9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh 1. Pengertian Pola Asuh Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Desywidowati, 2013) pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Kata pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan kata asuh dapat berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu; melatih dan sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga (Desywidowati, 2013). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pola asuh adalah suatu cara yang digunakan oleh orang tua untuk memberikan bimbingan atau pendidikan kepada anak. Baumrind (Rozali, 2015) mengungkapkan bahwa pola asuh adalah cara orang tua membesarkan anak dengan memenuhi kebutuhan anak, memberi perlindungan, mendidik anak serta mempengaruhi tingkah laku anak dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan Santrock (2002) mengungkapkan bahwa pola asuh adalah orang tua menghukum atau mengucilkan anak, tetapi sebagai gantinya orang tua harus mengembangkan aturan-aturan bagi anak-anak dan mencurahkan kasih sayang kepada anak. Djamarah (Lestari, 2015) juga mengungkapkan bahwa pola asuh orang tua adalah gambaran tentang sikap dan perilaku
18
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/2672/3/BAB II.pdf · pernah belajar mengendalikan perilaku dan anak mengharapkan kemauan anak
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pola Asuh
1. Pengertian Pola Asuh
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Desywidowati, 2013)
pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Kata pola berarti corak,
model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan kata
asuh dapat berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil,
membimbing (membantu; melatih dan sebagainya), dan memimpin
(mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga
(Desywidowati, 2013). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pola asuh
adalah suatu cara yang digunakan oleh orang tua untuk memberikan
bimbingan atau pendidikan kepada anak.
Baumrind (Rozali, 2015) mengungkapkan bahwa pola asuh adalah
cara orang tua membesarkan anak dengan memenuhi kebutuhan anak,
memberi perlindungan, mendidik anak serta mempengaruhi tingkah laku
anak dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan Santrock (2002)
mengungkapkan bahwa pola asuh adalah orang tua menghukum atau
mengucilkan anak, tetapi sebagai gantinya orang tua harus
mengembangkan aturan-aturan bagi anak-anak dan mencurahkan kasih
sayang kepada anak. Djamarah (Lestari, 2015) juga mengungkapkan
bahwa pola asuh orang tua adalah gambaran tentang sikap dan perilaku
10
orang tua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi, selama
mengadakan kegiatan pengasuhan.
Berdasarkan beberapa definisi pola asuh yang telah disampaikan di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua adalah suatu cara
atau interaksi yang digunakan oleh orang tua untuk membimbing,
mendidik, melindungi, dan memenuhi semua kebutuhan anak sesuai
dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat, dan hal tersebut
memberikan pengaruh terhadap tingkah laku anak dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Jenis-jenis Pola Asuh
Baumrind (Papalia, Olds dan Feldman, 2009) menyebutkan bahwa
terdapat empat macam pola asuh orang tua, yaitu pola asuh otoritarian
(Authoritarian), pola asuh permisif (permissive), pola asuh otoritatif
(Authoritative), dan pola asuh yang terakhir adalah pola asuh pengabaian:
a. Pola Asuh Otoritarian (Authoritarian)
Menurut Baumrind (Papalia, Olds, dan Feldman, 2009) pola
asuh otoritarian adalah orang tua yang menghargai kontrol dan
kepatuhan tanpa banyak tanya. Orang tua berusaha membuat anak
mematuhi set standar perilaku dan menghukum anak secara tegas
jika melanggarnya. Orang tua lebih mengambil jarak dan kurang
hangat dibandingkan orang tua yang lain, anak cenderung menjadi
lebih tidak puas, menarik diri, dan tidak percaya terhadap orang lain.
11
b. Pola Asuh Permisif (Permissive)
Baumrind (Papalia, Olds, dan Feldman, 2009) menyatakan
bahwa pola asuh permisif adalah orang tua yang menghargai ekspresi
diri dan pengaturan diri. Orang tua hanya membuat sedikit
permintaan dan membiarkan anak memonitor aktivitas anak sendiri
sedapat mungkin. Ketika membuat aturan, orang tua menjelaskan
alasannya kepada anak. orang tua yang berkonsultasi dengan anak
mengenai keputusan kebijakan dan jarang menghukum, orang tua
yang permisif cenderung hangat, tidak mengontrol, dan tidak
menuntut.
c. Pola Asuh Otoritatif (Authoritative)
Baumrind (Papalia, Olds, dan Feldman, 2009) menyatakan
bahwa pola asuh otoritatif adalah orang tua yang menghargai
individudalitas anak tetapi juga menekankan batasan-batasan sosial.
Orang tua percaya akan kemampuan orang tua dalam memandu
anak, tetapi juga menghargai keputusan mandiri, minat, pendapat,
dan kepribadian anak. orang tua menyayangi dan menerima, tetapi
meminta perilaku yang baik, tegas dalam menetapkan standar, dan
berkenan untuk menerapkan hukuman yang terbatas dan adil. Orang
tua menjelaskan alasan di balik pendapat anak dan mendorong
komunikasi timbal balik. Anak merasa aman karena mengetahui
dirinya dicintai, tapi juga diarahkan dengan tegas. Anak prasekolah
12
dengan orang tua otoritatif cenderung paling mengandalkan diri,
mengontrol diri dan lebih asertif, mengeksplorasi, dan merasa pas.
d. Pola Asuh Pengabaian
Baumrind (Papalia, Olds, dan Feldman) menambahkan pola
asuh ke empat yaitu mengabaikan, atau tidak terlibat, yaitu
menggambarkan orang tua yang kadang hanya fokus pada
kebutuhannya sendiri dan mengabaikan kebutuhan anak karena stres
atau depresi. Pola asuh ini sudah dikaitkan dengan berbagai
gangguan perilaku pada masa kanak-kanak dan remaja.
Selain Baumrind, Santrock (2002) juga membagi pola asuh
menjadi tiga bentuk pola asuh, yaitu pola pengasuhan otoritarian
(Authoritarian), pola pengasuhan otoritatif (Authoritatve), dan pola
pengasuhan permisif (Permissive):
a. Pola Pengasuhan Otoriter (Authoritarian parenting)
Santrock (2002) menyebutkan bahwa pengasuhan yang
otoriter (authoritarian parenting) ialah suatu gaya membatasi dan
menghukum yang menuntu anak untuk mengikuti perintah-perintah
orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua otoriter
menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberi peluang yang
besar kepada anak-anak untuk berbicara (bermusyawarah).
Pengasuhan yang otoriter diasosiasikan dengan inkompetensi sosial
anak-anak. Anak-anak yang orang tuanya otoriter seringkali cemas
13
akan perbandingan sosial, gagal memprakarsai kegiatan, dan
memiliki keterampilan komunikasi yang rendah.
b. Pola Pengasuhan Oritatif (Authoritative parenting)
Santrock (2002) mengungkapkan bahwa pola pengasuhan
otoritatif adalah orang tua yang mendorong anak-anak agar mandiri
tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-
tindakan anak. musyawarah verbal yang ekstensif dimungkinkan,
dan orang tua memperlihatkan kehangatan serta kasih sayang kepada
anak. pengasuhan yang otoritatif diasosiasikan dengan kompetensi
sosial anak-anak. Anak-anak yang mempunyai orang tua yang
otoritatif berkompenten secara sosial, percaya diri, dan bertanggung
jawab secara sosial.
c. Pola Pengasuhan Permisif (Permissive parenting)
Santrock (2002) membagi pola pengasuhan permisif menjadi
dua bentuk, yaitu pola pengasuhan permissive-indifferent dan pola
pengasuha permissive-indulgent:
Santrock (2002) mengungkapkan pola pengasuhan
permissive-indifferent adalah suatu gaya di mana orang tua tidak
terlibat dalam kehidupan anak; tipe pengasuhan ini diasosiasikan
dengan inkompetensi sosial anak, khususnya kurangnya kendali diri.
Anak-anak memiliki keinginan yang kuat agar orang tua perduli;
anak-anak yang orang tuanya bergaya permissive-indifferent
mengembangkan suatu perasaan bahwa aspek-aspek lain kehiduoan
14
orang tua lebih penting daripada anak. Anak-anak yang orang tuanya
bergaya permissive-indifferent inkompeten secara sosial, anak
memperlihatkan kendali diri yang buruk dan tidak membangun
kemandirian yang baik.
Santrock (2002) mengungkapkan bahwa pengasuhan yang
permissive-indulgent ialah suatu gaya pengasuhan di mana orang tua
sangat terlibat dalam kehidupan anak, tetapi menetapkan sedikit
batas atau kendali terhadap anak. pengasuhan yang permissive-
indulgent diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak, khususnya
kurangnya kendali diri. Orang tua seperti itu membiarkan anak
melakukan apa saja yang diinginkan, dan akibatnya ialah anak tidak
pernah belajar mengendalikan perilaku dan anak mengharapkan
kemauan anak dituruti. Anak-anak yang orang tuanya menggunakan
pola asuh permissive-indulgent jarang belajar menaruh hormat pada
orang lain dan mengalami kesulitan mengendalikan perilaku agresif
anak.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Baumrind dan Santrock
di atas menunjukkan bahwa kedua teori tersebut tidak begitu memiliki
banyak perbedaan. Baumrind dan Santrock mengemukakan bahwa pola
asuh otoritarian merupakan pola asuh yang bertumpu kepada orang tua
saja, sehingga anak harus mentaati semua perkataan orang tua, tanpa
diberikan kesempatan untuk mengetahu alasan dari aturan tersebut. Selain
itu, Baumrind dan Santrock mengungkapkan bahwa pola asuh anak
15
otoritatif adalah pola asuh yang bertumpu kepada hubungan yang timbal
balik, sehingga anak juga diberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan
orang tua tentang aturan yang ditetapkan oleh orang tua, dan anak
diberikan kesempatan untuk mengetahui alasan dari aturan tersebut. Hanya
saja, terdapat perbedaan dalam teori Baumrind dan Santrock yaitu
Baumrind mengungkapkan bahwa pola asuh pengabaian merupakan
bentuk pola asuh yang terpisah dari bentuk pola asuh yang lain, sedangkan
Santrock mengungkapkan bahwa pola asuh pengabaian merupakan salah
satu bentuk dari pola asuh permisif.
3. Aspek-aspek Pola Asuh
Lestari (2012) mengungkapkan bahwa pola asuh orang tua
memiliki aspek-aspek sebagai berikut:
a. Kontrol dan Pemantauan
Menurut Baldwin (Lestari, 2012) kontrol diartikan sebagai
penekanan terhadap adanya batasan-batasan terhadap perilaku yang
disampaikan secara jelas kepada anak. Sedangkan bagi Baumrind
(Lestari, 2012) kontrol yang tegas adalah ketika orang tua membuat
tuntutan-tuntutan yang sesuai dengan usia anak, misalnya membantu
pekerjaan rumah, sarapan pagi, yang harus dituruti anak
sebagaimana diminta oleh orang tua.
Secara lebih spesifik, Barber (Lestari, 2012) membedakan
antara kontrol ;psikologis dan kontrol perilaku. Kontrol psikologis
16
adalah upaya-upaya pengendalian yang bersifat memaksa terhadap
perkembangan psikologi dan emosi anak, misalnya proses berpikir,
pengungkapan diri, ekspresi emosi, dan kelekatan pada orang tua.
Kontrol perilaku adalah upaya orang tua untuk mengatur dan
mengelola perilaku anak.
Menurut Grolnick (Lestari, 2012), pada dasarnya cara
melakukan kontrol dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kontrol yang
jelas (overt) dan kontrol tersamar (covert). Kontrol yang jelas dapat
dilakukan melalui pemberian hukuman, sedangkan kontrol tersamar
dapat dilakukan melalui pemberian pujian dan hadiah. Lebih lanjut
Grolnick (Lestari, 2012) menguraikan hasil dari kontrol juga dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu kepatuhan dan internalisasi. Tentu saja
internalisasi merupakan hasil yang lebih baik, karena anak akan
mampu menerapkan kontrol dan regulasi diri tanpa harus selalu di