33 BAB III ANALISA DATA 3.1. Gambaran Umum Lumbung Air Lumbung Air merupakan bangunan yang berfungsi menampung air hujan dan kelebihan air dari saluran irigasi desa di musim hujan. Selama musim kering air akan dimanfaatkan oleh desa untuk memenuhi kebutuhan penduduk, ternak dan sedikit kebun. Di musim hujan lumbung air tidak beroperasi karena air diluar lumbung air tersedia cukup banyak untuk memenuhi ketiga kebutuhan diatas. Oleh karena itu pada setiap akhir musim hujan sangat diharapkan lumbung air dapat terisi penuh air sesuai desain. Ada berbagai langkah yang perlu ditempuh untuk mendesain lumbung air baku adalah : 1. Penentuan lokasi dan tempat lumbung air 2. Pengukuran dan penyelidikan sederhana geoteknik 3. Penentuan tata letak 4. Analisa hidrologi 5. Penentuan tipe dan kedalaman lumbung air, dan stabilitas lereng 6. Desain bangunan dan jaringan intake 7. Desain sistem penjernih 8. Desain sistem pemanfaatan 9. Desain bangunan pelengkap 3.1.1. Penentuan Lokasi Dan Tempat Lumbung Air Langkah pertama yang dilakukan dalam detail desain lumbung air baku adalah menentukan lokasi lumbung air. Untuk memilih lokasi yang cocok untuk lumbung air perlu dilakukan peninjauan ke tempat (site) dan mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut : a. Sumber air berasal dari Off Stream (tidak berasal dari pembendungan sungai). b. Volume tampungan relatif kecil (berkisar 10.000 m3 – 50.000 m3). c. Lahan disediakan oleh pemerintah daerah / masyarakat dan tidak bermasalah / tidak ada ganti rugi.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
33
BAB III
ANALISA DATA
3.1. Gambaran Umum Lumbung Air
Lumbung Air merupakan bangunan yang berfungsi menampung air hujan dan
kelebihan air dari saluran irigasi desa di musim hujan. Selama musim kering air akan
dimanfaatkan oleh desa untuk memenuhi kebutuhan penduduk, ternak dan sedikit kebun.
Di musim hujan lumbung air tidak beroperasi karena air diluar lumbung air tersedia cukup
banyak untuk memenuhi ketiga kebutuhan diatas. Oleh karena itu pada setiap akhir musim
hujan sangat diharapkan lumbung air dapat terisi penuh air sesuai desain.
Ada berbagai langkah yang perlu ditempuh untuk mendesain lumbung air baku
adalah :
1. Penentuan lokasi dan tempat lumbung air
2. Pengukuran dan penyelidikan sederhana geoteknik
3. Penentuan tata letak
4. Analisa hidrologi
5. Penentuan tipe dan kedalaman lumbung air, dan stabilitas lereng
6. Desain bangunan dan jaringan intake
7. Desain sistem penjernih
8. Desain sistem pemanfaatan
9. Desain bangunan pelengkap
3.1.1. Penentuan Lokasi Dan Tempat Lumbung Air
Langkah pertama yang dilakukan dalam detail desain lumbung air baku adalah
menentukan lokasi lumbung air. Untuk memilih lokasi yang cocok untuk lumbung
air perlu dilakukan peninjauan ke tempat (site) dan mempertimbangkan beberapa
hal sebagai berikut :
a. Sumber air berasal dari Off Stream (tidak berasal dari pembendungan sungai).
b. Volume tampungan relatif kecil (berkisar 10.000 m3 – 50.000 m3).
c. Lahan disediakan oleh pemerintah daerah / masyarakat dan tidak bermasalah /
tidak ada ganti rugi.
34
d. Masyarakat sekitar lokasi lumbung air bersedia mengkonservasi lahan
sekitarnya.
Masyarakat penerima manfaat bersedia melaksanakan pengelolaan (OP).
3.1.2. Pengukuran Dan Penyelidikan Geoteknik Sederhana
Setelah lokasi dipilih, maka perlu dilakukan pengukuran geodetik dan
selanjutnya penyelidikan geoteknik sederhana.
Pengukuran diharapkan meliputi seluruh daerah tadah hujan dan tempat
lumbung air. Hasil pengukuran akan berupa peta situasi minimal berskala 1000
dengan perbedaan kontur (garis ketinggian) maksimum 0.50 m. Dengan peta
semacam ini diharapkan cukup untuk mendesain lumbung air.
Selanjutnya setelah pembuatan peta selesai penyelidikan geoteknik dapat
dilakukan secara sederhana dengan mengadakan pemboran tangan, pembuatan
sumur uji atau sondir. Penyelidikan ini bertujuan untuk menilai karakteristik
pondasi, bahan bangunan dan dinding lumbung air. Bila konstruksi dinding
Lumbung Air berupa tanah, maka perlu diambil sampel dan pengujian
dilaboratorium perlu dilakukan. Tanah, baik untuk pondasi maupun galian, perlu
diuji untuk mengetahui klasifikasi dan karakteristik dan pemadatannya saja,
sedangkan pengujian sifat mekaniknya (kekuatan geser dan konsolidasi) diamati
dan bila dirasa perlu harus diujikan di laboratorium mektan. Dengan demikian
pengujian di laboratorium yang diperlukan mencakup : kadar air asli (bila
R = koefisien refleksi, yaitu perbandingan antara radiasi
elektromagnetik (dalam sembarang rentang nilai panjang
gelombang yang ditentukan) yang dipantulkan oleh suatu
benda dengan jumlah radiasi yang terjadi, dan dinyatakan
dalam persentasi.
Koefisien Refleksi sangat berpengaruh pada evapotranspirasi. Berikut
adalah nilai koefisien refleksi yang digunakan dalam Metoda Mock.
Tabel 3.5. Koefisien Refleksi, r
No PermukaanKoefisien Refleksi
[r]
1 Rata-rata permukaan bumi 40 %2 Cairan salju yang jatuh diakhir musim – masih segar 40 – 85 %3 Spesies tumbuhan padang pasir dengan daun berbulu 30 – 40 %4 Rumput, tinggi dan kering 31 – 33 %5 Permukaan padang pasir 24 – 28 %6 Tumbuhan hijau yang membayangi seluruh tanah 24 – 27 %7 Tumbuhan muda yang membayangi sebagian tanah 15 – 24 %8 Hutan musiman 15 – 20 %9 Hutan yang menghasilkan buah 10 – 15 %10 Tanah gundul kering 12 – 16 %11 Tanah gundul lembab 10 – 12 %12 Tanah gundul basah 8 – 10 %13 Pasir, basah – kering 9 – 18 %14 Air bersih, elevasi matahari 450 5 %15 Air bersih, elevasi matahari 200 14 %
S = rata-rata persentasi penyinaran matahari bulanan, dalam persen
(%).
100%xterjadiyangradiasijumlah
ndipantulkayangnetikelektromagradiasir
59
ed = tekanan uap air sebenarnya (actual vapour pressure), dalam
mmHg.
= ea x h.
h = kelembaban relatif rata-rata bulanan, dalam persen (%).
k = koefisien kekasaran permukaan evaporasi (evaporating
surface). Untuk permukaan air nilai k = 0,50 dan untuk
permukaan vegetasi nilai k = 1,0.
w = kecepatan angin rata-rata bulanan, dalam mile/hari.
Substitusi persamaan-persamaan di atas menghasilkan:
dalam bentuk lain:
jika:
maka :
E = F1 x R(1 - r) - F2 x (0,1 + 0,9S) + F3 x (k + 0,01w)
dan jika:
E1 = F1 x R(1 - r)
E2 = F2 x (0,1 + 0,9S)
E3 = F3 x (k + 0,01w)
maka bentuk yang sederhana dari persamaan evapotranspirasi potensial
menurut Penman adalah:
E = E1 - E2 + E3
Formulasi inilah yang dipakai dalam Metoda Mock untuk menghitung
besarnya evapotranspirasi potensial dari data-data klimatologi yang
lengkap (temperatur, lama penyinaran matahari, kelembaban relatif, dan
kecepatan angin). Besarnya evapotranspirasi potensial ini dinyatakan
dalam mm/hari. Untuk menghitung besarnya evapotranspirasi potensial
dalam 1 bulan maka kalikan dengan jumlah hari dalam bulan itu.
2) Evapotranspirasi Aktual
Jika dalam evapotranspirasi potensial air yang tersedia dari yang
diperlukan oleh tanaman selama proses transpirasi berlebihan, maka
dalam evapotranspirasi aktual ini jumlah air tidak berlebihan atau
terbatas. Jadi evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang
terjadi pada kondisi air yang tersedia terbatas. Evapotranspirasi aktual
dipengaruhi oleh proporsi permukaan luar yang tidak tertutupi
tumbuhan hijau (exposed surface) pada musim kemarau. Besarnya
exposed surface (m) untuk tiap daerah berbeda-beda. F.J. Mock
mengklasifikasikan menjadi tiga daerah dengan masing-masing nilai
exposed surface sebagai berikut.
Tabel 3.6. Exposed Surface,m
No M Daerah
1 0 % Hutan primer, sekunder
2 10 – 40 % Daerah tererosi
3 30 – 50 % Daerah ladang pertanian
Selain exposed surface evapotranspirasi aktual juga dipengaruhi oleh
jumlah hari hujan (n) dalam bulan yang bersangkutan.
Menurut Mock rasio antara selisih evapotranspirasi potensial dan
evapotranspirasi aktual dengan evapotranspirasi potensial dipengaruhi
oleh exposed surface (m) dan jumlah hari hujan (n), seperti ditunjukan
dalam formulasi sebagai berikut.
Sehingga: n18
20m
EΔE
P
61
Dari formulasi diatas dapat dianalisis bahwa evapotranspirasi
potensial akan sama dengan evapotranspirasi aktual (atau E = 0)
jika :
a. Evapotranspirasi terjadi pada hutan primer atau hutan sekunder.
Dimana daerah ini memiliki harga exposed surface (m) sama
dengan nol.
b. Banyaknya hari hujan dalam bulan yang diamati pada daerah itu
sama dengan 18 hari.
Jadi evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi potensial yang
memperhitungkan faktor exposed surface dan jumlah hari hujan
dalam bulan yang bersangkutan. Sehingga evapotranspirasi aktual
adalah evapotranspirasi yang sebenarnya terjadi atau actual
evapotranspiration, dihitung sebagai berikut :
A. Jumlah Penguapan (Vs)
Didaerah semi kering penguapan dari kolam lumbung air baku
akan relatif cukup besar jumlahnya apalagi aliran masuk
dimusim kering tidak ada. Dengan demikian jumlah penguapan
selama musim kemarau perlu diperhitungkan dalam penentuan
selama musim kemarau perlu diperhitungkan dalam penentuan
kapasitas atau tinggi atau kedalaman lumbung air. Penguapan
dipermukaan kolam lumbung air dapat dapat dihitung seperti
berikut ini :
Ve = 10 . Akt . Ekj
Ve = jumlah penguapan dari kolam lumbung air selama
musim kemarau.
Akt = luas permukaan kolam lumbung air pada setengah
tinggi (ha)
n1820m
PEΔE
62
Ekj = penguapan bulanan dimusim kemarau pada bulan ke j
(mm/bulan), didapatkan dengan mengalikan besaran
penguapan panci A dengan koefisien
B. Ketersediaan Air
Air yang akan masuk kedalam lumbung air terdiri atas dua
kelompok yaitu : (1) air permukaan dari saluran irigasi atau
anak sungai atau sungai, dan (2) air hujan effektif yang
langsung jatuh diatas permukaan lumbung air.
Dengan demikian jumlah air yang masuk kedalam lumbung
dapat dinyatakan seperti berikut ini :
Vh = Vj + 10.Akt. Rj atau Vh = Vj
Vh = volume air yang dapat mengisi kolam lumbung air
selama musim hujan (m3)
Vj = Aliran bulanan pada bulan j (m3/bulan)
Vj = Jumlah aliran total selama musim hujan (m3)
Rj = Curah hujan bulanan pada bulan j (mm/bulan)
Rj = Curah hujan total selama musim hujan mm),curah
hujan musim kemarau diabaikan
Akt = Luas permukaan kolam lumbung air (Ha)
Volume air Vh merupakan jumlah air maksimum yang dapat
mengisi kolam lumbung air. Oleh karena itu air yang tersedia ini
harus dibandingkan dengan kapasitas tampung yang diperlukan
(Vh) dalam menentukan kapasitas total/tinggi lumbung air.
Kebutuhan total untuk tampungan hidup (Vu) adalah :
63
Vu = Jh x JKK x Qu
JKK = jumlah KK perdesa.
Jh = jumlah hari selama musim kemarau
Qu = Kebutuhan air untuk penduduk, ternak, dan kebun
(l/hari/KK)
3.4. Ruang Sedimen (Vs)
Ruang untuk sedimen perlu disediakan dikolam lumbung air baku mengingat daya
tampungnya kecil, walaupun daerahj tadah hujan disarankan agar ditanami
(rumput) untuk mengendalikan erosi. Berdasarkan pengamatan pada beberapa
lumbung air yang ada, secara praktis ruang setinggi 1 meter diatas kolam telah
cukup untuk menampung sedimen (Vs).
3.5. Kapasitas Tampung yang Dibutuhkan
Lumbung air baku yang akan dibangundi daerah semi kering akan menampung
penuh air di musim hujan dan kemudian dioperasikan selama musim kemarau
untuk melayani berbagai kebutuhan. Di daerah semi kering musim hujan akan
berlangsung pendek 3 sampai 5 bulan, sedangkan musim kemarau berlangsung > 6
bulan yaitu 7 sampai 9 bulan. Dengan demikian kapasitas tampung lumbung air
baku yang dibuuhkan harus dapat memenuhi kebutuhan di atas, dan juga harus
mempertimbangkan kehilangan air oleh penguapan di kolam dan resapan resapan
di dasar dan dinding kolam, serta menyediakan ruangan untuk sedimen. Jadi
kapasitas tampung yang diperlukan (Vn) untuk sebuah lumbung air baku adalah :
Vn = Vu+ Vi+ Ve+ Vs
Vn = kapasitas tampung total yang diperlukan suatu desa (m3)
Vu = volume hidup untuk melayani berbagai kebutuhan (m3)
64
Ve = jumlah penguapan dari kolam selama musim kemarau (m3)
Vi = jumlah resapan melalui dasar, dinding dan tubuh lumbung air
selama musim kemarau (m3)
Vs = ruangan yang disediakan untuk sedimen (m3)
Namun demikian dalm menentukan kapasitas total suatu lumbung air harus pula
mempertimbangkan volume perdebit air yang tersedia (Vh) dan kemampuan
topografi untuk menampung air (Vp). Apabila air yang tersedia atau kemampuan
topografi kecil maka lumbung air harus didesain dengan kapasitas yang lebih kecil
daripada kebutuhan maksimum suatu desa.
3.6. Jumlah Resapan (Vi)
Air di dalam kolam lumbung air akan meresap masuk kedalam porii atau rongga
didasar dan dinding kolam. Besarnya resapan ini tergantung dari sifat lulus air
material dasar dan dinding lumbung air. Sedangkan sifat ini tergantung pada jenis
butiran tanah atau struktur batu pembentuk dasar. Secara teoritik perhitungan
resapan air ini cukup rumit dan sulit dilakukan. Tetapi berdasarkan beberapa
analisis teoritik oleh Puslitbang Pengairan (1993) pada 15 tempat lumbung air di P.
Timor, P. Flores dan P. Sumba dapat ditentukan cara praktis untuk menentukan
besarnya resapan air kolam :
Vi = K . Vu
Vi = jumlah resapan tahunan ( m3)
Vu = jumlah air untuk berbagai kebutuhan (m3)
K = faktor yang nilainya tergantung dari sifat lulus air material dasar
dan dinding kolam lumbung air
K = 10%, bila dasar dan dinding kolam lumbung air praktis rapat air (
K ≤ 10 -5 cm/det), termasuk penggunaan lapisan buatan (selimut
lempung, geomembran”Rubber Sheet”, semen – tanah)
65
K = 25%, bila dasar dan dinding kolam lumbung air bersifat semi
lulus air (K = 10-3 – 10-4 cm/det)
3.7. Menentukan Kapasitas Tampung Desain (Vd)
Untuk menentukan atau memilih kapasitas tampung desain sesuatu lumbung air
(Vd) harus membandingkan ketiga hal, yaitu,
a. Volume tampungan yang diperlukan (Vn) untuk menyediakan :
i. Kebutuhan penduduk, hewan, dan kebun (Vu) disuatu desa
ii. Volume cadangan untuk kehilangan air karena penguapan (Ve), dan
resapan (Vi)
iii. Ruangan untuk menampung sedimen (Vs) diperkirakan 0.05 – 0.01 Vu
Vn = Vu+ Ve + Vi + Vs
b. Volume air yang tersedia (potensial) selama musim hujan (Vh), yang
merupakan jumlah air maksimum yang dapat mengisi kolam lumbung air.
c. Daya tampung (potensi) topografi untuk menampung air (Vp), yaitu volume
maksimum kolam lumbung air yang terbentuk karena dibangunnya suatu
lumbung air.
Dari ketiga besaran tersebut yaitu : Vn, Vh, dan Vp dipilih yang terkecil sebagai
volume atau kapasitas tampung desain suatu lumbung air (Vd). Bilamana Vh / Vp
yang menentukan , maka kemampuan lumbung air melayani penduduk akan
berkurang yaitu tidak sebesar yang diperlukan (Vn).
Vu = Vd - Ve - Vi - Vs
dimana
Vd = kapasitas desain lumbung air sebesar nilai terkecil dari Vn, Vh, Vn
JKK =uh
u
QJ
V
66
3.8. Skematik Fasilitas Lumbung Air Baku
SKEMATIK LUMBUNG AIR BAKU DAN BANGUNAN PELENGKAP
Saluran Irigasi / Sungai / Anak Sungai
1 2
3
45
6
7
8
9
1010
11
KETERANGAN :
1. Bangunan Pengatur M. A 8. Sumur Pengambilan2. Saluran PemasukanTempat Cuci3. Bangunan Pengukur Debit4. Lumbung Air Baku 9 . Pagar Pengaman5. Saluran / Pipa Untuk Proses Penjernihan 10. Pelimpah6. Bak Penjernihan 11. Saluran Pembuang7. Pipa Distribusi
MASUK
A A
9
8
6 5
10211
4± 3m
PENAMPANG MELINTANG RENCANA LUMBUNG AIR DAN BANGUNAN PELENGKAP
Potongan A-A
67
3.9. Bangunan Pelengkap
3.9.1 Bangunan Pengatur Muka Air
Pintu Skot Balok
Dilihat dari segi konstruksi, pintu skot balok merupakan peralatan yang
sederhana. Balok – balok profil segiempat itu ditempatkan tegak lurus
terhadap potongan segiempat saluran. Balok – balok tersebut disangga
didalam poneng atau alur yang lebih lebar 0.03 meter – 0.05 meter dari
tebal balok – balok itu sendiri. Dalam bangunan – bangunan lumbung
dengan lebar bukaan pengontrol 2.0 m atau lebih kecil lagi, profil-profil
balok seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.1. biasa dipakai :
Gambar 3.9. Koefisien debit untuk aliran diatas skot balok potongan segiempat (Cv 1.0)
68
Perencanaan Hidrolis
Aliran pada skot balok dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan tinggi
debit berikut :
5.113
2
3
2hbgCCQ vd
dimana :
Q = debit (m3/det)
Cd = Koefisien debit
Cv = Koefisien kecepatan datang
G = percepatan gravitasi, m/det2 (≈9.8)
b = lebar normal, m
h = kedalaman air diatas skot balok, m
3.9.2 Bangunan Pengukur Debit
Agar pengelolaan air baku menjadi efektif, maka debit harus diukur dan
diatur pada hulu ssaluran pemasukan.
Berbagai macam bangunan dan peralatan telah dikembangkan intuk maksud
ini. Namun demikian, untuk menyederhanakan pengelolaan air baku hanya
beberapa jenis bangunan saja yang boleh digunakan.
Rekomendasi penggunaan bangunan tertentu didasarkan pada faktor penting
antara lain :
Kecocokan bangunan untuk keperluan pengukuran debit.
Ketelitian pengukuran dilapangan
Bangunan yang kokoh, sederhana dan ekonomis
Rumus debit sederhana dan teliti
69
Eksploitasi dan pembacaan papan duga mudah
Pemeliharaan sederhana dan mudah
Cocok dengan kondisi setempat dan dapat diterima oleh para
pemanfaat.
Tabel 3.9. Perbandingan antara bangunan-bangunan pengukur debit yang
umum dipakai
3.10. Analisa Stabilitas Struktur
Terhadap beberapa bangunan yang telah direncanakan selanjutnya dilakukan
analisa stabilitas struktur terhadap gaya-gaya yang akan bekerja pada bangunan
tersebut. Stabilitas yang ditinjau disesuaikan dengan kontruksi sifat bangunan itu
sendiri. Misal terhadap lereng lumbung air maka akan dilakukan analisa stabilitas
lereng lumbung air terhadap longsoran dengan berbagai variasi kondisi, demikian
pula halnya analisa stabilitas bangunan pengendali sedimen akan dilakukan
peninjauan stabilitas terhadap guling, geser dan sebagainya.
A. Parameter desain
Guna keperluan perhitungan analisa stabilitas, maka terlebih dahulu
ditentukan parameter-parameter yang dipakai dalam perhitungan. Nilai
parameter ini diperoleh dari hasil uji laboratorium mekanika tanah maupun
70
berdasarkan asumsi yang berlaku umum. Adapun harga parameter tersebut
disajikan pada tabel 3.10.
Tabel 3.10. Parameter design
Parameter tanah untuk Pondasi Notasi Satuan Nilai
Berat isi tanah basah w (ton/m3)
Berat isi tanah kering d (ton/m3)
Koeffisien geser dengan tanah dasar f (ton/m2)
Sudut geser dalam o
Specific Gravity GS
Parameter tanah untuk Timbunan
lereng lumbung air
Berat isi tanah basah/jenuh sat (gr/cm3)
Berat isi tanah kering d (gr/cm3)
Sudut geser dalam o
Kohesi C (kg/cm2)
Specific Gravity GS
Parameter lain-lain
Berat Jenis air + sedimen w (ton/m3)
Berat Jenis pasangan batukali bk (ton/m3)
71
3.11. Analisa Stabilitas Lereng Lumbung Air
Analisa stabilitas lumbung air dilakukan terutama ditujukan untuk mengetahui
stabilitas lereng lumbung air terhadap kelongsoran. Tinjauan dilakukan pada
beberapa kondisi yakni :
- kondisi sesaat setelah dibangun
- kondisi pada saat muka air tinggi (banjir)
- kondisi penurunan muka air tiba-tiba (rapid drawdown)
Cara yang dipakai untuk menghitung stabilitas lereng adalah suatu limit
equilibrium method (cara keseimbangan batas), yaitu dengan menghitung besarnya
kekuatan geser yang diperlukan dengan kekutan geser yang ada, dari perbandingan
tersebut didapatkan faktor keamanan.
Kekuatan geser tanah dapat dinyatakan secara umum dengan rumus sebagai
berikut:
'tan)(' ucs
dimana,
s = kekuatan geser tanah
= tegangan normal pada bidang geser
'c = cohesion intercept interm of effective stress
' = angle of shearing resistance in term of effective stress
Pertama dianggap bahwa akan terjadi kelongsoran pada suatu bidang gelincir
tertentu, dan dihitung gaya dan momen yang menyebabkan kelongsoran pada
bidang tersebut, akibat berat tanah. Ini disebut penggerak (sliding force) atau
momen penggerak (turning moment). Kemudian dihitung gaya dan moment yang
melawan kelongsoran, akibat kekuatan geser tanah. Ini disebut momen melawan
(resisting moment).
72
Perbandingan antara momen melawan (resisting moment) dengan momen
penggerak (turning moment) merupakan faktor keamanan terhadap kelongsoran
pada bidang geser yang bersangkutan. Cara ini dilakukan beberapa kali pada
bidang gelincir lain sampai didapat nilai faktor keamanan terkecil.
Ada dua cara yang biasa digunaan dalam perhitungan stabilitas lereng, yaitu cara
biasa (cara Fellinius atau cara USBR) dan cara Bishop yang telah digunakan pada
tahun 1955. Sebagai contoh ditinjau lereng dan bidang gelincir seperti pada
Gambar 3.2 berikut, untuk melakukan perhitungan ini lereng perlu dibagi dalam
sejumlah segmen, supaya ketidak seragaman tanah dapat diperhitungkan juga
supaya gaya normal pada bidang geser dapat ditentukan.
Gambar 3.11. Diagram gaya pada perhitungan Stabilitas Lereng
R
S
s = c' + P' tan s l F
X
b
W
l
S =
c' l
S
P' tan
c' l
S
Gaya pada segmen P' tan
c' lF
F
P' tan
En
Xn
P'
Xn+1 WEn+1
F
Xn
P'
En+1
P
P S
ul
P
Xn - Xn+1
ul
P P'
S
ul
P
En - En+1
Xn - Xn+1
73
Momen Penggerak segmen = Wx, dimana W = berat segmen.
Momen penggerak seluruhnya diperoleh dengan menjumlahkan momen dari setiap
segmen.
Jadi momen penggerak seluruhnya
= Wx
= sin.. RWx
= sin. WR
Faktor keamanan (SF) menurut definisi yang paling sering digunakan, adalah
perbandingan antara kekuatan geser yang ada dengan kekuatan geser yang
diperlukan untuk mempertahankan kestabilan.
Jadi kalau kekuatan geser = s, maka kekuatan geser untuk mempertahankan
Kestabilan =F
s
Bilamana S = gaya pada dasar segmen,
Maka S =F
lssehingga
Momen melawan segmen = RF
ls
Momen melawan seluruhnya = RF
ls
= lsF
R
Dengan mempersamakan momen melawan dan momen penggerak, maka :
lsF
RWR sin
74
Sehingga :
sinW
lsF
Dengan menggunakan cara tegangan efektif (Effective Stress Analysis), nilai s pada
persamaan (2) diganti dengan rumus kekuatan geser seperti pada rumus (1),
sehingga :
sin
]tan)('[
W
lullcF
]tan)('[
sin
1
luPlc
W
dimana P ialah gaya normal pada dasar segmen yang bersangkutan. Nilai ,w dan
l dapat diperoleh secara langsung untuk setiap segmen, sedangkan 'c dan ' dapat
ditentukan di laboratorium. Nilai tegangan air pori (u) juga dapat diukur
dilapangan. Hanya nilai P yang belum diketahui.
Gaya normal (P) ini tidak dapat ditentukan dengan cara menghitung keseimbangan
statis (karena terdapat keadaan statis tidak tertentu), sehingga harus dipakai suatu
cara pendekatan untuk menentukan besarnya (P).
Pada cara Bishop besarnya P diperoleh dengan menguraikan gaya-gaya lain pada
arah vertikal, yaitu :
cossin'
)(cos)(sin'tan
)( 1 luF
lcXXWluP
FluP nn
sehingga :
F
uF
cXXW
luPnn
sin'tancos
)cossin'
(1)()(
1
75
Pada cara Bishop ini, nilai )( 1 nn XX dianggap sama dengan nol, sehingga
F
uF
cW
luP
sin'tancos
)cossin'
(1
Jadi :
F
buWbcW
F
tan'tan1
sec]'tan)('[
sin
1
dimana :
W = berat tanah pada slice yang ditinjau
'C dan ' = effective shear strength parameter
b = lebar slice
u = tegangan air pori
= sudut antara garis singgung pada dasar slice dengan bidang
horizontal
Dengan kata lain, pada cara Bishop dianggap bahwa gaya-gaya pada batas
vertikal segmen bekerja pada arah horizontal. Dengan anggapan ini, juga karena
faktor keamanan pada setiap segmen dijadikan sama, maka besarnya )( 1 nn EE
menjadi tertentu, sehingga P dapat diketahui.
Nilai F pada persamaan (3) terdapat baik pada sebelah kiri maupun sebelah kanan.
Karena itu untuk menghitung besarnya F harus digunakan cara iterative (ulangan).
Besarnya faktor keamanan terhadap bahaya longsoran dengan menggunakan cara
tegangan efektif (effective stress analysis), yaitu sebesar :
Tanpa gempaFK = 1.50
Dengan gempa FK = 1.20
76
Adapun perhitungan detail stabilitas lereng lumbung air disajikan dalam Laporan
penunjang (Nota desain/design calculation).
Dari hasil tersebut diatas dapat diketahui bahwa stabilitas lereng lumbung air pada
kondisi normal sebagian besar tidak stabil, hal ini terkait dengan material bahan
timbunan yang pada umumnya berupa material lepas (non plastis), sehingga untuk
itu perlu dilakukan penyelidikan tambahan untuk memperoleh sumber material
pengganti pada lokasi rencana borrow area yang lain dengan tanah yang bersifat
plastis. Alternatif lain adalah, dilakukan treatment pada material timbunan dengan
menambahkan kapur sebagai bahan pengikat sehingga material lebih bersifat
plastis dan butiran material saling terikat sebagai akibat adanya material kapur,
bila hal ini dilakukan maka perlu dilakukan pengujian campuran untuk
mengetahui kompisisi campuran yang tepat antara bahan timbunan dengan
material pengikat dengan demikian akan dihasilkan bahan timbunan yang
memenuhi syarat.
3.12. Analisa Stabilitas Bangunan Lereng
Sebagaimana halnya konstruksi lereng lumbung air, maka dilakukan analisa
stabilitas. Analisa stabilitas bangunan meliputi :
a. Stabilitas terhadap guling
b. Stabilitas terhadap geser
c. Stabilitas terhadap daya dukung.
a) Stabilitas Terhadap Guling
Untuk mengamankan bangunan terhadap bahaya guling, maka resultante dari
gaya-gaya yang bekerja pada bangunan tersebut harus bekerja di dalam
wilayah KERN. Hal ini dapat ditunjukkan dengan rumus sebagai berikut :
e < =6
b2
77
dimana :
e = Eksentrisitas resultante gaya (m)
b2 = Lebar dasar bangunan (m)
b) Stabilitas Terhadap Geser
Untuk mengamankan bangunan terhadap kemungkinan terjadinya geser di
antara dasar bangunan dengan tanah dasar, maka faktor keamanan bangunan
tersebut terhadap geser harus lebih besar dari 1,20. Faktor keamanan ini
dihitung berdasarkan rumus berikut ;
Ns =H
V.f
dimana :
Ns = Faktor keamanan terhadap geser (Ns > 1,20)
F = Koefisien geser antara dasar bangunan dan tanah dasar
V = Jumlah gaya vertikal (ton)
H = Jumlah gaya horisontal (ton)
c) Stabilitas Terhadap Daya Dukung
Tekanan pada tanah akibat beban bangunan harus lebih kecil dari pada daya
dukung tanah dasar. Selain itu tegangan yang terjadi di bagian hulu bangunan
tidak boleh menyebabkan tegangan tarik pada tubuh bangunan. Kedua hal ini
dapat diperiksa berdasarkan rumus sebagai berikut :
1,2 =
.b
e.61
b
V.
22
dimana :
1 = Tekanan tanah maksimum (t/m2)
78
2 = Tekanan tanah minimum (t/m2)
V = Jumlah gaya vertikal yang bekerja pada bangunan (ton)