12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Transportasi Morlok. Edward K. (1988) dalam Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi menyatakan bahwa Manajemen dari usaha angkutan menghadapi pilihan yang sangat luas dalam hal penentuan harga dan rencana operasi, walaupun sering pilihan-pilihan ini dibatasi oleh peraturan pemerintah. Pilihan- pilihan ini antara lain ialah operasi pada rute yang tetap atau tidak, operasi dengan penjadwalan yang tetap atau tergantung pada kebutuhan, ukuran kendaraan yang akan dioperasikan, jenis lalu lintas yang akan dilayani (terutama dalam transportasi muatan barang), dan harga atau tarif yang akan ditarik.Warpani (1990), adalah keberadaan angkutan umum penumpang memiliki tujuan utama yaitu mengadakan pelayanan angkutan yang layak dan baik bagi masyarakat umum. Kriteria pelayanan yang baik ialah pelayanan yang cepat, murah, aman dan nyaman. Dengan adanya angkutan umum ini juga akan membuka lapangan kerja. Dilihat dari faktor lalu lintas, angkutan umum penumpang dapat mengurangi volume lalu lintas kendaraan pribadi, hal ini dikarenakan angkutan umum penumpang merupakan angkutan massal sehingga biaya angkut dapat dibebankan kepada lebih banyak orang atau penumpang. Penumpang yang banyak menyebabkan biaya penumpang dapat ditekan serendah mungkin. Abbas, Salim (1993) dalam Manajemen Transportasi menyatakan bahwa biaya adalah faktor yang menentukan dalam transportasi untuk penetapan tarif, alat kontrol agar dalam pengoperasiannya mencapai tingkat efektifitas dan efisien. Sistem trasportasi menurut Morlok (1978), adalah suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara penumpang, barang, prasarana dan sarana yang berinteraksi dalam rangka perpindahan orang atau barang, yang tercakup dalam suatu tatanan, baik secara alami ataupun buatan/rekayasa.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Transportasi
Morlok. Edward K. (1988) dalam Pengantar Teknik dan Perencanaan
Transportasi menyatakan bahwa Manajemen dari usaha angkutan menghadapi
pilihan yang sangat luas dalam hal penentuan harga dan rencana operasi,
walaupun sering pilihan-pilihan ini dibatasi oleh peraturan pemerintah. Pilihan-
pilihan ini antara lain ialah operasi pada rute yang tetap atau tidak, operasi dengan
penjadwalan yang tetap atau tergantung pada kebutuhan, ukuran kendaraan yang
akan dioperasikan, jenis lalu lintas yang akan dilayani (terutama dalam
transportasi muatan barang), dan harga atau tarif yang akan ditarik.Warpani
(1990), adalah keberadaan angkutan umum penumpang memiliki tujuan utama
yaitu mengadakan pelayanan angkutan yang layak dan baik bagi masyarakat
umum. Kriteria pelayanan yang baik ialah pelayanan yang cepat, murah, aman
dan nyaman. Dengan adanya angkutan umum ini juga akan membuka lapangan
kerja. Dilihat dari faktor lalu lintas, angkutan umum penumpang dapat
mengurangi volume lalu lintas kendaraan pribadi, hal ini dikarenakan angkutan
umum penumpang merupakan angkutan massal sehingga biaya angkut dapat
dibebankan kepada lebih banyak orang atau penumpang. Penumpang yang banyak
menyebabkan biaya penumpang dapat ditekan serendah mungkin.
Abbas, Salim (1993) dalam Manajemen Transportasi menyatakan bahwa
biaya adalah faktor yang menentukan dalam transportasi untuk penetapan tarif,
alat kontrol agar dalam pengoperasiannya mencapai tingkat efektifitas dan efisien.
Sistem trasportasi menurut Morlok (1978), adalah suatu bentuk keterikatan
dan keterkaitan antara penumpang, barang, prasarana dan sarana yang berinteraksi
dalam rangka perpindahan orang atau barang, yang tercakup dalam suatu tatanan,
baik secara alami ataupun buatan/rekayasa.
13
Sedangkan sistem transportasi menurut Tamin (2002), adalah merupakan
dasar (basic infrastructure) bagi pelayanan masyarakat (public service) yang
dampaknya multi dimensional. Kemultian penyelenggaraan sistem transportasi,
tidak hanya terkait dengan sistem multi-moda yang menyatukan serangkaian
moda transportasi darat, laut dan udara, tetapi dalam perencanaanya juga harus
mencerminkan keputusan yang dapat diterima semua pihak yang memiliki cara
pandang yang berbeda, dengan mempertimbangkan variabel dampak dan manfaat
yang beragam (multi-variabel), melibatkan sejumlah pihak/institusi yang
mencerminkan aspek multi-sektor.
Khisty, C. Jotin & B. Kent Hill (2003), menyatakan bahwa pelayanan
angkutan umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan jenis
rute dan perjalanan yang dilayaninya :
1. Angkutan jarak pendek ialah pelayanan kecepatan-rendah didalam
kawasan sempit dengan densitas perjalanan tinggi, seperti kawasan
perdagangan utama (central business district-CBD).
2. Angkutan kota, yang merupakan jenis yang paling lazim, melayani
orang-orang yang membutuhkan transportasi di dalam kota.
3. Angkutan regional melayani perjalanan jauh, berhenti beberapa kali, dan
umumnya memiliki kecepatan tinggi. Sistem kereta api cepat dan bus
ekspres termasuk ke dalam kategori ini.
Samin, Sekar Arum (2015) melakukan penelitian tentang analisa tarif
angkutan umum berdasarkan Biaya Operasional Kendaraan, ATP dan WTP
menunjukkan bahwa penentuan besaran tarif angkutan membutuhkan penanganan
dan kebijakan yang arif. Data didapat dengan penyebaran kuisioner kepada
pengguna angkutan bus PO. NUANSA INDAH dan juga wawancara dengan
pengelola bus PO. NUANSA INDAH kemudian data di analisis, hasil data
analisis untuk memenuhi besarnya biaya operasional kendaraan (BOK) yang
dikeluarkan oleh operator PO. NUANSA INDAH dan mengetahui daya beli
penumpang dari kemampuan (Ability to Pay) dan kemauan penumpang
14
(Willigness to Pay) untuk membayar tarif bus kota. Hasil analisis dan
menunjukkan tarif berdasarkan BOK Rp. 14.140,4. Berdasarkan Ability to Pay
(ATP) pada hari kerja sebesar Rp. 22.500 untuk kategori umum dan Rp. 12.500
untuk kategori pelajar. Pada hari libur sebesar Rp. 22.500 untuk kategori umum
dan Rp. 12.500 untuk kategori pelajar. Besarnya nilai Willingness to Pay (WTP)
pada hari kerja sebesar Rp. 22.291,9 untuk kategori umum dan Rp. 22.656,25
untuk kategori pelajar hari libur sebesar Rp. 23.100,172 untuk kategori umum dan
Rp. 19.192,30 untuk kategori pelajar.
Nuraida Wahyuni (2015) melakukan penelitian tentang Analisa Tarif
Berdasarkan metode Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP)
Pengguna Jasa Angkutan Umum (Studi Kasus : Perum DAMRI). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui tarif berdasarkan metode Ability to Pay (ATP) dan
Willingness to Pay (WTP) untuk pengguna jasa Bus DAMRI trayek Cilegon-
Bandara Soekarno Hatta yang dapat menjadi peritmbangan Perum DAMRI untuk
menaikkan tarif. Dari penelitian didapatkan hasil Ability to Pay (ATP) sebesar Rp
77.042,00 dan nilai Willingness to Pay (WTP) sebesar Rp 45.981,00. Dari hasil
perhitungan Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP) didapat
responden dengan kategori Choiced Riders yang merupakan masyarakat golongan
menengah keatas yang mempunyai kemudahan dalam memilih menggunakan
kendaraan pribadi atau angkutan umum. Nilai tarif eksisting Rp 45.000,00 berada
dibawah nilai Ability to Pay (ATP) Rp 77.042,00 dan nilai Willingness to Pay
(WTP) Rp 45.981,00. Hasil penelitian menunjukkan zona keleluasaan penentuan
tarif baru tanpa tanpa perbaikan tingkat pelayanan sampai nilai Willingness to Pay
(WTP) dan zona keleluasaan penentuan tarif baru dengan perbaikan tingkat
pelayanan sampai batas nilai Ability to Pay (ATP).
Farid Susanto (2015) melakukan penelitian tentang Analisis Kemampuan
dan Kemauan Membayar (ATP-WTP) Penumpang Bus Kota Surabaya Rute P1
Purabaya-Darmo-Perak. Penelitian dilakukan untuk mengetahui penawaran dan
permintaan pelayanan angkutan umum, untuk mengetahui tarif berdasarkan
Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP) yang dibayarkan oleh
15
masyarakat, untuk perbaikan dan pengembangan angkutan umum kedepan.
Kesimpulan dari penelitian tersebut didapat hasil penawaran armada P1 yang
beroperasi sebanyak 38 kendaraan dari total izin yang dikeluarkan 68 kendaraan,
dengan Load Factor sebesar 69% frekuensi kendaraan 2 kend/jam dan waktu
tunggu 18 menit. Nilai Ability to Pay (ATP) yang didapat Rp 5.000 sama dengan
tarif yang berlaku saat penelitian dilakukan, dengan persentase responden yang
mampu membayar lebih dari rata-rata 59,18% dan kurang mampur membayar
kurang dari rata-rata 7%. Nilai Willingness to Pay (WTP) yang di dapat sebesar
Rp 4.551 dengan persentase responden 6% yang mampu membayar lebih besar
dari tarif yang berlaku dan 87% lebih rendah responden dalam membayar tarif
yang berlaku.
Zulfikar Annas melakukan penelitian tentang Evaluasi Tarif Angkutan
Umum Berdasarkan Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP)
Pengguna Jasa Bus Rute Yogyakarta-Magelang. Dari hasil penelitian didapatkan
tarif angkutan umum Rp 13.900- >Rp 15.000. Penelitian bertujuan untuk mencari
tahu tarif berdasarkan Ability to Pay (ATP) dengan metode household budget dan
Willingness to Pay (WTP) dengan metode steted preference. Dari pembagian
kuesioner kepada penumpang diperoleh hasil Ability to Pay (ATP) >Rp 15.000
persentase sebesar 63% sebanyak 19 responden dari total 30 responden yang
berarti kemampuan membayar dibawah tarif yang berlaku, sedangkan hasil
Willingness to Pay (WTP) Rp 13.000 dengan persentase 53% sebanyak 16
responden dari total 30 responden yang berarti kemauan/keinginan penumpang
dari harga tarif sebesar Rp 12.000-Rp 13.000 untuk kategori umum dan pelajar.
Revy Safitri (2016) melakukan penelitian tentang Evaluasi Tarif
Angkkutan Umum Berdasarkan Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay
(WTP) di Kota Pangkalpinang. Tujuan dilakukannya peneltian untuk mengetahui
salah satu faktor yang mempengaruhi minat masyarakat dalam menggunakan
angkutan umum adalah tarif dari angkutan itu sendiri, sehingga perlu adanya
evaluasi untuk mengetahui kesesuaian tarif yang berlaku terhadap kemampuan
dan kemauan/keinginan penumpang dalam membayr tarif. Berdasarkan hasil
16
perhitungan didapatkan nilai Ability to Pay (ATP) rata-rata sebesar Rp 12.162,00
untuk kategori tidak bekerja, Rp 7.928,00 untuk kategori pelajar/mahasiswa, Rp
12.162,00 untuk kategori bekerja. Nilai Willingness to Pay (WTP) didapat Rp
3.721,00 kategori tidak bekerja, Rp 3.607,00 kategori pelajar/mahasiswa, dan Rp
4.181,00 untuk kategori bekerja.
Taty Yuniarti (2009) melakukan penelitian tentang Analisis Tarif
Angkutan Umum Berdasarkan Biaya Operasional Kendaraan (BOK), Ablity to
Pay (ATP), dan Willingness to Pay (WTP) (Studi Kasus : PO. ATMO Trayek
Palur – Kartasura di Surakarta). Hasil dari analisis menunjukkan tarif berdasarkan
BOK Rp. 2.903,98. Berdasarkan Ability to Pay (ATP) pada hari kerja sebesar
2.349,66 untuk kategori umum dan Rp. 1.162,67 untuk kategori pelajar, pada hari
libur sebesar Rp. 2.378,34 untuk kategori umum dan Rp. 1.934,68 untuk kategori
pelajar. Besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) pada hari kerja sebesar Rp.
2.322,036 untuk kategori umum dan Rp. 1.148,88 untuk kategori pelajar, pada
hahri libur sebesar Rp. 2.338,93 untuk kategori umum dan Rp. 1.884,62 untuk
kategori pelajar. Pemrintah perlu memberikan subsisdi untuk penumpang agar
mampu membayar sesuai kemampuan penumpang dan mengeluarkan kebijakan
agar load factor angkutan umum meningkat sehingga operator angkutan
meningkatkan kenyamanan angkutannya yang dapat mempengaruhi kemauan
membayar penumpang.
Penelitian – penelitian sebelumnya tersebut dapat disimpulkan bahwa tarif
untuk non angkutan umum seperti tarif parkir berada diatas nilai ATP dan WTP,
dan untuk tarif angkutan umum seperti kereta api, angkutan perkotaan masih
berada pada rentang yang dianjurkan yaitu berada diantara nilai ATP dan WTP.
Untuk penelitian yang mengkaji tarif bus kota disimpulkan bahwa tarif yang
berlaku diatas nilai ATP sehingga lebih menguntungkan pemilik bus dan berada
dibawah nilai WTP dalam hal ini nilai WTP berdasarkan persepsi peningkatan
fasilitas, perbedaan pad penelitian ini adalah untuk mengetahui tarif angkutan
umum bus kota berdasarkan BOK, ATP, dan WTP dengan stufi kasus bus
17
DAMRI. Untuk perhitungan BOK menggunakan metode Departemen
Perhubungan, dan perhitungan WTP berdasarkan persepsi failitas eksisting.
2.2. Dasar Teori
2.2.1. Pengelompokan Usaha Angkutan
Pengelompokan usaha angkkutan dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Common Carrier
Usaha angkutan umum yang menentukan tarif angkutannya
dengan suatu daftar tarif tertentu, dan trayek telah ditetapkan.
b. Contract Carrier
Usaha angkutan yang memberikan pelayanan jasanya bila
diperlukan, tarif ditentukan berdasarkan kekuatan supply dan
demand, dan beroperasi pada trayek yang diperlukan.
2.2.2. Tarif Angkutan
Tarif angkutan adalah suatu daftar yang memuat harga-harga untuk
para pemakai jasa angkutan yang disusun secara teratur. Pembebanan
dalam harga dihitung menurut kemampuan transportasi. Kebijakan
tarif angkutan dibagi menjadi tiga, yaitu :
a. Cost of Service Pricing
Tarif didasarkan pada besarnya biaya yang dikeluarkan untuk
menghasilkan jasa ditambah dengan tingkat keuntungan yang
wajar.
b. Value of Service Pricing
Tarif didasarkan pada besarnya nilai jasa angkutan yang diberikan
oleh pemakai jasa angkutan
c. Charging What the Traffic Will Bear
Tarif angkutan didasarkan pada penentuan sedemikian rupa
sehingga dengan volume angkutan tertentu akan dapat
menghasilkan penerimaan bersih yang paling menguntungkan.
18
Tarif angkutan umum terbagi menjadi tiga yaitu : tarif bertahap dan
tarif berdasarkan zona, tarif berdasarkan jarak (distance-based fares),
tarif seragam (flat fares). Dalam menetapkan tarif melibatkan tiga
pihak (Tamin, dkk, 1999) yaitu :
a. Penyedia jasa transportasi (operator), tarif adalah harga dari jasa
yang diberikan.
b. Pengguna jasa angkkutan (user), tarif adalah biaya yang harus
dikeluarkan setiap kali menggunakan angkutan umum.
c. Pemerintah (regulator), adalah pihak yang menentukan tarif
resmi. Penentuan tarif berpengaruh terhadap pendapatan daerah
pada sektor transportasi
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan tarif
jasa angkutan menurut (Warpani, 2002) yaitu :
a. Kelangsungan hidup dan pengembangan usaha jasa angkutan.
b. Daya beli masyarakat pada umumnya.
c. Tingkat bunga modal.
d. Jangka waktu pengembalian modal.
e. Biaya masyarakat (social cost) yang ditimbulkan karena operasi
jasa angkutan.
Dalam Manajemen Transportasi biaya merupakan variabel yang
menentukan alat kontrol dalam pengoperasiannya mencapai tingkat
efektifitas dan efisien (Salim Abbas, 1993)
2.2.3. Penentuan Biaya Operasional Kendaraan
Menurut Keputusan Direktorat Jendral Perhubungan Darat Nomor
SK. 687/aj.206/DRJD/2002, biaya pokok atau biaya produksi atau
operasional adalah besaran pengorbanan yang dikeluarkan untuk
menghasilkan satu satuan unit produksi jasa angkutan. Jika ditinjau
dari kegiatan usaha angkutan biaya yang dikeluarkan, untuk suatu
19
produksi jasa angkutan umum yang akan dijual kepada pemakai jasa,
dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu :
1. Biaya dikeluarkan untuk pengelolaan perusahaan.
2. Biaya dikeluarkan untuk operasi kendaraan.
3. Biaya dikeluarkan untuk retribusi, iuran, sumbangan, dan yang
berkenaan dengan pemilikan usaha dan operasi.
Surat Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 89 tahuun 2002,
tentang mekanisme penetapan tarif dan formula perhitungan biaya
pokok operasi kendaraan menurut hubungannya dengan produksi jasa
yang dihasilkan, dibagi atas :
1. Biaya Langsung
Biaya langsung yaitu biaya yang berkaitan langsuung dengan
produk jasa yang dihasilkan, yang terdiri atas biaya tetap (fixed
cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Perhitungannya adalah
sebagian biaya dapat secara lansgung dihitung per km kendaraan
setelah dihitung biaya per tahun.
2. Biaya Tidak Langsung
Biaya tidak langsung yaitu biaya yang secara tidak langsung
berhubungan dengan produk jasa yang dihasilkan yang terdiri dari
biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost).
Perhitungannya tidak dapat secara langsung per km kendaaraan
karerna mengandung komponen yang tidak terkait langsung
dengan operasi kendaraan seperti biaya total per tahun pegawai
selain awak kendaraan dan biaya pengelolaan meliputi pajak
perusahaan, pajak kendaraan, penyusutan bangunan kantor, dll.
3. Biaya Pokok
Biaya pokok perkendaraan kilometer dihitung dengan
menjumlahkan biaya langsung dan biaya tidak langsung.
20
Tabel 2.1. Komponen Biaya Langsung dan Tidak Langsung
Biaya Langsung Biaya Tidak Langsung
1) Penyusutan kendaraan produktif
2) Bunga modal kendaraan produktif
3) Awak bus (sopir dan kondektur)
a. Gaji/upah
b. Tunjangan kerja operasi (uang dinas)
c. Tunjangan sosial
4) Bahan bakar minyak (BBM)
5) Ban
6) Service kecil
7) Service besar
8) Pemeriksaan Overhaul
9) Penambahan Oli
10) Suku cadang dan body
11) Cuci bus
12) Retribusi terminal
13) STNK/pajak kendaraan
14) KIR
15) Asuransi
a. Asuransi kendaraan
b. Asuransi awak bus
1) Biaya pegawai selain awak kendaraan
a. Gaji/upah
b. Uang lembur
c. Tunjagan sosial
2) Biaya pengelolaan
a. Penyusutan banguna kantor
b. Penyusutan pool dan bengkel
c. Penyusutan inventaris
d. Penyusutan sarana bengkel
e. Biaya administrasi kantor
f. Biaya pemeliharaan kantor
g. Biaya pemeliharaan pool dan
bengkel
h. Biaya listrik dan air
i. Biaya telepon dan telegram
j. Biaya perjalanan dinas selain awak
kendaraan
k. Pajak perusahaan
l. Izin trayek
m. Izin usaha
n. Biaya pemasaran
o. Lain-lain
Sumber : Departemen Perhubungan Darat (2002)
Biaya Operasional Kendaraan (BOK) bergantung dari jumkah dan tipe
kendaraan yang memakai jalan yang dinilai, termasuk maksud dan
tujuan dari perjalanan itu (trip classification). Selain itu BOK
dipengaruhi oleh geometri alinemen jalan, bila melalui jalan dengan
banyak tanjakan terjal, pemakaian bahan bakar akan lebih banyak, jadi
BOK akan lebih tinggi. Penentuan tarif angkutan umum berdasarkan
biaya operasional menggunakan metode perhitungan Departemen
21
Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat karena
komponen pada metode ini cukup sesuai dengan kondisi yang ada
walaupun masih terdapat komponen BOK yang tidak dilakukan oleh
pihak bus tersebut (Tjockroadirejo, 1997).
Komponen biaya operasional kendaraan menurut metode Departemen
Perhubungan Darat meliputi Komponen Biaya Langsung dan
Komponen Biaya Tidak Langsung.
1. Komponen Biaya Langsung
a. Penyusutan Kendaraan
Penyusutan/bus/km
= Harga Kendaraan−Nilai Residu
Masa Penyusutan .................. (2-1)
Nilai residu bus adalah 20% dari harga kendaraan
b. Bunga Modal
Bunga Modal/bus/km
n = masa pengembalian pinjaman
= n+1
2 x Modal x Tingkat Bunga/th
Masa Penyusutan ...................... (2-2)
c. Biaya Awak Bus
Biaya Awak/bus/km
= Biaya Awak Bus/th
Produksi Bus/km/th....................................... (2-3)
22
d. Biaya Bahan Bakar Minyak
Biaya BBM/bus/km
= Pemakaian BBM/bus/hari
Produksi Bus/km/hari .............................. (2-4)
e. Biaya Pemakaian Ban
Biaya Pemakaian Ban/bus/km
= Jumlah Pemakaian Ban x Harga Ban/buah
Km Daya Tahan Ban x Kapasitas Angkut ...... (2-5)
f. Service Kecil
Servis Kecil/bus/km
= Biaya Servis Kecil
Produksi Bus/km/th........................................ (2-6)
g. Service Besar
Servis Besar/bus/km
= Biaya Servis Besar
Produksi Bus/km/th........................................ (2-7)
h. Biaya Pemeriksaan Umum (General Overhaul)
Biaya Pemeriksaan/km/th
= Produksi Bus/km/th
Waktu Pemeriksaan x Biaya Pemeriksaan ...... (2-8)
Biaya Pemeriksaan/bus/km
= Biaya Pemeriksaan/th
Produksi Bus/km/th ..................................... (2-9)
i. Biaya Penambahan Oli Mesin
Biaya Penambahan Oli Mesin/bus/km
= Penambahan Oli/hari x Harga Oli/liter
Produksi Bus/km/hari ............ (2-10)
j. Biaya Cuci Bus
Biaya Cuci Bus/bus/km
= Biaya Cuci Bus/hari
Produksi Bus/km/th........................................ (2-11)
23
k. Retribusi Terminal
Retribusi Terminal/bus/km
= Retribusi Terminal/hari
Produksi Bus/km/hari .................................. (2-12)
l. Biaya STNK
Biaya STNK/bus/km
= Biaya STNK/th
Produksi Bus/km/th........................................ (2-13)
m. Biaya KIR
Biaya KIR/bus/km
= Biaya KIR/th
Produksi Bus/km/th........................................ (2-14)
n. Biaya Asuransi
Biaya Asuransi/bus/km
= Biaya Asuransi/th
Produksi Bus/km/th........................................ (2-15)
2. Komponen Biaya Tidak Langsung
a. Biaya pegawai selain awak bus
b. Biaya pengelolaan
1) Penyusutan banguunan kantor
2) Penyusutan pool dan bengkel
3) Penyusutan inventaris/alat kantor
4) Penyusutan saran bengkel
5) Biaya admimistrasi kantor
6) Biaya pemeliharaan kantor
7) Biaya pemeliharaan pool dan bengkel
8) Biaya listrik, air, telepon
9) Biaya telepon dan telegram
10) Pajak perusahaan
11) Izin trayek
12) Izin usaha
13) Biaya pemasaran, dan lain-lain
24
c. Biaya tidak langsung per bus per tahun
= Total Biaya Tidak Langsung per segmen/th
Jumlah Bus ..... (2-16)
d. Biaya tidak langsung/bus-km
= Biaya Tidak Langsung per bus/th
Produksi Bus per km/th ............................ (2-17)
e. Biaya pokok per bus-km
= Biaya Langsung + Biaya Tidak Langsung ....... (2-18)
2.2.4. Daya Beli Penumpang Ability To Pay dan Willingness To Pay
Ability to Pay (ATP) adalah kemampuan seseorang untuk membayar
jasa pelayanan yang diterimanya berdasarkan penghasilan yang
dianggap ideal. Beberapa faktor yang mempengaruhi ATP antara lain :
a. Besar penghasilan
b. Kebutuhan Transportasi
c. Total Biaya Transportasi
d. Persentase biaya untuk transportasi dari penghasilan
e. Persentase alokasi biaya untuk angkutan umum dari alokasi
biayas untuk transportasi
f. Pengeluaran total perjalanan
g. Jenis kegiatan
h. Itensitas perjalanan
Rumusnya sebagai berikut :
ATP = Biaya untuk Transportasi Bus/bulan
Frekuensi Penggunaan Bus/bulan ........................ (2-19)
Willingness to Pay (WTP) adalah kemauan pengguna mengeluarkan
imbalan atas jas ayang telah diteriimanya. Pendekatan yang digunakan
dalam analisis WTP didasarkan atas persepsi pengguna terhadap tarif
dan jasa pelayanan angkutan umum tersebut. Faktor yang
mempengaruhi antara lain:
a. Persepsi pengguna terhadap kualitas pelayanan yang
diberikan oleh pengusaha
25
b. Pengasilan penumpang
c. Produksi angkutan yang di sediakan oleh pengelola
d. Utilitas pengguna terhadap angkutan umum tersebut.
Nilai WTP didapat dengan meratakan persepsi tarif yang dipilih untuk
setiap jenis pekerjaan :
WTPjenis pekerjaan = (Tarif yang dipilih responden)
Jumlah Seluruh Responden tiap Jenis Pekerjaan ....... (2-20)
WTPseluruh kategori pekerjaan = (WTP Jenis Pekrjaan)
Jumlah Kategori Pekerjaan ....................... (2-21)
Pelaksanaan dalam menentukan tarif sering terjadi benturan antara
besarnya ATP dan WTP, kondisi tersebut dapat berupa:
a. ATP lebih besar dari WTP
Kondisi ini menunjukkan bahwa kemampuan membayar
lebih besar daripada keinginan membayar jasa tersebut. Ini
terjadi apabila pengguna mempunyai penghasilan yang relatif
tinggi tetapi utilitas terhadap jasa tersebut relatif rendah,
pengguna pada kondisi ini disebut choice riders
b. ATP lebih kecil dari WTP
Kondisi ini merupakan kebalikan dari kondisi yang
disebutkan sebelumnya dimana keinginan pengguna untuk
membayar jasa tersebut lebih besar daripad kemampuan
membayarnya. Hal ini mungkin terjadi bagi pengguna yang
mempunyai pwnghasilan yang relatif rendah tetapi utilitas
terhadap jasa angkutan sangat tiinggi, sehingga keinginan
pengguna untuk membayar jasa tersebut relatif lebih
dipengaruhi oleh utilitas, pada kondisi ini pengguna disebut
captive riders
c. ATP sama dengan WTP
Kondisi ini menunjukan bahwa antara kemampuan dan
keinginan mambayar jasa tersebut adalah sama, pada kondisi
26
ini terjadi keseimbangan utilitas pengguna dengan biaya yang
dikeluarkan untuk membayar jasa tersebut.
Rekomendasi kebijakan penentuan tarif angkutan umum berdasarkan
analisis perandingan ATP dan WTP dapat dilakukan dengan
penerapan prinsip berikut ini, yaitu :
a. Karena WTP merupakan fungsi dari tingkat pelayanan
angkutan umum, apabila nilai WTP masih dibawah ATP,
maka masih dimungkinkan menaikkan nilai tarid dengan
perbaikan tingkat pelayanan angkutan umum
b. Karena ATP merupakan fungsi dari kemampuan membayar,
maka besaran tarif angkutan umum yang diberlakukan tidak
oleh melebihi nilai ATP kelompok sasaran
c. Intervensi/campur tangan pemerintah dalam bentuk subsidi
langsung atau silang dibutuhkan pada kondisi dimana besaran
tarif angkutan umum yang berlaku lebih besar dari ATP
sehingga didapat besaran tarif angkutan umum maksimum
sama dengan nilai ATP
Penentuan/penyesuaian tarif dianjurkan sebagai berikut:
a. Tidak melebihi ATP dan tarif berada antara nilai ATP dan
WTP apabila akan dilakukan penyesuaian tingkat pelayanan
b. Apabila tarif yang diajukan berada dibawah perhitungan tarif,
namun berada diatas nilai ATP maka selisih tersebut dapat
dianggap sebagai beban yang harus ditanggung oleh
pemerintah
c. Apabila perhitungan tarif pada suatu jenis kendaraan berada
jauh dibawah ATP dan WTP maka terdapat keleluasaan
dalam perhitungan pengajuan nilai tarif baru, yang
selanjutnyadapat dijadikan peluang penerapan subsidi silang
terhadap jenis kendaraan lain yang kondisi perhitungan