8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya (Tjiptono, 2006:161). Sementara itu,pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah lakudari seorang pemimpin yang dirasakan olehorang lain (Hersey, 2004:29).Menurut Mifta Thoha (2010: 49) gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang dilihat. Gaya kepemimpinan bersifat lentur atau fleksibel, maksudnya adalah gaya kepemimpinan yang biasa diterapkan pemimpin dapat berubah dengan gaya kepemimpinan yang lainnya seiring dengan berubahnya situasi dan kondisi internal organisasi. Sehingga tercapai keefektifan gaya kepemimpianan, dan tercapainya tujuan organisasi.Gaya kepemimpinan yaitu pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan pemimpin, dengan menyatukan tujuan organisasi dengan tujuan individu atau pegawai dalam rangka mencapai tujuan atau sasaran yang telah menjadi komitmen bersama. Kualitas dari pemimpin seringkali dianggap sebagai faktor terpenting dalam keberhasilan atau kegagalan organisasi baik yang berorientasi bisnis maupun publik, biasanya dipersepsikan sebagai keberhasilan atau kegagalan pemimpin. Pemimpin mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan organisasi.
13
Embed
BAB II LANDASAN TEORI Gaya Kepemimpinan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10550/2/T2_912013025_BA… · 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Gaya
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Gaya Kepemimpinan
2.1.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan
pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya (Tjiptono,
2006:161). Sementara itu,pendapat lain menyebutkan bahwa gaya
kepemimpinan adalah pola tingkah lakudari seorang pemimpin
yang dirasakan olehorang lain (Hersey, 2004:29).Menurut Mifta
Thoha (2010: 49) gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku
yang digunakan oleh seorang pada saat orang tersebut mencoba
mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang dilihat.
Gaya kepemimpinan bersifat lentur atau fleksibel,
maksudnya adalah gaya kepemimpinan yang biasa diterapkan
pemimpin dapat berubah dengan gaya kepemimpinan yang lainnya
seiring dengan berubahnya situasi dan kondisi internal organisasi.
Sehingga tercapai keefektifan gaya kepemimpianan, dan
tercapainya tujuan organisasi.Gaya kepemimpinan yaitu pola
perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan pemimpin,
dengan menyatukan tujuan organisasi dengan tujuan individu atau
pegawai dalam rangka mencapai tujuan atau sasaran yang telah
menjadi komitmen bersama.
Kualitas dari pemimpin seringkali dianggap sebagai faktor
terpenting dalam keberhasilan atau kegagalan organisasi baik yang
berorientasi bisnis maupun publik, biasanya dipersepsikan sebagai
keberhasilan atau kegagalan pemimpin. Pemimpin mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan organisasi.
9
Pemimpin memegang peran kunci dalam memformulasikan dan
mengimplementasikan strategi organisasi (Susilo Toto Raharjo,
Durrotun Nafisah, 2006).
Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku yang
berbeda dalam memimpin bawahannya, perilaku para pemimpin
itu disebut dengan gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan
merupakan suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi
bawahannya yang dinyatakan dalam bentuk pola tingkah laku atau
kepribadian.Gaya kepemimpinan yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah gaya kepemimpinan otentik.
2.1.2 Gaya Kepemimpinan Otentik
1. Pengertian Kepemimpinan Otentik
Menjadi otentik atau benar dalam segala hal
merupakan salah satu kualitas penting yang harus dimiliki
seorang pemimpin. Avolio and Luthans (2006:2)
mendefinisikan kepemimpinan otentik sebagai proses
kepemimpinan yang dihasilkan dari perpaduan antara
kapasitas psikologis individu dengan konteks organisasi yang
terbangun baik, sehingga mampu menghasilkan perilaku yang
tinggi kadar kewaspadaan dan kemampuannya dalam
mengendalikan diri, sekaligus mendorong pengembangan diri
secara positif.
Meskipun menggambarkan kepemimpinan yang
mengembangkan nilai-nilai positif, Shamir dan Eilam (2005)
mendorong agar kepemimpinan otentik tidak disederhanakan,
apalagi sampai terkesan hanya menggantikan istilah-istilah
seperti kepemimpinan yang baik, kepemimpinan moral, atau
kepemimpinan yang efektif. Setelah mengklarifikasi beberapa
10
konsep, mereka akhirnya mendefinisikan pemimpin otentik
sebagai orang yang memiliki pengetahuan diri dan kejelasan
konsep diri.
Shamir dan Eilam (2005) lantas menyebut ada empat
karakteristik pemimpin otentik. Pertama, pemimpin otentik
tidak menjalankan sebuah kepemimpinan yang palsu. Mereka
tidak berpura-pura menjadi pemimpin hanya karena berada
dalam posisi kepemimpinan tertentu. Dengan kata lain, ketika
menjalankan peran kepemimpinan, pemimpin otentik menjadi
diri sendiri.
Kedua, pemimpin otentik tidak mengambil peran
kepemimpinan demi status, kehormatan, atau penghargaan
pribadi lainnya. Sebaliknya, mereka memimpin dengan misi
dan keyakinan. Mereka memiliki nilai-nilai dasar yang ingin
dipromosikan agar bisa membuat perbedaan.
Ketiga, proses yang dialami seorang pemimpin otentik
untuk sampai pada keyakinan, nilai-nilai, misi, atau pemicu
kepemimpinannya itu bukan imitasi. Keyakinan, nilai-nilai,
atau misi tersebut mungkin saja mirip dengan konsep yang
diajukan pemimpin lain. Tapi, seorang pemimpin otentik,
mendapatkan semua itu melalui refleksi dari pengalaman
pribadinya sendiri.
Keempat, pemimpin otentik selalu berbicara dan
bertindak berdasarkan nilai-nilai dan keyakinannya. Bukan
untuk menyenangkan “penonton”, mendapatkan popularitas,
atau didorong oleh kepentingan politik yang sempit. Karena
terdapat konsistensi antara nilai dan keyakinan dengan
11
pernyataan dan tindakan, pemimpin otentik memiliki tingkat
integritas personal yang tinggi.
Berdasarkan karakteristik diatas Shamir dan Eilam
(2005) menyimpulkan pemimpin otentik sebagai sosok
pemimpin yang memiliki empat atribut. Yakni, (1) mencapai
tingkat pemahaman yang tinggi atas konsep diri; (2)
komponen utama dari konsep diri mereka itu adalah peran
seorang pemimpin; (3) mereka termotivasi oleh tujuan yang
mewakili gairah, nilai, dan keyakinan utama mereka sendiri;
dan (4) perilaku mereka sepenuhnya menunjukkan perasaan
diri.
2. IndikatorKepemimpinan Otentik
Menurut Daina Mazutis (2011) mengemukakan
indikator kepemimpinan otentik yaitu sebagai berikut:
a. Kewaspadaan Diri
Meningkatnya kewaspadaan diri adalah faktor
perkembangan penting bagi pemimpin otentik. Dengan
mengenali diri sendiri, pemimpin otentik memiliki
pemahaman yang kuat seputar kediriannya sehingga
menjadi pedoman mereka baik dalam setiap proses
pengambilan keputusan maupun dalam perilaku
kesehariannya. Kewaspadaan diri juga melibatkan
kesadaran akan kekuatan diri, kelemahan diri, sebagai
unsur-unsur yang saling bertolak belakang yang ada pada
setiap manusia.
b. Nilai
Pemimpin otentik akan melawan setiap tuntutan
situasional serta sosial yang dianggap mencoba
12
melemahkan nilai-nilai yang mereka miliki. Nilai juga
menyediakan dasar bagi tindakan pemimpin dalam upaya
penyesuai mereka atas kebutuhan komunitas yang mereka
pimpin. Nilai dipelajari lewat proses sosialisasi.
c. Emosi
Pemimpin otentik juga memiliki kewaspadaan diri
yang bersifat emosional. Semakin tinggi kecerdasan
emosional seseorang, semakin waspada mereka atas
emosi tersebut sehingga dapat memahami
pengaruhnyaatas proses kognitif dan kemampuan
pembuatan keputusannya. Kesadaran diri seputar dimensi
emosi seseorang merupakan prediktor kunci untuk
membangun kepemimpinaan yang efektif.
d. Tujuan
Pemimpin otentik berorientasi pada masa depan.
Mereka secara terus-menerus berupaya mengembangkan
baik dirinya maupun para pengikutnya. Tindakan
pemimpin otentik diarahkan oleh motif-motif untuk
menyempurnakan dirinya.
2.2 Perilaku Etis
2.2.1 Pengertian Etika dan Perilaku Etis
Secara etimologis kata etika berasal dari bahasa Yunani
yaituethos dan ethikos, ethos yang berarti sifat, watak, adat,
kebiasaan, tempatyang baik. Ethikos berarti susila, keadaban, atau
kelakuan dan perbuatanyang baik. Kata “etika” dibedakan dengan
kata “etik” dan “etiket”. Kataetik berarti kumpulan asas atau nilai
yang berkenaan dengan akhlak atau nilai mengenai benar dan salah
13
yang dianut suatu golongan ataumasyarakat. Adapun kata etiket
berarti tata cara atau adat, sopan santun danlain sebagainya dalam
masyarakat beradaban dalam memelihara hubungan baik sesama
manusia. Sedangkan secara terminologis etika berarti pengetahuan
yangmembahas baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan
tindakanmanusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban
manusia (Abdul Haris, 2007:3).
Etika secara luas dapat diartikan sebagai serangkaian
prinsip nilai atau moral. Menurut Ricky W. Griffin dan Ronald J.
Ebert (2006:58) perilaku etis adalah perilaku yang sesuai dengan
norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan
dengan tindakan-tindakan yang benar dan baik. Perilaku etis ini
dapat menentukan kualitas individu yang dipengaruhi oleh faktor-
faktor yang diperoleh dari luar yang kemudian menjadi prinsip
yang dijalani dalam bentuk perilaku.
Perilaku etis merupakan perilaku yang sesuai dengan
norma-norma sosial yang diterima secara umum, berhubungan
dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan membahayakan.
Perilaku kepribadian merupakan karakteristik individu dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Karakteristik tersebut
meliputi sifat, kemampuan, nilai, keterampilan, sikap, dan
intelegensi yang muncul dalam pola perilaku seseorang. Dapat
disimpulkan bahwa perilaku merupakan perwujudan atau
manifestasi karakteristik-karakteristik seseorang dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan (Maryani dan Ludigdo,
2001).
14
2.2.2 IndikatorPerilaku Etis
Menurut Alvin A. Arens (2006:108) terdapat beberapa
prinsip perilaku etis antara lain:
1. Tanggung Jawab, para anggota harus melaksanakan
pertimbangan profesional dan moral yang sensitif dalam
semua aktivitas mereka.
2. Kepentingan Publik, para anggota harus menerima kewajiban
untuk bertindaksedemikian rupa agar dapat melayani
kepentingan publik, sertamenunjukkan komitmennya dan
profesionalnya.
3. Integritas, para anggota harus melaksanakan seluruh
tanggungjawab profesionalnya dengan tingkat integritas
tinggi.
4. Objektivitas dan Independensi, para anggota harus
mempertahankan objektivitas dan bebas darikonflik
kepentingan dalam melaksanakan tanggung
jawabprofesionalnya.
5. Keseksamaan, para anggota harus mempertahankan standar
teknis dan etisprofesi, terus berusaha keras meningkatkan
kompetensi dan mutu jasa yang diberikannya, serta
melaksanakan tanggung jawab professional sesuai dengan
kemampuan terbaiknya.
6. Ruang Lingkup dan Sifat Jasa, para anggota yang berpraktik
bagi publik harus memperhatikanprinsip-prinsip kode perilaku
profesional dalam menentukanruang lingkup dan sifat jasa