KATA PENGANTAR Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan kemah kerja dimulai dari proses pengambilan data hingga penyusunan laporan. Laporan ini merupakan hasil kerja keras kami yang tidak terlepas dari segenap bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik dari lingkungan keluarga, civitas akademika, teman dan sahabat, yang mungkin jumlahnya terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu. Untuk itu, kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang senantiasa membantu kami selama kemah kerja. Pada proses penyusunan laporan ini, kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang kami miliki. Namun demikian, kami telah mencurahkan segala ilmu dan tenaga yang kami miliki untuk penyusunan laporan ini dengan harapan dapat berguna bagi orang banyak. Akhir kata, kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam laporan ini. Tidak lupa kami mengharapkan saran dan kritik demi kemajuan penyusunan laporan kami berikutnya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, serta dapat menjadi referensi demi kemajuan nusa dan bangsa. Bogor, 7 Januari 2013 Laporan Kemah Kerja 2012 Kelompok 3 i
Kemah Kerja 2012 Universitas Pakuan Bogor dan Institut Teknologi Bandung
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan kemah kerja dimulai dari proses pengambilan data hingga penyusunan laporan.
Laporan ini merupakan hasil kerja keras kami yang tidak terlepas dari segenap bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik dari lingkungan keluarga, civitas akademika, teman dan sahabat, yang mungkin jumlahnya terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu. Untuk itu, kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang senantiasa membantu kami selama kemah kerja.
Pada proses penyusunan laporan ini, kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang kami miliki. Namun demikian, kami telah mencurahkan segala ilmu dan tenaga yang kami miliki untuk penyusunan laporan ini dengan harapan dapat berguna bagi orang banyak.
Akhir kata, kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam laporan ini. Tidak lupa kami mengharapkan saran dan kritik demi kemajuan penyusunan laporan kami berikutnya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, serta dapat menjadi referensi demi kemajuan nusa dan bangsa.
Bogor, 7 Januari 2013
Penyusun
i
BAB IPENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Bumi tempat kita tinggal mempunyai berbagai macam bentuk relief tanah dan objek lainnya, baik itu bentukan alami maupun manusia. Untuk mempermudah kita mengenal bumi ini, diperlukan suatu representasi mengenai keadaan bumi dalam bentuk yang praktis dan mudah dimengerti. Geodesi merupakan salah satu cabang dari ilmu kebumian yang khusus mempelajari geodinamika bumi, agar dapat direpresentasikan beserta informasi-informasi geografisnya dalam suatu bidang, baik itu manual maupun dijital. Sarana yang umum dipakai oleh orang-orang dalam pembangunan atau navigasi adalah peta topografi. Topografi berasal dari bahasa Yunani “topos” yang berarti lapangan dan “grafos” yang berarti penjelasan tertulis. Jadi, topografi mempunyai arti penjelasan tertulis mengenai keadaan lapangan.
Untuk dapat membuat peta topografi, dibutuhkan beberapa titik yang mewakili bentukan alam yang akan dipetakan. Titik-titik ini harus sudah diketahui koordinatnya terhadap suatu sistem koordinat tertentu dan skala yang seragam. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa proses dalam pembuatan peta topografi. Proses tersebut meliputi pengukuran kerangka dasar horizontal, pengukuran kerangka dasar vertikal, dan pengukuran situasi atau detail. Besaran-besaran yang diukur meliputi arah, sudut, jarak, dan ketinggian baik secara langsung maupun tidak langsung.
Objek yang diukur dalam pengukuran kerangka dasar adalah sudut dan beda tinggi dari titik-titik kerangka dasar yang kita tentukan di lapangan dan mempunyai fungsi sebagai titik pengontrol untuk pengukuran situasi. Sedangkan dalam pengukuran situasi, objek yang diukur adalah titik-titik detail yang merupakan posisi pohon, pojok bangunan, bentuk jalan, titik ketinggian, dan titik lainnya yang letak dan kerapatannya ditentukan oleh skala untuk menggambarkan bentuk relief tanah. Setelah semua proses pengukuran dilakukan, pengolahan data dapat dimulai untuk memecahkan parameter koordinat terhadap suatu sistem koordinat tertentu.
Untuk dapat melakukan semua kegiatan tersebut, diperlukan pemahaman teoritis mengenai Ilmu Ukur Tanah, Hitung Perataan, Kerangka Dasar Geodetik, Survei Satelit, Sistem Transformasi Koordinat, Kartografi, dan lain-lain. Berdasarkan latar belakang inilah, Program Studi Teknik Geodesi dan Geoinformatika Universitas Pakuan Bogor mengadakan Kemah Kerja yang bertujuan untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu teoritis yang sudah didapat selama kuliah dan menguji kemampuan
1
koordinasi antar sesama mahasiswa. Kemah Kerja kali ini berlokasi di kawasan Hutan Buru Kareumbi, Gunung Masigit.
Produk akhir yang diharapkan dari kegiatan ini adalah peta topografi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas untuk berbagai kepentingan. Secara tidak langsung, tujuan untuk pengabdian masyarakat pun dapat tercapai.
I.2 Maksud dan Tujuan
Mengaplikasikan keilmuan geodesi dan geoinformatika Universitas Pakuan Bogor dalam pembuatan peta dengan skala 1:2000 dan 1:500.
I.3 Gambaran Umum Daerah
Wilayah pengukuran dibagi dalam 2 bagian, yaitu daerah pengukuran titik kerangka dasar dan pengukuran detail situasi. Untuk pengukuran titik kerangka dasar, dilakukan pengukuran pada jalur 6 yang terdapat di kring III, sedangkan untuk pengukuran detail situasi dilakukan pengukuran di daerah kring 4, yaitu wilayah rumah pohon.
I.4 Waktu dan Tempat
Pelaksanaan kegiatan Kemah Kerja 2012 dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap
pengambilan data dan pengolahan data. Tahap pengambilan data dilaksanakan pada
tanggal 3-17 Juni 2012 bertempat digunung Masigit, Kareumbi, Garut. Tahap kedua adalah
2
pengolahan data yang dilakukan di Fakultas Teknik Kampus Universitas Pakuan Bogor dari
tanggal 18 Juni – 29 Juni 2012.
I.5 Peserta Kegiatan
Peserta Kemah Kerja 2012 merupakan 97 mahasiswa Teknik Geodesi dan Geomatika ITB, serta 13 mahasiswa Teknik Geodesi Universitas Pakuan. Peserta dibagi dalam 10 kelompok. Penulis merupakan kelompok 3 dengan anggota sebagai berikut :
1. Manda Marcella 15109010 ITB2. Nur Fajar Trihantoro 15109013 ITB3. Legina Nur Widya 15109015 ITB4. M. Syafril Radifanur 15109017 ITB5. Raden Artha Alam 15109023 ITB6. Rezza Riawan 15109084 ITB7. Rifkizel 15109087 ITB8. Ikhwan Permana 15109088 ITB9. Rio Adhitia Putra 15109093 ITB10. Binahar Panjaitan 15109098 ITB11. Rega Aminda 051110006 Universitas Pakuan Bogor
3
BAB IILANDASAN TEORI
II.1 PEMETAAN SITUASI
Pemetaan situasi adalah pemetaan suatu daerah atau wilayah ukur yang mencakup
penyajian dalam dimensi horizontal dan vertical secara bersama-sama dalam suatu gambar
peta. Kegiatan pemetaan situasi meliputi pekerjaan sebagai berikut :
1. Orientasi dan Perencanaan Pengukuran
2. Kerangka Kontrol Horizontal
3. Kerangka Kontrol Vertikal
4. Pengukuran Detail Situasi
5. Penggambaran Peta
II.1.1 Orientasi dan Perencanaan Pengukuran
Orientasi medan yaitu kegiatan yang dilakukan untuk melihat situasi medan
pengukuran dalam rangka merencanakan lokasi penempatan patok kerangka dasar atau
merencanakan titik-titik yang akan diambil untuk detail situasi. Selanjutnya yaitu
melakukan perencanaan dimana akan dipasang titik kontrol horizontal dan titik kontrol
vertikal. Sebelum melaksanakan pekerjaan pengukuran perlu dilakukan pengadaan
sejumlah titik dengan kerapatan tertentu dan ditandai dengan patok dari kayu, pilar
beton atau baut yang ditanam pada permukaan tanah atau suatu gedung atau
jembatan. Pekerjaan ini biasa disebut dengan pematokan.
Hal- hal yang harus diperhatikan dalam pematokan adalah sebagai berikut :
Antara patok 1 dan patok lain yang bersebelahan harus terlihat dan harus dapat dibidik dengan ETS.
Jarak antar patok yang bersebelahan tidak boleh melebihi ketelitian jarak dalam EDM yang terdapat dalam ETS.
4
Patok dibuat dengan patok yang sudah dipersiapkan (patok yang dicat warna orange)
Posisi patok harus seefektif dan seefisien mungkin. Dalam satu patok, harus hanya dapat melihat patok sebelumnya atau sesudahnya. Tidak boleh ada patok yang bisa melihat patok 2 patok setelahnya atau sebelumnya.
Setelah patok dipasang, segera dibuat sketsa patok yang sudah memperhatikan arah dan jarak meskipun masih secara kasar.
Penomoran patok atau titik Kerangka Dasar (KD) terdiri dari 3 digit angka, dimana digit pertama adalah nomor jalur kelompok (1-10) dan 2 digit terakhir adalah nomor titik KD. 1 titik KD memiliki 1 nama. Dan 1 nama hanya dimiliki oleh 1 titik KD.
II.1.2 Kerangka Kontrol Horizontal
Kerangka Kontrol Horizontal merupakan kumpulan titik-titik yang telah
diketahui atau ditentukan posisi horizontalnya berupa koordinat pada bidang datar
(X,Y) dalam sistem proyeksi tertentu. untuk keperluan pemetaan yang ditandai dengan
patok-patok di lapangan. Pengukuran Kerangka Horizontal mempunyai maksud dan
tujuan untuk menentukan koordinat dari koordinat lain yang telah diketahui. Sistem
koordinat lokal atau sistem koordinat nasional yang digunakan sebagai
acuan/pengikatan dalam penentuan posisi suatu titik atau titik kontrol lainnya.
Metode penentuan posisi yang digunakan untuk penentuan kerangka horizontal
dalam Kemah Kerja adalah Metoda Pengukuran Poligon dan Metoda Penentuan Posisi
dengan GPS.
II.1.2.1 Metode Pengukuran Poligon
Poligon adalah suatu metode penentuan posisi horizontal banyak titik,
dimana titik satu dengan titik lainnya dihubungkan satu sama lain dengan
pengukuran sudut dan jarak sehingga membentuk suatu rangkaian titik-titik. Untuk
menghitung koordinat titik-titik lain dalam poligon, perlu diketahui minimal satu
koordinat awal dan satu arah awal (azimut awal) atau diketahui koordinat dua titik
dalam rangkaian poligon tersebut.
Dari data sudut dan jarak serta beberapa koordinat yang diketahui maka
dapat dihitung koordinat titik lainya dengan rumus berikut :
5
J
ij
I
XB = XA + DAB Sin AB
YB = YA + DAB Cos AB
Dimana :
XA , YA : Koordinat awal (diketahui)
XB , YB : Koordinat yang akan ditentukan
DAB : Jarak antara dua titik
AB : Azimut antara dua titik
Berdasarkan bentuk geometris pengukuran poligon dapat dibagi dalam
bentuk memanjang, kring (loop) dan bercabang. Dari hasil pengukuran poligon,
apabila tidak memenuhi syarat geometris maka akan terjadi kesalahan penutup
poligon (salah penutup sudut, absis dan ordinat). Kesalahan penutup ini dapat
diratakan dengan metoda hitung perataan diantaranya metoda hitung perataan
bouditch, dell dan metoda kuadrat terkecil.
Dalam penentuan posisi dengan Poligon dilakukan pengukuran, antara lain:
Pengukuran sudut mendatar adalah pengukuran yang dilakukan
dengan cara mengukur jurusan-jurusan pada kedua arah sisi yang
membentuk suatu sudut.
Keterangan : Li = Jurusan ke titik i
Lj = Jurusan ke titik j
βij = Lj – Li
. Pengukuran jarak mendatar
6
AB
LI
Jarak mendatar ialah garis penghubung terpendek antara dua titik.
Keterangan : L I = Jarak datar
A , B = Nomor titik
Berdasarkan bentuk geometris, pengukuran poligon dapat dibagi dalam bentuk :
1. Poligon Terbuka
Poligon Terbuka adalah poligon yang terikat pada satu kordinat dan satu
sudut jurusan awal, seperti gambar dibawah ini:
z
A
Keterangan : = Sudut
= Jarak
= Sudut Jurusan Awal
Prinsip Syarat Geometri
7
B
∑β = α akhir - α awal + n.180
∑ ∆X = X akhir – X awal
∑ ∆Y = Y akhir – Y awal
2. Poligon Tertutup/Kring
Poligon yang terikat kepada dua titik yang telah diketahui kordinatnya dan
satu sudut jurusan awal, yang berakhir dititik awal pengkuran Seperti gambar
dibawah ini :
Z
Keterangan : = Sudut
= Jarak
= Sudut Jurusan Awal
Syarat Geometri :
8
∑β = ( n – 2 ) . 180 (sudut dalam)
∑β = ( n + 2 ) . 180 (sudut luar)
∑ ∆X = 0
∑ ∆Y = 0
II.1.2.2 Penentuan Posisi dengan Global Positioning System (GPS)
GPS (Global Possitioning System) adalah sistem navigasi dan penentuan posisi
menggunakan satelit yang dikembangkan dan dikelola oleh Departemen Pertahanan
Amerika Serikat.GPS dapat memberikan informasi tentang posisi, kecepatan dan
waktu dimana saja dimuka bumi setiap saat, dengan ketelitian penentuan posisi
dalam fraksi milimeter sampai dengan meter. Kemampuan jangkauannya mencakup
seluruh dunia dan dapat digunakan banyak orang setiap saat pada waktu yang sama.
(Abidin,H.Z, 1995)
Untuk dapat melaksanakan prinsip penentuan posisi diatas, GPS dikelola
dalam suatu sistem GPS yang terdiri dari dari 3 bagian utama yaitu bagian angkasa
(space segment), bagian pengontrol dan bagian pengguna, seperti gambar berikut:
Dalam aplikasinya ada beberapa metoda penentuan posisi dengan GPS
diantaranya adalah metoda penentuan posisi absolut dan metoda penentuan posisi
relatif.
II.1.2.2.1 Metoda Absolut
Penentuan posisi dengan GPS metode absolut adalah penentuan posisi yang
hanya menggunakan 1 alat receiver GPS. Karakteristik penentuan posisi dengan cara
absolut ini adalah sebagai berikut :
Posisi ditentukan dalam sistem WGS84 (terhadap pusat bumi).
Prinsip penentuan posisi adalah perpotongan kebelakang dengan jarak kebeberapa
satelit sekaligus.
Hanya memerlukan satu receiver GPS.
Titik yang ditentukan posisinya bisa diam (statik) atau bergerak (kinematik).
Ketelitian posisi berkisar antara 5 sampai dengan 10 meter
- Aplikasi utama untuk keperluan navigasi dan metoda ini tidak dimaksudkan
untuk aplikasi-aplikasi yang menuntut ketelitian posisi
9
II.1.2.2.1 Metoda Differensial
Yang dimaksud dengan penentuan posisi relatif atau metoda
differensial adalah menentukan posisi suatu titik relatif terhadap titik lain
yang telah diketahui koordinatnya, Pengukuran dilakukan secara bersamaan
pada dua titik dalam selang waktu tertentu. Selanjutnya dari data hasil
pengamatan diproses dan dihitung sehingga akan didapat perbedaan
koordinat kartesian 3 dimensi (dx, dy, dz) atau disebut juga dengan baseline
antar titik yang diukur.
Karakteristik umum dari metoda penentuan posisi ini adalah sebagai berikut :
Memerlukan minimal 2 receiver, satu ditempatkan pada titik yang telah diketahui
koordinatnya.
Posisi titik ditentukan relatif terhadap titik yang diketahui.
Konsep dasar adalah differencing process dapat mengeliminir atau mereduksi
pengaruh dari beberapa kesalahan dan bias.
Bisa menggunakan data pseudorange atau fase.
Ketelitian posisi yang diperoleh bervariasi dari tingkat mm sampai dengan
desimeter.
II.1.3 Kerangka Kontrol Vertikal
10
Kerangka kontrol vertikal merupakan kumpulan titik-titik yang telah diketahui
atau ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggiannya terhadap bidang referensi
tertentu. Pengukuran tinggi adalah menentukan beda tinggi antara dua titik. Beda
tinggi antara 2 titik dapat di tentukan dengan metode pengukuran sipat datar, metode
trigonometris.
II.1.3.1 Metoda Sipat Datar
Sipat datar adalah suatu cara pengukuran beda tinggi antara dua titik
diatas permukaan tanah, dimana penentuan selisih tinggi antara titik yang
berdekatan dilakukan dengan tiga macam cara penenmpatan alat penyipat
datar yang dipakai sesuai keadaan lapangan, yang dibedakan berdasarkan
tempat berdirinya alat yakni:
1. Pada posisi tepat diatas salah satu titik yang akan ditentukan adalah selisih tingginya
Edge matching (pencocokan gambar) dilakukan setelah penggambaran
manuskrip peta oleh seluruh regu selesai.
4. Penggambaran
Penggambaran peta digambar pada software ArcGIS.
II.1.5.1 Desain Muka Peta
Dalam mendesain suatu peta perlu diperhatikan beberapa hal sebagai
berikut yaitu:
a) Tujuan dari peta
b) Skala peta
c) Proyeksi peta
d) Desain dari simbol
e) Jenis dan ukuran dari huruf dan angka-angka ukuran peta
f) Tata letak dari keterangan sisi peta
II.1.5.2 Informasi Tepi
Informasi pada suatu peta harus mencakup segala hal yang diperlukan,
terutama untuk dapat mengetahui isi peta tersebut. Pengaturan letak
informasi tepi sangat penting.
Informasi tepi yang bersipat standar dan tidak berubah untuk seluruh
lembar peta dalam satu seri :
- Skala numeris dan grafis
- Nomor dan judul lembar peta
- Interval kontur
- Sistem proyeksi yang digunakan
- Arah Utara yang digunakan
17
Isi informasi tepi pada peta :
a) Judul
Terdiri dari huruf-huruf yang cukup besar dan berjenis tegak. Judul sebaiknya
diletakkan di tengah atas peta dan apabila tidak memungkinkan diletakkan disebelah
kanan bawah.
b) Skala
Tiap skala harus ada pernyataan skala numerik, disamping itu skala grafis juga harus
digambar dan tidak lebih dari 10 cm.
c) Legenda
Legenda merupakan hal yang sangat penting dan selalu dicantumkan disebelah
kanan peta dan harus jelas menerangkan maksud simbol-simbol yang dipakai antara
lain:
= Jalan setapak
= Bangunan
= Saluran air
d) Arah Utara
Arah Utara Geografis harus diperlihatkan dalam setiap peta. Arah Utara harus
digambar cukup besar dan ditempatkan disebelah kanan atas.
e ) Riwayat peta
Riwayat peta harus diperhatikan dan diletakkan disebelah kanan atas dibawah
legenda.
f ) Petunjuk lembar peta
Petunjuk lembar peta diletakan disebelah kanan bawah yang menunjukan bahwa
peta ini adalah sebagian dari peta gabungan yang terdapat pada petunjuk lembar peta.
18
II.1.5.3 Penggunaan Simbol pada Peta
Penyajian simbol pada peta adalah untuk memetakan data ruang.
Untuk memudahkan pelaksanaan dari banyak variasi data, maka diadakan
klasifikasi simbol berdasarkan pada eleman grafis yaitu :
1. Simbol titik, digunakan untuk menyajikan tempat atau data yang posisional
seperti letak suatu kota dan sebagainya.
2. Simbol garis, digunakan untuk unsur-unsur linier/garis dalam menyajikan
data geografis, misalnya : sungai, batas wilayah dan jalan.
3. Simbol luasan, simbol area ini merupakan repetisi atau pengulangan dari
simbol titik dan simbol garis yang meliputi suatu area. Biasanya simbol
area ini digunakan untuk mewakili suatu area tertentu dengan simbol yang
mencakup luasan tertentu, misalnya: daerah rawa, hutan dan padang
pasir.
19
BAB IIIPELAKSANAAN
III.1 PERSIAPAN
Pada dasarnya, output kegiatan kemah kerja adalah peta skala 1:2000 dan 1:500. Untuk mebuat peta tersebut, kegiatan kemah kerja dibagi menjadi 2 tahap: tahap pengambilan data dan tahap pengolahan data. Seperti yang disebutkan di bab sebelumnya, tahap pengambilan data dilakukan di Gunung Masigit, Kareumbi, Garut, Jawa Barat. Sedangkan tahap pengolahan data dilakukan di Universitas Pakuan Bogor
Untuk melakukan kegiatan pengambilan data di lapangan maupun melakukan pengolahan data, dibutuhkan persiapan-persiapan yang tidak sedikit. Persiapan ini meliputi persiapan teknis dan non teknis yang digeneralisasi lagi menjadi persiapan sebelum di lapangan dan persiapan di lapangan.
III.1.1 Persiapan sebelum berangkat ke lapangan
Sebelum melakukan pengambilan data di lapangan, terlebih dahulu diperlukan persiapan sebelum berangkat ke lapangan. Persiapan ini meliputi persiapan teknis, yaitu kegiatan yang berhubungan secara langsung dengan kegiatan pengambilan data atau pengolahan data. Serta persiapan non teknis, yaitu persiapan yang berhubungan dengan akomodasi, transportasi serta manajemen waktu, personel dan kegiatan dalam rangka menunjang keberhasilan dan kelancaran kegiatan kemah kerja 2012.
Persiapan Non-teknisDalam kegiatan kemah kerja, diperlukan persiapan-persiapan tidak
hanya dari peserta kemah kerja, namun dari semua komponen yang terlibat dalam kemah kerja 2012 ini. Komponen-komponen tersebut antara lain dosen, baik dari ITB maupun Universitas Pakuan Bogor, pihak manajemen kareumbi, dittop AD, asisten kemah kerja, serta peserta kemah kerja 2012 sendiri yang terdiri dari 98 orang mahasiswa teknik geodesi dan geomatika ITB dan 13 orang mahasiswa teknik geodesi Universitas Pakuan Bogor.
Masing-masing komponen yang terlibat memiliki peran, fungsi dan posisi masing-masing. Peran tersebut antara lain:
1. Pihak dosen dan program studi berfungsi sebagai pihak penyelenggara kegiatan serta pembimbing mahasiswa baik dalam hal manajemen maupun dalam hal teknis.
2. Pihak manajemen kareumbi berfungsi sebagai klien sekaligus sebagai tuan rumah dimana kegiatan pengambilan data
20
dilaksanakan. Selain itu pihak manajemen kareumbi juga membantu mahasiswa dalam penyediaan akomodasi (tempat tinggal dan konsumsi).
3. Dittop AD berfungsi membantu memberi materi kepada mahasiswa dalam mengatasi masalah teknis saat pengambilan data di lapangan.
4. Asisten kemah kerja yang berfungsi membantu dalam hal teknis pelaksanaan kemah kerja mulai dari persiapan sampai pengolahan data.
5. 98 orang Mahasiswa ITB dan 13 Mahasiswa Universitas pakuan sebagai peserta kegiatan kemah kerja 2012.
Persiapan non teknis pertama adalah pembagian tugas yang jelas dalam peserta. Hal yang pertama dilakukan adalah penunjukan ketua kemah kerja yang bertanggung jawab untuk mengkoordinir seluruh peserta kemah kerja untuk melaksanakan rangkaian kegiatan kemah kerja serta sebagai penghubung antara peserta kemah kerja dan pihak dosen sebagai pembimbing.
Hal berikutnya adalah pembagian peserta kemah kerja menjadi kelompok-kelompok kecil dengan tujuan agar pekerjaan yang dilakukan menjadi lebih terkontrol serta lebih teratur. 111 orang peserta kemah kerja dibagi menjadi 10 buah kelompok dimana masing-masing kelompok beranggotakan 10-12 orang.
Dalam masing-masing kelompok, masing-masing anggota diberi jabatan dimana masing-masing jabatan memiliki tanggung jawab khusus. Jabatan dan fungsinya tersebut antara lain:
1. Ketua kelompok yang bertanggungjawab atas anggotanya untuk melakukan kegiatan pengambilan data di lapangan sampai pembuatan laporan kemah kerja per kelompok.
2. Penanggung jawab Kerangka Dasar Horizontal (KDH) yang bertanggungjawab dalam pengukuran KDH yang dilakukan kelompok.
3. Penanggung jawab Kerangka Dasar Vertikal (KDv) yang bertanggungjawab dalam pengukuran KDV yang dilakukan kelompok.
4. Penanggung jawab Pengukuran Situasi yang bertanggungjawab dalam pengukuran detail situasi yang dilakukan kelompok.
5. Penanggung jawab pengolahan kerangka dasar yang bertugas untuk melakukan pengolahan kerangka dasar bersama-sama
21
penanggungjawab pengolahan kerangka dasar dari kelompok lain.
6. Penanggung jawab perlengkapan yang bertanggungjawab atas kelengkapan alat-alat yang diperlukan oleh kelompok termasuk alat-alat yang digunakan.
7. Penanggung jawab Plotting yang bertanggungjawab dalam melakukan plotting, baik dalam pembuatan peta kelompok ataupun peta keseluruhan daerah.
8. Anggota yang bertugas membantu kegiatan lain yang belum terkoordinir seperti pengukuran GPS, dll.
Di kelompok 3, pembagian tugas dan peran sesuai dengan deskrispsi diatas dilakukan secara acak, dengan hasil sebagai berikut:
Ikhwan Permana 15109088 sebagai ketua kelompok Nur Fajar Trihantoro 15109013 sebagai PJ KDH Rifkizel 15109087 sebagai PJ KDV Legina Nur Widya 15109015 sebagai PJ pengukuran situasi Rezza Riawan 15109084 sebagai PJ pengolahan KD M. Syafril Radifanur 15109017 sebagai PJ plotting Rio Adhitia Putra 15109093 sebagai PJ perlengkapan Raden Artha Alam 15109023 sebagai anggota Manda Marcella 15109010 sebagai anggota Binahar Panjaitan 15109098 sebagai anggota Rega Aminda 051110006 sebagai anggota
Dalam pelaksanaan tugasnya secara keseluruhan, masing-masing anggota kelompok tidak bekerja sendiri melainkan bekerja sama dengan anngota dari kelompok lain yang memiliki peran dan fungsi yang sama membentuk divisi baru yang bertanggung jawab dalam tugasnya masing-masing. Tiap divisi ini memiliki penanggung jawab masing-masing yang kemudian bertanggung jawab kepada ketua kemah kerja.
Selain pemilihan ketua kemah kerja, pembagian anggota kelompok dan tugasnya, persiapan non teknis lainnya adalah pembuatan rencana timeline kegiatan ketika pengambilan data di lapangan serta jadwal harian. Timeline kegiatan dan jadwal harian ini dibuat oleh dosen pembimbing kemah kerja dan masih tentative sesuai dengan kondisi di lapangan. Berikut ini adalah rencana harian dan timeline pekerjaan di lapangan:
22
23
JADWAL KEMAH KERJA
24
Persiapan non-teknis lainnya adalah pemesanan transportasi dan konsumsi yang diurus oleh wakil dari peserta dengan dibantu oleh pihak manajemen kareumbi. Persiapan lainnya dalah persiapan logistik terpusat dimana didalamnya termasuk penyediaan patok dan alat-alat lain oleh wakil peserta. Selain itu persiapan logistik juga dilakukan secara berkelompok dan individu. Semua persiapan non teknis tersebut dilakukan yang dilakukan di kampus tersebut diharapkan dapat menunjang kelancaran Kemah Kerja 2012.
Persiapan TeknisPersiapan teknis yang dimaksud disini adalah persiapan yang
berhubungan secara langsung dengan kegiatan pengambilan atau pengolahan data. Persiapan teknis ini dilaksanakan di kampus ITB serta sebagian lagi di lapangan. Tujuan dilakukan persiapan ini adalah sebagai berikut :
- Meningkatkan kemampuan peserta dalam hal teknis pengukuran, yaitu kemampuan menggunakan alat.
- Menyiapkan kondisi fisik dan mental peserta agar siap dalam kegiatan lapangan untuk melakukan pengambilan data.
Persiapan teknis yang dilakukan meliputi:
1. Pelaksanaan kuliah kemah kerjaKuliah kemah kerja ini adalah kegiatan pemberian materi serta pemantapan konsep oleh dosen pembimbing yang diikuti oleh peserta kemah kerja. Pada kuliah ini, dilaksanakan pemantapan materi yang berhubungan dengan pengukuran, pengolahan, dan penyajian data Kemah Kerja 2012. Dalam kuliah kemah kerja ini juga dilakukan diskusi mengenai semua hal yang berkaitan dengan Kemah Kerja 2012. Kuliah kemah kerja ini dilaksanakan setiap minggu 1-2 kali dengan waktu tentatif dan dimulai pada tanggal 27 Maret 2012. Setelah selesai ujian akhir semester, kuliah kemah kerja ini menjadi dilaksanakan setiap hari.
2. Latihan alat dan simulasi pengambilan dataLatihan alat dilakukan secara berkelompok setiap minggu dengan waktu tentatif, sedangkan simulasi pengambilan data dilakukan di area kampus ITB pada tanggal 20-22 Juni 2012.Simulasi pengukuran yang dilakukan adalah simulasi pengukuran kerangka dasar horizontal, kerangka dasar vertical, dan situasi. Simulasi pengolahan data juga dilakukan pada tahap ini.
3. Pembuatan SOP dan spesifikasi teknis pengukuranSOP dan spesifikasi teknis pengukuran dibuat oleh masing-masing divisi masing-masing menghasilkan SOP Pengukuran KDH, SOP Pengukuran KDV, SOP Pengolahan Kerangka, SOP Pengukuran Detail, serta SOP
25
plotting yang kemudian disatukan dan dibuat alurnya menjadi satu bundel SOP Kemah Kerja 2012. SOP dan spesifikasi teknis ini dibentuk sebagai acuan pengukuran dan pengolahan data yang dilakukan oleh tiap kelompok. SOP ini dibuat dengan tujuan untuk mempermudah kegiatan di lapangan
4. Pelaksanaan survei pendahuluanSurvei pendahuluan kemah kerja ini adalah kegiatan peninjauan lapangan atau tempat pengambialan data yang diadakan untuk melihat kondisi lapangan dan tujuan lain. Survei pendahuluan dilakukan selama 2 kali, yaitu pada tanggal 24 Juni dan 1 juli.Survei Pendahuluan ISurvei pendahuluan yang dilaksanakan pada H-7 ini dilakukan oleh ketua kemah kerja, wakil dari masing-masing divisi serta didampingi oleh beberapa orang dosen. Survei ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat kondisi lapangan, penentuan batas area yang akan dipetakan, survei untuk penempatan patok GPS, survei jalur kerangka dasar, dll. Survei ini dilakukan selama sehari penuh pada hari minggu tanggal 24 Juni 2012.Survei Pendahuluan IISurvei pendahuluan yang kedua ini dilakukan oleh wakil dari masing-masing divisi dan penanggung jawab akomodasi, perijinan serta transportasi. Survei ini dilakukan dengan tujuan untuk mengecek kesesuaian SOP dan spesifikasi teknis pengukuran yang dipakai, penentuan pasti lokasi survei GPS, melihat kondisi lapangan, penentuan kepastian perijinan,dll. Survei ini dilakukan selama sehari penuh pada hari Jumat tanggal 1 Juli 2012.
5. Pembuatan alur kerja kemah kerjaPembuatan alur kerja kemah kerja ini dibuat bersamaan dengan pembuatan SOP-SOP pengukuran yang lain. Alur kemah kerja ini dibuat dalam bentuk flowchart input output yang berisi tentang kegiatan yang dilakukan pada selama kemah kerja mulai dari pengambilan data dilapangan sampai jadinya peta. Berikut ini adalah alur kemah kerja yang direncanakan:
26
III.1.2 Persiapan saat pengambilan data di Lapangan
Persiapan TeknisPersiapan teknis yang dilakukan di lapangan dilakukan sebelum pengambilan data. Persiapan teknis tersebut meliputi kegiatan antara lain:
1. Orientasi medanYaitu kegiatan yang dilakukan untuk melihat situasi medan pengukuran dalam rangka merencanakan lokasi penempatan patok kerangka dasar atau merencanakan titik-titik yang akan diambil untuk detail situasi.
2. Penentuan kring pengukuran
27
Dilakukan penentuan kring kerangka dasar horizontal dan vertikal3. Pemasangan titik patok pada kring yang telah ditentukan.4. Pemberian materi dari dinas topografi angkatan darat.5. Briefing dan eval pengukuran yang dilakukan sebelum dan sesudah
pengukuran.6. Penentuan batas wilayah pengukuran situasi
Persiapan Non-TeknisSebelum melakukan kegiatan pengambilan data di lapangan, selain
persiapan teknis, dilakukan juga persiapan non-teknis. Persiapan non-teknis di lapangan dilakukan untuk menunjang proses pengukuran dan pengolahan data. Contoh dari persiapan non teknis ini adalah pembagian kamar tidur, pengenalan lingkungan, warga sekitar, dan tim pengurus wilayah Kemah Kerja 2012.
28
III.2 Pengambilan data di Lapangan
Seperti dijelaskan pada bab sebelumnya, pengambilan data dilakukan di Gunung Masigit, Kareumbi, Garut selama 14 hari efektif yaitu pada tanggal 3-17 Juni 2012.
Dalam pengambilan data tersebut, ada beberapa tahapan pengukuran yang dilakukan, yaitu pengukuran kerangka dasar dan situasi yang dilakukan secara berurutan. Pengukuran kerangka dasar dapat dibagi kembali menjadi pengukuran kerangka dasar horizontal dan kerangka dasar vertikal. Selain itu, masing-masing kelompok juga diberikan tugas untuk melakukan pengukuran kerapatan pohon dan pengukuran GPS.
Pengukuran dilakukan sesuai dengan jadwal awal yang telah ditentukan, namun pada pelaksanaannya alokasi waktu pengukuran hal tersebut sepenuhnya diserahkan kepada kelompok yang melakukan pengukuran. Masing-masing kelompok melakukan pengukuran di daerah yang telah ditentukan sebelumnya.
Berikut jadwal kegiatan pengukuran kelompok 3 :
Kegiatan \ Hari Ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
14
Orientasi medanPematokan
Pengukuran KDHPengukuran KDVPengukuran GPS
Pengukuran detail situasiPengukuran kerapatan
pohon
Deskripsi kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Hari, tanggal Hari Ke Deskripsi KegiatanMinggu, 3 Juni 2012 1 Orientasi medan untuk kerangka dasarSenin, 4 Juni 2012 2 1. Pematokan titik utama kerangka dasar.
2. Pengukuran kerangka dasar horizontalSelasa, 5 Juni 2012 3 1. Pengukuran kerangka dasar horizontal
2. Pengukuran kerangka dasar vertikal3. Pengamatan GPS4. Memasukkan data hasil pengukuran kedalam format
digitalRabu, 6 Juni 2012 4 1. Pengukuran kerangka dasar horizontal
2. Pengukuran kerangka dasar vertikal3. Memasukkan data hasil pengukuran kedalam format
digital
29
Kamis, 7 Juni 2012 5 1. Pengukuran kerangka dasar vertikal2. Memasukkan data hasil pengukuran kedalam format
digitalJumat, 8 Juni 2012 6 Pengolahan data hasil pengukuran kerangka dasar
horizontal dan vertikalSabtu, 9 Juni 2012 7 1. Orientasi medan untuk pemetaan detail situasi
2. Pengolahan data hasil pengukuran kerangka dasar horizontal dan vertikal
Minggu, 10 Juni 2012 8 1. Pengukuran pemetaan detail situasi2. Memasukkan data hasil pengukuran kedalam format
digitalSenin, 11 Juni 2012 9 1. Pengukuran pemetaan detail situasi
2. Memasukkan data hasil pengukuran kedalam format digital
Selasa, 12 Juni 2012 10 1. Pengukuran pemetaan detail situasi2. Memasukkan data hasil pengukuran kedalam format
digitalRabu, 13 Juni 2012 11 1. Pengukuran pemetaan detail situasi
2. Memasukkan data hasil pengukuran kedalam format digital
Kamis, 14 Juni 2012 12 Pengolahan data hasil pengukuran pemetaan detail situasiJumat, 15 Juni 2012 13 1. Pengukuran kerapatan pohon
2. Pengolahan data hasil pengukuran pemetaan detail situasi
Sabtu, 16 Juni 2012 14 Pengolahan data hasil pengukuran pemetaan detail situasiMinggu, 17 Juni 2012 15 Kembali ke kampus ITB
Berikut ini adalah sketsa jalu kring kerangka dasar dan pembagian jalur untuk masing-masing kelompok:
30
III.2.1 Orientasi Medan
Orientasi medan merupakan kegiatan persiapan yang dilakukan di lapangan sebelum pengambilan data. Dalam orientasi medan ini, dilakukan pengamatan mengenai lokasi patok yang akan di buat karena dalam pematokan, perlu dipersiapkan pengetahuan mengenai medan yang akan dibuat kerangka dasarnya. Masing-masing kelompok melakukan orientasi medan di jalur yang menjadi tanggung jawab masing-masing untuk melakukan pengukuran yang telah dibagi sebelumnya.
Dalam kelompok 3, diluangkan 1 hari khusus untuk pelaksanaan orientasi medan. Orientasi medan diikuti oleh semua anggota kelompok 3 dan dilakukan di sekitar jalur yang akan dipatok yang telah dibagi sesuai dengan sketsa pembagian jalur. Saat orientasi medan, kelompok kami sudah mulai memperkirakan posisi patok dan juga membuat sketsa kasar posisi patok.
III.2.2 Pematokan
Pematokan adalah tahap dimana masing-masing kelompok, sesuai jalurnya, menentukan posisi patok yang akan dipakai sebagai kerangka dasar pengukuran di daerah tersebut. Posisi patok mewakili posisi kerangka dasar, baik horizontal maupun kerangka dasar vertikal.
Setelah dilakukan orientasi medan pada hari pertama, Pada hari berikutnya, kelompok kami mulai melakukan pematokan. Dalam mematok, kami memperhatikan beberapa hal berikut:
Antara patok 1 dan patok lain yang bersebelahan harus terlihat dan harus dapat dibidik dengan ETS.
Jarak antar patok yang bersebelahan tidak boleh melebihi ketelitian jarak dalam EDM yang terdapat dalam ETS.
Patok dibuat dengan patok yang sudah dipersiapkan (patok yang dicat warna orange)
Posisi patok harus seefektif dan seefisien mungkin. Dalam satu patok, harus hanya dapat melihat patok sebelumnya atau sesudahnya. Tidak boleh ada patok yang bisa melihat patok 2 patok setelahnya atau sebelumnya.
Setelah patok dipasang, segera dibuat sketsa patok yang sudah memperhatikan arah dan jarak meskipun masih secara kasar.
Penomoran patok atau titik Kerangka Dasar (KD) terdiri dari 3 digit angka, dimana digit pertama adalah nomor jalur kelompok (1-10) dan 2 digit terakhir adalah
31
nomor titik KD. 1 titik KD memiliki 1 nama. Dan 1 nama hanya dimiliki oleh 1 titik KD.
Jumlah patok kami pasang pada jalur kelompok kami adalah 11 buah patok. Pematokan kami menghasilkan sketsa sebagai berikut:
III.2.3 Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal
Pada hari yang sama, setelah melakukan pemasangan patok, kelompok kami mulai mencoba melakukan pengukuran KDH. Pengukuran KDH kami lakukan selama 3 hari. Input yang diminta dari pengukuran KDH adalah bacaan sudut horizontal biasa dan luar biasa ke titik target yang masing-masing dibaca 2 kali, bacaan sudut vertikal biasa dan luar biasa dan luar biasa serta bacaaan jarak miring. Output yang dihasilkan adalah berupa sudut horizontal dan jarak datar.
III.2.3.1 Alat yang digunakanDalam pengukuran KDH, alat-alat yang digunakan adalah:1. ETS. Jenis ETS yang kami gunakan adalah ETS biasa.2. 2 buah reflektor3. 3 buah statif4. Pita ukur 5. Formulir Pengukuran KDH
- Sudut diukur dengan metode biasa dan luar biasa dengan toleransi perbedaan <20”
- Masing-masing sudut dibaca 2 kali dengan pendekatan kiri dan pendekatan kanan
32
- Ukur jarak masing-masing 2 kali pergi pulang- Hasil pengukuran dicatat manual - Salah penutup sudut 1 kring <25 sqrt {n. Dengan n adalah jumlah
sudut dalam.- Syarat salah penutup absis dan ordinat dalam satu kring:
√(σ x2 +σ y
2 )Ʃ jarak
< 110000
dimana: σ x =salah penutup absisσ y=salah penutup ordinatƩ jarak= jumlah jarak dalam 1 kring
ii. Pemeriksaan salah index dan salah kolimasiPemerikasaan salah indeks dan salah kolimasi kami lakukan sebelum setiap sebelum dan sesudah pengukuran. Caranya adalah:- Lakukan centering dan pendataran.- Nyalakan ETS, bidik reflektor di suatu titik. Jangan lupa untuk
mengeset ETS dalam mode pengukuran slope distance - Catat bacaan vertikal dan bacaan horizontal (biasa) ke titik
tersebut pada formulir yang sudah disediakan.- Putar agar ETS dalam kondisi luar biasa, kemudian bidik titik yang
sama dan catat bacaan vertikal dan horizontal (luar biasa) di formulir yang sudah disediakan
Sebisa mungkin lakukan pengecekan salah indeks dan salah kolimasi tersebut saat di medan.
iii. Pengukuran sudut dan jarakDalam pengukuran sudut dan jarak, yang pertama kali perlu diperhatikan adalah centeringh dan pendataran. Tahap pelaksanaan centering dan pedataran adalah:- Buat statif kira-kira mendatar dan center di atas paku atau pin BM.- Letakan alat ETS pada statif.- Gunakan kiap serta lihat sentring optisnya sembari
menghimpitkan lingkaran centering optis ke pin BM atau paku. - Gunakan kaki-kaki statif untuk mengetengahkan gelembung nivo
kotak. (lihat kesesuaian dengan kaki statif).- Ketengahkan gelembung nivo tabung secara presisi dengan 2 kiap
secara berlawanan arah. Lakukan hal yang sama sehingga posisi gelembung nivo tabung terletak di tengah untuk segala arah.
- Perhatikan lagi posisi centering optisnya. Jika masih belum tepat, buka kunci tribragh kemudian geser ETS agar posisi pin BM sesuai dengan posisi centering optisnya.
33
2(tempat alat)
3 1
- Cek apakah nivo kotak masih di tengah, jika belum lakukan penyesuaian dengan kaki statif.
- Cek apakah gelembung nivo tabung berubah atau tidak. Jika tidak, lakukan penyesuaian dengan menggunakan kiap seperti sebelumnya.
- Lakukan perulangan langkah diatas jika diperlukan.- Setelah semua komponen berada di posisi yang tepat atau
centering maka pengukuran dapat dilakukan.
Setelah itu lakukan pengukuran, dengan tahap seperti berikut:- Misal untuk kerangka dasar seperti dibawah ini:
- Dirikan ETS di titik 2, lakukan centering dan pendataran:- Dirikan reflektor di titik 1 dan 3, lakukan centering dan
pendataran.- Bidik titik 1 dalam kondisi ETS biasa dengan 2 kali bacaan
(pendekatan kanan dan kiri), ETS diset dalam mode pengukuran slope distance (SD). Data yang diambil adalah data jarak miring, bacaan vertikal, dan bacaan horizontal, catat di formulir pengukuran.
- Bidik titik 3 dalam kondisi ETS biasa dengan 2 kali bacaan (pendekatan kanan dan kiri), set ETS dalam mode pengukuran slode distance (SD). Data yang diambil sama seperti sebelumnya yaitu jarak miring, bacaan vertikal, dan bacaan horizontal, catat di formulir pengukuran KDH.
- Bidik titik 3 dalam kondisi ETS luar biasa dengan 2 kali bacaan (pendekatan kanan dan kiri), set ETS dalam mode pengukuran slope distance (SD). Data yang diambil adalah jarak miring, bacaan vertikal, dan bacaan horizontal, catat di formulir pengukuran KDH.
- Bidik titik 1 dalam kondisi ETS luar biasa dengan 2 kali bacaan (pendekatan kanan dan kiri), set ETS dalam mode pengukuran slope distance (SD). Data yang diambil adalah jarak miring, bacaan vertikal, dan bacaan horizontal, catat di formulir pengukuran KDH. Contoh formulir pengukuran KDH yang dipakai adalah sebagai berikut:
34
- Dalam pencatatan formulir, ada beberapa hal yang kami perhatikan:o Pencatatan pada formulir harus menggunakan pulpen, bukan
spidol.o Tulisan harus jelas dan dapat dibaca.o Jika ada kesalahan dalam pencatatan, tidak diperbolehkan
menggunakan tipe ex. Hanya boleh dicoret sekali, tidak berkali-kali. Sehingga angka penulisan sebelumnya masih dapat terbaca.
o Penulisan sudut sampai detik, misal untuk sudut yang bertuliskan 10°10’10.01” hanya ditulis 10°10’10”
o Penulisan jarak sampai mm atau 3 angka desimal.o Catat keadaan cuaca pada saat pengukuran seperti cerah atau
berkabut. o Jika tidak yakin dengan hasil pengukuran, atau memang kondisi
tempat sulit. Beri atau keterangan pada ukuran yang bersangkutan.
- Lakukan perhitungan. Keterangan:
o Biasa titik 1= (PendekatanKanan+PendekatanKiri)
2o Jarak miring yang dipakai adalah jarak miring yang di rata-
ratakan (jika terdapat perbedaan bacaan). Kolom jarak datar dipakai sebagai data jarak miring 2.
o Output: B1, B3, LB1, LB3, DB1, DB3, DLB1, DLB3
Ket. : B = bacaan horizontal biasaLB = bacaan horizontal luar biasaD = jarak miring (slope distance)
o Cek toleransi sudut ǀ βBiasa – βLuar Biasa ǀ ≤ 20”
35
Jika perbedaaan sudut lebih dari 20” maka lakukan pengukuran ulang, jika sudah masuk toleransi maka pengukuran dapat dilanjutkan
- Pindahkan alat dengan trick sebagai berikut:Lepas ETS di titik 2 dari tribragh-nya (bukan dari statifnya) dengan menggunakan lock yang berada pada alatnya. Kemudian lepas reflektor pada titik 3 dari tribaghnya. Tukar reflektor di titik 3 dengan ETS yang sudah dilepas dari tribaghnya. Dengan cara seperti ini maka tidak diperlukan lagi pemindahan statif dan centering.Sedangkan untuk reflektor dan statif pada titik 1, pindahkan statif dengan reflektornya ke titik selanjutnya sesuai dengan rencana pengukuran.
- Lakukan pengukuran ke titik selanjutnya dengan langkah-langkah seperti langkah sebelumnya
- Sebelum pengukuran selesai, lakukan pengecekan salah indeks dan salah kolimasi kembali seperti tertera di langkah 4.
III.2.4 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal
Pengukuran kerangka dasar vertikal kami lakukan pada hari ke 3. Pengukuran KDV kami lakukan secara pararel dengan pengukuran KDH dengan membagi tim menjadi 2 tim, tim pengukuran KDH dan tim pengukuran KDV.
Pengukuran kerangka dasar vertikal dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pengukuran
III.2.4.1. PersiapanDalam tahap persiapan, dilakukan beberapa kegiatan, antara lain:
- Pengecekan kelengkapan peralatan yang digunakan, yaitu :
Alat Jumlah Alat
Waterpass 1 Buah
Rambu Ukur 2 Buah
Statif 3 Buah
Stratpot 2 Buah
Formulir
PengukuranSecukupnya
Alat Tulis/Hitung Secukupnya
36
- Pemeriksaan kesalahan garis bidik, dengan cara:
1. Dua target berupa rambu ukur didirikan di atas stratpot diletakkan di suatu tempat yang relatif datar.
2. Waterpass didirikan diantara 2 target tersebut, dengan kedudukan I dekat dengan target kiri.
3. Rambu ukur di kiri dibidik, dan dicatat benang atas, benang bawah, dan benang tengah.
4. Rambu ukur di kanan dibidik, dan dicatat benang atas, benang bawah, dan benang tengah.
5. Ulangi langkah 1-4 untuk kedudukan II yaitu waterpass didirikan dekat dengan target kanan.
III.2.4.2. Pengukuran- Spesifikasi Teknis Pengukuran Beda Tinggi
1. Pengukuran beda tinggi menggunakan metode sipat datar. Dalam metode sipat datar ini terdapat istilah seksi dan slag. Seksi adalah daerah yang dibatasi oleh 2 titik kerangka dasar. Sedangkan slag merupakan penyekatan/pembagian seksi. Setiap seksi dibagi atas slag yang berjumlah genap dengan perpindahan rambu menggunakan sistem loncat. Pembacaan rambu dilakukan dengan 2 (dua) stand/kedudukan waterpass.
2. Pada setiap pengukuran dan pembacaan ketiga benang diafragma, terdapat kontrol bacaan yang harus memenuhi:
2BT – (BA+BB) ≤ 2mm3. Pada pengukuran beda tinggi dalam stand I dan stand II, perbedaan
beda tinggi yang dihasilkan harus kurang dari atau sama dengan 2 mm.4. Diusahakan agar jumlah jarak ke belakang sama dengan jumlah jarak ke
muka pada tiap seksi.5. Setelah pengukuran satu seksi selesai, dilakukan kontrol ukuran beda
tinggi yang harus memenuhi batas toleransi yaitu: 10√n (mm)
Ket: n adalah jumlah slag dalam satu seksi6. Setelah selesai pengukuran satu kring, maka total toleransi beda tinggi
satu kring harus lebih kecil atau sama dengan nilai toleransi yang
37
ditentukan. Catatan: toleransi = 15√dmm. (d=total jarak tempuh dalam km)
- Centering Alat1. Statif dipasang pada suatu tempat diantara titik yang akan diukur beda
tingginya.2. Waterpass dipasang pada statif dan dilakukan centering agar
gelembung nivo kotak berada tepat di tengah.
- Langkah pengukuran beda tinggi1. Stratpot diletakkan di atas titik bantu, yaitu titik yang digunakan untuk
membuat slag. Sebuah rambu ukur diletakkan di atasnya dan titik tersebut menjadi titik muka.
2. Rambu ukur lainnya diletakkan di atas titik awal dan menjadi titik belakang.
3. Rambu ukur di titik belakang dibidik dan dicatat benang atas, benang bawah, dan benang tengah.
4. Rambu ukur di titik muka dibidik dan dicatat benang atas, benang.5. Setelah itu lakukan pengukuran beda tinggi pada keadaan stand II
dengan cara buat waterpass tidak centering kemudian lakukan centering kembali.
6. Rambu ukur belakang dibidik dan dicatat benang tengah saja.7. Rambu ukur muka dibidik dan dicatat benang tengah saja8. Waterpass dipindah ke slag berikutnya.9. Rambu ukur pada stratpot kini berperan sebagai titik belakang dan titik
kedua sebagai titik muka.10. Langkah 2-7 diulang untuk pengukuran slag berikutnya.11. Langkah 1-10 diulang untuk proses pulang.12. Ulangi langkah 1-11 untuk pengukuran seksi berikutnya.13. Bersihkan alat setelah selesai pengukuran pada hari itu.
III.2.5 Pengukuran Situasi
Pengukuran titik-titik detail situasi merupakan pengukuran yang bertujuan untuk memetakan detail -detail kenampakan di permukaan bumi serta kontur permukaan tanah. Suatu titik detail dipilih untuk dapat mewakili objek unsur muka bumi yang akan disajikan pada peta. Detail-detail kenampakan yang dimaksud meliputi objek air, tumbuhan, dan tanah.
Objek Air
38
Meliputi semua objek yang secara langsung ataupun tidak berkaitan dengan air, seperti : laut, selat, teluk , tanjung, waduk, situ, kolam ikan, tambak, sungai, kali, saluran irigasi, selokan, dll.
Objek Tumbuhan
Meliputi semua objek yang secara langsung ataupun tidak berkaitan dengan tumbuhan baik alami maupun yang diatur oleh manusia, seperti : hutan primer, hutan sekunder, hutan jati, hutan pinus, padang rumput, perkebunan, dll.
Objek Tanah
Objek tanah ini lebih banyak dinyatakan sebagai penggunaan manusia atas tanah atau daerah tersebut, seperti : kota, kampong, pemukiman, sawah, ladang, tanah kosong, jalan raya, jalan tanah, jalan setapak, bangunan, gedung, rumah, dll.
Posisi dari setiap titik detail dapat dinyatakan secara relatif terhadap titik dimana alat ditempatkan. Titik ini dapat berupa titik kerangka dasar maupun titik bantu (titik yang diacukan terhadap titik kerangka dasar) yang sudah diketahui atau telah diukur dan dapat dinyatakan posisi tiga dimensinya. Hal ini perlu dilakukan agar nantinya setiap titik detail dapat memberikan informasi posisi tiga dimensi X, Y, Z juga. Pembuatan dan pengukuran titik-titik kerangka dasar, baik itu horizontal maupun vertikal sudah dilakukan terlebih dahulu.Dengan menggunakan data koordinat kerangka horizontal dan vertikal sebagai acuan, maka posisi atau koordinat titik detail dapat ditentukan.
Metode yang biasa digunakan untuk pengukuran titik detail adalah metode tachimetry, yang pada dasarnya merupakan penggunaan prinsip metoda polar untuk posisi horizontal dan prinsip metode trigonometrik.
III.2.5.1 Penentuan Posisi Horizontal Titik DetailPada penentuan posisi horizontal titik detail, diterapkan metode
polar. Metode polar ini mempunyai parameter berupa sudut mendatar dan jarak mendatar. Sudut mendatar yang digunakan pada pengukuran kali ini berupa sudut yang dibentuk setiap titik detail dari arah / jurusan titik kerangka bukan azimuth magnetik sehingga orientasinya adalah titik kerangka. Jadi, paling tidak harus ada dua titik kerangka dasar yang sudah diketahui koordinatnya untuk melakukan pengukuran ini.
39
DAB
JAB
∆HABTA
TT
V
m
B
A
III.2.5.2 Penentuan Posisi Vertikal Titik DetailPenentuan posisi vertikal titik detail dilakukan dengan menggunakan
metode trigonometrik yang menerapkan hitungan segitiga siku bidang datar vertikal seperti yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Keterangan :
TA = tinggi alat dari titik A
TT = tinggi target dari titik B
M = sudut miring
JAB = jarak miring A – B
DAB = jarak mendatar A – B
∆HAB= beda tinggi A – B
∆HAB = V + TA - TT
dengan V yang dapat dihitung dari jarak miring maupun mendatar dengan menggunakan persamaan :
V = JAB sin mV = JAB cos z
III.2.5.3 Area dan Waktu PengukuranArea pengukuran situasi berbeda dengan daerah yang dibagi
sebelumnya untuk pengukuran kerangka dasar. Pengukuran situasi dilakukan oleh masing-masing kelompok. Kerangka dasar yang digunakan dalam pengukuran ini bebas, sesuai keperluan. Jadi tidak mentutup kemungkinanan dalam pengukuran situasi nanti, kelompok kami akan memakai kerangka
40
dasar yang diukur oleh kelompok lain. Berikut ini adalah sketsa pembagian daerah untuk pengukuran situasi masing-masing kelompok:
Dalam sketsa diatas, terdapat catatan bahwa daerah yang diukur kelompok 2, 4 dan kelompok kami, kelompok 3 akan dipetakan dengan skala 1:500 sedangkan kelompok lainnya hanya akan dipetakan dengan skala 1:2000. Sehingga dibutuhkan ketelitian yang lebih saat pengukuran.
Waktu pengukuran situasi adalah pada hari ke delapan setelah pengukuran kerangka dasar dan setelah orientasi medan. Pengukuran detail ini bersamaan dengan pengolahan kerangka yang dilakukan oleh divisi pengolahan kerangka. Kelompok kami melakukan pengukuran situasi selama 3 hari, yaitu pada hari ke 8, ke 9 dan ke 10.
III.2.5.4 Langkah PengukuranAdapun langkah-langkah pengukuran yang harus dilakukan dalam
pengukuran situasi, yaitu:
- Kenalilah medan atau daerah yang akan dipetakan, kemudian buat sketsanya. Sketsa ini sangat penting, terutama untuk proses plotting.
- Setiap sebelum dan setelah pengukuran, kita perlu melakukan pengecekan salah garis bidik untuk data salah indeks dan kolimasi.
41
- Letakkan dan sentring alat di atas suatu titik kerangka dasar yang sudah diketahui koordinatnya. Tempat berdiri alat/ Occupy (OCC) harus diperhitungkan agar nantinya titik detail yang diperoleh dapat maksimal. Sehingga proses pindah alat seminimal mungkin, sedangkan titik detail yang diperoleh maksimal. Jika terdapat titk detail yang tidak bisa dibidik dari titik kerangka dasar, maka perlu dibuat titik bantu. Pembuatan titik bantu ini juga harus dibuat sedemikian rupa agar titik detail yang dapat terbidik berjumlah maksimal. Titik bantu ini perlu diberi tanda atau patok karena titik bantu ini pasti akan dijadikan OCC. Kelompok kami menggunakan batang kayu untuk menandainya.
- Letakkan reflektor/rambu ukur di atas titik kerangka dasar lain yang memungkinkan untuk dibidik atau titik kerangka dasar sebelahnya. Pengukuran ini akan dijadikan acuan backsight. Untuk memudahkan dalam perhitungan sudut, maka sudut horizontalnya dapat kita set 0° 0’ 0’’.
Data yang perlu dicatat dari bacaan alat adalah sudut horizontal, sudut vertikal, dan jarak miring (SD). Selain itu, kita juga perlu mengukur tinggi alat dan tinggi target yang nantinya akan digunakan dalam perhitungan beda tinggi.
- Setelah memperoleh data backsight, kita bisa memulai membidik titik-titik detail yang diperlukan. Titik-titik detail yang diambil salah satunya dipengaruhi oleh besarnya skala. Kelompok kami mendapatkan skala 1 : 500 untuk situasi di sekitar basecamp dan 1 : 2000 untuk daerah lainnya, seperti daerah hutan. Bidik titik detail sebanyak-banyaknya, jika sudah tidak ada lagi titik detail yang dapat dibidik, maka perlu dilakukan perpindahan alat.
- Sebelum melakukan perpindahan alat, kita perlu membidik foresightnya terlebih dahulu. Foresight ini dijadikan acuan tempat berdiri alat/ OCC selanjutnya. Foresight ini dapat berupa titik bantu maupun titik kerangka dasar lainnya.
- Lakukan hal ini secara berulang-ulang dari setiap perpindahan letak alat di atas titik kerangka dasar (OCC) yang digunakan untuk melakukan pengukuran (kecuali tahap pengukuran salah indeks dan kolimasi).
- Pemetaan jalan/sungai tergantung skala yang digunakan. Apabila lebar jalan/sungai memiliki lebar yang kurang dari 1mm di peta, maka objek tersebut yang diukur adalah pada as-nya (tengah-
42
tengahnya). Apabila lebih, untuk jalan yang diukur adalah pinggir-pinggir jalannya, sedangkan sungai yang diukur pinggir-pinggirnya dan as-nya.
- Apabila yang dipetakan adalah jalan yang lurus, yang diukur adalah ujung-ujungnya dan tengah jalan tersebut.
III.2.6 Pengukuran Kerapatan Pohon
Pengukuran kerapatan pohon adalah perhitungan jumlah pohon yang ada pada suatu area sampel tertentu. Pengukuran dilakukan pada minimal 5 area sampel. Pengukuran dilakukan oleh masing-masing kelompok pada daerah pembagian detailnya masing-masing. Luas masing-masing area sampel minimal 10x10 meter. Posisi area sampel bebas namun diharapkan mewakili kondisi area detail masing-masing kelompok. Perlu diingat bahwa pohon yang dihitung memiliki syarat:
- Masih hidup- Besarnya bebas- Memiliki kambium, artinya bukan semak perdu atau pohon konje
Tahapan pengukuran yang dilakukan antara lain:
1. Menentukan lokasi sampel2. Mengukur panjang tali rafia dengan pita ukur sesuai dengan panjang area
sampel yang diinginkan. 3. Memasang tali rafia mengelilingi area sampel4. Menghitung pohon yang ada didalam area sampel yang telah dibatasi
dengan tali rafia5. Mengukur koordinat area sampel dengan GPS handheld6. Mencatat hasil perhitungan koordinat sampel, posisi koordinat dan posisi
relatif area sampel7. Mencari area sampel lain
Kelompok kami melakukan Pengukuran kerapatan pohon dilakukan pada hari ke 12. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat GPS handeld dan pita ukur serta alat tulis.
43
III.3 PENGOLAHAN DATA
Pengolahan data merupakan tahap yang dilakukan setelah pengambilan data di lapangan, yang meliputi proses mengolah data bacaan sampai menghasilkan peta. Peta yang dimaksud disini adalah peta situasi detail yang dibuat per kelompok sesuai dengan pembagian areanya masing-masing. Pada Bab I telah dijelaskan mengenai alur pelaksanaan kemah kerja, di dalamnya terdapat banyak pengolahan data yang dilakukan sampai pembuatan peta:
44
Dalam bab ini, akan dibahas mengenai metode, software dan rumus yang kami gunakan untuk mengolah data bacaan KDH dan KDV, metode pengolahan kerangka, metode pengolahan data situasi serta metode dan software yang digunakan pembuatan peta.
III.3.1. Pengolahan data bacaan KDH
Untuk setiap kali berdiri alat, output yang dihasilkan dari pengukuran KDH adalah 2 bacaan horizontal biasa dan luar biasa, 2 bacaan sudut vertikal biasa dan luar biasa, masing-masing ke titik belakang dan ke titik muka, serta adalah data bacaan jarak miring ke titik belakang dan jarak miring ke titik muka. Serta setiap harinya, sebelum dan sedudah pengukuran didapatkan pula data pengukuran salah kolimasi dan salah indeks.
Sebelum dapat digunakan dalam pengolahan kerangka untuk menentukan koordinat titik kerangka dasar tersebut, data tersebut harus diolah untuk dijadikan sudut horizontal dan jarak datar yang telah bebas dari kesalahan alat. Tahap inilah yang disebut pengolahan data bacaan KDH
Pada malam hari setiap selesai pengukuran KDH, kelompok kami melakukan digitasi data, yaitu memasukkan data dari formulir pengukuran kedalam komputer dengan menggunakan software microsoft excel. Setelah semua data tersedia dalam bentuk digital, kami melakukan pengolahan sebagai berikut:
1. Perhitungan salah indeks untuk sebelum pengukuran dan sesudah pengukuran. Dengan rumus:
s . i .=(V BIASA+V LUARBIASA )−360 °
22. Lakukan pengoreksian setiap bacaan sudut vertikal dengan salah indeks.
V BebasSalahIndex=V Bacaan−s .i .Salah indeks yang digunakan untuk koreksi adalah rata-rata dari salah indeks sebelum dan sesudah pengukuran. Ouput yang dihasilkan adalah bacaan sudut vertikal 1 yang bebas dari salah indeks dan bacaan sudut vertikal 2 yang bebas dari salah indeks.Salah kolimasi tidak perlu dikoreksi karena hanya dengan merata-ratakan bacaan biasa dan luar biasa maka pengaruh salah kolimasi akan dapat dihilangkan.
3. Lakukan perhitungan sudut horizontal dan vertikal rata-rata dengan tahapan sebagai berikut:a. Rata-ratakan semua bacaan 1 dan bacaan 2 baik pada sudut vertikal dan
horizontal sehingga baik untuk kolom sudut vertikal maupun kolom horizontal hanya akan didapat bacaan biasa dan luar biasa ke belakang serta bacaan biasa dan luar biasa ke muka.
b. Untuk kolom sudut horizontal, lakukan pengurangan antara bacaan belakang dan bacaan muka untuk mendapatkan sudut horizontal. Lakukan untuk
45
masing-masing biasa dan luar biasa. Pengukuran belakang-muka atau muka-belakang dilakukan dengan melihat sketsa untuk melihat sudut yang ingin didapatkan.Cek kembali apakah ada kesalahan dengan mengurangkan mutlak sudut biasa dan luar biasa. Hasil pengurangan haruslah dibawah 20”. Jika tidak, maka ada kesalahan pada data. Jika sudah benar, rata-ratakan kedua sudut tersebut.
c. Untuk kolom sudut vertikal, tidak perlu dikurangkan antara biasa dan luar biasanya, cukup rata-ratakan bacaan 1 dan bacaan 2
d. Jika ada, rata-ratakan bacaan jarak miring 1 dan 2e. Lakukan perhitungan jarak datar dengan rumus:
HD=SD× sinV rata−rata
f. Rata-ratakan hasil perhitungan jarak datar ke belakang dan ke muka
H Dbelakang=(H Dbiasa+H Dluarbiasa )
2
H Dmuka=(H Dbiasa+HDluarbiasa )
2
Ouput dari pengolahan diatas berupa sudut horiozontal dan jarak mendatar yang sudah bebas dari kesalahan alat. Dengan disertai sketsa, data tersebut sudah siap untuk pengolahan kerangka dasar.
III.3.2 Pengolahan Data Bacaan KDV
Dalam pengukuran KDV, yang didapatkan adalah data bacaan benang atas, benang tengah stand 1 dan stand 2 dan benang bawah, serta data hitungan jarak optis ke belakang dan jarak optis ke muka. Namun sudah disediakan pula ruang untuk melakukan perhitungan beda tinggi rata-rata dalam formulir hitungan sehingga langsung dapat didapatkan data hitungan beda tinggi. Dalam pengolahan kerangka dasar, yang diperlukan adalah hanya data beda tinggi.
Karena sudah memenuhi syarat, yang dilakukan hanyalah tinggal memasukkan koreksi kesalahan alat kedalam data. Koreksi yang digunakan adalah kesalahan garis bidik mengingat alat yang digunakan berupa waterpass. Sebelum dilakukan koreksi, sebelumnya perlu dihitung terlebih dahulu kesalahan garis bidik dari data kesalahan garis bidik seperti dibawah ini :
c : salah garis bidikb1 : benang tengah rambu belakang stand Im1 : benang tengah rambu muka stand Ib2 : benang tengah rambu belakang stand IIm2 : benang tengah rambu muka stand IIdb’ : jarak ke rambu belakang pada stand Idm’ : jarak ke rambu muka pada stand Idb” : jarak ke rambu belakang pada stand IIdm” : jarak ke rambu muka pada stand II
Jarak dihitung dengan rumus = ( BA – BB ) x 100 (meter). BA dan BB sudah dalam satuan m.Kesalahan garis bidik dihitung sebelum dan sesudah pengukuran sipat datar, sehingga nilai salah garis bidik yang dikoreksikan adalah rata-rata dari salah garis bidiik sebelum dan sesudah pengukuran.
o Mengoreksi Kesalahan Garis BidikCara yang bisa digunakan untuk mengoreksikan koreksi kesalahan
garis bidik ada 2, yaitu dengan mengoreksi bacaan atau mengoreksi beda tinggi yaitu sebagai berikut :
- Mengoreksi Kesalahan Garis Bidik kedalam bacaan
BT s=BT u−c ×d
dimana :
BT s adalah bacaan benang tengah seharusnyaBT u adalah bacaan benang tengah ukuranc adalah kesalahan garis bidikd jarak dari alat ke rambu
- Mengoreksi Kesalahan Garis Bidik kedalam beda tinggi
Δ hs=Δhu−c ( j db− j dm )
dimana :
Δ hs adalah beda tinggi yang seharusnyaΔ hu adalah beda tinggi ukuranc adalah kesalahan garis bidikj db adalah jumlah jarak ke rambu belakangj dm adalah jumlah jarak ke rambu muka
47
Setelah dilakukan koreksi kesalahan garis bidik, maka didapatkan beda tinggi yang sudah bebas dari pengaruh kesalahan alat. Data inilah yang kemudian digunakan dalam pengolahan kerangka dasar.
III.3.3 Metode Pengolahan Kerangka Dasar
Pengolahan kerangka dasar adalah pengolahan yang dimaksudkan untuk mendapatkan koordinat planimetris serta ketinggian dari masing-masing titik kerangka dasar. Pengolahan ini dilakukan secara simultan dengan menggunakan data dari seluruh kelompok serta data koordinat GPS dari hasil pengolahan GPS.
Pengolahan ini dilakukan oleh divisi pengolahan kerangka saat semua data KDH dan KDV didapatkan, yaitu sekitar pada hari kedelapan. Dalam pengolahan kerangka dasar ini juga dilakukan pembagian koreksi sudut, absis maupun koreksi lain yang dianggap perlu untuk masing-masing kerangka dasar agar memenuhi syrat geometris.
Pengolahan kerangka dasar ini dibagi menjadi 2 macam, pengolahan kerangka dasar horizontal, untuk mendapatkan koordinat planimetris (X, Y) dari titik kerangka dasar dan pengolahan kerangka dasar vertikal, untuk mendapatkan ketinggian (Z).
III.3.3.1. Pengolahan Kerangka Dasar HorizontalPengolahan kerangka dasar horizontal pada kemah kerja ini
menggunakan 2 metode, yaitu metode Dell dan metode Least Square. Pengolahan kerangka dasar horizontal metode Dell digunakan pada saat berada di lapangan, agar dapat mengecek data ukuran yang mengandung kesalahan blunder, sedangkan metode Least Square digunakan pada saat pengolahan kerangka di kampus.
o Pengolahan KDH Metode Dell
48
Berikut ini adalah bagan yang digunakan dalam pengolahan kerangka dasar metode dell
Prinsip metode dell yaitu, melakukan hitungan dengan cara iterasi, sehingga hasil akhirnya memenuhi syarat geometris jaring, baik untuk polygon maupun sipat datar.
Ketentuan perhitungan dalam metode Dell adalah sebagai berikut:
1. Hitungan dilakukan searah putaran jarum jam2. Setiap kring dalam jaringan tersebut dibagi dalam seksi-seksi
yang dibatasi oleh pertemuan kring3. Untuk sudut, berat/bobot titik pertemuan kring/batas seksi
adalah setengah dari berat titik lainnya yang terdapat pada seksi tersebut sehingga koreksi sudut yang terdapat pada suatu
49
seksi sama besar kecuali pada titik pertemuan antar seksi diberi koreksi setengahnya.
4. Koreksi pada seksi yang merupakan batas antar kring sama besar tapi mempunyai tanda yang berbeda.
5. Koreksi untuk selisih absis dan selisih ordinat berbanding lurus dengan jarak.
6. Jumlah sudut di titik sentral harus tetap 360 derajat.
Pada jaring polygon, tahapan perhitungan menggunakan metode Dell terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1. Menghitung salah penutup sudut tiap kring.2. Menghitung jumlah sudut dari masing-masing seksi.3. Menghitung presentase seksi dalam setiap kring yaitu (jumlah
sudut seksi dibagi jumlah sdut kringnya) dikali 100%; dengan pembulatan ke bawah pada seksi batas dan sebaliknya.
4. Menghitung koreksi sudut dimulai dari salah penutup kring yang terbesar nilai atau angkanya (ingat bahwa koreksi sudut berbanding terbalik terhadap jarak).
5. Mengulangi hitungan, dimulai dari sisa salah penutup yang terbesar nilai atau angkanya sampai semua sisa salah penutup kring menjadi nol.
6. Menjumlahkan, koreksi dari setiap tahapan hitungan.7. Kontrol :
- Jumlah koreksi seksi setiap kring = - salah penutup kringnya - Koreksi di seksi batas, sama besar tapi berbeda tanda
8. Tiap sudut mendapat koreksi sebesar nilai, koreksi sudut seksi tersebut dibagi banyaknya sudut di seksi tersebut (ingat bahwa sudut di batas seksi, mendapat nilai setengah dari setiap seksinya.
9. Melakukan control syarat geometris untuk sudut segibanyak.
Tahapan hitungan perataan absis dan perataan ordinat
1. Menghitung salah penutup absis dan salah penutup ordinat.2. Menghitung jarak tiap seksi.
50
3. Menghitung presentase seksi yaitu: (jarak seksi dibagi jarak kringnya) dikali 100%, dengan aturan pembulatan yang sama dengan untuk sudut.
4. Menghitung koreksi absis dan koreksi ordinat dimulai dari salah penutup kring yang terbesar nilai atau angkanya (ingat bahwa koreksi ini bebanding lurus terhadap jarak).
5. Mengulangi hitungan dimulai dari sisa salah penutup yang terbesar nilai atau angkanya, sampai semua sisa salah penutup kring menjadi nol.
6. Menjumlahkan koreksi dari setiap tahapan hitungan.7. Kontrol :
- Jumlah koreksi seksi setiap kring = - salah penutup kringnya - Koreksi di seksi batas sama besar, tapi berbeda tanda
8. Tiap antar titik diberi koreksi sebesar: (jarak antar titik tersebut dibagi jarak seksinya) dikali koreksi seksi tersebut.
9. Melakukan control syarat geometris polygon tertutup untuk absis dan ordinat.
10. Setelah perhitungan perataan absis dan perataan ordinat selesai, maka akan diperoleh data ΔX dan ΔY yang telah terkoreksi untuk setiap titik. Maka, koordinat titik-titik kerangka dasar dapat ditentukan dengan cara:
X n+1=X n+ΔX n
Y n+1=Y n+ΔY n
o Pengolahan KDH Metode Least Square
Metode Least Square merupakan metode kuadrat terkecil dimana, metode ini berdasar pada pemaksaan suatu kondisi matematis “Jumlah kuadrat kesalahan dikalikan berat/bobotnya adalah minimum (Σ v2 = minimum)”. Pada metode ini titik control kerangka dasar horizontal merupakan titik-titik yang diukur menggunakan GPS geodetik. Pada perhitungan dengan menggunakan metode Least Square ini ditentukan terlebih dahulu matriks parameter yang merupakan nilai dx dan dy dari tiap jalur, dimana tiap jalur merupakan jalur dimana titik-titik kerangka saling bertemu. Kemudian, menentukan matriks F dan matriks P (bobot ditetapkan berdasarkan jarak), lalu menentukan nilai matriks X dan V dengan metode hitung perataan parameter, dengan penyelesaian:
AX=LAT AX=AT L
51
(AT A)−1 AT AX=(A T A )−1 A T LX=(AT A)−1 AT L
V=AX−F
Setelah mendapatkan hasil matriks X dan matriks V, kemudian besarnya nilai residu yang didapat dari matriks V, diberikan kepada tiap patok pada tiap lajur berdasarkan bobot jaraknya.
III.3.3.2 Pengolahan KDVDalam pengolahan KDV juga digunakan 2 metode, yaitu metode dell dan metode least square yaitu sebagai berikut :
o Pengolahan KDV dengan Metoda DellPada pengolahan koordinat tinggi tiap patok terlebih dahulu,
mencari nilai undulasi Geoid pada titik-titik kerangka dasar yang dijadikan acuan. Hal ini dilakukan karena, titik-titik kerangka dasar yang dijadikan control diukur menggunakan GPS geodetic, sehingga memberikan nilai koordinat tinggi terhadap ellipsoid bukan terhadap geoid.
Pada dasarnya,hitungan pada kerangka yang berbentuk jaring dapat dilakukan dengan cara kuadrat terkecil dan dapat juga dengan cara pendekatan. Perbedaannya adalah bahwa cara kuadrat terkecil untuk mendapatkan nilai yang dianggap terbaik disamping untuk memenuhi syarat
52
geometris, sedangkan cara pendekatan hanya sekedar untuk memenuhi syarat geometris saja. Dalam Kemah Kerja ini akan dilakukan cara pendekatan. Untuk cara pendekatan terdapat beberapa metoda yang antara lain adalah Metoda Dell. Proses ini akan menghasilkan koreksi secara merata pada setiap titik yang kemudian dipakai untuk mendapatkan nilai tinggi setiap titik.
Metode yang akan digunakan untuk pengolahan ini adalah Metoda Dell. Metoda Dell dapat dilakukan dalam Ms.Excel atau menggunakan formulir. Peralatan yang sekiranya diperlukan bila menggunakan formulir antara lain kertas untuk enghitungan Dell, formulir penghitungan KDV, alat tulis, dan kalkulator.
Tahapan hitungan perataan beda tinggi adalah sebagai berikut :1. Hitung salah penutup beda tinggi.2. Hitung jarak tiap seksi.3. Hitung persentase seksi yaitu : (jarak seksi dibagi jarak kringnya)
dikali 100% dengan aturan pembulatan yang sama dengan untuk sudut.
4. Hitung koreksi beda tinggi dimulai dari salah penutup kring yang terbesar nilai atau angkanya (ingat bahwa koreksi ini berbanding lurus terhadap jarak).
5. Ulangi hitungan dimulai dari sisa salah penutup yang terbesar nilai atau angkanya sampai semua sisa salah penutup kring menjadi nol.
6. Jumlahkan koreksi dari setiap tahapan hitungan.7. Kontrol: jumlah koreksi seksi setiap kring = - salah penutup
kringnya. Koreksi di seksi batas sama besar tapi berbeda tanda8. Tiap antar titik diberi koreksi sebesar : (jarak antar titik tersebut
dibagi jarak seksinya) dikali koreksi seksi tersebut.9. Lakukan kontrol syarat geometris poligon tertutup untuk beda
tinggi.o Pengolahan KDV Metode Least Square
Pada perhitungan dengan menggunakan metode Least Square ini ditentukan terlebih dahulu matriks parameter yang merupakan nilai dh dari tiap jalur, dimana tiap jalur merupakan jalur dimana titik-titik kerangka saling bertemu. Kemudian, menentukan matriks F dan matriks P (bobot ditetapkan berdasarkan jarak), lalu menentukan nilai matriks X dan V dengan metode hitung perataan parameter, dengan penyelesaian:
AX=LAT AX=AT L
(AT A)−1 AT AX=(A T A )−1 A T L
53
X=(AT A)−1 AT LV=AX−F
Setelah mendapatkan hasil matriks X dan matriks V, kemudian besarnya nilai residu yang didapat dari matriks V, diberikan kepada tiap patok pada tiap lajur berdasarkan bobot jaraknya.
Baik dengan metode leastsquare maupun metode dell, yang didapatkan adalah ketinggian dari setiap titik kerangka dasar. Tinggi yang didapatkan adalah tinggi dari GPS yang diasumsikan adalah tinggi dari msl.
III.3.4 Metode Pengolahan Data Situasi
Yang didapatkan dari pengukuran situasi adalah bacaan horizontal ke backsight dan ke foresight, bacaaan sudut vertikal dan bacaan jarak miring untuk masing-masing titik detail. Serta bacaan horizontal, sudut vertikal dan bacaan jarak miring ke backsight untuk setiap kali berdiri alat. Sebelum dapat digunakan, seperti data-data sebelumnya, kelompok kami merasa perlu untuk mengoreksi data bacaan dengan koreksi kesalahan alat, yaitu koreksi salah kolimasi dan koreksi salah indeks.
o Koreksi Kesalahan Alat
Koreksi kesalahan alat yang kami gunakan untuk mengoreksi bacaan disini ada 2, yaitu salah kolimasi dan salah indeks. Besarnya koreksi dicari dengan menggunakan data pengukuran kesalahan kolimasi dan indeks yang dilakukan sebelum dan sesudah pengukuran setiap harinya.
Cara untuk menghitung salah indeks dan salah kolimasi adalah sebagai berikut.
Menghitung salah indeks
si=(HB+H LB)−360 °
2
Menghitung salah kolimasi
c=((HLB+180 )−H B )sinZ
2
Kemudian gunakan rumus berikut untuk mengoreksikannya kedalam bacaan:
Z s=Zu−si
HBS=H B
U−c×ZBS
54
H LBS=H LB
U−c×ZLBS
Seperti dapat dilihat pada rumus diatas, pemberian koreksi dilakukan pada bacaan sudut vertikal dan bacaan horizontal. si dan c yang digunakan adalah hasil rata-rata antara sebelum dan sesudah pengukuran. si dan c bervariasi setiap hari dan setiap alat. Kemudian bacaan yang sudah dikoreksi inilah yang digunakan dalam pengolahan data selanjutnya untuk menentukan koordinat tempat berdiri alat dan koordinat titik detail.
o Menghitung koordinat tempat berdiri alatSelain data yang didapatkan dari pengukuran yang disebutkan sebelumnya, yang dibutuhkan untuk menghitung koordinat titik detail adalah koordinat tempat berdiri alat. Cara untuk mendapatkan koordinat tempat berdiri alat berbeda sesuai dengan metode pengukuran yang digunakan. Ada 2 Metode yang kelompok kami gunakan, yaitu metode segitiga dan metode bidikan titik detail.
1. Metode SegitigaDengan metode segitiga, maka data yang didapatkan adalah 2 buah bidikan ke tempat yang sudah diketahui koordinatnya. Data yang didapatkan untuk setiap bidikan adalah bacaan horizontal, sudut vertikal dan jarak miring. Untuk dapat digunakan dalam menentukan koordinat tempat berdiri alat, maka data bacaan yang digunakan harus bebas dari kesalahan alat.
Sebelumnya, kurangka kedua bacaan horizontal ke titik yang sudah diketahui koordinatnya agar didapatkan sudut β1 sesuai dengan sketsa diatas.Karena titik A dan titik B diketahui koordinatnya, maka dapat dihitung sudut jurusan dari A ke B dan jarak dari A ke B
α AB=tan−1(X B−X A
Y B−Y A
)
d AB=√( XB−X A )2−(Y B−Y A )2
Kemudian, dengan aturan sin segitiga, maka sudut di titik A (β A) dapat dicari:
55
Titik B(diketahui koordinatnya)
Titik A(diketahui koordinatnya)
Titik 1(tempat berdiri alat)
β1d1B
d1 A
sin βAd1B
=sin β1
d AB
β A=sin−1( d1B
d ABsin β1)
Setelah didapatkan sudut β A, maka sudut jurusan dari titik A ke titik 1 dapat dihitung:
α A1=αAB−β ASehingga koordinat titik 1, tempat berdiri alat, dapat dihitung:
X1=X A+d1A× sinαA 1
Y 1=Y A+d1 A×cos αA 1
2. Metode Bidikan Titik DetailSebenarnya, metode ini tidak jauh berbeda dengan mencari koordinat titik detail biasa. Dengan metode ini, maka tempat berdiri alat yang ingin diketahui koordinatnya, misal tempat A, harus dibidik terlebih dahulu dari tempat lain yang dikethui koordinatnya, misal tempat B. Kemudian hitung koordinat tempat A dengan metode seperti menghitung koordinat titik detail biasa.
o Menghitung koordinat titik detailSeperti dijelaskan sebelumnya, Yang didapatkan dari pengukuran situasi
adalah bacaan horizontal ke backsight dan ke foresight, bacaaan sudut vertikal dan bacaan jarak miring untuk masing-masing titik detail. Serta bacaan horizontal, sudut vertikal dan bacaan jarak miring ke backsight untuk setiap kali berdiri alat. Ada beberapa tahapan untuk menghitung koordinat titik detail:Menghitung jarak mendatar:
D=SD∗sin zSudut zenit yang digunakan adalah sudut zenit yang sudah dikoreksi s.i.
Menghitung sudut mendatar: β=H detail – H backsight
Menghitung sudut jurusan titik detail: α A1=αAB+β
Dengan α ABadalah azimuth awal dari titik OCC ke backsight
Menghitung koordinat X, Y: X1=X A+DA 1∗sinα A1
Y 1=Y A+DA1∗cosα A1
56
Dengan X AdanY A merupakan koordinat titik OCC atau tempat berdiri alat
Menghitung beda tinggi: ∆ H A 1=V +T A– T T
Dengan :V=J A1cos Z
Ket:T A = tinggi alat dari titik AT T = tinggi target dari titik BZ = sudut zenithJA1 = jarak miring A – BDA1 = jarak mendatar A – B∆HA1 = beda tinggi A – B
Menghitung tinggi titik (H): H 1=H A+ΔH A1
Output akhir yang diharapkan dari pengolahan data situasi ini adalah koordinat X, Y dan Z dari titik detail yang nantinya dapat digunakan dalam pembuatan peta.
III.4 Metode Pembuatan Peta
Data yang digunakan dalam pembuatan peta adalah data koordinat titik detail serta data koordinat titik patok. Tahap pertama dalam pembuatan peta adalah memisahkan antara jenis masing-masing titik detail sesuai dengan entitasnya masing-masing. Dalam area yang kelompok kami petakan, ada 6 entitas: bangunan, sungai, jembatan, jalan utama , jalan setapak dan titik ketinggian.
Setelah dipisahkan, maka tahap berikutnya adalah membuat kontur ketinggian. Kontur kami buat dengan software surfer memakai semua jenis titik detail kecuali jalan dan jembatan dengan menggunakan metode interpolasi TIN. Hasil kontur dieksport dalam format shp.
Kemudian kami menggunakan software quantum GIS untuk menggabungkan semua titik detail dan menghubungkannnya sesuai dengan layer masing-masing sehingga menjadi suatu peta planimetris. Hasil ini juga dalam eksport shp. Kemudian hasil kontur dan peta planimetris ini kami gabungkan dalam software argis dan ditambahan informasi tepi maka jadilah sebuah peta utuh.
Berikut ini adalah peta detail yang kelompok kami buat:
57
58
BAB IVANALISA
Saat pelaksanaan kemah kerja, baik saat pengambilan data maupun saat pengolahan data, kelompok kami menemukan beberapa permasalahan, mulai dari permasalahan kecil sampai permasalahan yang besar yang dapat menggangu kelancaran kegiatan kemah kerja. Permasalahan ini perlu diungkapkan dan dicari solusinya sehingga dapat digunakan sebagai referensi untuk kegiatan kemah kerja berikutnya atau sebagai pengalaman pribadi kelompok dalam kegiatan pemetaan secara terestris.
IV.1 Permasalahan
Permasalahan yang kami temui baik saat pengambilan data maupun saat pengolahan data dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu permasalahan teknis dan permasalahan non teknis. Permasalahan teknis adalah permasalahan yang timbul yang berhubungan dengan pembuatan peta, baik persiapan, pengukuran, pengolahan sampai pembuatan peta itu sendiri. Sedangkan permasalahan non teknis adalah permasalahan yang timbul dalam manajemen kegiatan kemah kerja atau hal lain yang sekiranya dapat menghambat kelancaran kegiatan kemah kerja.
Dalam pembahasannya, kelompok kami akan membahas secara sistematis sesuai dengan urutan kegiatan yang kelompok kami lakukan
IV.1.1 TeknisBagian teknis terdiri dari persiapan, orientasi medan, pematokan, pengukuran
KDH, pengukuran KDV, pengukuran situasi, pengukuran kerapatan pohon, pengolahan data KDH dan PDV, pengolahan kerangka, plotting dan pengolahan data detail, dan pembuatan peta.
1. PersiapanPersiapan adalah tahap yang cukup penting, dimana kami sebagai peserta
membekali ilmu mulai dari dasar mengenai segala sesuatu yang dibutuhkan dalam kemah kerja sebelum melaksanakan kegiatan kegiatan kemah kerja.
Dalam tahap ini, salah satu kendala yang muncul adalah kebingungan dalam pelaksanaan persiapan karena kurangnya informasi . Contohnya adalah saat pelatihan pengukuran, kami mengalami kebingungan karena belum adanya spesifikasi pengukuran kemah kerja yang jelas.
Selain itu kesulitan dalam memahami penjelasan dari dosen karena belum adanya pengalaman untuk melakukan pengukuran di lapangan juga menjadi masalah. Dalam kuliah kemah kerja, juga terdapat masalah
59
Dalam pembuatan SOP pengukuran juga terdapat masalah, yaitu kurangnya informasi mengenai kondisi lapangan sehingga hasil SOP pengukuran yang dihasilkan.
Karena masalah-masalah tersebut diatas sehingga persiapan yang dilakukan menjadi kurang maksimal.
2. Orientasi medanDalam pelaksanaan orientasi medan, tidak ada masalah yang cukup berarti
karena persiapan yang telah kelompok kami lakukan sebelumnya. Kami cukup memahami kondisi lapangan ketika survey pendahuluan sehingga dapat melakukan persiapan seperti membawa sepatu boots saat orientasi medan karena di lapangan yang kami survey lapangan ada sungai yang cukup dalam yang harus dilewati.
3. PematokanDalam kegiatan pematokan sendiri tidak ada masalah yang cukup berarti,
hanya saja dalam pemasangan patok, kondisi jalanan yang akan dipatok cukup sempit dan labil sehingga diperlukan perhatian khusus dalam pemilihan kondisi tanah yang stabil agar patok tidak mudah bergoyang. Selain itu, saat pemasangan, ada paku pada patok yang rusak yang dimungkinkan karena paku memang rapuh terlalu banyaknya enegi saat memalu patok kedalam tanah. Meski demikian,semua kondisi tersebut tidak banyak mengganggu jalannya pematokan maupun pengukuran.
Salah satu titik dalam jalur kelompok kami berupa benchmark yang rencananya akan diukur koordinatnya dengan GPS geodetik. Namun, benchmark tersebut terdapat pada rawa yang kondisi tanahnya sangat labil. Karena ditakutkan statif yang ditancapkan akan bergoyang saat pengukuran, maka dengan bantuan kelompok 8, yang juga akan melakukan pengukuran di benchmark tersebut, maka benchmark tersebut kami pindahkan ke tempat yang lebih stabil. Tentunya, kami sebelumnya meminta pendapat dari dosen pembimbing terlebih dahulu.
4. Pengukuran KDHKegiatan pengukuran KDH yang kami lakukan cukup bisa dibilang lancar,
namun ada 1 set pengukuran yang kami ulang karena data yang dihasilkan saat pengukuran tidak bagus yang mungkin disebabkan karena pengukuran tersebut dilakukan saat sore hari dimana kemungkinan terjadi salah bidiknya besar.
Selain itu ada kendala dalam pengukuran hari kedua dan ketiga, yaitu tidak bisa datarnya nivo kotak pada salah satu reflektor yang kami pakai. Sehingga kami hanya menggunakan nivo tabung sebagai indikator saat melakukan pendataran. Meski tidak menghambat pengukuran, hal tersebut membuat pengukuran yang dilakukan menjadi lebih lama.
5. Pengukuran KDV
60
Ada beberapa masalah yang terjadi saat pengukuran KDV. Salah satunya adalah adanya salah pengertian dalam istilah seksi. Awalnya kelompok kami berpikir bahwa antar 2 patok yang saling bersebelahan adalah satu seksi, sehingga adanya kesulitan dalam melakukan pengukuran dengan 2 patok yang jaraknya pendek. Namun, setelah berkonsultasi dengan dosen dan mengetahui bahwa pengertian kami tersebut tidak benar, yaitu 1 seksi tidak harus antara 2 patok yang bersebelahan, maka pengukuran bisa dilanjutkan.
Selain itu, pernah ada masalah mengenai tidak terpenuhinya toleransi sepesifikasi teknis KDV dalam 1 seksi yaitu 20√n mm (dengan n adalah jumlah slag dalam pengukuran). Masalahnya adalah mekipun kami sudah melakukan beberapa kali pengukuran ulang, namun selalu ada seksi yang tidak memenuhi ketelitian. Namun sudah didapat solusi setelah dilakukan pembahasan dalam briefing malam hari antara peserta kemah kerja dengan dosen pembimbing yaitu dengan tidak menghiraukan spesifikasi teknis yang telah kami buat. Selain kedua masalah diatas, pengukuran berjalan dengan lancar.
6. Pengukuran DetailMasalah pertama terdapat pada alat. Yaitu kurangnya pengalaman dalam
pemakaian alat sehingga kami harus meluangkan satu hari khusus pada hari pertama pengukuran detail untuk mnencoba dan mempelajari alat. Alat yang kami gunakan adalah ETS reflektorless merk TOPCON. Pada awalnya, kami berpikir untuk menggunakan mode menyimpan data dalam ETS tersebut, namun karena tidak adanya media penyimpanan atau metode untuk mentransfer data dari ETS ke komputer, maka akhirnya kami menggunakan metode mencatat secara manual.
Kendala berikutnya adalah karena kurang rapatnya titik kerangka dasar maka kelompok kami harus membuat banyak titik bantu untuk melakukan pengukuran pad titik detail yang tidak dapat dicapai jika menaruh alat pada kerangka. Ada 66 titik bantu yang kami buat. Awalnya, untuk mengukur koordinat titik bantu tersebut, kami hanya menggunakan 1 metode yaitu metode pembidikan titik detail biasa yang menghasrukan kami membidik titik bantu tersebut dari titik lain yang diketahui koordinatnya. Namun, setelah mendapat saran dari dosen, kami menggunakan cara segitiga dalam menentukan koordinat titik bantu tersebut dimana dengan menggunakan cara ini, kami tidak harus membidik titik bantu dari tempat yang diketahui koordinatnya. Cukup dengan mendirikan alat di tempat sembarang, kemudian bidik 2 titik yang diketahui koordinatnya.
7. Pengolahan Data Bacaan KDH & KDVTidak ada kendala maupun masalah dalam melakukan pengolahan data
bacaan KDH dan KDV.8. Pengolahan Kerangka
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pengolahan kerangka dasar terbagi menjadi yaitu pengolahan kerangka KDH dan pengolahan kerangka KDV. Dalam
61
pengolahan data KDH, terdapat 2 metode yang dilakukan untuk menentukn kooordinat kerangka dasar, yaitu metode dell dan metode least square. Pada metode least square, karena kurang telitinya penghitung serta banyaknya data yang harus dihitung, maka banyak dilakukan pengulangan. Sehingga perlu waktu lama dalam pengolahan kerangka dasar horizontal. Selain itu pengolahan kerangka juga menjadi lama disebabkan karena adanya beberapa kelompok yang yang belum mengumpulkan data untuk dihitung bersama disebabkan karena kehilangan data atau karena dilakukan pengukuran ulang. 1 lagi kendala adalah karena sistem pembulatan pada software yang digunakan untuk mengolah kerangka membuat hasil perhitungan yang seharusnya benar menjadi salah.
Pengolahan kerangka dasar dengan metode least square dilakukan di kampus setelah pengambilan data. Dalam pengolahan sendiri, tidak ada masalah yang cukup berarti. Masalah terjadi pada pengambilan keputusan data pengolahan KDH dengan metode mana yang akan di pakai dalam plotting serta pengolahan data detail. Keputusan yang kemudian diambil adalah data pengolahan KDH dari least square karena dipercaya lebih akurat.
Dalam pengolahan kerangka dasar vertikal dengan metode dell maupun least square, tidak ada kendala maupun masalah yang berarti.
9. Pengolahan detail dan plottingDalam pengolahan data pengukuran detail situasi, ada masalah dalam
penentuan koordinat titik bantu, terutama titik bantu yang ditentukan koordinatnya dengan metode segitiga. Setelah kelompok kami melakuan analisis, ternyata metode pengukuran segitiga tidak efektif jika segitiga yang dibentuk salah satu ujungnya lancip. Selain itu tidak ada metode untuk kontrol atau mengecek kebenaran ukuran. Sehingga jika ada kesalahan ukuran, maka data tersebut tidak dapat dianalisis dan diperbaiki dan harus dibuang. Karena masalah ini, akhirnya kami tidak memakai beberapa data detail yang diukur dari titik bantu yang ditentukan dengan metode segitiga ini.
Selain itu, karena tidak sistematisnya catatan pengukuran, misal lupa mencatat bagian keterangan, tidak jelasnya sketsa, penulis dan pengukur yang berbeda-beda membuat pengolahan data serta plotting menjadi lama dan rumit.
Ada 1 hal lagi yang membuat pengolahan data menjadi rumit yaitu tidak adanya rencana dalam penamaan titik bantu atau titik detail saat kelompok kami dibagi menjadi 2 tim saat pengukuran. Hal ini menjadikan ada 2 titik detail atau titik bantu yang memiliki nomor yang sama. Saat diperbaiki, maka nama titik detail menjadi berbeda dengan yang terdapat pada sketsa, hal ini kembali membuat pengolahan data lama dan rumit.
Dalam plotting data dengan peta, tidak ada kendala yang berarti selain yang disebutkan diatas. Kami memutuskan untuk memakai data yang benar-benar kami percaya dan yang menghasilkan hasil plotting sesuai dengan sketsa yang dibuat saat pengambilan data.
62
10. Pembuatan petaDalam pembuatan peta, kendala yang ada hanya pada penentuan standar
kartografi yang tepat. Kami memutuskan untuk membuat peta kelompok dengan skala 1: 2000 meskipun data yang kami ambil dengan ketelitian 1:500.
IV.1.2 Non-TeknisPermasalahan non-teknis ini timbul karena adanya kesalahan
manajemen kemah kerja dan hal lain selain hal teknis sehingga mengakibatkan terganggu dan terhambatnya kelancaran kegiatan kemah kerja. Permasalahan non-teknis sudah ada sejak tahap persiapan kegiatan kemah kerja dimana, tidak semua mahasiswa yang datang untuk kuliah dan pelatihan kemah kerja.Hal ini disebabkan karena efektif kuliah dan pelatihan kemah kerja dilaksanakan setelah kegiatan perkuliahan selesai yang mengakibatkan banyak mahasiswa yang pulang menuju kampung halamannya sehingga, tidak bisa mengikuti kuliah dan pelatihan kemah kerja. Pada tahap persiapan, dimana dilakukan pelatihan pengukuran kerangka dasar horizontal dengan menggunakan alat, jumlah alat tidak mencukupi sehingga, menghambat mahasiswa yang ingin belajar sentring.
Permasalahan non-teknis juga timbul pada transportasi dan akomodasi kegiatan kemah kerja.Masalah transportasi yang timbul yaitu, transportasi ke tempat kemah kerja sampai h-7 belum ada, serta transportasi pulang dan pergi tidak cukup. Permasalahan transportasi ini timbul karena mahasiswa teknik geodesi dan geomatika baru diberi tahu oleh dosen untuk mengurus transportasi menuju tempat kemah kerja saat H-7 dan juga diberikan dana yang terbatas, sehingga transportasi yang didapat tidak maksimal. Dalam hal akomodasi kemah kerja permasalahan yang timbul yaitu, tempat tidur di base dan pletton tidak cukup untuk menampung mahasiswa tidur sehingga, ada mahasiswa yang tidak mendapat tempat tidur. Permasalahan dalam hal akomodasi ini timbul karena jumlah maksimum yang mampu ditampung oleh base yang di rumah panggung tidak mencapai lebih dari 50 orang.
Pada hari pertama kegiatan kemah kerja dilakukan kegiatan orientasi medan. Dalam kegiatan orientasi medan tidak ditemui adanya permasalahan non-teknis. Setelah orientasi medan, selanjutnya dilakukan kegiatan pematokan, pada saat pematokan terjadi kendala dimana, pematokan menjadi tersendat karena titik GPS yang digunakan sebagai titik control dipindahkan ke tempat yang lebih stabil. Setelah kegiatan pematokan, lalu dilaksanakan pengukuran KDH dan KDV. Pada saat pengukuran KDH hari pertama, ditemui masalah, yaitu baterai ETS tidak dapat tertutup rapat sehingga, ETS tidak bisa hidup.Pada saat pengukuran KDV tidak ditemui permasalahan non-teknis. Pada pengukuran detail situasi permasalahan non-
63
teknis yang ditemukan yaitu, pada saat mengukur dengan menggunakan ETS reflectorless baterai tidak tahan lama karena belum dichas, jalur pengukuran yang sangat terjal dan pada saat pengukuran detail sungai sangat sulit karena pinggiran sungai ditumbuhi oleh pohon yang sangat rapat.
Pada tahap pengolahan kerangka dasar masalah non-teknis yang timbul adalah terlambatnya data dari tim KDH dan KDV sehingga, mundur dari timeline yang telah ditentukan. Selain itu, pada saat pengolahan kerangka dasar juga ditemui kerancuan antara metode yang digunakan, metode Dell dan metode Least Square. Kerancuan penggunaan metode pengolahan kerangka dasar menyebabkan pengolahan data hasil pengukuran detail dan plotting menjadi tersendat. Selain itu, pada tahap plotting juga ditemui permasalahan, karena banyaknya mahasiswa yang kerja praktik sehingga, plotting menjadi tersendat.
IV.2 Solusi
Setelah sebelumnya dijelaskan masalah-masalah atau kendala yang kelompok kami alami selama kemah kerja, maka selanjutnya kami memberikan juga mengenai solusi yang kelompok kami pikirkan untuk masalahntersebut. Solusi-solusi yang dijelaskan ini dapat merupakan solusi yang saat itu kami lakukan untuk mengatasi kendala yang kami alami atau dapat merupakan solusi yang kami sarankan setelah mengalami masalah tersebut.
IV.2.1 TeknisSolusi dari masalah-masalah teknis yang ada akan kami bahas secara
sistematis sesuai dengan kegiatan yang kami lakukan.
Salah satu solusi yang kami dapatkan dari masalah-masalah dalam tahap persiapan adalah dengan adanya penjelasan yang lebih jelas, sistematis dan lebih awal tentang kegiatan kemah kerja dari awal sampai akhir. Kebanyakan masalah teknis yang kami alami terjadi karena kurangnya informasi yang jelas tersebut atau karena perbedaan pemahaman yang didapatkan pada masing-masing anggota kelompok. Agar tidak menimbulkan perbedaan pemahaman, penjelasan mengenai kemah kerja tersebut tidak hanya disampaikan secara lisan, namun dapat juga dibuat dalam bentuk SOP kemah kerja, seperti SOP kerja praktek atau SOP tugas akhir yang sudah ada.
Memang seharusnya dalam survey pendahuluan, harusnya dihadiri oleh wakil dari masing-masing kelompok yang mungkin dapat membawa kamera untuk memfoto tempat tersebut agar anggota kelompok yang tidak mengikuti survey pendahuluan juga dapat mengethui lebih awal mengenai medan sehingga dapat ikut dapalm merencanakan rencana seperti orientasi medan yang di lakukan atau dalam merencanakan barang bawaan kelompok maupun pribadi.
64
Dalam tahap orientasi medan, tindakan preventif yang kami lakukan sudah cukup bagus, seperti membawa sepatu boots agar dapat melewati medan yang becek. Hal tersebut kami lakukan karena sudah mengetahui kondisi medan sebelumnya dari survey pendahuluan.
Dalam pematokan, agar menghindari adanya patok yang goyang atau pin patok rusak, mungkin untuk selanjutnya dapat lebih dipikirkan agar patok lebih diperpanjang agar tidak bergoyang dan paku yang berlaku sebagai pin pada patok diganti dengan bahan yang lebih kuat agar tidak rusak saat dipasang. Selain itu, harusnya peruncingan patok dan pengecatan dilakukan sebelum pematokan agar pematokan tidak menghabiskan banyak waktu. Selain itu dapat dilakukan penjelasan kembali kepada peserta, tentang sistem dan strategi pematokan mengingat adanya kelompok lain yang memasang patok dengan tidak efisien, contohnya ada 3 buah patok yang dapat terlihat satu sama lain, dimana sebenarnya salah satu patok tersebut tidak diperlukan.
Selain itu dalam pemilihan titik tempat benchmark GPS untuk selanjutnya harus benar-benar dipikirkan akan diletakkan dimana. Pemindahan benchmark GPS yang kelompok kami lakukan terjadi karena tim yang melakukan pemilihan titik hanya mengira-ngira tempat titik tersebut dan tidak datang secara langsung sehingga tidak mengetahui kondisi tanah yang sulit dipakai untuk centering dan pendataran. Untuk selanjutnya, dalam pemilihan titik tempat benchmark titik harus benar-benar dipastikan dan didatangi serta ditandai dengan tanda yang tidak mudah hilang. Dan mungkin ditambahkan dengan menitipkan posisi titik tersebut pada warga sekitar agar tidak diganggu.
Dalam pengukuran KDH ataupun pengukuran lainnya, harusnya tidak dilakukan ketika kondisi cuaca mendung atau sudah sore. Hal tersebut ternyata berdampak besar pada ketelitian data yang didapatkan oleh pengukuran dengan ETS.
Dalam masalah ringan pada kondisi alat yang rusak dan tidak dapat diperbaiki, seperti tidak mau datarnya nivo kotak pada alat yang kami pakai maka solusinya adalah dengan memakai nivo tabung sebagai referensi pendataran. Meski lebih lama dan rumit, namun ini adalah satu-satunya solusi yang kelompok kami pikirkan jika hal ini terjadi dilapangan. Selain itu, untuk menghindari adanya cacat alat, harusnya ketika di kampus, latihan alat harusnya dilakukan dengan menggunakan alat yang benar-benar milik kelompok kami atau yang akan kami pakai dalam pengukuran di lapangan. Selain itu simulasi dilakukan dengan menggunakan semua alat untuk mengetahui adanya cacat alat atau tidak. Ada satu masalah lagi pada alat yang kami pakai, yaitu sempat ada tabung nivo yang pecah pada jalon, namun akhirnya nivo tersebut dapat diperbaiki dan diganti dengan yang baru oleh asisten laboratorium survey kadaster yang memang ikut dalam pengambilan data di
65
lapangan. Hal tersebut cukup membantu dan dapat dijadikan solusi kedepannya jika ada alat yang kembali rusak.
Semua masalah dan kendala yang ada pada pengukuran KDV disebabkan karena kurang kuatnya pengetahuan kami dalam pengukuran KDV di lapangan. Hal ini harusnya bisa dicegah dengan pembahasan yang lebih terperinci dalam kegiatan kuliah kemah kerja. Selain itu, harusnya dalam pembuatan SOP pengukuran, kami mendiskusikan SOP pengukura tersebut kepada dosen pembimbing untuk diperbaiki sebelum datang ke lapangan untuk menghindari adanya spesifikasi pengukuran yang terlalu teliti sehingga mubadzir dan sulit untuk dipenuhi.
Dalam pengukuran detail, masalah kembali lagi kepada kurangnya pengetahuan pada alat, hal ini harusnya bisa dicegah dengan pelatihan alat yang menyeluruh pada tahap persiapan, maksudnya tidak hanya menggunakan alat yang sudah disediakan untuk masing-masing kelompok, namun juga alat cadangan yang kemungkinan juga digunakan.
Selain itu, dalam penggunaan metode segitiga ternyata menyulitkan dan memperlama dalam pengolahan datanya. Kami menyarankan agar tidak menggunakan metode segitiga tersebut kecuali benar-benar terpaksa. Hasil analisis kelompok kami adalah metode segitiga memang mudah diterapkan di lapangan, salah satu kemudahannya adalah tidak perlu memasang patok pada tempat berdiri alat, namun hasil koordinat titik tempat berdiri alat yang dihasilkan lebih tidak akurat daripada jika dengan mengunakan metode bidikan titik detail, terlebih lagi jika bentuk segitiga yang dihasilkan segitiga sembarang yang salah satu sudutnya lancip. Selain itu dengan metode segitiga, koordinat yang dihasilkan tidak akan bisa dicek kebenarannya.
Dalam pengolahan data bacaan KDH dan KDV tidak ada masalah atau kendala yang berarti. Hanya saja, disarankan agar template pengolahan data disediakan sebelumnya dan menggunakan format yang sama untuk semua kelompok agar menghemat waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan data bacaan KDH dan KDV dan memudahkan penyatuan data dalam pengolahan kerangka.
Hanya ada satu masalah yang berarti dalam pengukuran, yaitu pada masalah pemilihan metode dalam pengolahan kerangka. Sebaiknya digunakan metode leastsquare dalam pengolahan kerangka baik KDH maupun KDV, karena jika menggunakan metode dell, diasumsikan semua titik memiliki kesalahan sehingga koreksi dibagi rata. Hal ini menyebabkan pengukuran yang sudah baik juga ikut terkoreksi sehingga menjadi salah. Dengan menggunakan metode leastsquare, dapat dideteksi titik mana yang memiliki kesalahan yang besar sehingga dapat diberi koreksi yang seimbang sesuai dengan besarnya kesalahan. Selain itu disarankan juga
66
agar pengukuran KDH dan KDV serta revisinya diselesaikan tepat waktu agar tidak dibutuhkan waktu lama dalam pengolahan kerangka.
Masalah yang melibatkan pengukuran detail yang menyebabkan sulitnya pengolahan data ukuran detail adalah tidak jelasnya pembuatan sketsa yang dapat diatasi dengan mengalokasikan tugas pembuatan sketsa pada 1 orang dan sketsa tyersebut dibuat dengan ukuran besar atau tidak ditempatkan pada kertas yang berbeda-beda meskipun pengukuran dilakukan pada hari yang berbeda, kemudian masalah adanya titik detail dengan nomor ganda karena pengukuran detail yang dilakukan oleh 2 tim dalam satu kelompokdapat diatasi dengan penrencaan sebelumnya, misal tim 1 menomori titik detailnya dari nomor kecil sedangkan tim 2 menomori titik detailnya dengan urutan dari nomor besar.
Dalam pembuatan kontur, kelompok kami mendapatkan kesimpulan dari hasil kontur yang kami dapatkan yang dibandingkan dengan kelompok lain. Kesimpulan dari kelompok kami adalah jika titik ketinggian yang diambil rata, maka metode interpolasi yang digunakan, baiknya adalah metode TIN. Namun, jika titik ketinggian yang diambil tidak merata, maka metode interpolasi yang lebih baik untuk digunakan dalam pembuatan kontur adalah metode grid. Kami menggunakan metode TIN karena titik tinggi yang kami ambil merata dan hampir tidak ada area kosong yang tidak memiliki titik tinggi.
IV.2.2 Non-TeknisPermasalahan non-teknis yang ada pada tahap persiapan dan pelatihan
kemah kerja, dapat diatasi dengan manajemen perkuliahan kemah kerja yang lebih baik.Seharusnya, efektif perkuliahan dan pelatihan kemah kerja dilakukan pada saat awal semester bukan akhir semester.Dalam hal pelatihan kemah kerja kondisi alat yang dipakai pada saat pelatihan sebaiknya disediakan dengan jumlah yang mencukupi serta dalam kondisi yang baik, sehingga alat tersebut dapat dimaksimalkan oleh mahasiswa yang ingin berlatih menggunakan alat.
Dalam hal transportasi, permasalahan yang timbul sebenarnya bisa dihindari jika, sejak awal mahasiswa sudah diberitahu untuk menyediakan transportasi ke tempat kemah kerja dan komunikasi yang terjalin antara dosen dan mahasiswa lebih intensif.Untuk masalah akomodasi bisa diselesaikan jika, base tempat tidur yang di pletton lebih besar sehingga, bisa lebih banyak menampung banyak orang.
Dalam permasalahan pematokan sebenarnya bisa dihindari jika, pemasangan titik GPS berada di tempat yang stabil sehingga, penentuan titik-titik patok yang lain tidak tersendat. Pada pengukuran KDH permasalahan yang timbul dapat dihindari jika, sebelum menggunakan alat, alat tersebut sudah dicek apakah berfungsi dengan baik. Pada saat pengukuran detail situasi permasalahan yang timbul dapat diatasi jika penggunaan alat ETS reflectorless dapat lebih dimaksimalkan untuk wilayah yang
67
ektrem dan sebelum melakukan pengukuran baterai harus dipastikan dalam kondisi yang baik.
Permasalahan yang timbul dalam pengolahan kerangka dasar dapat diatasi jika, waktu yang digunakan untuk pematokan, pengukuran KDH dan KDV lebih dimaksimalkan karena permasalahan pengolahan kerangka dasar timbul karena terlambatnya timeline pematokan, serta pengukuran KDH dan KDV yang menyebabkan tersendatnya pengolahan data pengukuran KDH dan KDV. Permasalahan pengolahan kerangka dasar dalam pemilihan metode pengolahan juga bisa diatasi jika adanya ketegasan dalam penggunaan metode pengolahan kerangka dasar sehingga, tidak menghambat proses pengolahan detail situasi dan plotting.
68
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Dalam pembuatan peta skala dengan metode terestris dibutuhkan perencanaan yang matang dalam manajemen, baik kegiatan maupun waktu serta perencanaan teknis. Selain itu dibutuhkan partisipasi yang aktif dari semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung keberlangsungan kemah kerja, mulai dari peserta, dosen pembimbing, serta pihak lain yang mendukung keberhasilan kemah kerja.
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan kemah kerja adalah adanya kekompakan dan sinergisasi antar anggota kelompok, antar kelompok, serta antar peserta dan pihak lainnya. Hal tersebut bisa dimulai dari usaha yang lebih perseorangan peserta kemah kerja.
V.2 Saran
Kami mengajukan beberapa saran yang yang dapat digunakan untuk keberhasilan kegiatan kemah kerja kedepannya, antara lain:
1. Perlu dibuat proposal teknis dan proposal manajemen yang berisi rancangan kegiatan menyeluruh untuk kemudian didiskusikan dengan dosen pembimbing untuk dicari kekurangannya serta diperbaiki.
2. Perlu dibuatnya rancangan tertulis tentang kegiatan kemah kerja yang sesuai dengan tujuan kegiatan kemah kerja itu sendiri yang dibentuk dalam sebuah SOP Kemah Kerja yang kemudian digunakan sebagai pedoman dalam pembuatan proposal teknis dan proposal manajemen.
3. Perlu diadakan pertemuan yang lebih sering antara semua pihak yang terlibat dalam kegiatan kemah kerja dalam persiapan kegiatan kemah kerja
4. Perlu ditekankan pada semua peserta kemah kerja bahwa pastispasi dari masing-masing perseorangan sangat dibutuhkan untuk keberhasilan kemah kerja.
69
LAMPIRAN
70
BERITA ACARA PELAKSANAAN PENGUKURAN SITUASI
Kelompok 3 mendapatkan daerah pengukuran situasi seperti pada gambar di bawah ini:
Jumat, 8 Juni 2012
Setelah mengetahui daerah pengukuran, kami melakukan orientasi medan terlebih dahulu. Hal ini perlu dilakukan sebelum pengukuran agar kami dapat memperoleh gambaran awal dari lokasi yang akan kami petakan. Outputnya adalah berupa sketsa, baik kontur maupun topografinya.Pada malam harinya, semua penanggung jawab situasi berkumpul untuk mendiskusikan kembali bagaimana SOP dan batas-batas daerah.Wilayah kerja kelompok 3 sendiri bersebelahan dengan wilayah kerja kelompok 2, 8.5, dan 4.Batas daerah ini perlu didiskusikan oleh antar kelompok yang bersebelahan/bersangkutan. Setiap kelompok harus mengirim perwakilannya untuk menentukan batas-batas daerahnya.Kelompok tiga diwakili oleh Alam, Syafril, Rezza, Binahar, dan Rio.
Sabtu, 9 Juni 2012
Pada hari ini, seluruh perwakilan setiap kelompok melakukan orientasi medan sesuai dengan pembagiannya. Output dari kegiatan ini adalah berupa batas-batas yang jelas di lapangan, yang dapat dijadikan acuan batas wilayah kerja setiap kelompok.
71
Minggu, 10 Juni 2012
Pengukuran situasi yang pertama dilakukan pada tanggal 10 Juni 2012.Pengukuran ini dilakukan oleh seluruh anggota kelompok dengan menggunakan alat ETS Laser. Pengoperasian alat ini cukup berbeda dengan alat yang biasanya dipergunakan, oleh karena itu, kami mencoba melakukan pengenalan alat tersebut sebelum pengukuran.
Lokasi pengukuran situasi kali ini berada di daerah rumah pohon.Objek-objek detailnya berupa bangunan. Alat ETS Laser ditempatkan di titik kerangka dasar yaitu patok 0914 dengan backsight ke arah patok 0915.Pada saat melakukan pengukuran, kami masih mengalami kendala dalam pengoperasian alat. Pada hari pertama ini, kami hanya melakukan pengambilan data dari satu titik tempat berdiri alat karena waktunya tidak cukup. Pada malam harinya, data yang diperleh langsung diinput ke computer.
Senin, 11 Juni 2012
Untuk pengukuran situasi kali ini, kami memutuskan untuk membagi kelompok kedalam dua tim agar pengukuran yang dilakukan lebih efektif. Tim A terdiri dari Fajar, Rifkizel, Binahar, Alam, dan Manda, sedangkan Tim B terdiri dari Syafril, Rio, Ikhwan, Rega, dan Legina. Tim A melakukan pengukuran di daerah rumah pohon. Titik-titik detail yang diambil lebih terfokus pada daerah sungai. Alat yang digunakan adalah ETS laser. Pada saat jam makan siang, baterai alat sudah habis sehingga kami perlu membawa baterai cadangan dahulu ke basecamp. Setelah selesai makan siang, tim A melanjutkan kembali pengukuran. Di tengah perjalanan pulang menju basecamp, kami tiba-tiba teringat ternyata ada foresight ke titik bantu yang belum dibidik, sehingga tim A kembali ke tempat pengukuran untuk memberikan tanda pada titik bantu tersebut. Sedangkan, tim B melakukan pengukuran dari rumah pohon lagi karena ada titik detail yang tidak terlihat dari tempat berdiri alat di hari pertama. Setelah semua bangunan di rumah pohon selasai, tim B melanjutkan pengukuran titik detail menyusuri jalur kelompok 8 yangberupa jalan setapak. Titik-titik detail yang didapatkan berupa jalan setapak, jalan utama, dan sungai juga beberapa titik tinggi. Data yang diperoleh hari ini, langsung diinput ke komputer pada malam harinya.
Selasa, 12 Juni 2012
Pada pengukuran hari ketiga kali ini, kami kembali melakukan pembagian kerja ke dalam 2 tim yang sama seperti pada hari kedua. Tim A mengawali pengukuran dari daerah camping ground menuju jalur pipa. Sedangkan tim B mengawali pengukuran dari daerah patok 0909. Ketika memulai pengukuran dari patok kelompok 8, tim mengalami kebingungan karena ternyata nomor patok yang ada di sketsa berbeda dengan nomor patok yang ada di lapangan, namun setelah dikonfirmasi akhirnya
72
kami mengetahui bahwa nomor patok memang telah diubah oleh kelompok 8. Titik detail yang didapatkan pada hari ini bervariasi dari mulai jalan setapak, jalan utama, jembatan, sungai, dan titik kontur. Tim B juga melakukan pengukuran terhadap titik detail yang tidak sempat terambil pada pengukuran hari pertama, yaitu berupa bangunan toilet di belakang rumah pohon. Input datanya dilakukan pada malam hari seperti biasanya.
Rabu, 13 Juni 2012
Pengukuran di hari keempat ini dilakukan oleh seluruh anggota kelompok. Hal ini disebabkan oleh alat ETS laser yang kami butuhkan sudah dipakai oleh kelompok lain, dan daerah kami tidak memungkinkan untuk menggunakan waterpass dan T0. Karena alat yang tersedia hanya ETS jadi kami memutuskan untuk tidak membagi kelompok kedalam 2 tim, namun menurut kesepakatan dengan kelompok lain yang menggunakan ETS Laser, mereka akan selesai mengunakannya saat jam makan siang. Pengukuran diawali di daerah perbatasan dengan kelompok 2 yang sebelumnya sudah ditentukan.Tandanya adalah berupa pohon yang sudah diberi tanda X. Dari sini kami terus melakukan pengukuran ke arah rumah pohon. Pada saat jam makan siang, kami kembali ke basecamp untuk mengambil alat sekaligus makan siang. Setelah itu, kami memutuskan untuk membagi kelompok ke dalam dua tim kembali. Tim B melanjutkan pengukuran dari arah utara ke arah menuju basecamp. Sedangkan tim A melanjutkan pengukuran di daerah sungai. Pada saat pengukuran, kedua tim mengalami masalah yang sama yaitu baterai alat yang sudah habis sehingga kami kembali lagi ke basecamp untuk mengisi baterai alat. Pada hari ini, pengukuran situasi sudah dirasakan cukup.
Kamis, 14 Juni 2012
Pada hari ini kelompok kami tidak melakukan pengukuran karena data titik detail yang didapat sudah kami rasa cukup mewakili situasi wilayah kerja kelompok 3. Sebagian anggota kelompok melakukan pengolahan data, dan sebagiannya lagi mengisi waktu luang dengan beristirahat, ada juga yang bermain bola. Pengolahan data dilakukan dengan cara melihat data keseluruhan yang telah didapat, lalu melakukan pengecekan apakah sudah semua daerah wilayah kerja diukur. Pada saat pengecekan ini, akhirnya kelompok kami menemukan kekurangan sehingga ada daerah yang kosong. Daerah yang kosong itu terdapat di daerah pertigaan sungai. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk melakukan pengukuran kembali.Pada malam harinya, Bapak Agus Sudomo memberikan tugas tambahan bagi setiap kelompok untuk melakukan pengukuran terhadap kerapatan pohon. Kerapatan pohon ini diukur dengan melakukan pengambilan beberapa sampel dari lima lokasi yang berbeda dengan luas lokasi berkisar antara 10m x 10m. Sampel ini kemudian di plotting langsung dengan menggunakan GPS handheld.
73
Jumat, 15 Juni 2012
Pada pagi hari, kelompok kami dibagi menjadi dua tim, tim pengolahan data dan tim pengukuran. Anggota kelompok kami yang bertugas melakukan pengukuran adalah Alam, Ikhwan, Ben, Rezza, Syafril, Syafril, dan Rega, sedangkan yang bertugas mengolah data adalah Fajar, Manda, dan Legina. Tim pengolahan data bertugas di basecamp untuk mengolah data ukuran yang sudah dimasukkan sebelumnya. Sedangkan tim pengukuran berangkat ke lapangan bertugas untuk melakukan pengukuran situasi dan melakukan pengukuran kerapatan pohon. Pengukuran dilakukan situasi daerah sungai sekitar rumah pohon yang belum diukur. Pengukuran di lapangan dilakukan pada pukul 09.00 sampai pukul 11.30. Selesai melakukan pengukuran, anggota kelompok pria yang muslim melakukan ibadah shalat jumat di mushola di basecamp sampai pukul 12.30. Anggota yang tidak melakukan ibadah shalat juat masih melanjutkan melakukan pengolahan data.Saat itu kondisi basecamp sedang tidak ada listrik karena suatu sebab. Setelah shalat jumat, semua anggota kelompok kami melanjutkan pengolahan data. Namun, karena kondisi listrik belum menyala dan keterbatasan baterai laptop, maka pengolahan data tidak dapat dilanjutkan. Saat itu pukul 14.00.Kelompok kami memutuskan untuk beristirahat sejenak dan masing-masing anggota kelompok diperbolehkan melakukan kegiatannya masing-masing secara bebas. Kondisi mati listrik berlangsung sampai saat makan malam sekitar pukul 19.00 Ketika listrik sudah menyala, kelompok kami memutuskan untuk melanjutkan pengolahan data sampai pukul 00.30 hari berikutnya. Setelah itu kami beristirahat.
Sabtu, 16 Juni 2012
Pada hari terakhir sebelum pulang ke Bandung ini, seluruh kelompok tidak ada yang melakukan pengukuran. Seluruh anggota kemah kerja mengisi waktu luang yang ada dengan berbagai macam kegiatan, seperti bermain UNO, bermain bola, dan mengolah data. Untuk geodeta, pada sore harinya memutuskan untuk berjalan-jalan untuk mambeli baso. Seluruh geodeta berpartisipasi dalam kegiatan ini.Pada malam harinya dilaksanakan acara makan-makan kambing guling. Acara ini dihadiri oleh dosen geodesi. Seluruh peserta kemah kerja menikmati malam terakhir di Kareumbi ini dengan penuh sukacita.
Minggu, 17 Juni 2012
Pada hari Minggu ini, seluruh peserta kemah kerja dijadwalkan untuk kembali ke Bandung, sehingga semuanya sudah melakukan persiapan setelah sarapan pagi berlangsung. Namun terjadi masalah komunikasi sehingga dua bus yang sudah dipersiapkan untuk dua kali pemberangkatan, hanya menjadi satu kali pemberangkatan. Hal ini membuat separuh dari peserta tidak mendapatkan transportasi bus. Akhirnya pihak panitia berinisiatif untuk menyewa angkutan umum
74
Seluruh geodeta, mahasiswa Universitas Pakuan, dan sebagian divisi perlengkapan berangkat terlebih dahulu menuju Bandung pada pukul 10.00 Disusul kemudian oleh peserta lainnya dengan menggunakan angkutan umum. Peserta dengan bus sampai di kampus ITB sekitar pukul 12.00 sedangkan peserta dengan angkutan umum sampai di kampus sekitar pukul 13.00.
75
DATA PENGUKURAN KERANGKA DASAR HORIZONTAL
76
77
DATA PENGUKURAN KERANGKA DASAR VERTIKALPENGUKURAN WATERPASS HAL:
PENGUKURDAERAH CUACA TANGGALALAT UKUR NO. TYPE
TITIK
BENANG TENGAH BENANG ATAS (BA) JARAK
BEDA TINGGI TITIKStand I BENANG BAWAH (BB)Belakang MukaStand II
Belakang Muka Belakang Muka0416 1.159 1.828 1.196 1.861