6
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gigi Tiruan Cekat
Gigi tiruan cekat merupakan piranti prostetik permanen yang
melekat pada gigi yang masih tersisa, yang menggantikan satu atau
lebih kehilangan gigi. Jenis restorasi ini telah lama disebut
dengan gigi tiruan jembatan (Arifin, 2000). Menurut Simon dan
Yanase (2003) gigi tiruan tetap adalah gigi tiruan sebagian yang
dilekatkan secara mekanis pada gigi asli, akar gigi dan atau implan
gigi sebagai penyangga utama gigi tiruan.
2.1.1 Komponen-komponen Gigi Tiruan Cekat Gigi tiruan cekat
terdiri dari beberapa komponen, yaitu pontik, retainer, konektor,
abutment, dan sadel, yang dapat diuraikan sebagai berikut :
A. Pontik, adalah gigi buatan pengganti dari gigi atau
gigi-geligi yang hilang. Dapat dibuat dari porselen, akrilik atau
logam, atau gabungan dari bahan-bahan ini.
B. Retainer, adalah restorasi tempat pontik dicekatkan. Retainer
dapat dibuat intrakoronal atau ekstrakoronal.
C. Konektor, adalah bagian yang mencekatkan pontik ke retainer.
Konektor dapat berupa sambungan yang disolder, struktur cor
(alumina derajat tinggi, jika terbuat dari porselen
seluruhnya).
D. Abutment, adalah gigi penyangga dapat bervariasi dalam
kemampuan untuk menahan gigitiruan cekat dan tergantung pada
faktor-faktor seperti daerah membran periodontal, panjang serta
jumlah akar.E. Sadel, adalah daerah diantara gigi-gigi penyangga,
yang terutama adalah tulang alveolar yang ditutupi oleh jaringan
lunak. Tulang alveolar akan berubah kontur selama beberapa bulan
setelah hilangnya gigi. Kontur dan tekstur sadel akan mempengaruhi
desain pontik (Barclay, 2001).2.1.2 Tujuan Perawatan Gigi
TiruanTujuan dari perawatan gigi tiruan, yaitu :
1.Mencari Keserasian oklusi.
Harus ada keserasian geligi terhadap sendi temporomandibula. Ini
terjadi kalau mandibula dapat menutup langsung dalam oklusi sentris
tanpa danya kontak prematur mandibula. Jadi terdapat keserasian
antara geligi dengan sendi dan otot kunyah. Keadaan seperti ini
disebut keserasian oklusi.
2.Peningkatan Fungsi Bicara / Fonetik
Alat bicara dibagi dalam dua bagian. Pertama, bagian yang
bersifat statis, yaitu gigi, palatum dan tulang alveolar. Kedua
yang bersifat dinamis, yaitu lidah, bibir, vulva, tali suara dan
mandibula. Alat bicara yang tidak lengkap dan kurang sempurna dapat
mempengaruhi suara penderita, misalnya pasien yang kehilangan gigi
depan atas dan bawah. Kesulitan bicara dapat timbul, meskipun hanya
bersifat sementara. Dalam hal ini geligi tiruan dapat meningkatkan
dan memulihkan kemampuan bicara, artinya ia mampu kembali
mengucapkan kata-kata dan berbicara dengan jelas, terutama bagi
lawan bicaranya.
3. Perbaikan dan Peningkatan Fungsi Pengunyahan
Jika ada gigi yang hilang otomatis pola kunyah terganggu, atau
terselipnya makanan di bagian yang tidak bergigi.
4. Pelestarian Jaringan mulut yang masih tinggal
Pemakaian geligi tiruan berperan dalam mencegah atau mengurangi
efek yang timbul karena kehilangan gigi.5. Pencegahan Migrasi
Gigi
Bila sebuah gigi dicabut atau hilang, gigi tetangganya dapat
bergerak memasuki ruang kosong tadi. Migrasi seperti ini pada tahap
selanjutnya menyebabkan renggangnya gigi lain. Dengan demikian
terbukalah kesempatan makanan terjebak disitu, sehingga mudah
terjadi akumulasi plak interdental. Hal ini menjurus kepada
peradangan jaringan periodontal serta dekalsifikasi permukaan
proksimal gigi. Membiarkan ruang bekas gigi begitu saja akan
mengakibatkan pula terjadinya overerupsi gigi antagonis dengan
akibat serupa. Bila overerupsi ini sudah demikian hebat sehingga
menyentuh tulang alveolar pada rahang lawannya, maka akan terjadi
kesulitan untuk pembuatan protesa di kemudian hari.
6. Peningkatan Distribusi Beban Kunyah
Hilangnya sejumlah besar gigi mengakibatkan bertambah beratnya
beban oklusal pada gigi yang masih tinggal. Keadaan ini memperburuk
kondisi periodontal, apalagi bila sebelumnya sudah ada penyakit
periodontal. Akhirnya gigi jadi goyang dan miring, terutama ke
labial untuk gigi depan atas. Bila perlekatan periodontal gigi-gigi
ini kuat, beban berlebih tadi akan menyebabkan abrasi berlebih pula
pada permukaan oklusal/insisal atau merusak restorasi yang dipakai.
Pembuatan restorasi pada kasus seperti ini menjadi rumit dan perlu
waktu lama. Overerupsi gigi pada keadaan tertentu dapat pula
mengakibatkan terjadinya kontak oklusi premature atau interfernsi
oklusal. Pola kunyah jadi berubah, karena pasien berusaha
menghindari kontak prematur ini. Walaupun beban oklusal sekarang
berkurang. Perubahan pola ini mungkin saja menyebabkan disfungsi
otot kunyah.7. Manfaat Psikologik
Terutama kehuilangan gigi depan dapat membawa dampak psikologik
pada penderita yaitu karena estetika terganggu. Terutama
berhubungan dengan profesi penderita yang harus selalu berhadapan
dengan khalayak ramai, misal penyiar tv atau guru dan lain-lain.8.
Pemulihan Fungsi Estetik Alasan utama seorang pasien mencari
perawatan prostodontik biasanya karena masalah estetik, baik yang
disebabkan hilangnya, berubah bentuk, susunan, warna maupun
berjejalnya gigi geligi. Nampaknya banyak sekali pasien yang dapat
menerima kenyataan hilangnya gigi, dalam jumlah besar sekalipun,
sepanjang penampilan wajahnya tidak terganggu. Penderita dengan
gigi depan malposisi,pr otr usif atau berjejal dan tak dapat
diperbaiki dengan perawatanort odonti k, tetapi tetap ingin
memperbaiki penampilan wajahnya, biasanya dibuatkan suatu geligi
tiruan yang dipasang langsung segera setelah pencabutan gigi
(Zigurs G, 2005).2.1.3 Macam Macam Desain GTC Adapun 5 macam desain
dari GTC yang perbedaannya terletak pada dukungan yang ada pada
masing-masing ujung pontik. Kelima desain ini adalah (Barclay,
2001) :
a. Fixed-fixed bridgeSuatu gigitiruan yang pontiknya didukung
secara kaku pada kedua sisi oleh satu atau lebih gigi penyangga.
Pada bagian gigi yang hilang yang terhubung dengan gigi penyangga,
harus mampu mendukung fungsional dari gigi yang hilang. GTC
merupakan restorasi yang kuat dan retentif untuk menggantikan gigi
yang hilang dan dapat digunakan untuk satu atau beberapa gigi yang
hilang. Indikasi dari perawatan dengan menggunakan fixed-fixed
bridge yaitu jika gigi yang hilang dapat terhubung dengan gigi
penyangga yang mampu mendukung fungsional dari gigi yang hilang.
Seperti pada gambar 1, Fixed-fixed bridge dengan menggunakan bahan
porselen pada gigi insisivus sentralis (Barclay, 2001)
Gambar 1. Gambaran fixed-fixed bridge pada gigi Insisivus
sentralis (Sumber : Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable
prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill livingstone;2001.p.
115).b. Semi fixed bridge
Suatu gigitiruan yang didukung secara kaku pada satu sisi,
biasanya pada akhir distal dengan satu atau lebih gigi penyangga.
Satu gigi penyangga akan menahan perlekatan intracoronal yang
memungkinkan derajat kecil pergerakan antara komponen rigid dan
penyangga gigi lainnya atau gigi. (Barclay, 2001).
Syarat: Tekanan kunyah normal/ringan dan ukuran abutment
normal.
Konstruksi: Non-rigid Connector di mesial diastema untuk
mencegah tertariknya key karna gaya ACF.
Indikasi Salah satu abutment miring >20 atau intermediate
abutment; Kehilangan 1 atau 2 gigi dengan salah satu gigi penyangga
vital; Kehilangan 2 gigi dengan gigi penyangga intermediate.
Keuntungan Adanya konektor non-rigid mencegah terjadinya gaya
ungkit sebagaimana yang terjadi pada GTJ rigid-fixed; Preparasi
tidak terlalu ekstensif sehingga pasien yang ruang pulpanya besar
tidak menjadi masalah; Prosedur sementasi bertahap sehingga jika
terjadi kesalahan tidak semua unit harus diulang.
Kerugian Pembuatan relatif sulit, terutama keakuratan kedua unit
retainer; Harganya relatif lebih mahal; Efek splinting kurang;
Risiko fraktur pada kunci tinggi (Arifin, 2000).
Gambar 2. Gambaran semi-fixed bridge (Sumber : Barclay CW,
Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham:
Churchill livingstone;2001.p.118).c. Cantilever bridge
Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu
atau lebih abutment. Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga
dapat mengatasi beban oklusal dari gigi tiruan (Barclay, 2001).
Syarat: tekanan kunyah ringan, abutment sehat, dukungan tulang
baik.
Keuntungan Desain sederhana, pembuatannya mudah namun hasil
maksimal; Jaringan yang rusak tidak banyak; Estetika paling baik
karena kesederhanaan desainnya serta menggunakan full-porcelain
crown.
Indikasi Regio anterior, khususnya gigi I2 yang beban oklusal
kecil.
Kontra-Indikasi Regio posterior, kecuali pada P2 bawah yang
beban oklusalnya tidak terlalu besar.
Kerugian Punya daya mengungkit yang dapat merusak jaringan
periodonsium (baik tulang maupun mukosa); Terjadi rotasi
palato-labial, namun hal ini jarang terjadi karena adanya
keseimbangan jaringan mukosa bibir, pipi, dan lidah; Indikasi
sangat terbatas (Arifin, 2000).
Gambar 3. Gambaran cantilever bridge (Sumber : Barclay CW,
Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham:
Churchill livingstone;2001.p. 120).d. Spring cantilever bridge
Suatu gigitiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan
ke gigi atau penyangga gigi. Lengan dari bar yang berfungsi sebagai
penghubung ini dapat dari berbagai panjang, tergantung pada posisi
dari lengkung gigi penyangga dalam kaitannya dengan gigi yang
hilang. Lengan dari bar mengikuti kontur dari palatum untuk
memungkinkan adaptasi pasien. Jenis gigitiriruan ini digunakan pada
pasien yang kehilangan gigi anterior dengan satu gigi yang hilang
atau terdapat diastema di sekitar anterior gigi yang hilang
(Barclay, 2001).
Indikasi Dimana estetika merupakan hal utama, GTJ jenis ini
menjadi pilihan terbaik karena letak gigi penyangga tidak tepat
disebelah pontics sehingga tidak terlalu terlihat jika menggunakan
logam; Gigi dalam 1 regio tidak memungkinkan untuk digunakan
sebagai gigi penyangga, baik karena faktor anatomis (akar &
periodontal) maupun karena faktor fisik retainernya; Jika
diperlukan adanya diastema (umumnya faktor estetik).
Kontra-Indikasi Pasien muda yang mahkota klinisnya terlalu
pendek sehingga kurang retentif untuk dijadikan penyangga; Pada
gigi di mandibula; Bentuk palatal tidak memungkinkan, entah karena
adanya torus atau bentuknya yang terlalu dangkal/dalam. Selain
alasan fungsional, faktor estetik juga menjadi masalah; Gigi
penyangga tidak memiliki kontak proksimal, menyebabkan gigi
berisiko bergerak.
Keuntungan Mendapat hasil estetika yang sangat baik; Waktu
kunjungan relatif lebih singkat; Desain umumnya disambut baik oleh
pasien karena faktor estetika dan kekuatan yang tahan lama; Tingkat
kegagalan rendah selama preparasi dan pembuatannya benar.
Kerugian Palatal bar dapat membengkok/patah suatu saat jika ada
gaya yang cukup besar seperti trauma atau sering bergerak atau
bahkan secara alami; Meskipun waktu kunjungan singkat, waktu
pembuatan cukup lama dan kompleks serta butuh keahlian (Arifin,
2000).
Gambar 4. Gambaran spring cantilever bridge (Sumber: Barclay CW,
Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham:
Churchill livingstone;2001.p. 122)e. Compound bridge
Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigitiruan
cekat dan bersatu menjadi suatu kesatuan (Barclay, 2001).
2.2 Indikasi dan Kontraindikasi Pemakaian GTC Adapun indikasi
dan kontraindikasi dari GTC, yaitu :1. Kehilangan satu atau lebih
gigi
2. Kurangnya celah karena pergeseran gigi tetangga ke daerah
edentulus3. Gigi di sebelah daerah edentulus miring
4. Splint bagi gigi yang memiliki ketebalan email yang cukup
untuk dietsa (Jubhari, 2007)Kontraindikasi pemakaian GTC :
1. Pasien yang tidak kooperatif2. Kondisi kejiwaan pasien kurang
menunjang
3. Kelainan jaringan periodonsium
4. Prognosis yang jelek dari gigi penyangga
5. Diastema yang panjang
6. Kemungkinan kehilangan gigi pada lengkung gigi yang sama
7. Resorbsi lingir alveolus yang besar pada daerah anodonsia
(Jubhari, 2007).2.3 Prosedur Perawatan GTC
2.3.1Tahap-Tahap Pembuatan GTC
Pemeriksaan, diagnosis, rencana perawatan, prognosis
Preparasi gigi abutment
Preparasi merupakan suatu tindakan pengerindaan atau pengasahan
gigi untuk tujuan menyediakan tempat bagi bahan restorasi mahkota
tiruan atau sebagian pegangan gigi tiruan jembatan (Smith dan Howe,
2007).Persyaratan preparasi:
1. Kemiringan dinding-dinding aksial
Preparasi dinding aksial yang saling sejajar terhadap poros gigi
sulit untuk menentukan arah pemasangan. Disamping itu, semen juga
sulit keluar dari tepi retainer sehingga jembatan tidak bisa duduk
sempurna pada tempatnya. Untuk itu, dibuat kemiringan yang sedikit
konus ke arah oklusal. Kemiringan yang lebih kecil sulit diperoleh
karena dapat menyebabkan daerah gerong yang tidak terlihat dan
menyebabkan retainer tidak merapat ke permukaan gigi. Retensi
sangat berkurang jika derajat kemiringan dinding aksial preparasi
meningkat. Kegagalan pembuatan jembatan akibat hilangnya retensi
sering terjadi bila kemiringan dinding aksial preparasi melebihi 30
derajat. Preparasi gigi yang terlalu konus mengakibatkan terlalu
banyak jaringan gigi yang dibuang sehingga dapat menyebabkan
terganggunya vitalitas pulpa seperti hipersensitifitas, pulpitis,
dan bahkan nekrose pulpa. Kebanyakan literatur mengatakan
kemiringan dinding aksial preparasi berkisar 5-7 derajat, namun
kenyataaannya sulit dlicapai karena faktor keterbatasan secara
intra oral.2. Ketebalan preparasi
Jaringan gigi hendaklah diambil seperlunya karena dalam
melakukan preparasi kita harus mengambil jaringan gigi seminimal
mungkin. Ketebalan preparasi berbeda sesuai dengan kebutuhan dan
bahan yang digunakan sebagai retainer maka ketebalan pengambilan
jaringan gigi berkisar antara 1-1,5 mm sedangkan jika menggunakan
logam porselen pengambilan jaringan gigi berkisar antara 1,5 2 mm.
Pengambilan jaringan gigi yang terlaluy berlebihan dapat menyebakan
terganggu vitalitas pulpa seperti hipersensitivitas pulpa,
pulpitis, dan nekrosis pulpa. Pengamnbilan jaringan yang terlalu
sedikit dapat mengurangi retensi retainer sehingga menyebabkan
perubahan bentuk akibat daya kunyah.3. Kesejajaran preparasi
Preparsi harus membentuk arah pemasangan dan pelepasan yang sama
antara satu gigi penyangga dengan gigi penyangga lainnya. Arah
pemasangan harus dipilih yang paling sedikit mengorbankan jaringan
keras gigi, tetapi dapat menyebabkan jembatan duduk sempurna pada
tempatnya.Prinsip kesejajaran ini sangat memengaruhi kestabilan
dari kedudukan GTJ nantinya, kecuali pada GTJ yang sifatnya
konektor non-rigid, cantilever bridge, atau telescopic bridge.
Sedangkan prinsip pengambilan jaringan berhubungan dengan kemampuan
memegang retainer dan kemampuan gigi dalam menerima beban kunyah
tambahan (distribusi tekanan dari pontik). Pada keadaan
tertentu:
- Pada gigi yang pendek, untuk memperoleh retensi optimal dan
mendapatkan kekuatan untuk menahan beban, maka pengambilan oklusal
pada daerah supporting cusp lebih banyak. Bila perlu dengan
tambahan groove sebagai penambah kemampuan resistensi.
- Pada diasteme yang sempit, pengambilan proksimal harus lebih
banyak, agar konektor bisa lebih tebal dan kuat.
- Pada span yang panjang, preparasi servikal sebaiknya mempunyai
ketebalan optimal, misalnya minimal dengan bentuk chamfer.
Ada beberapa tindakan khusus berupa modifikasi preparasi
abutment untuk mendapatkan kesejajaran, antara lain:
a. Jika salah satu terminal abutment miring
Penyesuaian dengan kurva oklusal, mengharuskan pengambilan lebih
banyak pada distooklusal. Analisa arah pemasukan dengan dental
suveyor atau garis khayal, berupa garis sejajar dengan garis bagi
sudut yang terbentuk yang terbentuk oleh kedua sumbu kedua gigi
penyangga.
b. Terminal abutment dan gigi tetangganya miring
Kemungkinan jaringan mahkota gigi tetangga bagian mesial harus
diambil sedikit agar tidak menghalangi insersi bridge.
c. Setiap terminal abutment miring dengan kedua sumbu
konvergen
Sisi yang berhadapan dengan diastema dipreparasi sejajar garis
bagi sudut yang dibentuk oleh kedua sumbu gigi. Sedang disisi lain
dipreparasi sesuai dengan sumbu gigi masing-masing. Tetapi bila
kedua sumbu gigi divergen tidak bisa ditolerir dengan pengasahan,
sehingga harus dilakukan dulu perbaikan posisi / inklinasinya atau
dibuat non-vital (merupakan terapi pendahuluan)
d. Posisi gigi diluar lengkung karena sedikit rotasi
Pada keadaan demikian perlu pengambilan jaringan yang lebih
banyak. Daerah yang keluar dari lengkung lebih banyak
dipreparasi.
e. Salah satu abutment sedikit palatoversi/labioversi
Pada keadaan gigi penyangga miring ke lingual maka lebih banyak
terjadi pengambilan di daerah lingual, pada gigi penyangga yang
protrusi maka lebih banyak terjadi pengambilan di daerah
labial.
4. Preparasi mengikuti anatomi gigi
Preparasi yang tidak mengikuti anatomi gigi dapat membahayakan
vitalitas pulpa juga dapat mengurangi retensi retainer gigi tiruan
jembatan tersebut. Preparasi pada oklusal harus disesuaikan dengan
morfologi oklusal. Apabila preparasi tidak mengukuti morfologi gigi
maka pulpa dapat terkena sehingga menimbulkan reaksi negatif pada
pulpa.5. Pembulatan sudut-sudut preparasi
Preparasi yang dilakukan akan menciptakan sudut-sudut yang
merupakan pertemuan dua bidang preparasi. Sudut-sudut ini harus
dibulatkan karena sudut yang tajam dapat menimbulkan tegangan atau
stress pada restorasi dan sulit dalam pemasangan jembatan (Smith
dan Howe, 2007). Tahap-tahap preparasi gigi penyangga:
1. Pembuatan galur
Untuk gigi anterior, galur proksimal dapat dibuat dengan baik
bila gigi bagian labiopalatal cukup tebal. Galur berguna untuk
mencegah pergeseran ke lingual atau labial dan berguna untuk
mendapatkan ketebalan preparasi di daerah tersebut. Galur pada gigi
anterior dapat dibuat dengan bur intan berbentuk silinder.2.
Preparasi bagian proksimal
Tujuannya untuk membuat bidang mesial dan distal preparasi
sesuai dengan arah pasang jembatannya. Selain itu untuk mengurangi
kecembungan permukaan proksimal yang menghalangi pemasangan
jembatan. Preparasi bagian proksimal dilakukan dengan menggunakan
bur intan berbentuk kerucut. Pengurangan bagian proksimal membentuk
konus dengan kemiringan 5-10 derajat.3. Preparasi permukaan insisal
atau oklusal
Pengurangan permukaan oklusal harus disesuaikan dengan bentuk
tonjolnya. Preparasi permukaan oklusal untuk memberi tempat logam
bagian oklusal pemautnya, yang menyatu dengan bagian oklusal
pemaut. Dengan demikian, gigi terlindungi dari karies, iritasi,
serta fraktur.4. Preparasi permukaan bukal atau labial dan
lingual
Pengurangan permukaan bukal menggunakan bur intan berbentuk
silinder. Preparasi permukaan bukal bertujuan untuk memperoleh
ruangan yang cukup untuk logam pemaut yang memberi kekuatan pada
pemaut dan supaya beban kunyah dapat disamaratakan.5. Pembulatan
sudut preparasi bidang aksial
6. Pembentukan tepi servikal
Batas servikal harus rapi dan jelas batasnya untuk
memudahkan
pembuatan pola malamnya nanti. Ada beberapa bentuk servikal:
a.Tepi demarkasi (feater edge)
b.Tepi pisau (knife edge)
c.Tepi lereng (bevel)
d.Tepi bahu liku (chamfer )
e.Tepi bahu (shoulder) (Smith dan Howe, 2007).
Dalam setiap preparasi, selalu ingat mengenai prinsip dan syarat
preparasi seperti yang sudah dibahas pada pemicu sebelumnya.
Alat-alat seperti bur, handpiece, dan alat standar secara umum sama
seperti preparasi mahkota tiruan penuh, perbedaan hanya terletak
pada prinsip utama pembuatan GTJ, yaitu prinsip kesejajaran pada
gigi penyangganya. Berbeda dengan full crown, preparasi gigi
abutment tetap harus mengingat fungsi utamanya dalam GTJ, sehingga
harus memenuhi prinsip:
Kesejajaran antar gigi penyangga dan arah insersi
Pengambilan jaringan seoptimal mungkin
Retraksi gingiva
Tindakan ini merupakan tindakan yang mendahului tahap pencetakan
gigi. Merupakan tindakan penarikan/pemisahan sementara free gingiva
dari gigi yang dipreparasi dengan tujuan mendapatkan tepi preparasi
servikal yang jelas saat pencetakan serta menghindari luka pada
gusi saat preparasi gigi di sulkus gingiva. Sebelum diretraksi,
dilakukan pemeriksaan gigi tetangga apakah karies atau drifting
sehingga harus diperbaiki serta dilanjutkan dengan pembersihan
debris. Ada 4 cara retraksi gingiva, yaitu:
Mekanis (benang surgical silk 0,3 mm atau copper band atau
MTS)
Kimia (larutan kimia hemostatik dan tidak ada
vasokonstriktor)
Kombinasi (Benang yang mengandung larutan kimia)
Bedah elektrosurgikal
Kesalahan pada retraksi gingiva dapat menyebabkan resesi gusi,
atrofi gusi, ekspos akar gigi, atau shock tekanan darah jika
retraction cord mengandung vasokonstriktor (e.g. adrenalin).
Pencetakan dan pembuatan die model
Setelah dilakukan retraksi, maka pencetakan dan pembuatan die
model dapat dimulai. Pilih jenis (stock/individual) dan ukuran
sendok cetak sesuai dengan ukuran rahang dan material cetak apa
yang akan digunakan. Untuk pembuatan GTJ umumnya material yang
digunakan bersifat elastomer dengan tujuan mendapatkan detail yang
akurat. Ingat selalu bahwa sebelum dicetak, gigi harus dalam
keadaan kering dan bebas dari cairan saliva.
Pembuatan catatan gigit
Tahap ini ditujukan untuk mendapatkan hubungan dari model RA
& RB sebagaimana hubungan tersebut didapat di dalam mulut
pasien, sehingga didapatkan GTC yang stabil oklusinya (oklusi
sentris). Umumnya catatan gigit dibuat menggunakan bite
registration paste/bitewax.
Penentuan warna (shade)
Penentuan warna GTC dilakukan untuk mendapat warna gigi yang
sesuai dengan warna gigi-gigi tetangganya. Umumnya cara yang paling
banyak dipakai saat ini adalah dengan menggunakan shade guide dari
pabrik yang mengeluarkan bahan GTC yang kita gunakan. Kesamaan
pabrik antara shade guide dengan material yang kita gunakan di
labroatorium sangat penting karena tiap-tiap pabrik memiliki warna
yang berbeda untuk satu kode yang sama (Contoh: untuk kode A1
antara pabrik A dan pabrik B bisa ada perbedaan warna). Dalam
penentuan warna gigi harus:
Dalam keadaan basah (sehari-hari gigi itu berada nantinya)
Pencahayaan terang dari lampu neon (bukan lampu DU) dan tidak
boleh tertutupi oleh bayangan.
Pembuatan Mahkota Sementara gigi abutment dan pontik
sementara
Mahkota Sementara
Pembuatannya bisa secara direct atau indirect. Jika secara
direct, maka saat sebelum dipreparasi, jika gigi mengalami
karies/fraktur, ditutupi dengan malam membentuk kontur anatomis
normal, kemudian dilakukan pencetakan. Setelah dipreparasi, cetakan
negatif (alginat) pada gigi itu diisi dengan resin akrilik kemudian
dipasangkan di gigi hasil preparasi yang sudah diberi vaselin agar
tidak menempel di gigi. Setelah mengeras sedikit, resin akrilik
dirapikan seperlunya (dipotong bagian yang berlebih) dan setelah
full setting cetakan dilepas dan MTS dipoles. Jika secara indirect,
maka tahap-tahap tersebut dilakukan pada model gigi dan kemudian
setelah jadi MTS dicobakan di gigi pasien.
Cara diatas merupakan pembuatan mahkota sementara secara
fabricated. Cara lain adalah dengan menggunakan mahkota sementara
prefabricated. Berbeda dengan cara fabricated, ada beberapa macam
bahan mahkota sementara digunakan, seperti aluminium, akrilik, dan
seluloid. Prosedur pemakaiannya: o Pemilihan mahkota sementara,
untuk gigi depan harus diperhatikan warna, bentuk dan besar yang
sesuai. o Adaptasi bagian servikal dan bagian dalam mahkota. Bagian
servikal setiap mahkota sementara tidak boleh menekan bagian
gingival untuk mencegah resesi.
Pontik Sementara
Pembuatan pontik sementara dilakukan sebelum pencetakan untuk
pembuatan GTJS pada retainernya. Disini pontik dibuat dengan
menggunakan wax (biasanya inlay wax) dan kemudian baru dilakukan
pencetakan untuk pembuatan MTS di gigi abutment.
b) Tahapan Klinik II (Evaluasi GTJ)
Setelah GTJ selesai difabrikasi dari laboratorium (belum jadi
sepenuhnya baru backing logam), sebelum dipasangkan pada pasien GTJ
ini perlu dievaluasi terlebih dahulu, terutama pada kualitas
backing logam dan facing porcelainnya (pada tipe PFM), namun jika
tidak menggunakan bahan ini maka tidak perlu dievaluasi. Disini
dievaluasi kecekatan GTC, ketepatan marginal, kontak proksimal,
ruang untuk facing, kontak oklusal dan artikulasi. Jika evaluasinya
baik, maka backing logam ini dikembalikan lagi ke laboratorium
untuk dibuatkan facing porselennya. Setelah jadi sepenuhnya,
kembali dilakukan evaluasi pemeriksaan di gigi pasien namun belum
disementasi secara permanen. Evaluasi ini meliputi:
Kecekatan (fitness/self retention)
GTC harus memiliki kecekatan yang maksudnya saat dipasangkan
bisa pas dan tidak jatuh saat dipasang di gigi hasil preparasi dan
mampu melawan gaya-gaya ringan yang berlawanan dengan arah insersi
tanpa sementasi.
Marginal fitness & integrity
Diperiksa pada bagian tepi servikal restorasi menggunakan sonde
halfmoon; apakah ada bagian yang terlalu pendek atau terbuka serta
dilakukan pemeriksaan mengelilingi servikal. Kemudian dilihat juga
kondisi gusi, apakah mengalami kepucatan (menandakan tepi servikal
yang terlalu panjang sehingga menekan gusi). Disini perlu dilakukan
pengurangan panjang namun jangan sampai terlalu pendek yang dapat
berakibat terbukanya tepi restorasi.
Kontak proksimal
Kontak tidak boleh terlalu menekan, overhanging, atau overkontur
(terlalu ke labial atau lingual atau oklusal). Perhatikan juga efek
dari ACF karena gaya ini sangat berpengaruh terhadap kondisi
inklinasi gigi. Pengecekan dilakukan dengan menggunakan benang gigi
dan dilewatkan di proksimal gigi tetangga ataupun antar GTC. Disini
benang harus mengalami hambatan ringan namun tidak sampai merobek
benang.
Stabilitas dan adaptasi ke mukosa gingiva
Merupakan kedudukan pada gigi penyangga harus tetap dan tepat,
sehingga tidak goyang, memutar, ataupun terungkit meskipun tidak
diberi gaya. Untuk masalah faktor ungkit umumnya diperiksa dengan
menekan salah satu gigi penyangga. Adaptasi mukosa tentu perlu
karena nantinya GTJ akan menekan gusi meskipun ringan namun tetap
tidak boleh membuat perubahan warna pada gusi yang dapat berujung
pada resesi serta untuk memaksimalkan efek self cleansing pada
daerah embrasurnya.
Penyesuaian oklusal
Pemeriksaan dilakukan menggunakan kertas artikulasi dan
diletakan di titik kontak dan titi oklusi dan suruh pasien
menggigit kertas tersebut dalam kondisi oklusi sentris. Hasil yang
baik adalah tidak adanya tanda pada hasil restorasi yang menandakan
bahwa oklusi sudah nyaman dan tidak ada yang mengganjal atau
ketidaknyamanan saat beroklusi. Hal ini perlu karena
ketidaknyamanan ini dapat berujung pada gangguan sistem
mastikasi.
Estetika
Syarat estetis selalu menjadi poin utama dalam setiap restorasi,
khususnya pada masa kini dimana pasien menginginkan restorasinya
sewarna gigi dan seideal mungkin, maka pada bagian yang terlihat
saat tersenyum (anterior dan sebagian kecil posterior) maka
restorasi harus sewarna gigi tetangganya dan harus mengikuti
kontur, anatomi, dan bentuk normal gigi tersebut (Smith dan Howe,
2007).c) Tahapan Klinik III (Sementasi dan Insersi)
Tahap pemasangan dilakukan dengan cara melakukan sementasi dari
retainer pada GTJ ke gigi penyangga menggunakan semen permanen yang
tidak larut dalam cairan mulut sehingga GTJ dapat berfungsi penuh.
Pemasangan dapat bersifat sementara ataupun permanen namun umumnya
bahan yang digunakan sama hanya berbeda tujuannya. Pemilihan bahan
sementasi didasarkan pada:
Besar beban kunyah
Jika tekanan kunyah besar maka memerlukan bahan yang memiliki
compressive strength tinggi untuk mencegah terjadinya retak
dikemudian hari dan dapat menyebabkan lepasnya GTJ. Jika tekanan
kunyah berisiko menimbulakn gaya ungkit makan bond strength ke gigi
juga harus baik.
Jumlah gigi penyangga
Jika jumlah gigi penyangga cukup banyak (GTJ long span) maka
bahan semennya perlu memiliki working time panjang dan flow tinggi
untuk mencegah terjadinya pengerasan yang terlalu awal sebelum gigi
dipasangkan mengingat jumlah retainer yang akan disemen banyak.
Keadaan gigi penyangga
Pada gigi penyangga yang mengalami hiperemia namun masih vital
maka sementasi dilakukan dengan bahan yang pH tinggi (basa). Jika
gigi kurang retentif semen perlu punya bond strength & film
thickness tinggi. Apabila sifat gigi penyangga merupakan MT pasak
logam maka perlu menggunakan bahan semen yang dapat berikatan
dengan baik dengan logam.
Desain dan bahan gigi tiruan
Desain dan bahan gigi tiruan berpengaruh pada estetika dan
fungsional GTC nantinya. Jika bahan gigi tiruan adalah akrilik yang
translusen maka tentunya semen harus memiliki warna yang sebisa
mungkin mirip dengan warna gigi, sedangkan untuk desain tertentu
maka semen harus punya tingkat kelarutan yang rendah.
Penyemenan jembatan berarti melekatkan jembatan dengan semen
pada gigi penyangga di dalam mulut. Persiapan gigi penyangga
sebelum penyemenan perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya untuk
mencegah perubahan relasi oklusal dan tepi gingiva, yang mungkin
juga disebabkan tekanan hidrolik yang mengganggu pulpa. Hal
tersebut harus dihindari oleh operator (Smith dan Howe, 2007).
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas bahan semen yang
umum digunakan antara lain GIC, Semen Resin, Zinc-Polikarbonat, dan
Zinc-Fosfat : Glass-Ionomer Cement
Merupakan bahan semen yang paling banyak dipakai karena
kemampuan biokompatibilitas ke jaringan dan restorasi yang baik
melalui ikatan kimia. Terdiri atas bubuk dan liquid yang mengandung
fluor sebagai proteksi dari karies. Saat pemasangan pastikan gigi
tidak terkontaminasi oleh saliva karena sifat semen yang
water-based. Apabila material yang digunakan adalah logam logam
tersebut dilapisi dengan opaquer terlebih dahulu. Sayangnya karena
daya larut yang rendah risiko kebocoran tepi servikal tinggi.
Resin Cement (Zinc Siloco Phosphate Cement)
Semen ini sudah tidak banyak dipakai karena sifatnya yang asam
sehingga restorasi tidak tahan lama dan mengiritasi jaringan. Namun
semen ini karena memiliki komposisi resin maka sifat
translusensinya sangat baik. Biasanya semen ini digunakan pada
retainer yang menggunakan material akrilik atau porselen serta gigi
penyangga yang non-vital (dowell crown).
Zinc Poly-Carboxylate Cement
Merupakan bahan semen jenis akrilik dengan paduan antara bubuk
dan liquidnya akan menurunkan pH serta meningkatkan bond strength
karena reaksi dengan kalsium gigi dan kandungan fluornya. Sifat
adhesif ke logam tinggi sehingga banyak dipakai untuk sementasi
Pasak-Inti. Kekurangannya adalah setting time yang cepat sehingga
tidak cocok untuk GTJ dengan span panjang atau multiple abutment
bridge. Tingkat kekerasannya juga masih dibawah semen
zinc-fosfat.
Zinc Phosphate Cement
Merupakan bahan semen yang paling pertama dikeluarkan tetapi
masih menjadi pilihan utama karena memiliki tingkat kekerasan, film
thickness dan setting time yang memadai. Semen ini juga punya
pilihan warna sehingga tidak terlalu mencolok. Sayngnya pH semen
ini rendah sehingga berisiko mengiritasi pulpa saat belum mengeras.
Oleh karena itu biasanya diberikan pelaps untuk proteksi pulpa
dengan cavity varnish. Prosedur sementasi adalah sebagai berikut:
Pembersihan bagian dalam retainer dari debris atau lemak dengan
alkohol lalu keringkan dengan air spray. Lakukan hal yang sama pada
gigi penyanggan namun menggunakan larutan antiseptik (jika alkohol
dapat dehidrasi jaringan). Jika semen yang digunakan bersifat asam,
gig penyangga dapat terlebih dahulu dilapisi dengan cavity varnish
di daerah dekat pulpa atau diaplikasikan kalsium hidroksida.
Blokir semua daerah insersi dengan gulungan kapas untuk mencegah
terjadinya kontaminasi oleh saliva serta gunakan saliva ejector.
Berikan separator oil di dasar pontik dan interdental untuk
memudahkan pengambilan sisa semen yang berlebih.
Lakukan manipulasi semen sesuai petunjuk pabrik lalu oleskan
semen di bagian dalam retainer dan di gigi penyangga, lalu pasang
sesuai dengan arah dan posisi yang benar. Tekan secara bertahap
masing-masing retainer untuk membuat semen mengalir dengan baik dan
mencegah adanya jebakan udara. Lihat kondisi oklusi sentris dan
fitnessnya, jika masih salah lepas segera dan ulangi lagi. Jika
sudah baik, GTJ ditekan dengan jari secara merata atau pasien dapat
diminta untuk menggigit dengan alat khusus sampai semen mencapai
setting time. Buang sisa kelebihan semen dengan sonde atau
eksavator kecil dan menggunakan benang gigi di bagian interdental
(Smith dan Howe, 2007).2.4 Material Yang Digunakan Dalam Pembuatan
Bridge
a) Pontik dan Retainer
Pontik dapat terbuat dari metal-keramik, cast metal, dan yang
sudah jarang dipakai adalah resin akrilik yang dilapisi metal.
Semua bahan material pontik dapat toleran dengan jaringan gigi
walaupun terkadang terjadi inflamasi pada jaringan gingival.
Porselen mudah dibersihkan dan higienis, dan beberapa klinisi telah
menganjurkan glazed porcelain yang harus menyentuh edentulous
ridges. Karena sifat porus resin, dan kesulitan dalam pemeliharaan
permukaan yang terpolis, resin tidak digunakan pada pontik dekat
jaringan. Porselen yang terpolis baik dan emas dengan tampilan
seperti kaca dianjurkan untuk kontak jaringan (Rosenstiel,
2006).
Gambar 5. A: Pontik metal-keramik B: Pontik metal C: Pontik
metal-resinKerangka logam untuk gigi tiruan sebagian logam-keramik
harus dengan persyaratan: (1) harus ada jumlah logam yang memadai
untuk menjamin kekakuan untuk kekuatannya (2) porselen harus
memiliki ketebalan yang hampir sama untuk menghindari kemungkinan
melemahnya porselen melalui konsentrasi stress. Untuk memenuhi
persyaratan ini, harus ada kepingan logam yang kontinu pada
permukaan lingual, memanjang dari bagian logam pada satu retainer,
melewati pontik lingual, dan ke bagian logam pada retainer lainnya
(Rosenstiel, 2006). Gambar 6. Konfigurasi insisal dari aspek
lingual pembatas mungkin saja lurus (A), atau berbentuk seperti
bergigi (B). Desain bergigi atau "trestle" diindikasikan ketika
konektor berkurang dalam dimensi faciolingual untuk memungkinkan
porselen di embrasur. Dengan meningkatkan ketinggian topangan
incisogingival, kekuatan konektor akan meningkat. Ini memberikan
sebagian besar logam untuk kekakuan dalam daerah 34konektor antara
pontik dan masing-masing retainer. Jika solder harus diperlukan, ia
memberikan logam yang memadai untuk solder bersama yang kuat
(Rosenstiel, 2006).Cakupan porselen retainer adalah sama dengan
yang untuk unit tunggal, kecuali di wilayah yang berdekatan dengan
pontik tersebut. Porcelain veneer di pontik tersebut kontinu dengan
lapisan porselen retainer yakni mencakup bagian insisal dari
permukaan lingual, permukaan labial, dan daerah yang berdekatan
atau kontak dengan ridge. Porselen berakhir pada permukaan lingual,
sekitar 1 mm insisal ke ridge. Kontak jaringan porselen
memungkinkan untuk estetika yang lebih baik dan menghapus junction
porselen-metal yang kasar dari kontak dengan jaringan, karena bisa
menyebabkan iritasi (Rosenstiel, 2006).
Pengecualian terhadap cakupan porselen yang direkomendasikan
pada aspek gingiva pontik terjadi pada situasi di mana semua
permukaan oklusal porselen digunakan dan ruang occlusogingival
terbatas. Untuk memastikan sokongan kaku untuk porselen, aspek
gingiva pontik harus tetap dalam logam, dengan junction
porselen-logam terletak pada aspek gingivofacial dari pontik
tersebut (Rosenstiel, 2006).
Upaya menghasilkan gigi tirun cekat sebagian posterior yang
estetik akan memerlukan penggunaan permukaan oklusal all-porcelain
terutama di lengkung mandibula, karena hanya aspek oklusal gigi
premolar dan molar yang terlihat. Setiap kali permukaan ini
digunakan pada sebuah pontik, sebuah pertimbangan harus dibuat
mengenai ketebalan occlusogingiva dari logam di pontik tersebut.
Untuk memastikan kekakuan yang memadai, bagian permukaan bawah dari
pontik mungkin harus menjadi logam untuk mengimbangi logam yang
dihilangkan dari oklusal. (Rosenstiel, 2006).b) Solder Joint
Solder adalah gabungan komponen logam oleh filler metal, atau
solder, yang menyatu dengan masing-masing bagian. Sebenarnya, jika
pengisi logam memiliki titik leleh yang lebih besar dari 450 C (840
F), proses ini disebut mematri (brazing). Istilah soledering umum
digunakan dalam kedokteran gigi. Bondingadalah kesatuan pada
welting dari permukaan yang bergabung dengan solder, dan bukan pada
mencairnya komponen logam. Ketika solder sendi dilakukan dengan
benar, tidak boleh ada fusi atau perubahan dari dua komponen yang
bergabung. Soldering berbeda dalam hal ini dari pengelasan, arti
lain dari bergabungnya logam. Dalam pengelasan fusi,
potongan-potongan yang bergabung mencair atau menyatu bersama-sama,
tanpa solder. Fluks ditempatkan pada permukaan yang akan disolder
sebelum mereka dipanaskan. Fluks dapat memberikan perlindungan
permukaan, mengurangi oksida, atau melarutkan oksida. Fluks
digantikan oleh solder, yang kemudian dapat membentuk sebuah
interface dan ikatan ke permukaan yang disolder. Soldering flux
untuk logam mulia didasarkan pada senyawa borat. Mereka membentuk
kaca low-fusing yang melindungi permukaan logam, dan mereka juga
mengurangi oksida seperti oksida tembaga. Mereka sering terlalu
cair untuk soldering pre-keramik. Fluorida digunakan pada paduan
logam dasar untuk melarutkan oksida stabil dari kromium, kobalt,
dan nikel. Selain bertindak sebagai pelarut, fluks juga melayani
peran protektif (Rosenstiel, 2006).
Fluks lebih mudah diaplikasikan jika dalam bentuk pasta. Pasta
fluks dapat dibuat dengan alkohol, bentuk yang paling popular
digunakan dengan paduan logam mulia menggunakan petrolatum sebagai
kendaraan, karena lebih mudah ditangani. Ini menjaga udara dari
fluks, dan ketika dipanaskan, petrolatum hilang tanpa meninggalkan
residu. Fluks terbuat dari boraks umum, atau pasta yang dibuat
dengan air, cenderung berkembang ketika mereka dipanaskan,
menghasilkan lubang pada solder sendi (Rosenstiel, 2006).
Antifluks adalah bahan yang digunakan untuk menguraikan daerah
yang akan disolder untuk membatasi aliran solder. Antifluks yang
paling umum adalah tanda dari pensil grafit lunak, yang tidak
memiliki polesan baik. Polesan rouge (oksida besi) yang bergantung
dalam kloroform juga dapat dicat di sekitar wilayah solder bersama
untuk mencegah penyebaran yang tidak diinginkan dari solder.
(Rosenstiel, 2006).
Solder emas diklasifikasikan berdasarkan kehalusan dan oleh
karat. Kehalusan mengacu pada bagian per seribu dari solder yang
emas. Misalnya, 600 solder baik akan menjadi 600 bagian emas per
1.000, atau 60% emas. Ketika digunakan untuk menandai pengecoran
paduan logam, karat mengacu pada bagian per 24 dari logam emas.
Sebagai contoh, sebuah paduan 18 K adalah 18 bagian emas per 24,
atau 75% emas. Bila digunakan dengan solder, karat memiliki arti
yang berbeda. Sebuah solder yang ditandai sebagai 18 K tidak
memiliki kandungan 75% dari emas. Sebaliknya, penunjukan 18 K
berarti bahwa itu dirumuskan untuk digunakan dengan 18 K paduan
pengecoran. Isi noble metal dari solder yang sebenarnya akan
diberikan berdasarkan kehalusan bukan oleh karatnya. Semakin tinggi
kehalusan solder, semakin tinggi titik lelehnya dan semakin besar
tahan korosi. Sementara solder dengan kehalusan yang lebih rendah
memiliki titik leleh yang lebih rendah, juga memiliki karakteristik
aliran yang lebih buruk (Rosenstiel, 2006).c) Bahan Cetak &
Prosedur Pencetakan
Pada istilah GTC, cetakan merupakan sebuah hasil cetak negatif
dari satu atau beberapa gigi, dan struktur di sekitarnya, yang
diperoleh dari insersi dari sebuah baki berisi (loaded tray) dengan
bahan plastis pada mulut pasien yang akan diubah menjadi bahan
elastis atau keras (hard material compound impression material)
pada waktu yang tepat setelah setting (perubahan kimia atau fisika)
yang jika dicampur dengan bahan die yang sesuai akan menghasilkan
cetakan duplikat positif atau replika, sebuah model atau working
cast yang disebut sebagai indirect technique wax pattern
fabrication. Bahan cetak telahdikembangkan untuk memenuhi kebutuhan
dokter gigi atas konstruksi pola malam indirek daripada teknik
direk berkaitan dengan keterbatasan penggunaannya, dan beberapa
keperluan penting lainnya yang harus ada pada bahan cetak untuk
menghasilkan cetakan yang akurat (Rosenstiel,
2006).2.5Faktor-Faktor Yang Perlu Dipertimbangkan Dalam Pembuatan
Crown & BridgeUntuk memperoleh hasil estetik yang optimal,
pembuatan crown & bridge memerlukan beberapa pertimbangan,
yaitu :1. Bentuk
Dalam melakukan restorasi khususnya dalam pembuatan crown &
bridge harus dipertimbangkan bentuk gigi asli yang ada sebagai
acuan . Ini dilakukan dengan tujuan agar diperoleh keselarasan
dengan kondisi jaringan sekitarnya. Pembuatan bentuk gigi senatural
mungkin akan mencegah timbulnya kesan palsu pada gigi tiruannya.
Karena estetik tidak selalu bersandar pada kondisi yang ideal namun
lebih pada membangun sesuatu untuk mencapai keadaan yang harmonis
dan sealamiah mungkin.
2. Posisi
Demikian pula halnya dengan posisi gigi. Dalam melakukan
perawatan untuk crown dan bridge perlu dipertimbangkan posisi gigi
asli yang akan digantikan maupun posisi gigi sekitarnya untuk
dipakai sebagai acuan. Posisi crown dan bridge disusun sedemikian
rupa sehingga memberikan keserasian dengan lengkung gigi secara
keseluruhan.3. Warna
Dalam melakukan penentuan warna, tidak semudah yang dibayangkan.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemilihan warna agar
sesuai dengan gigi asli. Kecuali pada kasus diskolorasi yang
memerlukan perbaikan warna hamper semua gigi, maka penentuan warna
hanya tergantung pada harapan pasien untuk memperloleh warna yang
lebih estetik. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan antara
lain, sumber cahaya, mata operator, lama waktu pengamatan, dan
latar belakang atau kondisi ruangan. Sumber cahaya merupakan faktor
yang dominan dalam melakukan pemilihan warna.( Patil, et al,
2002).
Sumber cahaya dari lampu seringkali menimbulkan metamerisme,
sehingga warna yang kita pilih ternyata tidak sesuai dengan warna
gigi asli yang menjadi acuannya. Sumber cahaya yang paling baik,
yang akan memberikan hasil yang sesuai dengan warna acuan adalah
cahaya matahari, yang berwarna putih pada tengah hari antar pukul
12.00 siang sampai 13.00. Namun sumber cahaya ini tidak selalu bisa
kita manfaatkan karena penentuan warna lebih sering dilakukan pada
jam-jam praktek seperti pada malam hari. Saat ini sudah banyak
tersedia lampu yang dapat menghasilkan cahaya yang memiliki
karakteristik seperti cahaya matahari pada tengah hari Operator
juga berperan dalam keberhasilan pemilihan warna, kualitas
penglihatan mata operator, kelelahan mata sangat berpengaruh pada
akurasi warna yang ditentukan. Lamanya pengamatan juga berperan
dalam menghasilkan warna yang tepat. Selain itu latar belakang juga
berpengaruh dalam menimbulkan metamerisme. Latar belakang yang
dimaksud tidak hanya warna cat ruangan, namun termasuk warna baju
pasien, dan warna lipstik.( Patil, et al. 2002).4. Bahan
Ada beberapa bahan yang sering digunakan untuk pembuatan crown
& bridge, yaitu porselen, metal porselen, akrilik, targis
vectris, dan metal. Bahan tersebut masing masing memiliki
karakteristik sendiri, sehingga kebutuhan akan estetik dipengaruhi
oleh kemampuan kita untuk memilih bahan. Sampai saat ini porselen
masih unggul dalam memberikan hasil estetik yang optimal. Warna
yang diperoleh sangat bagus dan dapat menyerupai warna gigi baik
dalam pemberian efekefek tertentu pada warna tersebut sehingga
dapat disesuaikan dengan kondisi gigi asli yang menjadi acuannya.
Masih berkaitan dengan bahan yang akan dipakai untuk pembuatan
crown & bridge, operator dalam melakukan preparasi perlu
mempertimbangkan jenis bahan dengan pengambilan jaringan gigi.
Ketebalan bahan yang diperlukan dipakai sebagai acuan banyaknya
jaringan gigi yang dipreparasi, seperti terlihat pada gambar 1
berikut :
Gambar 7. preparasi gigi
Sumber gambar : Rosenstiel, Land, Fujimoto. Contemporary Fixed
Pristhodontic.
2nd ed. 2006, Mosby Inc. Tooth preparation for an ceramic
restoration, chp 11:262-271 ; chp 9:216-229.Pada pembuatan crown
& bridge secara umum, teknik pencetakan sangat berpengaruh pula
pada keberhasilan perawatan. Pencetakan yang akurat akan memberi
dukungan yang dominan dalam menunjang keberhasilan. Bahan cetak
yang dipilih, teknik pencetakan yang dilakukan cukup menentukan
keakuratan hasil cetakan. Sebelum dilakukan pencetakan sebaiknya
dilakukan retraksi gingiva,seperti yang terlihat pada gambar 2,
agar daerah sulkus gingival dapat tercetak dengan sempurna. Benang
retraksi dimasukkan ke dalam sulkus gingival dengan hati-hati agar
tidak menyebabkan kerusakan epitel attachment. Dengan memperoleh
cetakan daerah marginal gingival akan lebih mudah bagi tekniker
untuk membuat crown dan bridge yang memiliki marginal fitness yang
baik.
Gambar 8. Retraksi gingival
Sumber gambar : Patil, Ratnadeep, 2002. Esthetic Dentistry, an
artists science, PR Publication, India , 1372.6 Dampak Desain GTC
yang Buruk
Desain gigitiruan yang tidak memenuhi syarat dapat menimbulkan
pengaruh buruk pada beberapa jaringan di rongga mulut, terutama
pada jaringan gingiva, misalnya :
a. Tidak adanya rest, dan rest yang jelek atau patah karena
preparasi yang tidak cukup, umumnya dapat mengakibatkan migrasi
dari komponen-komponen logam ke apikal sehingga terjadi gingivitis
hiperplasia. Jika migrasi dibiarkan berlanjut, maka dapat terjadi
dehiscence dan penetrasi akar.b. Celah antara lengan cengkram dan
tepi gingiva menyebabkan makanan terperangkap dan meningkatkan
kemungkinan besar pembusukan makanan dan gingivitis.c. Penempatan
cengkram atau konektor yang terlalu cepat ke tepi gingiva.d. Adanya
penimbunan sisa makanan diantara pinggiran basis gigitiruan dan
gigi alami. Timbunan sisa makanan akan mendorong tepi gingiva
keluar dari perlekatannya terhadap inflamasi jaringan akibat toksin
yang dibentuk oleh mikroorganisme yang berinkubasi.e. Penekanan
atau penutupan basis yang terlalu menekan pada tepi gingiva dapat
mengakibatkan trauma mekanik, respon inflamasi dan jika dalam
keadaan kronik, dapat mempercepat terbentuknya poket.f. Kontrol
plak yang kurang dari pasien.g. Kurangnya perawatan di rumah, baik
pada kebersihan gigitiruan cekat maupun kebersihan mulut yang
menyebabkan respon tidak menguntungkan karena makanan terperangkap.
Dengan berkurangnya perawatan di rumah, maka masalah jaringan
periodontal sering mengikuti gingivitis dan karies gigi.h.
Konstruksi GTC yang tidak benar mempengaruhi kondisi kesehatan
rongga mulut, menghambat kemampuan saliva sebagai self-cleaning,
trauma mekanis pada gingiva, mengalami kesulitan dalam membersihkan
rongga mulut yang dapat menimbulkan bau mulut (Zigurs G, 2005).
3