molekuler (Craig et al., 2010) melalui
kegiatan ekstraksi dan purifikasi DNA, Amplifikasi (PCR) dan
elektroforesis, squensing/pembacaan susunan nukleotida serta penentuan
hubungan kekerabatan/filogenetik isolat bakteri unggul dengan isolat
bakteri lain pada sumber yang sejenis sedangkan kegiatan karakterisasi
isolat bakteri dilaksanakan dengan bantuan KIT Bacillus dari Microgen ID.
Hasil penelitian menunjukkan identifikasi bakteri lignoselulolitik asal
rayap (BT4LS; BT5LG; BT3CL; BT8XY) dengan teknik biologi molekuler
tampak primer 27F mampu mengamplifikasi DNA bakteri unggul
dengan panjang untaian nukleotida sekitar 1492 bp (Gambar 5.14).
Evaluasi spesimen DNA bakteri unggul melalui analisis squensing
berhasil membaca untaian basa nukleotida ke-4 DNA bakteri unggul asal
rayap yang disajikan pada Gambar 5.15 (a-d) dan Tabel 5.14. Melalui
[-140-]
studi homologi BLAST (situs https://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi#),
untaian nukleotida berhasil diidentifikasi homologinya.
Gambar 5.7 Hasil Amplifikasi 16S rDNA dari Bakteri Unggul Asal Rayap menggunakan Primer 27F dan 1492R.
(1kb=Marker 1 kb DNA leader, 1 – 4 Bakteri unggul asal cairan rumen sapi bali; 5BT4LS; 6BT5LG; 7BT3CL; 8BT8XY; 9 - 13 Isolat bakteri dari sumber lain)
5.8a. Squeen DNA Isolat Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Rayap dengan kode
BT4LS (Aneurinibacillus sp.strain BT4LS)
5.8b. Squeen DNA Bakteri Lignolitik Unggul Asal Rayap dengan kode BT5LG
Gambar 5.8c Squeen DNA Bakteri Selulolitik Unggul asal Rayap berkode BT3CL
Gambar 5.8d Squeen DNA Bakteri Xylanolytik Unggul asal Rayap berkode BT8XY
[-141-]
[-140-]
)
[-141-]
Tabel 5.14. Data Untaian Basa Nukleotida serta Hasil Identifikasi Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Rayap
Kode Isolat Data Squens Untaian Basa Nukleotida Identitas Bakteri
Terdekat/ Homologi / No. Accession
BT4LS
(lignoselulolitik)
GCTATAATGCAGTCGAGCGGACCAATGAAGAGCTTGCTCTTCGGCGGTTAGCGGCGGACGGGTGAGTAACACGTAGGCAACCTGCCTGTACGACTGGGATAACTCCGGGAAACCGGAGCTAATACCGGATACTTCTTTCAGACCGCATGGTCTGAAAGGGAAAGACCTTTGGTCACGTACAGATGGGCCTGCGGCGCATTAGCTAGTTGGTGGGGTAACGGCCTACCAAGGCGACGATGCGTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAACGATGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGTTCTGTTGTTAGGGAAGAACCGCCGGGATGACCTCCCGGTCTGACGGTACCTAACGAGAAAGCCCCGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGGGGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGCGCGCGCAGGCGGCTTCTTAAGTCAGGTGTGAAAGCCCACGGCTCAACCGTGGAGGGCCACTTGAAACTGGGAAGCTTGAGTGCAGGAGAGGAGAGCGGAATTCCACGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATGTGGAGGAACACCCGTGGCGAAGGCGGCTCTCTGGCCTGTAACTGACGCTGAGGCGCGAAAGCGTGGGGAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGTTGAGTGCTAGGTGTTGGGGACTCCAATCCTCAGTGCCGCAGCTAACGCAATAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGGGCGCAAGGCTGAAACTCAAAGAATTGACAGGGACCCGCACAAGCGCTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAGAAACTTACCAAGGCTTGACATCCCGCTGACCCTCCCTAGAGATAGGAGCTCTTCTTCCGAGCACG
Aneurinibacillus sp. XT-25
(99%)
(KR063553)
BT5LG
(Lignolitik)
CAGTCGAGCGGACCAATTACGAGCTTGCTCATCGGTGGTTAACGCGCGAGAGTCTGACTAACACGTAGGCAAACTTCCTGTACAACTGTGATAACTCCCGGAAACCCCAACTAATACAAAGATTCTTCTTTCATACCACATGCCCTGAATGGAAAAGACCTTTGGTCACGTACAGATGGGCCTGCGCGCACAATAGCTAGTTGGTGTGGGTAAGGGCATACCACACGCTACGATCCGAAACACGACCTGAGACGGTGATCGGACGCACCGGTGACTGAATACCGGACCATGACTCCTACGCCAGACCCACCATGCCAATCTTCCTGCATGGGACCAAAGTCTGACGGAGCTCGCCCCCTGAACGATAAATGTTTTCGGACCGAGAGTACTGTTGTTATAGAAGAACGCCCGGGATGACCTCACGGTCTGACGGGCCCTAATTAGAAAGACTCGCGGAACTACATGCCAACGTCCGCGGTAATACATATGGGGCGTGCGTTCCCCGGACTCATTGGGCGAACTGCGCTTGAACCGGCTTCTTAGTCAGGTGAGAAAGCCCTCGACTCACCCGTGGAGGGCCGCTTGAAACTGGGAAGCTTGAGTGCACGAGAGGAGAGCGGAATTCCACGTGTATCGATGAACTGCGAAGAGATGTGGAGGAACACCCGTGGCGAATGCGACTCTCTGGTCTGTACTGACGCTAAGGCGCGAAAGCGTCGTGAGCGAACATGATCATATACCTGCTACTCCCGCCTTAAACTCCACGCTAGAGTTGGGACTCCATCCTCTTGCGCACTACGCATACCATCCGCCGGGAATACGGCTCAAGCTGAACTCAAGGAATCATACGACCTCAAATCCTGAGCAGTGGTTAATCCATC
Aneurinibacillus sp. Bac270
(81%)
(KP980 744)
BT3CL
(Selulolitik)
TGCAAGTCGAGCGGACAGATGGGAGCTTGCTCCCTGATGTTAGCGGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGCCTGTAAGACTGGGATAACTCCGGGAAACCGGGGCTAATACCGGATGGTTGTTTGAACCGCATGGTTCAAACATAAAAGGTGGCTTCGGCTACCACTTACAGATGGACCCGCGGCGCATTAGCTAGTTGGTGAGGTAACGGCTCACCAAGGCAACGATGCGTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGTGATGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCTGTTGTTAGGGAAGAACAAGTACCGTTCGAATAGGGCGGTACCTTGACGGTACCTAACCAGAAAGCCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGGGCTCGCAGGCGGTTTCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCCCGGCTCAACCGGGGAGGGTCATTGGAAACTGGGGAACTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAATTCCACGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATGTGGAGGAACACCAGTGGCGAAGGCGACTCTCTGGTCTGTAACTGACGCTGAGGAGCGAAAGCGTGGGGAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTAGGGGGTTTCCGCCCCTTAGTGCTGCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGGTCGCAAGACTGAAACTCAAAGGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAGGTCTTGACATCCTCTGACAATCCTAGAGATAGGACGTCC
Bacillus sp. strain SAUF201
(100%)
(KX879851)
BT8XY
(Xylanolitik)
GCTATAATGCAGTCGAGCGGACAGAAGGGAGCTTGCTCCCGGATGTTAGCGGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGCCTGTAAGACTGGGATAACTCCGGGAAACCGGAGCTAATACCGGATAGTTCCTTGAACCGCATGGTTCAAGGATGAAAGACGGTTTCGGCTGTCACTTACAGATGGACCCGCGGCGCATTAGCTAGTTGGTGAGGTAACGGCTCACCAAGGCGACGATGCGTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGTGATGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCTGTTGTTAGGGAAGAACAAGTGCAAGAGTAACTGCTTGCACCTTGACGGTACCTAACCAGAAAGCCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGGGCTCGCAGGCGGTTTCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCCCGGCTCAACCGGGGAGGGTCATTGGAAACTGGGAAACTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAATTCCACGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATGTGGAGGAACACCAGTGGCGAAGGCGACTCTCTGGTCTGTAACTGACGCTGAGGAGCGAAAGCGTGGGGAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTAGGGGGTTTCCGCCCCTTAGTGCTGCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGGTCGCAAGACTGAAACTCAAAGGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAGGTCTTGACATCCTCTGACAACCCTAGAGATAGGGCTTTCCCT
Bacillus sp. strain Suaeda B-003
(100%)
(KT981879)
Hasil identifikasi dari bakteri unggul asal rayap menunjukkan bahwa
bakteri lignoselulolitik unggul adalah mempunyai kemiripan tinggi
dengan Aneurinibacillus sp. strain BT4LS (homologi 99% dengan No.
[-142-]
Accession KR063553). Bakteri lignolitik unggul adalah Aneurinibacillus sp.
strain BT5LG (homologi 81% dengan No. accession KP980744). Bakteri
selulolitik unggul adalah Bacillus sp. strain BT3CL (homologi 100% dengan
No. accession KX879851). Bakteri xylanolitik unggul adalah Bacillus sp.
strain BT8XY (homologi 100% denganNo. Accession KT981879) (Tabel 5.15).
Gambar 5.9 Hubungan Filogenetik Bakteri Lignoselulolitik Unggul asal Rayap dengan Isolat Bakteri Asal Rayap Lain (Eutick et al.,1978; Purwadaria et al., 2003 dan Sukartiningrum, 2012 dengan Data
Squens dari GenBank (www.ncbi.nlm.nih.gov), dianalisis Menggunakan Metode Maximum Likelihood mengikuti model Tamura-Nei (1993) dengan bantuan Program MEGA 7
Hasil analisis filogenetik dari bakteri lignoselulolitik unggul asal rayap
dengan beberapa data bakteri yang telah diisolasi dari rayap (Eutick et
al., 1978; Purwadaria et al., 2003; Sukartiningrum, 2012) [data squens
GenBank; www.ncbi.nlm.nih.gov], bakteri lignoselulolitik unggul asal rayap
“Aneurinibacillus sp. BT4LS” mempunyai kemiripan tinggi (99%) dengan
Aneurinibacillus sp. XT-25 yang mempunyai kedekatan kekerabatan
dengan Bacterium strain Enterobacter aerogenes, Sphingobium sp. K40,
Chryseobacterium kwangyangense strain Cb, Bacillus mycoides strain
EGU624, Bacillus sp. strain BAB-5934 (Gambar 5.16).
AY026948.1 Sphingomonas sp. ML1
AH010480.2 Microbacterium sp. A8-2
KF562253.1 Paenibacillus sp. IHB B 3310
EU305608.1 Enterobacter aerogenes strain Razmin B
EU834248.1 Cellulomonas denverensis strain DS21
KX390640.1 Microbacterium sp. H83
KJ781874.1 Cellulomonas sp. B419
LT882720.1 Sphingobium sp. TLA-22
KY744454.1 Paenibacillus sp. strain Y2
EU294508.1 Bacillus cereus strain Razmin A
EU305609.1 Enterobacter cloacae strain Razmin C
BTCL. Bacillus sp. strain BT3CL
BTLG. Aneurinibacillus sp. strain BT5LG
AY458140.1 Bacillus pumilus dehairing protease precursor
U71214.1 Bacillus licheniformis TP chitinase (CHI)
D10626.1 Bacillus megaterium gdhIV
AY078249.1 Ochrobactrum sp. 2FB10 putative dissimilatory nitrite reductase (nirK)
AY078251.1 Ochrobactrum sp. 3CB5 putative dissimilatory nitrite reductase (nirK)
AJ223220.1 Sphingomonas sp. ORF H1
KY078309.1 Bacillus halmapalus strain KB8
AF154827.1 Bacillus circulans chitinase (chi41)
S80066.2 Rhizobium leguminosarum bv. phaseoli nodulation competitiveness
KR055019.1 Cellulomonas sp. KAR58
MF574012.1 Bacillus acidicola strain BT HNGU 442
BTXY. Bacillus sp. strain BT8XY
MF361869.1 Cellulomonas sp. strain T2.31MG-40
KU921531.1 Paenibacillus amylolyticus strain IHBB 9270
KX618379.1 Klebsiella sp. strain R326
MF356674.1 Bacterium strain Enterobacter aerogenes
BTLS. Aneurinibacillus sp. strain BT4LS
EF633293.1 Bacillus mycoides strain EGU624
KX548952.1 Bacillus sp. strain BAB-5934
EU169201.1 Chryseobacterium kwangyangense strain Cb
AJ009708.2 Sphingobium sp. K40
0.5
0.0
1.3
0.8
0.0
0.7
1.8
1.3
0.0
0.0
2.7
0.8
0.9
0.0
0.0
0.4
0.0
0.0
2.1
0.6
1.1
0.5
0.0
2.3
1.7
2.0
2.6
0.4
1.6
0.2
0.3
1.1
1.6
0.9
0.5
0.7
0.6
0.6
0.20.7
1.6
1.3
1.2
1.5
0.4
2.1
1.3
0.6
0.6
1.1
0.4
0.5
23.9
1.3
22.2
1.0
0.7
0.2
0.1
1.0
[-143-]
β α α
β β
α
[-142-]
0.5
0.0
1.3
0.8
0.0
0.7
1.8
1.3
0.0
0.0
2.7
0.8
0.9
0.0
0.0
0.4
0.0
0.0
2.1
0.6
1.1
0.5
0.0
2.3
1.7
2.0
2.6
0.4
1.6
0.2
0.3
1.1
1.6
0.9
0.5
0.7
0.6
0.6
0.20.7
1.6
1.3
1.2
1.5
0.4
2.1
1.3
0.6
0.6
1.1
0.4
0.5
23.9
1.3
22.2
1.0
0.7
0.2
0.1
1.0
[-143-]
Berdasarkan informasi dari GenBank diketahui bahwa
Aneurinibacillus sp. XT-25 yang mempunyai kemiripan tinggi dengan
bakteri lignoselulolitik terpilih asal rayap “Aneurinibacillus sp. strain
BT4LS”dilaporkan oleh Li, X., Xue, C,-L dan Yu, H.-Y
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/nucleotide/KR063553.1) pada 23 September
2015 yang merupakan kultur bakteri dari tanah subur Xitan di Yuncheng,
China. Berbagai penelitian juga menunjukkan Aneurinibacillus sp.
mampu mendegradasi lignoselulosa. Acharya dan Chaudhary (2012)
menunjukkan Aneurinibacillus thermoaerophilus WBS2 mampu
menghasilkan alkali selulase dengan aktivitas CMCase sebesar
0,058±0,004 IU/ml (pada jerami gandum) dan 0,081±0,011 IU/ml (pada
jerami padi) serta aktivitas Fpase 0,426±0,033 IU/ml (pada jerami
gandum) dan 0,319±0,025 IU/ml (pada jerami padi) saat inkubasi pada
pH 9. Lotfi (2014) dan Chandra et al. (2015) mengungkapkan
Aneurinibacillus aneurinilyticus mampu menghasilkan enzim
pendegradasi lignin seperti Mangan-Peroksidase dan Laccase yang
mampu mendegradasi rantai samping dari senyawa aromatik lignin serta
merombak lignin melalui proses depolimerisasi. Tsobuachi et al. (2015)
mengungkapkan bakteri dari genus Aneurinibacillus menghasilkan
berbagai enzim antara lain β-glucosidase, α-glucosidase, α-mannosidase,
β-galactosidase, β-glucoronidase, oksidase, katalase, alkali-phosfatase,
esterase lipase, lipase, leucine/valin/sistin arylamidase, tripsin, α-
kemotripsin, acid-phosfatase, dan naphthol AS-BI-phosphohidrolase.
Pada penelitian ini, bakteri unggul terpilih pendegradasi lignin
(lignolitik) adalah “Aneurinibacillus sp. strain BT5LG” yang mempunyai
kemiripan tinggi (81%) dengan bakteri Aneurinibacillussp.Bac270. Hal ini
sejalan dengan berbagai penelitian yang menunjukkan bakteri jenis
Aneurinibacillus sp. merupakan isolat pendegradasi lignin yang baik. Lotfi
(2014) dan Chandra et al. (2015) menunjukkan bakteri dari golongan ini
(Aneurinibacillus sp.) mempunyai kemampuan memproduksi berbagai
ligninase seperti Mangan-Peroksidase dan Laccase yang mampu
[-144-]
mendegradasi rantai samping senyawa aromatik lignin serta
depolimerisasi lignin.
Hasil analisis morfologi dan biokimia dari kedua jenis Aneurinibacillus
tersebut (Aneurinibacillus sp. strain BT4LS dan Aneurinibacillus sp. strain
BT5LG) adalah bakteri gram positif dengan bentuk batang/basil yang
mempunyai kemampuan memfermentasi gula-gula seperti arabinosa,
cellubiosa, inositol, mannitol, mannosa, raffinosa, rhamnosa, salicin,
sorbitol, sukrosa, trehalosa, xylosa, galaktosa, methyl D-glukcoside, inulin,
ONPG, arginin dan nitrat. Terhadap methyl D mannoside, citrat dan
Voges Proskauer, Aneurinibacillus sp strain BT4LS mampu memfermentasi,
namun Aneurinibacillus sp strain BT5LG tidak mampu memfermentasinya.
Terhadap adonitol, Melizitosa dan Indol, kedua strain Aneurinibacillus
tidak mampu memfermentasinya (Tabel 5.16;Gambar 5.17-5.20).
Tabel 5.15 Karakteristik Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Rayap
Karakteristik Bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Rayap
Aneurinibacillus sp. strain BT4LS
Aneurinibacillus sp. strain BT5LG
Bacillus sp. strain BT3CL
Bacillus sp. strain BT8XY
Sifat Gram - + + + Bentuk Basil Basil Basil Basil Fermentasi Gula-Gula - Arabinosa/ARA + + + + - Cellubiosa/CEL + + + + - Inositol/INO + + + + - Mannitol/MAN + + + + - Mannosa/MNS + + + + - Raffinosa/RAF + + + + - Rhamnosa/RHA + + + + - Salicin/SAL + + + + - Sorbitol/SOR + + + + - Sukrosa/SUC + + + + - Trehalosa/TRE + + + + - Xylosa/XYL + + + + - Adonitol/ADO - - - - - Galaktosa/GAL + + + + - Methyl-D-Mannoside + - + - - Methyl-D-Glucoside + + + + - Inulin/INU + + + + - Melizitosa/MLZ - - - + - Indol/IND - - - - - ONPG/ONP + + + + - Arginin/ARG + + + + - Citrat/CIT + - - - - Voges Proskauer/VP + - - - - Nitrat/NIT + + + +
[-145-]
[-144-]
[-145-]
Gambar 5.10 Hasil Karakterisasi Isolat bakteri Lignoselulolitik Unggul Asal Rayap
Gambar 5.11 Hasil Karakterisasi Isolat bakteri Lignolitik Unggul Asal Rayap
Berdasarkan analisis filogenetik tampak juga bahwa bakteri
Aneurinibacillus sp. strain BT5LG mempunyai hubungan kekerabatan
dekat dengan bakteri terpilih pendegradasi selulosa (selulolitik)“Bacillus
sp. strain BT3CL” (Gambar 5.16). Pada gambar tersebut juga tampak
bahwa Bacillus sp. strain BT5LG maupun Bacillus sp. strain BT3CL
mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat dengan Enterobacter
cloacae strain Razmin C, Bacillus cereus strain Razmin A, Paenibacillus sp
strain Y2, Bacillus pumilus, Bacillus licheniformis. Hal ini semakin
menegaskan bahwa baik bakteri jenis Aneurinibacillus sp. maupun
Bacillus sp. merupakan kelompok bakteri pendegradasi lignin maupun
selulosa/hemiselulosa.
[-146-]
Pada penelitian ini, telah diketahui bahwa bakteri selulolitik unggul
terpilih asal rayap Bacillus sp. Strain BT3CL mempunyai aktivitas spesifik
endoglukanase dan eksoglukanase yang tinggi serta mampu
mendegradasi berbagai substrat sumber serat kasar/mengandung selulosa
yaitu CMC, avicel, dedak padi maupun jerami padi (Tabel 5.8 – 5.10),
sedangkan isolat bakteri xylanolitik unggul terpilih Bacillus sp. Strain
BT8XY telah diketahui mempunyai aktivitas spesifik enzim xylanase yang
tinggi dan dengan kemampuan mendegradasi substrat mengandung
xylan yang tinggi pula (Tabel 5.11 – 5.12). Terhadap potensi aktivitas enzim
lainnya ataupun multi enzim selulase dan xylanase “selulosom” belum
dilaksanakan, namun dari berbagai referensi serta kedekatan
kekerabatan filogenetik menunjukkan potensi dihasilkannya selulosom
dan/atau jenis enzim lainnya cukup tinggi.
Berdasarkan informasi GenBank diketahui Bacillus sp. Strain
SAUF201 yang homolog dengan isolat bakteri selulolitik terpilih asal rayap
“Bacillus sp. strain BT3CL”sebelumnya dilaporkan oleh Chen, F., Mou, L.,
dan Zhang, X. pada 27 Desember 2016 diisolasi dari saluran cerna
Eupolyphaga sinensis sebagai obat tradisional di China
(https://ncbi.nlm.nih.gov/nucleotide/KX879851.1), sedangkan bakteri
xylanolitik terpilih yang homolog dengan Bacillus sp. Strain Suaeda B-003
sebelumnya dilaporkan oleh Wu, Y., Wei, X., Hao, Y., dan Zhao, H. pada
30 November 2016 hasil isolasi dan identifikasi dari Bacillus
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/nucleotide/KT981879.1). Ini menunjukkan
bakteri selulolitik unggul khususnya mempunyai peranan penting dalam
bidang kesehatan. Flint dan Garner (2009) mengungkapkan bahwa
Bacillus sp. merupakan sumber direct fed microbial/DFM (mikroba yang
langsung dimanfaatkan sebagai pakan) yang merupakan sumber
probiotik dan immunostimulan bagi ternak.
Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa bakteri pendegradasi
xylan (xylanolitik) terpilih asal rayap “Bacillus sp. strain BT8XY”
mempunyai kekerabatan dekat dengan Bacillus acidicola strain BT
HNGu 442, Cellulomonas sp. KAR58, Cellulomonas sp.strain T2 31MG-40, [-147-]
β
[-146-]
[-147-]
Paenibacillus amylolyticus strain IHBB 9270, maupun Klebsiella sp. strain
R326 (Gambar 5.16). Hal ini sejalan dengan pernyataan Wenzel et al.
(2002) mengungkapkan bahwa bakteri Cellulomonas, Bacillus (kecuali B.
cereus dan B. megaterium) serta Paenibacillus merupakan bakteri
sellulolitik dengan kemampuan mendegradasi selulosa maupun
hemiselulosa terbaik. Ratanakhanokchai et al. (1999) maupun
Purwadaria et al. (2004) juga mengungkapkan bahwa kelompok
Bacillus merupakan xylanolitik dengan aktivitas enzim tinggi, karena
mampu menghasilkan berbagai kompleks xylanase seperti extracellular
xylanase, β-xylosidase, arabinofuranosidase,dan acetyl esterase dengan
aktivitas spesifik masing-masing 4,8; 0,21; 0,15 dan 0,24 U/mg protein.
Gilbert dan Hazzlewood (1993) menyebutkan Bacillus sp. merupakan
salah satu bakteri yang mampu memproduksi multisellulase-xylanase
“selulosom” yang bekerja sinergis mendegradasi komponen dinding sel.
Gambar 5.12 Hasil Karakterisasi Isolat bakteri Selulolitik Unggul Asal Rayap
Gambar 5.13. Hasil Karakterisasi Isolat bakteri Xylanolitik Unggul Asal Rayap
[-148-]
Hasil uji morfologi dan biokimia menunjukkan bahwa kedua isolat
bakteri ini merupakan bakteri gram positif dengan bentuk sel
basil/batang, mempunyai kemampuan memfermentasi gula-gula seperti
arabinosa, cellubiosa, inositol, mannitol, mannosa, raffinosa, rhamnosa,
salicin, sorbitol, sukrosa, trehalosa, xylosa, galaktosa, methyl D-
glukcoside/MDG, inulin, ONPG, arginin dan nitrat. Kedua isolat bakteri inii
sama-sama tidak mampu memfermentasi senyawa adonitol, Citrat/CIT
dan Voges Proskauer/VP, namun isolat bakteri Bacillus sp strain BT3CL
mempunyai kemampuan memfermentasi Methyl-D-Mannoside/MDM,
sedangkan isolat bakteri Bacillus sp strain BT8XY tidak, sedangkan
terhadap senyawa Melizitosa/MLZ, bakteri Bacillus sp strain BT3CL tidak
mempunyai kemampuan memfermentasinya, sedangkan bakteri Bacillus
sp BT8XY mampu memfermentasinya (Tabel 5.16; Gambar 5.19-5.20).
Berdasarkan hasil karakterisasi dari ke-4 (keempat) isolat bakteri
lignoselulolitik unggul asal rayap (Aneurinibacillus sp. strain BT4LS,
Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, Bacillus sp. strain BT3CL dan Bacillus sp.
strain BT8XY) mempunyai kemampuan tinggi dalam memfermentasi
berbagai gula-gula. Hal ini menunjukkan bakteri-bakteri tersebut sangat
potensial dimanfaatkan sebagai biokatalis/starter dalam proses
fermentasi bahan pakan limbah pertanian. Apalagi dari uji kemampuan
perombakan senyawa lignoselulosa baik melalui uji tingkat degradasi
substrat sumber lignoselulosa maupun aktivitas enzim lignooselulase juga
menunjukkan hasil yang sangat positif. Sehingga pemanfaatannya
sebagai biokatalisator dalam proses fermentasi pakan limbah pertanian
sangat potensial dikembangkan.
[-149-]
[-148-]
[-149-]
BAB VI. BIOKATALISATOR BAKTERI LIGNOSELULOLITIK
6.1 Bakteri Lignoselulolitik, Biokatalisator Limbah Pertanian
Biokatalisator merupakan suatu bahan/zat biologis (berasal dari
mahluk hidup/organisme biologis) yang berfungsi sebagai pemacu
(mempercepat) dan/atau pengarah (pemberi arah) dari suatu proses
reaksi. Mikroorganisme beserta produk metabolit yang dihasilkannya
seperti enzim, hormon maupun asam-asam organik merupakan
katalisator yang utama dalam suatu proses reaksi biokimia di alam ini.
Mikroorganisme dan/atau produk metabolitnya merupakan suatu
katalis (biokatalisator) yang bersifat spesifik, baik terhadap substrat yang
dikatalisis maupun produk/hasil reaksi yang dihasilkan (Hudiyono, 2004).
Bakteri lignoselulolitik dengan berbagai aktivitas enzim lignoselulase
(ligninase, selulase dan hemiselulase) yang dimilikinya (mono maupun
multiple function) mempunyai kemampuan tinggi sebagai biokatalisator
bahan pakan kaya senyawa lignoselulosa seperti pakan asal limbah
pertanian. Berbagai hasil penelitian telah menunjukkan bahwa bakteri
lignoselulolitik mempunyai kemampuan tinggi sebagai biokatalis (starter
dan/atau biokatalis) limbah pertanian (Mudita et al., 2009; Kamsani et
al., 2015; Sutama et al., 2018; Mudita et al., 2019). Pemanfaatan bakteri
lignoselulolitik mampu menghasilkan biokatalis (starter/biokatalis)
berkualitas dengan kandungan nutrien, populasi mikroba dan aktivitas
enzim yang tinggi. Hasil penelitian Mudita et al. dari Tahun 2015 -2019
menunjukkan potensi tinggi dari bakteri lignoselulolitik sebagai biokatalis.
6.2 Penelitian Pemanfaatan Bakteri Lignoselulolitik Sebagai Biokatalis Pakan Limbah Pertanian
Pemanfaatan bakteri lignoselulolitik unggul asal cairan rumen sapi
bali dan rayap untuk memproduksi biokatalis/starter cair (biokatalis cair)
untuk fermentasi pakan limbah pertanian telah penulis cobakan Tahun
2014. Kegiatan penelitian dilaksanakan dengan memanfaatkan
kedelapan isolat bakteri lignoselulolitik unggul yaitu 4 isolat bakteri asal
[-150-]
cairan rumen sapi bali (Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, Bacillus
subtilis strain BR4LG, Bacillus subtilis strain BR2CL dan Paenibacillus
dendritiformis strain BR3XY) dan 4 bakteri asal rayap (Aneurinibacillus sp.
strain BT4LS, Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, Bacillus sp. strain BT3CL dan
Bacillus sp. strain BT8XY). Bakteri lignoselulolitik tersebut diformulasi
sedemikian rupa untuk membentuk konsorsium bakteri lignoselulolitik
yang sinergis memanfaatkan medium pertumbuhan bakteri yang
diformulasi menggunakan bahan alami dan proanalisis.
Penelitian dilaksanakan dengan Rancangan Acak Lengkap/RAL
(Completely Randomized Design/CRD) dengan 11 perlakuan dan 3
ulangan, sehingga secara keseluruhan terdapat 33 unit percobaan.
Perlakuan didasarkan pada biokatalis cair (biokatalis) yang diproduksi
yaitu 9 biokatalis yang diformulasi dari bakteri lignoselulolitik terpilih asal
cairan rumen sapi bali dan/atau rayap serta 2 biokatalis kontrol yaitu
biokatalis yang diproduksi dengan medium biokatalis saja (BR0T0) dan
biokatalis yang diproduksi dari 10% cairan rumen segar yang dibiakkan
pada medium biokatalis (BCR).
Pengkodean perlakuan didasarkan pada evaluasi yang dilakukan
yaitu evaluasi kualitas biokatalis dan evaluasi efektivitas biokatalis
sebagai starter fermentasi bahan pakan berbasis limbah pertanian.
Perlakuan pada evaluasi kualitas biokatalis adalah:
1. BR0T0 yaitu biokatalis tanpa isolat bakteri unggul (medium biokatalis saja)
2. BR1234 yaitu biokatalis yang diformulasi dari bakteri lignoselulolitik (Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS), lignolitik (Bacillus subtilis strain BR4LG), selulolitik (Bacillus subtilis strain BR2CL) dan silanolitik (Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY) asal cairan rumen sapi bali
3. BT1234 yaitu biokatalis yang diformulasi dari bakteri lignoselulolitik unggul (Aneurinibacillus sp. strain BT4LS), lignolitik (Aneurinibacillus sp. strain BT5LG), selulolitik (Bacillus sp. strain BT3CL) dan silanolitik (Bacillus sp. strain BT8XY) asal rayap
4. BR12T34 yaitu biokatalis yang diformulasi dari bakteri lignoselulolitik (Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS), dan lignolitik (Bacillus subtilis strain BR4LG) asal cairan rumen sapi bali serta bakteri selulolitik (Bacillus sp. strain BT3CL) dan silanolitik (Bacillus sp. strain BT8XY) asal rayap
[-151-]
[-150-]
[-151-]
5. BR13T24 yaitu biokatalis yang diformulasi dari bakteri lignoselulolitik (Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS) dan selulolitik (Bacillus subtilis strain BR2CL) asal cairan rumen sapi bali serta isolat bakteri lignolitik (Aneurinibacillus sp. strain BT5LG) dan silanolitik (Bacillus sp. strain BT8XY) asal rayap
6. BR14T23 yaitu biokatalis yang diformulasi dari bakteri lignoselulolitik (Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS) dan silanolitik (Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY) asal cairan rumen sapi bali serta isolat bakteri lignolitik (Aneurinibacillus sp. strain BT5LG), dan selulolitik (Bacillus sp. strain BT3CL) asal rayap
7. BR23T14 yaitu biokatalis yang diformulasi dari bakteri lignolitik (Bacillus subtilis strain BR4LG) dan selulolitik (Bacillus subtilis strain BR2CL) asal cairan rumen sapi bali serta isolat bakteri lignoselulolitik (Aneurinibacillus sp. strain BT4LS) dan silanolitik (Bacillus sp. strain BT8XY) asal rayap
8. BR24T13 yaitu biokatalis yang diformulasi dari bakteri lignolitik (Bacillus subtilis strain BR4LG) dan silanolitik (Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY) asal cairan rumen sapi bali serta isolat bakteri lignoselulolitik (Aneurinibacillus sp. strain BT4LS) dan selulolitik (Bacillus sp. strain BT3CL) asal rayap
9. BR34T12 yaitu biokatalis yang diformulasi dari bakteri selulolitik (Bacillus subtilis strain BR2CL) dan silanolitik (Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY) asal cairan rumen sapi bali serta isolat bakteri lignoselulolitik (Aneurinibacillus sp. strain BT4LS) dan lignolitik (Aneurinibacillus sp. strain BT5LG) asal rayap
10. BR1234T1234 yaitu biokatalis yang diformulasi dari bakteri lignoselulolitik (Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS), lignolitik (Bacillus subtilis strain BR4LG), selulolitik (Bacillus subtilis strain BR2CL) dan silanolitik (Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY) asal cairan rumen sapi bali serta isolat bakteri lignoselulolitik (Aneurinibacillus sp. strain BT4LS), lignolitik (Aneurinibacillus sp. strain BT5LG), selulolitik (Bacillus sp. strain BT3CL) dan silanolitik (Bacillus sp. strain BT8XY) asal rayap
11. BCR yaitu biokatalis yang diproduksi menggunakan 10% cairan rumen segar yang dibiakkan pada medium biokatalis
Medium yang dipakai dalam produksi biokatalis pada penelitian ini
adalah medium yang disusun dari kombinasi sumber nutrien sintetis
(proanalisis) dan alami dengan komposisi dan kandungan nutrien
disajikan pada Tabel 6.1. Pembuatan medium biokatalis dilakukan
dengan cara mencampur seluruh bahan medium biokatalis hingga
homogen dan dibantu pula dengan proses pemanasan hingga mendidih
selama ± 15 menit dan selanjutnya disaring. Kemudian larutan medium
[-152-]
biokatalis disterilisasi dalam autoklap pada T 121oC selama 15 menit.
Setelah medium biokatalis mendingin (T 39oC), medium siap
dimanfaatkan dalam produksi biobiokatalis.
Tabel 6.1. Komposisi Bahan Penyusun Medium Biokatalis
Keterangan: 1)Hasil Analisis UPT. Lab. Analitik, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran
Biokatalis yang diproduksi pada penelitian ini adalah 9 biokatalis
cair yang diformulasi dari bakteri lignoselulolitik unggul hasil penelitian
Mudita tahap pertama (Penelitian Mudita, 2013) yang dibiakkan pada
medium biokatalis serta 2 biokatalis kontrol yaitu biokatalis biokatalis
yang diproduksi menggunakan medium biokatalis saja (BR0T0) dan
biokatalis yang diproduksi menggunakan 10% cairan rumen segar yang
dibiakkan pada medium biokatalis (BCR). Jenis dan komposisi biokatalis
yang diproduksi disajikan pada Tabel 6.2.
Produksi biokatalis dilakukan dengan cara mencampur 10% kultur
mikroba (sesuai perlakuan) dengan 90% medium biokatalis dalam
kondisi anaerob (sambil dialiri gas CO2), selanjutnya diinkubasi selama 5-7
(T 39oC) hari. Setelah masa inkubasi, biokatalis siap dimanfaatkan.
No Bahan Penyusun Komposisi
1 Thioglycollate Fluid Medium/TFM (g) 1 2 Supernatan Cairan rumen (ml) 10 3 Molases (g) 50 4 Urea (g) 1 5 Asam tanat 0,25 6 CMC 0,25 7 Xylanosa 0,25 8 Jerami Padi (g) 0,25 9 Tepung Ketela Pohon (g) 0,25 10 Dedak Padi (g) 0,25 11 Garam Dapur (g) 0,25 12 Multi Vitamin-Mineral “Pignox” (g) 0,15 13 Air Bersih hingga volumenya 1 liter
Kandungan Nutrien 1 1 Fosfor/P (ppm) 144,81 2 Kalsium/Ca (ppm) 736,07 3 Zincum/Zn (ppm) 5,80 4 Sulfur/S (ppm) 158,15 5 Protein Terlarut (g/ml) 0,0075
[-153-]
[-152-]
[-153-]
Tabel 6.2. Komposisi dan Formula Biokatalis dalam 1 liter
Formula
biokatalis
Medium Biokatalis
(ml)
Kultur Bakteri Unggul Rumen Sapi Bali (BR) (ml)
Kultur Bakteri Unggul asal Rayap (BT) (ml)
Cairan Rumen (ml) BR1 BR2 BR3 BR4
BT1 BT2 BT3 BT4
1. BR0T0 1000 - - - - - - - - -
2. BR1234 900 25 25 25 25 - - - - -
3. BT1234 900 - - - - 25 25 25 25 -
4. BR12T34 900 25 25 - - - - 25 25 -
5. BR13T24 900 25 - 25 - - 25 - 25 -
6. BR14T23 900 25 - - 25 - 25 25 - -
7. BR23T14 900 - 25 25 - 25 - - 25 -
8. BR24T13 900 - 25 - 25 25 - 25 - -
9. BR34T12 900 - - 25 25 25 25 - - -
10. BRMixTMix 900 12,5 12,5 12,5 12,5 12,5 12,5 12,5 12,5 -
11. BCR 900 - - - - - - - - 100 Keterangan: BR1=Pseudomonas aeruginosa strain GRD 16), BR2=Bacillus subtilis strain EXWB4-09),
BR3=Bacillus subtilis strain H1; BR4= Paenibacillus dendritiformis strain PP; BT1=Aneurinibacillus sp. XT-25; BT2=Aneurinibacillus sp. Bac270; BT3=Bacillus sp. strain SAUF201; BT4=Bacillus sp. strain Suaeda B-003
Evaluasi kualitas biokatalis cair bakteri lignoselulolitik asal cairan
rumen sapi bali dan rayap unggul didasarkan pada kandungan nutrien,
populasi bakteri lignoselulolitik, kemampuan degradasi substrat dan
aktivitas enzim yang dihasilkan.
Kandungan nutrien yang dianalisis dari biokatalis cair, yaitu;
kandungan protein terlarut, Kalsium/Ca, Fosfor/P, Belerang/S dan
Seng/Zn. Analisis kandungan protein terlarut ditentukan dengan metode
Bicinchoninic Acid (BCA) menggunakan PierceTM BCA Protein Assay Kit
(Produksi Thermo Scientific). Analisis mengikuti prosedur microplate
menggunakan standar albumin (Bovine Serum Albumin/BSA) pada
panjang gelombang 562 nm, sedangkan analisis kandungan Ca, P dan Zn
dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pengabuan basah,
selanjutnya kadar Ca dianalisis dengan EDTA Method, analisis kadar P
dan Zn dilakukan dengan terlebih dahulu membuat kurve standar P
(untuk analisis P) atau kurve standar Zn (untuk analisis Zn) sehingga nilai
K (nilai standar kurve diketahui). Analisis kadar P atau Zn dilakukan
menggunakan larutan standar P atau Zn menggunakan Atomic
[-154-]
Absorption Spectrophotometre (AAS) pada panjang gelombang 660 nm.
Sedangkan penentuan kadar S dilakukan dengan metode Iodometri
Populasi bakteri dari biokatalis cair yang diamati adalah jumlah
total bakteri, bakteri lignoselulolitik, lignolitik, selulolitik, dan silanolitik.
Total bakteri dihitung menggunakan medium pertumbuhan bakteri
padat tanpa substrat. Bakteri lignoselulolitik, lignolitik, selulolitik dan
xylanolitik dihitung menggunakan medium pertumbuhan bakteri padat
spesifik seperti medium saat isolasi bakteri pada penelitian Tahap
Pertama (Gambar 6.1).
Pengamatan populasi bakteri dilakukan dengan terlebih dahulu
melakukan pengenceran berseri terhadap biokatalis cair menggunakan
larutan NaCl 0,9% (10-1 sampai 10-7). Kultivasi biokatalis cair dilakukan
pada beberapa seri pengenceran yaitu 10-3, 10-5dan 10-7 dengan cara
membiakkan 50 µl larutan biokatalis cair (kecuali BR0T0 sebanyak 250 µl)
ke dalam medium pertumbuhan padat cawan petri yang selanjutnya
dihomogenkan (digoyang mendatar) serta dibiarkan hingga memadat.
Kultivasi dilakukan secara anaerob selama 24 jam dalam inkubator T
39oC. Penghitungan populasi bakteri menggunakan metode direct count.
Gambar 6.1 Perhitungan Populasi Bakteri dari Biokatalis cair
[-155-]
[-154-]
[-155-]
Kemampuan degradasi substrat dari biokatalis cair yang diukur
pada penelitian ini adalah kemampuan degradasi lignin (dengn substrat
asam tanat), degradasi selulosa (dengan substrat CMC), degradasi
xylanosa (dengan substrat xylan), kemampuan degradasi jerami padi dan
kemampuan degradasi dedak padi.
Evaluasi kemampuan degradasi substrat dari biokatalis cair
dikerjakan dengan prosedur yang sama dengan evaluasi kemampuan
degradasi substrat dari bakteri (telah diuraikan pada Bab IV, Gambar
4.8) yaitu didasarkan pada diameter zone bening/zone difusi yang
terbentuk/dihasilkan oleh biokatalis cair pada medium padat
mengandung substrat uji. Evaluasi kemampuan degradasi dilakukan
dengan cara menginokulasikan 15 µl biokatalis cair uji pada paper disc
diameter 0,6 cm yang diletakkan pada medium padat spesifik cawan
petri (1% substrat uji pada medium pertumbuhan bakteri padat).
Inkubasi dilakukan secara anaerob selama 24 jam pada suhu 39oC.
Aktivitas spesifik enzim lignoselulolitik dari biokatalis cair yang diukur
pada penelitian ini adalah aktivitas spesifik enzim ligninase, endo-
glukanase, ekso-glukanase, dan xilanase masing-masing pada substrat
asam tanat, CMC, avicel atau xylan. Evaluasi aktivitas spesifik enzim
lignoselulolitik biokatalis cair dikerjakan dengan prosedur dan
menggunakan kurve standar yang sama dengan evaluasi aktivitas enzim
dari bakteri (telah diuraikan pada Bab IV) mengikuti metode Adney dan
Baker (2008). Aktivitas spesifik enzim diestimasi berdasarkan kurve
standar yang diperoleh (Adney dan Baker, 2008; Ghose, 1987), yaitu
aktivitas ligninase menggunakan persamaan Y=0,00635X + 0,21098 (R2 =
0,929); aktivitas selulase (endo-glukanase dan ekso-glukanase)
menggunakan persamaan Y=0,00622X + 0,14277 (R2=0,972); aktivitas
xylanase menggunakan persamaan Y=0,00002X + 0,20525 (R2=0,897)
(Gambar 4.11). Unit aktivitas spesifik enzim (U) didefinisikan sebagai 1
µmol vanillin/gula pereduksi yang dihasilkan tiap gram protein enzim per
menit dalam kondisi assay (Irfan et al., 2012; Lo et al., 2009).
[-156-]
HASIL PENELITIAN BIOKATALIS CAIR
A. Kandungan Nutrien dari Biokatalis Cair Bakteri Lignoselulolitik
Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa pemanfaatan bakteri
terpilih asal cairan rumen sapi bali dan rayap (Pseudomonas aeruginosa
strain BR9LS, Bacillus subtilis strain BR4LG, Bacillus subtilis strain BR2CL,
aenibacillus dendritiformis strain BR3XY serta Aneurinibacillus sp. strain
BT4LS, Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, Bacillus sp. strain BT3CL, Bacillus
sp. strain BT8XY) dalam produksi biokatalis bakteri lignoselulolitik mampu
menghasilkan biokatalis starter pakan limbah pertanian berkualitas
tinggi (Tabel 6.3 – 6.9).
Tabel 6.3. Kandungan Nutrien dan Derajat Keasaman dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik
Biokatalis3 Kandungan Nutrien1
pH2 Protein Terlarut (%)
Fosfor (P) (ppm)
Kalsium (Ca)(ppm)
Seng (Zn)(ppm)
Belerang (S)(ppm)
BR0T04 2,877a6 151,027a 867,757a 7,867a 195,580a 5,023b
BR1234 2,997ab 159,460ab 960,553b 8,061a 242,837b 4,170a BT1234 3,033b 162,150abc 962,190b 8,103a 247,447b 4,183a BR12T34 3,117b 171,263bcd 980,543bc 7,950a 245,667b 4,190a BR13T24 3,253c 172,470bcde 977,167bc 8,072a 246,000b 4,267a BR14T23 3,287c 174,550cde 969,090b 8,087a 247,000b 4,120a BR23T14 3,880e 194,550fg 993,090bc 8,520a 257,357b 4,063a BR24T13 3,673d 186,217efg 984,757bc 8,587a 256,003b 4,077a BR34T12 3,580d 183,550def 992,257bc 8,087a 253,890b 3,987a BRmixTmix 3,290c 173,550cde 971,373b 8,153a 253,890b 4,177a BCR5 3,933e 197,873g 1041,677c 8,873a 258,170b 4,030a SEM7 0,027 2,72 13,705 0,434 3,775 0,063 Keterangan: 1)Hasil Analisis UPT. Lab. Analitik UNUD, 2)Hasil Analisis Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas
Peternakan UNUD, 3)Biokatalis yang diproduksi menggunakan bakteri cairan rumen sapi bali (R) dan rayap (T), yaitu: R1=Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, R2=Bacillus subtilis strain BR4LG, R3=Bacillus subtilis strain BR2CL, R4=Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY, Rmix=Kombinasi Isolat R1;R2;R3 dan R4, T1=Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, T2=Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, T3=Bacillus sp. strain BT3CL, T4=Bacillus sp. strain BT8XY, Tmix=Kombinasi T1, T2, T3 dan T4, 4)BR0T0=Biokatalis yang diproduksi tanpa isolat bakteri (medium biokatalis saja), 5)BCR = Biokatalis yang diproduksi menggunakan 10% cairan rumen sapi bali, 6)Huruf yang sama pada kolom sama menunjukkan nilai berbeda tidak nyata (P>0,05),7)SEM=Standard Error of The Treatment Means
Analisis kandungan nutrien dari biokatalis cair bakteri lignoselulolitik
(Tabel 6.3) menunjukkan formula biokatalis bakteri lignoselulolitik yang
diproduksi memanfaatkan bakteri lignoselulolitik, lignolitik, selulolitik dan
xylanolitik terpilih asal cairan rumen sapi bali (R1=Pseudomonas
aeruginosa strain BR9LS, R2=Bacillus subtilis strain BR4LG, R3=Bacillus
subtilis strain BR2CL, R4=Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY), dan
[-157-]
[-156-]
[-157-]
rayap (T1=Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, T2=Aneurinibacillus sp. strain
BT5LG, T3=Bacillus sp. strain BT3CL, T4=Bacillus sp. strain BT8XY) dengan
formula BR1234; BT1234; BR12T34; BR13T24; BR14T23; BR23T14; BR24T13; BR34T12 dan
BRmixTmix menghasilkan biokatalis yang mempunyai kandungan protein,
fosfor, kalsium seng dan belerang yang tinggi dan meningkat secara
nyata (P<0,05) (kecuali Zn) dibandingkan biokatalis tanpa bakteri
lignoselulolitik terpilih (BR0T0) dan dengan derajat keasaman yang lebih
tinggi (pH lebih rendah) (P<0,05). Terhadap biokatalis yang diproduksi
dengan 10% cairan rumen sapi bali (BCR), hasil penelitian menunjukkan
biokatalis cair bakteri lignoselulolitik mempunyai kandungan nutrien dan
pH berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan biokatalis BCR (Tabel 6.3).
Pada penelitian ini, biokatalis yang diproduksi memanfaatkan isolat
bakteri unggul rumen sapi bali dan rayap mempunyai kandungan
protein 2,997 – 3,880%, fosfor/P 159,460–194,550 ppm, kalsium/Ca 960 –
993,090 ppm, belarang/S 242,837 – 257,357 ppm, yang masing-masing
sebesar 4,17-34,88%; 5,584-28,818%, 10,694-14,443%; 24,162-31,586% lebih
tinggi (P<0,05) dibandingkan BR0T0 (2,877%), namun berbeda tidak
nyata (P>0,05) dibandingkan biokatalis yang diproduksi dengan 10%
cairan rumen/BCR yang mempunyai kandungan protein 3,933%, fosfor
197,873 ppm, kalsium 1041,667 ppm, dan belerang 258,170 ppm. Terhadap
kandungan seng/Zn, semua formula biokatalis mempunyai kandungan
Zn yang berbeda tidak nyata (P>0,05) yaitu 7,867 – 8,873 ppm. Terhadap
derajat keasaman/pH, biokatalis yang diproduksi memanfaatkan bakteri
unggul rumen sapi bali dan rayap mempunyai pH 3,987 – 4,267 yaitu
15,063-20,637% lebih rendah (P<0,05) daripada biokatalis BR0T0 (pH
5,023), namun berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan biokatalis BCR (pH
4,030) (Tabel 6.3).
Dihasilkannya kandungan nutrien yang cukup tinggi pada semua
formula biokatalis merupakan respon dari cukup baiknya formula
medium biokatalis yang dipakai yaitu kombinasi bahan kimia dan bahan
alami (Tabel 6.1) serta rendahnya kompetisi antar bakteri yang mampu
mendukung pertumbuhan dan aktivitas mikroba dari biokatalis tersebut
[-158-]
(Tabel 6.4). Tingginya pertumbuhan mikroba (bakteri) yang terindikasi
dari populasi bakteri biokatalis (Tabel 6.4) akan secara langsung
berkontribusi terhadap kandungan nutrien biokatalis yang dapat berasal
dari pemecahan/degradasi senyawa kompleks dari bahan medium
biokatalis menjadi senyawa-senyawa sederhana serta nutrien yang
berasal dari komponen sel tubuh mikroba/bakteri yang memang tersusun
atas protein/asam amino serta berbagai mineral (Hungate, 1966; Ogimoto
dan Imai, 1981).
Sinergisme mikroba yang tumbuh dan berkembangbiak juga akan
sangat mendukung kandungan nutrien biokatalis. Semakin sinergis
mikroba/bakteri yang tumbuh, populasi bakteri akan semakin tinggi
sehingga semakin tinggi pula kandungan nutrien dari biokatalis (Shi dan
Weimer, 1997). Kondisi ini juga tampak pada penelitian ini, dimana
formula biokatalis BR23T14, BR24T13 dan BR34T12 yang diformulasi
memanfaatkan kombinasi bakteri unggul rumen sapi Bacillus subtilis
strain BR4LG dan Bacillus subtilis strain BR2CL serta dengan bakteri unggul
asal rayap Aneurinibacillus sp. strain BT4LS dan Bacillus sp. strain BT8XY
(BR23T14); kombinasi Bacillus subtilis strain BR4LGdan Paenibacillus
dendritiformis strain BR3XY asal rumen sapi bali dengan Aneurinibacillus
sp. strain BT4LS dan Bacillus sp. strain BT8XY asal rayap (BR24T13), dan
kombinasi Bacillus subtilis strain BR2CL dan Paenibacillus dendritiformis
strain BR3XY dengan Aneurinibacillus sp. strain BT4LS dan Aneurinibacillus
sp. strain BT5LG (BR34T12) mempunyai kandungan nutrien baik protein
maupun makro dan mikro mineral secara kuantitatif lebih tinggi dari
biokatalis lainnya (Tabel 6.1) yang sejalan dengan populasi bakteri baik
jumlah total bakteri, bakteri lignoselulolitik, bakteri lignolitik, bakteri
selulolitik maupun bakteri xylanolitik (Tabel 6.4). Hal ini mengindikasikan
sinergisme bakteri yang tumbuh dan berkembangbiak dalam biokatalis
sejalan dengan kandungan nutrien dari biokatalis yang dihasilkan.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa biokatalis yang diproduksi
dari kombinasi dari bakteri terpilih asal rumen sapi bali dan rayap
mampu menghasilkan biokatalis dengan kandungan nutrien secara
[-159-]
[-158-]
[-159-]
kuantitatif lebih tinggi (P>0,05) daripada biokatalis yang diproduksi dari
satu sumber bakteri (kecuali terhadap BCR) (Tabel 6.3). Hal tersebut
menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi isolat bakteri dari sumber
berbeda mampu menghasilkan efek sinergis dan tidak terjadinya
kompetisi sepanjang kebutuhan nutrien terpenuhi dengan baik. Pada
penelitian ini tampak bahwa kombinasi isolat dari sumber berbeda
mampu menghasilkan pertumbuhan dan aktivitas mikroba lebih baik
yang ditunjukkan adanya populasi bakteri (Tabel 6.4), kemampuan
degradasi substrat dan aktivitas enzim yang tinggi (Tabel 6.5 - 6.9).
Tabel 6.3 juga menunjukkan bahwa biokatalis yang diproduksi
memanfaatkan 10% cairan rumen segar (BCR) mempunyai kandungan
nutrien secara kuantitatif tertinggi dibandingkan dengan biokatalis
lainnya. Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh penggunaan cairan
rumen yang memang kaya berbagai mikroba serta enzim yang
dihasilkan, nutrients ready fermentable dan berbagai senyawa organik
yang mendukung peningkatan kandungan nutrien dan populasi bakteri
dari biokatalis yang dihasilkan (Arora, 1995; Kamra, 2005; Firkin et al.,
2006). Hasil penelitian penulis sebelumnya (Mudita et al., 2009) juga
menunjukkan hasil yang sejalan, bahwa pemanfaatan 5-20% cairan
rumen segar menghasilkan biokatalis dengan kandungan nutrien dan
populasi mikroba tinggi.
B. Populasi Bakteri dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik
Terhadap populasi bakteri, hasil penelitian menunjukkan bahwa
biokatalis yang diformulasi memanfaatkan bakteri lignoselulolitik terpilih
(Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, Bacillus subtilis strain BR4LG,
Bacillus subtilis strain BR2CL, aenibacillus dendritiformis strain BR3XY asal
cairan rumen sapi bali serta Aneurinibacillus sp. strain BT4LS,
Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, Bacillus sp. strain BT3CL, Bacillus sp. strain
BT8XY asal rayap) mempunyai populasi bakteri yaitu total bakteri,
bakteri lignoselulolitik, bakteri lignoliltik, bakteri selulolitik, bakteri
xylanolitik lebih tinggi dan berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan
[-160-]
populasi bakteri dari biokatalis yang diproduksi tanpa menggunakan
bakteri lignoselulolitik/BR0T0, namun berbeda tidak nyata (P>0,05)
dengan biokatalis yang diproduksi menggunakan 10% cairan rumen
segar/BCR (Tabel 6.4).
Tabel 6.4. Populasi Bakteri dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik
Biokatalis2 Populasi Bakteri dari Biokatalis1
Total Bakteri B. Lignoslltk B. Lignolitik B. Selulolitik B. Xylanolitik (x 108sel/ml) (x 108sel/ml) (x 108sel/ml) (x 108sel/ml) (x 108sel/ml)
BR0T03 0,261a5 0,100a 0,080a 0,145a 0,113a
BR1234 1,540b 1,167b 0,753b 1,080b 0,813b BT1234 1,753b 1,307bc 0,780b 1,093b 0,820bc BR12T34 2,220c 1,347bc 0,847bc 1,140b 0,873bcd BR13T24 2,180c 1,340bc 0,853bc 1,120b 0,893bcd BR14T23 2,200c 1,340bc 0,893bc 1,127b 0,933bcd BR23T14 2,367c 1,853d 1,047d 1,167b 1,000de BR24T13 2,293c 1,587cd 0,953cd 1,147b 0,993cde BR34T12 2,293c 1,573cd 0,933cd 1,140b 0,980bcde BRmixTmix 2,287c 1,400bc 0,900bcd 1,140b 0,920bcd BCR4 2,400c 1,453bc 0,880cd 1,067b 1,153e SEM6 0,065 0,069 0,032 0,021 0,036 Keterangan: 1)Hasil Analisis Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan UNUD, 2)Biokatalis yang
diproduksi menggunakan bakteri terpilih asal cairan rumen sapi bali (R) dan/atau rayap (T), yaitu: R1=Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, R2=Bacillus subtilis strain BR4LG, R3=Bacillus subtilis strain BR2CL, R4=Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY, Rmix=Kombinasi Isolat R1;R2;R3 dan R4, T1=Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, T2=Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, T3=Bacillus sp. strain BT3CL, T4=Bacillus sp. strain BT8XY, Tmix=Kombinasi T1, T2, T3 dan T4, 3)BR0T0=Biokatalis yang diproduksi tanpa isolat bakteri (medium biokatalis saja), 4)BCR = Biokatalis yang diproduksi menggunakan 10% cairan rumen sapi bali, 5)Huruf yang sama pada kolom sama menunjukkan nilai berbeda tidak nyata (P>0,05),6SEM=Standard Error of The Treatment Means
Tingginya populasi bakteri dari biokatalis yang diproduksi
memanfaatkan kultur mikroba cairan rumen (BCR) atau kultur
kombinasi bakteri unggul rumen sapi bali dan/atau rayap (BR1234; BT1234;
BR12T34; BR13T24; BR14T23; BR23T14; BR24T13; BR34T12 dan BRmixTmix)
dibandingkan dengan biokatalis tanpa kultur mikroba/BR0T0 (Tabel 6.4)
menunjukkan medium biokatalis yang dipakai cukup baik untuk
mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri sehingga
populasi bakteri biokatalis cukup tinggi. Adanya bakteri baik total
bakteri, bakteri lignoselulolitik, lignolitik, selulolitik maupun xylanolitik
pada biokatalis BR0T0 yang awalnya hanya tersusun atas medium
biokatalis saja (tanpa kultur bakteri), semakin menunjukkan baiknya
kualitas formula medium biokatalis sebagai media pertumbuhan bakteri.
[-161-]
[-160-]
[-161-]
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan 10% cairan
rumen sapi bali mampu menghasilkan biokatalis cair dengan populasi
total bakteri dan bakteri xylanolitik secara kuantitatif tertinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa rumen sapi bali kaya mikroba/bakteri terutama
bakteri pendegradasi xylan. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat
Kamra (2005) yang mengungkapkan bahwa ruminansia di daerah tropik
yang diberi pakan kaya serat kasar mempunyai populasi mikroba yang
tinggi yang terdiri dari 1010-1011 sel bakteri/ml cairan rumen, 104–106 CFU
protozoa/ml, dan 103-105 zoospore fungi/ml. Hespell (1988) dan Zorec et al.
(2014) mengungkapkan bahwa bakteri rumen strain Bacterioides
(fibrobacter) succinogenes, Ruminocoocus albus,Rumimococcus
flavefaciens serta Butiryvibrio fibrisolvens merupakan jenis bakteri paling
banyak yang terdapat dalam rumen yang merupakan bakteri
pendegradasi selulosa dan/atau hemiselulosa. Disamping itu, pakan sapi
bali umumnya berupa rerumputan yang kaya hemiselulosa (terutama
xylan) sehingga populasi bakteri pendegradasi xylan yang tumbuh pada
biokatalis BCR menjadi tinggi.
Dihasilkannnya populasi bakteri lignoselulolitik dan lignolitik yang
secara kuantitatif tertinggi oleh biokatalis yang diformulasi
menggunakan kombinasi bakteri unggul dari sumber berbeda yaitu
rumen sapi bali dan rayap dengan kode BR23T14; BR24T13 dan BR34T12
menunjukkan bahwa pada kombinasi bakteri tersebut tidak terjadi
kompetisi bahkan menunjukkan adanya hubungan sinergis dalam
pertumbuhan maupun aktivitasnya sehingga populasinya dalam
biokatalis menjadi tinggi. Prabowo (2007) dan Kamsani et al. (2015) juga
menunjukkan bahwa kombinasi antara 2 isolat, 3 isolat maupun 4 isolat
berbeda yang mampu bekerja sinergis akan tumbuh dengan lebih cepat
serta mempunyai aktivitas enzim yang lebih tinggi dari isolat tunggal. Hal
yang sama kemungkinan terjadi pada penelitian ini yakni biokatalis yang
diformulasi menggunakan kombinasi bakteri unggul dari sumber berbeda
terutama formula BR23T14; BR24T13 dan BR34T12 menghasilkan hubungan
[-162-]
yang sinergis sehingga populasi dan kemampuan biokatalis dalam
merombak bahan pakan/substrat sumber lignoselulosa meningkat.
C. Aktivitas Enzim Lignoselulase dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik
Evaluasi kualitas enzim lignoselulase dari biokatalis telah
menunjukkan bahwa biokatalis yang diformulasi memanfaatkan bakteri
lignoselulolitik unggul rumen sapi bali dan rayap serta biokatalis cairan
rumen sapi bali menghasilkan ekstrak enzim dengan kandungan protein
1,990 – 2,223% atau 83,12 – 104,60% lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan
biokatalis BR0T0 yang mempunyai kandungan protein 1,087% (Tabel 6.5)
serta aktivitas spesifik ligninase, endoglukanase, eksoglukanase dan
xylanase lebih tinggi (Tabel 6.6 – 6.8).
Tabel 6.5. Kandungan Protein dari Ekstrak Enzim Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik
Biokatalis2 Kandungan Protein dari Ekstrak Enzim Biokatalis (%)1
BR0T03 1,087a5
BR1234 1,997b
BT1234 2,030b
BR12T34 2,007b
BR13T24 2,010b
BR14T23 2,027b
BR23T14 2,122b
BR24T13 2,077b
BR34T12 2,083b
BRmixTmix 1,990b
BCR4 2,223b
SEM6 0,050 Keterangan: 1)Hasil Analisis Lab. Biokimia FK UNUD, 2)Biokatalis yang diproduksi menggunakan bakteri terpilih
asal cairan rumen sapi bali (R) dan/atau rayap (T), yaitu: R1=Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, R2=Bacillus subtilis strain BR4LG, R3=Bacillus subtilis strain BR2CL, R4=Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY, Rmix=Kombinasi Isolat R1;R2;R3 dan R4, T1=Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, T2=Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, T3=Bacillus sp. strain BT3CL, T4=Bacillus sp. strain BT8XY, Tmix=Kombinasi T1, T2, T3 dan T4, 3)BR0T0=Biokatalis yang diproduksi tanpa isolat bakteri (medium biokatalis saja), 4)BCR = Biokatalis yang diproduksi menggunakan 10% cairan rumen sapi bali, 5)Huruf yang sama pada kolom sama menunjukkan nilai berbeda tidak nyata (P>0,05),6)SEM=Standard Error of The Treatment Means
Evaluasi aktivitas spesifik ligninase dari biokatalis cair menggunakan
substrat asam tanat menunjukkan bahwa biokatalis yang diproduksi
memanfaatkan bakteri lignoselulolitik unggul rumen sapi bali dan/atau
rayap (BR1234; BT1234; BR12T34; BR13T24; BR14T23; BR23T14; BR24T13; BR34T12 dan
[-163-]
[-162-]
[-163-]
BRmixTmix) serta biokatalis dari cairan rumen sapi bali (BCR) menghasilkan
aktivitas spesifik enzim ligninase nyata lebih tinggi (P<0,05) masing-
masing sebesar 393,54–455,30%; 243,24–295,00%; 106,24 – 178,30%; 91,00
– 127,64%; 67,85 – 105,24%; 44,98-68,88% setelah inkubasi selama 30
menit, 1 jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam, dan 24 jam dibandingkan dengan
biokatalis tanpa kultur/bakteri lignoselulolitik unggul/BR0T0 yang
menghasilkan aktivitas spesifik ligninase sebesar 0,758 U; 0,688 U; 0,422 U;
0,302 U; 0,189 U; 0,124 U.Biokatalis BR23T14 menghasilkan aktivitas spesifik
ligninase tertinggi (kecuali pada inkubasi 24 yaitu BR24T13), disusul BR24T13
pada posisi ke-2 (kecuali pada inkubasi 1 jam sebagai terbaik ketiga),
dan BR34T12diposisi ketiga kecuali pada inkubasi 3 dan 6 jam yang terbaik
ketiga ditempati masing-masing oleh BR12T34 dan BR13T24 sedangkan pada
inkubasi 3 dan 6 jam, BR13T24 berada pada posisi ketiga (Tabel 6.6).
Tabel 6.6. Aktivitas Spesifik Enzim Ligninase dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik
Biokatalis3 Aktivitas Spesifik Enzim Ligninase dari Biokatalis (U)1;2
30 menit 1 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam BR0T0
4 0,758a 0,688a 0,422a 0,302a 0,189a 0,124a BR1234 4,069b 2,599bc 1,003bcd 0,577b 0,318b 0,184bcd BT1234 4,037b 2,681c 1,020bcde 0,615bc 0,331bc 0,180b BR12T34 4,006b 2,638bc 1,139de 0,637bcd 0,339bcd 0,183bc BR13T24 3,991b 2,667bc 0,871b 0,674cd 0,363bcde 0,191bcde BR14T23 4,009b 2,652bc 1,123cde 0,660cd 0,372cde 0,205bcde BR23T14 4,212b 2,718c 1,175e 0,687d 0,389e 0,208de BR24T13 4,147b 2,698c 1,148de 0,680cd 0,384de 0,210e BR34T12 4,136b 2,717bc 1,135cde 0,673cd 0,374cde 0,208de BRmixTmix 4,029b 2,618bc 1,102cde 0,625bcd 0,362bcde 0,207cde BCR5 3,743b 2,362b 0,975bc 0,578b 0,343bcde 0,197bcde
SEM7 0,127 0,065 0,033 0,015 0,009 0,005 Keterangan: 1)Hasil Analisis Lab. Biokimia Fakultas Kedokteran UNUD, 2)Hasil Analisis Lab. Nutrisi dan Makanan
Ternak, Fakultas Peternakan UNUD, 3)Biokatalis yang diproduksi menggunakan bakteri cairan rumen sapi bali (R) dan/atau rayap (T), yaitu: R1=Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, R2=Bacillus subtilis strain BR4LG, R3=Bacillus subtilis strain BR2CL, R4=Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY, Rmix=Kombinasi Isolat R1;R2;R3 dan R4, T1=Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, T2=Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, T3=Bacillus sp. strain BT3CL, T4=Bacillus sp. strain BT8XY, Tmix=Kombinasi T1, T2, T3 dan T4, 4)BR0T0=Biokatalis yang diproduksi tanpa isolat bakteri (medium biokatalis saja), 5)BCR = Biokatalis yang diproduksi menggunakan 10% cairan rumen sapi bali, 6)Huruf yang sama pada kolom sama menunjukkan nilai berbeda tidak nyata (P>0,05),7)SEM=Standard Error of The Treatment Means
Dihasilkannya aktivitas ligninase yang tinggi dan didukung
kandungan protein ekstrak enzim tinggi oleh biokatalis yang diformulasi
memanfaatkan bakteri lignoselulolitik terpilih cairan rumen sapi bali
dan/atau rayap serta biokatalis cairan rumen sapi bali menunjukkan
[-164-]
tingginya kualitas dan kuantitas enzim yang dihasilkan oleh biokatalis
tersebut. Pemanfaatan bakteri lignolitik asal cairan rumen sapi bali
“Bacillus subtilis strain BR4LG” yang dikombinasikan dengan isolat bakteri
lignoselulolitik asal rayap “Aneurinibacillus sp. strain BT4LS” serta bakteri
selulolitik rumen sapi bali “Bacillus subtilis strain BR2CL” dan bakteri
xylanolitik asal rayap “Bacillus sp. strain BT8XY” pada biokatalis BR23T14
telah menghasilkan enzim dengan aktivitas spesifik ligninase tertinggi
pada inkubasi selama 1 – 24 jam dalam substrat asam tanat (Tabel 6.6).
Pemanfaatan bakteri lignoselulolitik unggul terpilih asal cairan
rumen sapi bali Pseudomonas aeruginosa strain BR9LSyang beberapa
strain sejenis diketahui juga mempunyai kemampuan perombakan lignin
tinggi serta dianggap paling efisien (Lynd et al., 2002; Yang, 2007), pada
penelitian ini malah cendrung menghasilkan biokatalis dengan aktivitas
lignolitik yang lebih rendah daripada biokatalis tanpa isolat bakteri
tersebut. Hal ini kemungkinan menunjukkan pemanfaatan bakteri
terpilih tersebut mengakibatkan terjadinya kompetisi antar bakteri yang
terindikasi dari populasi bakteri baik total bakteri, bakteri lignoselulolitik,
maupun bakteri lignolitik dari biokatalis yang memanfaatkan bakteri
tersebut (BR1234; BR12T34; BR13T24 dan BR14T23) cendrung lebih rendah
daripada biokatalis lainnya (Tabel 6.6).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sinergisme antar bakteri
yang ada dalam biokatalis sangat mempengaruhi aktivitas spesifik
ligninase yang dihasilkan. Pada penelitian ini, aktivitas spesifik ligninase
dipengaruhi oleh populasi bakteri lignolitik dan kemampuan degradasi
dari tiap isolat bakteri yang dipakai dalam formulasi biokatalis. Berbagai
referensi juga menunjukkan bahwa bakteri yang diformulasi pada
biokatalis BR23T14 mempunyai kemampuan sebagai pendegradasi
senyawa lignin. Min et al. (2015); Lai et al. (2016); dan Data et al. (2017)
mengungkapkan Bacillus subtilis menghasilkan Laccase/Lac, dye-
decolorizing peroksidase/DyP, lignin peroksidase/LiP, dan mangan
peroksidase/MnP yang mampu merombak senyawa lignin menjadi
komponen penyusunnya melalui proses pelarutan, demineralisasi,
[-165-]
β
[-164-]
[-165-]
maupun pemecahan rantai samping senyawa aromatik dari lignin.
Disamping itu, Aneurinibacillus dan Bacillus sp. yang juga dimanfaatkan
dalam formulasi biokatalis tersebut (BR23T14) diketahui mampu
menghasilkan enzim pendegradasi lignin seperti MnPdan Lac yang
mampu mendegradasi rantai samping dari senyawa aromatik lignin serta
merombak lignin melalui proses depolimerisasi (Lotfi, 2014; Chandra et
al., 2015; Abdelaziz et al., 2016). Martini et al. (2003) juga
mengungkapkan bakteri dari genus Bacillus (isolat SPH-10) yang diisolasi
dari sampah domestik mampu mendegradasi lignin (lindi hitam) sebesar
78%. Adanya berbagai bakteri yang yang mampu bekerja sinergis akan
meningkatkan aktivitas ligninase dari biokatalis yang dihasilkan,
Evaluasi aktivitas spesifik endoglukanase dari biokatalis
menggunakan substrat CMC menunjukkan formula biokatalis bakteri
lignoselulolitik unggul cairan rumen sapi bali dan/atau rayap serta
biokatalis cairan rumen sapi bali mempunyai aktivitas spesifik
endoglukanase nyata lebih tinggi (P<0,05) 92,41 – 147,45% pada inkubasi
30 menit, 81,96 – 145,77% (inkubasi 1 jam), 70,17 – 152,97% (inkubasi 3
jam), 34,39 – 94,36% (inkubasi 6 jam), 12,33 – 56,91% (kecuali BCR pada
inkubasi 12 jam), dan 6,56 – 30,14% (kecuali BCR, pada inkubasi 24 jam)
dibandingkan dengan biokatalis BR0T0 yang menghasilkan aktivitas
spesifik endoglukanase pada setiap periode waktu inkubasi (30 menit -
24 jam) yaitu masing-masing sebesar 3,702U; 2,075 U; 0,891 U; 0,639U;
0,454 U; dan 0,273 U. Biokatalis BR23T14, BR24T13 dan BR34T12 merupakan
tiga biokatalis dengan aktivitas spesifik endoglukanase tertinggi yang
bertanggungjawab terhadap pemecahan ikatan β-1,4 glukosida dari
struktur bagian dalam (kristalin/amorf) senyawa selulosa (Tabel 6.7).
Hasil yang sejalan tampak pada aktivitas spesifik eksoglukanase
biokatalis (Tabel 6.7). Penelitian menunjukkan pemanfaatan bakteri
lignoselulolitik unggul rumen sapi bali dan/atau rayap serta cairan rumen
sapi bali menghasilkan biokatalis dengan aktivitas spesifik eksoglukanase
lebih tinggi (P<0,05) 29,55–77,15% (kecuali BR1234) pada inkubasi 30 menit,
29,22–66,42% (kecuali BR1234) pada inkubasi 1 jam, 19,34–50,04% (kecuali
[-166-]
BR1234) pada inkubasi 3 jam, 17,22–48,47% (kecuali BR1234 danBT1234 ) pada
inkubasi 6 jam, 22,62–53,38% (kecuali BR1234 danBT1234 ) pada inkubasi 12
jam, dan 21,45–59,38% (kecuali BR1234) pada inkubasi 24 jam. BR23T14;
BR24T13,; BR34T12 merupakan 3 biokatalis dengan aktivitas spesifik
eksoglukanase tertinggi yang berperanan dalam perombakan rantai
samping (ujung pereduksi/non pereduksi) struktur selulosa (Tabel 6.7).
Tabel 6.7. Aktivitas Spesifik Selulase (Endoglukanase dan Eksoglukanase) dari Biokatalis Cair Bakteri Lignoselulolitik
Biokatalis3 Aktivitas Spesifik Enzim Selulase dari Biokatalis (U)
30 menit 1 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam Aktivitas Spesifik Enzim Endoglukanase dari Biokatalis (U)1;2
BR0T04 3,702a 2,075a 0,891a 0,639a 0,454a 0,273a
BR1234 7,124b 3,776b 1,593b 0,859b 0,535b 0,307abc BT1234 7,240bc 4,006bc 1,912c 1,034cde 0,546bc 0,326bcd BR12T34 7,328bcd 4,280bcd 2,095cd 1,111def 0,639de 0,336cd BR13T24 7,299bc 4,260bcd 2,080cd 1,094def 0,630cde 0,335bcd BR14T23 8,457def 4,436cd 2,109cd 1,122def 0,640de 0,352d BR23T14 9,162f 5,100e 2,254d 1,243f 0,712f 0,355d BR24T13 8,624ef 4,759de 2,239d 1,211f 0,664ef 0,355d BR34T12 8,599ef 4,682de 2,159cd 1,158ef 0,662ef 0,351d BRmixTmix 8,335cdef 4,546cde 1,653b 0,984bcd 0,598cd 0,326bcd BCR5 8,012bcde 4,210bcd 1,516b 0,876bc 0,510ab 0,291ab SEM7 0,224 0,122 0,051 0,033 0,012 0,009 Aktivitas Spesifik Enzim Eksoglukanase dari Biokatalis (U)1;2 BR0T0
4 5,834a6 3,279a 1,345a 0,735a 0,402a 0,212a BR1234 7,558ab 4,237ab 1,605ab 0,866ab 0,500abc 0,257ab BT1234 7,629b 4,569bc 1,658abc 0,861ab 0,493ab 0,268b BR12T34 8,388bc 5,001bcd 1,799bcde 0,959bc 0,538bc 0,292bc BR13T24 9,401cde 4,995bcd 1,880bcde 1,000bcd 0,538bc 0,293bc BR14T23 9,381cde 4,907bcd 1,828bcde 0,983bcd 0,554bc 0,296bc BR23T14 10,335e 5,455d 2,018e 1,091d 0,614c 0,338c BR24T13 10,279e 5,456d 1,975de 1,076cd 0,616c 0,328c BR34T12 10,130e 5,233cd 1,907cde 1,049cd 0,608bc 0,325c BRmixTmix 9,728de 5,007bcd 1,891cde 1,028cd 0,574bc 0,322c BCR5 8,555bcd 4,527bc 1,717bcd 0,961bcd 0,525bc 0,291bc SEM7 0,264 0,159 0,055 0,034 0,023 0,011
Keterangan: 1)Hasil Analisis Lab. Biokimia Fakultas Kedokteran UNUD, 2)Hasil Analisis Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan UNUD, 3)Biokatalis yang diproduksi menggunakan bakteri cairan rumen sapi bali (R) dan/atau rayap (T), yaitu: R1=Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, R2=Bacillus subtilis strain BR4LG, R3=Bacillus subtilis strain BR2CL, R4=Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY, Rmix=Kombinasi Isolat R1;R2;R3 dan R4, T1=Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, T2=Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, T3=Bacillus sp. strain BT3CL, T4=Bacillus sp. strain BT8XY, Tmix=Kombinasi T1, T2, T3 dan T4, 4)BR0T0=Biokatalis yang diproduksi tanpa isolat bakteri (medium biokatalis saja), 5)BCR = Biokatalis yang diproduksi menggunakan 10% cairan rumen sapi bali, 6)Huruf yang sama pada kolom sama menunjukkan nilai berbeda tidak nyata (P>0,05),7)SEM=Standard Error of The Treatment Means
[-167-]
β
β
[-166-]
[-167-]
Tingginya aktivitas spesifik enzim selulase baik endoglukanase
maupun eksoglukanase dari biokatalis yang diformulasi memanfaatkan
bakteri lignoselulolitik unggul rumen sapi bali dan/atau rayap serta cairan
rumen sapi bali menunjukkan tingginya kualitas kompleks enzim selulase
yang dihasilkan. Aktivitas spesifik endoglukanase maupun eksoglukanase
dari biokatalis (Tabel 6.7) sejalan dengan populasi bakteri baik total
bakteri, bakteri lignoselulolitik maupun bakteri selulolitik yang tumbuh
pada biokatalis tersebut (Tabel 6.4). Pada penelitian ini BR23T14, BR24T13,
BR34T12 merupakan 3 biokatalis terbaik yang mempunyai aktivitas
spesifik endoglukanase dan eksoglukanase yang bertanggungjawab
terhadap pemutusan ikatan β-1,4 glukosida dari struktur bagian dalam
(kristalin/amorf) senyawa selulosamaupun perombakan rantai samping
(ujung pereduksi maupun non pereduksi) dari struktur selulosa hingga
terbentuknya senyawa sederhana penyusun selulosa (glukosa).
Pemanfaatan bakteri unggul asal cairan rumen sapi bali Bacillus
subtilis strain BR4LG; Bacillus subtilis strain BR2CLdan Paenibacillus
dendritiformis strain BR2XY dikombinasikan dengan bakteri unggul asal
rayap Aneurinibacillus sp. strain BT4LS; Aneurinibacillus sp. strain BT5LG;
Bacillus sp. strain BT3CL dan/atauBacillus sp. strain BT8XY pada BR23T14;
BR24T13, dan BR34T12 menghasilkan enzim dengan aktivitas spesifik
endoglukanase dan eksoglukanase tertinggi pada inkubasi selama 30
menit – 24 jam (Tabel 6.7). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
Bacillus subtilis, Bacillus sp., Paenibacillus sp. maupun Aneurinibacillus sp.
juga mampu menghasilkan kompleks enzim selulase. Sadhu dan Maiti
(2013) menunjukkan bahwa Bacillus subtilisdanBacillus sp. mampu
menghasilkan endoglukanase dengan aktivitas enzim masing-masing 30–
35 mol/menit dan 54–100 mol/menit. Rina (2015) mengungkapkan
bahwa Bacillus subtilis dan Bacillus sp. merupakan sumber avicelase
(eksoglukanase) dengan aktivitas enzim yang cukup tinggi. Bacillus
subtilis juga dilaporkan mampu memproduksi β-glukosidase (Bagudo et
al., 2014). Maki et al. (2009) mengungkapkan Bacillus subtilis mampu
[-168-]
memproduksi endoglukanase, sedangkan Paenibacillus memproduksi α-
D-glukosidase, sedangkan Wang et al. (2008) menyatakan Paenibacillus
mampu memproduksi berbagai selulase ekstraseluler baik enzim
pendegradasi CMC, avicel, filter paper maupun selobiosa. Aneurinibacillus
juga dilaporkan mampu menghasilkan berbagai enzim selulase baik
CMCase maupun FPase dengan aktivitas masing-masing 0,025 – 0,080
IU dan 0,195 – 0,415 IU pada berbagai kondisi alkali (pH 7 – 10) dengan
temperatur 50 – 75oC (Acharya dan Chaudhary, 2012).
Terhadap aktivitas spesifik enzim xylanase, pemanfaatan bakteri
lignoselulolitik unggul cairan rumen sapi bali dan/atau rayap serta cairan
rumen sapi bali menghasilkan biokatalis dengan aktivitas spesifik
xylanase nyata lebih tinggi (P<0,05) sebesar 85,93-117,19% (inkubasi 30
menit); 44,90-85,53% (inkubasi 1 jam); 30,74-70,60% (inkubasi 3 jam);
24,24-76,60% (inkubasi 6 jam; kecuali BCR dan BR1234); 19,12-69,29%
(inkubasi 12 jam; kecuali BCR, BR1234 , BT1234), dan 14,76-57,64% (inkubasi
24 jam; kecuali BCR, BR1234) dibandingkan dengan biokatalis BR0T0 yang
menghasilkan aktivitas spesifik xylanase masing-masing 662,048U;
476,408U; 197,869U; 113,380U; 65,062U dan 36,129U (Tabel 6.8).
Tabel 6.8. Aktivitas Spesifik Enzim Xylanase dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik
Biokatalis Aktivitas Spesifik Enzim Xylanase dari Biokatalis (U)
30 menit 1 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam BR0T0 662,048a 476,408a 197,869a 113,380a 65,062a 36,129a BR1234 1326,755b 700,430b 260,020b 141,086ab 77,792ab 42,095ab BT1234 1326,261b 711,450b 270,168b 142,453b 79,286ab 44,208b BR12T34 1334,868b 781,370bc 279,552b 151,995bc 79,454ab 45,676b BR13T24 1357,243b 796,690bc 282,479bc 151,011bc 82,501abc 46,387bc BR14T23 1329,692b 789,291bc 294,508bc 158,730bc 84,176bc 45,598b BR23T14 1437,886b 883,882c 337,555c 200,231d 110,146d 56,955d BR24T13 1426,714b 851,889bc 312,227bc 177,066cd 99,159cd 53,470d BR34T12 1419,526b 817,744bc 313,282bc 177,452cd 98,329cd 52,714cd BRmixTmix 1396,883b 780,244bc 285,308bc 161,188bc 87,809bc 46,493bc BCR 1230,964b 690,297b 258,693b 140,866ab 77,499ab 41,461ab
SEM 70,777 33,374 11,341 5,510 3,490 1,272 Keterangan: 1)Hasil Analisis Lab. Biokimia Fak. Kedokteran UNUD, 2)Hasil Analisis Lab. Nutrisi dan Makanan
Ternak, Fak. Peternakan UNUD, 3)Biokatalis yang diproduksi menggunakan bakteri cairan rumen sapi bali (R) dan/atau rayap (T), yaitu: R1=Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, R2=Bacillus subtilis strain BR4LG, R3=Bacillus subtilis strain BR2CL, R4=Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY, Rmix=Kombinasi Isolat R1;R2;R3 dan R4, T1=Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, T2=Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, T3=Bacillus sp. strain BT3CL, T4=Bacillus sp. strain BT8XY, Tmix=Kombinasi T1, T2, T3, T4, 4)BR0T0=Biokatalis yang diproduksi tanpa isolat bakteri (medium biokatalis saja), 5)BCR = Biokatalis yang diproduksi menggunakan 10% cairan rumen sapi bali, 6)Huruf yang sama pada kolom sama menunjukkan nilai berbeda tidak nyata (P>0,05),7)SEM=Standard Error of The Treatment Means
[-169-]
β
[-168-]
α
[-169-]
Tabel 6.8 juga menunjukkan bahwa BR23T14; BR24T13, dan BR34T12
merupakan biokatalis dengan aktivitas spesifik xylanase tertinggi pada
semua periode waktu inkubasi. Hal ini menunjukkan bahwa
pemanfaatan bakteri unggul asal cairan rumen sapi bali Bacillus subtilis
strain BR4LG; Bacillus subtilis strain BR2CLdan Paenibacillus dendritiformis
strain BR2XY dikombinasikan dengan bakteri unggul asal rayap
Aneurinibacillus sp. strain BT4LS; Aneurinibacillus sp. strain BT5LG; Bacillus
sp. strain BT3CL dan/atau Bacillus sp. strain BT8XY pada formula BR23T14;
BR24T13, dan BR34T12 terbukti mampu menghasilkan biokatalis berkualitas
yang potensial sebagai biokatalis pakan berbasis limbah pertanian.
Berbagai referensi menunjukkan bahwa Bacillus subtilis, Bacillus sp.,
Paenibacillus sp. maupun Aneurinibacillus sp mampu menghasilkan
xylanase berkualitas (Howard et al., 2003; Sweeney dan Xu, 2012; Ali et
al., 2013). Kemampuan memproduksi multi enzim komplek atau
selulosom dari bakteri unggul tersebut turut meningkatkan aktivitas
spesifik xylanase yang dihasilkan. Sarah et al. (2012) menunjukkan
Bacillus subtilis SJ01 mampu menghasilkan multi enzim kompleks/MECs
atau selulosom dengan kemampuan degradasi xylan tinggi (aktivitas
xylanase 0,26 U/mg protein, aktivitas endoglukanase 0,01 U/mg). Ali et al.
(2013) juga menunjukkan Bacillus subtilis 276NS menghasilkan selulase
dan xylanase dengan kemampuan degradasi tinggi. Paenibacillus sp. DG-
22 juga dilaporkan menghasilkan dua jenis xylanase yaitu xylanase A dan
xylanase B masing-masing dengan aktivitas spesifik 11992 U/mg dan 910
U/mg (Lee et al., 2004). Yaoi et al. (2005) juga menunjukkan bahwa
Paenibacillus sp. Strain KM21 menghasilkan 2 jenis enzim xyloglucanase
(xyloglucan-endo-β-1,4-glucanase/XEGs) yaitu; 1)XEG5 (bobot molekul/BM
40 kDa) termasuk kelompok glikosidahidrolase family 5 dengan tife
hidrolisis; endo-xyloglukanase yaitu merombak ikatan rantai utama
xyloglucan bagian dalam secara acak, serta 2)XEG74 (BM. 105 kDa)
termasuk glikosidahidrolase family 3 dengan dua tife hidrolisis yaitu endo
dan ekso xyloglukanase. Paenibacillus sp. juga dilaporkan menghasilkan
xylanase lainnya seperti methylglucoronoxylanase (John et al., 2006) dan
[-170-]
methyl glucorono arabinoxylanase (Sawhney dan Preston, 2014).
Aneurinibacillus juga dilaporkan menghasilkan multi kompleks xylanase
antara lain β-glucosidase, α-glucosidase, α-mannosidase, β-galactosidase,
β-glucoronidase (Tsobuachi et al., 2015).
Pemanfaatan berbagai bakteri lignoselulolitik unggul rumen sapi
bali dan atau rayap yang juga diketahui menghasilkan berbagai
kompleks enzim xylanase terbukti mampu menghasilkan biokatalis
dengan aktivitas spesifik xylanase tinggi (Tabel 6.8). Hasil yang hampir
sejalan juga ditunjukkan oleh pemanfaatan kulur mikroba cairan rumen
sapi bali dalam formula BCR yang mampu menghasilkan biokatalis
dengan aktivitas spesifik xylanase yang lebih tinggi dari biokatalis BR0T0.
Hal ini mengingat cairan rumen sapi yang dipakai dalam formula BCR
diketahui kaya akan bakteri pendegradasi xylan (hemiselulosa). Berra-
Maillet et al. (2004) menunjukkan bahwa Fibrobacter succinogenes yang
merupakan bakteri hemiselulolitik merupakan bakteri dengan populasi
paling besar di dalam rumen sapi dan domba.Fibrobacter succinogenes
diketahui mampu menghasilkan berbagai enzim xylanase yaitu acetyl
xylan esterase, gluccurosidase, arabinofuranosidase, dan ferulic acid
esterase(Schyns, 1997). Schyns (1997) serta Chen dan Weimer (2001)
mengungkapkan bahwa Ruminococcus, Butyrivibrio, Bacteriodes dan
Prevotella merupakan bakteri umum dalam rumen serta diketahui
mempunyai kemampuan pendegradasi xylanosa. Butyrivibrio fibrisolvens
diketahui mampu menghasilkan multienzim terdiri atasendoglucanase,
cellodextrinase, β-glucosidase, 2 jenis xylanase, serta enzim dengan dua
fungsi yaitu β-xylosidase dan α-l-arabinofuranosidase, sedangkan
Prevotella ruminicola menghasilkan endoglucanase, β-xylosidase, α-l-
arabinofuranosidase, danxylanase (Chandra et al., 2015). Dihasilkannya
berbagai kompleks enzim xylanase oleh bakteri yang tumbuh
mendukung dihasilkannya aktivitas xylanase yang tinggi dari biokatalis
(Tabel 6.8).
[-171-]
[-170-]
β α α β
β
β
β α
β α
[-171-]
D. Perombakan Lignoselulosa oleh Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik
Kemampuan perombakan senyawa lignoselulosa dari biokatalis
bakteri lignoselulolitik ditunjukkan dengan dihasilkannya diameter zone
bening pada substrat uji yaitu asam tanat, CMC, avicel, xylan, jerami
padi, dan dedak padi tiap 20 µl Biokatalis (Tabel 6.9). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa biokatalis bakteri lignoselulolitik yang diproduksi
memanfaatkan bakteri unggul cairan rumen sapi bali dan/atau rayap
serta cairan rumen sapi bali (BCR) menghasilkan diameter zone bening
pada substrat asam tanat, CMC, avicel, xylan, jerami padi dan dedak
padi masing-masing 33,33-52,45%; 28,03-52,72%; 30,80-48,29%; 9,38-
27,81%; 24,54-55,78%; dan 14,74-32,49% lebih tinggi dan berbeda nyata
(P<0,05) dibandingkan BR0T0 yang menghasilkan diameter zone bening
sebesar0,680 cm, 0,797 cm, 0,877 cm, 1,067 cm, 0,967 cm dan 1,152 cm.
Tabel 6.9. Kemampuan Degradasi Substrat dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik
Biokatalis2 Diameter Zone Bening dari 20 µl Biokatalis pada Substrat (cm)1
Asam Tanat CMC Avicel Xylan Jerami Padi Dedak Padi BR0T0
3 0,680a5 0,797a 0,877a 1,067a 0,967a 1,152a BR1234 0,940b 1,020b 1,217b 1,273bc 1,070bc 1,207ab BT1234 0,957b 1,047bc 1,160b 1,220abc 1,023b 1,287bc BR12T34 0,933b 1,030b 1,147b 1,273bc 1,067bc 1,300bc BR13T24 0,907b 1,153bcd 1,240b 1,290bc 1,070bc 1,320bc BR14T23 0,987b 1,147bcd 1,257b 1,310bc 1,123bcd 1,317bc BR23T14 1,037b 1,217d 1,300b 1,360c 1,280d 1,393c BR24T13 1,017b 1,190cd 1,290b 1,363c 1,273d 1,373bc BR34T12 1,023b 1,187cd 1,277b 1,350bc 1,273d 1,370bc BRmixTmix 0,977b 1,130bcd 1,147b 1,253abc 1,217cd 1,313bc BCR4 1,017b 1,140bcd 1,153b 1,167ab 1,180bcd 1,213ab SEM6 0,048 0,029 0,041 0,038 0,038 0,034 Keterangan: 1)Hasil Analisis Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak, Fapet UNUD, 2)Biokatalis diproduksi
menggunakan bakteri cairan rumen sapi bali (R) dan/atau rayap (T), yaitu: R1=Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, R2=Bacillus subtilis strain BR4LG, R3=Bacillus subtilis strain BR2CL, R4=Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY, Rmix=Kombinasi Isolat R1;R2;R3 dan R4, T1=Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, T2=Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, T3=Bacillus sp. strain BT3CL, T4=Bacillus sp. strain BT8XY, Tmix=Kombinasi T1, T2, T3 dan T4, 3)BR0T0=Biokatalis yang diproduksi tanpa isolat bakteri (medium biokatalis saja), 4)BCR = Biokatalis yang diproduksi menggunakan 10% cairan rumen sapi bali, 5)Huruf sama pada kolom sama menunjukkan nilai berbeda tidak nyata (P>0,05),6)SEM=Standard Error of The Treatment Means
Dihasilkannya diameter zone bening yang nyata lebih tinggi (P<0,05)
pada semua substrat uji oleh biokatalis yang diformulasi menggunakan
kombinasi isolat bakteri unggul rumen sapi bali dan/atau rayap serta
[-172-]
biokatalis yang disusun oleh cairan rumen sapi bali menunjukkan bahwa
penggunaan kultur bakteri terbukti mampu menghasilkan biokatalis
berkualitas dengan kemampuan degradasi substrat yang tinggi sebagai
respon dihasilkannya enzim lignoselulase dengan kuantitas dan kualitas
yang tinggi seperti ditunjukkan adanya kandungan protein dan aktivitas
spesifik enzim lignoselulase dari biokatalis (Tabel 6.5 – 6.8).
Pada Tabel 6.9 juga tampak bahwa biokatalis BR23T14 menghasilkan
kemampuan degradasi/perombakan pada semua substrat uji yang
tertinggi. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya kombinasi bakteri
unggul lignolitik dan selulolitik asal rumen sapi bali yaitu Bacillus subtilis
strain BR4LG dan Bacillus subtilis strain BR2CL dengan bakteri unggul
lignoselulolitik dan xylanolitik asal rayap yaitu Aneurinibacillus sp. strain
BT4LS dan Bacillus sp. strain BT8XY disinyalir mempunyai hubungan paling
sinergis yang ditunjukkan dengan adanya populasi bakteri, kandungan
nutrien, dan aktivitas spesifik lignoselulase (ligninase, endoglukanase,
ekso-glukanase dan xylanase) paling tinggi (Tabel 6.6 – 6.8).
Pertumbuhan dan aktivitas sinergis dari bakteri biokatalis akan
meningkatkan kemampuan perombakan lignoselulosa dari biokatalis.
Perombakan secara total dari senyawa kompleks lignoselulosa menjadi
komponen sederhana penyusunnya membutuhkan berbagai enzim
dan/atau mikroba yang mampu menghasilkan kompleks lignoselulase
yang terdiri dari kompleks ligninase (lignin-peroksidase/LiP,mangan-
peroksidase/MnP,versatile peroksidase/VP, lakase/Lac, dan dye-
decolorizing peroksidase/DyPs), kompleks selulase (Endo-glukanase,
Eksoglukanase, dan β-glukosidase), kompleks xylanase (endo-1,4-β-
xilanase, eksoxylanase, 1,4-β-xilosidase, α-L-arabinofuranosidase, α-
glucuronidase. acetyl xylan esterase, ferulic acid esterase, and p-coumaril
esterase), dan/atau kompleks mananase (endo-β-D-mannanase, ekso-β-
mannosidase, β-D-glucosidase, acetyl mannanesterase, dan α-
galactosidase) (Lynd et al., 2002; Perez et al., 2002; Saha, 2003; Data et
al., 2017). Berbagai penelitian juga menunjukkan Bacillus subtilis,
[-173-]
α β
α β
β β
β
[-172-]
β β
β α α
β β
β α
[-173-]
Aneurinibacillus dan Bacillus sp. merupakan bakteri dengan kemampuan
perombakan lignoselulosa tinggi. Hernandes et al. (1994) dan Abdelaziz et
al. (2016) mengungkapkan bahwa Aeromonas, Aneurinibacillus,
Bacillus,Enterobacter, Actynomycetes, Flavobacterium, Klebsiella,
Pseudomonas, Rhodococcus, maupun Sellulomonas mempunyai
kemampuan merombak cincin aromatik (aromatic ring) dan rantai
samping lignin. Martani et al. (2003) mengungkapkan bakteri genus
Micrococcus (isolat SPH-9) dan Bacillus (isolat SPH-10) yang diisolasi dari
sampah domestik mampu mendegradasi lignin (lindi hitam) masing-
masing sebesar 75% dan 78%. Data et al. (2017) juga mengungkapkan
Bacillus subtilis, B. atrophaeus, B. licheniformis, B. pumilus, Streptomyces
cyaneus, S. coelicolor, S. griseus, S. ipomea, S. lavendulae, Serratia
marcescensdanThermus thermophilus mampu memproduksi Laccase
untuk merombak lignin melalui proses demineralisasi dan pelarutan.
Disamping mempunyai kemampuan lignolitik, bakteri unggul tersebut
juga dilaporkan mempunyai kemampuan selulolitik maupun xylanolitik.
Hazzlewood (1993) menyebutkan Bacillus sp. merupakan salah satu
bakteri yang mampu memproduksi multi enzim cellulase dan xylanase
“selulosom” yang bekerja sinergis mendegradasi komponen dinding sel
tanaman. Zhang et al. (2010) mengungkapkan bahwa Bacillus subtilis
merupakan mikroba yang mampu memproduksi berbagai enzim
pendegradasi polisakarida seperti α-amilase, pullulanase, endo-β-1,4
mannanase, levanase, glucan-1,4-α-maltohydrolase, pectate-lyase, β-1,4-
endoglukanase, β-1,3-1,4-endoglukanase, dan endo-1,4-β-xylanase,
sedangkan Kamsani et al. (2015) mengungkapkan bahwa beberapa
bakteri seperti Bacillus sp. B1, Bacillus sp. B2 dan Brevibacillus sp. Br3
menghasilkan lignoselulase terdiri atas endoglukanase, eksoglukanase, β-
glukosidase, xylanase, Lignin-peroksidase, Mangan-peroksidase dan
Lakase dengan aktivitas enzim yang tinggi.
Dihasilkannya berbagai kompleks enzim lignoselulase oleh tiap
bakteri unggul yang diyakini bekerja sinergis disinyalir sebagai penyebab
[-174-]
tingginya kemampuan perombakan substrat sumber/kaya lignoselulosa
dari biokatalis yang diproduksi memanfaatkan bakteri lignoselulolitik
unggul tersebut. Prabowo et al. (2007) menyebutkan perombakan
senyawa kompleks yang melibatkan kerja kompleks enzim, apabila
produk yang dihasilkan oleh kerja enzim pertama jika tidak dilanjutnya
didegradasi oleh enzim berikutnya maka kerja enzim secara keseluruhan
akan berhenti. Tingginya perombakan senyawa lignoselulosa (asam
tanat, CMC, avicel, xylan, jerami padi maupun dedak padi) dari
biokatalis juga mencerminkan tingginya kualitas dan potensinya sebagai
starter fermentasi bahan pakan asal limbah pertanian sebagai pakan
rumnansia (sapi bali) berkualitas.
Sinergisme aktivitas kompleks enzim lignoselulase dari biokatalis
terutama pada formula BR23T14, kemudian disusul oleh BR24T13 dan BR34T12
sebagai terbaik kedua dan ketiga tampak secara nyata pada degradasi
jerami padi maupun dedak padi (Tabel 6.9). Jerami padi dan dedak padi
masing-masing dengan kandungan lignoselulosa (lignin, selulosa dan
hemiselulosa) yaitu 12-18%, 32-35%, 24-25% dan 5%, 27%, 37% (Howard et
al.,2003; Saha, 2003; Baig et al.,2016) mampu dirombak dengan tingkat
perombakan tertinggi yang ditunjukkan dengan diameter zone bening
tertinggi yaitu sebesar 1,273 - 1,280 cm dan 1,370 – 1,393 cm dan nyata
lebih tinggi daripada yang dihasilkan BR0T0.
Semakin tinggi kuantitas, kualitas dan sinergisme aktivitas kompleks
enzim lignoselulase, semakin tinggi pula tingkat perombakan lignoselulosa
yang dapat dilakukan. Namun perbedaan substrat terutama perbedaan
kompleksitas struktur penyusunnya juga menentukan tingkat
perombakan yang dapat dilakukan. Senyawa lignin yang mempunyai
struktur kompak dengan kompleksitas tinggi mempunyai tingkat
degradasi yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan selulosa
dan/atau hemiselulosa. Semakin sederhana tingkat kekompakan struktur
maupun komponen penyusunnya, maka semakin mudah suatu
substrat/senyawa untuk didegradasi (Howard et al., 2003). Pada
penelitian ini jerami padi yang mempunyai kandungan lignin dan selulosa
[-175-]
a1
a2
b2
b1
c1
c2
d1
d2
[-174-]
[-175-]
lebih tinggi, menghasilkan zone bening dengan diameter yang lebih
rendah dibandingkan dengan dedak padi. Hal yang sama juga tampak
pada substrat sintetis, asam tanat yang merupakan sumber lignin sintetis
mempunyai tingkat perombakan yang jauh lebih rendah bila
dibandingkan dengan substrat CMC, avicel maupun xylan (Tabel 6.9).
a. Hubungan Populasi Bakteri Lignolitik (1) dan aktivitas Ligninase (2) terhadap Perombakan Asam Tanat
b. Hubungan Populasi Bakteri Selulolitik (1) dan aktivitas Endoglukanase (2) terhadap Perombakan CMC
c. Hubungan Populasi Bakteri Selulolitik (1) dan aktivitas Eksoglukanase (2) terhadap Perombakan Avicel
d. Hubungan Populasi Bakteri Xylanolitik (1) dan aktivitas xylanase (2) terhadap Perombakan Xylanosa
Gambar 6.2 Hubungan Populasi Bakteri dan Aktivitas Spesifik Enzim dengan Kemampuan Perombakan Substrat dari Biokatalis Bakteri Lignoselulolitik
a1
a2
b2
b1
c1
c2
d1
d2
[-176-]
Berdasarkan analisis korelasi tampak bahwa populasi bakteri serta
aktivitas spesifik lignoselulase mempunyai korelasi positif dengan tingkat
perombakan lignoselulosa (Gambar 6.2). Terhadap asam tanat, populasi
bakteri lignolitik dan aktivitas spesifik ligninase mempunyai korelasi tinggi
dengan perombakan lignin, masing-masing mengikuti persamaan
Y=0,000000004X+ 0,648 (R2=0,923) dan Y=3,838X + 0,220 (R2=0,910).
Pada substrat selulosa, populasi bakteri selulolitik dan aktivitas spesifik
endoglukanase mempunyai korelasi tinggi dengan tingkat perombakan
CMC masing-masing mengikuti persamaan Y=0,000000003X + 0,738
(R2=0,736) dan Y=3,011X + 0,214 (R2=0,861). Pada substrat avicel, populasi
bakteri selulolitik dan aktivitas spesifik eksoglukanase mempunyai
korelasi cukup tinggi dengan perombakan selulosa mikro kristalin
masing-masing mengikuti persamaan Y=0,000000004X + 0,818
(R2=0,790), dan Y=2,607X + 0,423 (R2=0,651). Pada substrat xylan, hasil
analisis korelasi tingkat perombakan xylanosa menunjukkan bahwa
populasi bakteri xylanolitik mempunyai korelasi rendah (R2<0,5) yaitu
R2=0,456 dan mengikuti persamaan Y=0,000000002X + 1,070, namun
aktivitas spesifik xylanase mempunyai korelasi tinggi mengikuti
persamaan Y=0,013X + 0,641 (R2=0,803) (Gambar 6.2) yang menunjukkan
kualitas enzim lebih berpengaruh dibandingkan kuantitas atau populasi
bakteri xylanolitik dalam biokatalis.
[-177-]
[-176-]
[-177-]
BAB VII. PENGOLAHAN LIMBAH PERTANIAN DENGAN
BIOKATALIS BAKTERI LIGNOSELULOLITIK
7.1 Teknologi Pengolahan Limbah Pertanian
Pemanfaatan sumber daya lokal asal limbah pertanian sebagai
pakan akan memperkuat ketahanan pakan dalam pengembangan
usaha peternakan sustainable, namun mengingat adanya berbagai
faktor pembatas terutama keberadaan senyawa lignoselulosa
mengharuskan adanya aplikasi teknologi untuk mengatasi berbagai
kendala yang ada serta meningkatkan pemanfaatannya bagi ternak.
Aplikasi teknologi dalam optimalisasi pemanfaatan limbah sebagai
pakan dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu:
1. Pemberian perlakuan langsung terhadap pakan limbah pertanian
2. Manipulasi sistem pecernaan hewan/ternak
Perlakuan terhadap bahan pakan limbah pertanian dapat
dilakukan baik secara fisik, kimia, biologis atau kombinasi ketiga
perlakuan tersebut dengan tujuan memperkecil ukuran partikel,
melonggarkan ikatan lignoselulosa, merombak struktur kristal selulosa,,
meningkatkan palatabilitas dan digestibilitas, menurunkan kandungan
antinutrisi serta meningkatkan efesiensi pemanfaatan ransum.
1. Perlakuan fisik dapat berupa pemotongan, penggilingan, pelleting,
radiasi, pemanasan maupun perendaman.
2. Perlakuan kimia dapat menggunakan berbagai zat/senyawa kimia
seperti asam atau basa encer, urea (amoniasi), NaOH, KOH, HCl,
maupun air kapur.
3. Perlakuan Biologis, melalui penambahan mikroorganisme (bakteri/
jamur/kapang/yeast/dll), penambahan enzim, hormon dll.
4. Gabungan dari beberapa perlakuan diatas (kombinasi).
Namun dalam buku ini, aplikasi teknologi pengolahan secara
biologis terutama pemanfaatan mikroorganisme (bakteri lignoselulolitik)
merupakan kajian utama yang dibahas secara ilmiah maupun aplikatif.
[-178-]
7.2 Fermentasi Pakan limbah Pertanian
Fermentasi pakan merupakan teknologi pengolahan pakan secara
biologis yang mengakibatkan terjadinya perubahan kimia pada substrat
sebagai hasil kerja mikroorganisme dan/atau produk mikroorganisme
(enzim) dengan menghasilkan produk tertentu (Tamada et al., 1999).
Fermentasi pakan kaya serat seperti limbah pertanian bertujuan
merubah struktur fisik bahan pakan, pengawetan, mengurangi
kandungan anti nutrisidan mengurangi kehilangan nutrien-nutrien
available bahan pakan (Murni et al., 2008). Wahyono dan Hardianto
(2004) menyatakan fermentasi pakan adalah salah satu upaya
meringankan kerja mikroba rumen karena serat pakan mendapat
aktivitas enzimatik dari mikroorganisme diluar rumen sebelum pakan
dikonsumsi ternak.Aplikasi teknologi fermentasi terbukti aman dan tidak
menimbulkan efek negatif baik bagi ternak, peternak/masyarakat serta
lingkungan (Tamada et al., 1999) serta mampu menghasilkan pakan
yang lebih palatable dibandingkan dengan teknologi amoniasi (Partama
et al., 2006).
Fermentasi bahan pakan kaya serat seperti limbah tanaman
pertanian dilaksanakan oleh aktivitas kompleks enzim lignoselulolitik
yang dihasilkan bakteri dan/atau jamur pendegradasi serat kasar
khususnya senyawa lignoselulosa (lignoselulolitik) dengan mendegradasi
setiap komponen lignoselulosa baik lignin, selulosa maupun hemiselulosa
menjadi gula sederhana, CO2 dan energi/panas (Bansal et al., 2012;
Howard et al., 2003). Pemanfaatan mikroba lignoselulolitik sebagai
biobiokatalis dalam pembuatan silase (fermentasi bahan pakan kaya
serat) akan mempercepat dan memperbaiki proses fermentasi
(penurunan pH, peningkatan rasio laktat:asetat, menurunkan amonia),
menurunkan kandungan serat pakan, mengurangi senyawa antinutrisi
dan meningkatkan kecernaan nutrien (Ginting, 2004; Mudita et al., 2009;
2013; Wibawa et al., 2009; 2010; 2011).
[-179-]
[-178-]
[-179-]
Forano dan Flint (2000) mengungkapkan pemanfaatan bakteri
dalam proses ensilase bertujuan meningkatkan degradasi komponen
dinding sel tanaman/bahan pakan, meningkatkan ketersediaan asam
amino atau menurunkan kehilangan amonia, meningkatkan
ketersediaan nutrien lainnya seperti fosfor, menurunkan kehilangan
energi dalam bentuk metan atau meningkatkan proporsi VFA, mencegah
berbagai gangguan pencernaan seperti asidosis, bloat maupun gangguan
pencernaan lainnya, menurunkan atau menghilangkan kandungan racun
(detoksifikasi) bahan pakan/tanaman, mencegah berbagai penyakit dan
patogen bagi ternak atau manusia.
Berbagai jenis bakteri pendegradasi serat mempunyai peranan
penting dalam proses ensilase. Scheirlinck et al. (1989 dan 1990)
mengungkapkan penambahan Lactobacillus plantarum pada produksi
silase bahan pakan dengan kandungan karbohidrat mudah larut yang
rendah merupakan hal yang sangat penting. Hal ini mengingat
Lactobacillus plantarum mampu menghasilkan enzim alpha amylase,
cellualase dan xylanase sehingga produksi asam laktat dapat meningkat.
Bakteri lignoselulolitik lainnya baik isolat murni mupun kultur
campuran/konsorsium dan dengan kompleks enzim yang diproduksinya
terbukti mampu menjadi biokatalis dalam proses ensilase (fermentasi)
pakan kaya serat kasar termasuk limbah pertanian (Bansal et al., 2012:
Imansyah, 2007: Mudita et al., 2008; 2009; 2010; 2012; 2013; Wahyudi dan
Bachruddin, 2005).
Imansyah (2007) mengungkapkan aktivitas mikroorganisme selama
proses fermentasi akan mengubah sifat bahan pakan dan menghasilkan
produk/substrat yang bermanfaat. Substrat yang mengalami fermentasi
akan memiliki nilai gizi/kualitas nutrien yang lebih tinggi daripada bahan
asalnya. Hal ini dikarenakan sifat katabolik dan anabolik
mikroorganisme yang mampu memecah komponen yang lebih kompleks
menjadi senyawa sederhana yang mudah tercernadan membentuk
nutrien available yang bermanfaat bagi ternak. Selain berperanan untuk
mendegradasi senyawa kompleks, mikroorganisme juga mensintesis
[-180-]
vitamin-vitamin serta nutrien/unsur-unsur lain yang bermanfaat bagi
pertumbuhan ternak. Proses fermentasi akan merombak struktur atau
komposisi kimia dari jaringan dinding sel serta pemutusan ikatan
lignoselulosa, sehingga kecernaan bahan pakan kaya serat akan
mengalami peningkatan (Mudita et al., 2008; 2009;2012; 2013)
Proses fermentasi (ensilase) meliputi 2 fase yaitu fase aerobik dan fase
anaerobik. Fase aerobik terjadi dengan adanya oksigen, yang
dimanfaatkan oleh tanaman/bahan pakan dalam kondisi kandungan air
yang tinggi untuk proses respirasi. Enzim tanaman/pakan dan mikroba
memanfaatkan oksigen dan mengoksidasi karbohidrat mudah larut
(water soluble carbohydrate/WSC) menjadi CO2 dan energi/panas. Fase
anaerobik dimulai setelah oksigen habis untuk respirasi serta bakteri
anaerobik berkembang pesat dan memulai proses fermentasi dengan
memanfaatkan WSC untuk menghasilkan asam laktat yang akan
menurunkan pH, sehingga membatasi pemecahan protein dan
menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk seperti Enterobacteria
dan Clostridia (Gambar 7.1 dan 7.2) Produksi asam laktat yang berlanjut
akan menurunkan pH yang dapat menghambat pertumbuhan semua
mikroba.
Gambar 7.1. Perubahan selama proses ensilase (Sumber: Van Soest, 1994)
Terdapat tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam fermentasi
bahan pakan yaitu mempercepat penghilangan udara, menghasilkan
asam laktat untuk menurunkan pH, mencegah masuknya oksigen/O2
kedalam silo dan menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk selama
penyimpanan (Gambar 2.27). Mikroba (bakteri maupun mikroba
lainnya) dalam proses fermentasi berperanan memacu terciptanya
[-181-]
[-180-]
[-181-]
kondisi asam dan anaerob dalam waktu singkat. Sehingga secara tidak
langsung akan menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk (Van
Soest, 1994).
Gambar 7.2. Proses dan Faktor yang Mempengaruhi Proses Fermentasi (Sumber: Murni et al., 2008)
Penghilangan oksigen sangat penting karena sel tumbuhan tidak
langsung mati pada saat pemanenan, namun sel tersebut terus
bernapas/berespirasi. Apabila oksigen masih terdapat pada silo, maka
gula (plant sugars) akan teroksidasi. Oksidasi gula tanaman akan
menurunkan nilai energi dari hijauan dan secara tidak langsung akan
meningkatkan komponen serat yang memliki kecernaan rendah bagi
ternak. Respirasi tanaman juga mengakibatkan peningkatan kehilangan
bahan kering, mengganggu proses ensilase, menurunkan nilai nutrisi dan
kestabilan silase (Murni et al., 2008).
Mikroba khususnya bakteri lignoselulolitikn dalam mendukung
proses fermentasi membutuhkan adanya substrat mudah terfermentasi
dalam bentuk water soluble carbohydrate/WSC (karbohidrat mudah
larut) yang cukup, buffering capasity yang rendah dan kandungan bahan
kering diatas 20% (McDonald et al., 2002). Komponen gula mudah larut
pada hijauan/pakan yang difermentasi berguna sebagai substrat primer
(primary substrate) bagi bakteri penghasil asam laktat yang akan
menurunkan pH atau derajat keasaman (acidity) pada silase sehingga
silase menjadi stabil dan awet dalam waktu lama. Apabila kandungan
gula substrat rendah, maka proses fermentasi tidak berjalan dengan baik
[-182-]
sebagai akibat pertumbuhan dan aktivitas bakteri asam laktat yang
rendah sehingga pH silase tinggi (pH>4,8). Lana dan Saransi (2004)
mengklasifikasikan silase pakan hijauan dinilai berkualitas (skor tinggi;
60) apabila silase menghasilkan pH<4,1, namun apabila pH >4,8 silase
akan diberi skor 0 (silase berkualitas rendah).
Kadar air bahan juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh
pada proses fermentasi. Kandungan air yang optimal pada bahan segar
berkisar antara 60-70% atau 65% (Murni et al., 2008). Kadar air tersebut
sangat mendukung pertumbuhan dan aktivitas bakteri dalam proses
fermentasi dan penghilangan oksigen pada silo. Kandungan air yang
terlalu tinggi akan memacu pertumbuhan bakteri penghasil asam butirat
dan amoniak yang menyebabkan produksi dan konsentrasi asam butirat
(butiryc acid) serta amonia yang tinggi, sehingga silase akan memiliki
keasaman rendah (pH tinggi) dan menyebabkan munculnya bau
menyengat pada silase sehingga tidak mau dikonsumsi oleh ternak.
Keberadaan bakteri pendegradasi serat pakan termasuk bakteri
asam laktat (BAL) akan mendukung terjaganya temperatur optimal
selama proses fermentasi. Keberadaan bakteri serta didukung adanya
komponen gula mudah larut/WSC akan mempercepat hilang/habisnya
oksigen dalam silo. Hal ini mengingat reaksi gula dengan oksigen akan
menghasilkan CO2, H2O, dan panas. Panas dalam silo harus dijaga dalam
kondisi optimum (40–60oC) sehingga mendukung proses fermentasi dan
aktivitas bakteri asam laktat secara optimal (Murni et al., 2008).
Aktivitas bakteri pendegradasi serat pakan dengan kompleks enzim
lignoselulasenya akan mendegradasi lignoselulosa bahan/pakan menjadi
gula sederhana sehingga menghasilkan silase dengan kualitas yang baik,
yaitu silase yang memiliki aroma harum/manis dengan sedikit asam,
wangi dan merangsang untuk mencicipi dan dengan warna seperti bahan
segarnya (Lana, 1992; Murni et al., 2008) serta kaya nutrient available
(Kaiser, 1984).
Berbagai hasil penelitian telah menunjukkan peranan penting
bakteri lignoselulolitik (isolat murni maupun konsorsium/biokatalis)
[-183-]
[-182-]
[-183-]
beserta produknya (enzim) dalam proses fermentasi bahan pakan kaya
serat termasuk limbah pertanian (Bansel et al., 2012; Mudita et al., 2008;
2009; 2013; Sasongko dan Sugoro, 2004; Wibawa et al., 2009, 2010; 2011).
Hasil penelitian Sasongko dan Sugoro (2004) menunjukkan fermentasi
jerami padi dengan isolat bakteri anaerob dari cairan rumen kerbau
mampu meningkatkan kecernaan bahan kering jerami padi secara in-
vitro. Hasil penelitian Wahyudi (2012) menunjukkan penambahan isolat
bakteri dan jamur pendegradasi lignoselulosa yang diisolasi dari saluran
pencernaan kerbau, kuda dan feses gajah mampu meningkatkan
kecernaan serat kasar, neutral detergent fiber/NDF, dan acid detergent
fiber/ADF jerami padi. Lebih lanjut diungkapkan penambahan isolat
tunggal bakteri Enterococcus casseliflavus menghasilkan peningkatan
kecernaan serat kasar, NDF dan ADF optimum yaitu sebesar 20,08%,
14,04% dan 7,78%.
Ekawati (2007) menunjukkan pemanfaatan isolat bakteri selulolitik
dengan kode S2, S6 dan S7 yang diisolasi dari tumpukan kompos mampu
berperanan dalam dekomposisi komponen lignoselulosa jerami padi
melalui penyusutan berat total substrat jerami sebesar 2,23-2,45% per
hari, penurunan kadar selulosa masing-masing sebesar 30,19%; 30,62%;
28,68% dan penurunan kadar lignin masing-masing sebesar 5,59%; 6,00%
dan 5,29%. Sedangkan fermentasi jerami padi menggunakan biokatalis
Probion (produk Balitnak, Ciawi, yang diproduksi dari isi rumen dan
kompos) mampu meningkatkan kecernaan in-vitro serat deterjen netral
dari 39,80 % menjadi 58,97%, serta meningkatkan konsentrasi asam
asetat dan asam propionat masing-masing dari 595 µM dan 76,8 µM
menjadi 842,7 µM dan 136,0 µM (Haryanto et al., 2004).
Hasil penelitian Mudita et al. (2009) menunjukkan pemanfaatan
biokatalis konsorsium mikroba yang diproduksi dari 5 - 20% cairan rumen
sapi bali mampu menghasilkan silase ransum limbah nonkonvensional
dengan kualitas yang cukup baik. Pemanfaatan biokatalis yang
diproduksi dari cairan rumen sapi bali mampu meningkatkan produksi
N-NH3 (26,98-39,09%), VFA total (41,28-100,63%), asam asetat (20,56-
[-184-]
57,47%), asam propionat (136,33-200,53%), kecernaan bahan kering
(Kc.BK) dan bahan organik (Kc.BO) masing-masing 5,98–25,54% and
21,35–27,93%, menurunkan (P<0,05) kandungan serat kasar ransum
(31,80-40,56%), menurunkan pH substrat ransum sebesar 28,87-30,98%
dan menurunkan produksi emisi methan berdasarkan VFA total (25,46-
39,20%) ransum berbasis limbah nonkonvensional. Lebih lanjut
diungkapkan biokatalis yang diproduksi dari cairan rumen sapi bali
mengandung total fungi 3,25–3,57 x 103 sel/ml, total bakteri 9,51–9,73 x 109
sel/ml, bakteri selulolitik 7,67–8,07 x 109 sel/ml, bakteri amilolitik 5,73–6,87
x 108 sel/ml, dan bakteri proteolitik 4,83-5,03 sel/ml. Suryahadi et al (1996)
mengungkapkan bahwa kultur campuran dari cairan rumen sapi
mempunyai kemampuan degradasi selulosa sebesar 16,3%/hari,
sedangkan kultur murni yaitu Ruminococcus albus mempunyai
kemampuan degradasi selulosa sebesar 12,7%/hari.
Penelitian Mudita et al. (2012) juga menunjukkan hasil yang sejalan.
Fermentasi ransum limbah pertanian menggunakan biokatalis yang
diproduksi memanfaatkan cairan isi rumen dan rayap menghasilkan
silase ransum dengan kualitas yang baik, meningkatkan kandungan
protein kasar/PK ransum sebesar 10,5–17,18%, menurunkan serat kasar/SK
sebesar 18,78–20,09%, meningkatkan produksi NNH3, VFA total, asam
asetat dan asam propionat masing-masing 41,83–43,78%;21,67–29,96%;
27,84–33,49%; 53,72–71,59%, menurunkan produksi asam butirat 30,48-
43,56%, serta meningkatkan Kc.BK dan Kc.BO secara in-vitro masing-
masing sebesar 22,73-30,60% dan 20,54-26,31%. Dikemukakan pula
bahwa biokatalis tersebut mengandung total bakteri 11,96–14,23x109
koloni/ml, bakteri selulolitik 6,33–8,00x109 koloni/ml dan bakteri
xylanolitik 4,87–6,91x109 koloni/ml.
Pemanfaatan enzim pendegradasi serat dalam proses fermentasi
bahan pakan kaya serat seperti limbah pertanian juga menunjukkan
hasil yang sangat positif (Bansal et al., 2012; Wibawa et al., 2010). Bansal
et al. (2012) menunjukkan kompleks enzim xylanase-selulase yang
dihasilkan oleh bakteri Bacillus subtillis NS7 mampu mendegradasi serat
[-185-]
[-184-]
[-185-]
lignoselulosa limbah pertanian seperti jerami gandum, bagas (jerami)
tebu, serabut kelapa dan serbuk gergaji kayu menjadi gula reduksi baik
silosa maupun glukosa. Lebih lanjut diungkapkan jerami gandum
menghasilkan gula reduksi tertinggi yaitu 345 mg/g, diikuti oleh serabut
kelapa 325 mg/g, bagas tebu 310 mg/g, dan serbuk gergaji kayu 270
mg/g. Bahkan Bansal et al. (2012) mengungkapkan kompleks enzim
xylanase-selulase dari Basillus subtillis NS7 mempunyai efisiensi proses
sakarifikasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh
peneliti lainnya.
Hasil penelitian Wibawa et al. (2010) menunjukkan suplementasi
0,25 – 0,50% enzim optyzim kompleks (mengandung selulase,
hemiselulase, amylase, protease, dan pektinase) pada proses fermentasi
ransum berbasis limbah nonkonvensional menggunakan 1,5% cairan
rumen sapi bali mampu meningkatkan kandungan energi dan protein
kasar serta menurunkan kandungan serat kasar silase ransum.
Sedangkan hasil penelitian Lamid et al. (2010) menunjukkan
penambahan 5 % enzim lignoselulolitik dan 5% bakteri lignoselulolitik
dapat meningkatkan kualitas khususnya kandungan nutrien ransum dan
mampu meningkatkan produktivitas ternak domba
7.3 Fermentasi Pakan Limbah Pertanian dengan Bakteri Lignoselulolitik
Evaluasi pemanfaatan bakteri lignoselulolitik dalam wujud biokatalis
cair bakteri lignoselulolitik telah Mudita (2019) cobakan pada penelitian
Disertasi Tahap II dari Mudita Tahun 2014-2015, yaitu dalam proses
ensilase jerami padi, pakan konsentrat dan ransum limbah pertanian.
Pada jerami padi khususunya, Mudita Tahun 2014-2015 mencoba
memanfaatkan biokatalis cair bakteri lignoselulolitik yang merupakan
bentuk konsorsium {gabungan dari beberapa bakteri golongan
lignoselulolitik, lignolitik, selulolitik dan xylanolitik yang mempunyai
aktivitas sinergis} dalam ensilase jerami padi bagian batang jerami padi
yang baru dipanen dengan kandungan nutrien seperti Tabel 7.1.
[-186-]
Tabel 7.1 Kandungan Nutrien Jerami Padi Penelitian
No Nutrien1 Kandungan (%)
1 Bahan Kering/BK (% Segar basis) 85,3787
2 Bahan Kering/BK (% DW basis) 95,7195
3 Bahan Organik/BO/Organik Matter (%) 77,8330
4 Bahan Anorganik/Abu (%) 22,1670
5 Protein Kasar/PK/Crude Protein/CP 2,7088
6 Neutral Detergent Fiber/NDF 82,2408
7 Acid Detergent Fiber/ADF 57,1597
8 Acid Detergen Lignin/ADL 25,6721
9 Selulosa 31,4876
10 Hemiselulosa 25,0811
11 Lignin insoluble 15,2515
12 Silika 10,4205 Keterangan: Hasil Analisis Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan UNUD
Ensilase Jerami padi terfermentasi dlaksanakan dengan cara
memfermentasi jerami padi secara anaerob menggunakan biokatalis cair
yang telah diproduksi (sesuai perlakuan). Fermentasi dilakukan dengan
cara setiap 1 kg (DM) jerami padi ditambahkan dengan 1 liter larutan
biokatalis cair yang terdiri dari 10 ml larutan biokatalis cair (sesuai
perlakuan), 10 ml molases dan 980 ml air bersih. Kemudian dicampur
sedemikianrupa hingga homogen. Proses fermentasi dilakukan
menggunakan kantong plastik hitam sebagai silo dan difermentasi
selama 2 minggu dalam kondisi an-aerob. Setelah 2 minggu jerami padi
terfermentasi dibuka/dipanen serta dievaluasi kualitasnya (Gambar 7.3).
Gambar 7.3 Ensilase Jerami Pdi
[-187-]
[-186-]
[-187-]
Pada penelitian tersebut, evaluasi efektivitas biokatalis cair bakteri
lignoselulolitik sebagai starter fermentasi jerami padi dilaksanakan
melalui evaluasi terhadap kandungan nutrien (termasuk fraksi serat
lignoselulosa), produk metabolit silase dan kecernaan bahan kering dan
bahan organik secara in-vitro.
Terhadap kandungan nutrien silase jerami padi, hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemanfaatan bakteri lignoselulolitik terpilih cairan
rumen sapi bali dan/atau rayap dalam proses ensilase (proses fermentasi
dalam produksi silase) jerami padi telah mampu menghasilkan silase
jerami padi dengan kandungan protein kasar 7,45 – 27,46% lebih tinggi
dan berbeda nyata (P<0,05; kecuali JBR1234 dan JBT1234) dibandingkan
dengan yang dihasilkan oleh biokatalis cair BR0T0 yang mempunyai
kandungan protein kasar 3,387%. Silase JBR23T14 merupakan silase jerami
padi dengan kandungan protein kasar tertinggi yaitu 4,317% yang
berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan formula silase jerami padi JBR24T13,
JBCR, JBR34T12 dan JBRmixTmix (Tabel 7.2).
Tabel 7.2 Kandungan Nutrien Silase Jerami Padi Terfermentasi Biokatalis Cair Bakteri Lignoselulolitik
Jerami Padi Terfermentasi2
Kandungan Nutrien1 Bahan Kering (% Segar basis)
Bahan Kering (% DW basis)
B. Organik (% DM basis)
B. Anorganik (% DM basis)
Protein Kasar (% DM basis)
JBR0T03 15,509def5 95,531a 78,029a 21,971a 3,387a
JBR1234 15,392de 95,592a 79,062a 20,938a 3,640ab JBT1234 14,808b 95,574a 78,037a 21,963a 3,661ab JBR12T34 15,345cd 95,607a 78,480a 21,520a 3,786b JBR13T24 15,539ef 95,654a 78,089a 21,911a 3,863b JBR14T23 14,749b 95,520a 79,171a 20,829a 3,897b JBR23T14 15,857g 95,115a 79,712a 20,288a 4,317c JBR24T13 15,582f 95,478a 79,189a 20,811a 4,245c JBR34T12 15,199c 95,721a 79,061a 20,939a 4,233c JBRmixTmix 14,046a 95,695a 78,373a 21,627a 4,219c JBCR4 15,385de 95,277a 78,599a 21,401a 4,242c SEM6 0,034 0,212 0,485 0,485 0,061 Keterangan: 1)Analisis Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak, FAPET UNUD, 2)Jerami padi terfernentasi biokatalis cair
bakteri terpilih cairan rumen sapi bali (R) dan/atau rayap (T), yaitu: R1=Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, R2=Bacillus subtilis strain BR4LG, R3=Bacillus subtilis strain BR2CL, R4=Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY, Rmix=Kombinasi R1;R2;R3 dan R4, T1=Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, T2=Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, T3=Bacillus sp. strain BT3CL, T4=Bacillus sp. strain BT8XY, Tmix=Kombinasi T1, T2, T3 dan T4, 3)JBR0T0=Jerami padi terfermentasi Biokatalis cair tanpa isolat bakteri (medium biokatalis cair saja), 4)JBCR = Jerami padi terfermentasi Biokatalis cair 10% cairan rumen sapi bali, 5)Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05),6) SEM=Standard Error of The Treatment Means
[-188-]
Efektivitas formula biokatalis cair yang memanfaatkan bakteri
lignoselulolitik unggul asal cairan rumen sapi bali dan rayap khususnya
formula biokatalis cair JBR23T14, JBR24T13, JBCR, JBR34T12 dan JBRmixTmixjuga
tampak dari tidak terjadinya kehilangan (leaching) nutrien dalam proses
ensilase yang ditunjukkan dengan adanya kandungan bahan kering,
bahan organik maupun anorganik yang berbeda tidak nyata (P>0,05)
bahkan secara kuantitatif kandungan bahan kering maupun bahan
organik cenderung meningkat (Tabel 7.2).
Penggunaan biokatalis cair kultur mikroba baik bakteri
lignoselulolitik maupun biokatalis cairan rumen sapi bali, telah diketahui
mempunyai populasi bakteri tinggi (Tabel 6.4), aktivitas spesifik enzim
dan kemampuan perombakan lignoselulosa yang tinggi (Tabel 6.6 – 6.9)
terbukti mampu merombak fraksi serat lignoselulosa dari bahan pakan
jerami padi yang ditunjukkan dengan adanya kandungan komponen
serat lignoselulosa baik NDF (netral detergent fiber), ADF (acid detergent
fiber), ADL (acid detergent lignin), selulosa, hemiselulosa, lignin insoluble
maupun silika dari jerami padi terfermentasi (silase jerami padi) yang
lebih rendah masing-masing 18,34 – 27,91%; 21,51 – 30,46%; 22,49 – 35,07%;
20,69 – 26,71%; 11,12 – 22,10%; 17,56 – 28,72% dibandingkan kandungan
fraksi serat lignoselulosa dari jerami padi sebelum difermentasi.
Fermentasi menggunakan biokatalis cair tanpa kultur bakteri (BR0T0)
juga menurunkan fraksi serat lignoselulosa jerami padi, namun dengan
persentase lebih rendah dibandingkan fermentasi menggunakan
biokatalis cair kultur bakteri lignoselulolitik unggul rumen sapi bali
dan/atau rayap yaitu masing-masing sebesar 11,87%, 13,01%, 14,20%,
12,03%, 9,26%, 15,09% dan 12,91% dari kandungan NDF, ADF, ADL,
Selulosa, hemiselulosa, lignin dan silika jerami padi (Tabel 7.3).
Terjadinya penurunan serat lignoselulosa jerami padi merupakan
respon dari aktivitas lignoselulase yang dihasilkan bakteri lignoselulolitik
yang terdapat pada biokatalis cair penelitian. Semakin efektif dan
sinergis aktivitas lignoselulase dari biokatalis cair, semakin tinggi
kemampuan perombakan serat lignoselulosa yang dihasilkan (Peres et [-189-]
[-188-]
[-189-]
al., 2002; Howard et al., 2003). Hal tersebut nyata tampak pada
penelitian ini yaitu tingginya aktivitas lignoselulase biokatalis cair bakteri
unggul lignoselulolitik khususnya formula BR23T14, BR24T13, dan BR34T12
(Tabel 6.6 – 6.9) terbukti menghasilkan kemampuan perombakan serat
lignoselulosa tinggi yang ditunjukkan rendahnya kandungan fraksi serat
lignoselulosa dari silase jerami padi yang dihasilkan oleh formula
biokatalis cair tersebut.
Tabel 7.3 Kandungan Serat Lignoselulosa dari Jerami Padi Terfermentasi Biokatalis cair Bakteri Lignoselulolitik
Silase Jerami Padi
Kandungan Fraksi Serat (%)
NDF ADF ADL Selulosa Hemi-selulosa
Lignin insoluble
Silika
JBR0T0 72,481f 49,724d 22,025e 27,698b 22,758h 12,950f 9,076g JBR1234 67,157e 44,864c 19,898d 24,966a 22,293g 11,307e 8,590fg JBT1234 66,775e 44,513bc 19,541cd 24,972a 22,262g 11,137de 8,404def JBR12T34 66,120de 44,128bc 19,235bcd 24,893a 21,992f 10,772cde 8,462ef JBR13T24 66,133de 44,359bc 19,719cd 24,640a 21,774e 10,395bcd 8,324cdef JBR14T23 63,675cd 42,166ab 18,143abc 24,023a 21,509d 10,097bc 8,046bcde JBR23T14 59,286a 39,749a 16,670a 23,079a 19,537a 9,242a 7,428a JBR24T13 60,791ab 40,815a 17,236a 23,580a 19,975b 9,622ab 7,614ab JBR34T12 61,345abc 41,338a 17,674ab 23,663a 20,008b 9,801ab 7,873abc JBRmixTmix 62,565bc 42,179ab 18,178abc 24,001a 20,386c 10,018abc 8,160cdef JBCR 61,789abc 41,535a 17,651ab 23,884a 20,254c 9,726ab 7,926abcd
SEM 0,506 0,485 0,336 0,435 0,035 0,167 0,105 Keterangan: 1)Analisis Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak, FAPET UNUD, 2)Jerami padi terfernentasi biokatalis cair
bakteri terpilih cairan rumen sapi bali (R) dan/atau rayap (T), yaitu: R1=Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, R2=Bacillus subtilis strain BR4LG, R3=Bacillus subtilis strain BR2CL, R4=Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY, Rmix=Kombinasi R1;R2;R3 dan R4, T1=Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, T2=Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, T3=Bacillus sp. strain BT3CL, T4=Bacillus sp. strain BT8XY, Tmix=Kombinasi T1, T2, T3 dan T4, 3)JBR0T0= Jerami padi terfermentasi Biokatalis cair tanpa isolat bakteri (medium biokatalis cair saja), 4)JBCR = Jerami padi terfermentasi Biokatalis cair 10% cairan rumen sapi bali, 5)Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05),6) SEM=Standard Error of The Treatment Means
Aktivitas lignoselulase baik ligninase, endoglukanase, eksoglukanase
maupun xylanase yang dihasilkan biokatalis cair bakteri lignoselulolitik
unggul cairan rumen sapi bali dan/atau rayap serta biokatalis cair cairan
rumen sapi bali telah merombak serat lignoselulosa jerami padi yang
ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan serat lignoselulosa
dari silase jerami padi (Tabel 7.3) serta terbentuknya senyawa-senyawa
sederhana (senyawa metabolit) berupa VFA maupun N-NH3yang disertai
penurunan pH silase yang dihasilkan (Tabel 7.4).
[-190-]
Chandra et al. (2015) mengungkapkan bahwa pada lingkungan
anaerob, mikroba (bakteri) lignolitik dengan enzim ligninasenya (lignin
peroksida/Li-P, mangan peroksidase/Mn-P, versatile peroksidase/VP,
lakase/Lac, dan dye-decolorizing peroksidase/DyPs serta berbagai enzim
ligninase lainnya) akan merombak senyawa lignin membentuk senyawa-
senyawa hidroksil/fenol (alkohol aromatik), karboksil (termasuk VFA),
amina (termasuk NH3), mineral organik (organomethallic), CO2,H2O dan
CH4, sedangkanmikroba selulolitik dan hemiselulolitik serta didukung
bakteri non-sakarolitik dengan aktivitas enzim individual dan/atau multi
enzim selulosom akan mendegradasi selulosa maupun hemiselulosa
membentuk gula-giula sederhana (glukosa, xylosa, mannosa, dll) yang
segera akan difermentasi membentuk asam organik, H2, CO2 dan CH4.
Pada penelitian ini, komponen lignin dari jerami padi yang
sebelumnya mempunyai kandungan ADL sebesar 25,672% dan lignin
insoluble sebesar 15,252% (Tabel 7.1) oleh bakteri lignoselulolitik cairan
rumen sapi bali dan/atau rayap serta kultur mikroba cairan rumen sapi
bali dari biokatalis cair yang dipergunakan mampu diturunkan masing-
masing sebesar 22,49 - 35,07% dan 25,86 – 39,40% (Tabel 5.2.10) serta
memproduksi VFA dan N-NH3 masing-masing sebesar 85,537 – 108,967
mM dan 5,459 – 8,797 mM dengan derajat keasaman silase 3,923 – 4,358
(Tabel 7.4). Biokatalis cair BR23T14 yaitu biokatalis cair yang diproduksi
memanfaatkan bakteri Bacillus subtilis strain BR4LG dan Bacillus subtilis
strain BR2CL, serta Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, dan Bacillus sp. strain
BT8XY mampu menghasilkan silase jerami padi dengan kandungan ADL
dan lignin insoluble terendah yaitu 16,670% dan 9,242% (Tabel 7.3) serta
108,967 mM VFA dan 8,797 mM N-NH3 (Tabel 7.4).
Tingginya populasi bakteri lignolitik (1,047 x 108 sel/ml) serta aktivitas
spesifik enzim ligninase (0,208 U, untuk inkubasi 24 jam) dari biokatalis
cair BR23T14 (Tabel 6.4 dan 6.6) mendukung dihasilkannya tingkat
perombakan komponen lignin (ADL dan lignin insoluble) serta produksi
metabolir yang tinggi dari silase jerami padi JBR23T14. Adanya bakteri
Bacillus subtilis strain BR4LG yang diketahui mempunyai kemampuan
[-191-]
[-190-]
[-191-]
lignolitik tinggi dengan aktivitas spesifik ligninase tertinggi (Tabel 6.6)
serta didukung oleh adanya bakteri Bacillus subtilis strain BR2CL,
Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, dan Bacillus sp. strain BT8XY yang
berdasarkan berbagai referensi menunjukkan bakteri dari jenis/strain
tersebut menghasilkan enzim ligninase, seperti lignin peroksidase, mangan
peroksidase/MnP,Laccase/Lac, dandye-decolorizing peroksidase/DyP
(Chandra et al., 2015; Abdelaziz et al., 2016;Data et al., 2017) sehingga
mendukung dihasilkannya perombakan lignin yang tinggi.
Tabel 7.4 Produk Metabolit dan pH dari Jerami Padi Terfermentasi Biokatalis cair Bakteri Lignoselulolitik
Jerami Padi Terfermentasi2
Derajat Keasaman dan Metabolit Fermentasi Jerami Padi1 pH N-NH3 (mM) VFA Total (mM)
JBR0T03 4,335b5 3,896a 80,064a
JBR1234 4,065a 5,459b 85,537ab JBT1234 4,064a 5,631b 85,552ab JBR12T34 4,080a 6,672bc 88,543bc JBR13T24 4,279b 7,181cd 91,195bc JBR14T23 4,082a 8,142de 92,729c JBR23T14 3,923a 8,797e 108,967d JBR24T13 4,024a 8,403de 108,451d JBR34T12 4,013a 8,535e 108,213d JBRmixTmix 4,358b 7,563cde 106,529d JBCR4 4,036a 8,357de 108,021d SEM6 0,032 0,257 1,324 Keterangan: 1)Analisis Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak, FAPET UNUD, 2)Jerami padi terfernentasi biokatalis cair
bakteri terpilih cairan rumen sapi bali (R) dan/atau rayap (T), yaitu: R1=Pseudomonas aeruginosa strain BR9LS, R2=Bacillus subtilis strain BR4LG, R3=Bacillus subtilis strain BR2CL, R4=Paenibacillus dendritiformis strain BR3XY, Rmix=Kombinasi R1;R2;R3 dan R4, T1=Aneurinibacillus sp. strain BT4LS, T2=Aneurinibacillus sp. strain BT5LG, T3=Bacillus sp. strain BT3CL, T4=Bacillus sp. strain BT8XY, Tmix=Kombinasi T1, T2, T3 dan T4, 3)JBR0T0= Jerami padi terfermentasi Biokatalis cair tanpa isolat bakteri (medium biokatalis cair saja), 4)JBCR = Jerami padi terfermentasi Biokatalis cair 10% cairan rumen sapi bali, 5)Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05),6) SEM=Standard Error of The Treatment Means
Adanya berbagai enzim ligninase ekstraseluler (Li-P, Mn-P, Lac, DyP)
akan merombak senyawa lignin termasuk yang terdapat pada jerami
padi selama proses fermentasi/ensilase (anaerob) membentuk senyawa-
senyawa grup hidroksil (fenol), grup karboksil (termasuk VFA), grup
amino (termasuk NH3), dan senyawa mineral organik (organomethallic
/organotins) (Chandra et al., 2015). Lignin peroksidase/Li-P merupakan
katalis utama dalam perombakan senyawa lignin, akan mengoksidasi
komponen aromatik non fenolik yang merupakan penyusun utama
(±90%) struktur lignin dengan cara transfer elektron, pembongkaran
[-192-]
cincin aromatik dan pemecahan berbagai ikatan rantai lignin terutama
ikatan Cα-Cβ molekul ligninyang merupakan jalur utama perombakan
lignin (Perez et al., 2002; Data et al., 2017). Mangan peroksidase/Mn-P
akan mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+ dan H2O2 yang berperanan dalam
pemutusan komponen fenolik dari lignin (Kishi et al., 1994; Perez et al.,
2002), sedangkan lakase/Lac akan merombak senyawa fenolik,
mengoksidasi amina aromatik dan senyawa lain melalui reduksi molekul
oksigen menjadi H2O serta pembentukan radikal bebas. Adanya
berbagai enzim ligninase yang dihasilkan oleh biokatalis cair bakeri
lignoselulolitik rumen sapi bali dan/atau rayap terutama pada formula
JBR23T14 mengakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi lignin (ADL
dan lignin insoluble) (Tabel 7.3) serta dihasilkannya total VFA dan N-NH3
tertinggi dan dengan pH rendah (Tabel 7.4).
Tingginya konsentrasi N-NH3 dari silase jerami padi yang diproduksi
dengan biokatalis cair bakteri lignoselulolitik unggul rumen sapi bali
dan/atau rayap (JBR1234; JBT1234; JBR12T34; JBR13T24; JBR14T23; JBR23T14; JBR24T13;
JBR34T12; JBRmixTmix) serta cairan rumen sapi bali/JBCR dibandingkan
dengan silase jerami padi JBR0T0 (5,459 – 8,797 mM Vs 3,896 mM) (Tabel
7.4) selain sebagai respon tingginya tingkat degradasi senyawa lignin dari
jerami padi yang mampu melepaskan gugus amino/amina (-NH2), juga
akibat dari perombakan protein dari jerami padi itu sendiri serta protein
tubuh mikroba (bakteri) yang telah mati.
Perombakan selulosa maupun hemiselulosa dari jerami padi yang
difermentasi menggunakan biokatalis cair bakteri lignoselulolitik unggul
rumen sapi bali dan/atau rayap serta biokatalis cair cairan rumen sapi
bali juga berlangsung dengan baik yang ditunjukkan dengan terjadinya
penurunan kandungan netral detergen fiber/NDF, acid detergent
fiber/ADF, selulosa dan hemiselulosa masing-masing sebesar 18,34 – 27,91%,
21,51 – 30,46%, 20,69 – 25,71% dan 11,12 – 22,10% (Tabel 7.3) dari jerami
padi sebelum difermentasi yang mempunyai kandungan NDF 82,241%,
ADF 57,160%, selulosa 31,488% dan hemiselulosa 25,081% (Tabel 7.1).
Fermentasi jerami padi menggunakan biokatalis cair tanpa bakteri [-193-]
[-192-]
α β
[-193-]
lignoselulolitik/BR0T0 juga mampu menurunkan fraksi serat dinding sel
(NDF, ADF, selulosa dan hemiselulosa) dari jerami padi masing-masing
sebesar 11,87%, 13,01%, 12,03% dan 9,26% (Tabel 7.3 vs 7.1).
Tingginya populasi bakteri selulolitik dan hemiselulolitik dari
biokatalis cair penelitian yaitu masing-masing 0,145 x108 – 1,167 x 108 sel/ml
dan 0,113 x 108 – 1,153 x108 sel/ml, serta populasi total bakteri yang
diprediksi mengandung bakteri non lignoselulolitik (0,261 x 108 – 2,400 x
108 sel/ml) dengan berbagai aktivitas enzimnya (Tabel 6.4 – 6.9) akan
mendukung perombakan fraksi selulosa maupun hemiselulosa yang tinggi
(Tabel 7.3) serta dihasilkannya asam-asam organik dalam bentuk VFA
yang tinggi serta pH rendah (Tabel 7.4).
Pada penelitian ini, perombakan fraksi serat selulosa maupun
hemiselulosa dari jerami padi selama proses fermentasi merupakan hasil
aktivitas multi enzim selulase (endoglukanase, eksoglukanase dan
glukosidase), kompleks hemiselulase khususnya xylanase (endoxylanase,
eksoxylanase, xylosidase) yang dihasilkan bakteri selulolitik dan
hemiselulolitik (Saha, 2013) serta didukung oleh enzim nonselulolitik/non
hemiselulolitik antara lain Glukosa-6-phosphatase, phosphoglukosa
isomerase, xylosa isomerase, xylosa kinase, pirufatdekarboksilase,
alkoholdehidrokinase, dan enzim sakarolitik lainnya yang diproduksi oleh
bakteri non selulolitik (Chandra et al., 2015) yang terdapat pada
biokatalis cair penelitian. Kompleks enzim selulase merombak senyawa
kompleks selulosa baik komponen amorf maupun kristalin dari selulosa
jerami padi menjadi glukosa. Kompleks enzim xylanase akan merombak
xylanosa menjadi senyawa penyusunnya (xylosa, mannosa, arabinosa,
glukosa, galaktosa), sedangkan enzim nonselulase maupun non
hemiselulase akan memfermentasi glukosa, xylosa, mannosa, arabinosa
maupun galaktosa menjadi H2 dan CO2, asam-asam organik (asetat,
propionat, butirat) sehingga produksi VFA total dari silase jerami padi
tinggi yaitu 80,064 – 108,967 mM (Tabel 7.4).
Tingginya efektivitas fermentasi jerami padi oleh biokatalis cair
kultur/bakteri lignoselulolitik unggul juga ditunjukkan dengan
[-194-]
dihasilkannya silase jerami padi yang mempunyai derajat keasaman
tinggi/pH rendah yaitu 3,933 – 4,335. Silase jerami padi JBR23T14; JBR34T12.
JBR24T13; JBCR; JBR1234; JBT1234; JBR12T34; JBR14T23 menghasilkan silase jerami
padi dengan pH 5,84 – 9,51% lebih rendah (P<0,05) dibandingkan silase
jerami padi JBR0T0yang mempunyai pH 4,335 (Tabel 7.4). Hal ini
merupakan respon dari aktivitas bakteri lignoselulolitik dari biokatalis
cair yang dipergunakan yang mampu merombak senyawa lignoselulosa
jerami padi menjadi hidrogen, CO2 dan asam-asam organik yang
mengakibatkan peningkatan konsentrasi ion hidrogen (H2+) sehingga
derajat keasamaan silase jerami padi meningkat (pH turun).
Pemanfaatan biokatalis cair bakteri lignoselulolitik unggul rumen
sapi bali dan/atau rayap serta biokatalis cair cairan rumen sapi bali
sebagai starter dalam proses fermentasi terbukti mampu menghasilkan
silase jerami padi dengan kecernaan bahan kering/Kc.BK dan kecernaan
bahan organik/Kc.BO in-vitro lebih tinggi (P<0,05) masing-masing 3,97–
22,53% dan 5,51-22,06% dibandingkan dengan silase jerami padi yang
diproduksi menggunakan biokatalis cair tanpa kultur/bakteri
lignoselulolitik unggul/JBR0T0 yang mempunyai Kc.BK 44,975% dan Kc.BO
47,461% (Tabel 7.5). Pada Tabel tersebut juga tampak bahwa silase
jerami padi JBR23T14; JBR24T13 dan JBR34T12 mempunyai tingkat kecernaan
bahan kering dan bahan organik terbaik
Aplikasi proses fermentasi menggunakan biokatalis cair bakteri
lignoselulolitik khususnya formula biokatalis cair BR23T14, BR24T13 dan
BR34T12 yang diketahui mempunyai kualitas tinggi yang ditunjukkan
adanya populasi bakteri dengan aktivitas enzim tinggi akan
mempercepat perombakan senyawa kompleks menjadi komponen lebih
sederhana serta memperlonggar ikatan rantai penyusun senyawa
kompleks sehingga mempermudah kerja enzim-enzim pencernaan yang
mengakibatkan tingkat kecernaan nutrien meningkat (Howard et al.,
2003). Hal yang sama juga terjadi pada penelitian ini, yaitu keberadaan
fraksi serat lignoselulosa berkorelasi negatif terhadap kecernaan bahan
kering maupun bahan organik dari silase jerami padi. Hasil penelitian
[-195-]
[-194-]
[-195-]
menunjukkan bahwa kandungan NDF dari silase jerami padi mempunyai
korelasi negatif tinggi terhadap kecernaan bahan kering dan bahan
organik yang masing-masing mengikuti persamaan yaitu Y= -0,827X +
103,8 (R2=0,914) dan Y= -0,872X + 109,9 (R2=0,938). Terhadap keberadaan
selulosa, kecernaan bahan kering dan bahan organik dari silase jerami
padi mempunyai korelasi negatif cukup tinggi yang masing-masing
mengikuti persamaan Y= -2,362X + 108,4 (R2=0,792) dan Y= -2,525X + 115,6
(R2=0,834). Kandungan hemiselulosa dari silase jerami padi mempunyai
korelasi negatif tinggi terhadap kecernaan bahan kering dan bahan
organiknya yang masing-masing mengikuti persamaan Y= -2,693X + 107,5
(R2=0,879) dan Y= -2,828X + 113,6 (R2=0,893), sedangkan terhadap
konsentrasi lignin insoluble, kecernaan bahan kering dan bahan organik
dari silase jerami padi mempunyai korelasi negatif yang tinggi yaitu
mengikuti persamaan Y= -2,966X + 81,59 (R2=0,897) dan Y= -3,150X + 86,71
(R2=0,933) (Gambar 7.4 – 7.5).
Gambar 7.4 Hubungan Kandungan Serat Lignoselulosa dengan Kecernaan Bahan Kering dari Jerami PadiTerfermentasi Biokatalis cair Bakteri
Lignoselulolitik
[-196-]
Gambar 7.5 Hubungan Kandungan Serat Lignoselulosa dengan Kecernaan Bahan Organik dari Jerami PadiTerfermentasi Biokatalis cair Bakteri Lignoselulolitik
Gambar 7.4 dan 7.5 menunjukkan secara nyata bahwa keberadaan
serat lignoselulosa akan sangat mempengaruhi kecernaan nutrien dari
suatu bahan pakan. Semakin rendah kandungan serat lignoselulosa dari
suatu bahan pakan, maka semakin tinggi kecernaan bahan kering
maupun bahan organiknya. Sehingga upaya pemanfaatan bahan pakan
asal limbah pertanian seperti jerami padi haruslah dibarengi dengan
upaya penurunan kandungan serat lignoselulosa dari bahan pakan
tersebut. Pemanfaatan biokatalis cair dengan kandungan bakteri yang
mampu bekerja secara sinergis akan menghasilkan silase bahan pakan
berkualitas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrien bagi
ternak. Pada penelitian ini, biokatalis cair BR23T14, BR24T13 dan
BR34T12diyakini merupakan 3 biokatalis cair bakteri dengan aktivitas
paling sinergis sehingga layak dimanfaatkan dalam optimalisasi
pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak.
[-197-]
[-196-]
[-197-]
DAFTAR PUSTAKA
Aarti, C., M. V. Arasu, and P. Agastian. 2015. Lignin Degradation; A Microbial Approach. South Indian Journal of Biological Sciences. I (3); 119-127
Abberton, M.T., J.H. MacDuff, A.H. Marshall and M.W.Humpreys. 2007. The Genetic Improvement of Forage Grasses and Legumes to Reduce Greenhouse Gas Emissions. Paper prepared for FAO.
Abdelaziz, O. Y., D. P. Brink, J. Prothmann, K. Ravi, M. Sun, J. G. Hidalgo, M. Sandahl, C. P. Hulteberg, C. Turner, G. Liden, M. F. G. Grouslund. 2016. Biological Valorization of Low Molecular Weight Lignin. Research Review Paper. Biotechnology Advances 34; 1318-1346
Acharya, S., dan A. Chaudhary. 2012. Alkaline Cellulase Produced by A Newly Isolated Thermophilic Aneurinibacillus thermoaerophilus WBS2 from Hot Spring, India. African Journal of Microbiology Research 6(26); 5453-5458
Adler, E. 1977. Lignin Chemistry. Past, Present, and Future. Wood Sci. Technol. 11; 169-218
Adney, B. dan J. Baker. 2008. Measurement of Cellulase Activities. Laboratory Analytical Procedure (LAP). Technical Report. National Renewable Energy Laboratory. 1617 Cole Boulevard Golden, Colorado. 1-8
Ahmed, S., A. Bashir, H. Saleem, M. Saadia and A. Jamil. 2009. Production and Purification of Cellulosedegrading Enzymes from a Filamentous Fungus Trichoderma harzianum. Pakistan Journal of Botany, 41 (3); 1411 - 1419
Ahring, B. K. 2003. Perspectives for anaerobic digestion. In: T. Scheper (Ed.), Advances in Biochemical Engineering/Biotechnology, 81: 1-30, Springer-Verlag Berlin, Heidelberg
Akin, D. E., and R. Benner. 1988. Degradation of Polysaccharides and Lignin by ruminal Bacteria and Fungi. Applied and Environmental Microbiology; 1117-1125
Akin, D. E. And W. S. Borneman. 1990. Roles of Rumen Fungi in Fiber Degradation. J. Dairy Sci. 73: 3023-3032
Ali, S. M., S. H. Omar, dan N. A. Soliman. 2013. Co-Production of Cellulase and Xylanase Enzymes By Thermophilic Bacillus subtilis 276NS. International Journal of Biotechnology for Wellness Industries. 2; 65-74
Anganga, A.A., P. Lelata, and M. V. Tsine. 2005. Molasses Urea Blocks as Supplementary Feed Resource for Ruminants in Botswana. Journal of Animal and Veterinary Advances 4 (5): 524-528
[-198-]
Anggraeny, Y. N. dan U. Umiyasih. 2008. Evaluasi Potensi Pakan Asal Limbah Tanaman Pangan dan Limbah Perkebunan di Daerah Prioritas Kawin Alam Mendukung Program P2SDS. Proseding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner: 304-311
Anindyawati, T. 2010. Potensi Selulase dalam Mendegradasi Lignoselulosa Limbah Pertanian untuk Pupuk Organik. Berita Selulosa. Vol. 45 (2); 70-79
Arora, S.P.. 1995. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Terjemahan dari Microbial Digestion In Ruminants. Oleh Retno Murwani. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Arora, D. S. And D. K. Sandhu. 1985. Laccase Production and Wood Degradation by a White Rot Fungus Daedale flavida. Enzyme Microb. Technol. 7: 405-408
Artiningsih, T. 2006. Aktivitas Lignolitik jenis Ganoderma pada Berbagai Sumber Carbon. Journal Biodiversitas. Vol. 7 (4); 307-311.
Association of Official Agricultural Chemist/AOAC. 1965. Official Methods of Analysis. Teenth Edition. A.O.A.C., Washington D.C.
Association of Official Analytical Chemists/AOAC. 1990. Official Methods of Analysis. 15th Edition. Association of Official Agricultural Chemist, Arlington, VA, USA
Astutik, R. P., N. D. Kuswytasari, dan M. Shovitri. 2011. Uji Aktivitas Enzim Selulase dan Xilanase Isolat Kapang Tanah Wonorejo Surabaya. Makalah. Institus Teknologi Surabaya.Sumber: http://digilib.its.ac.id/ITS-Undergraduate-3100011045219/17619(akses 12 Januari 2012)
Atomos-BATAN. 2007. Urea Molasses Multinurient Block/UMMB. Sumber: http:www.infonuklir.com[cited 2008 April 30].
Bach, A., S. Calsamiglia, and M. D. Stern. 2005. Nitrogen metabolism in the rumen. J. Dairy Sci. 88:(E.Suppl.):E9-E21. American Dairy Science Association.
Bachrudin, Z. 1985. Development of Ruminal Microflora in Goat (Capra hircus). Thesis Program Pasca Sarjana. University of Philipines, Los Banos
Badan Pusat Statistik/BPS. 2014. Produksi Padi, Jagung dan kedele. Angka Sementara Tahun 2013. Berita Resmi Statistik. No. 22/03/51/Th.VII, 3 Maret 2014. Sumber: http:www.bps.go.id/getfile.php?news=1086(Akses 15 Juni 2014).
[-199-]
[-198-]
[-199-]
Badan Pusat Statistik/BPS Propinsi Bali. 2014. Produksi Padi, Jagung dan kedele. Dari Angka Tetap (ATAP) 2012 ke Angka Sementara (ASEM) 2013. Berita Resmi Statistik. No. 18/03/51/Th.VIII, 3 Maret 2014. Sumber: http:www.bali.bps.go.id/brs/padi/brs_produksi_03_2014.pdf (Akses 15 Juni 2014).
Bagudo, A. I., U. Argungu, Aliero, A. A., Suleiman, N., Kalpana, S. 2014. Bacillus subtilis as an Alternative Source of Beta-Glucoside. International Journal of Modern Cellular and Molecular Biology 3(1); 1-9
Baig, M. N., C. Zetzl, G. Brunner. 2016. Conversion of Extracted Rice Bran and Isolation of Pure Bioethanol by Means of Supercritical Fluid Technology. http://www.isasf.net/fileadmin/files/Docs/Colmar/Paper/N3.pdf (akses 19 Desember 2017)
Baldwin, R. L. and M. J. Allison. 1983. Rumen metabolism. J. Anim. Sci. 57: 461-477.
Bansal, N., R. Soni, C. Janveja, and S. K. Soni. 2012. Production of Xylanase-Cellulase Complex by Bacillus subtillis NS7 for The Biodegradation of Agro-Waste Residues. Peer Reviewed Article. Lignocellulose 1 (3); 196-209
Bartley, S. J., J. R. Males and R. L. Preston. 1983. Evaluation of Urea Dilution as an Estimator of Body Composition in Mature Cows. Journal of Animal Science. Vol. 56 No. 2, p. 410-417
Beg, Q. K., M. Kapoor, L. Mahajan, G. S. Hoondal. 2001. Microbial Xylanases and Their Industrial Applications: a Review. Appl. Micvrobiol. Biotechnol. 56; 326-338
Beguin, P., dan J. P. Aubert. 1994. The Biological Degradation of Cellulose. FEMS Microbiology Reviews 13; 25-58
Bergen, W. 1977. Factor affecting growth yields of micro-organisms in the rumen. Trop. Anim. Prod. 4:1. 13-20
Bergman, E. N. 1990. Energy contributions of volatile fatty acids from the gastrointestinal tract in various species. Physiological Reviews. Vol. 70 No.2; 567-590
Berra-Maillet, C., Y. Ribot, and E. Forano. 2004. Fiber Degrading System of Different Strains of the Genus Fibrobacter. Appl. Environ. Microbiol. Apr.:2172-2179
Berrocal, M., A. S. Ball, S. Huerta, J. M. barrasa, M. Hernandez, M. I. Perez-leblic, M. E. Arias. 2000. Biological upgrading of wheat straw through solid state fermentation with Streptomyces cyaneus. Appl. Microbiol Biotechnol 54; 764-771
[-200-]
Bidura, I G. N. G. 2007. Limbah. Pakan Ternak Aplikatif dan Aplikasi Teknologi. Udayana University Press, Denpasar.
Biocon Diagnostic Protocol. Quality Diagnostics Manufactured in Germany.
Bolam, D. N., A. Ciruela, S. McQueen-Mason, P. Simpson, M. P. Williamson, J. E. Rixon, A. Boraston, G. P. Hazlewood, H. J. Gilbert. 1998. Pseudomonas Cellulose-Binding Domain Mediate Their Effects by Increasing Enzyme Substrate Proximity. Biochem. J.331;775-781
Borji M., Rahimi SH., Ghorbani GH. R., Vandyousefi J., Fazaeli H. 2003. Isolation and Identification of Some Bacteria from Termites Gut Capable in Degrading Straw Lignin and Polysaccharides. Journal of Veterinery Research 58 (3); 249 – 256
Borror, D.J., dan De Long. 1971. An Introduction to The Study of Insects.Amerika: United State of America
Bowen, R. 1996. Rumen Physiology and Rumination. Digestive Physiology of Herbivores. Sumber: http://www.vivo.colostate.edu/hbooks (Akses 15 September 2014).
Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method for quantification of microgram quantities of protein utilizing the principle of protein dye binding. Anal Biochem 72: 234-254.
Bratasida. 2002. Sustainable human settlements CSD12, Navy, New York
Brooker, J. D. 1995. Engineering The Rumen for Enhanced Animal Production. Rumen Ecology Research Planning. Editor: R. J. Wallace and A. Lahlou-Kassi. Proceeding of a Workshop Held at ILRI. Addis Ababa. Ethiopia
Budiasa, I K. M. dan I M. Mudita. 2009. Pengaruh Tepung Daun Gamal dan Daun Kelor Sebagai Sumber Protein Dalam Urea Cassava Blok (UCB) Terhadap Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, Kadar VFA, Dan NH3 Cairan Rumen Pakan Jerami Padi secara Invitro. Laporan Penelitian DIPA Universitas Udayana, Denpasar
Camarero, S., B. Bockle, M. J. Martinez. 1994. Lignin degradation enzimes of the comercial button mushroom. Agaricus pulmonarius. Appl. Environ. Microbiol. 62:1070-1072.
Cater, M., M. Zorec, R. M. Logar. 2014. Methods for Improving Anaerobic Lignocellulosic Substrates Degradation for Enhanced Biogas Production. Spinger Science Reviews. Published online: 23 July 2014
Chalimi, K. 2008. Kadar Hematokrit, Glukosa dan Urea Darah Sapi Peranakan Ongole (PO) yang Diberi Roti Sisa Pasar Sebagai Pengganti Dedak Padi. Skripsi Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
[-201-]
. β
[-200-]
[-201-]
Chandel, A. K., E.S. Chan, R. Rudravaram, M. L.Narasu, L. V. Rao, and P. Ravindra. 2007. Economics and Environmental Impact ofBioethanol Production Technologies: AnAppraisal. Biotechnology and MolecularBiology Review Vol. 2 (1), 14-32.
Chandra, R., S. Yadav, dan V. Kumar. 2015. Microbial Degradation of Lignocellulosic Waste and Its Metabolic Products. Chapter 10. Environment Waste Management. Simon Fraser University.
Chen, C., Z. Cui, X. Song, Ya-Jun Liu, Q. Cui, Y. Feng. 2015. Integration of Bacterial Expansin-Like Protein Into Promotes The Cellulose Degradation. Appl. Microbiolo Biotechnol.
Chen. J. and P. J. Weimer. 2001. Competition among three predominant ruminal cellulolytic Bacteria in the Absence or Presence on non-cellulolytic Bacteria. J. Environ. Microbial. 147: 21 – 30
Chen, W. K. Supanwong, K. Ohmiya, S. Shimizu, dan H. Kawakami. 1985. Anaerobic Degradation of Veratrylglycerol-3-Guaiacyl Ether and Guaiacoxyacetic Acid by Mixed Rumen Bacteria. Applied and Environmental Microbiology. p. 1451-1456
Chen, X. B. and M. J. Gomest. 1995. Estimation of Microbial Protein Supply to Sheep and Cattle Based on Urinary Excretion of Purine Derivatives- An Overview of Technical Details. International Feed Resources Unit. Rowett Research Institute, Bucksburn Aberdeen AB2 9SB, UK
Chenost, M., and Kayouli, C.1997.Roughage Utilization In Warm Climate. ISBN 92-5-103981. Food and Agriculture Organization of The United Nations Rome, Italy. [cited 2007 Novembre 30]. Available from: URL: http://www.Fao.org/docrep/003/w4988e/W4988E01.htm
Chiba, L. I. 2014. Animal Nutrition Handbook. Third Revision. URL: http://www.ag.auburn.edu/~chibale/animalnutrition.html diunduh 15 Januari 2018.
Chow,V., Y. S. Kim, M. S. Rhee, N. Sawhney, F. J. S. John, G. Nong, J. D. Rice, J. F. Preston. 2016. A 1,3-1,4-β-Glucan Utilization Regulon in Paenibacillus sp. Strain JDR-2. Applied and Environmental Microbiology 82 (6);1789-1798
Chung, H. J., B. R. Kwon, J. M. Kim, S. M. Park, J. K. Park, B. J. Cha, M. S. Yang dan D. H. Kim. 2008. A Tannic Acid–Inducible and Hypoviral Regulated Laccase3 Contributes to the Virulence of the Chestnut Blight Fungus Cryphonectria parasitica. Molecular Plant-Microbe Interactions Vol. 21 No. 12, 2008, pp. 1582–1590
Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI). 2008. Performance Standard for Antimicrobial Disk and Dilution Susceptibility Tests for Bacteria Isolated From Animals; Approved Standard. Third Edition. CLSI Document. M31-A3. Vol. 28 No 8, 940 West Valley Road, Suite 1400, Wayne, Pennsylvania 19087-1898 USA.
[-202-]
Collin, T., C. Gerday, G. Feller. 2005. Xylanases, xylanase families and extremophilic xylanases. Federation of European Microbiological Societies Federation of European Microbiological Societies/FEMS Microbiology Reviews 29; 3–23
Colpa, D. L., M. W. Fraalje, E. V. Blools. 2014. DyP-type peroxidases; a promising and versatile class of enzyme. Journal of Industrial Microbiology and Biotechnology. 41 (1); 1-7
Coughlan, M.P., and G.P. Hazlewood. 1993. Hemicellulose and Hemicellulases. London; Portland Pr.
Craig, N. L., O. C Fix, R. Green, C. W. Greider, G. Storz, and C. Wolberger. 2010. Molecular Biology. Principles of Genome Function. Oxford University Press, New York
Crawford, R. L. 1981. Lignin Biodegradation and Transformation. John Wiley and Sons. New York
Das, K. C., and W. Qin. 2012. Isolation and Characterization of Superior Rumen Bacteria of Cattle (Bos Taurus) and Potential Application in Animal Feedstuff. Jurnal of Animal Sciences. Vol. 2 No. 4; 224-228. [cited 2014 April 19]. Available from: URL: http://dx.org/10.4236/ojas.2012.24031
Datta, R., A. Kelkar, D. Baraniya, A. Molaei, A. Moulick, R. S. Meena and P. Formanek. 2017. Enzymatic Degradation of Lignin in Soil. A Review. Sustainability 9 (1163); 2 – 18. [cited 2017 Decembre,21]. Available from;URL:http://www.mdpi.com/journal/sustainability
De Jong, J. A. Field, and J. A.M. de Bont. 1994. Aryl Alchohol in The Physiology of Ligninolytic Fungi. FEMS Microbiol. Reviews.13: 153-188
Dehkhoda, A. 2008. Concentrating Lignocellulosic Hydrolysate by Evaporation and Its Fermentation by Repeated Fedbatch Using Flocculating Saccharomyces cerevisiae. Master Thesis. School of Engineering. University Collage of Boras, Sweden
Direktorat Jendral Peternakan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2010. Blue Print. Program Swasembada Daging Sapi 2014. Available from: http://www.ditjennak.go.id/regulasi%blueprint.pdf (diakses 10 Februari 2012).
Doner L and W, Hicks KB (1997) Isolation of hemicellulose from corn fiber by alkaline hydrogen peroxide extraction. Cereal Chem 74:176-181
Efiok, B. J. S. 1996. Basic Calculation for Chemical and Bniological Analysis. AOAC International, Maryland, USA
Ellis, J. T., dan T. S. Magnuson. 2012. Thermostable and Alkalistable Xylanases Produced by The Thermophilic Bacterium Anoxybacillus flavithermus TWXYL3. International Scholarly Research Network. ISRN Microbiology. Volume 21012; 1-8
[-203-]
β‑ ‑‑
[-202-]
[-203-]
Eutick, M. I., R. W. O’Brien, and M. Slaytor. 1978. Bacteria from the Gut of Australian Termites. Applied and Environmental Microbiology. Vol. 35, 1978. p: 823-828
Ekawati, I. 2007. Dekompposisi Komponen Lignoselulosa Jerami Padi oleh Beberapa Isolat Bakteri. Jurnal Natural Vol. 7 No. 2. Hal. 40-43.
Firkins, J.L., A.N. Hristov, † M.B. Hall,‡ G.A. Varga, §dan N.R.St-Pierre. 2006. Integration of Ruminal Metabolism in Dairy Cattle. J. Dairy Sci. 89 (E. Suppl.): E31-E51. American Dairy Science Association. [cited 2007 November 30]. Available from: URL: http://jds.fass.org/cgi/content/abstract/89/e_suppl_1/E31
Fitrotin, U, Sri H dan Arief S. 2006. Teknologi Pengolahan Singkong Terpadu Skala Rumah Tangga di Pedesaan. Balai Pengkajian TeknologiPertanian NTB. Available from: URL: http://ntb.litbang.deptan.go.id (diakses 16 Juni 2008).
Flint, J. F., dan M. R. Garner. 2009. Feeding beneficial bacteria: A natural solution for increasing efficiency and decreasing pathogens in animal agriculture. J. Appl. Poult. Res. 18; 367-378
Forano, E. and H. J. Flint. 2000. Genetically Modified Organisms: Consequences for Ruminant Health and Nutrition. Review Article. Ann. Zootech. 49 (2000): 255-271
France, J. and J. Dijkstra. 2005. Volatile Fatty Acid Productions. In: Quantitative Aspect of Ruminant Digestion and Metabolism. 2nd Ed; page 157 – 176. CABI Publishing, Wallingford-Oxfordshire, United Kingdom
Gabler, M. T. and A. J. Heinrichs. 2003. Altering soluble and potentially rumen degradable protein for prepubertal holsteins heifers. J. Dairy Sci. 86: 2122-2130.
Ge, J., R. Du, D. Zhao, G. Song, M. Jin and W. Ping. 2016. Kinetic Study of a β‑mannanase from the Bacillus licheniformis HDYM‑04 and Its Decolorization Ability Of Twenty‑Two Structurally Different Dyes. Springer Plus 5; 1824
Geethanjali P. A. 2012. A study on lignin degrading fungi isolated from the litter of evergreen forests of Kodagu (D), Karnataka. International Journal of Environmental Sciences Volume 2, No 4; 2034-2039
Geib, S. M., T. R. Filley, P. G. Hatcher, K. Hoover, J. E. Carlson, M. D. M. Jimenez-Gasco, A. Nakagawa-Izumi, R. L. Sleighter and M. Tien. 2008. Lignin Degradation in Wood Feeding Insects. PNAS. September 2, 2008. Vol. 105 No. 35; 12932-12937
Ghose, T. K. 1987. Measurement of Cellulase Activities. International Union of Pure and Applied Chemistry. Pure and Appl. Chem., 59 (2); 257-268
[-204-]
Gilbert, H. J., dan G. P. Hazzlewood. 1993. Bacterial Cellulases and Xylanases. Review Article. Journal of General Microbiology 139; 187-194
Ginting, S.P.. 2004. Tantangan dan Peluang Pemanfaatan Pakan Lokal Untuk Pengembangan Peternakan Kambing di Indonesia. Loka Penelitian Kambing Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. [cited 2007 January 30]. Available from : URL: Http://peternakan.litbang.deptan.go.id
Glazer, A. N. dan H. Nikaido. 2007. Microbial Biotechnology. Fundamental of Applied Microbiology. Second Edition. Cambridge University Press.
Gohel H. R., Ghosh S. K., Braganza V. J. 2013. Synergetic Effect of Temperature and Partial Digestion of Cellulose on Conventional Biogas Production Rate. International Journal of Renewable Energy Research 3(2); 341-346
Gosselink, J. M. J., C. Poncet, J. P. Dulphy and J. W. Cone. 2003. Estimation of the duodenal flow of microbial nitrogen in ruminants based on the chemical composition of forages. Anim. Res. 52: 229-243.INRA, IDP Sciences
Grady, E. N., J. MacDonald, L. Liu, A. Richman, dan Z.C. Yuan. 2016.Current Knowledge and Perspectives of Paenibacillus: a Review. Microbial Cell Factories 15;203.p:2-18
Gregg, K. D. Schafer, C. Cooper and G. Allen. 1995. Genetic Manipulation of Rumen Bacteria: Now and Reality. Rumen Ecology Research Planning. Editor: R. J. Wallace and A. Lahlou-Kassi. Proceeding of a Workshop Held at ILRI. Addis Ababa. Ethiopia
Gruppen H. Hamer RJ. Voragen AGJ (1992) Water-unextractable cell wall material from wheat flour. 2. Fractionation of alkali-extracted polymers and comparison with water-extractable arabinoxylans. J Cereal Sci 16:53-67
Hagerman, A. E. 2002. Tannin Chemistry. Tannin Handbook. Department of Chemistry and Biochemistry. Miami University. Oxford, OH 45056. USA [cited 2018 March 6]. Available from: URL: https://www.researchgate.net/...tannins/.../TANNIN+CHEMIS...
Hagerman, A. E. 2010. Hydrolyzable Tannin Structural Chemistry. [cited 2018 March 6]. Available from: https://www.users.miamioh.edu/hagermae/Hydrolyzable%20Tannin%20Structural%20Chemistry.pdf
Hakansson, U., L. G. Fagerstam, L. G. Pettersson, and L. Andersson. 1979. A 1,4-β-Glukan Glucanohydrolase from the Cellulolytic Fungus Trichoderma viride QM 9414. Biochem. J. 179; 141-149
[-205-]
[-204-]
β
[-205-]
Hankin, L. and S. L. Anagnostakis. 1977. Solid Media Containing Carboxymethylcellulose to Detect Cx Cellulase Activity of Micro-organism. Journal of General Microbiology 98; p 109-115
Harper, H.A., Victor. W. Rodwell, Peter dan A. Mayers. 1977. Biokimia (Review of Physiological Chemistry). 17 th Edition. Lange Metical Publication, Los Altos, California. Diterjemahkan oleh: Mualiawarman, M.
Hartadi, H.S Reksohadiprojo and A.D. Tillman. 1990. Tabel Komposisi Pakan Ternak untuk Indonesia.Cetakan Kelima. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Haryanto, B., Supriyati dan S. N. Jarmani. 2004 .Pemanfaatan probiotik dalam bioproses untuk meningkatkan nilai nutrisi jerami padi untuk pakan domba. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4-5 Agustus 2004; 298-304. Puslitbang Peternakan, Bogor
Hatakka A. 2000. Biodegration of Lignin. University of Helsinki, Viikki Biocenter,Departmentof Applied Chemistry dan Microbiology. Helsinki.
Hau, D.K., M. Nenobais, J.Nulik, N.G.F. Katifana.. 2006. Pengaruh Probiotik Terhadap Kemampuan Cerna Mikroba Rumen Sapi Bali.[cited 2006 December 24]. Available from:URL: http://peternakan.litbang.deptan.go.id/
Hegarty, R. 2001. Green House Gas Emission From The Australian Livestock Sector. What Do We Know, What Can We Do. Australian Green House Office, Canberra ACT. ISBN: 1 876536 69 1. [cited 2007 Decembre 24]. Available from: http://www.greenhouse.gov.au/agriculture/publications.
Hernandez, M., Rondioque, J. Soliveri, J., Copa, J. L. Perez, M.I. and Aerias. ME. 1994. Paper mill effluent decolorization by fifty Streptomycetes strains. Appl. Environ. Microbial. 60: 3909-3913
Hespell, R.B. 1988. Microbial Digestion of Hemicelluloses in the Rumen. Microbiological Sciences Vol. 5 No. 12; 362-365
Holt, J. G., N.R. Krieg, P. H. A. Sneath and S. T. William. 1994. Bergey’s Manual Determinative Bacteriology. 9th Ed. William & Wilkins, USA
Howard, R. L., E. Abotsi, J. V. Rensburg, and Howards. 2003. lignocellulose Biotechnology: Issues of Bioconversion and enzyme Production. African Journal of biotechnology 2:6002-619. Available from: URL: Http://www.vtt.fi/inf/pdf [cited 2008, February 25].
Hu ZH and Yu HQ (2005) Application of rumen microorganisms for enhanced anaerobic fermentation of corn stover. Process Biochem 40:2371–2377
[-206-]
Hungate, R.E.. 1966. The Rumen and its Microbes. Academic Press, inc., New York
ICI Organic Acids Column. Instruction Manual. ICI Australia Operations Pty Ltd. Scientific Instruments Division
Indria, S. P., S. Khotimah dan Rizalinda. 2013. Jenis-jenis jamur entomopatogen dalam usus rayap pekerja Coptotermes curvignathus Holmgren. Protobiont. 2(3): 141-145
International Atomic Energy Agency (IAEA). 1997. Estimation of rumen microbial protein production from purine derivatives in urine. A laboratory manual for the FAO/IAEA Co-ordinated Research Programme on Development, Standardization and Validation of Nuclear Based Technologies for Measuring Microbial Protein Supply in Ruminant Livestock for Improving Productivity. Animal Production and Health Section Joint FAO/IAEA Division International Atomic Energy Agency, Vienna, Austria
Irfan, M., Safdar A., Syed Q., Nadeem M. 2012. Isolation and screening of Cellulolytic Bacteria from Soil and Optimization of Cellulase Production and Activity.Turk Biyokimya Dergisi [Turkish Journal of Biochemistry] 2012: 37 (3); 287 – 293
Ishihara, T. 1980. The Role of Laccase in Lignin Biodegradation. Microbiol Chem. Poten App. 2:17-30
Istiqomah, L., a. Febrisiantosa, A. Sofyan, E. Damayanti, H.Julendra dan H. Herdian. 2010. Respon Pertumbuhan Sapi yang Diberi Pakan Silase Komplit Berbasis Bahan Pakan Local di Sukoliman Gunungkidul. Prosiding Seminar Nasional. Hal: 133-140. Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto. ISBN: 978-979-25-9571-0
Ito, Y., T. Tomita, N. Roy, A. Nakano, N. Sugawara-Tomita, S. Watanabe, N. Okai, N. Abe, dan Y. Kamio. 2003. Cloning, Expression and Cell Surface Localization of Paenibacillus sp. Strain W-61 Xylanase 5, a Multidomain Xylanase. Applied and Environment Microbbiology 69(12); 6969-6978
John, F. J. S., J. D. Rice, dan J. F. Preston. Paenibacillus sp. Strain JDR-2 and XynA1: a Novel System for Methylglucuronoxylan Utilization. Applied and Environmental Microbiology 72 (2); 1496–1506.
Jouany, J. P. 1991. Rumen Microbial Metabolism and Ruminal Digestion. Institute National De La Recherche Agronomique, 147. Rue De I Universite-75338 Paris Cedex 07.
Jolley, A.. 2006. Technologies for Reducing Non-Energy Related Emissions. Climate Change Working Paper No. 10. Centre for Strategic Economic Studies, Virtoria Unibversity. [cited 2008 February 25]. Available from:URL: http://www.cfses.com
[-207-]
[-206-]
[-207-]
Kaiser, A.G.. 1984. The Influence of Silase Fermentation On Animal Production. Silase in The 80s. Proceeding of a National Workshop, Armidale, New South Wales, Australia.
Kajikawa, H., H. Kudo,T. Kondo, K. Jodai, Y. Honda, Ma. Kuwahara, T. Watanabe. 2000. Degradation of Benzyl Ether Bonds of Lignin by Ruminal Microbes. FEMS Microbiology Letters 187; 15-20. Federation of European Microbiological Societies. Published by Elsevier Science
Kalim, B., N. Bohringer, N. Ali and T. F. Schaberle. 2015. Xylanases from Microbial Origin to Industrial Application. British Biotechnology Journal 7 (1); 1-20
Kameshwar, A. K. S., dan W. Qin. 2017. Qualitative and Quantitative Methods for Isolation and Characterization of Lignin-Modifying Enzymes Secreted by Microorganisms. Bioenergy Research 10(1); 248-266
Kamra, D. N. .2005. Rumen Microbial Ecosystem. Special Section: Microbial Diversity. Current Science. Vol. 89. No. 1. hal 124-135. [cited 2007 Decembre 20]. Available from: URL: http://www.ias.ac.in/currsci/jul102005/124.pdf
Kamsani, N., M. M. Salleh, A. Yahya, C. S. Chong. 2015. Production of Lignocellulolytic Enzymes by Microorganisms Isolated from Bulbitermes sp. Termite Gut in Solid-State Fermentation. Waste Biomass Valor. CrossMark
Karsli, M.A dan Russell, J.R.. 2001. Effect of Some Dietary Factors on Ruminal Microbial Protein Synthesis. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 25 (2001) 681-686. [cited 2007 Decembre 28]. Available from: http://journals.tubitak.gov.tr/veterinery/issues/vet-01.25.5/vet-25-5-7-0002-14.pdf
Karsli, M.A. and Russell, J.R.. 2002. Effect of Source and Concentration of Nitrogen dan Carbohydrate on Ruminal Microbial Protein Synthesis. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 26 (2002) 201-207. [cited 2007 Decembre 28]. Available from: URL: http://journals.tubitak.gov.tr/veterinary/issues/vet-02-26-2/vet-26-2-1-0002-21.pdf
Kato, K., S. Kozaki dan M. Sakuranaga. 1998. Degradation of Lignin Compounds by Bacteria from Termites Guts. Biotechnology Letters 20 (5); 459 - 462
Kaunang, C. L.. 2004. Respon Ruminan Terhadap Pemberian Hijauan Pakan yang Dipupuk Air Belerang. Disertasi. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. [diakses 10 Februari 2007]. URL: http://www.damandiri.or.id/files/charlesipbb.pdf
[-208-]
Kebreab, E., J. France, J. A. Mills, R. Allison and J. Dijkstra. 2002. A dynamic model of N metabolism in the lactating dairy cow and an assessment of impact of N excretion on the environment. J Anim Sci 2002. 80:248-259.[diakses 10 Juli 2008].URL: http://jas.fass.org
Khan, R. U., S. Naz, K. Dhama, K. Karthik, R. Tiwari, M. M. Abdelrahman, I. A. Alhidary, and A. Zahoor. 2016. Direct Fed Microbial: Beneficial Application, Modes of Action and Prospects as a Safe for Enhancing Ruminant Production and Safeguarding Health. Review Article. International Journal of Pharmacology.p: 220-231
Kirk, T. K., and R. L. Farrel. 1987. Enzymatic “Combustion” the Microbial Degradation of lignin. Annv. Rev. Microbial., 41; 465-565
Krause D. O., S. E. Denman, R. I. Mackie, M. Morrison, A. L. Rae, G. T. Attwood, and C. S. McSweeney. 2003. Opportunities to improve fiber degradation in rumen: microbiology, ecology and genomics, FEMS Microbiol. Rev. 27: 663-669.
Kirk, T. K. 1983. Degradation and Conversion of Lignocelluloses. Chapter 11. The Filamentus Fungi. Vol. 4 Fungal Technology. Editor: J. E. Smith, D. R. Berry, B. Kristiansen. Edward Arnold Publisher
Krehbiel, C. R., dan J. C. Matthews. 2005. Absorption of Amino Acids and Peptida. In: Amino Acid in Animal Nutrition. Edited by: J. P. F. D’Mello. CABI Publishing,
Kristinadewi, G. A. M., I W. Wijana, N. W. Siti, dan I M. Mudita. 2013. Optimalisasi Pemanfaatan Limbah dan Gulma Tanaman Pangan dalam Usaha Peternakan Itik Bali Melalui Produksi Biosuplemen Berprobiotik Berbasis Limbah Isi Rumen. Laporan Hibah Penelitian Unggulan Udayana. Universitas Udayana, Denpasar
Kudo, H., S. Imai, S. Jalaludin, K. Fukuta, and K. J. Cheng. 1995. Ruminants and Rumen Microorganisms in Tropical Countries. In Rumen Ecology Research Planning. Proceedings of a Workshop Held at ILRI.Addis Ababa, Ethiopia. 13 – 18 March 1995. Edited by R. J. Wallace and A. Lahlou-Kassi. The International Livestock Research Institute. Box 30709, Nairobi, Kenya. Box 5689, Addis Ababa, Ethiopia.
Kumar, R., S. Singh, O. V. Singh. 2008. Bioconversion of Lignocellulosic Biomass; Biochemical and Molecular Perspectives. Review. Journal of Industrial Microbiology Biotechnology 35:377–391
Kumar S., Stecher G., and Tamura K. .2016. MEGA7: Molecular Evolutionary Genetics Analysis version 7.0 for bigger datasets.Molecular Biology and Evolution 33:1870-1874.
Kunamneni, A., F. J. Plou, A. Ballesteros, and M. Alcalde. 2008. Laccase and Their Application. A Patent Review. Recent Patent on Biothecnology 2(1); 10-24
[-209-]
[-208-]
[-209-]
Kusnadi, Saefudin, dan A. Efrianti. 2009. Keanekaragaman jamur selulolitik dan Amilolitik Pengurai Sampah Organik dari Berbagai substrat. Makalah Seminar Nasional PBI, Malang. (akses 15 Januari 2012). Available from: URL: http://file.upi.edu/Direktori.
Lai, C. M. T., H. B. Chua, M. K. Danquah, dan A. Saptoro. 2016. Isolation of Thermophilic Lignin Degrading Bacteria from Oil-Palm Empty Fruit Bunch (EFB) Compost. IOP Conference SeriesL: Materials Science and Engineering. 29th Symposium of Malaysian Chemical Engineers (SOMChE). IOP Publishing
Lana, I K., dan A. U. Saransi. 2004. Penuntun Praktikum. Teknik Laboratorium. Laboratorium Nutrisi Ternak. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana, Denpasar.
Lang, E., Kleebert I., Zadrazil E. 2000. Extracable Organic Carbon and Count of Bacteria Near The Lignocellulose Soil Interface During The Interaction of Soil Microbiota and White Rot Fungi. Bioresource Technology 75; 57-65
Lee, S. F., C. W. Forsberg, dan L. N. Gibbins. 1985. Xylanolytic Activity of Clostridium acetobutylicum. Applied and Environmental Microbiology 50 (4); 1068-1076
Lee, Yong-Eok, dan P. O. Lim. 2004. Purification and Characterization of Two Thermostable Xylanase from Paenibacillus sp. DG-22. Journal of Microbiology and Biotechnology 14(5); 1014-1021
Leng, R. A. 1997. Tree Foliage in Ruminant Nutrition. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Roma
Leschine, S. B.. 1995. Cellulose Degradation in Anaerobic Environments. Annual Reviews Microbiol 49; 399-426. www.annualreviews.org/aronline
Li, X., Z. Wei, M. Zhang, X. Peng, G. Yu, M. Teng, W. Gong. 2007. Crystal Structure of E. coli Laccase CueO at Different Copper Concentrations. Biochemical and Biophysical Research Communications 354; 21-26
Lo, Y. C., G. D. Saratale, W. M. Chen, M. D. Bai, J. S. Chang. 2009. Isolation of cellulose-hydrolytic bacteria and applications of the cellulolytic enzymes for cellulosic biohydrogen production. Enzyme and Microbial Technology Journal 44; (6-7); 417 – 425.
Lotfi, G. 2014. Lignin-degrading Bacteria. Journal of Agroalimentary Processes and Technologies 20(1), 64-68
Lowe, S.E. 1986. The Physiology and Cytology of anaerobic Rumen Fungus. A Thesis. Submitted to The University of Manchester for The Degree of Ph.D. Departementy of Botany, Faculty of Science
[-210-]
Lynd, L. R., P. J. Weimer, W. H. V. Zyl, and I. S. Pretorius. 2002. Microbial Cellulose Utilization: Fundamentals and Biotechnology. Microbiology and Moleculer Biology Reviews: 506-577. American Society for Microbiology.
Madhavi, V., and S. S. Lele. 2009. Laccase: Proporties and Applications. Bioresources 4 (4); 1694-1717
Mahalingam P. U., and Maruthamalai Rasi R. P. 2014. Screening and Characterization Lignin Degradading Fungi From Decayed Sawdust. Pelagia Research Library. European Journal of Experimental Biology. 4(5):90-94
Maki, M., K. T. Leung, W. Qin. 2009. The Prospects of Cellulase-Producing Bacteria for The Bioconversion of Lignocellulosic Biomass. Review. International Journal of Biological Sciences 5(5):500-516
Maranatha, B. 2008. Aktivitas Enzim Selulase Asal Indonesia pada berbagai Substrat Limbah Pertanian. Departemen Biologi, FMIPA, IPB, Bogor
Marlina, N. dan S. Askar. 2004. Komposisi Kimia Beberapa Bahan Limbah Pertanian dan Industri Pengolahan Hasil Pertanian. Prosiding Temu Teknis Nasional tenaga Fungsional Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Hal: 90 – 103.
Martini, E., N. Haedar dan S. Margino. 2003. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Pendegradasi Lignin dari Beberapa Substrat Alami. Gama Sains V (2): 32-35
Marques, S.; Alves, L.; Ribeiro, S.; Girio, F.M.; Amaralcollaco, M.T. 1998. Characterisation of a thermotolerant and alkalotolerant xylanase from a Bacillus sp. Appl. Biochem. Biotechnol. A, 73; 159–172
Mastika, I M.. 1991. Potensi Limbah Pertanian dan Industri Pertanian serta Pemanfaatannya untuk Makanan Ternak. Pidato Ilmiah Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Makanan Ternak pada Fakultas Peternakan Universitas Udayana di Denpasar, 16 Nopember 1991.
Mastika, I M.. 2006. Pengembangan Kawasan Terintegrasi. Pengolahan Limbah Kakao Sebagai Pakan Ternak Alternatif. Laporan Hasil Kaji Tindak Terap Pengendalian PBK dan Pola Integrasi. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana, Denpasar.
Mertens, D. R. 2005. Rate and Extent of Digestion. in: Quantitative Aspects of Ruminant Digestion and Metabolism. 2nd Edition; page 13-48. Edited by J. Dijkstra, J. M. Forbes and J. France. CABI Publishing, Wallingford-Oxfordshire, United Kingdom
Miller, G. L. 1959. Use of Dinitrosalisylic Acid Reagent. Method for Determination of Reducing Sugar. Anal. Chem. 31: 426 – 428
[-211-]
β
[-210-]
[-211-]
Min, K., G. Gong, H. M. Woo, Y. Kim, and Y. Um. 2015. A Dye-Decolorizing Peroxidase from Bacillus subtilis Exhibiting Substrate-Dependent Optimum Temperature for Dyes and β–ether Lign Dimer. Scientific Reports. Subject Area: Biocatalysis Environmental Biothecnology Oxidoreductases. 5:8245. www.nature.cotificreports
Miron, J., D. Ben-Ghedalia and M. Morrison. 2001.Adhesion mechanisms of rumen cellulolytic bacteria. J. Dairy Sci. 84:1294–1309. American Dairy Science Association.
Mudita, I M.. 2008. Suplementasi Multi Vitamin-Mineral dalam Ransum Komplit Berbasis Jerami Padi Amoniasi Urea untuk Meningkatkan Efisiensi Sintesis Protein Mikroba Rumen Sapi Bali Penggemukan. Tesis Program Studi Ilmu Peternakan, Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar
Mudita, I M. dan AA. P. P.Wibawa. 2008. Evaluasi Kualitas Dan Kecernaan Nutrien Secara In Vitro Ransum Sapi Komplit Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah yang Difermentasi Cairan Rumen dan Enzim Optyzim. Laporan Penelitian Dosen Muda. Fakultas Peternakan.Universitas Udayana, Denpasar
Mudita, I M., I G.L.O.Cakra, AA.P.P.Wibawa, dan N.W. Siti. 2009. Penggunaan Cairan Rumen Sebagai Bahan Bioinokulan Plus Alternatif serta Pemanfaatannya dalam Optimalisasi Pengembangan Peternakan Berbasis Limbah yang Berwawasan Lingkungan. Laporan Penelitian Hibah Unggulan Udayana, Universitas Udayana, Denpasar.
Mudita, I M., dan M. Wirapartha. 2007. Pemanfaatan Berbagai Kultur Mikroorganisme Untuk Meningkatkan Nilai Organoleptik dan Komposisi Kimia Silase Rumput Alang-Alang (Imperata Cylindrica). Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana, Denpasar
Mudita, I M., T.I. Putri, T.G.B. Yadnya, dan B. R. T. Putri. 2010a. Penurunan Emisi Polutan Sapi Bali Penggemukan Melalui Pemberian Ransum Berbasis Limbah Nonkonvensional Terfermentasi Cairan Rumen. Prosiding Seminar Nasional, Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto. ISBN: 978-979-25-9571-0
Mudita, I M., I W. Wirawan Dan AA. P.P. Wibawa. 2010b. Suplementasi Bio-Multi Nutrien Yang Diproduksi Dari Cairan Rumen Untuk Meningkatkan Kualitas Silase Ransum Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah. Laporan Penelitian Dosen Muda Unud, Denpasar
Mudita, I M., I W. Wirawan, A. A. P. P. Wibawa, I G. N. Kayana. 2012. Penggunaan Cairan Rumen dan Rayap dalam Produksi Bioinokulan Alternatif serta Pemanfaatannya dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Kompetitif dan Sustainable. Laporan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi. Universitas Udayana. Denpasar
[-212-]
Mudita, I M., I W. Wirawan, I. B. G. Partama. 2013. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Lignoselulolitik Limbah Isi Rumen dan Rayap dalam Formulasi Inokulan Fermentasi Limbah Sistem Pertanian Terintegrasi. Laporan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi. Universitas Udayana. Denpasar
Mudita, I M., I G. N. Kayana, I W. Wirawan. 2014. Isolasi dan Premanfaatan Konsorsium Bakteri Lignoselulolitik Kolon Sapi Bali dan Sampah TPA Sebagai Inokulan Biosuplemen Berprobiotik Peternakan Sapi Bali Berbasis Limbah Pertanian. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun Pertama. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar
Mudita, I M., I W. Wirawan, A. A. P. P. Wibawa and I. B. G. Partama. 2014. Degradation of lignocellulosic substrates by bacteria isolated from waste Landfill. International Journal of Agriculture Innovations and Research. Volume 3, Issue 2; p. 555-558
Mudita, I M., I G. Mahardika, I N. Sujaya and I. B. G. Partama. 2015. Potency of bacteria isolated from bali cattle colon waste as lignocellulose substrates degrader. International Journal of Agriculture and Environmental Research. Volume:01,Issue:01; p. 12-23
Mudita, I M., I G. N. Kayana, I W. Wirawan. 2015. Isolasi dan Premanfaatan Konsorsium Bakteri Lignoselulolitik Kolon Sapi Bali dan Sampah TPA Sebagai Inokulan Biosuplemen Berprobiotik Peternakan Sapi Bali Berbasis Limbah Pertanian. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun Kedua. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar
Mudita, I M., I W. Wirawan, A. A. P. P. Wibawa, I G. L. O. Cakra, I. B. G. Partama. 2015. Degradation of lignocellulosic substrates by bacteria consortium of bali cattle colon and organic waste. International Journal of Contemporary Applied Sciences. Vol. 2. No. 11. p. 84-92
Mudita, I M., I G. N. Kayana, I W. Wirawan. 2016. Isolasi dan Premanfaatan Konsorsium Bakteri Lignoselulolitik Kolon Sapi Bali dan Sampah TPA Sebagai Inokulan Biosuplemen Berprobiotik Peternakan Sapi Bali Berbasis Limbah Pertanian. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun Ketiga. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.
Mudita, I M.; I G. N. Kayana and I W. Wirawan. 2016. Rumen fermentation of bali cattle fed basal diet with biosupplement of cattle colon and organic waste bacteria consortium. International Journal of Agriculture and Environmental Research. Volume:02, Issue:06. p. 1899-1908
Murni, R., Suparjo, Akmal, dan B. L. Ginting. 2008. Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Buku Ajar. Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
[-213-]
[-212-]
[-213-]
Muthezilan, R., R. Ashok and S. Jayalakshmi. 2007. Production and Optimization of the thermostable alkaline xylanase by Penicellium oxalicum in solid state fermentation. African Journal of Microbiology Research.pp;20-28 (akses 28 November 2011). Available from URL:http://www.academicjournals.org/ajmr
Mutturi, S., Palmqvist, B., Lidén, G., 2014. Developments in bioethanol fuel-focused biorefineries. In: Waldron, K. (Ed.), Advances in Biorefineries: Biomass and Waste Supply Chain Exploitation. Woodhead publishing, pp. 259–302.
Nandika D, Rismayadi Y. dan Diba F. 2003. Rayap Biologi dan Pengendaliannya. Muhammdiyah University Press. Surakarta
Najifi, M. F., Dileep Deobagkar, Deepti Deobagkar. 2005. Potential Application of Protease Isolated from Pseudomonas aeruginosa PD100. Electronic Journal of Biotechnology 6(2); 197-203
Ngadiyono, N., H. Hartadi, M. Winugroho, D. D. Siswansyah dan S.N. Ahmad. 2001. Pengaruh pemberian bioplus terhadap kinerja sapi Madura di Kalimantan Tengah. JITV 6: 69-75
Nitisinprasert S, TemmesA. 1991. The characteristics of a new non-spore-forming cellulolytic mesophilic anaerobe strain CMC126 isolated from municipal sewage sludge. The Journal of Applied Bacteriology. 71 (2):154–61.
Noor, S., H. Pramono, S. Aziz. 2014. Deteksi Keragaman Spesies Bakteri Metanogen Rumen Sapi Menggunakan Kloning Gen 16S rRNA dan Sekuensing. Scripta Biologica 1(4); 1-8
Ogimoto, K. And S. Imai. 1981. Atlas of Rumen Microbiology. Japan Scientific Societies Poress, Tokyo
Ohara, H., S. Karita, T. Kimura, K. Sakka and K. Ohmiya. 1998. Cellulase Complex from Ruminococcus albus. Annual Report IC Biotech. Vol. 21; 358-370
Olempska-Beer, Z. 2004. Xylanases from Bacillus subtilis Expressed in B. subtilis. Chemical and Technical Assessment (CTA). 63rd JECFA. (akses 7 Oktober 2011). Available from URL: http://www.fao.org/fileadmin/.../63/Xylanases.pdf
Olsson, N. 2016. Lignin degradation and oxygen dependence. Master’s Thesis Project in Biology. Faculty of Landscape Architecture, Horticulture and Crop Production Science, Swedish University of Agricultural Sciences, Alnarp.
Orskov, E. R. 1995. Optimising Rumen Environment for Cellulose Digestion. Rumen Ecology Research Planning. Editor: R. J. Wallace and A. Lahlou-Kassi. Proceeding of a Workshop Held at ILRI. Addis Ababa. Ethiopia
[-214-]
Owens, F.N. dan A.L. Goetsch. 1988. Ruminal Fermentation. In D.C. Church Ed. The Ruminant Animal Digestive Physiology and Nutrition. A. Reston Book. Prentice Hall, Eglewood Cliffs, New Jersey.
Ozutsumi, Y., K. Tajima, A. Takenaka, dan H. Itabashi. 2005. The Effect of Protozoa on The Composition of Rumen Bacteria in Cattle Using 16S rRNA Gene Clone Libraries. . Biosci. Biotechnol. Biochem. 69(3): 499-506
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Partama, IBG. 2005. Optimalisasi pemanfaatan jerami padi sebagai pakan dasar sapi Bali penggemukan melalui perlakuan amoniasi dan biofermentasi dengan mikroba. Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Teknologi Kreatif dan Peran Stakeholder dalam Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bekerjasama dengan BPTP Bali. Denpasar-Bali, 28 September 2005.
Partama, IBG. 2006a. Diversifikasi Pakan Sapi Bali. Seminar Sehari: Prospek Pengembangan Agrbisnis Sapi Bali di Bali. Prgogram Pascasarjana Ilmu Ternak, Universitas Udayana, Denpasar. Denpasar-Bali, 15 Agustus 2006.
Partama, I.B.G. 2006b. Peningkatan Produktivitas Sapi Bali Kereman Melalui Suplementasi Mineral dalam Ransum Berbentuk Wafer yang Berbasis Jerami Padi Amoniasi Urea.Hasil Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana, Denpasar
Partama, I.B.G., I G.L.O. Cakra, A.A.A.S. Trisnadewi. 2010a. Optimizing microbial protein synthesis in the rumen through supplementation of vitamin and mineral in ration based on King grass to increase Bali cattle productivity. Proceedings Conservation and Improvement of World Indigenous Cattle. Page; 277-301. Bali 3rd – 4 th September 2010. Study Center for Bali cattle. Udayana University, Denpasar
Partama, I. B. G., I G.L.O. Cakra, I W. Mathius, I K. Sutama, and N. G. K. Roni. 2010b. Increasing productivity of Bali cattle steer through supplementation of multi vitamins and minerals in ration based on ammoniated rice straw and agroindustrial by products. Proceedings Conservation and Improvement of World Indigenous Cattle. Page; 130-141. Bali 3rd – 4 th September 2010. Study Center for Bali cattle. Udayana University, Denpasar
Partama, I.B.G., T.G.O.Susila, I G.N.G. Bidura, I G.L.O. Cakra, A.A.A.S. Trisnadewi. 2010c. Optimalisasi Suplementasi Vitamin-Mineral dalam Ransum Berbasis Rumput Raja untuk Memaksimalkan Pemanfaatan Energi Pada Sapi bali Penggemukan. Prosiding Seminar dan lokakarya Nasional Ilmu Tanaman Pakan Tropik. 5 Desember 2010. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.
[-215-]
[-214-]
[-215-]
Partama, I. B. G., A. A. P. P. Wibawa, I G. L. O. Cakra. 2016. Optimalisasi Pengembangan Peternakan Sapi Bali Pola Simantri Melalui Pemanfaatan Konsorsium Bakteri Lignoselulolitik Unggul Rumen Sapi Bali dan Rayap. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun Kedua. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.
Pasti, M. B., Anthony L. Pometto III, Marco P. Nuti, Don L. Crawford. 1990. Lignin-Solubilizing Ability of Actinomycetes Isolated from Termite (Termitidae) Gut. Applied and Environmental Microbiology, P. 2213-2218
Paul, E. A. 2007. Soil Microbiologi, Ecology and Biochemistry. Elsevier Inc., Canada
Perez, J., J. Munoz-Dorado, T. De la Rubia, and J. Martinez. 2002. Biodegradation and Biological Treatment of Cellulose, Hemicellulose and Lignin; an overview. Int. Microbial, 5: 53-56
Petre, M., G. Zarnea, P. Adrian, E. Gheorghiu. 1999. Biodegration and Bioconversion of Cellulose Waste Using Bacterial and Fungal Cell Immobilized in Radiopolymerized Hydrogels. Resources, Conservation and Recycling 27; 309-332. www.elsevier.com/locate/resconrec
Pointing, S. B. 1999. Qualitative methods for the determination of lignocellulolytic enzyme production by tropical fungi. Fungal Diversity 2 (March). p:17-33
Pothiraj, C., P. Kanmani and P. Balaji. 2006. Bioconversi of Lignocellulose Material. Mycobiology 34 (4): 159-165
Prabowo, A., S. Padmowijoto, Z. Bachrudin, dan A. Syukur. 2007. Potensi Mikrobia Seluloltik Campuran dari Ekstrak Rayap, Larutan Feses Gajah dan Cairan Rumen Kerbau. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 32[3] Sept. 2007
Pratama, R. 2013. Isolasi dan Kloning Gen Selulase dari Bakteri Rumen Sapi. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Preston, T. R. 1995. Tropical Animal Feeding. A Manual for Research Worker. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Roma. Available from: URL:Http://www.Fao.org/docrep/003/v9327e/v9327Eoo.HTM. [diakses 14 September 2007].
Preston, T. R. dan R. A. Leng. 1987. Mathcing Ruminant Production System with Available Resources in the Tropic and Sub-tropic. Armidale, N. S. W : Penambul Books.
Prihantini, I., Soebarinoto, S. Chuzaemi dan M. Winugroho.2011. Karakteristik Nutrisi dan Degradasi Jerami Padi Fermentasi oleh Inokulum Lignolitik TliD dan BopR. Animal Production Journal 11 (1): 1 – 7. Available from: URL:
[-216-]
Http://animalproduction.net/index.php/JAP/article. [diakses: 5 Januari 2012].
Prihardono, R. 2001. Pengaruh Siuplementasi probiotik Bioplus, Lesinat Zn dan Minyak Ikan Lemuru Terhadap Tingkat Penggunaan Pakan dan Produk Fermentasi Rumen Domba. Skripsi. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Purwadaria, T., Pesta A. Marbun, Arnold P. Sinurat dan P. Ketaren. 2003a. Perbandingan Aktivitas Enzim Selulase dari Bakteri dan Kapang Hasil Isolasi dari Rayap. JITV Vol. 8 No. 4 Th 2003:213-219
Purwadaria, T., T., Pius P. Ketaren, Arnold P. Sinurat, and Irawan Sutikno. 2003b. Identification and Evaluation of Fiber Hydrolytic Enzymes in The Extract of Termites (Glyptotermes montanus) for Poultry Feed Application. Indonesian Journal of Agricultural Sciences 4(2) 2003; 40-47
Purwadaria, T., T., Puji Ardiningsip, Pius P. Ketaren dan Arnold P. Sinurat. 2004. Isolasi dan Penapisan Bakteri Xilanolitik Mesofil dari Rayap. Jurnal Mikrobiologi Indonesia, Vol. 9, No. 2.September 2004, hlm. 59-62
Putra, S. 2010. Materi Kuliah Manipulasi Fungsi Rumen. Fungsi Rumen Secara Fisik dan Kimiawi. Program Doktor Ilmu Peternakan. Program Pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar.
Putri, T. I., T.G.B. Yadnya, I M. Mudita, dan Budi Rahayu T.P. 2009. Biofermentasi Ransum Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah Inkonvensional dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Kompetitif dan Sustainable. Laporan Penelitian Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional. Universitas Udayana, Denpasar
Rahikainen, J., R. M. Sampedro, H. Heikkinen, s. Rovio, K. Marjamaa, T. Tamminen, O. Rojas, and K. Kruus. 2013. Negative Effect of Lignin on Cellulose Bioconversion-Lignin Model Surfaces for Study of Cellulase-Lignin Interaction. COST Young Researchers Forum. Barcelona
Ramin, M., A. R. Alimon, N. Abdullah, J. M. Panandam and K. Sijam. 2008. Isolation and Identification of Three Species of Bacteria from the Termite Captotermes curvignathus (Holmgren) Present in the Vicinity of University Putra Malaysia. Reseach Journal of Microbiology 3 (4): 288 -292
Ramin, M., A.R. Alimon, and Abdullah. 2009. Identification of Cellulolytic Bacterioa Isolated From The Termite Coptotermes Curvignathus (Holmgren). Journal of Rapid Methods & Automation in Microbiology 17; 103–116
[-217-]
[-216-]
[-217-]
Ratanakhanokchai, K., K. L. Kyu, dan M. Tanticharoen. 1999. Purification and Properties of a xylan-Binding Endoxylanase from Alkaliphilic Bacillus sp. Strain K-1. Applied and Environmental Microbiology;p. 694-697
Razika, B., B. Abbes, C. Messaoud, K. Soufi. 2010. Phenol and Benzoic Acid Degradation by Pseudomonas aeruginosa. Journal of Water Resource and Pretection. 2:788-791
Ridwan, R. 2014. Keragaman Mikroba dan Metabolisme Rumen Sapi Peranakan Ongole yang Mengonsumsi Pakan Silase Rumput-Legum. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor
Ridwan, R., I. Rusmana, Y. Widyastuti, K. G. Wiryawan, B. Prasetya, Mitsuo Sakamoto, dan M. Ohkuma. 2015. Fermentation Characteristics and Microbial Diversity of Tropical Grass-legumes Silages. Asian Australas. J. Anim. Sci. Vol. 28 No. 4; 511-518
Rina R. R. 2015. Microbial Avicelase: an Overview. Bulletin of Environment Pharmacology and Life Sciences 4(4); 03-13
Riyanto, J., Miswar, dan Yulinda. 2000. Enzim Xylanase: Isolasi Mikroorganisme Penghasil danKarakteristik Parsial Enzim. Abstrak Makalah Digital. (akses 20 Januari 2012). Available from URL:http://www.politeknikjbr.itgo.com/P1.htm
Russell J.B., Wilson D.B. 1988. Potential opportunities and problems for genetically altered rumen microorganisms, J. Nutr. 118 (1988) 271–279.
Ruttimann, C., R. Vicuna, M.D. Mozuch, and T. K. Kirk. 1991. Limited Bacteria Mineralization of Fungal Degradasi Intermediate from Synthetic Lignin. Appl. Environ. Microbiol. Page:3652-3655
Sadhu, S., dan T. K. Maiti. 2013. Cellulase Production by Bacteria. A Review. British Microbiology Research Journal 3(3); 235-258
Saha, B. C. 2003. Hemicellulose Bioconversion. Review Paper. J. Ind Microbiol Biotechnol: 30:279-291
Saha, B. C. 2004. Lignocellulosa Biodegradation and application in Biotechnology. US Goverment Work. American Chamical Society. 2-14
Sarah M. J., J. Susan V. Dyk, dan B. I. Pletschke. 2012. Bacillus subtilis SJ01 Produces Hemicellulose Degrading Multi-Enzyme Complexes. Bioresources 7(1); 1294-1309
SarjanaPutra, I K.. 2006. Upaya Perbaikan Mutu Genetik Sapi Bali Sebagai Ternak Unggulan. Materi Seminar dalam Dies Natalis UNUD ke-44, Denpasar
Sasongko, W .T. dan I. Sugoro. 2004.Fermentasi jerami padi varietas atomita 4 secara basah. dengan menggunakan inokulum campuran isolat bakteri anaerob fakultatif rumen kerbau . Prosiding Teknologi lsotop dan Radiasi, Jakarta 17-18 Februari 2004: 171-174.
[-218-]
Sastrosupadi, A.. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang pertanian. Edisi Revisi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Sawhney, N. dan James F. Preston. 2014. GH51 Arabinofuranosidase and Its Role in the Methylglucuronoarabinoxylan Utilization System in Paenibacillus sp.Strain JDR-2. AEM Journal. Volume 80 Number 19. p. 6114–6125. Applied and Environmental Microbiology
Scheirlinck T., Mahillon J., Joos H., Dhaese P.. Michiels F. 1989. Integration and expression of a-amylase and endoglucanase genes in the Lactobacillus plantarum chromosome, Appl. Environ. Microbiol. 55 () 2130–2137.
Scheirlinck T., DeMeutter J., Arnaut G., Joos H., Claeyssens M., Michiels F. 1990. Cloning and expression of cellulase and xylanase genes in Lactobacillus plantarum, Appl. Microbiol. Biotechnol. 33 (1990) 534–541.
Schyns, P. 1997. Xylan degradation by the anaerobic bacterium Bacteriodes xylanolyticus. Dissertation. Department of Microbiology, Wageningen Agricultural University, The Netherlands.
Selinger, L. B., K. J. Cheng, L. J. Yanke, H. D. Bae, T. A. McAllister and C. W. Forsberg. Exploitation of Rumen Microbial Enzyme to Benefit Ruminant and Non-Ruminant Animal Production. Rumen Ecology Research Planning. Editor: R. J. Wallace and A. Lahlou-Kassi. Proceeding of a Workshop Held at ILRI. Addis Ababa. Ethiopia
Seo, J. K., S. W. Kim, M. H. Kim, S. D. Upadhaya, D. K. Kam, dan J. K. Ha. 2010. Direct Fed Microbials for Ruminant Animals. The Asian-Australasian Journal. Animal Science. 23 (12); 1657-1667
Shah, M. P., K. A. Patel, S. S. Nair, A. M. Darji. 2013. Environmental Bioremediation of Dyes by Pseudomonas aeruginosa ETL-1 Isolated from Final Effluent Treatment Plant of Ankleshwar. American Journal of Microbiological Research, Vol. 1, No. 4; 74-83
Shi, Y., dan P. J. Weimer. 1997. Competition for Cellobiose among Three Predominant Ruminal Cellulolytic Bacteria under Substrate-Excess and Substrate-Limited Conditions. Applied and Environmental Microbiology 63; p.743-748
Shibuya, N dan Iwasaki T. 1985. Structural features of rice bran hemicellulose. Phytochemistry 24:285-289
Shimizu, M., Y. Kaneko, S. Ishihara, M. Mochizuki, K. Sakai, M. Yamada, S. Murata, E. Itoh, T. Yamamoto, Y. Sugimura, T. Hirano, N. Takaya, T. Kobayashi, and M. Kato. 2015. Novel β-1,4-Mannanase Belonging to a New Glycoside Hydrolase Family in Aspergillus nidulans. TheJournal of Biological Chemistry 290 (46); 27914-27927. by The American Society for Biochemistry and Molecular Biology, Inc. Published in the U.S.A.
[-219-]
[-218-]
β
[-219-]
Silva, I. S., C. R. de Menezes, E. Franciscon, E. da Costa dos Santos, and L. R. Durrant. 2010. Degradation of Lignosulfonic and Tannic Acids by Ligninolytic Soil Fungi Cultivated under Icroaerobic Condition. Brazilian Archieves of Biology and Technology. Vol. 53. No. 3;pp 693-699
Singh, T. 2011. Removal of Petroleum Hydrocarbons by using Microbial Mats. Thesis. Master of Technology (Chemical Engineering). Department of Chemical Engineering. National Institute of Technology. Rourkela.
Soetopo, R. S. Dan Endang RCC. 2008. Efektivitas Proses Pengomposan Limbah Sludge IPAL Industri Kertas dengan Jamur. Berita Selulosa Vol. 43 (2); 93-100. (akses 11 Januari 2012). Available from : URL: http://www.bbpk.go.id
Suardana, I W., I N N. Suardana, I N. Sujaya, dan K. G. Wiryawan. 2007. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat dari Cairan Rumen Sapi Bali sebagai Kandidat Biopreservatif. Jurnal Veteriner Desember 2007 Vol. 8 No. 4: 155 – 159
Subha Rao, N. S. 1993. Biofertilizer in Agriculture and Forestry. 3rd ed. Internatioal Science Publisher, New York.
Subha Rao, N. S. 2001. Soil Microbiology, 4th ed. Science Publisher Inc. New Hampshire 03748
Sukarini, I. A. M. 2000. Peningkatan Kinerja Laktasi Sapi Bali (Bibos banteng) Beranak Pertama Melalui Perbaikan Mutu Pakan. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Sukartiningrum, S. D. 2012. Penentuan Pohon Filogenetik Bakteri Xilanolitik Sistem Abdominal Rayap Tanah Berdasarkan 16S rRNA. Skripsi. Departemen Kimia. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Airlangga, Surabaya
Suparta, I. N. 2008. Strategi Pengelolaan Pertanian Guna Mewujudkan Kemandirian dan Ketahanan Pangan Nasional. Makalah disampaikan pada simposium pertanian dalam arti luas, 20 September 2008 di GDLN – UNUD Denpasar.
Sumardi, C. N. Ekowati dan D. Haryani. 2010. Isolasi Bacillus penghasil selulase dari saluran pencernaan ayam kampung. Jurusan Biologi FMIPA Unila. J. Sains MIPA, Vol. 16, No. 1, Hal.: 62-68.
Sunari, A., N. Avianto, M. N. Ritinov. 2010. Naskah Kebijakan (Policy Paper. Strategi dan Kebijakan Dalam Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi 2014. Suatu Penelahaan Kongkrit. Penerbit Direktorat Pangan dan Pertanian. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). ISBN: 978-979-18416-5-8
[-220-]
Taherzadeh, M. J. and K. Karimi. 2007. Acid Based Hydrolysis Processes for Ethanol from Lignocellulosic Materials: a Review. Bioresources 2 (3); 472-499
Tamada, J., H. Yokota, M. Ohshima and M. Tamaki. 1999. Effect of Additives, Storage Temperature and Regional Difference of Ensilasing on fermentation Quality of Napier Grass (Pennisetum purpureum Schum.) Silage. Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 12 (1):28-35.
Tamura K. and Nei M. (1993). Estimation of the number of nucleotide substitutions in the control region of mitochondrial DNA in humans and chimpanzees. Molecular Biology and Evolution 10:512-526.
Tandon, M., R. A. Siddique dan T. Ambwani. 2008. Role of bypass proteins in ruminant production. Dairy Planner. Vol. 4, Issue 10, (May). pp: 11-14.
Talib, C., I. Inounu, dan A. Bamualim. 2007. Restrukturisasi Peternakan di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian. Vol. 5 (1), Maret 2007; Hal:1–14
Tebot, I., A. Britos, J. M. Godeau, and A. Cirio. 2002. Microbial protein production determined by urinary allantoin and renal urea sparing in normal and low protein fed corriedale sheep. Vet. Res. 33: 101-106. INRA, EDP Sciences.
Thalib, A. 2002. Pengaruh Imbuhan Faktor Petumbuhan Mikroba dengan dan Tanpa Sediaan Mikroba Terhadap Performans Kambing Peranakan Etawah. JITV Vol. 7 No.4. Hal. 220-226
Toharmat, T., E. Nursasih, R. Nazilah, N. Hotimah, T. Q. Noerzihad, N. A. Sigit dan Y. Retnani. 2006. Sifat Fisik Pakan Kaya Serat dan Pengaruhnya Terhadap Konsumsi dan Kecernaan Nutrien Ransum pada Kambing. Media Peternakan Vol. 29 No. 3: 146 – 154.
Tsubouchi, T., K. Mori, N. Miyamoto, Y. Fujiwara, M. Kawato, Y. Shimane, K. Usui, M. Tokuda, M. Uemura, A. Tame, K. Uematsu, T. Maruyama dan Y. Hatada. 2015. Aneurinibacillus tyrosinisolvens sp. nov.,a Tyrosine-Dissolving Bacterium Isolated from Organics and Methane-Rich Seafloor Sediment. International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology 65; p. 1999–2005
Tuomela, M., M. Vikman, A. Hatakka, M. Itavaara. 2000. Biodegradation of Lignin in a Compost Environment. A Review. Bioresource Technology 72; 169-183
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Utomo, R. 2004. Review Hasil – Hasil Penelitian Pakan Sapi Potong. Wartazoa. Vol. 14 No. 3: 116 - 124
[-221-]
[-220-]
[-221-]
Utomo, R. dan M. Soejono. 1996. Optimasi Campuran daun Lamtoro dengan Dedak Halus pada Pakan Basal Jerami Padi terhadap Performans Sapi Muda Peranakan Ongole. Lembaga Penelitian UGM bekerjasama dengan Agriculture Research Management Project. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian, Deptan.
Vanadianingrum, E. S. 2008. Isolasi dan karakterisasi Bakteri Penghasil Enzim Xilanase dari Cairan Rumen Kambing dan Domba dan Sumber Air Panas di Cipanas. Skripsi. PS. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. IPB, Bogor. (akses 2 November 2011). Available from URL: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/3226
Varga, G. A. dan E. S. Kovler. 1997. Microbial and animal limitation to fiber digestion and utilization. J. Nutr. 127 (5) : 819-823
Vicuna, R. 1988. Bacterial Degradation of Lignin. Enzyme Microb. Technol. 10: 646-655.
Wahyudi, A., dan Z. Bachruddin. 2005. Aktivitas Enzim Selulase Ekstraseluler Bakteri Rumen Kerbau, Sapi, Kambing dan Domba pada Beberapa Kultur Fermentasi: Upaya Mendapatkan Starter Probiotik bagi Ternak Ruminansia. Proseding Seminar Nasional. Pengembangan Usaha Peternakan Berdaya Saing di Lahan Kering. Edisi Pertama. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Hal: 342-347.
Wanapat, M.. 2000. Rumen Manipulation to Increase The Efficient Use of Local Feed Resources and Productivity of Ruminants in The Tropics. Asian-Aus. J.Anim.Sci. 13 Supplement July 2000 B: 59-67
Wang, Y., Z. Xu, P. Zhu, Y. Liu, Z. Zhang, Y. Mastuda, H. Toyoda dan L. Xu. 2010. Postharvest Biological Control of Melon Pathogen Using Bacillus subtilis EXWB1. Journal of Plant Pathology 92 (3); 645-652
Ward AJ, Hobbs PJ, Holliman PJ, Jones DL (2008) Optimisationof the anaerobic digestion of agricultural resources. Bioresour Technol 99(17):7928–7940
Watanabe H, Noda H, Tokuda G, Lo N. 1998. A Celulase gene of Terrmite Origin. Nature 394: 330-331
Weimer, P. J., g. C. Waghorn, and D. R. Merten S. 1999. Effect of Diet on Population of Three Species of Ruminal Cellulolytic Bacteria in Lacting Dairy Cow. J. Dairy Sci. 82: 122-134
Wenzel, W., I.Schonig, M. Berchtold, P. Kampter, and H. Konig. 2002. Aerobic and Facultative Anaerobic Cellulolytic Bacteria from The Gut of The Termite Zootermopsis angusticollis. Journal of Applied Microbiology 92; 32-40
Widodo, W. 2011. Bahan Pakan Unggas Non Konvensional. Buku Ajar. Universitas Muhammadiyah Malang.
[-222-]
Widyadnyana, D. G. A., I D. M. Sukrama, I W. Suardana. 2015. Identifikasi Bakteri Asam Laktat Isolat 9A dari Kolon Sapi Bali Sebagai Probiotik Melalui Analisis Gen 16S rRNA. Jurnal Sain Veteriner 33(2); 228-233
Widyobroto, B. P., S. Reksohadiprojo, S. P. Sasmito Budi dan Ali Agus. 1999. Penggunaan Protein Pakan Terproteksi (Undegraded Protein) untuk Meningkatkan Produktivitas Sapi Perah di Indonesia. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Williams, A. G. and G. S. Coleman. 1988. The Rumen Protozoa. In: The Rumen Microbial Ecosystem. Edited by P. N. Hobson. Elsevier Applied Science.
Wina, E. 2005. Teknologi Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Pakan untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak Ruminansia di Indonesia. Sebuah Review. Wartazoa Vol. 15 No. 4: 173-186
Winugroho, M. 1993. Penerapan bioteknologi pakan dalam meningkatkan pemanfaatan hasil samping tanaman pertanian bagi ternak ruminansia. Semiloka Bioteknologi Dinas Peternakan dan Direk. Bina Prod. Peter. Cipayung.
Wirawan, I W. 2009. Penampilan Sapi Bali Penggemukan yang diberi Ransum Mengandung Jerami PAdi Amoniasi dengan Suplementasi Multi Vitamin dan Mineral. Tesis Program Studi Ilmu Peternakan, Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar
Woo, H. L., K. M. DeAngelis, H. Teshima, K. Davenport, H. Daligault, T. Erkkila, L. Goodwin, W. Gu, C. C. Lo, C. Munk, M. Scholz, Y. Xu, P. Chain, D. Bruce, C. Detter, R. Tapia, C. Han, B. A. Simmons, T. C. Hazen. 2017. High-Quality Draft Genome Sequences of Four Lignocellulose-Degrading Bacteria Isolated from Puerto Rican Forest Soil: Gordonia sp., Paenibacillus sp., Variovorax sp., and Vogesella sp. American Society for Microbiology. Genome Announcements. Vol. 5 Issues 18 e00300-17
Wongwilaiwalin, S., U. Rattanachomsri, T. Laothanachareon, L. Eurwilaichitr, Y. Igarashi, V. Champreda. 2010. Analysis of a Thermophilic Lignocellulose Degrading Microbial Consortium and Multi-spesies Lignocellulolytic Enzyme System. Enzyme and Microbial Technology 47; 283-290
Yang, J. S., J. R. Ni, H. L. Yuan, E. T. Wang. 2007. Biodegradation of three different wood chips by Pseudomonas sp. PKE117. International Biodeterioration & Biodegradation 60; 90–95
Yaoi, K., T. Nakai, Y. Kameda, A. Hiyoshi, dan Y. Mitsuishi. 2005. Cloning and Characterization of Two Xyloglucanases from Paenibacillus sp. Strain KM21. Applied and Environmental Microbiology 71(12); 7670-7678
[-223-]
β
[-222-]
[-223-]
Yasa, I M. R., dan I N. Adijaya. 2012. Dampak Alih Fungsi Lahan Terhadap Keberlanjutan Ketersediaan Pakan Sapi Bali di Bali. Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian. http://bengkulu.litbang.deptan.go.id/../bptpbali2.pdf (akses 22 Juni 2014).
Yeasmin Akter, M.A. Akbar, M. Shahjalal and T. U. Ahmed. 2004. Effect of Urea Molasses Multi-nutrient Blocks Supplementation of Dairy Cows Fed Rice Straw and Green Grasses on Milk Yield, Composition, Live Weight Gsain of Cows and Calves and Feed Intake. Pakistan Journal of Biological Sciences 7 (9): 1523-1525.
Yeoman, C. J., Y. Han, D. Dodd, C. M. Schroeder, R. I. Mackie, I. K. O. Cann. 2010. Chapter 1- Thermostable Enzyme as Biocatalysts in the Biofuel Industry. Advances in Applied Microbiology Vol. 70; 1-55
Yusiati, L. M. 2005. Model Estimasi dari Sintesis Protein Mikroba Rumen Berbasis Derivat Purin dalam Urine pada Ternak Ruminansia di Indonesia. Disertasi. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Zeigler, D. R. 2013. The Family Paenibacillaceae. Bacillus Genetic Stock Center Catalog of Strains. Part 5. Bacillus Genetic Stock Center, Columbus USA
Zhang, X. Z., Y. Heng, P. Zhang. 2010. One-Step Production of Biocommodities from Lignocellulosic Biomass by Recombinant Cellulolytic Bacillus subtilis: Opportunities and Challenges. Review. Eng. Life Sci 10(5): 1-9
Zhao, G., Zhang, W., dan Zhang, G. 2010. Production of single cell protein using waste capsium powder produced during capsanthin extraction. Lett. Appl. Microbio. 50(2): 187-91.
Zyl, W. H. V., S. H. Rose, K. Trollope, J. F. Gorgen. 2010. Fungal β-mannanases; Mannan Hydrolysis, Heterologous Production and Biotechnological Applications. Process Biochemistry 45 (8); 1203-1213
Zorec, M., M. Vodovnik, dan R. Marinsek-Logar. 2014. Potential of Selected Rumen Bacteria for Cellulose and Hemicellulose Degradation. Food Technology and Biotechnology. Vol. 52 No. 2: 210-221