BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Demam Berdarah Dengue2.1.1.
DefinisiDemam dengue/DD dan Demam berdarah dengue/DBD (Dengue
Haemorhagic Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau
nyeri sendi yang disertai oleh leukopenia ,ruam,
limfadenopati,trombositopeni,dan diatesis hemoragic. Pada DBD
terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan Hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh.
Sindrom Renjatan Dengue (Dengue Syok Sindrom) adalah demam berdarah
dengue yang ditandai dengan renjatan/syok. 1Dalam kasus ini pasien
dalam keadaan demam, disertai keadaan leukopenia, serta
trombositopenia, maka dari itu berdasarkan definisi pasien
mengalami demam dengue/ demam berdarah dengue.2.1.2
EpidemiologiDemam dengue banyak terjangkit di daerah tropis dan
subtropis. Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita
demam dengue tiap tahun. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena
curah hujan di Asia yang sangat tinggi terutama di Asia timur dan
selatan ditambah dengan sanitasi lingkungan yang tidak bagus. WHO
memperkirakan lebih dari 500.000 dari 50 juta kasus demam dengue
memerlukan perawatan di rumah sakit. Lebih dari 40% penduduk dunia
hidup di daerah endemis demam dengue. 1,2Indonesia sebagai negara
tropis dengan angka kejadian Dengue yang tinggi, memang memiliki
potensi tinggi untuk terjadinya penyebaran wabah Dengue di
masyarakat. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di
kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi
dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) :
41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh
Indonesia Provinsi dengan AK tertinggi pada umumnya berbeda dengan
provinsi dengan AI (Angka Insidensi) tertinggi. Hal ini berarti
provinsi dengan AI tinggi belum tentu juga menjadi provinsi dengan
AK tinggi. Pada Gambar dibawah ini terlihat semua provinsi dengan
AK tertinggi adalah provinsi yang berada di luar pulau Jawa dan
Bali sedangkan provinsi dengan AI tertinggi umumnya dari Pulau Jawa
dan Bali.
Gambar . Lima provinsi tertinggi Angka Kematian DBD per 100.000
Penduduk di Indonesia Tahun 2005-2009Kasus DBD perkelompok umur
dari tahun 1993 - 2009 terjadi pergeseran. Dari tahun 1993 sampai
tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus DBD adalah kelompok umur
20% setelah mendapat terapi cairan dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi
pleura, asites, hipoproteinemia, dan hiponatremia.
Keterangan: Perbedaan utama DBD dengan DD adalah pada DBD
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi
perembesan plasma yang mengakibatkan haemokonsentrasi, hipovolemia
dan syok. Uji torniquet positif : terdapat 10 - 20 atau lebih
petekiae dalam diameter 2,8 cm (1 inchi).
Menurut WHO 2009, berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik dan/atau darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD
ditegakkan dengan melihat fase penyakit (febris, kritis, atau
penyembuhan), menentukan adanya warning signs, hidrasi, dan status
hemodinamik pasien, serta apakah pasien memerlukan rawat. 5
Gambar. Perjalanan Penyakit DBD.5Fase FebrisPasien akan mengeluh
demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi
hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat penurun panas. Fase ini
biasanya akan bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka
kemerahan, eritema, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan
nyeri kepala. Beberapa pasien mungkin juga mengeluhkan nyeri
tenggorokan atau mata merah (injeksi konjungtiva). Sulit untuk
membedakan dengue dengan penyakit lainnya secara klinis pada fase
awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini meningkatkan
kemungkinan adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat dijadikan
parameter untuk membedakan antara kasus dengue yang gawat dan tidak
gawat. Oleh karena itu, memperhatikan tanda-tanda peringatan
(warning signs) dan parameter lain sangat penting untuk mengenali
progresi ke arah fase kritis. Warning signs meliputi:3,5,6 Klinis:
nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan, perdarahan
mukosa, pembesaran hati >2 cm Laboratorium: peningkatan Ht
dengan penurunan trombosit.Manifestasi perdarahan ringan seperti
petekie dan perdarahan membran mukosa (hidung dan gusi) dapat
terjadi. Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama demam, namun
dapat juga dijumpai pada hari ke-3 hingga hari ke-5 demam.
Perdarahan vagina masif pada wanita usia subur dan perdarahan
gastrointestinal (hematemesis, melena) juga dapat terjadi walau
lebih jarang. Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji torniquet
positif, menandakan adanya peningkatan fragilitas kapiler. Pada
awal perjalanan penyakit 70,2% kasus DBD mempunyai hasil
positifHati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari
demam. Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba hingga 2-4 cm
di bawah arcus costae. Pada sebagian kecil dapat ditemukan ikterus.
Penemuan laboratorium yang paling awal ditemui adalah penurunan
progresif leukosit, yang dapat meningkatkan kecurigaan ke arah
dengue.Fase KritisAkhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD.
Pada saat demam mulai cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan
sembuh, maka hal ini harus diwaspadai sebagai awal kejadian syok.
Saat demam mulai turun hingga dibawah 37,5-38oC yang biasanya
terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan permeabilitas kapiler akan
terjadi dan keadaan ini berbanding lurus dengan peningkatan
hematokrit. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis
biasanya terjadi selama 24-48 jam. Leukopenia progresif disertai
penurunan jumlah platelet yang cepat merupakan tanda kebocoran
plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi. Temuan efusi
pleura dan asites secara klinis bergantung pada derajat kebocoran
plasma dan volume terapi cairan. Derajat peningkatan hematokrit
sebanding dengan tingkat keparahan kebocoran plasma. 5Keadaan syok
akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis akibat
kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs.
Terdapat tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab
terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut,
pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah, kecil sampai tak
teraba.Saat terjadi syok berkepanjangan, organ yang mengalami
hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi (impairment), asidosis
metabolik, dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini
menyebabkan perdarahan hebat sehingga nilai hematokrit akan sangat
menurun pada keadaan syok hebat. Pasien yang mengalami perbaikan
klinis setelah demam turun dapat dikatakan menderita dengue yang
tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang menjadi fase kritis
kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada pasien perlu
dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya
kebocoran plasma. 5Fase Penyembuhan (Recovery)Jika pasien dapat
bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi gradual
cairan ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum
pasien membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal
berkurang, status hemodinamik meningkat, dan diuresis normal.
Beberapa pasien akan mengalami ruam kulit putih yang dikelilingi
area kemerahan disekitarnya dan pruritus generalisata. Bradikardia
dan perubahan elektrokardiografi juga sering ditemukan pada fase
ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena efek dilusi
yang disebabkan reabsorpsi cairan. Jumlah leukosit biasanya akan
meningkat segera setelah demam turun, namun trombosit akan
meningkat kemudian. Pemberian cairan pada fase ini perlu
diperhatikan karena bila berlebihan akan menimbulkan edema paru
atau gagal jantung kongestif. 52.1.6.Pemeriksaan PenunjangA.
Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan laboratorium meliputi kadar
hemoglobin (Hb), kadar hematokrit (Ht), jumlah trombosit, dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif
disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke-3). Parameter
Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain : 1,3,5 Leukosit:
dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya
limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang
pada fase syok akan meningkat. Pada hasil laboratorium pasien demam
hari ke 4-6 didapatkan keadaan leukopenia, yang menggambarkan
keadaan limfositosis. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia
pada hari ke 3-8. Sesuai dengan keadaan pasien yang didapatkan
kadar trombosit pada demam hari ke 4, yakni 19.000. Dan mencapai
kadar > 100.000 yakni 123.000 pada demam hari ke 8. Hematokrit:
Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3
demam. Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen,
D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan
atau kelainan pembekuan darah. Protein/albumin: Dapat terjadi
hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. SGOT/SGPT (serum alanin
aminotransferase): dapat meningkat. Ureum, Kreatinin: bila
didapatkan gangguan fungsi ginjal. Elektrolit: sebagai parameter
pemantauan pemberian cairan. Golongan darah: dan cross macth (uji
cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah atau komponen
darah. B. Pemeriksaan RadiologiPada foto toraks (DBD derajat III/IV
dan sebagian besar derajat II) didapatkan efusi pleura, terutama di
hemitoraks sebelah kanan. Pemeriksaan foto toraks sebaiknya
dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.1C. Pemeriksaan
Antigen dan Antibodi VirusUntuk membuktikan etiologi DBD, dapat
dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus,
pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis
uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi
virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli,
waktu yang lama (lebih dari 12 minggu), serta biaya yang relatif
mahal. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah
pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti
dengue.1,7Pada infeksi primer, antibodi IgM dapat terdeteksi pada
hari kelima seelah onset penyakit, yakni setelah jumlah virus dalam
darah berkurang. Kadar IgM meningkat dengan cepat dan mencapai
puncaknya dalam 2 minggu dan menurun hingga tak terdeteksi lagi
setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG muncul beberapa hari setelah IgM
dan pada infeksi primer, produksi IgG lebih rendah dibandingkan
IgM, namun dapat bertahan beberapa tahun dalam sirkulasi, bahkan
seumur hidup. Sedangkan pada infeksi sekunder, kadar IgG meningkat
lebih banyak dibandingkan IgM dan muncul sebelum atau bersamaan
dengan IgM. IgG merupakan antibodi predominan pada infeksi
sekunder.7Salah satu metode pemeriksaan terbaru adalah pemeriksaan
antigen spesifik virus dengue, yaitu antigen nonstructural protein
1 (NS1). Dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam
kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada
infeksi primer dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder
dengue. Pemeriksaan ini juga dikatakan memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena itu, WHO
menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini
terbaik untuk pelayanan primer. 72.1.7.Diagnosa Banding 11. Demam
thyphoid2. Malaria3. Morbili4. DemamChikungunya5. Leptospirosis6.
IdiophaticThrombocytopenia Purpura(ITP)2.1.8. TatalaksanaTidak ada
terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah terapi
suportif. Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting
dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan, terutama melalui oral,
harus dipertahankan. Jika tidak bisa, maka diperlukan suplemen
cairan melalui jalur intravena. Menurut WHO 2009, berdasarkan
manifestasi klinis dan kondisi lainnya, pasien dapat dibagi tiga
kategori: rawat jalan (kelompok A), membutuhkan penanganan di rumah
sakit/rawat inap (kelompok B), dan membutuhkan penanganan emergensi
atau urgensi (kelompok C). 1,5,8Kelompok-APasien yang termasuk
dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi untuk minum secara
adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam jam, dan
tidak mempunyai warning signs, khususnya saat demam mereda. Pasien
rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi
hingga melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat
dipulangkan setelah dirawat dan diberikan edukasi untuk segera
kembali ke rumah sakit apabila warning signs muncul. Apabila
warning signs muncul maka tindakan selanjutnya adalah: 5 Memotivasi
minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan lain
yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang
hilang akibat demam. Memberikan parasetamol bila pasien merasa
tidak nyaman akibat demam. Interval pemberian parasetamol sebaiknya
tidak kurang dari enam jam. Petugas kesehatan harus setiap hari
memantau temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin output
(volume dan frekuensi), warning signs, tanda perembesan plasma atau
perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan trombosit
(kelompok-B). Kelompok-BPasien harus dirawat inap untuk observasi
ketat, khususnya pada fase kritis. Kriteria rawat pasien DBD
adalah:51. Adanya warning signs2. Terdapat tanda dan gejala
hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum, hipotensi postural,
berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.3. Perdarahan 4.
Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun
tidak syok), neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas,
sianosis).5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites6.
Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia
hemolitik, overweight/ obese, bayi, dan usia tua7. Kondisi sosial:
tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa transpor
memadai.Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus
dilakukan adalah: Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan
larutan isotonik seperti normosalin 0,9%, RL. Mulai dari 5-7
ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu kurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam selama
2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai
respon klinis. Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama
atau meningkat sedikit, lanjutkan dengan jumlah sama (2-3
ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda vital memburuk dan Ht
meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 510 ml/kg/jam selama
1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan periksa
kecepatan cairan infus berkala. Berikan volume intravena minimum
untuk menjaga perfusi dan urin output 0,5 ml/kg/jam selama 24-48
jam. Kurangi jumlah cairan infus berkala saat kebocoran plasma
berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal ini bisa diketahui
dari urin output dan/atau asupan minum cukup dan Ht menurun. Pasien
dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat.
Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi
perifer (tiap 1-4 jam hingga lewat fase kritis), urin output (tiap
4-6 jam), Ht (sebelum dan setelah pemberian cairan, selanjutnya
tiap 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ sesuai
indikasi.Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus
dilakukan: Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena
dengan NS 0,9% atau RL dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis
pemeliharaan. Untuk pasien obese atau overweight digunakan dosis
sesuai berat ideal. Berikan volume minimum untuk memelihara perfusi
dan urine output selama 24-48 jam. Pasien harus dimonitor:
temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin output (volume dan
frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan trombosit.
Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan sesuai
indikasi.Kelompok-C5Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan
urgensi apabila mengalami DBD berat untuk memudahkan akses intensif
dan transfusi darah. Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonik
secepatnya sangat penting untuk menjaga volume ekstravaskular saat
periode kebocoran plasma atau larutan koloid pada keadaan syok
hipotensi. Pantau nilai Ht sebelum dan sesudah resusitasi. Tujuan
akhir resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan
perifer (takikardia berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat,
ekstremitas tidak pucat dan hangat, dan CRT 0,5 ml/kg/jam, asidosis
metabolik menurun).4.1.9. Indikasi PulangPasien dapat pulang
apabila memenuhi semua kriteria berikut:5,8 Klinis: Bebas demam
selama minimal 48 jam Terdapat perbaikan ststus klinis (keadaan
umum baik, nafsu makan makan membaik, status hemodinamik stabil,
urine output normal, tidak ada gangguan pernapasan) Laboratoris:
Peningkatan jumlah trombosit Hematokrit stabil tanpa cairan
intravena
Gambar. Observasi dan pemberian cairan pada penderita DBD
dewasatanpa perdarahan dan tidak shock. 8
Gambar. Observasi dan pemberian cairan pada penderita DBD
dewasadengan perdarahan dan tidak shock.8
4.1.10. PencegahanKegiatan ini meliputi: 2a. Pembersihan jentik
Program pemberantasan sarang nyamuk Larvasidasi Menggunakan ikan
(ikan kepala timah, cupang, sepat)b. Pencegahan gigitan nyamuk
Menggunakan kelambu Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles) Tidak
melakukan kebiasan berisiko (tidur siang, menggantung baju)
Penyemprotan (fogging)