9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Batik Batik dalam bahasa Jawa berasal dari kata “tik”, mempunyai pengertian sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan yang halus, lembut, kecil dan mengandung unsur keindahan. Secara etimologis berarti menitikkan malam dengan canting, sehingga membentuk corak yang terdiri atas susunan titik dan garis. Batik sebagai kata benda merupakan hasil penggambaran corak di atas kain dengan menggunakan canting sebagai alat gambar dan malam sebagai zat perintang (Anas, 1997 : 14). Batik adalah sehelai wastra yakni sehelai kain yang dibuat secara tradisional dan terutama juga digunakan dalam matra tradisional, beragam hias pola batik tertentu, yang pembuatannya menggunakan teknik celup rintang dengan malam atau lilin batik sebagai bahan perintang warna. Dengan demikian, suatu wastra dapat disebut batik bila mengandung dua unsur pokok: teknik celup rintang 1 yang menggunakan lilin sebagai perintang warna dan pola yang beragam hias khas batik (Doellah, 2002 : 10). Pengertian batik menurut (Sewan Susanto : 1980:5) ,merupakan teknik pembuatan lukisan atau gambar pada mori yang dibuat dengan 1 Teknik celup mengacu pada pewarnaan sedangkan rintang merupakan proses menahan warna dengan malam (lilin) dalam pembentukan motif
27
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Batik · dan diagonal. Contoh : Parang, Ceplok, Tirto Tedjo. 13 ... segi-tiga sama sisi dan lingkaran. 3) ... Nada adalah unsur gelap terang dalam karya seni
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Batik
Batik dalam bahasa Jawa berasal dari kata “tik”, mempunyai
pengertian sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan yang halus,
lembut, kecil dan mengandung unsur keindahan. Secara etimologis
berarti menitikkan malam dengan canting, sehingga membentuk corak
yang terdiri atas susunan titik dan garis. Batik sebagai kata benda
merupakan hasil penggambaran corak di atas kain dengan
menggunakan canting sebagai alat gambar dan malam sebagai zat
perintang (Anas, 1997 : 14).
Batik adalah sehelai wastra yakni sehelai kain yang dibuat
secara tradisional dan terutama juga digunakan dalam matra tradisional,
beragam hias pola batik tertentu, yang pembuatannya menggunakan
teknik celup rintang dengan malam atau lilin batik sebagai bahan
perintang warna. Dengan demikian, suatu wastra dapat disebut batik
bila mengandung dua unsur pokok: teknik celup rintang1 yang
menggunakan lilin sebagai perintang warna dan pola yang beragam
hias khas batik (Doellah, 2002 : 10).
Pengertian batik menurut (Sewan Susanto : 1980:5) ,merupakan
teknik pembuatan lukisan atau gambar pada mori yang dibuat dengan
1 Teknik celup mengacu pada pewarnaan sedangkan rintang merupakan proses menahan warna
dengan malam (lilin) dalam pembentukan motif
10
menggunakan alat yang disebut canting, sedangkan pekerjaan melukis
atau menggambar pada kain disebut mbatik. Dari berbagai pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian batik adalah sehelai kain
yang dibuat dengan teknik celup rintang di atas permukaan kain
menggunakan canting dan lilin sebagai bahan dasarnya.
Pada batik terdapat ragam hias, yaitu hias-hiasan yang disusun
sedemikian rupa berbentuk satu kesatuan rancangan yang berpola.
Ragam hias batik memiliki variasi bentuk yang beragam. Hal ini terjadi
karena adanya perbedaan latar belakang yang mendasari pembuatan
kain batik seperti letak geografis, kepercayaan, adat istiadat, tatanan
sosial, gaya hidup masyarakat serta lingkungan alam setempat (Anas,
1997: 41-42).
Ragam hias terdiri dari pola dan motif. Motif merupakan
kerangka gambar yang mewujudkan batik secara keseluruhan (Susanto,
1980 : 212). Menurut unsur-unsurnya, motif batik dapat dibagi menjadi
dua bagian utama, yaitu ornamen pola batik dan isen pola batik.
Ornamen pola batik dibedakan lagi menjadi ornamen utama dan
ornamen pengisi bidang (Sarwono,2010 : 14).
Ornamen utama merupakan suatu ragam hias yang menentukan
dan memiliki arti dalam pola batik, sehingga susunan ornamen –
ornamen itu dalam suatu motif batik membuat jiwa atau arti yang
pokok pada motif batik tersebut. Sedangkan ornamen tambahan tidak
mempunyai arti dalam pembentukan motif serta berfungsi sebagai
pengisi bidang. Isen motif batik juga berfungsi sebagai ornamen dari
11
pola batik, baik di dalam ornamen utama maupun ornamen tambahan
(Sarwono,2010 : 14).
Pola batik merupakan suatu kesatuan motif batik dalam sebuah
kain (mori) dengan ukuran sesuai fungsinya, misalnya ukuran kain
untuk dodot berbeda dengan kain untuk ukuran sarung, nyamping,
udeng dan lainnya. Ukuran pola terbagi dalam dua macam, yang
pertama pola yang panjangnya sesuai lebar kain. Kedua, pola yang
panjangnya diukur dengan sistem sepertiga lebar kain (mori) atau
sepertiga panjang pola pertama. Jika pola pertama ½ kacu, maka ukuran
pola kedua menjadi 1/6 kacu, yang dimaksud pola ½ , ¼ dan
seterusnya, ialah ukuran lebar pola atau ukuran lebar dari jenis-jenis
kain mori. Tetapi pola satu dan dua sering tidak selalu tetap, karena
ukuran lebar dari jenis-jenis kain (mori) yang menjadi dasar tidak sama
(Sarwono, 2010 : 16).
Ragam hias umumnya dipengaruhi dan berkaitan erat dengan
faktor-faktor sebagai berikut : (1) Letak geografis daerah pembuat batik
yang bersangkutan, (2) Sifat dan tata penghidupan daerah yang
bersangkutan, (3) Kepercayaan dan adat istiadat yang ada di daerah
yang bersangkutan, (4) Keadaan alam sekitarnya, termasuk flora dan
fauna, (5) Adanya kontak atau hubungan antar daerah pembatikan
(Nian S, 1990 : 1).
Menurut perkembangannya, batik diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu batik klasik (batik keraton) dan batik kontemporer. Batik
kontemporer adalah batik yang sudah mengalami pengembangan atau
12
inovasi baru. Batik klasik adalah batik tradisi berasal dari warisan
leluhur. Disamping itu, batik klasik memiliki nilai estetik yang tinggi
dan terdapat pesan moral di dalamnya. (Doellah, 2002 : 55).
1. Batik klasik
Batik klasik adalah batik yang memiliki pakem atau batasan-
batasan tertentu pada ornamen maupun warnanya (Kusrianto, 2013:
311). Pola batik Klasik adalah keseluruhan motif yang dibatikkan pada
sehelai kain mori, pada dasarnya sesuai selera dan maksud hati
(Siswomiharjo, 2011: 4).
Keunikan pada pola batik Klasik antara lain (Siswomiharjo,
2011: 4-5):
a. Motif-motif merupakan lambang, mengarah pada tujuan yang
baik.
b. Motif-motif mengandung pesan ajaran hidup, do’a, keselamatan
dan penolak bala. Pencipta selalu memasukkan nilai-nilai spiritual
dalam penciptaan pola.
c. Pola-pola jenis tersebut diberi nama oleh penciptanya ,nama pola
juga penuh arti.
Penggolongan pola batik Klasik (Siswomiharjo, 2011 : 10-12) :
a. Golongan Geometris atau bentuk-bentuk ilmu ukur dimulai dari
titik , menjadi garis, lingkaran , segitiga dan sebagainya.
Susunannya pun memperlihatkan garis-garis vertical, horizontal
dan diagonal. Contoh : Parang, Ceplok, Tirto Tedjo.
13
b. Golongan Non Geometris berupa flora, fauna, dan sayap dalam
berbagai bentuk dan benda alam. Contoh : Kakrasana.
Pola batik klasik tergolong masih sangat sederhana, karena pola
yang dihasilkan pada masa itu hanya terdiri dari garis lurus, bentuk
segi tiga, dan bentuk segi empat. Dikatakan klasik karena motif
tersebut sudah mengalami perkembangan dan penyempurnaan dalam
kurun waktu yang relatif panjang, sehingga diakui keberadaannya
dengan mempunyai ciri khas yang sudah baku.
Motif masih sangat kaku dan bentuk garis yang belum
sempurna. Hal ini disebabkan karena keterbatasan alat dan bahan
yang digunakan waktu itu bukan dari bahan malam seperti sekarang,
tetapi masih menggunakan kanji ketan. Alat untuk menorehkan kanji
masih terbuat dari bambu. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa
proses dan motif batik pada masa itu masih sangat sederhana. Warna
yang dibuat juga masih sangat minim, yaitu warna biru (wedelan),
dan warna coklat atau soga (Utara, Kuwat, 1979: 77).
2. Batik tradisi
Batik Tradisi adalah batik yang dibuat berdasarkan adat istiadat
secara turun temurun. Kain batik pada masa lampau mempunyai arti
dalam kehidupan masyarakat Jawa, khususnya menandai kejadian-
kejadian penting dalam proses hidup manusia, misalnya digunakan
pada proses mitoni (usia kehamilan tujuh bulan), persalinan, khitanan,
pernikahan dan lain-lain. Disamping itu masyarakat tempo dulu juga
telah mengganggap bahwa pemakaian jenis kain tertentu dapat
14
merupakan lambang atau tingkat sosial bagi seseorang (Kurniadi, 1996
: 101)
Dalam segi ragam hias batik tradisional umumnya mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut (Kurniadi, 1996 :100).
a) Sederhana dalam tata letak dan corak pewarnaan.
b) Terbatas lingkup fungsinya.
c) Secara struktural terbentuk oleh teknologi dan bahan baku
sederhana dalam arti tinggi keterlibatan fisik si pembuatnya dan
tergantung alam lingkungan daerah produksi.
Batik tradisional mempunyai motif-motif dengan makna
simbolik yang tinggi, terkait dengan makna yang terkandung di
dalamnya, sehingga terdapat motif-motif yang hanya dipergunakan
untuk kelengkapan upacara-upacara tertentu (motif larangan). Motif
larangan untuk daerah Kasunanan Surakarta, misalnya motif yang
mengandung sawat, parang rusak, udanliris dan motif cemukiran
(Elliot, 1984 : 68 ).
3. Batik kontemporer
Batik Kontemporer adalah modifikasi dari motif batik yang
telah ada, seperti gabungan antara motif Parang dan Klithik atau
improvisasi dari motif Sekar Jagad. Desain dan warna tidak terikat
pada pakem tertentu menyebabkan pengerjaannya relatif mudah dan
dapat dikerjakan dalam waktu singkat. Motif tidak serumit batik klasik.
(Musman, Ambar, 2011 : 52).
15
Berdasarkan tekniknya, batik kontemporer merupakan kain
batik dengan pemilihan bahan yang tidak terbatas pada kain katun,
poliester dan sutra namun sampai pada bahan-bahan yang dibuat
dengan teknologi tinggi seperti kevlar, karet bahkan batuan mineral
(Komarudin, 2011 : 9)
B. Pola Batik Tirto Tedjo
Pola ini memiliki bentuk yang berbeda dari pola batik lainnya,
yaitu berupa garis-garis datar, terdiri dari garis diagonal pendek yang
saling bertemu.( Siswomiharjo, 2011 : 29).Pada pola Tirto Tedjo, garis
diagonal yang saling bertemu tersebut mendiskripsikan gelombang air.
Gambar 1
Pola Tirto Tedjo
Sumber : Oetari Siswomiharjo (2011)
Menurut Oetari Siswomiharjo (2011:71) Tirto berarti air dan
Tedjo berarti cahaya atau sinar, sehingga Tirto Tedjo berarti pelangi.
Adapun yang mengartikan lain tentang pola Tirto Tedjo. Dalam bahasa
16
Jawa, Tirta : air, Tedjo : pelangi. Tirta Tedjo berarti pemandangan yang
indah karena pemantulan air yang mengombak (Hamzuri, 1981 : 51).
Dengan demikian pola ini menggambarkan kesuburan, karena
dimana ada pelangi, pasti di dekatnya terdapat sumber mata air. Ada
pula yang berpendapat bahwa pola ini mempunyai gambaran pasang
surutnya perjalanan hidup manusia. Di antara yang berpendapat
demikian adalah seorang sepupu Nayana Ismangun Kusumo. Pada
waktu melangsungkan upacara pernikahan dengan Kuseto Sutono pada
tahun 1962, Kedua pengantin menggunakan pola Tirto Tedjo dengan
harapan dapat hidup rukun dan bahagia (Siswomiharjo, 2011 : 71).
Gambar 2
Foto pernikahan Kuseto Sutono dengan Nayana Ismangoen Koesoemo
di Surabaya pada tahun 1962
Sumber : Oetari Siswomiharjo (2011)
17
Gambar 3 : Tirto Tedjo
Sumber : Hamzuri (1981)
C. Rupa
1. Unsur Rupa
Unsur-unsur rupa terdiri dari beberapa bagian, yaitu garis, arah,
bidang, ukuran, tekstur, nada, khroma dan warna (Irawan, Priscilla , 2002 :
11-30) .
a. Garis
Garis adalah suatu titik yang diperluas menjadi sesuatu yang mempunyai
panjang, kedudukan, dan arah. Bentuk garis terdiri dari tiga macam
antara lain garis organis, garis jadian-geometris, dan garis batas.
1) Garis Organis : bentuk garis tersebut mengadopsi bentuk-bentuk garis
yang terdapat di alam. Garis-garis organis memiliki bentuk yang
bebas dan tidak terikat pada kaidah bentuk.
2) Garis Jadian-geometris : garis yang terbentuk melalui suatu proses
dan alat. Apabila kedua ujungnya ditautkan, akan tercipta raut yang
secara geometris membentuk sebuah bidang. Semenjak Zaman
18
Yunani, hanya ada tiga bentuk dasar utama geometris, yaitu bujur-
sangkar, segi-tiga sama sisi dan lingkaran.
3) Garis batas : garis yang terbentuk karena ada dua bidang atau
permukaan yang warna atau nada warnanya berbeda atau pertemuan
dua permukaan yang berbeda kedudukannya.
b. Arah
Arah adalah unsur seni rupa yang menghubungkan bentuk raut dengan
ruang (Ebdi, 2009 : 117). Sebuah garis juga memiliki arah. Di dalam
suatu perancangan atau desain, arah berperan untuk memberikan kesan
gerak dan irama. Tujuan utama dari arah gerak ini agar gerakan maupun
irama yang terjadi tetap membentuk suatu kesatuan dan tidak keluar dari
bidang gambar. Dalam mencapai sebuah komposisi gerak dan irama,
terdapat dua macam penerapan, yaitu arah komplementer dan arah
gelang-gelang.
1) Arah komplementer adalah arah yang berlawanan, misalnya ke atas
berlawanan dengan ke bawah. Tujuan penerapannya dalam desain atau
lukisan agar kesan gerak yang ditimbulkan oleh arah tidak keluar
bidang gambar.
2) Arah gelang-gelang adalah beberapa arah yang bergerak seolah-olah
memutar mengelilingi suatu pusat. Tujuannya agar kesan gerak tidak
keluar dari bidang gambar sehingga seolah-olah gerak arah tersebut
seperti gelang.
19
c. Bidang
Beberapa garis berbeda arah dan saling berpotongan akan membentuk
bidang atau pola (pattern). Bidang bersifat dua dimensi atau bermatra
dua karena, karena tidak memiliki kedalaman (depth) tetapi memiliki
ukuran atau luasan.
d. Ukuran
Perbedaan jarak antar garis dan antar bidang membentuk sebuah ukuran.
e. Tekstur
Tekstur adalah permukaan bahan yang penghayatannya dirasakan dengan
indera peraba. Tekstur ini berpengaruh terhadap psikis dan para ahli
desain. Tekstur mempunyai dua pengukur atau nilai, yaitu :
1) Kuantitatif (secara objektif) : licin, halus, kasar dan sebagainya.
2) Kualitatif (secara subjektif) : pengalaman psikis terhadap tekstur.
Tekstur juga dibedakan menjadi dua jenis, yaitu tekstur raba dan tekstur
lihat.
a) Tekstur raba (tekstur nyata) adalah apabila permukaan bidang atau
benda sangat kasar, sehingga dapat dilihat oleh mata.
b) Tekstur lihat (tekstur semu) adalah tekstur yang keberadaanya hanya
dwimatra dan merupakan hasil gambar.
f. Khroma
Khroma adalah deret intensitas dari warna. Dalam hal ini, khroma
merupakan pigmen dari warna.
20
g. Nada
Nada adalah unsur gelap terang dalam karya seni rupa timbul karena
adanya perbedaan intensitas cahaya yang jatuh pada permukaan benda.
Perbedaan tersebut menyebabkan munculnya tingkat nada warna (value)
yang berbeda. Bagian yang terkena cahaya akan lebih terang sedangkan
bagian yang kurang terkena cahaya terlihat gelap.
h. Warna
Warna didefinisikan secara objektif atau fisik sebagai sifat cahaya yang
dipancarkan atau secara subjektif (psikologis) sebagai bagian dari
pengalaman indra penglihatan. Menurut kejadiannya warna terbagi
menjadi warna addictive (warna dari cahaya atau spectrum, yaitu Red,