6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD / MI yang terdapat pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa matematika merupakan ilmu yang universal serta dapat dijadikan sebagai dasar dalam perkembangan teknologi modern, serta berperan penting dalam berbagai macam disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Pesatnya perkembangan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini berlandaskan dari perkembangan matematika dibidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang maupun matematika diskrit. Agar dapat digunakan dalam menguasai sekaligus mencipta teknologi di masa depan diperlukan adanya penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Menurut Ismail dkk (Hamzah, 2014: 48) matematika merupakan ilmu yang membahas angka-angka dan perhitungannya, membahas masalah-masalah numerik, mengenai kuantitas dan besaran, mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur, sarana berpikir, kumpulan sistem, struktur dan alat. Hal ini berarti bahwa objek yang dibahas dalam matematika hanyalah pada permasalah angka saja, baik dalam permasalahan angka-angka yang memiliki nilai maupun sebagai sarana dalam memecahkan suatu masalah. Menurut Wahyudi dan Kriswandani (2013: 10) matematika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari konsep – konsep abstrak yang disusun dengan menggunakan symbol dan merupakan bahasa yang eksak, cermat, dan terbebas dari emosi. Berdasarkan uraian dari pendapat ahli tersebut Matematika merupakan kegiatan manusia yang mengkaji berbagai benda abstrak yang berkaitan dengan
24
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil ......6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD Berdasarkan Standar
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hasil Belajar Matematika
2.1.1.1 Hakikat Matematika di SD
Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD / MI
yang terdapat pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa
matematika merupakan ilmu yang universal serta dapat dijadikan sebagai dasar
dalam perkembangan teknologi modern, serta berperan penting dalam berbagai
macam disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Pesatnya perkembangan
dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini berlandaskan dari
perkembangan matematika dibidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang
maupun matematika diskrit. Agar dapat digunakan dalam menguasai sekaligus
mencipta teknologi di masa depan diperlukan adanya penguasaan matematika
yang kuat sejak dini.
Menurut Ismail dkk (Hamzah, 2014: 48) matematika merupakan ilmu yang
membahas angka-angka dan perhitungannya, membahas masalah-masalah
numerik, mengenai kuantitas dan besaran, mempelajari hubungan pola, bentuk dan
struktur, sarana berpikir, kumpulan sistem, struktur dan alat. Hal ini berarti bahwa
objek yang dibahas dalam matematika hanyalah pada permasalah angka saja, baik
dalam permasalahan angka-angka yang memiliki nilai maupun sebagai sarana
dalam memecahkan suatu masalah.
Menurut Wahyudi dan Kriswandani (2013: 10) matematika adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari konsep – konsep abstrak yang disusun dengan
menggunakan symbol dan merupakan bahasa yang eksak, cermat, dan terbebas dari
emosi.
Berdasarkan uraian dari pendapat ahli tersebut Matematika merupakan
kegiatan manusia yang mengkaji berbagai benda abstrak yang berkaitan dengan
7
angka-angka yang digunakan untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari
dan juga digunakan sebagai pengembang ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
2.1.1.2 Pembelajaran Matematika di SD
Pembelajaran matematika merupakan komunikasi dua arah, mengajar
dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh
peserta didik. Pembelajaran didalamnya mengandung makna belajar dan mengajar
atau merupakan kegiatan belajar mengajar. Belajar tertuju kepada apa yang
dilakukan oleh seorang sebaga subjek menerima pelajaran, sedangkan mengajar
berorientasi kepada pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi
pelajaran. Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu
kegiatan pada saat terjai interaksi antara guru dengan siswa, serta anata siswa
dengan siswa didalam pembelajaran matematika sedang berlangsung.
Menurut Corey (Susanto, 2013), pemelajaran adalah suatu proses dimana
lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta
dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan
respon terhadap situasi tertentu. Pembelajaran dalam pandangan Corey sebagai
upaya menciptakan kondisi dan lingkungan belajar yang kondusif sehingga
memungkinkan siswa berubah bertingkah laku.
Adapun menurut Dimyati (Susanto, 2013), pembelajaran adalah kegiatan
guru secara terprogram dalam desain intruksional, untuk membuat siswa belajar
secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran
adalah aktivitas guru dalam merancang bahan pengajar agar proses pembelajaran
dapat berlangsung secara efektif, yakni siswa dapat belajar secara aktif dan
bermakna.
Menurut Ahmad Susanto (2013 :186) Pembelajaran matematika adala suatu
proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru unruk mengembangkan
kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa,
serta dapat meningkatkan kemampuan mengkrontruksi pengetahuan baru sebagai
upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika.
8
Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang
mengandung dua jenis kegiatan tidak terpisahkan. Kegiatan tersebut adalah
belajar dan mengajar. Kedua aspek ini berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu
kegiatan pada saat terjadi interaksi antara siswa dengan guru, antara siswa dengan
siswa, dan antara siswa dengan lingkungan di saat pembelajaran matematika
sedang berlangsung.
2.1.1.3 Tujuan Pembelajaran Matematika di SD
Menurut Ahmad Susanto (2013 :189) Tujuan umum pendidikan matematika
di SD adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Adapun
tujuan matematika di SD secara khusus menurut Depdiknas (Ahmad Susanto,
2013:190) sebagai berikut,
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep,
dan mengaplikasikan konsep algoritme
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan
solusi yang diperoleh
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media
lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan
sehari-hari
2.1.1.4 Karakteristik Siswa di SD
Menurut Havighurst (Ahmad Susanto,2013) pada masa kanak-kanak akhir
dan anak sekolah, yaitu usia 6-12 tahun, memiliki tugas perkembangan sebagai
berikut.
1. Belajar ketrampilan fisik untuk pertandingan biasa sehari-hari
9
2. Membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai
organisme yang sedang tumbuh berkembang
3. Belajar bergaul dengan teman-teman sebayanya
4. Belajar peranan sosial yang sesuai sebagai pria atau wanita
5. Mengembangkan konsep-konsep yang perlu bagi kehidupan sehari-hari
6. Mengembangkan kata hati, moralitas dan suatu skala nilai-nilai
7. Mencapai kebebasan pribadi
8. Mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok dan
institus-institusi sosial
2.1.2 Definisi Belajar Menurut Konstruktivisme
Menurut Thobroni (2015:93), teori kontruktivisme bukanlah teori
pendidikan, teori ini membahas mengenai bagaimana proses terbentuknya
pengetahuan manusia. Menurut teori ini, pembentukan pengetahuan terjadi sebagai
hasil kontrusi manusia atau realitas yang dihadapinya.
Menurut kaum kontruktivis (Thobroni, 2015:93), menganggap bahwa
belajar merupakan proses aktif siswa mengonstruksi pengetahuan. Proses tersebut
dicirikan oleh beberapa hal sebagai berikut.
a. belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa
yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Kontruksi makna ini
dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punya.
b. Kontruksi makna merupakan suatu proses yang berlangsung terus
menerus
c. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik
dan lingkungan siswa
Piaget (Thobroni, 2015:93), mengatakan bahwa kontruktivisme adalah
pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah proses dimana anak mengevaluasi dan mencoba
memahami informasi baru. Akomodasi adalah proses dimana anak memperluas dan
10
memodifikasi representasi-representasi mental merekan tentang dunia berdasarkan
pengalaman-pengalaman baru.
Berdasarkan beberapa pandangan para ahli, dapat disimpulkan bahwa teori
belajar kontruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam
mengorganisasikan pengalaman mereka, bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas
apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru.
2.1.2.1Definisi Hasil Belajar
Sudjana (2009:22) mengungkapkan bahwa hasil belajar adalah suatu
kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.
Hasil belajar ini digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan sebelum siswa mengikuti kegiatan pembelajaran.
Menurut Suprijono (2012:5) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-
nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan. Setiap guru
pasti memiliki keinginan agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang
dibimbingnya. Oleh karena itu guru harus memiliki hubungan dengan siswa yang
dapat terjadi melalui proses belajar mengajar. Setiap proses belajar mengajar
keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa.
Dimiyati dan Mujiono (2009:20) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah
suatu pencapaian akhir dari suatu proses belajar yang dilakukan. Hasil belajar ini
didapatkan dari evalusai yang dilakukan oleh guru dan hasilnya dapat berupa
dampak pengiring dan dampak pengajaran yang saling berkaitan. Kedua dampak
tersebut sangat bermanfaat bagi siswa dan guru.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas bahwa hasil belajar adalah adanya
perubahan pada diri siswa yang dapat diukur maupun diamati dalam perubahan
pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan. Hasil belajar yang penulis amati
berupa nilai evaluasi disetiap akhir pembelajaran, sehingga siswa dikatakan
berhasil apabila hasil tes diatas KKM atau sama dengan KKM yang telah
ditentukan.. Perubahan tersebut mencakup semua perubahan yang bersifat
progresif yang diharapkan kearah yang lebih baik. Bagi seorang siswa hasil
11
belajar ini dapat dilihat melalui perubahan yang terjadi pada seorang siswa mulai
dari belum pandai setelah belajar maka menjadi pandai. Perubahan ini tentunya
setelah siswa berinteraksi dengan lingkungannya yang diukur melalui tes, tugas,
pengamatan, atau evaluasi.
2.1.2.2 Ranah Hasil Belajar
Menurut Benyamin Bloom (Nana Sudjana, 2016 : 22) hasil belajar terbagi menjadi
3 ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Berikut
penjelasan dari ketiga ranah hasil belajar.
1. ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6
aspek, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan
evaluasi
2. ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari 5, yaitu penerimaan,
jawaban, penilaian, organisasi, dan internalisasi
3. ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan
kemampuan bertindak. Ada 6 aspek ranah psikomotorik yaitu gerakan
reflek, ketrampilan gerakan dasar, ketrampilan perseptual, keharmonisan
atau ketepatan, gerakan ketrampilan komplek, gerak ekspresif dan
interprektif
2.1.2.3 Definisi Hasil Belajar Matematika dalam Penelitian
Hasil belajar adalah adanya perubahan pada diri siswa yang dapat diukur
maupun diamati dalam perubahan pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan. Hasil
belajar yang penulis amati berupa nilai evaluasi disetiap akhir pembelajaran,
sehingga siswa dikatakan berhasil apabila hasil tes diatas KKM atau sama dengan
KKM yang telah ditentukan.. Pengukuran hasil belajar yang diperoleh siswa dalam
kegiatan pembelajaran di dalam kelas dapat dilakukan dengan 2 teknik yaitu teknik
Tes dan Non Tes. Tekni Tes dapat dilakukan dengan pemberian tes evaluasi pada
akhir pembelajaran, sedangkan non tes dilakukan dengan melakukan observasi dan
dokumentasi.
12
Pada penelitian ini, hasil belajar matematika yang diperoleh siswa dapat
dilihat dari perolehan nilai kognitif setelah siswa melakukan tes evaluasi, karena
dengan nilai kognitif peneliti dapat mengetahui seberapa besar peningkatan hasil
belajar yang diperoleh siswa.
2.1.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar, menurut
Wasliman (2007:158) hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik adalah hasil
interaksi dari berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Berikut uraian
dari masing-masing kelompok faktor tersebut.
a. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta
didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi:
kecerdasan, kebiasaan belajar, motivasi belajar, ketekunan, minat dan perhatian,
sikap, serta kondisi fisik dan kesehatan.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik
yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.
2.1.3 Model Pembelajaran TSTS
2.1.3.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS (Two Stay Two Stray)
Menurut Yusritawati (2009), model pembelajaran kooperatif tipe
TSTS (Two Stay Two Stray) merupakan model pembelajaran berkelompok
yang memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk membagikan
informasinya ke kelompok lain agar siswa dapat saling bekerjasama,
bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah dan untuk
bersosialisasi dengan baik.
Sejalan dengan pendapat tersebut Lie (2002:61), mendefinisikan
model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Two Stay Two Stray) merupakan
salah satu model kooperatif yang memberikan kesempatan kepada
kelompok untuk membagikan hasil dan informasi ke kelompok lain.
13
2.1.3.2 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS (Two Stay Two
Stray
Menurut Lie (2006:61) adapun langkah-langkah model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS (Two Stay Two Stray) adalah sebagai berikut.
1. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya
terdiri dari 4 siswa. Kelompok yang dibentuk merupakan kelompok yang
heterogen.
2. Guru memberikan sub pokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas
bersama-sama dengan anggota kelompok lain.
3. Siswa bekerja sama dengan anggota kelompok
4. Setelah selesai, dua orang dalam masing-masing kelompok meninggalkan
kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain
5. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan
informasi mereka ke tamu mereka
6. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan
temuan mereka dalam kelompok lain
7. Kelompok mencocokan dan membahas hasil-hasil kerja mereka
8. Masing-masing kelompok mempresentasikan didepan kelas
2.1.3.3 Tahapan-tahapan Dalam Model Pembelajaran TSTS dalam Penelitian
Pembelajaran kooperatif model TSTS terdiri dari beberapa tahapan sebagai
berikut:
1. Persiapan
Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalah membuat silabus
dan sistem penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan tugas siswa dan
membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing anggota 4
siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen berdasarkan prestasi
akademik siswa dan suku.
14
2. Presentasi Guru
Pada tahap ini guru menyampaikan indikator pembelajaran, mengenal dan
menjelaskan materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat.
3. Kegiatan Kelompok
Pada kegiatan ini pembelajaran menggunakan lembar kegiatan yang berisi
tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok.
Setelah menerima lembar kegiatan yang berisi permasalahan-permasalahan
yang berkaitan dengan konsep materi dan klasifikasinya, siswa mempela-
jarinya dalam kelompok kecil (4 siswa) yaitu mendiskusikan masalah tersebut
bersama-sama anggota kelompoknya. Masing-masing kelompok menyelesai-
kan atau memecahkan masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri.
Kemudian 2 dari 4 anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan
kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain, sementara 2 anggota yang
tinggal dalam kelompok bertugas menyampaikan hasil kerja dan informasi
mereka ke tamu. Setelah memperoleh informasi dari 2 anggota yang tinggal,
tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan
temuannya serta mancocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
4. Formalisasi
Setelah belajar dalam kelompok dan menyelesaikan permasalahan yang
diberikan salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya
untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya.
Kemudian guru membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk formal.
5. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan
Pada tahap evaluasi ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan
siswa dalam memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif model TSTS. Masing-masing siswa diberi kuis
yang berisi pertanyaan-pertanyaan dari hasil pembelajaran dengan model
TSTS, yang selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada
kelompok yang mendapatkan skor rata-rata tertinggi.
15
2.1.3.4 Kelebihan Model Pembelajaran Tipe TSTS (Two Stay Two Stray)
Menurut Lie (2006:61), Kelebihan metode pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray)
yaitu :
1. Dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkat usia
siswa
2. Metode ini tidak hanya bekerja sama dengan anggota kelompok tetapi bisa
juga bekerja sama dengan kelompok lain
3. Memungkinkan terciptanya keakraban sesama teman dalam suatu kelas
dan lebih berorientasi pada keaktifan siswa
4. Dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan umur
5. Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna
6. Menambah rasa percaya diri dan kekompakan pada diri siswa
7. Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan
8. Membantu meningkatkan motivasi dan presentasi belajar
2.1.3.5 Kekurangan Model Pembelajran TSTS (Two Stay Two Stray)
a. Membutuhkan waktu yang lama
b. Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok
c. Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga)
d. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.
Untuk mengatasi kekurangan pembelajaran kooperatif model TSTS, maka
sebelum pembelajaran guru terlebih dahulu mempersiapkan dan membentuk
kelompok-kelompok belajar yang heterogen ditinjau dari segi jenis kelamin dan
kemampuan akademis. Jika berdasarkan kemampuan akademis maka dalam satu
kelompok terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan
kemampuan sedang dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang.
Pembentukan kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar
dan saling mendukung sehingga memudahkan pengelolaan kelas karena dengan
adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi yang diharapkan bisa
membantu anggota kelompok yang lain.
16
2.1.3.6 Tujuan Model Pembelajaran Tipe TSTS (Two Stay Two Stray)
Dalam model pembelajaran ini siswa dihadapkan pada kegiatan
mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya ketika sedang bertamu, yang
secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk menyimak apa yang diutarakan
oleh anggota kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut. Dalam proses ini, akan
terjadi kegiatan menyimak materi pada siswa.
Menurut Lie (2004) dalam model TSTS) ini memiliki tujuan yang sama
dengan pendekatan lainnya. Siswa diajak untuk bergotong royong dalam
menemukan suatu konsep. Penggunaan model TSTS akan mengarahkan siswa
untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan,
dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman.
2.1.4 Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Perlakuan Model
TSTS
Strategi untuk mencapai kesuksesan dalam belajar adalah penggunan
model dalam setiap pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran tentu saja
tidak mudah dan memerlukan perencanaan yang matang sebelum diaplikasikan
dalam kelas. Perencanaan tersebut melibatkan penyusunan pemetaan sintak dan
langkah-langkah pembelajaran di kelas. Adapun pemetaan sintak dan langkah-
langkah yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pembelajaran matematika
dengan model TSTS dipaparkan pada tabel 1 dan 2 berikut.
17
Tabel 1
Pemetaan Sintak TSTS
Sintak
Standar Proses
Pen
dah
ulu
an
Ek
splo
rasi
Ela
bora
si
Kon
firm
asi
Pen
utu
p
Fase 1. Persentasi Guru √ √
Fase 2. Kegiatan Kelompok √
Fase 3. Formalisasi √
Fase 4. Evaluasi Kelompok √
Fase 5. Kesimpulan √
Tabel 2
Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Matematika dengan Model TSTS
Kegiatan Guru
Tahapan
Pelaksan
aan
Kegiatan Siswa
1. Guru menyiapkan peserta didik
secara psikis dan fisik untuk
mengikuti proses pembelajaran.
2. Guru mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang mengaitkan
pengetahuan sebelumnya dengan
materi yang akan dipelajari.
3. Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran atau kompetensi
dasar yang akan dicapai.
4. Guru menyiapkan cakupan
materi dan penjelasan uraian
kegiatan sesuai silabus.
1.
Per
senta
si G
uru
1. Siswa menyiapkan secara psikis
dan fisik.
2. Siswa menjawab pertanyaan
tentang pelajaran sebelumnya.
3. Siswa menjelaskan penjelasan
tentang tujuan dan kompetensi
yang akan dicapai.
4. Siswa menyiapkan materi dan
mendengarkan penjelasan
tentang uarai kegiatan yang akan
dilakukan.
18
5. Guru membagi siswa menjadi 5
kelompok.
6. Guru membagi LKS ke masing-
masing kelompok.
7. Guru memberi waktu untuk
diskusi kelompok.
8. Guru menyuruh dua siswa dari
masing-masing kelompok
meninggalkan kelompoknya dan
bertamu kekelomok lain,
sementara dua siswa yan tinggal
dalam kelompok bertugas
menyampaikan hasil kerja dan
menginformasikan ke tamu.
2.
Keg
iata
n K
elom
po
k
5. Siswa dibagi mnjadi 5
kelompok.
6. Siswa menerima LKS yang
dibagi guru.
7. Siswa melakukan diskusi
kelompok dengan waktu yang
sudah ditentukan.
8. Siswa melakukan rotasi.
9. Guru menyuruh perwakilan
kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya untuk di
komunikasikan atau di
diskusikan dengan kelompok
lain.
10. Guru membahas dan
mengarahkan siswa ke bentuk
formal.
3.
Form
alis
asi.
9. Siswa melakukan presentasi
hasil diskusi kelompok.
10. Siswa mendengarkan pembahasa
dari guru dan melakukan
bentukan formal.
11. Guru memberikan siswa kuis
yang berisi pertanyaan-
pertanyaan dari hasil
pembelajaran.
4.
Eval
ua
si
Kel
om
pok
11. Siswa mengerjakan kuis yang
diberikan.
12. Guru menyimpulkan pelajaran
hari ini.
5.
Kes
impula
n. 12. Siswa mendengarkan
kesimpulan pelajaran hari ini.
2.1.5 Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
2.1.4.1 Definisi PTK
Secara historis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pertama kali
diperkenalkan oleh ahli Psikologi Sosial Serikat yang bernama Kurt Lewin pada
tahun 1946 (Darmidi, 2015 : 7). Gagasan Lewin tersebut kemudian dikembangkan
oelh ahli lain seperti Stephen, Kemmis, Robin, Mc Taggart, John Elliot, Dave
Ebbutt, dan sebagainya. Di indonesia PTK baru dikenal pada dekade 1980-an. Usia
19
yang relative muda tersebut maka keberadaan PTK sebagai salah satu jenis
penelitian masing diperdebatkan, terutama dengan bobot keilmiahannya.
Menurut John Elliot (Darmidi, 2015 : 7) PTK adalah kajian tentang situasi
sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya. Pendapat
yang hampir sama dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart (1988), yang
mengatakan bahwa PTK adalah suatu bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan
oleh peneliti dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan
tindakan terhadap situasi tempat dimana dilakukan tindakan tersebut.
Menurut Kemmis (Darmidi, 2015 : 8) PTK adalah suatu bentuk refleksi diri
yang dilakukan oleh para partisipan (guru, siswa, atau kepala sekolah) dalam situasi
sosial.
Adapun menurut Harjodipuro (Darmidi , 2015:8) PTK adalah suatu
pendekatan untuk memperbaiki pendidikan melalui inovasi pembelajaran melalui
perubahan dengan memotivasi para guru untuk memikirkan dan memperbaiki cara
mengajarnya, agar bersikap kritis terhadap stategi dan cara yang digunakan untuk
mencari solusi terbaik dalam menyajikan materi pelajaran.
Berdasarkan pendapat ketiga ahli tersebut dapat disimpulkan bahawa PTK
adalah suatu bentuk refleksi dalam pembelajaran guna memperbaiki kinerjanya
sebagai guru, sehingga hasil belajar menjadi meningkat.
2.1.4.2 Prinsip-Prinsip PTK
Agar peneliti memperoleh kejelasan yang lebih baik tentang penelitian
tindakan kelas, perlu memahami prinsip-prinsip yang harus dipenuhi apabila
melakukan PTK. Hopkins (Darmidi , 2015:54) mengemukakan ada 6 prinsip
sebagai berikut.
1. Metode PTK yang diterapkan seharusnya tidak menganggu komitmen
guru sebagai pengajar
2. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang
berlebihan karena dilakukan sesuai dengan jadwal pelajaran
3. Metode yang digunakan harus reliable
20
4. Masalah program yang diusahakan adalah masalah yang merisaukan,
dan didasarkan pada tanggung jawab professional
5. Dalam menyelenggarakan PTK, guru haru selalu bersikap konsisten dan
memiliki kepedulian tinggi terhadap proses dan prosedur yang berkaitan
dengan pekerjaannya
6. PTK tidak dilakukan sebatas dalam konteks kelas atau mata pelajaran
tertentu melainkan dengan perspektif misi sekolah secara keseluruhan
2.1.4.3 Model PTK
Ada beberapa model penelitian tindakan kelas. Dalam bukunya Chaig A.
Mertler (2014: 16) terdapat 7 macam model penelitian tindakan kelas, yaitu sebagai
berikut.
1. Model Penelitian Tindakan Berinteraksi Spiral Stringer, dalam penelitian
tindakan ini menggambarakan bahwa penelitian tindakan sebagai suatu
kerangka kerja yang sederhana, namun berpengaruh kuat yang terdiri dari
rutinitas melihat, berpikir dan bertindak.
Gambar 1 Penelitian Tindakan Berinteraksi Spiral Stringer
21
2. Model Penelitian Tindakan Spiral Kurt Lewin, dalam penelitian tindakannya
yang melukiskan suatu penelitian tindakan spiral yang mencangkup penemuan
fakta, perencanaan, pengambilan keputusan, evaluasi dan rencana amandemen
sebelum masuk pada langkah selanjutnya.
Gambar 2 Penelitian Tindakan Spiral Kurt Lewin
3. Model Siklus Penelitian Tindakan Calhoun, walaupun tidak tampil spiral
seperti model lainya, dalam penelitian tindakan ini masih menggambarkan satu
proses yang dibangun di sekitar siklikal. Dalam gambar, garis yang tidak
terputus mengindikasikan arah utama pada siklus, namun garis yang terputus-
putus menunjukan arah maju dan mundur ketika permulusan atau klarifikasi
informasi.
Gambar 3 Siklus Penelitian Tindakan Calhoun
22
4. Model Penelitian Tindakan Spiral Bachman, dalam penelitian tindakan ini para