10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori merupakan dasar bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Dalam landasan teori dimuat teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli. Berikut merupakan penjabaran mengenai teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) SD dan Pembelajarannya Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan bahasa Inggris yaitu natural science yang secara singkat sering disebut science. Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini. Berikut ini dikemukakan definisi IPA menurut para ahli. Definisi IPA menurut H.W. Fowler (dalam Abu Ahmadi, 2008:1) yakni ilmu yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi. Hendro Darmojo dalam Usman Samatowa (2011:2) menyatakan bahwa IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya. Nash dalam Usman Samatowa (2011:3) dalam bukunya The Nature of Science, mendefinisikan IPA itu adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Nash juga menjelaskan bahwa cara IPA mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat, serta menghubungkannya antara suatu fenomena dengan fenomena lain, sehingga keleluhurannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang suatu objek yang diamatinya. Nokes dalam Abu Ahmadi (2008:1) menyatakan bahwa IPA adalah pengetahuan teoritis yang diperoleh dengan metode khusus. Menurut Robert B. Sund (dalam Laksmi Prihantoro, 1986:1.3) ilmu pengetahuan alam adalah
27
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edu€¦ · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori merupakan dasar bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Dalam landasan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
Kajian teori merupakan dasar bagi peneliti dalam melakukan penelitian.
Dalam landasan teori dimuat teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli. Berikut
merupakan penjabaran mengenai teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini.
2.1.1 Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) SD dan
Pembelajarannya
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan bahasa Inggris yaitu
natural science yang secara singkat sering disebut science. Natural artinya
alamiah, berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, sedangkan
science artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science
secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini.
Berikut ini dikemukakan definisi IPA menurut para ahli. Definisi IPA
menurut H.W. Fowler (dalam Abu Ahmadi, 2008:1) yakni ilmu yang sistematis
dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan
didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi.
Hendro Darmojo dalam Usman Samatowa (2011:2) menyatakan bahwa
IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan
segala isinya. Nash dalam Usman Samatowa (2011:3) dalam bukunya The Nature
of Science, mendefinisikan IPA itu adalah suatu cara atau metode untuk
mengamati alam. Nash juga menjelaskan bahwa cara IPA mengamati dunia ini
bersifat analisis, lengkap, cermat, serta menghubungkannya antara suatu
fenomena dengan fenomena lain, sehingga keleluhurannya membentuk suatu
perspektif yang baru tentang suatu objek yang diamatinya.
Nokes dalam Abu Ahmadi (2008:1) menyatakan bahwa IPA adalah
pengetahuan teoritis yang diperoleh dengan metode khusus. Menurut Robert B.
Sund (dalam Laksmi Prihantoro, 1986:1.3) ilmu pengetahuan alam adalah
11
sekumpulan pengetahuan dan juga suatu proses. James B Conant dalam Laksmi
Prihantoro (1986:1.3) mendefinisikan ilmu pengetahuan alam sebagai suatu
rangkaian konsep – konsep yang saling berkaitan dan bagian – bagian konsep
yang telah berkembang sebagai hasil eksperimen dan observasi dan bermanfaat
untuk eksperimen serta observasi lebih lanjut.
Wahyana dalam Trianto (2013:136) berpendapat bahwa IPA adalah suatu
kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya
secara umum terbatas dalam gejala – gejala alam. Adapun Kardi dan Nur dalam
Trianto (2013:136) berpendapat bahwa IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu
tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang diamati. Carin
dan Sund (1993) dalam Trianto (2013:153) mendefinisikan IPA sebagai
pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum
(universal), dan merupakan kumpulan data hasil observasi dan eksperimen.
Trianto (2013:136) menyatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori
yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala – gejala alam,
lahir dan berkembang melalui metode ilmiah, seperti observasi dan eksperimen,
serta menuntut sikap ilmiah, seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli,
penulis menyimpulkan bahwa IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang
alam semesta dengan segala isinya merupakan rangkaian proses yang sistematis
sebagai hasil dari suatu observasi atau eksperimen yang menuntut sikap ilmiah.
IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang
didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia.
Menurut Marsetio Donosepoetro (dalam Trianto 2013:137), IPA
dipandang sebagai proses, produk, dan prosedur. Sebagai proses diartikan semua
kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk
menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses,
berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun
bahan bacaan untuk penyebaran atau dissiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur
dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu
(riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah ( scientific method).
12
Selain sebagai proses dan produk, Daud Joesef (Trianto, 2013:137) pernah
menganjurkan agar IPA dijadikan sebagai suatu “kebudayaan” atau suatu
kelompok atau institusi sosial dengan tradisi sosial dengan tradisi nilai, aspirasi,
maupun inspirasi. Laksmi Prihantoro dkk. (1986) berpendapat bahwa IPA
hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA
merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep
yang merupakan hasil suatu proses tertentu. Sebagai proses, IPA merupakan
proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan
mengembangkan produk – produk IPA. Dalam proses ini digunakan metode
ilmiah dan terutama ditekankan pada proses observasi dan eksperimen. Sebagai
aplikasi, teori – teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi
kemudahan bagi kehidupan. Penerapan IPA juga berguna untuk mengembangkan
teori dan teknologi baru..
Trianto (2013:153) menyimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat
unsur utama, yakni:
a) Sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta
hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat
dipecahkan melalui prosedur yang benar.
b) Proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah.
c) Produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum.
d) Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-
hari.
Fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi
(Depdiknas, 2003:2) secara khusus adalah sebagai berikut:
a) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b) Mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah.
c) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi.
d) Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Merujuk pada hakikat IPA, maka nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan
dalam pembelajaran IPA antara lain sebagai berikut:
13
a) Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut
langkah-langkah metode ilmiah.
b) Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan,
mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.
c) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik
dalam kaitannya dengan sains maupun dalam kehidupan. (dalam Trianto
2013:141)
Sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan
maka pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu, yaitu:
a) Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan
bagaimana bersikap.
b) Menanamkan sikap hidup ilmiah.
c) Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan.
d) Mendidik siswa untuk menangani, mengetahui cara kerja serta menghargai
para ilmuwan penemunya.
e) Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan
permasalahan. (dalam Trianto 2013 :142)
Kardi dan Nur (dalam Trianto, 2013:142) menyatakan bahwa hakikat IPA
mesti tercermin dalam tujuan pendidikan dan metode mengajar yang digunakan.
Maka pembelajaran IPA pada tingkat pendidikan manapun harus dikembangkan
dengan memahami berbagai pandangan tentang makna IPA, yang dalam konteks
pandangan hidup dipandang sebagai suatu instrumen untuk mencapai
kesejahteraan dan kebahagiaan sosial manusia.
Hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan
antara lain sebagai berikut:
1. Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta
yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains
dan teknologi.
14
3. Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan
masalah dan melakukan observasi.
4. Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitif, obyektif, jujur, terbuka, benar,
dan dapat bekerja sama.
5. Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analitis induktif dan deduktif
dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai
peristiwa alam.
6. Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan
keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi. (Depdiknas
2003, dalam Trianto 2010:143)
Tujuan pendidikan IPA di Sekolah Dasar berdasarkan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006 adalah agar peserta didik
mampu memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. (Mulyasa, 2010: 111)
Berdasarkan tujuan pembelajaran IPA di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa tujuan pembelajaran IPA adalah agar siswa memiliki sikap ilmiah, agar
siswa dapat menerapkan metode ilmiah untuk memecahkan berbagai
15
permasalahan, untuk meningkatkan keimanan dan mewjudkan rasa syukur kepada
Tuhan atas keindahan alam yang telah Tuhan berikan, serta memperoleh bekal
untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya.
Perlu dikembangkan suatu model pembelajaran IPA yang melibatkan
siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide – idenya. Guru hanya memberi tangga yang membantu
siswa untuk mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus
diupayakan agar siswa dapat menaiki tangga tersebut.
2.1.2 Pembelajaran Team Games Tournament
Menurut Hamdani (2011:92) pembelajaran kooperatif model team games
tournament adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang
mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa ada perbedaan status,
melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya, dan mengandung unsur permainan
dan reinforcement.
Model pembelajaran team games tournament diperkenalkan oleh Slavin
dan De Vries tahun 1990 (dalam Miftahul Huda, 2013:197). Dalam pembelajaran
team games tournament guru lebih berperan sebagai fasilitator dan ruangan kelas
juga perlu ditata sedemikian rupa, sehingga menunjang pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pengajaran yang membagi siswa
dalam beberapa kelompok dimana siswa bekerja sama antara satu siswa dengan
lainnya untuk memecahkan masalah. Suasana belajar cooperative learning
menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan yang lebih positif, dan
penyesuaian psikologis yang lebih baik daripada suasana belajar yang penuh
dengan persaingan dan memisah-misahkan siswa (Johnson & Johnson, 1989).
Definisi team games tournament menurut penulis adalah salah satu bentuk
pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan yang menuntut siswa mereview
dan menguasai materi pelajaran melalui permainan dan turnamen akademik dalam
kelompok untuk memecahkan suatu masalah. Dimana para siswa berlomba
sebagai wakil tim mereka dengan anggota yang kinerja akademik sebelumnya
setara dengan mereka. Permainan dalam pembelajaran team games tournament
16
dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi
angka ataupun kartu-kartu soal untuk bermain. Hasil akhir dari permainan dapat
berupa pengumpulan skor untuk setiap tim. Turnamen harus memungkinkan
semua siswa dari semua tingkat kemampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan
poin bagi kelompoknya.
Dengan adanya model pembelajaran kooperatif tipe turnamen permainan
(team games tournament) maka siswa lebih aktif untuk mengembangkan
kemampuan berpikir. Disamping itu team games tournament juga memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat serta
berinteraksi dengan siswa yang menjadikan aktif dalam kelas.
Menurut Hamdani (2011:92) aktivitas belajar dengan model team games
tournament memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks di samping
menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat, dan keterlibatan
belajar dalam bentuk permainan. Tujuan dari permainan ini adalah untuk
mengetahui apakah semua anggota kelompok telah menguasai materi, dimana
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan berhubungan dengan materi yang telah
didiskusikan dalam kegiatan kelompok. Tapi sebelumnya guru terlebih dahulu
membekali siswa dengan materi dan siswa bekerja dalam kelompok mereka
masing-masing.
Ada beberapa keunggulan dari model pembelajaran team games
tournament seperti yang dikemukakan oleh Slavin (2009), melaporkan beberapa
laporan hasil riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian
belajar siswa yang secara implisit mengemukakan keunggulan dan kelemahan
pembelajaran team games tournament , sebagai berikut:
1. Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan team games tournament
memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari kelompok raisal
mereka daripada siswa yang ada dalam kelas tradisional.
2. Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh
tergantung dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan.
3. Team games tournament meningkatan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak
untuk rasa harga diri akademik mereka.
17
4. Team games tournament meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain
(kerja sama verbal dan nonverbal, kompetisi yang lebih sedikit).
5. Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan
waktu yang lebih banyak.
6. Team games tournament meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada
remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima
skors atau perlakuan lain.
Kelebihan pembelajaran team games tournament menurut Taniredja
(2011:72-73) adalah sebagai berikut:
1. Dalam kelas kooperatif siswa memiliki kebebasan untuk berinteraksi dan
menggunakan pendapatnya.
2. Rasa percaya diri siswa jadi lebih tinggi.
3. Perilaku mengganggu terhadap siswa lain menjadi lebih kecil.
4. Motivasi belajar siswa menjadi bertambah.
5. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi antara siswa dengan
siswa maupun siswa dengan guru.
6. Kerjasama antara siswa dengan siswa di kelas akan membuat interaksi belajar
dalam kelas menjadi lebih hidup dan tidak membosankan.
7. Siswa dapat menelaah sebuah pokok bahasan bebas mengaktualisasikan diri
dengan seluruh potensi yang ada dalam diri siswa tersebut dapat keluar, selain
itu kerjasama antar siswa juga siswa dengan guru akan membuat interaksi
belajar dalam kelas menjadi hidup dan tidak membosankan.
Berdasarkan pendapat Taniredja (2011:73) mengenai kerjasama siswa
dengan siswa di kelas akan membuat interaksi belajar dalam kelas menjadi lebih
hidup dan tidak membosankan, dan siswa dapat menelaah sebuah pokok bahasan
bebas mengaktualisasikan diri dengan seluruh potensi yang ada dalam diri siswa
tersebut dapat keluar, selain itu kerjasama antar siswa juga siswa dengan guru
akan membuat interaksi belajar dalam kelas menjadi hidup dan tidak
membosankan. Berdasarkan kelebihan menurut Taniredja, pembelajaran team
games tournament dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar.
18
Selain memiliki keunggulan, Taniredja (2011:73) juga mengungkapkan
bahwa model pembelajaran team games tournament juga memiliki beberapa
kelemahan yaitu:
1. Sering terjadi dalam kegiatan pembelajaran khususnya saat turnamen atau
permainan ada siswa yang tidak ikut serta dalam menyumbangkan
pendapatnya.
2. Kekurangan waktu dalam proses pembelajaran.
3. Terjadi kegaduhan, bila guru kurang pintar mengelola kelas.
Sintak pembelajaran team games tournament menurut Mel Siberman
(1996:151) dapat dilihat pada langkah-langkah kegiatan pembelajaran berikut ini:
1) Siswa dibagi ke dalam tim-tim beranggotakan dua hingga delapan orang.
Pastikan bahwa tim-tim tersebut mempunyai jumlah anggota yang sama.
2) Guru memberi materi untuk dibahas bersama.
3) Guru mengembangkan pertanyaan untuk menguji pemahaman dan/atau
mengingat materi pelajaran. Pertanyaan yang digunakan dalam bentuk yang
menggunakan skor mudah, seperti pilihan ganda, isilah titik, betul/salah, atau
istilah untuk didefinisikan.
4) Guru memberikan satu serangkaian pertanyaan pada siswa. Menunjuk hal ini
sebagai “babak pertama” untuk turnamen belajar. Setiap siswa hrus
menjawab pertanyaan secara pribadi.
5) Setelah pertanyaan-pertanyaan diberikan, sediakan jawaban dan mintalah
peserta didik menghitung pertanyaan yang dijawab siswa secara benar.
Kemudian siswa diminta menyatakan skor mereka pada anggota lain dalam
tim tersebut untuk mendapat skor tim. Umumkan skor masing-masing tim.
6) Guru meminta setiap tim untuk mempelajari lagi turnamen pada babak kedua.
Kemudian guru meminta kepada setiap tim untuk tes pertanyaan yang lebih
banyak sebagai bagian “babak kedua”. Guru meminta setiap tim menyatakan
lagi skornya dan tambahan satu skor kepada gilirannya.
7) Guru dapat melakukan beberapa ronde.
Mel Silberman (2010 : 169) menyatakan bahwa langkah – langkah
pembelajaran team games tournament berikut ini:
19
1) Siswa dibagi ke dalam tim-tim beranggotakan dua hingga delapan orang.
Pastikan bahwa tim-tim tersebut mempunyai jumlah anggota yang sama.
2) Guru melengkapi tim-tim tersebut dengan materi untuk dipelajari bersama,
seperti catatan-catatan pembelajaran, teks ringkas, atau chart yang menarik.
3) Guru mengembangkan beberapa pertanyaan yang menguji pemahaman materi
pembelajaran. Guru menggunakan format-format yang memudahkan
penilaian diri sendiri,seperti pilihan ganda, mengisi titik-titik, jawaban
benar/salah, atau mendefiniskan istilah-istilah.
4) Guru memberikan serangkaian pertanyaan untuk siswa, referensikan ini
sebagai ronde 1 dari turnamen belajar. Setiap peserta harus menjawab
pertanyaan secara individual.
5) Setelah para siswa menyelesaikan pertanyaan, guru menyediakan jawaban-
jawabannya dan siswa diminta untuk menghitung jumlah pertanyaan yang
dijawab siswa dengan benar. Kemudian siswa diminta mengumpulkan nilai-
nilai mereka bersama dengan setiap anggota kelompok untuk mendapatkan
nilai-nilai tim. Guru mengumumkan nilai-nilai setiap tim.
6) Guru meminta tim-tim ini agar belajar lagi untuk ronde kedua turnamen.
Kemudian guru memberi pertanyaan-pertanyaan yang lebih banyak sebagai
bagian dari ronde 2. Guru meminta setiap tim untuk mengumpulkan kembali
nilai-nilai setiap tim dan menambahkannya ke nilai ronde 1 mereka.
7) Guru bisa saja mempunyai ronde sebanyak yang diinginkan guru, tetapi
pastikan untuk memberi sesi belajar kepada para tim di antara ronde
Harvey F. Silver (2010:64) berpendapat bahwa langkah – langkah
pembelajaran team games tournament adalah sebagai berikut:
1) Guru menyiapkan pertanyaan-pertanyaan berjawaban singkat, yang mana
merupakan sasaran pembelajaran, dan lembar-lembar jawaban untuk
kepentingan turnamen, menyiapkan lembar studi untuk membantu para siswa
menyiapkan diri menghadapi turnamen.
2) Guru mengatur para siswa menjadi tim-tim belajar yang terdiri dari tiga
hingga lima siswa. Guru memastikan dan menyeimbangkan tim-tim
20
sedemikian rupa hingga setiap tim belajar mencakup siswa berprestasi tinggi,
siswa berprestasi sedang, dan siswa berprestasi rendah.
3) Guru memberikan waktu kepada tim tim untuk bersama-sama meninjau
konten dan menyiapkan diri menghadapi turnamen.
4) Guru menentukan satu anggota dari masing-masing tim belajar untuk
berpartisipasi melawan para anggota dari tim-tim belajar lain, sebagai bagian
dari sebuah kelompok kompetisi (tidak lebih dari lima anggota). Tidak seperti
tim belajar, kelompok kompetisi harus diseimbangkan secara akademis (para
siswa berprestasi tinggi melawan para siswa berprestasi tinggi, para siswa
berprestasi rendah melawan siswa berprestasi rendah).
5) Guru menjelaskan peran-peran dalam turnamen dan aturan turnamen
6) Guru mengumpulkan skor-skor pertandingan dan memvalidasi hasil-hasilnya.
Mengizinkan para siswa mendiskusikan dan merefleksikan prosesnya.
7) Guru mengumumkan hasil-hasilnya. Jika memungkinkan, menyiapkan
buletin turnamen yang sederhana, yang mengobservasi proses ini serta usaha
individual dan usaha tim.
Menurut Hamdani (2011:92) ada lima komponen utama dalam team games
tournament, yaitu sebagai berikut:
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran, guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas.
Biasanya, dilakukan dengan pengajaran langsung atau ceramah dan diskusi
yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini, siswa harus benar-benar
memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru karena akan
membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saan
game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri atas empat sampai lima orang siswa yang
anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, ras, atau
etnik. Fungsi kelompok adalah lebih mendalami materi bersama teman
kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar
bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
21
3. Game
Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji
pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok.
Kebanyakan game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor.
Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang
sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar akan mendapat skor.
Skor ini dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4. Turnamen
Turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru
melakukan presentasi kelas dan kelompok yang sudah mengerjakan lembar
kerja. Pada turnamen pertama, guru membagi siswa ke dalam beberapa meja
turnamen. Tiga siswa yang tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I,
tiga siswa selanjutnya pada meja II, dan seterusnya.
5. Team recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, dan masing-masing
kelompok akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor
memenuhi kriteria yang ditentukan. Kelompok mendapat julukan “super
team” jika rata-rata skor mencapai 45 atau lebih, “great team” apabila rata-
rata mencapai 40-45, dan “good team” apabila rata-ratanya 30-40.
Hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan
dengan team games tournament adalah (Miftahul Huda, 2013:198-199) :
1. Prosedur team games tournament
Tim Studi (sering juga disebut dengan Home Team)
Siswa memperdalam, meriview, dan mempelajari materi secara kooperatif
dalam tim ini. Penentuan kelompok dilakukan secara heterogen dengan langkah-
langkah berikut:
1) Membuat daftar rangking akademik siswa.
2) Membatasi jumlah maksimal anggota setiap tim adalah 4 siswa.
3) Menomori siswa mulai dari yang atas (misalnya, 1,2,3,4,5,6,7,dan
seterusnya).
22
4) Membuat setiap tim heterogen dan setara secara akademik, dan jika perlu
keragaman itu dilakukan dari segi jenis kelamin, etnis, agama dan sebagainya.
Tujuan dari Tim Studi ini adalah membebankan tugas kepada setiap tim
untuk mereview dengan format dan sheet yang telah ditentukan.
2. Turnamen
Setelah membentuk tim, siswa mulai berkompetisi dalam turnamen.
Penentuan turnamen dilakukan secara homogen dengan langkah sebagai berikut:
1) Menggunakan daftar ranking yang telah dibuat sebelumnya.
2) Membentuk kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri dari 3 atau 4
siswa.
3) Menentukan setiap anggota dari masing-masing kelompok berdasarkan
kesetaraan kemampuan akademik, jadi ada turnamen yang khusus untuk
kelompok-kelompok yang terdiri dari siswa-siswa pandai, dan ada turnamen
yang khusus untuk kelompok-kelompok siswa yang lemah secara akademik.
Format yang diterapkan adalah:
1) Memberikan kartu-kartu yang telah dinomori (misalnya dari 1-30) kepada
setiap kelompok.
2) Memberi pertanyaan pada setiap kartu sebelum dibagikan kepada siswa
3) Membuat lembar jawab yang sudah dinomori.
4) Membagikan satu amplop yang berisi kartu-kartu, lembar pertanyaan, dan
lembar jawaban
5) Menginstruksikan siswa untuk membuka kartu
6) Menunjuk pemegang nomor tertinggi untuk membacakan terlebih dahulu
7) Mengarahkan siswa pertama untuk mengambil sebuah kartu dari amplop dan
membacakan nomornya, lalu siswa kedua (yang memiliki lembar pertanyaan)
membaca pertanyaan dengan keras, lalu siswa pertama menjawab pertanyaan
tersebut, kemudian siswa ketiga (yang memiliki lembar jawaban)
menginformasi apakah jawabannya benar atau salah
8) Menggunakan aturan jika jawaban benar, maka siswa pertama mengambil
kartu itu, namun jika jawabannya salah, maka siswa kedua dapat membantu
23
menjawabnya. Jika benar, kartu tetap mereka pegang. Namun jika salah kartu
itu harus dibuang.
3. Scoring
Scoring dilakukan untuk semua tabel turnamen. Setiap pemain bisa
menyumbangkan 2 hingga 6 poin kepada Tim Studinya masing-masing. Poin Tim
Studi akan ditotal secara keseluruhan.
Berdasarkan langkah – langkah pembelajaran team games tournament
yang telah dikemukakan oleh para ahli, maka penulis dapat menyimpulkan
langkah – langkah pembelajaran team games tournament dalam kegiatan
pembelajaran IPA di kelas yang disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 1 Implementasi Pembelajaran team games tournament dalam pembelajaran IPA
dalam Standar Proses
Langkah-langkah Keterangan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Kegiatan Awal 1) Melakukan
kegiatan apersepsi dan menyampai-kan tujuan pembelajaran.
1. Melakukan kegiatan apersepsi dengan tanya jawab untuk menuju materi yang akan disampaikan.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
1. Memperhatikan dan menanggapi apersepsi yang dilakukan guru dengan melakukan tanya jawab.
2. Menyimak tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh guru.
Kegiatan Inti 1. Menyajikan
informasi
2) Guru menyampai-kan materi dilengkapi dengan alat peraga dan melakukan tanya jawab dengan siswa.
1. Menyampaikan materi kepada siswa
2. Melakukan tanya jawab dengan siswa tentang materi yang disampaikan.
1. Memperhatikan penjelasan dari guru.
2. Mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi.
3. Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.
24
Langkah-langkah Keterangan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 2. Mengorganis
ir peserta didik ke dalam tim – tim belajar
3) Guru membagi tim belajar secara heterogen dan setara secara akademik.
1. Membagi tim-tim beranggotakan empat atau lima siswa berdasarkan daftar ranking yang dibuat sebelumnya.
2. Membagikan amplop yang berisi lembar kerja dan lembar jawaban yang akan dikerjakan masing-masing tim.
1. Siswa berkelompok sesuai yang telah ditentukan guru.
2. Masing-masing tim menerima amplop
3. Permainan team games tournament
4) Guru memberikan intruksi kepada masing-masing tim untuk melakukan permainan berdasarkan lembar kerja yang telah diterima oleh masing-masing tim.
1. Meminta setiap tim untuk melakukan permainan berdasarkan lembar kerja yang diterima oleh masing-masing tim dengan waktu yang paling cepat.
2. Menghitung waktu yang diperoleh masing-masing tim.
3. Mengawasi aktivitas siswa dan memberikan bantuan pada siswa selama melakukan permainan.
1. Setiap tim melakukan permainan dan dengan waktu yang tercepat.
3. Skoring Guru mengumpulkan skor masing-masing tim dalam pertandingan dan memvalidasi hasil-hasilnya
1. Menghitung skor dan waktu yang diperoleh melalui lembar skor yang diisi masing-masing tim berdasarkan kebenaran jawaban.
1. Membuat jumlah skor yang diperoleh masing-masing tim
25
Langkah-langkah Keterangan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Kegiatan Akhir 1. Membuat
kesimpulan
Menarik kesimpulan dari materi yang baru saja dipelajari.
Membimbing siswa untuk membuat kesimpulan.
Membuat kesimpulan bersama guru.
2. Refleksi Refleksi berupa penanaman nilai moral.
Menanamkan nilai moral pada siswa.
Menyebutkan nilai-nilai moral yang terkandung dalam materi.
2.1.3 Keaktifan Belajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:24-25) aktif adalah giat
bekerja dan berusaha, sedangkan keaktifan adalah suatu keadaan atau hal dimana
siswa dapat aktif. Glasgow (dalam Jamal Ma’mur Asmani, 2011:66) berpendapat
bahwa siswa aktif adalah siswa yang bekerja keras untuk mengambil tanggung
jawab lebih besar dalam proses belajarnya sendiri.
Menurut Joel Wein, pembelajaran aktif adalah nama suatu pendekatan
untuk mendidik para siswa agar berperan aktif di dalam proses pembelajaran.
Unsur umum di dalam pendekatan ini adalah mengganti peran guru yang semula
di depan kelas dan mempresentasikan materi pelajaran, menjadi para siswa lah
yang berada pada posisi pengajaran dirimereka sendiri. Guru diubah menjadi
seorang pelatih dan penolong di dalam proses tersebut.
Menurut Mayer yang juga didukung oleh Kirschner, Sweller, dan Clarck,
(Jamal Ma’mur Asmani, 2011:68) siswa aktif tidak hanya hadir di kelas,
menghafalkan, dan akhirnya mengerjakan soal-soal di akhir pelajaran. Siswa
harus terlibat aktif, baik secara fisik maupun mental. Siswa semestinya juga aktif
melakukan praktik dalam proses pembelajaran.
Keaktifan merupakan salah satu prinsip belajar (Dimyati dan Mudjiono,
2009:42). Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa
dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif
mengalami sendiri. John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah
menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif
harus datang dari siswa sendiri. Guru sekedar pembimbing dan pengarah.
26
Dari beberapa pendapat mengenai pengertian keaktifan belajar di atas,
penulis menyimpulkan bahwa keaktifan belajar adalah suatu keadaan atau hal
yang berupa kegiatan yang bersifat fisik maupun mental dalam proses
pembelajaran yang melibatkan siswa aktif dan siswa berada pada posisi
pengajaran diri siswa sendiri dalam proses pembelajaran.
Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat
aktif, jiwa mengolah informasi yang diterima, tidak sekedar menyimpannya saja
tanpa mengadakan transformasi. Menurut teori ini, anak memiliki sifat akif,
konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu untuk mencari,
menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya.
Thorndike mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum
“law of exercise” yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan –
latihan. Mc Keachie berkenaan dengan prinsip keaktifan mengemukakan bahwa
individu merupakan “manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu, sosial” (dalam
Dimyati dan Mudjiono, 2009:45).
Untuk dapat memproses dan mengolah perolehan belajarnya secara
efektif, siswa dituntut aktif secara fisik, intelektual, dan emosional. Implikasi
prinsip keaktifan bagi siswa berwujud perilaku – perilaku seperti mencari sumber
informasi yang dibutuhkan menganalisis hasil percobaan, ingin tahu hasil dari
suatu reaksi kimia, membuat karya tulis, membuat kliping, dan perilaku sejenis
lainnya. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa lebih lanjut menuntut keterlibatan
langsung siswa dalam proses pembelajaran.
Para guru memberikan kesempatan belajar kepada siswa, memberikan
peluang dilaksanakannya implikasi prinsip keaktifan bagi guru secara optimal.
Peran guru mengorganisasikan kesempatan belajar bagi masing-masing siswa
berarti mengubah peran guru dari bersifat didaktis menjadi lebih bersifat
mengindividualis, yaitu menjamin bahwa setiap siswa memperoleh pengetahuan
dan ketrampilan di dalam kondisi yang ada (Sten, 1988:224) dalam Dimyati dan
Mudjiono (2009:62). Hal ini berarti pula bahwa kesempatan yang diberikan oleh
guru akan menuntut siswa selalu aktif mencari, memperoleh, dan mengolah
perolehan belajarnya. Untuk dapat menimbulkan keaktifan belajar pada diri siswa,
27
maka guru diantaranya dapat melaksanakan perilaku-perilaku berikut (Dimyati
dan Mudjiono, 2009:63):
1) menggunakan multimetode dan multimedia,
2) memberikan tugas secara individual dan kelompok,
3) memberikan kesempatan kepada siswa melaksanakan eksperimen dalam
kelompok kecil (beranggota tidak lebih dari 3 orang),
4) memberikan tugas untuk membaca bahan belajar, mencatat hal-hal yang
kurang jelas,
5) mengadakan tanya jawab dan diskusi.
Bentuk – bentuk keaktifan belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (2009 :
45) :
a. Kegiatan fisik yang mudah diamati, misalnya membaca, mendengar, menulis,
berlatih ketrampilan – ketrampilan, dan lain – lain.
b. Kegiatan psikis yang susah diamati, misalnya menggunakan khasanah
pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi,
membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil
percobaan, dan lain sebagainya.
Indikator keaktifan belajar siswa (Nana Sudjana, 1989:21) dapat dilihat
dari:
a. Keinginan, keberanian, menampilkan minat, kebutuhan, dan permasalahannya.
b. Keinginan dan keberanian serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam
kegiatan persiapan, proses, dan kelanjutan belajar.
c. Penampilan berbagai usaha atau kekreatifan belajar dalam menjalani dan
menyelesaikan kegiatan belajar mengajar sampai mencapai keberhasilannya.
d. Kebebasan atau keleluasaan melakukan hal tersebut di atas tanpa tekanan guru
atau pihak lainnya (kemandirian belajar).
Menurut Nana Sudjana (1990:61) keaktifan siswa dapat dilihat dalam
hal :
1. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya.
2. Terlibat dalam pemecahan masalah.
28
3. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami
persoalan yang dihadapinya.
4. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan
masalah.
5. Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru.
6. Menilai kemampuan dirinya dan hasil – hasil yang diperolehnya.
7. Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis.
8. Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya
dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.
Suasana belajar aktif yang dapat membuat siswa melakukan pengalaman,
interaksi, komunikasi, dan refleksi. Menurut Jamal Ma’mur Asmani (2011:81)
komponen dalam kegiatan belajar aktif dapat dilihat dalam berikut ini:
Tabel 2 Komponen Kegiatan Belajar Aktif
Komponen Kegiatan
Siswa Guru Pengalaman Melakukan pengamatan
Melakukan percobaan Membaca Melakukan wawancara Menghitung Mengukur Membuat sesuatu
Membuat kegiatan yang beragam
Mengamati siswa bekerja Sesekali mengajukan
pertanyaan yang menantang
Interaksi Berdiskusi Mengajukan pertanyaan Meminta pendapat orang
lain Bekerja dalam kelompok
Mendengarkan sesekali mengajukan pertanyaan yang menantang
Mendengarkan, tidak menertawakan, dan memberi kesempatan terlebih dahulu kepada siwa lain untuk menjawab
Mendengarkan Berkeliling ke kelompok,
sesekali duduk bersama kelompok, mendengarkan perbincangan kelompok dan sesekali memberikan
29
Komponen Kegiatan
Siswa Guru komentar pertanyaan yang
menantang. Komunikasi Memperhatikan,memberi
komentar dan pertanyaan yang menantang
Menceritakan Mendengarkan atau
memberi komentar atau mempertanyakan
Melaporkan secara lisan atau tertulis
Mengemukakan pikiran atau pendapat
Mendemonstrasikan atau mempertunjukkan
Menjelaskan Berbicara Bercerita Tidak menertawakan Memajang hasil karya Memantau agar pajangan
dapat dibaca semua siswa
Refleksi Memikirkan kembali hasil kerja atau pikiran sendiri
Mempertanyakan Meminta siswa lain untuk
memberikan komentar/pendapat
Keaktifan belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang
mempengaruhi keaktifan belajar siswa menurut Nana Sudjana (1989:27-29)
adalah sebagai berikut:
1. Stimulus belajar
Peran yang diterima siswa dari guru biasanya dalam bentuk stimulus.
Stimulus tersebut dapat berbentuk verbal atau bahasa, visual, auditif atau
suara.
2. Perhatian dan motivasi
Perhatian dan motivasi merupakan prasyarat utama dalam proses belajar
mengajar. Tanpa adanya perhatian dan motivasi, hasil belajar yang dicapai
tidak akan maksimal.
3. Respon yang dipelajari
Belajar adalah proses yang aktif, sehingga apabila tidak dilibatkan dalam
berbagai kegiatan belajar sebagai respon terhadap stimulus yang diterima,
tidak mungkin dapat mencapai hasil belajar yang dikehendaki.
4. Penguatan
30
Setiap tingkah laku yang diikuti oleh kepuasan terhadap kebutuhan, maka
akan mempunyai kecenderungan untuk diulang kembali.
5. Pemakaian dan pemindahan
Pikiran manusia mempunyai kesanggupan menyimpan informasi yang tidak
terbatas jumlahnya. Dalam hal ini penyimpanan informasi yang tak terbatas
ini penting sekali pengaturan dan penempatan informasi, sehingga dapat
digunakan kembali apabila diperlukan.
Keaktifan belajar siswa dapat diukur dengan menggunakan lembar
observasi. Observer mengamati keaktifan siswa selama pelaksanaan tindakan dari
awal sampai akhir dengan memberi skor 1 apabila kegiatan dilaksanakan dalam
proses pembelajaran pada lembar observasi keaktifan siswa yang telah diesdiakan
oleh peneliti. Setelah observer selesai mengamati keaktifan siswa, observer
melakukan penjumlahan terhadap skor keaktifan masing-masing siswa dari semua
indikator yang telah ditetapkan oleh peneliti kemudian menentukan apakah
jumlah skor yang didapat oleh masing-masing siswa termasuk kategori keaktifan
rendah, sedang, atau tinggi.
2.1.4 Hasil Belajar
Reigeluth sebagaimana dikutip Keller (Hamzah B. Uno, 2008:137)
menyebutkan bahwa hasil belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai
indikator tentang nilai dari penggunaan suatu metode di bawah kondisi yang
berbeda. Efek ini bisa berupa efek yang sengaja dirancang, karena itu ia
merupakan efek yang diinginkan dan bisa juga berupa efek nyata sebagai hasil
penggunaan metode pengajaran tertentu.
Menurut Nana Sudjana (1990:22) hasil belajar adalah kemampuan –
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Agus Suprijono (2009:5) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah pola – pola
perbuatan, nilai – nilai, pengertian – pengertian, sikap – sikap, apresiasi, dan
ketrampilan.
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar
31
setelah mengalami aktivitas belajar (Anni et al. 2005). Perolehan aspek-aspek
perubahan perilaku tersebut tergantung pada pada yang di pelajari oleh
pembelajar. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa di sekolah merupakan tujuan
dari kegiatan belajarnya.
Purwanto (2013: 44) mengemukakan bahwa hasil belajar dapat
dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan
“belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat
dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input
secara fungsional. Winkel dalam Purwanto (2013:45) mendefinisikan hasil belajar
sebagai perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah
lakunya. Aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi Bloom (aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik).
Purwanto (2013:46) mendefinisikan bahwa hasil belajar merupakan
pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar.
Tujuan pendidikan bersifat ideal, sedangkan hasil belajar bersifat aktual. Hasil
belajar merupakan realisasi tercapainya tujuan pendidikan, sehingga hasil belajar
yang diukur sangat tergantung kepada tujuan pendidikannya.
Menurut Patta Bundu (2006: 17), hasil belajar adalah tingkat penguasaan
yang dicapai siswa dalam mengikuti program belajar mengajar. sesuai dengan
tujuan pendidikan yang ditetapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Aspek kognitif berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki siswa,
aspek afektif berkaitan dengan penguasaan nilai-nilai atau sikap yang dimiliki
siswa sebagai hasil belajar, sedangkan aspek psikomotorik yaitu berkaitan dengan
keterampilan-keterampilan motorik yang dimiliki oleh siswa.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:251) hasil belajar merupakan hal
yang dapat dipandang dari dua sisi :
1. Dari sisi siwa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang
lebih baik bila dibandingkan pada saat pra belajar.
2. Dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.
Dari beberapa pendapat di atas maka penulis menyimpulkan bahwa hasil
belajar merupakan perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap, dan
32
keterampilan yang merupakan hasil dari kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar. Dalam penelitian
ini hasil belajar yang diukur yaitu pengetahuan, sikap, keterampilan.
Menurut Gagne dalam Agus Suprijono (2009:5), hasil belajar berupa:
a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam
bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara
spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak
memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah, maupun penerapan
aturan.
b. Ketrampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan
lambang. Ketrampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi,
kemampuan analitis-sintesis, fakta-konsep, dan mengembangkan prinsip –
prinsip keilmuan. Ketrampilan intelektual merupakan kemampuan
melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.
c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan
kaidah dalam memecahkan masalah.
d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak
jasmani.
e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa menginternalisasi dan
eksternalisasi nilai – nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai –
nilai sebagai standar perilaku.
Menurut Nana Sudjana (2004:39) menyatakan bahwa hasil belajar yang
dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni:
1. Faktor dari dalam diri siswa itu, seperti kemampuan, motivasi belajar, minat
dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor
fisik dan psikis.
2. Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan.
33
Lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di
sekolah ialah kualitas pengajaran.
Fokus dalam penelitian ini adalah faktor yang datang dari luar diri siswa
ata faktor lingkungan yaitu metode mengajar, yaitu dengan menerapkan
pembelajaran team games tournament.
Caroll dalam Nana Sudjana (2004:40) berpendapat bahwa hasil belajar
yang dicapai siswa dipengaruhi oleh lima faktor, yakni:
a. Bakat pelajar
b. Waktu yang tersedia untuk belajar.
c. Waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran.
d. Kualitas pengajaran.
e. Kemampuan individu.
Hasil belajar dalam penelitian ini diukur dengan memberikan soal tes
kepada siswa. Tes digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa.
Bentuk tes yang dipakai untuk mengukur hasil belajar siswa adalah bentuk soal
uraian. Tes diberikan setelah tindakan siklus I, dan setelah tindakan siklus II.
2.1.5 Hubungan Pembelajaran Team Games Tournament terhadap
Keaktifan Belajar dan Hasil Belajar IPA
Pembelajaran team games tournament mengutamakan kerja sama dalam
menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan
dalam rangka mencapai tujuan pembelajarannnya. Pada penerapan pembelajaran
team games tournament diperoleh beberapa temuan bahwa team games
tournament dapat memupuk kerja sama siswa tim dalam menyelesaikan
permainan dan turnamen pembelajaran yang diberikan guru sehingga proses
pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias
mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat
siswa menjawab pertanyaan dan mengumpulkan skor untuk tim mereka.
Pembelajaran team games tournament, menugaskan siswa untuk bekerja sama di
dalam tim dalam mengumpulkan skor untuk tim mereka dalam turnamen
pembelajaran. Hal ini menimbulkan antusias dan semangat siswa dalam
34
menjawab pertanyaan. Adanya antusias dan semangat siswa merupakan daya
untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa sehingga mampu berbagi
pengetahuan belajar dengan yang lain.
Penerapan model team games tournament dapat membangkitkan
kerjasama di antara siswa serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan
sehingga keaktifan dan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPA
juga meningkat.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Rumiyatun Esri (2013), dalam skripsi yang berjudul “Penggunaan Model
Pembelajaran Team Game Tournament untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA
Pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Ngablak 04 Kabupaten Pati Semester 1/ 2012-
2013”. Hasil penelitiannya adalah terjadi peningkatan hasil belajar IPA.
Peningkatan hasil belajar siswa tampak pada kondisi awal dengan skor rata – rata
nilai siswa 65, siklus I dengan rata – rata nilai 70, dan siklus II dengan rata—rata
nilai 78. Peningkatan hasil belajar pada kondisi awal ke siklus I sebesar 71 % dan
dari siklus I ke siklus II 82%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan
pembelajaran team games tournament dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Anggita Megasari Nasution (2012), dalam skripsi yang berjudul “Upaya
Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Team Game Tournament (TGT) dengan Media Teka-Teki Silang (TTS) pada
Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di kelas IV A MI Sultan Agung
Yogyakarta”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan model team
games tournament dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5. Terbukti pada
keaktifan belajar siklus I persentase peningkatan keaktifan 63,34%. Pada siklus II
peningkatan keaktifan siswa meningkat menjadi 84,69 %.
Berdasarkan hasil – hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa
pembelajaran team games tournament dapat meningkatkan keaktifan dan hasil
belajar siswa. Dengan demikian penelitian tersebut mendukung penelitian ini.
Pada penelitian ini menekankan penerapan pembelajaran team games tournament
untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPA.
35
2.3 Kerangka Berpikir
Kegiatan belajar mengajar di SD N Kebondowo 01 lebih berpusat pada
guru, siswa cenderung pasif. Siswa merasa bosan sehingga respon siswa selama
pembelajaran ada yang hanya diam saja, bermain sendiri, mengobrol dengan
teman, dan mengantuk. Siswa hanya sebagai pendengar, kondisi seperti ini
mengakibatkan siswa merasa bosan dan enggan belajar IPA. Akibatnya hasil
belajar IPA tidak maksimal.
Dengan kondisi awal seperti ini kemudian peneliti melaksanakan
tindakan untuk mengatasinya. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam akan
berjalan dengan baik, apabila guru dapat menerapkan pembelajaran yang
melibatkan siswa secara aktif, salah satunya dengan pembelajaran team games
tournament. Dari tindakan yang dilaksanakan peneliti, diharapkan mencapai
kondisi akhir, yaitu hasil belajar dan keaktifan belajar IPA siswa kelas 5 SD N
Kebondowo 01 semester II tahun pelajaran 2014/2015 dapat meningkat. Melalui
pembelajaran team games tournament guru berperan sebagai fasilitator. Guru
berusaha agar semua siswa berpartisipasi dalam pembelajaran dan melakukan
eksplorasi pengetahuan dan pengalaman baru agar tujuan tercapai secara optimal.
Siswa merupakan subjek yang mencari dan menemukan sendiri jawaban dari
masalah yang dihadapi tanpa adanya tekanan dan takut salah. Dengan menerapkan
metode team games tournament diharapkan siswa terlibat aktif dalam proses
pembelajaran sehingga hasil belajar meningkat. Disamping itu, dengan
menerapkan pembelajaran team games tournament akan meningkatkan
pemahaman siswa karena siswa memperoleh banyak pengalaman dengan
berdiskusi bersama temannya dengan suasana yang menyenangkan.
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir yang telah dikemukakan, maka hipotesis
tindakan sebagai jawaban sementara dalam penelitian ini adalah:
1. Pembelajaran IPA dengan menerapkan pembelajaran team games
tournament diduga dapat meningkatkan keaktifan belajar IPA pada siswa
36
kelas 5 SD Negeri Kebondowo 01 Kecamatan Banyubiru Kabupaten
Semarang semester II tahun pelajaran 2014/2015.
2. Pembelajaran IPA dengan menerapkan pembelajaran team games
tournament diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas
5 SD Negeri Kebondowo 01 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang
semester II tahun pelajaran 2014/2015.
3. Penerapan pembelajaran team games tournament dapat meningkatkan
keaktifan belajar IPA dan hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD Negeri
Kebondowo 01 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang II tahun
pelajaran 2014/2015 dilakukan dengan tahapan penyajian kelas,
membentuk kelompok, melakukan permainan, turnamen pembelajaran,