23 BAB II KAJIAN PUSTAKA Kepuasan kerja dapat menyokong dan memotivasi seseorang dalam melakukan aktivitas kerjanya pada suatu organisasi dan dunia industri dimana dia mengabdi. Evaluasi perkerjaan yang sesuai dengan harapan pekerja akan sangat berpengaruh pada kepuasan mereka namun jika yang terjadi adalah sebaliknya maka tentu itu akan mengecewakan. Dalam bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek, faktor-faktor yang memengaruhi dan hasil penelitian dari masing-masig variabel. 2.1 Kepuasan Kerja 2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja Ada berbagai definisi yang diungkapkan oleh para ahli tentang kepuasan kerja. Menurut Robins, (1998) kepuasan kerja adalah suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya, oleh karena itu pekerjaan menuntut interaksi antara rekan sekerja dengan atasan, mengikuti aturan kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja, hidup pada kondisi kerja yang sering kurang dari ideal, dan yang serupa yang dapat merujuk pada kepuasan atau ketidak puasan kerja. Selanjutnya Robbins dan Jugje, (2009) mendefinisikan kepuasan kerja (job satisfaction) sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karateristiknya. Kepuasan kerja mendapat tempat yang sangat penting dalam perilaku organisasi, Luthans (2006). Istilah kepuasan kerja merujuk pada sikap (reaksi emosional) individu terhadap pekerjaannya. Sejalan dengan
43
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9280/2/T2_832012003_BAB II.pdf · definisi, teori, aspek-aspek, faktor-faktor yang memengaruhi dan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
23
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Kepuasan kerja dapat menyokong dan memotivasi seseorang
dalam melakukan aktivitas kerjanya pada suatu organisasi dan dunia
industri dimana dia mengabdi. Evaluasi perkerjaan yang sesuai dengan
harapan pekerja akan sangat berpengaruh pada kepuasan mereka namun
jika yang terjadi adalah sebaliknya maka tentu itu akan mengecewakan.
Dalam bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang terdiri dari
definisi, teori, aspek-aspek, faktor-faktor yang memengaruhi dan hasil
penelitian dari masing-masig variabel.
2.1 Kepuasan Kerja
2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Ada berbagai definisi yang diungkapkan oleh para ahli tentang
kepuasan kerja. Menurut Robins, (1998) kepuasan kerja adalah suatu sikap
umum seorang individu terhadap pekerjaannya, oleh karena itu pekerjaan
menuntut interaksi antara rekan sekerja dengan atasan, mengikuti aturan
kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja, hidup pada kondisi kerja
yang sering kurang dari ideal, dan yang serupa yang dapat merujuk pada
kepuasan atau ketidak puasan kerja. Selanjutnya Robbins dan Jugje,
(2009) mendefinisikan kepuasan kerja (job satisfaction) sebagai suatu
perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari
sebuah evaluasi karateristiknya.
Kepuasan kerja mendapat tempat yang sangat penting dalam
perilaku organisasi, Luthans (2006). Istilah kepuasan kerja merujuk pada
sikap (reaksi emosional) individu terhadap pekerjaannya. Sejalan dengan
24
pendapat tersebut, Luthans (2006) mengutip pendapat Locke, memberikan
definisi komperhensif tentang kepuasan kerja yang meliputi reaksi positif
dari kognitif, afektif, dan evaluatif yang berasal dari penilaian pekerjaan
atau pengalaman kerja seseorang.
Sementara itu, Eslami dan Gharakhani (2012) mengemukakan
bahwa kepuasan kerja adalah rekasi positif yang terlihat dari perilaku
karyawan dalam pekerjaannya. Menurut Rose (dalam Eslami dan
Gharakhani 2012), seorang karyawan secara intrinsik puas jika ia
menerima imbalan yang jelas berdasarkan aktivitas pekerjaan yang dia
lakukan, sedangkan seorang karyawan secara ekstrinsik puas terhadap
pekerjaannya, jika dia menerima uang kompensasi atau imbalan materi
lainnya untuk mengubah tingkah laku dirinya.
Defenisi lain tentang kepuasan kerja dikemukakan oleh Handoko
(2000) sebagai keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan dengan mana para pegawai memandang pekerjaan mereka.
Kepuasan kerja mencerminkan sikap seseorang terhadap pekerjaannya. Ini
nampak dalam sikap positif pegawai terhadap pekerjaan dan segala
sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Departemen personalia atau
pihak manajemen harus senantiasa memonitor kepuasan kerja, karena hal
ini dapat memengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja, semangat
kerja, keluhan-keluhan dan masalah personalia vital lainnya.
Selanjutnya menurut Mangkunegara (2000), kepuasan kerja
maupun ketidakpuasan kerja merupakan bentuk ungkapan yang
dituangkan lewat pekerjaan yang menyokong atau tidak menyokong diri.
Sehingga perasaan puas atau tidaknya seseorang akan berhubungan
dengan pekerjaan maupun dengan kondisi dirinya. Perasaan yang
berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah, atau
25
gaji yang diterima, kesempatan pengembangan karier, hubungan dengan
pegawai lainya, penempatan kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi
perusahaan dan mutu pengawasan. Sedangkan perasaan yang berhubungan
dengan dirinya, antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan
pendidikan.
Berdasarkan beberapa defenisi tentang kepuasan kerja tersebut di
atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah sikap umum dari
perasaan positif atau emosi yang menyenangkan karena keberhasilan dari
suatu pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu organisasi.
Perasaan positif tersebut berasal dari hasil evaluasi berdasarkan
karakterisitiknya mengenai seberapa baik pekerjaannya yang dapat
berdampak pada reaksi emosional yang menyenangkan. Sehingga puas
tidaknya seseorang pada pekerjaannya akan tergantung pada sesuai atau
tidaknya hasil evaluasi dengan harapan mereka.
2.1.2 Teori Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja maupun ketidak puasan kerja dapat dipahami dari
beberapa teori. Robbins & Judge (2009), memandang kepuasan kerja
berdasarkan kumpulan perasaan terhadap pekerjaan yang dimiliki oleh
seorang karyawan. Lebih lanjut teori ini berpandangan bahwa kepuasan
kerja adalah suatu perilaku karyawan yang puas dengan apa yang
diberikan oleh suatu organisasi tempatnya bekerja dan ditunjukan dengan
sikap positif karyawan terhadap organisasi itu. Berdasarkan hal tersebut
maka ada 5 faktor kepuasan kerja yaitu :
1. Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri. Kepuasan ini tercapai
bilamana pekerjaan seorang karyawan sesuai dengan minat dan
kemampuan karyawan itu sendiri.
26
2. Kepuasan terhadap imbalan dari pekerjaan itu. Di mana karyawan
merasa gaji atau upah yang diterimanya sesuai dengan beban kerjanya
dan seimbang dengan karyawan lain yang bekerja pada organisasi itu.
3. Kepuasan terhadap atasan. Karyawan merasa memiliki atasan yang
mampu memberikan bantuan teknis dan motivasi.
4. Kepuasan terhadap rekan kerja. Karyawan merasa puas terhadap rekan
- rekan kerjanya yang mampu memberikan bantuan teknis dan
dorongan sosial.
5. Kesempatan promosi. Kesempatan untuk meningkatkan posisi jabatan
pada struktur organisasi.
Selanjutnya Menurut Wexley dan Yulk (dalam As’ad 1998) ada
tiga macam teori tentang kepuasan kerja yang lazim digunakan, yaitu :
teori ketidak sesuaian (discrepancy theory), teori keadilan (equity theory),
teori dua factor (twofactortheory)
a. Discrepancy theory (teori ketidak sesuaian)
As’ad, (1998) mengemukakan bawa teori ketidak sesuaian pertama
kali dipelopori oleh Porter pada tahun 1961. Porter mengukur kepuasan
kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya
dengan kenyataan yang dirasakan. Kemudian Locke pada tahun 1969
berpandangan bahwa kepuasan kerja seseorang bergantung pada
perbedaan yang seharusnya didapati dengan harapan akan nilai-nilai yang
dibutuhkan. Teori ketidaksesuaian, Locke (dalam Wijono 2010)
mengungkapkan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan dari aspek pekerjaan
menggunakan dasar pertimbangan dua nilai, yaitu (1) ketidaksesuaian
yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan individu dengan apa yang
dia terimanya; dan (2) apa pentingnya pekerjaan yang diinginkan oleh
27
individu tersebut. Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi individu adalah
jumlah setiap aspek pekerjaan dikalikan dengan derajat pentingnya aspek
pekerjaan individu.
b. Teori keadilan (equity theory)
Teori ini dikembangkan oleh Adams (dalam Cahyono 1996), prinsip
dari teori ini menyatakan bahwa seseorang akan merasa puas atau
sebaliknya tidak puas terhadap pekerjaannya tergantung pada apakah
orang tersebut merasa adanya keadilan (equity) atau ketidak adilan
(inequity) atas suatu situasi. Hal ini diperoleh dengan cara
membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun
ditempat lain. Bila individu merasa adanya keadilan dalam pekerjaannya
yaitu persepsi keadilan tercapai bila perbandingan antara input-outcome
seorang individu sepadan dengan individu lainnya. Input adalah suatu nilai
yang menyokong suatu pekerjaan atau jabatan seperti pendidikan,
pengalaman, keterampilan, masa kerja, persediaan atau perlengkapan
kerja. Outcome adalah suatu nilai yang didapat dari suatu pekerjaan atau
jabatannya, seperti upah, keuntungan, status penghargaan dan kesempatan
untuk berprestasi dan ekspresi diri.
c. Teori Dua factor (twofactortheory)
Prinsip teori ini ialah kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu
merupakan dua hal yang berbeda (Cahyono,1996). Artinya, kepuasan
kerja dan ketidakpuasan kerja itu tidak merupakan suatu variabel yang
kontinyu. Berdasarkan atas hasil penelitian Herzberg (dalam Luthans
2006) menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya
dipengaruhi dua faktor, yaitu : Faktor motivator dan Faktor hygiene.
28
Faktor motivator ini berhubungan dengan aspek-aspek yang terkandung
dalam perkerjaan itu sendiri (Job Content) atau disebut juga aspek
intrinsik dalam pekerjaan. Faktor-faktor yang termasuk disini adalah
keberhasilan melakukan tugas, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung
jawab, kemungkinan untuk pengembangan, kesempatan untuk maju.
Faktor hygiene yaitu faktor yang berada disekitar pelaksanaan pekerjaan,
berhubungan dengan job content atau pekerjan ekstrinsik yang terdiri dari
: kondisi kerja, hubungan antara pribadi, kebijaksanaan perusahaan
teknik pengawasan, upah/gaji. (Luthans 2006) menambahkan bahwa
perasaan nyaman dalam pekerjaan umumnya berhubungan dengan
pengalaman kerja dan kepuasan kerja. Seseorang akan bangga dan puas
dengan pekerjaan karena fasilitas yang tersedia. Sebaliknya perasaan tidak
senang umumnya berhubungan dengan aspek disekitar pekerjaan atau
suasana perkerjaan.
d. Teori Pemenuhan Kebutuhan (need fulfillment theory)
Teori Maslow ini sering disebut dengan hirarki kebutuhan, karena
menyangkut kebutuhan manusia, teori ini menunjukkan kebutuhan
seseorang yang harus dipenuhi agar dia termotivasi untuk berkerja.
Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau
tidaknya kebutuhan pegawai. Kebutuhan ini berupa kebutuhan fisik, rasa
aman, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri, Maslow (Robbins, 2002).
Sedangkan menurut McClelland et al dalam (Robbins 2002), ada tiga
kebutuhan yang relevan ditempat kerja yaitu kebutuhan akan prestasi,
kebutuhan akan kekuasan dan kekuasaan afiliasi. Pegawai akan merasa
puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkan. Makin besar
kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut.
29
Sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai itu tidak
akan merasa puas.
Untuk kepentingan penelitian ini penulis menggunakan teori
kepuasan kerja oleh Robbis dan Judge (2009). Prinsip kepuasan kerja yang
dikemukakan oleh Robbis dan Judge (2009) dapat disimpulkan bahwa
kepuasan kerja berangkat dari perilaku karyawan yang puas dengan apa
yang diberikan oleh suatu organisasi tempatnya bekerja dan ditunjukkan
dengan sikap positif karyawan terhadap organisasi tersebut.
2.1.3 Aspek Kepuasan Kerja
Herzberg (dalam Robbins & Judge 2009) menyatakan bahwa pada
kenyataanya kepuasan kerja itu berangkat dari segi kepuasan kerja yang
dapat dilihat dari pekerjaan itu sendiri, bayaran, kenaikan jabatan,
pengawasan/supervisor dan rekan kerja.
a. Pekerjaan itu sendiri. Pekerjaan yang memberi kesempatan untuk
seorang pekerja menggunakan kemampuan yang dimiliki
b. Bayaran dalam bentuk imbalan yang pantas dari system gaji, sistem
insentif finansial, sistem tunjangan, kebijaksanaan promosi yang adil
dan sesuai harapan (cita-cita), dan terjauh dari praktek politik dalam
promosi.
c. Kenaikan jabatan, prinsipnya adalah the right man in the right job
(pekerjaan yang tepat pada jabatan yang tepat). Analisis jabatan
menghasilkan deskripsi jabatan dan spesifikasi jabatan. Pekerja akan
mendapatkan kepuasan kerja apabila kepriibadian (spesifikasi jabatan)
cocok dengan deskripsi jabatan.
d. Pengawasan supervisor. Pekerja menyukai dan menyenangi jabatan
yang memiliki atasan yang memiliki karakteristik sebagai berikut
30
yaitu (1) atasan langsung yang memiliki ilmu pengetahuan,
ketrampilan dan kemampuan untuk berkerja sama dalam memecahkan
persoalan pekerjaan yang sulit (2) atasan langsung yang bersedia
mendengarkan dan memahami keluhan dan pendapat tentang
pemecahan persoalan pekerjaan. (3) atasan yang suka memberikan
pertolongan dalam memecahakan masalah persoalan pekerjaan
(Robbins, 1998).
e. Rekan kerja, pekerja bekerja tidak hanya untuk mendapatkan imbalan
gaji, insentif finansial, tunjangan dan promosi yang adil saja, tetapi
pekerja bekerja juga untuk mendapatkan kebutuhan interkasi sosial
(rekan sekerja yang mendukung).
Cellucci dan DeVries (dalam Dickson, et al 2009), mengungkapkan
lima aspek kepuasan kerja dalam diri seseorang ditempat dia bekerja yakni
:
a. Kepuasan terhadap gaji, merupakan hal yang berhubungan dengan gaji
yang diberikan lembaga dibandingkan dengan lembaga yang lain,
mempertimbangkan gaji dengan tanggung jawab dan tunjangan-
tunjangan yang memuaskan ditempat kerja
b. Kepuasan terhadap promosi, merupakan hal yang berhubungan dengan
dasar atau sistim promosi di tempat kerja dan tingkat kemajuan karir
pegawai yang bekerja dalam suatu lembaga.
c. Kepuasan terhadap rekan kerja, merupakan hal yang berhubungan
dengan dukunngan rekan kerja dan kerja sama dengan rekan kerja.
d. Kepuasan terhadap supervisi/pengawasan, merupakan dukungan dari
atasan, yaitu atasan yang memiliki kompeten dibidangnya.
Sementara itu, (Spector, 2000) menggunakan Job Satisfaction Surfey
yang mengandung pengukuran dalam sembilan aspek diantaranya:
31
a. Gaji (pay) : hal ini berhubungan dengan kepuasan individu terhadap
gaji yang didapati dan kenaikan terhadap gaji
b. Promosi (promotion) : hal ini berhubungan dengan kesempatan
individu terhadap ruang atau kesempatan promosi yang didapatinya
c. Atasan (supervision) : hal ini berhubungan dengan kepusan individu
terhadap atasan darinya.
d. Tunjangan (fringebenefits) : hal ini berhubungan dengan kepuasan
individu terhadap tunjangan yang diberikan organisasi dimana dia
bekerja.
e. Imbalan non finansial (contigentrewards) : hal ini berhubungan dengan
kepuasan individu terhadap imbalan non-finansial yang diberikan
karena performa baik yang tunjukan individu dalam bekerja.
f. Kondisi operasional (operating conditions) : hal ini berhubungan
dengan kepuasan ndividu terhadap peraturan-peraturan dan prosedur-
prosedur yang berlaku dalam organisasi.
g. Rekan kerja (co-workers) : hal ini berhubungan dengan kepuasan
individu terhadap rekan kerjanya.
h. Jenis pekerjaan (natureofwork) : hal ini berhubungan dengan kepuasan
individu terhadap tipe pekerjaan yang dilakukan.
i. Komunikasi : hal ini berhubungan dengan kepuasan individu terhadap
komunikasi yang terjadi dan terjalin dalam organisasi
Dalam hubunganya dengan penelitian, penulis menggunakan lima
aspek kepuasan kerja dari Herzberg (dalam Robbins & Judge 2009)
menyatakan bahwa kepuasan kerja itu berangkat dari pekerjan itu sendiri,
bayaran, kenaikan pangkat, pengawasan/supervisor dan rekan kerja.
Pemelihan ini didasarkan pada prinsip dan keyakinan bahwa kepuasan
kerja pendeta dalam melaksanakan tugas tanggung jawab sedikitnya dapat
32
dilihat berdasarkan lima karakteristik itu yang dapat menjadi landasan
kepuasan kerja seorang pendeta.
2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Menurut Robbins (1998) ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yaitu pekerjaan yang secara
mental menantang, reward yang sesuai, kondisi kerja yang mendukung,
rekan kerja yang mendukung serta kesesuaian kepribadian dan pekerjaan.
a. Pekerjaan yang secara mental menantang
Pekerja yang cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi
mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan
mereka dan menawarkan tugas, pekerjaan yang kurang menantang
menciptakan kebosanan, sebaliknya jika terlalu banyak pekerjaan yang
menantang dapat menciptakan frustasi. Pada kondisi tantangan yang
sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan
dalam bekerja.
b. Imbalan yang pantas
Para pekerja menginginkan pemberian upah dan kebijakan promosi yang
mereka presepsikan adil dan sesuai dengan harapan mereka. Bila upah
dilihat adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat kesempatan
individu, dan standar upah karyawan, kemungkinan besar akan
menghasilkan kepuasan kerja.
c. Kondisi kerja yang mendukung
Pekerja peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi
manapun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Beberapa penelitian
telah menunjukan, bahwa pekerja lebih menyukai lingkungan kerja yang
33
tidak berbahaya. Seperti temperatur, cahaya, kebisingan, dan faktor
lingkungan lain harus diperhitungkan dalam pencapaian kepuasan kerja.
d. Rekan pekerja yang mendukung
Pekerja akan mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang
berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan kerja juga mengisi
kebutuhan akan interkasi social. Oleh karena itu sebaiknya pekerja
mempunyai rekan kerja yang ramah dan mendukung. Hal itu penting
untuk mencapai kepuasan kerja.
e. Kesesuaian kepribadian dan pekerjaan
Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadianya sama dengan pekerjaan
yang mereka pilih seharusnya mereka punya bakat dan kemampuan yang
tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian
akan lebih besar kemungkingan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut,
dan lebih memungkinkan untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari
pekerjaan mereka.
Beberapa faktor yang juga turut memengaruhi kepuasan kerja yaitu
a)Motivasi kerja, b)budaya organisasi c) jenis kelamin, sebagaimana
variabel dalam penelitian ini, telah diteliti terlebih dahulu oleh beberapa
penelitian terdahulu.
Zafar (2014) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa, motivasi
kerja merupakan faktor yang menentukan kepuasan kerja. Dari hasil
penelitiannya, disimpulkan bahwa jika karyawan termotivasi, mereka akan
puas dengan pekerjaannya, dan jika karyawan puas dengan pekerjaan
mereka, maka mereka akan bekerja keras untuk mencapai tujuan
organisasi, dan jika tujuan tercapai maka organisasi akan mendapatkan
keuntungan. Sejalan dengan peneitian tersebut, Sohail et al (2014) dalam
34
penelitian mereka menyimpulkan bahwa motivasi kerja merupakan faktor
pendorong kepuasan kerja, hal ini dikarenakan motivasi kerja memiliki
efek positif pada kepuasan kerja karyawan. Ini menyiratkan bahwa efek
motivasi kerja karyawan, yang berimbas pada kepuasan kerja
mengakibatkan karyawan lebih termotivasi dalam melakukan tugas.
Ketika motivasi kerja ada dalam diri seorang karyawan, dapat merangsang
karyawan untuk puas terhadap pekerjaannya. karyawan yang puas
terhadap pekerjaannya akan lebih berkomitmen dengan pekerjaan, dan
kemudian memengaruhi kinerjanya.
Selain faktor motivasi kerja, budaya organisasi juga merupakan
faktor terciptanya kepuasan kerja. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan
oleh, Sangadji (2014), yang dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa
budaya organisasi merupakan salah satu dari banyaknya faktor yang turut
memengaruhi kepuasan kerja. Dimensi budaya organisasi dalam
penelitiannya ini, yang terbukti membangun konstruk kepuasan kerja
terdiri dari kebijakan organisasi, pengawasan, kondisi kerja, hubungan