33 BAB IV SUNTINGAN TEKS A. Inventarisasi Naskah Langkah kerja awal dalam penyuntingan teks adalah inventarisasi naskah. Inventarisasi naskah adalah kegiatan mengumpulkan informasi mengenai naskah yang akan dijadikan sumber penelitian. Inventarisasi naskah penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu studi katalog dan studi lapangan. Studi katalog adalah kegiatan mengumpulkan informasi mengenai naskah yang akan diteliti melalui katalog naskah, baik katalog terbitan maupun katalog digital. Dari hasil studi katalog, ditemukan sebanyak 17 koleksi teks HDT, sebagai berikut. 1. Katalog Maleische en Minangkabausche Handscriften in de Leidsche Universiteits – Bibliotheek yang disusun oleh Van Ronkel pada 1921 memuat 3 teks HDT, yaitu OPH. 54. A.; Cod.Or. 6078 D. ; dan Sn. H. 97. D. 2. Katalog Malay Manuscripts: a Bibliography Guide yang disusun oleh Joseph H. Howard pada 1966 memuat 7 teks HDT, yaitu Bat.Gen 42 B; Bat.Gen 198 B; Bat.Gen 421 E; Bat.Gen 124 B; Microfilm 196 Cod. Or. 6078 D.; Microfilm 392 Cod. Or. 7324; serta Microfiche 1 Oph. 54 A
157
Embed
BAB IV SUNTINGAN TEKS A. Inventarisasi Naskahabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212053_bab5.pdf · BAB IV SUNTINGAN TEKS A ... terjadi beberapa kesalahan dan kelalaian yang menyebabkan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
33
BAB IV
SUNTINGAN TEKS
A. Inventarisasi Naskah
Langkah kerja awal dalam penyuntingan teks adalah inventarisasi naskah.
Inventarisasi naskah adalah kegiatan mengumpulkan informasi mengenai naskah
yang akan dijadikan sumber penelitian. Inventarisasi naskah penelitian ini
dilakukan dengan dua cara, yaitu studi katalog dan studi lapangan.
Studi katalog adalah kegiatan mengumpulkan informasi mengenai naskah
yang akan diteliti melalui katalog naskah, baik katalog terbitan maupun katalog
digital. Dari hasil studi katalog, ditemukan sebanyak 17 koleksi teks HDT,
sebagai berikut.
1. Katalog Maleische en Minangkabausche Handscriften in de Leidsche
Universiteits – Bibliotheek yang disusun oleh Van Ronkel pada 1921
memuat 3 teks HDT, yaitu OPH. 54. A.; Cod.Or. 6078 D. ; dan Sn. H.
97. D.
2. Katalog Malay Manuscripts: a Bibliography Guide yang disusun oleh
Joseph H. Howard pada 1966 memuat 7 teks HDT, yaitu Bat.Gen 42 B;
4. University of Malaya Library, Kuala Lumpur, Malaysia, menyimpan 7
teks; dan
5. Library of Leiden University and other collections in the Netherlands,
Belanda, menyimpan 1 teks.
Studi lapangan adalah kegiatan mengumpulkan informasi mengenai naskah
yang akan diteliti dengan cara mendatangi tempat-tempat yang diperkirakan
menyimpan informasi mengenai naskah ataupun orang-orang yang berhubungan
langsung dengan naskah yang akan diteliti. Adapun studi lapangan yang dilakukan
adalah mengunjungi Perpustakaan Program Studi Sastra Indonesia UNS,
Perpustakaan FIB UNS, Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan FIB UGM,
Perpustakaan Pusat UGM, Perpustakaan Pascasarjana UNPAD, dan Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia. Di samping itu, juga dilakukan pencarian informasi
36
mengenai teks HDT pada Direktori Edisi Naskah Nusantara serta pada laman
http://tiim.ppim.or.id (Thesaurus of Indonesian Islamic Manuscripts) dan laman
http://onesearch.id untuk mengetahui penelitian terdahulu yang mengkaji naskah
dengan judul yang sama.
B. Deskripsi Naskah
Deskripsi adalah pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara
jelas dan terperinci (Sugono, 2008:320). Jadi, deskripsi naskah adalah gambaran
mengenai seluk beluk keadaan naskah secara terperinci. Deskripsi naskah
penelitian ini meliputi: judul naskah, nomor naskah, tempat penyimpanan naskah,
keadaan atau kondisi naskah, ukuran dan tebal halaman naskah, jumlah baris pada
setiap halaman, bahasa naskah, huruf, aksara, dan jenis tulisan, cara penulisan
naskah, bahan naskah, bentuk teks, usia naskah, sejarah teks, yang meliputi
pengarang atau penyalin naskah, tanggal dan tempat penulisan, waktu
pemerolehan naskah oleh lembaga tempat penyimpanan, serta semua publikasi
yang mengacu pada naskah, dan catatan-catatan lainnya.
Teks HDT tersimpan dalam sejumlah naskah Melayu. Penelitian ini telah
menjangkau 2 naskah HDT, yang masing-masing tersimpan di Houghton Library,
Harvard University, Amerika Serikat dengan kode naskah MS Indo 26 (dari Miss
881) dan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan kode naskah W
124 B. Naskah MS Indo 26 yang berangka tahun 1838 M, dengan ketebalan
naskah 40 halaman, disebut naskah A. Adapun naskah W 124 B yang berangka
tahun1856 M, dengan ketebalan naskah 14 halaman, disebut naskah B.
37
Penyebutan naskah dengan urutan abjad tersebut didasarkan pada dua
pertimbangan menurut Asep Yudha Wirajaya (2014:29), yaitu:
1. Umur naskah
Naskah yang diperkirakan paling tua diurutkan lebih dulu daripada
naskah yang lebih muda.
2. Jumlah halaman naskah
Naskah yang memiliki jumlah halaman lebih banyak ditempatkan lebih
dulu daripada naskah dengan jumlah halaman lebih sedikit. Perhatikan
tabel berikut.
Tabel 1Klasifikasi Data
No KodeNaskah
Koleksi Tahun UmurNaskah
ΣHalaman
Disebut
Hijriah Masehi
1. MS Indo 26 Houghton Library,HarvardUniversity,Amerika Serikat
1253 1838 178tahun
40halaman
A
2. W 124 B PerpustakaanNasional RepublikIndonesia
1272 1856 160tahun
14halaman
B
Selanjutnya, naskah-naskah tersebut akan diidentifikasi berdasarkan hasil
pengamatan pada naskah melalui metadata, deskripsi pada katalog, dan hasil
kajian terdahulu. Deskripsi naskah Hikayat Darma Taʻsiya secara terperinci
sebagai berikut.
38
1. Deskripsi Naskah A
1) Judul Naskah
Dalam katalog naskah online Houghton Library, Harvard University,
naskah ini berjudul Hikayat Darma Taʻsia, dan judul naskah setelah
dilakukan penyuntingan teks adalah Hikayat Darma Taʻsiya. Terlihat dalam
kutipan berikut:
Ini hikayat ada seorang perempuan yang bernama Darma Taʻsiya yangamat budiman lagi bijaksana kepada hal berbuat bakti kepada suaminyaserta dengan sabar hatinya dan takut akan seksa Allah Taala. (HDT : 1)
2) Nomor Naskah
Naskah HDT yang tersimpan di Houghton Library, Harvard University,
Amerika Serikat (laman:
http://iiif.lib.harvard.edu/manifests/view/drs:10637441$7i) memiliki nomor
naskah MS Indo 26 (dari Miss 881).
3) Tempat Penyimpanan Naskah
Naskah ini tersimpan di Houghton Library, Harvard University,
Cambridge, MA 02138, Amerika Serikat, telepon: +1 617-495-1000.
4) Keadaan Naskah
Kondisi fisik naskah dalam keadaan baik. Artinya, naskah masih utuh dan
berjilid, tulisannya dapat dibaca, dan tidak ditemukan kerusakan di dalam
naskah.
5) Ukuran Naskah
Ukuran naskah yang sesungguhnya tidak diketahui karena naskah
diperoleh dengan cara mengunduh dari internet pada laman
http://iiif.lib.harvard.edu/manifests/view/drs:10637441$7i milik Houghton
39
Library, Harvard University, Amerika Serikat. Akan tetapi, di dalam
metadata terdapat informasi mengenai ukuran lebar naskah, yaitu 22 cm.
Penulis telah melakukan simulasi pengukuran naskas HDT koleksi Houghton
Library, Harvard University pada kertas A4, dan diketahui bahwa ukurannya
adalah sebagai berikut.
Ukuran naskah
Lebar naskah : 22 cm
Panjang naskah : 29,8 cm
Ukuran teks
Lebar teks : 16,3 cm
Panjang teks : 22,4 cm
Jarak pias naskah
Jarak pusat ke atas : 3,6 cm
Jarak pusat ke bawah : 3,8 cm
Jarak pusat ke kiri : 1,6 cm
Jarak pusat ke kanan : 4,1 cm
6) Tebal Halaman
Di dalam naskah terdapat 3 teks, yaitu teks Hikayat Darma Taʻsiya, teks
Hikayat Putri Jauhar Mahaligai, dan teks Sabil al-Muhtadin lil-Tafaqquh fi
Amr Al-Din. Tebal keseluruhan naskah adalah 194 halaman. Dengan rincian
Halaman 142—189 : teks Sabīl Al Muhtaddin Lil Tafaqquh Fi
Amr Ad-Din
Halaman 190—194 : halaman pelindung
Teks Hikayat Darma Taʻsiya terdiri atas 50 halaman. Dengan
rincian sebagai berikut:
Halaman 1—5 : halaman pelindung depan
Halaman 6—45 : halaman teks Hikayat Darma Taʻsiya
Halaman 46—50 : halaman pelindung belakang
7) Jumlah Baris pada Setiap Halaman
Halaman Pelindung Depan
Halaman1—5 : kosong
Teks Hikayat Darma Taʻsiya
Halaman 6 : 8 baris
Halaman 7—45 : 10 baris
Teks Hikayat Putri Jauhar Mahaligai
Halaman 46—138 : 10 baris
Halaman 139—140 : kosong
41
Teks Sabīl Al Muhtaddin Lil Tafaqquh Fi Amr Ad-Din
Halaman 141 : kosong
Halaman 142—144 : 17 baris
Halaman 145—189 : 18 baris
Halaman Pelindung Belakang
Halaman 190—194 : kosong
8) Bahasa Naskah
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu. Selain itu, juga
digunakan beberapa istilah bahasa Arab, seperti zhan, Fathimah Az-Zahra
Radliya `l-Lāhu ‘anha, fiʻil dan lain-lain. Terdapat beberapa kosakata arkais
yang menjadi ciri khas kebahasaan teks ini, seperti batil, kadam, derhaka,
khabar, dan makhdum, serta penambahan fonem h seperti pada kata bundah,
adindah, dan kakandah.
9) Jumlah Susunan Kuras
Jumlah susunan kuras tidak diketahui karena naskah diperoleh dengan cara
mengunduh file dari internet pada laman
http://iiif.lib.harvard.edu/manifests/view/drs:10637441$7i milik Houghton
Library, Harvard University, Amerika Serikat.
42
10) Huruf, Aksara, dan Tulisan
Gambar 1Halaman 2 HDT Koleksi Houghton Library, Harvard University
Gambar 2Halaman 7 naskah HDT koleksi PNRI
43
a. Bentuk Huruf
Huruf yang digunakan dalam Hikayat Darma Taʻsiya adalah huruf
Arab-Melayu atau huruf Jawi.
b. Ukuran Huruf
Huruf yang digunakan di dalam teks berukuran besar, dibandingkan
dengan ukuran huruf dalam teks HDT koleksi PNRI.
c. Jenis Tulisan
Jenis tulisan yang digunakan dalam Hikayat Darma Taʻsiya adalah
Khat Naskhi. Naskhi adalah tulisan yang sangat lentur dengan banyak
putaran dan hanya memiliki sedikit sudut yang tajam.
d. Keadaan Tulisan
Keadaan tulisan baik dan mudah dibaca karena tidak ada halaman
yang rusak.
e. Jarak Antarhuruf
Jarak antarhuruf termasuk renggang.
f. Goresan Pena
Goresan pena terlihat tebal.
g. Warna Tinta
Secara umum penulisan teks HDT menggunakan tinta warna hitam.
Namun pada bagian tertentu, seperti petunjuk awal paragraf dan beberapa
doa serta kosakata bahasa Arab, ditulis menggunakan tinta warna merah.
Penulisan awal paragraf dengan tinta merah, di antaranya adalah
bermula 1 kali, syahdan 7 kali, hatta 12 kali, adapun 2 kali, dan
kemudian 1 kali.
44
Adapun penulisan kosakata Arab dan doa dengan tinta warna merah,
di antaranya adalah Insya Allah, Nabi Muhammad Rasulullah shallā `l-
Lāhu ’alaihi wa sallam, dan Alhamdu lil-Lāhi Rabbi`l-ʻālamīn ar–
Rahmāni `r–Rahīm.
h. Pemakaian Tanda Baca
Naskah ini tidak menggunakan tanda baca standar, tetapi di
dalamnya terdapat kata-kata tumpuan yang berfungsi sebagai pembatas
antarkalimat, antaralinea, misalnya maka, syahdan, hatta, adapun, setelah
sudah, bermula, dan lain-lain.
Ditemukan tanda ^ untuk menunjukkan sisipan kata di dalam teks.
Seperti pada gambar berikut.
Gambar 3Tanda baca
Tanda lain yang terdapat pada teks dalah tanda coret pada teks untuk
menunjukkan adanya koreksi penulisan. Seperti pada gambar berikut.
Gambar 4Tanda Baca
45
11) Cara Penulisan
a. Penempatan tulisan pada lembar naskah
Tulisan pada lembar naskah ditulis penuh dari kanan ke kiri
mengikuti cara penulisan huruf Arab. Teks pada lembaran naskah ditulis
secara bolak-balik. Kedua sisi halaman pada setiap lembar naskah
ditulisi semua. Cara penulisan seperti ini, biasanya disebut dengan
istilah rekto15 dan verso16.
b. Pengaturan ruang tulisan
Ruang tulisan terbentuk secara bebas, tidak ada pembatas, seperti
garis yang mengatur ruang tulisan. Teks ditulis rapi dengan kedua sisi
yang rata.
c. Penomoran naskah
Penomoran naskah dilakukan dengan cara memberi nomor pada
halaman muka (rekto) saja sehingga halaman belakang (verso) mengikuti
nomor halaman rekto. Misalnya, penomoran untuk halaman 1 dan 2,
maka penomoran naskah ditulis pada halaman 1 saja dan halaman 2 tidak
diberi nomor halaman, jadi nomor untuk halaman 1 adalah 1 dan untuk
halaman 2 adalah 1v, dan seterusnya. Penomoran naskah menggunakan
angka Arab, dan ditulis menggunakan pensil.
15 Rekto /rékto/ n 1 halaman sebelah kanan pd buku atau naskah terbuka, biasanya bernomorhalaman ganjil; 2 sisi pertama pd kertas cetak atau bergaris jika dilipat dan dijilid; bagiandepan atau bagian muka lembaran kertas cetakan (Sugono, 2008: 1158).
16 Verso /vérso/ n 1 halaman sebelah kiri buku atau naskah yg terbuka, biasanya bernomorhalaman genap; 2 bagian belakang atau bagian kedua lembaran kertas yg akan dicetak (Sugono,2008:1546).
46
Tabel 2Halaman Naskah dan Penomoran Halaman Naskah
Halaman Naskah Penomoran Halaman
1 2
2 2v
3 3
4 3v
5 4
6 4v
7 5
8 5v
9 6
10 6v
11 7
12 7v
13 8
14 8v
15 9
16 9v
17 10
18 10v
19 11
20 11v
21 12
22 12v
23 13
24 13v
25 14
26 14v
27 15
28 15v
47
29 16
30 16v
31 17
32 17v
33 18
34 18v
35 19
36 19v
37 20
38 20v
39 21
40 21v
12) Bahan Naskah
Bahan naskah yang digunakan dalah kertas Eropa, tetapi tidak terdapat
watermark di dalamnya.
13) Bentuk Teks
Bentuk teks adalah hikayat. Hikayat adalah karya sastra lama Melayu
berbentuk prosa yang berisi cerita, undang-undang, dan silsilah bersifat
rekaan, keagamaan, historis, biografis, atau gabungan sifat-sifat itu, dibaca
untuk pelipur lara, pembangkit semangat juang, atau sekadar untuk
meramaikan pesta.
48
14) Umur Naskah
Tamatlah hikayat Darma Taʻsiya orang yang budiman itu, dalamnegeri Singapura kepada empat hari bulan Zulkaidah tarikh Sanat1253. Wa kātibuhu Muhammad Ali bin Abdu `l- Lathif Munsyi(HDT:40).
Berdasarkan kolofon naskah diketahui bahwa Teks Hikayat Darma
Taʻsiya diselesaikan pada tanggal 4 Zulkaidah 1253 H setelah dikonversikan
ke dalam tahun Masehi menjadi 30 Januari 1838 M. Dengan demikian dapat
disimpulkan usia teks ini adalah 178 tahun.
Adapun cara menghitung manual untuk konversi tahun Hijriah ke Masehi
berdasarkan materi mata kuliah Kapita Selekta Filologi oleh Asep Yudha
Wirajaya (2015:14), adalah sebagai berikut.
Tahun Masehi = ( 32/33 x H ) + 622
= ( 32/33 x 1253 ) + 622
= 1215,03 + 622
= 1837,03
= 1837 M
15) Sejarah Teks
Teks Hikayat Darma Taʻsiya ditulis/disalin di Singapura oleh Muhammad
Ali bin Abdul Latif Munsyi pada tahun 1838 M. Seperti yang terkandung di
dalam kutipan berikut:
Tamatlah Hikayat Darma Taʻsiya orang yang budiman itu dalamnegeri Singapura kepada empat hari bulan Zulkaidah tarikh Sanat1253. Wa kātibuhu Ali bin Abdul Latif Munsyi (HDT:40).
49
Naskah HDT ini disimpan di Houghton Library, Harvard University,
Amerika Serikat, sekitar tahun 1942 bersamaan dengan dibukanya Houghton
Library. Pada saat itu perpustakaan ABCFM17 juga menyimpan dokumen-
dokumennya di Houghton Library. Naskah ini memiliki label nama Samuel P.
Robbins, Bangkok, Siam, serta sebuah catatan “sebuah sumbangan untuk
perpustakaan ABCFM” (i.e. di Singapura). Naskah ini juga memiliki label
nama perpustakaan ABCFM di Boston, dengan nomor naskah 2781.
17 American Board of Commissioners for Foreign Missions
50
Gambar 5Lembar pelindung naskah bagian belakang
naskah HDT koleksi Houghton Library, Harvard University
51
2. Deskripsi Naskah B
Deskripsi naskah B sebagai berikut.
1) Judul Naskah
Dalam Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4: Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia, naskah ini berjudul Hikayat Darma Tahsiyah.
2) Nomor Naskah
Naskah HDT yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia ini memiliki nomor naskah W 124 B.
3) Tempat Penyimpanan Naskah
Naskah ini tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jl.
Salemba Raya 28 A, Jakarta 10430. Telepon (021) 3154863 – 3154864, (021)
3154870 Faksimile (021) 3103554.
4) Kondisi Naskah
Naskah HDT koleksi PNRI masih utuh dan lengkap serta berjilid. Kondisi
fisik naskah dalam keadaan kurang baik karena naskah mulai rapuh, serta
tulisan di beberapa bagian mulai memudar.
Gambar 6Halaman 7 naskah HDT koleksi PNRI
52
5) Ukuran Naskah
Ukuran naskah HDT koleksi PNRI adalah sebagai berikut.
Ukuran Naskah
Lebar naskah : 20 cm
Panjang naskah : 32 cm
Ukuran teks
Lebar teks : 12,5 cm
Panjang teks : 22,5 cm
Jarak pias naskah
Jarak pusat ke atas : 4,1 cm
Jarak pusat ke bawah : 5,4 cm
Jarak pusat ke kiri : 2,1 cm
Jarak pusat ke kanan : 5,4 cm
6) Tebal Halaman
Naskah ini terdiri atas dua teks, yaitu teks Hikayat Abu Nawas, dan teks
Hikayat Darma Tahsiyah. Secara keseluruhan tebal naskah ini adalah 84
halaman, dengan rincian sebagai berikut.
a. Hikayat Abu Nawas : halaman 1—65 (65 halaman)
b. Hikayat Darma Tahsiyah : halaman 67—81 (14 halaman)
7) Jumlah Baris pada Setiap Halaman
a. Halaman 1 : 13 baris
b. Halaman 2—13 : 19 baris
c. Halaman 14 : 12 baris
53
8) Bahasa Naskah
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu. Selain itu, juga digunakan
beberapa istilah bahasa Arab, seperti shallā `l-Lāhu ’alaihi wa sallam.
Terdapat beberapa ketidakkonsistenan penulisan, seperti penulisan kata
kakanda ditulis kakanda (tanpa penambahan fonem h) dan kakandah (dengan
fonem h), adinda ditulis adinda (tanpa penambahan fonem h) dan adindah
(dengan fonem h), begitu pun dengan penulisan kosakata mendengar ditulis
menengar dan mendengar.
9) Huruf, aksara, dan Tulisan
Gambar 7Halaman 7 naskah HDT koleksi PNRI
Gambar 8Halaman 2 HDT Koleksi Houghton Library, Harvard University
54
a. Bentuk huruf
Huruf yang digunakan adalah huruf Arab Melayu atau huruf Jawi,
dengan tulisan sedikit miring.
b. Ukuran Huruf
Huruf yang digunakan di dalam teks berukuran sedang,
dibandingkan dengan ukuran huruf dalam teks HDT Koleksi
Houghton Library, Harvard University.
c. Jenis Tulisan
Jenis tulisan yang digunakan adalah Khat Naskhi. Naskhi adalah
tulisan yang sangat lentur dengan banyak putaran dan hanya memiliki
sedikit sudut yang tajam.
d. Keadaan Tulisan
Terdapat tulisan yang memudar di beberapa bagian, tetapi secara
keseluruhan naskah ini masih dapat dibaca.
e. Jarak Antarhuruf
Jarak antarhuruf termasuk rapat, apabila dibandingkan dengan
naskah HDT koleksi Houghton Library, Harvard Universiry, Amerika
Serikat.
f. Goresan Pena
Goresan pena terlihat tebal.
g. Warna Tinta
Warna tinta yang digunakan adalah hitam.
55
h. Pemakaian Tanda Baca
Dalam naskah ini tidak digunakan tanda baca standar, tetapi
terdapat kata-kata tumpuan yang berfungsi sebagai pembatas
antarkalimat, antaralinea, misalnya maka, syahdan, hatta, adapun,
setelah sudah, dan lain-lain.
10) Cara Penulisan Naskah
a. Penempatan tulisan pada lembar naskah
Tulisan pada lembar naskah ditulis penuh dari kanan ke kiri
mengikuti cara penulisan huruf Arab. Teks pada lembaran naskah
ditulis secara bolak-balik. Kedua sisi halaman pada setiap lembar
naskah ditulisi semua. Cara penulisan seperti ini, biasanya disebut
dengan istilah rekto dan verso.
b. Pengaturan ruang tulisan
Ruang tulisan terbentuk secara bebas, tidak ada pembatas seperti
garis yang mengatur ruang tulisan. Teks ditulis rapi dengan kedua sisi
yang rata.
c. Penomoran naskah
Tidak terdapat sistem penomoran dalam naskah ini.
Penulis/penyalin memberikan catchword (kata alihan) pada ujung
bawah pias kiri halaman ganjil yang menggantikan fungsi nomor
halaman.
56
Tabel 3Kata Alihan
No Halaman Kata Alihan Latin1. 1 - -2. 3 انقث anaknya3. 5 شیخ syeikh4. 7 شھدان syahdan5. 9 ساكتث sakitnya6. 11 ھمباموفون hambamu pun7. 13 كسالھن kesalahan
11) Bahan Naskah
Bahan naskah yang digunakan adalah kertas Eropa, dengan watermark
bertuliskan Erve Wijsmuller pada halaman 1 sampai dengan halaman 13.
Sementara itu, pada halaman 14 menggunakan kertas dengan watermark
gambar singa bermahkota yang berdiri menghadap ke kanan sambil membawa
pedang di dalam lingkaran bertuliskan PROPATRIA EENDRAGT MAAKT
MAGT.
Gambar 9Watermark pada halaman 14
57
Kertas Eropa dengan watermark bertuliskan Erve Wijsmuller dibuat oleh
John Paul Wijsmuller. Kertas ini diproduksi di Belanda pada tahun 1828—
سواة suat 3/8, 4/10 سواتو suatu suatu didasarkan pada:1. teks
bandingan
89
12/6,12/6,8/10,26/1,36/318/10
2. DERJhalaman 169yang menulis
سواتو (suatu)
5. 5/1 براف berapa beberapa disesuaikandengan kontekskalimat: “Hattabeberapa lamanyaDarma Taʻsiyahamil itu, maka iapun beranaklahseorangperempuan”(HDT:5)
6. 12/1 سین sin sini didasarkan pada:1. teks
bandingan2. DERJ
halaman 166yang menulisسیني (sini)
7. 13/4 dicimnya
3/6 یوم cium diciumnya didasarkan pada:1. teks
bandingan2. DERJ
halaman 31yang menulisیوم (cium)
8. 13/5 مشغل masyghl
masygul didasarkan padaDERJ halaman110 yang menulisمشغول (masygul)
9. 13/6 سامفما sampama
seumpama didasarkan padaDERJ halaman190 yang menulisاومفام (umpama)
10. 26/10 جو ju jua didasarkan padaDERJ halaman69 yang menulisجوا (jua)
11. 17/4 antang didasarkan padaDERJ halaman191 yang menulis
1. 2/8 مقدمكو Makdumku makhdumku berdasarkan kamus Al-Munawwir halaman327, kata dasar خدم(melayani)
موالمخد (tuan,majikan)
93
Tabel 10Ditografi
No Hal./Baris
Teks Latin Edisi Keterangan
1. 21/8 ^كات مكاؤجر جبرائیل
maka^kata ujarJibrail
maka ujarJibrail
“kata” dan “ujar” memiliki kesamaanarti (sinonim), berdasarkanpengamatan pada teks diketahuibahwa “ujar” untuk percakapanJibrail dengan Darma Taʻsiya munculsebanyak 2 kali dari 3 kalipercakapan, yaitu pada 20/6 dan 21/3.Adapun “kata” muncul sebanyak 27kali, digunakan untuk percakapanantarmanusia.Kalimat ini merupakan percakapanketiga Jibrail dengan Darma Taʻsiya,oleh sebab itu maka dipilih ”ujar”untuk melengkapinya.
2. 39/7 سفیاي supayaya supaya
2. 6/9 فرجوباءن perjobaan percobaan
3. 7/4 فریكو piriku diriku
4. 10/1 cangan jangan
5. 26/7,26/10
كبقتیث kebaktinya kebaktian frekuensi kemunculankebaktian pada tekssebanyak 7 kali, yaitu3/5, 14/5, 25/5, 25/6,25/8, 38/7, dan 39/7.
6. 36/7 سھالي sehalai sehelai
7. 36/10 كنجی kenjing kencing
8. 39/9 ھجم Jmah Jumaat
94
Tabel 11Transposisi
No Hal./Baris
Teks Latin Edisi Ket.
1. 28/8-10
دمكینلھ جوك الكوث
٢ایت دوا كالي ممندݞایتسیادرما تعكامو
كاليتوجھانمموكا درما ٢ممندݞ
تعسیا سفرة اورݞ كیال الكوث
demikianlah juga lakunya,sekali mengapak kayu itudua kali memandang-mandang muka DarmaTaʻsiya itu hingga enamtujuh kali memandang-mandang muka DarmaTaʻsiya seperti orang gilalakunya
demikianlah jugalakunya, sekalimengapak kayu ituhingga enam tujuhkali memandang-mandang muka DarmaTaʻsiya seperti oranggila lakunya
Tabel 12Ketidakkonsistenan
No Bacaan Naskah Edisi KeteranganTeks A Teks B
Teks Fr Latin Teks Fr Suntingan Yayah
1. نما 6 nama nama
نام 6 nama نام 6 nama2. درم تعسیا 2 Darma
Taʻsiyaدرمھ تاسیھ 67 Darma
TahsiyahDarmaTaʻsiya
درماتعسیا 80 DarmaTaʻsiya
درمھ 2 Darma
تاسیھ 1 Tahsiyah
3. دوس 7 dosa اذوس 1 dosa dosa
دوسا 2 dosa دوسا 14 dosa
دسا 1 dosa
4. ندرادیوي
2 CandraDewi
ندرادیوا 6 CandraDewi
CandraDewi
ندردیوي 5 CandraDewi
5. ھمبام 11 hambamu hambamu
ھمبامو 1 hambamu ھمبامو 47 hambamu
6. شقسا 2 seksa seksa
سقسا 1 seksa
95
7. در 6 dari dari
دري 2 dari دري 9 dari
8. ھي 15 hai ھي 7 hai hai
واھي 1 wahai wahai
9. دیر 1 diri diri
دیري 19 diri دیري 11 diri
10. توان 51 tuan توان 59 tuan tuan
تون 12 tuan
11. ربا 1 riba riba
ریبا 3 riba ریبا 3 riba
12. ماھو 1 mahu ماھو 3 mahu mahu
ماو 3 mau mau
13. بھوا 3 bahwa بھوا 2 bahwa bahwa
بھو 2 bahwa
14. دھولو 6 dahulu دھولو 4 dahulu dahulu
دھول 1 dahulu
15. فلق 1 peluk peluk
فلوق 1 peluk فلوق 2 peluk
16. ایبو 1 ibu ایبو 5 ibu ibu Teks A:kata bunda (tanpafonem h)digunakan apabiladiikuti kata ganti–nya, sepertibundanya.Apabila diikutidengan selainkata ganti –nya,maka ditulisbundah (denganfonem h).
huruf syamsiah yang mengikutinya. Misalnya pada huruf
syamsyiah ditulis Az-Zahra.
h) Huruf-huruf yang hidup atau mendapat harakat fatah ( ◌ ),
kasrah ( ◌ ), dan damah ( ◌ ) pada awal atau tengah kata, frasa,
atau kalimat ditransliterasikan sesuai bacaan tersebut. Apabila
huruf-huruf tersebut terletak pada akhir kalimat, maka
ditransliterasikan dengan huruf mati/diwakafkan, kecuali
kosakata yang berhubungan dengan sifat Allah.
i) Huruf hamzah ( ء ) dilambangkan dengan tanda aksen ( ` ) jika
terletak di tengah atau di akhir kata.
j) Huruf ta` marbuthah ( ة ) yang terletak di awal atau di tengah
kata, frasa, atau kalimat ditransliterasikan dengan /t/ apabila huruf
tersebut mendapat harakat fatah ( ◌), kasrah ( ◌), dan damah ( ◌).
Apabila huruf tersebut tidak mendapat harakat atau menunjukkan
kosakata khusus yang berhubungan dengan sifat Allah, maka
ditransliterasikan dengan /t/ atau /h/ mengikuti ketentuan yang
berlaku pada kata-kata yang bersangkutan.
k) Penulisan huruf besar atau huruf kapital disesuaikan dengan
penggunaan huruf Latin dalam bahasa Indonesia. Contoh: Allah,
nama orang, nama tempat, huruf awal pada sebuah kalimat, dan
sebagainya.
101
l) Pedoman transliterasi yang digunakan dalam penyuntingan teks
Hikayat Darma Ta‘siya adalah sistem yang digunakan oleh
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Namun,
tidak semua fonem tercakup dalam sistem ini sehingga terdapat
penambahan beberapa fonem untuk melengkapi fonem-fonem
bahasa Melayu.
102
Tabel 13Pedoman Transliterasi Arab-Latin
Berdasarkan Sistem yang Dipakai di UIN Syarif Hidayatullah
Huruf Latin Huruf Latin
ا a ط th
ب b ظ zh
ت t ع ‘
ث s غ gh
ج j ف f/p
ح h ق q/k
خ kh ك k
د d ل l
ذ z م m
ر r ن n
ز z و w
س s ھ h
ش sy ي y
ص sh ء `
ض dl ة t/h
103
Tabel 14Tambahan Huruf Arab Melayu dan Angka Arab
Huruf Latin Angka Latin
ك k/g ٠ 0
ݘ c ١ 1
ݞ ng ٢ 2
ڽ/ݒ y ٣ 3
٤ 4
٥ 5
٦ 6
٧ 7
٨ 8
٩ 9
104
2. Suntingan Teks Hikayat Darma Taʻsiya
Bismi `l-Lāhi `r-Rahmāni `r-Rahīm. / Wa bihī nasta īnu bi `l-Lāhi ʻala
ini hikayat ada seorang / perempu[a]n1 yang bernama Darma Taʻsiya yang
amat budiman / lagi bijaksana kepada hal berbuat bakti kepada / suaminya
serta dengan sabar hatinya dan takut / akan seksa Allah Taala.
Bermula suaminya bernama / Syeikh2 Bi`l-Maʻruf terlalu baik rupanya
lagi / pertapa kepada Allah Taala dan mukmin dan lagi // suci hatinya pada
segala hamba Allah.
Adapun Syeikh / Bi`l-Maʻruf itu pagi-pagi hari masuk ke dalam
khalwatnya / tempat ia berbuat ibadah setelah s[u]dah3 magrib, maka / ia
pulang ke rumahnya.
Syahdan apabila datanglah / Syeikh Bi`l-Maʻruf itu, maka datanglah
isterinya4 membawa / air membasuh kakinya. Setelah s[u]dah5 dibasuhnya,
maka disapunya / dengan rambutnya serta ia sujud kepada kaki suaminya, /
serta katanya, “Ya ma\kh\dumku6, ampun kiranya barang dosa / dan salah
hambamu”. Maka ujar Syeikh Bi`l-Maʻruf, “Apakah / dosa diri? Karena diri
orang berbakti dan // lagi dikasihankan Allah Taala”.
1
2
3
1 Tertulis فرمفون –perempun (lakuna)2 Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 172 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga
(1994:1334) syeikh (syéikh) 1. sebutan kepada orang yang beketurunan sahabat-sahabat Nabi;2. sebutan kepada orang Arab; 3. sebutan kepada alim ulama; 4. haji atau orang-orang yangmengurus orang naik haji.
3 Tertulis سده –sdah (lakuna)4 Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 63 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga
(1994:501) isteri 1. perempuan yang menjadi pasangan hidup kepada seorang lelaki, bini; 2.perempuan yang sudah berkahwin, wanita.
tercipta dari tanah.Kalimat dalam bahasa Arab yang sesuai untuk “bahwa hamba itu di bawah perintah Tuhannya”adalah ان العبد تحت امر ربھ – inna`l-ʻabda tahta amri rabbihi
106
Hatta [be]berapa13 lamanya Darma Taʻsiya ham[i]l14 itu, maka / ia pun
beranaklah seorang peremp[u]an15 terlalu indah-indah / rupanya. Maka
dinamainya kanak-kanak itu Candra Dewi. /
Syahdan maka diketahuilah oleh tuan Syeikh / itu akan isterinya telah
beranak, maka kembalilah ia / ke rumahnya. Setelah Darma Taʻsiya melihat
suaminya / datang itu, maka ia pun segeralah berdiri mengambil air / di
batil16 akan membasuh kaki suaminya. Setelah s[u]dah17 , / maka disapunya
dengan rambutnya sambil sujud kepada kaki / suaminya serta katanya,
“Ampun barang dosa dan // salah bebal hambamu”. Maka kata tuan Syeikh,
“BārakalLāh / HafizhalLāh”. Maka katanya, “Apakah dosa diri? Karena
diri / mengikut Fath(t)imah18 Az-Zahra Radliya `l-Lāhu ʻanha”.
Kemudian / maka Syeikh Bi`l-Maʻruf pun duduklah hampir kepada
isterinya / serta mengambil anaknya lalu diribanya. Maka Darma Taʻsiya /
pun mengangkatkan hidangan ke hadapan tuan Syeikh. / Maka tuan Syeikh
itu pun membaca doa selamat.
Hatta beberapa / lamanya tuan Syeikh itu berkasih-kasihan dua laki
isteri. / Maka dengan takdir Allah Taala, maka datanglah per\c\obaan19 /
setan pada hati tuan Syeikh itu. Maka suat[u]20 malam Syeikh // Bi`l-Maʻruf
6
7
13 Tertulis براف –berapa (lakuna)14 Tertulis حامل –haml (lakuna)15 Tertulis فرمفون –perempun (lakuna)16 batil I bekas (daripada tempurung, perak, tembaga, dll) yang berbentuk tempurung (KD,
1994:113).batil I n 1 pencedok air, dibuat dari tempurung; 2 wadah (bekas) yang dibuat dari tempurung(tembaga, kuningan, dsb yang bentuknya seperti tempurung), ada yang bertutup ada yangtidak; (KBBI, 2008: )
Syeikh, “Hai Darma Taʻsiya, janganlah / banyak lagi katamu nyahlah25
engkau dari rumahku ini”. / Maka kata Darma Taʻsiya, “Ya Tuanku ke mana
lagi hamba / pergi? Jikalau hambamu mati sekali pun di bawah kadam26 /
tuanku juga karena harap hambamu kepada tuan / juga”. Maka Syeikh itu
pun terlalu sangat gusarnya / akan isterinya itu.
Syahdan maka kata Syeikh // Bi`l-Maʻruf , “Nyahlah engkau dari sini
\j\angan27 lagi duduk / dalam rumahku ini”. Maka kata Darma Taʻsiya, “Ke
mana lagi / hambamu membawa diri? Dan biarlah hambamu akan menjadi /
pengasuh tuanku”. Maka kata Syeikh, “Aku pun tahu juga / mengasuh akan
anakku. Insya Allah Taala dengan berkat / Nabi Muhammad Rasulullah
shallā `l-Lāhu ’alaihi wa sallam, tetapi / nyahlah engkau dari sini sekali-kali
jangan engkau duduk / di sini”. Maka kata Darma Taʻsiya, “Ya Tuanku,
akan / barang-barang gunanya biarlah hamba menjadi penunggu / pintu dan
menjadi penyapu sampah di bawah rumah // tuanku”. Setelah Syeikh itu
menengar kata Darma Taʻsiya itu, / maka terlalu sangat marahnya seperti api
bernyala rupanya. / Maka Tuan Syeikh itu pun pergilah mengambil rotan
lalu / dipukulnya Darma Taʻsiya itu. Maka pengsanlah28 ia tiada /
khabarkan29 dirinya. Setelah ia ingat akan dirinya, maka / ia pun berkata,
“Ya Tuanku, ampunilah kiranya dosa / hamba yang hina dan bebal ini
bertambah-tambah daif / lagi bangsa perempu[a]n30 niscaya dikata orang, /
10
11
25 Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 121 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga(1994:935) nyah pergi, berhambus, lari.
26 kadam Ar tapak kaki; duli (KD, 1994:556)27 Tertulis –cangan (substitusi)28 Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 130 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga
(1994:1007) pengsan (péngsan) dalam keadaan tidak sedarkan diri.29 Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 85 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga
(1994:671) khabar Ar 1. laporan tentang sesuatu hal atau kejadian; 2. sedar.30 Tertulis فرمفون –perempun (lakuna)
109
lihatlah perempu[a]n31 itu sebab dimarah lakinya, maka ditinggalkannya /
rumah serta anak lakinya, dan berhanyutlah ke sana- // sin[i]32 dengan tiada
berketahu[a]n33 tempatnya duduk”. Maka / apabila didengar oleh Syeikh itu
makinlah bertambah-tambah marahnya. / Maka dihambatnya bergelang tiang
rumahnya. Maka Darma Taʻsiya / pun menangislah dan air matanya turun
umpama hujan. / Maka dipalunya juga. Maka larilah Darma Taʻsiya
membawa / dirinya daripada suat[u]34 tiang datang kepada suat[u]35 tiang, /
itu pun dipalunya juga. Maka larilah ia ke serambi / serta dengan ratap tangis
sebab terkenangkan suaminya / dan anaknya tengah menyusu lagi kecil.
Maka kata Syeikh / Bi`l-Maʻruf, “Janganlah banyak lagi tangismu, baiklah //
engkau nyah dari sini sementara engkau belum berhal36”. Maka / Darma
Taʻsiya pun mendapatkan anaknya. Maka diambilnya / lalu diribanya, serta
dengan tangisnya menyusui anaknya / itu, serta dengan sayangnya maka
dipeluknya dan dici[u]mnya37 / akan dia. Maka sangatlah sedih dan
masyg[u]l38 tiada / dapat dikatakan lagi, se[u]mpama39 air laut dipukul ribut,
/ maka [o]mbaknya40 naik ke darat serta dengan bunyinya demikianlah / rasa
hatinya. Maka Darma Taʻsiya pun berkata, “Hai / anakku Candra Dewi, dan
buah hatiku, dan biji / mataku, dan cahaya wajah bundah, tinggallah engkau
Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 110 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga(1994:866) masyghul Ar 1. merasa dukacita karena sesuatu, susah hati, murung, sedih; 2. kesalhati, sebal hati.
kali memandang-mandang / muka Darma Taʻsiya seperti orang gila
lakunya}65. Maka Darma Ta’siya // pun terse(n)nyum-se(n)nyum66 melihat
laku tuan Syeikh itu. Maka / pikir Darma Taʻsiya, “Jikalau demikian,
niscaya putuslah / kaki Syeikh ini dimakan kapak”. Maka pikirnya sekian /
lamanya, tiada ia sendiri membelah kayu. Terlalu amat / ia menaruh kasih
sayang suci putih hatinya / kepada suaminya. Maka segeralah ia berbangkit
mengambil / kapak daripada tangan tuan Syeikh itu. Maka katanya, /
“[U]nd[u]rlah67 tuan dari sini. Biarlah hamba sendiri / juga mengapak kayu
itu”.
Setelah itu maka Darma Taʻsiya / pun memasak nasi dan gulai. Maka
diangkatkannya ke hadapan // tuan Syeikh itu. Maka kata Syeikh itu,
“Marilah Adindah, kita / makan bersama-sama”. Maka kata Darma Taʻsiya,
“Santaplah tuan hamba / dahulu”. Maka tuan Syeikh pun makanlah sesuap
nasi / itu, disuapnya sekali memandang muka Darma Taʻsiya.
Hatta / maka tiadalah lepas matanya memandang itu sehari-harian /
dengan terlalu sukacitanya, dengan kasih sayang yang tiada dapat /
dikatakan rasa hatinya. Maka jikalau buah-buahan atau makan-makanan, /
seketika itu juga ditelannya ke dalam perutnya sebab berahi / hatinya
memandang muka yang amat elok itu, gilang- / gemilang cahaya mukanya
seperti bulan purnama empat belas // hari bulan. Maka nasi itu pun tiadalah
29
30
31
65 Tertulis موكا درما تعسیا سفرة اورݞ كیال الكوث ٢ دمكینلھ جوك الكوث ٢ -Demikianlah juga lakunya, sekali mengapak kayu itu dua kalimemandang-mandang muka Darma Taʻsiya itu hingga enam tujuh kali memandang-mandangmuka Darma Taʻsiya seperti orang gila lakunya (transposisi) (adisi)
tertelan olehnya / dan tiada ketahuan lapar dan ke(n)nyang68 itu lagi, dar(i)69
sebab / berahinya itu akan Darma Taʻsiya. Maka tuan Syeikh itu pun /
terse(n)nyum-se(n)nyum70 seraya berpikir, “Adapun rasanya nasi dan /
gulai ini bersamaan rasanya seperti perbuatnya isteriku / yang dahulu itu.
Sedikit pun tiada bersalahan rasanya. / Maka makin pula lazat71 rasanya”.
Maka dalam hati Syeikh itu, / hendak kukatakan isteriku karena rupanya
terlalu eloknya / daripada isteriku dahulu. Maka kata tuan Syeikh itu, / “Ya
Adindah, siapakah nama adindah?”. Maka ujar Darma Taʻsiya, // “Nama
hamba Darma Ta’siya, dan suami hamba Syeikh / Bi`l-Maʻruf, dan nama
anak hamba Candra Dewi”. / Maka ujar Syeikh itu, “Adapun nama suami
adindah itu / senama dengan hamba, dan nama adindah itu pun senama /
dengan isteri hamba, dan nama anak adindah itu / senama dengan nama anak
hamba”. Setelah s[u]dah72 berkata-kata / itu, maka tuan Syeikh itu pun
berpikir seketika dalam / hatinya, hendak kukatakan ya ini isteriku, kalau-
kalau / bukan karena rupanya ini terlalulah baiknya daripada / rupa Darma
Taʻsiya”. Maka ujar Syeikh Bi`l-Maʻruf, “Hai // Adindah, ambillah oleh
Adindah akan anak hamba ini”. / Maka Candra Dewi pun menangis. Setelah
didengar / oleh Darma Taʻsiya anaknya menangis itu, maka ia pun /
segeralah berbangkit dan menyusui anaknya serta / dipeluk dan
dici[u]mnya73 tiadalah ia mau bercerai / barang seketika juga pun. Maka
32
33
68 Tertulis -kennyang (adisi)69 Tertulis در –dar (lakuna)70 Tertulis ٢ترسنثم –tersennyum-sennyum (adisi)71 Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 97 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga
Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 70 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga(1994:547) Jumaat Ar 1. hari keenam dalam seminggu; 2. minggu, pekan.
87 Tertulis فرمفون –perempun (lakuna)
121
A. Daftar Kata Sukar
Tabel 15Kosakata Arkais
No. Kosakata Arkais Arti
1. menengar mendengar
2. nyah pergi
3. mahaligai istana tempat kediaman raja
4. mengadap menghadap
5. khabar laporan tentang sesuatu hal atau kejadian; sedar
6. makhdum tuan (gelar untuk ahli agama); orang yang dilayani
7. batil pencedok air, dibuat dari tempurung
8. kadam telapak kaki; duli
9. kurnia anugerah, pemberian
10. derhaka durhaka; tidak taat atau khianat kepada negara
(Tuhan, orang tua, dll), menentang kekuasaan
yang sah
11. isteri perempuan yang menjadi pasangan hidup kepad
seseorang lelaki
12. hairan berasa pelik atau ganjil ketika melihat atau
mendengar sesuatu,
takjub, kagum
13. pengsan dalam keadaan tidak sedar akan diri
14. nescaya tidak boleh tidak, sudah tentu
15. syurga alam akhirat (tempat roh manusia yg baik-baik
dan banyak membuat pahala ketika di dunia),
tempat balasan pahaladan tempat mengecap
nikmat Tuhan yg kekal
16. masyghul merasa dukacita karena sesuatu, susah hati,
murung, sedih
17. Jumaat Jumat
18. lazat enak, sedap
122
19. seksa kesengsaraan (kesusahan, kesakitan, dll) yang
dideritai sebagai hukuman, hukuman yang
menyakitkan (menyusahkan dll), aniaya, azab
Tabel 16Kosakata dan Istilah Basaha Arab yang Belum Diserap
ke dalam Bahasa Indonesia
No. Kosakata dan istilah Bahasa Arab Arti
1. radliya `l-Lāhu ‘anha semoga Allah meridainya (perempuan)
2. shallā `l-Lāhu ’alaihi wa sallam semoga salawat dan salam tetap padanya
3. alaihi `s-salām semoga atasnya keselamatan
4. zhan prasangka, keraguan, kebimbangan
5. fiʻil perbuatan
Tabel 17Kosakata Bahasa Arab yang Sudah Diserap ke dalam Bahasa Indonesia
No. Kosakata Arti
1. magrib waktu salat wajib menjelang matahari terbenam sampai
lenyapnya sinar merah di ufuk barat (Sugono, 2008:855)
2. insya Allah ungkapan yang digunakan untuk menyatakan harapan atau
janji yang belum tentu dipenuhi (maknanya 'jika Allah
4. setan roh jahat (yang selalu menggoda manusia supaya berlaku
jahat) (Sugono, 2008:1294)
5. sabar tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas
putus asa, tidak lekas patah hati); tabah; tenang; tidak
tergesa-gesa; tidak terburu nafsu (Sugono, 2008:1196)
6. mukmin orang yang beriman (percaya) kepada Allah (Sugono, 2008:
936)
7. khalwat pengasingan diri (untuk menenangkan pikiran dan
sebagainya) (Sugono, 2008:936)
8. daif lemah; tidak kuasa; tidak berdaya; tidak berguna; tidak ada
artinya; hina; (Sugono, 2008:287)
9. asar waktu salat wajib pada petang hari antara habis waktu zuhur
dan terbenam matahari (Sugono, 2008:91)
10. rakaat bagian dari salat (satu kali berdiri, satu kali rukuk, dan dua
kali sujud) (Sugono, 2008:1134)
11. fakir orang yang sangat berkekurangan; orang yang terlalu
miskin; orang yang dengan sengaja membuat dirinya
menderita kekurangan untuk mencapai kesempurnaan batin
(Sugono, 2008:386)
12. miskin tidak berharta; serba kekurangan (berpenghasilan sangat
rendah) (Sugono, 2008:921)
13. kiamat hari kebangkitan sesudah mati (orang yang telah meninggaldihidupkan kembali untuk diadili perbuatannya); hari akhirzaman (dunia seisinya rusak binasa dan lenyap) (Sugono,2008:694)
124
14. jahanam laut api tempat menyiksa di akhirat (Sugono, 2008:556)
15. Zulkaidah bulan ke-11 tahun Hijriah (30 hari) (Sugono, 2008:1573)
16. tarikh perhitungan tahun; angka (bilangan) tahun; tanggal (hari,
bulan, dan tahun) (Sugono, 2008:1406)
17. sanat tahun (Sugono, 2008:1218)
125
BAB V
ANALISIS
Hikayat Darma Taʻsiya berkisah tentang perjuangan seorang anak, istri,
sekaligus ibu yang sangat berbakti, yaitu Darma Taʻsiya yang mendapatkan
penolakan dari suami dan kedua orangtuanya. Hal ini disebabkan oleh kelalaian
Darma Taʻsiya ketika memotong tujuh helai rambut, untuk dijadikan sumbu pelita
yang hampir padam, tanpa sepengetahuan Syeikh Bi`l-Maʻruf. Dia diusir dari
rumah dan harus meninggalkan suami serta anaknya. Dia hendak pulang ke rumah
orangtuanya, tetapi ditolak. Atas kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi
cobaan, dia mendapatkan pertolongan dari Allah dan dapat kembali kepada orang-
orang yang dikasihinya.
Kritik sastra feminis lahir karena keinginan para feminis untuk mengkaji
karya penulis-penulis di masa silam. Tujuan para feminis adalah menunjukkan
citra perempuan sebagai makhluk yang dengan berbagai cara ditekan,
disalahtafsirkan, serta disepelekan oleh tradisi patriarkat yang dominan
(Djajanegara, 2000:27).
Soenardjajati Dajanegara (2000:51-54) mengemukakan hal-hal penting
yang layak diteliti dengan pendekatan feminis. Pertama, mengidentifikasi tokoh-
tokoh perempuan kemudian mencari kedudukannya dalam masyarakat. Bagian ini
berusaha mengungkap tujuan hidup tokoh perempuan serta mencari tahu perilaku
serta watak tokoh perempuan dari gambaran yang langsung diberikan penulis.
Kedua, meneliti tokoh lain terutama tokoh laki-laki yang memiliki keterkaitan
126
dengan tokoh perempuan yang diamati. Ketiga, mengamati sikap pengarang
terutama nada atau suasana cerita yang dihadirkan dalam karya sastra.
A. Identifikasi Tokoh Perempuan dan Analisis Citra Perempuan
1. Identifikasi Tokoh Perempuan
a. Darma Taʻsiya
Darma Taʻsiya adalah seorang ibu rumah tangga yang menjadi tokoh utama
cerita. Darma Taʻsiya merupakan sosok istri yang setia dan berbakti kepada
suami. Kehadiran tokoh Syeikh Bi`l-Maʻruf sebagai suami Darma Taʻsiya,
semakin menguatkan sikap taat dan bakti dirinya. Berikut bentuk ketaatan Darma
Taʻsiya kepada suaminya.
Maka datanglah istrinya membawa air membasuh kakinya. Setelahsudah dibasuhnya, maka disapunya dengan rambutnya serta ia sujudkepada kaki suaminya serta katanya “Ya makhdumku, ampun kiranyabarang dosa dan salah hambamu” (HDT:2).
Membasuh kaki suami diartikan sebagai bentuk pengabdian, penyerahan diri,
dan kesediaan seorang istri untuk melayani suami. Rambut merupakan mahkota
dan kehormatan setiap wanita. Darma Taʻsiya membasuh kaki suami dan
mengeringkannya dengan rambut merupakan bentuk penghormatan dan
penyerahan diri, serta pengabdian hidup untuk taat dan berbakti kepada suami.
Darma Taʻsiya menyerahkan segenap jiwa dan raga untuk melayani suami.
Darma Taʻsiya selalu memohon ampunan kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf. Hal ini
dilakukan Darma Taʻsiya untuk mendapatkan rida dari suami. Perilaku Darma
Taʻsiya ini sesuai dengan sabda Rasulullah.
ا ذ أ ي لت ا ا ھ ج و ى ز ل ع ود ؤ ع ال د و ل و ال د و د و ل ا ؟ة ن ج ال ل ھ أ ن م م ك ائ س ن ...ب م ك ر ب خ أ ال أ
ا حتى ترض وق غمض ا، وتقول : الأذ ھ ج و ز د ي ی ا ف ھ د ی ع ض ى ت ت ح ت اء ج ب ذ غ
127
Alā ukhbirakum ... binisāikum min ahli`l-jannati? Al-wadūdu`l-
walūdu al-ʻa`ūdu ʻala zaujihā`l-latī izā ghaziba jā`at hatta tadlaʻa
yadahā fī yadi zaujihā, wa waqūlu : lā azūqu ghumdlan hatta tardla
“Maukah aku kabarkan kepada kalian ... tentang wanita-wanita kalianpenduduk surga? Yaitu wanita yang penyayang (kepada suaminya),yang subur, yang selalu memberikan manfaat kepada suaminya, yangjika suaminya marah maka ia pun mendatangi suaminya lantasmeletakkan tangannya di tangan suaminya seraya berkata, “Aku tidakbisa tenteram tidur hingga engkau rida kepadaku” (HR. An-Nasaʻi).
Bentuk ketaatan Darma Taʻsiya yang lain adalah menjalankan segala perintah
dan memenuhi amanat suami. Hal ini dijelaskan pada kutipan berikut.
“jika diri beranak perempuan namai Candra Dewi dan jika laki-lakinamai akan dia Ahmad” (HDT:4).
Pada saat Darma Taʻsiya mengandung, Syeikh Bi`l-Maʻruf memberikan
pesan apabila melahirkan anak perempuan diberi nama Candra Dewi dan apabila
melahirkan anak laki-laki diberi nama Ahmad. Di dalam teks HDT, dikisahkan
bahwa Darma Taʻsiya melahirkan seorang anak perempuan dan diberi nama
Candra Dewi, sesuai dengan amanah Syeikh Bi`l-Maʻruf. Sikap bakti Darma
Taʻsiya ini sesuai dengan firman Allah, sebagai berikut.
ت للغیب بما حفظ هللا فظ ت ح نت ت ق لح فالص Fa`sh-shālihāti qānitātun hāfizhātu`l-lilghaibi bimā hāfizha`l-Lāhu
Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah dan menjagadiri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka)(QS. An-Nisā [4]: 34).
Tugas seorang istri dalam berumah tangga salah satunya adalah melayani
suami. Salah satu bentuk pelayanan Darma Taʻsiya kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf
adalah menemani makan. Seperti yang terkandung dalam kutipan berikut.
Darma Taʻsiya pun mengangkatkan hidangan ke hadapan Syeikh itu.Maka Syeikh itu pun makanlah (HDT:3).
128
Maka kata Syeikh itu, “Marilah Adindah, kita makan bersama-sama”.Maka kata Darma Taʻsiya, “Santaplah tuan hamba dahulu” (HDT:30)
Kutipan di atas, menjelaskan bentuk kebaktian Darma Taʻsiya ketika
menghidangkan makanan dan menemani Syeikh Bi`l-Maʻruf hingga selesai
makan. Darma Taʻsiya hanya menemani Syeikh Bi`l-Maʻruf makan hingga
selesai, tanpa ikut makan bersama-sama. Hal inilah yang menyebabkan Syeikh
Bi`l-Maʻruf begitu bersyukur memiliki istri seorang Darma Taʻsiya. Perilaku
Darma Taʻsiya dalam HDT diibaratkan seperti tokoh Fathimah21 Az-Zahra
Radhiya 'l-Lāhu ‘anha (HDT:6).
Sebagai seorang ibu, Darma Taʻsiya memiliki perasaan kasih sayang tulus
terhadap anaknya. Bentuk kasih sayang Darma Taʻsiya terlihat ketika bersama
Candra Dewi. Candra Dewi adalah putri Darma Taʻsiya dengan Syeikh Bi`l-
Maʻruf. Sebagai seorang ibu, Darma Taʻsiya sangat menyayangi Candra Dewi dan
tidak mau berpisah dengannya. Namun, kebersamaan tersebut tidak berlangsung
lama karena Darma Taʻsiya diusir oleh Syeikh Bi`l-Maʻruf. Hal tersebut
dibuktikan pada kutipan berikut.
21 Fathimah adalah putri keempat Nabi Muhammad saw dan istri dari Ali bin Abi Thalib. Iaadalah ibu dan perempuan mulia sepanjang zaman. Pejuang yang tangguh dan berwibawa, sertaseorang perempuan ahli surga yang paling mulia. Fathimah dikenal sebagai Ummu Abihā (ibudari ayahnya), Az-Zahrā (yang cemerlang), At-Thāhirah (yang suci), Al-Mutaʻābidah (yangahli ibadah), Az-Zāhidah (yang zuhud), yang apabila ia lapar segera bersujud dan apabila letihia berzikir. Ia merupakan anggota keluarga yang paling dicintai Rasulullah sehingga beliaupernah mengatakan, “Fathimah adalah bagian dariku. Aku merasa susah jika ia bersedih, danaku merasa terganggu bila ia diganggu” (Ibnu Abdil-Bar, dalam kitab Al-Istiʻab) (Suhandjati,2009: 86).
Dalam kehidupan rumah tangga bersama Ali bin Abi Thalib, Fathimah melakukan semuakebutuhan hidup tanpa bantuan pembantu. Ali bin Abi Thalib menuturkan, “Aku telahmenikahi Fathimah binti Rasulullah. Aku dan dia tidak mempunyai alas tidur selain kulitkambing yang kami tempati pada malam hari untuk tidur, dan kami letakkan di atas untapengangkut air pada siang hari. Kami juga tidak mempunyai pembantu. Ketika Rasulullahmenikahkan Fathimah denganku, beliau melepaskan aku bersamanya dengan dibekali selembarbeludru, bantal kulit yang berisi sabut, dua buah penggiling gandum, dan dua tempayan air.Fathimahlah yang menarik penggiling gandum, hingga membekas di tangannya. Ia yangmengambil air dengan qirbah (tempat air terbuat dari kulit biri-biri). Ia yang menyapu rumahhingga badannya terkena debu. Ia pula yang memasak di dapur hingga pakaiannya dikotoriasap api.” (Suhandjati, 2009: 87).
129
Maka diambilnya lalu diribanya, serta dengan tangisnya menyusuianaknya itu, serta dengan sayangnya, maka dipeluknya dan diciumnyaakan dia (HDT:13).
Darma Taʻsiya begitu sedih. Kesedihannya diumpamakan seperti air laut
dipukul ribut, artinya bahwa Darma Taʻsiya merasa sedih dan berat hati untuk
meninggalkan Candra Dewi. Darma Taʻsiya rela menjadi penunggu pintu dan
menjadi penyapu sampah demi mengurus Candra Dewi yang masih menyusu.
Darma Taʻsiya memiliki naluri keibuan. Ia memiliki naluri untuk melindungi
dan menyayangi Candra Dewi di dalam segala kondisi. Musdah Mulia (2014: 62)
mengatakan bahwa ibu memiliki tanggung jawab untuk memelihara keselamatan
dan kesehatan anak, sejak berupa janin dalam kandungan sampai anak tumbuh
dan berkembang menjadi seorang manusia dewasa.
Darma Taʻsiya memiliki sifat pemalu. Hal ini diketahui ketika Darma Taʻsiya
diusir oleh Syeikh Bi`l-Maʻruf. Dia merasa malu atas gunjingan tetangga.
Kesalahpahaman dalam rumah tangga Darma Taʻsiya dan Syeikh Bi`l-Maʻruf
yang tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan, mengakibatkan diusir dari
rumah. Hal ini diperjelas dalam kutipan berikut.
“Bertambah-tambah daif lagi bangsa perempuan niscaya dikata orang,lihatlah perempuan itu sebab dimarahi lakinya, maka ditinggalkannyarumah serta anak lakinya dan berhanyutlah kesana-sini dengan tiadaberketahuan tempatnya duduk” (HDT:11-12).
Darma Taʻsiya merasa malu apabila tetangga beranggapan bahwa dirinya
telah melalaikan kewajiban sebagai seorang istri dan ibu. Darma Taʻsiya
berasumsi jika seorang istri telah diusir dari rumah, maka hidupnya menjadi tidak
tentu karena tidak memiliki arah dan tujuan hidup lagi.
Meskipun demikian, Darma Taʻsiya tetap sabar menjalani setiap perjalanan
hidupnya. Darma Taʻsiya dengan berat hati menuruti permintaan Syeikh
130
Bi`l-Maʻruf untuk meninggalkan rumah. Cobaan yang menimpa Darma Taʻsiya
begitu berat. Hal ini terbukti pada saat Darma Taʻsiya memutuskan untuk pulang
ke rumah orang tuanya. Orang tua Darma Taʻsiya tidak mau menerimanya.
Bahkan, ketika Darma Taʻsiya merasa haus dan meminta air minum, orang
tuanya tidak memberikan setetes pun.
Setelah melewati berbagai cobaan berat tersebut, Darma Taʻsiya
menyerahkan diri kepada Allah. Darma Taʻsiya berdoa agar mendapatkan
pertolongan Allah supaya diberi kemudahan untuk melewati cobaan yang sedang
menimpa kehidupannya. Kesabaran Darma Taʻsiya ini sesuai dengan firman
Allah, sebagai berikut.
صیبة قالوا الذین اذا ت ئك علیھم صلو ول ا ١٥٦جعون االیھ ر اصابتھم م
(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata:sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.Mereka itulah yang memperoleh ampunan dari Tuhannya, dan merekaitulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqarah [2]:156-157)
Darma Taʻsiya memutuskan untuk menenangkan diri di hutan. Sepanjang
perjalanan menuju hutan, dia terus memohon pertolongan Allah agar diberikan
jalan keluar atas permasalahannya. Dengan rida Allah, Malaikat Jibrail turun ke
bumi untuk membantu Darma Taʻsiya.
Maka Darma Taʻsiya pun memakailah kain dari dalam surga. Makaujar Jibrail “Hai Darma Taʻsiya sembahyanglah tuan hamba duarakaat salam”. Setelah sudah sembahyang maka Jibrail pun menyapumuka Darma Taʻsiya dengan sayapnya (HDT:21).
131
Atas perintah Allah, Malaikat Jibrail turun ke bumi dengan membawa kain
dari surga. Malaikat Jibrail menyerahkan kain tersebut kepada Darma Taʻsiya.
Sebelumnya, ketika akan melaksanakan salat asar, Darma Taʻsiya teringat bahwa
kain yang dikenakan telah terkena kencing Candra Dewi. Darma Taʻsiya memakai
kain surga itu, kemudian melaksanakan salat asar dan salat dua rakaat salam22
sesuai dengan perintah Malaikat Jibrail.
Karakter tokoh Darma Taʻsiya yang terakhir adalah memiliki sifat pemaaf.
Sifat pemaaf Darma Taʻsiya terlihat ketika mendapatkan perintah dari Allah untuk
kembali kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf.
Hatta maka rupa Darma Taʻsiya pun sucilah seperti rupa bulanpurnama empat belas hari bulan. Maka ujar Jibrail, “Hai DarmaTaʻsiya, kembalilah tuan hamba kepada suami tuan hamba denganfirman Allah Taala” (HDT:21).
Di dalam teks diceritakan bahwa wajah Darma Taʻsiya menjadi semakin
cantik dan berseri-seri karena telah disapu dengan sayap Malaikat Jibrail.
Malaikat Jibrail memerintahkan agar Darma Taʻsiya pulang kepada suaminya.
Darma Taʻsiya kembali pulang ke rumah Syeikh Bi`l-Maʻruf untuk menjelaskan
kesalahpahaman yang telah terjadi. Syeikh Bi`l-Maʻruf menyesali perbutannya
yang telah menyia-nyiakan kebaikan Darma Taʻsiya. Darma Taʻsiya memaafkan
22 Di dalam teks HDT tidak dijelaskan secara rinci mengenai salat dua rakaat salam yangdiperintahkan oleh Malaikat Jibrail. Abu Ihsan al-Atsari (Al-Atsari: 2011) mengatakan bahwasalat sunah dua rakaat salam setelah salat asar boleh dikerjakan selama matahari masih tinggidan cahayanya masih putih belum menguning. Hal ini berdasarkan hadis Ali Radhiya 'l-Lāhu‘anhu: الة بعدالعصر أالوالشم س مرتفعة نھى عن الص (naha ʻani`sh-shalāti baʻda`l-ʻashri illawa`sy-syamsu murtafiʻatun) Artinya bahwa Rasulullah Shallallahu ʻalaihi wasallam melarangsalat sesudah asar kecuali matahari ketika masih tinggi (Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud,An-Nasai, dan Ahmad).
132
kesalahan Syeikh Bi`l-Maʻruf yang telah mengusirnya. Sifat pemaaf Darma
Taʻsiya ini sesuai dengan firman Allah, sebagai berikut.
٤٣لك لمن عزم االموري ذ ولمن صبر وغفر ان Wa laman shabara wa ghafara inna zālika lamin ʻazmi`l-umūrī (43)Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikianitu termasuk perbuatan yang mulia. (QS. Asy-Syura [42]: 43)
Dari uraian mengenai perilaku dan watak di atas, dapat diketahui bahwa
tujuan hidup tokoh Darma Taʻsiya adalah untuk berbakti kepada suami. Pada
sekuen 8.1—8.7, dikisahkan bahwa Darma Taʻsiya mengerat tujuh helai rambut
untuk dijadikan sumbu pelita tanpa izin dari Syeikh Bi`l-Maʻruf, hal ini
dilakukannya semata-mata karena berbakti kepada suami. Keputusan ini
dilatarbelakangi oleh asumsi Darma Taʻsiya yang meyakini bahwa sebuah dosa
besar apabila seorang istri meninggalkan suami yang sedang makan. Namun,
Syeikh Bi`l-Maʻruf memiliki pemahaman lain terhadap kejadian ini. Dia
mengasumsikan bahwa perbuatan Darma Taʻsiya merupakan suatu kesalahan
besar yang tidak dapat dimaafkan. Ia mengusir Darma Taʻsiya dari rumah.
Darma Taʻsiya meyakini bahwa tindakannya benar dan Allah mengutus
Malaikat Jibrail untuk membantu Darma Taʻsiya kembali kepada Syeikh
Bi`l-Maʻruf (lihat episode 12–16). Dan pada episode 22—26 bercerita mengenai
kelapangan hati Darma Taʻsiya yang memaafkan Syeikh Bi`l-Maʻruf dan kembali
melaksanakan kewajibannya sebagai istri yang berbakti kepada suami.
Melalui tokoh Darma Taʻsiya, pengarang ingin menyampaikan pesan bahwa
kewajiban utama seorang istri adalah berbakti kepada suami. Allah telah
berfirman, sebagai berikut.
جال امون على النس ار ل هللا بعضھم عل قو بما اء بمافض انفقومن ى بعض و
٣٤ت للغیب بما حفظ هللا ... فظ ت ح نت ت ق لح اموالھم فالص
133
Ar-rijālu qawwāmūna ʻala`n-nisā`i bimā fadl-dlala`l-Lāhubaʻdlahum ʻalā baʻdliw wa bimā anfaqū min amwālihim, Fa`sh-shālihāti qānitātun hāfizhātu`l-lilghaibi bimā hāfizha`l-Lāhu
Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karenaAllah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagianyang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telahmemberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuanyang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjagadiri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjagamereka. (QS. An-Nisa [4]: 34)
Hal ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan perempuan zaman sekarang.
Dewasa ini, perempuan (istri) berlomba-lomba untuk menjadi wanita karir dan
mengesampingkan tugas utamanya sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga.
Oleh sebab itu, suami dan anak kurang terurus karena waktu kerja yang tidak
memberikan kesempatan untuk mengurus keluarga. Padahal, Alquran surat An-
Nisa [4] ayat 34 serta pesan pengarang melalui tokoh Darma Taʻsiya
menyampaikan bahwa tugas utama seorang istri adalah berbakti kepada suami.
b. Arba’a
Arba’a adalah istri Syeikh Al-Akbar dan ibu Darma Taʻsiya. Ibu memiliki
kedudukan yang sangat mulia dan terhormat. Surga terletak di bawah kaki ibu,
artinya keridaan ibu menentukan keselamatan dan kebahagiaan seorang anak
(Mulia, 2014:61).
Arba’a sangat patuh kepada Syekh Al-Akbar. Arba’a selalu mematuhi
perintah suaminya selama tidak menyimpang dari ajaran Allah. Hal ini terbukti
ketika Darma Taʻsiya diusir oleh Syeikh Bi`l-Maʻruf dan kembali ke rumah orang
tuanya. Syekh Al-Akbar tidak mau menerima kepulangan Darma Taʻsiya, dan
Arba’a pun menyepakati keputusan suaminya. Arba’a menolak kedatangan Darma
Taʻsiya dengan tegas. Seperti dalam kutipan berikut.
134
Maka kata ayah bundanya “Bahwa aku pun tiada mau menerimaengkau karena engkau sudah lepas daripada tanganku. Akansekarang, mengapa juga kemari karena engkau sudah kuserahkankepada anakku Syeikh Bi`l-Maʻruf . Karena takut aku kepada AllahTaala dan malu aku akan nabi Muhammad Shalla 'l-Lāhu ‘alaihiwa sallam” (HDT:15).
“Jikalau aku memberi engkau air niscaya berkenanlah aku akankejahatanmu itu. Pada bicara aku, sebab jahat perangaimu dankelakuanmu itu .. Dan janganlah lagi engkau hampiri lagi kepadaaku, karena tiada aku mahu memandang muka orang yang durhakakepada suaminya, dan Allah Taala pun tiada berkenan akan orangyang demikian itu” (HDT:16).
Di dalam teks HDT pada episode 11 dikisahkan bahwa ayah dan bunda
Darma Taʻsiya tidak mau menerima, juga mengusirnya dari rumah. Orang tua
Darma Taʻsiya tidak mau mendapatkan dosa karena mendukung kesalahan Darma
Taʻsiya yang telah berbuat durhaka kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf. Alasan lain adalah
bahwa orang tua Darma Taʻsiya sudah menyerahkan tanggung jawab atasnya
kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf. Ibnu Taimiyah (dalam AlʻAdawiyi, 2011:137)
berpendapat bahwa apabila perempuan sudah menikah maka suaminya lebih
memiliki ia daripada orang tuanya.
Hal inilah yang melatarbelakangi keputusan Arbaʻa dan Syeikh Al-Akbar
menolak kepulangan Darma Taʻsiya. Darma Taʻsiya sudah menjadi tanggung
jawab Syeikh Bi`l-Maʻruf. Apabila Darma Taʻsiya melakukan kesalahan yang
menyebabkannya diusir dari rumah Syeikh Bi`l-Maʻruf, maka Arba’a sebagai
orang tua tidak memiliki kewajiban untuk menerima Darma Taʻsiya kembali.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa tujuan hidup tokoh Arbaʻa
adalah untuk taat kepada Allah. Sesuai dengan tujuan hidup Arba’a, pengarang
ingin menyampaikan pesan bahwa setiap orang tua harus memberikan pendidikan
sekaligus kasih sayang kepada anak-anaknya sesuai dengan perintah Allah. Orang
135
tua mengajarkan berbagai hal, mulai dari berbicara, berjalan, menanamkan ajaran
agama, budi pekerti, dan lain sebagainya.
Salah satu pendidikan sekaligus kasih sayang yang diberikan Arba’a adalah
menolak kepulangan Darma Taʻsiya setelah diusir oleh Syeikh Bi`l-Maʻruf.
Penolakan ini merupakan bentuk kasih sayang dan pendidikan yang diberikan
Arba’a agar Darma Taʻsiya mandiri dan dapat menyelesaikan permasalahannya
tanpa campur tangan orang tua. Hal ini berdasar pada firman Allah, sebagai
berikut.
جل مام راع ومسئول عن رعیتھ والر كلكم راع وكلكم مسئول عن رعیتھ األ
نیت زوجھا راع في أھلھ وھو مسئول عن رعیتھ والمرأة راعیة في
رعیتھاومسئولة عن
Kullukum rāʻin wa kullukum mas`ūlun ʻan raʻiyyatihi`l-imāmurāʻin wa mas`ulūn ʻan raʻiyyatihi wa`r-rajulu rāʻin fī ahlihi wahuwa mas`ulūn ʻan raʻiyyatihi wa`l-mar`atu rāʻiyyatun fī baitizaujihā wa mas`ulatun ʻan raʻiyyatihā (HR. Al-Bukhari)
Setiap kamu adalah pemimpin, dan akan dimintaipertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang pemimpin(kepala negara) yang memimpin manusia (masyarakat), akandimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seoranglaki-laki juga pemimpin dalam keluarganya, akan dimintaipertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Dan seorangperempuan adalah pemimpin dalam rumah suaminya, akan dimintaipertanggungjawaban atas kepemimpinannya. (HR. Al- Bukhari).
Sesuai dengan firman Allah di atas, para orang tua dapat meneladani sikap
Arbaʻa dalam memberikan pendidikan serta kasih sayang kepada anaknya. Hal ini
diharapkan dapat membuat hubungan antara orang tua dengan anak menjadi
harmonis. Anak dapat berbakti kepada orang tua dan menjadi mandiri, serta dapat
menyelesaikan permasalahannya dengan penuh tanggung jawab.
136
c. Candra Dewi
Candra Dewi adalah putri Darma Taʻsiya dengan Syeikh Bi`l-Maʻruf. Di
dalam teks, tidak diceritakan lebih lanjut mengenai usia Candra Dewi. Diketahui
bahwa Candra Dewi masih diriba oleh Darma Taʻsiya, maka diasumsikan bahwa
usianya di bawah tiga tahun. Candra Dewi merupakan anak yang cerdas. Hal ini
terlihat pada kutipan berikut.
“Hai anakku Candra Dewi, dan buah hatiku, dan biji mataku, dancahaya wajah bunda, tinggallah engkau baik-baik memeliharakanbapamu. Jangan lupa daripada berbuat bakti akan bapamu. Haianakku, jikalau datang bapamu dari dalam khalwatnya hadirkanolehmu air pembasuh kakinya. Adapun aku ini sudah dibuangkanoleh bapamu bukannya dengan dosaku, maka dengan sebenar-benarnya dalam kebaktian juga. Hai anakku, dan batu kepalaku,dan nyawa badanku, maka kasih ibu tiadalah sampai kepadaanakku, tinggallah engkau baik-baik menyimpan dirimu danpeliharakan bapamu” (HDT:13-14).
Kutipan di atas diucapkan ketika Darma Taʻsiya akan meninggalkan rumah
karena telah diusir oleh Syeikh Bi`l-Maʻruf. Meskipun Candra Dewi masih
berusia di bawah tiga tahun, tetapi Darma Taʻsiya meyakini bahwa anaknya akan
mengerti dengan pesan untuk menjaga dan berbakti kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf.
Candra Dewi adalah anak yang cerdas dan patuh. Hal ini dibuktikan dengan
tidak merajuk selama ditinggalkan, dan baru menangis ketika Darma Taʻsiya
kembali ke rumah, seperti dalam kutipan berikut.
Maka Darma Taʻsiya pun mendapatkan anaknya. Maka diambilnyalalu diribanya, serta dengan tangisnya menyusui anaknya itu, sertadengan sayangnya maka dipeluknya dan diciumnya akan dia.(HDT:13)
Maka Candra Dewi pun menangis. Setelah didengar oleh DarmaTaʻsiya anaknya menangis itu, maka ia pun segeralah berbangkitdan menyusui anaknya serta dipeluk dan diciumnya tiadalah ia maubercerai barang seketika juga pun. (HDT:33)
137
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa tujuan hidup tokoh Candra
Dewi adalah untuk berbakti kepada orang tua. Hal ini terlihat ketika Darma
Taʻsiya menyampaikan pesan agar Candra Dewi selalu bebakti kepada ayahnya,
yaitu Syeikh Bi`l-Maʻruf, padahal pada saat itu usianya masih balita. Hal ini
menunjukkan bahwa pentingnya memberikan pendidikan kepada anak untuk
berbakti kepada orang tua sedini mungkin.
Sesuai dengan tujuan hidup tokoh Candra Dewi, pengarang ingin
memberikan pesan bahwa setiap anak wajib berbakti kepada orang tua, dan orang
tua wajib memberikan pendidikan mengenai hal tersebut sedini mungkin kepada
anak. Musthafa Bin AlʻAdawiyi (2011:1) berpendapat bahwa berbuat baik kepada
orang tua memiliki kedudukan yang amat tinggi dan mulia. Hal ini sesuai dengan
Katakanlah (Muhammad), “Marilah aku bacakan apa yangdiharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya denganapa pun, berbuat baiklah kepada orang tua ... (QS. Al-anʻam [6]: 151).
Hal ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan orang tua dan anak zaman
sekarang. Orang tua sedini mungkin harus menanamkan pemahaman bahwa
kewajiban seorang anak adalah berbakti kepada orang tua. Hal ini akan
berdampak ketika orang tua sudah lanjut usia, maka anak tidak akan
menelantarkan orang tuanya.
138
2. Citra Perempuan
Citra adalah gambaran, kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan
oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam
karya prosa dan puisi (Sugono, 2008:270). Jadi, citra perempuan adalah gambaran
atau kesan mental mengenai perempuan yang terkadung di dalam karya sastra.
Citra perempuan dalam teks HDT tercermin pada tokoh Darma Taʻsiya.
Terdapat empat ruang lingkup citra perempuan dalam perjalanan hidup tokoh
Darma Taʻsiya, yaitu citra Darma Taʻsiya sebagai anak, citra Darma Taʻsiya
sebagai istri, citra Darma Taʻsiya sebagai ibu, dan citra Darma Taʻsiya sebagai
hamba Allah. Keempat ruang lingkup citra Darma Taʻsiya tersebut akan
dijabarkan sebagai berikut.
a. Citra Darma Taʻsiya sebagai Anak
Darma Taʻsiya adalah putri Syeikh Al-Akbar dengan Arbaʻa. Citra
Darma Taʻsiya sebagai anak muncul ketika diusir oleh Syeikh Bi`l-Maʻruf
dan memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya. Meskipun Darma
Taʻsiya telah menjadi seorang istri dan seorang ibu, tetapi hubungan dengan
orang tuanya tidak bisa terputus begitu saja. Citra Darma Taʻsiya sebagai
seorang anak yang dapat menjadi teladan bagi setiap anak adalah sebagai
berikut.
1) Berbakti kepada orang tua
Musthafa Bin AlʻAdawiyi (2011:1) berpendapat bahwa berbuat baik
kepada orang tua memiliki kedudukan yang amat tinggi dan mulia.
Berbuat baik kepada orang tua merupakan perintah Allah yang utama
setelah perintah untuk menyembah kepada-Nya. Berbuat baik kepada
139
orang tua dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah
dengan cara berbakti.
Bentuk kebaktian Darma Taʻsiya kepada orang tua adalah
menghormati dan menaati perintah orang tua selama tidak melanggar
syariat. Di dalam teks HDT dijelaskan bahwa Darma Taʻsiya tidak pernah
membantah perintah orang tuanya, seperti dalam kutipan berikut.
Maka kata ayah bundanya “Bahwa aku pun tiada mau menerimaengkau, karena engkau sudah lepas daripada tanganku. Akansekarang, mengapa juga kemari karena engkau sudah kuserahkankepada anakku Syeikh Bi`l-Maʻruf . Karena takut aku kepada AllahTaala dan malu aku akan nabi Muhammad Shalla 'l-Lāhu ‘alaihiwa sallam” (HDT:15).
Maka Darma Taʻsiya pun bermohon kepada ayah bundanya sertamemohonkan ampun beribu-ribu ampun dengan khidmatnya sertasujud pada kaki ayah bundanya dengan takutnya akan ayahbundanya (HDT:17).
Kutipan di atas terjadi ketika Darma Taʻsiya memutuskan untuk
pulang ke rumah orang tuanya setelah diusir oleh Syeikh Bi`l-Maʻruf.
Darma Taʻsiya menghormati dan menaati keputusan mereka yang tidak
mau menerimanya. Darma Taʻsiya memohon ampunan kepada orang
tuanya, dan pamit untuk meninggalkan rumah. Kebaktian Darma Taʻsiya
kepada orang tuanya telah sesuai dengan firman Allah, sebagai berikut.
Katakanlah (Muhammad), “Marilah aku bacakan apa yangdiharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nyadengan apa pun, berbuat baiklah kepada orang tua ... (QS. Al-anʻam [6]: 151).
140
b. Citra Darma Taʻsiya sebagai Istri
Istri adalah seorang perempuan yang menjadi pasangan hidup laki-laki
dalam mengarungi hidup. Istri diperintahkan agar saling tolong-menolong
bersama suaminya guna mewujudkan kebaikan dan menghindarkan diri dari
kemungkaran. Keduanya diperintahkan oleh Allah untuk menjauhkan diri dan
keluarga dari dosa serta perkara-perkara yang menyebabkan masuk neraka.
Kewajiban istri di antaranya adalah patuh kepada suami sepanjang tidak
menyimpang dari jalan yang diridai Allah, hamil, melahirkan keturunan, dan
menjaga kehormatan dirinya. Hak istri di antaranya adalah mendapatkan
nafkah, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, hak mengeluarkan
pendapat, dan ikut memutuskan persoalan yang menyangkut diri maupun
rumah tangga (Sukri, 2009:141).
Darma Taʻsiya adalah pasangan hidup Syeikh Bi`l-Maʻruf. Dia
merupakan sosok istri yang hampir sempurna karena kepatuhannya kepada
suami. Sebagai istri yang begitu mencintai suami, Darma Taʻsiya dapat
menjadi sosok istri yang tegar dan mandiri ketika menghadapi berbagai
cobaan dalam kehidupan rumah tangganya bersama Syeikh Bi`l-Maʻruf. Citra
Darma Taʻsiya sebagai seorang istri yang dapat dijadikan teladan oleh setiap
istri adalah sebagai berikut.
1) Patuh dan hormat kepada suami
Istri memiliki kewajiban untuk patuh kepada suami, sepanjang tidak
menyimpang dari jalan yang diridai Allah. Darma Taʻsiya sebagai istri
memiliki kewajiban untuk patuh kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf. Bentuk
141
kepatuhan Darma Taʻsiya kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf, adalah sebagai
berikut.
Maka datanglah istrinya membawa air membasuh kakinya. Setelahsudah dibasuhnya maka disapunya dengan rambutnya serta ia sujudkepada kaki suaminya serta katanya “Ya makhdumku ampunkiranya barang dosa dan salah hambamu” (HDT:2).
Membasuh kaki suami diartikan sebagai bentuk pengabdian,
penyerahan diri, dan kesediaan seorang istri untuk melayani suami.
Rambut merupakan mahkota dan kehormatan setiap wanita. Darma
Taʻsiya membasuh kaki suami dan mengeringkannya dengan rambut
merupakan bentuk penghormatan dan penyerahan diri, serta pengabdian
hidup untuk taat dan berbakti kepada suami. Kaki merupakan bagian tubuh
paling bawah digunakan untuk berjalan, sedangkan rambut adalah bagian
tubuh paling atas yang menjadi simbol kehormatan perempuan. Dilihat
dari kedudukan bagian tubuh, maka posisi kaki terletak jauh di bawah
rambut. Darma Taʻsiya menggunakan bagian tubuhnya yang berharga
untuk mengeringkan kaki Syeikh Bi`l-Maʻruf. Darma Taʻsiya
menyerahkan segenap jiwa dan raga untuk melayani suami. Kepatuhan
istri kepada suami telah dibahas dalam Alquran, sebagai berikut.
امون على النس جال قو ل هللا بعضھم عل ار بما اء بمافض انفقومن ى بعض و
٣٤ت للغیب بما حفظ هللا ... فظ ت ح نت ت ق لح اموالھم فالص Ar-rijālu qawwāmūna ʻala`n-nisā`i bimā fadl-dlala`l-Lāhubaʻdlahum ʻalā baʻdliw wa bimā anfaqū min amwālihim, Fa`sh-shālihāti qānitātun hāfizhātu`l-lilghaibi bimā hāfizha`l-Lāhu
Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karenaAllah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagianyang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telahmemberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuanyang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga
142
diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjagamereka. (QS. An-Nisa [4]: 34)
Setelah membasuh kaki, Darma Taʻsiya selalu memohon ampunan
kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf. Hal ini dilakukan Darma Taʻsiya untuk
mendapatkan rida dari suami. Perilaku Darma Taʻsiya ini sesuai dengan
sabda Rasulullah.
ي لت ا ا ھ ج و ى ز ل ع ود ؤ ع ال د و ل و ال د و د و ل ا ؟ة ن ج ال ل ھ أ ن م م ك ائ س ن ...ب م ك ر ب خ أ ال أ
ا، وتقول : الأذوق غمضا حتى ھ ج و ز د ي ی ا ف ھ د ی ع ض ى ت ت ح ت اء ج ب ذ ا غ ذ أ
ترض Alā ukhbirakum ... binisāikum min ahli`l-jannati? Al-wadūdu`l-walūdu al-ʻa`ūdu ʻala zaujihā`l-latī izā ghaziba jā`at hatta tadlaʻayadahā fī yadi zaujihā, wa waqūlu : lā azūqu ghumdlan hattatardla
“Maukah aku kabarkan kepada kalian ... tentang wanita-wanitakalian penduduk surga? Yaitu wanita yang penyayang (kepadasuaminya), yang subur, yang selalu memberikan manfaat kepadasuaminya, yang jika suaminya marah maka ia pun mendatangisuaminya lantas meletakan tangannya di tangan suaminya serayaberkata, “Aku tidak bisa tenteram tidur hingga engkau ridakepadaku” (HR. An-Nasaʻi).
Kepatuhan Darma Taʻsiya juga tercermin ketika melayani Syeikh
Bi`l-Maʻruf. Darma Taʻsiya melayani Syeikh Bi`l-Maʻruf mulai dari
menyiapkan makanan hingga menemani makan seperti yang terkandung
dalam kutipan berikut.
Darma Taʻsiya pun mengangkatkan hidangan ke hadapan Syeikhitu. Maka Syeikh itu pun makanlah (HDT:3).
Maka kata Syeikh itu, “Marilah Adindah, kita makan bersama-sama”. Maka kata Darma Taʻsiya, “Santaplah tuan hamba dahulu”(HDT:30)
Kutipan di atas menjelaskan bentuk kepatuhan Darma Taʻsiya ketika
menghidangkan makanan dan menemani Syeikh Bi`l-Maʻruf hingga
143
selesai makan. Darma Taʻsiya akan makan setelah Syeikh Bi`l-Maʻruf
selesai makan.
Bentuk kepatuhan Darma Taʻsiya yang lainnya adalah menjalankan
amanat Syeikh Bi`l-Maʻruf. Hal ini dijelaskan pada kutipan berikut.
“jika diri beranak perempuan namai Candra Dewi dan jika laki-lakinamai akan dia Ahmad” (HDT:4).
Pada saat Darma Taʻsiya mengandung, Syeikh Bi`l-Maʻruf
memberikan pesan apabila melahirkan anak perempuan diberi nama
Candra Dewi dan apabila melahirkan anak laki-laki diberi nama Ahmad.
Di dalam teks HDT episode 7, dikisahkan bahwa Darma Taʻsiya
melahirkan seorang anak perempuan dan diberi nama Candra Dewi, sesuai
dengan amanat Syeikh Bi`l-Maʻruf. Sikap bakti Darma Taʻsiya ini sesuai
dengan firman Allah, sebagai berikut.
ت للغیب بما حفظ هللا فظ ت ح نت ت ق لح فالص Fa`sh-shālihāti qānitātun hāfizhātu`l-lilghaibi bimā hāfizha`l-Lāhu
Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah dan menjagadiri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga(mereka) (QS. An-Nisā [4]: 34).
2) Sabar dalam menghadapi cobaan rumah tangga
Kehidupan rumah tangga tidak selamanya harmonis, terkadang
muncul cobaan untuk menguji kesetiaan dan ketabahan pasangan suami
istri. Hal ini, juga berlaku pada pasangan Darma Taʻsiya dan Syeikh Bi`l-
Maʻruf. Cobaan yang menimpa kehidupan rumah tangga mereka berupa
kesalahpahaman, seperti dalam kutipan berikut.
Maka suatu malam Syeikh Bi`l-Maʻruf itu makan nasi. Maka padamasa itu Darma Taʻsiya ada hadir mengadap suaminya makan itudan anaknya diribanya, maka sumbu pelita pun hendak padam.Maka Darma Taʻsiya pun pikirlah dalam hatinya, “Apa diriku akan
144
meninggalkan suamiku tengah makan lagi pun anakku ini akanmenangis. Karena terlalulah besar dosanya orang meninggalkansuaminya itu makan kepada Allah Taala dan derhaka kepadaRasulullah”.Hatta maka Darma Taʻsiya pun mengambil pisau seraya iamengerat rambutnya itu tujuh helai, dibuatnya sumbu pelita.(HDT:7).
Di dalam teks HDT episode 8, dikisahkan mengenai Darma Taʻsiya
yang sedang melayani Syeikh Bi`l-Maʻruf. Syeikh Bi`l-Maʻruf sedang
makan, sedangkan Darma Taʻsiya menemaninya sambil meriba Candra
Dewi ketika pelita hampir padam. Darma Taʻsiya mengalami dilema
karena takut mendapatkan dosa apabila meninggalkan Syeikh Bi`l-Maʻruf
yang masih makan, dan Candra dewi pun akan menangis apabila
ditinggalkan. Pada akhirnya Darma Taʻsiya memutuskan untuk mengerat
tujuh helai rambut untuk dijadikan sumbu pelita.
Syeikh Bi`l-Maʻruf melihat kejadian tersebut dan memarahi Darma
Taʻsiya. Syeikh Bi`l-Maʻruf marah karena Darma Taʻsiya tidak meminta
izin terlebih dahulu ketika memutuskan untuk mengerat rambut. Hal ini
Cobaan lain yang menimpa Darma Taʻsiya adalah perlakuan kasar
Syeikh Bi`l-Maʻruf kepadanya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
“rotan lalu dipukulnya Darma Taʻsiya itu. Maka pingsanlah iatiada khabarkan dirinya (HDT:11)”
Maka dipalunya juga. Maka larilah Darma Taʻsiya membawadirinya daripada suatu tiang datang kepada suatu tiang, itupundipalunya juga. Maka larilah ia ke serambi serta dengan rataptangis sebab terkenangkan suaminya dan anaknya tengah menyusulagi kecil (HDT:12).
Berdasarkan kutipan di atas, Syeikh Bi`l-Maʻruf memukul Darma
Taʻsiya hingga pingsan. Sikap Syeikh Bi`l-Maʻruf yang demikian tidak
145
sesuai dengan pendapat Abu Malik Kamal dalam Fiqhus Sunnah lin-Nisāʻ
Fiqih Sunnah Wanita (Kamal, 2007:154) yang menyebutkan bahwa
bersikap lemah-lembut kepada istri merupakan salah satu sifat yang harus
dimiliki oleh seorang suami.
Darma Taʻsiya memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya.
Namun, cobaan yang lain datang menghampirinya. Syeikh Al-Akbar dan
Arbaʻa tidak mau menerima dan mengusir Darma Taʻsiya. Hal ini dapat
dilihat pada kutipan berikut.
Maka kata ayah bundanya “Bahwa akupun tiada mau menerimaengkau, karena engkau sudah lepas daripada tanganku. Akansekarang, mengapa juga kemari karena engkau sudah kuserahkankepada anakku Syeikh Bi`l-Maʻruf. Karena takut aku kepada AllahTaala dan malu aku akan nabi Muhammad Shalla 'l-Lāhu ‘alaihiwa sallam” (HDT:15).
Darma Taʻsiya tetap sabar menghadapi cobaan yang menimpanya.
Kesabaran Darma Taʻsiya sesuai dengan firman Allah swt.
والخیرفتنة والیناترجعون ئقة الموت ونب كل نفس ذا ٣٥لوكم بالشرQullu nafsin zā`iqatu`l-mauti wa nablūkum bi`sy-syarri wa`l-khairi
fitnatan wa ilainā turjaʻūna (35)
Setiap orang yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akanmenguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan.Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami (QS. Al-Anbiya[21]: 35).
Dan sungguh, kami benar-benar akan menguji kamu sehingga kamimengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar diantara kamu, dan akan kami uji perihal kamu (QS. Muhammad[47]: 31)
146
3) Menyayangi suami sepenuh hati
Citra Darma Taʻsiya sebagai seorang istri selanjutnya adalah
menyayangi suami dengan sepenuh hati. Darma Taʻsiya memiliki perasaan
tulus dalam menyayangi Syeikh Bi`l-Maʻruf, Rasulullah saw bersabda.
بل صالح ن خیرنساء ركبن ساء قریش، أحناه على ولد فى صغره، وأرعاه األ
waladin fī shigharihi wa arʻāhu ʻala zaujin fī zāti yadihi
“Sebaik-baik kaum perempuan yang menunggang unta adalahperempuan-perempuan saleh dari golongan Quraisy, tiap-tiapmereka adalah ibu yang paling sayang terhadap anaknya yangmasih kecil, serta istri yang paling baik melayani suaminya dalamsegala urusan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hal ini terlihat ketika Darma Taʻsiya kembali ke rumah setelah diusir
Syeikh Bi`l-Maʻruf. Darma Taʻsiya yang pada saat itu menyamar sebagai
suruhannya, tetap menghormati Syeikh Bi`l-Maʻruf. Tujuan Darma
Taʻsiya adalah meminta penjelasan mengenai alasan Syeikh Bi`l-Maʻruf
mengusirnya.
“Ya Tuanku adapun akan Darma Taʻsiya itu berkirim sembah kebawah kaki tuan Syekh. Adapun seperti hukuman tuan Syekh itutelah terjunjunglah ke atas batu kepala adinda itu. Maka barangsalah dan bebal, maka sebab kurang budi adinda itu ia memintaampun banyak-banyak ke bawah kadam” (HDT:23)
Di dalam teks HDT episode 18—19, dikisahkan bahwa Syeikh Bi`l-
Maʻruf tidak mengetahui bahwa perempuan yang berkunjung ke rumahnya
adalah Darma Taʻsiya. Syeikh Bi`l-Maʻruf tertarik kepada Darma Taʻsiya
yang sedang menyamar. Darma Taʻsiya mengetahui bahwa Syeikh Bi`l-
147
Maʻruf sudah tergila-gila kepadanya, seperti yang terlihat pada kutipan
berikut.
Demikianlah juga lakunya, sekali mengapak kayu itu hingga enamtujuh kali memandang-mandang muka Darma Taʻsiya seperti oranggila lakunya (HDT:28)
Darma Taʻsiya menjadi tidak tega untuk meneruskan penyamarannya
karena perilaku Syeikh Bi`l-Maʻruf yang demikian. Dikisahkan bahwa
Darma Taʻsiya berterus terang kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf dan
menceritakan perjalanannya selepas diusir dari rumah.
Syeikh Bi`l-Maʻruf menyesali keputusannya yang telah mengusir
Darma Taʻsiya, seperti yang terlihat dalam kutipan berikut.
berlinang-linang air matanya menengar pesan Darma Taʻsiya itu,serta menyesallah rasa hatinya (HDT:25).
dapat kembali harmonis dan sejahtera. Sifat Darma Taʻsiya ini sesuai
dengan firman Allah.
٤٣لك لمن عزم االموري ولمن صبر وغفر ان ذ Wa laman shabara wa ghafara inna zālika lamin ʻazmi`l-umūriTetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yangdemikian itu termasuk perbuatan yang mulia (QS. Asy-Syura [42]:43)
c. Citra Darma Taʻsiya sebagai Ibu
Ibu memiliki kedudukan yang sangat mulia dan terhormat. Surga terletak
di bawah kaki ibu, artinya keridaan ibu menentukan keselamatan dan
kebahagiaan seorang anak (Mulia, 2014:61). Citra Darma Taʻsiya sebagai
seorang ibu yang dapat diteladani oleh setiap ibu zaman sekarang adalah
sebagai berikut.
148
1) Menyayangi dan melindungi anak
Sudah menjadi kewajiban seorang ibu untuk menyayangi dan
melindungi anak meskipun nyawa menjadi taruhannya. Perjuangan ibu
untuk anaknya begitu besar. Dimulai dari proses hamil, kemudian seorang
ibu berjuang antara hidup dan mati untuk melahirkan anaknya ke dunia.
Musdah Mulia (Mulia, 2014:63) berpendapat bahwa ibu bertanggung
jawab memelihara keselamatan dan kesehatan anak, sejak berupa janin
dalam kandungan sampai anak tumbuh dan berkembang menjadi seorang
manusia dewasa. Perjuang seorang ibu berlanjut, ibu harus memberikan
kasing sayang dan pendidikan agar menjadi anak yang berbakti kepada
orang tua.
Di dalam teks HDT, dikisahkan bahwa Darma Taʻsiya sangat
menyayangi Candra Dewi, seperti dalam kutipan berikut.
Darma Taʻsiya ada hadir mengadap suaminya makan itu dananaknya diribanya (HDT:7).
Maka diambilnya lalu diribanya, serta dengan tangisnya menyusuianaknya itu, serta dengan sayangnya, maka dipeluknya dandiciumnya akan dia (HDT:13)
Maka ia pun segeralah berbangkit dan menyusui anaknya sertadipeluk dan diciumnya tiadalah ia mau bercerai barang seketikajuga pun (HDT:33).
Kutipan di atas menunjukkan kasih sayang Darma Taʻsiya kepada
Candra Dewi yang begitu besar. Kasih sayang tersebut juga tergambar
pada saat Darma Taʻsiya diusir oleh Syeikh Bi`l-Maʻruf. Darma Taʻsiya
harus meninggalkan Candra Dewi yang masih menyusu. Berbagai cara
telah dilakukannya agar dapat tetap tinggal di rumah untuk mengurus
149
Candra Dewi. Darma Taʻsiya rela menjadi penunggu pintu dan menjadi
penyapu sampah demi mengurus Candra Dewi.
Selanjutnya pada episode 9—10, dikisahkan bahwa Darma Taʻsiya
pergi dari rumah menuruti perintah Syeikh Bi`l-Maʻruf. Darma Taʻsiya
dengan berat hati harus meninggal Candra Dewi. Kesedihan Darma
Taʻsiya karena meninggalkan Candra Dewi diibaratkan dengan air laut
yang dipukul ribut maka ombaknya naik ke darat. Sebelum pergi dari
rumah, Darma Taʻsiya melakukan hal berikut.
Maka Darma Taʻsiya pun mendapatkan anaknya. Maka diambilnyalalu direbanya, serta dengan tangisnya menyusui anaknya itu, sertadengan sayangnya, maka dipeluknya dan diciumnya akan dia(HDT:13).
“... mintalah hambamu air barang setitik karena hamba terlalu amatdahaga tiada makan dan minum hingga menyusui Candra Dewi”(HDT:16).
Darma Taʻsiya masih menjalankan kewajibannya sebagai seorang ibu
yaitu menyusui anaknya, meskipun dalam keadaan yang tidak
menguntungkan.
Ketika kembali ke rumah dan membuka penyamarannya, Darma
Taʻsiya langsung menghampiri Candra Dewi untuk meluapkan segala
perasaan rindunya selama meninggalkan rumah.
Setelah didengar oleh Darma Taʻsiya anaknya menangis itu, makaia pun segeralah berbangkit dan menyusui anaknya serta dipelukdan diciumnya tiadalah ia mau bercerai barang seketika juga pun(HDT:33).
Darma Taʻsiya kembali kepada suami dan putrinya, serta menjalani
kehidupan yang harmonis bersama Syeikh Bi`l-Maʻruf dan Candra Dewi.
150
Kasih sayang Darma Taʻsiya kepada Candra dewi sesuai dengan firman
Allah berikut.
ضاعة وعلى یرضعن اوالدھن حولین كاملین لمن ارادان یتم ت والوالد الر
لك فان ارادا فصاال عن تراض وعلى الوارث مثل ذ بولده بولدھا والمولودلھ
نھما وتشا ورفالجناح علیھما وان اردتم ان تسترضعوا اوالدكم فالجناح م
ا ان هللا بماتعملون تیتم بالمعروف واتقوا هللا واعلموا ا علیكم اذا سلمتم م
٢٣٣بصیر Wa`l-wālidātu yurdliʻna aulādahunna haulaini kāmilaini limanarāda ayyutimmu`r-radlaʻatun, wa ʻala`l-maulūdi lahū rizquhunnawa kiswatuhunna bi`l-Maʻrūfi, lā tukallafu nafsun illā wusʻahā, lātudlārra wālidatun, biwaladihā wa lā maulūdun Lahū biwaladihīwa ʻala`l-wārisi mislu zālika, fa in arādā fishālan ʻan tarādlimminhumā wa tasyāwurin falā junāha ʻalaihimā, wa in aradttum antastardliʻū aulādakum falā junāha ʻalaikum izā sallamtum māātaitum bi`l-Maʻruf, wattaqu`l-Lāha waʻlamū anna`l-Lāha bimātaʻmalūna bashīrun (233)
Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahunpenuh, bagi yang ingin menyusui sempurna. Dan kewajiban ayahmenanggung nafkah dan pakaian mereka. Seseorang tidak dibebanilebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderitakarena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karenaanaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabilakeduanya ingin menyapih dengan persetujuan danpermusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa ataskeduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada oranglain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengancara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwaAllah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah [2]:233)
2) Mendidik anak
Setiap orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik anaknya. Orang
tua terutama ibu, merupakan guru pertama bagi putra-putrinya. Ibu
mengajarkan berbagai hal, seperti menanamkan ajaran agama, budi
pekerti, dan lain sebagainya.
151
Dikisahkan bahwa Darma Taʻsiya memberikan nasihat kepada Candra
Dewi sebelum meninggalkan rumah. Nasihat Darma Taʻsiya kepada
Candra Dewi adalah supaya berbakti dan menjaga Syeikh Bi`l-Maʻruf.
Darma Taʻsiya memberikan pendidikan budi pekerti kepada Candra Dewi
yang masih bayi, supaya menjadi anak yang berbakti kepada orang tua.
Nasihat Darma Taʻsiya kepada Candra Dewi adalah sebagai berikut.
“Hai anakku Candra Dewi dan buah hatiku dan biji mataku dancahaya wajah bunda tinggallah engkau baik-baik memeliharakanbapamu. Jangan lupa daripada berbuat bakti akan bapamu. Haianakku jikalau datang bapamu dari dalam khalwatnya hadirkanolehmu air pembasuh kakinya. Adapun aku ini sudah dibuangkanoleh bapamu bukannya dengan dosaku, maka dengan sebenar-benarnya dalam kebaktian juga. Hai anakku dan batu kepalaku dannyawa badanku, maka kasih ibu tiadalah sampai kepada anakku,tinggallah engkau baik-baik menyimpan dirimu dan peliharakanbapamu” (HDT:13-14).
Citra Darma Taʻsiya sebagai seorang ibu sesuai dengan firman Allah,
sebagai berikut.
ھ ووصینا نسان بوالدیھ حملتھ ام فص وھنا عل اال في عامین ان لھ ى وھن و
١٤المصیر ي ولوالدیك الي اشكرل Wa washshaina`l-insāna bi wālidaihi, hamalathu ummuhū wahnanʻalā wahniw wa fishāluhū fī ʻāmaini anisykurlī wa liwālidaika,ilayya`l-mashīra (14)
Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepadakedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaanlemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia duatahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.Hanya kepada Aku kembalimu. (QS. Luqman [31]: 14)
d. Citra Darma Taʻsiya sebagai Hamba Allah
Hikayat Darma Taʻsiya oleh Edwar Djamaris (1985:109) dikategorikan
sebagai sastra Indonesia lama pengaruh Islam. Penggolongan ini didasarkan
pada isi teks HDT yang menceritakan kehidupan tokoh Darma Taʻsiya,
152
seorang istri yang sangat taat dan berbakti kepada suaminya sesuai dengan
perintah Allah. Citra Darma Taʻsiya sebagai hamba yang bertakwa kepada
Allah swt dapat menjadi pengajaran bagi setiap orang yang beriman, adalah
sebagai berikut.
1) Taat kepada Allah
Ketakwaan Darma Taʻsiya diuji ketika dirinya diusir dari rumah dan
melarikan diri ke hutan. Sepanjang perjalanan ke dalam hutan dia terus
berdoa untuk meminta pertolongan Allah. Darma Taʻsiya kelaparan dan
kehausan, serta pakaian yang dikenakannnya telah terkena air kencing
Candra Dewi sehingga merasa ragu untuk melaksanakan salat Asar. Dia
memohon kepada Allah untuk mendapatkan pertolongan dan jalan keluar.
Allah mendengar segala doa yang dipanjatkannya dan mengetahui bahwa
Darma Taʻsiya tidaklah bersalah. Allah mengutus Malaikat Jibrail untuk
membantu Darma Taʻsiya, seperti dalam kutipan berikut.
Maka firman Allah “Hai Jibrail, pergilah engkau kepada hambakuDarma Taʻsiya itu, karena ia orang yang berbakti kepadaku dankepada suaminya. Bawakan olehmu kain dari dalam surga danberikan kepada hambaku Darma Taʻsiya itu. Maka engkau sapukanmukanya dan suruhkan ia pulang kepada suaminya” (HDT:19)
Hatta maka rupa Darma Taʻsiya pun sucilah seperti rupa bulanpurnama empat belas hari bulan (HDT:21).
Berkat ketakwaannya, Darma Taʻsiya mendapatkan pertolongan
Allah. Darma Taʻsiya mendapatkan makanan dan minuman, air untuk
bersuci, serta pakaian dari surga. Darma Taʻsiya juga mendapatkan
perubahan pada parasnya menjadi semakin cantik setelah disapu oleh
sayap Malaikat Jibrail. Darma Taʻsiya dapat membuktikan bahwa dirinya
tidak bersalah berkat pertolongan Allah. Hal ini menunjukkan bahwa
153
Darma Taʻsiya merupakan hamba yang taat kepada Allah juga kepada
suaminya. Ketakwaan Darma Taʻsiya sesuai dengan firman Allah berikut.
Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadapapa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah [5]: 8)
٢مخرجا ق هللا یجعل لھ ومن یت ... ... wa mayyattaqi`l-Lāha yajʻal Lahū makhrajan (2)
... Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akanmembukakan jalan keluar baginya. (QS. Ath-Thalaq [65]: 2)
Darma Taʻsiya adalah seorang yang taat kepada Allah. Hal ini
berdasarkan pada ketaatannya untuk melaksanakan salat. Di dalam HDT
dikisahkan ketika Darma Taʻsiya melarikan diri ke dalam hutan dan
hendak melaksanakan salat asar, tetapi tidak ada air untuk wudu dan
pakaiannya pun terkena air kencing Candra Dewi. Darma Taʻsiya
memohon pertolongan kepada Allah. Berkat kuasa Allah, air pun mangalir
mendekati Darma Taʻsiya. Allah mengutus Malaikat Jibrail untuk
menolong Darma Taʻsiya dan mengantarkan kain surga. Darma Taʻsiya
mengenakan kain surga dan melaksanakan salat asar.
Darma Taʻsiya dapat melaksakan kewajibannya sebagai seorang
hamba Allah yang taat di segala kondisi. Berkat ketaatannya kepada Allah,
Darma Taʻsiya dapat kembali kepada suami dan anaknya dan hidup
harmonis. Ketaatan Darma Taʻsiya sesuai dengan firman Allah berikut.
ل وعلیك سول فان تولوافانما علیھ ما حم لتم قل اطیعوا هللا واطیعوا الر احم م م
سول االالبل وان تطیعوه تھتدوا وما ٥٤غ المبین على الر
154
Qul athīʻu`l-Lāha wa athīʻur-Rasūla, fa in tawallau fainnamāʻalaihi mā hummila wa ʻalaikum mā hummiltu, wa in tuthīʻūhutahtadū, wa mā ʻala`r-Rasūli illā`l-balāghu`l-mubīnu (54)
Katakanlah, “Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, jikakamu berpaling, maka sesungguhnya kewajiban Rasul(Muhammad) itu hanyalah apa yang dibebankan kepadanya, dankewajiban kamu hanyalah apa yang dibebankan kepadamu. Jikakamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. KewajibanRasul hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan jelas. (QS.An-Nur [24]: 54)
2) Bersyukur
Sebagai seorang hamba, manusia diwajibkan untuk bersyukur untuk
mengungkapkan rasa terima kasih atas nikmat dan rezeki yang
dianugerahkan oleh Allah, seperti dalam firman Allah berikut.
Maka ingatlah kepadaKu, Aku pun akan ingat kepadamu.Bersyukurlah kepadaKu, dan janganlah kamu ingkar kepadaKu.(QS. Al-Baqarah [2]: 152)
Hal demikian juga diamalkan oleh Darma Taʻsiya. Dia pandai
bersyukur atas segala hal yang dianugerahkan Allah kepadanya, seperti
dalam kutipan berikut.
Maka ia pun memuji-muji Allah dengan puji yang tiadaberkeputusan daripada lidahnya ... (HDT:19).
“Hamba menjunjung anugerah Tuhan Yang Mahamulia lagiMahatinggi”. Serta dengan beberapa puji-pujian serta mengucapberibu-ribu syukur dengan mengatakan “Alhamduli`l-Lāhi Rabbi `l-‘ālamīn ar –Rahmāni `r –Rahīm” (HDT:20-21).
3) Tawakal kepada Allah
Tawakal adalah memasrahkan diri kepada kehendak Allah. Firman
Allah mengenai tawakal adalah sebagai berikut.
155
٣... ... ومن یتوكل على هللا فھو حسبھ
... wa mayyatawakkal ʻala`l-Lāhi fahuwa hasbuhū ...
... Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akanmencukupkan (keperluan)nya... (QS. Ath-Thalaq [65]: 3)
Ketawakalan Darma Taʻsiya tergambar ketika diusir oleh suami dan
orang tuanya. Di dalam teks HDT diceritakan bahwa Darma Taʻsiya
menenangkan diri di hutan. Darma Taʻsiya menyerahkan diri kepada
Allah, seperti dalam kutipan berikut.
... dengan ratap tangisnya sepanjang hutan itu, serta menyerahkandirinya kepada Allah Taala (HDT:18).
... serta menyerahkan dirinya kepada Allah Taala, serta ia memintadoa kepada Allah hingga waktu asar ... Engkau anugerahi kiranyahambamu air karena hambamu hendak sembahyang” (HDT:18).
156
A. Identifikasi Tokoh Laki-Laki
1. Syeikh Bi`l-Maʻruf
Syeikh Bi`l-Maʻruf adalah suami Darma Taʻsiya dan ayah Candra Dewi. Di
dalam teks dikisahkan bahwa Syeikh Bi`l-Maʻruf begitu taat kepada Allah. Dia
mengisi waktunya dengan terus beribadah. Setiap pagi Syeikh Bi`l-Maʻruf pergi
ke khalwat dan pulang ketika sore hari. Hal ini terangkum dalam kutipan.
Bermula suaminya bernama Syeikh Bi`l-Maʻruf terlalu baikrupanya lagi pertapa kepada Allah Taala dan mukmin dan lagi sucihatinya pada segala hamba Allah. (HDT:1)
Adapun Syeikh Bi`l-Maʻruf itu pagi-pagi hari masuk ke dalamkhalwatnya tempat ia berbuat ibadah setelah sudah magrib, maka iapulang ke rumahnya. (HDT:2)
Sebagai seorang suami dan ayah, Syeikh Bi`l-Maʻruf merupakan laki-laki
yang menyayangi keluarga. Syeikh Bi`l-Maʻruf sangat menyayangi Darma
Taʻsiya dengan segala kebaktiannya. Hal ini tergambar dalam kutipan berikut.
Setelah itu, maka Syeikh Bi`l-Maʻruf pun masuklah ke dalamkhalwatnya dengan sukacitanya dari sebab menengar kata-kataisterinya. (HDT:2)
Maka katanya, “Apakah dosa diri? Karena diri mengikut FathimahAz-Zahra Radliya `l-Lāhu ʻanha”. (HDT:6)
Sri Suhandjati Sukri (Sukri, 2009:383-384) berpendapat bahwa suami adalah
teman bagi istrinya. suami dan istri mempunyai kedudukan yang seimbang dan
setara di hadapan Allah. Agar tercipta keharmonisan dalam rumah tangga, maka
suami dan istri perlu memperlakukan pasangan dengan hormat, baik, dan pantas.
Keharmonisan rumah tangga Syeikh Bi`l-Maʻruf dengan Darma Taʻsiya
mengalami cobaan, seperti dalam kutipan berikut.
157
Maka dengan takdir Allah Taala, maka datanglah percobaan setanpada hati tuan Syeikh itu (HDT:6)
Maka suatu malam Syeikh Bi`l-Maʻruf itu makan nasi. Maka padamasa itu Darma Taʻsiya ada hadir mengadap suaminya makan itudan anaknya diribanya, maka sumbu pelita pun hendak padam.Maka Darma Taʻsiya pun pikirlah dalam hatinya, “Apa diriku akanmeninggalkan suamiku tengah makan lagi pun anakku ini akanmenangis. Karena terlalulah besar dosanya orang meninggalkansuaminya itu makan kepada Allah Taala dan derhaka kepadaRasulullah”.Hatta maka Darma Taʻsiya pun mengambil pisau seraya iamengerat rambutnya itu tujuh helai, dibuatnya sumbu pelita.(HDT:7).
Di dalam teks HDT pada episode 8, dikisahkan mengenai Darma Taʻsiya
yang sedang melayani Syeikh Bi`l-Maʻruf. Syeikh Bi`l-Maʻruf sedang makan,
sedangkan Darma Taʻsiya menemaninya sambil meriba Candra Dewi ketika pelita
hampir padam. Darma Taʻsiya mengalami dilema karena takut mendapatkan dosa
apabila meninggalkan Syeikh Bi`l-Maʻruf yang masih makan, dan Candra dewi
pun akan menangis apabila ditinggalkan. Pada akhirnya Darma Taʻsiya
memutuskan untuk mengerat tujuh helai rambut untuk dijadikan sumbu pelita.
Syeikh Bi`l-Maʻruf melihat kejadian tersebut dan memarahi Darma Taʻsiya
karena tidak meminta izin terlebih dahulu ketika memutuskan untuk mengerat
rambut. Hal ini menyebabkan Syeikh Bi`l-Maʻruf mengusir Darma Taʻsiya.
Kemarahan Syeikh Bi`l-Maʻruf dapat dilihat pada kutipan berikut.
Setelah Syeikh itu menengar kata Darma Taʻsiya itu, maka terlalusangat marahnya seperti api bernyala rupanya. Maka Tuan Syeikhitu pun pergilah mengambil rotan lalu dipukulnya Darma Taʻsiyaitu. Maka pengsanlah ia tiada khabarkan dirinya. (HDT:11)
Maka apabila didengar oleh Syeikh itu makinlah bertambah-tambah marahnya. Maka dihambatnya bergelang tiang rumahnya.Maka Darma Taʻsiya pun menangislah dan air matanya turunumpama hujan. Maka dipalunya juga. Maka larilah Darma Taʻsiyamembawa dirinya daripada suatu tiang datang kepada suatu tiang,itu pun dipalunya juga. (HDT:12)
158
Syeikh Bi`l-Maʻruf tidak mau mendengar penjelasan Darma Taʻsiya. Dia
semakin marah ketika Darma Taʻsiya memohon ampunan. Syeikh Bi`l-Maʻruf
tidak dapat menahan amarahnya sehingga memukul Darma Taʻsiya
(menggunakan rotan) hingga pingsan.
Hal ini bertentangan dengan makna nama Syeikh Bi`l-Maʻruf. Berdasarkan
arti kata secara leksikal Syeikh berarti sebutan untuk alim ulama (Kamus Dewan,
1994:1334). Berdasarkan arti kata secara etimologi Bi`l-Maʻruf berasal dari kata
عرف (ʻarafa) yang berarti mengenal atau mengetahui, menjadi ( المعروف) al-
maʻrūfu yang berarti yang diketahui, menjadi بالمعروف (bi`l-Maʻruf) yang berarti
dengan secara baik atau ramah (Munawwir, 1984:919—921). Berdasarkan
pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa makna nama Syeikh Bi`l-
Maʻruf adalah seorang alim ulama yang baik.
Sikap Syeikh Bi`l-Maʻruf yang tidak dapat menahan amarah dan melakukan
kekerasan terhadap Darma Taʻsiya tidak mencerminkan seorang suami yang baik.
Abu Malik Kamal dalam Fiqhus Sunnah lin-Nisāʻ Fiqih Sunnah Wanita (Kamal,
2007:154) menyebutkan bahwa sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang suami
di antaranya adalah beragama dengan baik, hafal beberapa bagian dari Alquran,
memiliki kemampuan, bersikap lemah-lembut, menyenangkan untuk dilihat,
setara dengan istri, dan tidak mandul. Sebagai ulama yang sepanjang hidupnya
dihabiskan untuk beribadah kepada Allah, seharusnya Syeikh Bi`l-Maʻruf dapat
mengendalikan amarahnya. Dalam Alquran, Allah telah berfirman bahwa suami
merupakan pelindung bagi istrinya. Namun, tindakan Syeikh Bi`l-Maʻruf
bertentangan dengan firman Allah berikut.
159
امون على النس جال قو ل هللا ار بما بعضھم عل اء بمافض انفقومن ى بعض و
تي تخافون نشوزھن لغیب بما حفظ هللا وال ت ل فظ ت ح نت ت ق لح اموالھم فالص
بغوا علیھن فعظوھن واھجروھن فى المضاجع واضربوھن فان اطعنكم فال ت
٣٤كبیراسبیال ان هللا كان علیا Ar-rijālu qawwāmūna ʻala`n-nisā`i bimā fadl-dlala`l-Lāhubaʻdlahum ʻalā baʻdliw wa bimā anfaqū min amwālihim, Fa`sh-shālihāti qānitātun hāfizhātu`l-lilghaibi bimā hāfizha`l-Lāhu, wa`l-lātī takhāfūna nusyūzahunna faʻizhūhunna wahjurūhunna fi`l-madlājiʻi wadlribūhunna, fa in athaʻnakum falā tabghū ʻalaihinnasabīlan, inna`l-Lāha kāna ʻaliyyan kabīrā (34)
Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karenaAllah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagianyang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telahmemberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuanyang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjagadiri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjagamereka. Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akannusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlahmereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullahmereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamumencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, AllahMahatinggi, Mahabesar. (QS. An-Nisa [4]: 34)
Pada saat Darma Taʻsiya pulang ke rumah dan menyamar sebagai
suruhannya, Syeikh Bi`l-Maʻruf tidak mengenalinya. Syeikh Bi`l-Maʻruf begitu
tergila-gila kepada Darma Taʻsiya yang sedang menyamar, seperti pada kutipan
berikut.
Tuan Syeikh pun berlinang-linang air matanya menengarkan pesanDarma Taʻsiya itu, serta menyesallah rasa hatinya. Akan tetapi,matanya tiada lepas daripada memandang Darma Taʻsiya juga.(HDT:25)
Maka tuan Syeikh pun pergilah ke dapur, meniup api itu sekalimemandang muka Darma Taʻsiya hingga tujuh kali. Maka api itupun padam pula. (HDT:27-28)
Demikianlah juga lakunya, sekali mengapak kayu itu hingga enamtujuh kali memandang-mandang muka Darma Taʻsiya seperti oranggila lakunya. (HDT:28)
160
Syeikh Bi`l-Maʻruf menyesali keputusannya yang telah mengusir Darma
Taʻsiya. Dikisahkan pada episode 22—25 bahwa Darma Taʻsiya berterus terang
dan menceritakan perjalanan hidupnya selama meninggalkan rumah. Syeikh
Bi`l-Maʻruf bersyukur karena istrinya merupakan perempuan yang berbakti
kepada suami sehingga mendapatkan rida-Nya. Darma Taʻsiya kembali kepada
Syeikh Bi`l-Maʻruf dan hidup sejahtera, seperti dalam kutipan berikut.
Syahdan adindahlah yang beroleh rahmat Allah dan syukurlah kitaberibu-ribu syukur akan Allah Taala”. Maka Syeikh Bi`l-Maʻrufpun sukacitalah hatinya. Dan berkasih-kasihanlah ia dua laki isteri,selamat sejahteralah ia dunia akhirat. (HDT:39)
Melalui tokoh Syeikh Bi`l-Maʻruf, pengarang ingin menyampaikan pesan
bahwa setiap manusia yang beriman harus sabar serta dapat mengendalikan hawa
nafsu. Di dalam teks, dicontohkan bahwa Syeikh Bi`l-Maʻruf tidak dapat menahan
hawa nafsu berupa amarah sehingga menimbulkan penyesalan di dalam dirinya
karena ditinggalkan oleh Darma Taʻsiya. Berbicara mengenai sabar, Allah swt
بر بالحق ٣وتواصوابالصWa`l-ʻashri (1) inna`l-insāna lafī khusrin (2) ill a`l-lazīna āmanū waamilu`sh-shālihāti wa tawā shaubilhaqqi wa tawā shaubi`sh-shabri(3)1. Demi masa, 2. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, 3.Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan mengerjakankebajikan serta saling menasihati untuk kebenaram dan salingmenasihati untuk kesabaran. (QS. Al-Ashr [103]: 1—3)
Berdasarkan ayat di atas, pada dasarnya manusia berada dalam kerugian
kecuali orang yang beriman. Orang yang beriman adalah orang yang mengerjakan
kebajikan dan saling menasihati dalam kebenaran serta bersabar. Syeikh Bi`l-
Maʻruf sebagai seorang suami dan sebagai seorang ulama yang baik, telah
161
termasuk ke dalam golongan orang yang berada dalam kerugian karena tidak
dapat mengendalikan hawa nafsunya.
Di dalam Alquran, suami diperbolehkan memarahi istri untuk memberikan
pelajaran agar istri berbakti kepada suami, tetapi melalui beberapa tahapan,
sebagai berikut.
تي تخافون نشوزھن فعظوھن ظ هللا وال لغیب بما حف ت ل فظ ت ح نت ت ق لح فالص
واھجروھن فى المضاجع واضربوھن فان اطعنكم فال تبغوا علیھن سبیال ان هللا
Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz,hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka ditempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka.Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-carialasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi,Mahabesar. (QS. An-Nisa [4]: 34)
Seperti yang telah diuraikan di atas, makna nama Syeikh Bi`l-Maʻruf adalah
seorang ulama yang baik. Namun, perilaku memukuli Darma Taʻsiya hingga
pingsan dan mengusirnya secara semena-mena tanpa mendengarkan penjelasan
Darma Taʻsiya terlebih dahulu, serta lebih mengutamakan hawa nafsu
dibandingkan logika, begitu bertentangan dengan makna yang tersemat pada
namanya dan telah melenceng dari perintah Allah swt.
Hal ini dapat menjadi pengajaran bagi setiap manusia terutama laki-laki
(suami) agar dapat mengendalikan hawa nafsu. Pengendalian hawa nafsu dapat
menjaga manusia agar tidak termasuk ke dalam golongan yang berada dalam
kerugian seperti yang disampaikan dalam Alquran surat Al-Ashr [103]: 1—3.
162
2. Syeikh Al-Akbar
Syeikh Al-Akbar adalah ayah Darma Taʻsiya. Pada saat Darma Taʻsiya diusir
oleh Syeikh Bi`l-Maʻruf dan memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya,
Syekh Al-Akbar menolak kedatangan Darma Taʻsiya dengan tegas. Seperti dalam
kutipan berikut.
Maka kata ayah bundanya “Bahwa akupun tiada mau menerimaengkau, karena engkau sudah lepas daripada tanganku. Akansekarang, mengapa juga kemari karena engkau sudah kuserahkankepada anakku Syeikh Bi`l-Maʻruf . Karena takut aku kepada AllahTaala dan malu aku akan nabi Muhammad Shalla 'l-Lāhu ‘alaihiwa sallam” (HDT:15).
“Jikalau aku memberi engkau air niscaya berkenanlah aku akankejahatanmu itu. Pada bicara aku, sebab jahat perangaimu dankelakuanmu itu .. Dan janganlah lagi engkau hampiri lagi kepadaaku, karena tiada aku mahu memandang muka orang yang durhakakepada suaminya, dan Allah Taala pun tiada berkenan akan orangyang demikian itu” (HDT:16).
Di dalam teks HDT sekuen 11c—11g, dikisahkan bahwa Syeikh Al-Akbar
tidak mau menerima Darma Taʻsiya. Syeikh Al-Akbar tidak mau ikut campur
dalam kehidupan rumah tangga putrinya. Syeikh Al-Akbar memberikan pelajaran
mengenai kemandirian dan tanggung jawab kepada Darma Taʻsiya melalui
penolakan ini. Di samping itu, Darma Taʻsiya telah menjadi tanggung jawab
suaminya sehingga apabila melakukan kesalahan, maka Syeikh Al-Akbar sebagai
orang tua tidak memiliki kewajiban untuk membantu.
Melalui tokoh Syeikh Al-Akbar, pengarang ingin menyampaikan pesan
bahwa setiap orang tua harus memberikan pendidikan sekaligus kasih sayang
kepada anak-anaknya. Salah satu pendidikan sekaligus kasih sayang yang
diberikan Syeikh Al-Akbar adalah menolak kepulangan Darma Taʻsiya setelah
diusir oleh Syeikh Bi`l-Maʻruf. Penolakan ini merupakan bentuk kasih sayang
163
Syeikh Al-Akbar agar Darma Taʻsiya mandiri dan dapat menyelesaikan
permasalahannya tanpa campur tangan orang tua. Hal ini sesuai dengan firman
Allah, sebagai berikut.
مام راع ومس جل كلكم راع وكلكم مسئول عن رعیتھ األ ئول عن رعیتھ والر
سئول عن رعیتھ والمرأة راعیة في نیت زوجھا راع في أھلھ وھو م
عیتھار ومسئولة عن
Kullukum rāʻin wa kullukum mas`ūlun ʻan raʻiyyatihi`l-imāmurāʻin wa mas`ulūn ʻan raʻiyyatihi wa`r-rajulu rāʻin fī ahlihi wahuwa mas`ulūn ʻan raʻiyyatihi wa`l-mar`atu rāʻiyyatun fī baitizaujihā wa mas`ulatun ʻan raʻiyyatihā (HR. Al-Bukhari)
Setiap kamu adalah pemimpin, dan akan dimintaipertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang pemimpin(kepala negara) yang memimpin manusia (masyarakat), akandimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seoranglaki-laki juga pemimpin dalam keluarganya, akan dimintaipertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Dan seorangperempuan adalah pemimpin dalam rumah suaminya, akan dimintaipertanggungjawaban atas kepemimpinannya. (HR. Al- Bukhari).
Sesuai dengan firman Allah di atas, para orang tua dapat meneladani sikap
Syeikh Al-Akbar dalam memberikan pendidikan serta kasih sayang kepada
anaknya sehingga hubungan orang tua dan anak menjadi harmonis. Orang tua
tidak mencampuri urusan rumah tangga anak sehingga anak menjadi mandiri,
serta dapat menyelesaikan permasalahannya dengan penuh tanggung jawab.
164
B. Nada dan Suasana Cerita
Langkah terakhir dalam meneliti karya sastra dengan pendekatan feminis
menurut Soenardjajati Dajanegara adalah mengamati sikap penulis. Sikap penulis
dapat terlihat nada dan suasana cerita yang dihadirkan (Dajanegara, 2000:53—
54).
Nada dan suasana cerita yang tergambar dalam teks HDT terbagi dalam dua
golongan, yaitu nada dan suasana cerita positif serta nada dan suasana cerita
negatif. Nada dan suasana cerita positif menggambar baik nada dan suasana cerita,
tokoh, maupun alur yang dihadirkan pengarang dapat memberikan efek positif
kepada pembaca, seperti perasaan senang. Sebaliknya, nada dan suasana cerita
negatif menggambarkan baik nada dan suasana cerita, tokoh, maupun alur yang
dihadirkan pengarang dapat memberikan efek negatif kepada pembaca, seperti
perasaan marah, dan sebagainya.
Nada dan suasana cerita positif terjadi pada episode 12—episode 16. Pada
episode ini, pengarang menggambarkan keteguhan hati dan kemandirian tokoh
Darma Taʻsiya setelah diusir oleh Syeikh Bi`l-Maʻruf. Pengarang
menggambarkan Darma Taʻsiya sebagai sosok perempuan yang tangguh dan
mandiri. Ketika cobaan bertubi-tubi (lihat episode 8—11) menimpanya, Darma
Taʻsiya tidak putus asa bahkan semakin mendekatkan diri kepada Allah. Allah
menolong Darma Taʻsiya (episode 12—16). Kemudian, pada episode 18—25
Darma Taʻsiya dapat membuktikan kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf bahwa dirinya
tidak bersalah. Meskipun Darma Taʻsiya digambarkan sebagai sosok yang
mandiri dan tangguh, dia tetaplah seorang istri yang memiliki kewajiban untuk
165
berbakti kepada suami. Melalui tokoh Darma Taʻsiya, pengarang menyampaikan
pesan bahwa kewajiban utama seorang istri adalah berbakti kepada suami.
Nada dan suasana cerita negatif terjadi pada episode 8—11 yang
mengisahkan bahwa Syeikh Bi`l-Maʻruf hilang kendali dan mengusir Darma
Taʻsiya. Sikap Syeikh Bi`l-Maʻruf yang tidak dapat menahan amarah dan
melakukan kekerasan terhadap Darma Taʻsiya tidak mencerminkan seorang suami
yang baik. Abu Malik Kamal dalam Fiqhus Sunnah lin-Nisāʻ Fiqih Sunnah
Wanita (Kamal, 2007:154) menyebutkan bahwa sifat-sifat yang harus dimiliki
oleh seorang suami di antaranya adalah beragama dengan baik, hafal beberapa
bagian dari Alquran, memiliki kemampuan, bersikap lemah-lembut,
menyenangkan untuk dilihat, setara dengan istri, dan tidak mandul. Sebagai ulama
yang sepanjang hidupnya dihabiskan untuk beribadah kepada Allah, seharusnya
Syeikh Bi`l-Maʻruf dapat mengendalikan hawa nafsunya.
Melalui tokoh Syeikh Bi`l-Maʻruf, pengarang ingin menyampaikan pesan
bahwa setiap manusia yang beriman harus sabar serta dapat mengendalikan hawa
nafsu. Di dalam teks, dicontohkan bahwa Syeikh Bi`l-Maʻruf tidak dapat menahan
hawa nafsu berupa amarah sehingga menimbulkan penyesalan di dalam dirinya
karena ditinggalkan oleh Darma Taʻsiya. Berbicara mengenai sabar, Allah swt
بر ٣بالحق وتواصوابالصWa`l-ʻashri (1) inna`l-insāna lafī khusrin (2) ill a`l-lazīna āmanū waamilu`sh-shālihāti wa tawā shaubilhaqqi wa tawā shaubi`sh-shabri(3)1. Demi masa, 2. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, 3.Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan mengerjakan
166
kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaram dan salingmenasihati untuk kesabaran. (QS. Al-Ashr [482]: 1—3)
Berdasarkan ayat di atas, pada dasarnya manusia berada dalam kerugian
kecuali orang yang beriman. Orang yang beriman adalah orang yang mengerjakan
kebajikan dan saling menasihati dalam kebenaran serta bersabar. Syeikh Bi`l-
Maʻruf sebagai seorang suami dan sebagai seorang ulama yang baik, telah
termasuk ke dalam golongan orang yang berada dalam kerugian karena tidak
dapat menahan amarahnya.
Di dalam teks HDT, pengarang menggambarkan bahwa laki-laki begitu
lemah terhadap perempuan. Selain tidak dapat mengendalikan emosi karena
perempuan, kelemahannya yang lain dapat terlihat pada episode 19 dan episode
21, yang bercerita bahwa Syeikh Bi`l-Maʻruf langsung jatuh cinta kepada Darma
Taʻsiya yang sedang menyamar. Dari episode tersebut, juga diketahui bahwa
kesetiaan cinta Syeikh Bi`l-Maʻruf kepada Darma Taʻsiya begitu kurang. Syeikh
Bi`l-Maʻruf dengan mudah dapat jatuh cinta kepada Darma Taʻsiya yang sedang
menyamar dan melupakan statusnya sebagai seorang suami.
Gaya pengarang dalam menyampaikan cerita menggunakan cara menyindir.
Terdapat beberapa hal yang merupakan sindiran pengarang. Pertama, Syeikh Bi`l-
Maʻruf mengahabiskan seluruh waktunya untuk berkhalwat dan beribadah kepada
Allah. Dia menelantarkan anak dan istrinya serta meninggalkan urusan dunia.
Kedua, kebaktian seorang istri yang berlebihan pada episode 4, Darma Taʻsiya
selalu mengeringkan kaki Syeikh Bi`l-Maʻruf dengan rambutnya. Ketiga, Syeikh
Bi`l-Maʻruf pada sekuen 9g tidak dapat menahan amarahnya sehingga memukul
Darma Taʻsiya hingga pingsan. Keempat, Syeikh Al-Akbar dan Arbaʻa pada
sekuen 11d—11e yang tidak mau menerima kepulangan Darma Taʻsiya, bahkan
167
tidak mau memberikan air minum. Kelima, Syeikh Bi`l-Maʻruf pada episode 21
seketika jatuh cinta kepada Darma Taʻsiya yang sedang menyamar dan melupakan
statusnya sebagai seorang suami.
168
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap teks Hikayat Darma Ta’siya dapat
disimpulkan sebagai berikut.
1. Suntingan teks HDT menggunakan metode landasan. Naskah yang digunakan
menjadi landasan adalah naskah HDT kode MS Indo 26 koleksi Houghton
Library, Harvard University, Amerika Serikat. Setelah dilakukan kritik
terhadap teks ini, maka secara keseluruhan di dalam teks HDT terdapat
beberapa kesalahan salin tulis dan ketidakkonsistenan penulisan, meliputi 16
2. Berdasarkan analisis feminis terhadap teks HDT terdapat tiga pokok bahasan
yaitu identifikasi tokoh perempuan dan analisis citra perempuan, identifikasi
tokoh laki-laki, serta nada dan suasana cerita.
a. Identifikasi tokoh perempuan dalam teks HDT meliputi, identifikasi tokoh
Darma Ta’siya, Arba’, dan Candra Dewi. Terdapat empat ruang lingkup
citra perempuan dalam teks HDT, yaitu sebagai berikut.
(1) Citra Darma Ta’siya sebagai seorang anak yaitu berbakti kepada
orang tua.
169
(2) Citra Darma Ta’siya sebagai seorang istri meliputi: patuh dan hormat
kepada suami, sabar dalam menghadapi cobaan rumah tangga, dan
menyayangi suami sepenuh hati.
(3) Citra Darma Ta’siya sebagai seorang ibu meliputi: menyayangi dan
melindungi anak, sera mendidik anak.
(4) Citra Darma Ta’siya sebagai hamba Allah meliputi: taat kepada Allah,
bersyukur, dan bertawakal kepada Allah.
b. Identifikasi tokoh laki-laki dalam teks HDT meliputi, identifikasi tokoh
Syeikh Bi`l-Maʻruf, dan Syeikh Al-Akbar.
c. Nada dan suasana cerita yang tergambar dalam teks HDT terbagi dalam
dua golongan, yaitu nada dan suasana cerita positif serta nada dan suasana
cerita negatif. Nada dan suasana cerita positif menggambarkan baik nada
dan suasana cerita, tokoh, maupun alur yang dihadirkan pengarang dapat
memberikan efek positif kepada pembaca, seperti perasaan senang.
Sebaliknya, nada dan suasana cerita negatif menggambarkan baik nada
dan suasana cerita, tokoh, maupun alur yang dihadirkan pengarang dapat
memberikan efek negatif kepada pembaca, seperti perasaan marah, dan
sebagainya.
170
B. Saran
Penelitian terhadap teks Hikayat Darma Taʻsiya merupakan tahap awal dalam
sebuah penelitian filologi. Penulis merasa masih banyak dijumpai kekurangan
dalam penyuntingan maupun pengkajian. Penulis berharap penelitian ini dapat
menjadi pembuka jalan dan bahan pertimbangan bagi penulis lain untuk meneliti
lebih lanjut teks Hikayat Darma Taʻsiya. Selain itu, penulis juga berharap dengan
adanya suntingan teks disertai analisis citra perempuan dalam teks Hikayat Darma
Taʻsiya mampu memperkenalkan keberadaan teks Hikayat Darma Taʻsiya sebagai
salah satu hasil karya sastra lama yang mampu melampaui zamannya.
171
DAFTAR PUSTAKA
Alʻadawiyi, Musthafa bin. 2011. Fikih Berbakti kepada Orang Tua (edisiditerjemahkan oleh Dadang Sobar). Bandung: Remaja Rosdakarya.
Baroroh-Baried, Siti dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: BadanPenelitian dan Publikasi Fakultas Seksi Filologi Fakultas SastraUniversitas Gadjah Mada.
Behrend, T.E.. 1998. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4:Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Jakarta: Yayasan OborIndonesia.
Chanafiah, Yayah. 1999. “Hikayat Darma Tahsiyah Sebuah Telaah Filologis”.Tidak Dipublikasikan. Tesis. Tidak Dipublikasikan. Bandung: ProgramPascasarjana Universitas Padjadjaran.
Dasuki, Sholeh. 1996. “Metode Penyuntingan Teks dalam Filologi”. DalamHaluan Sastra Budaya No. 27 Th. XV Maret 1996. Surakarta: FakultasSastra UNS.
Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis Sebuah Pengantar. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
Djamaris, Edwar. 1985. Antologi Sastra Indonesia Lama Pengaruh Islam. Jakarta:Pusat Pembinaan dan Pengenbangan Bahasa Departemen Pendidikan danKebudayaan.
----------. 2002. Metode Penelitian Filologi. Jakarta: CV Monasco.
Ekadjati, Edi Suhardi. 2000. Direktori Edisi Naskah Nusantara. Jakarta: YayasanObor Indonesia.
Fakhriati. 2015. “Jatidiri Wanita Aceh dalam Manuskrip”. Dalam JUMANTARAvol. 6 No. 1 Tahun 2015: 129-148. Jakarta.
Munandar, Agus Aris. 2015. “Kedudukan dan Peran Perempuan dalam Masa JawaKuno: Era Majapahit”. Dalam JUMANTARA vol. 6 No. 1 Tahun 2015: 1-18. Jakarta.
Munawwir, Ahmad Warson. 1984. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia.Surabaya: Pustaka Progresif.
Ratna, Nyoman Khuta. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ronkel, Van. 1921. Maleische en Minangkabausche Handscriften in de LeidscheUniversiteits – Bibloptheek. Leiden: Voorheen E. J. BRILL.
Ruhaliah. 2015. “Ningrumkusumah: Gambaran Kesempurnaan seorang Wanita”.Dalam JUMANTARA vol. 6 No. 1 Tahun 2015: 241-260. Jakarta.
Sarwanta, Dwi. 1992. “Hikayat Darmatasiyah Tinjauan Struktur dan Fungsi”.Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Surakarta: Fakultas Sastra UniversitasSebelas Maret.
Sudardi, Bani. 2003. Penggarapan Naskah. Surakarta: Badan Penerbit SastraIndonesia.
Sugono, Dendy dkk. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat.Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Sukri, Sri Suhandjati. 2009. Ensiklopedi Islam & Perempuan. Bandung: Nuansa.
Sutaarga, Amir dkk. 1972. Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum PusatDepartemen P & K. Jakarta: Direktorat Jendral Kebudayaan.
Suud, Wiyanto. 2011. Buku Pintar, Wanita-Wanita dalam Al-Qurʻan. Jakarta:Belanoor.
Wieringa, E.P.. 1998. Catalouge of Malay and Minangkabau Manuscripts in theLibrary of Leiden University and Other Collections in the Netherlands,Volume One. Leiden: Leiden University Library.
173
Wirajaya, Asep Yudha. 2014. “Syair Nasihat: Suntingan Teks Disertai AnalisisStruktural-Semiotik”. Tesis. Tidak Dipublikasikan. Yogyakarta: ProgramPascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada.
Sumber Internet
Akbar, Ali. 2014. “Shadow pada Kertas Eropa”. Dengan laman <http://quran-nusantara.blogspot.co.id/2014/12/shadow-pada-cap-kertas.html#more>(diakses pada 24 Oktober 2016 pukul 15.45 WIB).
Wirajaya, Asep Yudha. 2009. “Memperkirakan Usia Naskah: Sebuah BagianKodikologi yang Perlu Dicermati”. Dengan laman<http://asepyudha.staff.uns.ac.id/2009/05/30/memperkirakan-usia-naskah-sebuah-bagian-kodikologi-yang-perlu-dicermati/> (diakses pada 20April 2016 pukul 14.50 WIB).
Katalog online Harvard University dengan laman <http://ocp.hul.harvard.edu/ihp><http://iiif.lib.harvard.edu/manifests/view/drs:10637441$7i> (diakses pada15 April 2016 pukul 08.45 WIB).
Katalog online Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan laman<opac.pnri.go.id> (diakses pada 24 Oktober 2016 pukul 15.15 WIB).
One search dengan laman <http://onesearch.id> (diakses pada 15 April 2016pukul 09.00 WIB).
Thesaurus of Indonesian Islamic Manuscripts dengan laman<http://tiim.ppim.or.id> (diakses pada 15 Maret 2016 pukul 10.16 WIB).
Watermark Erve Wijsmuller dengan laman<http://www.hetoudekinderboek.nl/Centsprenten/UitgeversInd/Wijsmuller.htm> (diaskses pada 24 Oktober 2016 pukul 15.50 WIB).
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Metadata Hikayat Darma Taʻsiya
TitleHikayat Darma Taʻsia : manuscript, 18381838Hikayat Sultan Harun Rasyid
Romance of Darma TaʻsiaRomance of Harun Al-Rashid
Name/CreatorMunsyi, Muhammad Ali bin Abdul Latif, copyist.
،, copyist.Robbins, Samuel Prince, d. 1823, former owner.
HOLLIS ID008260927
Digital Object[Provides access to page images of entire work] http://nrs.harvard.edu/urn-3:FHCL.HOUGH:2033951
LocationHoughtonNetworked Resource
LanguageMalay
Description68 leaves, bound ; 22 cm.
Form/Genretextprint
SubjectHārūn al-Rashīd , Caliph , ca. 763-809 ; Malay literature
Categorymanuscript
NoteAccording to the colophon (f. 68r), copy completed in Dhū al-Ḥijjah 1253[February 1838] in the hand of Muhammad Ali bin Abdul Latif Munsyi.Written in one column, 10 lines per page, in red and black.With: Sabil al-Muhtadin li ʼl-Tafaqquh fi Amr al-Din (ff. 70v-93v).MS Indo 26. Houghton Library, Harvard University.In Malay in the Jawi-Arabic script.
Other TitleOpen Collections Program at Harvard University. Islamic Heritage Project
Lampiran Email
Pertanyaan peneliti kepada pihak Houghton Library
Jawaban email dari pihak Houghton Library
Pertanyaan peneliti kepada Annabel Gallop
Jawaban email dari Annabel Gallop
Sumber Inetrnet:http://quran-nusantara.blogspot.co.id/2014/12/shadow-pada-cap-kertas.html#more
'Shadow' pada kertas Eropa
Apa itu shadow pada kertas abad ke-18?
Dalam pos tentang cap kertas sebelum ini (lihat: http://quran-nusantara.blogspot.com/2014/11/cap-kertas.html#more), kita melihatbetapa pentingnya melihat 'shadow' (semacam bayangan) pada chain line(garis tebal) suatu kertas Eropa. Itu 'teori' sederhana dari Dr Russell Jonesuntuk membedakan antara kertas abad ke-17-18 (ber-shadow) dan kertasabad ke-19 (tanpa shadow). Nah, apa itu 'shadow' yang dimaksud olehPak Russell?
Bayangan (shadow) di sepanjang garis tebal.
Sebuah Qur'an abad ke-18 dari Kesultanan Sumbawa adalah buktinya.Qur'an itu ditulis di atas kertas Eropa pada 1785. Lihatlah garis tebal putihdi bawah ini (di sini vertikal). Di sebelah kiri dan kanan sepanjang garisputih itu terdapat shadow, yaitu semacam bayangan tipis yang agaksamar, mengikuti garis putih itu. Mungkin selanjutnya ada pertanyaan,kenapa terjadi perbedaan antara kertas abad ke-18 dan abad ke-19?Agaknya, itu karena adanya perbedaan pada proses produksi kertas.Nah, jika kita mendapati suatu naskah tanpa kolofon, namun jelas ditulisdi atas kertas ber-shadow, maka teori sederhana Pak Russell ini bisa kitagunakan. Shadow pada kertas tersebut dapat dijadikan dasar untukmemperkirakan usia naskah. Pak Russell menyarankan antara abad ke-18hingga awal abad ke-19, atau paling akhir, 1820-an. Ya, memang hanyasuatu perkiraan. Tetapi, jika ada ancar-ancar periode waktu, itu cukupmelegakan, dan itu penting untuk suatu kajian - karena menjadi dasaruntuk meletakkan suatu naskah dalam konteks sejarahnya.
Bayangan (shadow) garis tebal tampak jelas di sebelah kanan.
Dua foto di atas adalah Qur'an abad ke-18, selesai disalin pada 2 Oktober1785 (28 Zulqa'dah 1199 H) oleh Muhammad bin Abdullah al-Jawi al-
Bugisi, di Kesultanan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Contoh 'shadow' yang lebih jelas dari sebuah Qur'an asal Tuban, JawaTimur (lihat http://quran-nusantara.blogspot.com/2012/10/2-
kertas.html).
Ini contoh lain, dengan foto hitam-putih, dari Pak Russell Jones:
(Foto: Russell Jones)
Bandingkanlah dengan kertas Eropa TANPA 'shadow' di bawah ini!
(Foto: Russell Jones)
Garis tebal TANPA bayangan (shadow), berarti kertas Eropa abad ke-19.
Garis tebal TANPA bayangan (shadow).
Catatan: Atas pos ini Pak Russell Jones berkomentar via email (21-12-2014): "Well done Pak Ali, exactly right. This is very importantguidance." Terima kasih, dan terima kasih juga atas tambahan dua fotokertas dengan dan tanpa shadow di atas, sehingga gambar contohmenjadi lebih jelas.
Informasi Watermark Erve WijsmullerSumber:http://www.hetoudekinderboek.nl/Centsprenten/UitgeversInd/Wijsmuller.htm
Metadata Siyar As-salikin ila Ibadah Ikode W 4G koleksi PerpustakaanNasional Republik Indonesia
Metadata Hikayat Syekh Muhammad kode W 127 koleksi PerpustakaanNasional Republik Indonesia
Metadata Hikayat Amir Hamzah kode Ml. 23 A koleksi PerpustakaanNasional Republik Indonesia