BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Panggul2.1.1 Tulang PanggulPelvis (panggul) tersusun
atas empat tulang: sakrum, koksigis, dan dua tulang inominata yang
terbentuk oleh fusi ilium, iskium, dan pubis. Tulang-tulang
inominata bersendi dengan sakrum pada sinkondrosis sakroiliaka dan
bersendi dengan tulang inominata sebelahnya di simfisis pubis.7
Panggul dibagi menjadi dua regio oleh bidang imajiner yang ditarik
dari promontorium sakrum ke pinggir atas simfisis pubis, yaitu:a.
Panggul palsu Terletak di atas bidang, berfungsi untuk menyokong
intestinum.b. Panggul sejati Terletak di bawah bidang, memiliki dua
bukaan yaitu: arpertura pelvis superior (pintu atas panggul) dan
arpetura pelvis inferior (pintu bawah panggul).8 Selama proses
kelahiran pervaginam, bayi harus dapat melewati kedua pembukaan
panggul sejati ini.9
Gambar 2.1. Gambaran anteroposterior panggul normal wanita
dewasa. Digambarkan diameter anteroposterior (AP) dan Transversal
(T) pintu atas panggul.72.1.2. Bidang Diameter PanggulPanggul
memiliki empat bidang imajiner: a. Bidang pintu atas panggul
(apertura pelvis superior). Bentuk pintu atas panggul wanita,
dibandingkan dengan pria, cenderung lebih bulat daripada lonjong.
Terdapat empat diameter pintu atas panggul yang biasa digunakan:
diameter anteroposterior, diameter transversal, dan diameter oblik.
Diameter anteroposterior yang penting dalam obstetrik adalah jarak
terpendek antara promontorium sakrum dan simfisis pubis, disebut
sebagai konjugata obtetris. Normalnya, konjugata obstertis
berukuran 10 cm atau lebih, tetapi diameter ini dapat sangat pendek
pada panggul abnormal. Konjugata obsteris dibedakan dengan diameter
anteroposterior lain yang dikenal sebagai konjugata vera. Konjugata
vera tidak menggambarkan jarak terpendek antara promontorium sakrum
dan simfisis pubis. Konjugata obstetris tidak dapat diukur secara
langsung dengan pemeriksaan jari. Untuk tujuan klinis, konjugata
obstetris diperkirakan secara tidak langsung dengan mengukur jarak
tepi bawah simfisis ke promontorium sakrum, yaitu konjugata
diagonalis, dan hasilnya dikurangi 1,5-2 cm.7
Gambar 2.2. Gambaran tiga diameter anteroposterior pintu atas
panggul: konjugata vera, konjugata obstetris dan konjugata
diagonalis yang dapat diukur secara klinis. Diameter
anteroposterior panggul tengah juga diperlihatkan. (P =
promontorium sakrum; Sim = simfisis pubis).7
b. Bidang panggul tengah (dimensi panggul terkecil).Panggul
tengah diukur setinggi spina iskiadika, atau bidang dimensi panggul
terkecil. Memiliki makna khusus setelah engagement kepala janin
pada partus macet. Diameter interspinosus, berukuran 10 cm atau
sedikit lebih besar, biasanya merupakan diameter pelvis terkecil.
Diameter anteroposterior setinggi spina iskiadika normal berukuran
paling kecil 11, 5cm.7
Gambar 2.3. Panggul wanita dewasa yang memperlihatkan diameter
anteroposterior dan transversal pintu atas panggul serta diameter
transversal (interspinosus) panggul tengah. Konjugata obstetris
normalnya lebih dari 10 cm.7c. Bidang pintu bawah panggul (apertura
pelvis inferior).Pintu bawah panggul terdiri dari dua daerah yang
menyerupai segitiga. Area-area ini memiliki dasar yang sama yaitu
garis yang ditarik antara dua tuberositas iskium. Apeks dari
segitiga posteriornya berada di ujung sakrum dan batas lateralnya
adalah ligamentum sakroiskiadika dan tuberositas iskium. Segitiga
anterior dibentuk oleh area di bawah arkus pubis. Tiga diameter
pintu bawah panggul yang biasa digunakan yaitu: anteroposterior,
transversal, dan sagital posterior.7
Gambar 2.4. Pintu bawah panggul dengan diameter-diameter yang
penting. Perhatikan bahwa diameter anteroposterior dapat dibagi
menjadi diameter sagital anterior dan posterior.7d. Bidang dengan
dimensi panggul terbesar (tidak memiliki arti klinis).7 2.1.3.
Bentuk-bentuk Panggul Caldwell dan Moloy mengembangkan suatu
klasifikasi panggul yang masih digunakan hingga saat ini.
Klasifikasi Caldwell-Molloy didasarkan pada pengukuran diameter
transversal terbesar di pintu atas panggul danpembagiannya menjadi
segmen anterior dan posterior. Bentuk segmen-segmen ini menentukan
klasifikasi panggul menjadi: panggul ginekoid, anthropoid, android,
ataupun platipeloid. Karakter segmen posterior menentukan tipe
panggulnya, dan karakter segmen anterior menetukan
kecenderungannya. Kedua hal ini ditentukan karena kebanyakan
panggul bukan merupakan tipe murni, melainkan campuran, misalnya,
panggul ginekoid dengan kecenderungan android berarti panggul
posteriornya berbentuk ginekoid dan panggul anteriornya berbentuk
android.7
Gambar 2.5. Empat tipe panggul dengan klasifikasi
Caldwell-Moloy. Garis yang melintasi diameter transversal terlebar
membagi pintu atas menjadi segmen posterior dan anterior.7Panggul
ginekoid dianggap sebagai panggul normal wanita, sementara panggul
android merupakan varian dari panggul pria. Panggul android lebih
sering ditemukan pada wanita dengan akitvitas fisik yang berat
selama masa remaja. Panggul android juga ditemukan pada wanita yang
mengalami keterlambatan dalam posisi tegak, yaitu setelah usia 14
bulan, sementara panggul platipeloid lebih sering ditemukan pada
wanita yang memiliki kemampuan posisi tegak sebelum umur 14
bulan.10 2.2. Morfologi Pertumbuhan Janin Normal2.2.1. Periode
Ovum, Zigot, dan Blastokista Selama 2 minggu pertama setelah
ovulasi, fase perkembangan yang terjadi berturut-turut yaitu: (1)
fertilisasi, (2) pembentukan blastokista, dan (3) inplantasi
blsastokista. Vili korionik primitif dibentuk segera setelah
implantasi. Dengan pembentukan vili korionik, produk konsepsi tidak
lagi disebut zigot, melainkan disebut sebagai embrio.72.2.2.
Periode Embrionik Periode embrionik dimulai sejak minggu ketiga
setelah fertilisasi, atau bersamaan dengan waktu perkiraan
menstruasi berikutnya. Uji kehamilan yang mengukur kadar hCG (Human
Chorionic Gonadotropin) memberikan hasil positif saat ini. Pada
akhir minggu keenam, embrio memiliki panjang 22-24 mm, di mana
kepala relatif lebih besar dibandingkan badan.7 2.2.3. Periode
Fetus (Janin) Akhir periode embrio dan awal periode janin
ditetapkan secara tegas oleh ahli embriologi terjadi 8 minggu
setelah fertilisasi, atau 10 minggu setelah waktu menstruasi
terakhir. Saat ini embrio memiliki panjang hanpir 4 cm.
Perkembangan selama periode janin terdiri dari pertumbuhan dan
pematangan organ-organ yang telah terbentuk pada masa embrio. Aterm
dicapai pada minggu ke-40 dari awitan menstruasi terakhir. Saat ini
janin sudah berkembang sempurna, dengan rata-rata panjang
ubun-ubun-bokong janin 36 cm, dan berat sekitar 3400 gram.7 2.2.4.
Kepala Janin Pada usia kehamilan aterm, wajah hanya merupakan
sebagian kecil dari kepala, sisanya merupakan tengkorak padat yang
terdiri dari dua tulang frontalis, dua tulang parietalis, dan dua
tulang temporalis, ditambah bagian atas tulang oksipitalis dan
sayap sfenoid. Tulang-tulang tengkorak dipisahkan oleh ruangan
membranosa yang disebut sutura. Sutura yang paling penting adalah
sutura frontalis, sutura sagitalis, dua sutura koronaria, dan dua
sutura lambdoidea. Pada tempat pertemuan beberapa sutura terbentuk
ruang ireguler, yang ditutupi oleh suatu membran yang disebut
sebagai ubun-ubun. Ubun-ubun besar atau anterior berbentuk belah
ketupat, terletak di pertemuan antara sutura sagitalis dan sutura
koronaria. Ubun-ubun kecil atau posterior berbentuk segitiga,
terletak di perpotongan antara sutura sagitalis dan sutura
lambdoidea. Lokalisasi ubun-ubun memberikan informasi penting
mengenai presentasi dan posisi janin.7
Gambar 2.6. Kepala janin pada kehamilan aterm yang
memperlihatkan ubun-ubun, sutura, dan diameter biparietal.Biasanya
dilakukan pengukuran beberapa diameter dan lingkar tertentu pada
kepala neonatus. Diameter-diameter yang penting antara lain:a.
Diameter oksipitofrontalis (11,5 cm), mengikuti garis dari titik
tepat di atas pangkal hidung ke bagian yang paling menonjol dari
tulang oksipitalis. b. Diameter biparietalis (9,5 cm), garis tengah
transversal terpanjang pada kepala, memanjang dari satu tulang
parietalis ke tulang parietalis lainnya. c. Diameter bitemporalis
(8,0 cm), jarak terjauh antara dua sutura temporalis. d. Diameter
oksipitomentalis (12,5 cm), dari dagu ke bagian yang paling
menonjol dari oksiput. e. Diameter suboksipitobregmatikus (9,5 cm),
mengikuti garis yang ditarik dari bagian tengah ubun-ubun besar ke
permukaan bawah tulang oksipitalis tepat di pertemuan tulang ini
dengan leher.7
Gambar 2.7. Diameter-diameter kepala janin cukup bulan7Lingkar
tebesar kepala, berdasarkan bidang diameter oksipitofrontalis
berukuran rata-rata 34,5 cm. Lingkar terkecil kepala, berdasarkan
bidang suboksipitobregmatikus, berukuran 32 cm. Tulang-tulang
kranium dalam keadaan normal dihubungkan hanya oleh sebuah lapisan
tipis jaringan fibrosa yang memungkinkan masing-masing tulang
bergeser untuk menyesuaikan dengan ukuran dan bentuk panggul ibu.
Proses ini disebut sebagai molding. Pada persalinan lewat bulan,
osifikasi tengkorak telah terjadi sehingga kemampuan tulang-tulang
tengkorak untuk bergerak menjadi berkuramg. Bayi prematur memiliki
tengkorak yang lebih lunak dan sutura yang lebih lebar sehingga
molding yang terjadi dapat berlebihan. Posisi kepala dan derajat
osifikasi menghasilkan spektrum plastisitas kranium yang
bervariasi, dari minimal hingga maksimal. Pada beberapa kasus, hal
ini menimbulkan disproporsi fetopelvik yang menjadi indikasi utama
seksio sesarea.11 2.3. Kondisi Janin dalam PersalinanTerdapat 6
variabel penting pada janin yang mempengaruhi proses melahirkan:7a.
Ukuran janin Ukuran janin dapat ditentukan secara klinis melalui
palpasi abdomen atau melalui pemeriksaan ultrasonografi, namun
kedua pemeriksaan memiliki derajat kesalahan yang tinggi.
Makrosomia fetus berkaitan dengan kegagalan trial of labor. b.
Letak janinLetak janin menyatakan aksis janin relatif terhadap
aksis longitudinal uterus. Letak janin dapat bervariasi yaitu:
longitudinal, transversal, atau oblik. Pada kehamilan tunggal,
hanya janin dengan letak longitudinal yang dapat selamat melalui
persalinan pervaginam.c. Presentasi janinPresentasi merupakan
bagian terbawah janin yang paling dekat dengan jalan lahir. Janin
dengan letak longitudinal memiliki presentasi wajah atau bokong.
Presentasi campuran menyatakan bahwa terdapat lebih dari satu
bagian tubuh janin pada pintu atas panggul. Presentasi funik
menyatakan presentasi tali pusat, jarang terjadi. Fetus dengan
presentasi kepala diklasifikasikan berdasarkan bagian dari tulang
tengkorak yang tampak yaitu oksiput (veteks), sinsiput, wajah, atau
dahi. Malpresentasi menunjuk pada presentasi selain verteks, dan
hal ini terjadi pada sekitar 5% persalinan.
Gambar 2.8. Letak memanjang, presentasi kepala. Perbedaan sikap
tubuh janin pada presentasi (A) verteks, (B) sinsiput, (C) wajah,
(D) dahid. Sikap atau postur janinSikap menyatakan posisi kepala
dalam hubungan dengan tulang belakang janin (derajat fleksi/
ekstensi kepala janin). Fleksi kepala penting dalam engagement
kepala fetus pada panggul ibu. Jika dagu fetus mengalami fleksi
optimal hingga mencapai dada, diameter suboksipitobregmatikus
tampil pada pintu atas panggul. Hal ini merupakan diameter terkecil
yang dapat muncul pada presentasi kepala. Diameter yang muncul pada
pintu atas panggul meningkat sejalan dengan derajat ekstensi
(defleksi) kepala. Hal ini dapat menyebabkan kegagalan kemajuan
persalinan. Arsitektur dinding pelvis bersama dengan peningkatan
aktivitas uterus dapat memperbaiki derajat defleksi pada tahap awal
persalinan. e. Posisi janin Posisi janin menyatakan hubungan antara
titik acuan pada bagian terbawah janin dengan sisi kanan atau kiri
jalan lahir. Hal ini dapat ditentukan melalui pemeriksaan vagina.
Pada presentasi kepala, oksiput menjadi acuan penilaian. Jika
oksiput mengarah secara langsung ke anterior, posisi menjadi
oksiput anterior (OA). Jika oksiput mengarah ke sisi kanan ibu,
posisi menjadi oksiput anterior kanan (ROA). Pada presentasi
oksiput, variasi posisi janin dapat disingkat dengan membentuk arah
jarum jam sebagai berikut:
Pada persalinan sungsang, sakrum menjadi acuan penilaian. Pada
presentasi verteks posisi dapat ditentukan dengan palpasi sutura
janin. Sutura sagitalis merupakan sutura yang paling mudah
dipalpasi. Biasanya kepala janin memasuki pintu atas panggul dalam
posisi transversal, dan pada persalinan normal, kepala mengalami
rotasi menjadi posisi OA. Kebanyakan bayi dilahirkan dengan posisi
OA, ROA, ataupun LOA. Malposisi menunjukkan persalinan dengan
posisi selain OA, ROA, ataupun LOA.f. StationStation merupakan
pengukuran turunnya bagian janin melalui jalan lahir. Standar
klasifikasi dinyatakan dalam derajat -5 sampai dengan +5. Penentuan
ini didasarkan pada pengukuran kuantitatif dalam sentimeter pada
tepi awal tulang dari spina iskiadia. Titik tengah (station 0)
didefinisikan sebagai bidang spina iskiadika ibu. Spina iskiadika
ibu dapat dipalpasi pada pemeriksaan vagina, kira-kira searah jam 8
ataupun jam 4.122.4. Distosia 2.4.1. DefinisiSecara harafiah,
distosia berarti persalinan sulit yang ditandai oleh terlalu
lambatnya kemajuan persalinan. Suatu persalinan juga dianggap
mengalami hambatan jika bagian presentasi janin tidak mengalami
kemajuan melewati jalan lahir, walaupun dengan kontraksi uterus
yang adekuat.13 2.4.2. Etiologi Menurut American College of
Obstericians and Gynecologists (ACOG) distosia dapat terjadi akibat
abnormalitas dari 3 faktor:a. Power (kekuatan) kontraktilitas
uterus dan daya ekspulsif ibu.b. Passanger melibatkan janin.c.
Passage (jalan lahir) melibatkan panggul.2.4.3. Faktor Risiko Ada
beberapa faktor risiko seorang wanita mengalami distosia: a. Ukuran
tubuh kecilb. Seksio sesarea sebelumnyac. Nulipara Tapi
faktor-faktor tersebut tidak memiliki nilai yang cukup prediktif
untuk dijadikan sebagai skrining awal terjadinya distosia.14 2.4.4.
Diagnosis Menurut ACOG Practice Bulletin: Dystocia and Augmentation
of Labour tahun 2003 diagnosis distosia tidak dapat ditegakkan
sebelum persalinan percobaan (trial of labor) yang adekuat
tercapai. Tabel 2.1. Pola Kelainan Persalinan, Kriteria, dan Metode
PenangananPola PersalinanKriteria
DiagnostikAnjuranPenangananPenangananKhusus
NuliparaMultipara
Prolongation Disorder> 20 jam> 14 jamTirah
baringOksitosin/
seksio sesarea
Protraction Disorder
1. Perlambatan dilatasi pada fase aktif2. Perlambatan waktu
penurunan kepala
1 jam
(-) penurunan
> 1 jam
> 2 jam
> 1jam
(-) penurunan
Evaluasi CPD:
- CPD: seksio sesarea- Non CPD:
oksitosin
Istirahat bila kelelahan Seksio sesarea
2.5. Disproporsi Fetopelvik2.5.1. Etiologi Disproporsi
fetopelvik timbul akibat kurangnya kapasitas panggul ibu, ukuran
janin yang terlalu besar, atau yang lebih sering, akibat kombinasi
keduanya.a. Kapasitas panggulSetiap penyempitan pada diameter
panggul yang mengurangi kapasitas panggul dapt menyebabkan distosia
pada persalinan. Dapatterjadi penyempitan pintu atas panggul, pintu
tengah panggul, pintu bawah panggul, atau penyempitan panggul
secara keseluruhan akibatkombinasi hal-hal tersebut. b. Dimensi
janin terhadap panggulUkuran janin tunggal jarang dapat menjelaskan
kegagalan persalinan. Ambang ukuran janin untuk memprediksi
terjadinyadisproporsi fetopelvik masih sulit ditentukan. Didapati
2/3 memerlukan seksio sesarea setelah gagalnya persalinan dengan
menggunakan forsep memiliki berat kurang dari 3700 gram. Jadi
factor-faktor lain seperti malposisi kepala menyebabkan obstruksi
keluarnya janin melalui jalan lahir. Hal ini ini termasuk
ansinklintismus, posisi oksiputposterior, serta presentasi kepala
dan bahu.7
2.5.2. PrevalensiDalam suatu penelitian didapati prevalensi
disproporsi fetopelvik di Asia Tenggara sebanyak 6,3% dari
kelahiran total. Hal ini menjadi indikasi kedua tersering
dilakukannya tindakan seksio sesarea setelah riwayat seksiosesarea
(7%). Dalam penelitian yang sama didapati bahwa prevalensi
disproporsi fetopelvik di Indonesia berjumlah 3,8% dari kelahiran
total, dan disproporsi fetopelvik menjadi indikasi ketiga tindakan
seksio sesarea(12,8%) setelah malpresentasi (18,6%) dan seksio
sesarea sebelumnya(15,2%) (Festin, et al, 2009). Namun, jika
definisi disproporsi fetopelvik mengikutsertakan malpresentasi
seperti yang dikemukakan oleh Craig (pada penjelasan berikutnya),
maka disproporsi fetopelvik menjadi indikasi tersering dilakukannya
tindakan seksio sesarea di Indonesia. Menurut laporan World Health
Organization (WHO) pada tahun 2005, disproporsi fetopelvik
menyumbang sebanyak 8% dari seluruh penyebab kematian ibu di
seluruh dunia.152.5.3. KlasifikasiKlasifikasi klinis disproporsi
fetopelvik dibagi menjadi disproporsi absolut dan relatif.a.
Disproporsi fetopelfik absolut Permanen (maternal)- Penyempitan
panggul- Eksotosis panggul- Spondilolistesis- Tumor sakrokoksigeal
anterior Temporer (fetal)- Hidrosefalus- Makrosomia b. Disproporsi
fetopelvik relatif Presentasi bahu Presentasi wajah Posisi
oksipitoposterior Defleksi kepala
2.5.4. DiagnosisPengukuran terhadap ibu dan janin telah
diupayakan untuk mendeteksi disproporsi fetopelvik sebelum onset
persalinan. Penaksiran ukuran panggul internal dapat dilakukan
dengan menggunakan X-ray pelvimetry, ultrasound, dan magnetic
resonance imaging (MRI). Stewart, Cowan, dan Philpott mencoba
melakukan konfirmasi diagnosis disproporsi fetopelvik mayor dengan
mengadakan pemeriksaan X-ray pelvimetry setelah persalinan. Dari
pemeriksaan mereka, wanita-wanita Zimbabwe dan Afrika Selatan
dengan jenis panggul platipeloid cenderung mengalami disproporsi
fetopelvik. Namun, disimpulkan bahwa X-ray pelvimetry tidak banyak
bermanfaat dalam memprediksi dan mendiagnosis terjadinya
disproporsi fetopelvik. Pada awal tahun 1990, X-ray pelvimetry
digantikan oleh CT pelvimetry. CT pelvimetry dinilai memberikan
keuntungan dalammengurangi paparan radiasi terhadap janin, tapi
tidak memiliki nilai prediktif tambahan terhadap terjadinya
disproporsi fetopelvik. Uji diagnosis dengan menggunakan MRI mulai
mendapat perhatian beberapa tahun terakhir. MRI memberikan gambaran
berkualitas tinggi tanpa paparan radiasi serta memberikan
perhitungan volumetrik terhadap panggul dan kepala janin.
Dilaporkan terdapat hubungan yang signifikan antara gambaran ukuran
panggul dengan risiko terjadinya distosia yang membutuhkan seksio
sesarea pada wanita-wanita yang menjalani MRI pelvimetry di Amerika
Serikat. Namun, ternyata MRI dinilai tidak memiliki kelebihan
akurasi dibandingkan metode-metode sebelumnya dalam memprediksi
terjadinya distosia.16Akhirnya disimpulkan bahwa tidak ada satu pun
dari metode-metode ini yang reliabel dalam mendiagnosis terjadinya
disproporsi fetopelvik. Metode-metode tersebut meningkatkan nilai
prediktif, tapi kebanyakan wanita dapat melahirkan secara normal
walaupun hasil pengukuran memberi kesan hubungan sefalo-pelvik yang
kurang memadai. Disproporsi fetopelvik biasanya ditentukan secara
retrospektif setelah dilakukan persalinan percobaan (trial of
labor). Diagnosis terbaik terjadinya disproporsi fetopelvik pada
nulipara dilakukan melalui trial of labor dengan pemberian
oksitosin, jika diperlukan, untuk memastikan adanya kontraksi
uterus adekuat.17
2.6 Makrosomia2.6.1 Pengertian Makrosomia atau bayi besar adalah
bila berat badan bayi melebihi dari 4000 gram. Dalam dunia
kedokteran makrosomia disebut giant baby. Menurut semua neonatus
dengan berat badan 4000 gram atau lebih tanpa memandang usia
kehamilan dianggap sebagai makrosomia.262.6.2 Karakteristik
Makrosomia a. Mempunyai wajah berubi (menggembung), pletoris (wajah
tomat) b. Badan montok dan bengkak c. Kulit kemerahan d. Lemak
tubuh banyak e. Plasenta dan tali pusat lebih besar dari rata-rata
2.6.3 Etiologi a. Genetik, obesitas dan overweight yang dialami
ayah ibu dapat menurun pada bayi. b. Pertambahan berat badan ibu
yang berlebihan selama kehamilan, porsi makanan yang dikonsumsi ibu
hamil akan berpengaruh pada berat badan ibu. Asupan gizi yang
berlebih bisa mengakibatkan bayi lahir dengan berat di atas
rata-rata. c. Ibu dengan diabetes milletus, tingginya gula darah
ibu bisa berpengaruh pada berat badan bayi. Jika fungsi plasenta
dan tali pusat baik, maka janin dapat tumbuh makin subur. d. Ibu
hamil dengan riwayat melahirkan bayi makrosomia, ibu yang
sebelumnya pernah melahirkan bayi makrosomia berisiko 5-10 kali
lebih tinggi untuk kembali melahirkan bayi makrosomia dibandingkan
ibu yang belum pernah melahirkan bayi makrosomia. e. Multigravida,
ada kecendrungan berat badan lahir anak kedua dan seterusnya lebih
besar daripada anak pertama. f. Usia gestasi lama g. Usia ibu h.
Wanita hamil yang memiliki berat badan yang lebih dari 150 kg,
janinnya memiliki risiko 30% mengalami makrosomia (Pendit,
2004).2.6.4 Diagnosis Menentukan apakah bayi besar atau tidak
kadang-kadang sulit. Hal ini dapat diperkirakan dengan cara: a.
Keturunan atau bayi yang lahir terdahulu besar dan sulit
melahirkannya dan adanya diabetes milletus.b. Kenaikan berat badan
yang berlebihan tidak oleh sebab lainnya (edema dan sebagainya).c.
Pemeriksaan teliti tentang disproporsi sefalo atau feto-pelvik,
dalam hal ini dianjurkan untuk mengukur kepala bayi dengan
ultrasonografi.282.6.5 Prognosis Pada panggul normal janin dengan
berat badan 4000-4500 gram umumnya tidak menimbulkan kesukaran
persalinan. Distosia akan diperoleh bila janin lebih besar dari
4500-5000 gram atau pada kepala yang sudah keras (postmaturitas)
dan pada bahu yang lebar. Apabila disproporsi sefalo atau
feto-pelvic ini dibiarkan maka terjadi kesulitan baik pada ibu
maupun pada janin.28 2.6.6 Penanganan a. Pada disproporsi sefalo
dan feto-pelvic yang sudah diketahui dianjurkan untuk seksio
caesar.b. Pada kesukaran melahirkan bahu dan janin hidup dilakukan
episiotomi yang cukup lebar dan janin diusahakan lahir, atau bahu
diperkecil dengan melakukan kleidotomi unilateral atau bilateral.
Setelah dilahirkan dijahit kembali dengan baik dan untuk cedera
postkleidotomi dikonsulkan ke bagian bedah. c. Apabila janin
meninggal lakukan embriotomi.28 2.6.7 Komplikasi a. Komplikasi pada
Ibu 1) Ibu mengalami robekan perineum2) Persalinan dengan operasi
caesar 3) Kehilangan darah dalam jumlah banyak saat persalinan4)
Ruptur uteri dan serviks
b. Komplikasi pada bayi 1) Bayi akan lahir dengan gangguan nafas
dan kadangkala bayi lahir dengan trauma tulang leher dan bahu2)
Distosia atau macet pada bahu 3) Hipoglikemia Istilah hipoglikemia
digunakan bila kadar gula darah bayi dibawah kadar rata-rata.
Dikatakan hipoglikemia apabila kadar glukosa darah kurang dari 30
mg/dl pada semua neonatus tanpa menilai masa gestasi atau ada
tidaknya gejala hipoglikemia. Umumnya hipoglikemia terjadi pada
neonatus usia 1-2 jam.292.6.8 Pencegahan a. Pencegahan dilakukan
dengan melakukan penimbangan berat badan ibu secara teratur, dan
ANC yang teratur. b. Ibu harus selalu menjaga berat badannya agar
tetap normal, ibu hamil sebaiknya melakukan pengaturan pola makan
sesuai kebutuhan kalori. Ngemil boleh saja dilakukan, tapi hindari
cemilan manis. c. Lakukan olahraga ringan. Penelitian yang
dilakukan oleh para ahli dari Norwegia menyebutkan, risiko bayi
lahir dengan ukuran besar bisa berkurang hingga 28% bila di masa
kehamilan ibu tetap berolahraga secara teratur terutama pada
trimester dua dan tiga. d. Ibu hamil hendaknya memeriksakan kadar
gula darahnya, meskipun sebelumnya tidak ada diabetes milletus.30
2.7. Persalinan Percobaan (Trial of Labor) Definisi tepat untuk
persalinan percobaan adalah percobaan persalinan hingga mencapai
dilatasi penuh serviks dan dilanjutkan ke kala dua persalinan dalam
2 jam. Persalinan percobaan dimulai pada permulaan persalinan dan
berakhir setelah kita mendapatkan keyakinan bahwa persalinan tidak
dapat berlangsung pervaginam atau setelah anak lahir pervaginam.
Persalinan percobaan dikatakan berhasil kalau anak lahir pervaginam
secara spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forsep atau vakum)
dan anak serta ibu dalam keadaan baik.18
2.8. Seksio sesarea2.8.1. Definisi Seksio sesarea merupakan
suatu proses insisi dinding abdomen dan uterus untuk mengeluarkan
janin.19 2.8.2. Prevalensi Dari tahun 1970 sampai dengan tahun
2007, frekuensi sekio sesarea di Amerika Serikat meningkat dari
4,5% per kelahiran total menjadi 31,8% per kelahiran total.
Peningkatan ini berlangsung terus menerus, kecuali dari tahun 1989
sampai dengan tahun 1996, frekuensi seksio sesarea di Amerika
Serikat mengalami penurunan. Penurunan ini sebagian besar
disebabkan oleh meningkatnya angka persalinan pervaginam setelah
seksio sesarea sebelumnya dan sebagian kecil oleh berkurangnya
angka kejadian seksio sesarea primer. Pada tahun 2007 didapati 30%
wanita yang melahirkan di Amerika Serikat menjalani seksio sesare.
Sebaliknya, frekuensi seksio sesarea dengan indikasi seksio sesarea
sebelumnya mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan adanya
peningkatan signifikan kejadian seksio sesarea primer.20,21Dari
penelitian yang dilakukan di dua rumah sakit di Yogyakarta
sepanjang tahun 2005, didapati sebanyak 29,6% dari total persalinan
dilakukan secara seksio sesarea. Hasil tersebut hampir mendekati
prevalensi seksio sesarea di Amerika Serikat pada tahun 2007.22
2.8.3. Indikasi Stanton membagi indikasi seksio sesarea menjadi 2
kelompok besar yaitu indikasi absolut dan indikasi relatif.
Indikasi absolut dilakukannya tindakan seksio sesarea adalah
disproporsi fetopelvik yang nyata atau penyempitan panggul yang
nyata. Indikasi relatif dilakukannya tindakan seksio sesarea antara
lain: riwayat seksio sesarea, prematuritas, dan berat janin kurang
dari 3500 gram.232.8.4. TeknikMenurut Berghella, ada beberapa
teknik seksio sesarea yaitu:24a. Insisi abdomenBiasanya dengan
melakukan insisi vertikal pada bagian tengah atau insisi
transversal. Insisi vertikal Insisi vertikal garis tengah
infraumbilikus merupakan insisi yang paling cepat dibuat. Insisi
ini harus cukup panjang agar janin dapat lahir tanpa kesulitan.
Oleh karena ini, panjang insisi harus sesuai dengan taksiran ukuran
janin. Pembebasan secara tajam dilakukan sampai batas vagina
m.rektus abdominis lamina anterior, yang dibebaskan dari lemak
subkutis untuk memperlihatkan sepotong fasia di garis tengah dengan
lebar sekitar 2 cm. otot rektus dan piramidalis dipisahkan di garis
tengah secara tajam dan tumpul untuk memperlihatkan fasia
transversalis dan peritoneum. Insisi transversalMelalui insisi
Pfannenstiel, kulit dan jaringan subkutan disayat dengan
menggunakan insisi transversal rendah sedikit melengkung. Insisi
dibuat setinggi garis rambut pubis dan diperluas sedikit melebihi
batas lateral otot rektus. Insisi jenis ini memiliki keunggulan
kosmetik. Namun, insisi jenis ini juga memiliki kekurangan. Pada
sebagian wanita, pemajanan uterus yang hamil dan apendiksnya tidak
sebaik pada insisi vertikal. Apabila diperlukan ruang lebih banyak,
insisi vertikal dapat dengan cepat diperluas melingkari dan ke atas
pusar, sementara pada insisi Pfannenstiel hal ini tidak dapat
dilakukan. Apabila diinginkan insisi transversal, namun diperlukan
ruang yang lebih lega, insisi Maylard merupakan pilihan yang aman.
Pada insisi ini, otot rektus dipisahkan dengan menggunakan gunting
dan skapel. b. Insisi uterusSebagian besar insisi dibuat di segmen
bawah uterus secara transversal, atau yang lebih jarang, secara
vertikal. Insisi transversal memiliki keunggulan yaitu hanya
memerlukan sedikit pemisahan kandung kemih dari miometrium di
bawahnya. Apabila insisi diperluas ke arah lateral, dapat terjadi
laserasi pada salah satu atau kedua pembuluh uterus.7 2.8.5.
Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi akibat seksio sesarea
antara lain:
a. Mortalitas ibu Angka mortalitas ibu yang melahirkan secara
seksio sesarea didapati 25 kali lebih besar dibandingkan angka
mortalitas ibu yang melahirkan secara pervaginam. Komplikasi yang
paling sering menyebabkan mortalitas ibu adalah perdarahan,
komplikasi akibat tindakan anestesi dan infeksi.25 b. Morbiditas
intraoperatifKomplikasi bedah intraoperatif diperkirakan lebih dari
11% seluruh tindakan seksio sesarea (80% minor, 20% mayor).
Kompilikasi mayor berupa: cedera kandung kemih, laserasi hingga
serviks atau vagina, laserasi korpus uterus, laserasi isthmus yang
meluas ke ligamen, laserasi kedua arteri uterus, cedera janin
beserta sekuelnya, dan cedera intestinal. Komplikasi minor
meliputi: transfusi darah, cedera janin tanpa sekuel dan laserasi
minor pada isthmus. c. Morbiditas pascaoperasiMorbiditas
pascaoperasi diperkirakan sekitar 15% dari seluruh tindakan seksio
sesarea, di mana sebagian besarnya (90%) diakibatkan oleh infeksi
(endometritis, infeksi saluran kemih, dan sepsis). Komplikasi lain
yang tidak begitu sering (10%) disebabkan oleh ileus paralitik,
perdarahan intraabdominal, paresis kandung kemih, trombosis, dan
penyakit paru. d. Morbiditas dan mortalitas perinatal Persalinan
melalui seksio sesarea memiliki risiko yang lebih kecil bagi janin
dibandingkan persalinan pervaginam, jadi mortalitas dan morbiditas
bayi menurun. Morbiditas yang menjadi perhatian utama adalah
prematuritas iatrogenik pada seksio sesarea elektif berulang.25
8