29 Universitas Kristen Petra BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. Indo Furnitama Raya PT. Indo Furnitama Raya adalah produsen Woodworking dan Plywood yang terletak di Desa Gerongan Kraton Pasuruan, Jawa Timur. PT. Indo Furnitama Raya dimulai sebagai sebuah bisnis keluarga pada tahun 1924, dengan Bapak Abdurachman Assegaff sebagai Presiden Direktur dan terkenal dengan nama pendeknya IFURA. PT. Indo Furnitama Raya memiliki lebih dari 150 anggota staf termasuk QC dan R & D staf, dan lebih dari 2000 pekerja produksi di dua pabrik itu dengan luas area pabrik mencakup 90.000 meter persegi. Dengan pengalaman dan teknologi yang di miliki, PT. IFURA berhasil di pasar lokal maupun ekspor dan juga menjalin hubungan yang solid dengan pembeli di Eropa, Jepang, Timur Tengah, Australia, dan Amerika. PT. IFURA memiliki varian produk yang lebih banyak untuk ditawarkan kepada pelanggan dengan menggunakan bahan baku baik kayu keras seperti Merbau, Nyato, Meranti dan juga jenis kayu lunak (sengon). Berbagai macam produk yang dihasilkan pada divisi Woodworking meliputi : Decking , Flooring Padat , Finger Jointed dan Laminated. Untuk divisi Plywood, PT. IFURA memproduksi kayu lapis, barecore, dan blockboard. PT. IFURA memiliki prinsip bahwa kepercayaan merupakan dasar dari hubungan bisnis yang baik yaitu dengan menunjukkan komitmen tinggi pada pelestarian pertumbuhan bisnis jangka panjang melalui kualitas tinggi dari produk yang dihasilkan dan konsistensi operasi dan di tambah dengan harga yang kompetitif untuk mencocokkan dengan kondisi pasar yang selalu berubah, PT. IFURA telah mampu mengembangkan spesialisasi sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan klien. Tujuan utama dari PT. IFURA adalah untuk memberikan semua klien kepuasan 100 % dengan perusahaan dan produk yang berkualitas tinggi.
79
Embed
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
29 Universitas Kristen Petra
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum PT. Indo Furnitama Raya
PT. Indo Furnitama Raya adalah produsen Woodworking dan Plywood
yang terletak di Desa Gerongan Kraton Pasuruan, Jawa Timur. PT. Indo
Furnitama Raya dimulai sebagai sebuah bisnis keluarga pada tahun 1924, dengan
Bapak Abdurachman Assegaff sebagai Presiden Direktur dan terkenal dengan
nama pendeknya IFURA. PT. Indo Furnitama Raya memiliki lebih dari 150
anggota staf termasuk QC dan R & D staf, dan lebih dari 2000 pekerja produksi
di dua pabrik itu dengan luas area pabrik mencakup 90.000 meter persegi. Dengan
pengalaman dan teknologi yang di miliki, PT. IFURA berhasil di pasar lokal
maupun ekspor dan juga menjalin hubungan yang solid dengan pembeli di Eropa,
Jepang, Timur Tengah, Australia, dan Amerika. PT. IFURA memiliki varian
produk yang lebih banyak untuk ditawarkan kepada pelanggan dengan
menggunakan bahan baku baik kayu keras seperti Merbau, Nyato, Meranti dan
juga jenis kayu lunak (sengon). Berbagai macam produk yang dihasilkan pada
divisi Woodworking meliputi : Decking , Flooring Padat , Finger Jointed dan
Laminated. Untuk divisi Plywood, PT. IFURA memproduksi kayu lapis,
barecore, dan blockboard. PT. IFURA memiliki prinsip bahwa kepercayaan
merupakan dasar dari hubungan bisnis yang baik yaitu dengan menunjukkan
komitmen tinggi pada pelestarian pertumbuhan bisnis jangka panjang melalui
kualitas tinggi dari produk yang dihasilkan dan konsistensi operasi dan di tambah
dengan harga yang kompetitif untuk mencocokkan dengan kondisi pasar yang
selalu berubah, PT. IFURA telah mampu mengembangkan spesialisasi sendiri
dalam rangka memenuhi kebutuhan klien. Tujuan utama dari PT. IFURA adalah
untuk memberikan semua klien kepuasan 100 % dengan perusahaan dan produk
Berdasarkan data jumlah cacat diatas dapat di hitung nilai DPO dan
DPMO dengan mengunakan rumus seperti di bawah ini :
DPO = ୳୫୪ୟ୦ ୡୟୡୟ୲
୳୫୪ୟ୦ ୮୰୭ୢ୳୩ୱ୧୶ ୠୟ୬୷ୟ୩ ୮୭୲ୣ୲୬୲୧ୟ୪ ୡୟୡୟ୲
DPO = ଵସସହ
ଶହ଼ ୶ ଶ = 0,028135
DPMO = DPO x 1.000.000
DPMO= 0,028135x 1.000.000 = 28134,74
Hasil perhitungan nilai DPO dan DPMO di atas di gunakan untuk
perhitungan nilai sigma. Perhitungan nilai sigma mengunakan calculator Six
Sigma seperti tampilan di bawah ini :
Tabel 4.14 Hasil perhitungan Nilai Sigma dengan Calculator Six Sigma
Defect 1445
Unit inspected 25680
Opportunities per unit 2
DPO 0,028135
DPMO 28134,74
Nilai sigma 3,41
Berdasarkan hasil perhitungan dengan calculator Six Sigma diperoleh nilai
sigma sebesar 3,41 dengan nilai DPMO sebesar 28134,74 . Nilai sigma sebesar
3,41 ini berarti bahwa kemungkinan proses akan menimbulkan 29000
defect/ketidaksesuain dalam 1 juta kesempatan. Menurut Gaspersz (2002) di
ketahui bahwa rata-rata industri di Indonesia memiliki tingkat level nilai sigma
antara 2σ-3σ. Pada proses hot press ini memiliki nilai sigma 3,41 yang berarti
bahwa proses pada hot press ini berada diatas rata-rata nilai sigma industri di
Indonesia.
54 Universitas Kristen Petra
Walaupun nilai sigma pada proses hot press ini telah menunjukan nilai
sigma di atas rata-rata industri di Indonesia tetapi masih diperlukan upaya
perbaikan guna mengurangi jumlah cacat yang terjadi. Berdasarkan hasil
pengamatan jumlah cacat yang terjadi yaitu sebesar 1445 pcs walaupun jumlah
cacat yang terjadi tidak setinggi pada departemen glue spreader tapi proses
produksi pada departemen hot press ini perlu di kendalikan dan di butuhkan
beberapa langkah perbaikan untuk mengurangi jumlah cacat yang terjadi pada
proses hot press ini.
4.4.3 Tahap Analyze
Pada tahap ini akan dianalisis penyebab cacat yang terjadi pada
departemen glue spreader dan hot press di PT. IFURA dengan mengunakan
diagram ishikawa dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).
a. Diagram Ishikawa
Diagram Ishikawa digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara suatu
masalah dan kemungkinan penyebabnya. Di bawah ini akan di tampilkan
diagram ishikawa untuk jenis cacat yang terjadi pada departemen glue spreader
dan hot press.
1. Departemen Glue Spreader
Pada departemen glue spreader ini cacat yang sering terjadi adalah core
hole dan core lap. Berdasarkan pengamatan langsung pada lantai produksi
dan wawancara dengan operator, penyebab cacat core hole dan core lap
adalah :
Cacat Core Hole
Cacat core hole merupakan cacat yang terjadi karena adanya lubang
pada bagian corenya. Di bawah ini akan di tampilkan diagram
ishikawa untuk faktor-faktor penyebab cacat core hole :
55 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.8 Diagram Ihsikawa Cacat Core Hole
Berdasarkan hasil wawancara dengan operator dan pengamatan
langsung pada lantai produksi untuk cacat core hole disebabkan karena
dua faktor yaitu faktor manusia dan material. Faktor manusia
berdasarkan hasil pengamatan langsung pada lantai produksi ditemukan
bahwa operator pada departemen glue spreader ini sering tidak konsisten
dalam menjalankan instruksi kerja (IKA) pada mesin Glue spreader.
Salah satu instruksi kerja yang sering diabaikan adalah proses repair
dimana ketika melihat ada core yang bertindih atau berlubang harus di
perbaiki dulu tapi hal tersebut tidak dilakukan sehingga menyebabkan
terjadinya cacat core lap atau core lap. Berdasarkan hasil pengamatan
dilantai produksi di temukan bahwa operator sering terburu-buru ketika
melakukan penataan sehingga instruksi kerja tersebut tidak dilakukan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan operator hal ini disebabkan karena
sistem pembayaran upah berdasarkan jumlah unit yang di hasilkan
sehingga operator bekerja untuk dapat menghasilkan output sebanyak-
banyaknya dengan tujuan mendapat bayaran yang banyak juga karena
ketika mereka melakukan repair membutuhkan waktu sehingga akan
menurunkan jumlah output yang dihasilkan yang berdampak pada upah
yang diperoleh lebih sedikit.
56 Universitas Kristen Petra
Faktor material juga berpengaruh pada terjadinya cacat core hole
ini yaitu adanya joint/sambungan core yang terlepas/patah ketika di
luncurkan pada mesin glue sehingga akan menimbulkan lubang pada
bagian corenya dan apabila lubang tersebut tidak di tambal dengan istilah
“tusuk sate” maka akan menyebabkan cacat core hole. Berdasarkan hasil
wawancara dengan supervisor QC, hal ini di sebabkan karena sifat dari
kayu sengon itu sendiri yang lunak sehingga mudah patah atau pecah
walaupun sudah di joint dengan gumme tape.
Cacat Core Lap
Cacat core lap merupakan cacat yang terjadi karena bagian corenya
ada yang bertindih sehingga menyebabkan permukaan plywood
menjadi tidak rata. Di bawah ini akan di tampilkan diagram ishikawa
untuk faktor-faktor penyebab cacat core lap :
Gambar 4.9 Diagram Ishikawa Cacat Core Lap
Berdasarkan hasil wawancara dengan operator dan pengamatan
langsung pada lantai produksi untuk cacat core lap disebabkan karena
tiga faktor yaitu faktor manusia, mesin, dan material. Faktor manusia
berdasarkan hasil pengamatan langsung pada lantai produksi ditemukan
bahwa operator pada departemen glue spreader ini sering tidak konsisten
57 Universitas Kristen Petra
dalam menjalankan instruksi kerja pada mesin glue spreader ini. Hal ini
disebabkan karena operator terburu-buru ketika melakukan penataan
sehingga sering mengabaikan instruksi kerja (IKA) pada mesin glue
spreader ini. Salah satu instruksi kerja yang sering diabaikan adalah
ketika ada core yang lubang harus di perbaiki dengan di tambal dahulu
atau ada core yang bertindih harus di rapikan tapi hal ini tidak di lakukan
oleh operator. Berdasarkan hasil wawancara dengan operator hal ini
disebabkan karena sistem pembayaran upah berdasarkan jumlah unit
yang di hasilkan sehingga operator bekerja untuk dapat menghasilkan
output sebanyak-banyaknya sehingga sering mengabaikan instruksi kerja
untuk proses repair karena ketika operator melakukan repair maka akan
membutuhkan waktu sehingga akan mengakibatkan pada menurunnya
jumlah output yang di hasilkan yang berdampak pada upah yang
diperoleh lebih sedikit.
Faktor material juga berpengaruh pada terjadinya cacat core lap ini
yaitu adanya joint/sambungan core yang saling bertindih yang
menyebabkan permukaaan plywood menjadi tidak rata ketika dilekatkan
dengan bagian face/backnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan
supervisor QC, hal ini di sebabkan karena joint/sambungan pada corenya
yang lepas ketika di luncurkan pada mesin glue spreader dan tidak di
repair oleh operator.
Untuk faktor mesin yang berpengaruh adalah pada proses di mesin
cold press yaitu ketika di press dapat menyebabkan cacat core lap.
Berdasarkan hasil wawancara dengan supervisor di temukan kan bahwa
cacat yang di sebabkan oleh mesin cold press di sebabkan karena hasil
penataan dari operator yang tidak benar/salah. Proses penataan core yang
pecah atau ada sambungan/joint berdasarkan parameter dari perusahaan
adalah tidak boleh terlalu rapat dan harus di beri jarak/space 1-2 cm
karena ketika jika tidak di beri jarak/space maka core yang terlalu rapat
ketika di press akan menyebabkan cacat core lap/core yang saling
bertindih karena mendapat tekanan dari mesin cold press.
58 Universitas Kristen Petra
Analisis Permasalahan Pada Proses Glue Spreader :
Permasalahan faktor manusia dalam proses glue spreader adalah
kurangnya konsistensi dari operator dalam menjalankan prosedur kerja
sesuai dengan instruksi kerja (IKA) yang telah di tetapkan oleh
perusahaan. Tujuan dari IKA adalah untuk memberi pedoman tentang
proses produksi yang benar dengan tujuan untuk mengurangi resiko
terjadinya produk cacat. Berdasarkan hasil pengamatan di lantai produksi
di temukan beberapa prosedur IKA pada mesin glue spreader yang tidak di
jalankan oleh operator seperti data checklist di bawah ini :
Tabel 4.15 Checklist Pelaksaan Instruksi Kerja Proses Penataan Pada Mesin Glue Spreader
No. Instruksi Kerja Proses Penataan Pada Glue
spreader
Keterangan
Dilakukan Tidak
dilakukan
1. Terimalah vinircore yang sudah terlabur lem dan
letakkan pada alas di atas meja angkat (X-lift).
Luruskan vinir pada stopper.
√
2. Singkirkan potongan vinir atau sampah yang ada
di atas vinir.
√
3 Perhatikan permukaan vinir core. Bila ada
bagian yang tidak terkenai lem, ambil lem
secukupnya dan saputkan pada bagian tersebut.
√
4. Perbaiki vinircore yang bertumpuk atau lepas
sambungan.Tambahkan bila kurang panjang.
√
5. Minta perhentian pada pengumpan bila
melakukan perbaikan
√
6. Cepat tarik vinir face dan back secara bersa-
maan. Tutupkan pada vinircore yang telah
diterima. Perbaiki bila terlipat
√
7. Kirim tumpukan vinir yang telah dilabur ke Cold
Press. Letakan papan pada tumpukan paling
atas.
√
59 Universitas Kristen Petra
Berdasarkan data hasil checklist diatas dapat dilihat bahwa
prosedur IKA yang tidak dilakukan adalah proses perbaikan atau repair
jika ada core yang lubang atau bertindih. Dampak dari prosedur repair
tersebut tidak dilakukan adalah berdasarkan data cacat yang diperoleh
untuk beberapa bulan terakhir cacat core hole dan core lap merupakan
cacat dengan jumlah terbanyak di bandingkan dengan yang lainnya. Di
bawah ini akan di tampilkan data jumlah cacat untuk tiga bulan terakhir
pada PT. IFURA :
Tabel 4.16 Jumlah Cacat Tiga Bulan Terakhir Jenis Cacat Jumlah Cacat
Januari 2014 Feburari 2014 Maret 2014 Core Lap 18750 71981 36246 Core Hole 4261 693 0 Noda/flek 1132 2006 3566 Press Mark 525 1431 1130 Jumlah 24668 76111 40942 Total Produksi 57010 102902 77613
Berdasarkan data jumlah cacat tiga bulan terakhir diatas dapat
dilihat bahwa jumlah cacat terbanyak adalah core hole dan core lap
sebagai dampak dari instruksi kerja yang tidak di jalankan dengan benar.
Berdasarkan hasil diskusi dengan operator dan supervisor QC diketahui
bahwa faktor yang mempengaruhi konsistensi dari operator yaitu target
produksi yang di tetapkan perusahaan. Kapasitas dari mesin glue spreader
itu sendiri adalah 1600 pcs/hari sehingga kapasitas per/jamnya adalah
1600/7 = 225 pcs/jam. Target dari perusahaan untuk mesin glue spreader
adalah 1500 pcs/hari tetapi rata-rata realnya cuma 1200 pcs/hari karena
mengejar target dari perusahaan tersebut maka operator sering
mengabaikan prosedur kerja yang telah di tetapkan pada IKA karena
ketika mereka menjalankan prosedur untuk repair seperti pada IKA
otomatis akan mengurangi kapasitas mereka dan output jadi menurun tapi
ketika operator tidak menjalankan prosedur sesuai IKA maka akan
mengakibatkan tingginya produk cacat yang terjadi yaitu cacat core hole
dan core lap.
60 Universitas Kristen Petra
Di bawah ini akan di tampilkan data waktu repair di glue spreader
dan waktu repair setelah cold press : Tabel 4.17 Data waktu repair cacat core hole dan core lap
Tanggal 21 April 2014 Tanggal 22 April 2014
Jenis cacat Waktu repair
setelah cold press
Jumlah
cacat
waktu Repair di
Glue spreader
Jumlah
cacat
Core hole 30-50 detik 82 30-45 detik 21
Core lap 2-3 menit 416 30 detik 237
Kapasitas 1181 910
Ratio (82+416)/1181=
42,1%
(21+237)/910=
28,35%
Data diatas diambil pada tanggal 21 dan 22 April 2014 pada shift
pagi di PT. IFURA dan dari data diatas dapat dilihat bahwa pada tanggal
21 April ketika repair dilakukan setelah cold press maka kapasitasnya
mesin glue spreadernya adalah 1181 pcs/hari dengan ratio jumlah cacat
sebesar 42,1% tetapi pada tanggal 22 April ketika repair dilakukan pada
proses glue spreader maka terjadi penurunan kapasitas menjadi
900pcs/hari dengan ratio jumlah cacat sebesar 28,35%. Penurunan
kapasitas tersebut di karenakan adanya waktu yang terbuang untuk repair
pada proses glue spreader. Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa
ketika repair dilakukan di proses glue spreader maka terjadi penurunan
ratio jumlah cacat core hole dan core lap dari sebelumnya 42,1 % menjadi
28,35% dimana dalam menghitung presentase cacat yang terjadi ini
mengunakan ratio perbandingan karena jumlah produksi yang tidak sama.
Penurunan ratio jumlah cacat ini disebabkan karena pada adanya proses
repair yang dilakukan di mesin glue spreader sehingga cacat dapat di di
kurangi karena ketika sudah di cold press maka cacat core hole dan core
lap akan susah di repair.
61 Universitas Kristen Petra
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa ketika produktivitas di
tingkatkan maka akan berdampak pada menurunnya kualitas produk yang
dihasilkan karena terjadinya cacat. Hal ini sesuai dengan pendapat
McCannon (2008) dalam jurnal “The Quality–Quantity Trade-off” yang
menyatakan bahwa ketika produktivitas di tingkatkan maka akan
mengorbankan kualitas artinya bahwa ketika sebuah perusahaan ingin
meningkatkan produktivitas maka resikonya adalah kualitas produk yang
dihasilkan akan menurun. Dalam jurnal tersebut McCannon menyatakan
bahwa kualitas dan kuantitas harus ditingkatkan secara bersamaan dan
tidak boleh ada yang di korbankan.
Faktor lain yang berpengaruh pada konsistensi karyawan tersebut
adalah sistem upah yang di bayarkan berdasarkan jumlah unit yang
dihasilkan dimana hal ini menyebabkan operator bekerja untuk dapat
menghasilkan jumlah output sebanyak-banyaknya sehingga sering
mengabaikan instruksi kerja pada mesin glue spreader yang berdampak
pada terjadinya cacat core hole dan core lap dimana cacat tersebut
mengakibatkan penurunan kualitas produk plywood dari grade UTY ke
UTY-1. Hal ini sesuai dengan pendapat Ridwan (1984) yang menyatakan
bahwa sistem upah yang dibayarkan per satuan tidak memperhatikan
kualitas produk karena pekerja dimotivasi untuk menghasilkan produk
sebanyak mungkin dan akan dibayar sesuai jumlah produk yang
dihasilkan. Pendapat yang sama juga dikemukan oleh Dessler (2003) yang
menyatakan bahwa skema pembayaran/insentif yang di bayarkan sesuai
dengan jumlah item/unit yang di produksi memiliki kecenderungan untuk
lebih mementingkan kuantitas output dari pada kualitas dimana hal
tersebut dapat menyebabkan penurunan kualitas dari produk/jasa.
62 Universitas Kristen Petra
Faktor lain yang berpengaruh adalah tidak adanya sistem reward
and punishment untuk operator produksi pada PT. IFURA. Sistem reward
dan punishment yang dimaksudkan disini adalah terkait masalah kualitas
produk yang dihasilkan seperti yang terjadi adalah target presentase cacat
dari perusahaan sebesar 2% dari total produksi, ketika presentase cacat
yang ditargetkan perusahaan tercapai atau bahkan dibawah 2 % maka tidak
ada reward/bonus dari perusahaan bagi operator dan sebaliknya ketika
presentase cacat meningkat dan melebihi 2% maka tidak ada punishment
bagi operator. Artinya bahwa operator merasa tidak di hargai upaya atau
kerja kerasnya oleh manajemen sehingga mereka lebih memilih untuk
bekerja biasa-biasa saja karena ketika mereka berusaha untuk
menghasilkan kualitas produk yang baik, kerja keras dan usaha mereka
tidak dihargai. Hal ini sesuai dengan pendapat Deming (dalam Kashfi,
2002) yang menyatakan bahwa jika komitmen manajemen rendah untuk
memperhatikan kesejahteraan karyawannya maka karyawan tersebut tidak
akan terlibat dalam upaya peningkatan kualitas dan produktivitas.
Menurut Redpath dkk (2007) menyatakan bahwa pekerja outsource
cenderung bersifat transaksional dan memiliki komitmen yang rendah
terhadap organisasi karena mereka memberikan keahlian mereka untuk
mendapat penghargaan dari organisasi. Hal ini sesuai dengan yang terjadi
pada PT. IFURA dimana operator produksi pada PT. IFURA merupakan
pekerja outsource dan mereka cenderung bersifat transaksional karena jika
mereka melakukan suatu pekerjaan yang lebih atau kinerjanya meningkat
maka mereka menuntut untuk di hargai atau di bayar. Ketika usaha untuk
meningkatkan kinerja mereka tidak di hargai maka akan berdampak pada
rendahnya komitmen mereka terhadap perusahaan sehingga di perlukan
pertimbangan untuk membuat sistem reward berupa variabel pay atau skill
based pay untuk menyelesaikan masalah tersebut (Robbins, 2001).
63 Universitas Kristen Petra
Dalam penelitian Koencoro dkk (2013) menyatakan bahwa reward
memberikan pengaruh yang besar bagi kinerja karyawan karena ketika
hasil pekerjaan karyawan di hargai dengan pemberian reward maka akan
mendorongan karyawan tersebut untuk dapat bekerja lebih baik lagi
sehingga dapat meningkatkan kinerjanya. Menurut Koencoro dkk (2013)
dalam penelitiannya menyatakan bahwa sistem reward dan punishment
berpengaruh pada kinerja karyawan, kinerja karyawan yang dimasksud
disini adalah hasil dari kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
karyawan (Mangkunegara, 2000).
Untuk permasalahan material karena adanya core yang di
joint/disambung tidak di bahas dalam penelitian ini karena pihak PT.
IFURA sudah melakukan langkah perbaikan untuk mengantisipasi
masalah terkait material ini yaitu dengan menempatkan pengawas untuk
melakukan pengecekan hasil joint.
Berdasarkan hasil wawancara dengan supervisor di temukan bahwa
untuk permasalahan cacat yang terjadi setelah di press di mesin cold press
lebih di sebabkan karena penataan core yang salah dari operator pada
proses glue spreader di mana penataan yang benar untuk core yang pecah
atau ada sambungan/joint harus diberi jarak 1-2 cm dan tidak boleh terlalu
rapat karena jika terlalu rapat maka setelah di cold press maka corenya
akan saling bertindih akibat dari tekanan pada mesin cold press. Apabila
setelah di proses pada mesin cold press baru di ketahui terjadi cacat maka
akan susah untuk diperbaiki karena lemnya sudah merekat dan jika di
perbaiki untuk cacat core lap ini kemungkinan rusaknya tinggi karena
harus mengupas/merobek permukaan plywood untuk di hilangkan/di
potong atau di sayat bagian yang ada core lapnya sehingga sering di
loloskan oleh operator ketimbang harus di rusak dan menjadi barang grade
reject. Sehingga untuk itu di butuhkan upaya pencegahan untuk mencegah
terjadinya cacat sebelum di press pada mesin cold press.
64 Universitas Kristen Petra
2. Departemen Hot Press
Pada departemen hot press ini cacat yang sering terjadi adalah cacat press
mark dan cacat noda/flek. Berdasarkan hasil pengamatan langsung pada
lantai produksi dan wawancara dengan operator penyebab cacat press
mark dan noda/flek adalah :
Cacat Press Mark
Cacat press mark merupakan cacat yang terjadi karena adanya kotoran
atau sampah yang ikut terpress sehingga menempel pada permukaan
layer plywood dan mengakibatkan adanya bekas/tanda pada layer
plywood. Di bawah ini akan di tampilkan diagram ishikawa untuk jenis
cacat press mark :
Gambar 4.10 Diagram Ihsikawa Cacat Press Mark
Untuk cacat press mark di sebabkan karena dua faktor yaitu
manusia dan material. Untuk faktor manusia lebih dikarenakan operator
yang tidak teliti karena kurangnya pengawasan dan juga kurang konsisten
ketika membersihkan platen pada mesin hot press sehingga kurang bersih
atau kadang-kadang tidak dibersihkan tapi langsung di proses sehingga
masih ada sisa kotoran yang menempel pada platen mesin hot press yang
ketika di press dapat menyebabkan cacat press mark selain itu juga ketika
65 Universitas Kristen Petra
ada kotoran/sampah yang melekat pada permukaan plywood yang tidak
dibersihkan. Untuk faktor material di sebabkan karena adanya kotoran dan
sisa kayu pada sisi tepi layer yang tidak dibersihkan oleh operator
sehingga dapat menyebabkan cacat press mark.
Cacat Noda/Flek
Cacat noda/flek merupakan cacat yang terjadi karena adanya noda/flek
hitam pada permukaan plywood. Di bawah ini akan di tampilkan
diagram ishikawa untuk jenis cacat noda/flek :
Gambar 4.11 Diagram Ihsikawa Cacat Noda/flek
Untuk cacat noda/flek disebabkan karena dua faktor yaitu faktor
manusia dan mesin. Untuk faktor manusia ditemukan bahwa operator
kurang teliti sehingga ketika terjadi kebocoran platen pada mesin hot
press, operator tidak mengetahuinya dan juga tidak dilaporkan ke
pengawas atau supervisornya sehingga tetap di pakai untuk produksi yang
berdampak pada terjadinya cacat noda/flek. Untuk faktor mesin
disebabkan karena kebocoran dari platen pada mesin hot press sehingga
keluar uap air yang mengenai permukaan plywood yang menyebabkan
terjadinya noda/flek. Kebocoran ini disebabkan karena kualitas selang
pada mesin platen yang kurang bagus sehingga sering bocor selain itu juga
disebabkan karena umur pakai selang yang sudah habis sehingga harus di
ganti.
66 Universitas Kristen Petra
Analisis Permasalahan Pada Proses Hot Press :
Berdasarkan hasil temuan di lantai produksi faktor yang berpengaruh
pada cacat press mark adalah lebih ke faktor manusia atau operator yang
kurang konsisten ketika membersihkan platen sehingga masih ada sisa
kotoran yang menempel pada platen dan adanya sisa-sisa kayu pada bagian
tepi yang tidak di bersihkan. Untuk proses pembersihan bagian tepi layer
ini telah tertera pada instruksi kerja yang di buat oleh PT. IFURA tetapi
berdasarkan hasil temuan di lantai produksi bahwa kotoran yang
menempel pada platen dapat menyebabkan cacat press mark. Dalam
instruksi kerja pada mesin hot press ini untuk proses pengecekan dan
pembersihan platen masih belum dimasukan sehingga ke depannya perlu
di tambahkan. Di bawah ini akan ditampilkan checklist hasil pengamatan
pelaksanaan instruksi kerja pada mesin hot press :
Tabel 4. 18 Checklist Pelaksaan Instruksi Kerja Proses Persiapan Pada Mesin Hot Press No. Instruksi Kerja Proses Penataan Pada Glue spreader Keterangan
Dilakukan Tidak
dilakukan
1. Proses tumpukan panel sesuai urutannya dengan
memperhatikan keterangan waktu yang tertera pada
sisi tumpukan
√
2. Pastikan perekatan pada panel dalam keadaan kering
dan tidak lembek
√
3 Lihat penampakan panel satu per satu. Pisahkan bila
vinir face/back kurang, face/back bertumpuk atau
pecah. Tandai bagian yang harus diperbaiki (repair)
dengan kapur tulis dan kelompokkan secara terpisah
untuk memu-dahkan dalam pengerjaannya.
√
4. Turunkan meja angkat (X-lift) hingga setinggi roda
pemindah (dead roller). Pindahkan tumpukan panel
√
5. Bersihkan bagian tepi finir yang koyak atau berlebih
untuk menghindari press mark .
√
6. Waktu tunggu di muka hot press maksimum 120 menit . Hindarkan lem kering sebelum dikempa .
√
67 Universitas Kristen Petra
Berdasarkan checklist diatas dapat dilihat bahwa instruksi kerja
untuk proses pembersihan hanya dilakukan pada bagian tepi layer saja
tetapi untuk bagian pengecekan dan pembersihan platennya belum ada
instruksi kerjanya sehingga untuk itu di perlukan revisi atau penambahan
instruksi kerja terkait pembersihan platen karena berdasarkan temuan di
lantai produksi bahwa sering terdapat kotoran/sisa kayu yang menempel
pada platen yang tidak dibersihkan sehingga waktu di press menyebabkan
cacat press mark.
Berdasarkan analisis permasalahan diatas dapat dilihat bahwa
faktor utama penyebab terjadinya cacat press mark adalah faktor manusia
dalam hal ini adalah kurang konsistennya operator dalam membersihkan
bagian tepi layer dan platen pada mesin hot press sehingga menyebabkan
adanya kotoran/sisa kayu yang menempel pada platen atau bagian tepi
layer yang dapat menyebabkan cacat press mark apabila di press.
Kurangnya konsistensi dari operator tersebut di sebabkan karena
kurangnya pemahaman dari operator tentang pentingnya kualitas.
Kurangnya pemahaman operator tentang pentingnya kualitas
menyebabkan operator tersebut tidak terlibat dalam upaya perbaikan dan
peningkatan kualitas yang dilakukan oleh perusahaan.
Keberhasilan sebuah organisasi dalam upaya peningkatan kualitas
produknya tidak terlepas dari keterlibatan dan partisipasi dari seluruh
karyawannya. Contoh perusahaan yang berhasil mengimplementasikan six
sigma dalam upaya peningkatan kualitas adalah Genereal Electric (GE)
dan Motorola dimana keberhasilan tersebut di capai dengan menciptakan
suatu budaya kualitas melalui partisipasi dari karyawannya (Motwani,
2004). Menurut Chakrabarty and K. C. Tan, (2009) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa kurangnya keterlibatan karyawan menyebabkan
gagalnya upaya peningkatan dan perbaikan kualitas. Hal inilah yang
terjadi pada PT. IFURA dimana kurangnya keterlibatan karyawan/operator
dalam upaya peningkatan kualitas menyebabkan menurunnya kualitas
produk plywood pada PT. IFURA.
68 Universitas Kristen Petra
Seperti permasalahan yang terjadi pada PT.IFURA adalah kurang
konsistennya operator dalam menjalankan instruksi kerja yang telah di
buat oleh perusahaan dimana tujuan dari instruksi kerja tersebut adalah
untuk meminimalkan terjadinya cacat pada produk sehingga dapat
meningkatkan kualitas produk akhirnya. Ketika karyawan tidak
menjalankan instruksi kerja tersebut maka secara tidak langsung karyawan
tersebut tidak terlibat atau tidak ikut berpartisipasi dalam upaya
perusahaan untuk mengurangi cacat guna peningkatan kualitas produknya
sehingga untuk itu di perlukan langkah perbaikan untuk mengatasi
masalah ini.
Untuk cacat noda/flek lebih disebabkan karena faktor mesin yaitu
kebocoran platen pada mesin hot press dan untuk faktor manusia lebih
kepada kurang telitinya operator dalam melakukan pengecekan pada mesin
hot press sebelum proses sehingga jika terjadi kebocoran platen dapat
segera di tangani. Untuk mengali informasi mengenai permasalahan
kebocoran platen ini maka di gunakan 5 why’s analisis.
Gambar 4.12 5 Why’s Analisis
69 Universitas Kristen Petra
Berdasarkan 5 why’s analisis diatas dapat di lihat bahwa kebocoran
platen pada mesin hot press di sebabkan karena kebocoran pada selang dan
karet sill pada platen. Kebocoran selang dan karet sill tersebut di sebabkan
karena kualitas dari selang dan karet sill yang kurang bagus dan juga
karena umur pakai yang sudah habis sehingga sudah harus diganti.
Kualitas selang yang jelek di karenakan spare part yang asli tidak ada
sehingga mengunakan yang kualitas no. 2 (KW) dan juga untuk
permasalahan umur pakai yang habis sehingga sudah harus di ganti
disebabkan karena kurangnya penjadwalan dan pemeriksaan mesin oleh
bagian maintenance. Kurang berjalan dengan baiknya bagian maintenance
ini di sebabkan karena kurangnya control dan perhatian dari manajemen
sehingga sistem yang sudah ada tidak berjalan dengan baik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan operator, bagian maintenance
biasanya lebih menunggu ketika ada laporan kerusakan pada mesin baru di
cek atau di perbaiki dan tidak ada tindakan pencegahan/preventif untuk
permasalahan platen yang sering bocor ini. Berdasarkan wawancara
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bagian maintenance pada PT.
IFURA di kategorikan ke dalam level Corrective Maintenance. Menurut
Patrick (2001) dan Assauri (1999) (dalam Abbas dkk 2011) Corrective
Maintenance merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan setelah mesin
atau fasilitas produksi mengalami kerusakan atau gangguan sehingga tidak
dapat berfungsi dengan baik. Permasalahan yang di temui pada PT.
IFURA ketika bagian maintenancenya kurang berjalan dengan baik adalah
terjadinya cacat noda/flek pada produk plywood karena kebocoran platen
pada mesin hot press. Menurut Nakajima (1988) salah satu kerugian akibat
kurangnya penjadwalan maintenance yang baik adalah kerugian akibat
cacat (quality losses). Salah satu tujuan dari maintenance adalah
mengurangi atau menghilangkan kerugian akibat cacat (Ireland and Dale,
2001).
70 Universitas Kristen Petra
Hal ini sesuai dengan yang terjadi pada PT. IFURA dimana pada
PT. IFURA penyebab utama cacat noda/flek adalah kebocoran platen pada
mesin hot press sebagai akibat kurangnya penjadwalan maintenance yang
baik untuk mengantisipasi kebocoran platen pada mesin hot press.
Penjadwalan maintenance yang kurang baik ini di sebabkan karena
kurangnya komitmen dan control dari pihak manajemen untuk bagian
maintenance seperti yang terjadi pada PT. IFURA adalah tidak adanya
tindakan preventif untuk pencegahan kerusakan mesin tapi lebih ke arah
korektif ketika ada masalah pada mesin baru di perbaiki.
Menurut Davis (1997) alasan kegagalan program maintenance
adalah kurangnya komitmen dari manajemen puncak, kurangnya
pendidikan dan pelatihan karyawan, kurangnya keterlibatan karyawan, dan
kegagalan dalam perubahan pada lantai produksi. Sedangkan menurut
Fredendall et al (1997) menyatakan bahwa potensi hambatan yang sering
mempengaruhi program maintenance adalah ketidakmampuan organisasi
untuk mengkoordinasikan sumber daya manusianya, praktek kebijakan
manajemen dan teknologi.
Kegagalan dalam menjalankan program maintenance pada PT.
IFURA ini sesuai dengan pendapat Davis (1997) dan Fredendall (1997)
yang menyatakan bahwa kegagalan dalam program maintenance di
sebabkan karena kurangnya komitmen dari manajemen puncak dalam
mengkoordinasikan sumber daya manusianya dan kebijakan dari
manajemen yang masih kurang menyebabkan program maintenance tidak
berjalan dengan baik. Seperti yang terjadi pada PT.IFURA adalah
Kurangnya koordinasi manajemen dengan bagian maintenance membuat
sering terlambatnya proses perbaikan dan juga proses pengadaan suku
cadang yang sering terlambat karena tidak adanya cadangan spare part
untuk mesin yang rusak.
71 Universitas Kristen Petra
b. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Failure Mode and Effect Analysis merupakan metode yang digunakan untuk
mencegah dan menghilangkan cacat yang terjadi dalam proses manufaktur.
FMEA adalah teknik analitis yang baik untuk menghubungkan antara sebab dan
akibat dari cacat serta mencari, memecahkan dan memberikan solusi terbaik untuk
tindakan perbaikan (M. Dudek, D. Szewieczek, 2003). FMEA di ringkas sebagai
menggambarkan produk atau proses, mendefinisikan fungsi, mengidentifikasi
Sistem kompensasi yang dapat di berikan oleh PT.IFURA adalah
finansial dan non finasial. Kompensasi finansial dapat berupa bonus ketika
terjadi peningkatan kualitas dan penurunan jumlah cacat. Sedangkan
kompensasi non finansial dapat berupa rekreasi bersama antara operator
yang dapat memberikan peningkatan kualitas melalui penurunan jumlah
cacat. Rekreasi ini juga bertujuan untuk menciptakan suasana
kekeluargaan dan saling mengenal antara operator yang di harapkan
berdampak pada terciptanya kerja sama yang baik dalam organisasi.
Ketika komitmen karyawan telah tercipta maka akan merubah
budaya dari organisasi tersebut dimana yang awalnya operator masih
kurang peduli terhadap kualitas sekarang berubah menjadi lebih peduli
kepada kualitas dikarenakan komitmen dari operator dalam menjalankan
strategi yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Untuk itu di butuhkan
hubungan timbal balik yang baik antara perusahaan dan pekerjanya
sehingga ke dua pihak sama-sama saling menguntungkan. Komitmen para
pekerjanya ini perlu di jaga dengan baik oleh perusahaan melalui menjalin
relasi dan komunikasi yang baik antara atasan dan bawahannya sehingga
tidak terjadi gap/kesenjangan yang dapat mempengaruhi komitmen
pekerja terhadap organisasi dan juga perlunya transparansi/keterbukaan
dalam sistem kerja maupun admnistrasinya sehingga tidak menimbulkan
persepsi negatif/jelek dari pekerja terhadap organisasi.
96 Universitas Kristen Petra
4. Mengabungkan sistem corrective, preventive, predictive, dan proactive
maintenance
Berdasarkan hasil analisis masalah yang menyebabkan timbulnya
cacat noda/flek adalah faktor mesin. Faktor mesin yang menyebabkan
terjadinya cacat noda/flek adalah karena kebocoran platen pada mesin hot
press. Kebocoran platen ini di sebabkan karena kurangnya penjadwalan
perawatan yang baik sehingga tidak dapat mengantisipasi terjadinya
kebocoran pada platen. Berdasarkan hasil analisis masalah pada tahap
sebelumnya di simpulkan bahwa bagian maintenance pada PT. IFURA
tergolong ke dalam level corrective maintenance karena ketika terjadi
kerusakan pada mesin baru di perbaiki dan belum ada tindakan preventif
untuk mencegah terjadinya kebocoran platen pada mesin hot press. Selain
itu di temukan juga bahwa kurangnya dukungan dan control dari
manajemen untuk bagian maintenance membuat sistem maintenance
barjalan kurang baik.
Menurut Nakajima (1988) di temukan bahwa keberhasilan
pelaksanaan program maintenance membutuhkan dukungan dari
manajemen. Dalam penelitian Dhillon dkk (2012) di peroleh bahwa
keberhasilan pelaksanaan program maintenance memerlukan dukungan
dan komitmen manajemen puncak, selain itu juga di perlukan keterlibatan
dan tanggung jawab dari operator dalam proses pemeliharaan.
Keberhasilan program maintenance memberikan dampak pada
peningkatan produktivitas, kualitas, dan keselamatan pekerja (Dhillon,
2012). Menurut Fredendall et al (1997) Komitmen manajemen puncak di
butuhkan dalam program pengembangan sistem maintenance seperti
penetapan kebijakan program maintenance, penjelasan dan penetapan
tujuan dari program maintenance, mengkomunikasikan tentang program
maintenance ke semua karyawan yang ada dalam organisasi, membangun
sistem untuk pengembangan dan pelatihan karyawan, dan mempersiapkan
lingkungan yang sesuai untuk pelaksanaan program maintenance.
97 Universitas Kristen Petra
Dalam penelitian yang di lakukan oleh Dhillon dkk (2012)
menjelaskan bahwa perlunya kolaborasi dan integrasi antara departemen
pemeliharaan dan departemen produksi karena ketika mesin tidak dapat
beroperasi dengan baik maka akan mengurangi kapasitas dan dapat
mengakibatkan menurunnya kualitas sehingga akan menyebabkan beban
tambahan kerja bagi operator produksi karena adanya tekanan dari
manajemen untuk memenuhi target produksi sehingga perlu adanya
penjadwalan perawatan yang baik sehingga dapat mencegah terjadi
kerusakan pada mesin yang dapat menghambat proses produksi dan di
butuhkan tindakan preventif dari bagian maintenance.
Menurut Dhillon dan Liu (2006) untuk menciptakan suatu sistem
perawatan yang dapat berjalan dengan baik dalam suatu organisasi
dibutuhkan gabungan antara corrective dan preventive maintenance.
Preventive maintenance harus dilakukan untuk memastikan kondisi kerja
yang nyaman dan corrective maintenance di lakukan untuk menangani
kesalahan dan kegagalan yang tidak dapat di prediksi atau di cegah
sehingga kombinasi antara ke dua tipe perawatan tersebut menjadi bagian
penting dalam proses perawatan (Salonen dan Deleryd, 2011). Beberapa
kelebihan dan kekurangan dari sistem corrective dan preventive
maintenance adalah :
Tabel 4.25 Kelebihan dan Kekurangan Corrective dan Preventive Maintenance Type Of
Maintenance
Advantage Disadvantage
Corrective
Maintenance
Biaya perawatan yang
rendah selama operasi.
Komponen akan digunakan
untuk seumur hidup
Resiko tinggi kerusakan mengakibatkan downtime yang lama Tidak ada penjadwalan pemeliharaan Suku cadang logistik rumit karena Periode pengiriman yang lama
Preventive
Maintenance
Downtime diharapkan rendah. Pemeliharaan dapat dijadwalkan. Spare logistik mudah
Komponen tidak akan digunakan untuk seumur hidup Biaya pemeliharaan lebih tinggi dibandingkan dengan korektif pemeliharaan.
Sumber : Giebhardt dkk (2004)
98 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.26 Kelebihan dan Kekurangan Corrective dan Preventive Maintenance Maintenace type
Advantage Disadvantage
Corrective
Maintenance
Biaya murah Peningkatan biaya karena downtime
Staff sedikit peningkatan biaya tenaga kerja terutama jika lembur diperlukan
Tidak efisiennya penggunaan staf sumber daya
Preventive Maintenance
Biaya investasi yang besar
Kegagalan masih mungkin terjadi
Peningkatan siklus hidup komponen
tenaga kerja intensif
Hemat energi
Termasuk kinerja pemeliharaan tidak dibutuhkan
mengurangi peralatan atau proses kegagalan
Sumber : Pride (2008)
Berdasarkan dua tabel di atas dapat dilihat bahwa masih adanya
kelebihan dan kekurangan dari ke dua sistem maintenance tersebut
sehingga ke duanya harus di kombinasikan dengan beberapa metode
perawatan lainnya sehingga dapat menciptakan sistem maintenance yang
baik. Menurut Kahn (2006) model strategi program pemeliharaan yang
baik terdiri dari empat komponen strategi pemeliharaan yaitu corrective,
preventifve, predictive, dan proactive. Corrective strategi memiliki biaya
investasi yang rendah, biaya operasi yang tinggi dan ketersediaan peralatan
yang rendah. Untuk strategi predictive dan proactive umumnya
memerlukan investasi yang besar, biaya operasi rendah, dan menghasilkan
ketersediaan peralatan yang tinggi. Strategi terbaik adalah dengan
memanfaatkan strategi yang berbeda untuk masing-masing peralatan
didasarkan pada kekritisan peralatan, analisis ekonomi (payback), dan
penilaian resiko.
99 Universitas Kristen Petra
Praktek strategi terbaik menurut Kahn (2006) adalah campuran
antara corrective, preventive, prediktive, dan proactive dengan komposisi
presentase 10% corrective, 30% preventive, 50% prediktive, dan 10%
proactive. Di bawah ini adalah model strategi pemeliharaan menurut Kahn
(2006) :
Gambar 4.15 Model Pemeliharaan (Kahn, 2006)
Model pemeliharaan di atas dapat di jadikan dasar dalam perancangan
sistem maintenance pada PT.IFURA untuk mengantisapi kebocoran platen
pada mesin hot press. Berdasarkan model diatas terdapat tiga metode
pemeliharaan yaitu proactive, preventive, dan corrective maintenance.
Proactive Maintenance :
Proaktif maintenance ini dapat dilakukan dengan memberikan training
kepada staff maintenance tentang cara pengecekan dan pergantian suku
cadang pada mesin hot press dengan benar misalnya cara-cara pengecekan
rutin untuk karet sill dan selang pada mesin hot press dan juga cara
mengantinya apabila rusak.
100 Universitas Kristen Petra
Preventive maintenance
Preventive maintenance ini di bagi ke dalam dua kelompok yaitu time
based dan prediktif maintenance. Time based maintenance dapat di
jalankan pada PT.IFURA dengan melakukan service rutin pada mesin hot
press sesuai dengan jadwal yang telah di tetapkan misalnya penambahan
oli pada hidrolik mesin hot press 1 bulan sekali, penambahan pelumas
pada karet sill sehingga tidak cepat aus dan juga melakukan
pengecekan/inspeksi untuk karet sill dan selang pada mesin hot press dan
melakukan pergantian rutin spare part seperti karet sill, selang, kran, dll
pada mesin hot press apabila masa pakainya sudah hampir habis.
Sedangkan untuk prediktif maintenance dapat di lakukan dengan
memonitor kondisi selang atau karet sill pada platen sehingga dapat
memprediksi kapan harus di ganti. Untuk preventive maintenance ini
membutuhkan data historis masa/lama waktu pemakaian spare part
sehingga dapat di prediksi kapan harus di ganti.
Corrective maintenance
Corrective maintenance bertujuan untuk melakukan perbaikan ketika
kegagalan telah terjadi karena tidak dapat di prediksi atau terjadi secara
tiba-tiba. Bagian maintenance harus mempunyai persiapan ketika terjadi
kerusakan pada mesin yang diluar prediksi atau di luar kebiasaanya.
Corrective maintenance ini harus di dukung dengan ketersediaan suku
cadang yang memadai sehingga jika terjadi kerusakan dapat langsung
segera di ganti dan tidak perlu menunggu waktu lama untuk
pemesanan/pembeliannya. Untuk permasalahan yang terjadi pada mesin
hot press ini adalah kebocoran platen karena kebocoran dari selang dan
karet sill pada platen sehingga untuk itu di butuhkan ketersediaan karet sill
dan selang sebagai persiapan untuk mengantisipasi kebocoran platen yang
tak terduga.
101 Universitas Kristen Petra
4.4.5 Tahap Control
Pada tahap ini akan di buat mekanisme control untuk proses pada PT.
IFURA yang bertujuan untuk mengendalikan proses produksi pada PT. IFURA.
Mekanisme kontrol di buat berdasarkan saran perbaikan yang diberikan sehingga
dapat dijadikan pedoman standar kinerja proses produksi selanjutnya.
a. Standar Operating Procedure staff QC untuk mengontrol proses
produksi pada mesin Glue spreader
1. Ruang lingkup : Ruang lingkup prosedur ini adalah pada proses
produksi di mesin glue spreader.
2. Tujuan pembuatan SOP ini adalah :
Memastikan proses produksi pada departemen glue spreader
berjalan sesuai standar agar dapat mencapai peningkatan kualitas.
3. SOP untuk mengontrol proses produksi pada mesin glue spreader :
Langkah pertama dalam SOP ini adalah briefing dari supervisor
kepada operator untuk menyampaikan target harian produksi
sebelum proses produksi di mulai. Selanjutnya operator melakukan
persiapan mesin glue spreader sesuai dengan instruksi kerja untuk
proses persiapan mesin. Setelah mesin siap maka proses produksi
dapat di mulai dan di awasi oleh supervisor dengan bantuan
foreman untuk memastikan proses produksi berjalan sesuai dengan
instruksi kerja pelaburan lem. Jika ada core hole atau core lap
maka foreman/supervisor berfungsi untuk memberhentikan
sementara proses peluncuran core untuk memberikan waktu
kepada operator untuk melakukan perbaikan pada core hole/core la
yang terjadi dengan berpedoman pada grading rule PT.IFURA
yang berisikan standar untuk penentuan produk cacat. Apabila
tidak terdapat core hole atau core lap maka proses dapat di
lanjutkan untuk pengabungan antara core dan face/backnya dengan
mengikuti instruksi kerja untuk proses pelaburan lem dan setelah
itu di susun dan ditumpuk untuk di kirim ke proses selanjutnya.
102 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.16 SOP Proses Produksi Mesin Glue Spreader
103 Universitas Kristen Petra
b. Standar Operating Procedure untuk mengontrol sistem reward
1. Ruang lingkup : Staff HRD dan operator produksi
2. Tujuan pembuatan SOP ini adalah :
Untuk mengontrol dan mengevaluasi sistem reward.
3. SOP staff HRD untuk mengontrol sistem reward :
SOP yang di buat ini untuk mengevaluasi jalanya sistem reward,
dimana evaluasi tersebut di lakukan oleh staff HRD pada setiap
akhir tahun untuk penentuan pemberian reward kepada operator
atau tidak. Evaluasi tersebut di lakukan dengan menghitung jumlah
produk cacat hasil produksi yang di sesuaikan dengan target
perusahaan. Ketika penurunan jumlah cacat memberikan profit
yang signifikan bagi perushaan maka perusahaan akan memberikan
bonus/reward tahunan kepada operator dan jika tidak maka
perusahaan tidak memberi reward kepada operator.
Gambar 4.17 SOP Mengontrol Sistem Reward
104 Universitas Kristen Petra
c. Standar Operating Procedure untuk Mengontrol proses pada
departemen Hot press
1. Ruang lingkup : Ruang lingkup pada prosedur ini adalah pada
proses produksi di mesin Hot press
2. Tujuan pembuatan SOP ini adalah :
Memastikan proses produksi pada departemen hot press berjalan
sesuai standar agar dapat mencapai peningkatan kualitas.
3. SOP mengontrol proses produksi pada mesin hot press :
Langkah pertama dalam SOP ini adalah briefing dari supervisor
kepada operator untuk menyampaikan target harian produksi
sebelum proses produksi di mulai. Selanjutnya operator melakukan
persiapan mesin hot press sesuai dengan instruksi kerja untuk
proses penyetelan mesin hot press. Setelah mesin siap maka proses
produksi dapat di mulai dan di awasi oleh supervisor dengan
bantuan foreman untuk memastikan proses produksi berjalan
sesuai dengan instruksi kerja untuk proses pengempaan panas. Jika
ada sampah/kotoran dan sisa kayu pada permukaan dan pinggir
layer maka foreman bertugas memberhentikan proses sementara
dan operator membersihkan kotoran/sampah atau memotong sisa
kayu pada pinggir layer sesuai dengan instruksi kerja pada proses
pengempaan panas. Apabila tidak ada kotoran/sampah maka layer
dapat di masukan ke mesin hot press untuk di press dengan waktu
press selama 110 detik dan suhu 100°C. Setelah itu layer di
keluarkan dari mesin hot press dan disusun untuk di kirim ke
proses selanjutnya.
105 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.18 SOP Proses Produksi Mesin Hot Press
106 Universitas Kristen Petra
d. Standar Operating Procedure Bagian Maintenance
1. Ruang lingkup : Ruang lingkup pada prosedur ini untuk mengatur
semua mesin dan peralatan yang berhubungan langsung dengan
proses produksi.
2. Tujuan pembuatan SOP ini adalah :
Membuat sistem maintenance dapat berjalan dengan baik melalui
sehingga dapat mendukung proses produksi dan upaya peningkatan
kualitas.
3. SOP bagian maintenance :
Langkah pertama dalam SOP ini adalah staff maintenance
melakukan pemeriksaan rutin harian untuk setiap mesin produksi
sebelum produksi di mulai dengan berpedoman pada checklist
pemeriksaan mesin. Apabila ada mesin yang rusak maka staff
maintenance bertugas untuk mengisi laporan kerusakan mesin
untuk di ajukan ke manajemen. Keputusan perbaikan berada pada
manajemen di mana tergantung pada kondisi kerusakan mesin
apakah parah/tidak. Jika parah dan harus di perbaiki maka proses
perbaikan di lakukan oleh mekanik sesuai dengan manual book
mesin tersebut. Apabila tidak parah dan masih dapat di pakai
produksi maka manajemen akan memutuskan untuk tetap
melanjutkan proses produksi dengan mempertimbangkan
keselamatan operator dan kualitas produk. Jika ada suku cadang
yang aus dan harus di ganti maka staff maintenance harus mengisi
form permintaan pergantian suku cadang untuk di ajukan ke
manajemen dan setelah di terima barulah akan di ganti oleh
mekanik sesuai dengan manual book untuk mesin tersebut. Setelah
semua pemeriksaan selesai maka staff maintenance bertugas
membuat laporan hasil pemeriksaan dan mengisi form historis
kerusakan/pergantian suku cadang pada mesin produksi.