11 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian pustaka berisi uraian singkat dari penelitian terdahulu yang dapat dijadikan bahan perbandingan dan pertimbangan oleh peneliti. Sebelumnya penelitian mengenai analisis wacana telah banyak dilakukan dengan objek yang berbeda-beda. Berikut beberapa uraian singkat mengenai penelitian serupa yang ditemukan peneliti beserta perbedaan penelitian yang akan dilakukan: Penelitian pertama adalah hasil skripsi karya Andaria Rhoma Rosita Sari (2015) yang berjudul Telaah Teks pada Wacana Politik Kasus KPK vs Polri dalam Rubrik Opini Majalah Tempo (Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough). Pada penelitian tersebut peneliti mendeskripsikan representasi kasus KPK vs Polri dalam wacana politik kasus KPK vs Polri melalui diksi, metafora, dan ketransitifan pada rubrik opini dalam majalah Tempo. Selanjutnya peneliti juga mendeskripsikan ideologi majalah Tempo yang terkandung dalam rubrik opini kasus KPK vs Polri. Penelitian kedua oleh Joko Priyanto (2014) dalam skripsi yang berjudul Telaah Teks Berita Pelengseran Presiden Muchammad Mursi dalam Al-Ihram dan Al-Jazirah: Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough. Pada penelitian tersebut, analisis wacana kritis Norman Fairclough digunakan dengan objek berita media berbahasa Arab. Adapun penelitian tersebut mengkaji representasi dan membandingan wacana peristiwa pelengseran Presiden Mesir Muchammad Mursi dalam teks media berita berbahasa Arab yaitu Al-Ahram dan Al-Jazirah.
25
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka · “Tajuk Rencana” Surat Kabar Kompas hanya menganalisis wacana pada tataran aspek gramatikal dan aspek leksikal. Berbeda
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Pustaka
Kajian pustaka berisi uraian singkat dari penelitian terdahulu yang dapat
dijadikan bahan perbandingan dan pertimbangan oleh peneliti. Sebelumnya
penelitian mengenai analisis wacana telah banyak dilakukan dengan objek yang
berbeda-beda. Berikut beberapa uraian singkat mengenai penelitian serupa yang
ditemukan peneliti beserta perbedaan penelitian yang akan dilakukan:
Penelitian pertama adalah hasil skripsi karya Andaria Rhoma Rosita Sari
(2015) yang berjudul Telaah Teks pada Wacana Politik Kasus KPK vs Polri
dalam Rubrik Opini Majalah Tempo (Analisis Wacana Kritis Norman
Fairclough). Pada penelitian tersebut peneliti mendeskripsikan representasi kasus
KPK vs Polri dalam wacana politik kasus KPK vs Polri melalui diksi, metafora,
dan ketransitifan pada rubrik opini dalam majalah Tempo. Selanjutnya peneliti
juga mendeskripsikan ideologi majalah Tempo yang terkandung dalam rubrik
opini kasus KPK vs Polri.
Penelitian kedua oleh Joko Priyanto (2014) dalam skripsi yang berjudul
Telaah Teks Berita Pelengseran Presiden Muchammad Mursi dalam Al-Ihram dan
Al-Jazirah: Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough. Pada penelitian tersebut,
analisis wacana kritis Norman Fairclough digunakan dengan objek berita media
berbahasa Arab. Adapun penelitian tersebut mengkaji representasi dan
membandingan wacana peristiwa pelengseran Presiden Mesir Muchammad Mursi
dalam teks media berita berbahasa Arab yaitu Al-Ahram dan Al-Jazirah.
12
Penelitan selanjutnya dilakukan oleh Indro Febiyanto (2009) dalam skripsi
yang berjudul Aspek Gramatikal dan Leksikal pada Wacana “Tajuk Rencana”
Surat Kabar Kompas. Hasil penelitian tersebut mendeskripsikan aspek gramatikal
dan aspek leksikal pada wacana “Tajuk Rencana” surat kabar Kompas, dan
menunjukkan frekuensi tipe aspek gramatikal dan aspek leksikal yang terdapat
pada wacana “Tajuk Rencana” surat kabar Kompas.
Dari beberapa penelitian yang ditemukan di atas ada beberapa kesamaan
dan perbedaan, baik teori maupun sumber data dalam penelitian ini. Meskipun
sama-sama menggunakan teori Norman Fairclough namun dalam analisis
digunakan cara yang berbeda. Pada skripsi Telaah Teks pada Wacana Politik
Kasus KPK vs Polri dalam Rubrik Opini Majalah Tempo (Analisis Wacana Kritis
Norman Fairclough) analisis dilakukan melalui diksi, metafora, dan ketransitifan
pada rubrik opini dalam majalah Tempo untuk mengungkap ideologi majalah
tersebut. Sementara itu dalam penelitian ini fokus utama adalah membandingkan
dua surat kabar dalam menanggapi wacana rencana revisi UU KPK pada tajuk
rencana melalui representasi dalam anak kalimat, kombinasi anak kalimat, dan
rangkaian antarkalimat.
Selanjutnya, dibandingkan dengan penelitian yang berjudul Telaah Teks
Berita Pelengseran Presiden Muchammad Mursi dalam Al-Ihram dan Al-Jazirah:
Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough yang menggunakan surat kabar online
Al-Ihram dan Al-Jazirah yang berbahasa Arab sebagai sumber data, pada
penelitian ini sumber data yang digunakan adalah surat kabar cetak berbahasa
Indonesia yaitu pada tajuk rencana surat kabar Kompas dan Suara Merdeka.
13
Perbandingan selanjutnya dilakukan dengan penelitan yang berjudul Aspek
Gramatikal dan Leksikal pada Wacana “Tajuk Rencana” Surat Kabar Kompas.
Pada penelitian tersebut meskipun sama-sama menggunakan sumber data dari
tajuk rencana, namun perbedaan dengan penelitian ini terletak pada teori yang
digunakan. Pada penelitian ini digunakan teori analisis wacana kritis sedangkan
pada penelitian yang berjudul Aspek Gramatikal dan Leksikal pada Wacana
“Tajuk Rencana” Surat Kabar Kompas hanya menganalisis wacana pada tataran
aspek gramatikal dan aspek leksikal.
Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini
difokuskan pada wacana tajuk rencana pada surat kabar Kompas dan Suara
Merdeka dengan melakukan pendekatan analisis wacana kritis Norman
Fairclough. Dari hasil analisis kemudian dilakukan perbandingan dari kedua surat
kabar tersebut. Penelitian yang berjudul Telaah Teks pada Wacana Rencana
Revisi UU KPK dalam Rubrik Tajuk Rencana Surat Kabar Kompas dan Suara
Merdeka: Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough ini diharapkan dapat
melengkapi penelitian-penelitian terdahulu.
B. Landasan Teori
1. Hakikat Wacana
Wacana merupakan disiplin ilmu baru yang muncul sekitar tahun 70-an.
Wacana (discourse) berasal dari bahasa Latin, discursus. Istilah tersebut
menunjuk pada aturan dan kebiasaan yang mendasari penggunaan bahasa baik
dalam komunikasi lisan maupun tulis. Dalam pengertian linguistik, Darma
menjelaskan “wacana adalah kesatuan makna (semantis) antarbagian di dalam
14
suatu bangun bahasa” (2014:2). Setiap bagian di dalam wacana saling
berhubungan secara padu.
J.S. Badudu (dalam Darma, 2014:2) juga berpendapat bahwa wacana
sebagai rentetan kalimat yang berkaitan dengan, yang menghubungkan proposisi
yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga
terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Dijelaskan pula
bahwa wacana merupakan kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar
di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang
berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata.
Seperti yang diungkapkan Kridalaksana (2008:259), bahwa wacana adalah
satuan bahasa terlengkap. Dalam hirarki gramatikal wacana merupakan satuan
gramatikal tertinggi dan terbesar yang dapat direalisasikan dalam bentuk karangan
yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dsb).
Dalam bentuk karangan yang utuh tentunya terdapat satu kesatuan antar
unsurnya. Alwi dkk (2000:419) menyatakan bahwa wacana adalah rentetan
kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan
proposisi yang lain dan membentuk satu kesatuan. Untuk membicarakan sebuah
wacana dibutuhkan pengetahuan tentang kalimat dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan kalimat.
Selanjutnya, wacana menurut Samsuri (dalam Darma, 2014:2) adalah
“rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri
atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan
yang lain.”
15
2. Analisis Wacana
Analisis wacana merupakan salah satu bidang kajian baru dalam ilmu
linguistik. Analisis wacana (discourse analysis) sebagai disiplin ilmu dengan
metodologi yang jelas dan eksplisit, baru-baru berkembang secara mantap pada
awal tahun 1980-an. Pokok perhatian analisis wacana juga terus mengalami
perkembangan dan merebak pada persoalan yang banyak diperbincangkan di masa
sekarang (Mulyana, 2005:68).
Selanjutnya Darma menyebut istilah analisis wacana muncul sebagai
upaya untuk menghasilkan deskripsi bahasa yang lebih lengkap sebab terdapat
fitur bahasa yang tidak cukup jika hanya dianalisis dengan menggunakan aspek
struktur dan maknanya saja (2014:21). Melalui analisis wacana dapat diperoleh
penjelasan mengenai korelasi antara apa yang diujarkan, apa yang dimaksud, dan
apa yang dipahami dalam konteks tertentu. Analsis wacana merupakan
pendekatan yang mengkaji relasi antara bahasa dengan konteks yang
melatarbelakanginya.
Dalam hirarki satuan kebahasaan, wacana merupakan bentuk bahasa yang
paling besar dan paling luas. Hal tersebut berarti juga memposisikan analisis
terhadap wacana memiliki kedudukan tertinggi dalam linguistik (pendekatan
bahasa). Pendekatan bahasa dimulai dari tingkat dan lingkup yang paling kecil
menuju pada tingkat paling besar. Namun untuk memahami suatu wacana
tertentu, tidak seluruh unit analisis harus dikaji. Mulyana menjelaskan bahwa
analisis wacana dapat dilakukan terhadap satu atau dua unsur yang memang
dibutuhkan kejelasannya (2005:70). Sedikit atau banyak unit yang dikaji tidak
menjamin kualitas pada analisis wacana.
16
Analisis wacana berkaitan dengan konteks luar bahasa. Konteks
berpengaruh pada proses pemaknaan suatu wacana. Di mana dalam linguitik
konteks tersebut tidak diperhatikan. Tarigan dalam Pengajaran Wacana juga telah
menyebutkan bahwa tanpa konteks, tanpa hubungan-hubungan wacana yang
bersifat antarkalimat dan suprakalimat maka sukar untuk berkomunikasi satu
sama lain (1993:24).
Littlejohn menyatakan analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa
persoalan yang terdapat dalam komunikasi bukan terbatas pada penggunaan
kalimat atau bagian kalimat, fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan
yang lebih kompleks dan inheren yang disebut wacana (dalam Sobur, 2012:48).
3. Analisis Wacana Kritis
Analisis wacana kritis (critical discourse analysis) dipandang sebagai
oposisi analisis wacana deskriptif yang memandang wacana sebagai fenomena
teks bahasa semata. Dalam analisis wacana kritis, yang selanjutnya disebut AWK,
wacana tidak hanya dipahami dari segi kajian bahasa saja. Meski dalam analisis
tetap menggunakan bahasa yang terdapat dalam teks.
“Bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek
kebahasaan, tetapi juga menghubungkan konteks. Konteks di sini berarti bahasa
itu dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktik
kekuasaan.” (Eriyanto, 2012:7)
Hal di atas senada dengan apa yang telah diungkapkan Fairclough dan
Wodak bahwa analisis wacana kritis melihat wacana –pemakaian bahasa dalam
tuturan dan tulisan– sebagai bentuk dari praktik sosial (Eriyanto, 2012:7).
17
Pernyataan Fairclough tersebut berarti memandang masalah sosial dan
AWK saling berhubungan. Hal tersebut dapat terjadi karena dalam kehidupan
sosial bahasa digunakan sebagai penyampai pesan. Penggunaan bahasa sebagai
penyampai pesan dapat bersifat ideologi, karena berkaitan dengan siapa
penyampai pesan itu sendiri. Untuk mengetahui kepastiannya maka sebuah teks
perlu diteliti untuk mengungkapkan interpretasi, penerimaan, dan efek sosialnya.
Selanjutnya jelas bahwa dalam AWK, bahasa digunakan untuk tujuan dan
praktik tertentu, termasuk dalam praktik kekuasaan. Pemahaman dasar terhadap
AWK adalah wacana tidak dipahami semata-mata sebagai objek studi bahasa.
Bahasa digunakan untuk menganalisis teks yang bertujuan untuk mengungkap
praktik tertentu termasuk praktik ideologi.
Terkait ideologi, Fairclough berpendapat bahwa analisis wacana kritis
menunjukkan bagaimana bahasa menyebabkan kelompok sosial yang ada
bertarung dan mengajukan ideologinya masing-masing (Darma, 2014:104).
Pemakaian bahasa membawa nilai ideologi tertentu. Hal tersebut diasumsikan
dengan melihat praktik wacana bisa jadi menampilkan efek sebuah kepercayaan
(ideologis) artinya wacana dapat memproduksi hubungan kekuasaan yang tidak
imbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan
minoritas di mana perbedaan itu direpresentasikan dalam praktik sosial.
4. Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough
Model analisis wacana kritis yang dibuat Fairclough mengintegrasikan
secara bersama-sama analisis wacana yang didasarkan pada linguistik,
pemahaman sosial dan politik, dan secara umum diintegrasikan pada perubahan
sosial. Fairclough memusatkan perhatian pada bahasa. Membagi analisis wacana
18
dalam tiga dimensi yaitu Text, Discourse Practice, dan Sociocultural Practice
(Eriyanto, 2012:286-288). Ketiga dimensi tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut:
Pada dimensi text model Fairclough, teks dianalisis secara linguistik
dengan melihat kosakata, semantik dan tata kalimat, serta memasukkan koherensi
dan kohesivitas, bagaimana antarkata atau kalimat digabungkan sehingga
membentuk pengertian. Elemen yang dianalisis tersebut dipakai untuk melihat
tiga masalah yaitu (1) ideasional (representasi teks) yang merujuk pada referensi
tertentu yang ditampilkan dalam teks yang umumnya membawa muatan ideologi,
(2) relasi (hubungan antara partisipan) yang merujuk pada bagaimana konstruksi
hubungan diantara wartawan dengan pembicara yang disampaikan secara
informal, terbuka atau tertutup, (3) identitas (posisi wartawan) yang merujuk pada
konstruksi tertentu dari identitas penulis dan pembaca serta bagaimana personal
dan identitas ini hendak ditampilkan.
Discourse Practice merupakan dimensi yang berhubungan dengan proses
produksi dan konsumsi teks. Sementara itu, Sociocultural Practice adalah dimensi
(Fairclough, 1997:98)
Gambar 1
Dimension of Discourse
19
yang berhubungan dengan konteks yang memasukkan banyak hal seperti konteks
situasi, dan lebih luas lagi memasukkan konteks dan praktik institusi dan media
sendiri dalam hubungannya dengan masyarakat atau budaya dan politik tertentu.
Bagi Fairclough untuk memahami wacana tidak dapat dilepaskan dari
konteksnya karena sebuah teks tidak lepas dari kepentingan yang bersifat
subjektif. Untuk menemukan “realitas” di balik teks tersebut diperlukan
penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek sosial budaya
yang mempengaruhi pembuatan teks.
Penelitian ini terfokus pada masalah ideasional atau representasi teks yang
merujuk pada referensi tertentu yang ditampilkan dalam teks yang umumnya
membawa muatan ideologi. Adapun teks yang diteliti adalah teks pada tajuk
rencana bertema revisi UU KPK pada surat kabar Kompas dan Suara Merdeka.
Melalui bahasa yang digunakan dalam anak kalimat, kombinasi anak kalimat, dan
rangkaian antarkalimat dapat diketahui representasi suatu realitas (partisipan,
peristiwa, dan tindakan) ditampilkan dalam teks tajuk rencana tersebut.
5. Teks
Teks bagi Fairclough dilihat dari berbagai tingkatan. Sebuah teks tidak
hanya menampilkan bagaimana suatu objek digambarkan tetapi juga bagaimana
hubungan antarobjek didefinisikan. Menurut Fairclough, setiap teks pada dasarnya
dapat diuraikan dari tiga unsur, yaitu representasi (ideasional), relasi, dan
identitas. Ketiganya merupakan elemen dasar dalam dimensi teks model
Fairclough.
20
a. Representasi
Representasi pada dasarnya ingin melihat bagaimana
seseorang, kelompok, tindakan, kegiatan ditampilkan dalam teks.
Representasi dalam pengertian Fairclough dilihat dari dua hal, yakni
bagaimana seseorang, kelompok, dan gagasan ditampilkan dalam
anak kalimat dan gabungan atau rangkaian antaranak kalimat.
1) Representasi dalam anak kalimat
Aspek representasi dalam anak kalimat berhubungan
dengan bagaimana seseorang, kelompok, peristiwa, dan
kegiatan ditampilkan dalam teks. Aspek tersebut dapat dilihat
dari dua hal, yaitu kosakata dan tata bahasa.
(a) Kosakata
Pada tingkatan kosakata (vocabulary), banyak aspek
yang dikaji dalam analisis wacana kritis, yaitu mengenai
kosakata apa yang dipakai untuk menampilkan dan
menggambarkan sesuatu, yang menunjukkan bagaimana
sesuatu tersebut dimasukkan dalam satu set kategori.
Pemilihan kosakata dapat menggambarkan asosiasi dan realitas
yang ditandakan dalam bahasa.
Pada penelitian ini hanya memfokuskan pada pemilihan
kosakata/ diksi dan metafora. Diksi dibagi menjadi dua, yaitu
kata eksperiensial dan ekspresi. Rani (dalam Fauzan, 2014)
menyebutkan bahwa kata eksperiensial adalah kata-kata yang
memiliki nilai pengalaman dan pengetahuan. Kata
21
eksperiensial dapat juga dilihat dari penggunaan kata isi (kata
yang acuannya dapat dilihat, diragakan, dan ditunjukkan).
Terkait kata ekspresi, Rani menjelaskan bahwa kata
ekspresi digunakan untuk menyatakan nilai. Kata ekspresi
dapat digunakan untuk memberikan penilaian pada suatu
peristiwa, barang atau hal. Umumnya kata ekspresi adalah kata
sifat.
Tabel 1
Contoh kata eksperiensial dan ekspresi
Kata Kalimat Jenis
menangkap Sejumlah penyidik Polri mendatangi
KPK untuk menangkap Novel.
(Rep/Dik/E/K/020216/K3/P5)
eksperiensial
berlebihan Niat anggota DPR memberikan ruang
kepada KPK menghentikan
penyidikan dengan alasan ada
tersangka yang meninggal atau sakit,
sebenarnya berlebihan. (Rep/Dik/
Eks/K/130216/K3/P6)
ekspresi
Cara lain untuk merepresentasikan realitas adalah
menggunakan metafora. Menurut Fairclough, metafora
digunakan sebagai pilihan kosakata yang dapat
menggambarkan suatu realitas yang berbeda dengan yang lain
(dalam Eriyanto, 2012:292).
Ullman menyatakan bahwa dalam metafora ada dua
hal yang dibicarakan, yaitu sesuatu yang sedang dibicarakan
(yang dibandingkan) yang disebut tenor dan sesuatu yang
22
digunakan sebagai bandingan yang disebut wahana
(2012:265).
Ullman membagi jenis metafora dalam empat
kelompok, pertama, metafora antropomorfis, yaitu metafora
yang mengacu pada anggota badan manusia, dari indera dan
perasaan manusia. Contohnya, mulut sungai, jantung kota, dan
lainnya. Kedua, metafora binatang, yaitu metafora yang
mengacu pada binatang. Contohnya, telur mata sapi, pondasi
cakar ayam, dan sebagainya. Ketiga, dari konkret ke abstrak,
yaitu metafora yang berdasarkan pengalaman abstrak yang
dijabarkan ke dalam hal yang konkret. Misalnya, sinar wajah,
otak cemerlang, dan sebagainya. Keempat, metafora
sinaestetik, yaitu metafora yang didasarkan kepada transfer
dari satu indera ke indera yang lain. Misalnya, bau yang amis,
pandangan yang tajam, dan sebagainya (2012:267-269).
Tabel 2
Contoh penggunaan metafora
Kata Kalimat Tenor Wahana Makna Jenis
anak
kandung
UU KPK
sebagai anak
kandung reformasi
ditandatangani
Presiden
Megawati
Soekarnoputri
tahun 2002.
(Rep/M/K/
130216/K2/P2)
UU KPK
sebagai
undang-
undang
yang
dilahirkan
sendiri oleh
pemerintah
ketika
reformasi.
Anak yang
lahir dari
kandungan
sendiri;
anak
sendiri
(bukan
anak tiri
atau anak
angkat)
UU KPK
sebagai
undang-
undang
yang
dilahirkan
sendiri oleh
pemerintah
ketika
reformasi.
Konkret
ke
abstrak
23
(b) Tata Bahasa
Pada tingkatan tata bahasa analisis Fairclough dalam
penelitian ini hanya memfokuskan pada ketransitifan.