Page 1
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hakikat Membaca
a. Pengertian membaca
Melalui membaca seseorang dapat mengetahui apa yang
sebelumnya tidak diketahui. Membaca sudah diajarkan sejak usia dini.
Menurut Tarigan (2015:7) membaca adalah suatu proses yang dilakukan
serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak
disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Sedangkan
menurut Rahim (2008 : 2) Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang
rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan,
tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan
metakognitif.
Ada tiga istilah sering digunakan untuk memberikan komponen
dasar dari proses membaca, yaitu recording, decoding, dan meaning.
Recording merujuk pada kata-kata dan kalimat, kemudian
mengasosiasikannya dengan bunyi-bunyinya sesuai dengan sistem tulisan
yang digunakan, sedangkan proses decoding (penyandian) merujuk pada
proses penerjemahan rangkaian grafis ke dalam kata-kata. Proses
recording dan decoding biasanya berlangsung pada kelas-kelas awal, yaitu
SD kelas I, II, III yang dikenal dengan istilah membaca permulaan.
Page 2
9
Penekanan membaca pada tahap ini ialah proses konsepsual yaitu
pengenalan korespondensi rangkaian huruf dengan bunyi-bunyi bahasa.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat di simpulkan
membaca adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan seseorang secara
lisan. Membaca dapat memudahkan manusia untuk dapat memahami
sesuatu yang telah di baca. Dengan membaca akan meningkatkan
wawasan dan pengetahuan seseorang.
b. Aspek dalam membaca
Dalam membaca terdiri berbagai keterampilan-keterampilan dalam
menunjang kegiatan membaca. Menurut Tarigan (2015:12) aspek dalam
membaca terdapat dua aspek penting dalam membaca antara lain :
1) Keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills)
yang dianggap berada di urutan yang lebih rendah (lower
order). Dalam mencapai tujuan yang terkandung dalam
keterampilan mekanisme tersebut, aktivitas yang paling
sesuai adalah membaca nyaring dan membaca bersuara. 2)
Keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension
skills) yang dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi
(higher order).
Aspek-aspek ini tidak selalu dilaksanakan dengan cara yang sama
oleh pembaca yang berbeda. Interaksi antara ketujuh aspek secara
harmonis akan menghasilkan hasil membaca yang baik, yaitu komunikasi
yang baik antara menulis dan membaca.
Keterampilan membaca diperlukan bagi setiap pembaca. Untuk
dapat memahami bacaan, pembaca terlebih dahulu harus memahami kata-
kata dan kalimat yang ada di bacaan. Terampil dalam membaca akan
meningkatkan kosakata dalam ingatan. Namun, pada dasarnya sebelum
lancar dalam membaca terlebih dahulu mengenal huruf abjad yang
Page 3
10
dilakukan sejak usia dini yaitu pra sekolah. Di jenjang sekolah berikutnya
seseorang lebih mengasah kemampuan dalam membaca.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas untuk dapat memahami
bacaan, pembaca terlebih dahulu harus memahami kata-kata dan kalimat
yang ada di bacaan. Terampil dalam membaca akan meningkatkan
kosakata dalam ingatan.
c. Tujuan Membaca
Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta
memperoleh informasi, mencakup isi, serta memahami makna dalam
bacaan. Menurut Tarigan (2015 : 9) tujuan membaca sebagai berikut;
1) Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau
fakta-fakta
2) Membaca untuk memperoleh ide-ide utama
3) Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan,
organisasi cerita
4) Membaca untuk menyimpulkan
5) Membaca untuk mengelompokkan dan
mengklasifikasikan
6) Membaca untuk menilai dan mengevaluasi
7) Membaca untuk membandingkan atau
mempertentangkan.
Sedangkan menurut Rahim (2008:11) tujuan membaca mencakup antara
lain;
1) kesenangan, 2) menyempurnakan membaca nyaring, 3)
menggunakan strategi tertentu, 4) memperbaharui
pengetahuannya tentang suatu topic, 5) mengaitkan
informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya, 6)
memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis, 7)
mengkonfirmasikan atau menolak prediksi, 8) menampilkan
suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang
diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan
mempelajari tentang struktur teks, 9) menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang spesifik.
Page 4
11
Dapat diambil kesimpulan yaitu dengan membaca dapat
memperoleh ide-ide utama dalam suatu bacaan serta menyimpulkan dari
isi suatu bacaan.
d. Faktor yang Mempengaruhi Membaca Permulaan
Menurut Lamb dan Arnold (dalam Rahim, 2008:16) faktor-faktor
yang mempengaruhi membaca permulaan antara lain:
Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik,
pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin. Beberapa ahli
mengemukakan bahwa keterbatasan neurologis (berbagai
cacat pada otak) dan kekurangmatangan secara fisik
merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan anak
gagal dalam meningkatkan kemampuan membaca
pemahaman mereka. Gangguan pada alat indra bicara, alat
pendengaran, dan alat penglihatan bisa memperlambat
kemajuan belajar membaca anak.
Jadi, faktor fisiologis meliputi kondisi fisik anak, misalnya
keterbatasan neurologis (cacat pada otak) yang menyebabkan kurang
lancarnya anak dalam membaca. Oleh sebab itu, guru harus waspada
terhadap kebiasaan anak di kelas. Jika guru menemukan gejala yang
terlihat misalnya gangguan pada penglihatan dan pendengaran, maka guru
harus menyarankan kepada orangtuanya untuk membawa si anak ke
dokter.
Dari faktor Intelektual yaitu intelegensi yang merupakan
kemampuan global individu untuk bertindak sesuai dengan tujuan, berpikir
rasional, dan berbuat secara efektif terhadap lingkungan. Secara umum ada
hubungan positif antara kecerdasan yang diindikasikan oleh IQ dengan
rata-rata peningkatan remedial membaca. Pendapat ini sesuai yang
Page 5
12
dikemukakan oleh Rubin (dalam Rahim, 2008:16 ) bahwa banyak hasil
penelitian memperlihatkan tidak semua siswa mempunyai kemampuan
intelegensi tinggi menjadi pembaca yang baik. Faktor metode mengajar
guru, prosedur, dan kemampuan guru juga turut memengaruhi kemampuan
membaca permulaan anak.
Jadi, faktor intelektual yang mencakup tingkat IQ seseorang,
namun tidak semua yang memiliki IQ tinggi mnjadi pembaca baik.
Intelegensi anak tidak sepenuhnya memengaruhi berhasil atau tidaknya
anak dalam membaca permulaan. Oleh sebab itu, metode pengajaran guru
harus menunjang anak dalam meningkatkan kemampuan membaca.
Faktor lingkungan mencakup latar belakang dan pengalaman siswa
di rumah serta sosial ekonomi keluarga siswa. Lingkungan dapat
membentuk pribadi, sikap, nilai, dan kemampuan bahasa anak. Kondisi di
rumah memengaruhi pribadi dan penyesuaian diri anak dalam masyarakat.
Menurut Rubin (dalam Rahim, 2008:16) mengemukakan sebagai berikut:
Bahwa orangtua yang hangat, demokratis, bisa
mengarahkan anak-anak mereka pada kegiatan yang
berorientasi pendidikan, suka menantang anak untuk
berfikir, dan suka mendorong anak untuk mandiri
merupakan orangtua yang memiliki sikap yang dibutuhkan
anak sebagai persiapan yang baik untuk belajar di sekolah.
Jadi, faktor lingkungan di rumah akan memengaruhi kondisi
membaca anak, terutama orangtua. Orangtua harus mampu mendorong
kemampuan anak agar gemar membaca. Dan orangtua harus mempunyai
minat besar dalam kegiatan di sekolah.
Faktor sosial ekonomi yaitu ada kecenderungan orangtua kelas
menengah keatas merasa bahwa anak-anak mereka siap lebih awal dalam
Page 6
13
membaca permulaan. Namun, usaha orangtua hendaknya tidak berhenti
hanya sampai pada membaca permulaan saja. Orangtua harus melanjutkan
kegiatan membaca anak secara terus menerus. Semakin tinggi status
sosioekonomi siswa memengaruhi kemampuan verbal siswa.
Dapat diambil kesimpulan kondisi ekonomi orang tua
mempengaruhi kemampuan membaca anak. Orang tua harus mendukung
perkembangan bahasa dan intelegensi anak. Sebaiknya orang tua
hendaknya menghabiskan waktu mereka untuk berbicara dengan anak agar
anak menyenangi membaca berbagi buku cerita.
Motivasi adalah faktor kunci dalam belajar membaca. Untuk
memotivasi meningkatkan hasil belajarnya, guru bisa memberikan model
dan contoh untuk dilihat dan ditiru. Misalnya dengan mencontohkan
bagaimana membacakan cerita pendek (cerpen), guru bisa mencontohkan
bagaimana intonasi dan lafal yang sesuai dengan isi cerita pendek
tersebut. Siswa akan termotivasi belajar jika penyampaian dilakukan
secara terstruktur sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif sehingga
pesan pembelajaran dapat dievaluasi dengan tepat.
Minat baca adalah keinginan yang kuat yang disertai usaha-usaha
seseorang untuk membaca. Orang yang mempunyai minat membaca yang
kuat akan diwujudkannya dalam ketersediaannya untuk mendapat bahan
bacaan dan kemudian membacanya atas kesadarannya sendiri. Oleh sebab
itu, guru harus berusaha memotivasi siswanya. Siswa yang mempunyai
motivasi yang tinggi terhadap membaca akan mempunyai minat yang
tinggi pula terhadap kegiatan membaca.
Page 7
14
Menurut Andriani (dalam Dalyono, 2015:155) faktor-faktor penyebab
timbulnya kesulitan membaca terdiri atas dua macam, yaitu sebagai berikut:
Faktor intern dan faktor ekstern. Adapun faktor intern,
yakni hal-hal atau keadaan-keadaan dari dalam diri siswa.
Faktor intern terdiri dari faktor fisik dan faktor psikologis.
Sedangkan faktor ekstern, yakni hal -hal atau keadaan-
keadaan yang datang dari luar diri siswa. Adapun faktor
ekstern terdiri dari faktor sosio-ekonomi, lingkungan
keluarga lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah.
Karena itu, dalam rangka memberikan bimbingan yang
tepat kepada setiap anak didik, maka para pendidik perlu
memahami masalah-masalah yang berhubungan dengan
kesulitan belajar.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas faktor yang
mempengaruhi membaca saling berkesinambungan satu dengan lainnya,
oleh sebab itu menyebabkan peserta didik mengalami kesulitan membaca.
e. Kesalahan Kesulitan Membaca Permulaan
Menurut Hargrove (dalam Abdurrahman, 2010:206) diperoleh data
bahwa anak-anak berkesulitan membaca permulaan mengalami berbagai
kesalahan dalam membaca sebagai berikut:
1) penghilangan, 2) penyelipan, 3) penggantian kata, 4)
pengucapan kata salah dan makna berbeda, 5) pengucapan
kata salah tetapi makna sama, 6) pengucapan kata salah dan
tidak bermakna, 7) pengucapan kata dengan bantuan guru,
8) pengulangan, 9) pembalikan kata, 10) pembalikan huruf,
11) kurang memperhatikan tanda baca, l2) pembetulan
sendiri, 13) ragu-ragu, 14) tersendat-sendat.
Penghilangan huruf atau kata sering dilakukan oleh
anak berkesulitan belajar membaca karena adanya
kekurangan dalam mengenal huruf, bunyi bahasa (fonik),
dan bentuk kalimat. Penyelipan kata terjadi karena anak
kurang mengenal huruf, membaca terlalu cepat, atau karena
bicaranya melampaui kecepatan membacanya. Penggantian
kata merupakan kesalahan yang banyak terjadi karena anak
tidak memahami kata tersebut sehingga hanya menerka-
Page 8
15
nerka saja. Pengucapan kata terjadi karena anak tidak
mengenal huruf sehingga menduga-duga saja, mungkin
membaca terlalu cepat, perasaan tertekan, takut kepada
guru, perbedaan dialek anak dengan bahasa Indonesia yang
baku.
Pengucapan kata dengan bantuan guru terjadi jika guru
ingin membantu anak melafalkan kata-kata. Pengulangan
dapat terjadi pada kata, suku kata, atau kalimat. Pembalikan
huruf terjadi karena anak bingung posisi kiri-kanan, atau
atas bawah. Pembetulan sendiri dilakukan oleh anak jika ia
menyadari adanya kesalahan. Anak yang ragu-ragu terhadap
kemampuannya sering membaca tersendat-sendat.
Jadi, berbagai kesalahan membaca yang telah dikemukakan dapat
digunakan oleh guru sebagai acuan mengajar. Observasi guru secara terus
menerus guru dapat mengetahui kesalahan-kesalahan anak dalam
membaca dan berdasarkan kesalahan-kesalahan tersebut dapat dicarikan
pemecahannya.
2. Kesulitan Membaca
a. Pengertian Kesulitan Membaca
Membaca pada umumnya diperoleh dengan cara mempelajarinya di
sekolah. Seseorang akan memperoleh informasi ilmu pengetahuan serta
pengalaman-pengalaman baru dengan cara membaca. Dengan demikian
maka kegiatan membaca merupakan kegiatan yang sangat diperlukan oleh
siapapun yang ingin maju dan meningkatkan diri. Oleh sebab itu, guru
mengajarkan membaca di sekolah sangat penting. Menurut Tarigan
(2015:8) membaca adalah suatu metode yang kita pergunakan untuk
berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan kadang-kadang dengan orang
lain yaitu mengkomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada
lambang-lambang tertulis.
Page 9
16
Kesulitan membaca (Aphroditta, 2013:59) adalah kondisi yang
menyebabkan masalah dalam persepsi, terutama yang mempengaruhi
kemampuan membaca. Sedangkan menurut Subini (2013:53) kesulitan
membaca atau disleksia learning merupakan kemampuan membaca anak
yang berada di bawah kemampuan yang seharusnya dengan
mempertimbangkan tingkat intelegensi, usia dan pendidikannya.
Jadi kesulitan membaca adalah kondisi dimana anak mengalami
hambatan dalam membaca, menulis mengeja dan lambat dalam memahami
suatu cerita serta mempunyai kemampuan di bawah rata-rata.
b. Karakteristik kesulitan membaca
Menurut Subini (2013:54) adapun karakteristik disleksia learning
atau kesulitan membaca antara lain :
1) Inakurasi dalam membaca, seperti membaca lambat
kata demi kata jika dibandingkan dengan anak seusianya,
intonasi suara turun naik turun, 2) Tidak dapat
mengucapkan irama kata-kata secara benar dan
proporsional, 3) Sering terbalik dalam mengenali huruf dan
kata, misalnya antara kuda dengan daku, palu dengan lupa,
huruf b dengan d, p dengan q dan lain-lain, 4) Kacau
terhadap kata yang hanya sedikit perbedaannya, misalnya
bau dengan buah, batu dengan buta, rusa dengan lusa dan
lain-lain, 5) Sering mengulangi dan menebak kata-kata atau
frase, 6) Kesulitan dalam memahami apa yang dibaca,
dalam arti anak tidak mengerti isi cerita/teks yang
dibacanya, 7) Kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf
dalam kata, 8) Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan
memadukannya menjadi sebuah kata, 9) Sulit mengeja
secara benar. Bahkan mungkin anak akan mengeja satu kata
dengan bermacam ucapan, 10) Membaca satu kata dengan
benar di satu halaman, tapi salah di halaman lainnya, 11)
Sering terbalik dalam menuliskan atau mengucapkan kata,
12) Rancu dengan kata-kata yang singkat, misalnya ke, dari
dan jadi, 13) Lupa meletakkan titik dan tanda-tanda baca
lainnya.
Page 10
17
Sedangkan menurut Abdurrahman (2003:204) kesulitan membaca
sebagai berikut:
Adalah anak yang sering memperlihatkan kebiasaan
membaca yang tidak wajar. Anak berkesulitan belajar
membaca sering mengalami kekeliruan dalam mengenal
kata. Kekeliruan jenis ini mencakup penghilangan,
penyisipan, penggantian, pembalikan, salah ucap,
pengubahan tempat, tidak mengenal kata, dan tersentak-
sentak. Gejala penghilangan tampak misalnya pada saat
dihadapkan pada bacaan “Bunga mawar merah” dibaca oleh
anak “Bunga Merah”. Penyisipan terjadi jika anak
menambahkan kata pada kalimat yang sedang dibaca.
Misalnya “Bapak dan Ibu pergi ke rumah paman”dibaca
oleh anak “Bapak dan Ibu pergi ke rumah paman”.
Penggantian terjadi jika anak mengganti kata pada kalimat
yang sedang dibaca, misalnya “Itu buku Kakak” dibaca “Itu
buku Bapak”. Pembalikan tampak seperti pada saat anak
seharusnya membaca “ubi” tetapi dibaca “ibu”dan
kesalahan ucap tampak pada saat membaca tulisan “namun”
dibaca “nanum”. Gejala pengubahan tempat tampak pada
saat membaca “ Ibu pergi ke pasar” dibaca “Ibu ke pasar
pergi”. Gejala keraguan tampak pada saat anak berhenti
membaca suatu kata dalam kalimat karena tidak dapat
mengucapkan kata tersebut. Mereka sering membaca
dengan irama yang tersentak-sentak karena sering
berhadapan dengan kata-kata yang tidak dikenal ucapannya.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
karakteristik kesulitan membaca adalah gangguan seseorang pada daya
ingat berhubungan dengan pengucapan serta tingkah laku yang dilakukan
setiap hari.
c. Klasifikasi Kesulitan Membaca
Kesulitan membaca (disleksia) bisa timbul pada anak-anak yang
mempunyai kecerdasan tinggi ataupun di bawah rata-rata. Menurut Subini
(2013:54) kesulitan membaca diklasifikasikan menjadi 3 antara lain:
Page 11
18
1) Disleksia Diseidetis atau Visual
Disleksia jenis ini disebabkan oleh adanya
gangguan fungsi otak di bagian belakang yang dapat
menimbulkan gangguan persepsi visual dan memori
visual. Sebagai contohnya, anak kesulitan membaca atau
menulis huruf yang bentuknya mirip sehingga anak
sering terbalik Huruf ‘m’dan ‘w’,’u’ dan ‘n’, dan
sebagainya.
2) Disleksia Verbal atau Linguistik
Sering dijumpai dan setengahnya dilatar belakangi
disfasia pada masa sekolah, ini disebut disleksia verbal
atau linguistic yang ditandai dengan kesukaran dalam
diskriminasi atau persepsi auditoris sehingga anak sulit
dalam mengeja dan menemukan kata atau kalimat.
3) Disleksia Auditories
Terjadi akibat gangguan dalam koneksi visual-
auditif, sehingga membaca terganggu atau lambat. Dalam
hal ini, bahasa verbal dan persepsi visualnya baik.
Bentuk-bentuk kesulitan membaca anak disleksia
antara lain :
a) Menambahkan huruf dalam suku kata (addition)
Misalnya: batu baltu
Buku bukuku
Tulis menulis
b) Menghilangkan huruf dalam suku kata (omission)
Misalnya: baskom bakom
Kamar kama
Tenaga tega
c) Membalikkan bentuk huruf, kata, atau angka dengan
arah terbalik kiri kanan (inversion)
Misalnya: duduk bubuk
Lupa palu
d) Membalikkan bentuk huruf, kata, atau angka dengan
arah terbalik atas bawah (reversal)
Misalnya: mama wawa
Nana uaua
2 5
6 9
e) Mengganti huruf atau angka (subtitusi)
Misalnya: Mana mama
Lupa luga
3 8
Selain mempunyai kekurangan kesulitan dalam
membaca, seseorang yang mengalami gangguan belajar
membaca terkadang mempunyai kelebihan. Seperti dalam
bidang music, seni grafis, dan aktivitas-aktivitas kreatif
lainnya. Anak-anak dengan disleksia menggunakan cara
berfikir melalui gambar, tidak dengan huruf, angka, symbol,
Page 12
19
bahkan kalimat. Kesulitan mereka adalah bagaimana
menyatukan informasi-informasi yang ada dan mengolah
informasi tersebut.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas dapat disimpulkan
kesulitan mereka adalah bagaimana menyatukan informasi-informasi yang
ada dan mengolah informasi tersebut.
d. Penanganan Kesulitan Membaca
Menurut Aphroditta (2013:82) ada beberapa cara mengajar jika
pemahaman anak lemah dalam membaca antara lain:
1) memilah cerita yang menarik pada level, ketika 98%
ia bisa memahami kata-kata dalam cerita tersebut. Mintalah
ia untuk membacakan secara keras dan menceritakan
kembali kepada kita apa yang telah ia baca, 2) jika anak
tidak bisa melakukan ini, mintalah ia membaca tanpa
bersuara, berhenti setiap paragraph dan menceritakan
kepada kita apa yang telah ia baca, 3) ketika pemahamannya
berkembang, tambahkan jumlah paragraph yang ia baca
hingga ia bisa membaca dan paham keseluruhan halaman,
4) untuk membantu pemahamannya, anda bisa memberikan
arahan”Menurutmu apa yang dirasakan si tokoh?”, Apa
yang terjadi selanjutnya?” atau “Bagaimana akhir
ceritanya?”.
Sebelum kita mengajarkan anak disleksia mengenai
pemahaman, kita harus mengidentifikasi sejauh mana
kemampuannya. Jika ia tidak mampu memahami satu
halaman, potonglah menjadi beberapa paragraph. Jika ia
tidak bisa memahami beberapa paragraph, potonglah
menjadi satu paragraph dan seterusnya hingga sampai pada
satu kalimat.
Menurut Shanty (2012:44) penanganan kesulitan membaca sebagai
berikut:
guru-guru mempunyai strategi yang dikembangkan
dengan kreativitasnya masing-masing untuk mengatasi
masalah-masalah tersebut, misal dengan melakukan
pengajaran seperti berikut:
Page 13
20
1) mulai dari hal yang sudah dikuasai adik-adik. Misalnya
mulai dari pengenalan huruf, suku kata, kata yang
terdiri dari dua suku kata, dst.
2) Dikte guru, mendiktekan kata atau kalimat, lalu adik-
adik menuliskannya.
3) Membaca wacana dan menjawab pertanyaan bacaan.
4) Membedakan b dan d dengan bantuan ibu jari tangan
kiri dan kanan.
5) Membuat huruf dengan lilin.
6) Saat ada waktu luang di sekolah, digunakan untuk
membuat tugas-tugas yang melatih pemahaman kata-
kata.
7) Pada pelajaran membaca di kelas, siswa yang
mengalami kesulitan membaca di beri giliran membaca
paling akhir agar ia dapat mendengarkan teman-
temannya terlebih dahulu.
8) Pada saat tes, tulisan diperbesar.
9) Adik-adik akan diberikan bantuan dalam membaca,
misalnya dibacakan soal pada saat tes
10) Pengurangan jumlah soal.
Sedangkan menurut Dechant (dalam Kariyadi, 2013:5) penanganan
kesulitan membaca sebagai berikut:
dengan pengajaran remidial membaca berisikan
berbagai kegiatan remidial yang diperuntukkan bagi siswa
yang mengalami kesulitan membaca permulaan yang
secara umum pelaksanaanya diluar jam pelajaran. Dan
dilaksanakan oleh guru kelas sesuai dengan kesulitan
aspek membaca. Tujuan pengajaran secara remidial
dalam membaca permulaan pada siswa yang mengalami
kesulitan ini memberikan kecakapan bentuk dan bunyi
huruf serta mengubah rangkaian-rangkaian huruf menjadi
rangkaian-rangkaian bunyi bermakna. Sehingga akan
memudahkan siswa untuk mengikuti pengajaran membaca
lanjut.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat menyimpulkan
penanganan kesulitan membaca mengenai pemahaman anak dalam
memahami materi pembelajaran.
Page 14
21
3. Pembelajaran Tematik
a. Pengertian Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik sebagai model pembelajarn termasuk salah
satu tipe/jenis daripada model pembelajaran terpadu. Istilah pembelajaran
tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang
menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga
dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (Trianto,
2011:147). Majid (2014: 80) pembelajaran tematik adalah pembelajaran
terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata
pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada
murid. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi
pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Sejalan dari beberapa
definisi diatas mengenai pembelajaran tematik, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang
dilakukan dengan menggabungkan beberapa mata pelajaran dan terikat
tema-tema tertentu serta dapat memberikan pengalaman bermakna bagi
siswa dalam pelaksanaannya.
a) Prinsip Dasar Pembelajaran Tematik
Pengajaran tematik tidak boleh bertentangan dengan tujuan
kurikulum yang berlaku, tetapi sebaliknya pembelajaran tematik harus
mendukung pencapaian tujuan pembelajaran yang temuat dalam
kurikulum. Materi pembelajaran yang dapat dipadukan dalam satu
tema perlu mempertimbangkan karakteristik siswa, seperti minat,
kemapuan, kebutuhan, dan pengetahuan awal. Materi pelajaran tidak
Page 15
22
perlu terlalu dipaksakan. Artinya, materi yang tidak mungkin
dipadukan tidak usah dipadukan (Trianto, 2011:154).
Secara umun prinsip-prinsip pembelajaran tematik menurut
Trianto (2011: 155) dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Prinsip Penggalian Tema
Prinsip penggalian merupakan prinsip utama
(fokus) dalam pembelajaran tematik. Artinya tema-
tema yang saling tumpang tindih dan ada kaitannya
menjadi target utama dalam pembelajaran.
2) Prinsip Pengelolahan Pembelajaran
Pengelolaan pembelajaran dapat optimal apabila
guru mampu menempatkan dirinya dalam keseluruhan
proses. Artinya, guru harus mampu menempatkan diri
sebagai fasilitator dan mediator dalam proses
pembelajaran.
3) Prinsip Evaluasi
Evaluasi pada dasarnya menjadi fokus dalam
setiap kegiatan. Bagaimana suatu kerja dapat diketahui
hasilnya apabila tidak dilakukan evaluasi.
4) Prinsip Reaksi
Dampak pengiring (nurtutant effect) yang penting
bagi perilaku secara sadar belum tersentuh oleh guru
dalam KBM (Kegiatan Belajar Mengajar). Artinya,
guru harus bereaksi terhadap aksi siswa dalam semua
peristiwa serta tidak mengarahkan aspek yang sempit
melainkan ke suatu kesatuan yang utuh dan bermakna.
Pembelajran tematik memungkinkan hal ini dan guru
hendaknya menemukan kiat-kiat untuk memunculkan
kepermukaan hal-hal yang dicapai melalui dampak
pengiring tersebut.
b) Karakteristik Pembelajaran Tematik
Menurut Depdiknas (2006:6), pembelajaran tematik memiliki
beberapa ciri khas antara lain:
1) pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan
dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak sekolah
dasar; 2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan
pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan
siswa; 3) kegiatan belajar akan lebih bermakna dan
berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapt bertahan
lebih lama; 4) Membantu mengembangkan keterampilan
berpikir siswa; 5) menyajikan kegiatan belajar yang bersifat
Page 16
23
pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui
siswa dlam lingkungannya; dan 6) Mengembangkan
keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi,
komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain
(Trianto, 2011:162).
c) Kelemahan Pembelajaran Tematik
Selain kelebihan yang dimiliki, menurut Indrawati (Trianto,
2011:161) pembelajaran tematik juga memiliki keterbatasan, terutama
dalam pelaksanaanya, yaitu perencanaan dan pelaksaan evaluasi yang
lebih banyak menuntut guru untuk melakukan evaluasi proses, dan
tidak hanya evaluasi dampak pembelajaran langsung saja.
Sedangkan kekurangan pembelajaran tematik menurut Puskur,
Balitbang Diknas (dalam Trianto, 2011:161) mengidentifikasi beberapa
keterbatasan pembelajaran terpadu, yaitu sebagai berikut:
1) Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas
tinggi, keterampilan metodologi yang handal, rasa percaya
diri yang tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan
materi, 2) Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan
belajar peserta didik yang relatif “baik”, baik dalam
kemampuan akademik maupun kreativitasnya, 3)
Pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau
sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi,
mungkin juga fasilitas internet, 4) Kurikulum harus luwes,
berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman
peserta didik, 5) Pembelajaran terpadu membutuhkan cara
penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu
menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari beberapa
bidang kajian yang dipadukan.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa kelemahan pembelajaran tematik terletak pada keterbatasan
waktu pembelajaran yaitu perencanaan dan kesiapan yang dilakukan
guru saat proses pembelajaran berlangsung.
Page 17
24
d) Kelebihan Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik dalam kenyataannya memiliki banyak
kelebihan seperti pembelajaran terpadu. Menurut Majid (2014:92)
pembelajaran terpadu memiliki kelebihan sebagai berikut:
1) Pengalaman dan kegiatan belajar peserta didik akan
selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak
2) Kegiatan yang dipilih dapat disesuaikan dengan minat
dan kebutuhan peserta didik
3) Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi peserta
didik sehingga hasil belajar akan dapat bertahan lebih
lama
4) Pembelajaran terpadu menumbuhkembangkan
keterampilan berpikir dan sosial peserta didik
5) Pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang
bersifat pragmatis. Dengan permasalahan yang sering
ditemui dalam kehidupan/lingkungan rill peserta didik
6) Jika pembelajaran terpadu dirancang bersama dapat
meningkatkan kerja sama antarguru bidang kajian
terkait, guru dengan peserta didik, peserta didik
dengan peserta didik, peserta didik/guru dengan
narasumber sehingga belajar lebih menyenangkan,
belajar dalam situasi nyata, dan dalam konteks yang
lebih bermakna
Selain kelebihan pembelajaran tematik yang dipaparkan oleh
Majid seperti diatas. Menurut Panduan KTSP 2007 (dalam Trianto,
2011:153) Pembelajaran tematik sebagai bagian daripada pembelajaran
terpadu memiliki banyak keuntungan yang dapat dicapai sebagai
berikut:
1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema
tertentu, 2) Siswa dapat mempelajarkan pengetahuan dan
mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata
pelajaran dalam tema yang sama, 3) Pemahaman terhadap
materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan, 4)
Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik, karena
mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi
siswa, 5) Siswa dapat lebih merasakan manfaat dan makna
belajar, karena materi disajikan dalam konteks tema yang
Page 18
25
kelas, 6) Siswa dapat lebih bergairah belajar, 7) Guru dapat
menghemat waktu.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa kelebihan pembelajaran dapat menumbuhkan semangat belajar
siswa, menjadikan siswa lebih aktif dan kreatif dalam belajar.
B. Kajian Penelitian Yang Relevan
Ada beberapa penelitian yang berhubungan dengan kesulitan membaca
siswa SD akan tetapi peneliti tetap menjaga keoriginalitasan dalam penelitian.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Evita Widiyati (2013). Menggambarkan
membaca siswa kelas II SD Plus Al-Anwar Pacul Gowang Jombang yang
dilatar belakangi minat dan kemampuan membaca permulaan. Kurang
minatnya siswa dalam membaca akan mempengaruhi prestasi belajar siswa.
Persamaan penelitian ini sama-sama melakukan penelitian tentang
membaca permulaan bedanya di penelitian Evita Widiyati tentang media yang
digunakan yaitu dengan media buku cerita binatang dan peneliti menganalisis
kesulitan membaca permulaan. Perbedaan antara media buku cerita binatang
dan menganalisis kesulitan membaca permulaan adalah jika menggunakan
media pembelajaran akan meningkatkan proses belajar dan minat serta
kemampuan membaca permulaan serta memperoleh kesenangan untuk melatih
keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis).
Tetapi kalau menganalisis kesulitan membaca permulaan terkhususkan
pada kesulitan siswa dalam membaca. Dapat mengetahui sebagaimana
kesulitan siswa dalam membaca. Persamaan penelitian Evita Widiyati dengan
penelitian yang dilakukan peneliti sama-sama meneliti tentang membaca
Page 19
26
permulaan tetapi di penelitian Evita Widiyati meneliti membaca permulaan
siswa kelas II di SD Plus Al-Anwar Pacul Gowang Jombang sedangkan
peneliti ini meneliti tentang kesulitan membaca permulaan siswa kelas I di SD
Negeri 01 Notorejo Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Rizkiana (2016). Menggambarkan membaca
siswa kelas I SD Negeri Bangunrejo 2 Kricak Tegalrejo Yogyakarta yang
dilatarbekangi siswa yang belum mengenal beberapa huruf dengan baik atau
bahkan kesulitan mengenal bentuk huruf. Kesulitan dalam mengenal huruf
akan memperlambat siswa dalam membaca pada buku dan memperlambat
memahami materi pembelajaran.
Persamaan penelitian ini sama-sama melakukan penelitian tentang
membaca permulaan bedanya di penelitian Rizkiana tentang penelitian yang
dilakukan yaitu pada saat UAS (Ujian Akhir Semester) dan penelitian yang
dilakukan peneliti yaitu saat proses pembelajaran berlangsung. Perbedaan
antara penelitian di waktu UAS dan proses pembelajaran berlangsung adalah
jika saat UAS akan mengetahui pemahaman materi selama satu semester penuh
dan dapat mengetahui hasil belajar siswa.
Tetapi kalau pada waktu proses pembelajaran berlangsung akan mengetahui
belum lancarnya siswa dalam membaca. Contohnya siswa yang belum lancar
membaca dalam satu paragraph. Maka, akan terlihat siswa yang belum dapat
memahami materi pembelajaran.
Persamaan penelitian Rizkiana dengan penelitian yang dilakukan peneliti
sama-sama meneliti tentang membaca permulaan tetapi di penelitian Rizkiana
meneliti membaca permulaan siswa kelas I di SD Negeri Bangunrejo 2 Kricak
Page 20
27
Tegalrejo Yogyakarta sedangkan peneliti ini meneliti tentang kesulitan
membaca permulaan siswa kelas I di SD Negeri 01 Notorejo Kecamatan
Gondang Kabupaten Tulungagung.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Eris Fenawaty Efendi Kariyadi (2013).
Menggambarkan upaya guru dalam mengatasi kesulitan membaca permulaan
siswa kelas I. Upaya yang dilakukan guru akan meminimalisir kesulitan siswa
dalam membaca. Maka, guru berperan penting dalam prestasi belajar siswa.
Persamaan penelitian ini sama-sama melakukan penelitian tentang
kesulitan membaca permulaan bedanya di penelitian Eris Fenawaty Efendi
Kariyadi tentang upaya guru dalam mengatasi kesulitan membaca dan peneliti
menganalisis kesulitan siswa dalam membaca. Perbedaan antara upaya guru
mengatasi kesulitan membaca permulaan dan menganalisis kesulitan membaca
permulaan siswa adalah jika upaya guru dalam mengatasi kesulitan membaca
siswa, maka guru akan menggunakan metode pembelajaran serta
menggunakan media pembelajaran. Agar dapat menumbuhkan semangat siswa
dalam membaca dan guru dituntut menciptakan kondisi belajar yang inovatif
dan menyenangkan.
Tetapi kalau menganalisis kesulitan membaca permulaan siswa
terkhususkan pada kesulitan siswa dalam membaca. Dapat mengetahui
sebagaimana kesulitan siswa dalam membaca. Persamaan penelitian Eris
Fenawaty Efendi Kariyadi dengan penelitian yang dilakukan peneliti sama-
sama meneliti tentang kesulitan membaca permulaan tetapi di penelitian Eris
Fenawaty Efendi Kariyadi meneliti upaya guru mengatasi kesulitan membaca
permulaansiswa kelas I SDN 2 Suwawa Kabupaten Bone Bolangosedangkan
Page 21
28
peneliti ini meneliti tentang kesulitan membaca permulaan siswa kelas I di SD
Negeri 01 Notorejo Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung.
C. Kerangka Pikir
Gambar 2.2 Kerangka Pikir
Kesulitan Membaca
Permulaan di Sekolah
Kesulitan membaca
permulaan dalam
pembelajaran
Tematik
Penanganan yang sudah
dilakukan guru dalam
menghadapi kesulitan
membaca permulaan
Penelitian Kualitatif :
Pengambilan data
observasi, wawancara,
dan dokumentasi
Analisis kesulitan membaca permulaan pada pembelajaran Tematik
siswa kelas 1 di SDN 01 Notorejo Gondang Kabupaten Tulungagung