-
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Hasil Belajar Matematika
2.1.1.1 Pengertian Belajar
Menurut Slameto (2010: 2) belajar merupakan suatu proses usaha
yang
dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan
lingkungannya.
Sejalan dengan Slameto, Darmadi (2010: 186) memberikan
penjelasan bahwa
belajar pada hakikatnya merupakan usaha sadar yang dilakukan
individu untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap kegiatan belajar yang
dilakukan peserta didik
akan menghasilkan perubahan-perubahan kognitif, afektif, dan
psikomotor dalam
dirinya.
Definisi yang hampir sama oleh Sabri (2007: 19) bahwa belajar
adalah proses
perubahan tingkah laku akibat pengalaman dan pelatihan. Tujuan
yang dicapai dari
kegiatan belajar adalah perubahan tingkah laku, baik yang
menyangkut pengetahuan,
keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek pribadi.
Seseorang dinyatakan belajar apabila ia mengalami sendiri proses
usaha yang
dilakukannya, tidak dapat digantikan oleh orang lain. Usaha ini
bersifat sadar artinya
seseorang tersebut tahu dan mengerti perbuatan yang
dilakukannya. Kesadaran ini
berkaitan dengan kognitif yang membutuhkan proses berpikir
secara fokus dan sadar
hingga dapat melakukan sebuah keterampilan dari proses berpikir
yang dilakukannya.
Keterampilan yang dilakukan diwujudkan dalam sikap yang baik dan
benar.
Pengalaman sendiri dan interaksi dengan lingkungannya menjadi
cara
seseorang untuk belajar. Lingkungan yang dimaksud dapat
dilakukan di lingkungan
keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dibutuhkan pula pelatihan
yang dilakukan
untuk mengasah kemampuan seseorang dalam belajar. Belajar tidak
cukup dilakukan
-
8
sekali, namun ada proses dan tahap-tahap untuk membangun
pengetahuan seseorang
hingga ia mampu untuk menyimpulkan sendiri hal-hal yang
dipelajarinya.
Belajar tentu bukan suatu hal yang dilakukan tanpa sebuah
tujuan. Tujuan
yang ingin dicapai dalam proses belajar adalah adanya perubahan
tingkah laku yang
baru yang berkaitan dengan kognitif, psikomotorik, dan afektif
yang melibatkan
segenap aspek pribadi dalam diri pebelajar. Banyak orang yang
melakukan proses
belajar tentu mengharapkan suatu manfaat yang lebih besar dari
sekedar perubahan
ketiga aspek tersebut. Manfaat lain yang diperoleh dari belajar
adalah untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup manusia tidak sekedar
makan, tidur,
atau bertempat tinggal. Sekalipun hal tersebut merupakan
kebutuhan primer yang
sangat mendasar, tentu manusia juga harus memikirkan cara untuk
mendapatkannya.
Dibutuhkan proses belajar di dalamnya, apalagi ketika manusia
menginginkan taraf
hidup yang lebih baik, tentu dibutuhkan belajar yang lebih keras
untuk mencapainya.
Berbeda dengan Ghufron (2012: 23) yang mendefinisikan bahwa
belajar
merupakan suatu proses perubahan yang cenderung menetap dan
merupakan hasil
dari pengalaman, serta tidak termasuk perubahan fisiologis,
namun perubahan
psikologis yang berupa perilaku dan representasi atau asosiasi
mental.
Belajar bukanlah mengubah tubuh seseorang menjadi lebih tinggi,
besar,
ataupun kecil dan perubahan fisik lainnya. Belajar merupakan
persepsi dalam mental
seseorang yang dikumpulkan dan diwujudkan dalam bentuk perilaku
nyata.
Perwujudan nyata ini akan menetap dalam diri seseorang, artinya
bukan hanya
berubah pada saat belajar namun akan terjadi peruabahan pada
diri seseorang saat
ataupun setelah belajar.
Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2009) belajar
merupakan
tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, dialami oleh siswa
sendiri. Ciri-ciri
belajar menurutnya adalah:
a. siswa yang bertindak belajar atau pebelajar, b. memperoleh
hasil belajar dan pengalaman hidup, c. proses internal pada diri
pebelajar, d. bisa dilakukan di sembarang tempat,
-
9
e. lama belajar adalah sepanjang hayat, f. syarat terjadinya
adalah motivasi belajar yang kuat. g. ukuran keberhasilannya yaitu
dapat memecahkan masalah, h. manfaat yang didapat bagi pebelajar
untuk mempertinggi martabat
pribadi,
i. hasil belajar sebagai dampak pengajaran dan pengiring.
Pengertian belajar dapat didefinisikan lebih rinci. Siswa yang
sedang belajar
merupakan subjek belajar yang disebut dengan pebelajar. Tujuan
yang diinginkan
dalam belajar adalah memperoleh hasil belajar dan pengalaman
yang berharga dalam
hidupnya. Belajar merupakan proses internal dalam pada diri
pebelajar yang
menyangkut pemikiran yang dibangunnya sendiri. Ada beberapa
tempat yang secara
khusus digunakan untuk belajar baik formal maupun informal.
Tempat formal yang
digunakan untuk belajar adalah sekolah sedangkan tempat informal
untuk belajar
misalnya tempat kursus. Baik tempat formal maupun informal
memang ditujukan
sebagai tenpat belajar, namun sebenarnya belajar bisa dilakukan
di mana saja, tak
perlu mencari tempat formal maupun informal terlebih dahulu
untuk belajar.
Berkaitan dengan hal tersebut, belajar merupakan proses yang
dapat dilakukan
sepanjang hayat karena tidak memandang tempat, waktu, dan usia.
Maka, sekalipun
seseorang sudah berusia lanjut, apabila ia memiliki motivasi
belajar yang kuat, proses
belajar pun dapat terlaksana.
Seseorang dikatakan telah belajar apabila ia mampu memecahkan
masalah.
Pemecahan masalah ini tentu dilakukan berdasarkan pengalaman
yang dialaminya
dan pengalaman dirinya dalam membangun pengetahuan dan
menemukan
kesimpulan dari suatu hal. Kesimpulan yang didapat dari belajar
inilah yang
digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Lebih jauh
dari sekedar
memecahkan masalah, belajar memiliki manfaat yang lain yaitu
dapat mempertinggi
martabat pribadi pebelajar. Hal ini dikarenakan tidak semua
orang mampu
mengasosiasi pengetahuan yang dimilikinya. Apabila seseorang
mampu belajar
dengan baik, sedangkan yang lain tidak sebaik dirinya, maka ia
akan tampak lebih
berkelas. Hasil belajar yang didapatkannya merupakan dampak dari
pengajaran dan
-
10
hasil pengiring. Artinya bahwa jika seseorang memang benar-benar
belajar, maka
hasil belajar mengikuti proses belajar tersebut.
Berdasarkan definisi yang telah diuraikan, belajar adalah proses
kompleks dan
sadar dalam kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan
psikomotorik (keterampilan)
individu yang dipersepsikan dan diasosiasikan secara mental
menjadi perubahan
tingkah laku nyata berdasarkan pengalaman, pelatihan, serta
interaksi dengan
lingkungan.
2.1.1.2 Pengertian Matematika
Mata pelajaran merupakan seperangkat kompetensi dasar yang
dibutuhkan
dan subtansi pelajaran mata pelajaran tertentu per satuan
pendidikan dan per kelas
selama masa prasekolah. Mata pelajaran memuat sejumlah
kompetensi dasar yang
harus dicapai oleh siswa per kelas dan per satuan pendidikan
sesuai dengan tingkatan
pencapaian hasil belajarnya. Tolok ukur kompetensi dinyatakan
dalam indikator.
Mata pelajaran mengutamakan kegiatan instruksional yang
berjadwal dan berstruktur
(Tatat, 2013: 4).
Apabila ilmu matematika diumpamakan sebagai suatu bangunan
(yang
dibangun oleh manusia lintas generasi selama berabad-abad), maka
bangunan itu
sekurang-kurangnya terdiri atas dua bagian pokok, yaitu
bangunannya sendiri dan
fondasi atau landasan di atas mana bangunan itu didirikan
(Susilo, 2012: 1). Hal ini
berkaitan dengan proses pembelajarannya. Belajar matematika
bergantung materi
yang diajarkan dan cara penyampaian matematika. Kemampuan
pemahaman
matematika pun sangat diperlukan. Seseorang yang lambat dalam
memahami materi
matematika tentu pembangunan penegtahuan matematika pun akan
berjalan lambat.
Sebaliknya, apabila mampu memahami materi matematika yang
disampaikan maka
akan lebih mudah dalam membangun pengetahuan selanjutnya.
Definisi matematika menurut Ruseffendi (Heruman, 2007: 1) adalah
sebagai
berikut:
-
11
Matematika adalah ilmu logika tentang bentuk susunan besaran
dan
konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya,
matematika dapat dibagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar,
analisis
dan geometri. Matematika bukanlah pengetahuan menyendiri
yang
dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya
matematika
untuk membantu masalah sosial, ekonomi dan alam.
Matematika memiliki peran penting dalam perkembangan
intelektual, logika,
rasionalitas peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan
dalam kegiatan
akademik maupun kehidupan sosial. Pembelajaran matematika
membantu peserta
didik dalam mengasah kreativitas dalam berpikir. Mampu pula
menggunakan logika
dalam mengaitkan suatu penalaran saat berproses memecahkan
masalah yang
dihadapinya. Serta dibutuhkan pola berpikir yang runtut.
Kemahirannya dalam
menganalisis dan memecahkan permasalahan secara teoretis akan
terbawa dalam
pemecahan masalah praktis.
Menurut Fathani (2008: 75) matematika merupakan salah satu ilmu
dasar
yang harus dikuasai setiap manusia, terutama oleh siswa sekolah.
Sebab, ternyata
matematika tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia
sehari-hari. Matematika
selalu mengalami perkembangan yang berbanding lurus dengan
kemajuan sains dan
teknologi.
Disebut sebagai ilmu dasar, tentu setiap orang harus mampu
memahami dan
menguasainya, terutama untuk siswa sekolah. Dalam usia sekolah,
siswa lebih mudah
dan mampu menyerap banyak ilmu. Penguasaan matematika tentu
sangat penting
bukan saja sebagai tuntutan sekolah namun lebih dari itu
matematika sangat penting
karena tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dewasa ini dengan
perkembangan globalisasi yang sangat pesat, matematika pun
selalu mengalami
perkembangan dan kemajuan yang sejalan dengan sains dan
teknologi. Jika tak dapat
mengasai matematika, akan pula tertinggal oleh perkembangan
sains dan teknologi
tersebut.
Berbeda dengan Uno (2008: 129) yang menyimpulkan bahwa
matematika
adalah sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir,
berkomunikasi, alat
-
12
untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya
logika dan
intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan
individualitas, serta mempunyai
cabang-cabang antara lain aritmetika, aljabar, geometri, dan
analisis. Sedangkan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika
didefinisikan sebagai
ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur
operasional yang
digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.
Bukan hanya sekedar dianggap sebagai ilmu, matematika lebih
digunakan
sebagai alat berpikir untuk memecahkan berbagai persoalan
praktis yang dihadapi.
Persoalan yang dihadapi berunsur logika dan intuisi. Tentu unsur
logika sangat
berkaitan erat dengan matematika dan intuisi dibutuhkan sebagai
media untuk
menemukan logika yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.
Intuisi yang
dimiliki kemudian dianalisis, dibedah atau diuraikan secara
lebih mendetail untuk
menemukan titik permasalahan. Selanjutnya, dibangun
pengertian-pengertian dari
analisis yang telah dilakukan. Analisis yang diperolah dibangun
dalam sebuah
pemahaman baru. Pemahaman baru dalam matematika tersebut
bersifat individualitas
karena untuk mencapai pemahaman baru, seseorang harus mampu
melewati
rangkaian-rangkaian yang telah disampaikan.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang matematika, peneliti
memberikan
kesimpulan bahwa matematika merupakan ilmu dasar yang
membutuhkan logika
tentang bentuk susunan besaran, konsep-konsep, dan
bilangan-bilangan, bersifat
saling berhubungan satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan
dalam kehidupan
sehari-hari.
2.1.1.3 Pengertian Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah
siswa menerima pengalaman belajarnya (Alim, Novisita R,
2013:32). Lebih lanjut
pengertian hasil belajar menurut Susanto (2013) yaitu
perubahan-perubahan yang
terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor
sebagai hasil dari kegiatan belajar. Sejalan dengan Uno (2008)
yang memberikan
-
13
pengertian hasil belajar sebagai perubahan perilaku yang relatif
menetap dalam diri
seseorang sebagai akibat dari interaksi seseorang dengan
lingkungannya. Hasil
belajar memiliki ranah atau kategori dan secara umum merujuk
kepada aspek
pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Hasil belajar merupakan dampak dari belajar. Kegiatan belajar
yang
menyangkut ranah kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan
psikomotor
(keterampilan) menghasilkan perubahan-perubahan yang terjadi
pada diri siswa yang
disebut dengan hasil belajar. Perubahan perilaku ini relatif
menetap dalam diri siswa.
Hasil belajar didapatnya dari proses belajar melalui interaksi
dengan lingkungan.
Keberhasilan ini merupakan keberhasilan secara individu dalam
memaknai proses
belajar yang dilakukannya sendiri.
Berbeda dengan Sudjana (2011) yang menyatakan bahwa hasil
belajar pada
dasarnya merupakan akibat dari suatu proses belajar. Ini berarti
bahwa optimalnya
hasil belajar siswa bergantung pula pada proses belajar siswa
dan proses mengajar
guru. Peran siswa yang melakukan proses belajar sendiri dengan
mengubah perilaku
dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotornya sendiri belum
cukup untuk dapat
mendapatkan hasil belajar yang optimal. Perlu adanya peran
eksternal untuk dapat
mendorong siswa menemukan dan memperoleh hasil belajar yang
optimal. Peran
eksternal bagi siswa adalah guru yang mampu menuntun dan
mendorong siswa untuk
mendapatkan hasil belajar yang optimal sesuai dengan kemampuan
masing-masing
siswa.
Penjelasan yang lebih rinci menurut Gagne dalam Dahar (2011: 65)
lima
kemampuan yang dikatakan sebagai hasil belajar adalah
keterampilan intelektual,
strategi kognitif, sikap, informasi verbal, dan keterampilan
motorik. Tiga diantaranya
bersifat kognitif, afektif, dan psikomotorik. Keterampilan
intelektual berkaitan
dengan kemampuan siswa dalam menggunakan logika yang digunakan
untuk
memecahkan persoalan. Keterampilan ini membutuhkan strategi
kognitif yang
digunakannya dalam memilih dan menentukan langkah-langkah yang
tepat untuk
menyelesaikan permasalahan. Sikap yang dimiliki adalah sikap
penentuan dari
-
14
kesimpulan yang dimilikinya dari proses belajar. Sikap yang
dimiliknya disampaikan
dalam informasi verbal baik lisan maupun tertulis. Hasil belajar
dapat pula
direpresentasikan dalam keterampilan motoriknya.
Berdasarkan pernyataan pendapat yang telah dikemukakan,
pengertian hasil
belajar matematika yaitu perubahan perilaku yang relatif menetap
akibat suatu proses
belajar seseorang menyangkut keterampilan intelektual, strategi
kognitif, sikap,
informasi verbal, dan keterampilan motorik pada aspek kognitif,
afektif, dan
psikomotor dalam proses pembelajaran matematika.
2.1.1.4 Pembelajaran Matematika di SD
Belajar matematika adalah suatu aktivitas mental untuk memahami
arti dan
hubungan-hubungan serta simbol-simbol, kemudian diterapkannya
pada situasi nyata
(Uno, 2008: 130). Bahasa matematika yang hanya berupa simbol
terkadang memang
sulit untuk dibaca dan diterjemahkan dalam bahasa lisan maupun
tertulis.
Membutuhkan pengetahuan yang luas dan aktivitas mental untuk
dapat memahami
bahasa matematika tersebut. Mampu pula memahami hubungan dari
simbol-simbol
dalam matematika hingga membentuk sebuah pengertian yang utuh.
Setelah
didapatkan sebuah pengetahuan yang utuh, mampu menerapkannya
dalam situasi
yang nyata, sehingga tidak hanya bersifat teoretis yang
imajinatif namun juga
praktis..
Walle (2008: 3) mengemukakan prinsip pembelajaran di tingkat
sekolah dasar
yaitu belajar matematika dengan pemahaman adalah penting.
Belajar matematika
tidak hanya memerlukan keterampilan menghitung tetapi juga
memerlukan
kecakapan untuk berpikir dan beralasan secara matematis untuk
menyelesaikan soal-
soal baru dan mempelajari ide-ide baru yang dihadapi siswa di
masa yang akan
datang. Belajar ditingkatkan di dalam kelas dengan cara para
siswa diminta untuk
menilai ide-ide mereka sendiri atau ide teman-temannya, didorong
untuk membuat
dugaan tentang matematika lalu mengujinya dan mengembangkan
keterampilan
memberi alasan yang logis.
-
15
Pemahaman dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar
penting
dilakukan. Pemahaman ini menjadi bekal siswa untuk dapat
melanjutkan pada tahap
belajar yang lebih tinggi yaitu pengaplikasian. Siswa tidak
hanya dituntut untuk
memiliki keterampilan berhitung saja, namun siswa juga perlu
memiliki sebuah
kemahiran dalam berpikir yang beralasan secara matematis. Proses
berpikir yang
hanya sekedar berpikir tentu kurang tepat dilakukan. Siswa harus
benar-benar mampu
memahami matematika dan dapat memiliki alasan matematis yang
logis dan ilmiah.
Kecakapan berpikir ini tentu sangat berguna untuk dapat
diterapkan dalam
menyelesaikan soal-soal yang dianggapnya baru. Sehingga dengan
seringnya siswa
berpikir secara matematis dan mampu menyelesaikan soal-soal yang
baginya baru,
maka ia pun akan memperoleh ide-ide baru. Ide-ide baru yang
dimilikinya kemudian
dikumpulkan, maka ketika ia mengalami suatu permasalahan yang
baru lagi di masa
yang akan datang, ide-ide baru tersebut akan digunakan dan
ditemukan lagi ide baru,
begitu seterusnya.
Penanaman pembangunan ide baru bagi siswa tentu tidak mudah
dilakukan
siswa itu sendiri. Diperlukan langkah-langkah yang mudah
dilakukan dan dimengerti
oleh siswa untuk memulai pembentukan ide baru mengenai
matematika. Langkah
awal yang dapat diterapkan di dalam kelas adalah siswa diminta
untuk dapat menilai
ide-ide baru yang diciptakannya sendiri kemudian mampu menilai
ide-ide yang
dimiliki oleh teman-temannya. Dengan menilai, siswa akan
mengetahui kelebihan
dan kekurangan yang mengiringi ide tersebut. Kelebihan yang ada
dalam ide baru
akan digunakan dan ditingkatkan kualitasnya sedangkan kekurangan
akan diperbaiki
menjadi sebuah ide yang lebih bagus.
Ide baru yang dinilai siswa menjadi modal awal untuk membuat
dugaan
tentang matematika. Dugaan yang bersifat sementara ini kemudian
dianalisis dengan
cara yang matematis pula. Siswa pun mampu menguji dan
mengembangkan
keterampilan matematis yang dimilikinya dengan memberikan alasan
yang logis.
Alasan logis ini diperlukan untuk memperkuat penyampaian
pemahaman yang
dimilikinya.
-
16
Pengetahuan yang disebut matematika itu tidak dapat ditransfer
dari seseorang
yang mengetahui kepada mereka yang sedang belajar. Jadi dalam
pembelajaran
matematika, seharusnya guru tidak memindahkan pengetahuan dari
pikirannya ke
pikiran siswa lewat ceramah (mengajari) tetapi membantu siswa
mengkonstruksi
pengetahuan itu dalam pikirannya (Soewandi, 2005: 25). Cara yang
paling mudah
dalam menyampaikan dan mentransfer ilmu memang dengan
memberikannya berupa
ceramah. Akan ada perhatian yang penuh dari siswa dan
membutuhkan waktu yang
tidak terlalu lama namun kurang optimal dalam memberikan
pemahaman. Apalagi
dalam pembelajaran matematika yang membutuhkan pemikiran
berlapis untuk
mendapatkan sebuah kesimpulan yang benar. Berawal dari pemahaman
simbol-
simbol matematika, memahami, memecahkan persoalan hingga mampu
membuat
siswa memberikan informasi verbal dari kesimpulan yang didapat.
Seharusnya, guru
harus mampu membantu siswa dalam membangun pengetahuannya
sendiri.
Bangunan pemahaman sendiri yang ada dalam pemikiran siswa tentu
akan lebih
bermakna bagi siswa tersebut.
Sejalan dengan Soewandi, matematika sekolah atau matematika
yang
diajarkan di tingkat Pendidikan Dasar menurut Suyono (2007)
terdiri atas bagian-
bagian matematika yang terpilih guna menumbuhkembangkan
kemampuan-
kemampuan dan membentuk pribadi siswa. Meskipun bahan ajar
matematika sekolah
juga abstrak tetapi penalaran yang dikembangkan oleh matematika
sekolah tidak
hanya penalaran deduksi saja. Penalaran induksi juga mendapat
perhatian
pengembangannya, sehingga intuisi siswa, dan pengalaman siswa
ikut berperan di
dalam belajar matematika sekolah.
Soewandi dan Suyono memberikan kesimpulan yang sama yaitu
dalam
pembelajaran matematika di tingkat sekolah dasar, siswa harus
dilibatkan secara aktif
dalam membangun pengetahuan matematika dalam dirinya. Jika
Soewandi
menekankan pada perlunya keikutsertaan guru dalam membangun
pengetahuan
matematis, Suyono lebih merujuk pada fungsi dari pembelajaran
matematika di SD
adalah untuk menumbuhkembangkan kemampuan yang dimiliki dan
membentuk
-
17
pribadi siswa. Pribadi yang dimaksud adalah kemampuan dalam
penalaran induksi,
intuisi, dan pengalaman siswa dalam peran aktifnya dalam proses
pembelajaran
matematika.
Sesuai dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
SD/MI
(2006: 148), mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta
didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1. memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah,
2. menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,
atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika,
3. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh,
4. mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah,
5. memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam
pemecahan masalah.
Bidang studi matematika yang diajarkan di SD mencakup tiga
cabang yaitu
aritmatika, aljabar, dan geometri (Abdurrahman. 2003: 251).
Sejalan dengan
Abdurrahman, Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
SD/MI (2006:
148), ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan
pendidikan SD/MI
meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) bilangan; (2) geometri
dan pengukuran; (3)
pengolahan data. Ketiga aspek tersebut kemudian dijabarkan lagi
menjadi standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang diterjemahkan dan
diaplikasikan menjadi
silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam Kurikulum Tingkat
Satuan
Pendidikan (KTSP) bahkan silabi tentu tidak perlu dibuat oleh
guru karena telah
disiapkan oleh pemerintah. Hanya saja, penerapan SK, KD, dan
silabi dalam Rencana
Pelakanaan Pembelajaran (RPP) yang berkaitan dengan aritmatika,
aljabar, dan
-
18
geometri agar siswa mampu mencakup kemampuan-kemampuan yang
dipaparkan
Standar Isi (SI) dalam mata pelajaran matematika.
2.1.1.5 Faktor-faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor
utama yakni
faktor dari lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa
terutama kemampuan yang
dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruh
terhadap hasil belajar
yang dicapai (Sabri, 2007: 45). Banyak faktor dari dalam diri
siswa yang
memengaruhi hasil belajar siswa. Selain kemampuan yang dimiliki
juga ada faktor
yang lainnya yaitu motivasi belajar, minat, dan perhatian,
sikap, dan kebiasaan siswa
dalam belajar, ketekunan, sosial ekonomi, fisik, dan psikis
siswa.
Faktor dari dalam diri siswa tentu wajar apabila memengaruhi
hasil belajarnya
karena perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu
yang diniati dan
disadarinya. Dengan kesadaran yang dimilikinya, ia akan mampu
mencapai prestasi
tinggi yang ingin dicapainya.
Penjelasan lain oleh Susanto (2013) menuliskan bahwa hasil
belajar siswa
dipengaruhi oleh dua hal, siswa itu sendiri dan lingkungannya.
Pertama, siswa; dalam
arti kemampuan berpikir atau tingkah laku intelektual, motivasi,
minat, dan kesiapan
siswa, baik jasmani maupun rohani. Kedua, lingkungan; yaitu
sarana dan prasarana,
kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar, metode
serta dukungan
lingkungan, keluarga, dan lingkungan.
Lebih lanjut Susanto menjelaskan bahwa beberapa faktor yang
memengaruhi
hasil belajar siswa, terdapat faktor yang dikatakan hampir
sepenuhnya tergantung
pada siswa. Faktor-faktor tersebut adalah kecerdasan anak,
kesiapan anak, dan bakat
anak. Faktor lain yang hampir sepenuhnya tergantung pada guru
adalah kemampuan
(kompetensi), suasana belajar, dan kepribadian guru. Maka, dapat
dikatakan bahwa
keberhasilan siswa dalam belajar tergantung pada faktor dari
dalam dan luar siswa.
Penjelasan Susanto mengenai faktor-faktor yang memengaruhi hasil
belajar
sejalan dengan Slameto (2010: 54) yang menyatakan bahwa
faktor-faktor yang
-
19
memengaruhi hasil belajar banyak jenisnya, tetapi dapat
digolongkan dalam dua
golongan saja, yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern
merupakan faktor yang
ada dalam diri individu yang sedang belajar, terdiri dari tiga
faktor yaitu faktor
jasmaniah, psikologis, dan kelelahan. Sedangkan faktor ekstern
adalah faktor yang
ada di luar individu, meliputi faktor keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
Berdasarkan pengertian-pengertian dari para ahli tersebut,
faktor-faktor yang
memengaruhi hasil belajar banyak jenisnya, tetapi
penggolongannya ada dua yaitu
faktor dari dalam (intern) dan dari luar (ekstern) siswa. Faktor
dari dalam (intern)
siswa meliputi kemampuan siswa dalam arti kemampuan berpikir
atau tingkah laku
intelektual, motivasi, minat, dan kesiapan siswa, baik jasmani
maupun rohani.
Sedangkan faktor luar (ekstern) siswa yaitu sarana dan
prasarana, sumber-sumber
belajar, metode, sekolah, serta dukungan lingkungan keluarga,
dan masyarakat.
2.1.2 Quantum Teaching
2.1.2.1 Pengertian Quantum Teaching
Quantum dalam arti yang sebenarnya adalah proses interaksi yang
mengubah
energi menjadi cahaya (DePorter, 2010: 5). Energi yang dimaksud
dalam Quantum
Teaching adalah kemampuan dan bakat alamiah yang dimiliki siswa,
sedangkan
cahaya merupakan hasil yang dapat bermanfaat bagi siswa sendiri
dan bagi orang
lain. Interaksi belajar efektif dapat memengaruhi kesuksesan
belajar siswa.
2.1.2.2 Asas Utama Quantum Teaching
Alasan dasar di balik segala strategi, model, dan keyakinan
Quantum
Teaching yang disebut sebagai asas utama bersandar pada sebuah
konsep yaitu
Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke
Dunia Mereka.
Langkah penting pertama yang harus dilakukan dalam asas ini
adalah memasuki
dunia siswa. Alasan tindakan ini merupakan sebuah cara yang
diharapkan oleh
seorang guru untuk mendapatkan izin memimpin, menuntun, dan
memudahkan
perjalanan siswa menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang
lebih luas. Cara yang
-
20
dapat dilakukan adalah dengan mengaitkan materi yang akan
diajarkan dengan
sebuah pikiran, peristiwa, atau perasaan yang diperoleh dari
kehidupan di sekeliling
siswa. Berupa kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni,
rekreasi, atau akademis
siswa. Ketika kaitan telah terbentuk, guru dapat membawa siswa
ke dalam dunia
pengetahuan dan memberi mereka pemahaman mengenai isi dunia itu.
Akhirnya,
siswa dapat membawa materi yang mereka pelajari ke dalam dunia
mereka dan
menerapkannya dalam situasi baru.
2.1.2.3 Prinsip-prinsip Quantum Teaching
Dalam Quantum Teaching, prinsip-prinsip diumpamakan sebagai
srtuktur
chord dasar dari sebuah simfoni belajar. Ada 5 prinsip atau
kebenaran tetap yang
dimiliki sehingga memengaruhi seluruh aspek Quantum Teaching
(DePorter, 2010:
36), yaitu:
1. segalanya berbicara Tidak ada segala sesuatu yang tidak dapat
diabaikan dalam
mengajar. Segala sesuatu dapat mengirim pesan tentang
belajar.
Mulai dari lingkungan kelas yaitu siswa, guru, papan tulis,
meja,
kursi, bahasa tubuh guru, hingga rancangan pengajaran yang
telah
dibuat oleh guru.
2. segalanya bertujuan Semua yang terjadi dalam penggubahan
seorang guru memiliki
tujuan.
3. pengalaman sebelum pemberian nama Proses belajar paling baik
terjadi ketika siswa telah mengalami
informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang
mereka pelajari. Kemampuan otak yang berkembang pesat dengan
adanya rangsangan kompleks akan menggerakkan rasa ingin
tahu.
4. akui setiap usaha Belajar merupakan suatu langkah berani dari
siswa untuk keluar
dari kenyamanan. Guru patut memberikan apresiasi bagi siswa
berdasarkan langkah berani yang dilakukan oleh mereka. Saat
mengambil langkah ini, siswa patut mendapat pengakuan atas
kecakapan dan kepercayaan diri mereka.
5. jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan Perayaan
memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan
meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.
-
21
Pembelajaran Quantum Teaching tidak hanya memusatkan pada
hubungan
siswa dan guru saja dalam proses pembelajarannya. Segala sesuatu
yang berada di
dalam ruang kelas saat proses pembelajaran, berbicara. Artinya
semua hal di dalam
ruangan tersebut dapat menyampaikan pesan pembelajaran dan
dimanfaatkan sebagai
sarana penyampaian materi pelajaran. Hal yang dimaksudkan adalah
siswa sendiri
sebagai subjek belajar, guru sebagai fasilitator, papan tulis
sebagai media menulis
atau menggambar, meja dan kursi sebagai bangku untuk fasilitas,
bahasa tubuh guru
dengan cara tersenyum, mengangguk, menunjuk, dan sebagainya,
serta rancangan
yang telah dibuat oleh guru sebagai gambaran pembelajaran yang
akan dilakukan.
Guru tidak sekedar memilih hiasan dalam ruang kelas, menunjuk
siswa, memilih alat
peraga, membuat rancangan pembelajaran, dan hal-hal yang lainnya
tanpa sebuah
alasan. Segala pemilihan yang dilakukan guru terhadap siswanya
tentu memiliki
tujuan khusus yang ingin dicapai.
Siswa dengan pola pikir yang sangat ingin mengetahui segala
sesuatu, akan
sangat ingin untuk mencoba berbagai hal. Saat siswa mengalami
sendiri sesuatu hal,
mereka akan mendapatkan informasi dari pengalaman tersebut. Saat
itulah proses
belajar yang paling baik terjadi pada siswa. Alasannya adalah
kemampuan otak akan
berkembang pesat dengan adanya rangsangan yang kompleks sehingga
akan
menggerakkan rasa ingin tahu. Setelah informasi diperoleh,
kemudian memberikan
nama pada informasi yang diperolehnya tersebut.
Setiap orang akan senang apabila usaha yang dilakukan,
diapresiasi oleh
orang lain, sekecil apapun usaha yang dilakukannya. Sebagai
seorang guru, tentu
akan sangat mudah jika hanya memberikan sebuah pengakuan kecil
bagi siswa akan
keberanian mereka keluar dari zona nyaman. Belajar merupakan
sebuah langkah
berani yang dilakukan seseorang untuk keluar dari kebiasaannya
hingga memperoleh
informasi dan pengalaman baru. Mengingat bahwa dalam proses
belajar diperlukan
sinkronisasi aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Keberhasilan siswa dalam belajar
tentu patut untuk dirayakan dengan memberikannya penghargaan.
Bentuk
-
22
penghargaan diberikan atas umpan balik yang diberikan guru
kepada siswa. Tujuan
dari perayaan ini adalah agar siswa mengetahui tingkat
pencapaian keberhasilannya
dan memberikan rangsangan mental yang positif untuk kemajuan
belajarnya.
2.1.2.4 Model Quantum Teaching
Model mengandung teori atau sudut pandang, cara berpikir tentang
suatu
proses dari perhatian, pertimbangan dan tindakan dalam tatanan
pendidikan. Model
akan membantu dalam memahami dan menerapkan suatu teori dalam
suasana
pendidikan (Sarbaini, 2011: 39).
Quantum Teaching layaknya sebuah simfoni dibagi dalam dua seksi
utama
yaitu konteks dan isi. Konteks merupakan latar untuk pengalaman
guru. Bagian-
bagian yang dibutuhkan konteks untuk menggubah adalah suasana
yang
memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung,
dan rancangan
belajar yang dinamis. Hakikat penataan kelas (Darmadi, 2010: 7)
ruang kelas secara
tidak langsung memengaruhi tumbuh kembangnya siswa baik secara
fisik maupun
mental, intelektual, emosional, dan sosialnya. Maka, guru harus
memperhatikan
bagaimana menata fasilitas dan perabot kelas sehingga akan dapat
aman, nyaman, dan
kreatif selama proses pembelajaran berlangsung. Seksi
selanjutnya adalah isi yang
berbeda namun sama pentingnya dengan konteks. Seksi ini
merupakan kemampuan
menemukan keterampilan penyampaian untuk kurikulum apapun di
samping strategi.
Keterampilan ini berupa penyajian yang prima, fasilitas yang
luwes, keterampilan
belajar untuk belajar, dan keterampilan hidup. Keajaiban
pengalaman menjadi
terbuka karena konteksnya tepat, dan membuat sebuah pengajaran
menjadi hidup.
Saat guru menggubah kesuksesan siswa, unsur-unsur yang sama
tersusun dengan baik
yaitu suasana, lingkungan, landasan, rancangan, penyajian, dan
fasilitasi.
2.1.2.5 Kerangka Perancangan Quntum Teaching
Konsep dari pembelajaran dengan Model Quantum Teaching adalah
(De
Porter, 2010: 127):
-
23
a. Tumbuhkan “Tumbuhkan minat dengan memusatkan „Apakah
Manfaatnya Bagiku‟
(AMBAK), hal ini dimaksudkan untuk menarik minat siswa”. AMBAK
adalah
motivasi yang didapat dari pemilihan secara mental antara
manfaat dan akibat-
akibat suatu keputusan (Huda, 2013: 193). Manfaat yang dimaksud
adalah
manfaat yang akan diperoleh siswa ketika mereka mengikuti
kegiatan
pembelajaran dan hasil yang didapat setelah proses pembelajaran
berakhir.
Manfaat yang diperoleh siswa merupakan manfaat yang berhubungan
dengan
kehidupan sehari-hari siswa.
b. Alami “Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat
dimengerti
semua siswa”. Dalam Kesuma (2010: 61), mengalami berarti belajar
dapat lebih
cepat ketika siswa memanipulasi peralatan dan bahan serta
melakukan bentuk-
bentuk penelitian yang aktif. Saat siswa mampu melihat,
memegang, dan
mengalami sendiri percobaan pada alat peraga yang dihadapinya,
akan ada
pengalaman nyata sehingga siswa tidak berpikir secara abstrak.
Pengalaman nyata
ini akan mempercepat belajar dan materi dapat diingat dalam
jangka waktu lama.
c. Namai “Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, dan
strategi”. Pada proses
ini, merupakan saat yang tepat untuk memberikan materi pada
siswa. Pemberian
materi tidak diberikan secara utuh dan langsung, namun siswa
diberi petunjuk
hingga dapat membangun pengetahuan sendiri.
d. Demonstrasikan “Berikan kesempatan bagi siswa bahwa mereka
tahu”. Kesempatan yang
diberikan berupa presentasi hasil kerja yang telah mereka buat.
Selain
memberikan rasa percaya diri, proses ini juga dapat memberi
kesempatan pada
siswa lain untuk saling mengoreksi hasil pekerjaan teman.
-
24
e. Ulangi “Tunjukkan kepada siswa cara-cara mengulang materi
dan
menegaskannya”. Pengulangan menjadi cara yang tepat untuk
mengingatkan
kembali dan memastikan materi yang harus dimiliki siswa dalam
benaknya.
f. Rayakan “Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan
pemerolehan
keterampilan dan ilmu pengetahuan”. Sebuah perayaan akan menjadi
reward
yang luar biasa bagi siswa. Ada banyak cara untuk merayakan,
diantaranya
dengan “pujian, tepuk tangan, tiga kali hore, jentikkan jari,
pengakuan kekuatan,
dan kejutan” (Deporter, 2010: 64).
2.1.2.6 Sintaks Model Quantum Teaching dalam Pembelajaran
Marisa (2010: 10) menyatakan sintaks yang dilakukan dalam
pembelajaran
dengan model Quantum Teaching adalah:
a. guru memberitahukan kepada siswa apa saja manfaat secara
jelas dan detail dari pembelajaran yang akan disampaikan.
Sehingga
siswa menyadari pentingnya materi tersebut untuk dipelajari,
b. berikan contoh kepada siswa yang berkaitan erat dengan
hubungan mereka. Di dalam pemberian contoh ini guru ataupun siswa
dapat
dilakukan dengan bercerita. Sehingga siswa akan lebih
antusias
dalam mengikuti pembelajaran,
c. apabila sudah menemukan apa yang telah diinginkan, berilah
nama dengan menggunakan kata kunci sehingga siswa mudah
mengingat
dan memahami,
d. berikanlah waktu untuk siswa mendemonstrasikan apa yang sudah
mereka ketahui. Dengan cara seperti ini siswa akan merasa
dihargai
yang apat menimbulkan semangat untuk belajar,
e. mengulang kembali apa yang telah diterima siswa dengan cara
pengerjaan lembar soal maupun merangkum materi yang telah
diajarkan,
f. janganlah segan-segan untuk memberikan penghargaan kepada
siswa yang berprestasi, dan berikan motivasi kepada siswa yang
belum mengerti.
-
25
Sintaks pembelajaran model Quantum Teaching menurut (sekolah
dasar:
2012) memiliki dua bagian penting yaitu dalam konteks dan isi.
Sintaksnya adalah
sebagai berikut:
a. menumbuhkan minat dengan memuaskan manfaat yang diperoleh
pelajar dan memanfaatkan kehidupan pelajar,
b. menciptakan atau mendatangkan pengalaman umum yang dapat
dimengerti oleh semua pelajar,
c. menamai kegiatan yang akan dilakukan selama proses belajar
mengajar dengan menyediakan kata kunci, konsep, model, rumus,
strategi, sebuah “masukan”,
d. menyediakan kesempatan bagi pelajar untuk menunjukkan
(mendemonstrasikan) bahwa mereka tahu,
e. menunjuk beberapa pelajar untuk mengulangi materi dan
menegaskan “aku tahu bahwa aku memang tahu ini”,
f. merayakan atas keberhasilan yang sudah dilakukan oleh pelajar
sebagai pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan
pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan.
Berdasarkan sintaks yang telah diuraikan, maka sintaks yang
dapat dilakukan
dalam model pembelajaran Quantum Teaching adalah:
a. guru menjelaskan kepada siswa materi yang akan dipelajari
serta manfaat yang
akan diperoleh dengan mempelajari materi tersebut yang dikaitkan
dengan
kehidupan sehari-hari siswa,
b. guru menunjukkan kepada siswa contoh-contoh secara konkrit.
Guru
menunjukkan contoh asli atau siswa dapat membuatnya sendiri,
c. siswa menemukan sendiri kesimpulan materi yang diharapkan
guru dengan
mengikuti kata kunci, konsep, model, rumus, strategi yang telah
disediakan,
d. siswa mendemonstrasikan hasil penemuannya di depan kelas,
e. siswa mengulang materi yang telah diperoleh dengan cara
mengerjakan soal
evaluasi agar lebih memantapkan pengetahuannya,
f. guru memberikan penghargaan kepada siswa berupa pujian, tepuk
tangan,
pengakuan kekuatan, dan kejutan.
-
26
2.1.2.7 Kelebihan dan Kekurangan Quantum Teaching
Kelebihan Quantum Teaching menurut A‟la dalam Jumiyanto (2012:
27)
adalah adanya unsur demonstrasi dalam pengajaran sehingga
memberikan
kesempatan yang luas pada seluruh siswa untuk terlibat aktif dan
berpartisipasi dalam
tahapan terhadap suatu mata pelajaran, adanya kepuasan dalam
diri siswa, adanya
unsur pemantapan dalam menguasai materi atau suatu keterampilan
yang diajarkan,
adanya unsur kemampuan dalam merumuskan temuan yang dihasilkan
siswa dalam
bentuk konsep, teori, model, dan sebagainya.
Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran menjadi unsur
penting dalam
model pembelajaran Quantum Teaching. Saat mendemonstrasikan
hasil pekerjaan,
siswa diberi kesempatan untuk menjadi bagian dalam proses
pembelajaran. Bukan
hanya sebagai objek, namun juga sebagai subjek. Kepuasan yang
diperoleh siswa
merupakan kepuasan akan kemampuannya memahami lebih dalam materi
pelajaran
yang dipelajarinya. Pemantapan dalam penguasaan materi didapat
ketika siswa diberi
kesempatan untuk mengulang materi yang telah dipelajarinya.
Bahkan, siswa mampu
merumuskan temuan yang dihasilkan dengan tahapan yang dilaluinya
melalui
petunjuk-petunjuk yang diberikan. Jadi, materi tidak serta merta
diperoleh dari buku
atau guru, namun dengan tahapan proses pengerjaan, siswa mampu
menemukan dan
menyimpulkan materi sendiri.
Kelebihan lain yang dituliskan oleh Hadi (2013) adalah:
1. selalu berpusat pada apa yang masuk akal bagi siswa.
Pemberian materi
merupakan sesuatu yang nyata dan dapat dilihat oleh siswa secara
langsung,
sehingga siswa mampu memahami lebih mendalam tanpa perlu
membayangkan
penjelasan yang diberikan,
2. menumbuhkan dan menimbulkan antusiasme siswa. Model Quantum
Teaching
yang sangat menarik dan menyenangkan dalam keaktifan siswa dalam
mengikuti
dari awal hingga akhir proses pembelajaran,
3. adanya kerjasama yang dilakukan dalam kelompok. Kerjasama
dilakukan ketika
membuat alat peraga dan mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan yang
tersedia.
-
27
Sehingga terjalin suatu komunikasi verbal berupa masukan dan
pendapat masing-
masing anggota kelompok dan non-verbal yaitu ketika membuat alat
peraga,
4. menawarkan ide dan proses cemerlang dalam bentuk yang enak
dipahami siswa.
Ide dan proses cemerlang tampak dalam pemberian kesempatan bagi
siswa untuk
membuat yel-yel kelompok, pujian-pujian yang membangun, dan lagu
yang
mampu memberikan gambaran materi pelajaran bagi siswa,
5. menciptakan tingkah laku dan sikap kepercayaan dalam diri
sendiri. Dorongan
secara positif yang diberikan oleh guru mampu memberikan
semangat bagi siswa
untuk mengikuti proses pembelajaran yang menarik dan dirasa
mampu untuk
diikuti oleh siswa dengan baik,
6. belajar terasa menyenangkan. Suasana dan ruang kelas yang
di-setting mampu
meningkatkan kenyamanan siswa dalam belajar. Musik klasik,
poster yang
ditempelkan sesuai materi pelajaran yang dipelajari, pengaturan
bangku yang
melingkar menjadikan ruang kelas terasa lebih luas dan interaksi
siswa menjadi
lebih mudah, perayaan dan penghargaan kepada siswa tentu sangat
bermanfaat
bagi siswa,
7. ketenangan psikologi. Musik klasik yang dimainkan dari awal
hingga akhir
pembelajaran membuat suasana kelas lebih tenang, tidak adanya
unsur pemaksaan
bagi siswa untuk belajar, hanya ada dorongan dan bimbingan
perlahan yang
membangun pengetahuan siswa,
8. motivasi dari dalam. Pembelajaran Quantum Teaching tidak
menawarkan hal-hal
yang negatif. Bahkan, sugesti berupa kata-kata yang diberikan
kepada siswa pun
merupakan kata-kata positif. Sehingga, siswa yang tidak memiliki
kepercayaan
diri menjadi lebih terdorong untuk meningkatkan kemampuan dan
rasa percaya
diri. Sedangkan siswa yang telah memiliki rasa percaya diri,
mampu untuk
memaksimalkan kemampuan yang dimilikinya,
9. adanya kebebasan dalam berekspresi. Pengekspresian dalam
memberikan
pendapat, membuat sendiri alat peraga, dan diberi kesempatan
untuk
mempresentasikan hasil diskusi kelompok,
-
28
10. menumbuhkan idealisme, gairah, dan cinta mengajar oleh guru.
Peran guru tentu
sangat besar dalam proses pengajaran. Semangat, dorongan,
ajakan, motivasi
yang diberikan guru kepada siswa akan memberikan respon positif
dari siswa,
sehingga guru akan lebih terdorong untuk mengarahkan siswanya
memahami
materi yang sedang dipelajari.
Kelemahan model pembelajaran Quantum Teaching yang dijelaskan
oleh
Hadi (2013: 5) adalah:
1. memerlukan persiapan yang matang bagi guru dan lingkungan
yang mendukung.
Merujuk pada kerangka model Quantum Teaching yang sangat
kompleks, tentu
dibutuhkan persiapan yang matang dari berbagai hal. Mulai dari
kemampuan guru
sendiri dalam memahami materi dan model, lingkungan berupa
karakteristik
siswa, alat peraga, alokasi waktu, terganggu atau tidaknya ruang
kelas lain saat
model ini diterapkan karena musik dan keaktifan siswa,
2. memerlukan fasilitas yang memadai. Fasilitas berupa ruang
kelas yang memadai,
bangku-bangku yang disusun melingkar, penempelan poster-poster,
alat yang
digunakan untuk memainkan musik (laptop/telepon seluler dan
speaker), dan alat-
alat peraga yang diperlihatkan guru maupun dibuat sendiri oleh
siswa,
3. model ini banyak dilakukan di luar negeri sehingga kurang
beradaptasi dengan
kehidupan di Indonesia. Pengenalan model Quantum Teaching masih
jarang
dilakukan, sehingga masih asing bagi siswa dan guru di
Indonesia,
4. kurang dapat mengontrol siswa. Hal ini karena siswa didorong
untuk aktif dalam
kegiatan pembelajaran, sehingga akan cukup sulit mengontrol
siswa satu per satu,
sehingga guru harus rajin berkeliling untuk memantau keadaan
setiap siswa.
Berbeda dengan Wulan (2010: 24) yang menyatakan “kekurangan
model
pembelajaran Quantum Teaching adalah lebih banyak waktu yang
dibutuhkan dalam
pembelajaran”. Model ini memang tidak terpaku pada waktu,
melainkan proses
pembelajaran yang berjalan baik serta hasil akhir yang
diinginkan agar siswa merasa
senang dan mampu memahami materi secara mendalam. Waktu yang
digunakan akan
-
29
tergantung pada persiapan dan proses belajar siswa, serta proses
untuk melalui setiap
kerangka model Quantum Teaching yaitu TANDUR. Selain waktu,
pembelajaran
juga harus dipersiapkan dengan matang dan detail.
2.1.3 Model Pembelajaran Mekanistik
2.1.3.1. Pengertian Model Pembelajaran Mekanistik
Model pembelajaran mekanistik menurut De Lange dalam Fiesta
(2012)
adalah:
pembelajaran mekanistik tidak mempunyai proses secara
horizontal
(pengidentifikasian, perumusan, dan pemvisualisasian masalah
dengan
cara-cara yang berbeda oleh siswa) maupun vertikal
(presentasi
hubungan-hubungan dalam rumus, penggunaan model yang
berbeda,
dan penggeneralisasian). Dalam tipe mekanistik, permulaan
pembelajaran langsung pada tingkat formal yakni simbol-simbol
yang
tidak bermakna. Bahan pelajaran hanya bersifat aturan-aturan
dan
rumus saja.
Sejalan dengan pendapat Tugiyati (2012) yang menyatakan
bahwa
model pembelajaran mekanistik atau lebih dikenal dengan
model
pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang
bersifat
regular artinya pemilihan strategi dan metode kurang
bervariasi.
Proses belajar mengajar cenderung dimulai dengan orientasi
dan
penyajian informasi yang berkaitan dengan konsep yang
dipelajari
siswa, pemberian contoh soal, kemudian dilanjutkan dengan
tes.
Pembelajaran mekanistik merupakan pembelajaran yang sering
disebut
pembelajaran konvensional namun lebih digunakan dalam bidang
matematika yang
bersifat reguler. Pembelajaran yang reguler ini tidak memliliki
proses pembelajaran
secara horizontal yang memiliki beberapa langkah yaitu
pengidentifikasian,
perumusan, dan pemvisualisasian masalah. Langkah-langkah yang
dilakukan antar
siswa seharusnya berbeda berdasarkan kemampuannya, namun dalam
model
mekanistik semua siswa melakukan cara yang sama. Ada pula proses
secara vertikal
yang digunakan untuk mengaitkan dan menggunakan
hubungan-hubungan dalam
-
30
rumus, penggunaan model yang berbeda, dan memiliki sebuah
kesimpulan yang
didapatkan. Hal ini tidak tampak dalam model mekanistik.
Proses belajar mengajar pun selalu dilakukan dalam tahap yang
sama yaitu
pemaparan materi pelajaran yang berisi konsep dan rumus,
pemberian contoh soal
yang diberikan oleh guru, kemudian dilanjutkan dengan tes.
Langkah yang dilakukan
tidak akan membuat siswa menjadi berkembang dalam proses
berpikirnya. Proses
berpikir siswa seharusnya dibimbing untuk sebuah
penggeneralisasian dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang memancing ide siswa hingga
pengaitan
materi yang diketahuinya.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, model pembelajaran
mekanistik
adalah model pembelajaran konvensional yang dalam proses belajar
kurang inovatif
dan peran aktif siswa kurang, karena guru hanya memberikan
konsep, rumus, contoh,
dan selalu diakhiri dengan pemberian tes untuk siswa.
2.1.3.2. Sintaks Model Pembelajaran Mekanistik
Sintaks yang dilakukan dalam pembelajaran mekanistik menurut
Nawi (2012:
3) adalah:
1. guru mengajarkan pelajaran matematika secara aktif, 2. guru
memberikan contoh soal dan latihan, 3. siswa yang berada di sisi
lain ditugaskan untuk mendengar dan
mencatat penjelasan guru,
4. siswa mengerjakan soal yang diberikan guru.
Sintaks yang sama juga dinyatakan oleh Mulyadi (2009: 19),
yaitu:
1. guru memberikan informasi dengan metode ceramah, 2. guru
memberi contoh soal, 3. guru memberi tugas kepada siswa untuk
mengerjakan soal-soal.
Kedua sintaks yang dipaparkan oleh Nawi dan Mulyadi memiliki
kesamaan.
Sintaks model mekanistik sangat sederhana dan tidak variatif.
Awal pembelajaran,
proses, hingga akhir memiliki langkah yang selalu tetap. Langkah
yang dilakukan
juga cenderung mengacu pada guru sebagai fokus utama dalam
proses pembelajaran.
-
31
Berdasarkan kedua sintaks tersebut, maka dapat disimpulkan
sintaks model
mekanistik adalah:
1. guru memulai pembelajaran dengan memaparkan informasi materi
dengan
metode ceramah,
2. siswa mendengarkan penjelasan guru,
3. siswa mencatat sembari mendengarkan penjelasan,
4. guru memberikan contoh dan soal,
5. siswa mengerjakan soal yang diberikan guru.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan model pembelajaran Quantum
Teaching
adalah Marisa (2012) yang berjudul Pengaruh Penggunaan Model
Quantum Teaching
terhadap Hasil Belajar PKn pada Siswa Kelas IV di SD Negeri
Ledok 01 Salatiga
Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012. Ada pula penelitian
yang relevan
Suleman (2010) dengan judul Penggunaan Model Quantum Teaching
Melalui
Metode Permainan dan Simulasi pada Pembelajaran Fisika Pokok
Bahasan Gerak
Lurus Ditinjau dari Keaktifan Siswa. Penelitian lain yang
relevan adalah penelitian
Yuniantoni (2002) yang berjudul Eksperimentasi Quantum Teaching
pada Pengajaran
Fiqh di Kelas II MAN LFT IAIN Sunan Kalijaga.
Dalam penelitian Marisa tersebut, nilai rata-rata kelas
eksperimen pada pretest
sebesar 60,61 sedangkan pada kelas kontrol sebesar 61,29. Nilai
rata-rata yang tidak
terpaut besar tersebut masih dikategorikan dalam dua kelas yang
memiliki
kemampuan sama. Nilai pretest tersebut juga menunjukkan bahwa
rata-rata nilai
kelas kontrol lebih besar dibandingkan dengan kelas eksperimen.
Hal ini berbanding
terbalik setelah kedua kelas diberi perlakuan yang berbeda.
Kelas eksperimen diberi
perlakuan menggunakan model Quantum Teaching sedangkan kelas
kontrol
menggunakan model konvensional dalam pembelajarannya. Setelah
diuji dalam
teknik analisis uji t, hasil penelitian dengan nilai
signifikansi
-
32
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal tersebut dibuktikan
dengan perbedaan nilai
rata-rata posttest kelas eksperimen yang menggunakan model
pembelajaran Quantum
Teaching sebesar 82,80 dan kelas kontrol menggunakan model
pembelajaran
konvensional sebesar 66,26. Nilai rata-rata posttest terpaut
sangat banyak yaitu
sebesar 16,54.
Penelitian Suleman (2010) dengan judul Penggunaan Model
Quantum
Teaching Melalui Metode Permainan dan Simulasi pada Pembelajaran
Fisika Pokok
Bahasan Gerak Lurus Ditinjau dari Keaktifan Siswa yang
menunjukkan adanya
perbedaan pengaruh penggunaan model Quantum Teaching melalui
metode
permainan kokami dengan model Quantum Teaching melalui metode
simulasi
namun, tidak ada interaksi antara pengaruh penggunaan model
Quantum Teaching
dan keaktifan siswa. Dari perhitungan analisis variansi dua
jalan dengan frekuensi sel
tak sama, diperoleh Fa = 5,67 > F0,05; 1,130 = 3,84, maka H0a
ditolak, yang berarti
bahwa ada perbedaan pengaruh antara penggunaan model Quantum
Teaching melalui
metode permainan kokami dan model Quantum Teaching melalui
metode simulasi
computer terhadap kemampuan kognitif Fisika pada pokok bahasan
Gerak Lurus.
Perhitungan analisis variansi dua jalan dengan frekuensi sel tak
sama diperoleh Fab =
1.67 < F0,005;1,130 = 3.00, maka H0ab diterima, yang berarti
bahwa tidak ada
interaksi antara pengaruh penggunaan model Quantum Teaching dan
keaktifan siswa
terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi Gerak
Lurus.
Penelitian Yuniantoni (2002) yang berjudul Eksperimentasi
Quantum
Teaching pada Pengajaran Fiqh di Kelas II MAN LFT IAIN Sunan
Kalijaga
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada selisih
nilai posttest dan
pretest antara siswa kelas II MAN LFT antara kelas kelompok
eksperimen dengan
kelompok kontrol. Sehingga secara eksternal penerapan Quantum
Teaching pada
pengajaran fiqh ternyata tidak efektif. Hanya saja, dalam proses
pembelajarannya,
model Quantum Teaching sangat menarik dan membuat semua siswa
aktif dalam
proses pembelajaran.
-
33
Berdasarkan analisis judul penelitian Marisa yang telah
menunjukkan hasil
bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan hingga dapat
meningkatkan hasil
belajar siswa. Penelitian Suleman yang menunjukkan adanya
perbedaan pengaruh
penggunaan model Quantum Teaching dalam pembelajarannya.
Peneliti memilih
kedua penelitian tersebut karena relevan dengan penelitian
selanjutnya di tempat yang
berbeda. Peneliti yakin akan keberhasilan model Quantum Teaching
yang diterapkan
di dalam proses pembelajaran akan memberikan perbedaan yang
lebih baik
dibandingkan dengan model mekanistik yang hanya bersifat ceramah
dan kurang
mengaktifkan siswa. Keyakinan dan optimisme peneliti akan
berhasil untuk
perbedaan hasil belajar menggunakan model Quantum Teaching pada
mata pelajaran
matematika di kelas IV SD Negeri Kesongo 01 pada semester 2
tahun pelajaran
2013/2014.
2.3 Kerangka Berpikir
Hasil belajar matematika yang kurang memuaskan dilatarbelakangi
oleh
pembelajaran menggunakan model mekanistik yang selalu berpusat
pada guru
sedangkan siswa hanya mendengar, mencatat, dan latihan. Hal ini
menyebabkan
siswa pasif, hingga mengakibatkan hasil belajar siswa yang masih
rendah. Sebuah
model pembelajaran kreatif yang dilakukan oleh guru, mampu untuk
mengaktifkan
siswa dan diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang
lebih tinggi adalah
model pembelajaran Quantum Teaching. Perhatikan bagan kerangka
berpikir berikut.
-
34
Bagan 1
Bagan 1
Kerangka Berpikir
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori, kerangka berpikir, dan kajian
penelitian yang
relevan yang telah diuraikan, maka hipotesis awal dirumuskan
sebagai berikut:
a. Hipotesis Deskriptif
Adanya perbedaan signifikan hasil belajar matematika siswa kelas
IV
menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching dengan model
pembelajaran mekanistik
b. Hipotesis Statistik
Secara statistik, hipotesis dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Ho : µeksperimen = µkontrol
Tidak ada perbedaan hasil belajar matematika kelas kontrol yang
diajarkan
dengan model pembelajaran mekanistik dan kelas ekperimen yang
diajarkan
dengan model pembelajaran Quantum Teaching siswa kelas IV SD
Negeri
Kesongo 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang semester 2
Tahun
Pelajaran 2013/2014.
H1 : µeksperimen ≠ µkontrol
Hasil belajar
matematika yang
kurang
Model pembelajaran
yang mengaktifkan
siswa
Hasil belajar
siswa rendah
Siswa pasif
Pembelajaran
berpusat pada
guru
Pembelajaran
Mekanistik
Guru harus kreatif
dalam merancang
model pembelajaran
Quantum
Teaching
Hasil belajar
siswa meningkat
-
35
Ada perbedaan hasil belajar matematika kelas kontrol yang
diajarkan
dengan model pembelajaran mekanistik dan kelas ekperimen yang
diajarkan
dengan model pembelajaran Quantum Teaching siswa kelas IV SD
Negeri
Kesongo 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang semester 2
Tahun
Pelajaran 2013/2014.