Top Banner
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang stabilitas bangunan yang terjadi dan lokasi yang berbeda yang terkait dengan penelitian yang dilakukan, maka dalam hal ini mencoba melakukan penelitian berdasarkan studi pustaka terhadap hasil penelitian yang ada, dan beberapa literatur yang berkaitan dengan topik yang akan dilakukan. Zain (2013), dalam skripsi dengan judul Analisis Pengaruh Bangunan Intake Terhadap Satabilitas Bendung (Studi Kelayakan Bendung PLTMH di Zeelandia). Bendung merupakan salah satu dari komponen bangunan sipil pembangkit listrik tenaga mikrohidro yang berfungsi untuk menaikkan elevasi muka air sungai sehingga dapat dialihkan kedalam intake. Tujuan dari penelitian ini adalah merencanakan bendung yang tepat dan aman terhadap stabilitas bendungnya dengan beberapa kombinasi tipe mercu, tipe intake dan peredam energi pada bendung pembangkit listrik tenaga mikrohidro di Zeelandia, Jember. Setelah itu dilakukan analisis stabilitas bendung dengan cara menganalisis gaya – gaya yang bekerja pada bendung saat kondisi normal dengan Q = 1,5 m 3 /s dan saat kondisi banjir dengan Q = 25,65 m 3 /s. Kemudian 4
41

BAB II

Dec 06, 2015

Download

Documents

mhdazwin

skrip
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang stabilitas

bangunan yang terjadi dan lokasi yang berbeda yang terkait dengan penelitian

yang dilakukan, maka dalam hal ini mencoba melakukan penelitian berdasarkan

studi pustaka terhadap hasil penelitian yang ada, dan beberapa literatur yang

berkaitan dengan topik yang akan dilakukan.

Zain (2013), dalam skripsi dengan judul Analisis Pengaruh Bangunan

Intake Terhadap Satabilitas Bendung (Studi Kelayakan Bendung PLTMH di

Zeelandia). Bendung merupakan salah satu dari komponen bangunan sipil

pembangkit listrik tenaga mikrohidro yang berfungsi untuk menaikkan elevasi

muka air sungai sehingga dapat dialihkan kedalam intake. Tujuan dari penelitian

ini adalah merencanakan bendung yang tepat dan aman terhadap stabilitas

bendungnya dengan beberapa kombinasi tipe mercu, tipe intake dan peredam

energi pada bendung pembangkit listrik tenaga mikrohidro di Zeelandia, Jember.

Setelah itu dilakukan analisis stabilitas bendung dengan cara menganalisis

gaya – gaya yang bekerja pada bendung saat kondisi normal dengan Q = 1,5 m3/s

dan saat kondisi banjir dengan Q = 25,65 m3/s. Kemudian melakukan kontrol

terhadap stabilitas bendung dengan syarat – syarat keamanan terhadap bahaya

guling, bahaya geser dan daya dukung tanah. Berdasarkan perhitungan nilai

Froude didapatkan nilai sebesar 2,008, sehingga dipilih tipe peredam energi bak

tenggelam.

Hasil dari analisis stabilitas pada pemilihan kombinasi tipe mercu, tipe

intake dan peredam energi didapatkan kombinasi tipe mercu ogee dengan intake

samping dan peredam energi bak tenggelam didapatkan nilai terhadap gaya geser

SF = 6,016 > 1,5 dan terhadap gaya guling SF = 1,914 >1,5 pada saat kondisi air

normal dan pada saat kondisi air banjir menunjukkan nilai gaya terhadap guling

SF = 2,345 > 1,25 dan gaya terhadap geser SF = 1,759 > 1,25 serta memenuhi

persyaratan daya dukung tanah dengan σmaks = 5,095 < σijin = 5,179 dan σmin =

2,562 > 0. Perencanaan bendung pembangkit listrik tenaga mikro hidro di

4

Page 2: BAB II

Zeelandia menggunakan kombinasi mercu ogee, intake samping dan peredam

energi bak tenggelam, karena aman terhadap stabilitasnya.

Robydiansyah (2012), dalam skripsi telah melakukan penelitian tentang

Kajian Ulang Stabilitas Geser Dan Guling Parafet Di Sungai Grindulu Kabupaten

Pacitan. Banjir adalah sesuatu yang tidak bisa diramalkan masyarakat setempat,

sehingga rasa khawatir selalu terbayang dalam menjalankan aktifitas sehari-hari

mereka. Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk meminimalkan bahaya

banjir adalah dengan membangun tanggul penahan banjir (parafet) yang dibangun

di bantaran sungai Grindulu. Agar bengunan ini dapat berfungsi dengan baik,

maka stabilitas bangunan harus baik pula. Maka dilakukan analisis stabilitas

parafet terhadap bahaya guling dan geser.

Metode observasi dan metode dokumentasi merupakan metode yang

digunakan dalam penyusunan Proyek Akhir ini. Metode observasi bertujuan untuk

mencari data-data yang diperlukan dengan datang langsung ketempat parefet

dibangun, mengamati aliran sungai, mencocokan gambar kerja dengan keadaan di

lapangan, mengamati proses pembangunan parafet dan mengamati hasil akhir

bangunan. Metode dokumentasi bertujuan untuk mencari data-data yang

diperlukan dalam perhitungan, seperti gambar kerja,data-data tanah dan data

lainya.

Berdasarkan analisis dan perhitungan, maka hasil yang didapat adalah

sebagai berikut : parafet tidak aman terhadap bahaya guling dan geser, karena

angka keamanan kurang dari angka aman yang disyaratkan. Tetapi terdapat dua

penyangga disetiap titik yang dapat menahan penggulingan dan penggeseran yang

diakibatkan banjir.

Sarsin (2012), dalam skripsi telah melakukan penelitian tentang Kontrol

Stabilitas Groundsill Bantar di Kali Progo Kabupaten Bantul. Aliran arus Kali

Progo yang deras dan penambangan pasir di daerah hulu jembatan Bantar sungai

Progo dapat membahayakan beberapa bangunan yang ada di sekitar sungai

tersebut, terutama asset nasional seperti jalan raya dan jembatan. Salah satu

pembangunan yang dilaksanakan adalah pembangunan sebuah groundsill di hilir

Jembatan Bantar. Agar bangunan dapat berfungsi dengan baik maka stabilitas

5

Page 3: BAB II

bangunan tersebut juga harus baik. Berdasarkan hal tersebut, penulis mencoba

untuk menganalisis keamanan stabilitas groundsill yang dipasang di hilir

Jembatan Bantar.

Metode yang digunakan dalam penyusunan Proyek Akhir ini adalah dengan

menggunakan metode observasi dan dokumentasi. Metode dokumentasi bertujuan

untuk mencari data-data yang diperlukan dalam perhitungan, seperti gambar kerja,

data tanah, dan data-data lainnya yang diperlukan dalam proses kajian stabilitas

groundsill. Metode observasi dilaksanakan dengan mengamati secara langsung

keadaan aliran yang ada di Kali Progo, mengamati keadaan tebing di sekitar

bangunan groundsill, mencocokan gambar dengan kondisi di lapangan,

mengamati bangunan-bangunan yang dilindungi dengan pembangunan groundsill

tersebut, dan menyaksikan penambangan pasir di hulu jembatan Bantar. Setelah

data yang dibutuhkan terpenuhi, maka analisis dilaksanakan dengan menggunakan

rumus-rumus dalam teori yang ada.

Hasil yang didapatkan berdasarkan analisis yang dilakukan adalah sebagai

berikut: Groundsill Bantar aman terhadap rembesan (piping) karena pada nilai

weight creep ratio hitung lebih besar dari nilai weight creep ratio untuk tanah

jenis pasir halus, dihitung menggunakan Metode Lane. Groundsill Bantar aman

terhadap gaya guling pada saat debit banjir ditinjau dari besarnya nilai Momen

Tahan lebih besar dari Momen Guling dan lebih ari batas minimum angka aman.

Groundsill Bantar ditinjau dari gaya geser masih aman pada saat debit banjir.

Groundsill Bantar aman terhadap daya dukung tanah, karena tegangan maksimum

dan minimum masuk dalam batas aman.

Djauhari (2012), dalam skripsi telah melakukan penelitian tentang

Perencanaan Bendung Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro Di Kali Jompo.

Bendung merupakan salah satu dari komponen bangunan sipil pembangkit listrik

tenaga minihidro yang berfungsi untuk menaikkan elevasi muka air sungai

sehingga dapat dialihkan kedalam intake. Tujuan dari penelitian ini adalah

merencanakan bendung yang tepat dan aman terhadap stabilitas bendungnya

dengan biaya yang paling rendah diantara beberapa kombinasi bendung pada

pembangkit listrik tenaga minihidro di Kali Jompo. Langkah-langkah yang

6

Page 4: BAB II

dilakukan dalam penelitian ini adalah merencanakan hidrolik bendung dengan

memilih kombinasi dari tipe mercu, tipe intake dan tipe peredam energi yang

tepat.

Setelah itu dilakukan analisis stabilitas bendung dengan cara menganalisis

gaya-gaya yang bekerja pada bendung saat kondisi air normal dan banjir.

Kemudian dikontrol stabilitasnya sesuai dengan syarat-syarat keamanan terhadap

bahaya guling, bahaya geser, daya dukung tanah, dan piping. Selanjutnya

dilakukan perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk mengetahui biaya

yang dibutuhkan.

Hasil analisis stabilitas pada bendung dengan kombinasi tipe mercu, tipe

intake dan tipe peredam energi pada kondisi air normal diketahui bahwa semua

kombinasi bendung aman terhadap stabilitasnya. Hasil analisis stabilitas pada

kondisi air banjir diketahui bahwa semua kombinasi bendung aman terhadap

stabilitasnya kecuali pada bendung yang menggunakan kombinasi peredam energi

tipe USBR IV tidak aman terhadap daya dukung tanahnya.

2.2. Tanah

Tanah di alam terdiri dari campuran-campuran butiran mineral dengan atau

tanpa kandungan bahan organic. Butiran –butiran dengan mudah dipisahkan satu

sama lainya dengan kocokan air. Tanah berasal dari pelapukan batuan yang

prosesnya dapat secara fisik atau kimia.sifat-sifat teknis tanah kecuali dipengaruhi

oleh sifat dari induk batuanya juga dipengaruhi oleh unsur-unsur luar yang

menjadi penyebab terjadinya pelapukan batuan tersebut. (Hardiyatmo. 2006).

2.2.1. Identifikasi Tanah

Tanah berbutir kasar dapat diidentifikasi berdasarkan ukuran butiran.

Menurut Massachusetts of Institute Technology (MIT) butiran-butiran yang

berdiameter lebih besar dari 2 mm diklasifikasikan sebagai kerikil. Jika butiran

dapat dilihat oleh mata, tetapi ukuranya kurang dari 2 mm, disebut pasir.

Tanah pasir kasar jika diameter berkisar antara 2-0,6 mm, pasir sedang jika

diameter antara 0,6-0,2 mm, dan pasir halus bila diameter antara 0,2-0,06 mm

(Hardiyatmo. 2006).

7

Page 5: BAB II

2.2.2.Sifat-sifat Teknis Tanah

1) Tanah Granuler

Tanah-tanah Granuler, seperti pasir, kerikil, batuan dan campuranya,

mempunyai sifat-sifat teknis yang sangat baik. Sifat-sifat tanah tersebut,

antara lain :

a) Merupakan material yang baik untuk mendukung bangunan dan badan

jalan, karena mempunyai kapasitas dukung yang tinggi dan penurunan

kecil, asalkan tanahnya relatife padat. Penurunan terjadi segera setelah

penerapan beban. Jika dipengaaruhi getaran pada frekuensi tinggi,

penurunan yang besar dapat terjadi pada tanah yang tidak padat.

b) Merupakan material yang baik untuk tanah urug pada dinding

penahan tanah, struktur bawah tanah dan lain-lain, karena

menghasilkan tekanan lateral yang kecil. Mudah dipadatkan dan

merupakan material untuk drainasi yang baik karena lolos air.

2) Tanah Kohesif

Tanah kohesif seperti lempung, lempung berlanau, lempung berpasir

atau berkerikil yang sebagian besar butiran tanahnya terdiri dari butiran

halus. Kuat geser tanah jenis ini ditentukan terutama dari kohesinya.

Tanah-tanah kohesif, umumnya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

a) Bila basah bersifat plastis dan mudah mampat ( mudah turun )

b) Menyusut bila kering dan mengembang bila basah

c) Berkurang juat gesernya bila kadar airnya bertambah

d) Berkurang kuat gesernya biala struktur tanahnya terganggu

e) Berubah volumenya dengan bertambahnya waktu akibat rangkak

(creep) pada beban yang konstan

f) Merupakan material kedap air

g) Material yang jelek untuk tanah urug, karena menghasilkan tekanan

lateral yang tinggi.

3) Tanah-tanah Lanau dan loess

Lanau adalah material yang butiran-butiranya lolos saringan no. 200.

Peck, dkk (1987), membagi tanah ini menjadi 2 kategori, yaitu lanau

8

Page 6: BAB II

yang dikarakteristikkan sebagai tepung batu yang tidak berkohesi dan

tidak plastis dan lanau yang bersifat plastis. Sifat-sifat teknis lanau

tepuung batu lebih cenderung mendekati sifat pasir halus. Loess adalah

material lanau yang diendapkan oleh angin dengan diameter butiran kira-

kira 0,06 mm. Partikel-partikelnya biasnya mempunyai rekatan karena

adanya kalsium karbonat. Akibat dari pengaruh prosses pembentukanya,

sifat loess sangat berbeda dengan lanau. Karakteristik loess umumnya

merupakan endapan yang tidak padat dengan berat volume kira-kira 10

kN/m3. Bila mengandung material pengikat (lempung atau kapur) pada

kondisi kering tanah ini mempunyai kapasitas dukung sedang sampai

tinggi. Akibat penjenuhan, loess kehilangan sifat rekatanya dan dapat

mengalami peenurunan yang tingggi. Loess bisa digali pada tebing yang

mendekati vertical.

4) Tanah Organik

Sembarang tanah yang mengandung bahan organic, yang

mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah disebut tanah organic. Bahan-

bahan organik terdiri tumbuh-tumbuhan atau binatang. Jumlah bahan

organic dinyatakan dalam istilah kadar organic, yaitu nilai banding

antara berat bahan organic terhadap contoh tanah yang kering oven.

(McFarland., dalam Robydiansah 2012) menyatakan berat bahan organik

dapat ditentukan dengan memanaskan contoh tanah untuk membakar

bahan organiknya.

2.2.3. Kadar Air, Angka Pori, Porositas, dan Berat Volume Tanah

Tanah terdiri dari tiga komponen yaitu: udara, air, dan bahan padat. Udara

dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedang air sangat mempengaruhi

sifat-sifat teknis tanah. Ruang diantara butiran-butiran dapat terisi oleh air atau

udara. Bila rongga tersebut terisi air maka tanah dapat dikatakan dalam kondisi

jenuh. Bila rongga terisi oleh udara dan air maka tanah dalam kondisi jenuh

sebagian. Sedangkan tanah yang tidak mengandung air sama sekali atau kadar

airnya nol disebut tanah kering. Hubungan antara kadar air, angka pori, porositas,

9

Page 7: BAB II

berat volume dan lainnya tersebut sangat diperlukan dalam praktik (Hardiyatmo,

2006).

Sumber : Hardiyatmo, 2006.

Gambar 2.1. Diagram fase tanah

Keterangan Gambar :W = beratV = volumeWa= berat udara, dianggap sama dengan nolWw= berat airWs = berat butiran padatVa = volume udaraVw= volume airVs = volume butiran padatVv = volume rongga pori = Va + Vw

Hubungan-hubungan antar parameter tanah tersebut di atas adalah sebagai

berikut:

Kadar air (w), yakni perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat

butiran (Ws) dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen.

W (% )=WwWs

x100............................................................................................. 2.1

Angka pori (e), perbandingan volume rongga (Vv) dengan volume butiran

(Vs). Biasanya dinyatakan dalam desimal.

e=VvVs

................................................................................................................. 2.2

Porositas (n), yakni perbandingan antara volume rongga (Vv) dengan

volume total (V). Dapat digunakan dalam bentuk persen maupun desimal.

n=VvV

................................................................................................................. 2.3

Berat volume basah (ɣb ), adalah perbandingan antara berat butiran tanah

termasuk air dan udara (W) dengan volume tanah (V).

10

Page 8: BAB II

ɣb=WV

................................................................................................................ 2.4

dengan

W = Ww + Ws + Wv (Wv = berat udara = 0). Bila ruang udara terisi oleh air

seluruhnya (Va = 0), maka tanah menjadi jenuh.

Berat volume kering (ɣd ), adalah perbandingan antara berat butiran (Ws)

dengan volume total (V) tanah.

ɣd=WsV

............................................................................................................... 2.4

Berat volume butiran padat (ɣs), adalah perbandingan antara berat butiran

padat (Ws) dengan volume butiran padat (Vs).

ɣs=WsVs

............................................................................................................... 2.5

Berat jenis (specific gravity) tanah (Gs), adalah perbandingan antara berat

volume butiran padat (ɣs) dengan berat volume air (ɣw) pada temperatur 4° C.

Gs= ɣsɣw

............................................................................................................... 2.6

Gs tidak berdimensi. berat jenis dari berbagai jenis tanah berkisar antara

2,65 sampai 2,75. Nilai berat jenis sebesar 2,67 biasanya digunakan untuk tanah-

tanah tak berkohesi. Sedang untuk tanah kohesif tak organik berkisar di antara

2,68 sampai 2,72. Nilai-nilai berat jenis dari berbagai jenis tanah diberikan dalam

Tabel 1.

Tabel  2.1.  Berat jenis tanahMacam Tanah Berat Jenis  Gs

Kerikil

Pasir

Lanau tak organik

Lempung organik

Lempung tak organik

Humus

Gambut

2,65  -  2,68

2,65  -  2,68

2,62  -  2,68

2,58  -  2,65

2,68  -  2,75

1,37

1,25  -  1,80

Sumber : Hardiyatmo, 2006

11

Page 9: BAB II

2.3. Tipe-tipe Bangunan Penahan

Menurut bahan konstruksi, dinding penahan dibagi atas dua yaitu dari

pasangan batu dan beton pracetak (Ghazali, 2013). Berdasarkan bentuk

konstruksinya dan caranya menahan tanah, dinding penahan dapat dibedakan

menjadi beberapa jenis, yaitu :

1. Tembok penahan pasangan bata

Tembok penahan ini digunakan terutama untuk mencegah terhadap keruntuhan

tanah, dan lebih lanjut lagi digunakan apabila tanah asli dibelakang tembok

cukup baik dan tekanan tanah dianggap kecil. Hal ini temasuk kategori dimana

kemiringan lebih curam dari 1 : 1 dan dibedakan dari pasangan batu dengan

kemiringan muka tanah lebih kecil. Terdapat dua macam tembok penahan yaitu

penembokan kering (dry masonry) dan penembokan basah (Water masonry).

2. Tembok Penahan Beton Tipe Gravitasi

Tembok penahan macam gaya berat bertujuan untuk memperoleh ketahanan

terhadap tekanan tanah dengan beratnya sendiri. Karena bentuknya yang

sederhana dan juga pelaksanaan yang mudah, Jenis ini menggantungkan

seluruh kestabilan pada berat dinding itu sendiri karena bentuknya sederhana

dan pelaksanaannya mudah, maka diperlukan konstruksi bangunan yang tidak

tinggi. Bahannya dapat dibuat dari pasangan batu atau beton tanpa tulangan,

kecuali pada permukaan luar untuk mencegah retak-retak akibat perubah suhu.

3. Tembok Penahan Tipe Semi Gravitasi

Jenis ini mempunyai fungsi sama dengan dinding gravitasi, hanya bagian

bawah diperluas. Penampang dinding dapat direduksi.

4. Tembok penahan dengan sisi belakang tegak

Jenis ini dapat dibuat dari beton tanpa tulangan atau dengan tulangan. Dinding

penahan dengan tulangan lebih ekonomis terutama untuk dinding yang relatif

tinggi.

5. Tembok penahan dengan sisi belakang miring

12

Page 10: BAB II

Jenis ini terbuat dari tanpa beton tulangan dan cukup baik digunakan dinding

yang tinggi.

6. Tembok penahan dengan kensel

Jenis ini terbuat dari beton bertulang dan secara statis merupakan konstruksi

yang kokoh dengan keseimbangan momen yang baik, tanah dasar yang baik.

Diatas kesel dapat diletakkan instalasi-instalasi bawah tanah, seperti pipa air

minum, air limbah, jaringan telepon atau listrik.

7. Tembok penahan beton dengan sandaran

Tembok penahan dengan sandaran sebenarnya juga termasuk dalam kategori

tembok penahan gravitasi tetapi cukup berbeda dalam fungsinya. Tembok

penahan gravitasi harus berdiri pada alas bawahnya meskipun tidak ada tanah

timbunan dibelakang tembok itu, oleh karena itu berat tembok haruslah besar,

dan tergantung dari kebutuhan besarnya kapasitas daya dukung tanah pondasi.

Jenis ini dapat dibuat dari susunan batu atau beton. Tembok penahan ini

digunakan bila tanah asli dibelakang cukup baik dan tekanan tanahnya relatif

kecil.

8. Tembok penahan beton bertulang dengan balok kantilever (q)

Tembok penahan dengan balok kantilever tersusun dari suatu tembok

memanjang dan suatu pelat lantai. Masing-masing berlaku sebagai balok

kantilever dan kemantapan dari tembok, didapatkan dengan berat badannya

sendiri dan berat tanah di atas tumit pelat lantai. Bila dinding tinggi, maka

tekanan tanah yang bekerja pada dinding cenderung untuk menggulingkan

dinding, untuk itu agar ekonomis sebaiknya digunakan dinding kontilever.

Dinding ini mempunyai bagian pada dasarnya memanjang di bawah tanah

urugan dan berat tanah diatas kaki tersebut dapat membantu mencegah

tergulingnya dinding. Karena tembok jenis ini relatif mudah dilaksanakan,

maka jenis ini juga dipakai dalam jangkauan luas.

9. Tembok penahan beton bertulang dengan penyokong di sisi dalam

13

Page 11: BAB II

Dinding penahan jenis ini, hampir sama dengan cantilever, tetapi pada jarak

tertentu didukung oleh plat-plat vertikal yang diletakkan di belakang dinding.

Jenis ini digunakan pada dinding yang tingginya lebih dari 8 meter. Tembok

penahan dengan tembok penyokong berfungsi sama seperti penahan dengan

penahan, tetapi tembok penyokong yang berhubungan dengan penahan di

tempatkan pada sisi yang berlawanan dengan sisi dimana tekanan tanah

bekerja. Berat tanah di atas bagian tumit pelat lantai tidak digunakan untuk

menjamin kemantapan, maka dibutuhkan lebar pelat lantai yang besar dan

akibatnya jenis ini tidak dipakai lebih dari yang dibutuhkan kecuali dalam hal

dimana kondisi khusus yang tak memungkinkan membangun pelat

lantaidibelakang tembok penahan dapat teratasi.

10. Dinding penyokong dari luar

Dinding jenis ini hampir sama dengan dinding counterfort, hanya pada jenis

ini penyokong ditempatkan di depan dinding.

11. Dinding penahan khusus

Jenis ini adalah tembok penahan Khusus yang tidak termasuk dalam tembok

penahan yang lainnya. Jenis ini dibagi menjadi tembok penahan macak rak,

tembok penahan tipe kotak, tembok penahan terbuat di pabrik, tembok

penahan yang menggunakan jangkar, tembok penahan dengan penguatan

tanah dan tembok penahan berbentuk Y terbalik.

a. Dinding penahan yang tersusun dari balok-balok beton pracetak misalnya

dinding krib.

b. Dinding penahan dari bronjong

c. Dinding penahan tipe kotak

d. Dinding penahan bentuk Y terbalik

e. Dinding penahan dengan pelebar arah dan konsel.

2.4. Pengertian Bendungan

Bendungan adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air

menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Seringkali bendungan juga

digunakan untuk mengalirkan air kesebuah pembangkit listrik tenaga air.

14

Page 12: BAB II

Kebanyakan dam juga memiliki bagian yang disebut pintu air untuk membuang

air yang tidak diinginkan secara bertahap atau berkelanjutan.

Bendungan adalah tembok yang dibangun melintasi sebuah sungai.

Bendungan dapat dibuat dan tanah, bata, atau beton. Struktur ini menghambat

aliran sungai, sehingga menciptakan danau buatan yang dinamakan waduk. Air

yang ditampung dalam waduk dapat digunakan untuk membangkitkan listrik,

untuk menyediakan air untuk irigasi dan minum, dan untuk membantu pergerakan

perahu, mengendalikan banjir, dan untuk rekreasi. Beberapa bendungan dibangun

dengan tujuan untuk memenuhi fungsi lebih dari satu hal.

2.4.1.Fungsi Bendungan

Fungsi Bendungan menurut Sidharta, SK (1997), Sebuah bendungan

berfungsi sebagai penangkap air dan menyimpannya dimusim hujan waktu air

sungai mengalir dalam jumlah besar dan yang melebihi kebutuhan baik untuk

keperluan irigasi, air minum, industri atau yang lainnya.

Berbeda dengan fungsi sebuah bendung yang tidak dapat menyimpan air

melainkan hanya untuk meninggikan muka air sungai dan mengalirkan sebagian

aliran air sungai yang ada ke arah tepi kanan dan/atau kiri sungai untuk

mengalirkannya ke dalam saluran melalui sebuah bangunan pengambilan jaringan

irigasi. Dengan memiliki daya tampung tersebut sejumlah besar air sungai yang

melebihi kebutuhan dapat disimpan dalam waduk dan baru dilepas mengalir

kedalam sungai lagi di hilimya sesuai dengan kebutuhan saja pada waktu yang

diperlukan. Berikut fungsi bendungan berdasarkan kebutuhan:

1. Bendungan untuk persediaan air dan irigasi menampung air dalam

sebuah waduk. Air ini kemudian dialirkan ke kota-kota atau

pertanian dengan menggunakan pipa atau saluran besar.

2. Bendungan hydropower menggunakan air untuk menggerakkan plat

mesin yang dinamakan turbin untuk membangkitkan listrik. Listrik

kemudian dialirkan ke kota-kota atau pabrik dengan menggunakan

kabel transmisi. Setelah melewati turbin, air kemudian dilepaskan

kembali ke sungai yang terletak di bawah bendungan.

15

Page 13: BAB II

3. Bendungan pengendali banjir menampung air selama hujan deras un-

tuk mengurangi banjir pada hilir sungai.

4. Bendungan navigasi menampung air dan melepaskannya saat air dalam

sungai sedang rendah sehingga perahu dapat berlayar naik turun

sungai sepanjang tahun. Bendungan jenis ini biasanya dibangun

dengan kunci, atau peralatan yang meningkatkan atau menurunkan

perahu sehingga dapat berlayar melewati bendungan.

2.4.2. Macam-macam Bendungan Berdasarkan fungsinya

Tipe bendungan berdasarkan fungsinya menurut Sidharta, SK (1997), yaitu

sebagai berikut:

1. Bendungan pengelak pendahuluan (primary cofferdam, dike)

Adalah bendungan yang pertama-tama dibangun di sungai pada waktu

debit air rendah agar lokasi rencana bendungan pengelak menjadi kering

yang memungkinkan pembangunannya secara teknis.

2. Bendungan pengelak (cofferdam)

Adalah bendungan yang dibangun sesudah selesainya bendungan pengelak

pendahuluan sehingga lokasi rencana bendungan utama menjadi kering

yang memungkinkan pembangunannya secara teknis.

3. Bendungan utama (main dam)

Adalah bendungan yang dibangun untuk memenuhi satu atau lebih tujuan

tertentu.

4. Bendungan sisi ( high level dam )

Adalah bendungan yang terletak di sebelah sisi kiri dan sisi kanan

bendungan utama yang tinggi puncaknya juga sama. Ini dipakai untuk

membuat proyek seoptimal-optimalnya, artinya dengan menambah tinggi

pada bendungan utama diperoleh hasil yang sebesar-besarnya biarpun

harus menaikkan sebelah sisi kiri dan atau sisi kanan.

5. Bendungan di tempat rendah (saddle dam)

Adalah bendungan yang terletak di tepi waduk yang jauh dari bendungan

utama yang dibangun untuk mencegah keluarnya air dari waduk sehingga

air waduk tidak mengalir ke daerah sekitarnya.

16

Page 14: BAB II

6. Tanggul ( dyke, levee)

Adalah bendungan yang terletak di sebelah sisi kiri dan atau kanan

bendungan utama dan di tempat yang jauh dari bendungan utama yang

tinngi maksimalnya hanya 5 m dengan panjang puncaknya maksimal 5 kali

tingginya.

7. Bendungan limbah industri (industrial waste dam)

Adalah bendungan yang terdiri atas timbunan secara bertahap untuk

menahan limbah yang berasal dari industri.

8. Bendungan pertambangan (mine tailing dam, tailing dam)

Adalah bendungan yang terdiri atas timbunan secara bertahap untuk

menahan hasil galian pertambangan dan bahan pembuatnya pun berasal

dari hasil galian pertambangan juga.

2.4.3.Komponen Bendungan

Komponen bendungan merupakan bagian yang terdapat di bangunan utama,

bangunan utama terdiri dari komponen bendungan yaitu, Bangunan Intake,

Bangunan Pembilas, Jemputan, Bendung dan komponen pelengkap seperti terlihat

pada Gambar 2.2. Bagian Bendungan.

Sumber : Salsabila, 2012

Gambar 2.2. Bagian Bendungan

1. Bangunan intake

Bangunan intake adalah suatu bangunan pada bendung yang berfungsi

sebagai penyadap aliran sungai, mengatur pemasukan air dan sedimen.

17

Page 15: BAB II

Terdiri dari lantai/ambang dasar, pintu, dinding banjir, pilar penempatan

pintu, saringan saqmpah, jembatan pelayan, raumah pintu, dan

perlengkapan lainnya.

2. Bangunan pembilas

Bangunan pembilas adalah salah satu perlengkapan pokok bendung yang

terletak di dekat dan menjadi satu kesatuan dengan intake.

3. Badan bendungan (body of dams)

Adalah tubuh bendungan yang berfungsi sebagai penghalang air.

Bendungan umumnya memiliki tujuan untuk menahan air, sedangkan

struktur lain seperti pintu air atau tanggul digunakan untuk mengelola atau

mencegah aliran air ke dalam daerah tanah yang spesifik. Kekuatan air

memberikan listrik yang disimpan dalam pompa air dan ini dimanfaatkan

untuk menyediakan listrik bagi jutaan konsumen.

4. Pintu air (gates)

Digunakan untuk mengatur, membuka dan menutup aliran air di saluran

baik yang terbuka maupun tertutup. Bagian yang penting dari pintu air

adalah :

a. Daun pintu (gate leaf)

Adalah bagian dari pintu air yang menahan tekanan air dan dapat

digerakkan untuk membuka , mengatur dan menutup aliran air.

b. Rangka pengatur arah gerakan (guide frame)

Adalah alur dari baja atau besi yang dipasang masuk ke dalam

beton yang digunakan untuk menjaga agar gerakan dari daun pintu

sesuai dengan yang direncanakan.

18

Page 16: BAB II

Sumber : Salsabila, 2012

Gambar 2.3. Pintu Air

2.5. Beban Bekerja pada Penahan Air

Beban merupakan salah satu gaya yang akan dipikul oleh semua struktur

bangunan. Adapun jenis-jenis beban yang bekerja pada bangunan struktur antara

lain :

1) Beban Mati

Beban mati terdiri dari berat sendiri komponen termasuk bagian-bagian atau

kelengkapan yang melekat permanen. Semua beban yang melekat pada

bangunan tersebut digolongkan sebagai beban mati. Penghitungan beban mati

dapat dihitung dengan menggunakan pembebanan sendiri berdasarkan nilai-

niilai satuan beratnya.

2) Beban Hidup

Beban hidup terdiri dari beban yang tidak menetap baik dari segi posisi,

intensitas maupun rentang waktunya, seperti tekanan air, material timbunan,

beban angin, beban lumpur,tekanan tanah aktif dan pasif. Penetapan besaran

nilai pada beban hidup pada umumnya disertai dengan beban maksimum

yang terdapat dalam struktur bangunan tersebut. Beban yang lebih besar bisa

saja muncul namun dengan durasi yang kecil sehingga terlalu rendah untuk

digunakan dalam perancangan.

3) Tekanan air

a) Gaya tekan air dapat dibagi menjadi gaya hidrostatik dan gaya

hidrodinamik. Tekanan hidrostatik adalah fungsi kedalaman di bawah

19

Page 17: BAB II

permukaan air. Tekanan air akan selalu bekerja tegak lurus terhadap

muka bangunan. Oleh sebab itu agar perhitungannya lebih mudah,

gaya horisontal dan vertikal dikerjakan secara terpisah. Tekanan air

dinamik jarang diperhitungkan untuk stabilitas bangunan bendung

dengan tinggi energi rendah. .

b) Gaya tekan ke atas bangunan mendapat tekanan air bukan hanya pada

permukaan luarnya, tetapi juga pada dasarnya dan dalam tubuh

bangunan itu. Gaya tekan ke atas, yakni istilah umum untuk tekanan

air dalam, menyebabkan berkurangnya berat efektif bangunan

diatasnya.

4) Berat bangunan bergantung kepada bahan yang dipakai untuk membuat

bangunan itu. Untuk tujuan-tujuan perencanaan pendahuluan, boleh

dipakai harga-harga berat volume di bawah ini.

Pasangan batu 22 kN/m3 (≈ 2.200 kgf/m3)

Beton tumbuk 23 kN/m3(≈ 2.300 kgf/m3)

Beton bertulang 24 kN/m3(≈ 2.400 kgf/m3)

Berat volume beton tumbuk bergantung kepada berat volume agregat

serta ukuran maksimum kerikil yang digunakan.

Untuk ukuran maksimum agregat 150 mm dengan berat volume 2,65,

berat volumenya lebih dari 24 kN/m3 (≈ 2.400 kgf/m3) ( kp-02

perencanaan bendung, 1986 )

2.6. Tekanan Angkat ( uplift )

Pada konstruksi-konstruksi di daerah yang tergenang air (pilar jembatan)

dan lain-lain atau muka air tanah yang tinggi, maka akan terjadi adanya tekanan

hidrostatis yang mengurangi besarnya angka keamanan (SF).

Hw = 0,5 B . (h1 + h2 ).γw............................................................................ 2.7

Mw = Hw.a2................................................................................................ 2.8

20

Page 18: BAB II

(Sumber : Suryolelono,1994)

Gambar 2.4. pengaruh tekanan uplift pada dinding

2.7. Gaya Gempa

Faktor-faktor beban akibat gempa yang akan digunakan dalam perencanaan

bangunan-bangunan pengairan diberikan dalam bentuk peta yang diterbitkan oleh

Kementrian Pekerjaan Umum dalam tahun 2010 dengn judul “ Peta Hazard

Gempa Indonesia 2010”. Gaya gempa ditentukan oleh berat konstruksi parafet

dan juga ditentukan oleh koefisien gempa. Koefisien gempa dapat dihitung

dengan menggunakan rumus sebagai berikut

αd=n¿........................................................................................... 2.9

E=αdg

........................................................................................................ 2.10

Dimana :

αd = percepatan gempa rencana ( cm/det2 )

n, m = koefisien untuk jenis tanah ( lihat tabel 1 )

αc = percepatan kejut dasar ( cm/det2)

E = koefisien gempa

g = percepatan grafitasi ( 9,81 m/det2 )

z = faktor yang bergantung kepada letak geografis

Tabel 2.2. Koefisien Jenis Tanah

21

Uplift (gaya angkat)

Page 19: BAB II

jenis n m

Batu 2,76 0,71

Diluvium 0,87 1,05

Aluvium 1,56 0,89

Aluvium lunak 0,29 1,32

Sumber : KP-06 Parameter Bangunan, 1986

2.8. Daya Dukung Tanah Terhadap Bangunan di Atasnya

Analisis kapasitas dukung (bearing capacity) mempelajari kemampuan

tanah dalam mendukung beban pondasi dari struktur yang terletak di atasnya.

Kapasitas dukung menyatakan tahanan geser tanah untuk melawan penurunan

akibat pembebanan, yaitu tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh tanah

disepanjang bidang-bidang gesernya (Hardiyatmo,2010). Menghitung kapasitas

dukung pondasi dihitung dengan rumus Terzaghi berikut:

Rumus : qu = C x Nc + γt x D x Nq + 0,5 x γt x B x Nγ.............................. 2.11

Dimana : qu = kapasitas dukung batas persatuan luas (t/m3)

C = kohesi tanah dibawah dasar pondasi,

γt = berat jenis tanah (t/m3),

D = kedalaman pondasi (m),

B = lebar pondasi (m),

Nc,Nq,Nγ = faktor daya dukung terzaghi yang nilainya didasarkan pada

suduk geser dalam (φ) dari tanah dibawah dasar pondasi.

(untuk nilai Nc,Nq,Nγ dapat dilihat pada Tabel 2.3).

Tabel 2.3. Nilai-nilai Kapasitas Dukung Terzaghi

φKeruntuhan geser umum

Nc Nq Nɣ

0 5,7 1,0 0,0

5 7,3 1,6 0,5

22

Page 20: BAB II

10 9,6 2,7 1,2

15 12,9 4,4 2,5

20 17,7 7,4 5

25 25,1 12,7 9,7

30 37,2 22,5 19,7

34 52,6 36,5 35

35 57,8 41,4 42,4

40 95,7 81,3 100,4

45 172,3 173,3 297,5

48 258,3 287,9 780,1

50 347,6 415,1 1153,2

Sumber : Zakaria, 2006

Untuk mendapatkan daya dukung tanah yang diijinkan, maka diambil faktor

aman sebesar = 3, sehingga rumus menjadi :

Rumus : qn = q – Df x γ ............................................................................... 2.12

Dimana : qn = daya dukung tanah diijinkan (kN/m2),

q = beban di atasnya (kN/m2),

γ = berat volume tanah (t/m2).

Faktor aman:

Dihitung dengan rumus;

F=qun

qn....................................................................................................... 2.13

Dimana : F = angka keamanan

qun = kapasitas dukung ultimit netto (kN/m2),

qu = daya dukung tanah yang diijinkan (kN/m2)

23

Page 21: BAB II

Meyerhof (1963) dalam Hardiyatmo (2014), telah mengembangkan rumus-rumus

perhitungan kapasitas daya dukung dengan mempertimbangkan faktor :

kedalaman, bentuk dan k emiringan beban . Rumus daya dukung secara umum dari

Meyerhof adalah :

qu = Sc.dc.ic.c. Nc + sq.dq.iq. po.Nq + ½..B’.N.s.d.i ..................................... 2.14

Dimana : qu = kapasitas dukung ultimit (kN/m2)

Nc, Nq, Nɣ = faktor kapasitas dukung untuk fondasi memanjang

Sc, Sq, Sɣ = faktor bentuk fondasi

dc, dq, dɣ = faktor kedalaman fondasi

ic, iq, iɣ = faktor kemiringan beban

B’ = B-2e = lebar fondasi efektif (m)

po = .Df. = tekanan overbuden pada dasar pondasi (kN/m2)

Df = kedalaman fondasi

ɣ = berat volume tanah (kN/m2)

Faktor daya dukung diberikan oleh Meyerhof dalam dilihat pada Tabel. 2.4

sebagai berikut :

Tabel 2.4 Faktor daya dukung Meyerhof (1963)

24

Page 22: BAB II

Nc Nq Nγ Nq/Nc tan Nc Nq Nγ Nq/Nc tan

0 5,14 1,00 0,00 0,20 0,00 26 22,25 11,85 12,54 0,53 0,49

1 5,38 1,09 0,07 0,20 0,02 27 23,94 13,20 14,47 0,55 0,51

2 5,63 1,20 0,15 0,21 0,03 28 25,80 14,72 16,72 0,57 0,53

3 5,90 1,31 0,24 0,22 0,05 29 27,86 16,44 19,34 0,59 0,55

4 6,19 1,43 0,34 0,23 0,07 30 30,14 18,40 22,40 0,61 0,58

5 6,49 1,57 0,45 0,24 0,09 31 32,67 20,63 25,99 0,63 0,60

6 6,81 1,72 0,57 0,25 0,11 32 35,49 23,18 30,22 0,65 0,62

7 7,16 1,88 0,71 0,26 0,12 33 38,64 26,09 35,19 0,68 0,65

8 7,53 2,06 0,86 0,27 0,14 34 42,16 29,44 41,06 0,70 0,67

9 7,92 2,25 1,03 0,28 0,16 35 46,12 33,30 48,03 0,72 0,70

10 8,35 2,47 1,22 0,30 0,18 36 50,59 37,75 56,31 0,75 0,73

11 8,80 2,71 1,44 0,31 0,19 37 55,63 42,92 66,19 0,77 0,75

12 9,28 2,97 1,69 0,32 0,21 38 61,35 48,93 78,03 0,80 0,78

13 9,81 3,26 1,97 0,33 0,23 39 67,87 55,96 92,25 0,82 0,81

14 10,37 3,59 2,29 0,35 0,25 40 75,31 64,20 109,41 0,85 0,84

15 10,98 3,94 2,65 0,36 0,27 41 83,86 73,90 130,22 0,88 0,87

16 11,63 4,34 3,06 0,37 0,29 42 93,71 85,38 155,55 0,91 0,90

17 12,34 4,77 3,53 0,39 0,31 43 105,11 99,02 186,54 0,94 0,93

18 13,10 5,26 4,07 0,40 0,32 44 118,37 115,31 224,64 0,97 0,97

19 13,93 5,80 4,68 0,42 0,34 45 133,88 134,88 271,76 1,01 1,00

20 14,63 6,40 5,39 0,43 0,36 46 152,10 158,51 330,35 1,04 1,04

21 15,82 7,07 6,20 0,45 0,38 47 173,64 187,21 403,67 1,08 1,07

22 16,88 7,82 7,13 0,46 0,40 48 199,26 222,31 496,01 1,12 1,11

23 18,05 8,66 8,20 0,48 0,42 49 229,93 265,51 613,16 1,15 1,15

24 19,32 9,60 9,44 0,50 0,45 50 266,89 319,07 762,89 1,20 1,19

25 20,72 10,66 10,88 0,51 0,47

Sumber : hardiyatmo, 2014

Rumus umum yang digunakan untuk menentukan faktor pengaruh bentuk,

kedalaman dan kemiringan beban dapat digunakan seperti dalam Tabel 2.5

Tabel 2.5 Faktor bentuk, kedalaman dan kemiringan yang rekomendasikan:

Faktor Rumus KeteranganBentuk Sc=1+0,2(B/L ). tg2⋅( 45+ϕ /2 ) Untuk Sembarang φ

25

Page 23: BAB II

Sq=Sγ=1+0,1( B/L). tg2⋅(45+ϕ /2 )

1

Untuk φ ≥ 10°

Untuk φ = 0

Kedalaman

dc=1+0,2(B/L ). tg⋅( 45+ϕ /2)

dq=dγ=1+0,1( B/L). tg⋅(45+ϕ/2 )

1

Untuk Sembarang φ

Untuk φ ≥ 10°

Untuk φ = 0

Kemiringanic= iq = (1− β °

90 ° )2

i γ=(1 − β °φ ° )

2

1

Untuk Sembarang φ

Untuk φ ≥ 10°

Untuk φ = 0

2.9. Gaya-gaya pada Dinding Penahan Banjir

Pada kontruksi dinding penahan air, umumnya gaya-gaya yang bekerja

harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tegangan maksimum yang

timbul ini tidak boleh melebihi tegangan yang diijinkan. Besar dan arah dari

tekanan tanah cenderung akan menggulingkan atau menggeserkan kontruksi

dinding penahan air

tersebut. Distribusi tekanan tanah pada dinding penahan banjir, dimana

kontruksi akan mendapat beban yang akan mempengaruhi stabilitas dinding

penahan banjir. Gaya-gaya yang mempengaruhi stabilitas dinding penahan

banjir :

1) Tekanan tanah aktif

Pengaruh air tanah Air tanah akan mengakibatkan tanah dibelakang dinding

penahan banjir berubah karakteristiknya.

26

Page 24: BAB II

Sumber : Suryolelono,1994Gambar 2.5. Tekanan tanah aktif pada dinding penahan tanah Gaya Hidrostatis

air

Gaya tekan air atau gaya hidrostatis adalah gaya horizontal akibat air di hulu

dan hilir bendung. Tekanan hidrostatis adalah fungsi kedalaman dibawah

permukaan air, dan bekerja tegak lurus terhadap muka bangunan. Besarnya

momen akibat tekanan hidrostatis adalah

Sumber : kp-06. parameter bangunan, 1986

Gambar 2.6. Tekanan air pada dinding tegak

27

Tekanan Tanah Aktif = Pa

Gaya Hidrostatis

Berat Bangunan + Berat Tanah

Page 25: BAB II

2) Tekanan tanah pasif

Sumber : Kp-06. parameter bangunan, 1986

Gambar 2.7. Tekanan tanah pasif pada dinding penahan tanah Tekanan uplift

Sumber : Kp-06. parameter bangunan, 1986

Gambar 2.6. Pengaruh tekanan uplift pada dinding penahan air

2.10. Perhitungan Stabilitas Dinding Penahan

1) Stabilitas terhadap geser

Gaya aktif tanah (Pα) selain menimbulkan terjadinya momen juga

menimbulkan gaya dorong sehingga dinding akan bergeser. Bila dinding

28

Tekanan Tanah Pasif=

Pengaruh Tekanan Uplift

Berat Bangunan

Page 26: BAB II

penahan tanah dalam keadaan stabil, maka gaya-gaya yang bekerja dalam

keadaan seimbang (ΣF = 0 dan ΣM = 0). Perlawanan terhadap gaya dorong

ini terjadi pada bidang kontak antara tanah dasar dinding penahan tanah

dengan tanah dasar pondasi ( Suryolelono,1994). Untuk bangunan-bangunan

kecil, seperti bangunan-bangunan yang dibicarakan di sini, di mana

berkurangnya umur bangunan, kerusakan besar dan terjadinya bencana

besar belum dipertimbangkan, harga-harga faktor keamanan (SF) yang

dapat diterima adalah: 2,0 untuk kondisi pembebanan normal dan 1,5 untuk

kondisi pembebanan ekstrem.

Rumus : Sf =∑ Rv

∑ Rh

≥ 1.5...................................................................

2.14

Dimana : Sf = faktor keamanan

∑V = besarnya gaya vertikal (KN)

∑ H = besarnya gaya horizontal (KN)

Kondisi pembebanan ekstrem dapat dijelaskan sebagai berikut:

a) Tak ada aliran di atas mercu selama gempa, atau

b) Banjir rencana maksimum.

Apabila, untuk bangunan-bangunan yang terbuat dari beton, harga

yang aman untuk faktor gelincir yang hanya didasarkan pada gesekan saja

ternyata terlampaui, maka bangunan bisa dianggap aman jika faktor

keamanan dari rumus itu yang mencakup geser sama dengan atau lebih

besar dari harga-harga faktor keamanan yang sudah ditentukan.

Harga-harga faktor keamanan jika geser juga dicakup, sama dengan harga-

harga

yang hanya mencakup gesekan saja, yakni 2,0 untuk kondisi normal dan

1,25

untuk kondisi ekstrem.

Untuk beton, c (satuan kekuatan geser) boleh diambil 1.100 kN/m2

(= 110 Tf/m2). Persamaan (2-44) mungkin hanya digunakan untuk bangunan

itu sendiri. Kalau rumus untuk pondasi tersebut akan digunakan, perencana

29

Page 27: BAB II

harus yakin bahwa itu kuat dan berkualitas baik berdasarkan hasil

pengujian. Untuk bahan pondasi nonkohesi, harus digunakan rumus yang

hanya mencakup gesekan saja.

2) Stabilitas terhadap guling

Agar bangunan aman terhadap guling, maka resultante semua

gaya yang bekerja pada bagian bangunan di atas bidang horisontal,

termasuk gaya angkat, harus memotong bidang ini pada teras. Tidak

boleh ada tarikan pada bidang irisan

mana pun. Besarnya tegangan dalam bangunan dan pondasi harus tetap

dipertahankan pada harga-harga maksimal yang dianjurkan. Tekanan

tanah lateral yang diakibatkan oleh tanah urug di belakang dinding

penahan, cenderung menggulingkan dinding dengan pusat rotasi pada

ujung kaki depan pelat fondasi. Momen penggulingan ini dilawan oleh

momen akibat berat sendiri dinding penahan dan momen akibat berat

tanah diatas fondasi. Sedangkan untuk kontruksi pangkal jembatan, pilar

jembatan, dinding saluran dan lain-lain perlu diperhatikan terhadap

gerusan yang diakibatkan oleh aliran air sehingga mengurangi besarnya

tekanan pasif. Untuk ini tekanan tanah pasif dapat diabaikan dalam

perhitungan ( Suryolelono, 1994 ).

Tahanan tanah pasif oleh tanah yang berada di depan kaki dinding

depan sering diabaikan dalam hitungan stabilitas. Jika tahanan tanah

pasif yang ditimbulkan oleh pengunci dasar fondasi diperhitungkan,

maka nilainya harus direduksi untuk mengantisipasi pengaruh-pengaruh

erosi, iklim, dan retakan akibat tegangantegangan tarik tanah dasar yang

kohesif.

Untuk menghitung stabilitas bangunan terhadap guling dapat

digunakan rumus:

Rumus : Sf =∑ M t

∑ M g

≥ 1.5................................................................. 2.15

Dimana : Sf = faktor keamanan

∑ M t = besarnya momen vertikal (KNm)

30

Page 28: BAB II

∑ M g = besarnya momen horizontal (KNm)

31