-
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kredit Bermasalah
Kredit bermasalah merupakan pengingkaran kesepakatan dari
peminjam
dengan melakukan penundaan, pengurangan atau tidak membayar sama
sekali
kewajibannya, baik yang berupa kredit induk dan atau bunga
pinjaman. Berikut ini
akan dijelaskan mengenai pengertian kredit dan pembahasan
mengenai kredit
bermasalah.
2.1.1. Pengertian Kredit
Lembaga keuangan terdiri dari bank dan non bank. Menurut
Silvanita
(2009:14) bank merupakan suatu lembaga keuangan yang sangat
dominan, sehingga
bank mempunyai kemampuan mengumpulkan dan mengalokasikan dana
dalam
jumlah besar. Bank dalam melakukan kegiatan usahanya harus
mempunyai dana, agar
dapat mempunyai dana untuk kegiatan usahanya bank akan menarik
dana masyarakat
dengan bentuk simpanan kepada bank. Kegiatan setelah
mengumpulkan dana, dana
akan disalurkan ke pihak yang yang defisit pendanaan, penyaluran
kembali dananya
dalam bentuk pinjaman atau kredit. Arti kredit secara umum
adalah suatu kepercayaan,
Kredit dalam bahasa latin yaitu ”credere” yang mempunyai arti
percaya, percaya disini
ialah pemberi kredit percaya bahwa penerima kredit akan
mengembalikan kredit
sesuai dengan kepercayaan. sementara Percaya bagi penerima
kredit yaitu penerima
kredit menerima kepercayaan dan mempunyai kewajiban untuk
mengembalikan sesuai
dengan kesepakatan.
-
Pengertian kredit menurut UU No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
atas UU
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 1 ayat 11 yaitu
penyediaan dana atau
piutang yang dapat dipersamakan dengan uang, didasarkan pada
persepakatan
terjadinya pinjaman kepada bank oleh peminjam, dan adanya
kewajiban dari pihak
peminjam untuk melunasi pinjaman disertai dengan pemberian bunga
dalam batasan
waktu tertentu. Sedangkan pengertian kredit menurut Kasmir
(2007:92) yaitu
pembiayaan yang berwujud uang atau pembiayaan yang bisa
diperhitungkan dengan
uang. Dari beberapa pengertian kredit bisa diambil pengertian
kredit adalah
kesepakatan pinjam meminjam dalam ikatan perjanjian antara bank
dan pihak lain
yang berwujud uang atau pembiayaan yang bisa diperhitungkan
dengan uang, dimana
peminjam mempunyai kewajiban membayar tagihan sesuai jangka
waktu dengan
pemberian bunga.
2.1.2. Kredit bermasalah
Berbicara mengenai kredit akan selalu berorientasi untuk masa
yang akan
datang, sehingga diperlukan kemampuan dalam menyusun suatu
perencanaan yang
terkait dengan kredit. Dalam pemberian kredit bank akan
dihadapkan pada sebuah
resiko yang cukup besar yaitu tidak diterimanya dana yang
dipinjamkan beserta bunga
pinjaman seperti dalam kesepakatan dalam perjanjian. Dalam
perjalanannya
pengembalian kredit ada yang tidak sesuai dengan kesepakatan,
hal ini akan
berdampak pada kerugian finansial pada bank pemberi kredit.
Untuk itu pentingnya
suatu kebijakan penanganan kredit agar bank terhindar dari
kerugian, sehingga kredit–
kredit yang telah diberikan kepada peminjam bisa kembali tepat
waktu sesuai harapan.
-
Bank agar bisa terhindar dari kerugian dapat melakukan analisis
penyebab
kredit bermasalah, dengan melakukan analisis ini sebagai dasar
membuat sebuah
kebijakan tentang penanganan kredit bank, menurut Fahmi
(2014:103) kegagalan
dalam pembayaran kredit oleh peminjam tidak sesuai kesepakaan
bisa disebabkan dari
berbagai hal, baik sisi bank dan sisi peminjam maupun sisi
eksternal. Sisi eksternal
tersebut seperti faktor inflasi, krisis moneter dan kudeta
Jangka waktu perkreditan yang cukup lama, bank akan dihadapkan
pada hal-
hal yang serba tidak pasti di masa yang akan datang, sehingga
bank dituntut memiliki
kemampuan untuk bisa membuat perkiraan kemungkinan yang akan
terjadi, terutama
faktor eksternal, diantaranya berkaitan dengan ketentutan
perundang-undangan,
kebijakan pemerintah yang sering berubah-ubah, terjadinya
inflasi yang fluktuatif
sehingga tidak memberikan kepastian dalam perekonomian nasional,
suku bunga yang
fluktuatif, terjadinya krisis moneter bahkan perkreditan sangat
terpengaruh dengan
arus politik yang sedang berkuasa. Semuanya harus dirumuskan
secara cermat sebagai
pedoman bank. Deteksi dini kredit bermasalah Menurut Suhardjono
(2002:470) dapat
dilakukan sejak awal dengan melakukan sistem “pengenalan dini”,
yakni dengan
membuat kumpulan masalah atau tanda-tanda penyebab sebuah
pinjaman bisa
berkembang menjadi kredit bermasalah, baik dari sisi bank maupun
sisi nasabah.
Pentingnya manajemen kredit untuk membuat pedoman deteksi dini
atas kredit
bermasalah sebagai tindakan atisipatif dan proaktif untuk
penanganan kredit
bermasalah. Agar kondisi yang di takuti oleh pihak bank karena
adanya kredit yang
bermasalah bisa terhindari sebab akan menyebabkan menurunnya
pendapatan dari
-
bank dan akan menimbulkan turunnya laba bank, serta bila rasio
kredit bermasalahnya
tinggi akan berdampak terhadap penilaian terhadap kinerja usaha
bank tidak bagus.
Sebelum keputusan pemberian kredit dikeluarkan oleh bank, bank
akan melakukan
analisis kredit sebagai dasar pembuatan keputusan pemberian
kredit. Hal ini dilakukan
agar bank yakin bahwa peminjam bisa dipercaya dan bank akan
merasa yakin atas
kredit yang diberikan akan aman, menurut Suhardjono (2002:250)
bank melakukan
pencarian informasi peminjam dari berbagai sumber, bank akan
mengunakan
penunjang analisis dan evaluasi dengan analisis 5 C yaitu
Character (analisis watak),
Capacity (kemampuan), Capital (modal), Condition
(kondisi/prospek usaha) dan
Collateral (Agunan).
Bank dalam memberikan kredit tanpa melakukan analisis akan
membahayakan
bank sendiri, karena peminjam dapat memberikan data yang tidak
benar, agar dapat
menerima pinjaman dari yang seharusnya tidak layak terima
pinjaman. Akibat dari
salah analisis, kredit yang telah di berikan akan sulit untuk di
tagih. Setiap kredit akan
mempunyai risiko default yang tinggi, menurut Sivlvanita
(2009:28) risiko kredit
merupakan risiko suatu pinjaman tidak kembali sesuai
kesepakatan, seperti ditunda
atau dikuranginya kewajiban membayar dan bahkan tidak melakukan
pembayaran
oleh peminjan.
Pada saat kredit telah disalurkan ke masyarakat bank melakukan
perputaran
piutang, dengan perputaran piutang tersebut bank mempunyai
kajian mutu kredit.
Berdasarkan keputusan Direksi BI No. 31/147/KEP/DIR tanggal 12
Nopember 1998
mutu kredit akan diperingkat menurut ukuran peluang usaha,
keadaan pendanaan
-
ditekankan pada di arus kas debitur serta kapasitas memenuhi
kewajiban. Dengan
kriteria tersebut mutu kredit dapat dikategorikan lancar, dalam
perhatian khusus,
kurang lancar, diragukan dan macet. Secara umum ada dua jenis
kredit berdasarkan
kualitasnya yaitu:
1. Kredit tidak bermasalah (Performingloan) kategori lancar dan
dalam
perhatian khusus
2. Kredit bermasalah (Non performingloan) kategori kurang
lancar,
diragukan, macet.
Dari kebijakan perputaran piutang akan nampak debitur yang tidak
lancar
membayar kewajibannya dengan tepat waktu atau tidak, atau masuk
dalam ketegori
kredit bermasalah. Kredit bermasalah menurut Sutoyo (2008:13)
yaitu debitur
melakukan pengingkaran terhadap janji untuk membayar kredit
induk dan atau bunga
yang sudah harusnya dibayar, hal ini mengakibatkan keterlambatan
dalam melakukan
pembayaran bahkan tidak melakukan pembayaran. Sementara kredit
bermasalah
menurut Suhardjono (2002:462) yaitu suatu kondisi dimana nasabah
tidak mempunyai
kesanggupan untuk melalukan pembayaran sebagian dan atau
keseluruhan kewajiban
kepada pihak bank sesuai dalam perjanjian.
Dari beberapa pengertian kredit bermasalah diambil kesimpulan
pengertian
kredit bermasalah adalah pengingkaran kesepakatan dari debitur
dengan melakukan
penundaan, pengurangan atau tidak membayar sama sekali
kewajibannya. Tingginya
kredit bermasalah berpotensi dan/atau menimbulkan kerugian bagi
bank. Kredit
bermasalah akan menunjukkan kinerja bank yang kurang bagus.
Sehingga adanya
-
kredit bermasalah bagi sebuah bank akan menghambat pengembangan
usaha dari bank
itu sendiri, dan keberdaan ini kredit bermasalah akan ditekan
seminimal mungkin.
2.2. Inflasi
Inflasi merupakan faktor eksternal yang dapat diidentifikasi
sebagai penyebab
kredit bermasalah, suatu negara mengalami inflasi bila adanya
kecenderungan
kenaikan tingkat harga yang berlaku umum dan berlangsung terus,
disertai
menurunnya nilai mata uang suatu negara. Kenaikan ini tidak
hanya berlaku satu dua
barang saja dan tidak hanya sekali. Berikut ini akan dijelaskan
mengenai pengertian
inflasi, Penggolongan inflasi, teori inflasi, efek inflasi,
hubungan inflasi dengan kredit
bermasalah.
2.2.1. Pengertian Inflasi
Peristiwa makroekonomi yang penting dan harus mendapat perhatian
serta
hampir semua negara mengalami adalah inflasi. naik turunnya
inflasi akan
berpengaruh besar terhadap perekonomian suatu negara. Pengertian
inflasi Menurut
Fahmi (2006:79) adalah keadaan dimana nilai mata uang suatu
negara mengalami
penurunan disertai naiknya harga barang-barang secara sitematis.
Menurut Boediono
(2010:161) inflasi merupakan kecenderungan kenaikan harga-harga
yang berlaku
umum dan berlangsung terus. Inflasi menurut Nopirin (2013:25)
merupakan proses
naiknya harga-harga umum barang-barang yang berlangsung terus
menerus, sementara
menurut Nanga (2001:241) tingkat inflasi merupakan persentase
perubahan tingkat
harga. Berdasarkan beberapa pengertian inflasi diatas bisa
diambil kesimpulan
pengertian inflasi ialah kecenderungan naiknya tingkat harga
yang berlaku umum dan
-
berlangsung terus, disertai menurunnya nilai mata uang suatu
negara. naiknya harga
tidak dalam satu atau dua barang dan tidak hanya terjadi
sekali.
2.2.2. Penggolongan Inflasi
Inflasi merupakan suatu keadaan yang membahayakan bagi
perekonomian, dan
bila berlangsung terus akan membahayakan perekonomian suatu
negara. Menurut
Fahmi (2013:102) pengolongan inflasi dibedakan dalam beberapa
golongan
a. Penggolongan dari asal inflasi dibedakan:
Inflasi domestik (domesticinflation) penyebab inflasi yang
terjadi
karena faktor keadaan yang terjadi di dalam negeri
Inflasi impor (importedinflation) penyebab inflasi karena
keadaan yang
terjadi di luar negeri.
b. Pengolongan dari segi perpsektif skala penilaian inflasi
dibedakan:
Inflasi pertahun dibawah 10% merupakan inflasi ringan
Inflasi pertahunnya 10% sampai 30% merupakan inflasi sedang
Inflasi pertahunnya 30% sampai 100% merupakan inflasi berat
Inflasi pertahunnya diatas 100% merupakan Hiperinflasi.
c. Penggolongan dari sebab musabab awal terjadinya inflasi
bedakan:
Inflasi yang timbulnya disebabkan biaya produksi mengalami
kenaikan,
ini disebut cost push inflation.
Inflasi karena permintaan berbagai barang dari masyarakat sangat
kuat,
ini di sebut demand full inflation.
-
2.2.3. Teori Inflasi
Tiga macam teori tentang inflasi, setiap teori hanya menekankan
unsur-unsur
tertentu saja dari proses inflasi dan tiap-tiap teori tidaklah
teori yang merangkum
keseluruhan unsur-unsur proses naiknya harga-harga. Untuk
mengunakannya kita
harus melihat fakta yang terjadi dari proses inflasi yang sedang
terjadi atau kombinasi
dari teori yang sesuai, menurut Boediono (2010:167) teori dari
tersebut:
a. Teori Kuantitas merupakan teori yang paling tua dan sudah
disempurnakan
sehingga masih bisa digunakan untuk masa sekarang ini utamanya
untuk
negara yang sedang berkembang. Teori ini mengupas peranan dalam
proses
inflasi dari:
1) Banyaknya uang yang sedang beredar mempengaruhi inflasi, jika
jumlah
uang ditambah dalam peredarannya maka akan terjadi inflasi.
Tetapi bila
uang yang beredar tidak ada penambahan inflasi akan terhenti.
Walau
apapun penyebab naiknya harga-harga.
2) Laju inflasi sangat ditentukan oleh pertambahan jumlah uang.
Psikologi
(harapan masyarakat) mengenai kenaikan harga-harga
(expectations),
laju inflasi ditentukan oleh laju pertumbuhan jumlah uang yang
beredar
dan harapan masyarakat mengenai naiknya harga-harga pada
masa
mendatang sebesar laju inflasi.
b. Teori Keynes didasarkan atas teori makronya, dalam teori ini
dijelaskan karena
adanya suatu masyarakat yang mempunyai keinginan yang sudah
diluar
batasan kemampuan ekonominya maka akan menyebabkan inflasi.
Kelompok-
-
kelompok masyarakat itu berebut bagian agar mendapatkan yang
lebih besar
daripada yang tersedia oleh masyarakat tersebut. Proses inflasi
akan terus
berlangsung selama jumlah permintaan efektif dari semua
golongan
masyarakat melebihi jumlah output yang bisa dihasilkan
masyarakat, inflasi
bisa terhenti bila permintaan efektif secara keseluruha tidak
melebihi, pada
tingkat harga yang berlaku, jumlah output yang tersedia.
c. Teori Strukturalis merupakan teori inflasi yang mencari
faktor apa saja yang
menyebabkan inflasi dalam jangka yang panjang. Teori ini
menekankan pada
ketegaran dari struktur perekonomian negara berkembang. Dalam
teori ini ada
dua ketegaran utama didalam perekonomian negara berkembang yang
bisa
menyebabkan inflasi yaitu:
1) Ketegaran dalam ketidak-elastisan dalam pendapatan ekspor,
dimana
pertumbuhan jumlah ekspor yang sangat lamban bila
diperbandingkan
dengan pertumbuhan sektor yang lainnya.
2) Ketegaran dalam ketidak-elastisan dari penyediaan atau hasil
produksi
bahan pangan dari dalam negeri, jadi hasil produksi bahan pangan
dari
dalam negeri tidak sebanding dengan bertambahnya jumlah
penduduk
dan pendapatan perkapita.
Proses inflasi tarjadi yang disebabkan kedua faktor dalam
kenyataanya tidak
bisa dipisahkan karena keduanya saling berhubungan erat.
-
2.2.4. Efek Inflasi
Efek kejadian inflasi dalam suatu negara, akan berpengaruh
terhadap tidak
meratanya pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk
nasional, menurut Nopirin
(2013:106) efek tersebut adalah:
a. Efek terhadap pendapatan
Inflasi berdampak pada pemerataan terhadap pendapatan,
terjadinya inflasi ada
pihak yang dirugikan ada pula yang diuntungkan, pihak yang
dirugikan dengan
terjadinya inflasi adalah orang yang memperoleh pendapatan tetap
dan orang
yang mempunyai pinjaman di bank, hal ini akan berdampak pada
kemampuan
melaksanakan kewajiban membayar tagihan dan pemberian bunga
sesuai
jangka waktu yang telah di sepakati. Demikian juga pemberi
pinjaman yang
akan mendapatkan bunga pinjaman lebih rendah dari laju inflasi.
Sementara
yang akan diuntungkan dengan inflasi adalah yang punya kekayaan
yang tidak
dalam wujud uang sebab nilainya akan naik dengan prosentase
lebih besar dari
laju inflasi atau orang yang pendapatannya naik lebih besar dari
laju inflasi.
b. Efek terhadap alokasi faktor produksi (Efficiencyeffects)
Alokasi faktor produksi bisa diubah dengan adanya inflasi,
naiknya permintaan
terhadap berbagai macam barang akan mendorong perubahan
produksi
terhadap barang tersebut, jadi karena terjadi inflasi akan
mendorong naiknya
produksi suatu barang hal ini disebabkan permintaan barang
tersebut
mengalami kenaikan pesat bila dibandingakan barang lain.
-
c. Efek terhadap produk nasional (Output Effects)
Efek equity dan efficiency dalam analisisnya mengunakan anggapan
bahwa
keluaran produk tetap, akan lain dengan output effek karena
akan
mengakibatkan naik atau turunnya output.
2.2.5. Hubungan Inflasi dengan Kredit Bermasalah
Hubungan inflasi dengan kredit bermasalah, bisa dilihat dari
peningkatan
inflasi akan memberikan sinyal negatif bagi pelaku usaha, efek
terjadinya inflasi bagi
pelaku usaha ada dua yaitu pendapatan bisa meningkat dan biaya
juga bisa naik, jika
naiknya pendapatan lebih rendah daripada naiknya biaya produksi
akan membawa
dampak negatif bagi pelaku usaha, hal ini akan menurunkan
profitabilitasnya.
Menurunnya kemampuan menghasilkan laba usaha yang dialami pelaku
usaha, akan
mengakibatkan pelaku usaha menagalami kesulitan dalam memenuhi
kewajiban atas
pinjaman dan membayar suku bunga sesuai dengan kesepakatan.
Suatu negara bila inflasi dalam keadaan naik terus akan
berakibat buruk bagi
perekonomian. Masyarakat akan kehilangan kemampuan daya beli,
karena terjadi
penurunan nilai mata uang dalam negari. Hal ini yang akan
membawa pengaruh
negatif bagi dunia usaha yang berakibat debitur tidak mampu
membayar kewajibannya
sesuai dengan kesepakatan yang ada sehingga kredit bermasalah
akan meningkat.
-
2.3. Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga merupakan faktor eksternal yang di
identifikasi sebagai
penyebab kredit bermasalah, Tingkat suku bunga merupakan harga
yang harus dibayar
oleh bank kepada pemilik simpanan dan harga yang harus dibayar
oleh penerima
pinjaman untuk suatu jangka waktu tertentu. Berikut ini akan
dijelaskan pengertian
tingkat suku bunga, teori tingkat suku bunga, hubungan Tingkat
suku bunga dengan
kredit bermasalah.
2.3.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga
Salah satu aspek penting dalam pasar uang adalah tingkat suku
bunga.
Pengertian bunga menurut Kasmir (2001:121) merupakan suatu harga
yang menjadi
kewajiban bank untuk dibayarkan kepada pemilik simpanan dan
harga yang menjadi
kewajiban untuk dibayar oleh penerima pinjaman. menurut
Samuelson dan Nordhaus,
(1988;174) adalah harga yang harus dibayar. Sementara menurut
Boediyono (2010:75)
Pengertian Tingkat Bunga adalah harga yang dinyatakan dalam
bentuk persen karena
menggunakan uang untuk suatu kurun waktu.
Dari beberapa pengertian tingkat suku bunga diatas akan ditarik
kesimpulan.
Pengertian tingkat suku bunga adalah harga yang wajib di
bayarkan oleh bank kepada
pemilik simpanan dan harga yang harus di bayarkan oleh penerima
pinjaman serta
dinyatakan dalam persen untuk suatu jangka waktu. Jadi tingkat
bunga sebagai harga
karena terjadi pertukaran satu rupiah sekarang dengan satu
rupiah nanti semisal
setahun.
-
Pengertian suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI rate adalah
suku bunga
kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter
yang ditetapkan
oleh bank Indonesia kepada publik. Dengan mempertimbangkan
faktor-faktor lain
dalam perekonomian BI pada umumnya akan menaikan BI Rate apabila
inflasi ke
depan di perkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan.
Sebaliknya, BI akan
menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada
di bawah yang
ditetapkan.
2.3.2. Teori Tingkat Suku Bunga
Teori tingkat bunga secara garis besar ada dua macam teori yaitu
teori klask
dan teori kuantitas uang menurut Nopirin (2015:70) yaitu:
a. Teori Klasik tentang Tingkat Bunga
Tabungan menurut teori klasik adalah fungsi dari tingkat bunga.
Makin tinggi
tingkat bunga makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk
menabung,
artinya pada tingkat bunga yang lebih tinggi masyarakat akan
terdorong untuk
mengorbankan/mengurangi pengeluarannya untuk konsumsi guna
menambah
tabungan. Investasi juga tergantung/merupakan fungsi dari
tingkat bunga,
makin tinggi tingkat bunga, keinginan untuk melakukan investasi
juga makin
kecil, makin rendah tingkat bunga, maka pengusaha akan lebih
terdorong untuk
melakukan investasi, sebab biaya pengunaan dana makin kecil.
Menurut paham
klasik uang tidak mempunyai pengaruh terhadap sektor riil, tidak
ada
pengaruhnya terhadap tingkat bunga, kesempatan kerja atau
pendapatan
nasional. Pendapatan nasional akan ditentukan oleh jumlah dan
kualitas
-
daripada tenaga kerja, jumlah daripada modal yang dipakai serta
teknologi,
tanpa perubahan dari faktor-faktor produksi, maka pendapatan
nasional tidak
akan berubah.
b. Teori Kuantitas Uang
Uang pengaruhnya hanyalah terhadap harga-harga barang,
bertambahnya uang
beredar akan mengakibatkan kenaikan harga saja. Jumlah output
yang
dihasilkan tidak berubah, inilah yang sering disebut classical
dichotomy,
merupakan pemisah sektor moneter dengan sektor riil, sektor
moneter tidak
ada hubungannya dengan sektor riil. Menurut teori kuantitas uang
perubahan
jumlah uang yang beredar akan mengakibatkan perubahan harga
secara
proposional, artinya kalau jumlah uang naik dua kali, maka harga
akan naik
dua kali juga.
2.3.3. Hubungan Tingat Suku Bunga dengan Kredit Bermasalah
(NPL)
Hubungan antara suku bunga dengan kredit bermasalah, terjadi
pada saat Bank
Indonesia sebagai otoritas moneter melakukan beberapa kebijakan.
Salah satunya
kebijakan suku bunga Kredit. Pada kebijakan menaikan dan
menurunkan suku bunga
kredit bertujuan untuk mengendalikan angka penyaluran kredit
yang berlaku di
masyarakat. Persoalan akan timbul jika ternyata meminjam pada
suku bunga kredit
yang murah namun pada pengunaan dana tersebut terjadi pada saat
kondisi ekonomi
sedang tidak kondusif atau mengalami kelesuan dengan jangka
waktu yang lama,
disinilah menimbulkan kredit bermasalah.
-
Tingkat Suku bunga yang berfluktuatif juga akan menimbulkan
kondisi
ketidakpastian dalam perekonomian nasional, menyulitkan analisis
perkembangan
keadaan ekonomi yang akan datang. Persoalan akan timbul adalah
kenaikan suku
bunga kredit akan berimplikasi terhadap meningkatnya jumlah
kredit bermasalah. Jadi
terjadinya kenaikan pada rasio kredit bermasalah ini bisa di
sebabkan oleh
ketidakmampuan kreditur untuk mengembalikan pinjaman yang
diberikan oleh
perbankan, jika dihubungkan dengan aktifitas pemakaian dana
kredit dengan
pengunaan dana kredt untuk memberikan keuntungan (profit).
2.4. Hasil Penelitian Yang Relevan
Linda, Megawati, dan Deflinawati (2015) dalam “Pengaruh Inflasi,
Kurs dan
Tingkat Suku bunga terhadap Non PerformingLoan Pada PT. Bank
Tabungan Negara
(PERSERO) Tbk Cabang Padang” menganalisis Pengaruh inflasi,
kurs, dan tingkat
suku bunga terhadap Non PerformingLoan. Variabel Dependennya
Non
PerformingLoan, dan variabel independennya Inflasi, Kurs, dan
Tingkat Suku Bunga.
Hasil penelitian ini inflasi, dan tingkat suku bunga secara
individual berpengaruh
signifikan terhadap non performingloan pada PT Bank Tabungan
Negara (Persero)
Cabang Padang, sedangkan kurs tidak berpengaruh signifikan
terhadap non
performingloan pada PT Bank Tabungan Negara (Persero)Cabang
Padang.
Yulita (2014) dalam “Analisis Pengaruh Faktor Makroekonomi
terhadap
Tingkat Kredit Bermasalah pada Bank Umum di Indonesia”.
Menganalisis Pengaruh
BI rate, Nilai Tukar, dan Pertumbuhan total kredit terhadap
kredit bermasalah pada
bank umum. Variabel dependennyaTingkat kredit bermasalah,
variabel independenya
-
BI rate, Nilai tukar, dan pertumbuhan total kredit. Hasil
penelitian ini menunjukkan
adanya pengaruh positif yang signifikanantara BI rate terhadap
NPL dan nilai tukar
terhadap NPL, sedangkanpertumbuhan total kredit berpengaruh
secara signifikan
negatif terhadap NPL.Hasil estimasi regresi menunjukkan
kemampuan prediksi model
69,9% sedangkan 30,1% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain di
luar model yang belum
tercakup.
Persamaan Penelitian ini dengan penelitian yang relevan terletak
pada subjek
penelitiannya yakni pengaruh faktor ekternal dari bank terhadap
kredit bermasalah.
Sedangkan perbedaannya dengan penelitian yang relevan terletak
pada subjek
penelitianya dua peneliti terdahulu dilakukan di Bank Umum,
sedang penelitian ini
dilakukan di Bank Perkriditan Rakyat (BPR).
2.5. Kerangka Berpikir
Kerangka dasar penelitian menggambarkan variabel yang digunakan
dalam
penelitian maupun model hipotesis yang digunakan. Kerangka
berfikir Kredit
bermasalah disebabkan oleh faktor eksternal dari bank, menurut
Suhardjono
(2002:473) Faktor-faktor ekternal yang dapat di identifikasikan
sebagai penyebab
kredit bermasalah, antara lain: meningkatnya suku bunga
pinjaman, resesi, devaluasi,
inflasi, deflasi dan kebijakan moneter lainnya. Dalam penelitian
ini akan
memfokuskan pada seberapa besar pengaruh inflasi dan tingkat
suku bunga terhadap
kredit bermasalah.
Kejadian inflasi di suatu negara bila dalam keadaan naik terus
akan berakibat
buruk bagi perekonomian. Masyarakat akan kehilangan kemampuan
daya beli, karena
-
terjadi penurunan nilai mata uang dalam negari. Hal ini yang
akan membawa pengaruh
negatif bagi dunia usaha yang berakibat debitur tidak mampu
membayar kewajibannya
sesuai dengan kesepakatan yang ada sehingga kredit bermasalah
akan meningkat.
Tingkat Suku bunga yang berfluktuatif juga akan menimbulkan
kondisi
ketidakpastian dalam perekonomian nasional, menyulitkan analisis
perkembangan
keadaan ekonomi yang akan datang. Persoalan akan timbul adalah
kenaikan suku
bunga kredit akan berimplikasi terhadap meningkatnya jumlah
kredit bermasalah. Jadi
terjadinya kenaikan pada rasio kredit bermasalah ini bisa di
sebabkan oleh
ketidakmampuan kreditur untuk mengembalikan pinjaman yang
diberikan oleh
perbankan, jika dihubungkan dengan aktifitas pemakaian dana
kredit dengan
pengunaan dana kredit untuk memberikan keuntungan (profit).
Kerangka berpikir penelitian dapat digambarkan dengan model
hipotesis
seperti berikut ini:
Gambar 2.1
Kerangka Hipotesis
Pengaruh Inflasi Dan Tingkat Bunga Terhadap Kredit
Bermasalah
(Non PerformingLoan) pada Bank Perkreditan RakyatSecara
Nasional
( X1 )
( Y )
( X 2 )
-
Keterangan :
1. X1 : Inflasi
2. X2 : Tingkat suku bunga
3. Y : Kredit bermasalah (NPL)
4. Pengaruh variabel X terhadap Y
2.6. Hipotesis Penelitian
Hipotesis Menurut Sugiyono (2015:96) merupakan jawaban
sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan penelitian
telah dinyatakan
dalam bentuk kalimat pertanyaan. Berd𝑎𝑠arkan permasalahan yang
ada, maka
perumusan hipotesis sebagai berikut:
a. Hipotesis pengaruh inflasi terhadap kredit bermasalah (NPL)
Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) secara nasional pada tahun 2007-2017.
Hipotesis kerja : Inflasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap
kredit bermasalah (NPL) pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
secara
nasional pada tahun 2007-2017.
Hipotesis statistik
Ho : ß1 = 0
Ha : ß1> 0
b. Hipotesis pengaruh tingkat suku bunga terhadap kredit
bermasalah pada Bank
Perkreditan Rakyat secara nasional pada tahun 2007-2017.
-
Hipotesis kerja : Tingkat suku bunga berpengaruh positif dan
signifikan
terhadap kredit bermasalah (NPL) pada Bank Perkreditan Rakyat
(BPR)
secara nasional pada tahun 2007-2017.
Hipotesis statistik
Ho : ß2= 0
Ha : ß2>0
c. Hipotesis pengaruh inflasi dan Tingkat suku bunga terhadap
kredit bermasalah
(NPL) pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) secara nasional pada
tahun 2007-
2017.
Hipotesis kerja : inflasi dan tingkat suku bunga berpengaruh
positif dan
signifikan terhadap kredit bermasalah (NPL) pada Bank
Perkreditan
Rakyat (BPR) secara nasional pada tahun 2007-2017.
Hipotesis statistik
Ho : ß1ß2= 0
Ha : ß1ß2>0