BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mankunegara, 2009). Kinerja (performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawirosentono, 1999). 2.1.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Menurut Mangkunegara (2009) yang mengutip pendapat Keith Davis (1964) faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). 1. Faktor kemampuan (ability) Kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge + skill). Artinya pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari. Maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. 11 Universitas Sumatera Utara
23
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinerja
2.1.1 Pengertian Kinerja
Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mankunegara, 2009). Kinerja
(performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral
maupun etika (Prawirosentono, 1999).
2.1.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja
Menurut Mangkunegara (2009) yang mengutip pendapat Keith Davis
(1964) faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan
(ability) dan faktor motivasi (motivation).
1. Faktor kemampuan (ability)
Kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan reality (Knowledge + skill). Artinya pegawai yang memiliki IQ di
atas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya
dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari. Maka ia akan lebih mudah
mencapai kinerja yang diharapkan.
11
Universitas Sumatera Utara
12
2. Faktor motivasi (motivation)
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam
menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri
pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).
Menurut Gibson dkk (1996) ada tiga kelompok variabel yang
mempengaruhi kinerja dan perilaku, yaitu :
1. Variabel individu
Variabel individu yang meliputi kemampuan dan keterampilan, fisik
maupun mental, latar belakang, pengalaman dan demografi, umur, dan jenis
kelamin, asal-usul.
2. Variabel organisasi
Variabel organisasi terdiri dari sumber daya, kepemimpinan,
penghargaan/imbalan, struktur organisasi, pembagian tugas yang jelas, beban
kerja, komitmen organisasi, struktur dan desain pekerjaan.
3. Variabel psikologis
Variabel psikologis meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar,
kepuasan kerja, dan motivasi. Persepsi, sikap, kepribadian, dan belajar merupakan
hal yang komplek dan sulit diukur serta kesempatan tentang pengertiannya sukar
dicapai, karena seseorang individu masuk dan bergabung dalam suatu organisasi
kerja pada usia, etnis, budaya, latar belakang dan keterampilan yang berbeda-
beda.
Universitas Sumatera Utara
13
2.1.3 Indikator Kinerja
Menurut Mankunegara (2009), indikator kinerja ada 4 yaitu kualitas,
kuantitas, pelaksanaan tugas dan tanggung jawab :
1. Kualitas
Kualitas kerja adalah seberapa baik seseorang mengerjakan apa yang
seharusnya dikerjakan.
2. Kuantitas
Kuantitas kerja yaitu seberapa lama seseorang bekerja dalam satu hari.
3. Pelaksanaan tugas
Pelaksanaan tugas yaitu seberapa jauh seseorang mampu melakukan
pekerjaan yang akurat atau tidak ada kesalahan yang dilakukan.
4. Tanggung jawab
Tanggung jawab merupakan kesadaran akan kewajiban untuk
melaksanakan pekerjaan yang diberikan.
2.1.4 Penilaian kinerja
Penilaian kinerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan
manajemen/penyelia penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara
membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian/deskripsi pekerjaan dalam
suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun (Siswanto, 2003).
Menurut Sulistiyani T dan Rosidah (2009), fokus dalam pengukuran
kinerja diantaranya :
1. Penilaian Berdasarkan Hasil ( Result-based performance)
Universitas Sumatera Utara
14
Penilaian ini dimulai dengan merumuskan kinerja pegawai yang didasarkan pada
pencapaian tujuan organisasi, atau dapat dikatakan dengan mengukur hasil-hasil
akhir (end result)
2. Penilaian Berdasarkan Perilaku (behavior based performance appraisal)
Penilaian kinerja akan difokuskan pada sarana (means) dan sasaran (goals) dan
bukan hasil akhir. Dengan demikian perilaku pegawai yang sesuai dengan
sarana yang tersedia dan sasaran yang ingin dicapai.
3. Penilaian Dengan Berdasarkan Kualitas Pekerjaan (judgment based
performance appraisal)
Penilaian dengan kualitas pekerjaan merupakan bagian substansi yang tidak
dapat diabaikan. Konsentrasi dari penilaian yang dilakukan tentunya akan
mengidentifikasikan bagaimana pencapaian kualitas pekerjaan yang dilakukan.
2.1.5 Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Siswanto (2003) Penilaian kinerja dilakukan dengan tujuan
sebagai berikut :
1. Sumber data untuk perencanaan ketenagakerjaan dan kegiatan pengembangan
jangka panjang.
2. Nasihat yang perlu disampaikan kepada para tenaga kerja.
3. Alat untuk memberikan umpan balik (feed back) yang mendorong ke arah
kemajuan dan kemungkinan memperbaiki/meningkatkan kualitas kerja para
tenaga kerja.
4. Salah satu cara untuk menetapkan kinerja yang diharapkan dari seorang
pemegang tugas dan pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
15
5. Landasan/bahan informasi dalam pengambilan keputusan pada bidang
ketenagakerjaan, promosi, mutasi, maupun kegiatan ketenagakerjaan lainnya.
2.2 Beban kerja
2.2.1 Pengertian Beban Kerja
Beban kerja (workload) merupakan stressor hubungan peran atau tugas
lain yang terjadi karena para pegawai merasa beban kerjanya terlalu banyak. Hal
ini dapat disebabkan karena perusahaan mengurangi tenaga kerja dan melakukan
retruksisasi pekerjaan, meninggalkan sisa pegawai dengan lebih banyak tugas dan
sedikit waktu serta sumberdaya untuk menyelesaikannya (Sopiah,2008).
Beban kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus diselesaikan
oleh tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun dalam satu sarana pelayanan
kesehatan. Standar beban kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang dapat
dilaksanakan oleh seseorang tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun kerja
sesuai dengan standar profesional dan telah memperhitungkan waktu libur, sakit,
dan lain-lain (Depkes RI, 2004).
2.2.2 Bentuk Beban Kerja
Menurut Munandar (2001) mengklasifikasikan beban kerja ke dalam
faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan sebagai berikut :
1. Tuntutan Fisik
Kondisi kerja tertentu dapat menghasilkan prestasi kerja yang optimal
disamping dampaknya terhadap kinerja pegawai, kondisi fisik berdampak pula
terhadap kesehatan mental seorang tenaga kerja. Kondisi fisik pekerja mempunyai
pengaruh terhadap kondisi faal tubuh dan psikologi seseorang. dalam hal ini
Universitas Sumatera Utara
16
bahwa kondisi kesehatan pegawai harus tetap dalam keadaan sehat saat
melakukan pekerjaan, selain istirahat yang cukup juga dengan dukungan sarana
tempat kerja yang nyaman dan memadai.
2. Tuntutan Tugas
Kerja shift/kerja malam sering kali menyebabkan kelelahan bagi para
pegawai akibat dari beban kerja yang berlebihan. beban kerja berlebihan dan
beban kerja terlalu sedikit dapat berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Beban
kerja dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Beban Berlebih Kuantitatif
Beban berlebih secara fisik ataupun mental akibat terlalu banyak
melakukan kegiatan merupakan kemungkinan sumber stress pekerjaan untuk yang
menimbulkan beban berlebih kuantitatif ialah desakan waktu dalam
menyelesaikan tuntutan pekerjaan, yaitu setiap tugas diharapkan dapat
diselesaikan secepat mungkin secara cepat dan cermat.
2. Beban Terlalu Sedikit Kuantitatif
Beban kerja terlalu sedikit kuantitatif yang dapat memengaruhi
kesejahteraan psikologis seseorang pada pekerjaan yang sederhana, dimana
banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosan dan rasa monoton.
3. Beban Berlebih Kualitatif
Kemajuan teknologi mengakibatkan sebagian besar pekerjaan yang selama
ini dikerjakan secara manual oleh manusia/tenaga kerja diambil alih oleh mesin-
mesin atau robot, sehingga pekerjaan manusia beralih titik beratnya pada
pekerjaan otak.
Universitas Sumatera Utara
17
4. Beban Terlalu Sedikit Kualitatif
Beban terlalu sedikit kualitatif merupakan keadaan dimana tenaga kerja
tidak diberi peluang untuk menggunakan keterampilan yang diperolehnya, atau
untuk mengembangkan kecakapan potensialnya secara penuh.
2.2.3 Pengukuran Beban Kerja
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI NO. 81/Menkes/SK/I/2004
tentang pedoman penyusunan perencanaan sumber daya kesehatan di tingkat
Provinsi, Kabupaten, Kota, serta Rumah Sakit yang salah satu prosedur
penghitungan kebutuhan SDM Kesehatan dengan menggunakan metode beban
kerja. Beban kerja merupakan tanggungan kerja yang meliputi fisik maupun
mental, akibat beban kerja yang berlebihan maka dapat mengakibatkan seorang
tenaga kesehatan mengalami gangguan kesehatan dan menghambat pekerjaan
yang menjadi tanggung jawabnya. Standar beban kerja adalah volume/kuantitas
beban kerja selama 1 tahun perkategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu
kegiatan pokok disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaiakannya (rata-rata waktu) dan waktu yangtersedia per-tahun yang
dimiliki oleh masing-masing kategori tenaga. Standar beban kerja adalah
volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun per kategori SDM. Standar beban
kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan
untuk menyelesaiakannya (waktu rata-rata) dan waktu kerja tersedia yang dimiliki
oleh masing-masing kategori SDM.
Universitas Sumatera Utara
18
2.3 Komitmen Kerja
2.3.1 Pengertian Komitmen Kerja
Menurut Mathis dan Jackson (2002) komitmen kerja adalah derajat yang
mana karyawan percaya dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap
tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi.
2.3.2 Bentuk Komitmen Kerja
Menurut Meyer, Allen, dan Smith (1998) dalam Sopiah (2008) ada tiga
komponen komitmen kerja, yaitu :
1. Affective commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari
organisasi karena adanya ikatan emosional.
2. Continuance commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu
organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain, atau
karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain.
3. Normative commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan
yang bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa
komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.
2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Kerja
Menurut Sopiah (2008) faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan
pada organisasi yaitu :
1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman
kerja, kepribadian, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
19
2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan,
konflik peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dan lain-
lain.
3. Karakteristik struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi
seperti sentralisai atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat
pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.
4. Pengalaman kerja, karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan
yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi memiliki komitmen yang
berbeda.
2.3.4 Pengukuran Komitmen Kerja
Menurut Sopiah (2008) yang mengutip pendapat Mowday et.al (1998)
mengembangkan suatu skala yang disebut self report scales untuk mengukur
komitmen karyawan terhadap organisasi, yang merupakan penjabaran dari ketiga
aspek komitmen yaitu :
1. Penerimaan terhadap tujuan organisasi
2. Keinginan untuk bekerja keras
3. Hasrat untuk bertahan menjadi bagian dari organisasi
2.3.5 Dampak Komitmen Kerja
Menurut Sopiah (2008) komitmen karyawan, baik yang tinggi maupun
yang rendah, akan berdampak pada:
1. Karyawan itu sendiri
Universitas Sumatera Utara
20
2. Organisasi, karyawan yang berkomitmen tinggi pada organisasi akan
menimbulkan kinerja organisasi yang tinggi, tingkat absensi berkurang,
loyalitas pegawai, dan lain-lain.
2.4 Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2.4.1 Pengertian Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Pelayanan Kesehatan adalah upaya yang diberikan oleh Puskesmas kepada
masyarakat, mencakup perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pencatatan, pelaporan,
dan dituangkan dalam suatu sistem. Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama
meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat
pengembangan. Yang termasuk dalam upaya kesehatan masyarakat esensial
meliputi:
a. Pelayanan promosi kesehatan
b. Pelayanan kesehatan lingkungan
c. Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana
d. Pelayanan gizi
e. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit (Kemenkes RI, 2014).
Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah upaya dibidang kesehatan
yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu
meneteki, bayi dan anak balita serta anak prasekolah. Tujuan pelayanan KIA
adalah tercapainya kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan
yang optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil
Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk
Universitas Sumatera Utara
21
menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi
peningkatan kualitas manusia seutuhnya (Depkes RI, 2008).
2.4.2 Bentuk Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
A. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai
dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan
Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan
khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam
pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2. Ukur tekanan darah
3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)
4. Ukur tinggi fundus uteri
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
6. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi tetanus toksoid (TT)
bila diperlukan
7. Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan
8. Test laboratorium (rutin dan khusus)
9. Tatalaksana kasus
10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
Universitas Sumatera Utara
22
Secara operasional, pelayanan antenatal dikategorikan lengkap apabila
dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar yang telah ditetapkan
yaitu bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama
kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan
sebagai berikut :
a. Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
b. Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
c. Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
B. Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan
yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Pada kenyataan
di lapangan, masih terdapat penolong persalinan yang bukan tenaga kesehatan dan
dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu secara bertahap
seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten dan diarahkan
ke fasilitas pelayanan kesehatan. Pada prinsipnya, penolong persalinan harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Pencegahan infeksi
2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar
3. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih
tinggi.
4. Melaksanakan inisiasi menyusu dini (IMD).
5. Memberikan injeksi vitamin K-1 dan salep mata pada bayi baru lahir.
Universitas Sumatera Utara
23
C. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas
Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar
pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga kesehatan. Untuk
deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan
terhadap ibu nifas dan meningkatkan cakupan KB pasca persalinan dengan
melakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan ketentuan waktu :
1. Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengan 3 hari setelah
persalinan.
2. Kunjungan nifas ke dua dalam waktu hari ke-4 sampai dengan hari ke-28
setelah persalinan.
3. Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu hari ke-29 sampai dengan hari ke-42
setelah persalinan.
Pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan adalah :
a. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.
b. Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus).
c. Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya.
d. Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.
e. Pemberian kapsul vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali, pertama segera
setelah melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam pemberian kapsul vitamin
A pertama.
f. Perawatan tali pusat.
g. Melaksanakan ASI Eksklusif.
h. Memastikan bayi telah diberi injeksi vitamin K-1.
Universitas Sumatera Utara
24
i. Memastikan bayi telah diberi salep mata antibiotik.
j. Pemberian imunisasi hepatitis B-0
k. Pelayanan KB pascasalin
Pelayanan KB pascasalin adalah pelayanan yang diberikan kepada Ibu
yang mulai menggunakan alat kontrasepsi langsung sesudah melahirkan (sampai
dengan 42 hari sesudah melahirkan).
D. Pelayanan Kesehatan Neonatus
Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar
yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus sedikitnya
3 kali, selama periode 0 sampai dengan 28 hari setelah lahir, baik di fasilitas
kesehatan maupun melalui kunjungan rumah. Pelaksanaan pelayanan kesehatan
neonatus terdiri dari :
1. Kunjungan neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6 sampai 48 Jam
setelah lahir.
2. Kunjungan neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke 3 sampai
dengan hari ke 7 setelah lahir.
3. Kunjungan neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8 sampai
dengan hari ke 28 setelah lahir.
Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus
terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat
kelainan/masalah kesehatan pada neonatus. Risiko terbesar kematian neonatus
terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama dan bulan pertama
Universitas Sumatera Utara
25
kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan
untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.
E. Deteksi Dini Faktor Risiko dan Komplikasi Kebidanan dan Neonatus
oleh Tenaga Kesehatan Maupun Masyarakat.
Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko adalah kegiatan yang
dilakukan untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan
komplikasi kebidanan. Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal,
tetapi tetap mempunyai risiko untuk terjadinya komplikasi. Oleh karenanya
deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat tentang adanya faktor risiko
dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin, merupakan kunci
keberhasilan dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi yang dilahirkannya.
Faktor risiko pada ibu hamil adalah :
1. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
2. Anak lebih dari 4.
3. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun.
4. Kurang energi kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang dari 23,5
cm, atau penambahan berat badan < 9 kg selama masa kehamilan.
5. Anemia dengan dari hemoglobin < 11 g/dl.
6. Tinggi badan kurang dari 145 cm, atau dengan kelainan bentuk panggul
dan tulang belakang.
7. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan
ini.
Universitas Sumatera Utara
26
8. Sedang atau pernah menderita penyakit kronis, antara lain : tuberkulosis,