-
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jahe Merah (Zingiber officinale Roscoe.)
(Ermayanti,2009)
Gambar 2.1
Jahe Merah (Zingiber officinale Roscoe.)
2.1.1 Taksonomi Jahe Merah
Taksonomi tanaman jahe merah menurut Harmono dan Andoko
(2005)
adalah
sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Marga : Zingiberis
Spesies : Zingiber officinale Roscoe
Varietas : Zingiber officinale Roscoe var. amarum
-
6
2.1.2 Deskripsi Tanaman Jahe Merah
Batang jahe merupakan batang semu dengan tinggi 30 hingga 100
cm.
Akarnya berbentuk rimpang dengan akar berwarna putih, kuning
hingga
kemerahan dengan bau menyengat. Daun tanaman jahe menyirip
dengan
panjang 15 hingga 23 mm dan panjang 8 hingga 15 mm. Tangkai
daun
berbulu halus, bunga jahe tumbuh dari dalam tanah berbentuk
bulat telur
dengan panjang 3,5 hingga 5 cm dan lebar 1,5 hingga 1,75 cm.
Gagang bunga
bersisik sebanyak 5 hingga 7 buah. Bunga berwarna hijau
kekuningan. Bibir
bunga dan kepala putik ungu. Tangkai putik berjumlah dua (Paimin
&
Murhananto, 2002).
2.1.3 Kandungan Jahe Merah
Jahe mengandung senyawa volatile yakni terpenoid dan non
volatile
yang terdiri dari gingerol, shogaol, paradol, zingerone dan
senyawa turunan
mereka serta senyawa-senyawa flavonoid dan polifenol. Gingerol
dan shogaol
merupakan kandungan utama senyawa flavonoid pada Jahe. Senyawa
tersebut
mempunyai efek antioksidan yang dapat mencegah adanya radikal
bebas
dalam tubuh. (Stailova et al, 2007)
Jahe merah mempunyai kandungan 6-gingerol, 8-gingerol, 10-
gingerol dan 6-shogaol yang lebih tinggi dibandingkan dengan
jahe gajah
yaitu sebesar 18.03, 4.09, 4.61, dan 1.36 mg/g sehingga banyak
dikonsumsi
masyarakat sebagai bahan obat. (Fathona, 2011; Ermayanti,
2009)
2.1.4 Manfaat Jahe Merah
Rimpang jahe merupakan bagian utama yang dimanfaatkan
sebagai
bumbu dapur dan obat herbal untuk beberapa penyakit. Rimpang
jahe
-
7
mengandung beberapa komponen kimia yang berkhasiat bagi
kesehatan. Jahe
segar digunakan sebagai anti muntah (antiematic), anti batuk
(antitussive/expectorant), merangsang pengeluaran keringat,
dan
menghangatkan tubuh. Dan mengandung banyak polifenol (Fathona,
2011).
Senyawa [6]-gingerol telah dibuktikan mempunyai aktivitas
sebagai
antipiretik, antitusif, hipotensif (Mamoru et al. 1984), anti
inflamasi dan
analgesik (Kim et al.,2005), antikanker (Dorai dan Aggarwal,
2004),
antioksidan (Masuda et al. 2004), antifungal (Ficker et al.
2003).
2.2 Aterosklerosis
2.2.1 Definisi Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah kondisi pada arteri besar dan kecil yang
ditandai
penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit, dan
makrofag
diseluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel) dan
akhirnya ke
tunika media (lapisan otot polos) (Corwin, 2009).
Dalam studi the stroke prevention: assessment of risk in a
community
(SPARC) yang menggunakan trans esofageal ekokardiografi (TEE)
meneliti
pada 588 pasien rata-rata umur 66,9 tahun. Dari hasil penelitian
ditemukan
sekitar 43,7% memiliki plak aterosklerosis aorta. Plak
aterosklerosis pada
aorta ascenden ditemukan sekitar 8,4%, pada arkus aorta
ditemukan plak
aterosklerosis sekitar 30%, sedangkan pada aorta descendens
ditemukan
44,9% (Kronozon, 2006).
Penyakit jantung koroner (PJK) atau dikenal dengan Coronary
Artery
Disease (CAD) adalah suatu penyakit dengan proses perjalanan
penyakit
yang cukup panjang dan terjadi aterosklerosis di sepanjang
pembuluh darah.
-
8
Pada saat arteri yang mensuplai miokardium mengalami gangguan,
jantung
tidak mampu untuk memompa sejumlah darah secara efektif untuk
memenuhi
perfusi darah ke organ vital dan jaringan perifer secara
adekuat. Pada saat
oksigenasi dan perfusi mengalami gangguan, pasien akan terancam
kematian.
Penyakit jantung koroner meliputi Chronic Stable Angina (CSA)
dan Acute
Coronary Syndrome (ACS). Kedua jenis penyakit jantung koroner
tersebut
melibatkan arteri yang bertugas mensuplai darah, oksigen dan
nutrisi ke otot
jantung. Saat aliran yang melewati arteri koronaria tertutup
sebagian atau
keseluruhan oleh karena plak, bisa terjadi iskemia atau infark
pada otot
jantung (Ignatavicius & Workman, 2010)
2.2.2 Patofisiologi Aterosklerosis
Proses aterosklerosis atau pembentukan plak di dinding
pembuluh
darah, merupakan cikal bakal terjadinya Penyakit Jantung Koroner
(PJK).
Aterosklerosis diawali dengan masuknya low density lipoprotein
(LDL) ke
dalam lapisan pembuluh darah (lapisan intima). LDL yang
terperangkap di
pembuluh darah akan teroksidasi, sehingga memicu pelepasan
senyawa yang
menyebabkan komponen sel darah putih masuk ke dalam pembuluh
darah.
Sel darah putih yang ada di dalam pembuluh darah berubah
menjadi
makrofag yang akan menangkap LDL, teroksidasi membentuk sel busa
yang
lama-kelamaan akan semakin membesar dan membentuk plak.
Proses
aterosklerosis ini memainkan peranan penting dalam Penyakit
Jantung
Koroner (PJK) ditandai dengan adanya penumpukan plak terus
menerus di
dinding pembuluh darah arteri koroner. Apabila pada permukaan
arteri
koroner terbentuk bekuan darah di bagian atas plak, dan
menimbulkan
-
9
sumbatan pada arteri koroner tersebut, maka aliran darah yang
kaya akan
oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung akan terhambat. Hal
ini
menyebabkan otot jantung tersebut mengalami iskemia dan
kerusakan berat
bahkan kematian sel otot jantung (infark miokard). Hal inilah
yang disebut
dengan serangan jantung. Dibandingkan dengan angina, serangan
jantung
biasanya terjadi lebih lama, dan tidak hilang dengan pemberian
obat-obatan
ataupun istirahat (Kaniawati dan Lina, 2004).
Inflamasi sangat berkaitan dengan aterogenesis, khususnya
melalui
aktivasi dan proliferasi makrofag, sel endotel, dan sel otot
polos pembuluh
darah. Pada individu sehat, makrofag tersebar di semua jaringan.
Inflamasi
sebagaian besar berawal dari cedera endotel. Saat endotel
mengalami cedera
akibat suatu mekanisme, Vascular Cell Adhesi Molekul 1 (VCAM-1)
terdapat
banyak di dinding endotel yang cedera atau rusak. Dengan adanya
VCAM-1,
maka monosit akan menempel di VCAM-1 kemudian masuk ke sela
endotel
yang rusak. Saat itu monosit mengaktifkan sitokin dan berubah
menjadi
makrofag. Fungsi makrofag adalah untuk mempertahankan kebersihan
di
wilayah yang rusak dengan berpindah melalui jaringan, memfagosit
dan
membunuh patogen. Makrofag secara unik dirancang untuk
menangkap
mikroba patogen karena permukaan mereka yang tidak teratur
dengan
reseptor yang secara khusus mendeteksi, mengikat, dan
menginternalisasi
target tersebut. Makrofag juga dilapisi dengan reseptor untuk
menangkap dan
memetabolisme sel-sel mati dan berbagai macam puing-puing
seluler yang
mereka temukan di sekitar mereka. Relevan dengan aterosklerosis,
makrofag
-
10
memiliki reseptor khusus untuk mengidentifikasi normal dan
dimodifikasi
(teroksidasi, asetat) partikel lipoprotein. (Cho et al,
2007).
2.2.3 Faktor risiko aterosklerosis
Reactive Oxygen Species adalah senyawa metabolit dari
molekul
oksigen (O2). Radikal reactive-oxygen, seperti superoxide
radical (O²¯),
hydrogen peroxide (H2O2), hydroxyl radical (OH²¯) dan lipid
peroxides
(LOOH) mampu meningkatkan risiko terjadinya penyakit pada
manusia. ROS
mampu mempengaruhi sinyal transduksi yang berkaitan dengan
kontraksi dan
relaksasi pembuluh darah, migrasi, pertumbuhan dan kematian sel
vaskular
dan juga perubahan extracellular matrix (ECM) (Bucioli et al.,
2011).
Reactive Oxygen Species mampu meningkatkan kecepatan ritmis
vaskular, karena mampu mempengaruhi endothelium-regulatory
dan
mempengaruhi kontraktilitas otot polos vaskular. Dengan
mempengaruhi
fenotip regulasi dari sel otot polos vascular, kematian sel
vaskular, migrasi sel
dan reorganisasi extracellular matrix (ECM), ROS memicu
terjadinya
vascular-remodelling (Lee & Griendling, 2008).
Vascular-remodelling didefinisikan sebagai perubahan struktur
yang
ditandai dengan adanya perubahan ketebalan dan diameter pembuluh
darah
(Schiffrin, 2003). Perubahan dinding arterial meliputi dua
fase:
1. Adhesi monosit ke endotel dan migrasi ke ruang subendotel
dan
berdiferensiasi menjadi makrofag. Sel ini memakan LDL
teroksidasi dan
membentuk foam cell.
2. Sel otot polos vaskular migrasi dari tunika media ke tunika
intima dan
berproliferasi membentuk plak aterosklerotik.
-
11
Plak aterosklerosis diklasifikasikan menjadi 2 kategori, yaitu
stable dan
unstable. Plak yang stabil terdiri atas sel otot polos yang
berada dalam
matriks yang kaya kolagen sehingga dapat membuat plak tetap
intak. Pada
plak yang tidak stabil, terjadi infiltrasi dari makrofag dan
limfosit sehingga
rawan terjadi ruptur (Finn et al, 2010).
Plak yang terbentuk dapat menghambat aliran darah dan apabila
terjadi
ruptur dapat menyebabkan trombosis pada arteri koronaria yang
merupakan
penyebab utama terjadinya infark miokardial.
Faktor risiko aterosklerosis dapat dibedakan menjadi faktor
risiko
mayor atau utama dan faktor risiko minor. Faktor risiko mayor
diantaranya
adalah umur, jenis kelamin, keturunan (ras), merokok, tinggi
kolesterol dalam
darah, hipertensi, kurang aktivitas fisik, diabetes mellitus,
obesitas dan berat
badan lebih. Sedangkan yang termasuk faktor risiko minor adalah
stress,
alkohol, diet dan nutrisi (AHA, 2014).
2.2.4 Patogenesis arterosklerosis pada Penyakit Jantung
Koroner
Aterosklerosis terjadi pada arteri termasuk aorta dan a.
koronaria,
femoralis, iliaka, karotis intera, dan serebral. Penyempitan
yang diakibatkan
oleh aterosklerosis pada a.koronaria dapat bersifat fokal dan
cenderung
terjadi pada percabangan arteria, penyempitan tidak mengganggu
aliran
darah kecuali bila telah melebihi 70% dari lumen arteria.
Aliran darah miokardium berasal dari dua a. koronaria yang
berasal
dari aorta, biasanya a. koronaria kanan memperdarahi sebagian
besar
ventrikel kanan, dan a. Koronaria kiri sebagian besar
memperdarahi
-
12
ventrikel kiri. Saat aktivitas fisik atau stres, kebutuhan
oksigen pada
mikardium akan meningkat. Untuk memenuhi kebutuhannya maka
perfusi
dari a. koronaria dapat ditingkatkan sampai 5 kali dari pefusi
saat istirahat
keadaan ini disebut coronary reserve. Karakteristik dari
penyakit jantung
koroner adalah penurunan dari coronary reservedengan penyebab
utama
penyempitan a. coronaria akibat aterosklerosis (Daniel,
2008).
Menurut teori infiltrasi lemak, sebagai akibat kadar
low-density
lipoprotein (LDL) yang tinggi didalam plasma maka terjadi
peningkatan
pengangkutan lipoprotein plasma melalui endotel. Peninggian
kadar lemak
pada dinding pembuluh darah akan menyebabkan kemampuan sel
untuk
mengambil lemak melewati ambang batas sehingga terjadi
penimbunan.
(Sastroasmoro, 1994)
Gambar 2.2
Perubahan dinding saat terjadi aterosklerosis
Abnormalitas yang paling dini terjadi pada aterosklerosis
adalah
fatty streak yaitu akumulasi dari lemak yang berisi makrofag
pada tunika
intima. Lesi ini datar dan tidak merusak lumen dari arteri.
Perjalanan
penyakit dari lesi ini sesuai dengan meningkatnya penebalan dari
plak. Hal
-
13
ini disebabkan akumulasi yang berkelanjutan dari lipid dan
proliferasi dari
makrofag dan sel otot polos. Pada lesi ini smooth muscle type
cells
membentuk fibrous cap diatas deposisi dari jaringan nekrotik,
kristal
kolesterol, dan pada akhirnya kalsifikasi pada dinding arteri.
Lesi yang
menebal ini yang menyebabkan infark miokardium akibat
peningkatan
ukuran dan obstruksi dari lumen arteri atau akibat ruptur,
yang
menyebabkan pelepasan substansi thrombogenik dari daerah
nekrotik.
Dari beberapa penelitian menunjukkan plak fibrosis pada otot
polos
cenderung berkembang pada daerah dimana fatty streaks terbentuk
saat
kanak-kanak. Plak secara umum cenderung berkembang pada a.
koroner
terlebih dahulu sebelum timbul pada arteri serebral (Morrison,
2007).
2.3 Pembuluh Darah
2.3.1 Anatomi Pembuluh Darah
(Tortora dan Derrickson, 2012)
Gambar 2.3
Illustrasi pembuluh darah (a) arteri, (b) vena dan (c)
kapiler
-
14
(Tortora dan Derrickson, 2012)
Gambar 2.4
Illustrasi potongan transversal pembuluh darah arteri
2.3.2 Fisiologi pembuluh darah
Fungsi pembuluh darah secara umum adalah mengangkut oksigen
serta
zat makanan ke seluruh bagian tubuh, zat sisa serta transportasi
hormon.
Keseimbangan cairan dalam tubuh secara umum juga dikendalikan
sistem
homeostasis melalui pembuluh darah.
Pembuluh darah arteri mempunyai 3 lapis dinding seperti
pembuluh
darah lainnya, akan tetapi memiliki lapisan tunika media yang
lebih tebal dan
elastis.
Akibat kaya akan serat elastis pembuluh arteri mudah teregang
dan
terekspansi. Serabut saraf simpatis menginervasi otot polos
pembuluh darah,
saat stimulasi simpatis meningkat akan membuat otot polos
berkontraksi
sehingga memperkecil lumen serta diameter pembuluh darah
yangdisebut
dengan vasokonstriksi. Sebaliknya biila stimulasi simpatis
menurun misalnya
akibat senyawa nitric oxide dan asam laktat, otot polos pembuluh
darah akan
-
15
mengalami relaksasi sehingga diameter lumen melebar dan
terjadi
vasodilatasi pembuluh darah. (Tortora, 2012)
Vena berfungsi sebagai saluran untuk mengangkut darah dari
venula
kembali ke jantung kecuali vena yang ada di jantung mempunyai
fungsi
mentransor darah arterial dari paru ke jantung. Vena mempunyai
cabang yaitu
venula yang berfungsi sebagai penampang darah dari kapiler
menuju vena
besar. Selain itu vena mempunyai sistem katup untuk menghindari
aliran
darah kembali ke jaringan dan sebagai reservoir darah. (Kumar et
al., 2007)
2.3.3 Histologi Pembuluh Darah
Struktur dan komposisi umum dari pembuluh darah hampir sama
pada
seluruh sistem kardiovaskular. Dinding pembuluh darah terdiri
atas sel
endotel dan sel otot polos dimana dinding pembuluh darah
mempunyai
komposisi extracellular matric (ECM) yang mempunyai kandungan
elastin,
kolagen, glycosaminoglycans. Dinding pembuluh darah terdiri atas
tiga
bagian yaitu tunika intima, tunika media, dan tunika adventisia.
Batas antara
tunika intima dan tunika media disebut lamina elastika interna,
dan batas
antara tunika media dan tunika adventisia adalah lamina elastika
externa.
Pada arteri yang normal tunika intima terdiri atas monolayer
cells dan
extraselular matrix. Sedangkan pada tunika media hanya berisi
sel otot polos
dan extracellular matrix yang dikelilingi oleh jaringan ikat,
serat saraf, dan
pembuluh darah kecil dari adventisia. Tunika media mendapatkan
nutrisi dan
oksigen dari lumen pembuluh darah. (Kumar et al., 2007)
Kebanyakan pembuluh darah dapat dilihat secara histologis
dengan
potongan transversal atau oblik. Berbeda dengan vena, arteri
mempunyai
-
16
dinding yang relatif tebal dan lumen kecil. Arteri
memperlihatkan susunan
lapisan sebagai berikut; Tunika intima, terdiri dari endotel,
lapisan
subendotelial terdiri jaringan ikat, dan membrane elastika
interna yang
membatasi dengan tunika media. Tunika media, terutama terdiri
atas serat-
serat muscular polos sirkular dan serat-serat elastika halus
tercampur di
antaranya. Tunika adventisia, terdiri dari jaringan ikat,
didalamnya terdapat
serat-serat kecil dan pembuluh darah, pembuluh darah tersebut
disebut vasa
vasorum atau pembuluh darah dari pembuluh darah (Eroschenko,
2010).
Struktur dan komposisi umum dari pembuluh darah hampir sama
pada
seluruh sistem kardiovaskular. Yang membedakan adalah fungsi
dari masing
masing pembuluh darah dimana fungsi tersebut juga berbeda
tergantung pada
lokasi dari pembuluh darah tersebut. Sehingga setiap lesi
patologik mengenai
vaskularisasi maka secara khusus hanya akan menyerang beberapa
bagian
dari sirkulasi pembuluh darah. Sebagai contoh pada
aterosklerosis hanya
menyerang pada elastic and muscular arteries, sedangkan pada
hipertensi
hanya menyerang small muscular arteries and arteriole. (Kumar et
al., 2007)
2.3.4. Endotel Pembuluh Darah
Sel endotel melapisi bagian dalam lumen dari seluruh pembuluh
darah
dan berperan sebagai penghubung antara sirkulasi darah dan
sel-sel otot polos
pembuluh darah. Disamping berperan sebagai sawar fisik antara
darah dan
jaringan, sel endotel memfasilitasi berbagai fungsi yang
kompleks dari sel
otot polos pembuluh darah dan sel-sel didalam kompartemen darah.
Sel
endotel mempunyai beberapa peranan penting diantaranya adalah
mengatur
resistensi vascular, metabolisme hormone, regulasi inflamasi
dan
-
17
mempengaruhi pertumbuhan sel tipe lain khususnya sel otot polos.
Sebagai
membran monolayer yang selektif permeable sel endotel mengatur
pertukaran
molekul baik yang berukuran besar maupun kecil yang mengenai
dinding
vascular. Hubungan interendotel dapat berkurang atau hilang
karena berbagai
macam penyebab gangguan faktor hemodinamik seperti hipertensi
dan zat
vasoaktif (Kumar et al., 2007)
Berikut merupakan contoh produk dari endotel pembuluh darah:
1. Nitrat Oksida (NO)
Selama beberapa decade, telah terbukti bahwa nitrat oksida tidak
hanya
berperan dalam mengontrol tonus vasomotor melainkan juga
berperan dalam
homeostasis pembuluh darah dan syaraf serta proses imunologik.
Nitrat
oksida endogen diproduksi melalui perubahan asam amino
L-arginine
menjadi L-citrulline oleh enzim NO-synthase (NOS). Nitrat oksida
yang
dihasilkan oleh NO-synthase (NOS) type III didalam endotel akan
berdifusi
kedalam otot polos pembuluh darah yang akan mengaktifkan
enzim
guanylate cyclase. Bersamaan dengan peningkatan Cyclic
Guanosine
Monophosphate (cGMP), akan terjadi relaksasi dari otot polos
pembuluh
darah. Jadi hasil akhir dari peningkatan Nitrat Oksida (NO) akan
terjadi
vasodilatasi (Quyyumi, 1998)
2. Angiotensin
Sel endotel juga memproduksi mediator-mediator yang
merangsang
vasokonstriksi, yaitu endothelin, prostaglandin dan angiotensin
II serta
mengatur tonus pembuluh darah dengan cara mempertahankan
keseimbangan
produksi NO dengan produksi Angiotensin II sebagai vasodilator
dan
-
18
vasokonstriktor, angiotensin II diproduksi oleh sel endotel pada
jaringan
lokal. Enzim yang mengatur produksi angiotensin II adalah
angiotensin
converting enzyme (ACE). Enzim ini bersifat proteolitik,
disintesis oleh sel
endotel, diekspresikan pada permukaan sel endotel dan mempunyai
aktivitas
dibawah pengaruh angiotensin I. Angiotensin I diproduksi
melalui
pemecahan dari suatu makromolekul precursor angiotensinogen
dibawah
pengaruh renin, suatu enzim proteolitik yang dihasilkan oleh
ginjal.
Angiotensin II berikatan dan mengatur tonus otot polos pembuluh
darah
melalui reseptor angiotensin yang spesifik. Tergantung dari
reseptor yang
diaktivasi, Angiotensin II dapat memberi efek regulasi terhadap
berbagai
aktivitas fungsional otot polos pembuluh darah, termasuk
kontraksi
(vasokonstriksi), pertumbuhan, proliferasi dan differensiasi.
Secara
keseluruhan, kerja dari angiotensin II berlawanan dengan kerja
Nitrat Oksida
(Quyyumi, 1998)
Sel endotel juga berperan penting dalam pertumbuhan dan
differensiasi sel otot polos pembuluh darah dengan cara
melepaskan berbagai
promoter atau inhibitor pertumbuhan dan differensiasi, yang
member
pengaruh terhadap terjadinya remodeling pembuluh darah. Sejumlah
peptide
telah diketahui berperan sebagai messenger utama terhadap
sinyal-sinyal
pertumbuhan seperti insulin growth factor 1 (IGF-1), placental
growth factor
(PGF), basic fibroblast growth factor (bFBF), dan lain-lain.
Namun berbagai
bukti menunjukkan bahwa rangsangan pertumbuhan otot polos
pembuluh
darah dimediasi oleh produksi lokal dari placental growth factor
(PGF) dan
Angiotensin II. Sebagai antagonis utama dari kerja Angiotensin
II dalam
-
19
merangsang pertumbuhan sel otot polos pembuluh darah adalah
Nitrat oksida
dan prostacyclin (PGI2). Sel endotel juga terlibat dalam
produksi berbagai
molekul yang berperan dalam proses inflamasi yaitu antara lain
intracellular
adhesion molecule (ICAM) dan vascular cell adhesion molecule
(VCAM).
Molekul-molekul ini disebut sebagai molekul adhesi dan
berfungsi
mengaktifkan sel-sel yang terlibat dalam reaksi inflamasi.
Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa dalam proses aterosklerosis terjadi
peningkatan kadar
tanda inflamasi (acute phase proteins) didalam darah (Quyyumi,
1998)
2.3.5. Otot Polos Pembuluh Darah
Pada keadaan normal sel otot polos pembuluh darah
berproliferasi
ketika mendapat rangsangan. Sel otot polos juga mensintesis
extracellular
matrix (ECM) seperti kolagen, elastin, proteoglikan dan
merangsang faktor
pertumbuhan dan sitokin. Pada keadaan terangsang baik secara
fisiologis
maupun farmakologis sel otot polos pembuluh darah juga dapat
bervasokonstriksi dan vasodilatasi. Jika terdapat injury atau
kerusakan pada
dinding endotel maka sel otot polos akan bermigrasi ke bagian
intima untuk
berproliferasi menjadi lapisan tunika intima yang baru disebut
dengan
neointima. Namun proliferasi otot polos yang berlebihan
dapat
mengakibatkan stenosis lumen yang dapat menghambat laju aliran
darah
terutama pembuluh darah kecil seperti arteri coroner (Kumar et
al., 2007)
-
20
(Kumar et al., 2007)
Gambar. 2.5
Komponen Pembuluh Darah secara Histologi
(Kuehnel, 2003)
Gambar. 2.6
Perbandingan Ketebalan Tunika Pembuluh Darah Normal
-
21
2.4. Hubungan Jahe Merah dengan Aterosklerosis
Hasil penelitian farmakologi menyatakan bahwa senyawa
antioksidan alami dalam jahe cukup tinggi dan sangat efisien
dalam
menghambat radikal bebas superoksida dan hidroksil yang
dihasilkan oleh
sel-sel kanker, dan bersifat sebagai antikarsinogenik,
non-toksik dan non-
mutagenik pada konsentrasi tinggi (Manju dan Nalini 2005).
Senyawa volatile dan non volatile adalah senyawa yang
terdapat
pada jahe. Senyawa volatile terdiri dari berbagai senyawa
terpenoid,
sedangkan senyawa non volatile terdiri dari gingerol, shogaol,
paradol,
zingerone dan senyawa turunan mereka serta senyawa-senyawa
flavonoid
dan polifenol yang mempunyai efek antioksidan dapat mencegah
adanya
radikal bebas dalam tubuh. (Stailova et al., 2007)
Gingerol dan shogaol yang merupakan senyawa flavonoid yang
merupakan kandungan utama pada Jahe. Kandungan 6-gingerol,
8-
gingerol, 10-gingerol dan 6-shogaol dalam jahe merah tinggi
dibandingkan
dengan jahe gajah yaitu sebesar 18.03, 4.09, 4.61, dan 1.36
mg/g.
(Fathona, 2011)
Karena pengobatan untuk mencegah oksidasi LDL belum dikenal
luas, maka senyawa antioksidan pencegah oksidasi LDL merupakan
target
utama pencarian obat antiaterosklerotik. Salah satu sumber
senyawa
antioksidan adalah obat herbal dengan kandungan senyawa
polifenol yang
tinggi (Libby, 2005). Polifenol juga meringankan plak
aterosklerosis pada
mencit dengan cara menurunkan inflamasi, meningkatkan
ketersediaan
NO, dan menginduksi heme oxygenase-1 (Loke et al., 2010)