7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kemampuan Berbahasa Menurut Yuliani Nurani Sujiono (2013) kemampuan berbahasa pada anak umur 5-6 tahun berkembang dengan cepat dan menjadi matang pada masa kanak- kanak. Pada anak sudah dapat berbicara dengan kalimat seperti enam sampai delapan kata dan pada usia ini, anak juga sudah dapat menjelaskan arti dari kata-kata yang sederhana. Pada umur ini anak juga sudah memiliki kemampuan bahasa sehari-hari, dengan hal tersebut anak dapat berkomunikasi dengan anak lain karena anak mampu berkomunikasi secara luas dan keinginan tahuan anak yang besar, sehingga anak akan menanyakan segala sesuatu yang dilihat atau di dengar. 2.1.1. Tahapan perkembangan anak Peraturan menteri pendidikan nasional republik indonesia 58 tahun 2009 tentang standar pendidikan anak usia dini, menetapkan standar tingkat pencapaian perkembangan anak. Tingkat pencapaian perkembangan disusun berdasarkan kelompok usia anak. Tahapan perkembangan bahasa anak usia 5-6 tahun sebagai berikut: A. Menerima bahasa; 1. Mengerti beberapa perintah secara bersamaan 2. Mengulang kalimat yang lebih kompleks 3. Memahami aturan dalam suatu permainan
14
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kemampuan Berbahasa · 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kemampuan Berbahasa Menurut Yuliani Nurani Sujiono (2013) kemampuan berbahasa pada anak umur 5-6 tahun
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kemampuan Berbahasa
Menurut Yuliani Nurani Sujiono (2013) kemampuan berbahasa pada anak
umur 5-6 tahun berkembang dengan cepat dan menjadi matang pada masa kanak-
kanak. Pada anak sudah dapat berbicara dengan kalimat seperti enam sampai
delapan kata dan pada usia ini, anak juga sudah dapat menjelaskan arti dari
kata-kata yang sederhana. Pada umur ini anak juga sudah memiliki kemampuan
bahasa sehari-hari, dengan hal tersebut anak dapat berkomunikasi dengan anak
lain karena anak mampu berkomunikasi secara luas dan keinginan tahuan anak
yang besar, sehingga anak akan menanyakan segala sesuatu yang dilihat atau di
dengar.
2.1.1. Tahapan perkembangan anak
Peraturan menteri pendidikan nasional republik indonesia 58 tahun 2009
tentang standar pendidikan anak usia dini, menetapkan standar tingkat pencapaian
perkembangan anak. Tingkat pencapaian perkembangan disusun berdasarkan
kelompok usia anak.
Tahapan perkembangan bahasa anak usia 5-6 tahun sebagai berikut:
A. Menerima bahasa;
1. Mengerti beberapa perintah secara bersamaan
2. Mengulang kalimat yang lebih kompleks
3. Memahami aturan dalam suatu permainan
8
B. Mengungkapkan bahasa;
1. Menjawab pertanyaan yang lebih kompleks
2. Menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi yang sama
3. Berkomunikasi secara lisan, memiliki pembendarahan kata, serta mengenal
simbol-simbol untuk untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung
4. menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap (pokok kalimat-
predikat-keterangan)
5. memiliki lebih banyak kata-kata untuk mengekspresikan ide pada orang lain
6. melanjutkan sebagian cerita atau dongeng yang telah diperdenganrkan
C. Keaksaraan;
1. Menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal
2. Mengenal suara huruf awal dari nama benda-benda yang ada di sekitarnya
3. Menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi atau huruf awal
yang sama
4. Memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf
5. Membaca nama sendiri
6. Menuliskan nama sendiri
Salah satu perkembangan yang diambil oleh peneliti untuk melakukan
penelitian ialah perkembangan berbahasa pada anak usia 5-6 tahun, dengan
standar tingkat pencapaian seperti; Mengulang kalimat yang lebih kompleks,
Menjawab pertanyaan yang lebih kompleks dan Memiliki lebih banyak kata-kata
untuk mengekspresikan ide pada orang lain.
9
Indikator keberhsilan pada penelitian ini; menceritakan pengalaman atau
informasi tentang sesuatu hal (anak dapat menceritakan kembali tentang peran
yang dimainkannya), menirukan kalimat yang sederhana (anak mampu
mengungkapkan kalimat yang didengarnya) dan anak menjawab pertanyaan yang
lebih kompleks (anak dapat menjawab pertanyaan dari teman sebayanya).
2.1.2. Pengertian Kemampuan Berbahasa
Pengertian kemampuan berbahasa adalah sejauh mana seorang individu
menguasai simbol dan arti bahasa. Berbahasa pada hakikatnya adalah ucapan
pikiran dan perasan manusia secara teratur, yang mempergunakan bunyi sebagai
alatnya (Depdiknas, 2005). Sementara itu menurut Harun Rasyid, Mansyur &
Suratno (2009) berbahasa merupakan struktur dan makna yang bebas dari
seseorang atau penggunanya, sebagai tanda yang menyimpulkan suatu tujuan.
Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia Hasan Alwi, (2002) berpendapat
bahwa kemampuan sendiri berasal dari kata mampu yang berarti yang pertama
kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu dan kedua berada. Kemampuan sendiri
mempunyai arti kesanggupan, kecakapan, kekuatan dan kekayaan. Sehingga
kemampuan berbahasa berarti kemampuan seseorang menggunakan bahasa yang
memadai dilihat dari sistem bahasa, antara lain mencakup sopan santun,
memahami giliran dalam bercakap-cakap.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berbahasa
merupakan kesanggupan, kecakapan, kekayaan ucapan pikiran dan perasaan
10
manusia melalui bunyi yang arbiter, digunakan untuk bekerjasama, berinteraksi,
dan mengidentifikasi diri dalam percakapan yang baik.
2.1.3. Pelatihan Kemampuan Berbahasa
Menurut Fogg (2001) untuk melatih kemampuan berbahasa pada anak
pendidik dapat menggunakan teknik bermain peran dimana pada saat anak
mencoba untuk memainkan peran yang dibawakan pastinya harus berbicara.Jadi
dari beberapa anak kemudian dipilih atau anak sendiri mengajukan diri untuk
menjadi pemeran dari tokoh-tokoh atau karakter yang sudah ada. Anak-anak
kemudian berlatih untuk memerankan tokoh-tokoh itu sesuai dengan watak atau
karakter tokoh di bawah bimbingan guru. Latihan dilakukan beberapa menit
sesuai dengan bimbingan dari guru jadi guru menjelaskan apa yang harus
dilakukan oleh anak dan kata-kata apa yang harus anak ucapkan sebelum tampil di
depan teman-teman yang lain.
Maka betapa pentingnya bila berbahasa yang benar kita dapat menerapkan
kepada anak, karena perkembangan berbahasa atau komunikasi pada anak
merupakan salah satu aspek dari tahapan perkembangan anak yang seharusnya
jadi perhatian dari para pendidik pada umumnya dan orang tua pada khususnya.
Bahasa yang telah diperoleh oleh anak-anak merupakan prestasi yang paling hebat
dan menakjubkan artinya bila anak dapat mengembangkan bahasanya maka akan
diberi ucapan simpati dari orang-orang disekitar anak.
Menurut Yuliani Nurani Sujiono (2013), pada saat umur anak masih
dibawah 4-6 tahun kita harus memberikan banyak hal seperti bagaimana anak-
11
anak berbicara atau dapat mengembangkan kata-kata karena kemampuan pada
tahapan perkembangan ini anak mengalami banyak perubahan. Dengan hal ini
maka seorang pendidik harus memberikan kebebasan atau kesempatan kepada
anak untuk mengekspresikan atau mengungkapkan perasaannya lewat bermain
peran. Sebagaimana kegiatan bermain peran dapat mengembangkan aspek-aspek
perkembangan dan salah satunya yaitu dapat mengembangkan kemampuan
bahasa anak.
2.2. Bermain Peran
Pentingnya pembelajaran dengan bermain peran menurut Catron dan Allen
(1999), dapat memberikan kebebasan pada anak untuk berimajinasi, bereksplorasi
dan menciptakan suatu bentuk kreativitas. Jadi pentingnya pembelajaran dengan
bermain peran, akan mengembangkan potensi anak sehingga potensi yang telah
ada dapat ditingkatkan melalui pembelajaran dengan bermain peran.
2.2.1. Pengertian Teori Bermain
Pada hakikatnya semua anak suka bermain, anak mengunakan sebagian
waktunya untuk bermain dalam bermain alat yang dipakai juga beragam.
Berdasarkan uraian tersebut pendapat dari para ahli PAUD (dalam Slamet
Suyanto, 2005) meraka megutarakan bahwa bermain merupakan salah satu faktor
yang penting dalam pembelajaran di PAUD.
Sudono (1995) berpendapat bahwa dunia anak adalah dunia bermain.
Anak tidak dapat dipisahkan dengan bermain karena dengan bermain maka akan
12
mengembangkan perkembangan anak sesuai usianya. Sedangkan menurut Docket
dan Fleer (2000) bermain merupakan kebutuhan bagi anak, karena dengan
bermain anak memperoleh pengetahuan sehingga dapat mengembangkan
kemampuan dalam dirinya.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan
bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh anak tanpa dibatasi usianya
dengan menggunakan alat bermain atau tanpa alat permainan, yang merupakan
pengalaman langsung yang efektif dalam memberikan informasi maupun
kesenangan kepada anak dalam mengembangkan imajinasi anak.
2.2.2. Pengertian Bermain Peran
Menurut Corsini, dalam Tatiek (2001) dan Bennet, dalam Tatiek (2001)
mengemukakan bahwa bermain peran adalah suatu alat belajar yang
mengembangkan keterampilan dan pengertian mengenai hubungan antar manusia
dengan jalan memerankan situasi-situasi yang paralel dengan yang terjadi dalam
kehidupan yang sebenarnya.
Kegiatan bermain peran dilihat dari dengan pemberian properti tertentu
dan harus sesuai dengan situasi anak dalam memerankan tokoh yang ia pilihnya
sendiri. Apa yang dilakukan anak waktu memerangkan tingkah laku yang nyata
biasanya melibatkan penggunaan bahasa. Kegiatan bermain peran ini disukai dan
sering dilakukan anak usia 2-7 tahun.
Bermain peran sendiri merupakan bagian terbesar dalam kehidupan anak-
anak untuk dapat belajar mengenal dan mengembangkan keterampilan berbahasa
13
dengan jelas. Secara umum bermain peran sering dikaitkan dengan kegiatan anak-
anak yang dilakukan secara langsung dalam suasana riang gembira. Dengan
bermain peran secara berkelompok anak akan berinteraksi dengan temannya
melalui ucapan sehingga dapat membantu mengembangkan bahasanya.
Peran dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan dan
tindakan, sebagai suatu pola hubungan unik yang ditunjukkan oleh individu
terhadap individu lain. peran yang dimainkan individu dalam hidupnya
dipengaruhi oleh tingkahlaku individu terhadap dirinya dan terhadap orang lain.
Menurut Santrock (1995), menyatakan bahwa bermain peran ialah suatu
kegiatan yang menyenangkan dan aman untuk anak. Oleh sebab itu bermain peran
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan anak untuk memperoleh
kesenangan.Sedangkan Menurut Fogg (2001), ia menyatakan bahwa dalam
pembelajaran yang menggunakan strategi bermain peran akan meningkatkan
keaktifan anak dalam berkomunikasi.
Dengan demikian bermain peran dapat diberikan kepada anak sehingga
anak dapat mengembangkan bahasanya melalui peran yang dibawakannya. Dalam
hal ini orangtua dan pendidik harus memberi kesempatan kepada anak saat anak
berbicara, sehingga anak dengan sendirinya akan mengembangkan kosa kata yang
baru.
14
2.2.3. Jenis metode bermain peran
Menurut Halida (2011) metode bermaian peran mikro ialah kegiatan yang
menggunakan bahan-bahan yang berukuran kecil seperti rumah-rumahan beserta
perabotannya. Sedangkan metode bermain peran makro ialah kegiatan bermain
peran yang sesungguhnya dengan bahan-bahan yang berukuran besar atau nyata.
Contohnya bermain peran menjadi seorang guru, maka alat yang digunakan buku,
pulpen dll.
Metode bermain peran dapat dilihat dari jenisnya yaitu:
1) Metode bermain peran mikro
Anak memainkan peran menggunakan benda-benda kecil. Seperti binatang-
binatang dan orang-orangan kecil.
2) Metode bermain peran makro
Anak menjadi tokoh dan menggunakan alat-alat yang besar. Berupa baju atau
celana.
2.2.4. Tahap-tahap Bermain Peran
Menurut Shaftel (1967) mengemukakan bahwa ada sembilan tahap
bermain peran yang dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran yaitu:
a) Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik, artinyaguru
harus memberikan anak berbagai motivasi atau dorongan yang mengarah pada
apa yang akan anak- anak perankan.
15
b) Memilih partisipan/peran, artinya anak dipersilahkan untuk memilih
peran sendiri, apa yang akan ia perankan. Gurupun juga harus memberi
bimbingan kepada anak bagaimana ia memerankan tokoh yang ia pilih anak.
c) Menyusun tahap-tahap peran, artinya guru meyiapkan tahap-tahap apa
saja yang harus dilakukan oleh seorang anak dalam memerankan suatu tokoh.
d) Menyiapkan pengamat, artinya guru menyiapkan alat untuk mengamati
anak saat memainkan peran.
e) Pemeranan, artinya guru mendeskripsikan berbagai watak atau karakter,
apa yang mereka suka, bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus
mereka kerjakan.
f) Diskusi dan evaluasi, artinya guru memberikan kesempatan kepada anak
untuk memberitahukan apakah anak sudah puas dengan memerankan peran
yang sudah dilakukan.
g) Pemeranan ulang, artinya jika anak tidak puas atau peran yang anak
bawakan dapat diulangi lagi dengan syarat anak dapat memilih peran yang
akan dilaksanakan.
h) Diskusi dan evaluasi tahap dua, artinya anak diberi kesempatan lagi
secara sukarela untuk menjadi pemeran. Tetapi jika anak tidak mau
menyambut tawaran tersebut, maka guru dapat menunjuk seorang anak yang
pantas dan mampu memerankan posisi tertentu.
i) Pembagi pengalaman dan mengambil kesimpulan, artinya setelah anak
memerankan peran yang dibawakan guru harus menanyakan kepada anak
tentang perasaannya bila berperan sebagai orang lain. Dan guru dapat
16
memberitahukan atau menjelaskan lagi kepada anak tentang peran yang anak
lakukan.
Tahap-tahap dimaksudkan untuk memotivasi anak agar tertarik pada
bermain peran karena itu tahap-tahap ini sangat penting dalam bermain peran dan
paling menentukan keberhasilan dalam berbicara. Bermain peran akan berhasil
apabila anak menaruh minat dan memperhatikan peran yang diajukan guru.
Apalagi sesuai dengan peran yang anak sukai, maka anak sendiri akan mampu
untuk melakukannya.
2.3. Manfaat Bermain Peran
Manfaat bermain peran ialahuntuk mendorong anak sehingga turut aktif
berbicara, berinteraksi dalam peran yang akan dimainkan anak, sejalan dengan
pendapat Sulung Lahitani Mardinata (2012). Melalui bermain peran dalam
pembelajaran, anak juga dapat mengekplorasi perasaannya, memperoleh wawasan
tentang sikap, nilai dan persepsinya mengenai suatu hal, mengembangkan
keterampilan yang diperankan melalui berbagai cara. Secara garis besar, manfaat
lain dari bermain peran adalah sebagai berikut:
a) Kreativitas, dengan bermain peran kreativitas anak dapat lebih terasah karena
dalam dunia khayalan, anak bisa jadi apa saja dan melakukan apa saja sesuai
dengan peran yang dimainkannya.
b) Disiplin, saat bermain peran, biasanya anak akan mengambil peraturan dari
pola hidupnya sehari-hari. Misalnya, saat ia bermain peran sebagai orangtua
yang menidurkan anaknya, ia akan bersikap dan mengatakan seperti apa yang