10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Matematika 1. Belajar Manusia merupakan makhluk yang selalu ingin tahu. Siswono (2008: 2) menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang pandai bertanya, bahkan dia mempertanyakan dirinya sendiri, keberadaannya, dan dunia seluruhnya. Menurut Moller, Huet, & Harvey (2009: 6), “Learning is fundamentally abaout change-change in attitudes, behavior, belief, capabilities, mental models, skill, or a combination of these‖. Pernyataan tersebut bermakna belajar pada dasarnya merupakan perubahan dalam sikap, prilaku, keyakinan, kemampuan, model mental, keterampilan, atau kombinasi semua. Belajar merupakan usaha yang di lakukan tiap individu untuk mencari tahu hal yang belum diketahuinya sehingga memperoleh suatu perubahan tingkah laku baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan maupun sikap dan nilai yang positif sebagai pengalaman sampai akhir hayatnya. Sugihartono (2007: 74) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan berinteraksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya.
39
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/259/2/BAB II.pdf · yang tidak hanya mempelajari pola bilangan saja, ... diskusi mereka. ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hakikat Pembelajaran Matematika
1. Belajar
Manusia merupakan makhluk yang selalu ingin tahu. Siswono (2008: 2)
menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang pandai bertanya, bahkan
dia mempertanyakan dirinya sendiri, keberadaannya, dan dunia seluruhnya.
Menurut Moller, Huet, & Harvey (2009: 6), “Learning is fundamentally
abaout change-change in attitudes, behavior, belief, capabilities, mental
models, skill, or a combination of these‖. Pernyataan tersebut bermakna
belajar pada dasarnya merupakan perubahan dalam sikap, prilaku, keyakinan,
kemampuan, model mental, keterampilan, atau kombinasi semua. Belajar
merupakan usaha yang di lakukan tiap individu untuk mencari tahu hal yang
belum diketahuinya sehingga memperoleh suatu perubahan tingkah laku baik
dalam bentuk pengetahuan, keterampilan maupun sikap dan nilai yang positif
sebagai pengalaman sampai akhir hayatnya.
Sugihartono (2007: 74) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses
memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah
laku dan kemampuan berinteraksi yang relatif permanen atau menetap karena
adanya interaksi individu dengan lingkungannya.
11
Ambrose et al (2010: 3) bahwa: “Learning is a process that leads to
change, wich occurs as a result of experience and increases the potensial for
improved performance and future learning‖. Pernyataan tersebut bermakna
belajar adalah proses untuk mendorong perubahan, yang terjadi sebagai hasil
dari pengalaman dan peningkatan potensi untuk meningkatkan kinerja dan
pembelajaran masa depan.
Selanjutnya menurut Darsono (2000: 32) menyatakan bahwa suatu
kegiatan yang melibatkan individu secara keseluruhan, baik fisik maupun
psikis, untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Watkins, Carnell, & Lodge
(2007: 72) menyatakan bahwa:
Learning is a constructive process that occurs best when the learner is
actively engaged in creating her or his own knowledge and understanding
by connecting what is being learned with prior knowledge and experience.
Pernyataan tersebut bermakna bahwa belajar merupakan proses
konstruktif yang terjadi ketika siswa secara aktif terlibat dalam menciptakan
pengetahuannya sendiri dan memahami dengan menghubungkan apa yang
sedang dipelajari dengan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya.
Berdasarkan pendapat yang telah dipaparkan sebelumnya yang di
maksud belajar dalam penelitian ini adalah proses perubahan tingkah laku,
sikap, kemampuan yang terjadi ketika siswa terlibat dalam membangun
pengetahuannya sendiri dengan menghubungkan pengalaman sebelumnya
dengan serangkaian kegiatan untuk mencapai suatu tujuan.
12
2. Pembelajaran
Pembelajaran ditinjau dari paham konstruktivisme menurut Sugihartono
(2007: 114) merupakan pembentukan lingkungan belajar yang dapat
membantu siswa untuk membangun konsep-konsep atau prinsip-prinsip siswa
berdasarkan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi. Menurut
Wena (2009: 52) tujuan akhir dari pembelajaran adalah menghasilkan siswa
yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam pemecahan masalah yang
dihadapi kelak di masyarakat. Hal ini sejalan dengan pandangan Polya (1960:
4) yang mengatakan bahwa poin utama dalam pembelajaran matematika
adalah untuk mengembangkan taktik dalam pemecahan masalah.
Menurut Sagala (2009: 61) menyatakan bahwa pembelajaran adalah
membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar
yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Menurut Hammond
& Brabsford (2015: 103) : “A major role of instruction is to build studentss
storehouse of experience do that they can build their cognitive capacity‖.
Pernyataan tersebut bermakna peran utama dari pembelajaran adalah
untuk membangun gudang pengalaman siswa sehingga mereka dapat
membangun kapasitas kognitif mereka. Gudang pengalaman disini maksudnya
adalah pengalaman sebelumnya dari siswa sehingga siswa mendapatkan tugas
maka dari pengalaman sebelumnya siswa dpat mengerjakannya.
Hamalik (2006: 239) pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang
tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material fasilitas, perlengkapan dan
prosedur yang saling mempengaruhi tercapainya suatu tujuan. Selanjutnya
13
Nitko & Brookhart (2011: 18) menyebutkan bahwa aktifitas pembelajaran
melibatkan tiga hal penting, yaitu: 1) Deciding what students are to learn. 2)
Carrying out the actual instruction. 3) Evaluating the learning.
Aktifitas pertama meliputi bagaimana cara guru memikirkan agar siswa
paham dengan apa yang telah diajarkan. Aktifitas kedua, guru menyediakan
kondisi dan aktifitas bagi siswa untuk belajar. Aktifitas ketiga yaitu
mengevaluasi apakah pembelajaran yang berangsung menggunakan penilaian
sumatif.
Berbagai pengertian pembelajaran yang diuraikan sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa yang di maksud dalam penelitian ini pembelajaran
merupakan pembentukan lingkungan belajar yang memfasilitasi siswa untuk
membangun konsep dan prinsip berdasar kemampuannya sendiri dengan
tujuan akhirnya yaitu kemampuan memecahkan masalah melalui proses
komunikasi dua arah yaitu antara guru dengan siswa.
3. Matematika
Alberta (2007: 11) mendefinisikan matematika sebagai suatu ilmu
tentang pengenalan dan deskripsi pola bilangan dan non-bilangan. Selain itu,
ia juga menambahkan bahwa:
Mathematics is one way to describe interconnectedness in a holistic
worldview. Mathematics is used to describe and explain relationships
among numbers, sets, shapes, objects and concepts. The search for possible
relationships involves collecting and analyzing data and describing
relationships visually, symbolically, orally or in written form.
Maksud dari pernyataan di atas adalah matematika merupakan salah satu
cara untuk mendeskripsikan hubungan-hubungan dalam dunia ini. Matematika
14
digunakan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan hubungan antara bilangan,
himpunan, bentuk, objek, dan konsep. Termasuk juga penelusuran hubungan
mengenai pengumpulan, analisis data dan mendeskripsikannya secara visual,
simbolik, lisan ataupun dengan tulisan.
Soedjadi (2007: 9) mendefiniskan matematika sebagai ilmu yang
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Memiliki objek kajian yang abstrak yang hanya ada dalam pikiran
b. Bertumpu pada kesepakatan (lebih bertumpu pada aksioma formal)
c. Berpola pikir deduktif
d. Konsisten dalam sistemnya
e. Memiliki/menggunakan simbol yang “kosong” dari arti
f. Memperhatikan semesta pembicaraan
Selanjutnya Van de Walle, Karp, & Bay-William (2013: 13)
mengemukakan bahwa: ―Mathematics is the science of concepts and
processes that have a pattern of regularity and logical order‖. Matematika
merupakan ilmu dari konsep dan proses yang memiliki pola umum dan
susunan logika. Matematika tidak hanya sekedar penerapan keterampilan
numerasi dasar semata, melainkan matematika juga merupakan kendaraan
utama untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis dan keterampilan
kognitif bagi manusia (Muijs & Reynolds, 2008: 333).
Berdasarkan beberapa definisi matematika yang telah diuraikan
sebelumnya maka disimpulkan bahwa matematika merupakan sebuah ilmu
yang tidak hanya mempelajari pola bilangan saja, melainkan sebuah ilmu yang
mempelajari tentang pola-pola dan hubungan-hubungan dalam dunia ini dari
yang bersifat konkret hingga abstrak yang dapat dideskripsikan secara
15
simbolik, visual, lisan, ataupun tulisan yang dapat meningkatkan keterampilan
kognitif dan berpikir logis seorang individu.
4. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian
perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung
dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu (Russeffendi, 1991:
261). Dalam pembelajaran, guru bertindak sebagai fasilitator yaitu guru
berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam
kegiatan proses pembelajaran. Jadi pembelajaran tidak berpusat pada guru,
siswa harus aktif sebagai pelaku utama (Wina 2006: 23).
Menurut Russeffendi (1991: 261) matematika adalah ilmu tentang
struktur yang terorganisasi, matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran
manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Matematika
yang dalam bahasa latin mathematica berasal dari bahasa Yunani
mathematike, yang berarti “relating to learning” mempunyai akar kata
mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Kata mathematike berhubungan
erat dengan sebuah kata lain yang serupa, yaitu mathemain yang berarti
belajar (Suherman, 2003 : 55).
Lebih lanjut Menurut Suherman (2003: 57) belajar matematika bagi para
siswa merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian
maupun dalam penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian itu.
Menurut BSNP (2006: 146), mata pelajaran Matematika pada satuan
16
pendidikan tingkat dasar dan menengah meliputi aspek-aspek: Logika,
Aljabar, Geometri, Trigonometri, Kalkulus, Statistika dan Peluang.
Berdasarkan definisi-definisi dan uraian-uraian sebelumnya maka dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dalam penelitian ini pembelajaran
matematika merupakan serangkaian kegiatan siswa dalam rangka
pembentukan pola pikir, pemahaman, pengetahuan, sikap, keterampilan dan
lainnya tentang matematika yang dibimbing oleh guru dalam suasana edukatif
untuk mencapai tujuan tertentu.
MTs Assalafiyyah Mlangi adalah sekolah yang menerapkan Kurikulum
KTSP dalam proses pembelajarannya. Dalam Kurikulum KTSP pada mata
pelajaran matematika, terdapat beberapa Standar Kompetensi (SK) maupun
Kompetensi Dasar (KD) yang harus tercapai (2006: 350).
Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Bangun Ruang Sisi Datar
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
5. Memahami sifat-sifat kubus,
balok, prisma, limas, dan
bagian-bagiannya, serta
menentukan ukurannya
5.1 Mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok,
prisma dan limas serta bagian-bagiannya
5.2 Membuat jaring-jaring kubus, balok,
prisma dan limas
5.3 Menghitung luas permukaan dan volume
kubus, balok, prisma dan Limas
17
B. Pendekatan Kontekstual
Definisi teori pembelajaran kontekstual menurut CORD (1999: 1) adalah
sebagai berikut:
Contextual learning occurs only when students (learners) process new
information or knowledge in such a way that it makes sense to them in their
own frames of reference (their own inner worlds of memory, experience, and
response). This approach to learning and teaching assumes that the mind
naturally seeks meaning in context—that is, in relation to the person’s current
environment—and that it does so by searching for relationships that make
sense and appear useful.
Maksud dari uraian di atas adalah pembelajaran kontekstual terjadi apabila
siswa mampu memproses informasi atau pengetahuan baru yang didapatkannya
kemudian mengaitkan dan menemukan hubungan yang membuat pembelajaran
menjadi lebih bermakna.
Selanjutnya juga menambahkan bahwa, pembelajaran kontekstual
merupakan sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang
mewujudkan makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks
dari kehidupan sehari-hari siswa (Johnson, 2012: 58). Jadi, pendekatan
pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dapat
membantu guru dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari suatu
konsep tertentu dengan mengaitkan setiap materi pembelajaran dengan
lingkungan dan kehidupan sehari-hari siswa sehingga mereka dapat
menghubungkan antara pengetahuan yang mereka miliki dengan penerapannya
dalam keseharian mereka.
18
Johnson (2012: 65-66) mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan
pembelajaran kontekstual, sistem pembelajaran haruslah sesuai dengan delapan
komponen yaitu
Making a meaningful conection, doing significant work, self-regulated learning,
collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual, reaching
high standards, using authentic assessments.
Membuat koneksi yang bermakna, melakukan pekerjaan yang signifikan,
pembelajaran mandiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, memelihara
individu, mencapai standar yang tinggi, menggunakan penilaian otentik. Menurut
Sanjaya (2006: 254) terdapat lima karakteristik penting dalam proses
pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual diantaranya:
1. Mengaktifan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik (activing
knowledge)
2. Memperoleh pengetahuan baru (acquiring knowledge)
3. Memahami pengetahuan (understanding knowledge)
4. Menerapkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge)
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan
pengetahuan tersebut
Pendekatan kontekstual mempunyai 7 prinsip utama dalam pembelajaran
yaitu konstruktivisme (constructivism), penemuan (inquiry), bertanya
(questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling),
refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)
(Rusman, 2012: 193-199). Ketujuh prinsip utama dalam pendekatan kontekstual
di atas, maka langkah-langkah pembelajaran kontekstual dapat dilakukan dengan
cara (Supinah, 2008: 28-29):
19
a. Menyampaikan tujuan, pokok-pokok materi pelajaran , dan melakukan
apersepsi.
b. Menyampaikan permasalahan yang berkaitan dengan materi yang akan
dipelajari.
c. Membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil dengan kemampuan yang
merata.
d. Siswa bekerja dalam kelompok untuk mendiskusikan permasalahan dan materi
yang sedang dipelajari dan masing-masing kelompok mempresentasikan hasil
diskusi mereka.
e. Mengadakan refleksi terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru
diterima.
f. Memberikan penguatan, tes, ataupun kesimpulan.
Beradasarkan uraian sebelumnya, dalam penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah suatu pembelajaran
yang mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa
kemudian membimbing siswa untuk dapat menemukan dan memahami konsep
materi yang dipelajari dengan menggunakan tujuh prinsip utama yaitu
konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry),
masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi
(reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).
20
C. Kemampuan Pemecahan Masalah
1. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah merupakan aktivitas yang sangat penting dalam
pembelajaran matematika, menurut suherman, dkk bahwa suatu masalah
biasanya memuat situasi yang dapat mendorong seseorang untuk
menyelesaikannya. Masalah dalam matematika adalah suatu persoalan yang ia
sendiri mampu menyelesaikan tanpa menggunakan cara, dan prosedur yang
rutin.
Untuk menyelesaikan masalah seseorang harus menguasai hal-hal yang
telah dipelajari sebelumnya dan kemudian menggunakan dalam situasi baru.
Karena itu masalah yang disajikan kepada peserta didik harus sesuai dengan
kemampuan dan kesiapannya serta proses penyelesaiannya tidak dapat dengan
prosedur rutin. Cara melaksanakan kegiatan mengajar dalam penyelesaian
masalah ini, siswa diberi pertanyaaan-pertanyaan dari yang mudah ke yang
sulit berurutan secara hirarki. Salah satu fungsi pembelajaran matematika
adalah untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.
Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa ditekankan pada
berfikir tentang cara menyelesaikan masalah dan memproses informasi
matematika. Menurut Kennedy (Abdurrahman, 2012: 205) menyarankan
empat langkah proses pemecahan masalah yaitu: “memahami masalah,
merancang pemecahan masalah, melaksanakan pemecahan masalah dan
memeriksa kembali”.
21
Menurut Polya dalam Herman Hudojo (2003: 87), menyelesaikan
masalah didefinisikan sebagai usaha mencari jalan keluar dari kesulitan,
mencapai suatu tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai. Karena itu
pemecahan masalah merupakan suatu aktifitas tingkat tinggi. Krulik & Rudnik
(1995: 4) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan proses di
mana individu menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman
yang telah diperoleh untuk nenyelesaian masalah pada situati yang tidak
dikenalnya.
Jadi dari uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, dalam penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah suatu daya
atau kemampuan individu untuk menggunakan pengetahuan, keterampilan dan
pemahamannya dalam rangka menemukan solusi dari suatu masalah.
2. Komponen-Komponen Kemampuan Pemecahan Masalah
Menurut Glass & Holyoak (Jacob, 2010: 06) mengungkapkan empat
komponen dasar dalam menyelesaikan masalah adalah:
a. Tujuan atau deskripsi yang merupakan suatu solusi terhadap masalah
b. Deskripsi objek-objek yang relevan untuk mencapai suatu solusi sebagai
sumber yang dapat digunakan dan setiap perpaduan atau pertantangan
yang dapat tercakup
c. Himpunan operasi atau tindakan yang diambil untuk membantu mencapai
solusi.
d. Himpunan pembatas yang tidak harus dilanggar dalam pemecahan
masalah.
22
Dengan demikian, komponen-komponen tersebut, jelaslah bahwa dalam
suatu penyelesaian masalah itu mencakup adanya informasi keterangan yang
jelas untuk menyelesaikan masalah matematika, tujuan yang ingin dicapai, dan
tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan, agar penyelesaian
masalah berjalan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Pemecahan Masalah
Menurut Siswono (2008: 35) faktor yang mempengaruhi kemampuan
pemecahan masalah, yaitu:
a. Pengalaman Awal
Pengalaman terhadap tugas-tugas menyelesaikan soal cerita atau soal
aplikasi. Pengalaman awal seperti ketakutan (pobia) terhadap matematika
dapat menghambat kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
b. Latar Belakang Matematika
Kemampuan siswa terhadap konsep-konsep matematika yang
berbeda-beda tingkatnya dapat memicu perbedaan kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah.
c. Keinginan dan Motivasi
Dorongan yang kuat dari dalam diri (internal), seperti menumbuhkan
keyakinan saya “BISA” maupun eksternal, seperti diberikan soal-soal yang
menarik, menantang, kontekstual dapat mempengaruhi hasil pemecahan
masalah.
23
d. Struktur Masalah
Struktur masalah yang diberikan kepada siswa (pemecahan
masalah), seperti format secara verbal atau gambar, kompleksitas (tingkat
kesulitan soal), konteks (latar belakang cerita atau tema), bahasa soal,
maupun pola masalah satu dengan masalah yang lain dapat mengganggu
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
Siswono (2008: 36) juga menyebutkan bahwa dalam memecahkan
masalah perlu keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki, yaitu: (1)