-
12
BAB II
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Untuk masuk ke substansi adanya pergeseran pembagian waris
antara anak laki-
laki dan anak perempuan, maka dalam Bab II ini akan dipaparkan
mengenai
tinjauan pustaka, hasil penelitian dan analisis.
A. Tinjauan Pustaka
A.1 Hukum Waris
A.1.1 Pengertian Hukum Kewarisan Islam
Sistem hukum kewarisan Islam adalah sistem hukum kewarisan
yang diatur dalam Al-qur’an, Sunah/Hadis, dan ijtihad14
. Dalam Kompilasi
Hukum Islam, hukum waris diatur dalam Buku II Pasal 171 KHI
sampai
dengan Pasal 214 KHI. Pewarisan menurut sistem hukum kewarisan
Islam
adalah proses pemindahan harta peninggalan seseorang yang
telah
meninggal dunia, baik berupa hak-hak kebendaan maupun hak-hak
lainnya
kepada ahli warisnya yang dinyatakan berhak oleh hukum.
Menuruf Idris Djakfar hukum kewarisan Islam adalah
seperangkat
aturan-aturan hukum tentang perpindahan hak pemilikan harta
peninggalan pewaris, mengatur kedudukan ahli waris yang berhak
dan
berapa bagian-bagiannya masing-masing secara adil dan sempurna
sesuai
dengan ketentuan syariat15
. Muhammad Ali ash-Shabuni memberikan
makna Almirats (waris) menurut istilah, yaitu: “berpindahnya
hak
14
Ijtihad yaitu pemikiran sahabat atau ulama dalam menyelesaikan
kasus-kasus pembagian
warisan, yang belum atau tidak disepakati. Mardani, 2014, Hukum
Kewarisan Islam di Indonesia,
Ed.1. cet.1, Jakarta: Rajawali Pers, h.14 15
Syamsulbahri Salihima, Loc.cit, h.28
-
13
kepemilikan dari seseorang yang meninggal kepada ahli warisnya
yang
masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang),
atau tanah,
atau apa saja yang berupa hak milik secara syar’i16
. Sementara menurut
Prof. Muhammad Amin Suma, hukum kewarisan Islam yaitu hukum
yang
mengatur peralihan kepemilikan harta peninggalan (tirkah)
pewaris,
menetapkan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris,
menentukan
berapa bagian masing-masing ahli waris, dan mengatur kapan
pembagian
harta kekayaan pewaris dilaksanakan17
. Hukum kewarisan Islam adalah
hukum yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta
peninggalan (tirkah)18
pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak
menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing19
. Dari definisi
tersebut, ada beberapa aspek dalam hukum kewarisan yaitu20
:
a) Tentang pemindahan hak kepemilikan harta warisan pewaris.
Peralihan hak milik pewaris kepada para ahli warisnya
berlaku
secara ijbari (otomatis). Salah satu asas yang sangat prinsispil
dalam
hukum kewarisan Islam adalah asas ijbari (otomatis). Asas
ini
mengandung arti bahwa peralihan harta dari seorang yang
telah
meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan
sendirinya
tanpa bergantung kepada kehendak pewaris atau kehendak ahli
warisnya. Dengan demikian, begitu seorang dinyatakan
meninggal
16
Ibid 17
Muhammad Amin Suma, 2004, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam,
Jakarta:
Rajagrafindo Persada, h.108 18
Tirkah (harta peninggalan pewaris) yaitu harta yang ditinggalkan
oleh pewaris baik yang
berupa benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya. Lihat
Pasal 171 huruf d Kompilasi
Hukum Islam. 19
Pasal 171 huruf a Kompilasi Hukum Islam. 20
M. Anshari MK, 2013, Hukum Kewarisan Islam dalam Teori dan
Praktik, cet.1,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, h.1-7
-
14
dunia secara hukum, maka pada saat itu juga secara hukum
menganggap harta warisan pewaris terbuka dan beralih menjadi
hak
milik para ahli warisnya.
b) Siapa yang termasuk ahli waris. Ketentuan ini dijumpai
dalam
penjelasan Pasal 49 huruf b Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang Peradilan Agama sebagai perubahan pertama atas
Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 sebagai perubahan kedua.
Yang menyatakan :
“Yang dimaksud dengan “waris” adalah penentuan siapa
yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta
peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris,
dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut,
serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang
tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris,
penentuan bagian masing-masing ahli waris.”
c) Manyangkut masalah bagian perolehan masing-masing ahli
waris.
Di dalam Al-Qur’an surat an-Nisa [4]:11,12 dalan ayat 176
ditegaskan beberapa kelompok ahli waris yang memperoleh
bagian
½, 1/3, ¼, 1/6, dan 1/8, yang dikenal sebagai ahli waris
“dzawil
furudh”, yaitu ahli waris yang telah ditentukan besaran
bagiannya
secara tegas di dalam nash. Sementara ahli waris ashabah, yaitu
ahli
waris yang mengambil sisa bagi harta warisan.
Pengertian hukum kewarisan Islam yang dikemukakan oleh pakar
hukum tersebut, pada dasarnya bahwa hukum kewarisan Islam
berkaitan
dengan berakhirnya harta kekayaan seseorang pada saat meninggal
dunia
kepada ahli warisnya secara ijbari (otomatis). Sehingga dapat
dipahami
-
15
bahwa menurut hukum kewarisan Islam, pewarisan dapat terjadi
setelah
pewaris meninggal dunia, maka peralihan harta kekayaan kepada
ahli
waris pada saat pewaris masih hidup tidak dipandang sebagai
pewarisan.
Jadi disebut pewarisan setelah meninggalnya seseorang, maka
kekayaannya terlepas darinya dan akan segera berpindah menjadi
milik
ahli waris yang ditinggalkan dan dinyatakan berhak menurut
ketentuan
hukum Islam21
.
A.1.2 Dasar Hukum Kewarisan Islam
Hukum kewarisan Islam sumber utamanya adalah Al-Qur’an, yang
mengatur secara tegas maupun tersirat. Beberapa ayat Al-Qur’an
yang
menjelaskan mengenai pelaksanaan hukum kewarisan Islam22
, yaitu:
a) Al-Qur’an Surat an-Nisā’ (4):7 yang menyatakan:
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan
kedua orangtua dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada
hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orangtua
dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian
yang telah ditetapkan”.
b) Al-Qur’an Surat an-Nisā’ (4):11 yang menyatakan:
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka
untuk) anakanakmu, yaitu: bagian seorang anak lelaki
sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika
anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika anak
perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh
setengah. Untuk kedua orang ibu-bapa, bagian masing-
masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika
yang meninggal itu mempunyai anak. Jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-
bapanya (saja), maka ibu mendapat sepertiga. Jika yang
meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya
mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di
21
Syamsulbahri Salihima, Loc.cit, h.28-29 22
Ibid, h.30-24
-
16
atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan)
sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan
anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara
mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah
ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
c) Al-Qur’an Surat an-Nisā’ (4):12 menyatakan:
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak
mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak,
maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka
buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri
memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika
kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak,
maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat
atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika
seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang
tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak,
tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja)
atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi
masingmasing dari kedua jenis saudara itu seperenam
harta. tetapi jika saudara-saudaraseibu itu lebih dari
seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu,
sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau
sesudahdibayar hutangnya dengan tidak memberi
mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang
demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah,
Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.”
Selain Al-Qur’an, sumber lain dari hukum kewarian Islam
adalah
Hadis, seperti Hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas
r.a yang
menyebutkan: “Rasulullah SAW bersabda: bagikan harta warisan
kepada
ahli waris (yang berhak, dzawil furuudh), sedang sisanya untuk
saudara
laki-laki yang terdekat (ashabah). Selain itu Hadis riwayat
Bukhari dan
Muslim dari Ibnu Abbas r.a yang menyebutkan: “Rasulullah SAW
bersabda: bagikan harta warisan kepada ahi waris (dzawil
furuudh) sesuai
-
17
dengan ketetapan Kitabullah, sedang sisanya keada keluarga
laki-laki yang
terdekat (ashabah).
Dikarenakan Islam adalah kelompok mayoritas di Indonesia,
maka
diperlukan hukum yang jelas sehingga dapat dilaksanakan dengan
baik
oleh masyarakat maupun penegak hukum yang beragama Islam. Maka
dari
itu, muncullah dasar Kompilasi Hukum Islam untuk
menjembatani
penerapan hukum Islam di Indonesia karena dengan kemunculannya
dapat
menengahi berbagai pendapat di kalangan para hakim Pengadilan
Agama
karena hingga saat ini Kompilasi Hukum Islam menjadi rujukan
yang tepat
bagi para hakim dan pencari keadilan dalam menyelesaikan
permasalahan
tentang kewarisan Islam yang dimuat dalam Pasal 171 sampai
dengan
Pasal 214 Inpres Nomor 1 Tahun 199123
.
A.1.3 Syarat-syarat dalam Kewarisan Islam
Sistem Hukum kewarisan Islam pada persoalan terhadap ahli
waris
untuk berhak menerima warisan, maka harus memiliki tiga syarat,
syarat-
syarat tersebut antara lain24
:
a) Pewaris
Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau
dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama
Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan25
. Suatu hal
yang sangat esensial dalam masalah kewarisan adalah adanya
23
Lihat KompilasiHukum Islam pada Buku II tentang Hukum Kewarisan
24
M. Anshari MK, Loc cit, h.7-12 25
Pasal 171 huruf b Kompilasi Hukum Islam
-
18
orang yang meninggal dunia. Kematian pewaris dapat dibedakan
ke dalam tiga kategori, yaitu26
:
(1) Mati hakiki
Mati hakiki ialah hilangnya nyawa seseorang, baik kematian
itu
disaksikan dengan pengujian, atau dengan pendeteksian dan
pembuktian, yakni kesaksian dua orang yang adil atau lebih
atas kematian seseorang, seperti seorang sakit yang
disaksikan
oleh Dokter beserta keluarganya.
(2) Mati hukmi atau mati menurut putusan hakim
Mati hukmi ialah suatu kematian yang disebabkan oleh suatu
keputusan hakim, seperti jika seorang hakim memvonis
kematian si mafqudi (hilang) yakni orang yang tidak
diketahui
kabar beritanya, tidak diketahui kabar domisilinya, dan
tidak
pula diketahui hidup atau matinya. Status orang seperti ini
jika
telah melewati batas waktu yang telah ditentukan untuk
pencariannya, sehingga berdasarkan atas sangkaan yang kuat,
dapat dikategorikan sebagai orang yang telah mati (secara
yuridis).
(3) Mati taqdiri atau mati menurut perkiraan.
Mati taqdiri ialah suatu kematian yang berdasarkan atas
dugaan
sangat kuat. Seperti ikut ke medan perang, atau tujuan lain
yang
secara lahiriyah mengancam dirinya.
26
Syamsulbahri Salihima, Loc.cit, h.54-55
-
19
Dengan demikian, pewarisan baru muncul manakala ada orang
meninggal dunia, tanpa ada yang meninggal dunia maka tidak
akan
ada pembicaraan mengenai waris.
b) Ahli waris
Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia
mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan
pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum
untuk
menjadi ahli waris27
. Terhalangnya seseorang untuk menjadi ahli
waris dapat disebabkan, antara lain28
:
(1) Perbudakan. Seorang budak dipandang tidak cakap
menguasai
harta benda, status keluarga terhadap kerabat-kerabatnya
sudah
putus karena ia menjadi keluarga asing (Alquran Surat An-
Nahl ayat 5)
(2) Karena Pembunuhan. Abu Hurairah meriwayatkan sabda
Rasullulah saw bahwa orang yang membunuh tidak dapat
mewaris dari pewaris yang dibunuh. (HR. Tirmizi dan Ibnu
Majah).
(3) Berlainan agama. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah
dalam Surat Al-Baqarah ayat 221, bahwa laki-laki muslim
dilarang menikahi wanita musrik, demikian sebaliknya wanita
muslim dilarang menikahi laki-laki musrik.
(4) Murtad. Berdasarkan hadis Rasullulah riwayat Abu Bardah,
menceritakan bahwa saya telah diutus oleh Rasullulah saw.
27
Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam 28
H. M. Idris Ramulyo, 2004, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam
dengan Kewarisan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Ed.revisi, cet.1, Jakarta:
Sinar Grafika, h.88
-
20
kepada seorang laki-laki yang kawin dengan istri bapaknya,
Rasullulah saw. menyuruh supaya dibunuh laki-laki tersebut
dan membagi hartanya sebagai harta rampasan karena ia
murtad.
(5) Karena hilang tanpa berita. Seseorang yang hilang tanpa
berita
dan tidak diketahui di mana alamat dan tempat tinggalnya
selama 4 tahun atau lebih maka orang tersebut diangap mati
dengan hukum mati hukmi yang sendirinya tidak dapat
mewaris dan pernyataan mati dengan putusan hakim.
c) Harta peninggalan
Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh
pewaris baik yang berupa benda yang menjadi miliknya maupun
hak-haknya29
. Istilah harta peninggalan lebih berorientasi kepada
harta benda yang dimiliki seseorang semasa hidupnya yang
masih
tergabung dan belum terpisah antara harta bawaan pewaris dan
harta bersama dengan pasangan hidup terlama, utang-utang
keluarga, wasiat, dan biaya-biaya yang harus dikeluarkan
untuk
keperluan tajhiz.
A.2 Putusan Hakim
Hakim adalah salah satu predikat yang melekat pada seseorang
yang memiliki pekerjaan dengan spesifikasi khusus dalam bidang
hukum
dan peradilan sehingga banyak bersinggungan dengan masalah
mengenai
kebebasan dan keadilan secara legal dalam konteks putusan atas
perkara
29
Pasal 171 huruf d Kompilasi Hukum Islam
-
21
yang dibuat. Hakim adalah hakim pada pengadilan agama dan hakim
pada
pengadilan tinggi agama30
. Pengertian hakim di Indonesia kemudian diatur
lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman yakni dalam Pasal 1 angka 5 yang
menyatakan:
Hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim
pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan
khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.
Dalam melaksanakan proses mengadili, seorang hakim tetap
harus
memperhatikan tiga asas peradilan yaitu sederhana, cepat,
dan
biayaringan. Disebut dengan “sederhana” adalah bahwa pemeriksaan
dan
penyelesaian perkara dilakukan dengan cara efesien dan efektif.
Disebut
dengan “biaya ringan” adalah bahwa biaya perkara yang dapat
dijangkau
oleh masyarakat. Namun demikian, asas sederhana, cepat, dan
biaya
ringan dalam pemeriksaan dan penyelesaian perkara di pengadilan
tidak
mengesampingkan ketelitian dan kecermatan dalam mencari
kebenaran
dan keadilan31
.
Dalam Undang-Undang tersebut, secara normatif disebutkan tugas
Hakim
antara lain :
a) Mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan
orang.
30
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang
perubahan kedua atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama 31
Penjelasan Pasal 2 ayat 4 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan
Kehakiman
-
22
b) Membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala
hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan
yang
sederhana, cepat dan biaya ringan.
c) Menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan
rasakeadilan yang hidup dalam masyarakat.
d) Tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus
suatu perkarayang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak
ada
atau kurang jelas, melainkanwajib untuk memeriksa dan
mengadilinya.
e) Memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat masalah
hukum
kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan apabila
diminta.
Sebagai bentuk akhir dari proses mengadili, Hakim kemudian
mengeluarkan produk hukum yang disebut putusan.Putusan Hakim
berisi
pertimbangan Hakim. Pertimbangan dalam putusan perdata dibagi 2,
yaitu
tentang duduk perkara atau peristiwanya dan pertimbangan
tentang
hukumnya. Apa yang dimuat dalam bagian pertimbangan Hakim
dari
putusan tidak lain adalah alasan-alasan Hakim sebagai
pertanggungjawaban kepada masyarakat mengapa ia sampai
mengambil
putusan demikian, sehingga oleh karenanya mempunyai nilai
objektif32
.
Pertimbangan Hakim didasarkan pada proses pemeriksaan fakta
dan
bukti yang dihadirkan dalam persidangan. Seorang Hakim apabila
ingin
menjatuhkan putusan yang baik dalam memberikan
pertimbangannya
32
Sudikno Mertokusumo, 2013, Hukum Acara Perdata Indonesia,
Yogyakarta: Cahaya
Atma Pusaka, h.232
-
23
harus berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang terungkap
dalam
persidangan dan juga harus sesuai dengan ketentuan undang-undang
yang
berlaku tanpa terkena pengaruh atau intervensi dari pihak-pihak
luar. Hal
ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 62 ayat (1)
Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Pasal 50 ayat
(1)
Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman,
yaitu:
“Segala penetapan dan putusan Pengadilan, selain harus
memuat alasan-alasan dan dasar-dasarnya juga harus
memuat pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan
yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang
dijadikan dasar untuk mengadili”
Pertimbangan Hakim merupakan salah satu aspek terpenting
dalam
menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang
mengandung
keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum,
di
samping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang
bersangkutan
sehingga pertimbangan Hakim ini harus disikapi dengan teliti,
baik, dan
cermat. Apabila pertimbangan hakim tidak teliti, baik, dan
cermat, maka
putusan hakim yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut
akan
dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung33
.
Selain itu, pada hakikatnya pertimbangan Hakim hendaknya
juga
memuat tentang hal-hal sebagai berikut34
:
33
Mukti Arto, 2004, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama,
cet V, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, h.140 34
Ibid, h.141
-
24
a) Pokok persoalan dan hal-hal yang diakui atau dalil-dalil yang
tidak
disangkal.
b) Adanya analisis secara yuridis terhadap putusan segala
aspek
menyangkut semua fakta/hal-hal yang terbukti dalam
persidangan.
c) Adanya semua bagian dari petitum Penggugat harus
dipertimbangkan/diadili secara satu demi satu sehingga hakim
dapat menarik kesimpulan tentang terbukti/tidaknya dan dapat
dikabulkan/tidaknya tuntutan tersebut dalam amar putusan.
Dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 dikatakan “Kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”. Kekuasaan
kehakiman
yang merdeka adalah kekuasaan yang bebas dari pengaruh pihak
manapun
dalam mengadili dan menegakkan hukum35
. Hakim memiliki kebebasan
untuk memberikan pertimbangan dan menjatuhkan suatu putusan
pengadilan sesuai dengan kewenangannya. Kebebasan Hakim
dalam
memberikan pertimbangan dan menjatuhkan putusan terdapat dalam
Pasal
3 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa dalam menjalankan
tugas
dan fungsinya, hakim wajib menjaga kemandirian peradilan dan
segala
campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar
kekuasaan
kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud
dalam
UUD RI Tahun 1945. Secara kontekstual ada tiga esensi yang
terkandung
35
Rimdan, 2012, Kekuasaan Kehakiman Pasca Amandemen Konstitusi,
Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, h. 34
-
25
dalam kebebasan hakim dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman
yaitu36
:
a) Hakim hanya tunduk pada hukum dan keadilan.
b) Tidak seorangpun termasuk pemerintah dapat mempengaruhi
atau
mengarahkan putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim.
c) Tidak ada konsekuensi terhadap pribadi hakim dalam
menjalankan
tugas dan fungsi yudisialnya.
Akan tetapi, kebebasan dalam konsep kekuasaan Hakim bukanlah
suatu kebebasan mutlak. Kebebasan disini adalah kebebasan
yang
bertanggung jawab dan tidak boleh melanggar dan merugikan
kebebasan
orang lain. Kebebasan seorang Hakim terbagi dalam dua jenis
yaitu
kebebasan eksistensial hakim dan kebebasan sosial hakim.
Kebebasan
eksistensial adalah kebebasan hakiki yang dimiliki oleh setiap
manusia
tanpa melihat predikat yang melekat padanya.Pada profesi
hakim
kebebasan eksistensial menegaskan bahwa seorang hakim harus
mampu
menentukan dirinya sendiri dalam membuat putusan
pengadilan37
.
Sementara itu menurut Magnis Suseno, kebebasan sosial merupakan
ruang
gerak bagi kebebasan eksistensial. Kebebasan yang diberikan
oleh
lingkungan sosial merupakan batas kemungkinan untuk menemukan
diri
sendiri 38
.
36
Ahmad Rifai, 2010,Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Persfektif
Hukum Progresif
,Jakarta: Sinar Grafika, h.104 37
H. Ahmad Kamil, 2012, Filsafat Kebebasan Hakim, Jakarta: Kencana
Prenada Media
Group, h.170 38
Ibid., h.171
-
26
Pada dasarnya, terdapat beberapa teori pendekatan yang
digunakan
oleh hakim di dalam pertimbangannya, yaitu:39
a) Teori Keseimbangan
Teori keseimbangan adalah keseimbangan antara syarat-syarat
yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan
pihak-pihak
yang bersangkutan dan berkaitan dengan perkara, yaitu antara
lain
seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan
masyarakat,
kepentingan terdakwa dan kepentingan korban.
b) Teori Pendekatan Intuisi
Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi, dalam
menjatuhkan putusan hakim menyesuaikan dengan keadaan dan
pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim
akan
melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam
perkara pidana.
c) Teori Pendekatan Keilmuan
Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses
penjatuhan
pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh
kehati-hatian
khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu
dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim.
Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa
dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata -mata
atas
dasar intuisi atau insting semata, tetapi harus dilengkapi
dengan
39
Ahmad Rifai, 2011, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif
Hukum Progresif,
Jakarta: Sinar Grafika, h.105-112
-
27
ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam
menghadapi suatu perkara yang harus di putusnya.
d) Teori Pendekatan Pengalaman
Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat
membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang di
hadapinya setiap hari, dengan pengalaman yang dimilikinya,
seorang hakim dapat mengetahui bagai mana dampak dari
putusan
yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang berkaitan
dengan
pelaku, korban, maupun masyarakat.
e) Teori Ratio Decidendi
Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar,
yang
mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok
perkara yang disengketakan, kemudian mencari peraturan
perundang-undangan yang lebih relevan dengan pokok perkara
yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan
putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada
motivasi
yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan.
B. Hasil Penelitian
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pergeseran dari
pembagian
warisan antara anak laki-laki dengan anak perempuan dari 2:1
menjadi 1:1,
dalam tulisan ini dikemukakan 4 contoh kasus putusan Hakim dalam
membuat
putusan atas pembagian harta warisan untuk anak perempuan dan
anak laki-
laki. Deskripsinya sebagai berikut :
-
28
B.1 Putusan Nomor: 338/PDT.G/1998/PA.UPG
Pengadilan Agama Kelas IA Ujungpandang yang memeriksa dan
mengadili perkara perdata telah memutus perkara antara Sutini
Supardjo,
Suhardi Supardjo, Susanto Supardjo yang berkedudukan sebagai
Penggugat melawan Herry Supardjo, Sutina Supardjo, Ferry
Supardjo,
Astuti Supardjo, dan Ismady Supardjo, yang berkedudukan
sebagai
Tergugat.
Duduk Perkara :
a) Bahwa Supardjo, BBA telah meninggal dunia pada 18
November
1973 dan istrinya Ny. Nelly Supardjo meninggal dunia pada 11
Maret
1998 dengan meninggalkan anak sebagai ahli waris, yakni
Herry
Supardjo, Sutini Supardjo, Sutina Supardjo, Suhardi
Supardjo,
Susanto Supardjo, Astuti Supardjo, Perry Supardjo, dan
Ismady
Supardjo.
b) Bahwa Supardjo dan istrinya semasa hidupnya telah mendirikan
usaha
rumah makan Ayam Goreng Sulawesi dan dari hasil usahanya
telah
membeli barang bergerak dan tidak bergerak yang telah
dikuasai
anak-anaknya, berupa :
(1) Ruko di Jln. Sulawesi No.25 Ujungpandang
(2) Rumah di Jln. Sulawesi Lorong 198 No.21 Ujungpandang
(3) Ruko di Jln. Nusantara No.334 Ujungpandang
(4) Rumah di Jln. Tinumbu Lorong 132/5
(5) Rumah di Jln. Maccini Raya No.177 Ujungpandang
-
29
(6) Ruko di Jln. Sultan Hasanuddin No.17/Ince Nurdin No.2
Ujungpandang
(7) Tanah dan rumahnya di Jln. Bawakaraeng NO. 127 A
(8) Rumah dan tanahnya di Jln. Kakatua II Ujungpandang
(9) Satu unit mobil Kijang DD. 191 5 FA
(10) Satu unit mobil Chevrolet DD.2901 RA, dan DD.2833 DA
(11) Satu unit mobil Kijang Pick Up DD.1462 TA
(12) Satu unit mobil Hiace Pick Up DD.250 TA
(13) Harta lain yang tersimpan dalam brangkas di Jln.
Nusantara
No.334 Ujungpandang
(14) Perusahaan PT Ayam Goreng Sulawesi yang terdapat di
Jln.
Sulawesi No.285 Ujungpandang dan di Jln. Sultan Hasanuddin
No.17/Ince Nurdin No.2 Ujungpandang dengan saham berjumlah
1000 lembar dengan nilai nominal Rp.1.000.000 per lembar
beserta seperangkat peralatan perusahaan.
c) Bahwa menurut syariah bagian anak laki-laki dua kali bagian
anak
perempuan (Surat an-Nisaa’ ayat 12) sehingga karena ahli
waris
terdiri 5 anak laki-laki dan 3 anak perempuan maka
pemecahannya
dengan asal masalahnya menjadi 13
d) Bahwa Penggugat telah berusaha supaya harta peninggalan
dikumpulkan kemudian dibagi kepada ahli waris sesuai
bagiannya
masing-masing dan apabila tidak dapat dibagi maka akan dijual
lelang
dan hasilnya dibagi kepada ahli waris
-
30
e) Bahwa untuk menghindari pemindahtanganan objek maka
diletakkan
sita jaminan atas objek tersebut
Isi gugatan:
Dengan alasan-alasan yang telah diajukan, maka Penggugat
mohon
pada Majelis Hakim untuk memeriksa perkara ini dan
memutuskan
sebagai berikut :
a) Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya
b) Menyatakan sita jaminan atas semua barang objek sengketa
dalam
perkara ini sah dan berharga
c) Menyatakan menurut hukum bahwa barang-barang yang menjadi
objek sengketa adalah harta warisan yang belum terbagi
d) Menyatakan ahli waris Supardjo, BBA dan Ny. Nelly
Supardjo
berhak atas objek warisan dan usaha PT Ayam Goreng Sulawesi
adalah milik bersama dan hasilnya dibagi seimbang antara ahli
waris
e) Menghukum tergugat untuk menyerahkan semua harta warisan
bersama Penggugat untuk dilakukan pembagian dan apabila
tidak
diserahkan akan dilakukan pelelangan melalui Kantor Lelang
Negara
dan hasilnya dibagikan kepada ahli waris
f) Menyatakan Perusahaan Ayam Goreng di Jl. Sulawesi dan Jln.
Sultan
Hasanuddin dihentikan sementara usahanya sampai putusan ini
berkekuatan hukum tetap
g) Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara
Pertimbangan hakim
-
31
a) Ketentuan Pasal 176 KHI bersumber dari ayat lidzakari
mitslu
hadhdhil untsayaini
b) Pasal 176 KHI tidak final bila dikaitkan dengan Pasal 229 KHI
yang
mewajibkan hakim untuk memperhatikan nilai hukum yang hidup
dalam masyarakat sehingga putusannya sesuai rasa keadilan
c) Hasil penelitian Litbang Makassar di Sulawesi Selatan
tentang
kesadaran hukum masyarakat terhadap hukum kewarisan
menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat akan hukum
kewarisan Islam sangat tinggi terutama dalam perbandingan
bagian
antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Tetapi ketika
hendak
membagi warisan di luar pengadilan, mereka memilih membagi
rata,
yakni 1 bagian untuk anak laki-laki dan 1 bagian untuk anak
perempuan.
d) Kesadaran hukum yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat
Islam
di Sulawesi Selatan yang sama rata tidak bersesuaian dengan
Pasal
176 KHI bersumber dari ayat lidzakari mitslu hadhdhil
untsayaini
e) Perbandingan warisan 2:1 dapat dikesampingkan dengan Pasal
183
KHI
f) Pasal 176 KHI tergolong dhanniyut tanfiedz atau bersifat
fakultatif
g) Keadaan masyarakat Arab ketika Al-Qur’an turun masih
mengenal
perbudakan namun semangat Al-Qur’an berupaya menghapus
penindasan dalam masyarakat
Putusan Hakim
a) Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian
-
32
b) Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang diletakkan
tanggal
14,15,16 Desember 1998 kecuali objek sengketa di Jln.
Sawerigading
No.7 Ujungpandang
c) Menetapkan masing-masing ahi waris mendapatkan 1/8 bagian
d) Perusahaan PT Ayam Goreng Sulawesi yang terdapat di Jln.
Sulawesi
No.285 Ujungpandang dan di Jln. Sultan Hasanuddin No.17/Ince
Nurdin No.2 Ujungpandang berikut saham dan kewajiban
perusahaan
dibagi kepada ahli waris
e) Menyatakan tidak menerima untuk selain dan selebihnya
f) Membebankan biaya perkara kepada kedua belah pihak sebesar
Rp.
4.718.500
B.2 Putusan nomor: 97/Pdt.G/2002/PA Pkj.
Pengadilan Agama Kelas Pangkajene yang memeriksa dan
mengadili perkara perdata telah memutus perkara antara Tahir
Sahude,
sebagai Penggugat melawan Hamima, Bahria dan Mina yang
berkedudukan sebagai Tergugat.
Duduk Perkara :
a) Lelaki Sahude yang menikah dengan perempuan Bonga telah
dikarunia 3 orang anak, yakni Hamima (Perempuan), Sitti
Abeng
(Perempuan, meninggal tahun 1999 tanpa meninggalkan ahli
waris),
dan Tahir (laki-laki)
b) Sahude meninggal tahun 1962 dan Bonga meninggal tahun
1982,
meninggalkan harta warisan yang belum terbagi, berupa :
-
33
(1) Tanah perumahan yang terletak di Pitue, Desa Pitue,
Keamatan
Ma’rang, Kabupaten Pangkep seluas 0,06 Ha dengan kohir nomor
816 CI persil nomor 49 D II dengan batas Utara: tanah H. Dg.
Bani; batas Timur: tanah Pammula/Lewa; batas Barat: tanah
Kareda; batas Selatan: tanah Sitti/Sainuddin
(2) Empang yang dikenal dengan nama Lapejje terletak di
Pitue,
Desa Pitue, Keamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep seluas 0,18
Hadengan kohir nomor 816 persil nomor 5 D dengan batas
Utara:
tanah/empang Naping; batas Timur: tanah/empang Lewa; batas
Barat: tanah/empang Naping; batas Selatan: tanah/empang
Jeppu
(3) Empang terletak di Pitue, Desa Pitue, Keamatan Ma’rang,
Kabupaten Pangkep seluas 0,06 Hadengan kohir nomor 816
persil
nomor 5 D dengan batas Utara: tanah/empang Pajji; batas
Timur:
tanah/empang Cenra; batas Barat: tanah/empang Sarialan;
batas
Selatan: tanah/empang Naping
(4) Empang yang dikenal dengan nama Abbekae terletak di
Pitue,
Desa Pitue, Keamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep seluas 0,06
Hadengan kohir nomor 816 persil nomor 5 D dengan batas
Utara:
tanah/empang Naping; batas Timur: sungai; batas Barat:
sungai;
batas Selatan: sungai
(5) Empang yang dikenal dengan nama Karanjeng terletak di
Pitue,
Desa Pitue, Keamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep seluas 0,47
Hadengan kohir nomor 816 persil nomor 44 S III dengan batas
Utara: tanah/empang Musu; batas Timur: tanah/empang Maintang
-
34
Bahar; batas Barat: tanah/empang H. Dg. Nassa; batas
Selatan:
tanah/empang H. Dg. Nassa
(6) Empang yang dikenal dengan nama Tuli-Tulie terletak di
Pitue,
Desa Pitue, Keamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep seluas 0,36
Hadengan kohir nomor 1177 persil nomor 44 S III dengan batas
Utara: tanah/empang H. Dg. Nassa; batas Timur: tanah/empang
Maintang Bahar; batas Barat: tanah/empang H. Dg. Nassa;
batas
Selatan: tanah/empang H. Dg. Nassa
(7) Empang yang dikenal dengan nama Sokoe terletak di Pitue,
Desa
Pitue, Keamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep seluas 0,50
Hadengan kohir nomor 1176 CI persil nomor 42 S III dengan
batas Utara: tanah/empang H. Dg. Nassa; batas Timur:
tanah/empang Suddin; batas Barat: tanah/empang H. Beddu;
batas
Selatan: tanah/empang H. Juma
(8) Empang yang dikenal dengan nama Cabu-Cabue terletak di
Pitue,
Desa Pitue, Keamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep seluas 0,10
Hadengan kohir nomor 1257 persil nomor 90 DI dengan batas
Utara: sungai; batas Timur: tanah/empang Colli; batas Barat:
tanah/empang sungai; batas Selatan: tanah/empang sungai
(9) Empang yang dikenal dengan nama Lawarangnge terletak di
Pitue, Desa Pitue, Keamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep
dengan batas Utara: tanah/empang H. Suyuti; batas Timur:
tanah/empang Baco Lolo; batas Barat: H. Ma’wana; batas
Selatan: sungai
-
35
(10) Empang yang dikenal dengan nama Tuli-Tulie terletak di
Pitue,
Desa Pitue, Keamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep seluas 0,19
Ha dengan kohir nomor 816 CI persil nomor 95 D dengan batas
Utara: sungai; batas Timur: sungai; batas Barat: H.
Kamaruddin;
batas Selatan: sungai
(11) Empang yang dikenal dengan nama Tuli-Tulie terletak di
Pitue,
Desa Pitue, Keamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep seluas 0,19
Ha dengan kohir nomor 816 CI persil nomor 95 D dengan batas
Utara: H. Timang; batas Timur: saluran air; batas Barat: Dg.
Tahan; batas Selatan: Teni
c) Keseluruhan harta peninggalan alm. Sahude belum terbagi
kepada ahli
waris, yaitu Tahir Sahude dan Hamima
d) Penggugat meninggalkan Pangkep untuk merantau ke Surabaya
dan
Kalimantan tahun 1961 sebelum orang tua laki-laki meninggal
dunia
dan tahun 2002 kembali ke Pangkep dengan maksud membicarakan
pembagian harta warisan
e) Keseluruhan harta peninggalan alm.Sahude dikuasai dan
ditempati
oleh Tergugat I bersama kedua anaknya, yaitu Tergugat II dan
Tergugat III dan memberikan keterangan palsu bahwa
seolah-olah
Penggugat telah meninggal dunia sehingga Tergugat berhasil
menerbitkan surat kepemilikan tanah peninggalan alm. Sahude
f) Keseluruhan harta peninggalan alm. Shude yang menjadi
objek
sengketa belum terbagi kepada ahli waris yang berhak, yaitu
-
36
Penggugat dan Tergugat I, maka surat yang diterbitkan
Tergugat
I,II,III atas tanah obyek sengketa tidak sah dan tidak
mengikat
g) Penggugat telah berusaha menghubungi Tergugat supaya
harta
peninggalan dibagi sesuai hukum Islam tetapi hasilnya
sia-sia
meskipun telah dilakukan perdamaian di hadapan Camat Ma’rang
h) Untuk menjamin gugatan Penggugat tidak sia-sia, Pemohon
meminta
untuk dilakukan sita jaminan atas objek yang menjadi
sengketa
Isi Gugatan
Dengan alasan-alasan yang telah diajukan, maka Penggugat mohon
pada
Majelis Hakim untuk memeriksa perkara ini dan memutuskan
sebagai
berikut :
a) Menerima gugatan Penggugat seluruhnya
b) Menyatakan sita jaminan yang diletakkan Jurusita PA Pangkep
atas
tanah darat, sawah, dan empang objek sengketa adalah sah dan
berharga
c) Menetapkan Penggugat dan Tergugat I adalah ahli waris sah
dari alm.
Sahude
d) Menyatakan tanah darat, sawah dan empang yang menjadi
objek
sengketa adalah harta peninggalan yang belum terbagi kepada
ahli
warisnya
e) Menetapkan bagian masing-masing ahli waris sesuai hukum
waris
yang berlaku
f) Menghukum Tergugat I,II,III untuk menyerahkan sebagian
harta
kepada Pengugat sesuai bagian yang ditetapkan menurut hukum
Islam
-
37
g) Menyatakan putusan dalam perkara ini dapat dijalankan lebih
dulu
meskipun ada verzet, banding dan kasasi
h) Menghukum Tergugat I,II,III secara tanggung renteng
membayar
segala biaya yang timbul dari perkara ini
Pertimbangan Hakim
a) Dari aspek yuridis formal, kedudukan laki-laki dan perempuan
dalam
hukum adalah sama. Segala bidang kehidupan modern telah
mempersamakan nilai transendental-kemanusiaan antara lelaki
dan
perempuan yang bebas bersaing, saling membantu dan berjuang
membangun potensi diri dalam kehidupan sosial dan ekonomi
b) Dari aspek hak dan kewajiban, penerimaan waris merupakan
hak
sehingga tidak mutlak 2:1 sebab ahi waris dapat bersepakat
sesuai
Pasal 183 KHI serta hakim dapat menentukan besaran bagian
ahli
waris
c) Dari aspek historis, pembagian 2:1 merupakan contoh pembagian
dan
bukan prinsip sebab yang prinsip adalah wanita sebagai ahi
waris.
Ketika ayat kewarisan turun, masyarakat Madinah masih
mempertahankan tradisi yang mana hanya laki-laki yang berhak
mewaris namun saat Islam datang wanita ditempatkan sebagai
ahli
waris.
d) Dari aspek sosiologis, penggugat telah pergi selama 41 tahun
tanpa
ada kabar sehingga patut diduga penggugat tidak memiliki
nilai
prestasi terhadap pewaris. Adapun tergugat tetap tinggal
bersama
pewaris da mengambil peran sentral dalam memelihara dan
mengurus
-
38
pewaris termasuk harta peninggalan yang tidak
dipindahtangankan
selama 41 tahun.
Putusan Hakim
a) Menyatakan gugatan Penggugat sebagian
b) Menyatakan ahli waris Sahude dan Bonga adalah Tahir Sahude
bin
Sahude dan Hamima binti Sahude
c) Menyatakan harta warisan Sahude dan Bonga adalah Tanah
perumahan yang terletak di Pitue, Desa Pitue, Keamatan
Ma’rang,
Kabupaten Pangkep; empang yang bergelar Lapejje, empang yang
bergelar Abbinege, empang yang bergelar Abbekae, empang yang
bergear Karanjeng, empang yang bergelar Tuki-Tulie, empang
yang
bergelar Sekoe, empang yang bergelar Cabu-Cabue, empang yang
bergelar Lawarengnge, sawah yang bergelar Lacappa
d) Menetapkan bagian masing-masing ahli waris 1:1, yaitu Tahir
Sahue
½ bagian dan Hamima ½ bagian
e) Menghukum Tergugat untuk menyerahkan bagian harta warisan
sesuai bagian masing-masing
f) Menyatakan sertifikat No.00244 tanggal 5 Maret 1999 atas nama
Sitti
Aminah, Sertifikat No.00184 tangal 5 Maret 1999 atas nama
Sitti
Ainah, Sertifikat No.00179 tanggal 5 Maret 1999 atas nama
Baharia,
tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat
g) Menghukum Tergugat membayar biaya perkara Rp. 475.000,00
h) Menolak selebihnya
-
39
B.3 Putusan nomor: 92/Pdt.G/2009/PA.MDN.
Pengadilan Agama Medan yang memeriksa dan mengadili perkara
perdata telah memutus perkara antara H. Amir Syaifuddin Lubis.,
BBA.
bin H. Muhammad Yusuf Lubis, Asliyah Lubis, Kaharuddin
Lubis,
Zulkarnain Lubis, Siti Maryam Lubis, Rabiah Lubis, Asnah br
Lubis binti
Zainuddin Lubis, Chairani br Lubis binti Zainuddin Lubis,
dan
Muhammad Zaini Lubis bin Zainuddin Lubis (Penggugat) melawan
Yusmawati Lubis, Baharuddin Lubis, Nurhayati Lubis
(Tergugat).
Duduk Perkara :
a) Penggugat Asliyah Lubis, Kaharuddin Lubis, Zulkarnain
Lubis,
Siti Maryam Lubis, Rabiah Lubis dan Tergugat Yusmawati
Lubis,
Baharuddin Lubis, Nurhayati Lubis adalah anak kandung alm.
H.
Muhammad Yusuf Lubis dengan Hj. Siti Rodiah Lubis. Penggugat
Asnah br Lubis binti Zainuddin Lubis dalah istri alm.
Zainuddin
Lubis. Penggugat Chairani br Lubis, dan Muhammad Zaini Lubis
adalah anak dari Asbah br Lubis dengan alm. Zainuddin Lubis.
b) H. Muhammad Yusuf Lubis meninggal pada 29 April 2005 di
Medan karena sakit dan alm. Hj. Siti Rodiah Lubis meninggal
di
Medan karena sakit dan dikebumikan pada 16 Oktober 1997.
c) Selama perkawinan H. Muhammad Yusuf Lubis dengan Hj. Siti
Rodiah Lubis dikaruniai 10 anak bernama H. Amir Syaifuddin
Lubis, Zainuddin Lubis (meninggal dunia pada 15 Juni 2005),
Asliyah Lubis, Kaharuddin Lubis, Yusmawati Lubis, Baharuddin
-
40
Lubis, Nurhayati Lubis, Zukifli Lubis (meninggal pada 1980
dan
tidak kawin), Zulkarnain Lubis, dan Siti Maryam Lubis.
d) Semasa hidup alm.Zainuddin Lubis telah menikah dengan
Rabiah
dan dikaruniai 4 anak, Asnah br Lubis, Chairani br Lubis,
Muhammad Zaini Lubis, dan Ramadani br. Lubis serta tidak
meninggalkan utang maupun wasiat.
e) Semasa hidup H. Muhammad Yusuf Lubis dengan Hj. Siti
Rodiah
Lubis, mempunyai harta berupa sebidang tanah seluas 255m
berikut bagunan semi permanen berukuran ±8.5m x 20m beratap
seng, lantai semen, terletak di Jln. Sei Dei No.119 A,
Kel.Silalas,
Kec.Medan Barat, Kota Medan, dengan batas utara gang buntu,
selatan tanah Bahrun, timur Jalan Sei Dei, barat tanah negara
dan
harta tersebut belum tebagi.
f) Zainuddin Lubis telah meninggal maka hartanya jatuh ke
ahli
warisnya
g) Terhadap harta peninggalan tersebut, Penggugat telah
berusaha
musyawarah kepada Tergugat tetapi tidak ada tanggapan
h) Harta tersebut tidak ada yang menguasai, sehingga
Penggugat
mohon kepada Majelis Hakim untuk membagi harta peninggalan.
Isi Gugatan
Pada gugatan, dalil yang diajukan Penggugat adalah untuk
membagi
warisan berdasarkan hukum faraidh, yaitu 2 bagian untuk anak
laki-laki
dan 1 bagian untuk anak perempuan. Dengan alasan-alasan yang
telah
-
41
diajukan, maka Penggugat mohon pada Majelis Hakim untuk
memeriksa
perkara ini dan memutuskan sebagai berikut :
a) Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya
b) Menetapkan ahli waris yang berhak atas harta peninggalan
H.
Muhammad Yusuf Lubis dengan Hj. Siti Rodiah Lubis adalah H.
Amir Syaifuddin Lubis, Zainuddin Lubis, Asliyah Lubis,
Kaharuddin
Lubis, Yusmawati Lubis, Baharuddin Lubis, Nurhayati Lubis,
Zulkarnain Lubis, dan Siti Maryam Lubis
c) Menetapkan ahli waris yang berhak atas harta Zainuddin Lubis
adalah
Rabiah (Istri), Asnah br Lubis, Chairani br Lubis, Muhammad
Zaini
Lubis, dan Ramadani br. Lubis
d) Menetapkan harta berupa: sebidang tanah seluas 255 m
berikut
bagunan semi permanen berukuran ±8.5m x 20m beratap seng,
lantai
semen, terletak di Jln. Sei Dei No.119 A, Kel.Silalas,
Kec.Medan
Barat, Kota Medan, dengan batas utara gang buntu, selatan
tanah
Bahrun, timur Jalan Sei Dei, barat tanah negara adalah harta
warisan
dari H. Muhammad Yusuf Lubis dengan Hj. Siti Rodiah Lubis
e) Menetapkan porsi masing-masing ahli waris
f) Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara.
Pertimbangan Hakim
a) Pada pemeriksaan persidangan terjadi perbedaan dalil
penggugat dan
tergugat. Penggugat menginginkan pembagian warisan sesua
hukum
Islam yakni 2:1 sementara tergugat meminta untuk dibagi sama
rata
-
42
tanpa memperhatikan jenis kelamin sebab tergugatlah yang
merawat
serta memenuhi kepentingan pewaris
b) Permasalahannya adalah apakah ayat pembagian waris
digeneralisasikan untuk semua keadaan tanpa harus
memperhitungkan
besar pengabdian ahli waris terhadap pewarisnya ?
c) Menurut ijtihad hakim, pembagian warisan baik dalam
Al-Qur’an
maupun KHI bukanlah harga mati sebab ketentan tersebut dapat
berubah terkait rasa keadilan
d) Al-Qur’an mengajarkan asas persamaan antara laki-laki dan
perempuan sementara perbedaannya adalah kualitas amal
perbuatan
e) Al-Qur’an Surat an-Nahl (16) ayat 97 memberikan gambaran
persamaan laki-laki dan perempuan dan yang membedakan adalah
pengabdian ahli waris kepada pewaris semasa hidupnya
f) Asas pembagian waris antara laki-laki dan perempuan adalah
2:1
namun fakta kejadian menghendaki porsi tersebut dapat berubah
sesuai
perubahan ilat hukum
g) Porsi 2 bagian untuk laki-laki adalah porsi maksimal yang
dapat
dikurangi sementara 1 bagian untuk perempuan adalah porsi
minimal
yang dapat meningkat sama dengan porsi laki-laki
h) Dari kesaksian saksi-saksi Penggugat dan Tergugat, anak
perempuan
pewaris yang banyak merawat, menemani berkomunikasi dan
mengurus kepentingan pewaris merupakan fakta kejadian yang
tidak
dapat diabaikan.
-
43
Putusan Hakim
a) Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian
b) Menetapkan ahli waris yang berhak adalah H. Amir Syaifuddin
Lubis,
Asliyah Lubis, Kaharuddin Lubis, Yusmawati Lubis, Baharuddin
Lubis, Nurhayati Lubis, Zulkarnain Lubis, dan Siti Maryam
Lubis,
masing-masing memperoleh 1/9 bagian
c) Menyatakan anak-anak Zainuddin Lubis dengan Rabiah, yakni
Asnah
br Lubis, Chairani br Lubis, Muhammad Zaini Lubis, dan
Ramadani
br. Lubis adalah ahli waris pengganti dengan perolehan bagian
1/9
yakni bagian alm.Zainuddin Lubis
d) Menyatakan harta berupa: sebidang tanah seluas 255m2
berikut
bagunan semi permanen berukuran ±8.5m x 20m beratap seng,
lantai
semen, terletak di Jln. Sei Dei No.119 A, Kel.Silalas,
Kec.Medan
Barat, Kota Medan, dengan batas utara gang buntu, selatan
tanah
Bahrun, timur Jalan Sei Dei, barat tanah negara adalah harta
warisan
dari H. Muhammad Yusuf Lubis dengan Hj. Siti Rodiah Lubis
adalah
harta peninggalan yang harus dibagikan kepada ahli waris
e) Menghukum Penggugat dan Tergugat untuk membayar biaya
perkara
sebesar Rp. 281.000,-
f) Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.
B.4 Putusan nomor : 230/Pdt.G/2000/PA.Mks
Pengadilan Agama Makassar yang memeriksan dan mengadili
perkara
perdata telah memutus perkara antara Abdul Muis Karim, T. Halim
Abdul
Karim, B.A. Alex Abdul Karim, Ir. A. Abdul Karim sebagai
penggugat
-
44
melawan Hasnah A. Paturusi, Gulbar Abdul Karim, E. Maria Abdul
Karim
sebagai tergugat.
Duduk perkara
a) H. Abdul Karim telah menikah dengan Hj. Baji.
b) Hj. Baji telah meninggal terlebih dahulu sementara H. Abdul
Karim
meninggal dunia pada tahun 1976.
c) Dari pernikahan H. Abdul Karim dengan Hj. Baji telah
dikaruniai 7
orang anak, yaitu : Abdul Muis Karim, Hasnah A. Paturusi,
Gulbar
Abdul Karim, E. Maria Abdul Karim, T. Halim Abdul Karim,
B.A.
Alex Abdul Karim, Ir. A. Abdul Karim.
d) Selain meninggalkan ahli waris, H. Abdul Karim juga
meninggalkan
harta warisan berupa 3 buah bangunan berikut tanah dan 11
petak
tanah sawah
e) Kesemua harta warisan tersebut telah dikuasai oleh
tergugat
f) Penggugat telah berusaha menghubungi Tergugat supaya
harta
peninggalan dibagi tetapi hasilnya sia-sia
Isi gugatan
Dengan alasan-alasan yang telah diajukan, maka Penggugat mohon
pada
Majelis Hakim untuk memeriksa perkara ini dan memutuskan
sebagai
berikut :
a) Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya
b) Menetapkan ahli waris yang berhak atas harta peninggalan H.
Abdul
Karim dengan Hj. Baji adalah Abdul Muis Karim, Hasnah A.
Paturusi,
-
45
Gulbar Abdul Karim, E. Maria Abdul Karim, T. Halim Abdul
Karim,
B.A. Alex Abdul Karim, Ir. A. Abdul Karim.
c) Menetapkan harta berupa 3 buah bangunan berikut tanah dan 11
petak
tanah sawah adalah harta warisan dari H. Abdul Karim dengan
Hj.
Baji
d) Menetapkan porsi masing-masing ahli waris
e) Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara.
Pertimbangan Hakim
Dalam pertimbangannya, Hakim berpendapat bahwa besaran
bagian
masing-masing pihak untuk membagi 2:1 telah ditentukan dalam
Pasal 176
Kompilasi Hukum Islam. Pasal 176 Kompilasi Hukum Islam yang
bersumber dari syariat, dalam penerapannya buanlah bersifat
imperatif,
melainkan hanya bersifat fakultatif. Yang perlu dibahas dan
dipertimbangkan lebih lanjut dari Pasal 176 Kompilasi Hukum
Islam yaitu
Pasal 176 Kompilasi Hukum Islam belum final bila dikaitkan
dengan Pasal
229 Kompilasi Hukum Islam jo Pasal 27 UU nomor 14 tahun 1970
yang
mewajibkan Hakim untuk menggali, mengikuti, dan memahami
nilai-nilai
hukum yang hidup dalam masyarakat sehingga memperoleh putusan
yang
sesuai dengan rasa keadilan.
Putusan Hakim
a) Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian
b) Menetapkan ahli waris yang berhak adalah H. Amir Syaifuddin
Lubis,
Asliyah Lubis, Kaharuddin Lubis, Yusmawati Lubis, Baharuddin
-
46
Lubis, Nurhayati Lubis, Zulkarnain Lubis, dan Siti Maryam
Lubis,
masing-masing memperoleh 1/7 bagian
c) Menyatakan harta berupa3 buah bangunan berikut tanah dan 11
petak
tanah sawah adalah harta warisan yang harus dibagi kepada ahli
waris
d) Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara
e) Menolak gugatan penggugat untuk selain dan selebihnya
Pertimbangan hakim dalam memutus bagian 1:1 antara anak
laki-laki dan
perempuan akan disajikan dalam bentuk tabel berikut ini sehingga
akan
memudahkan pemahaman serta membandingkan satu putusan dengan
putusan
yang lainnya.
Tabel 1
Tentang Pertimbangan Hakim dalam memutus bagian 1:1 antara
anak laki-laki dan perempuan
No. Nomor
Putusan
Jumlah ahli
waris
Pembagia
n warisan
Pertimbangan Hakim
Laki-
laki
Perem
puan
1. Putusan No.
338/PDT.G/19
98/PA.UPG
5 3 masing-
masing
ahli waris
mendapat
kan 1/8
dari objek
sengketa
a. Hakim wajib memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup
dalam
masyarakat
b. Perbandingan 2:1 dapat dikesampingkan oleh kesepakatan
c. Tidak berdosa membagi 1:1 sebab pasal 176 KHI bukanlan nas
qath’iyut
tanfiedz
2. Putusan No.
97/Pdt.G/2002
/PA Pkj.
1 1 bagian
masing-
masing
ahli waris
1:1, yaitu
Tahir
Sahude ½
bagian
dan
Hamima
½ bagian
a. Kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama dalam hukum,
berjuang
bersama atau salling bantu dalam
berbagai sendi kehidupan
b. Menerima warisan adalah hak, bukan kewajiban
c. Ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian
d. Majelis Hakim dapat menentukan bagian ahli waris
e. Yang prinsip adalah perempuan sebagai ahli waris bukan
ketentuan
2:1
-
47
f. Penggugat tidak memiliki prestasi kepada pewaris melainkan
tergugatlah
yang memelihara dan mengurus
pewaris termasuk harta peninggalan
3. Putusan No.
92/Pdt.G/2009
/PA.MDN.
5 4 Masing-
masing
ahli waris
memperol
eh 1/9
bagian
a. Pembagian warisan dalam Al-Qur’an maupun KHI bukan harga
mati
b. Nas Al-Qur’an Surah an-Nahl, perbedaan laki-laki dan
perempuan
terletak pada prestasi terhadap
pewaris
c. Porsi 2:1 dapat berubah sesuai perubahan ilat hukum
(penyebab
terjadinya perubahan hukum)
d. Bagian anak laki-laki adalah porsi maksimal sehingga dapat
dikurangi
e. Anak perempuan memiliki prestasi karena merawat, menemani
berkomunikasi, membayar biaya
perawatan pewaris
f. Surah an-Nisaa’ (4) ayat 11 saling terkait dan berhubungan
dengan ayat
lain sebagai satu kesatuan sistem
4. Putusan No.
230/Pdt.G/200
0/PA.Mks
3 4 Masing-
masing
ahli waris
memperol
eh 1/7
bagian
a. Pasal 176 KHI belum final ketika dikaitkan dengan Pasal 229
KHI jo
Pasal 27 UU nomor 14 tahun 1970
b. Pasal 176 KHI bersifat fakultatif c. Hakim wajib mengikuti
perubahan
nilai sehingga sesuai dengan rasa
keadilan
Sumber : diolah dari Putusan nomor: 338/PDT.G/1998/PA.UPG,
Putusan nomor:
97/Pdt.G/2002/PA Pkj, Putusan nomor:92/Pdt.G/2009/PA.MDN dan
Putusan nomor:
230/Pdt.G/2000/PA.Mks.
C. Analisis
Dari paparan di atas dengan bertumpu pada
pertimbangan-pertimbangan oleh
hakim, maka pertimbangan yang digunakan hakim untuk memutus
bagian
waris antara laki-laki dan perempuan dari 2:1 menjadi 1:1 antara
lain
pertimbangan sosiologis, pertimbangan yuridis dan pertimbangan
filosofis.
1. Pertimbangan Sosiologis
Pertimbangan sosiologis berkaitan dengan kondisi atau kenyataan
empiris
yang ada dalam masyarakat. Faktor sosiologis nampak pada
keempat
putusan yaitu Putusan nomor: 338/PDT.G/1998/PA.UPG, Putusan
nomor:
-
48
97/Pdt.G/2002/PA Pkj, Putusan nomor: 92/Pdt.G/2009/PA.MDN
dan
Putusan nomor: 230/Pdt.G/2000/PA.Mks, yakni dengan adanya :
a. Prestasi ahli waris kepada pewaris
Dalam nash Al-Qur’an Surat an-Nahl (16) ayat 97 disebutkan
bahwa
perbedaan antara laki-laki dan perempuan terletak pada prestasi
atau
pengabdian, yang dalam hal ini adalah pengabdian ahli waris
kepada
pewaris. Putusan nomor 92/Pdt.G/2009/PA.MDN antara H. Amir
Syaifuddin Lubis., BBA., dkk melawan Yusmawati Lubis dkk,
diperoleh fakta bahwa pihak perempuanlah yang banyak
prestasinya
dari pada laki-laki. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh
saksi
Kasmariyos bin Tokoh, Lisna Murni Nasution, dan Rudi Iskandar
bin
Usman Istambul yang mengatakan bahwa Yusmawati, Nurhayati
dan
Siti Maryam yang merawat serta mengurus kepentingan orang
tuanya
sampai meninggal dunia sementara anak laki-laki yang lain
tidak
mengurus hanya Baharuddin Lubis yang terkadang turut
membayar
pengobatan.
Pada Putusan nomor: 97/Pdt.G/2002/PA Pkj antara Tahir Sahude
sebagai penggugat melawan Hamima sebagai tergugat. Pada
putusannya Hakim memutuskan untuk membagi warisan 1:1 karena
Hakim melihat bahwa pihak tergugat yang lebih banyak berjasa
kepada
pewaris. Penggugat yakni Tahir Sahude telah pergi selama 41
tahun
tanpa ada kabar berita sementara tergugat masih tetap tinggal
bersama
pewaris dan mengambil peran sentral dalam memelihara dan
mengurus
pewaris, baik ketika pewaris hidup hingga meninggal dunia.
Begitu
-
49
pula terhadap harta peninggalan pewaris yang tetap terpelihara
selama
41 tahun yang tidak dipindahtangankan kepada orang lain.
Menurut penulis, pertimbangan Hakim yang mempertimbangkan
prestasi ahli waris kepada pewaris sudah tepat digunakan sebab
dengan
prestasi dari anak perempuan kepada pewaris maka dapat
menjadikan
kedudukan perempuan sama dengan laki-laki. Sebagaimana Umar
Shihab, Guru besar Ilmu Tafsir Universitas Islam Negeri
Alauddin
Makassar yang mengemukakan tafsir laki-laki dan perempuan
dari
Surat an-Nisa ayat 11, yaitu: 40
“Di sini perlu ditelusuri siapa di antara para ahli waris
tersebut
yang banyak mempunyai andil (jasa) besar terhadap pewarisnya
dalam pencarian nafkah pada masa hidupnya. Meskipun jenis
kelaminnya wanita, jika dia telah berjasa maka dia dapat
diangkat
statusnya sebagai “laki-laki”. Dengan demikian bagian yang
diperolehnya menjadi dua kali lipat dari bagian semula
sebagai
wanita”
Selain dapat menjadikan kedudukan perempuan sama dengan
laki-laki
prestasi merupakan utang jasa pewaris terhadap ahli waris yang
patut
dihargai sehingga wajar bila perempuan mendapatkan bagian
yang
sama dengan laki-laki.
b. Kesadaran hukum masyarakat
Salah satu variabel yang mempengaruhi suatu aturan bekerja
secara
efektif atau tidak adalah tingkat kesadaran hukum masyarakat
terhadap
hukum. Kesadaran hukum masyarakat ialah sikap internal yang
terdapat
dalam diri manusia mengenai hukum yang ada seperti hukum
waris
Islam. Dalam hal pembagian warisan, masyarakat yang memiliki
40
Muktamar Zamzamani, Loc cit, h.340
-
50
keimanan yang kuat akan ajaran agama Islam akan memilih
kewarisan
Islam yang mengacu pada Kompilasi Hukum Islam41
. Dari keempat
putusan di atas kesadaran masyarakat cukup tinggi karena mereka
mau
untuk mengajukan perkaranya ke Pengadilan Agama sebagaimana
diatur dalam Kompilasi Hukum Islam. Pada Putusan nomor:
338/PDT.G/1998/PA.UPG, juga disebutkan bahwa kesadaran hukum
yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat Islam dalam
pembagian
warisan adalah pembagian sama rata antara anak laki-laki maupun
anak
perempuan. Seperti kesadaran hukum masyarakat Sulawesi
Selatan
sebagaimana hasil penelitian Litbang Makassar yang
menunjukkan
bahwa tingkat pengetahuan masyarakat akan hukum kewarisan
Islam
sangat tinggi terutama dalam perbandingan bagian antara anak
laki-laki
dan perempuan adalah 2:1. Tetapi ketika hendak membagi warisan
di
luar pengadilan, mereka memilih membagi rata, yakni 1 bagian
untuk
anak laki-laki dan 1 bagian untuk anak perempuan yang
menunjukkan
bahwa bagian tersebut sesuai dengan rasa keadilan.
Menurut penulis, meskipun hasil penelitian dari Litbang Makassar
tidak
bisa digeneralisasi ke semua wilayah karena peneltan tersbt
dilakukan
di Sulawesi Selatan, namun pertimbangan hakim yang
mempertimbangkan kesadaran hukum masyarakat sudah tepat
sebab
dengan masyarakat mengerti hukum terutama dalam pembagian
warisan telah mencerminkan keadilan.
41
Syamsulbahri Salihima, Loc cit, h.302
-
51
2. Pertimbangan Yuridis
Pertimbangan yuridis yang digunakan Hakim dalam memutus bagian
waris
antara laki-laki dan perempuan dari 2:1 menjadi 1:1, antara lain
:
a. Kesepakatan para ahli waris
Besarnya bagian antara anak laki-laki dan anak perempuan
telah
dijelaskan dalam Pasal 176 Kompilasi Hukum Islam yang
menyatakan
bahwa bila hanya seorang anak perempuan hanya mendapat
separoh
bagian, bila dua orang atau lebih mendapat dua pertiga bagian,
dan bila
anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka
bagian
anak laki-laki adalah dua bagian anak perempuan. Pasal 176
Kompilasi
Hukum Islam tersebut bersumber dari ayat “lidzakari mitslu
hachdhi i
untsayaini” yang tergolong nash dhanniyut tanfiedz atau
bersifat
fakultatif, yaitu kaidah yang tidak secara apriori mengikat atau
wajib
ditaati sehingga dalam keadaan konkret boleh dikesampingkan
oleh
perjanjian yang dibuat para pihak. Oleh karena Pasal 176
Kompilasi
Hukum Islam yang tergolong nash dhanniyut tanfiedz atau
bersifat
fakultatif dalam penerapannya dapat dikesampingkan oleh Pasal
183
Kompilasi Hukum Islam, yang menyatakan bahwa “Para ahli
waris
dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta
warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya”. Dasar
pemikiran dari Pasal 183 Kompilasi Hukum Islam adalah
kemaslahatan
yang hendak diraih yaitu untuk menjaga tali persaudaraan. Konsep
ini
adalah buah pikiran dari ulama hanafiyyah yang mereka
melahirkan
sebuah ide yang disebut dengan takhoruj, yakni salah satu atau
masing-
-
52
masing ahli waris keluar dari pembagian warisan sesuai dengan
jatah
yang seharusnya diterima. Pasal 183 Kompilasi Hukum Islam
tersebut
menghendaki agar pembagian warisan dengan cara damai ini para
ahli
waris terlebih dahulu mengerti hak-hak dan bagian yang
diterima,
sebagaimana diatur dalam Al-Qur’an. Apabila ada di antara ahli
waris
yang ada secara ekonomi kekurangan dan mendapat bagian yang
sedikit, kemudian ahli waris yang menerima bagian yang
banyak
dengan ikhlas memberikan kepada yang lain adalah tindakan
yang
sangat positif dan terpuji, atau semuanya diserahkan kepada
kesepakatan ahli waris untuk menentukan bagian mereka
masing-
masing. Penekanannya adalah bahwa masing-masing ahli waris
telah
mengetahui bagiannya masing-masing sesuai ketentuan syariah,
namun
kemudian konsep takhoruj dipakai demi sebuah kemasalahatan
yang
disepakati bersama42
. Penulis setuju dengan adanya kesepakatan para
pihak sebab dengan kesepakatan maka tidak akan ada pihak
yang
dirugikan dengan pembagian waris sama rata karena para pihak
telah
lebih dahulu mengetahui bagiannya. Selain itu kerukunan antar
para
pihak juga semakin terjaga.
b. Kewenangan Hakim Pengadilan Agama
Pengadilan Agama tidak hanya berwenang untuk memeriksa,
memutus,
maupun menyelesaikan perkara di bidang perkawinan, wakaf,
ekonomi
syariah, zakat maupun infaq tetapi juga memutus pembagian
waris.
42
https://ikhwahmedia.wordpress.com/2017/05/21/warisan-dibagi-rata/,
diunduh pada 22
November 2017 pukul 04.00
https://ikhwahmedia.wordpress.com/2017/05/21/warisan-dibagi-rata/
-
53
Pada Putusan nomor: 97/Pdt.G/2002/PA Pkj dan Putusan nomor:
230/Pdt.G/2000/PA.Mks., Pasal 49 ayat (3) UU No.7 tahun 1989
tentang Peradilan Agama disebutkan bahwa “bidang kewarisan
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf b ialah
penentuan
siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai
harta
peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan
melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut”. Atas
dasar
ketentuan di atas, maka bidang hukum waris yang menjadi
kewenangan
Peradilan Agama adalah meliputi43
:
(1) Siapa-siapa yang menjadi ahli waris.
Pada Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam dijelaskan kelompok-
kelompok ahli waris, yang terdiri dari kelompok menurut
hubungan
darah, dan kelompok menurut hubungan perkawinan terdiri dari
duda atau janda. Kelompok menurut hubungan darah dibagi
menjadi
golongan laki-laki yang terdiri dari ayah, anak laki-laki,
saudara laki-
laki, paman dan kakek. Selain itu juga golongan perempuan
yang
terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan
nenek.
(2) Penentuan mengenai harta peninggalan.
Hal-hal yang termasuk penentuan harta peninggalan adalah
meliputi:
penentuan tirkah yang dapat diwarisi dan penentuan besarnya
harta
warisan. Penentuan besarnya harta warisan ialah penjumlahan
dari
harta tirkah ditambah dengan apa yang menjadi haknya dari
harta
43
Yahya Harahap, 2005, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan
Agama (UU No.7
tahun 1989), ed.2, cet.3, Jakarta: Sinar Grafika, h.149-152
-
54
bersama dikurangi biaya keperluan jenazah dan hutang pewaris
serta
wasiat.
(3) Penentuan bagian masing-masing ahli waris
Menentukan porsi setiap ahli waris telah diatur dalam Pasal
176
Kompilasi Hukum Islam – Pasal 182 Kompilasi Hukum Islam yang
secara umum garis besarnya :
(a) Bila hanya anak perempuan saja, mendapat ½ harta warisan
(b) Bila dua anak perempuan, mendapat 2/3 harta warisan
(c) Bila terdapat anak laki-laki dan anak perempuan, maka
bagian
anak laki-laki adalah 2:1 dengan anak perempuan
(d) Bagian ayah, bila pewaris meninggalkan anak mendapat 1/6
bagian, namun bila pewaris tak meninggalkan anak mendapat
1/3 bagian
(e) Bagian ibu, bila pewaris tak meninggalkan anak atau 2
saudara
mendapat 1/3 bagian, namun bila ada anak dan 2 saudara
mendapat 1/6 bagian
(f) Bagian duda, bila tidak ada anak mendapat 1/3 bagian,
namun
bila ada anak mendapat ¼ bagian
(g) Bagian janda, bila tidak ada anak mendapat ¼ bagian.
Namun
bila ada anak mendapat 1/8 bagian.
Menurut penulis, kewenangan yang dimiliki hakim untuk
menentukan
besaran bagian masing-masing ahli waris dengan hakim yang
tentunya
melihat fakta yang ada dalam persidangan, seperti siapa yang
banyak
berjasa kepada pewaris, nilai-nilai hukum yang berkembang
dalam
-
55
masyarakat sudah tepat sebab dengan melihat fakta dalam
persidangan
maka diperoleh putusan yang adil.
Pasal 229 Kompilasi Hukum Islam mewajibkan Hakim untuk
memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
Kewajiban Hakim untuk menggali nilai-nilai hukum yang hidup
dalam
masyarakat terdapat pula dalam UU Kekuasaan Kehakiman, yakni
Pasal 5 ayat (1) UU nomor 48 tahun 2009:” Hakim dan Hakim
konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum
dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Sebagaimana
hasil
penelitian yang dilakukan Litbang Makassar di Sulawesi Selatan,
nilai-
nilai hukum yang sesuai dengan rasa keadilan dalam pembagian
waris
antara anak laki-laki dan perempuan adalah sama rata, yakni 1
bagian
untuk anak perempuan dan 1 bagian untuk anak laki-laki.
Pembagian warisan 1:1 antara anak laki-laki dan anak
perempuan
melalui kesepakatan merupakan kesadaran hukum, nilai-nilai
hukum
yang hidup dalam masyarakat. Menurut Mochtar Kusumaatmadja,
nilai-
nilai yang berlaku dalam masyarakat adalah :
“Hukum sebagai kaidah sosial tidak lepas dari nilai yang
berlaku di suatu masyarakat. Bahkan dapat dikatakan bahwa
hukum itu merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang
berlaku
dalam masyarakat. Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai
dengan hukum yang hidup dalam masyarakat, yang tentunya
sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang
berlaku dala masyarakat itu”.44
Nilai-nilai tersebut diterima oleh masyarakat dibuktikan
dengan
diterimanya Putusan nomor: 338/PDT.G/1998/PA.UPG, Putusan
44
H. Muktamar Zamzami, Loc cit, h.341
-
56
nomor: 97/Pdt.G/2002/PA Pkj, Putusan
nomor:92/Pdt.G/2009/PA.MDNdan Putusan nomor:
230/Pdt.G/2000/PA.Mks yang menetapkan bagian waris antara
anak
laki-laki dan anak perempuan adalah 1:1 tidak dilakukan upaya
hukum
lainnya. Di dalam Ushul Fiqh ada kaidah yang mengatakan
bahwa
“Hukum Islam dapat berubah karena perubahan waktu, tempat
dan
keadaan”45
.
3. Pertimbangan Filosofis
Dalam Surat An-Nisa’ 4 ayat 7 pada prinsipnya laki-laki dan
perempuan
sama-sama berhak mendapat warisan dari harta peninggalan kedua
orang
tua dan karib kerabat masing-masing. Ketika ayat tersebut turun,
sistem
pembagian warisan pada masyarakat Arab bersifat diskriminatif
terhadap
kaum perempuan karena perempuan tidak pernah mengangkat
senjata,
menunggang kuda dan berperang melawan musuh. Pandangan
tersebut
diikuti oleh orang-orang yang telah masuk Islam. Setelah
turunnya Surat
An-Nisa’ ayat 11 dan 12, anak perempuan mendapatkan warisan
dengan
besaran 1 bagian dan anak laki-laki 2 bagian. Namun besaran
pembagian
tersebut bukanlah prinsip karena yang prinsip adalah perempuan
sebagai
ahli waris.
Di masyarakat modern laki-laki dan perempuan mempunyai
kedudukan
yang sama sebagaimana terdapat dalam Pasal 27 ayat 1 UUD
1945.
Kesadaran hukum ini membuat segala kehidupan modern
mempersamakan
kedudukan laki-laki dan perempuan yang bebas bersaing, saling
membantu
45
Amin Husein Nasution, 2012, Hukum Kewarisan: Suatu Analisis
Komparatif Pemikiran
Mujtahid dan Kompilasi Hukum Islam, ed.1 cet.2, Jakarta:
Rajawali Pers, h.11-12
-
57
dalam kedudukan yang sama, dan masing-masing berjuang untuk
membangun potensi diri. Dalam teori nurture, perbedaan sifat
antara
perempuan dan laki-laki bukan disebabkan oleh perbedaan
biologis,
melainkan karena adanya sosialisasi atau konstruksi sosial46
. Menurut
penulis dengan kedudukan hukum yang sama antara laki-laki
dan
perempuan dimana mereka saling bekerja dan membantu satu sama
lain
hendaknya dalam pembagian warisan antara laki-laki dan perempuan
tidak
dibedakan melainkan sama rata.
46
Ratna Megawani, 1995, Membiarkan Berbeda ? Sudut Pandang Baru
tentang Relasi
Gender, Bandung: Mizan, h.94