14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Studi Terdahulu Bagian ini akan memaparkan berbagai hasil penelitian terdahulu yang sejenis dan relevan dengan penelitian ini. Skripsi Dwi Ariyani (2010) Universitas Sebelas Maret yang berjudul “Pelanggaran Prinsip Kesantunan Dan Implikatur Dalam Acara Opera “Van Java Di Trans 7” dalam penelitian ini peneliti merumuskan, (1) Bagaimana bentuk pelanggranb prinsip kesantunan salah OVJ?, (2) Bagaimana prinsip ironi dalam OVJ?, dan (3) bgaimana omplikatur yang muncul dalam OVJ?. Dalam penelitian ini mendapatkan simpulan.Pertama, Ditemukan pelanggaran terhadap prinsip kesantunan. Pelanggaran terhadap prinsip kesantunan ditemukan pada nbanyak data dan meliputi semua maksimnya (tujuh maksom). Pelanggaran paling banyak ialah terhadap maksim pujian, yang diikuti oleh maksim kearifan, simpati, kesepakatan, pertimbangan , kerendahan hati, dan terakhir maksim kedermawanan. Kedua, terdapat prinsip ironi dalam acara OVJ. Hanya terdapat sedikit data yang mengandung penerapan prinsip ironi. Hal tersebut karena kemungkinan para pemain OVJakan merasa lebih puas jika menghina/mengancam orang lain secara terang-terangan. Pemain OVJ. Pemain OVJ kelihatan jika berhasil menghina orang lain, hal itu dapat dilihat dari raut muka mereka tersenyum. Ketiga, ditemukan beberapa implikatur percakapan dalam acara OVJ. Inplikatur tersebut terdiri dari sembilan (9) maca, implikatur yang berbeda. Kesembilan masksim implikatur tersebut ialah implikatur menghina, nmemancing
27
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. - abstrak.uns.ac.id · Rustono (1999: 25) berpendapat bahwa situasi tutur adalah situasi yang melahirkan situasi. Pernyataan ini sejalan dengan pandangan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.Tinjauan Studi Terdahulu
Bagian ini akan memaparkan berbagai hasil penelitian terdahulu yang
sejenis dan relevan dengan penelitian ini.
Skripsi Dwi Ariyani (2010) Universitas Sebelas Maret yang berjudul
“Pelanggaran Prinsip Kesantunan Dan Implikatur Dalam Acara Opera “Van Java
Di Trans 7” dalam penelitian ini peneliti merumuskan, (1) Bagaimana bentuk
pelanggranb prinsip kesantunan salah OVJ?, (2) Bagaimana prinsip ironi dalam
OVJ?, dan (3) bgaimana omplikatur yang muncul dalam OVJ?. Dalam penelitian
ini mendapatkan simpulan.Pertama, Ditemukan pelanggaran terhadap prinsip
kesantunan. Pelanggaran terhadap prinsip kesantunan ditemukan pada nbanyak
data dan meliputi semua maksimnya (tujuh maksom). Pelanggaran paling banyak
ialah terhadap maksim pujian, yang diikuti oleh maksim kearifan, simpati,
kesepakatan, pertimbangan , kerendahan hati, dan terakhir maksim
kedermawanan. Kedua, terdapat prinsip ironi dalam acara OVJ. Hanya terdapat
sedikit data yang mengandung penerapan prinsip ironi. Hal tersebut karena
kemungkinan para pemain OVJakan merasa lebih puas jika menghina/mengancam
orang lain secara terang-terangan. Pemain OVJ. Pemain OVJ kelihatan jika
berhasil menghina orang lain, hal itu dapat dilihat dari raut muka mereka
tersenyum. Ketiga, ditemukan beberapa implikatur percakapan dalam acara OVJ.
Inplikatur tersebut terdiri dari sembilan (9) maca, implikatur yang berbeda.
Kesembilan masksim implikatur tersebut ialah implikatur menghina, nmemancing
15
amarah, tidak nsuka dengan kedatangan orang lain, menyuruh, dan merayu.
Dalam acara OVJ implikatur yang terjadi didominasi olem implikatur menghina.
Skripsi Tanjung Tyas Ning Putri (2010) Universitas Sebelas Maret yang
berjudul “Pelanggaran Prinsip Kesantunan dalam Film Warkop DKI Maju Kena
Mundur Kena”dalam penelitian ini peneliti merumuskan. (1) Bagaimana bentuk
pelanggaran yang terdapat pada film Warkop DKI Maju Kena Mundur Kena, (2)
mendeskripsikan implikatur dari pelanggaran prinsip kesantunan dalam film
Warkop DKI Maju Kena Mundur Kena. Penelitian ini mendapat berbagai
simpulan . Pertama, ditemukan adanya pelanggaran terhadap prinsip kesantunan
dalam film Warkop DKI yang berjudul Maju Kena Mundur Kena, pelanggaran
maksimkesopanan hanya terjadi terhadap lima maksim dari tujuh maksim yang
tercakup dalam prinsip ini, yaitu pelanggaran maksim kearifan, pelanggaran
maksim kedermawanan, pelanggaran maksim pujian, pelanggaran maksim
kesepakatan, dan pelanggaran maksim simpati. Pelanggaran terhadap maksim
kerendah hati dan maksim pertimbangan tidak ditemukan dalam penelitian ini.
Kedua, tuturan dalam film Warkop DKI yang berjudul Maju Kena Mundur
Kenamengandung beberapa macam implikatur percakapan. Implikatur-implikatur
tersebut digunakan antara lain untuk mempermainkan seseorang, mencari
perhatian, mengambil keuntungan, menyatakan pilihan, mengejek, menyatakan
ketidaksukaan, menyindir, memaksa, mengeluh, dan menolak permintaan.
Skripsi Puspa Rinda Silalahi (2011)Universitas Negri Medan yang berjudul
“Analisis Kesantunan Berbahasa Siswa/i di Lingkungsn Sekolah SMP Negri 5
Binjai”merumuskan masalah dalam penelitian tersebut menjadi 3 rumusan (1)
16
Bagaimana realisasi kesantunan berbahasa dalam percakapan di lingkungan
sekolah, (2) Bagaimana pelanggaran prinsip kesantunan yang terjadi pada
percakapan di lingkungan sekolah, (3) peringkat pelanggaran kesantunan bahasa
yang manakah yang lebih dominan ditemukan pada percakapan di lingkungan
sekolah SMP Negri 5 Binjai.Penelitian ini juga menggunakan teori Leech. Dalam
penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut (1) realisasi kesantunan di
SMP Negri 5 Binjai dapat dilihat dari terpatuhinya maksim skala
ketidaklangsungan dengan jumlah 52 tuturan dan skala jarak dengan jumlah 42
tuturan, (2) pelanggaran maksim kesantunan di SMP Negri Binjai dapat dilihat
dari tidak terpatuhinya maksim kebijaksanaan sengan jumlah 24 tuturan dan skala
ketidaklangsungan dengan jumlah 24 tuturan, (3) peringkat pelanggaran
kesantunan bahasa yang dominan yang ditemukan adalah pelanggaran maksim
kebijaksanaan dengan jumlah 24 tuturan dan skala ketidaklangsungan dengan
jumlah 24 tuturan.
Skripsi Istiqomah (2016) Universitas Muhammadiyah Malang yang berjudul
“Analisis Kesantunan Tuturan Dalam Vidio Iklan Layanan Kesehatan
Masyarakat”dalam penelitian ini Adapun tujuan penelitian adalah
mendeskripsikan bentuk, fungsi, dan makna kesantunan tuturan dalam video iklan
layanan kesehatan masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatik
dengan jenis kualitatif yang menghasilkan data berbentuk deskripstif. Data
penelitian ini berbentuk transkripsi data diperoleh dari tuturan video iklan layanan
kesehatan masyarakat. Proses pengumpulan data dilakukan melalui tahapan, yaitu
(1) mencari video di youtube untuk diunduh, (2) mentranskripsikan data, (3)
membaca data, (4) menandai tuturan sesuai dengan bentuk, fungsi, dan makna
17
kesantunan. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan,diperoleh kesimpulan
bahwa dalam video iklan layanan kesehatan masyarakat sudah berbahasa secara
santun dengan memenuhi maksim (1) maksim kearifan, (2) maksim
kedermawanan, (3) maksim pujian, (4) maksim kerendahan hati, (5) maksim
kesepakatan, dan (6) maksim simpati. Adapun fungsi kesantunan tuturan iklan
layanan kesehatan masyarakat adalah fungsi kompetitif, bekerja sama dan
menyenangkan. Makna kesantunan tuturan iklan layanan kesehatan
Penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang terdahulu yang
membahas pelanggaran maksim, namun dalam penelitian yang terdahulu hanya di
lakukan analisis pelanggaran maksim. Perbedaan penelitian pada penelitian
sebelumnya yakni terletak pada, peneliti menganalisis pelanggaran maksim dan
juga pematuhan maksim pada data yang telah di pilih peneliti, serta dalam
penelitian ini juga akan memunculkan implikatur dari prinsip kesantunan yang
ada .
B. Landasan Teori
Landasan teori digunakan untuk menganalisis permasalahan yang diangkat
dalam sebuah penelitian teori yang digunakan untuk menjawab permasalahan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Pragmatik
Pragmatik adalah cabang ilmu yang berbeda dengan morfologi, maupun
fonologi. Morfologi, semantik maupun fonologi merupakan cabang linguistik
yang mempelajari struktur bahasa secara internal. Sementara pragmatik adalah
cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni
18
bagaimana suatu bahasa itu digunakan di dalam komunikasi (I Dewa Putu Wijana,
1996:1). Menurut Leech (1983) pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang
mengkaji penggunaan bahasa berinteraksi dengan tata bahasa yang terdiri dari
fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik melalui pragmatik (I Dewa Putu
Wijana). Selain Leech banyak para ahli linguistik untuk memberikan
pemikirannya mengenai definisi pragmatik. Sebenarnya definisi pragmatik yamh
paling tua muncul dari pemikiran Morris. Menurutnya adalah bahwa pragmatik itu
merupakan cabang semiotika yang mempelajari Parker yang menyatakan bahwa
pragmatik adalah suatu kajian mengenai bagaimana suatu bahasa digunakan untuk
berkomunikasi. Sedangkan Faslod berpendapat bahwa pragmatik adalah kajian
mengenai penggunaan konteks untuk menarik inferensi tentag makna
Menurut Levinson (1983:9) mendefinisikan pragmatic sebagai berikut,
“pragmatics is the syady of those relations between language and context that are
grammaticalized, or enconded in the structure of a language” pragmatic
merupakan kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatikalisasi
atau terkodifikasi dalam struktur bahasa.
Rustono (1999:17) menjelaskan ilmu pragmatic mengunggkapkan maksud
suatu tuturan di dalam peristiwa komunikasi, oleh karena itu analisis pragmatik
berupaya menemukan maksud penutur, baik yang diekspresikan secara tersurat
maupun yang diungkapakan dengan tersirat di balik tuturan.Maksud tuturan dapat
diidentifikasikan dengan mempertimbangkan komponen situasi tuturan yang
mencakup penutur, mitra tutur, tujuan, konteks, tuturan sebagai hasil aktivitas.Dan
tuturan sebagai tindakan verbal.
19
Rahardi (2005:50) Pragmatik adalah studi bahassa yang mendasarkan
pijakan analisisnya pada konteks. Konteks yang dimaksud adalah sebagai latar
belakang pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur serta
yang menyertai dan mewadahi sebuah pertutur.
2. Situasi Tutur
Rustono (1999:25) berpendapat bahwa situasi tutur adalah situasi yang
melahirkan situasi. Pernyataan ini sejalan dengan pandangan bahwa tuturan
merupakan akibat.Memperhitungkan situasi tutur sangat penting di dalam
pragmatic.Maksud tuturan yang sebenarnya hanya dapat diidentifikasi melalui
situasi tutur yang mendukungnya. Tidak selamanya tuturan itu secara langsung
menggambarkan makna yang dikandung oleh unsur-unsurnya.
Leech (1993:19-21) pragmatik mengkaji makna dalam hubungannya dengan
situasi tutur.
1. Yang menyapa (penyapa) atau yang disapa (pesapa)
Orang yang menyapa akan diberi symbol n ‘penutur’ dan orang yang disapa
dengan symbol t ‘petutur;.Jadi penggunaan penurur dan pentutur tidak
membatasi pragmatic pada bahasa lisan saja.Istilah-istilah ‘penerima’ (orang
yang menerima dan menafsirkan pesan) dan ‘yang disapa’ (orang yang
seharusnya menerima dan menerima dan menjadi sasaran pesan) juga perlu
dibedakan.Si penerima bisa saja seorang yang kebetulan lewat dan pendengar
pesan, dan bukan orang yang disapa.
2. Konteks sebuah tuturan
Konteks diartikan sebagai aspek-aspek yang gayut dengan lingkungan fisik dan
social sebagai tuturan.Konteks diartikan sebagai suatui pengetahuan latar
20
belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan pentutur dan membantu
petutur menafsirkan makna tuturan.
3. Tujuan sebuah tuturan
Tujuan sebuah tuturan dalam tujuan atau fungsi daripada makna yang
dimaksud atau maksud penutur mengucapkan sesuatu.Istilah tujuan dianggap
lebih natural daripada maksud, karena tidak membebani pemakaiannya dengan
suatu kemauan atau motivasi yang sadar, sehingga dapat digunakan secara
umum untuk kegiatan-kegiatan yang berorientasi tujuan.
4. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan tindak ujar
Pragmatik berurusan dengan tindak-tindak atau performasi-performasi verbal
yang terjadi dalam situasi dan waktu tertentu.Dengan demikian pragmatic
menangani bahasa pada tingkat yang lebih konkret daripada tata bahasa.
5. Tuturan sebagai produk tindak verbal
Tuturan selain sebagai tindak ujar atau tindak verbal itu sendiri, dalam
pragmatik kata ‘tutur’ dapat digunakan dalam arti yang lain, sebagai produk
suatu tindak verbal (bukan tindak verbal itu sendiri).
Sebuah tuturan dapat merupakan suatu contoh kalimat (sentence-instance) atau
tanda kalimat (sentence-token), tetapi bukanlah sebuah kaliamat. Artian kedua
ini tuturan-tuturan merupakan unsur-unsur yang maknanya dikaji dalam
pragmatic, sehingga dengan tepat pragmatic dapat digambarkan sebagai suatu
ilmu yang mengkaji makana tuturan.
21
3. Tindak Tutur
Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik pragmatik lain
seperti praanggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerja sama, prinsip
kesantunan dan sebagainya (Rustono, 1999:32). Sedangkan menurut Rustono
(1999:31), tindak tutur atau ujaran merupakan entitas yang bersifat sentral dalam
pragmatik. Sedangkan Yule (1996:82) memberikan definisi mengenai tindak tutur
sebagai tindakan-tidakan yang ditampilkan lewat tuturan (Actionsperformed via
utterances are called speech acts).
Sehubungan dengan tindak tutur untuk menyatakan sesuatu (the act of
saying something). Lokusi semata-mata merupakan tindak tuturan, yaitu tindak
mengucapkan sesuatu dengan kata dan makna kalimat sesuai dengan makna kata
itu dalam kamus dan makna kalimat itu menurut kaidah sintaksisnya (Asim
Gunarwan, 1994:45). Lebih jauh tindak lokusi adalah tindak tutur yang relatif
paling mudah untuk didefinisikan karena pengidentifikasian cenderung dapat
dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi tutur (I
Dewa Putu Wijana, 1996:18)
Tindak ilokusi disebut sebagai the act of doing something. Menurut Austin
(dalam Asim Gunarwan, 1994:46), tindak ilokusi adalah tindak melakukan
sesuatu. Tindak tutur ilokusi dipergunakan untuk melakukan sesuatu, misalnya
menginformasikan, minta maaf, dan lain-lain (I Dewa Putu Wijana, 1996:18).
Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang mengutarakannya dimaksudkan
untuk mempengaruhi lawan tutur. Sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang
sering kali mempunyai daya pengaruh (perlocutionary force), atau efek bagi yang
mendengarkan (I Dewa Putu Wijana, 1996:19-20).
22
Berkaitan dengan tindak ilokusi, Searle kemudian mengembangkan konsep
tindak tutur dari Austin. Searle mengklasifikasikan tindak lokusi de dalam lima
jenis tindak tutur. Pengklasifikasian tindak tutur Searle sebagai berikut.
1.Asertif (Assertives)
Tindak tutur asertif atau representatif adalah tindak tutur yang mengikat
penuturnya akan kebenaran atas apa yang diujarkannya. Termasuk ke dalam
jenis tindak tutur ini adalah tuturan-tuturan menyatakan menyebutkan,
memberikan, kesaksian, berspekulasi dan seterusnya
2.Direktif (Directives)
Merupakan tindak ntutur yang bertujuan agar mitra tuturnya melakukan
suatu tindakan yang disebutkan dalam suatu tuturan oleh penutur. Tuturan
seperti menyuruh, meminta, mengajak, meminta, memohon, menyarankan
menentang, termasuk tindak tutur direktif.
3.Komisif (Commissives)
Tindak tutur ini merupakan tindak tutur dimana penuturnya terikat untuk
melaksanakan apa yang telah dituturkannya. Tindak tutur ini, misalnya
bersumpah, berjanji, mengecam, berkual. Jenis tindak tutur ini tidak
mengacu pada kepentingan penutur tetapi pada kepentingan penutur.
4.Ekspresif (Expressives)
Ilokusi ini berfungsi untuk mengungkapkan atau mengutarakan sikap
psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Ilokusi ini, misalnya
mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf,
mengecam, memuji, mengucapkan belasungkawa, dan sebagainya.
5.Deklarasi (Declarations)
23
Keberhasilan pelaksanaan ilokusi ini akan mengakibatkan adanya
kesesuaian antara isi tuturan dengan kenyataan. Ilokusi ini, misalnya
mengundurkan diri, membaptis, memecat, memberi nama, menjatuhkan
hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat pegawai), dan
sebagainya. Tindakan-tindakan ini biasanya dilakukan oleh seseorang yang
dalam sebuah kerangka acuan kelambangaan diberi wewenang untuk
melakukannya.
4. Tindak Tutur Langsung dan Tidak Tutur Tidak Langsung
Secara umum tindak tutur dibagi atas tindak tutur langsung dan tindak tutur
tidak langsung. Berdasarkan modusnya. Kalimat dibedakan menjadi kalimat berita
(deklaratif), kalimat tanya (introgatif), dan kalimat perintah (imperatif). Secara
konvensional, kalimat berita digunakan untuk memberitakan sesuatu antau
informasi, kalimat tanya untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan, atau
permohonan. Bila kalimat berita difungsikan secara konvengsional untuk
mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk menyuruh, mengejek, memohon, dan
seterusnya, tindak tutur yang berbentuk adalah tindak tutur yang berbentuk adalah
tindak tutur langsung (direct specch act)
(a)Sari memilki lima ekor anjing
(b)Di manakah letak pulau jawa?
(c)Ambilkan baju saya!
Di samping untuk berbicara secara sopan, perintah dapat diutarakan sengan
kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang di perintah tidak merasa dirinya
perintah. Bila hal ini terjadi, terbentuk tindak tutur tidak langsung (indirect speech
act).
24
5. Tindak Tutur Literal dan Tindak Tutur Tidak Literal
Tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya
sama dengan makna kata-kata yang menyusunya, sedangkan tindak tuture tidak
literal (non literal speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama
dengan atau berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya.
Berkaitan dengan tindak tutur diatas langsung dan tidak langsung dikaitkan
dengan tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal, maka akan terdapat tindak
tutur-tindak tutur sebagai berikut.
1. Tindak Tutur Langsung Literal
Tindak tutur langsung Literal (direct literal speech act) adalah tindak tutur
yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud
pengutaraanya. Maksud memerintah disampaikan dengan maksud
pengutaraanya. Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat perintah,
memberitakan dengan kalimat berita, dan menanyakan sesuatu dengan kalimat
tanya (Muhammad Rohmadi, 2004:34)
2. Tindak Tutur Tidak Langsung Literal
Tindak tutur tidak langsung (indirect literal speech act) adalah tindak tutur
yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud
pengutarannya, tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa
yang dimaksudkan oleh penutur (Muhammad Rohmadi, 2004:34)
3. Tindak Tutur Langsung Literal
Tindak tutur langsung literal (direct nonliteral speech act) adalah tindak tutur
yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan,
25
tetai kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan
maksud penuturnya (Muhammad Rohmadi, 2004:34)
4. Tindak Tutur Tidak Langsung Literal
Tindak tutur tidak langsung literal (indirect nonliteral speech act) adalah
tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan
maksud yang ingin diutarakan (Muhammad Rohmadi, 2004:34)
6. Prinsip Kesantunan
Gunarwan (dalam Purwo 9Ed), 1994: 87) mengatakan bahwa konsep
mengenai kesantunan berbahasa telah dikemukakan oleh para linguis, antara lain
Lokoff (1972), Fraser (1978), Brown n Levinson (1978), dan Leech (1983).
a. Kesantunan Menurut Lokoff
Lokoff menyatakan ada tiga ketentuan untuk dapat dipenuhinya
kesantunan dalam kegiatan bertutur. Kaidah yang pertama skala formalitas
(formality scale). Di dalam kegiatan bertutur, masing-masing peserta tutur
harus dapat menjaga keformalitasan dan menjaga jarak yang sewajarnya dan
senatural-naturalnya antara yang satu dengan yang lainnya. Kaidah kedua
adalah skala ketidaktegassan (hesitancy scale) atau sering kali disebut
dengan skala pilihan (optionality scale). Skala ini menunjukkan bahwa agar
penutur dan mitra tutur dapat saling merasa nyaman dalam bertutur maka
pilihan-pilihan dalam bertutur harus diberikan oleh kedua pihak. Kaidah
yang ketiga adalah peringkat persamaan atau kesenyawaan (equality scale).
Agar dapat bersifat santun orang haruslah bersikap ramah dan selalu
mempertahankan persahabatan antara pihak satu dengan pihak yang lain