7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pembelajaran Matematika di SD 2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran Matematika di SD Pembelajaran menurut Degeng (dalam Panawar, 2012:22) adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam pengertian ini, secara implisit dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan,dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Kegiatan-kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan pembelajaran.Andi Hakim Nasution (dalam Fathani, 2009: 22), menyatakan bahwa: “Istilah matematika berasal dari kata yunani, mathein atau mantheneiniyang berarti mempelajari. Kata ini memiliki hubungan yang erat dengan kata sansekerta, medha atau widya yang memiliki arti kepadaian,ketahuan, atau inteligensia. Dalam bahasa Belanda, matematika disebut dengan kata wiskunde yang berarti ilmu tentang belajar”. Johnson dan Rising (Sri Subarinah, 2006: 1) mengemukakan bahwa matematika merupakan pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian logik, pengetahuan struktur yang terorganisasi memuat sifat-sifat, teori-teori, dibuat secara deduktif berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya. Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya (Sri Subarinah, 2006: 1). Prihandoko (2006: 6) mengemukakan bahwa matematika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.Kitcher (dalam Fathani, 2009:19) mengungkapkan bahwa matematika terdiri atas komponen-komponen: 1) bahasa (language) yang dijalankan oleh para matematikawan, 2) pernyataan (statements) yang digunakan oleh para matematikawan, 3) pertanyaan (questions) penting yang hingga saat ini belum
17
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat ......7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pembelajaran Matematika di SD 2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran Matematika
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Pembelajaran Matematika di SD
2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran Matematika di SD
Pembelajaran menurut Degeng (dalam Panawar, 2012:22) adalah upaya
untuk membelajarkan siswa. Dalam pengertian ini, secara implisit dalam
pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan,dan mengembangkan
metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Kegiatan-kegiatan
ini pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan pembelajaran.Andi Hakim
Nasution (dalam Fathani, 2009: 22), menyatakan bahwa: “Istilah matematika
berasal dari kata yunani, mathein atau mantheneiniyang berarti mempelajari. Kata
ini memiliki hubungan yang erat dengan kata sansekerta, medha atau widya yang
memiliki arti kepadaian,ketahuan, atau inteligensia. Dalam bahasa Belanda,
matematika disebut dengan kata wiskunde yang berarti ilmu tentang belajar”.
Johnson dan Rising (Sri Subarinah, 2006: 1) mengemukakan bahwa
matematika merupakan pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian logik,
pengetahuan struktur yang terorganisasi memuat sifat-sifat, teori-teori, dibuat
secara deduktif berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau
teori yang telah dibuktikan kebenarannya. Matematika merupakan ilmu
pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada
di dalamnya (Sri Subarinah, 2006: 1). Prihandoko (2006: 6) mengemukakan
bahwa matematika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan tentang bilangan dan
kalkulasi.Kitcher (dalam Fathani, 2009:19) mengungkapkan bahwa matematika
terdiri atas komponen-komponen: 1) bahasa (language) yang dijalankan oleh para
matematikawan, 2) pernyataan (statements) yang digunakan oleh para
matematikawan, 3) pertanyaan (questions) penting yang hingga saat ini belum
8
terpecahkan, 4) alasan (reasonings) yang digunakan untuk menjelaskan
pernyataan, dan 5) ide (idea) matematika itu sendiri.
Berdasarkan pandangan para ahli yang telah dipaparkan,makadapat di
ambil kesimpulan bahwa matematika adalah ilmu tentang bilangan yang bersifat
abstrak yang membutuhkan kecermatan untuk mempelajarinya dengan cara
berpikir yang sistematis dan logis. Matematika merupakan ilmu secara tidak sadar
ada di berbagai cabang ilmu lainnya dan dipergunakan manusia dalam kehidupan
sehari-hari.
Menurut Rahayu (2007:2) hakikat pembelajaran matematika adalah proses
yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan
yang memungkinkan seseorang (si pelajar) melaksanakan kegiatan belajar
matematika dan pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada
siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika.
Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan pembelajaran
matematika di SD adalah suatu kegiatan yang menimbulkan interaksi antara guru,
siswa, dan komponen lainnya dalam proses belajar mengajar matematika yang
saling mempengaruhi satu sama lain sehingga tujuan yang diinginkan tercapai.
2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran Matematika di SD
Wakiman (2001: 4) mengemukakan bahwa tujuan pengajaran matematika
di Sekolah Dasar dibagi menjadi dua tujuan sebagai berikut.
a. Tujuan umum, dalam tujuan umum matematika SD bertujuan agar siswa
sanggup menghadapi perubahan keadaan, dapat menggunakan matematika
dan pola pikir matematika.
b. Tujuan khusus, dalam tujuan khusus matematika SD bertujuan menumbuhkan
dan mengembangkan, keterampilan berhitung, menumbuhkan kemampuan
siswa yang dapat dialihgunakan, mengembangkan kemampuan dasar
matematika sebagai bekal belajar di SMP, dan membentuk sikap logis, kritis,
kreatif, cermat serta disiplin.
9
Prihandoko (2006: 5) mengemukakan tujuan pembelajaran matematika di
sekolah dasar adalah memberikan bekal yang cukup bagi siswa untuk menghadapi
materi-materi matematika pada tingkat pendidikan lanjutan. Depdiknas
(Prihandoko, 2006: 21) menguraikan bahwa tujuan pembelajaran matematika
adalah melatih dan menumbuhkan cara berpikir sistematis, logis, kritis, kreatif,
dan konsisten, serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam
menyelesaikan masalah.
Berdasarkan paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan
pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berpikir
sistematis, logis, kritis, kreatif,dan konsisten untuk menghadapi materi-materi
matematika pada tingkat lanjut, serta mengembangkan sikap gigih dan percaya
diri dalam menyelesaikan masalah dan mempunyai nilai utama yang terkandung
sehingga matematika bermanfaat dalam membentuk pola pikir siswa.
2.1.2 Model Contextual Teaching Learning (CTL)
2.1.2.1 Pengertian Model Contextual Teaching Learning (CTL)
Menurut Hermana dkk (2010:59), model Contextual Teaching
Learning(CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari
dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong
siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Pada konsep di atas
ada hal – hal yang harus dipahami yaitu:
1) CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan
materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara
langsung.
2) CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang
dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat
menangkap hubungan antara pengalaman belajar disekolah dengan
kehidupan nyata.
10
3) CTL mendorong siswa untuk dapat menerapakannya dalam kehidupan,
artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi
yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat
mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
a. Karakteristik CTL
Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa karakteristik yang
membedakan dengan pendekatan pembelajaran yang lain. Pembelajaran
kontekstual mengembangkan level kognitif tingkat tinggi yang melatih peserta
didik untuk berpikir kritis dan kreatif.
Menurut Muslich (2011:42), karakteristik pembelajaran dengan model
CTL sebagai berikut :
1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran
yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan
nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah
(learning in real life setting).
2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan
tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).
3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna
kepada siswa (learning by doing).
4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling
mengoreksi antar teman (learning in a group).
5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk mencipatakan rasa
kebersamaan, bekerja sama, saling memahami antar satu dengan yang lain
secara mendalam (learning to know each other deeply).
6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan
mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquri, to work together).
7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as
an enjoy activity).
b. Komponen CTL
Menurut Suhana (2014:72), model Contextual Teaching And Learning
(CTL) terdapat tujuh komponen yaitu sebagai berikut:
11
1) Konstruktivisme (Constructivisme)
Contextual Teaching And Learning (CTL) dibangun dalam landasan
konstruktivisme yang memiliki anggapan bahwa pengetahuan dibangun peserta
didik secara sedikit demi sedikit (incremental) dan hasilnya diperluas melalui
konteks terbatas.Peserta didik harus mengkonstruksi pengetahuan baru secara
bermakna melalui pengalaman nyata, melalui proses penemuan dan
mentranformasikan informasi ke dalam situasi lain secara konstekstual. Oleh
karena itu, proses pembelajaran merupakan proses mengkonstruksi gagasan
dengan strateginya sendiri bukan sekedar menerima pengetahuan, serta peserta
didik menjadi pusat perhatian dalam proses pembelajaran (child centre).
2) Menemukan (Inquiri)
Proses pembelajaran yang dilakukan peserta didik merupakan proses
menemukan (inquiry) terhadap sejumlah pengetahuan dan keterampilan. Proses
inquiry terdiri atas: a) pengamatan (observation); b) bertanya (questioning); c)
mengajukan dugaan (hipothesis); d) Pengumpulan data (data gathering);
e)Penyimpulan (conclussion).
3) Bertanya (Questioning)
Proses pembelajaran yang dilakukan perserta didik diawali dengan proses
bertanya. Proses bertanya yang dilakukan perserta didik sebenarnya merupakan
proses berpikir yang dilakukan peserta didik dalam rangka memecahkan masalah
dalam kehidupannya. Proses bertanya begitu berarti dalam rangka: a) Membangun
perhatian (attenton building); b) membangun minat (interest bulding); c) motivasi
(motivation building); d) Membangun sikap (apttitude building); e) membangun
rasa keingintahuan (curiusity building); f) membangun interaksi antar siswa
dengan siswa; g) membangkitkan interaksi antara siswa dan guru; h) interaksi
antara siswa dengan lingkungannya secara konstektual; i) membangun lebih
banyak lagi pertanyaan yang dilakukan siswa dalam rangka mengali dan
menemukan lebih banyak informasi (pengetahuan) dan keterampilan yang
diperoleh oleh perserta didik.
12
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Proses pembelajaran merupakan proses kerja sama antara peserta didik
dengan peserta didik, antara peserta didik dengan gurunya, dan antara peserta
didik dengan lingkunganya. Proses pembelajaran yang signifikan jika dilakukan
dalam kelompok-kelompok belajar baik secara homogen maupun secara
heterogen, sehingga didalamnya akan terjadi berbagi masalah (sharing problem),
berbagi informasi (sharing information), berbagi pengalaman (sharing
experience), dan berbagi pemecahan masalah (sharing problem) yang
memungkinkan semakin banyaknya pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh.
5) Pemodelan (Modeling)
Proses pembelajaran akan lebih berarti jika didukung dengan adanya
pemodelan yang dapat ditiru baik yang bersifat kejiwaan (indentifikasi) maupun
yang bersifat fisik (imitasi) yang berkaitan dengan cara untuk mengoperasikan
sesuatu aktivitas, cara untuk menguasai pengetahuan atau keterampilan tertentu.
Pemodelan dalam pembelajaran bisa dilakukan oleh guru, peserta didik, atau
mendatangkan narasumber dari luar (outsourcing) yang terpenting dapat
membantu terhadap ketuntasan dalam belajar (mastery learning) sehingga peserta
didik dapat mengalami akselerasi perubahan secara berarti.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir
ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Refleksi merupakan
respon terhadap aktivitas atau pengetahuan dan keterampilan yang baru diterima
dari proses pembelajaran.
Guru harus dapat membantu peserta didik membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan
demikian perserta didik akan merasakan memperoleh sesuatu yang berguna bagi
dirinya mengenai apa yang harus dipelajarinya.
7) Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Penilaian nyata adalah proses pembelajaran konvesional yang sering
dilakukan guru pada saat ini, biasanya ditekankan pada aspek intelektual sehingga
13
alat evaluasi yang digunakan terbatas pada penggunaan tes. Oleh karena itu, tes
dapat diketahui seberapa jauh siswa telah menguasai materi pelajaran. Dalam
CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan
kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab
itu, penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti
tes, akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata. Penilaian nyata
(Authentic Assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan
informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.
Adapun karakteristik dari penilaian autentik (authentic asessment) sebagai
berikut:
a) Penilaian dilakukan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.
b) Aspek yang diukur adalah keterampilan dan performansi, bukan mengingat
fakta apakah peserta didik belajar atau apa yang sudah diketahui peserta
didik.
c) Penilaian dilakukan secara kelanjutan, yaitu dilakukan dalam beberapa
tahapan dan periodik sesuai dengan tahapan waktu dan bahasannya, baik
dalam bentuk formatif maupun sumatif.
d) Penilaian dilakukan secara integral, yaitu menilai berbagai aspek
pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta didik sebagai satu kesatuan
utuh.
e) Hasil penilaian digunakan sebagia feedback yaitu untuk keperluan
pengayaan (enrinchment) standar minimal telah tercapai atau mengulangi
(remedial) jika standar minimal belum tercapai.
2.1.2.2 Langkah-langkah Model Contextual Teaching Learning (CTL)
Menurut Trianto (2010:75), Sintaks (pola urutan) dari suatu model
pembelajaran adalah pola yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap
keseluruhan yang pada umumnya disertai dengan serangkaian kegiatan
pembelajaran. Sintaks (pola urutan) dari suatu model pembelajaran tertentu
menunjukkan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa yang harus dilakukan oleh guru
atau siswa. Setiap model pembelajaran diawali dengan upaya menarik perhatian
14
siswa dan memotivasi siswa agar terlibat dalam proses pembelajaran dan diakhiri
dengan tahap menutup pelajaran, didalamnya meliputi kegiatan merangkum
pokok-pokok pelajaran yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru.
Tabel 2.1
Sintaks Contextual Teaching and Learning (CTL)
Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap 1
Mengembangkan pemikiran
kontruktivisme
Guru mengarahkan siswa agar mereka
bekerja sendiri dan mengkonstruksi
sendiri pengetahuan dan
kemampuannya.
Tahap 2
Melaksanakan kegiatan inkuiri
untuk semua topik.
Guru menyajikan kejadian-kejadian
yang menimbulkan konflik kognitif dan
rasa ingin tahu siswa.
Tahap 3
Mengembangkan sifat ingin
tahu.
Guru memberikan pertanyaan
berdasarkan kejadian atau topik yang
disajikan.
Tahap 4
Menciptakan masyarakat
belajar
Guru membimbing siswa untuk belajar
kelompok dan bekerjasama dengan
teman sekelompoknya dalam bertukar
pengalaman dan berbagi ide.
Tahap 5
Menghadirkan model
Guru menampilkan contoh
pembelajaran agar siswa dapat berpikir,
bekerja, dan belajar.
Tahap 6
Melakukan refleksi
Guru menyimpulkan materi
pembelajaran, menganalisis manfaat
pembelajaran, dan penindak lanjutkan
kegiatan pembelajaran.
Tahap 7
Melakukan penilaian yang
sebenarnya
Guru mengukur kemampuan dan
pengetahuan keterampilan siswa
melalui penilaian produk dan tugas-
tugas yang relevan dan kontekstual.
15
2.1.2.3 Kelebihan Model Contextual Teaching Learning (CTL)
Menurut Rusman (2011: 199), keunggulan dalam pembelajaran CTL
sebagai berikut:
1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih
bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang baru
dimilikinya.
2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik yang
diajarkan.
3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-
pertanyaan.
4. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok
berdiskusi, tanya jawab dan lain sebagainya.
5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi,
model, bahkan media yang sebenarnya.
6. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan.
7. Melakukan penelitian secara objektif, yaitu penilaian kemampuan yang
sebenarnya pada setiap siswa.
2.1.2.4 Kekurangan Model Contextual Teaching Learning (CTL)
Menurut Dzaki (2009), kelemahan dalam pembelajaran CTL yaitu :
1. Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran, tidak mendapatkan
pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena
siswa tidak mengalami sendiri.
2. Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik
siswa karena harus menyesuaikan dengan kelompoknya.
3. Banyak siswa yang tidak senang apabila disuruh bekerjasama dengan yang
lainnya, karena siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa