15 BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Daulah Umayyah di Kordoba Awal abad ke-8 masehi orang-orang Islam pada masa Daulah Umayyah yang berada di Damaskus berdatangan ke Eropa (Spanyol). Orang-orang Islam tersebut adalah Bangsa Arab yang membawa agama Islam. Sejak ekspansi Daulah Umayyah ke Spanyol pada tahun 711 M di bawah kepemimpinan Thariq bin Ziyad, Spanyol menjadi bagian wilayah kekuasaan Islam (Lapidus, 1993: 3790). Umat Islam berkuasa di Spanyol hampir delapan abad, yaitu dari tahun 711 M sampai dengan 1492 M. Sebelum umat Islam menaklukkan Spanyol, Mereka terlebih dahulu menguasai Afrika Utara dan menjadikan sebagai salah satu provinsi dari Daulah Umayyah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara terjadi pada zaman Khalifah Abdul Malik (685 M sampai dengan 705 M). Kedatangan Islam sudah membawa kebiasaan baru yang memperkaya budaya Spanyol pada umumnya. Sehingga wilayah Spanyol menjadi salah satu pusat peradaban dunia yang mampu mengimbangi kejayaan Daulah Umayyah di Damakus dan Daulah Abbasiyah di Baghdad. Andalusia turut berperan merintis jalan menuju zaman renaisans di Eropa. Setelah Spanyol dengan kota pentingnya jatuh ke tangan Umat Islam, sejak saat itu secara politik Spanyol berada di bawah kekuasaan Khalifah Daulah Umayyah. Untuk memimpin wilayah baru tersebut, pemerintah pusat yang berpusat di Damaskus mengangkat seorang wali
83
Embed
BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Daulah Umayyah di Kordoba · perkembangan sejarah Islam yaitu pada tahun 1200 M sampai dengan ... usul masuknya Islam di Spanyol, ... Afrika Utara, di
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
15
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Daulah Umayyah di Kordoba
Awal abad ke-8 masehi orang-orang Islam pada masa Daulah
Umayyah yang berada di Damaskus berdatangan ke Eropa (Spanyol).
Orang-orang Islam tersebut adalah Bangsa Arab yang membawa agama
Islam. Sejak ekspansi Daulah Umayyah ke Spanyol pada tahun 711 M di
bawah kepemimpinan Thariq bin Ziyad, Spanyol menjadi bagian wilayah
kekuasaan Islam (Lapidus, 1993: 3790).
Umat Islam berkuasa di Spanyol hampir delapan abad, yaitu dari
tahun 711 M sampai dengan 1492 M. Sebelum umat Islam menaklukkan
Spanyol, Mereka terlebih dahulu menguasai Afrika Utara dan menjadikan
sebagai salah satu provinsi dari Daulah Umayyah. Penguasaan sepenuhnya
atas Afrika Utara terjadi pada zaman Khalifah Abdul Malik (685 M sampai
dengan 705 M). Kedatangan Islam sudah membawa kebiasaan baru yang
memperkaya budaya Spanyol pada umumnya. Sehingga wilayah Spanyol
menjadi salah satu pusat peradaban dunia yang mampu mengimbangi
kejayaan Daulah Umayyah di Damakus dan Daulah Abbasiyah di Baghdad.
Andalusia turut berperan merintis jalan menuju zaman renaisans di
Eropa. Setelah Spanyol dengan kota pentingnya jatuh ke tangan Umat
Islam, sejak saat itu secara politik Spanyol berada di bawah kekuasaan
Khalifah Daulah Umayyah. Untuk memimpin wilayah baru tersebut,
pemerintah pusat yang berpusat di Damaskus mengangkat seorang wali
16
Dalam rangka melakukan ekspansi di Spanyol, Umat Islam dengan mudah
dapat meraih berbagai kemenangan. Sehingga dalam waktu yang relatif
singkat, Umat Islam dapat menguasai Spanyol. Beberapa faktor yang
mendukung proses penguasaan Umat Islam atas Spanyol adalah :
Pertama, sikap penguasa Ghotic sebutan lazim kerajaan Visighotic
yang tidak toleran terhadap aliran agama yang berkembang saat itu.
Penguasa Visighotic memaksakan aliran agamanya kepada masyarakat.
Penganut agama Yahudi yang merupakan komunitas terbesar dari penduduk
Spanyol dipaksa di baptis menurut agama Kristen, dan mereka yang tidak
bersedia akan disiksa dan dibunuh (Mahmudnasir, 1981:213). Dalam
kondisi tertindas secara teologis, kaum tertindas menanti kedatangan juru
pembebas. Dan juru pembebas tersebut mereka temukan dari orang-orang
Islam. Demi kepentingan mempertahankan keyakinan, mereka bersekutu
dengan tentara Islam melawan penguasa.
Kedua, perselisian antara Raja Roderick dengan Witiza (walikota
toledo) di satu pihak dan Ratu Yulian di lain pihak. Oppas dan achila, kakek
dan anak Witeza, menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick,
bahkan berkoalisi dengan kaum muslimin di Afrika Utara. Demikian pula,
Ratu Yulian, bahkan dia memberikan pinjaman 4 buah kapal yang dipakai
oleh Tharif, Thariq, dan Musa untuk melawan Roderick (Salabi, 1965: 30).
Ketiga, faktor lain yang tidak kalah penting adalah bahwa tentara
Roderick tidak mempunyai semangat perang dalam melakukan perlawanan
(1965: 30).
17
Periode klasik berakhir Islam mulai memasuki masa kemunduraan,
bersamaan dengan hal tersebut Bangsa Eropa bangkit dari keterbelakangan.
Kebangkitan Eropa bukan saja terlihat dalam bidang politik yang mampu
menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam dari bagian negara lain, tetapi dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologilah yang mendukung keberhasilan
politiknya. Kemajuan-kemajuan Eropa tidak bisa dipisahkan dari
pemerintahan Islam di Spanyol tanpa adanya bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi (Yatim, 1993:87).
Bangsa Eropa banyak menimba ilmu dari orang-orang Islam di
Spanyol. Pada periode klasik tersebut Islam mencapai masa keemasannya,
Spanyol merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting sehingga
negeri itu mampu menyaingi Baghdad di kawasan timur. Ketika itu orang-
orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan – perguruan tinggi Islam.
Islam menjadi “guru” bagi orang-orang Eropa. Karena itu kehadiran Islam
di Spanyol banyak menarik perhatian para sejarawan budaya dalam
melakukan penelitian (1993:87) dengan begitu besarnya kiprah Islam di
Spanyol khususnya dalam pentas sejarah peradaban manusia, Harun
Nasution dalam bukunya “Islam di tinjau dari berbagai aspek”. Maka dari
itu dia meletakkan periode ini kedalam periode pertengahan dari fase-fase
perkembangan sejarah Islam yaitu pada tahun 1200 M sampai dengan 1800
M, pada masa kemunduran kekuasaan pemerintahan I pada tahun 1250 M
sampai dengan 1500 M, dapat dilihat dari masa pemerintahannya Islam di
Spanyol tidak lama bila dibandingkan dengan Islam di Timur pada masa
Abbasyiah (Nasution, 2001:76).
18
Kemajuan-kemajuan yang berada di Eropa setelah berakhirnya masa
kegelapan disebabkan karena kontribusi Islam di Spanyol. Maka dari itu
bagaimana melihat asal – usul masuknya Islam di Spanyol, perkembangan
dan keberadaan Daulah Umayyah. Penulis akan membahas lebih lanjut
mulai dari faktor pertumbuhan, perkembangan hingga faktor kemunduran
sebagai berikut :
1. Awal Mula Kelahiran Daulah Umayyah (Tahun 711 M - 1492 M)
Sebelum umat Islam menguasai wilayah yang terletak disekitar
semenanjung Iberia dan membelah Benua Eropa dengan Afrika
dikenal dengan berbagai nama. Sebelum abad ke-5 M, wilayah ini
disebut dengan Iberia (atau Les Iberes) yang diambil dari nama
Bangsa Iberia (penduduk tertua diwilayah tersebut). Ketika berada
dibawah kekuasan Romawi wilayah ini dikenal dengan nama Asbania.
Pada abad ke-5 M Andalusia dikuasai oleh Bangsa Vandal yang
berasal dari wilayah ini. Sejak saat itu wilayah ini disebut Vandalusia
oleh umat Islam yang pada akhirnya disebut “Andalusia”(Yatim,
2003:20).
Sejak pertama kali berkembang di Andalusia sampai dengan
berakhirnya kekuasaan Islam disana, Islam telah memainkan peranan
yang sangat besar selama hampir delapan abad (711 M sampai dengan
1492 M). Sejak awal kekuasaan Islam di Andalusia diperintah oleh
para wali yang diangkat oleh pemerintah Daulah Ummayah di
Damaskus. Periode ini kondisi sosial politik Andalusia masih diwarnai
perselisihan disebabkan karena kompleksitas etnis dan golongan.
19
Disamping itu juga timbul gangguan dari sisa- sisa musuh Islam di
Andalusia yang bertempat tinggal diwilayah-wilayah pedalaman.
Periode ini berakhir dengan datangnya Abdur Rahman Al Dakhil ke
Andalusia. Sebagaimana disebutkan dalam sejarah bahwa kedatangan
umat Islam di Andalusia pada zaman Khalifah Al Walid (705 M
sampai dengan 715 M) yaitu salah seorang Khalifah dari Daulah
Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan
Andalusia, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan
menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari Daulah Umayyah.
Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman
khalifah Abdul Malik pada tahun 685 M sampai dengan 705 M
(Thomson, 2004:88).
K. Ali dalam bukunya Sejarah Islam (1996), membagi sistem
pemerintahan menjadi dua periode yaitu periode Keamiran dan
periode Kekhilafahan. Pada periode Keamiran Umayyah Andalusia
dipimpin seorang penguasa yang bergelar Amir (panglima atau
Gubernur) yang tidak terikat dengan pemerintah pusat. Amir pertama
adalah Abdul Rahman I. Setelah berhasil menyelamatkan diri dari
kekejaman Al Saffah, Abdul Rahman menempuh pengembaran ke
Palestina, Mesir dan Afrika Utara hingga tiba di Cheuta. Di wilayah
ini Abdul Rahman mendapat bantuan dari bangsa Barbar dalam
menyusun kekuatan militer. Pada masa itu Andalusia sedang dilanda
permusuhan antar etnis Mudariyah dan Himyariyah (Ali, 2000:301-
302).
20
Sebelum orang-orang Islam yang berasal dari Damaskus
menaklukkan Andalusia pada masa pemerintahan Khalifah sebelum
Al Walid yaitu khalifah Abdul Malik (685 M sampai dengan 705 M),
Umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya salah
satu provinsi dari Daulah Ummayah, dan yang menjadi Gubernur
adalah Hasan Bin Nu‟man Al Ghassani (Syalabi, 1983:153). Namun
pada masa pemerintahan Daulah Umayyah pada khalifah Al Walid,
Gubernur di Afrika Utara tersebut digantikan kepada Musa Ibn
Nushair. Pada masa Musa Ibn Nushair, Al Walid berhasil menduduki
Al-Jazair dan Maroko dan daerah bekas Barbar.
Menurut sejarah pra Islam Al Walid dapat menguasai daerah
Afrika Utara, di daerah ini terdapat kekuatan-kekuatan dari kerajaan
Romawi. Kerajaan inilah yang selalu mengajak masyarakat agar mau
menentang kekuasaan Islam. Namun pemikiran mereka itu dapat
dapat dikalahkan oleh kekuatan Islam, sehingga wilayah Afrika Utara
dapat dikuasai sepenuhnya. Bermula dari daerah Afrika Utara Islam
menguasai Andalusia (Raghib, 2013:154-155).
Proses penaklukan Andalusia terdapat tiga pahlawan Islam yang
dapat dianggap paling berjasa dalam memimpin pasukan. Mereka
adalah Tahrif Ibn Malik , Thariq Ibn Ziyad dan Musa Ibn Nushair.
Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Pada masa
kepemimpinannya Tharif mampu menyeberangi selat yang berada
diantara Maroko dan Benua Eropa itu dengan satu pasukan perang,
lima ratus orang diantaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki
21
empat buah kapal yang disediakan oleh Yulian. Dalam penyerbuan itu
Tharif tidak mendapat perlawanan yang berarti. Tharif menang dan
kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit
jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang
terjadi dalam tubuh kerajaan Visighotic yang berkuasa di Andalusia
pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta
rampasan perang, Musa Ibn Nushair pada tahun 711 M mengirimkan
pasukan Andalusia sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq
Ibn Ziyad.
Thariq Ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk
Andalusia karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata.
Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang di dukung
oleh Musa Ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim
Khalifah Al-Walid pasukan itu menyeberangi selat di bawah pimpinan
Thariq Ibn Ziyad (Yatim, 1989:89). Sebuah gunung tempat pertama
kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukan,
dikenal dengan Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya daerah
tersebut maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Andalusia
sehingga terjadilah pertempuran di daerah Bakkah yang merupakan
tempat raja Roderick dikalahkan.
Thariq dapat menaklukkan Kordoba, Granada dan Toledo.
kemenangan ini memberikan peluang yang sangat besar untuk
menaklukkan wilayah yang lebih luas lagi. Atas dasar inilah akhirnya
Musa Ibn Nushair turun membantu Thariq, setelah Musa Ibn Nushair
22
dan Thariq bergabung, mereka berhasil menaklukkan wilayah-wilayah
penting di Spanyol seperti Saragosa, Karmonan, Seville dan Merida
(Raghib, 2013:14).
Perluasan wilayah selanjutnya pada masa pemerintahan
Khalifah Umar Bin abdul Aziz tahun 99 H atau 717 M merupakan
wilayah yang ditaklukkan Pyrenia dan Perancis Selatan, namun
penaklukkan itu mengalami kegagalan. Al Sam<ah pimpinan pasukan
mati terbunuh, kemudian diserahkan kepada Abdul Rahman, namun
mereka juga mengalami kegagalan dan akhirnya pasukan Islam
mundur. Peperangan tetap harus dilakukan sehingga gelombang kedua
yang dimulai permulaan abad ke-8 kaum muslimin sudah dapat
menguasai seluruh daerah Andalusia seperti wilayah Perancis Tengah
dan bagian Italia, akhirnya kekuasaan Islam di daerah itu semakin
kuat (Spuler, 1960:100).
Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam terlihat
mudah, hal itu dapat dilihat dari faktor eksternal dan faktor internal.
Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah suatu keadaan dalam
negeri Andalusia itu sendiri. Dimana saat itu kondisi sosial, politik
dan ekonomi negeri Andalusia dalam keadaan menyedihkan. Secara
politik wilayah Andalusia terkoyak-koyak dan terbagi-bagi kedalam
beberapa negeri kecil. Ditambah penguasa yaitu aliran Gothic
bersikap tidak toleran terhadap aliran agama penguasa yaitu aliran
Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain. Sementara penganut
agama terbesar penduduk Andalusia adalah agama Yahudi mereka
23
dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Rakyat dibagi kepada kelas-
kelas sehingga keadaannya diliputi oleh kemelaratan, ketertindasan,
ketiadaan persamaan hak. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor
internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa
Islam, termasuk tokoh-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang
terlibat dalam penaklukkan wilayah Andalusia. Para pemimpin adalah
tokoh-tokoh yang kuat tentara kompak bersatu dan penuh percaya diri.
Yang tidak kalah penting adalah nila-nilai ajaran Islam yang
ditunjukkan oleh para tentara Islam, yaitu toleransi dan persaudaraan
yang terdapat pada pribadi kaum muslimin itulah yang menyebabkan
Andalusia menyambut kehadiran Islam disana.
a. Strategi Mu’awiyah Mendirikan Kekuasaan (Daulah
Umayyah)
Keberhasilan Mu‟awiyah mencapai ambisi mendirikan
kekuasaan Daulah Umayyah disebabkan di dalam diri Umayyah
terkumpul sifat-sifat penguasa, politikus dan administratur.
Mu‟awiyah adalah seorang yang pandai bergaul dengan
berbagai temperamen manusia, sehingga dia dapat
mengakumulasikan berbagai kecakapan tokoh-tokoh
pendukungnya bahkan bekas lawan politiknya sekalipun.
Misalnya Mu‟awiyah merangkul dan menawarkan kerja sama
Amr Ibn Ash, seorang diplomat dan politikus ulung, mantan
gubernur Mesir yang dicopot oleh Khalifah usman (Ali,
1996:249).
24
Upaya strategi yang ditempuh Mu‟awiyah untuk merebut
kekuasaan dan sekaligus mendirikan Daulah Umayyah antara
lain sebagaimana disampaikan berikut ini :
Pertama, pembentukan kekuatan militer di Syria. Selama
dua puluh tahun mejabat gubernur Syria, suatu wilayah subur
yang kuat ekonominya, Mu‟awiyah berusaha
mengkonsolidasikan seluruh kekuatan yang ada untuk
memperkuat posisinya di masa-masa mendatang. Langkah
strategis yang ditempuh selama menjabat gubernur Syiria antara
lain merekrut tentara bayaran baik dari masyarakat asli Syiria
maupun dari emigran Arab yang mayoritas dari keluarganya
sendiri dan juga merekrut lawan-lawan politiknya yang cakap.
Mu‟awiyah tidak segan-segan menghamburkan harta kekayaan
untuk tujuan merekrut unsur-unsur kekuatan di atas. Selanjutnya
Mu‟awiyah juga menjanjikan kedudukan penting kepada tokoh-
tokoh sahabat jika kelak berhasil merebut kekuasaan sebagai
Khalifah. Diantara mereka yang bersedia bekerjasama dengan
Mu‟awiyah adalah Amr bin Ash penakhluk sekaligus mantan
gubernur Mesir yang diangkat menjadi orang kepercayaan
Mu‟awiyah, Ziyad tokoh yang tidak dikenal jelas siapa orang
tuanya (1996:250). Dia dikenal dengan nama “Ziyad ibn Abihi”
yang diangkat sebagai saudara sendiri dengan memberi nasab
ibn Abi Sufyan; Mughirah ibn Syu‟bah yang di kemudian hari
25
menyarankan pengangkatan Yazid sebagai putra mahkota
kerajaan.
Kedua, politisasi tragedi pembunuhan Usman. Pada masa
pemerintah Khalifah Ali, Mu‟awiyah berjuang memojokkan
sang Khalifah dengan melancarkan serangan dilematis yang
sukar dicari jalan pemecahannya. “bahwa Ali harus segera
mengusut dan sekaligus menghukum pihak-pihak yang terlibat
dalam pembunuhan Khalifah Usman. Jika tuntutan ini tidak
dipenuhi maka dia dianggap bersekongkol dengan kaum
pemberontak dan melindungi pembunuh usman, sehingga Ali
sendiri tergolong pihak yang terhukum karena ia harus dicopot
dari jabatannya sebagai Khalifah”. Implkasi konflik antara Ali
dan Mu‟awiyah merupakan konflik antara kekuatan front Irak
dengan kekuatan front Syria (Hitti, 2002:234). Politisasi tragedi
pembunuhan Khalifah Usman ini sangat efektif menumbuhkan
simpati dan fanatisme masyarakat Syiria dalam mendukung
perjuangan Mu‟awiyah. Untuk mengobarkan emosi mereka
Mu‟awiyah mempertontonkan baju Usman yang berlumuran
darah dan potongan jemari tangan istri Usman, Na‟ilah yang
terpotong ketika berusaha melindungi suaminya (Ali, 1996:251).
Ketiga, tipu muslihat dalam Arbitrase. Ajakan Arbitrase
yang diusulkan oleh pihak Mu‟awiyah merupakan bagian dari
langkah strategi untuk memecah belah kekuatan Ali. Keputusan
Ali menerima ajakan perundingan tersebut mengecewakan
26
sebagian pengikutnya karena mereka merasa segera mencapai
kemenangan dalam peperangan. Mereka membentuk kelompok
Khawarij anti Ali. Lebih dari itu kelebihan Amr ibn Ash dalam
perundingan tersebut memberikan kapasitasnya sebagai tokoh
diplomat dan politikus, semata-mata berusaha mengecoh
diplomasi pihak Ali yang diwakili oleh Abu Musa Al As‟ari.
Sehingga jelas bahwa pihak Mu‟awiyah tidak menawarkan
Arbitrase sebagai media perundingan damai, melainkan sebagai
tipu muslihat belaka. Secara de jure, perundingan tersebut
meningkatkan kedudukan Mu‟awiyah setaraf kedudukan Ali
sebagai Khalifah. Hasil perundingan tersebut menetapkan bahwa
kedudukan Khalifah Ali harus dilepaskan dan kemudian akan
dipilih Khalifah baru. Hasil perundingan seperti ini telah
menjadikan permusuhan dipihak Ali semakin berkobar dan
semakin kuat alasan Khawarij untuk memisahkan diri dan
menentang Ali atas kelalaiannya menerima ajakan Arbitrase.
Sementara itu kekuatan Mu‟awiyah semakin bertambah
sehingga pada tahun berikutnya pasukan Mu‟awiyah berhasil
mengambil alih kekuasaan atas Mesir (Ali, 1996:253).
Upaya-upaya strategi tersebut cukup efektif dalam
memperkuat dukungan dan posisi Mu‟awiyah, sehingga pada
akhirnya Mu‟awiyah mampu mengalahkan kekuatan Hasan ibn
Ali sekaligus menobatkan diri sebagai penguasa atas imperium
27
muslim. Dengan hal tersebut maka tercapailah ambisi
Mu‟awiyah mendirikan Daulah yang baru.
a. Kehidupan awal Mu’awiyah
Mu‟awiyah adalah putra Abu Sufyan, seorang pemuka
Quraisy yang telah lama menjadi musuh Nabi yang sangat
kejam. Mu‟awiyah beserta seluruh keluarganya dan seluruh
keturunan Umayyah memeluk Islam pada saat terjadi
penakhlukan Makkah. Nabi pernah mengangkatnya sebagai
sekretaris pribadi dan Nabi berkenan menikahi saudaranya
perempuan yang bernama Umi Habibah. Karier politik
Mu‟awiyah mulai menonjol pada masa pemerintahan Khalifah
Umar. Setelah kematian Yazid bin Abu Sufyan pada peperangan
Yarmurk, Mu‟awiyah diangkat menjadi kepala pada sebuah
distric di Syiria. Berkat kecakapan kerjanya dan keberhasilan
kepemimpinannya, tidak lama kemudian ia diangkat oleh
Khalifah Umar menjadi gubernur yang menguasai seluruh
wilayah provinsi Syiria. Ketika Usman berkuasa Mu‟awiyah
tetap dikukuhkan sebagai gubernur Syiria. Selama masa
jabatannya sebagai gubernur Syiria Mu‟awiyah giat
melancarkan perluasan wilayah kekuasaan Islam sampai pada
perbatasan wilayah kekuasaan Bizantine. Pada masa
pemerintahan Khalifah Ali, Mu‟awiyah terlibat konflik dengan
Ali untuk mempertahankan kedudukannya sebagai gubernur
Syiria, dan mulai saat itu timbullah ambisi menjadi Khalifah
28
dengan mendirikan pemerintahan Daulah Umayyah. Setelah
menurunkan Hasan ibn Ali, Mu‟awiyah menjadi penguasa
imperium Islam (Ali, 1996:258).
b. Jasa Mu’awiyah
Sejak terjadinya pembunuhan Khalifah Usman kesatuan
ummat Islam pudar dan suasana damai tiba-tiba lenyap dari
seluruh penjuru wilayah Islam. Selama berkuasa Mu‟awiyah
berusaha keras memulihkan kembali kesatuan wilayah Islam.
Untuk itu Mu‟awiyah memindahkan ibukota imperium dari
Kufah ke Damaskus. Sumber terjadinya kekacauan adalah
konflik antara kelompok Khawarij Himyariyah dan Mudariyah.
Karena Mu‟awiyah berusaha merukunkan semua kelompok
tersebut.
Jauh sebelum masa Nabi semua masyarakat yang tinggal
di Arabia mengklaim dirinya sebagai keturunan Ismail putra
Nabi Ibrahim. Moyang mereka pertama kali tinggal di Arabia
Selatan, tepatnya di Yaman. Karena hal itu para penulis Arab
sering disebut sebagai “Yamaniyah”. Kelompok lainnya adalah
“Kathoniyah” yang pada masa belakangan disebut
“Himyariyah” (anak cucu Himyar putra Abdul Syam).
Kelompok isma‟iliyyah tinggal di Hijaz. Mereka sering disebut
Bani Ma‟ad dari keturunan Mudar cucu Mu‟ad. Bani Quraisy,
Bani Qays, Bani Bakr, Bani Taghlib dan Bani Tamim
merupakan cabang-cabang dari keturunan kelompok Mudariyah.
29
Kelompok Himyariyah telah mengenal peradaban yang maju
sedangkan kelompok Mudariyah merupakan masyarakat nomad
dan para pengembala. Selama masa sebelum Nabi Muhammad
kedua kelompok keturunan ini terlibat permusuhan terus-
menerus (Ali, 1996:259).
Dakwah dan ajaran Islam yang dibawakan Nabi berhasil
menghapuskan fanatisme dan permusuhan antar ras. Demikian
pula Khalifah Umar berhasil mempererat hubungan antara
keduanya. Dimasa pemerintahan Mu‟awiyah benih permusuhan
dan persengketaan mereka terjadi lagi. Maka menjadi prioritas
utama kebijaksanaan Mu‟awiyah untuk mengembalikan
stabilitas hubungan antara kedua kelompok tersebut. Mu‟awiyah
tidak menghendaki terjadi penekanan atas kelompok lainnya.
Selama itu Mu‟awiyah telah berhasil memulihkan
kesatuan ummat Islam sekaligus melindungi keutuhan imperium
Islam. Mu‟awiyah terkenal pandai bergaul dengan berbagai
temperamen manusia. Mu‟awiyah mengarahkan para ahli
strategi seperti Mughirah, Zaid bin Sumayya dan Amr bin Ash
untuk membantunya menyelesaikan situasi yang tidak stabil.
Mu‟awiyah adalah seorang pemberani di medan peperangan,
cerdik dalam berstrategi, tegas dalam kata dan tidak mengenal
iba. Mu‟awiyah berhasil mempengaruhi Amr bin Ash gubernur
dan penakhluk Mesir untuk bekerja sama menggulingkan
30
penguasa Khalifah Ali (W. Muir, The Caliphate, its Rise,
Decline, and Fall).
c. Penilaian atas Mu’awiyah
Mu‟awiyah adalah pendiri Daulah Umayyah dan penguasa
imperium Islam. Selama 19 tahun masa pemerintahannya
terlibat dalam sejumlah peperangan dengan penguasa Romawi
baik dalam pertempuran darat maupun laut. Sekalipun
Mu‟awiyah bukan seorang prajurit yang cakap namun
kecakapannya dalam bidang manajemen dan strategi kemiliteran
tidak ada bandingannya. Pertempuran di Siffin merupakan bukti
atas kecakapannya. Penakhlukan Afrika Utara merupakan
keberhasilan ekspansi pada masa pemerintahannya. Mu‟awiyah
berhasil menegakkan sistem pemerintahan yang stabil dan
menghapuskan segala kerusuhan yang melanda dalam negeri.
Keberhasilan tersebut mencatatkan dirinya sebagai seorang
penguasa besar dalam sejarah Islam (Ali, 1996:265).
Sebagai negarawan Mu‟awiyah berhasil menegakkan
kerukunan antara bangsa Arab wilayah utara (Kaisaniyah)
dengan bangsa Arab wilayah selatan (Kalbiyah). Sekalipun
nasab Mu‟awiyah lebih dekat kepada kelompok Kaisaniyah
namun Mu‟awiyah justru mengangkat putra mahkota dari
istrinya yang keturunan Kalbiyah. Mu‟awiyah cukup bermurah
hati dan adil terhadap kedua kelompok tersebut. Selain itu
Mu‟awiyah juga terkenal tegas terhadap para pembangkang dan
31
penuh perhatian kepada nasib fakir miskin dan orang-orang
lemah. Selama masa pemerintahan Mu‟awiyah kehidupan
penguasa dan rakyat hidup rukun. Mu‟wiyah juga bertindak
bijaksana terhadap penganut agama Kristen. Hal ini terbukti
dengan pengangkatan beberapa orang Kristen sebagai pejabat
negara salah satunya menjabat sebagai penasihat dewan. Ketika
terjadi kerusakan Gereja Edessa lantaran gempa bumi
Mu‟awiyah berkenan membangunnya kembali. Perdagangan
dan industri cukup berkembang pesat pada masa itu. Jadi, tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa pada masa kesejahteraan dan
kedamaian hidup merata diseluruh penjuru kekuasaannya.
Dalam hal ini Philip K. Hitti mencatat Mu‟awiyah tidak hanya
sebagai raja Arab yang besar (Ali, 1996:266).
Mu‟awiyah adalah politikus licik sekaligus diplomat yang
cerdik juga seorang negarawan yang pantang mengenal iba. Ia
tidak segan-segan menempuh berbagai cara untuk mencapai
keberhasilan politiknya. Karakter Mu‟awiyah seperti itu
digambarkan oleh Osborn dalam Islam Under the Arab yang
menyatakan, “Mu‟awiyah adalah raja pertama Daulah Umayyah
yang kejam dan pantang mengenal ampun demi
mempertahankan kedudukannya. Pembunuhan merupakan
strategi politiknya untuk menumpas kelompok pembangkang”.
Cucu Nabi Hasan ibn Ali terbunuh karena tipu dayanya. Malik
Al Aster seorang panglima perang pada masa Khalifah Ali
32
dibunuh Mu‟awiyah dengan cara yang kejam pula. Demi suksesi
anaknya (Yazid) Mu‟awiyah tidak segan mengkhianati
perjanjian yang dibuatnya bersama dengan Hasan ibn Ali. Mr.
Osborn banyak mengkritik Mu‟awiyah sebagai pembunuh
banyak jiwa. Namun pada kesempatan yang lain Osborn memuji
dan mengakui Mu‟awiyah sebagai seorang penguasa yang
ramah penuh pertimbangan dan bijaksana dalam menjalankan
tugas dan tanggungjawab. Kesimpulan Mr. Osborn yang terakhir
tersebut menyatakan bahwa sikap Mu‟awiyah bisa
diperspektifkan menjadi perbandingan kekuasaan dengan para
penguasa di Eropa (Ali, 1996:266).
d. Urutan peristiwa Umayyah
Kekuasaan Daulah Umayyah berlangsung dari tahun 711
M sampai dengan 1031 M. Di bawah ini adalah tahun-tahun
penting fakta dan kekuasaan pada masa Daulah Umayyah :
Tahun Fakta dan Kekuasaan pada masa Daulah
Umayyah
711 – 718 Spanyol ditaklukkan Umayyah
750 Kekhalifahan Umayyah di Damaskus di ambil
alih oleh Kekhalifahan Abbasiyah
755 Abdur Rahman I tiba di Spanyol
756 – 768 Pemerintahan Abdur Rahman I
786 Pembangunan Masjid Kordoba dimulai
788 – 796 Pemerintahan Hisyam I
33
796 – 822 Pemerintahan Al-Hakam I
822 – 852 Pemerintahan Abdur Rahman II
856 – 886 Pemerintahan Muhammad I
886 – 888 Pemerintahan Al Mundhir
888 – 912 Pemerintahan Abdullah Bin Muhammad
912 – 961 Pemerintahan Abdur Rahman III
929 Abdur Rahman III Menyatakan diri sebagai
Khalifah Kordoba
936 Pembangunan Madinah Al Zahra dimulai
947 Pemerintah Umayyah dipindahkan Ke Madinat
Al –Zahra
961 – 976 Pemerintahan Al Hakam II
976 – 1008 Pemerintahan Al Hisyam II
997 Al Mansur menghancurkan Santiago De
Compostela
1010 Madinat Al Zahra dihancurkan
1010 - 1012
Al Hisyam II (kembali berkuasa)
1010 – 1013 Perang Saudara
1026 – 1031 Al Hisyam III, Khalifah Umayyah Kordoba
terakhir
(Sumber : prof. Dr. Azyumrdi azra, dkk dalam Ensiklopedia Seni dan
Arsitektur Islam: hal.129)
34
2. Masa Kejayaan Daulah Umayyah di Kordoba
Menurut Badri Yatim (Yatim, 1989:92-93), masa panjang yang
dilalui umat Islam di Andalusia dapat di bagi menjadi enam periode.
Tiga periode diantaranya diperintah oleh Daulah Umayyah, yaitu :
a) Periode Pertama (711 M sampai dengan 755 M)
Pada awal perkembangan Andalusia berada dibawah pemerintahan
para wali yang diangkat oleh Khalifah Daulah Umayyah yang
berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri
Andalusia belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan
masih terjadi, baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan
yang datang dari dalam antara lain berupa perselisihan diantara elite
penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Disamping
itu, terdapat perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus dan
Gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing-masing
mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai daerah
Andalusia. Karena itu terjadi dua puluh kali pergantian wali
(Gubernur) Andalusia dalam waktu yang amat singkat. Sementara
gangguan yang datang dari luar adalah sisa-sisa musuh Islam di
Andalusia yang bertempat tinggal dipegunungan, mereka tidak pernah
tunduk kepada pemerintahan Islam. Setelah berjuang lebih dari 500
tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam di bumi Andalusia,
maka dalam periode Islam belum memasuki kegiatan pembangunan di
bidang peradaban dan kebudayaan. Yang berakhir dengan datangnya
Abdul Rahman Al-Dakhil ke Andalusia (138 H atau 755 M ).
35
b) Periode Kedua (755 M sampai dengan 912 M).
Periode ini Andalusia diperintah oleh seorang Amir (panglima atau
Gubernur) tetapi tidak tunduk pada pusat pemerintahan Islam, yang
ketika itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir
pertama adalah Abdur Rahman I diberi gelar Al Dakhil. Dia adalah
keturunan Daulah Ummayah. Penguasa-penguasa Andalusia pada
periode ini adalah Abdul Al Rahman Al- Aushat, Muhammad Ibn
Abdul Al Rahman, Munzir Ibn Muhammad dan Abdullah Ibn
Muhammad. Pada periode ini Andalusia sudah mulai maju baik dalam
bidang politik maupun dalam bidang peradaban, dengan mendirikan
masjid dan sekolah-sekolah, Hisyam dikenal berjasa menegakkan
hukum Islam dan Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang
kemiliteran. Sedangkan Abdul Rahman Al–Aushat dikenal sebagai
penguasa yang cinta ilmu.
c) Periode Ketiga (912 M sampai dengan 1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdul Rahman III
yang bergelar “ An-Nasir “ sampai munculnya “ raja-raja kelompok “
yang dikenal sebagai Muluk Al-Tha<waif. Pada periode ini Andalusia
diperintah oleh penguasa dengan gelar Khalifah, penggunaan gelar
Khalifah ini berdasarkan atas berita bahwa khalifah Al-Muqtadir
Daulah Abbas di Baghdad meninggal dunia. Menurutnya keadaan ini
saat yang paling tepat untuk memakai gelar Khalifah yang telah
selama 150 tahun lebih dan dipakai lagi mulai tahun 929 M. Khalifah-
khalifah besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang yaitu :
36
Abdul Al Rahman Al Nasir (912 M sampai dengan 916 M), Hakam II
(961 M sampai dengan 976 M), dan Hisyam II (976 M sampai dengan
1009 M).
Periode ini umat Islam mencapai puncak kemajuan dan kejayaan
menyaingi kedaulatan di Baghdad. Abdul Al Rahman Al-Nasir
mendirikan Universitas Kordoba dan perpustakaan yang memiliki
koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan
pendiri pustaka. Selanjutnya Hisyam naik tahta dalam umur sebelas
tahun yang merupakan awal cikal bakal hancurnya Khalifah Daulah
Umayyah di Andalusia pada tahun 1009 M. Walakhir pada tahun 1013
M, Dewan Menteri yang memerintah Kordoba menghapuskan jabatan
Khalifah, saat ini spanyol terbagi menjadi negara-negara kecil.
a. Kawasan Al Andalus
Penguasa Islam memerintah sebagian semenanjung Iberia
hampir 800 tahun. Wilayah muslim, yang mencakup kota-kota
Kordoba, Sevilla, dan Granada, dikenal sebagai Al Andalus
(Seddon, 2010:92).
Serbuan Bangsa Arab - Berber di Semenanjung Iberia,
dimulai pada April 711 M adalah satu dari serangkaian
keberhasilan militer menakjubkan pasukan Islam. Di bawah
Thariq bin Ziyad dan kemudian Musa bin Nusair, pasukan islam
merebut hampir keseluruhan semenanjung dalam lima tahun.
Wilayah itu pada awalnya merupakan provinsi kekhalifahan
Umayyah yang diperintah khalifah Al Walid I masa
37
pemerintahannya pada tahun 705 M sampai dengan 1015 M) di
Damaskus. Sejak tahun 717 M provinsi tersebut beribukota
Kordoba.
Pada masa-masa awal kaum Visigoth Kristen, yang
sebelumnya menguasai sebagian besar semenanjung Iberia,
terusir jauh ke utara, namun mereka mempertahankam wilayah
yang nanti akan menjadi pangkalan perlawanan mereka berabad-
abad lamanya, dikenal oleh ahli sejarahwan Kristen sebagai
Reconquista (penaklukan kembali).
b. Wilayah Emirat Kordoba
Di irak pemberontakan Hasyimiyyah menyebabkan
pendirian kekhalifahan Abbasiyah oleh Abdul Abbas pada tahun
750 M Abdurrahman adalah satu-satunya anggota keluarga
kekhalifahan Umayyah yang selamat kemudian kabur ke
wilayah yang kini menjadi Spanyol Selatan. Pada 756 M Abdul
Abbas mengalahkan penguasa Al Andalus Yusuf Al Fikhri
dalam pertempuran, Abdul Abbas menjadikan dirinya amir
Kordoba, penguasa Umayyah yang merdeka menentang Bani
Abbasiyah di Bagdad (Seddon, 2010:93).
Kordoba diperintah Abdurrahman sampai dengan tahun
788 M. Dia meredakan sejumlah pemberontakan, termasuk
pemberontakan besar yang didukung khalifah Abbasiyah Al
Mansur masa pemerintahannya pada tahun 754 M sampai
dengan 1075 M dan dipimpin oleh Al Ala bin Mugith, Gubernur
38
Provinsi Afrika. Abdurrahman yang terkepung di Carmona,
dengan berani memimpin perlawanan yang akhirnya
menundukkan pasukan Abbasiyah (Seddon, 2010:93). Dia
kemudian mengirimkan kepada Al Ala dan para jenderal yang
diawetkan dengan garam dalam sebuah kantong menuju
Makkah, tempat Al Manshur sedang menunaikan ibadah haji.
c. Kekhalifahan Kordoba
Abdurrahman III masa pemerintahan pada tahun 912 M
sampai dengan 1061 M adalah penguasa Umayyah yang paling
kuat di Spanyol. Pada tahun 929 M Abdurrahman III menantang
penguasa Abbasiyah dan kekuatan Fathimiyah yang sedang
meroket di Mesir dengan membaiat diri sebagai khalifah
Kordoba dan mengklaim kewenangan atas seluruh wilayah
Islam. Abdurrahman III menang beberapa kali dari Raja-raja
Kristen Spanyol Utara dan digelari Al Nashir (pembela iman).
Selama pemerintahan Abdurrahman III dan putranya Al
Hakam II, Al-Andalus berada pada puncak kejayaan, namun
kemunduran mulai terjadi dalam 50 tahun setelah kematian
Abdurrahman III pada tahun 961 M . Kekhalifahan tidak berhasil
pulih dari perang saudara di antara pihak-pihak yang mengklaim
kekuasaan pada tahun 1010 M walaupun masih terseok-seok
sampai tahun 1031 M ketika akhirnya pecah menjadi sejumlah
kerajaan taifa (penerus) yang lebih kecil (Seddon, 2010:90).
39
d. Masa Kejayaan Kordoba
Khalifah Abdurrahman III banyak melakukan
pembangunan di Kordoba. Para ilmuwan memperkirakan bahwa
pada abad ke-10 terdapat 500.000 orang yang hidup di kota itu.
Abdurrahman III membangun menara baru untuk Masjid indah
di Kordoba, yang mulai didirikan oleh sang pendiri Daulah
Umayyah Abdurrahman I. Tempat ibadah yang luar biasa ini,
diberi nama Masjid Al Jami' sebagai penghormatan terhadap
istri Aburrahman I, namun sekarang dikenal sebagai Mezquita
Kordoba. Masjid Jami‟ dikembangkan lebih lanjut oleh putra
Abdurrahman III, Al Hakam II, dan pengerjaan berlangsung
sampai tahun 987 M (Thomson, 1996:15). Setelah Kordoba
direbut Raja Fernando III dari Castilla pada tahun 1236 M
gedung itu dialihfungsikan menjadi Gereja hingga sekarang
merupakan Katedral Kristen, namun lengkung-lengkungnya
yang indah, kubah berubin biru yang cantik, dan mihrab yang
mengagumkan masih ada.
Khalifah kedua Kordoba Al Hakam II berdamai dengan
kerajaan Kristen di Utara dan memusatkan daya-upaya serta
hartanya demi memperbaiki infrastruktur dan kemajuan ilmu
yang di kekhalifahan. Di bawah pemerintahan Al Hakam II
mampu membangun irigasi guna memajukan pertanian,
sementara di kota-kota pembangunan pasar dan pelebaran jalan
mendorong perdagangan.
40
Di Kordoba Al Hakam II membangun sebuah
perpustakaan besar yang menyimpan 400.000 buku dan
mendirikan sebuah komite orang terpelajar, yang terdiri atas
orang-orang muslim Arab dan Kristen Mozarab, untuk
menerjemahkan karya-karya dari bahasa Latin dan Yunani ke
dalam Bahasa Arab. Yang dimaksud dengan Kristen Mozarab
adalah keturunan Kristen Iberia yang hidup di bawah
pemerintahan Islam. Meskipun tetap memeluk agama Kristen,
kaum Mozarab telah mengikuti adat dan istiadat dalam Bahasa
Arab (Seddon, 2010:92).
e. Perkembangan Islam Pada Masa Daulah Umayyah
Pada masa pemerintahan Abdurrahman III Daulah
Umayyah telah mencapai banyak kemajuan. Banyak prestasi
yang mereka peroleh bahkan pengaruhnya membawa ke Eropa
kemudian dunia kepada kemajuan yang lebih kompleks, diantara
yang telah terbangun adalah:
1). Kemajuan Intelektual
Masyarakat Islam Andalusia merupakan masyarakat
majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara
dan Selatan), Al-Muwalladun (orang-orang Andalusia yang
masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika
Utara) Al-Shaqallibah (penduduk antara konstantinipel dan
Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada
penguasa islam untuk dijadikan tentara bayaran). Yahudi
41
Kristen yang berbudaya Arab dan Kristen yang masih
menentang kehadiran Islam. Semua komunitas ini kecuali yang
terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya
lingkungan budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan
ilmiah, sastra dan pembangunan fisik di Andalusia. Kemajuan-
kemajuan intelektual ini dapat dilihat diberbagai bidang antara
lain :
a). Filsafat
Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan
mulai dikembangkan pada abad ke-9 selama
pemerintahan penguasa Daulah Umayyah yang ke-5,
yaitu Muhammad Ibn Abdul Al Rahman masa
pemerintahan pada tahun 832 M sampai dengan 886
M (Fakhri, 1996:357).
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat
Arab-Andalusia adalah Abu Bakr Muhammad Ibn Al
Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Tokoh
utama kedua adalah Abu Bakr Ibn Thufail, ia banyak
menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat.
Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay Ibn
Yaqzhan. Bagian akhir abad ke 12 M menjadi saksi
munculnya seorang pengikut Aristoteles yang dikenal
sebagai komentator pikiran-pikiran dia adalah Ibn
Rusyd (Averroes) hidup antara tahun 1126 M sampai
42
dengan 1198 M, karena itu pula Ibn Rusyd dijuluki
sebagai Aristoteles II, pengaruhnya sangat menonjol
atas pendukung filsafat skholastik Kristen dan
pikiran-pikiran Sarjana Eropa pada abad pertengahan
(Ismail, 1996:154).
b). Sains
Dalam bidang ini bermunculan tokoh-tokoh
ilmuwan seperti Abbas Ibn Farnas termashyur dalam
ilmu kimia dan astronomi orang yang pertama
menemukan pembuatan kaca dari batu, Ibrahim bin
Naqqash dalam bidang astronomi dapat menentukan
kapan terjadinya gerhana matahari dan kapan lamanya
dia juga berhasil membuat teropong modern yang
dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-
bintang. Ahmad ibn Abbas dari Kordoba ahli dalam
bidang obat-obatan dan banyak lagi tokoh-tokoh yang
disebutkan namun sangat besar jasanya dalam
perkembangan dan pencerahan ilmu pengetahuan
pada masa itu.
c). Fikih
Dalam bidang fikih Andalusia islam dikenal
sebagai penganut mahzab Maliki. Yang
memperkenalkan mahzab ini adalah Ziad Ibn Abdul
Al Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan
43
oleh Ibn Yahya yang menjadi Qadhi pada masa
Hisyam Ibn Abdul Al Rahman. Ahli-ahli fikih lainnya
diantaranya adalah Abu Bakar Ibn Al Quthiyah,
Munzir Ibn Sa‟id Al Baluti, dan Ibn Hazm yang
terkenal.
e). Musik dan Kesenian
Tokohnya Al Hasan Ibn Nafi yang dijuluki
Zaryab, Zaryab yang selalu tampil mempertunjukkan
kebolehannya yang terkenal sebagai penggubah lagu.
f). Bahasa dan Sastra
Karya-karya sastra banyak bermunculan, seperti
Al Iqa<d Al Fari<d karya Ibn Abdul Rabbih Al
Dza<khirah fi< Maha<sin Ahl Al Jazi<rah oleh Ibn
Bassam, Kitab al Qalaid buah karya Al Fath Ibn
Khaqan dan banyak lagi yang lain.
2). Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian
umat islam sangat banyak seperti dalam perdagangan. Jalan-
jalan dan pasar dibangun seindah mungkin. Di samping itu pula
bidang pertanian juga tidak ketinggalan dengan
memperkenalkan sistem irigasi, kemudian memperkenalkan
pertanian padi, jeruk, kebun dan taman-taman.
44
3. Pembangunan Masjid Jami’
Gambar 1. Masjid Jami‟ kordoba
(Sumber gambar di akses pada 18 Januari 2014 dalam online: