11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Pustaka 1. Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) a. Pengertian Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Baitul Mal Wattamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa at-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. BMT merupakan lembaga ekonomi atau lembaga keuangan syariah nonperbankan yang bersifat informal karena lembaga ini didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). 1 Baitul tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan pengembangan-pengembangan usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil, antara lain dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi. Sebagai lembaga sosial, baitul mal memiliki kesamaan fungsi dan peran dengan lembaga amil zakat (LAZ). Oleh karena itu, baitul mal harus didorong agar mampu berperan secara profesional menjadi LAZ yang mapan. Sementara sebagai lembaga bisnis, BMT lebih mengembangkan usahanya pada sektor keuangan, yakni simpan pinjam. 2 Secara sederhana, BMT dapat dipahami sebagai lembaga keuangan mikro yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah yang 1 Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal wa Tamwil, CV PUSTAKA SETIA, Bandung, 2013, hlm. 23. 2 M. Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan Syariah, CV PUSTAKA SETIA, Bandung, 2012, hlm. 317-318.
26
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA Deskripsi Pustaka kecil dengan ...eprints.stainkudus.ac.id/1791/5/5. BAB II.compressed.pdfdan masyarakat dari belenggu renternir, jerat kemiskinan dan ekonomi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Pustaka
1. Baitul Mal Wat Tamwil (BMT)
a. Pengertian Baitul Mal Wat Tamwil (BMT)
Baitul Mal Wattamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri
terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa at-tamwil dengan
kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan
kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang
pembiayaan kegiatan ekonominya. BMT merupakan lembaga
ekonomi atau lembaga keuangan syariah nonperbankan yang bersifat
informal karena lembaga ini didirikan oleh Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM).1
Baitul tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan
pengembangan-pengembangan usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil, antara
lain dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang
pembiayaan kegiatan ekonomi.
Sebagai lembaga sosial, baitul mal memiliki kesamaan fungsi
dan peran dengan lembaga amil zakat (LAZ). Oleh karena itu, baitul
mal harus didorong agar mampu berperan secara profesional menjadi
LAZ yang mapan. Sementara sebagai lembaga bisnis, BMT lebih
mengembangkan usahanya pada sektor keuangan, yakni simpan
pinjam.2
Secara sederhana, BMT dapat dipahami sebagai lembaga
keuangan mikro yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah yang
1Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal wa Tamwil, CV PUSTAKA SETIA,
Bandung, 2013, hlm. 23. 2 M. Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan Syariah, CV PUSTAKA SETIA, Bandung,
2012, hlm. 317-318.
12
memiliki fungsi untuk memberdayakan ekonomi umat, dan memiliki
fungsi sosial dengan turut pula sebagai institusi yang mengelola dana
zakat, infak, dan sedekah sehingga institusi yang mengelola dana
penting dalam memberdayakan ekonomi umat.
Dengan demikian, keberadaan BMT dapat dipandang memiliki
dua fungsi utama, yaitu sebagai media penyalur pendayagunaan
harta ibadah, seperti zakat, infak, sedekah dan wakaf, serta dapat
pula berfungsi sebagai institusi yang bergerak di bidang investasi
yang bersifat produktif. Sebagaimana layaknya bank. Pada funsgi
kedua dapat dipahami bahwa selain berfungsi sebagai lembaga
keuangan BMT juga berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Sebagai
lembaga keuangan, BMT berfungsi menghimpun dana dari
masyarakat (anggota BMT) yang memercayakan dananya disimpan
di BMT dan menyalurkan dana kepada masyarakat (anggota BMT)
yang diberikan pinjaman oleh BMT. Adapun sebagai lembaga
ekonomi, BMT berhak melakukan kegiatan ekonomi, seperti
mengelola kegiatan perdagangan, industri, dan pertanian.3
b. Visi dan Misi Baitul Mal Wat Tamwil (BMT)
Visi BMT, yaitu menjadi lembaga kuangan mandiri, sehat dan
kuat, yang kualitas ibadah anggotanya meningkat sedemikian rupa
sehingga mampu berperan menjadi wakil pengabdi Allah
memakmurkan kehidupan anggota pada khususnhya dan umat
manusia pada umumnya.
Misi BMT, yiatu mewujudkan gerakan pembebasan anggota
dan masyarakat dari belenggu renternir, jerat kemiskinan dan
ekonomi ribawi, gerakan pemberdayaan meningkatkan kapasitas
dalam kegiatan ekonomi riil dan kelembagaannya menuju tatanan
perekonomian yang makmur dan maju dan gerakan keadilan
membangun struktur masyarakat madani yang adil dan
3 Ibid, hlm. 318.
13
berkemakmuran berkemajuan, serta makmur maju berkeadilan
berlandaskan syariah dan ridha Allah SWT.
c. Tujuan dan Sifat Baitul Mal Wat Tamwil (BMT)
Tujuan BMT, yaitu meningkatkan kualitas usaha ekonomi
untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Sifat BMT, yaitu memiliki usaha bisnis yang bersifat
mandiri, ditumbuhkembangkan dengan swadaya dan dikelola secara
profesional serta berorientasi untuk kesejahteraan anggota dan
masyarakat lingkungannya.
d. Prinsip-Prinsip Utama Baitul Mal Wat Tamwil (BMT)
1) Keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT dengan
mengimplementasikan prinsip-prinsip syariah dam muamalah
Islam kedalam kehidupan nyata
2) Keterpaduan (kaffah) dimana nilai-nilai spiritual berfungsi
mengarahkan dan menggerakkan etika dan moral yang dinamis,
proaktif, progresif, adil, dan berakhlak mulia
3) Kekeluargaan
4) Kebersamaan
5) Kemandirian
6) Profesionalisme
7) Istikomah: konsisten, kontinuitas/berkelanjutan tanpa henti dan
tanpa pernah putus asa.4
2. Pembiayaan
a. Pengertian Pembiayaan
Istilah pembiayaan pada dasarnya lahir dari pengertian I
believe, I trust, yaitu „saya percaya‟ atau „saya menaruh
kepercayaan‟. Perkataan pembiayaan yang artinya kepercayaan
4 Andri Soemitra, Op Cit, hlm. 452-454.
14
(trust) yang berarti bank menaruh kepercayaan kepada seseorang
untuk melaksanakan amanah yang diberikan oleh bank selaku
shahibul maal. Dana tersebut harus digunakan dengan benar, adil
dan harus disertai dengan ikatan dan syarat-syarat yang jelas serta
saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Pembiayaan dalam bank Islam adalah penyediaan dana atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
1) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan
musyarakah.
2) Transaksi sewa dalam bentuk ijarah atau sewa dengan opsi
perpisahan hak milik dalam bentuk ijarahmuntahiyah bit
Tamlik.
3) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam,
dan istishna’.
4) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh.
5) Transaksi multijasa dengan menggunakan akad ijarah dan
kafalah.
Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank atau
lembaga keuangan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan, tanpa
imbalan, atau bagi hasil. Dengan demikian, dalam praktiknya
pembiayaan adalah:
1) Penyerahan nilai ekonomi sekarang atas kepercayaan dengan
harapan mendapatkan kembali suatu nilai ekonomi yang sama di
kemudian hari.
2) Suatu tindakan atas dasar perjanjian di mana dalam perjanjian
tersebut terdapat jasa dan balas jasa yang keduanya di pisahkan
oleh unsur waktu.
15
3) Pembiayaan adalah suatu hak, dengan hak mana seorang dapat
menggunakannya untuk tujuan tertentu, dalam batas waktu
tertentu, dan atas pertimbangan tertentu pula.5
b. Tujuan Pembiayaan
Secara umum, tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua
kelompok besar, yaitu tujuan pembiayaan untuk tingkat makro, dan
tujuan pembiayaan untuk tingkat mikro. Secara makro, pembiayaan
bertujuan untuk:
1) Peningkatan ekonomi umat, artinya masyarakat yang tidak dapat
akses secara ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat
melakukan akses ekonomi. Dengan demikian, dapat
meningkatkan taraf ekonominya,
2) Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya untuk
pengembangan usaha membutuhkan dana tambahan. Dana
tambahan ini dapat diperoleh melakukan aktivitas pembiayaan.
Pihak yang surplus dana menyalurkan dana kepada pihak minus
dana, sehingga dapat tergulirkan.
3) Meningkatkan produktivitas, artinya adanya pembiayaan
memberikan peluang bagi masyarakat usaha agar mampu
meningktakan daya produksinya. Sebab upaya produksi tidak
akan dapat jalan tanpa adanya dana.
4) Membuka lapangan kerja baru, artinya dengan dibukanya
sektor-sektor usaha melalui penambahan dan pembiayaan, maka
sektor usaha tersebut akan menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti
menambah atau membuka lapangan kerja baru.
5) Terjadi distribusi pendapatan, artinya masyarakat usaha
produktif mampu melakukan aktivitas kerja, berarti mereka akan
memperoleh pendapatan dari hasil usahanya. Penghasilan
Pembiayaan Murabahah (Studi di PT. BPRS Tamiya Artha Kediri)”.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan perjanjian
pembiayaan murabahah di PT. BPRS Tamiya Artha dapat dikatakan telah
sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam, karena dalam pelaksanaan
dan prosesnya telah menggunakan hukum Islam sebagai landasan dan
acuan dalam melakukan akad pembiayaan. Penyelesaian kasus didalam
pembiayaan murabahah di PT. BPRS Tamiya Artha telah menggunakan
aturan yang dikandung didalam UU perbankan syariah dan aturan lain
yang sesuai dengan prinsip Hukum Islam yang lebih mengutamakan jalan
musyawarah dan kekeluargaan demi tercapainya penyelesaian yang
berakhir dengan baik dan bijaksana. 27
Secara khusus penelitian yang dilakukan oleh Nurul Sa‟diyah dan
Solahudin Fatchurrahman memiliki persamaan dan perbedaan dengan
penelitian yang akan dilakukan. Persamaan dalam penelitian ini adalah
sama-sama membahas pembiayaan murabahah. Sedangkan
perbedaannya adalah penelitian terdahulu yang diteliti adalah BPRS
Tamiya Artha Kediri sedangkan penelitian yang akan dilakukan di BMT
Made, selain itu penelitian yang akan dilakukan yaitu murabahah untuk
perkembangan modal usaha pedagang, sedangkan penelitian terdahulu
tidak.
27 Nurul Sa‟diyah dan Solahudin Fatchurrahman, Implementasi Pembiayaan Murabahah (Studi di PT.BPRS Tanmiya Artha Kediri), “Jurnal Ilmu Hukum”, MIZAN, Volume 02, Nomor 02, Desember 2013.
Pembiayaan Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
28 Mahbub, Abdi Fauzi Hadiono, Analisis Penerapan Murabahah Sebagai Bentuk Pembiayaan Pada Bank Syariah Mandiri KCP Rogojampi Banyuwangi, “Jurnal Hukum Islam Ekonomi Dan Bisnis”, Vol.1. No.1. Januari 2015, ISSN 2460-0083.
No. 10/18/ PBI/ 2008, serta Butir 1 angka (4) SEBI No. 10/ 34/ DPBS/
2008, prinsip-prinsip restrukturisasi pembiayaan murabahah harus
memperhatikan bebrapa hal, yaitu:
a. Prinsip tidak merugikan bank dan nasabah, dimana bank melakukan
restrukturisasi pembiayaan maupun kegiatan usaha harus dilakukan
dengan cara-cara yang tidak merugikan bank syariah.
b. Prudential Principle dimana bank syariah mempunyai keyakinan
kemauan dan kemampuan nasabah untuk melunasi kewajiban pada
waktunya.
c. Prinsip syariah, di mana restrukturisasi dilaksanakan dengan
memperhatikan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
d. Prinsip dasar ekonomi Islam, yaitu: riba, gharar, sebagai bentuk
kehati-hatian dalam hukum Islam.
e. Prinsip akuntansi syariah, yaitu prinsip yang digunakan dalam
manjemen risiko untuk menghindari kerugian pada bank syariah. 29
Secara khusus penelitian yang dilakukan oleh Faisal memiliki
persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan.
Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama membahas
pembiayaan murabahah. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian
terdahulu yang diteliti adalah restrukturisasi pembiayaan murabahah
dalam mendukung manajemen risiko sebagai implementasi prudential
principle sedangkan penelitian yang akan dilakukan yaitu murabahah
untuk perkembangan modal usaha pedagang.
5. Penelitan Trisadini Prasastinah Usanti, “Akad Baku Pada Pembiayaan
Murabahah Di Bank Syariah”.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa akad baku pada pembiayaan
murabahah di bank syariah tidak bertentangan dengan prinsip syariah
sepanjang pada akad tersebut memenuhi keabsahan akad, yaitu dengan
29 Faisal, Restrukturisasi Pembiayaan Murabahah Dalam Mendukung Manajemen Risiko Sebagai Implementasi Prudential Principle Pada Bank Syariah Di Indonesia, “Jurnal Dinamika Hukum”, Vol. 11 No. 3 September 2011.
35
memenuhi rukun dan syarat akad murabahah, tidak melanggar unsur
yang dilarang menurut syariah yaitu gharar, maysir, riba, zalim dan
objek haram dan tidak melanggar prinsip perjanjian syariah, yaitu