Top Banner
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keefektifan Pembelajaran Secara konseptual, keefektifan pembelajaran merupakan suatu perlakuan dalam proses pembelajaran yang memiliki salah satu ciri yaitu keberhasilan suatu usaha atau tindakan yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa (Haryoko, 2009: 3). Sehingga dapat pula dikatakan bahwa keefektifan pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar (Trianto, 2009: 20). Usaha yang dapat dilakukan oleh seorang guru dalam meningkatkan keberhasilan hasil belajar siswa yaitu salah satunya melalui suatu metode pembelajaran yang dikembangkan. Menurut Guskey dalam Buchory et al. (2013: 6) pembelajaran dikatakan efektif apabila pembelajaran mencapai ketuntasan, terdapat perbedaan prestasi belajar antara kelas yang mendapat perlakuan dengan yang tidak, dan terdapat pengaruh positif antara variabel bebas dengan variabel terikat. Hanya saja dalam penelitian ini yang diukur adalah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa bukan prestasi belajar siswa. Sehingga keefektifan metode pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat ditentukan melalui 3 kriteria berikut :
25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

May 01, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Keefektifan Pembelajaran

Secara konseptual, keefektifan pembelajaran merupakan suatu perlakuan

dalam proses pembelajaran yang memiliki salah satu ciri yaitu keberhasilan suatu

usaha atau tindakan yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa (Haryoko,

2009: 3). Sehingga dapat pula dikatakan bahwa keefektifan pembelajaran adalah

hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar (Trianto,

2009: 20). Usaha yang dapat dilakukan oleh seorang guru dalam meningkatkan

keberhasilan hasil belajar siswa yaitu salah satunya melalui suatu metode

pembelajaran yang dikembangkan.

Menurut Guskey dalam Buchory et al. (2013: 6) pembelajaran dikatakan

efektif apabila pembelajaran mencapai ketuntasan, terdapat perbedaan prestasi

belajar antara kelas yang mendapat perlakuan dengan yang tidak, dan terdapat

pengaruh positif antara variabel bebas dengan variabel terikat. Hanya saja dalam

penelitian ini yang diukur adalah kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa bukan prestasi belajar siswa. Sehingga keefektifan metode pembelajaran

yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat ditentukan melalui 3 kriteria

berikut :

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

10

1. Rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat

perlakuan mencapai ketuntasan belajar minimal 80% dengan Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) adalah 77;

2. Adanya pengaruh variabel bebas yang diukur terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa.

3. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pemebelajarannya

menggunakan metode guided discovery learning bernuansa multiple

intelligences lebih baik daripada pembelajaran konvensional;

2.1.2 Ketuntasan belajar

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) merupakan kriteria paling rendah

untuk menyatakan ketuntasan belajar siswa. Ketuntasan belajar ideal setiap

indikator berkisar antara 0 – 100% dengan batas kriteria ideal minimum adalah

75% (Muslich, 2008: 19). Setiap satuan pendidikan dapat menetapkan sendiri

kriteria ketuntasan minimal berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran

dengan memperhatikan tingkat kompleksitas, sumber daya pendukung, dan

tingkat kemampuan rata-rata siswa (intake). KKM yang digunakan dalam

penelitian ini adalah 77.

2.1.3 Pembelajaran Matematika

Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan oleh guru kepada siswa

agar dapat belajar dengan baik. Menurut Suprihatiningrum (2013: 75)

pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan terencana yang melibatkan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

11

informasi dan lingkungannya untuk memudahkan dalam belajar. Situasi

pembelajaran sengaja dirancang guna membantu dan mempermudah proses

belajar dengan harapan dapat membangun kreatifitas siswa (Nazarudin, 2007:

163). Salah satu tanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya

perubahan tingkah laku pada dirinya. Jadi dapat dikatakan bahwa pembelajaran

adalah suatu usaha guru dalam merancang kegiatan belajar aktif untuk membantu

siswa mencapai suatu tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Matematika adalah bidang ilmu yang mempelajari tentang angka. Nurkholik

(2011 :18) mengartikan matematika sebagai ilmu yang berkaitan dengan angka,

struktur dan berbagai macam hubungan terorganisasi berdasarkan urutan yang

logis dan matematis. Keberadaan ilmu matematika sangat berguna dalam

mempelajari ilmu-ilmu lainnya (Uno, 2009: 108). Artinya, matematika merupakan

ilmu yang harus dipelajari untuk dapat menguasai ilmu lainnya. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu perencanaan kegiatan

belajar aktif yang berhubungan dengan perhitungan angka untuk mencapai suatu

tujuan pembelajaran tertentu.

Ada banyak teori yang mendukung pembelajaran matematika, salah satunya

teori multiple intelligences yang dicetuskan oleh Howard Gardner. Pembelajaran

bernuansa multiple intelligence merupakan pembelajaran yang memanusiakan

manusia. Pembelajaran ini mengakui adanya keberagaman kecerdasan pada

siswa. Melalui pembelajaran bernuansa multiple intellegences, seorang siswa

dapat menggunakan kecerdasan terkuatnya dalam memecahkan permasalahan

matematis yang dihadapinya. Relevansi teori multiple intelligences dengan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

12

pembelajaran matematika adalah konsep-konsep matematika akan lebih mengena

apabila dikaitkan dengan karakteristik siswa sehingga dapat tercipta pembelajaran

matematika yang efektif (Nurkholik, 2011: 20).

2.1.4 Pembelajaran Bernuansa Multiple Intelligences

Kemajemukan intelegensi (multiple intelligences) merupakan suatu teori

yang dicetuskan oleh Howard Gardner pada tahun 1983 melalui bukunya yang

berjudul Frame of Mind. Gardner (dalam Chatib, 2013: 132) mendefinisikan

intelegensi sebagai berikut :

“Intellegences is the ability to find and solve problems and create the

products of value in one’s own culture”.

Menurutnya, kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk menemukan

dan memecahkan permasalahan yang dihadapi serta dapat menghasilkan suatu

produk yang bernilai bagi budaya tertentu. Teori kecerdasan majemuk telah

mendobrak keyakinan lama mengenai makna kecerdasan yang dipandang hanya

melalui nilai IQ. Pada dasarnya siswa memiliki keberagaman kecerdasan,

kecerdasan logis-matematis dan bahasa merupakan sebagian kecil kecerdasan

yang dimiliki oleh siswa.

Kecerdasan bukanlah hal yang statis. Tetapi kecerdasan seseorang dapat

dikembangkan salah satunya melalui pendidikan (Handayani, 2010: 13).

Pendidikan berlangsung sepanjang hayat. Artinya, intelegensi seseorang juga

dapat berkembang sepanjang hidup asal terus dibina dan ditingkatkan (Hernowo,

2006: 61). Kecerdasan majemuk siswa dapat dikembangkan melalui proses

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

13

pembelajaran yang tepat. Oleh karena itu dibutuhkan suatu proses pembelajaran

yang dapat memandang positif tentang adanya keberagaman intelegensi pada

siswa seperti pembelajaran beruansa multiple intelligence.

Pembelajaran bernuansa multiple intelligence merupakan pembelajaran

yang memberikan kesempatan siswa dalam menggunakan beragam kecerdasan

yang dimilikinya untuk memecahkan permasalahan matematis yang dihadapi.

Pembelajaran dalam satu topik tidak perlu harus menggunakan semua kecerdasan

yang ada (Muijs dan Reynolds, 2008: 33). Seorang guru dapat menyesuaikannya

dengan konteks pembelajaran itu sendiri (Susanto, 2005: 6). Secara tidak langsung

seorang guru dituntut untuk merubah mind set bahwa setiap individu tidak sama.

Sudah saatnya seorang guru mencoba keluar dari zona aman dan berinisitif

melakukan pembelajaran yang lebih menekankan pada kecerdasan majemuk

siswa.

Pembelajaran bernuansa multiple intelligences diharapkan dapat membantu

siswa dalam mengenali kecerdasan terkuatnya. Sehingga nantinya pendidikan di

Indonesia dapat mencetak generasi yang berkualitas dibidangnya serta dapat

memecahkan permasalahan-permasalahan yang semakin berkembang. Abduhzen

(dalam Suara merdeka, 2013: 11) mengatakan bahwa masa depan membutuhkan

siswa yang benar-benar mampu mengolah informasi. Bukan hanya sekedar dapat

menyimpan fakta ilmu pengetahuan dan mengingat, tetapi dibutuhkan generasi

yang tahu bagaimana mengolah informasi itu menjadi penalaran yang aktual serta

dapat memecahkan masalah kehidupan.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

14

2.1.4.1 Karakteristik Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences)

Thomas Armstrong (dalam Chatib, 2012: 98) kecerdasan majemuk (multiple

intelligences) memiliki beberapa karakteristik, yaitu:

1) Semua kecerdasan itu berbeda-beda, tetapi memiliki derajat yang sama;

2) Dinamis;

3) Setiap anak memiliki lebih dari satu kecerdasan;

4) Masing-masing kecerdasan memiliki banyak indikator;

5) Kecerdasan bekerja secara berkesinambungan dalam melakukan suatu

aktivitas.

2.1.4.2 Macam Kecerdasan Majemuk Siswa

Berdasarkan teori kecerdasan majemuk Howard Gardner, ada sembilan

kecerdasan manusia. Berikut sembilan macam kecerdasan majemuk :

1) Kecerdasan Linguistik (Linguistic Intelligences)

Muijs dan Reynolds (2008: 31) menjelaskan bahwa kecerdasan

linguistik merupakan kemampuan seseorang dalam mengolah kata-kata dan

bahasa.

2) Kecerdasan Logis-Matematis (Logical-Mathematical Intelligences)

Uno (2009: 100) menjelaskan bahwa kecerdasan logis-matematis

merupakan kemampuan seseorang yang berkaitan dengan berhitung atau

mengolah angka.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

15

3) Kecerdasan Spasial (Spatial Intelligences)

Kecerdasan spasial atau biasa disebut kecerdasan visual merupakan

kecerdasan seseorang yang bersifat visual (Muijs dan Reynolds, 2008: 31).

4) Kecerdasan Musikal (Musical Intelligences)

Kecerdasan musikal merupakan kecerdasan seseorang untuk

menikmati, mengamati, membedakan, mengarang, membentuk dan

mengekspresikan sesuatu dalam bentuk musik (Muhajarah, 2008: 41)

5) Kecerdasan Gerak-Badani (Bodily- Kinesthetic Intelligences)

Kecerdasan gerak atau biasa disebut sebagai kecerdasan kinestetik

merupakan kecerdasan seseorang dalam bertindak dan berpikir melalui

kegiatan yang melibatkan fisik (Kyriacou, 2012: 136).

6) Kecerdasan Interpersonal (Interpersonal Intelligences)

Kecerdasan interpersonal merupakan kecerdasan seseorang dalam

memahami orang lain (Muijs dan Reynolds, 2008: 31).

7) Kecerdasan Intrapersonal (Intrapersonal Intelligences)

Kecerdasan intrapersonal merupakan kecerdasan seseorang dalam

memahami perasaaan dan emosi yang ada pada dirinya sendiri (Kyriacou,

2012: 136).

8) Kecerdasan Naturalis atau Lingkungan (Naturalist Intellgences)

Kecerdasan naturalis merupakan kecerdasan seseorang untuk mengerti

tentang benda-benda dan proses alam (Kyriacou, 2012: 136).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

16

9) Kecerdasan Eksistensial (Existensial Intelligences)

Kecerdasan eksistensial merupakan kecerdasan seseorang yang

menaruh perhatian besar terhadap masalah hidup (Muhajarah, 2008: 44).

Penelitian ini hanya terfokus pada beberapa kecerdasan seperti kecerdasan

linguistik, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan

kinestetik, kecerdasan spasial, dan kecerdasan logis-matematis.

2.1.4.3 Lesson Plan Bernuansa Multiple Intelligences

Berikut langkah-langkah penyusunan lesson plan bernuansa multiple

intelligences berdasarkan hasil penelitian Nurkholik (2011: 52) yang akan

digunakan dalam penelitian adalah :

1) Identitas (nama guru, sekolah, mata pelajaran kelas, semester, dan tanggal);

2) Prosedur aktivitas

a) Alpha zone : kegiatan yang bertujuan untuk menyegarkan fikiran siswa.

b) Scene setting : kegiatan membangun konsep awal siswa dengan cara

mengaktualisasikan materi yang akan dipelajari dengan masalah nyata.

c) Aktivitas pembelajaran

d) Teaching aids : perangkat yang akan dipergunakan dalam pembelajaran.

e) Aktivitas yang dinilai (kognitif, afektif, psikomotorik)

f) Sumber belajar

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

17

2.1.5 Teori Belajar Jerome Bruner

Jerome Bruner merupakan seorang ahli psikologi yang menganut teori

belajar kognitif. Teori belajarnya disebut dengan teori belajar penemuan atau

biasa disebut dengan discovery learning. Berbeda dengan teori belajar lainnya,

teori belajar Bruner lebih menekankan pada proses atau upaya dalam

mengoptimalkan aspek rasional seseorang (Muchith, 2008: 59). Menurut Bruner

belajar penemuan merupakan kegiatan belajar yang memungkinkan siswa secara

aktif untuk menemukan pengetahuannya sendiri dan dapat memberikan hasil yang

paling baik (Trianto, 2009: 38).

Hal yang berbeda antara discovery learning dengan inquiry learning.

Discovery learning, siswa diberi bimbingan untuk dapat menemukan pemecahan

masalah yang dihadapi. Sedangkan inquiry learning pengetahuan yang diperoleh

siswa merupakan hasil siswa sendiri tanpa adanya bimbingan. Akhir proses dari

kegiatan discovery learning adalah penemuan sedangkan inquiry learning berupa

kepuasan dari kegiatan meneliti (Buto, 2010: 60).

Teori belajar Bruner memungkinkan siswa aktif dalam memahami konsep,

teori, serta prinsip melalui pengalaman maupun kegiatan penemuan yang

dilakukan secara mandiri. Hal ini dikarenakan belajar melalui pemahaman akan

lebih bermakna dibandingkan belajar dengan menghafal (Muchith, 2008: 69).

Sehingga pembelajaran dengan teknik penemuan lebih efektif dan efisien karena

pengetahuan baru yang diperoleh siswa merupakan hasil dari pemahaman yang

mereka bangun sendiri.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

18

Tiga tahapan perkembangan kognitif seseorang menurut Bruner yaitu :

1) Enactive, dimana seseorang belajar memahami dunia sekitar melalui aksi-aksi

terhadap objek;

2) Iconic, dimana seseorang memahami objek melalui penggunaan model-model

dan gambar-gambar;

3) Symbolic, dimana seseorang memahami dunia sekitar melalui simbol-simbol

bahasa, logika, matematika, dan sebagainya. Hal ini menggambarkan

kapasitas berpikir seseorang dalam istilah-istilah abstrak.

2.1.6 Metode Guided Discovery Learning

Metode penemuan (discovery learning) merupakan salah satu metode

pembelajaran Jerome Bruner yang memungkinkan para siswa untuk memecahkan

masalah dan membangun pengetahuannya sendiri secara aktif melalui

pembelajaran bermakna (Trianto, 2009: 38). Metode discovery learning

dibedakan menjadi dua macam yaitu pure discovery dan guided discovery

(Prasad, 2011: 31). Guided discovery learning lebih dikenal dengan metode

penemuan terbimbing, karena dalam kegiatan penemuan siswa dipandu oleh guru

(Suprihatingrum, 2013: 245).

Pada metode guided discovery learning, situasi belajar berpindah dari

situasi teacher dominated learning menjadi situasi student dominated learning.

Guru berperan sebagai fasilitator dan membimbing siswa untuk dapat menemukan

suatu konsep pembelajaran berdasarkan pengetahuannya sendiri. Guru bertindak

sebagai petunjuk jalan yang membantu siswa dalam mempergunakan konsep, ide-

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

19

ide dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya untuk menemukan

pengetahuan yang baru.

Proses pembelajaran harus dipandang sebagai suatu rangsangan yang dapat

menantang siswa untuk merasa terlibat atau berpartisipasi dalam aktivitas

pembelajaran. Seperti halnya metode guided discovery learning yang merupakan

bentuk pembelajaran aktif yang menggunakan teknik penemuan. Melalui kegiatan

penemuan siswa akan lebih merasa tertantang untuk menemukan pemecahan

masalah yang dihadapi. Siswa berusaha menemukan pengetahuannya sendiri

melalui kegiatan penemuan yang dilakukan. Membiasakan siswa belajar dengan

teknik penemuan secara tidak langsung dapat meningkatkan kemampuan siswa

dalam mempresentasikan informasi, data maupun pengetahuan untuk

menghasilkan suatu penemuan (Effendi, 2012: 3).

2.1.6.1 Kelebihan dan Kelemahan Discovery Learning

Tidak ada metode pembelajaran yang sempurna, setiap metode

pembelajaran pasti memiliki kelebihan serta kelemahan. Berikut kelebihan dan

kelemahan discovery learning :

1) Kelebihan penerapan discovery learning menurut Carin dan Sund (dalam

Suprihatiningrum, 2013: 244) :

a) Mengembangkan potensi intelektual;

b) Menumbuhkan motivasi intrinsik siswa;

c) Siswa terlibat aktif dalam kegiatan belajar;

d) Mempertahankan memori.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

20

2) Kelemahan penerapan metode discovery learning (Husain, 2012: 5) :

a) Sulit diterapkan pada kelas kelas yang terbiasa dengan pembelajaran

tradisional;

b) Tidak semua ilmu dapat menerapkan kegiatan penemuan;

c) Kurang efisien apabila digunakan dalam kelas dengan jumlah siswa yang

banyak karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu siswa

dalam memecahkan masalah;

d) Terlalu mementingkan perolehan pengertian dibanding sikap dan

keterampilan.

2.1.7 Sintak Metode Guided Discovery Learning Bernuansa Multiple

Intelligences

Sintak pembelajaran dengan metode guided discovery learning bernuansa

multiple intelligences disajikan pada tabel berikut :

Tabel 2.1. Sintak Metode Guided Discovery Learning Bernuasa Multiple

Intelligences

No

Tahapan guided

discovery learning

(Suprihatiningrum,

2011: 248)

Aktifitas

Kecerdasan

yang

digunakan

1 Menjelaskan

tujuan/

mempersiapkan

siswa

a. Siswa mendengarkan tujuan

pembelajaran yang disampaikan

oleh guru.

Kecerdasan

linguistik

b. Guru memotivasi siswa agar

terlibat dalam kegiatan

pembelajaran.

Kecerdasan

intrapersonal

c. Guru menyuruh siswa untuk

membentuk kelompok.

Kecerdasan

kinestetik

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

21

2 Orientasi pada

masalah

a. Guru menyuruh siswa untuk

membaca bacaan yang ada pada

Lembar Kerja Kelompok (LKK)

guna merangsang siswa terhadap

sesuatu.

Kecerdasan

linguistik

b. Timbul keinginan siswa untuk

melakukan kegiatan penyelidikan.

Kecerdasan

intrapersonal

3 Merumuskan

hipotesis

a. Guru memberi kesempatan siswa

untuk mengidentifikasi masalah

dengan cara membuat sketsa,

diagram, maupun grafik.

Kecerdasan

spasial

b. Guru membimbing siswa untuk

dapat menyusun hipotesis sesuai

dengan permasalahan yang

dihadapi.

Kecerdasan

logis-

matematis

4 Melakukan

kegiatan penemuan

a. Guru memberi kesempatan siswa

untuk mencari informasi-

informasi relevan terkait dengan

masalah yang dihadapi dari

berbagai macam sumber seperti

buku paket, buku siswa maupun

sumber lainnya.

Kecerdasan

kinestetik

b. Siswa mengolah informasi yang

diperolehnya.

Kecerdasan

logis-

matematis

c. Siswa saling bertukar pendapat

dan informasi yang diperoleh

dengan anggota kelompoknya.

Kecerdasan

interpersonal

d. Siswa secara berkelompok

membuktikan benar tidaknya

hipotesis yang dirumuskan

berdasarkan hasil pengolahan

data.

Kecerdasan

logis-

matematis

e. Siswa menarik kesimpulan dari

kegitan penemuan yang

dilakukannya untuk dapat

Kecerdasan

logis

matematis

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

22

dijadikan prinsip umum dan

berlaku pada permasalahan yang

sama.

f. Siswa secara berkelompok

melengkapi LKK berdasarkan

hasil kegiatan penemuan yang

telah dilakukannya.

Kecerdasan

linguistik

5 Mempresentasikan

hasil kegiatan

penemuan

a. Siswa menyajikan hasil kegiatan

penemuan di depan kelas.

Kecerdasan

linguistik

b. Siswa dapat menggunakan

bantuan alat peraga untuk

menvisualisasikan hasil.

Kecerdasan

kinestetis dan

kecerdasan

spasial

c. Siswa lain memberikan pendapat

dan kelompok penyaji

menanggapinya.

kecerdasan

linguistik

6 Mengevaluasi

kegiatan penemuan

a. Guru mengevaluasi kegiatan

penemuan yang telah dilakukan

oleh siswa.

Kecerdasan

linguistik

b. Siswa mengerjakan soal evaluasi

secara mandiri.

Kecerdasan

logis

matematis

2.1.8 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Permasalahan merupakan salah satu bagian dari kehidupan. Kita selalu

dihadapkan kepada masalah-masalah yang harus dipecahkan untuk dapat terus

melangsungkan kehidupan. Meskipun begitu tidak semua persoalan yang kita

hadapi dapat dikatakan sebagai masalah. Mukhidin (2011: 18), masalah

merupakan suatu pernyataan yang menantang dan merangsang seseorang untuk

memecahkannya tetapi tidak secara langsung. Apabila seorang siswa dihadapkan

pada suatu masalah matematika dan siswa tersebut tahu secara langsung cara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

23

menyelesaikan masalah matematika tersebut dengan benar maka masalah

matematika tersebut tidak dapat digolongkan sebagai masalah bagi siswa tersebut.

Suatu masalah pasti membutuhkan suatu pemecahan masalah untuk dapat

menemukan solusi dari permasalahan tersebut. Menurut Badan Standar Nasional

Pendidikan (2006: 140) memecahkan masalah merupakan proses pemecahan

masalah yang meliputi kemampuan untuk memahami masalah, merancang model

matematika, menyelesaikan model dan menafsir solusi yang diperoleh. Jadi

kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan siswa untuk dapat

menemukan solusi dari suatu masalah yang dihadapinya melalui kegiatan

pemecahan masalah.

Suatu soal matematika merupakan soal pemecahan masalah apabila soal

tersebut menantang untuk dipecahkan tetapi tidak secara langsung seperti soal

tidak rutin. Soal tidak rutin adalah soal yang membutuhkan pemikiran lebih lanjut

untuk dapat menyelesaikannya. Beberapa karakteristik soal tidak rutin menurut

Suandito et al. (2009: 3) seperti: kelancaran berfikir, keluesan, penguraian dan

keaslian.

2.1.8.1 Pentingnya Kemampuan Pemecahan Masalah Bagi Siswa

NCTM telah menetapkan pemecahan masalah sebagai fokus pembelajaran

matematika di semua jenjang (Effendi, 2012: 2). Maka sudah seharusnya

kemampuan pemecahan masalah matematis harus ditanamkan pada setiap siswa.

Kemampuan pemecahan masalah sangat penting dalam mempersiapkan siswa

untuk dapat menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan nyata. Menurut

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

24

Widjajanti (2009: 3) pemecahan masalah penting bagi siswa dalam memecahkan

masalah yang dihadapinya, memungkinkan siswa mengambil keputusan

berdasarkan informasi yang relevan, serta tahu pentingnya mengkaji ulang apa

yang telah diperolehnya.

Pembelajaran matematika di sekolah harus lebih memperhatikan tingkat

kemampuan pemecahan masalah siswa. Hal ini dikarenakan kemampuan

pemecahan masalah matematis merupakan salah satu tujuan pembelajaran

matematika yang telah dirumuskan oleh Badan Standar Nasional dalam standar

isi. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dapat distimulus melalui

latihan pemecahan soal tidak rutin matematika. Semakin sering siswa berlatih

dalam memecahkan permasalahan matematis, semakin meningkat kemampuan

pemecahan masalahnya. Hal ini sangat berpengaruh terhadap diri siswa tersebut.

Semakin tinggi kemampuan siswa dalam memecahkan permasalahan matematis

maka semakin siap siswa tersebut dalam menghadapi masalah matematis yang

baru dan lebih menantang.

Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa ini juga harus diimbangi

dengan pengetahuan siswa yang relevan. Sehingga hasil dari pemecahan masalah

tersebut dapat dipertanggung jawabkan serta sesuai dengan perkembangan zaman.

Hal ini menunjukkan kemampuan pemecahan masalah matematis berperan

penting dalam menyiapkan generasi penerus bangsa yang benar-benar siap mental

menghadapi permasalahan yang terjadi dengan memanfaatkan berbagai informasi

yang relevan.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

25

2.1.8.2 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah

Indikator pemecahan masalah matematika yang telah dirumuskan oleh

NCTM (2003: 1) dalam Standar Program NCTM 2003 ada 4, yaitu :

1) Menentukan dan menerapkan strategi yang tepat untuk memecahkan masalah;

2) Memecahkan permasalahan yang muncul dalam matematika dan dapat

mengaitkannya dalam konteks lain;

3) Membangun pengetahuan matematika melalui kegiatan pemecahan masalah;

4) Memantau dan merefleksikan proses pemecahan masalah matematis.

Penelitian ini hanya mengukur dua indikator kemampuan pemecahan

masalah matematis di atas yaitu :

1) Menentukan dan menerapkan strategi yang tepat untuk memecahkan masalah;

2) Memecahkan permasalahan yang muncul dalam matematika dan dapat

mengaitkannya dalam konteks lain.

2.1.9 Motivasi Belajar Siswa

Motivasi belajar siswa merupakan salah satu faktor yang turut berpengaruh

terhadap kemampuan siswa dalam memecahkan permasalahan matematika. Hal

ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Muzaki (2010) yang

menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa adalah motivasi. Motivasi merupakan suatu dorongan

yang ada pada diri siswa dalam melakukan suatu kegiatan. Seperti yang dijelaskan

oleh Sutikno (2013: 69), motivasi merupakan daya penggerak dalam melakukan

aktivitas untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan oleh Novianti (2011: 161)

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

26

mengartikan motivasi sebagai daya penggerak psikis yang meliputi harapan, nilai

dan afektif yang ada pada diri siswa sehingga timbul kegiatan belajar,

mengarahkan siswa, dan membuat siswa menikmati kegiatan belajarnya.

Menurut Sutikno (2013: 70), motivasi dibedakan menjadi dua yaitu motivasi

intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang

tumbuh dari dalam diri siswa itu sendiri untuk melakukan suatu kegiatan tanpa

adanya paksaan dari orang lain. Sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan

dorongan yang diperoleh siswa dari luar dirinya. Indikator yang digunakan pada

penelitian ini guna mengukur motivasi berdasarkan dua macam motivasi di atas

yaitu :

1) Motivasi intrinsik

a) Minat siswa terhadap matematika

b) Kecerdasan siswa

c) Kemandirian siswa dalam menyelesaikan masalah

2) Motivasi ekstrinsik : Dorongan

2.1.10 Keaktifan Belajar Siswa

Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar yang dilakukan juga turut

mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Keaktifan

merupakan suatu kegiatan yang melibatkan fisik untuk mengolah informasi dan

menyelesaikan suatu permasahan yang dihadapi. Menurut Supriyanti (2011: 6)

keaktifan adalah potensi seseorang yang mungkin dapat hidup dan berkembang

secara aktif dalam menemukan, memproses, dan mengkonstruksi pengetahuan dan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

27

keterampilan baru. Keaktifan siswa menunjukkan peran siswa terhadap

pembelajaran yang dilakukan. Beberapa indikator keaktifan siswa yang digunakan

dalam penelitian ini berdasarkan langkah-langkah kegiatan pemecahan masalah

adalah sebagai berikut :

1) Kesiapan siswa mengikuti kegiatan belajar;

2) Keaktifan siswa memperhatikan dan mendengarkan penjelasan guru;

3) Keaktifan dalam membentuk kelompok;

4) Keaktifan dalam memahami permasalahan;

5) Keaktifan dalam melakukan kegiatan penemuan;

6) Keaktifan dalam mempersentasikan hasil;

7) Keaktifan dalam mengerjakan soal evaluasi;

8) Keaktifan siswa terhadap tugas rumah.

2.1.11 Bangun Ruang Sisi Datar Prisma dan Limas

Penelitian dilakukan pada materi geometri bangun ruang sesuai dengan

standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagai berikut :

SK : 5. Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas dan bagian-bagiannya,

serta menentukan ukurannya.

KD : 5.2 Membuat jaring-jaring kubus, balok, prisma dan limas.

5.3 Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan

limas.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

28

Penelitian ini hanya fokus pada materi geometri bangun ruang khususnya

prisma dan limas. Berikut uraian materi prisma dan limas :

1. Jaring-jaring prisma (Rahaju et al., 2008: 207) dan limas (Rahaju et al., 2008:

215) :

2. Luas permukaan prisma dan limas

Luas permukaan bangun ruang merupakan jumlah seluruh luas yang

menyelimuti bangun ruang tersebut (Nuharini dan Wahyuni, 2008: 232). Mencari

luas permukaan prisma ditentukan dengan rumus (Agus, 2007: 204) :

Sedangkan luas permukaan limas dapat ditentukan dengan rumus (Agus,

2007: 214) :

Gambar 2.1 Jaring-jaring prisma Gambar 2.2 Jaring-jaring limas

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

29

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan yang dapat mendukung penelitian yang

dilakukan yaitu:

1) Purnomo (2011: 17) dalam penelitiannya yang berjudul “Keefektifan Model

Penemuan Terbimbing dan Cooperative Learning pada Pembelajaran

Matematika”, menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran

penemuan terbimbing (guided discovery learning) pada pembelajaran

matematika lebih efektif dibandingkan dengan cooperative learning dan

pembelajaran konvensional. Penelitian dilakukan Purnomo di SMP Negeri 3

Satu Atap Jatipurno ini menjelaskan bahwa model penemuan terbimbing

efektif diterapkan pada pembelajaran matematika di SMP.

2) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Leo Adhar Effendi (2012)

terhadap 71 siswa kelas VIII menyimpulkan bahwa ada peningkatan

kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis terhadap siswa

yang memperoleh pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing

(guided discovery learning) lebih baik dari pada pembelajaran konvensional.

Hal ini menjelaskan bahwa metode guided discovery learning efektif dalam

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis. Menurutnya

metode penemuan terbimbing baik diberikan kepada siswa dengan

kemampuan sedang dan tinggi. Tidak ada salahnya guru melakukan

identifikasi terhadap kemampuan siswa sebelum melakukan pembelajaran

untuk mengetahui tingkat kemampuan setiap siswa.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

30

3) Teori multiple intelligences dapat diterapkan pada pembelajaran bangun

ruang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Madawati

(2009) yang menyimpulkan bahwa multiple intelligences dapat meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi bangun ruang.

4) Motivasi belajar juga memiliki pengaruh terhadap kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Muzaki (2010) yang mengatakan bahwa kreativitas dan

motivasi belajar siswa mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah.

2.3 Kerangka Berpikir

Kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan salah satu

permasalahan yang masih menjadi bahan perbincangan di SMPN 1 Bangsri

khususnya kelas VIII. Dua faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan

masalah matematis yaitu motivasi dan keaktifan siswa dalam belajar.

Pembelajaran yang diberikan juga masih sering menggunakan pembelajaran

konvensional. Selain itu tidak semua anak menonjol pada kecerdasan logis-

matematis karena pada dasarnya kecerdasan setiap siswa beranekaragam.

Berdasarkan masalah di atas, peneliti ingin menerapkan suatu pembelajaran

aktif melalui kegiatan penemuan dengan memberdayakan kecerdasan majemuk

yang dimiliki siswa. Salah satu metode pembelajaran yang dapat dijadikan

alternatif yaitu pembelajaran menggunakan metode guided discovery learning

bernuansa multiple intelligences. Pembelajaran ini merupakan pembelajaran aktif

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

31

yang berpusat pada siswa. Siswa secara aktif membangun pengetahuan mereka

sendiri melalui kegiatan penemuan (discovery) dalam memecahkan suatu

permasalahan matematis. Selain itu siswa juga mempunyai kesempatan dalam

menggunakan beragam kecerdasan (multiple intelligences) yang dimilikinya

untuk memecahkan suatu permasalahan yang mereka hadapi.

Dampak positif dari situasi belajar di atas adalah meningkatnya kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa. Sehingga ketuntasan belajar siswa mampu

mencapai ketuntasan minimal yang diharapkan yaitu 80%. Instrumen yang

digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa yaitu tes kemampuan pemecahan masalah matematis.

Instrumen non tes terdiri dari angket untuk mengetahui motivasi belajar

siswa dan lembar observasi untuk mengetahui keaktifan belajar siswa. Apabila

dari analisis data non tes tersebut diketahui bahwa motivasi dan keaktifan belajar

siswa berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

maka kemampuan pemecahan masalah matematis siswa akan meningkat bila

motivasi dan keaktifan juga meningkat. Dampak positifnya adalah semakin tinggi

motivasi dan keaktifan belajar siswa maka semakin tinggi pula kualitas

peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

Hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat

pembelajaran menggunakan metode guided discovery learning bernuansa multiple

intelligences akan lebih baik bila dibandingkan dengan siswa yang mendapat

pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan tingkat

kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang diberi

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

32

pembelajaran menggunakan metode guided discovery learning bernuansa multiple

intelligences dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

menggunakan metode guided discovery learning bernuansa multiple intelligences

lebih efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa daripada

pembelajaran konvensional. Selain itu terdapat peningkatan kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan

metode guided discovery learning bernuansa multiple intelligences. Skema

kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut :

Gambar 2.3 Kerangka Berpikir

Terdapat peningkatan

kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa

meningkat

Masalah

Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII SMPN 1 Bangsri

rendah, pembelajaran masih konvensional dan setiap siswa memiliki kecerdasan

yang berbeda-beda

Pembelajaran aktif melalui kegiatan penemuan dengan

memberdayakan kecerdasan majemuk siswa

Kondisi

Siswa sebagai subjek pendidikan, belajar dengan teknik

penemuan, dan kebebasan menggunakan beragam

kecerdasan dalam memecahkan permasalahan matematis

Metode Guided Discovery Learning bernuansa Multiple Intelligences

Metode guided discovery learning bernuansa

multiple intelligences efektif terhadap

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/161/jtptunimus-gdl-amiliacand-8046-3-babii.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

33

2.4 Hipotesis

Hipotesis menurut Nazir (2013: 151) adalah jawaban sementara terhadap

masalah penelitian yang kebenarannya perlu diuji secara empiris. Berdasarkan

landasan teori dan kerangka berfikir, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian

sebagai berikut :

1. Metode guided discovery learning bernuansa multiple inteligences lebih

efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII

daripada pembelajaran konvensional.

2. Terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

pembelajarannya menggunakan metode guided discovery learning bernuansa

multiple inteligences.