Page 1
11
BAB IV INDUSTRI PRIORITAS
Pengembangan industri furniture kayu tidak lepas dari kerjasama
antara dua instansi pemerintah terkait yaitu Departemen
Kehutanan dan Departemen Perindustrian (Gambar 4.1).
Departemen Kehutanan menangani sektor hulu yaitu pembinaan
para pelaku usaha yang bergerak dalam hal penyediaan bahan
baku kayu bulat. Ketersediaan kayu bulat diadakan melalui jalur
domestik dan impor. Jalur penyediaan kayu bulat domestik
bersumber dari kawasan hutan (dikelola Perhutani) dan di luar
kawasan hutan (limbah perkebunan dan tanaman rakyat).
Departemen Kehutanan selanjutnya terlibat dalam pembinaan
Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK) yang terdiri dari
industri penggergajian kayu (sawn timber), industri limbah kayu
bulat, dan industri kayu lapis (veneer) dengan plywood ordinary
dan laminated veneer lumber (LVL) sebagai turunannya.
Selanjutnya, departemen Perindustrian memiliki ruang lingkup
tugas dalam menangani sektor hilir industri pengolahan kayu
dimana departemen perindustrian dan perdagangan melakukan
pembinaan industri lanjutan pengolahan kayu. Muara industri
lanjutan pengolahan kayu adalah produk furniture yang terbagi
dua kelompok yaitu solid wood furniture dan non solid wood
furniture. Solid wood furniture merupakan produk turunan dari
laminated & finger joint dan produk kayu olahan lainnya. Non solid
wood furniture merupakan hasil turunan dari produk particle board,
wood composite board, MDF/OSB, wood wool cement board, plywood
khusus, dan decorative plywood.
Page 2
12
Sumber: www.kemenperi.go.id, dimodifikasi
Gambar 4.1. Pohon Industri Pengolahan Kayu
Secara lebih terperinci, jenis produk furniture indoor dan
furniture outdoor dibagi kedalam sub kategori perlengkapan
ruang tamu, perlengkapan ruang tidur, perlengkapan ruang dapur,
perlengkapan ruang anak, perlengkapan kantor, perlengkapan
ruang taman, perlengkapan ruang teras. Namun, Berdasarkan
KLBI (BPS, 2015), furniture dari kayu dibagi menjadi dua yaitu
furniture untuk rumah tangga dan kantor. Pengklasifikasian
furniture kayu dengan menggabungkan pengklasifikasian
menurut kemenperin dan KLBI disajikan dalam Tabel 4.1 sebagai
berikut:
VENEER
LIMBAH
LVL LAMINATED
VENEER
LUMBER)
DECORATIVE
PLYWOOD
PLYWOOD KHUSUS
WOOD WOOL
CEMENT BOARD
PARTICLE BOARD
PLYWOOD ORDINARY
CHIP/FLAKE
LIMBAH &
SERBUK
SERBUK
FURNITURE
(NON SOLID
WOOD)
FURNITURE (SOLID WOOD)
KAYU
BULAT
SAWN
TIMBER
DOWELS/
MOULDING WOOD WORKING
LAINNYA
LAMINATED & FINGER JOINT
OUTDOOR FURNITURE
WOOD
COMPOSITE
INDOOR FURNITURE
HOUSEHOL
Page 3
13
Tabel 4.1 Jenis Produk Furniture Menurut Kemenperin dan KLBI
KEMENPERIN1
KLBI2 KATEGORI SUB KATEGORI JENIS PRODUK
Furniture Indoor Perlengkapan Ruang
Tamu - Kursi Tamu
- Lemari Hias
- Audio/Vidio Rak
- Dan lain-lain
Furniture Rumah
Tangga
Perlengkapan Ruang
Tidur - Lemari Pakaian
- Tempat Tidur
- Nakhas
- Meja Rias
- Dan lain-lain
Furniture Rumah
Tangga
Perlengkapan
Ruang Dapur - Kichen set
- Meja Makan
- Kursi Makan
- Dan lain-lain
Furniture Rumah
Tangga
Perlengkapan
Ruang Anak - Meja Belajar
- Meja Komputer
- Meja Belajar Kecil
- Kursi Belajar
- Baby Locker
- Dan lain-lain
Furniture Rumah
Tangga
Perlengkapan
Kantor - Meja Tulis
- Book Cabinet
- Computer Desk
- Dan lain-lain
Furniture Kantor
Furniture
Outdoor
Perlengkapan
Ruang Taman - Meja Taman
- Kursi Taman
- Tempat
Tidur Taman
- Dan lain-lain
Furniture Rumah
Tangga
Perlengkapan
Ruang Teras - Meja Teras
- Kursi Teras
- Dan lain-lain
Furniture Rumah
Tangga
Keterangan:
1.www.kemenperin.go.id.
2. BPS (2015)
Page 4
14
Kriteria yang digunakan dalam penentuan fokus industri furniture
adalah sebagai berikut:
• potensi pasar (captive market)
• rendahnya switching cost dalam produksi furniture,
• ketersediaan bahan baku kayu
• dukungan pemerintah untuk menggunakan produk furniture
lokal
Berdasar Tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa jenis furniture
kayu indoor didominasi oleh furniture rumah tangga. Namun
demikian, potensi untuk furniture perlengkapan kantor masih
sangat menjanjikan. Hal ini ditandai dengan banyaknya jumlah
“perusahaan” di Jawa Tengah yang tentu saja membutuhkan
furniture kayu. “Perusahaan” ini dapat diartikan sebagai kantor
pemerintah, swasta dan lembaga pendidikan. Tabel 4.2 dibawah
ini menunjukkan jumlah sekolah, perusahaan, dan kantor
pemerintah di Jawa Tengah dalam kurun waktu 2010-2014.
Tabel 4.2 Jumlah Sekolah, Perusahaan dan Kantor Pemerintah di
Jawa Tengah Tahun 2010-2014
Thn
Lembaga
Pendidikan Total
Swasta Kantor
Pemerintah* Total
Pertum
buhan SD SMP SMA/K
2010 12.974 3.058 1.982 18.014 3.887 1.225 23.126
2011 13.482 3.090 2.051 18.623 3.850 1.225 23.698 2.5%
2012 14.377 3.187 2.159 19.723 3.736 1.225 24.684 4.0%
2013 14.550 3.455 2.193 20.198 3.666 1.225 25.089 1.6%
2014 14.467 3.381 2.261 20.109 n.a 1.225 n.a
*Diasumsikan nomenklatur kab./Kota sesuai dengan nomenklatur
provinsi tahun 2015
Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, 2015
Dari sisi pasar, pengembangan furniture perlengkapan kantor
mempunyai potensi yang makin besar bila cakupannya diperluas
ke seluruh provinsi di Indonesia. Tentu saja mengingat adanya
pesaing dari penyedia furniture kayu di luar Jawa Tengah maka
Page 5
15
potensi pasar yang lebih realistis adalah sebesar prosentase
tertentu dari total pasar yang tersedia. Dengan pertumbuhan dari
jumlah perusahaan yang dari tahun ketahun meningkat antara
1.6%-4%, maka dipandang bahwa furniture perlengkapan kantor
memiliki potensi untuk dilakukan pengembangan selanjutnya.
Pengembangan industri furniture perlengkapan kantor
merupakan pengembangan industri yang sifatnya non klasik
mengingat selama ini sebagian besar pengusaha furniture di Jawa
Tengah menekuni produksi furniture rumah tangga. Ditinjau dari
aspek teknik produksi, peralihan fokus dari furniture rumah
tangga menjadi furniture perlengkapan kantor tidak menimbulkan
masalah besar disebabkan kemiripan dalam hal proses
produksinya. Hal ini ditunjang pula dengan trend disain
perlengkapan kantor yang minimalis sehingga memungkinkan
dilakukannya pengalihan dari furniture rumah tangga menjadi
furniture perlengkapan kantor. Rendahnya switching cost (biaya
beralih) dalam hal ketrampilan tenaga kerja, disain dan
penggunaan bahan baku menjadi salah satu faktor yang
memperkuat pemilihan fokus pengembangan furniture kantor.
Kebutuhan kayu baik solid (jati) maupun kayu olahan seperti
plywood/kayu lapis dalam proses produksi furniture kantor
dalam lingkup wilayah Jawa Tengah dapat dipenuhi karena dalam
wilayah Jawa Tengah, produksi jati secara relatif lebih dominan
dibandingkan akasia, rimba campuran dan meranti. Hal ini
mendukung produksi furniture kayu di Jawa Tengah mengingat
sebagian besar furniture kayu dihasilkan di Pulau Jawa sebesar
277 ribu m3 (82,80 %), sedangkan plywood dapat dipenuhi dari
daerah lain.
Dukungan kebijakan pemerintah untuk menggarap pasar
potensial (captive market) dalam hal penggunaan furniture kantor
produk lokal akan meningkatkan produksi produk furniture
kantor di Jawa Tengah.
Page 6
16
Dengan mempertimbangkan potensi pasar, switching cost,
ketersediaan bahan baku kayu, dan dukungan pemerintah maka
furniture perlengkapan kantor memiliki sejumlah keunggulan.
Tabel 4.3 mendeskripsikan kelebihan dari furniture perlengkapan
kantor.
Tabel 4.3 Keunggulan Furniture Kayu
Keterangan Prioritas
Panel A: Pasar Aktual dan Potensial
Potensi Pasar Pasar furniture
perlengkapan kantor
dalam negeri masih belum
digarap secara optimal
Furniture
perlengkapan
Kantor
Panel B: Switching Cost
Switching Cost
(biaya beralih)
Furniture perlengkapan
kantor diproduksi oleh
banyak IKM dengan
tenaga kerja yang telah
terampil memproduksi
furniture rumah tangga
dan ditunjang oleh disain
furniture yang minimalis,
sehingga biaya beralih
rendah
Furniture
Perlengkapan Kantor
Panel C: Ketersediaan Kayu
Ketersediaan Kayu Furniture perlengkapan
kantor lebih banyak
menggunakan kayu
olahan (plywood) yang
harganya lebih murah
dibandingkan kayu jati
Furniture
perlengkapan kantor
Panel D: Dukungan Pemerintah
Dukungan
Pemerintah
Dukungan pemerintah
dalam hal penggunaan
furniture kantor
produk lokal
Furniture
perlengkapan
kantor
Dengan melihat pada berbagai aspek tersebut, maka furniture
perlengkapan kantor memiliki sejumlah kelebihan. Dengan
demikian, furniture perlengkapan kantor memiliki potensi untuk
Page 7
17
dikembangkan lebih lanjut dan direkomendasikan sebagai sebagai
fokus prioritas pengembangan industri furniture kayu.
PP No.14 tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan
Industri Nasional (RIPIN) tahun 2015-2035 menetapkan tahapan
pengembangan industri furniture dalam tiga tahap yatu:
pengembangan kerajinan, ukir-ukiran dari kayu, furniture kayu
dan rotan (2015-2019); high-tech furniture kayu dan rotan
bersertifikat hijau, kerajinan dengan bahan baku limbah industri
pengolahan kayu (2020-2024); high value kerajinan dan furniture
(2025-2035). Pengembangan furniture perlengkapan kantor
sebagai bagian dari industri furniture kayu telah sesuai dengan
pengembangan tahapan pertama berdasarkan RIPIN 2015-2035.
Lebih jauh, furniture perlengkapan kantor cenderung akan
menggunakan bahan baku limbah industri pengolahan kayu yang
sejalan dengan tahap kedua pengembangan industri furniture
kayu berdasarkan RIPIN 2015-2035.
4.1 Penentuan Lokus Industri Furniture Kayu
Evaluasi lokus industri furniture kayu dilakukan dalam rangka
menentukan kabupaten/kota prioritas yang akan memperoleh
dukungan pemerintah propinsi Jawa Tengah bagi pengembangan
industri furniture kayu.
Proses penentuan lokus industri furniture di Jawa Tengah
dilakukan melalui beberapa tahapan evaluasi yang dituangkan ke
dalam matriks evaluasi lokus furniture. Proses evaluasi lokus
furniture mengggunakan kombinasi non compensatory method dan
compensatory method. Tahap pertama evaluasi lokus furniture
menggunakan Non compensatory method yaitu teknik
mengevaluasi seluruh kabupaten/kota di Jawa Tengah
berdasarkan satu kriteria yang ditetapkan. Kriteria yang dimaksud
adalah apakah industri furniture menjadi sektor unggulan
kabupaten/kota. Jika kabupaten/kota tidak memiliki atau tidak
Page 8
18
memenuhi kriteria tersebut maka kabupaten/kota yang
bersangkutan tidak dimasukkan dalam tahap evaluasi berikutnya.
Tahap kedua evaluasi lokus furniture dilakukan dengan
menggunakan compensatory method. Metode ini dilakukan
dengan menilai kabupaten/kota yang lolos pada tahap pertama
dengan sejumlah kriteria yang relevan secara keseluruhan. Faktor-
faktor evaluasi lokus furniture yang ditetapkan adalah sebagai
berikut:
1. Kabupaten/kota memiliki ranking tinggi sektor unggulan
untuk industri furniture.
2. Kabupaten/kota memiliki klaster industri furniture.
3. Kabupaten/kota memiliki daya saing daerah yang tinggi.
4. Kabupaten/kota memiliki kawasan hutan yang luas sebagai
lahan penyediaan bahan baku kayu.
5. Kabupaten/kota memiliki kedekatan akses ke pelabuhan laut.
6. Kabupaten/kota menjadi lokasi pengembangan industri
furniture berdasarkan Permen Perindustrian RI No.146/M-
IND/PER/12/2012.
Mengingat tingkat pemenuhan keenam faktor evaluasi tersebut
berbeda-beda untuk masing-masing kabupaten/kota, maka
evaluasi lokus furniture menerapkan Borda method untuk
menentukan skor perolehan kabupaten/kota untuk tiap kriteria
yang dievaluasi. Semakin baik kabupaten/kota dalam memenuhi
salah satu kriteria maka semakin tinggi skor yang diperoleh.
Perincian penentuan skor dengan menggunakan Borda method
disajikan dalam Tabel 4.4 sebagai berikut:
Page 9
19
Tabel 4.4 Penentuan Skor Evaluasi Menggunakan Borda Method
No Faktor Evaluasi Kategori Skor
1 Ranking Sektor Unggulan
Furniture
1 = ranking 9-10
2 = ranking 7-8
3 = ranking 5-6
4 = ranking 3-4
5 = ranking 1-2
2 Klaster Indutri Furniture 1 = Tidak memiliki klaster
3 = Memiliki klaster status
berkembang 5 = Memiliki klaster
status maju
3 Daya Saing Daerah 1 = Indeks DSD sampai dengan 4
2 = Indeks DSD > 4 sampai 4,5
3 = Indeks DSD > 4,5 sampai 5
4 = Indeks DSD > 5 sampai 5,5
5 = Indeks DSD > 5,5
4 Luas Kawasan Hutan 1 = Luas di bawah 20.000
ha 2 = Luas > 20.000 –
30.000 ha
3 = Luas > 30.000 – 40.000 ha
4 = Luas > 40.000 – 50.000 ha
5 = Luas > 50.000 ha
5 Akses Pelabuhan Laut 1 = Jarak fisik di atas 200 km
2 = Jarak fisik >= 150 – 200 km
3 = Jarak fisik >= 100 – 150 km
4 = Jarak fisik >= 50 – 100
km 5 = Jarak fisik < 50 km
6 Lokasi Pengembangan
(Permen Perindustrian RI
No.146/M-
IND/PER/12/2012)
1 = Tidak Termasuk Lokasi Pengembangan 5
= Termasuk Lokasi Pengembangan
Selanjutnya, skor agregat untuk tiap kabupaten/kota dihitung
dengan menjumlahkan seluruh skor yang diperoleh dari masing-
masing faktor evaluasi dibagi dengan jumlah faktor evaluasi yang
digunakan. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:
Skor rata-rata faktor evaluasi = Ʃ skor faktor evaluasi
Ʃ faktor evaluasi
Page 10
20
Sektor Unggulan Kabupaten/Kota
Industri furniture yang menjadi sektor unggulan kabupaten/kota
dinilai memiliki kesiapan berkembang pada berbagai aspek
seperti bahan baku, kemampuan usaha, dan pasar. Semakin tinggi
ranking sektor unggulan semakin besar potensi percepatan
pertumbuhan dari industri furniture di kabupaten/kota. Pada
tahap pertama evaluasi lokus industri furniture dilakukan dengan
cara memilih industri furniture yang memiliki ranking sepuluh
besar sektor unggulan di masing-masing kabupaten/kota. Dari
keseluruhan 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah, terdapat 28
kabupaten/kota yang menempatkan industri furniture sebagai
sepuluh besar sektor unggulan (Tabel 4.5).
Penetapan industri unggulan pada tingkat kabupaten/kota di Jawa
Tengah mencerminkan upaya untuk menilai apakah profil industri
memiliki kesiapan sumber daya dan dukungan yang memadai
untuk memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi
kabupaten/kota bersangkutan. Berdasarkan hasil penelitian
tentang tentang usulan industri unggulan provinsi Jawa Tengah
tahun 2015 terdapat enam Kabupaten yang menempatkan
industri furniture kayu sebagai peringkat pertama industri
unggulan yang diusulkan yaitu oleh kabupaten Jepara, kabupaten
Surakarta, kabupaten Sragen, kabupaten Tegal, kabupaten
Rembang, dan kabupaten Sukoharjo (Tabel 4.5).
Tabel 4.5 Urutan Ranking Industri Furniture Kayu dalam Industri
Unggulan
No Kabupaten/Kota Ranking Total Skor
1 Kab. Jepara 1 8.77
2 Kota Surakarta 1 8.18
3 Kab. Sragen 1 7.90
4 Kab. Tegal 1 7.70
5 Kab. Rembang 1 7.47
6 Kab. Sukoharjo 1 6.31
7 Kab. Boyolali 2 7.33
8 Kab. Klaten 2 6.84
9 Kota Salatiga 2 6.70
Page 11
21
No Kabupaten/Kota Ranking Total Skor
10 Kab. Karanganyar 3 6.44
11 Kota Tegal 3 6.15
12 Kab. Blora 3 5.30
13 Kab. Semarang 4 7.11
14 Kab. Pemalang 4 5.83
15 Kab. Demak 4 5.10
16 Kab. Kudus 5 6.73
17 Kota Semarang 5 6.73
18 Kab. Banyumas 5 6.66
19 Kab. Pati 5 6.19
20 Kab. Purbalingga 6 5.42
21 Kab. Purworejo 6 4.50
22 Kab. Kebumen 7 6.55
23 Kab. Batang 7 6.15
24 Kab. Temanggung 7 4.42
25 Kab. Wonosobo 7 3.55
26 Kota Pekalongan 7 0.77
27 Kab. Magelang 9 5.93
28 Kab. Pekalongan 9 3.75
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Tengah, 2015
Penetapan industri unggulan didasarkan pada aspek backward
linkages yaitu bahan baku dan kemampuan usaha serta forward
linkages yaitu aspek pasar. Kabupaten Jepara, Kota Surakarta,
Kabupaten Sragen, Kabupaten Tegal,
Kabupaten Rembang, Kabupaten Sukoharjo merupakan
Kabupaten/ Kota yang menempatkan industri furniture sebagai
peringkat pertama industri unggulan yang diusulkan oleh masing-
masing kabupaten kota.
Pemeringkatan sebagai produk unggulan didasarkan pada kondisi
aspek sumber atau backward linkages mulai dari bahan baku
hingga kemampuan usaha serta aspek pasar atau forward linkages.
Terdapat 9 indikator penilaian produk unggulan yaitu pada (1)
bahan baku; (2) bahan penolong; (3) tenaga kerja; (4)
ketersediaan sarana produksi; (5) ketersediaan teknologi
produksi; (6) nilai tambah; (7) Pasar; (8) memiliki banyak
terkaitan dengan berbagai jenis usaha yang lain (backward dan
forward linkages); (9) dukungan institusi/ lembaga.
Page 12
22
Kepemilikan Klaster Industri Furniture
Tahap kedua evaluasi lokus industri furniture dilakukan dengan
mengidentifikasi keberadaan klaster industri furniture.
Keberadaan klaster industri furniture merupakan perwujudan
komitmen kabupaten/kota untuk mengembangkan kelembagaan
industri furniture sebagai sektor unggulan. Terdapat dua strata
klaster industri yang diidentifikasi yaitu strata maju dan
berkembang. Berdasarkan data Stratifikasi Klaster FPESD 2016,
Jawa Tengah memiliki sembilan klaster industri furniture. Namun
dari seluruh kabupaten/kota di Jawa Tengah yang memiliki klaster
industri furniture, kabupaten Grobogan tidak menempatkan
industri furniture sebagai industri unggulan. Di samping itu,
kabupaten Purworejo memiliki klaster industri furniture bambu.
Berdasarkan situasi tersebut, kabupaten Grobogan dikeluarkan
dalam matriks evaluasi lokus industri furniture kayu dan
kabupaten Purworejo dianggap tidak memiliki klaster industri
furniture kayu. Selanjutnya, dari 28 kabupaten/kota yang
mengusulkan industri furniture sebagai 10 besar industri
unggulan, hanya tujuh kabupaten yang memiliki klaster industri
furniture kayu (Tabel 4.6). Dua klaster furniture memiliki status
maju yaitu klaster furniture di kabupaten Jepara dan Klaten. Lima
klaster furniture yang lain berada dalam status berkembang yang
tersebar di lima kabupaten yaitu kabupaten Blora, kabupaten
Boyolali, kota Surakarta, kabupaten Sragen, dan kabupaten
Sukoharjo. Klaster industri menjadi salah satu kriteria yang
penting dalam menentukan lokus pengembangan industri
furniture kayu di Jawa Tengah. Kriteria ini diperlukan untuk
mempermudah dalam penentuan prioritas pengembangan
industri furniture di Jawa Tengah mengingat keterbatasan sumber
daya yang dibutuhkan jika semua industri furniture kayu di
seluruh kabupaten dikembangkan secara serentak.
Page 13
23
Tabel 4.6. Stratifikasi Klaster Industri Furniture di Jawa Tengah
No Nama Klaster Kabupaten/Kota Bakorwil Skor Strata
1 Furniture Dan
Handycraft
Blora 1 5,75 Berkembang
2 Klaster Furniture Jepara 1 7,57 Maju
3 Klaster Meubel Boyolali 2 4,60 Berkembang
4 Furniture Surakarta 2 4,79 Berkembang
5 Klaster Furniture Sragen 2 5,63 Berkembang
6 Klaster Furniture
Bulakan
Sukoharjo 2 5,74 Berkembang
7 Kluster Furniture Klaten 2 7,66 Maju
Sumber: Stratifikasi klaster 2016 (FPESD) Daya Saing Daerah
Daya saing kabupaten/kota diukur berdasarkan indikator
dinamika usaha; infrastruktur; kapasitas pemerintah; kinerja
investasi; persepsi pengusaha terhadap iklim bisnis; serta kinerja
ekonomi. Indeks keseluruhan yang mencakup enam indikator
tersebut dihitung untuk menentukan posisi daya saing
kabupaten/kota secara umum. Semakin tinggi indeks daya saing
daerah semakin baik dukungannya terhadap pengembangan
industri yang ada di kabupaten/kota.
Daya saing daerah menjadi faktor penting dalam akselerasi
pengembangan industri furniture kayu di kabupaten/kota yang
menjadi lokus pengembangan. Sepuluh kabupaten/kota yang
memiliki daya saing daerah tertinggi dan yang menetapkan
industri furniture sebagai sepuluh besar sektor unggulan disajikan
pada Tabel 4.7. Kabupaten Pekalongan memiliki skor indeks daya
saing daerah tertinggi diikuti Kabupaten Banyumas, kabupaten
Sragen, Kota Semarang, dan Kabupaten Wonosobo.
Tabel 4.7. Indeks Daya Saing Daerah Kabupaten/ Kota di Jawa
Tengah
No Kabupaten/Kota Skor IDSD
1 Kabupaten Pekalongan 5,86
2 Kabupaten Banyumas 5,08
3 Kabupaten Sragen 5,05
4 Kota Semarang 4,93
Page 14
24
No Kabupaten/Kota Skor IDSD
5 Kabupaten Wonosobo 4,93
6 Kabupaten Purbalingga 4,90
7 Kota Surakarta 4,81
8 Kabupaten Kebumen 4,80
9 Kabupaten Boyolali 4,66
10 Kota Salatiga 4,65
Sumber: SDSD Jawa Tengah 2013
Ketersediaan Bahan Baku Kayu
Bahan baku kayu adalah salah satu faktor yang kritis bagi industri
furniture kayu. Industri furniture di Jawa Tengah membutuhkan
bahan kayu sebanyak 3,5 juta meter kubik tiap tahun dan baru
dapat dipenuhi sebanyak 400.000 meter kubik melalui sumber
Perhutani dan hutan rakyat (www.semarangpos.com). Oleh
karena itu, keberadaan kawasan hutan menjadi potensi yang dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan suplai bahan baku untuk
industri furniture kayu. Kawasan hutan meliputi kawasan hutan
negara dan kawasan hutan rakyat.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dibutuhkan ketersediaan
lahan hutan untuk menanam pohon-pohon yang dapat
menghasilkan kayu yang dibutuhkan untuk proses pembuatan
furniture kayu. Tabel 4.8 menunjukkan luas kawasan hutan di
kabupaten/kota yang menempatkan industri furniture sebagai
sektor unggulan dan telah memiliki klaster industri furniture kayu.
Total luas kawasan hutan terbesar (hutan negara dan hutan
rakyat) berada di kabupaten Blora, diikuti oleh kabupaten Pati,
kabupaten Banyumas, dan kabupaten Pemalang. Hal ini
menunjukkan potensi yang besar untuk pengembangan suplai
bahan baku kayu.
Page 15
25
Tabel 4.8 Luas Penggunaan Lahan dan Luas Kawasan Hutan di
Lokasi Klaster Furniture Kayu (ha)
No Kabupaten/Kota Luas
Lahan
(ha)
LUAS KAWASAN HUTAN (ha) Total
Kawasan
Hutan Hutan
Negara
% Hutan
Rakyat
%
1 Kabupaten Blora 179.440 90.605 50,49 18.302 10,20 108.907
2 Kabupaten Pati 149.120 22.626 15,17 34.683 23,26 57.308
3 Kabupaten
Banyumas
132.759 28.684 21,61 25.266 19,03 53.950
4 Kabupaten
Pemalang
101.190 32.780 32,39 18.473 18,26 51.252
5 Kabupaten
Purworejo
103.482 8.833 8,54 40.415 39,06 49.248
6 Kabupaten
Pekalongan
83.613 28.486 34,07 18.385 21,99 46.871
7 Kabupaten
Purbalingga
77.765 15.080 19,39 30.536 39,27 45.615
8 Kabupaten
Wonosobo
98.468 18.449 18,74 20.614 20,93 39.063
9 Kabupaten
Rembang
101.410 24.091 23,76 14.226 14,03 38.315
10 Kabupaten Boyolali 101.507 17.591 17,33 20.108 19,81 37.699
Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, 2015
Hasil evaluasi lokus industri furniture di Jawa Tengah diringkas
dalam matriks yang disajikan pada Tabel 4.9. Titik berangkat yang
digunakan untuk mengevaluasi lokus industri furniture adalah
mengidentifikasi kabupaten/kota yang menetapkan industri
furniture sebagai sepuluh besar industri unggulan.
Tabel 4.9. Matriks Evaluasi Lokus Industri Furniture Jawa Tengah
No Kab/
Kota
Peringkat
Industri
Unggulan1
Memiliki
Klaster
Furniture2
Daya
Saing
Daerah3
Total
Kawasan
Hutan
(ha)4
Jarak ke
Pelabuhan
Tanjung
Mas (km)5
Lokasi
Pengem
bangan6
1 Kab. Jepara 1 Maju 4.15 34,827 74 Ya
2 Kota
Surakarta
1 Berkembang 4.81 50 120 Ya
3 Kab.
Sragen
1 Berkembang 5.05 27,311 122 Ya
4 Kab. Tegal 1 Tidak Ada 4.48 32,009 170 Tidak
Page 16
26
5 Kab.
Rembang
1 Tidak Ada 4.59 38,315 155 Tidak
6 Kab.
Sukoharjo
1 Berkembang 4.50 8,358 133 Ya
7 Kab.
Boyolali
2 Berkembang 4.66 37,699 93 Tidak
8 Kab. Klaten 2 Maju 3.83 14,033 129 Ya
9 Kota
Salatiga
2 Tidak Ada 4.65 928 60 Tidak
10 Kab. Ka-
ranganyar
3 Tidak Ada 4.34 24,503 139 Tidak
11 Kota Tegal 3 Tidak Ada 4.38 16 169 Tidak
12 Kab. Blora 3 Berkembang 3.73 108,907 127 Ya
13 Kab.
Semarang
4 Tidak Ada 4.53 27,884 55 Tidak
14 Kab.
Pemalang
4 Tidak Ada 3.81 51,252 145 Tidak
15 Kab.
Demak
4 Tidak Ada 4.12 8,793 30 Tidak
16 Kab. Kudus 5 Tidak Ada 4.54 9,103 82 Tidak
17 Kota
Semarang
5 Tidak Ada 4.93 10,806 5 Ya
18 Kab.
Banyumas
5 Tidak Ada 5.08 53,950 270 Tidak
19 Kab. Pati 5 Tidak Ada 4.52 57,308 81 Tidak
20 Kab. Pur-
balingga
6 Tidak Ada 4.90 45,615 201 Tidak
21 Kab.
Purworejo
6 Tidak Ada 4.06 49,248 129 Ya
22 Kab.
Kebumen
7 Tidak Ada 4.80 37,209 174 Tidak
23 Kab.
Batang
7 Tidak Ada 4.20 32,709 77 Tidak
24 Kab. Te-
manggung
7 Tidak Ada 4.37 33,390 84 Tidak
25 Kab. Wo-
nosobo
7 Tidak Ada 4.93 39,063 123 Tidak
26 Kota Pe-
kalongan
7 Tidak Ada 4.21 92 103 Tidak
27 Kab.
Magelang
9 Tidak Ada 4.32 35,382 77 Tidak
28 Kab. Pe-
kalongan
9 Tidak Ada 5.86 46,871 122 Tidak
Keterangan:
3.Produk Unggulan Daerah Berdasarkan Usulan Kabupaten/Kota Tahun 2015 (berdasarkan indikator
dinamika usaha; infrastruktur; kapasitas pemerintah, kinerja investasi, persepsi pengusaha terhadap iklim
bisnis, kinerja ekonomi).
4. Stratifikasi klaster 2016 (FPESD)
5. SDSD Jawa Tengah 2013
6. Jawa Tengah Dalam Angka, 2015
7. Google map
8. Peraturan Menteri Perindustrian RI No.146/M-IND/PER/12/2012
Page 17
27
Dari tiga puluh lima kabupaten/kota di Jawa Tengah terdapat dua
puluh delapan kabupaten/kota yang menempatkan industri
furniture sebagai sepuluh besar industri unggulan.
Tabel 4.10. Skor Faktor Evaluasi Lokus Industri Furniture
Jawa Tengah No Kabupaten/
Kota
Peringkat
Industri
Unggulan
Memiliki
Klaster
Furniture
Daya
Saing
Daerah
Total
Kawasan
Hutan (ha)
Jarak ke
Pelabuhan
Tanjung Mas
(km)
Lokasi
Pengem-
bangan
1 Kab. Jepara 5 5 2 3 4 5
2 Kota
Surakarta
5 3 3 1 3 5
3 Kab. Sragen 5 3 4 2 3 5
4 Kab. Tegal 5 1 2 3 2 1
5 Kab.
Rembang
5 1 3 3 2 1
6 Kab.
Sukoharjo
5 3 3 1 3 5
7 Kab. Boyolali 5 3 3 3 4 1
8 Kab. Klaten 5 5 1 1 3 5
9 Kota Salatiga 5 1 3 1 4 1
10 Kab.
Karanganyar
4 1 2 2 3 1
11 Kota Tegal 4 1 2 1 2 1
12 Kab. Blora 4 3 1 5 3 5
13 Kab.
Semarang
4 1 3 2 4 1
14 Kab.
Pemalang
4 1 1 5 3 1
15 Kab. Demak 4 1 2 1 5 1
16 Kab. Kudus 3 1 3 1 4 1
17 Kota
Semarang
3 1 3 1 5 5
18 Kab.
Banyumas
3 1 4 5 1 1
19 Kab. Pati 3 1 3 5 4 1
20 Kab.
Purbalingga
3 1 3 4 1 1
21 Kab.
Purworejo
3 1 2 4 3 5
22 Kab.
Kebumen
2 1 3 3 2 1
23 Kab. Batang 2 1 2 3 4 1
24 Kab.
Temanggung
2 1 2 3 4 1
25 Kab.
Wonosobo
2 1 3 3 3 1
26 Kota
Pekalongan
2 1 2 1 3 1
Page 18
28
No Kabupaten/
Kota
Peringkat
Industri
Unggulan
Memiliki
Klaster
Furniture
Daya
Saing
Daerah
Total
Kawasan
Hutan (ha)
Jarak ke
Pelabuhan
Tanjung Mas
(km)
Lokasi
Pengem-
bangan
27 Kab.
Magelang
1 1 2 3 4 1
28 Kab.
Pekalongan
1 1 5 4 3 1
Evaluasi lebih lanjut dilakukan dengan menggunakan
compensatory method dimana enam faktor evaluasi lokus industri
furniture diberikan skor antara 1 hingga 5 sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan di dalam Tabel 4.11. Enam faktor
evaluasi yang digunakan adalah ranking industri furniture dalam
daftar sektor unggulan; keberadaan klaster industri furniture;
daya saing daerah; keberadaan kawasan hutan; akses pelabuhan
laut; dan prioritas lokasi pengembangan. Tingkat kepentingan
masing-masing faktor evaluasi ditentukan dengan kriteria yang
disajikan dalam Tabel 4.11 sebagai berikut:
Tabel 4.11. Tingkat Kepentingan Faktor Evaluasi Lokus Industri
Furniture No Faktor
Evaluasi
Bobot
(%)
1 Ranking industri furniture dalam daftar sektor unggulan 20
2 Keberadaan klaster industri furniture 10
3 Daya saing daerah 20
4 Keberadaan kawasan hutan 5
5 Akses pelabuhan laut 20
6 Prioritas lokasi pengembangan 25
Prioritas lokasi pengembangan memiliki bobot paling tinggi
karena Peraturan Menteri Perindustrian RI No.146/M-
IND/PER/12/2012 telah menetapkan daftar lokasi
pengembangan industri furniture kayu yang menjadi prioritas.
Ranking industri furniture dalam sektor unggulan; daya saing
daerah; dan akses pelabuhan laut memiliki besar bobot yang sama
masing-masing 20% dan keberadaan klaster industri furniture
Page 19
29
diberikan bobot 10%. Bobot paling kecil diberikan pada
keberadaan kawasan hutan sebesar 5%. Hal ini dengan
pertimbangan karena kawasan hutan menunjukkan potensi
penyediaan bahan baku tetapi masih membutuhkan waktu untuk
realisasinya.
Hasil pemberian skor disajikan dalam Tabel 4.12 yang menjadi
dasar untuk perhitungan skor rata-rata seluruh faktor evaluasi.
Hasil perhitungan rerata skor evalusi lokus industri furniture di
Jawa Tengah dipaparkan dalam Tabel 4.12.
Tabel 4.12. Rerata Skor Evaluasi Lokus Industri Furniture di Jawa
Tengah No Kabupaten/ Kota Rerata Skor
1 Kab. Jepara 4.10
2 Kab. Sragen 4.05
3 Kab. Sukoharjo 3.80
4 Kota Surakarta 3.80
5 Kab. Klaten 3.60
6 Kota Semarang 3.60
7 Kab. Blora 3.40
8 Kab. Purworejo 3.15
9 Kab. Boyolali 3.10
10 Kota Salatiga 2.80
Berdasarkan hasil pada Tabel 4.12, Kabupaten Jepara, Kabupaten
Sragen, dan Kabupaten Sukoharjo diusulkan untuk menjadi
prioritas lokus industri furniture kayu yang akan dikembangkan di
Jawa Tengah. Kabupaten Jepara memiliki rerata skor tertingi
diikuti oleh kabupaten Sragen. Kabupaten Jepara memiliki
kelebihan terutama karena menempatkan industri furniture
sebagai sektor unggulan nomor satu; memiliki klaster indusutri
furniture status maju; dan berada dalam daftar lokasi
pengembangan industri furniture berdasarkan Peraturan Menteri
Perindustrian RI No.146/M-IND/PER/12/2012. Hal yang mirip
dimiliki oleh Kabupaten Sragen yang unggul terutama karena
menempatkan industri furniture sebagai sektor unggulan nomor
satu; memiliki klaster industri furniture status berkembang; dan
Page 20
30
masuk dalam daftar lokasi pengembangan industri furniture
berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian RI No.146/M-
IND/PER/12/2012. Di samping itu, Kabupaten Sukoharjo
diusulkan menjadi prioritas lokus industri furniture kayu dengan
pertimbangan bahwa industri furniture dipilih menjadi nomor
satu sektor unggulan kabupaten; memiliki klaster indusutri
furniture status berkembang; dan masuk dalam daftar lokasi
pengembangan industri furniture berdasarkan Peraturan Menteri
Perindustrian RI No.146/M-IND/PER/12/2012.