BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Nyeri 1. Pengertian Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tasmuri 2007). Nyeri adalah suatu pengalaman yang dipelajari oleh pengaruh dari situasi hidup masing-masing orang dan dapat timbul oleh berbagai stimuli termasuk cemas/stress, tetapi reaksi terhadap nyeri tidak dapat diukur secara obyektif (Long 2000). Nyeri adalah suatu sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang dapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya 8
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Nyeri
1. Pengertian
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya
(Tasmuri 2007).
Nyeri adalah suatu pengalaman yang dipelajari oleh pengaruh dari
situasi hidup masing-masing orang dan dapat timbul oleh berbagai stimuli
termasuk cemas/stress, tetapi reaksi terhadap nyeri tidak dapat diukur
secara obyektif (Long 2000).
Nyeri adalah suatu sensori subyektif dan emosional yang tidak
menyenangkan yang dapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual
maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan
(International Association for Study of Pain (IASP) ).
2. Fisiologi nyeri
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima
rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah
ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus
kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga
nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang
bermielin dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
8
9
Berdasarkan letaknya nosireseptor dapat dikelompokan dalam
beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep
somatik), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda
inilah nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan subkutan, nyeri yang berasal
dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan.
Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
a. Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat ( kecepatan tranmisi 6 -
30 m/det ) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan
cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan.
b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5
m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya
bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri
yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan
penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek nyeri yang
timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor visceral, reseptor
ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan
sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak
sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap
penekanan, iskemia dan inflamasi.
10
3. Teori Pengontrolan nyeri (Gate control theory)
Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan
bagaimana nosireseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat
ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri
dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan
(Tamsuri, 2007). Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965)
mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh
mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini
mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan
dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya
menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan
nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut
kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A
dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk
mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu terdapat
mekanoreseptor neuron beta-A yang lebih tebal dan lebih cepat
melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang
dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme
pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat
seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang
dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang
dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka
pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika
11
impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi
di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat
endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang
berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan
dengan menghambat pelepasan substansi P. Tehnik distraksi, konseling
dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin
(Potter, 2005).
4. Respon Psikologis
Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien
terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien, arti nyeri bagi setiap
individu berbeda-beda antara lain :
a. Bahaya atau merusak.
b. Komplikasi seperti infeksi.
c. Penyakit yang berulang.
d. Penyakit baru.
e. Penyakit yang fatal.
f. Peningkatan ketidakmampuan.
g. Kehilangan mobilitas.
h. Menjadi tua.
i. Sembuh.
j. Perlu untuk penyembuhan.
k. Hukuman untuk berdosa.
l. Tantangan.
m. Penghargaan terhadap penderitaan orang lain.
12
n. Sesuatu yang harus ditoleransi.
o. Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki.
Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi tingkat
pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu dan juga faktor sosial
budaya.
5. Respon fisiologis terhadap nyeri
Stimulus Simpatik ( nyeri ringan, moderat, dan superficial ) :
a. Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate.
b. Peningkatan heart rate.
c. Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP.
d. Peningkatan nilai gula darah.
e. Diaphoresis.
f. Peningkatan kekuatan otot.
g. Dilatasi pupil.
h. Penurunan motilitas GI.
Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam) :
a. Muka pucat.
b. Otot mengeras.
c. Penurunan HR dan BP.
d. Nafas cepat dan irreguler.
e. Nausea dan vomitus.
f. Kelelahan dan keletihan.
13
6. Respon tingkah laku terhadap nyeri
a. Pernyataan verbal (mengaduh, menangis, Sesak nafas, mendengkur).
b. Ekspresi wajah (meringis, menggeletukkan gigi, menggigit bibir).
c. Gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan
gerakan jari dan tangan).
d. Kontak dengan orang lain atau interaksi sosial (Menghindari
Berdasarkan kriteria WHO maka diagnosa dapat ditegakkan
apabila didapat dua dari tiga diagnosa diatas.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG
Peninggian gelombang S – T, iskemia : penurunan atau
datarnya gelombang T, menunjukkan cidera dengan adanya
gelombang Q menunjukkan cidera, nekrosis.
b. Enzim jantung dan isoenzim
CPK-MB meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24
jam, kembali normal dalam 36-48 jam. LDH meningkat dalam 12-24
jam, memuncak dalam 24-48 jam, dan memakan waktu lama untuk
kembali normal. AST meningkat terjadi dalam 6-12 jam, memuncak
dalam 24 jam, kembali normal dalam 3-4 hari.
42
c. Elektrolit
Ketidakseimbangan mempengaruhi konduksi dan
kontraktilitas, contoh hipokalemi atau hiperkalemi.
d. Sel darah putih
Leukosit (10.000 – 20.000 mm3) tampak pada hari kedua
setelah infark miokard berhubungan dengan proses inflamasi.
e. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner
dan dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan
mengkaji fungsi ventrikel kiri. Prosedur tidak selalu dilakukan pada
fase infark miokard kecuali mendekati bedah jantung angioplasti atau
emergensi.
f. Digital subtraction angiography (DSA)
Untuk menggambarkan status penanaman arteri dan mndeteksi
penyakit arteri perifer.
9. Penatalaksanaan
Menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung dan meningkatkan
persediaan oksigen Pertolongan dasar (Basic Life Support) yaitu :
a. A : Airway control (jalan udara) hal ini bertujuan Agar jalan nafas
bebas dan bersih serta udara bisa mengalir ke paru.
b. B : Breathing support (pernafasan), hal ini bertujuan memberikan
bantuan pernafasan ventilasi buatan dan pemberian oksigenisasi.
Meskipun khasiatnya belum diakui untuk infark miokard akut tanpa
komplikasi, oksigen sebaiknya diberikan dengan kecepatan 2 – 4 L /
menit lewat kanula hidung.
43
c. C : Circulation support (sirkulasi), hal ini bertujuan untuk
memmbantu sirkulasi kompresi jantung luar.
Dengan cara melihat ada tidaknya denyut nadi, bila tidak ada bisa
dilakukan RKP (resusitasi Kardio Pulmoner) yaitu dengan kompresi :
a. Setiap kompresi dihitung keras-keras.
b. Waktu pemberian ventilasi dilakukan secara cepat 5 – 6 detik tanpa
ekhalasi.
c. Penekanan lebih menggunakan penekanan berat dari pada lengan dan
bahu.
d. Dilakukan harus teratur, berirama, dan menyentak atau mendadak.
Fase kompresi dan relaksasi mempunyai jangka waktu yang lama.
e. Telapak tangan tidak boleh lepas dari sternum.
f. Periksa arteri karotis setiap 4x siklus (± 1 menit)
Tabel 2.1 Penatalaksanaan Pertolongan dasar (Basic Life Support) Pada pasien IMA. Sumber : Barbara C. Long. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan).
Kriteria pasien
Jumlah penolong
Rate ventilasi
Kompresi dadaRatio kompresi berbanding ventilasi
Kompresi dengan
RateKedalaman (cm)
Dewasa(>4 thn) 1
2 x/10 detik
2 tangan
80 x/menit (15 x/10 detik)
4 – 5 15 : 2
Catatan : Jika arteri karotis teraba, hentikan kompresi selama 5 detik.
44
g. Pertolongan Lanjut (Advanced Life Support) :
1) D : Drug and fluid (pemberian cairan dan obat-obatan),hal ini
bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dada, vasodilator untuk
meningkatkan aliran darah koroner. Sedative seperti diazepam 3-
4x 2-5 mg peroral pada insomnia dapat ditambah flurazepam 15-
30 mg. analgesic seperti morfin 2,5-5 mg IV atau petidin 25-50
mg IM, lain-lain seperti nitrat, antagonis kalsium dan beta bloker.
Nitrogliserin 0,4-1,2 mg (sublingual) atau 1 – 2 mg (pasta
topikal). Antikoagulan seperti heparin 20000-40000 U/24 jam IV
tiap 4-6 jam atau drip IV dilakukan atas indikasi, diteruskan
dengan asetakumarol atau warfarin. Infuse dextrose 5% atau NaCl
0,9%.
2) E : Electrocardiography (EKG), hal ini bertujuan untuk
mengantisipasi timbulnya aritmia monitor EKG secara serial.
3) F : Fibrillation treatmen bertujuan untuk menentukan kerusakan
otak dan resusitasi serebral, untuk mengobati fibrilasi ventrikel
dilakukan DC – shock. Defibrilasi dilakukan 3 Joule / kg BB.
Dosis ulangan tertinggi adalah 5 Joule / kg BB dengan maksimal
400 Joule (Wsec).
Gelombang fibrilasi dapat halus (fine) atau kasar (coarse).
Gelombang yang halus biasanya kurang berespons dengan DC –
shock. Pemberian epinefrin dapat meningkatkan amplitude
gelombang fibrilasi dan membuat jantung lebih peka terhadap DC
– shock. Epinefrin diberikan Intravena sebanyak 0,5 – 1 ml
45
(konsentrasi 1 : 1000). Pijat Jantung Luar (PJL) dan ventilasi tetap
diberikan selama 1 – 2 menit, agar epinefrin dapat dialirkan dari
jantung. Kalsium – klorid 10 ml yang diberikan Intravena
mempunyai efek yang sama dengan epinefrin. Bila setelah DC –
shock 400 Joule diulangi fibrilasi ventrikel tetap ada , dapat diberi
lagi epinefrin Intravena , yang dapat diulangi setiap 3 – 5 menit.
Selama itu PJL dan ventilasi tetap dilakukan. Dapat pula diberikan
lidokain bolus Intravena 75 mg; ini akan meningkatkan respons
jantung terhadap DC – shock. Pemberian lidokain dapat diulangi
setiap 5 menit, tetapi dosis maksimal tidak boleh melebihi 200 –
300 mg. Bila DC – shock dan lidoakain belum berhasil
mengembalikan irama sinus, dapat diberikan propranolol 1 mg
Intravena, kemudian diikuti dengan DC – shock berikutnya.
Biasanya pasien sudah memberi respon dengan 2 – 3 kali
DC – shock, tetapi kadang-kadang diperlukan 9 kali atau lebih.
Bila dengan DC – shock ketiga belum ada respon, dianjurkan
untuk memakai defiblirator lain.
4) G : Gauging (penilaian), hal ini bertujuan untuk memonitor dan