8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Pandan wangi tumbuh di daerah tropis dan banyak ditanam di halaman atau di kebun. Pandan kadang tumbuh liar di tepi sungai, tepi rawa dan di tempat-tempat yang agak lembap, tumbuh subur dari daerah pantai sampai daerah dengan ketinggian 500 mdpl. Helai daunnya berbentuk pita, tipis, licin, ujung runcing, tepi rata, bertulang sejajar, panjang 40 – 80 cm, lebar 3 – 5 cm, berduri tempel pada ibu tulang daun permukaan bawah bagian ujung-ujungnya dan berwarna hijau (Dalimartha, 1999). Berikut ini merupakan kenampakan tanaman pandan wangi pada Gambar 1. Gambar 1. Tanaman Pandan Wangi (Sumber: Dalimartha, 1999) Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) menurut Van Steenis (2008) adalah sebagai berikut : Regnum : Plantae Divisio : Spermatophyta
17
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus ...media.unpad.ac.id/thesis/240110/2013/240110130021_2_1952.pdf8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
Pandan wangi tumbuh di daerah tropis dan banyak ditanam di halaman atau
di kebun. Pandan kadang tumbuh liar di tepi sungai, tepi rawa dan di tempat-tempat
yang agak lembap, tumbuh subur dari daerah pantai sampai daerah dengan
ketinggian 500 mdpl. Helai daunnya berbentuk pita, tipis, licin, ujung runcing, tepi
rata, bertulang sejajar, panjang 40 – 80 cm, lebar 3 – 5 cm, berduri tempel pada ibu
tulang daun permukaan bawah bagian ujung-ujungnya dan berwarna hijau
(Dalimartha, 1999). Berikut ini merupakan kenampakan tanaman pandan wangi
pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman Pandan Wangi
(Sumber: Dalimartha, 1999)
Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) menurut Van
Steenis (2008) adalah sebagai berikut :
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
9
Classis : Monocotyledonae
Ordo : Pandanales
Familia : Pandanaceae
Genus : Pandanus
Spesies : Pandanus amaryllifolius Roxb
Komponen penting yang terkandung dalam daun pandan adalah zat
volatilnya. Zat volatil yang terbanyak adalah 2-acetyl-1-pyrrolin dan 3-methyl-2-
(5H)-furanon, kemudian dalam jumlah yang lebih sedikit adalah 3-hexanol, 4-
methylpentanol, 3-heksanon, dan 2-heksanon (Katzer, 2012). Daun pandan juga
mengandung alkaloid, saponin, flavonoida, tanin, polifenol dan zat warna (Hidayat
dan Rodame, 2015). Menurut Dalimartha (1999), daun pandan wangi merupakan
salah satu tanaman yang digunakan sebagai tonikum, penambah nafsu makan,
penenang, penyedap, pewangi dan pemberi warna hijau pada masakan.
2.2 Minyak Atsiri
2.2.1 Tinjauan Umum Minyak Atsiri
Minyak atsiri disebut juga minyak eteris, minyak terbang, minyak esensial,
serta minyak aromatik merupakan minyak nabati yang berwujud cair kental pada
suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas.
Minyak atsiri terdiri dari beberapa komposisi dengan titik didih yang berbeda-beda.
Minyak atsiri tersusun oleh berbagai macam komponen senyawa, memiliki bau
khas, mudah menguap dan pada umumnya memiliki karakteristik indeks bias yang
tinggi dan tidak dapat bercampur dengan air tetapi mudah larut dalam pelarut
organik (Ketaren, 1985).
Sumber minyak atsiri terdapat pada bagian tertentu tanaman. Bagian ini
antara lain akar, biji, buah, bunga, daun, kulit kayu, ranting dan rimpang atau akar.
Bahkan ada jenis tanaman yang seluruh bagiannya mengandung minyak atsiri.
Kandungan minyaknya tidak akan sama antara bagian yang satu dengan bagian
yang lainnya. Minyak yang dihasilkan dengan cara ekstraksi lebih baik
dibandingkan dengan minyak hasil sulingan karena penggunaan panas selama
10
penyulingan akan merusak sebagian komponen minyak sehingga mengubah sifat-
sifat dan bau alamiah (Guenther, 1948).
2.2.2 Komponen Minyak Atsiri
Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia
yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). Pada
umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu: 1)
Hidrokarbon, yang terutama terdiri dari persenyawaan terpen dan 2) Hidrokarbon
teroksigenasi (Ketaren, 1985).
1. Golongan hidrokarbon
Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur Karbon (C)
dan Hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian
besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren), sesquiterpen (3 unit isopren), diterpen
(4 unit isopren) dan politerpen.
2. Golongan hidrokarbon teroksigenasi
Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur
Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam
golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, ester, eter dan fenol.
Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal,
ikatan rangkap dua, dan ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan tunggal
dan ikatan rangkap dua.
Golongan hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa yang penting
dalam minyak atsiri karena umumnya aroma yang lebih wangi dan mempunyai
kelarutan yang tinggi dalam alkohol encer, serta lebih tahan dan stabil terhadap
proses oksidasi dan resinifikasi. Sebaliknya, senyawa terpen lebih mudah
mengalami proses oksidasi dan resinifikasi di bawah pengaruh cahaya dan udara
atau pada kondisi penyimpanan yang kurang baik, sehingga dapat merusak aroma
dan menurunkan nilai kelarutan minyak dalam alkohol. Fraksi terpen perlu
dipisahkan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk pembuatan parfum, sehingga
didapatkan minyak atsiri yang bebas terpen (Guenther, 1948).
11
2.2.3 Sifat Minyak Atsiri
Menurut Ketaren (1985), sifat-sifat minyak atsiri adalah sebagai berikut:
1. Memiliki aroma yang khas. Umumnya aroma ini mewakili aroma tanaman
penghasilnya. Aroma minyak atsiri satu dengan lainnya berbeda-beda.
2. Mempunyai rasa getir.
3. Mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi.
4. Tersusun komponen senyawa hidrokarbon atau terpen dan kelompok
persenyawaan yang mengandung oksigen (oxygenated compound atau
terpen-O).
5. Tidak tahan disimpan lama untuk minyak atsiri dari bahan bunga dan daun
sedangkan minyak atsiri dari bahan berupa biji, kulit, akar dan kayu lebih
tahan disimpan lama.
6. Sangat mudah larut dalam pelarut organik.
7. Tidak larut dalam air.
2.2.4 Karakteristik Fisiko-Kimia Minyak Atsiri
Mutu minyak atsiri ditentukan oleh karakteristik alamiah masing-masing
minyak tersebut dan bahan-bahan asing yang tercampur di dalamnya. Menurut
Stahl (1985), mutu minyak atsiri ini dapat dinyatakan dalam sifat organoleptik atau
sifat fisiko-kimia. Karakteristik fisiko-kimia ini meliputi warna, bobot jenis, indeks
bias, kelarutan dalam alkohol, bilangan asam serta kandungan utama minyak atsiri.
1. Warna
Mengacu pada SNI 06-2385-2006, minyak atsiri berwarna kuning muda
hingga coklat kemerahan, namun setelah dilakukan penyimpanan minyak berubah
warna menjadi kuning tua hingga coklat muda. Menurut Ketaren (1985), minyak
akan berwarna gelap oleh penuaan, bau dan flavornya tipikal rempah, aromatik
tinggi, kuat dan tahan lama.
2. Bobot jenis
Menurut Guenther (1948), bobot jenis minyak atsiri didefinisikan sebagai
perbandingan antara bobot minyak atsiri dengan bobot air dengan volume yang
sama pada suhu yang sama. Bobot jenis minyak atsiri pada suhu 15oC umumnya
12
berkisar 0,696 – 1,188. Bobot jenis juga sering dihubungkan dengan fraksi berat
komponen-komponen yang terkandung di dalamnya. Semakin besar fraksi berat
yang terkandung dalam minyak tersebut, maka semakin besar pula nilai bobot
jenisnya.
3. Indeks Bias
Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam
udara dengan kecepatan cahaya di dalam minyak atsiri pada suhu tertentu. Suhu
yang biasa digunakan untuk menyatakan nilai indeks bias adalah pada suhu 20oC
(Guenther, 1948). Menurut Ketaren (1985), indeks bias minyak atsiri berguna untuk
mengidentifikasi suatu komponen dan mendeteksi kemurnian minyak atsiri. Sama
halnya dengan bobot jenis, menurut Guenther (1948), komponen penyusun minyak
atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya. Nilai indeks bias salah satunya
dipengaruhi dengan adanya air di dalam minyak atsiri. Semakin banyak kandungan
air dalam minyak atsiri, maka semakin kecil nilai indeks biasnya. Hal ini terjadi
karena sifat air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang datang.
4. Kelarutan dalam alkohol
Minyak atsiri dapat larut dalam alkohol dengan perbandingan konsentrasi
tertentu. Dengan demikian dapat diketahui jumlah dan konsentrasi alkohol yang
dibutuhkan untuk melarutkan secara sempurna sejumlah minyak atsiri (Ketaren,
1985). Menurut Guenther (1948), menentukan kelarutan minyak atsiri tergantung
pada kecepatan daya larut dan kualitas minyak. Umumnya minyak atsiri yang kaya
akan komponen teroksigenasi lebih mudah larut dalam alkohol daripada komponen
yang kaya akan terpen. Semakin tinggi kandungan terpen maka semakin rendah
daya larutnya atau semakin sukar larut, karena senyawa terpen non teroksigenasi
merupakan senyawa non polar yang tidak mempunyai gugus fungsional. Minyak
yang tidak mengandung terpen larut dalam 3 – 10 bagian alkohol 70%. Nilai
kelarutan minyak akan berkurang karena pengaruh umur minyak atsiri, hal ini
terjadi karena akibat dari proses polimerisasi minyak selama penyimpanan.
Semakin rendah nilai kelarutan minyak atsiri dalam alkohol maka kualitas minyak
atsiri semakin baik.
13
5. Bilangan Asam
Bilangan asam menunjukkan kadar asam bebas dalam minyak atsiri.
Menurut Guenther (1948), bilangan asam adalah jumlah miligram Kalium
Hidroksida (KOH) yang dibutuhkan untuk menetralkan asam bebas dalam 1 gram
minyak. Bilangan asam suatu minyak atsiri bertambah bila umur simpan minyak
bertambah, terutama bila cara penyimpanan minyak kurang baik, proses seperti
oksidasi aldehida dan hidrolisis ester akan menambah bilangan asam. Bilangan
asam yang semakin tinggi dapat mempengaruhi terhadap mutu minyak atsiri yaitu
senyawa-senyawa asam tersebut dapat mengubah bau khas dari minyak atsiri.
Sebagian komponen minyak jika kontak dengan udara atau berada pada kondisi
lembab akan mengalami reaksi oksidasi dengan udara dan dikatalisasi oleh cahaya,
sehingga membentuk senyawa asam bebas. Jika penyimpanan minyak tidak
diperhatikan, maka akan semakin banyak pula senyawa asam bebas yang terbentuk.
Minyak yang telah dikeringkan dan dilindungi dari udara dan sinar matahari
memiliki jumlah asam bebas yang relatif rendah (Ketaren, 1985). Semakin tinggi
bilangan asam maka kualitas minyak atsiri semakin rendah.
6. Kadar Sisa Pelarut
Kadar sisa pelarut merupakan parameter yang menunjukkan banyaknya
pelarut yang tertinggal pada minyak atsiri. Kadar sisa pelarut yang masih terdapat
dalam minyak atsiri akan mempengaruhi mutunya, dimana semakin rendah kadar
sisa pelarut pada minyak atsiri maka mutunya semakin baik. Guenther (1948)
menyatakan, bahwa minyak atsiri merupakan campuran yang kompleks, sehingga
sulit untuk menentukan dengan pasti sisa pelarut yang tidak menguap. Hal ini
dikarenakan lilin dan bahan tidak menguap yang memiliki titik didih tinggi
cenderung mengikat komponen yang bertitik didih rendah sehingga pelarut yang
bertitik didih rendah masih terdapat pada absolute daun pandan wangi.
2.2.5 Minyak Daun Pandan Wangi
Minyak daun pandan wangi merupakan salah satu dari berbagai jenis
minyak atsiri yang diperoleh dari daun pandan wangi yang diekstraksi
menggunakan pelarut. Minyak tersebut tersusun dari banyak senyawa kimia di
14
dalamnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Adiyasa et al. (2014), kandungan
senyawa kimia yang terdapat pada minyak atsiri daun pandan wangi tersusun atas
36 jenis senyawa, terdiri dari 20 senyawa teridentifikasi dan 16 senyawa tidak
teridentifikasi. Dari 36 jenis senyawa tersebut digolongkan ke dalam golongan-
golongan senyawa kimia. Hasil dari penggolongan senyawa kimia tersebut dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Penggolongan Senyawa Kimia pada Minyak Atsiri Daun Pandan Wangi