BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Stakeholder Pengenalan terhadap konsep lingkungan organisasi perusahaan yang berkembang sejalan dengan berkembangnya pendekatan sistem dalam manajemen, telah mengubah cara pandang manajer dan para ahli teori manajemen terhadap organisasi, terutama mengenai bagaimana suatu organisasi perusahaan dapat mencapai tujuannya secara efektif. Terjadinya pergeseran orientasi di dalam dunia bisnis dari shareholders kepada stakeholder telah disebut sebagai penyebab munculnya isu tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam Danu Chandra (2011) Stakeholders merupakan orang atau kelompok orang yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh berbagai keputusan, kebijakan, maupun operasi perusahaan. Menurut Jones dalam Solihin (2009) menjelaskan bahwa stakeholder dibagi dalam dua kategori, yaitu: 1. Inside stakeholders, terdiri atas orang-orang yang memiliki kepentingan dan tuntutan terhadap sumber daya perusahaan serta berada di dalam organisasi perusahaan. Pihak-pihak yang termasuk dalam kategori inside stakeholder adalah pemegang saham (shareholders), manajer, dan karyawan. 2. Outside stakeholders, terdiri atas orang-orang maupun pihak-pihak yang bukan pemilik perusahaan, bukan pemimpin perusahaan, dan bukan pula karyawan perusahaan, namun memiliki kepentingan terhadap perusahaan dan dipengaruhi oleh keputusan serta tindakan yang dilakukan oleh perusahaan. Pihak-pihak yang termasuk dalam kategori outside stakeholder adalah
34
Embed
BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1906/2/BAB II LANDASAN TEORI.pdfmelakukan komunikasi dan menjalin hubungan dengan lingkungan sekitar,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Stakeholder
Pengenalan terhadap konsep lingkungan organisasi perusahaan yang
berkembang sejalan dengan berkembangnya pendekatan sistem dalam
manajemen, telah mengubah cara pandang manajer dan para ahli teori manajemen
terhadap organisasi, terutama mengenai bagaimana suatu organisasi perusahaan
dapat mencapai tujuannya secara efektif. Terjadinya pergeseran orientasi di dalam
dunia bisnis dari shareholders kepada stakeholder telah disebut sebagai penyebab
munculnya isu tanggung jawab sosial perusahaan.
Dalam Danu Chandra (2011) Stakeholders merupakan orang atau kelompok
orang yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh berbagai keputusan,
kebijakan, maupun operasi perusahaan. Menurut Jones dalam Solihin (2009)
menjelaskan bahwa stakeholder dibagi dalam dua kategori, yaitu:
1. Inside stakeholders, terdiri atas orang-orang yang memiliki kepentingan dan
tuntutan terhadap sumber daya perusahaan serta berada di dalam organisasi
perusahaan. Pihak-pihak yang termasuk dalam kategori inside stakeholder
adalah pemegang saham (shareholders), manajer, dan karyawan.
2. Outside stakeholders, terdiri atas orang-orang maupun pihak-pihak yang
bukan pemilik perusahaan, bukan pemimpin perusahaan, dan bukan pula
karyawan perusahaan, namun memiliki kepentingan terhadap perusahaan dan
dipengaruhi oleh keputusan serta tindakan yang dilakukan oleh perusahaan.
Pihak-pihak yang termasuk dalam kategori outside stakeholder adalah
pelanggan (customers), pemasok (supplier), pemerintah, masyarakat lokal, dan
masyarakat secara umum.
Kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan
dukungan tersebut harus dicari sehingga salah satu aktivitas perusahaan adalah
untuk mencari dukungan tersebut. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian
dari dialog antara perusahaan dengan stakeholdernya (Grey, et al. 1995).
Perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri,
dan untuk mendapatkan dukungan dari stakeholder perusahaan harus memberikan
manfaat bagi para stakeholdernya.
Sebuah usaha dapat berjalan dengan adanya dukungan yang kuat, antara
perusahaan dengan lingkungan dalam perusahaan serta lingkungan sekitar
perusahaan, kerja sama yang baik dapat dilakukan melalui pemenuhan kebutuhan
stakeholder, diharapkan dengan hal tersebut mampu meningkatkan kinerja
stakeholder, dan mampu menjaga hubungan perusahaan dengan stakeholder diluar
perusahaan, dengan bergitu dapat menciptakan lingkungan kerja yang baik, dan
menghasilkan profit bagi perusahaan.
2.2 Teori Legimitasi (Legitimacy Theory)
Legitimasi dianggap sebagai asumsi bahwa tindakan yang dilakukan suatu
entitas merupakan tindakan yang diinginkan, pantas atau sesuai dengan sistem,
norma, nilai, kepercayaan definisi yang dikembangkan secara sosial
(Munandar:2010).
Legitimasi masyarakat merupakan faktor strategis bagi perusahaan dalam
rangka mengembangkan perusahaan kedepan. Hal itu dapat dijadikan sebagai
wahana untuk mengonstruksi strategi perusahaan, terutama terkait dengan upaya
memposisikan diri ditengah lingkungan masyarakat yang semakin maju (Nor
Hadi. 2011:87). Legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang
diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi
merupakan manfaat atau sumber daya potensial bagi perusahaan untuk bertahan
hidup (going concern) (O’Donovan, dalam Nor Hadi. 2011: 87, dalam Felyna
Priyanka. 2015:30). Melalui CSR perusahaan memperoleh cara yang sesuai untuk
melakukan komunikasi dan menjalin hubungan dengan lingkungan sekitar,
perusahaan dapat mengetahui apa saja dampak-dampak yang mereka timbulkan
dari aktifitas perusahaan, dan dapat mencari solusi yang lebih terarah, sehingga
perusahaan dan masyarakat bersama memberikan manfaat bagi masing-masing
pihak.
Teori legitimasi merupakan suatu gagasan tentang kontrak sosial antara
perusahaan dengan masyarakat. Menurut teori ini, untuk diterima oleh
masyarakat, perusahaan harus mengungkapkan aktivitas sosial perusahaan
sehingga akan menjamin kelangsungan hidup perusahaan (Reverte, 2009). Teori
legitimasi juga berpendapat bahwa perusahaan harus melaksanakan dan
mengungkapkan aktivitas CSR semaksimal mungkin agar aktivitas perusahaan
dapat diterima oleh masyarakat.
2.3 Profitabilitas Perusahaan
Menurut Harahap (2004:304), mengemukakan bahwa “Profitabilitas atau
disebut juga rentabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan
laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan,
kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya”.
Sedangkan menurut Astuti (2004:36) mengartikan “profitabilitas sebagai
kemampuan suatu perusahaan untuk mengahasilkan laba”. Salah satu ukuran
profitabilitas yang paling penting adalah laba bersih. Para investor dan kreditor
sangat berkepentingan dalam mengevaluasi kemampuan perusahaan
menghasilkan laba saat ini maupun modal sendiri.
Profitabilitas dapat diterapkan dengan menghitung berbagai tolak ukur yang
relevan. Salah satu tolak ukur adalah dengan menggunakan rasio keuangan
sebagai salah satu alat didalam menganalisis kondisi keuangan hasil opeasi dan
tingkat profitabilitas suatu perusahaan. (Multafia Almar: 2014).
2.4 Return On Equity(ROE)
Salah satu alat untuk mengukur rasio profitabilitas dari perusahaan adalah
dengan menggunakan Return on Equity (ROE), ROE adalah tingkat pengembalian
ekuitas dari aktivitas investasi dan penjualan yang dilakukan. ROE mengukur
pengembalian yang akan diberikan perusahaan kepada para pemegang saham.
Angka ROE yang tinggi akan membawa keberhasilan bagi perusahaan yang
mengakibatkan tingginya harga saham dan membuat perusahaan dapat dengan
mudah menarik dana baru. Hal ini juga akan memungkinkan perusahaan untuk
berkembang, menciptakan kondisi pasar yang sesuai dan nantinya akan
memberikan laba yang lebih besar. Semua hal tersebut dapat menciptakan nilai
yang tinggi dan pertumbuhan yang berkelanjutan atas kekayaan pemiliknya
(Walsh, Ciaran, 2003:56).
ROE setiap perusahaan harus dibandingkan dengan ROE perusahaan sejenis
lainnya atau dengan rata-rata industri. Tujuannya adalah untuk melihat kekuatan
perusahaan tersebut dalam menciptakan daya tarik investasi di masa yang akan
datang (Freddy Rangkuti, 2005: 155), dengan membandingkan laporan keuangan,
perusahaan akan mengetahui bagaimana kinerja perusahaan tersebut, dan dapat
mengevaluasi kekurangan perusahaan agar dapat bersaing dengan perusahaan lain.
2.5 Corporate Social Responsibility (CSR)
Definisi Mengenai CSR sebenarnya telah banyak dikemukakan oleh banyak
ahli, diantaranya definisi yang dikemukakan oleh Putri (dalam Untung, 2008:1)
bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen perusahaan untuk
berkonstruksi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan
memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitik beratkan pada
keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan.
Pengertian Corporate Social Responsibility Menurut (Wahyudi & Azheri
2008:36), “Corporate Social Responsibility merupakan komitmen perusahaan
untuk melaksanakan kewajibannya didasarkan atas keputusan untuk mengambil
kebijakan dan tindakan dengan memperhatikan para stakeholder dan lingkungan
dimana perusahaan melakukan aktivitasnya yang berlandaskan pada ketentuan
hukum yang berlaku”.
John Elkinston dalam Kurnianto (2010) mengembangkan konsep triple
bottom line atau 3P, Perusahaan yang ingin berkelanjutan harus memperhatikan
“3P”. Perusahaan harus mampu memenuhi mengenai kesejahteraan masyarakat
(people), turut berkontribusi dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet), serta
mengejar profit. triple-p bottom line (3P) dijelaskan sebagai berikut :
1. Profit (keuntungan)
Profit merupakan tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk
menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Aktifitas yang dapat digunakan untuk
meraih profit yaitu dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi
biaya, sehingga perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif yang dapat
memberikan nilai tambah semaksimal mungkin. Peningkatan produktivitas
dilakukan dengan memperbaiki manajemen kerja melalui penyederhanaan proses,
mengurangi aktivitas yang tidak efisien, menghemat waktu proses dan pelayanan.
Termasuk juga menggunakan material sehemat mungkin dan biaya serendah
mungkin
2. People (Manusia)
Masyarakat merupakan stakeholder penting bagi perusahaan, karena
dukungan mereka sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup dan
perkembangan perusahaan. Masyarakat tidak dapat dipungkiri menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dengan perusahaan. Perusahaan jika ingin tetap bertahan
dan diterima, maka perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat
sebesar-besarnya kepada masyarakat sekitar. Operasi perusahaan berpotensi
memberikan dampak kepada masyarakat.
3. Planet
Lingkungan adalah sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang kehidupan
manusia. Semua kegiatan yang manusia lakukan berhubungan dengan lingkungan.
Lingkungan dapat menjadi teman atau musuh manusia tergantung bagaimana
memperlakukannya. Hubungan manusia dengan lingkungan adalah hubungan
sebab akibat, dimana jika manusia merawat lingkungan, maka lingkungan pun
akan memberikan manfaat kepada manusia. Sebaliknya, jika lingkungan dirusak,
maka akan mendapat akibatnya.
Tujuan dari tanggung jawab sosial perusahaan tidak hanya untuk memenuhi
hukum dan aturan yang berlaku, tapi diharapkan dapat memberikan manfaat dan
nilai guna bagi pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan atau
kepada stakeholders. Kegiatan CSR selain diharapkan mampu memberikan
manfaat kepada stakeholder juga diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
perusahaan itu sendiri. Manfaat yang diharapkan dengan adanya CSR yaitu
adanya pemberdayaan masyarakat dan dari sisi perusahaan agar operasional
perusahaan berjalan lancar tanpa gangguan. Kondisi seperti itulah yang pada
gilirannya dapat memberikan keuntungan tersendiri bagi perusahaan.
2.5.1 Prinsip Corporate Social Responsibility
Crowther David (2008) dalam Nor Hadi (2011: 59) mengurai prinsip-prinsip
tanggung jawab sosial perusahaan / CSR menjadi 3 yaitu:
1) Sustainability, berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan
aktivitas (action) tetap memperhitungakan keberlanjutan sumberdaya di masa
depan.
2) Accountability, merupakan upaya perusahaan terbuka dan bertanggung
jawab atas aktivitas yang telah dilakukan.
3) Transparency, merupakan prinsip penting bagi pihak eksternal.
Transparansi merupakan satu hal yang amat penting bagi pihak eksternal,
berperan untuk mengurangi asimetri informasi, kesalahpahaman khususnya
informasi dan pertanggungjawaban berbagai dampak dari lingkungan.
2.5.2 Manfaat Corporate Social Responsibility
Menurut Daniri (2008) terdapat dua hal yang dapat mendorong perusahaan
menerapkan CSR, yaitu bersifat dari luar perusahaan (external drivers) dan dari
dalam perusahaan (internal drivers). Termasuk kategori pendorong dari luar,
misalnya adanya regulasi, hukum, dan diwajibkannya analisis mengenai dampak
lingkungan (Amdal). Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
telah memberlakukan audit Proper (Program penilaian peningkatan kinerja
perusahaan). Pendorong dari dalam perusahaan terutama bersumber dari perilaku
manajemen dan pemilik perusahaan (stakeholders), termasuk tingkat kepedulian/
tanggung jawab perusahaan untuk membangun masyarakat sekitar (community
development responsibility).
Menurut marketing journal (dalam Agustin, 2012 dalam Eva Sriviana:2013)
menyatakan bahwa beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan CSR,
diantaranya adalah:
(1) Meningkatnya reputasi dan brand image; (2) Meningkatkan profit dan
loyalitas pelanggan; (3) Menciptakan kesempatan usaha baru; (4) Meningkatkan
kemampuan untuk menarik dan mempertahankan karyawan; (5) Meningkatkan
produktivitas dan moral; (6) Menarik investor dan rekan bisnis; (7) Me-manage
resiko; (8) Perlakuan istimewa dari pemerintah dan kebijakannya; (9)
Meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya operasional; (10) Inovasi pasar
melalui kerja sama dengan komunitas lokal.
Ambadar (2008) mengemukakan beberapa motivasi dan manfaat yang
diharapkan perusahaan dengan melakukan tanggung jawab sosial perusahaan
meliputi: 1) perusahaan terhindar dari reputasi negatif perusak lingkungan yang
hanya mengejar keuntungan jangka pendek tanpa mempedulikan akibat dari
perilaku buruk perusahaan, 2) kerangka kerja etis yang kokoh dapat membantu
para manajer dan karyawan menghadapi masalah seperti permintaan lapangan
kerja di lingkungan dimana perusahaan bekerja, 3) perusahaan mendapat rasa
hormat dari kelompok inti masyarakat yang membutuhkan keberadaan perusahaan
khususnya dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan, 4) perilaku etis perusahaan
aman dari gangguan lingkungan sekitar sehingga dapat beroperasi secara lancar.
Pelaksanaan CSR secara efektif, akan memiliki dampak yang baik terhadap
kondisi operasi perusahaan, secara tidak langsung dengan melaksanakan CSR
citra perusahaan akan meningkat dimata konsumen, dengan menerapkan beberapa
indikator dalam CSR, perusahaan dapat menghindari pandangan buruk terhadap
perusahaan, apalagi perusahaan perkebunan kelapa sawit memang berkaitan
sangat dekat dengan daerah hutan.
Penerapan CSR tidak hanya memberikan manfaat bagi perusahaan saja,
tetapi manfaat tersebut juga dirasakan oleh pihak yang menjadi mitra oleh
perusahaan dalam menerapkan praktik CSR disekitar perusahaan. Selain
melaksanakan peraturan peraturan sesuai ketentuan hukum, perusahaan
mendapatkan banyak manfaat karena, mematuhi peraturan pemerintah, citra
perusahaan tidak hanya baik dimata negara, tetapi masyarakat juga akan
pandangan yang baik dan memberikan respon positif terhadap yang baik,
diharapkan kegiatan, perusahaan juga dapat berjalan dengan lancar tanpa
menemui banyak gangguan.
2.5.3 Pengungkapan Corporate Social Responsibility
Laporan CSR atau tanggungjawab sosial merupakan laporan aktivitas
tanggungjawab sosial yang telah dilakukan perusahaan baik berkaitan dengan
perhatian masalah dampak sosial maupun lingkungan. Laporan tersebut menjadi
bagian tak terpisahkan dengan laporan tahunan (annual report) yang
dipertanggungjawabkan direksi di depan sidang Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS). Laporan ini berisi laporan program-program sosial dan lingkungan
perseroan yang telah dilaksanakan selama tahun buku terakhir (Nor Hadi
2011:206 dalam Felyna: 2015:33).
Tanggungjawab sosial perusahaan diungkapkan di dalam laporan yang
disebut sustainability report. Sustainability reporting adalah pelaporan mengenai
kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan
produknya dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Laporan tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan laporan tahunan
(annual report) yang dipertanggungjawabkan direksi di depan sidang Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) (Nor Hadi, 2011: 206 dalam Felyna: 2015:35).
Sustainability reporting meliputi pelaporan mengenai ekonomi, lingkungan
dan pengaruh sosial terhadap kinerja organisasi. Sustainability report harus
menjadi dokumen strategik yang berlevel tinggi yang menempatkan isu, tantangan
dan peluang sustainability development yang membawanya menuju kepada bisnis
utama (core business) dan sektor industrinya. Salah satu panduan pelaporan yang
banyak digunakan sebagai standar pelaporan saat ini oleh perusahaan untuk
mendukung pembangunan berkesinambungan.
Darwin (2004) dalam Anggraini (2006) mengatakan bahwa Corporate
Social Responsibility terbagi menjadi 3 kategori yaitu kinerja ekonomi, kinerja
lingkungan dan kinerja sosial. penelitian ini mengidentifikasi hal-hal yang
berkaitan dengan pelaporan sosial perusahaan berdasarkan standar GRI (Global
Reporting Initiative). Global Reporting Initiative (GRI) adalah sebuah jaringan
berbasis organisasi yang telah mempelopori perkembangan dunia, paling banyak
menggunakan kerangka laporan keberlanjutan dan berkomitmen untuk terus-
menerus melakukan perbaikan dan penerapan diseluruh dunia
(www.globalreporting.org) .
2.5.4 Dimensi-dimensi dalam Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate
Social Responsibility)
1. Dimensi ekonomi dalam CSR
Dimensi ekonomi menyatakan bahwa publik mengharapkan perusahaan
untuk menghasilkan barang/jasa yang menguntungkan atau bermanfaat, dan
menjualnya dengan harga yang pantas, sebagai pemenuhan akan kebutuhan
banyak pihak termasuk karyawan, suplier, distributor, dan pemegang saham yang
tergantung pada kelangsungan hidup ekonomi bisnis (Carol, 1992). Dimensi
ekonomi menyangkut keberlanjutan organisasi yang berdampak pada kondisi
ekonomi dari stakeholder dan sistem ekonomi pada tingkat lokal, nasional, dan
tingkat global.
2. Dimensi lingkungan dalam CSR
Lingkungan merupakan sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang
kehidupan perusahaan. Hubungan perusahaan dan lingkungan adalah hubungan
sebab akibat yaitu jika perusahaan merawat lingkungan maka lingkungan akan
bermanfaat bagi perusahaan. Sebaliknya jika perusahaan merusak lingkungan
maka lingkungan juga akan tidak memberikan manfaat kepada perusahaan.
Pfleiger et al (2005) mengatakan bahwa usaha-usaha pelestarian lingkungan oleh
perusahaan akan mendatangkan sejumlah keuntungan, diantaranya adalah
ketertarikan pemegang saham dan stakeholder terhadap keuntungan perusahaan
akibat pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab. Hasil lain