Top Banner
BAB III IDENTIFIKASI KANDUNGAN FOSIL DAERAH BULU BOTTOSUWA DAN SEKITARNYA III.1 Identifikasi Kandungan Fosil Pada praktikum kali ini lokasi penilitian di bagi menjadi 5 stasiun yang masing-masing di dalamnya di temukan berbagai macam fosil yang terkadang antara fosil di stasiun satu, sama dengan fosil di satasiun dua bahkan di stasiun 3. Selain itu, tekadand antara satu stasiun dengan stasiun lainnya memiliki kesamaan dari strukturnya misalnya berupa lapisan dari struktur-struktur batuan yang berada pada lapisan itu sendiri, mengingat letak dari daerah tersebut merupakan satu kesatuan lokasi. Adapun deskripsi dari setiap stasiun adalah sebagai berikut: Penelitian ini dilakukan dengan metode observasi atau pengamatan langsung di lapangan, yang mana metode observasi ini terdiri dari tiga stasiun pengamatan. Adapun dasar penamaan pada daerah penelitian Bulu Bottosuwa sebagai objek penelitian, yaitu di dasarkan pada ciri litologi, baik ciri fisik, kimia maupun
17

BAB III Deskripsi Fosil Daerah Bulu Bottosuwa, Barru, Sulawesi Selatan

Jan 02, 2016

Download

Documents

Laporan Lapangan Paleontologi 2012
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB III Deskripsi Fosil Daerah Bulu Bottosuwa, Barru, Sulawesi Selatan

BAB III

IDENTIFIKASI KANDUNGAN FOSIL DAERAH BULUBOTTOSUWA DAN SEKITARNYA

III.1 Identifikasi Kandungan Fosil

Pada praktikum kali ini lokasi penilitian di bagi menjadi 5 stasiun yang

masing-masing di dalamnya di temukan berbagai macam fosil yang terkadang antara

fosil di stasiun satu, sama dengan fosil di satasiun dua bahkan di stasiun 3. Selain itu,

tekadand antara satu stasiun dengan stasiun lainnya memiliki kesamaan dari

strukturnya misalnya berupa lapisan dari struktur-struktur batuan yang berada pada

lapisan itu sendiri, mengingat letak dari daerah tersebut merupakan satu kesatuan

lokasi. Adapun deskripsi dari setiap stasiun adalah sebagai berikut:

Penelitian ini dilakukan dengan metode observasi atau pengamatan langsung

di lapangan, yang mana metode observasi ini terdiri dari tiga stasiun pengamatan.

Adapun dasar penamaan pada daerah penelitian Bulu Bottosuwa sebagai objek

penelitian, yaitu di dasarkan pada ciri litologi, baik ciri fisik, kimia maupun litologi.

Ciri fisik meliputi warna segar, warna lapuk, tekstur,struktur.

Sifat kimia meliputi komposisi kimia batuan dan ciri biologi mencakup

kandungan biota atau organisme dan jejak-jejak organisme yang telah membatu yang

terkandung dalam batuan. Selainitu, penamaan batuan juga didasarkan pada

domonasi batuan yang menyusunnya di lapangan baik ketebalan maupun insetensitas

dari persilangannya sendiri. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka batuan yang ada

pada daerah penelitian (Bulu Bottosuwa)dapat dibagi dalam dua yakni batu pasir dan

batu gamping.

Pada stasiun pertama dijumpai singkapan berupa batuan sedimen dengan

nama batuan adalah batu gamping. Batuan ini dijumpai di pinggir sebelah utara Bulu

Page 2: BAB III Deskripsi Fosil Daerah Bulu Bottosuwa, Barru, Sulawesi Selatan

Bottosuwa, dengan arah penyebaran dari Timur ke Barat dan merupakan batuan

sedimen yang insitu. Batuan ini memiliki ciri fisik dengan warna segar abu-abu dan

warna lapuk coklat, tekstur klastik, struktur berlapis (N 80o E/ 24o), Saat ditetesi

dengan larutan HCl batuan ini bereaksi yang mengindikasikan bahwa komposisi

kimia dari batuan ini adalah karbonat (CaCO3). Singkapan batuan ini berada pada

relief yang tidak terjal. Pada stasiun ini dijumpai adanya fosil yang bertebaran

disekitarnya, dean yang kami temukan hanyalah fosil dari filum Mollusca, ordo

Mesogastropoda denmgan spesies Megatylodus sp., Murchisonia sp., Uncinulus sp.

Dari filum Coelenterata yaitu ordo Rugosa dengan spesies Thecosmilia sp. Fosil

yang ditemukan merupakan fosil dalam bentuk tanatoconaus karena fosil tersebut

sudah tidak utuh lagi setelah mengalami proses transportasi. Batuan pada stasiun ini

dapat diinterpretasikan lingkungan pengendapannya di laut dangkal dengan melihat

komposisi mineral penyusunnya.

Pada stasiun kedua dijumpai singkapan batuan sedimen dengan nama batuan

adalah batu pasir. Batuan ini dijumpai di pinggir sebelah utara Bulu Bottosuwa,

dengan arah penyebaran dari Timur ke Barat dan merupakan batuan sedimen yang

insitu. Batuan ini memiliki ciri fisik dengan warna segar abu-abu dan warna lapuk

coklat, tekstur klastik, struktur berlapis (N 80o E/ 24o), Saat ditetesi dengan larutan

HCl batuan ini bereaksi yang mengindikasikan bahwa komposisi kimia dari batuan

ini adalah karbonat (CaCO3). Singkapan batuan ini berada pada relief yang tidak

terjal. Pada stasiun ini dijumpai adanya fosil yang bertebaran disekitarnya, dan yang

kami temukan hanyalah fosil dari filum Mollusca, ordo Mesogastropoda denmgan

spesies Megatylodus sp., Murchisonia sp., Uncinulus sp. Dari filum Coelenterata

yaitu ordo Rugosa dengan spesies Thecosmilia sp. Fosil yang ditemukan merupakan

fosil dalam bentuk tanatoconaus karena fosil tersebut sudah tidak utuh lagi setelah

mengalami proses

Page 3: BAB III Deskripsi Fosil Daerah Bulu Bottosuwa, Barru, Sulawesi Selatan

Pada stasiun ketiga dijumpai singkapan batuan sedimen dengan nama batuan

adalah batugamping. Batuan ini dijumpai di pinggir sebelah utara Bulu Bottosuwa,

dengan arah penyebaran dari Timur ke Barat dan merupakan batuan sedimen yang

insitu. Batuan ini memiliki ciri fisik dengan warna segar abu-abu dan warna lapuk

coklat, tekstur klastik, struktur berlapis (N 80o E/ 24o), Saat ditetesi dengan larutan

HCl batuan ini bereaksi yang mengindikasikan bahwa komposisi kimia dari batuan

ini adalah karbonat (CaCO3). Singkapan batuan ini berada pada relief yang tidak

terjal. Pada stasiun ini dijumpai adanya fosil yang bertebaran disekitarnya, dean yang

kami temukan hanyalah fosil dari filum Mollusca, ordo Mesogastropoda denmgan

spesies Megatylodus sp., Murchisonia sp., Uncinulus sp. Dari filum Coelenterata

yaitu ordo Rugosa dengan spesies Thecosmilia sp. Fosil yang ditemukan merupakan

fosil dalam bentuk tanatoconaus karena fosil tersebut sudah tidak utuh lagi setelah

mengalami proses pemfosilan.

III.2 Pemerian Fosil setiap Stasiun

DATA FOSIL YANG DITEMUKAN

UNTUK LITOLOGI BATU GAMPING

Phylum Kelas Nama fosil Jumlah

Mollusca Gastropoda

Pelecypoda

Destila sp viviparus sp.

Cheliconus sp.

Turritella sp.

Poropea sp

Trigoni sp

Medialus sp.

3

2

5

6

Page 4: BAB III Deskripsi Fosil Daerah Bulu Bottosuwa, Barru, Sulawesi Selatan

Coelenterata Zoontaria

Anthozoa

Turbinolia sp.

Porpites sp. 4

Porifera Demospongia Favosites sp

DATA FOSIL YANG DITEMUKAN

UNTUK LITOLOGI BATU PASIR

Phylum Kelas Nama fosil Jumlah

Mollusca Gastropoda

Pelecypoda

Destila sp viviparus sp.

Cheliconus sp.

Turritella sp

Poropea sp

Trigoni sp

Medialus sp

7

2

3

8

Coelenterata Zoontaria

Anthozoa

Turbinolia sp.

Porpites sp.

12

8

Porifera Demospongia Favosites sp 2

Page 5: BAB III Deskripsi Fosil Daerah Bulu Bottosuwa, Barru, Sulawesi Selatan

DATA FOSIL YANG DITEMUKAN

UNTUK LITOLOGI BATU GAMPING

Phylum Kelas Nama fosil Jumlah

Mollusca Gastropoda

Pelecypoda

Destila sp viviparus sp.

Cheliconus sp.

Turritella sp.

Poropea sp

Trigoni sp

Medialus sp.

16

5

5

6

13

14

13

Coelenterata Zoontaria

Anthozoa

Turbinolia sp.

Porpites sp.

21

15

Porifera Demospongia Favosites sp 8

3.1 Deskripsi Litologi Stasiun Berjalan

Dalam mengindentifikasi kandungan fosil daerah bulu bottosowa, dilakukan

dengan metode observasi atau pengamatan langsung di lapangan, yang mana metode

observasi ini terdiri dari tiga stasiun berjalan dan stasiun measuring section. Adapun

dasar penamaan pada daerah penelitian Bulu Bottosuwa sebagai objek penelitian,

yaitu di dasarkan pada ciri litologi, baik ciri fisik,maupun kimia maupun litologi. Ciri

fisik meliputi warna segar, warna lapuk, tekstur, struktur, kemas,dan sortasi.

Sifat kimia meliputi komposisi kimia batuan dan ciri biologi mencakup

kandungan biota atau organisme dan jejak-jejak organisme yang telah membatu yang

terkandung dalam batuan. Selain itu, penamaan batuan juga didasarkan pada

dominasi batuan yang menyusunnya di lapangan baik ketebalan maupun intensitas

Page 6: BAB III Deskripsi Fosil Daerah Bulu Bottosuwa, Barru, Sulawesi Selatan

dari persilangannya sendiri. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka batuan yang ada

pada daerah penelitian (Bulu Bottosuwa)dapat dibagi dalam dua yakni batu pasir dan

batu gamping. Adapun deskripsi dari setiap stasiun adalah sebagai berikut:

Data Stasiun I

Pada stasiun pertama dijumpai singkapan pada daerah Bulu Bottosowa berupa

bongkah batuan beku. Singkapan ini memiliki dimensi panjang ±3m dan lebar ±2m,

ini terletak disamping jalan pengerasan atau jalan raya dengan arah penyebaran

selatan – utara dan merupakan batuan beku eksitu. Batuan ini memiliki ciri fisik

dengan warna lapuk hitam dan warna segar abu-abu, Adapun tekstur Kristalinitas

yaitu Hipokristalin, Granularitas yaitu Porfiroafanitik, Relasi yaitu Inequigranular

dan Fabrik yaitu Subhedral - Anhedral, memilki Struktur Massive. Komposisi

Mineral terdiri dari Biotit, Hornblende dan Plagioklas. Nama batuan adalah Trakit.

Kedudukan batuan N 41o E / 45o. Singkapan batuan ini berada pada relief yang

miring, tata guna lahan sebagai jalan, tingkat pelapukan sedang dan vegetasi lebat.

Pada stasiun ini tidak dijumpai adanya fosil karena seperti kita ketahui bahwa dalam

batuan beku tidak dijumpai adanya fosil mengingat batuan beku terbentuk dari proses

kristalisasi magma.

Foto 3.1 Kenampakan Litologi Batuan beku pada stasiun I

Page 7: BAB III Deskripsi Fosil Daerah Bulu Bottosuwa, Barru, Sulawesi Selatan

Data Stasiun II

Pada stasiun kedua dijumpai singkapan yang terletak pada daerah pinggir

Bulu Bottosuwa berupa batuan sedimen. Singkapan ini memiliki dimensi panjang

±5m dan lebar ±2m, terletak disekitar pohon dekat jalan raya dengan arah

penyebaran selatan – utara. Adapun data litologi warna Lapuk hitam, warna segar

coklat, tekstur bioklastik, kemas tertutup, sortasi baik, struktur berlapis, dengan

kedudukan batuan N 165oE / 41o. Nama batuan yaitu B atugamping dimana batuan

ini terbentuk secara mekanik dari akumulasi mineral-mineral dan fragmen-fragmen

batuan (aloegenic). Singkapan ini berada pada relief yang relative miring dengan

tingkat pelapukan sedang, vegetasi lebat, tata guna lahan sebagai jalan raya.

Foto 3.2 Kenampakan Litologi batugamping pada stasiun II

Data Stasiun III

Pada stasiun ketiga di jumpai singkapan pada daerah pinggir Bulu Bottosowa

berupa batuan sedimen. Singkapan ini memiliki dimensi panjang ±3m dan tinggi

±0,5m yang terletak di pinggir jalan raya, dengan kedudukan batuan N 81 oE / 18o.

Adapun data litologi yaitu warna lapuk abu-abu kehitaman, warna segar kuning

kecoklatan, tekstur klastik, ukuran butir pasir halus, bentuk butir rounded, kemas

tertutup, sortasi baik, nama batuan yaitu Batugamping. Singkapan ini terletak didekat

Page 8: BAB III Deskripsi Fosil Daerah Bulu Bottosuwa, Barru, Sulawesi Selatan

jalan raya, tata guna lahan sebagai jalan raya, vegetasi rendah, daerah soil coklat, dan

tingkat pelapukan sedang.

Pada stasiun ini dijumpai adanya fosil yang bertebaran disekitarnya, dan

yang kami temukan hanyalah fosil dari filum Mollusca, Kelas Pelecypoda, ordo

Terebratulida, spesies Dreissena sp. Fosil ini terbentuk dari proses Permineralisasi

dengan bentuk convex, diperkirakan umur fosil ini Pliosen Bawah (± 5-3,2 juta tahun

yang lalu) dengan lingkungan pengendapan di laut dangkal dengan melihat

komposisi material penyusunnya yaitu karbonat (CaCo3). Selain dari kelas

pelecypoda juga ditemukan fosil dari kelas Gastropoda, ordo mesogastropoda,

spesies Viviparus suevicus L. Fosil ini terbentuk dari proses permineralisasi dengan

bentuk Tabular,diperkirakan umur fosil ini Resent Atas (± 0,01 - sekarang),dengan

melihat komposisi material penyusunnya yaitu Karbonat maka dapat

diinterpretasikan bahwa lingkungan pengendapannya di laut dangkal.Ditemukan juga

fosil dari filum Protozoa, ordo foraminifera,spesies Discocyclina sp Fosil ini

terbentuk dari proses Replacement dengan bentuk plate , diperkirakan umur fosil ini

Eosen-Miosen (± 50-5 juta tahun yang lalu), komposisi material fosil ini adalah

karbonat (CaCo3) sehingga dapat diiterpretasikan bahwa lingkungan pengendapannya

dalah laut dangkal.dengan denikian Batuan pada stasiun ini dapat diinterpretasikan

lingkungan pengendapannya

di laut dangkal dengan

melihat komposisi mineral

penyusunnya.

Foto 3.3 Kenampakan

Litologi Batupasir pada stasiun III

Page 9: BAB III Deskripsi Fosil Daerah Bulu Bottosuwa, Barru, Sulawesi Selatan

3.2 Deskripsi Litologi Measuring section

Pada stasiun keempat penelitian dilakukan dengan metode measuring section

(MS) yang dimulai dari kaki Bulu Bottosowa sebagai awal pengukuran sekaligus

pengambilan data,dimana pengukuran ini berarah ke puncak Bulu Bottosowa, ada 37

stasiun MS yang diamati tetapi hanya tiga kedudukan batuan yang didapatkan dengan

dua kenampakan litologi yaitu Batupasir dan Batugamping .

Litologi Batupasir

Ditemukan singkapan batuan sedimen dengan panjang substasiun 0-32 titik

dimana panjang antar stasiun 5 m.Batuan ini memiliki ciri fisik yaitu warna segar

coklat,warna lapuk coklat kehitaman,tekstur klastik,sortasi baik, kemas tertutup,

struktur berlapis . Batuan ini terletak pada relief yang terjal,tata guna lahan sebagai

lahan perkebunan,vegetasi rendah, tingkat pelapukan tinggi . Dari beberapa stasiun

MS yang memiliki litologi Batupasir, ditemukan beberapa fosil diantaranya,fosil

dari filum molluska kelas pelecypoda ordo Terebratulida spesies Terbratula grandis

BLUMENBACH, fosil ini terbentuk dari proses mineralisasi dengan bentuk convex .

Dilihat dari komposisi material penyusun fosil ini yaitu karbonat ( CaCO3) maka

dapat diinterpretasikan bahwa fosil ini terendapkan pada laut dangkal. Selain dari

filum molluska ditemukan juga fosil dari filum Coelenterata kelas Anthozoa dan

spesies Porpites Porpita . Fosil ini terbentuk dari proses permineralisasi dengan

bentuk Discoidal. Komposisi materialnya berupa karbonat (CaCo3) sehingga dapat

diinterpretasikan bahwa lingkungan pengendapannya di laut dangkal . Perkiraan

umur fosil ini Silur Tengah (± 435-324 juta tahun yang lalu), ditemukan juga fosil

dari filum coelenterata kelas anthozoa spesies Disphyllum quadrigeminium

GOLDFUSS .Fosil ini terbentuk dari proses permineralisasi dengan bentuk Discoidal

. Komposisi materialnya berupa karbonat (CaCo3) sehingga dapat diinterpretasikan

Page 10: BAB III Deskripsi Fosil Daerah Bulu Bottosuwa, Barru, Sulawesi Selatan

bahwa lingkungan pengendapannya di laut dangkal . Perkiraan umur fosil ini Devon

Tengah (± 370-360 juta tahun yang lalu).

Foto 3.4 Kenampakan Litologi batupasir

Litologi Batugamping

Ditemukan sigkapan batuan sedimen dengan panjang substasiun 34-37

dengan panjang antar stasiun 5 m, batuan ini memilki ciri fisik yaitu warna segar

abu-abu, warna lapuk abu-abu kehitaman , tekstur nonklastik,sortasi baik, kemas

tertutup, struktur tidak berlapis, nama batuan Batugamping .Dari stasiun MS ini tidak

ditemukan adanya fosil.

Foto 3.5 Kenampakan Litologi batugamping