Top Banner
11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konflik Defini konflik adalah kondisi munculnya dua kebutuhan atau lebih pada waktu yang bersamaan. Menurut Lewin (dalam Akmal, 2016) menyatakan bahwa seseorang berada di bawah tekanan dalam merespon perubahan-perubahan yang disebut lokomosi pada lapangan kehidupannya, akan terdapat vektor-vektor yang saling bertolak belakang serta tarik-menarik. Oleh karenanya, seseorang pada lapangan psikologi tertentu akan mengalami tekanan batin maupun konflik yang selalu diiringi dengan motif. Konflik terjadi karena seseorang berada di bawah tekanan untuk merespon daya-daya tersebut secara simultan. Bila dua motif saling bertentangan, kepuasan motif yang satu akan menimbulkan frustasi pada motif lain. Dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan kondisi dalam lapangan kehidupan individu dengan adanya kekuatan saling bertentangan arah namun mempunyai porsi kekuatan yang sama. Dalam mengupas konsep konflik perlu dipahami konsep kehidupan. Menurut teori Kurt Lewin (dalam Akmal, 2016) teori lapang mengutamakan keseluruhan studinya mengenai jiwa manusia. Hal yang penting pada teori ini adalah lapangan, di dalam psikologi diartikan sebagai lapangan kehidupan. Lapangan kehidupan seseorang mempertimbangkan banyak hal mengenai dirinya sendiri. 2.1.1 Teori Lapangan Teori lapangan (Field Theory) terutama dikembangkan oleh Kurt Lewin (Alwisol, 2017:317). Lewin sangat dipengaruhi oleh aliran Psikologi Gestalt, sehingga teori lapangan mengutamakan keseluruhan daripada elemen atau bagian-
17

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konflik

Oct 27, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konflik

11

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konflik

Defini konflik adalah kondisi munculnya dua kebutuhan atau lebih pada waktu

yang bersamaan. Menurut Lewin (dalam Akmal, 2016) menyatakan bahwa

seseorang berada di bawah tekanan dalam merespon perubahan-perubahan yang

disebut lokomosi pada lapangan kehidupannya, akan terdapat vektor-vektor yang

saling bertolak belakang serta tarik-menarik. Oleh karenanya, seseorang pada

lapangan psikologi tertentu akan mengalami tekanan batin maupun konflik yang

selalu diiringi dengan motif. Konflik terjadi karena seseorang berada di bawah

tekanan untuk merespon daya-daya tersebut secara simultan. Bila dua motif saling

bertentangan, kepuasan motif yang satu akan menimbulkan frustasi pada motif lain.

Dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan kondisi dalam lapangan kehidupan

individu dengan adanya kekuatan saling bertentangan arah namun mempunyai porsi

kekuatan yang sama.

Dalam mengupas konsep konflik perlu dipahami konsep kehidupan. Menurut

teori Kurt Lewin (dalam Akmal, 2016) teori lapang mengutamakan keseluruhan

studinya mengenai jiwa manusia. Hal yang penting pada teori ini adalah lapangan,

di dalam psikologi diartikan sebagai lapangan kehidupan. Lapangan kehidupan

seseorang mempertimbangkan banyak hal mengenai dirinya sendiri.

2.1.1 Teori Lapangan

Teori lapangan (Field Theory) terutama dikembangkan oleh Kurt Lewin

(Alwisol, 2017:317). Lewin sangat dipengaruhi oleh aliran Psikologi Gestalt,

sehingga teori lapangan mengutamakan keseluruhan daripada elemen atau bagian-

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konflik

12

bagian di dalam studinya tentang jiwa manusia. Unsur yang terpenting dari teori

ini adalah lapangan kehidupan, yang dalam psikologi diartikan sebagai lapangan

kehidupan (life space).

a. Lapangan Kehidupan

Lapangan kehidupan dari seorang individu terdiri dari pribadi individu

(person), lingkungan psikologi (psychological environment) serta lingkungan non-

psikologis yang hanya ada pada saat memperhitungkan hal-hal yang ada bagi

individu bersangkutan. Jadi, apa yang ada bagi individu belum tentu ada secara

objektif, sedangkan apa yang ada secara objektif belum tentu ada secara subjektif.

Dengan begitu akan nampak bahwa yang lebih dipentingkan adalah deskripsi

subjektif.

Lapangan kehidupan terbagi dalam wilayah-wilayah (region) yang disebut

lingkungan kehidupan (life-sphere). Dalam lingkungan kehidupan ada yang

sifatnya nyata (reality) seperti ibu, teman, pekerjaan, dan ada pula yang maya

(irreality) seperti cita-cita atau harapan. Jadi, lapangan kehidupan memiliki dimensi

nyata-maya (dimensi R-I).

b. Tingkah Laku dan Lokomosi

Menurut Lewin (dalam Alwisol, 2017) menyatakan bahwa tingkah laku adalah

lokomosi atau gerakan pada lapangan kehidupan yang ditentukan oleh resultan

kekuatan pendorong dan penghambat. Dalam lokomosi karakteristik utama dari

perilaku adalah: pertama, perilaku selalu terjadi dalam lingkungan psikilogi

tertentu, dan kedua, perilaku bersifat terarah atau memiliki arah. Konsep arah

mengacu pada perubahan suatu aktivitas ke aktivitas lain. Aktivitas itu sendiri

merupakan wilayah (region) dalam lapangan kehidupan orang yang bersangkutan,

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konflik

13

pada saat berlangsungnya perilaku. Sehingga, konsep arah melibatkan dua wilayah.

Wilayah pertama merupakan wilayah bagi aktivitas yang sedang berlangsung, dan

wilayah kedua adalah wilayah yang membuat seseorang bergerak mendekati dan

menjauhi.

c. Daya

Bagi Lewin (dalam Alwisol, 2017) definisi daya adalah suatu hal yang

menyebabkan perubahan. Perubahan terjadi jika pada suatu wilayah ada valensi

tertentu. Valensi merupakan region dari lingkungan psikologis bagi pribadi. Valensi

dapat bersifat negatif atau positif tergantung pada daya tolak yang ada pada wilayah

tersebut. Misalnya, bagi orang lapar region yang berisi makanan mempunyai

valensi positif. Sebaliknya orang yang takut dengan anjing, region yang berisi

anjing mempunyai valensi negatif, karena region itu justru meningkatkan

ketegangan atau rasa takut. Pada dasarnya, besarnya valensi ditentukan oleh

kebutuhan nilai makanan tergantung kepada tingkat kelaparan seseorang.

Valensi merupakan istilah kimia yang dipakai Kurt Lewin dalam psikologi

medan yang diciptakannya. Setiap pribadi memiliki penilaian tersendiri terhadap

lingkungan. Valensi bertujuan untuk memberikan arah pada lingkungan psikologis

yang ada dalam diri individu. Dengan demikian, valensi tidak akan memberikan

dorongan secara pribadi yang bergerak menjauhi lingkungan psikologis. Valensi

memiliki tiga sisi, yaitu:

Pertama, Valensi Positif Merupakan valensi yang menjadi obyek tujuan di

dalam lingkugan. Misalnya, makanan menjadi objek tujuan rasa lapar dan minuman

menjadi tujuan objek rasa haus. Jadi seseorang akan bertindak sesuai dengan objek

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konflik

14

yang dijadikan tujuan. Valensi positif yang ada dalam lingkup psikologis dapat

digambarkan seperti gambar berikut.

Gambar 2.1 Valensi Positif

Kedua, valensi negatif merupakan valensi yang menjadi penolakan objek.

Misalnya, objek yang ditolak adalah sebuah kotoran; harimau dan buaya juga

merupakan objek yang ditolak, ditakuti, kemudian dihindari. Maka, seseorang akan

berupaya untuk menjauhi objek yang menakuti atau mengganggunya. Valensi

negatif yang ada dalam lingkup psikologis dapat digambarkan seperti gambar

berikut.

Gambar 2.2 Valensi Negatif

Ketiga, valensi netral yang valensinya ditandai dengan simbol 0. Valensi netral

yang memiliki arti tidak diinginkan dan juga tidak ditolak. Misalnya, pada

pemungutan suara mengenai sebuah masalah, kemudian ada yang netral dan berarti

tidak memilih maupun tidak menerima. Gambaran valensi netral pada ranah

psikologis dapat dilihat sebagai berikut:

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konflik

15

Gambar 2.3 Valensi Netral

Valensi bukanlah kekuatan melainkan daya tarik dan daya tolak. Valensi

merupakan sebuah kuantitas yang mempunyai beberapa variasi. Ada yang kuat,

lemah, dan ada pula yang sedang. Kekuatan valensi tergantung pada keperluan serta

faktor-faktor psikologis yang terdapat dalam lingkungan individu (Gerungan,

2010:151). Misalnya, ada seseorang yang kelaparan, maka ia akan makan. Maka

makanan seperti nasi akan menjadi kekuatan besar pada orang tersebut. Di samping

itu, faktor lingkungan akan memengaruhi kekuatan daya tarik nasi. Suatu valensi

berkaitan dengan sebuah kebutuhan. Artinya, suatu daerah tertentu dalam ruang

hidup bisa jadi memiliki nilai positif atau negatif bergantung secara langsung pada

suatu sistem dalam suatu tegangan personal.

Lewin (dalam Irwanto, 2002) membagi daya dalam beberapa jenis, yaitu:

pertama, daya pendorong yang mengarahkan pergerakan atau lokomosi ke wilayah

tertentu. Kedua, daya yang menghambat berupa batas-batas fisik atau sosial yang

dapat menghambat pergerakan. Ketiga, daya yang berasal dari kebutuhan diri

sendiri berfungsi untuk merefleksikan kehendak seseorang untuk melakukan

sesuatu. Keempat, daya yang berasal dari orang lain berupa hubungan dengan

kehendak orang lain, seperti perintah orang tua atau teman. Kelima, daya

impersonal yang berasal dari norma sosial dan bersifat menghambat seperti orang

yang tidak bicara keras-keras di tengah malam buta karena terhambat norma sosial.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konflik

16

d. Ketegangan

Lewin dalam (Alwisol, 2017) mendefinisikan ketegangansebagai ekadaan

darisuatu sistem yang berhubungan dengan keadaan sistem-sistem lain di

sekelilingnya. Ketegangan mempunyai sifat yang cenderung menjadi seimbang,

yaitu jika sistem a berada dalamkeadaan tegangan tinggi dan sistem b, c, d dalam

keadaan tegangan rendah,maka ketegangan cenderung untuk bergerak dari ake b-c-

d, sampai ke empat sistem itu berada dalam tegangan yang sama.

Meredakan ketegangan tidak berarti bahwa ketegangan itu harus hilang sama

sekali, melainkan ketegangan itu disebarkan secara merata dari suatu region ke

region lain dalam lapangan kehidupan. Dengan begitu, peredaan ketegangan berarti

tercapainya keseimbangan diantara region-region yang menghasilkan ketegangan

di suatu daerah tertentu bisa mereda, tetapi secara umum ketegangan di seluruh

lapangan kehidupan belum tentu reda.

2.1.2 Konflik Internal

Konflik internal adalah konflik yang terjadi dalam hati dan jiwa individu.

Konflik internal merupakan konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri

yang bisa disebut konflik batin atau konflik kejiwaan. Konflik jiwa dialami setelah

ada pertentangan atau gangguan batin seseorang. Konflik batin yang terus menerut

terjadi menyebabkan individu, watak, dan pemikiran yang menyimpang. Plato

(dalam Gerungan, 2010) berpendapat bahwa jiwa manusia itu terbagi atas dua

bagian, yaitu jiwa rohaniah dan jiwa badaniah. Jiwa rohaniah tidak pernah akan

mati dan berasal dari dunia abadi, sedangkan jiwa badaniah akan gugur bersama-

sama dengan raga manusia. Jiwa rohaniah berpangkal pada rasio dan logika

manusia yang merupakan bagian jiwa tertinggi sebab tidak pernah mati dan

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konflik

17

memiliki tugas untuk menemukan kebenaran abadi yang terletak di balik kenyataan

dunia, yaitu dengan cara berpikir dengan rasio berserta mengingat ide-ide yang

benar dan yang berasal dari dunia abadi. Misalnya, hal itu terjadi akibat adanya

pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda, harapan-

harapan, atau masalahmasalah lainnya (Gerungan, 2010:22).

2.1.3 Konflik Eksternal

Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara individu dengan sesuatu

yang di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam atau dengan lingkungan

manusia. Menurut Jones (dalam Gerungan, 2010) konflik eksternal dibedakan

menjadi dua, yakni konflik fisik dan konflik sosial. Konflik fisik merupakan konflik

yang disebabkan adanya pembenturan antara tokoh dengan lingkungan alam.

Konflik fisik sering terjadi yang disebabkan oleh bencana alam seperti kebanjiran,

kemarau panjang, gunung meletus. Sedangkan pada konflik sosial disebabkan oleh

adanya kontak sosial antar manusia, atau masalah-masalah yang muncul akibat

adanya pertentangan antara tokoh yang satu dengan tokoh lain. Konflik sosial

sering dijumpai berupa masalah penindasan, percekcokan, peperangan, atau kasus-

kasus hubungan sosial lainnya.

2.1.4 Bentuk-bentuk Konflik

Kurt Lewin (dalam Alwisol, 2017) mendefinisikan bentuk-bentuk konflik

berdasar situasi ketika seseorang menerima kekuatan-kekuatan sama besar tetapi

berlawanan arah, meliputi:

a. Konflik Mendekat-Mendekat (Approach-Approach Conflict)

Pada konflik mendekat-menjauh, individu (P) berada dalam dua valensi positif

yang sama kuat. Misalnya seseorang dihadapkan pada dua opsi yang disukainya.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konflik

18

Seperti anak kecil yang dihadapkan dengan dua pilihan, di mana kedua pilihan itu

sama-sama disenanginya namun anak tersebut harus memilih salah satunya.

Contohnya saat seorang anak harus memilih antara piknik bersama keluarga (G1)

atau bermain dengan temannya (G2). Region piknik bersama keluarga (G1) atau

bermain bersama teman (G2). Konflik Mendekat-Mendekat akan terjadi saat daya

menuju G1 memiliki kekuatan yang sama menuju G2. Jika satu kekuatan daya

meninggi maka valensi pada daerah yang diinginkan akan menjadi kuat dan jarak

psikologi menuju daerah tersebut akan berkurang. Jadi, pada saat hal tersebut

dialami individu maka konflik yang dihadapinya akan berkurang.

b. Konflik Menjauh-Menjauh (Avoidance-Avoidance Conflict)

Pada konflik Menjauh-Menjauh, merupakan dua kekuatan yang menghambat

ke arah negatif atau arah yang berlawanan. Misalnya, seseorang yang dihadapkan

pada lebih dari satu kebutuhan yang muncul bersama dengan membawa nilai

negatif terhadap individu. Dalam konflik menjauh-menjauh, individu akan berada

di dua valensi negatif dengan kadar kekuatan yang sama. Contohnya, seorang supir

yang memutuaskan berhenti untuk beristirahat di sebuah warung. Ia ingin membeli

bir agar terlihat berkelas di mata supir lainnya (G1) namun ia tidak ingin mabuk

yang nantinya akan membahayakan dirinya saat mengemudi (G2). Daya yang

dimiliki dalam kehidupan orang tersebut (P) semuanya menjauhi G1 dan G2.

Dengan demikian P berada dalam konflik antara menghadapi pandangan tidak

berkelas yang ditujukan oleh supir lain tapi tidak beresiko terhadap pekerjaannya.

c. Konflik Mendekat-Menjauh (Approach-Avoidance Conflict)

Konflik mendekat-menjauh, dua kekuatan mendorong dan menghambat

muncul dari satu tujuan, misalnya orang dihadapkan dengan dua pilihan sekaligus

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konflik

19

mengandung unsur yang disenangi dan tidak disenanginya. Dalam konflik ini P

menghadapi valensi positif dan negatif pada jurusan yang sama. Contohnya, remaja

(P) yang ingin sekali mengikuti kontes menyanyi padahal ia sadar kemampuannya

tidak seberapa. Sebagian daya mengarahkan P untuk mendaftarkan diri pada kontes

(G+). Namun sebagian daya lain menghambat P karena ia khawatir akan

ditertawakan oleh orang lain karena kemampuan bernyanyinya yang buruk (G-).

Konflik ini merupakan konflik yang paling sulit untuk dipecahkan (Shofiyatun,

2009:15). Karena orang yang bersagkutan tertarik sekaligus menghindari satu

wilayah yang sama. Karena wilayah tersebut bervalensi positif, P mendekatinya.

Tetapi begitu didekati, velensi negatif yang ada di wilayah tersebut menjadi lebih

kuat. Jika pada suatu titik ketika P mendekati wilayah itu, valensi negatif menjadi

lebih kuat dari valensi positif, P akan berhenti mencapai wilayah tersebut. Karena

wilayah yang menjadi tujuan tidak tercapai, P bisa mengalami frustasi. Walaupun

ketika wilayah yang dituju dapat tercapai kemungkinan frustasi tetap ada. Bahkan

pada beberapa waktu setelah tujuan tercapai, orang tersebut mungkin masih tidak

merasa nyaman karena valensi negatif yang tetap melekat di wilayah itu. Baik

seseorang mengalami frustasi karena telah mencapai tujuan dengan lambat maupun

karena tidak mencapai tujuan sama sekali, reaksi emosional seperti takut, marah,

dan benci biasanya menyertai konflik mendekat-menjauh.

2.1.5 Bentuk-Bentuk Penyelesaian Konflik

Menurut Horney (dalam Alwisol, 2017) ada tiga bentuk penyelesaian konflik

yang diambil seseorang untuk dapat meredam konflik yang tengah dihadapinya,

meliputi:

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konflik

20

a. Bergerak Mendekat Orang Lain

Orang mendekati orang lain sebagai usaha untuk melawan perasaan tidak

berdaya. Orang yang merasa selalu kalah atau mudah kalah menjadi sangat

membutuhkan kasih sayang-penerimaan, dan membutuhkan partner kuat yang

dapat mengambil tanggung jawab terhadap kehidupannya. Horney menamakan

kebutuhan ini sebagai ketergantungan yang tidak normal sebagai lawan dari saling

tergantung.

b. Bergerak Melawan Orang Lain

Orang agresif memandang orang lain sebagai musuh, dan memakai strategi

melawan orang lain untuk meredakan emosinya. Seperti halnya memanfaatkan

orang lain untuk keuntungan pribadinya serta berusaha untuk terlihat superior,

sempurna, dan kuat.

c. Bergerak Menjauh dari Orang Lain

Kebanyakan individu merasa nyaman ketika memisahkan diri atau menjauh

dari orang lain. Strategi ini adalah ekspresi kebutuhan keleluasaan pribadi,

kemandirian, dan kecukupan diri sendiri. Kebutuhan semacam itu dapat

menimbulkan tingkah laku yang positif, tetapi juga bisa negatif jika seseorang

berusaha memuaskan diri dengan mengambil jarak secara emosionaldengan orang

lain.

2.2 Unsur Pembangun Novel

Stanton (dalam Suharianto, 2005) mendeskripsikan unsur-unsur karya sastra

terdiri atas tema, fakta cerita, dan sarana cerita. Tema adalah pokok permasalahan

yang mendominasi suatu karya sastra. Sejalan dengan pernyataan tersebut,

Nurgiyantoro (2010:25) memapaparkan tema adalah sesuatu yang menjadi dasar

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konflik

21

cerita. Unsur pembangun cerita merupakan hal-hal yang akan diceritakandidalam

sebuah prosafiksi. Unsur-unsur tersebut meliputi tokoh, penokohan, alur, dan plot.

2.2.1 Tokoh

Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa dalam berbagai

peristiwa (Suharianto, 2005:33). Sementara itu menurut Abrahams (dalam

Nurgiyantoro, 2010) menyatakan bahwa tokoh cerita adalah orang-orang yang

ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama. Oleh pembaca ditafsirkan

memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan

dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah

individu rekaan dalam suatu karya sastra seperti novel yang memiliki karakter

tertentu sebagai pelaku yang dikenai peristiwa-peristiwa dalam cerita. Dalam

kaitannya dengan keseluruhan cerita, tokoh dibedakan menjadi bermacam-macam

berdasar dari segi tinjaunnya. Suharianto (2005:34) membedakan tokoh menjadi

beberapa jenis menurut kriterianya. Berdasarkan fungsinya, tokoh dibedakan

menjadi empat jenis yaitu tokoh sentral atau tokoh protagonis, tokoh antagonis,

tokoh wirawan, dan tokoh bawahan.

Tokoh yang memegang peran pimpinan disebut tokoh utama atau tokoh

protagonis. Tokoh sentral atau protagonis adalah tokoh yang selalu muncul dalam

cerita yaitu tokoh yang memegang peranan pimpinan. Ia menjadi pusat sorotan

dalam cerita. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang menentang tokoh

protagonis. Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan menjadi

tokoh sederhana (simple atau flat character) dan tokoh kompleks atau tokoh bulat

(complex atau round character). Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konflik

22

memiliki satu kualitas pribadi tertentu dan satu sifat atau watak tertentu. Tokoh

sederhana tidak diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Ia tidak

memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca.

Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, dan hanya

mencerminkan satu watak tertentu. Tokoh bulat adalah tokoh yang memilki dan

diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya, dan jati

dirinya (Nurgiyantoro, 2010:30-31).

2.2.2 Penokohan

Penokohan atau perwatakan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita baik

keadaan lahirnya ataupun keadaan batinnya yang dapat berupa; pandangan

hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya dan sebagainya (Suharianto,

2005:75). Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh.

Jadi, penokohan merupakan pelukisan atau penciptaan citra tokoh yang ditampilkan

dalam sebuah cerita.

Ada beberapa metode penyajian watak tokoh atau penokohan. Babirin (dalam

Suharianto, 2005) menyatakan bahwa ada dua macam cara penggambaran tokoh

dan perwatakan dalam novel meliputi: pertama, penokohan secara analitik yaitu

pengarang langsung memaparkan tentang watak atau karakter tokoh dan pengarang

langsung menyebutkan bahwa tokoh tersebut keras hati, keras kepala, penyayang,

dan sebagainya. Kedua, penokohan secara dramatik yaitu penggambaran

perwatakan tidak diceritakan secara langsung, tetapi melalui penggambaran fisik

atau postur tubuh, cara berpakaian, tingkah laku terhadap tokoh lain, melalui dialog

saat berinteraksi dengan tokoh lain.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konflik

23

2.2.3 Alur atau Plot

Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah

cerita. Istilah alur terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal

saja. Stanton (dalam Suharianto, 2005) berpendapat bahwa peristiwa kausal

merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai

peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan

karya. Sedangkan Nurgiyantoro (2010:40) menyatakan bahwa pada umumnya plot

atau alur diciptakan melalui perbuatan, tingkah laku, dan sikap dari tokoh-

tokohnya. Alur merupakan cermin perjalanan tingkah laku para tokoh dalam

bertindak, berpikir, berasa, dan bersikap dalam menghadapi berbagai masalah

kehidupan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa plot

merupakan rangkaian peristiwa dalam cerita yang dibentuk oleg tahapan-tahapan

peristiwa yang menjalin cerita. Menurut Suharianto (2005:18) plot suatu cerita

biasanya terdiri atas lima bagian, yaitu: pertama, pemaparan atau pendahuluan

merupakan bagian cerita tempat pengarang mulai melukiskan suatu keadaan awal

cerita. Kedua, penggawatan merupakan bagian melukiskan tokoh-tokoh yang

terlibat dalam cerita mulai bergerak. Tahap mulai terasanya konflik. Ketiga,

penanjakan merupakan bagian cerita yang melukiskan konflik-konflik memuncak.

Keempat, puncak atau klimaks merupakan bagian yang melukiskan peristiwa

mencapai puncaknya. Tahap bertemunya dua tokoh yang sebelumnya saling

mencari, atau dapat juga terjadinya perkelahian antar dua tokoh. Kelima, peleraian

merupakan bagian cerita tempat pengarang memberikan pemecahan semua

peristiwa yang telah terjadi.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konflik

24

2.2.4 Latar atau Setting

Setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu,

maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis. Latar yang

memiliki fungsi fisikal berhubungan dengan tempat, dan hanya terbatas pada

sesuatu yang bersifat fisik. Sedangkan latar yang memiliki fungsi psikologis

berhubungan dengan lingkungan atau benda-benda dalam lingkungan tertentu yang

mampu menuansakan suatu makna serta mampu menggerakkan emosi atau aspek

kejiwaan pembaca (Nurgiyantoro, 2010:43).

Menurut Stanton (dalam Suharianto, 2005) latar adalah lingkungan yang

meliputi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan

peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Suharianto mengatakan bahwa latar

atau setting merupakan tempat atau waktu terjadinya cerita. Suatu cerita haikaktnya

tidak lain adalah lukisan peristiwa atau kejadian yang emnimpa atau dilakukan satu

atau beberapa orang tokoh pada suatu waktu di suatu tempat. Karena manusia atau

tokoh cerita itu tidak pernah dapat lepas dari ruang dan waktu, maka tidak mungkin

ada cerita tanpa latar atau setting.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa latar atau

setting adalah tempat atau waktu terjadinya cerita dan memiliki fisikal serta fungsi

psikologis. Menurut Nuriyantoro (2010:45) unsur latar dibedakan ke dalam tiga

unsur pokok yakni: pertama, latar tempat merupakan lokasi terjadinya peristiwa

yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Kedua, latar waktu merupakan waktu

terjadinya peristiwa dalam sebuah cerita. Ketiga, latar sosial merupakan perilaku

kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang dieritakan dalam karya fiksi.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konflik

25

2.3 Psikologi Sastra

Endraswara (2003:96) berpendapat bahwa sastra itu tidak terlepas dari

kehidupan yang menggambarkan berbagai kepribadian manusia. Penulis

meggunakan “cipta, rasa, dan karya” dalam menciptakan sebuah karya. Psikologi

sastra menyebutkan bahwa karya sastra merupakan pantulan kejiwaan. Pengarang

menangkap gejala jiwa yang kemudian diolah untuk bisa masuk dalam teks dan bisa

menghidupkan sebuah cerita dalam karya tersebut.

Siswantoro (2005:32) menyatakan psikologi sastra mempelajari fenomena

tertentu yang dialami oleh tokoh utama dalam karya sastra ketika merespon

terhadap diri dan lingkungan. Oleh sebab itu gejala kejiwaan dapat terungkap

melalui tokoh dalam sebuah karya fiksi. Secara definisi, tujuan psikologi sastra

adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung di dalam suatu karya

sastra. Melalui pemahaman terhadap tokoh, misalnya masyarakat dalam

menghadapi perubahan, kontradiksi dan penyimpangan-penyimpangan lain yang

terjadi khususnya berkaitan dengan psikis. Menurut Minderop (2010:54) ada tiga

cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dan sastra,

yaitu: a) memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis, b)

memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra, dan c)

memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca.

Sastra sebagai gejala kejiwaan yang di dalamnya mengandung fenomena-

fenomena yang nampak lewat perilaku tokoh-tokohnya. Karya sastra dapat didekati

menggunakan pendekatan psikologi karena antara sastra dengan psikologi memiliki

hubungan lintas yang bersifat tidak langsung dan fungsional. Bersifat tidak

langsung, artinya hubungan itu ada karena baik sastra maupun psikologi memiliki

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konflik

26

tempat berangkat yang sama yaitu kejiwaan manusia. Pengarang dan psikolog

sama-sama manusia biasa. Mereka mampu menangkap keadaan kejiwaan manusia

secara mendalam. Hasil penangkapannya itu setelah mengalami proses pengolahan

diungkapkan dalam bentuk sebuah karya. Psikologi dan sastra memiliki hubungan

fungsional, yakni sama-sama berguna untuk sarana mempelajari keadaan kejiwaan

orang lain. Minderop (2010:59) mengungkapkan langkah dalam memahami teori

psikologi sastra dapat melalui tiga cara. Pertama, pemahaman terhadap teori-teori

psikologi selanjutnya dilakukan analisis terhadap suatu karya. Kedua, menentukan

lebih dahulu karya sastra sebagai objek penelitian selanjutnya menentukan teori-

teori psikologi yang dianggap relevan untuk digunakan. Ketiga, secara simultan

menentukan teori dan objek penelitian.

Psikologi sastra merupakan analasis teks dengan mempertimbangkan relevansi

dan peranan studi psikologis yang berpusat pada tokoh-tokoh, maka akan dapat

dianalisis konflik batin yang mungkin saja bertentangan dengan teori psikologis.

Munculnya pendekatan psikologi dalam kritik sastra berawal meluasnya teori

psikoanalisis Freud yang diikuti oleh murid-muridnya seperti Richard dengan teori

psikologi kepribadian, serta ada Kurt Lewin dengan Psikologi Medan (Gela, 2014).

Pada penelitian ini digunakan teori Kurt Lewin mengenai psikologi medan.

Teori psikologi medan yang dikembangkan oleh Kurt Lewin banyak berhubungan

dengan konflik. Sesuai dengan fokus permasalahan pada penelitian ini yang

mengangkat konflik pada tokoh utama. Dalam pemaparannya, psikologi sastra lebih

mengacu pada sastra bukan pada psikologi praktis. dengan begitu, penerapan pada

karya sastra menentukan teori bukan teori yang menentukan karya sastra. Sehingga

pada suatu penelitian objek dipilih lebih dahulu baru kemudian menentukan kajian

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konflik

27

teori psikologi praktis yang relevan. Dalam sebuah karya sastra khususnya novel,

konflik merupakan penggerak cerita. Konflik adalah proses sosial yang saling

bertentangan antar dua pihak atau lebih yang dialami tokoh dalam cerita. Wellek

dan Werren (dalam Nurgiyantoro, 2010) berpendapat terjadinya konflik lantaran

adanya dua kekuatan yang tidak simbang menimbulkan asksi dan reaksi. Jadi dapat

dijelaskan bahwa konflik merupakan perselisihan pada suatu cerita. Dalam ilmu

sastra, konflik diartikan sebagai ketegangan cerita.