Top Banner

of 26

Bab II Print

Oct 14, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Farmakologi 2.1.1. Pengertian FarmakologiFarmakologi adalah ilmu tentang kerja obat pada organisme sehat atau sakit, atau lebih luas sebagai ilmu tentang interaksi antara senyawa kimia dan sistem biologi (Mutschler,1991). Farmakologi juga merupakan ilmu yang mempelajari mengenai substansi yang berinteraksi dengan sebuah sistem yang hidup melalui proses-proses kimia (Katzung,2010).2.1.2. Bagian dari FarmakologiMenurut Mutschler (1991), Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak sekali proses dan kebanyakan proses rumit. Umumnya ini didasari suatu rangkaian reaksi yang dibagi dalam tiga fase: Fase Farmaseutik Fase Farmakokinetik Fase Farmakodinamika.2.1.2.1. Fase FarmaseutikFase farmaseutik meliputi hancurnya bentuk sediaan obat dan melarutnya bahan obat, dimana kebanyakan bentuk sediaan obat padat yang digunakan. Karena itu fase ini terutama ditentukan oleh sifat-sifat galenik obat (Mutschler,1991).2.1.2.2. Fase Farmakokinetikfarmakokinetik menurut ilmu farmakologi sebenarnya dapat diartikan sebagai proses yang dilalui obat di dalam tubuh atau tahapan perjalanan obat tersebut di dalam tubuh. Proses farmakokinetik ini dalam ilmu farmakologi meliputi beberapa tahapan mulai dari proses absorpsi atau penyerapan obat, distribusi atau penyaluran obat ke seluruh tubuh, metabolisme obat hingga sampai kepada tahap ekskresi obat itu sendiri atau proses pengeluaran zat obat tersebut dari dalam tubuh. Fase-fase tersebut diantaranya adalah:

Absorpsi DistribusiBiotransformasi Ekskresi Eliminasi Fase Farmakokinetik Invasi

A. Proses Invasi Menurut Mutschler (1991), Proses invasi ialah proses-proses yang berlangsung pada pengambilan suatu bahan obat kedalam organisme. Proses ini meliputi:1) Absorpsi a. Pengertian Yang dimaksudkan denagan absorpsi suatu obat adalah pengambilan obat dari permukaan tubuh (disini termasuk juga mukosa saluran cerna) atau dari tempat-tempat tertentu dalam organ dalaman ke dalam aliran darah atau ke dalam sistem pembulah limfe. Dari aliran darah atau sistem pembuluh limfe terjadi distribusi obat ke dalam organisme keseluruhan. Karena obat, baru dapat berkhasiat apabila berhasil mencapai konsentrasi yang sesuai pada tempat kerjanya maka suatu absorpsi yang cukup merupakan syarat untuk suatu efek terapeutik, sejauh obat tidak digunakan secara intravasal atau tidak langsung dipakai pada tempat kerjanya (Mutschler,1991).b. Sawar absorpsi Sawar absorpsi yang sesungguhnya yaitu batas pemisah antara lingkungan dalam dan lingkungan luar, adalah membran permukaan sel. Absorpsi dan sama halnya distribusi dan ekskresi tidak mungkin terjadi tanpa suatu transpor melalui membran (Mutschler,1991).Membran terdiri atas lapisan rangkap lipid dan protein, seperti pulau-pulau terkait di dalamnya atau di atasnya dan dengan demikian membentuk mosaik. Seluruh protein mencapai membran membentuk pori dalam lapisan rangkap lipid. Dengan demikian untuk penetrasi bahan terdapat dua struktur membran yang secara kualitatif berbeda mendasar: pertama lapisan lipid untuk pengambilan bahan-bahan yang bersifat lipofil dan pori yang berisi air untuk penetrasi senyawa-senyawa yang hidrofil (Mutschler,1991).c. Mekanisme absorpsi Penetrasi senyawa melalui membran dapat terjadi sebagai: Difusi (pasif murni)Pada difusi pasif sesuai dengan hukum Fick, transpor senyawa berbanding langsung dengan landaian konsentrasi, luas permukaan membran, koefisien distribusi senyawa yang bersangkutan serta koefisien difusi dan berbanding terbalik dengan tebal membran (Mutschler,1991).Difusi ini tidak dapat dihambat oleh senyawa analog dan melalui blokade metabolisme. Dilihat dari kuantitatif, difusi pada pengambilan bahan kedalam organisme trjadi terutama melalui matriks lipid (Mutschler,1991). Difusi terfasilitasiPada difusi melalui pembawa (terfasilitasi), molekul hidrofil misalnya fruktose, berikatan dengan suatu pembawa (carrier= pembawa) yang merupakan protein membran khusus. Pembawa dan kompleks pembawa substrat dapat bergerak bebas dalam membran, dengan demikian penetrasi zat yang ditranspor melalui membran sil lipofil ke dalam bagian dalam sel dipermudah (Mutschler,1991).Syarat untuk transpor pembawa adalah afinitas tertentu dari zat yang ditranspor (S) terhadap pembawa (C) (Mutschler,1991).

Transpor aktifPada transpor aktif, suatu senyawa harus ditranspor melawan landaian konsentrasi dalam arti suatu transpor daki gunung melalui membran. Proses ini membutuhkan energi dapat dihambat secara kompetitif oleh senyawa dengan struktur kimia yang mirip dan secara tak kompetitif oleh racun metabolisme. Energi untuk transpor melawan landaian konsentrasi ini diberikan secara tak langsungoleh pompa natrium melalui penguraian ATP (Mutschler,1991). Pinositosis, Fagositosis, PersopsiPada pinositosis, tetesan-tetesan cairan kecil diambil dari saluran cerna (Mutschler,1991). Pada fagositosis, partikel zat padat diambil dari saluran cerna dan memang dengan demikian, membran permukaan terputar ke atas dan bahan ekstrasel ditutup secara vesikular (Mutschler,1991).Pada persopsi bagian-bagian padat, kadang-kadang malah seluruh sel, antar sel, yakni antara sel-sel epitel berhasil mencapai bagian dalam organisme (Mutschler,1991).d. Absorpsi obatMenurut Mutschler(1991), Absorpsi kebanyakan obat terjadi secara pasif melalui difusi. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat adalah: Sifat fisikokimia bahan obat, terutama sifat stereokimia dan kelarutannya Besar partikel dan dengan demikian permukaan jenis Sediaan obat Dosis Rute pemberian dan tempat pemberian Waktu kontak dengan permukaan absorpsi Besarnya luas permukaan yang mengabsorpsi Nilai pH dalam darah yang mengabsorpsi Intergritas membran Aliran darah organ yang memngabsorpsi2) Proses DistribusiApabila obat mencapai pembulug darah, obat akan ditranspor lebih lanjut bersama aliran darahh dalam sistem sirkulasi. Akibat landaian konsentrasi darah terhadap jaringan, bahan obat mencoba untuk meninggalkan pembuluh darah dan didistribusi dalam organisme keseluruhan (Mutschler,1991).a. Ruang distribusi Berdasarkan fungsinya, organisme dapat dibagi dalam dua ruang distribusi, yaitu ruang intrasel dan ruang eksternal (Mutschler,1991).

Ruang Ekstrasel Ruang Intrasel

Cairan plasmaRuang interstisialCairan transsel Cairan intraselKomponen sel padat

b. Ikatan proteinFaktor penting lain untuk distribusi obat adalah ikatan pada protein terutama protein plasma, protein jaringan, dan sel darah merah. Sesuai dengan struktur kimia protein, pada ikatan protein dapat terlibat iakatan ion, ikatan jembatan hidrogen dan ikatan dipo-dipol serta interaksi hidrofob (Mutschler,1991).Ikatan protein adalah bolak-balik. Ikatan tak bolak-balik (=kovalen) misalnya reaksi sitostatika yang mengalkilasi protein, tidak termasuk ke dalam ikatan protein (Mutschler,1991).Makin besar tetapan afinitas bahan yang bersangkutan pada protein, makin kuat ikatan protein. Ikatan protein mempengaruhi intensitas kerja, lama kerja dan eliminasi bahan obat sebagai berikut: bagian obat yang terikat pada protein plasma tidak dapat berdifusi dan umumnya tidak mengalami biotransformasi dan eliminasi (Mutschler,1991).c. Faktor yang mempengaruhi distribusiMenurut Mutschler (1991), faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi adalah sebagai berikut: Sifat kelarutan bahan obat (hidrofil dan lipofil) Saluran cerna Pengarahan obat (drug targetting) Pasokan darah B. Proses Eliminasi Menurut Mutschler (1991), eliminasi merupakan proses-proses yang menyebabkan penurunan konsentrasi obat dalam organisme. Proses ini meliputi:1) BiotransformasiKarena lipofil sebagaian besar direabsorbsi kembali ke dalam tubuli ginjal setelah filtrasi glomerulus, maka senyawa ini hanya dapat diekskresikan dengan lambat melalui ginjal. Karena itu seandainya senyawa ini tidak diubah secara kimia, mungkin berbahaya karena bahan-bahan demikian menetap dalam tubuh dan terakumulasi terutama dalam jaringan lemak. Karena itu tidaklah mengherankan behwa organisme memiliki sistem enzim yang dapat mengubah xenobiotika lipofil menjadi bahan yang lebih hidrofil dan lebih mudah dapat diekskresi. Laju eliminasi bahan yang larut dalam lemak bergantung, sebagian besar, kepada berapa cepat senyawa ini dimetabolisme menjadi senyawa-senyawa yang lebih larut dalam air dalam organisme. Proses perubahan senyawa asing disebut biotransformasi (Mutschler,1991).Biotransformasi terjadi terutama dalam hati dan hanya dalam jumlah yang sangat rendah terjadi dalam organ lain (misalnya dalam usus, ginjal, paru-paru, limpa, otot, kulit atau dalam darah). Enzim yang terlibat dalam biotransformasi terdapat terikat pada struktur dan di samping itu tidak terikat pada struktur. Enzim yang terikat pada struktur, terlokalisasi terutama dalam membran retikulum endoplasma (misalnya monooksigenase, glukoroniltransfarase) dan sebagian juga dalam mitokondria. Enzim yang tak terikat pada struktur terdapat sebagai enzim yang larut (misalnya esterase, amidase, sulfotransfarase). Enzim-enzim ini sebagian besar tak spesifik terhadap substrat. Ini berarti bahwa enzim mampu mengubah substrat dengan struktur kimia yang sangat berbeda (Mutschler,1991).Reaksi Fase IReaksi biotransformasi yang mengubah molekul obat secara oksidasi, reduksi atau hodrolisis disebut reaksi fase I. Reaksi oksidasi yang sangat penting untuk biotransformasi ialah reaksi oksidasi yang melibatkan oksidase, monooksigenase dan dioksigenase. Oksidase mengoksidasi melalui penarikan hidrogen atau elektron. Oleh monooksigenase, satu atom oksigen dari molekul oksigen diikat pada bahan asing dan atom oksigen lain direduksi menjadi air. Sebaliknya dioksigenase memasukkan kedua atom dari satu molekul oksigen ke dalam xenobiotika. Monooksigenase (mikrosom) yang mengandung sitokrom P-450 dan juga sitokrom P-448 yang merupakan protein hem memiliki makna terbesar untuk biotransformasi oksidasi obat (Mutschler,1991).Reduksi dibandingkan dengan oksidasi, reduksi hanya memegang peranan kecil pada biotransformasi. Senyawa karbonil dapat direduksi menjadi alkohol oleh alkoholdehidrogenase atau aldo-ketoreduktase sitoplasma. Untuk penguraian senyawa azo menjadi amina primer melalui tahap antara hidrazo tampaknya ada beberapa enzim yang terlibat, di antaranya NADPH-sitokrom P-450 reduktase, yang masih belum diketahui seluruhnya ialah enzim yang terlibat dalam reduksi senyawa nitro menjadi amina yang sesuai. Secara toksikologik berarti ialah dehalogenisasi reduktif, misalnya pada karbromal serta dari karbontetraklorida menjadi kloroform (Mutschler,1991).Biohidrolisis penting dalam:a. Penguraian ester dan amina menjadi asam dan alkohol serta amina oleh esterase (amidase).b. Pengubahan epoksida menjadi diol berdampingan (visinal) oleh epoksidahidratase (sinonim epoksidahidrolase).c. Hidrolisis asetal (glikosida) oleh glikosidase (Mutschler,1991).Reaksi Fase IIReaksi konjugasi berlangsung melibatkan transfarase yang ebanyakan spesifik. Reaksi konjugasi mencakup:a. Reaksi antara senyawa yang mempunyai gugus hidroksil alkohol atau fenol, gugus amino, gugus sulfhidril dan sebagaian juga gugus karboksil dengan senyawa tubuh sebdiri yang kaya akan energi.b. Reaksi penggabungan antara senyawa asing, setelah diaktivasi dengan senyawa tubuh sendiri (tidak teraktivasi) (Mutschler,1991).Pengaruh Lintas Pertama (First Pass Effect)Seluruh darah vena saluran cerna dan dengan demikian juga senyawa-senyawa yang terdapat di dalamnya mencapai vena porta dan melalui ini darah memasuki hati. Jadi sebelum obat-obat yang diabsorbsi dari mukosa lambung atau mukosa usus halus mencapai jantung dan sirkulasi paru-paru serta sirkulasi tubuh, senyawa-senyawa harus melewati hati. Agar berkhasiat, yang penting apakah dan berapa besar senyawa tersebut pada lintasan pertama dimetabolisme oleh mukosa saluran cerna serta diekstraksi dan/atau diubah secara biokimia oleh hati (Mutschler,1991).Pengaruh Usia Terhadap BiotransformasiPengaruh usia yang menonjol terhadap biotransformasi adalah khususnya pada bayi baru lahir dan orang tua lanjut usia. Pada bayi baru lahir dan terutama pada bayi prematur, kelengkapan beberapa enzim yang terlibat dalam biotransformasi masih tidak mencukupi. Sebaliknya pada anak usia 1-8 tahun, laju biotransformasi lebih cepat dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini mungkin, sekurang-kurangnya sebagian, karena pada anak-anak perbandingan bobot hati terhadap bobot badan lebih besar. Pada umur lanjut, terjadi penurunan metabolisme dan pasokan darah hati berkurang dan karena itu laju biotransformasi berkurang (Mutschler,1991).2) Ekskresia. Ekskresi melalui ginjalOrgan ekskresi terpenting adalah ginjal. Kecepatan dan besarnya ekskresi melalui ginjal ditentukan oleh filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus dan sekresi tubulus (Mutschler,1991).b. Ekskresi melalui empedu dan ususTerutama senyawa-senyawa yang mempunyai bobot molekul lebih dari 500 dan juga senyawa yang diperoleh melalui metabolisme. Penetrasi ke dalam kapiler empedu dari suatu sel hati terjadi baik melalui difusi ataupun transpor aktif. Dalam usus, konjugat yang diekskresikan malalui empedu sebagian diuraikan lagi dan sebagian besar direabsorbsi seperti hanya bahan-bahan yang larut dalam lemak yang diekskresi dengan empedu (Mutschler,1991).c. Ekskresi melalui paru-paruPengeluaran gas melalui paru-paru, khususnya setelah suatu pembiusan, dan pengeluaran senyawa-senyawa yang menguap terjadi sebanding dengan landaian konsentrasi dan juga landaian tekanan antara darah dan udara pernapasan. Di sini terjadi proses difusi murni, yang berbeda dengan pengambilan bahan-bahan oleh paru-paru yaitu hanya arah laindaian konsentrasi yang berlawanan. Penurunan kelarutan dalam darah, ekskresi dapat ditingkatkan melalui kenaikan volume pernapasan serta volume jantung per satuan waktu dan dengan demikian kenaikan pasokan darah ke paru-paru (Mutschler,1991).2.1.2.3. Fase Farmakodinamik Farmakodinamik menyangkut pengaruh obat terhadap sel hidup, organ atau makhluk, secara keseluruhan erat berhubungan dengan fisiologi, biokimia, dan patologi obat farmakodinamik bekerja meningkatkan atau menghambat fungsi suatu organ (Setiabudy, 2007).A. Efek farmakodinamik pada obat asam mefenamat (efek anti-inflamasi)Efek anti-inflamasi. Kebanyakan obat mirip aspirin terutama yang baru, lebih dimanfaatkan sebagai antiinflamasi pada pengobatan kelainan musculoskeletal, misalnya atritis rheumatoid, osteoatritis dan spondilitis ankilosa. Tetapi harus diingat bahwa obat mirip aspirin ini hanya meringkan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan musculoskeletal (Setiabudy, 2007).B. Fase Farmakodinamik pada Asam MefenamatAsam mefenamat digunakan sebagai analgesik sebagai anti-inflamasi, asam mefenamat kurang efektif di bandingkan aspirin. Asam mefenamat terikat sangat kuat pada protein plasma. Dengan demikian interaksi terhadap obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia, diare sampai diare berdarah dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung. Pada orang usia lanjut efek samping diare hebat lebih sering dilaporkan. Efek samping lain yang berdasarkan hipersensitivitas ialah eritema kulit dan bronkokontriksi. Anemia hemolitik pernah dilaporkan. Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari. Karena efek toksiknya maka di Amerika Serikat obat ini tidak dianjurkan untuk diberikn kepada anak di bawah 14 tahun dan wanita hamil, dan pemberian tidak melebihi 7 hari. Penelitian klinis menyimpulkan bahwa penggunaan selama haid mengurangi kehilangan darah secara bermakna (Setiabudy, 2007).2.2. Obat 2.2.1. Pengertian ObatObat adalah bebtuk-bentuk sediaan tertentu dari bahan obat yang digunakan pada hewan dan manusia (Mutschler,1991).2.2.2. Macam-macam Obat2.2.2.1. Obat Analgesik Analgesik ialah istilah yang digunakan untuk mewakili sekelompok obat yang digunakan sebagai penahan sakit. Obat analgesik termasuk obat antiradang non-steroid (NSAID) seperti salisilat, obat narkotika seperti morfin dan obat sintesis bersifat narkotik seperti tramadol.NSAID seperti aspirin, naproksen, dan ibuprofen bukan saja melegakan sakit, malah obat ini juga bisa mengurangi demam dan kepanasan. Analgesik bersifat narkotik seperti opioid dan opidium bisa menekan sistem saraf utama dan mengubah persepsi terhadap kesakitan (noisepsi). Obat jenis ini lebih berkesan mengurangi rasa sakit dibandingkan NSAID.Jenis-jenis obat analgesik ialah:1. .AspirinAspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan dari salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi (peradangan). Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan dapat digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung. Kepopuleran penggunaan aspirin sebagai obat dimulai pada tahun 1918 ketika terjadi pandemik flu di berbagai wilayah dunia. Awal mula penggunaan aspirin sebagai obat diprakarsai oleh Hippocrates yang menggunakan ekstrak tumbuhan willow untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Kemudian senyawa ini dikembangkan oleh perusahaan Bayer menjadi senyawa asam asetilsalisilat yang dikenal saat ini.Aspirin adalah obat pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan dalam bentuk bubuk (puyer). Dalam menyambut Piala Dunia FIFA 2006 di Jerman, replika tablet aspirin raksasa dipajang di Berlin sebagai bagian dari pameran terbuka Deutschland, Land der Ideen ("Jerman, negeri berbagai ide").

2. ParasetamolParasetamol atau asetaminen adalah obat analgesik dan antipiretik yang populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan, dan demam. Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik salesma dan flu. Ia aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi.Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen, parasetamol tak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong dalam obat jenis NSAID. Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti permukaan dalam perut atau mengganggu gumpalan darah, ginjal atau duktus arteriosus pada janin.3. KodeinaKodeina atau kodein (bahasa Inggris: codeine, methylmorphine) ialah asam opiat alkaloid yang dijumpai di dalam candu dalam konsentrasi antara 0,7% dan 2,5%. Kebanyakan kodein yang digunakan di Amerika Serikat diproses dari morfin melalui proses metilasi.2.2.2.2. Obat AntibiotikA. Pengertian.Antibiotik berasal dari bahasa latin yang terdiri dari anti = lawan, bios = hidup. Adalah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi dan bakteri tanah, yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain, sedangkan toksisitasnya(racun) terhadap manusia relatif kecil.Antibiotik merupakan golongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri.Penggunaan antibiotika khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap mutan atau transforman. Antibiotika bekerja seperti pestisida dengan menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri. Antibiotika berbeda dengan desinfektan karena cara kerjanya. Desifektan membunuh kuman dengan menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi kuman untuk hidup.Aktivitas antibiotik umumnya dinyatakan dalam satuan berat (mg) kecuali yang belum sempurna pemurniannya dan terdiri dari campuran beberapa macam zat, atau karena belum diketahui struktur kimianya, aktivitasnya dinyatakan dalam satuan internasional = Internasional Unit (IU). Dibidang peternakan antibiotik sering dimanfaatkan sebagai zat gizi tambahan untuk mempercepat pertumbuhan ayam negeri potong.B. Mekanisme kerja Menghambat sintesa dinding sel. Menghambat sintesa membranesel. Mengahmbat sintesa protein sel. Menghambat pembentukanasam-asaminti (DNA dan RNA).C. Penggolongan antibiotik berdasarkan aktivitasnya1. Zat-zat dengan aktrivitas sempit (narrow spektrum)Zat aktif yang berkhasiat hanya pada satu jenis atau beberapa jenis bakteri saja (bakteri gram positif saja atau bakteri gram negative saja).2. Zat-zat dengan aktrivitas luas (broad spektrum)Zat aktif yang berkhasiat untuk semua jenis bakteri, mau yang gram negative ataupun gram positif (Departemen Kesehatan RI,1984).Penggolongan antibiotic menurut Departemen Kesehatan RI (1984) Golongan Penisilin Golongan Sefalosporin Golongan Aminoglikosida Golongan Kloramfenikol Golongan TetrasiklinGolongan Makrolida Golongan Rifampicin & Asam AusidatD. Jenis AntibiotikMeskipun ada lebih dari 100 macam antibiotik, namun umumnya mereka berasal dari beberapa jenis antibiotik saja, sehingga mudah untuk dikelompokkan. Ada banyak cara untuk menggolongkan antibiotik, salah satunya berdasarkan struktur kimianya. Berdasarkan struktur kimianya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut:a. Golongan Aminoglikosida Diantaranya amikasin, dibekasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilmisin, paromomisin, sisomisin, streptomisin, tobramisin.b. Golongan Beta-Laktam Diantaranya golongan karbapenem (ertapenem, imipenem, meropenem), golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan beta-laktam monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin).c. Golongan Glikopeptida Diantaranya vankomisin, teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin.d. Golongan Poliketida Diantaranya golongan makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin), golongan ketolida (telitromisin), golongan tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).e. Golongan Polimiksin Diantaranya polimiksin dan kolistin.f. Golongan Kinolon (fluorokinolon) Diantaranya asam nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, dan trovafloksasin.g. Golongan Streptogramin Diantaranya pristinamycin, virginiamycin, mikamycin, dan kinupristin-dalfopristin.h. Golongan Oksazolidinon Diantaranya linezolid dan AZD2563.i. Golongan Sulfonamida Diantaranya kotrimoksazol dan trimetoprim.Antibiotika lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin dan asam fusidat (Departemen Kesehatan RI,1984).Berdasarkan mekanisme aksinya, yaitu mekanisme bagaimana antibiotik secara selektif meracuni sel bakteri, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut: 1. Mengganggu sintesa dinding sel, seperti penisilin, sefalosporin, imipenem, vankomisin, basitrasin.2. Mengganggu sintesa protein bakteri, seperti klindamisin, linkomisin, kloramfenikol, makrolida, tetrasiklin, gentamisin.3. Menghambat sintesa folat, seperti sulfonamida dan trimetoprim.4. Mengganggu sintesa DNA, seperti metronidasol, kinolon, novobiosin.5. Mengganggu sintesa RNA, seperti rifampisin.6. Mengganggu fungsi membran sel, seperti polimiksin B, gramisidin (Departemen Kesehatan RI,1984).Antibiotik dapat pula digolongkan berdasarkan organisme yang dilawan dan jenis infeksi. Berdasarkan keefektifannya dalam melawan jenis bakteri, dapat dibedakan antibiotik yang membidik bakteri gram positif atau gram negatif saja, dan antibiotik yang berspektrum luas, yaitu yang dapat membidik bakteri gram positif dan negatif (Departemen Kesehatan RI,1984).Sebagian besar antibiotik mempunyai dua nama, nama dagang yang diciptakan oleh pabrik obat, dan nama generik yang berdasarkan struktur kimia antibiotik atau golongan kimianya. Contoh nama dagang dari amoksilin, sefaleksin, siprofloksasin, kotrimoksazol, tetrasiklin dan doksisiklin, berturut-turut adalah Amoxan, Keflex, Cipro, Bactrim, Sumycin, dan Vibramycin (Departemen Kesehatan RI,1984).Setiap antibiotik hanya efektif untuk jenis infeksi tertentu. Misalnya untuk pasien yang didiagnosa menderita radang paru-paru, maka dipilih antibiotik yang dapat membunuh bakteri penyebab radang paru-paru ini. Keefektifan masing-masing antibiotik bervariasi tergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut (Departemen Kesehatan RI,1984).Antibiotik oral adalah cara yang paling mudah dan efektif, dibandingkan dengan antibiotik intravena (suntikan melalui pembuluh darah) yang biasanya diberikan untuk kasus yang lebih serius. Beberapa antibiotik juga dipakai secara topikal seperti dalam bentuk salep, krim, tetes mata, dan tetes telinga (Departemen Kesehatan RI,1984).Penting bagi pasien atau keluarganya untuk mempelajari pemakaian antibiotik yang benar, seperti aturan dan jangka waktu pemakaian. Aturan pakai mencakup dosis obat, jarak waktu antar pemakaian, kondisi lambung (berisi atau kosong) dan interaksi dengan makanan dan obat lain (Departemen Kesehatan RI,1984). Pemakaian yang kurang tepat akan mempengaruhi penyerapannya, yang pada akhirnya akan mengurangi atau menghilangkan keefektifannya (Departemen Kesehatan RI,1984).Bila pemakaian antibiotik dibarengi dengan obat lain, yang perlu diperhatikan adalah interaksi obat, baik dengan obat bebas maupun obat yang diresepkan dokter. Sebagai contoh, Biaxin (klaritromisin, antibiotik) seharusnya tidak dipakai bersama-sama dengan Theo-Dur (teofilin, obat asma) (Departemen Kesehatan RI,1984). Berikan informasi kepada dokter dan apoteker tentang semua obat-obatan yang sedang dipakai sewaktu menerima pengobatan dengan antibiotik (Departemen Kesehatan RI,1984). Jangka waktu pemakaian antibiotik adalah satu periode yang ditetapkan dokter. Sekalipun sudah merasa sembuh sebelum antibiotik yang diberikan habis, pemakaian antibiotik seharusnya dituntaskan dalam satu periode pengobatan (Departemen Kesehatan RI,1984). Bila pemakaian antibiotik terhenti di tengah jalan, maka mungkin tidak seluruh bakteri mati, sehingga menyebabkan bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik tersebut. Hal ini dapat menimbulkan masalah serius bila bakteri yang resisten berkembang sehingga menyebabkan infeksi ulang (Departemen Kesehatan RI,1984). E. Resistensi AntibiotikSalah satu perhatian terdepan dalam pengobatan modern adalah terjadinya resistensi antibiotik. Bakteri dapat mengembangkan resistensi terhadap antibiotik, misalnya bakteri yang awalnya sensitif terhadap antibiotik, kemudian menjadi resisten. Resistensi ini menghasilkan perubahan bentuk pada gen bakteri yang disebabkan oleh dua proses genetik dalam bakteri:1. Mutasi dan seleksi (atau evolusi vertikal). Evolusi vertikal didorong oleh prinsip seleksi alam. Mutasi spontan pada kromosom bakteri memberikan resistensi terhadap satu populasi bakteri. Pada lingkungan tertentu antibiotika yang tidak termutasi (non-mutan) mati, sedangkan antibiotika yang termutasi (mutan) menjadi resisten yang kemudian tumbuh dan berkembang biak.2. Perubahan gen antar strain dan spesies (atau evolusi horisontal)Evolusi horisontal yaitu pengambil-alihan gen resistensi dari organisme lain. Contohnya, streptomises mempunyai gen resistensi terhadap streptomisin (antibiotik yang dihasilkannya sendiri), tetapi kemudian gen ini lepas dan masuk ke dalam E. coli atau Shigella sp Beberapa bakteri mengembangkan resistensi genetik melalui proses mutasi dan seleksi, kemudian memberikan gen ini kepada beberapa bakteri lain melalui salah satu proses untuk perubahan genetik yang ada pada bakteri (Departemen Kesehatan RI,1984). Ketika bakteri yang menyebabkan infeksi menunjukkan resistensi terhadap antibiotik yang sebelumnya sensitif, maka perlu ditemukan antibiotik lain sebagai gantinya. Sekarang penisilin alami menjadi tidak efektif melawan bakteri stafilokokus dan harus diganti dengan antibiotik lain (Departemen Kesehatan RI,1984). Tetrasiklin, yang pernah dijuluki sebagai "obat ajaib", kini menjadi kurang bermanfaat untuk berbagai infeksi, mengingat penggunaannya yang luas dan kurang terkontrol selama beberapa dasawarsa terakhir.Keberadaan bakteri yang resisten antibiotik akan berbahaya bila antibiotik menjadi tidak efektif lagi dalam melawan infeksi-infeksi yang mengancam jiwa (Departemen Kesehatan RI,1984). Hal ini dapat menimbulkan masalah untuk segera menemukan antibiotik baru untuk melawan penyakit-penyakit lama (karena strain resisten dari bakteri telah muncul), bersamaan dengan usaha menemukan antibiotik baru untuk melawan penyakit-penyakit baru (Departemen Kesehatan RI,1984). Berkembangnya bakteri yang resisten antibiotik disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya adalah penggunaan antibiotik yang berlebihan. Ini mencakup seringnya antibiotik diresepkan untuk pasien demam biasa atau flu (Departemen Kesehatan RI,1984). Meskipun antibiotik tidak efektif melawan virus, banyak pasien berharap mendapatkan resep mengandung antibiotik ketika mengunjungi dokter. Setiap orang dapat membantu mengurangi perkembangan bakteri yang resisten antibiotik dengan cara tidak meminta antibiotik untuk demam biasa atau flu (Departemen Kesehatan RI,1984). 2.2.2.3. Obat Anti-InflamasiBeberapa AINS dibawah ini umumnya bersifat anti-inflamasi, analgasik dan antipiretik. Efek antipiretiknya baru terlihat pada dosis yang lebih besar daripada efek analgesiknya, dan AINS relative lebih toksik daripada antipiretik klasik, maka obat-obat ini hanya digunakan untuk terapi penyakit inflamasi sendi seperti arthritis rheumatoid, osteoarthritis, spondilitis ankilosa dan penyakit pirai.Respons individual terhadap AINS bisa sangat bervariasi walaupun obatnya tergolong dalam kelas atau derivate kimiawi yang sama. Sehingga kegagalan dengan satu obat bisa dicoba dengan obat sejenis dari derivate kimiawi yang sama.Semua AINS merupakan iritan mukosa lambung walaupun ada perbedaan gradasi antar obat-obat ini. Akhir-akhir ini efek toksik terhadap ginjal lebih banyak dilaporkan sehingga fungsi ginjal, perlu lebih diperhatikan pada penggunaan obat ini.1. ASAM MEFENAMATAsam mefenamat digunakan sebagai analgesic; sabagai anti-inflamasi, asam mefenamat kurang efektif dibandungkan aspirin. Asam mefenamat terikat sangat kuat pada protein plasma. Dengan demikian interaksi terhadap obat antikoagulan harus diperhatikan.2. DIKLOFENAKDalam klasifikasi selektivitas penghambatan COX, termasuk kelompok preferential COX-2 inhibitor. Absorbsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap. Obat ini terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek metabolisme lintas pertama (first-pass) sebesar 40%-50%.3. IBUPROFENIbuprofen merupakan derivate asam propionate yang diperkanalkan pertama kali di banyak Negara. Obat ini bersifat analgesic dengan daya anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti aspirin. Efek anti-inflamasinya terlihat dengan dosis 1200-2400 mg sehari.4. KETOPROFENDerivate asam propionate ini memiliki efektivitas seperti ibuprofen dengan sifat anti-inflamasi sedang. Absorbsi berlangsung baik dari lambung dan waktu paruh plasma sekitar 2 jam.5. NAPROKSENMerupakan salah satu derivate asam propionate yang efektif dan insiden efek samping obat ini lebih rendah dibandingkan derivate asam propionate lain. Absorbsi obat ini berlangsung baik melalui lambung dan kadar puncak plasma dicapai dalam 2-4 jam.6. INDOMETASINMerupakan derivate indol-asam asetat. Obat ini sudah dikenal sejak 1963 untuk pengobatan arthritis rheumatoid dan sejenisnya. Walaupun obat ini efektif tetapi karena toksik maka penggunaan obat ini dibatasi. Indometasin memiliki efek anti-inflamasi dan analgesic-antipiretik yang kira-kira sebanding dengan aspirin.

7. PIROKSIKAM DAN MELOKSIKAMPiroksikam merupakan salah satu AINS dengan struktur baru yaitu oksikam, derivate asam enolat. Waktu paruh dalam plasma lebih dari 45 jam sehingga dapat diberikan hanya sekali sehari.Meloksikam tergolong preferential COX-2 inhibitor cenderung menghambat COX-2 lebih dari COX-1 tetapi penghambatan COX-1 pada dosis terapi tetap nyata.8. NABUMETONMerupakan pro-drug. Data pada hewan coba menunjukkan bahwa nabumeton memperlihatkan sifat selektif menghambat iso-enzim prostaglandin untuk peradangan tetapi kurang menghambat prostasiklin yang bersifat sitoprotektif.9. NIMESULIDESuatu preferential COX-2 inhibitor beredar di banyak Negara termasuk Indonesia. Indikasi dan efek sampingnya serupa AINS lainnya.10. COX-2 SELEKTIFObat kelompok penghambat COX-2 dikembangkan dengan harapan bisa menghindari efek samping saluran cerna.

2.2.3. Macam-macam Sediaan ObatPada pokoknya bentuk sediaan obat dapat digolongkan ke dalam sediaan padat (supositorium, tablet, kaplet, pil, kapsul, dan puyer), setengah padat (krim, dan ointmen-salep) dan cair (sirup, suspensi, tinctura, eliksir, gel, magma, lation)a. Pil sebenarnya merupakan bentuk sediaan padat dan bulat, dengan atau tanpa pelapis (salut, coat) baik salut gula (sugar coated) atau film (film coated). Dengan demikian sediaan pil itu berbeda dari tablet tetapi bagi orang awam pengertian pil juga meliputi sediaan padat lainnya seperti tablet biasa, tablet salut gula, tablet salut film dan bahkan kaplet.b. Tablet ialah sadiaan padat, bundar dan pipih seperti cakram. Tablet dapat bersalut gula (sugar coated) atau film (film coated) atau dapat pula tidak bersalut. Saat ini bentuk tablet tidak selalu bundar tetapi dapat juga berbentuk segitiga, segilima, segienam dan sebagainya, bahkan berbentuk buah atau hewan. Sediaan tablet dapat dibuat hancur secara bertahap (sebagai tablet lepas lambat slow release atau retard) agar pelepasan zat aktif dari sediaan terjadi secara bertahap sehingga dapat mengurangi frekuensi minum obat. Selain untuk ditelan, ada sediaan tablet untuk dikulum seperti permen (lozenges), ditaruh dibawah lidah (sublingual) atau dimasukkan kedalam vagina (tablet vaginam).c. Kaplet merupakan sediaan padat, pipih dan panjang lonjong, atau kadang berbentuk biji sawo. Kaplet umumnya untuk penggunaan oral (ditelan) tetapi dapat juga untuk penggunaan pervaginam.d. Kapsul merupakan sediaan obat bulat panjang seperti peluru. Bahan (zat) aktif sebagai isi kapsul dapat berupa serbuk atau butiran kecil (granul) sedangkan kulit kapsulnya erbuat dari gelatin dalam berbagai warna dan ukuran dari besar ke kecil ialah 000, 00, 0, 1, 2, 3, 4, dan 5.e. Supositorium merupakan sediaan obat berbentuk peluru, untuk damasukkan ke dalam rektum, bahan pembawa berupa lemak mudah meleleh dan hancur pada temperatur badan sehingga dapat melepaskan bahan aktifnya. Supositorium harus disimpan pada tempat yang sejuk.f. Krim (cream) ialah sediaan obat berupa emulsi (campuran lemak di dalam air atau sebaliknya), umumnya untuk maksud penggunaan luar. Krim tidak selalu banyak mengandung lemak sehingga lebih mudah dibersihkan. Ointmen, zalf atau salep merupakan bentuk sediaan setengah padat dengan bahan pembawa lemak. Ointment biasanya digunakan untuk pengobatan luar pada kulit yang kering.g. Sirup merupakan sediaan obat yang zat aktifnya dilarutkan dalam larutan gula dalam air. Larutan gula berfungsi sebagai penghilang rasa tidak enak dan sekaligus sebagai sebagai bahan pengawet. Sirup dapat diberi aroma,seperti nanas, jeruk, apel, atau sroberi dan biasanya untuk peroral.h. Eksktrak ialah dari suatu bahan dapat disarikan dengan air (ekstraks air) atau alkohol (eksktrak alcohol). Eksktrak alcohol merupakan sediaan yang cara menyarinya dengan alkohol lalu dikeringkan dan dilarutkan dalam air sehingga ekstrak mestinya sudah tidak mengandung alkohol lagi.i. Tinctura ialah larutan ekstrak alkohol suatu bahan didalam air (tidak mengandung alcohol lagi sebab hanya dipakai dalam ekstraksi.j. Eliksir ialah campuran bahan aktif di dalam air yang diberi alcohol, gula dan bahan pemberi rasa atau aroma agar mudah larut, awet serta rasa dan baunya menjadi menarik.k. Emulsi merupakan bentuk sediaan berupa suspense lemak di dalam air atau sebaliknya agar sediaan homogeny.l. Suspensi ialah sediaan cair berisi bahan aktif berbentuk pertikel padat kecil yang tidak larut dalam zat pembawa. Sebelum digunakan sediaan ini harus dikocok agar campuran menjadi homogen, tidak mengendap.m. Lotion ialah bentuk sediaan obat cair, berisi zat yang tidak larut di dalam cairan pembawa, lebih kental dari suspensi.n. Gel dan magma merupakan suspense air dari bahan yang tidak larut didalamnya sehingga bentuknya seperti pasta (gel). Ukuran pertikel (yang tidak larut) pada magma lebih besar dari gel.o. Larutan ialah bentuk sediaan cair yang berisi zat aktif yang larut dalam pelarutnya. Dengan membuat isotonis dengan pH yang sesuai dan steril, dapat dibuat sediaan obat suntik.

2.2.4. Penentuan Dosis Obat2.2.4.1. Pengertian DosisDosis (takaran) suatu obat ialah banyaknya suatu obat yang dapat dipergunakan atau diberikan kepada seorang penderita baik untuk dipakai sebagai obat dalam maupun obat luar.Ketentuan Umum FI edisi III mencantumkan 2 dosis yakni : Dosis Maksimal ( maximum) Berlaku untuk pemakaian sekali dan sehari. Penyerahan obat dengan dosis melebihi dosis maksimum dapat dilakukan dengan membubuhi tanda seru dan paraf dokter penulisan resep, diberi garis dibawah nama obat tersebut atau banyaknya obat hendaknya ditulis dengan huruf lengkap. Dosis Lazim (Usual Doses)Merupakan petunjuk yang tidak mengikat tetapi digunakan sebagaipedoman umum (dosis yang biasa/umum digunakan). yang tidak sesuai antara umur dan berat badannya.2.2.4.2. Macam Macam DosisDitinjau dari dosis (takaran) yang dipakai, maka dapat dibagi sebagai berikut : Dosis terapiAdalah dosis (takaran) yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat menyembuhkan si sakit. Dosis maksimumAdalah dosis (takaran) yang terbesar yang dapat diberikan kepada orang dewasa untuk pemakaian sekali dan sehari tanpa membahayakan.

L.D.50 (Lethal Dose 50)Adalah dosis (takaran) yang menyebabkan kematian pada 50% hewan percobaan. L.D.100 (Lethal Dose 100)Adalah dosis (takaran) yang menyebabkan kematian pada 100 % hewan percobaanDaftar dosis maksimal menurut FI digunakan untuk orang dewasa berumur 20 - 60 tahun, dengan berat badan 58 60 kg. Untuk orang yang sudah berusia lanjut dan pertumbuhan fisiknya sudah mulai menurun, maka pemberian dosis lebih kecil dari pada dosis dewasa.2.2.4.3. Umur Dosis Dosis untuk wanita hamilUntuk wanita hamil yang peka terhadap obat-obatan sebaiknya diberi dalam jumlah yang lebih kecil, bahkan untuk beberapa obat yang dapat mengakibatkan abortus dilarang, juga wanita menyusui, karena obat dapat diserap oleh bayi melalui ASI. Untuk anak dibawah 20 tahun mempunyai perhitungan khusus.

Dosis untuk anak dan bayiAturan pokok untuk memperhitungkan dosis untuk anak tidak ada, karena itu beberapa tokoh mencoba untuk membuat perhitungan berdasarkan umur, bobot badan dan luas permukaan (body surface ) Sebagai patokan dapat kita ambil salah satu cara sebagai berkut :Menghitung Dosis Maksimum Untuk Anaka) Berdasarkan Umur.- Rumus YOUNG : n x dosis maksimal dewasa,n+12dimana n adalah umur dari anak 8 tahun kebawah.- Rumus DILLING : n x dosis maksimal dewasa, 20dimana n adalah umur dari anak 8 tahun kebawah.- Rumus FRIED : n x dosis maksimal dewasa, 150dimana n adalah umur bayi dalam bulanb) Berdasarkan Berat Badan (BB)- Rumus CLARK (Amerika) :Berat badan anak dalam kg x dosis maksimal dewasa 150atauBerat Badan Anak dalam pound x dosis maksimal dewasa 68

- Rumus THERMICH ( Jerman ) :Berat Badan Anak dalam kg x dosis maksimal dewasa 702.2.5. Cara-cara Pemberian ObatParamedic mempunyai tanggung jawab yang besar berkaitan dengan pemberian obat. Antara lain, harus mengecek mulai dari perintah melalui (telepon, resep, catatan medic), frekuensi pemberian (jika perlu, 1 kali perhari atau 4 kali perhari), indikasi, dosis, dan jalur pemberian. Setelah pengecekan, paramedic harus memastikan bahwa pemberian obat yang diberikan mengikuti 6 benar atau tepat, yaitu tepat pasien, obat, waktu, dosis, jalur pemberian, dan tepat dokumentasi. 1. Tepat PasienPemberian obat yang tidak tepat pasien dapat terjadi, seperti pada saat ordernya lewat telepon, pasien yang masuk bersamaan, kasus penyakitnya sama, suasana sedang kusut atau adanya pindahan pasien dari ruang satu ke ruang lainnya. Untuk mengurangi kejadian tidak tepat pasien dapat dilakukan antara lain: a. Tanya nama pasien, dengan pertanyaan siapa namanya, bukan dengan pertanyaan namanya Bapak Supardi?b. Cek identifikasi pasien dalam bracelet, dan c. Cek pasien pada papan nama di tempat tidur, dan dipintu. 2. Tepat ObatUntuk menjamin obat yang diberikan benar, label atau etiket harus dibaca dengan teliti setiap akan memberikan obat. Label atau etiket yang perlu diteliti antara lain, nama obat, sediaan, konsentrasi, dan cara pemberian serta expired date. Kesalahan pemberian obat sering terjadi jika perawat memberikan obat yang disiapkan oleh perawat lain atau pemberian obat melalui wadah (spuit) tanpa identitas atau label yang jelas. Harus diusahakan menyiapkan sendiri obat yang akan diberikan. 3. Tepat WaktuPemberian obat berulang, lebih berpotensi menimbulkan pemberian ota yang tidak tepat waktu. Misalnya pada kasus gawat darurat henti jantung. Epinefrin diberikan setiap 3-5 menit, jika tidak dipatuhi akan menghasilkan kadar obat yang tidak sesuai. Kekurangan atau kelebihan keduanya sangat berbahaya. Termasuk tepat waktu juga mencakup tepat kecepatan pemberian obat melalui injeksi (bolus atau lambat) atau pemberian melalui infuse.Banyak obat yang pemberiannya menurntut harus tepat waktu, pemberian terlalu cepat atau lambat dapat berakibat serius. Contoh, dopamine harus diberikan antara 2-10 ug/Kg/menit, atropine harus diberikan melalui injeksi IV bolus (cepat). Pemberian dopamine secara bolus atropine secara lambat akan memperparah brandikardi (perlambatan denyut jantung) yang paradoksial. Adenosine yang mempunyai waktu paruh (t1/2) sangat pendek harus diberikan dengan cepat supaya efektif. 4. Tepat DosisDosis yang tidak tepat dapat menyebebkan kegagalan terapi atau timbul efek berbahaya. Kesalahan dosis sering terjadi pada pasien anak-anak, lansia atau pada orang obesitas. Pada pasien-pasien tersebut, paramedic harus mengerti cara mengkonversi dosis dari orang dewasa normal. Perhitungan dosis secara cermat harus dilakukan juga pada obat yang diberikan melalui infuse, termasuk perhitungan kecepatan tetesan setiap menitnya. 5. Tepat RuteJalur atau rute pemberian obat adalah jalur obat masuk ke dalam tubuh. Jalur pemberian yang salah dapat berakibat fatal atau meinimal obat yang diberikan tidak efektif. Sebagai contoh epinefrin diberikan secara subkutan pada pasien asma karena diabsorbsi secara lambat dan dapat berefek kira-kira 20 menit. Jika diberikan secara injeksi IM akan menyebabkan nekrosis jaringan karena terjadi vasokonstriksi b erlebihan selain pasien juga tidak akan mendapatkan mancaat dari cara pemberian ini. Ketika diminta memberikan epinefrin secara subkutan dan diberikan secara injeksi IV dapat menimbulkan efek detrimental pada pasien dewasa karena peningkatan kebutuhan oksigen di jantung. Sebaliknya pemberian obat secara subkutan untuk penguranga rasa sakit yang seharusnya diberikan secara injeksi IV akan menyebabkan perlambatan efek atau obat kurang efektif. 6. Tepat DokumentasiAspek dokumentasi sangat penting dalam pemberian obat karena sebagai sarana untuk evaluasi. Menurut beberapa ahli, dokumentasi merupakan bagian dari pemberian obat yang rasional, yaitu aspek atau tepat yang ke 6. Pemberian obat yang harus didokumentasikan meliputi nama obat, dosis, jalur pemberian, tempat pemberian, alasan kenapa obat diberikan, dan tanda tangan yang memberikan.

2.2.6. Efek Samping ObatDisamping banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dalam pengobatan infeksi, antibiotik juga memiliki efek samping pemakaian, walaupun pasien tidak selalu mengalami efek samping ini. Efek samping yang umum terjadi adalah sakit kepala ringan, diare ringan, dan mual (Departemen Kesehatan RI,1995).Dokter perlu diberitahu bila terjadi efek samping seperti muntah, diare hebat dan kejang perut, reaksi alergi (seperti sesak nafas, gatal dan bilur merah pada kulit, pembengkakan pada bibir, muka atau lidah, hilang kesadaran), bercak putih pada lidah, dan gatal dan bilur merah pada vagina (Departemen Kesehatan RI,1995).Pengguna antibiotik tanpa resep dokter atau dengan dosis yang tidak tepat dapat menggagalkan pengobatan dan menimbulkan bahaya-bahaya lain seperti:1. Sensitasi/HipersensitifBanyak obat setelah digunakan secara lokal dapat mengakibatkan kepekaan yang berlebihan, kalau obat yang sama kemudian diberikan secara oral atau suntikan maka ada kemungkinan terjadi reaksi hipersensitif atau alergi seperti gatal pada kulit kemerah-merahan, bentol, atau yang lebih hebat si penderita bisa syok, contoh antibiotiknya Penicillin dan Kloramfenikol. Guna mencegah bahaya ini sebaiknya salep-salep yang menggunakan ktidak diberikan secara Sistemis (oral dan suntikan) (Departemen Kesehatan RI,1995).2. ResistensiAdalah jika obat yang pernah digunakan akan tetapi efek yang diinginkan sudah tidak mempan lagi bagi si penyakit (sudah kebal) atau si penyakit telah menjadi kuat. Penyebabnya adalah karena kita meminum obat tidak sampai habis terutama antibiotik, harus dihabiskan. Kalau tidak atau kita meminumnya hanya besok iya besoknya lagi tidak, maka si bakteri yang ada didalam tubuh kita akan kebal jadinya terhadap antibiotik yang kita minum. Bila tidak ingin terjadi resistensi dalam tubuh anda, sebaiknya untuk obat antibiotik dihabiskan dan bila sudah terlanjur terjadi resistensi silahkan ke dokter untuk meminta dosis antibiotik anda dinaikkan^^, kalau tidak makan tidak akan sembuh benar (Departemen Kesehatan RI,1995).