5 Institut Teknologi Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Transportasi Makro Sistem transportasi adalah suatu bentuk keterkaitan dan keterikatan antara penumpang atau barang, prasarana dan sarana transportasi yang berinteraksi dalam rangkaian perpindahan penumpang atau barang yang tercakup dalam suatu tatanan baik secara alami maupun rekayasa (buatan). Sistem transportasi bertujuan untuk mengoptimumkan proses transportai penumpang dan barang dalam ruang dan waktu tertentu, dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti keamanan, kenyamanan, keselamatan, kelancaran, serta efisiensi waktu dan biaya. Sistem transportasi secara menyeluruh (makro) dapat dipecahkan menjadi beberapa sub- sistem (mikro) halmana masing-masing sistem mikro tersebut akan saling terkait dan saling mempengaruhi. Sistem mikro tersebut adalah sebagai berikut (Tamin, 1994): 1. Sistem Kegiatan (Transport Demand). 2. Sistem Jaringan (Prasarana Transportasi/Transport Supply). 3. Sistem Pergerakan (Lalu Lintas/Traffic). 4. Sistem Kelembagaan. Sistem Kegiatan mempunyai tipe kegiatan tertentu yang akan membangkitkan pergerakan (traffic production) dan akan menarik pergerakan (traffic attraction). Sistem tersebut merupakan suatu sistem pola kegiatan tata guna lahan yang terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan lain- lain. Kegiatan yang timbul dalam sistem ini membutuhkan adanya pergerakan sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan setiap harinya yang tidak dapat dipenuhi oleh tata guna tanah tersebut. Besarnya pergerakan yang ditimbulkan tersebut sangat berkaitan erat dengan jenis dan intensitas kegiatan yang dilakukan (Tamin, 2000). Pergerakan tersebut baik berupa pergerakan manusia dan/atau barang jelas membutuhkan suatu moda transportasi (sarana) dan media (prasarana) tempat moda transportasi tersebut dapat bergerak. Prasarana transportasi yang diperlukan
32
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Transportasi Makro
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
5 Institut Teknologi Nasional
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Transportasi Makro
Sistem transportasi adalah suatu bentuk keterkaitan dan keterikatan antara
penumpang atau barang, prasarana dan sarana transportasi yang berinteraksi dalam
rangkaian perpindahan penumpang atau barang yang tercakup dalam suatu tatanan
baik secara alami maupun rekayasa (buatan). Sistem transportasi bertujuan untuk
mengoptimumkan proses transportai penumpang dan barang dalam ruang dan
waktu tertentu, dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti keamanan,
kenyamanan, keselamatan, kelancaran, serta efisiensi waktu dan biaya. Sistem
transportasi secara menyeluruh (makro) dapat dipecahkan menjadi beberapa sub-
sistem (mikro) halmana masing-masing sistem mikro tersebut akan saling terkait
dan saling mempengaruhi. Sistem mikro tersebut adalah sebagai berikut (Tamin,
1994):
1. Sistem Kegiatan (Transport Demand).
2. Sistem Jaringan (Prasarana Transportasi/Transport Supply).
3. Sistem Pergerakan (Lalu Lintas/Traffic).
4. Sistem Kelembagaan.
Sistem Kegiatan mempunyai tipe kegiatan tertentu yang akan
membangkitkan pergerakan (traffic production) dan akan menarik pergerakan
(traffic attraction). Sistem tersebut merupakan suatu sistem pola kegiatan tata guna
lahan yang terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan lain-
lain. Kegiatan yang timbul dalam sistem ini membutuhkan adanya pergerakan
sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan setiap harinya yang tidak
dapat dipenuhi oleh tata guna tanah tersebut. Besarnya pergerakan yang
ditimbulkan tersebut sangat berkaitan erat dengan jenis dan intensitas kegiatan yang
dilakukan (Tamin, 2000).
Pergerakan tersebut baik berupa pergerakan manusia dan/atau barang jelas
membutuhkan suatu moda transportasi (sarana) dan media (prasarana) tempat moda
transportasi tersebut dapat bergerak. Prasarana transportasi yang diperlukan
6
Institut Teknologi Nasional
tersebut merupakan sistem mikro yang kedua yang biasa dikenal dengan Sistem
Jaringan yang meliputi jaringan jalan raya, kereta api, terminal bus dan kereta api,
bandara, dan pelabuhan laut (Tamin, 2000).
Interaksi antara Sistem Kegiatan dan Sistem Jaringan ini akan menghasilkan
suatu pergerakan manusia dan/atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan
dan/atau orang (pejalan kaki). Suatu Sistem Pergerakan yang aman, cepat, nyaman,
murah, dan sesuai dengan lingkungannya akan dapat tercipta jika pergerakan
tersebut diatur oleh suatu sistem rekayasa dan manajemen lalu-lintas yang baik.
Sistem Kegiatan, Sistem Jaringan, dan Sistem Pergerakan akan saling
mempengaruhi satu dengan lainnya seperti terlihat pada Gambar 2.1 (Tamin, 2000).
Gambar 2.1 Sistem Transportasi Makro
Sumber: Tamin, 2000.
Perubahan pada Sistem Kegiatan jelas akan mempengaruhi Sistem Jaringan
melalui suatu perubahan pada tingkat pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu
juga perubahan pada Sistem Jaringan akan dapat mempengaruhi Sistem Kegiatan
melalui peningkatan mobilitas dan aksesibilitas dari sistem pergerakan tersebut.
Selain itu, Sistem Pergerakan memegang peranan yang penting dalam
mengakomodir suatu sistem pergerakan agar tercipta suatu sistem pergerakan yang
lancar yang akhirnya juga pasti akan mempengaruhi kembali Sistem Kegiatan dan
Sistem Jaringan yang ada. Ketiga sistem mikro ini saling berinteraksi satu dengan
yang lainnya yang terkait dalam suatu sistem transportasi makro (Tamin, 2000).
7
Institut Teknologi Nasional
2.2. Jalan dan Sistem Jaringan Jalan
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang digunakan sebagai tempat
bergeraknya kendaraan untuk melakukan pergerakan lalu lintas dari suatu tempat
ke tempat lain. Jalan digunakan sebagai prasarana distribusi barang maupun jasa
dalam memenuhi kebutuhan kehidupan masyarakat.
Menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan Pasal 6 Ayat
1, jalan menurut peruntukkannya terdiri dari dua yaitu jalan umum dan jalan
khusus. Jalan umum adalah jalan yang dapat digunakan untuk lalu lintas umum
dalam mendistribusikan barang maupun jasa. Sedangkan jalan khusus adalah jalan
yang tidak dapat digunakan untuk lalu lintas umum yang dibangun dan dikelola
oleh orang atau instansi tertentu untuk kepentingan sendiri.
Berdasarkan fungsinya, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang
Jalan Pasal 8 Ayat 1 mengelompokkan jalan umum menjadi 4 (empat) yaitu:
1. Jalan Arteri
Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan
jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
2. Jalan Kolektor
Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan
rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan Lokal
Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan Lingkungan
Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata
rendah.
Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah ynng
8
Institut Teknologi Nasional
terjalin dalam hubungan hierarkis. Menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun
2004 tentang Jalan Pasal 7 Ayat 1, sistem jaringan jalan terbagi atas 2 (dua) yaitu:
1. Sistem Jaringan Jalan Primer
Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua
wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa
distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Gambar 2.2 menunjukkan
struktur hierarki sistem jaringan jalan primer di perkotaan.
Gambar 2.2 Struktur Hierarki Jaringan Jalan Primer
Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004.
2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam
kawasan perkotaan. Gambar 2.3 menunjukkan struktur hierarki sistem
jaringan jalan sekunder di perkotaan.
9
Institut Teknologi Nasional
Gambar 2.3 Struktur Hierarki Jaringan Jalan Sekunder
Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004.
2.3. Kebutuhan untuk Data Jaringan Jalan
Salah satu data yang dibutuhkan dalam pemodelan transportasi adalah data
jaringan jalan. Untuk mendapatkan data jaringan jalan selain pengamatan langsung
juga perlu melakukan perhitungan lebih lanjut. Data jaringan jalan yang diperoleh
adalah data-data yang menyatakan keadaan sesungguhnya di lapangan. Data
jaringan jalan yang dibutuhkan dalam pemodelan transportasi antara lain
karakteristik jalan, arus lalu lintas, kapasitas ruas jalan, dan kecepatan arus bebas
(feee flow speed).
2.3.1. Karakteristik Jalan
Karakteristik jalan adalah sifat fisik dari suatu ruas jalan. Data-data yang
termasuk dalam karakteristik jalan adalah panjang jalan, lebar jalan, dan tipe jalan.
Panjang jalan dan lebar jalan termasuk data geometrik jalan yang dapat diperoleh
melalui pengukuran langsung atau melalui GPS (Global Positioning System).
Untuk lebar jalan biasanya dapat dinyatakan dalam lebar per lajur dengan satuan
10
Institut Teknologi Nasional
meter [m]. Panjang jalan dapat dinyatakan dengan satuan kilometer [km] atau meter
[m]. Tipe jalan dapat diperoleh melalui pengamatan langsung. Tipe jalan
dinyatakan dalam kode angka yang terdiri dari jumlah lajur dan jumlah arah pada
suatu ruas jalan diikuti dengan huruf βDβ/βTβ atau βUDβ/βTTβ. D merupakan
singkatan dari Divided (Terpisah), artinya jalan antar arah yang berlawanan
dipisahkan dengan median. UD merupakan singkatan dari Un-Divided (Tidak
Terpisah), artinya jalan antar arah yang berlawanan tidak dipisahkan dengan
median melainkan hanya dengan marka saja. Misalnya tipe jalan 2/2 UD artinya
adalah jalan dengan dua lajur dan dua arah tidak terpisah, dan 4/2 D artinya adalah
jalan dengan empat lajur dan dua arah yang dipisahkan oleh median.
2.3.2. Arus Lalu Lintas
Arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik
pengamatan dalam satuan waktu dan disimbolkan dalam π. Menurut Manual
Kinerja Jalan Indonesia (MKJI) 1997 kendaraan yang diperhitungkan sebagai arus
lalu lintas hanya kendaraan bermotor, sedangkan kendaraan tidak bermotor
(kendaraan yang tidak digerakan oleh mesin) tidak diperhitungkan sebagai arus lalu
lintas melainkan diperhitungkan sebagai hambatan samping (side friction).
Arus lalu lintas dapat dinyatakan dalam kendaraan per jam [kend/jam] yang
disimbolkan dengan πππππ, satuan mobil penumpang per jam [smp/jam] yang
disimbolkan dengan ππ ππ, Lintasan Harian Rata-rata (LHR), atau Lintasan Harian
Rata-rata Tahunan (LHRT). Data arus lalu lintas dapat diperoleh melalui observasi
lapangan dengan cara survei yang dilakukan dalam waktu dan durasi tertentu. Data
arus lalu lintas bersifat tidak tetap, data yang diperoleh hari ini belum tentu sama
dengan data keesokan hari dan seterusnya.
2.3.3. Kapasitas Jalan
Kapasitas adalah jumlah arus lalu lintas yang tetap atau dapat dipertahankan
pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu. Kapasitas dari jalan dipengaruhi
oleh tipe jalan, lebar jalan, hambatan samping, distribusi arah, dan ukuran kota.
Kapasitas disimbolkan dengan πΆ yang berasal dari kata capacity. Kapasitas suatu
11
Institut Teknologi Nasional
jalan biasanya dinyatakan dalam satuan kend/jam atau smp/jam (Direktorat
Jenderal Bina Marga, 1997).
Menurut Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan Pasal 12
Ayat 1, kapasitas jalan merupakan jumlah maksimum kendaraan yang dapat
melewati suatu penampang tertentu pada suatu ruas jalan, satuan waktu, keadaan
jalan, dan lalu lintas tertentu.
2.3.4. Kecepatan Arus Bebas
Kecepatan arus bebas (free flow speed) didefinisikan sebagai kecepatan
pada tingkat arus nol, yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika
mengendarai kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain
di jalan. Kecepatan arus bebas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan,
dimana hubungan antara kecepatan arus bebas dengan kondisi geometrik dan
lingkungan telah ditentukan dengan metode regresi. Kecepatan arus bebas
kendaraan ringan telah dipilih sebagai kriteria dasar untuk kinerja segmen jalan
pada arus = 0. Kecepatan arus bebas untuk kendaraan berat dan sepeda motor juga
diberikan sebagai referensi. Kecepatan arus bebas untuk mobil penumpang
biasanya 10-15% lebih tinggi dari tipe kendaraan ringan lain (Direktorat Jenderal
Bina Marga, 1997).
2.4. Pemodelan Transportasi
Ada banyak cara untuk membuat model, seperti model yang dibuat fisiknya,
model dalam peta dan diagram, dan model dalam bahasa matematika dan statistik.
Dalam membuat model transportasi, model dalam bentuk bahasa matematika dan
statistik lebih cocok untuk digunakan karena hasil analisisnya dapat terukur dengan
angka secara matematis. Selain itu model transportasi juga dapat disimulasikan
dalam sebauh aplikasi atau perangkat lunak pada komputer untuk mempermudah
analisis dan menghemat waktu. Bagian-bagian yang akan dimodelkan pada aplikasi
adalah daerah kajian sebagai batas pemodelan, pusat dari zona kajian sebagai inti
pergerakan antar zona, dan ruas jalan yang akan membentuk link atau penghubung
zona.
12
Institut Teknologi Nasional
2.4.1. Daerah Kajian
Daerah yang akan dikaji harus ditentukan untuk medefinisikan sistem
kegiatan dan sistem jaringan. Biasanya daerah kajian mencakup wilayah suatu kota,
akan tetapi harus dapat mencakup ruang atau daerah yang cukup untuk
pengembangan kota dimasa mendatang pada tahun rencana. Biasanya survei
kendaraan yang melalui garis kordon (batas daerah kajian) perlu dilakukan agar
batas dapat ditentukan sehingga tidak memotong jalan yang sama lebih dari dua
kali (untuk menghindari perhitungan ganda dua kendaraan yang sama). Batas
tersebut juga bisa berupa batas alami seperti sungai dan rel kereta api (Tamin,
2000).
Aktivitas tata guna lahan (dan zona asal) atau sistem kegiatan diasumsikan
berlokasi pada titik tertentu dalam zona yang disebut pusat zona. Dua dimensi yang
perlu diperhatikan adalah jumlah zona dan ukuran atau luas zona. Keduanya jelas
saling terkait. Semakin banyak jumlah zona, semakin kecil luas daerah yang dapat
diliput oleh zona tersebut. Dalam prakteknya, tingkat resolusi sistem zona sangat
tergantung dari maksud dan tujuan kajian, batasan kondisi waktu, serta biaya kajian.
Penggunaan sistem zona yang berbeda-beda untuk suatu daerah kajian
menimbulkan kesulitan pada saat menggunakan data hasil kajian terdahulu dan
sewaktu membuat perbandingan dari hal yang diakibatkannya. Ini semua
disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat resolusi sistem zona yang digunakan
(Tamin, 2000).
Secara umum, jaringan digunakan untuk menggambarkan sebuah struktur
yang berlainan fisik, seperti jalan dan persimpangan. Tiap-tiap dari jaringan terdiri
dari dua tipe dari tiap elemen-elemen, yaitu sebuah titik-titik dan sebuah segmen-
segmen garis yang menghubungkan titik-titik tersebut. Pengamatan ini mendahului
definisi secara matematis mengenai jaringan, yaitu sebagai sebuah simpul (node)
dan sebuah ruas (link) yang menghubungkan simpul tersebut (Tamin, 2000).
Gambar 2.4 menunjukkan contoh daerah kajian sederhana beserta definisinya.
13
Institut Teknologi Nasional
Gambar 2.4 Daerah Kajian Sederhana dengan Definisinya
Sumber: Tamin, 2000.
2.4.2. Zona Kajian
Daerah kajian adalah suatu daerah geografis yang di dalamnya terletak
semua zona asal dan zona tujuan yang diperhitungkan dalam model kebutuhan akan
transportasi. Zona merupakan suatu satuan ruang dalam tahapan perencanaan
transportasi yang mewakili suatu wilayah tertentu yang memiliki karakteristik
tertentu pula. Salah satu hal yang mendasar pada proses pembagian zona adalah
identifikasi sistem kegiatan (guna lahan) yang signifikan terjadi di wilayah tersebut,
dan identifikasi tingkat keseragaman tata guna lahan yang diwakili oleh masing-
masing zona (Tamin, 2000).
Di dalam batasnya, daerah kajian dibagi menjadi beberapa subdaerah yang
disebut zona, yang masing-masing diwakili oleh pusat zona. Zona dapat juga
dianggap sebagai satu kesatuan atau keseragaman tata guna lahan. Pusat zona
dianggap sebagai tempat atau lokasi awal pergerakan lalu lintas dari zona tersebut
dan akhir pergerakan lalu lintas yang menuju ke zona tersebut. Jika sistem jaringan
jalan dibebankan ke atas daerah kajian, akan terlihat gabungan antara sistem
kegiatan yang diwakili oleh zona beserta pusatnya dengan sistem jaringan jalan
yang diwakili oleh simpul dan ruas jalan. Tipe pergerakan arus lalu lintas pada suatu
wilayah kajain terliaht seperti pada Gambar 2.5.
14
Institut Teknologi Nasional
Gambar 2.5 Tipe Pergerakan Arus Lalu Lintas
Sumber: Tamin, 2000.
Zona internal adalah zona yang berada di dalam daerah kajian, sedangkan
zona eksternal adalah zona yang berada di luar daerah kajian. lSehubungan dengan
adanya definisi zona internal dan zona eksternal sebagai zona asal dan zona tujuan,
maka pergerakan arus lalu lintas dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) tipe
pergerakan yaitu sebagai berikut:
1. Pergerakan eksternalβeksternal
Pergerakan ini mempunyai zona asal dan zona tujuan yang berada di luar
daerah kajian (zona eksternal). Tipe pergerakan ini sangat penting untuk
diketahui karena sebenarnya pelaku pergerakan ini tidak mempunyai tujuan
atau kepentingan sama sekali ke zona internal tetapi terpaksa harus
menggunakan sistem jaringan dalam daerah kajian dalam proses pencapaian
zona tujuannya (mungkin karena tidak ada alternatif rute lainnya).
2. Pergerakan internalβeksternal atau sebaliknya
Pergerakan ini mempunyai salah satu zona (asal atau tujuan) yang berada di
luar daerah kajian (zona eksternal).
3. Pergerakan internalβinternal
Pergerakan ini mempunyai zona asal dan tujuan yang berada di dalam
daerah kajian (zona internal). Tipe pergerakan inilah yang paling
15
Institut Teknologi Nasional
diutamakan dalam proses perencanaan transportasi. Tujuan utama dari
berbagai perencanaan transportasi adalah untuk meramalkan pergerakan
tipe ini dan sekaligus menentukan kebijakan yang perlu diambil dalam
menanganinya.
4. Pergerakan intrazona
Pergerakan ini mempunyai zona asal dan tujuan yang berada di dalam satu
zona internal tertentu. Karena definisi pusat zona adalah tempat dimulai atau
diakhirinya pergerakan dari dan ke zona tersebut, dapat dipastikan bahwa
pergerakan intrazona tidak akan pernah terbebankan ke sistem jaringan
(karena pergerakan dimulai dan diakhiri pada titik/lokasi yang sama).
2.4.3. Ruas Jalan
Menurut Tamin (2000), jaringan transportasi dapat dicerminkan dalam
bentuk ruas dan simpul, yang semuanya dihubungkan ke pusat zona. Beberapa ciri
ruas jalan perlu diketahui, seperti panjang, kecepatan, jumlah lajur, jenis gangguan
samping, kapasitas dan hubungan kecepatanβarus di ruas jalan tersebut. Simpul
dapat mencerminkan persimpangan atau kota, sedangkan ruas jalan mencerminkan
ruas jalan antara persimpangan atau ruas jalan antarkota. Ruas jalan dinyatakan
dengan dua buah nomor simpul di ujung-ujungnya. Ruas jalan dua arah selalu
dinyatakan dengan dua ruas jalan satu arah.
Kunci utama dalam merencanakan sistem jaringan jalan adalah penetuan
tingkat hierarki jalan yang akan dianalisis (arteri, kolektor, atau lokal). Jensen and
Bovy (1982) dalam Tamin (2000) menyatakan bahwa untuk meningkatkan
ketepatan pembebanan arus lalu lintas pada ruas jalan di suatu sistem jaringan perlu
ditetapkan sekurang-kurangnya jalan yang mempunyai hierarki satu tingkat lebih
rendah dari yang ingin dianalisis. Misalnya jika ingin menganalisis sistem jalan
arteri, maka harus membuat sistem jaringan yang terdiri dari arteri dan kolektor.
Hal ini sangat tergantung pada jenis dan tujuan kajian. Jika semakin banyak jalan
yang ditetapkan, maka hasilnya akan lebih teliti, tetapi kebutuhan akan sumber daya
juga akan meningkat dan kerumitan perhitungan juga semakin meningkat (Tamin,
2000).
16
Institut Teknologi Nasional
2.5. Konsep Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap
Sampai saat ini ada berbagai macam konsep perencanaan transportasi yang
sering digunakan dalam membuat model trasnportasi, salah satu konsep yang paling
terkenal adalah konsep Model Perencanaan Transporrtasi Empat Tahap. Konsep ini
terdiri dari gabungan sub-sub model halmana masing-masing sub model harus
dikerjakan secara terpisah dan berurutan (Tamin, 2000). Sub-sub model yang
tergabung dalam konsep model perencanaan transportasi empat tahap adalah
sebagai berikut:
1. Bangkitan dan tarikan pergerakan (Trip Generation).
2. Sebaran pergerakan (Trip Distribution).
3. Pemilihan moda (Modal Split atau Mode Choice).
4. Pemilihan rute (Trip Assigment).
Bagan alir untuk pemodelan dengan konsep Model Perencanaan
Transporrtasi Empat Tahap ditunjukkan seperti pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Bagan Alir Pemodelan Transportasi Empat Tahap
Sumber: Tamin, 2000.
17
Institut Teknologi Nasional
2.5.1. Bangkitan dan Tarikan Pergerakan (Trip Generation)
Bangkitan pergerakan adalah tahapan dalam pemodelan transportasi yang
memperkirakan jumlah pergerakan lalu lintas yang dibangkitkan oleh zona asal atau
origin (Oi) dan jumlah pergerakan lalu lintas yang tertarik ke setiap zona tujuan
atau destination (Dd) yang terdapat dalam suatu wilayah kajian. Bangkitan
pergerakan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Jumlah pergerakan lalu lintas dari zona asal disebut Trip Production.
Biasanya Trip Production adalah zona atau tata guna lahan yang berbasis
rumah atau tempat tinggal.
b. Jumlah pergerakan lalu lintas yang menuju zona tujuan disebut Trip
Attraction. Biasanya Trip Attraction adalah zona atau tata guna lahan yang
berbasis bukan tempat tinggal seperti perkantoran, sekolah, tempat
perbelanjaan, dan sebagainya.
Gambar 2.7 menunjukkan ilustrasi pergerakan lalu lintas yang bangkit dari
zona asal dan tertarik ke zona tujuan.
Gambar 2.7 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan
Sumber: Tamin, 2000.
2.5.2. Sebaran Pergerakan (Trip Distribution)
Sebaram pergerakan adalah tahapan dalam pemodelan transportasi yang
berhubungan dengan pergerakan antar zona (zona asal menuju zona tujuan)
sehingga hasil dari tahap ini adalah Matriks Asal Tujuan (MAT). Tahapan ini
menghubungkan interaksi antara tata guna lahan, jaringan tranportasi, dan arus lalu
lintas (Tamin, 2000). Tujuan dari pemodelan sebaran pergerakan adalah unutk
mengkalibrasi persamaan-persamaan yang akan menghasilkan hasil observasi
18
Institut Teknologi Nasional
lapangan pola pergerakan asal tujuan. Ilustrasi distribusi pergerakan antar dua zona
dapt dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Distribusi Pergerakan Antara Dua Zona
Sumber: Tamin, 2000.
Matriks Asal Tujuan (MAT) adalah matriks yang menyajikan data
pergerakan lalu lintas dari zona asal (origin) menuju zona tujuan (destination).
Baris pada MAT menyatakan zona asal (Oi) dan kolom pada MAT menyatakan
zona tujuan (Dd), sehingga setiap sel-sel pada MAT menunjukkan besarnya
pergerakan dari zona asal ke zona tujuan {Tid). Tabel 2.1 menunjukkan bentuk
umum dari Matriks Asal Tujuan (MAT).
Tabel 2.1
Bentuk Umum dari Matriks Asal Tujuan (MAT)
Zona 1 2 3 N Oi
1 T11 T12 T13 T1N O1
2 T21 T22 T23 T2N O2
3 T31 T32 T33 T3N O3
N TN1 TN2 TN3 TNN ON
Dd D1 D2 D3 DN T
Sumber: Tamin, 2000
Matriks Asal Tujuan (MAT) dapat diperoleh melalui hasil pengamatan
lapangan yang berupa arus lalu lintas, kemudian dijadikan sebuah matriks dengan
menggunakan metode estimasi matriks. MAT tersebut kemudian dikalibrasi dan
divalidasi dengan MAT dasar dari sebuah daerah yang dikaji. Biasanya setiap kota
sudah memiliki Matriks Asal Tujuan (MAT) dasar dengan tahun dasar yang
berbeda-beda untuk keperluan analisis perencanaan transportasi dan peramalan lalu
lintas (traffic forecasting) di masa mendatang.
19
Institut Teknologi Nasional
2.5.3. Pemilihan Moda (Moda Split/Moda Choice)
Moda transportasi terbagi menjadi dua, yaitu moda angkutan pribadi dan
moda angkutan umum. Orang yang hanya dapat memilih satu moda transportasi
saja dapat dikatakan captive terhadap moda transportasi tersebut (Tamin, 2000).
Apabila terdapat lebih dari satu pilihan moda transportasi maka pemilihan moda
umumnya bergantung pada rute yang terpendek, waktu yang tercepat, biaya yang
termurah atau kombinasi dari ketiganya. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi
pemilihan moda adalah kenyamanan dan keselamatan halmaaa faktor ini harus turut
dipertimbangkan. Faktor yang mempengaruhi pemilihan moda dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) bagian (Tamin, 2000), yaitu:
1. Karakteristik pengguna jalan yang melakukan pergerakan, yaitu:
kepemilikan kendaraan pribadi, struktur rumah tangga, dan tingkat
pendapatan.
2. Karakteristik pergerakan, yaitu: tujuan pergerakan, waktu terjadi