37
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar penyakit combustio2.1.1 PengertianLuka bakar
adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti kobaran api ditubuh (flame), jilatan api
ketubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas
(kontak panas), terkena sengatan listrik, akibat bahan-bahan serta
sengatan sinar matahari (sunburn) (Abdul Majid, 2013).
Luka bakar adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh
yang disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan
suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik. (Syamsuhidayat, 2005.
Dalam buku Abdul Majid, 2013).
2.1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Integumena. Anatomi kulitKulit
merupakan organ tubuh paling luar dan membatasi bagian dalam tubuh
dari lingkungan luar. Luas kulit orang dewasa sekitar 1.5m2 dan
beratnya sekitar 15% dari berat badan secara keseluruhan. (Abdul
Majid, 2013)Pembagian kulit secara garis besar terdiri atas tiga
bagian yaitu:
1) Lapisan epidermis atau kutikel
Lapisan epidermis terdiri atas:a. Lapisan basal/stratum
germinativum.
1) Terdiri dari sel-sel kuboit yang tegak lurus terhadap
dermis
2) Tersusun sebagai tiang pagar atau palisade
3) Lapisan terbawah dari epidermis
4) Terdapat melanosit yaitu sel dendritik yang membentuk melanin
yang berfungsi untuk melindungi kulitbdari sinar matahari
b. Lapisan malpiigi / stratum spinosumLapisan malphigi merupakan
:
1) Lapisan epidermis yang paling tebal.2) Terdiri dari sel
polygonal.3) Sel-sel mempunyai protoplasma yang menonjol yang
terlihat seperti duri.c. Lapisan granular/stratum granulosumStratum
granulosum terdiri dari butir-butir granula keratohialin yang
basofilik.d. Lapisan tanduk / korneumLapisan tanduk ( kornium )
terdiri dari 20-25 lapisan sel tanduk tanpa inti.
Gambar 2.1 bagian-bagian pada epidermis (Majid Abdul, 2013).2)
Dermis / korium
Dermis merupakan lapisan dibawah epidermis, yang terdiri dari
jaringan ikat yang mempunyai dua lapisan yaitu :
1. Pars papilaris yang merupakan sel fibroblast yang berfungsi
memproduksi kolagen.
2. Pars retikularis yang terdapat banyak pembuluh darah , limfe,
akar rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea.
3) Subdermis/ hipodermis
Lapisan subdermis merupakan lapisan terdalam yang banyak
mengandung sel liposit yang menghasilkan banyak lemak.b. Fisiologi
kulit
Kulit memiliki banyak fungsi yang berguna dalam menjaga
homeostasis tubuh. Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi
fungsi proteksi, absorbsi, ekstresi, persepsi, pengaturan suhu
tubuh dan pembentukan vitamin D.
1) Fungsi proteksi
Kulit melakukan proteksi terhadap tubuh dengan berbagai cara
yaitu:
a. Keratin melindungi kulit dari mikro abrasi (gesekan), panas,
dan zat kimia.
b. Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan
kulit dan dehidrasi.c. Sebum yang berasal dari kelenjar sebasea
mencegah kulit dan rambut dari kekeringan serta mengandung zat
bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di permukaan kulit.
d. Pigmen melanin melindungi dari efek sinar ultraviolet yang
berbahaya.
e. Sel langerhans, berperan sebagai sel imun yang protektif yang
merepresentasikan antigen terhadap mikroba dan sel fagosit yang
bertugas memfagositosis mikroba yang masuk melewati keratin dan sel
langerhans.2) Fungsi absorbsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut
didalam lemak seperti vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu,
oksigen dan karbon dioksida.
Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit,
hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum.
3) Fungsi ekskresiKulit juga berfungsi dalam ekskresi dan
perantaraan dua kelenjar eksokrinnya, yaitu kelenjar sebasea dan
kelenjar keringat.
a. Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel
rambut dan melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju
lumen. Sebum dikeluarkan ketika muskulus arektor pili berkontraksi
menekan kelenjar sebasea sehingga sebum dikeluarkan ke folikel
rambut lalu ke permukaan kulit.
b. Kelenjar keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 ml air
dapat keluar dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap
hari. Terdapat dua jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat
apokrin dan kelenjar merokrin.
1. Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila, payudara
dan pubis.
2. Kelenjar keringat meronkrin (ekrin) terdapat didaerah telapak
tangan dan kaki.
4) Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung syaraf sensorik didermis dan
subkutis. Untuk merespon terhadap ransangan panas diperankan oleh
badan-badan ruffini di dermis dan subkutis.
5) Fungsi pengaturan suhu tubuh
Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu ( termoregulasi )
melalui dua cara yaitu: pengeluaran keringat dan menyesuaikan
aliran darah di pembuluh kapiler.
6) Fungsi pembentukan vitamin D
Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivitasi prekursor
7-dehidroksi kolestrol dengan bantuan sinar ultraviolet (Majid
Abdul, 2013).2.1.3 EtiologiLuka bakar disebabkan oleh berbagai hal
diantaranya adalah:
a. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn): gas, cairan, bahan
padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas
(scald), jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam),
dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya
(logam panas, dan lain-lain) (Abdul Majid, 2013).b. Luka bakar
bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali
yang biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupun bahan
pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga.
c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api,
dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang
memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh
darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan
sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi
kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown.
d. Luka bakar radiasi ( radiasi injuri )
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber
radio aktif. Tipe injuri ini sering disebabkan oleh penggunaan
radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan
industri. Akibat terpapar sinar matahari terlalu lama juga dapat
menyebabkan luka bakar radiasi (Abdul Majid, 2013). 2.1.4
Klasifikasi Luka Bakar A. Klasifikasi luka bakar menurut kedalaman
a. Luka bakar derajat I
Luka bakar yang diakibatkan oleh jilatan api, benda panas dan
cairan panas yang suhunya tidak mencapai titik didih, atau akibat
cairan kimia. Biasanya bentuk luka bakar berupa kemerahan dan
proses penyembuhan terjadi tanpa meninggalkan jaringan parut. Waktu
penyembuhan antara beberapa jam sampai beberapa hari.
b. Luka bakar derajat II
Luka bakar yang diakibatkan terkena benda panas atau cairan
panas, yang suhunya mencapai titik didih atau lebih tinggi. Lapisan
kulit superfisial hanya sedikit yang rusak dan penyembuhannya tanpa
meninggalkan jaringan parut. Pada awalnya terdapat vesikel yang
kemudian akan terasa sakit dan warna menjadi hitam.c. Luka bakar
derajat III (Full Thickness burn) Luka bakar ini akibat cairan yang
suhunya diatas titik didih. Pada keadaan ini lapisan superfisial
kulit seluruhnya rusak sehingga pada penyembuhan akan meninggalkan
jaringan parut. Ujung persyarafan juga terbakar sehingga
mengakibatkan rasa nyeri yang hebat. Pada proses penyembuhan dapat
terjadi jaringan parut yang mengandung semua elemen kulit, sehingga
tidak menimbulkan kontraktur.d. Luka bakar derajat IV
Luka bakar yang menimbulkan kerusakan pada seluruh jaringan
kulit. Ujung syaraf juga ikut rusak, sehingga pada luka bakar ini
rasa nyeri tidak ada. Pada proses penyembuhan akan terbentuk
jaringan parut yang akan mengalami kontraksi dan deformitas. Luka
terkelupas pada hari kelima atau keenam dan proses penyembuhan akan
berjalan lambat (Abdul Majid, 2013).B. Klasifikasi menurut luasnya
luka
Luka bakar juga dapat diklasifikasikan luasnya luka bakar, yaitu
dengan menghitung seberapa luas luka bakar tersebut. Beberapa ahli
membuat suatu metode untuk menentukan luasnya luka bakar. Beberapa
metode yang digunakan untuk menentukan luas luka bakar diantaranya
adalah metode Rule of Nine dan Browder, serta hand palm. Ukuran
luka bakar dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu dari
metode tersebut (Abdul Majid,2013).Metode Rule of Nnine merupakan
suatu metode yang dapat digunakan menghitung perkiraan perkiraan
luas luka bakar secara cepat. Dasar dari metode ini adalah bahwa
tubuh di bagi kedalam bagian-bagian anatomik, dimana setiap bagian
melewati bagian mewakili sembilan persen (9%) kecuali pada daerah
genetalia yaitu 1%. Metode ini dikembangkan oleh Wallace, dimana
membagi tubuh manusia menjadi 9% bagian atau kelipatan 9 yang
terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace (Abdul
Majid, 2013).Rumus Rule of Nine atau Rule of Wallace pada orang
dewasa adalah sebagai berikut:
1) Kepala dan leher
: 9%2) Lengan masing-masing 9%
: 18%3) Badan depan 18%, badan belakang 18%: 36%4) Tungkai
masing-masing 18%
: 36%5) Genetalia perinium
: 1%Total
:100%
Sedangkan rumus Rule of Nine atau Rule of Wallace pada anak-anak
yaitu:
1) Kepala dan leher
:18%
2) Lengan masin-masing
:18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18%:36%
4) Tungkai masing-masing
:27%
5) Genetalia/ periniun
:1%
Total
:100%
Gambar 2.2 Pembagian tubuh manusia berdasarkan Rule of Nine dari
ABA (1984).
C. Klasifikasi menurut lokasi luka bakar
Berat ringannya luka bakar tergantung pula oleh lokasi atau
tempat luka bakar. Luka bakar yang mengenai kepala, leher, dan dada
seringkali berkaitan dengan komplikasi pada paru-paru (pulmoner).
Luka bakar yang mengenai wajah dapat menyebabkan abrasi kornea,
sedangkan luka bakar yang mengenai lengan dan persendian seringkali
menimbulkan gangguan aktivitas fisik sehingga membutuhkan terapi
fisik dan okupasi serta dapat menimbulkan implikasi terhadap
kehilanganwaktu bekerja dan atau ketidakmampuan untuk bekerja
secara permanen. Apabila luka bakar mengenai perineum mudah
terkontaminasi oleh urine atu feces sehingga mudah terjadi radang
atau infeksi pada luka bakar tersebut. Luka bakar mengenai daerah
dada dapat menyebabkan tidak adekuatnya ekspansi dinding dada
sehingga pasien mengalami sesak nafas (Abdul Majid, 2013).D.
Klasifikasi menurut berat ringannya luka bakar
Beberapa pertimbangan untuk mengetahui berat ringannya luka
bakar adalah sebagai berikut:
1. Prosentase area atau luasnya luka bakar pada permukaan
tubuh
2. Kedalaman luka bakar
3. Anatomi lokasi luka bakar
4. Usia pasien
5. Riwayat pengobatan yang lalu
6. Trauma yang menyertai (Abdul Majid, 2013). 2.1.5
Patofisiologi dan clinical pathwaya. Fase akutFase akut pada luka
bakar disebut juga sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase
akut ini penderita akan mengalami ancaman gangguan airway ( jalan
nafas ), breathing ( mekanisme bernafas ), dan circulation
(sirkulasi ). Gangguan jalan nafas tidak hanya terjadi segera atau
beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi
saluran nafas akibat cidera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma.
Cidera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita luka bakar
pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit akibat cidera karena panas yang berdampak
sistemik.b. Fase subkutis
Fase subkutis berlansung setelah syok teratasi. Masalah yang
terjadi adalah adanya kerusakan atau kehilangan jaringan akibat
kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi akan menyebabkan:
1. Proses inflamasi dan infeksi
2. Permasalahan pada penutupan luka dengan fokus perhatian pada
luka yang terbuka, jaringan epitel dan atau pada struktur organ
fungsional.
c. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung sampai terjadinya jaringan parut
akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional.
Permasalahan yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut
yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan
kontraktur (Abdul Majid, 2013).2.1.6 Tanda dan GejalaBerat ringanya
luka bakar tergantung pada jumlah jaringan yang terkena dan
kedalaman luka bakar:a. Luka bakar derajat 1
Merupakan luka bakar yang ringan. Kulit yang terbakar menjadi
merah, sangat sensitif terhadap sentuhan dan lembab atau
membengkak. Jika ditekan, daerah yang terbakar akan memutih dan
belum membentuk bula.
b. Luka bakar derajat 2
Menyebabkan kerusakan yang dalam. Kulit melepuh, dasarnya tampak
merah atau keputihan dan terisi oleh cairan kental yang jernih.
Jika disentuh warnanya berubah menjadi putih dan terasa nyeri.
c. Luka bakar derajat 3
Menyebabkan kerusakan yang paling dalam. Permukaannya bisa
berwarna putih dan lembut atau berwarna hitam, hangus dan kasar.
Kerusakan sel darah merah pada daerah yang terbakar bisa
menyebabkan luka bakar berwarna merah terang. Kadang daerah yang
terbakar melepuh dan rambut/bulu di tempat tersebut mudah di cabut
dari akarnya. Jika disentuh, tidak timbul rasa nyeri karena ujung
saraf pada kulit telah mengalami kerusakan. Jaringan yang terbakar
bisa mati. Jika jaringan mengalami kerusakan akibat luka bakar,
maka cairan akan merembes dari pembuluh darah dan menyebabkan
pembengkakan. Pada luka bakar yang luas, kehilangan sejumlah cairan
karena perembesan tersebut bisa menyebabkan terjadinya syok.
Tekanan darah sangat rendah sehingga darah yang mengalir ke otak
dan organ lainnya sangat sedikit (Abdul Majid, 2013).
2.1.7 Pemeriksaan Penunjanga. Sel darah merah (RBC): dapat
terjadi penurunan sel darah merah (Red Blood Cell) karena kerusakan
sel darah merah pada sat injuri dan juga disebabkan oleh
menurunannya produksi sel darah merah karena depresi sumsum
tulang.b. Sel darah putih (WBC): dapat terjadi leukositosis
(peningkatan sel darah putih/white blood cell) sebagai respon
inflamasi terhadap injuri.c. Gas darah arteri (BGA): hal yang
penting pula diketahui adalah nilai gas darah arteri terutama jika
terjadi inhalasi. Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2.d. Serum
elektrolit1) Pottasium pada permulaan akan meningkat karena injuri
atau kerusakan sel darah merah dan menurunnya fungsi renal,
hipokalemia dapat terjadi ketika diuresis dimulai dan magnesium
mungkin mengalami penurunan.2) Sodium pada tahap permulaan menurun
seiring dengan kehilangan air dari tubuh, selanjutnya dapat terjadi
hipernatremia.e. Sodium urine : jika lebih besar dari 20 mEq/L
mengindikasikan kelebihan resusitasi cairan sedangkan jika kurang
dari 10 mEq/L menunjukkan tidak adekuatnya resusitasi cairan.f.
Alkaline pospatase : meningkat akibat berpindahanya cairan
interstitial/kerusakan pompa sodium.g. Glukosa serum : meningkat
sebagai reflek respon terhadap stres.h. Kreatinin : meningkat yang
merefleksikan menurunnya ferfusi/fungsi renal, namun demikaian
kreatin mungkin meningkat karena injuri jaringan.i. Urin : adanya
albumin, Hb dan mioglobin dalam urin mengindikasikan kerusakan
jaringan yang dalam dan kehilangan/pengeluaran protein. Warna urine
merah kehitaman menunjukkan adanya mioglobin.j. Rontgen dada :
untuk mengetahui gambaran paru terutama pada injuri inhalasi.k.
Bronhoskopi : untuk mendiagnosa luasnya injuri inhalasi. Mungkin
dapat ditemukan adanya edema, perdarahan dan atau ulserasi pada
saluran nafas bagian atas.l. ECG (elektrokardiogram) : untuk
mengetahui adanya gangguan irama jantung pada luka bakar karena
elektrik.m. Foto luka : sebagai dokumentasi untuk membandingkan
perkembangan penyembuhan luka bakar (Abdul Majid, 2013).2.1.8
Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan luka bakar secara sistematik dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus 6C, yaitu: clothing, cooling,
cleaning, chemoprophilaxis, covering and comforting. Pada
pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling,
dan selanjutnya dapat dilakukan pada pasilitas kesehatan (Abdul
Majid, 2013).
1. Chlothing, yaitu suatu upaya untuk menyingkirkan semua
pakaian yang panas dan terbakar. Apabila bahan pakaian yang
menempel dan tidak dapat di lepas maka dibiarkan untuk sampai pada
fase pembersihan (cleaning ).2. Cooling, yaitu suatu upaya untuk
mendinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air
mengalir selama 20 menit. Harus dihindari terjadinya hipotermia
(penurunan suhu dibawah normal, terutama pada anak dan orang
tua).3. Cleaning, adalah upaya untuk membersihkan luka dengan
bantuan obat anastesiuntuk mengurangi rasa nyeri. Dengan pembuangan
jaringan yang sudah mati atau dilakukan proses debridmen, proses
penyembuhan akan lebih cepat dan resiko infeksi berkurang.4.
Chemoprophpylaxis, yaitu memberikan agen anti tetanus yang dapat
diberikan pada luka yang lebih dalam dari superfisial
partial-thickness, pemberian krim silver sulfadiazin untuk
menangani infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar
superfisial.5. Covering, yaitu upaya penutupan luka bakar dengan
kassa, yang disesuaikan dengan derajat luka bakar. Luka bakar
superfisia tidak perlu ditutup dengan kassa atau bahan lainnya.
Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan
untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya
lapisan kulit akibat luka bakar.6. Comforting, yaitu memberikan
rasa nyaman pada klien dengan memberikan obat penurunan rasa nyeri
( analgetik). Faktor fisiologis yang dapat mempengaruhi nyeri
meliputi kedalaman luka, luas dan tahap penyembuhan luka (Abdul
Majid, 2013).a. Pertolongan pertama di tempat kejadian:1) Matikan
api dengan memutuska hubungan (suplai) oksigen dengan menutup tubuh
penderita dengan selimut, handuk, seprai, karung dan lain-lain.2)
Perhatikan keadaan umum penderita3) Pendinginan :a) Buka pakaian
penderitab) Rendam dalam air atau air mengalir 20-30 menit, daerah
wajah di kompres air yang di sebabkan zat kimia, selain air dapat
digunakan NaCl (untuk zat korosif) atau gliserin (untuk fenol).4)
Mencegah infeksi: a) Luka di tutup dengan perban/ kain kering
bersih yang tidak dapat melekat pada luka penderita.b) Jaringan
beri zat yang tidak larut dalam air seperti : mentega, minyak,
kecap, pasta gigi, telor dan lain-lain.b. Penatalaksanaan medis
umum yaitu : 1) Prioritas pertama dalam mengatasi luka bakar adalah
menghentikan luka bakar, ini meliputi intervensi pertolongan
pertama pada situasi :a) Untuk luka bakar termal (api) Berhenti,
berbaring dan berguling berikan kompres dingin untuk menurunkan
suhu dari luka.b) Untuk luka bakar kimia (cairan) bilas dengan air
yang banyak untuk menghilangkan bahan kimia dari kulit.c) Untuk
luka bakar listrik, matikan sumber listrik pertama-tama sebelum
berusaha untuk memindahkan korban dan bahaya.2) Prioritas kedua
adalah menciptakan jalan nafas yang paten. Untuk klien dengan
kecurigaan inhalasi,berikan oksigen dilembabkan 100% melalui masker
10 liter/menit.3) Prioritas ketiga adalah resusitasi cairan agresif
untuk memperbaiki kehilangan volume plasma.4) Prioritas keempat
adalah perawatan luka bakar. Pembersihan dan pemberian krim
antimokroba topikal seperti :silver, silfadazia(silvadene) (Barbara
Engram,1998).Tabel 2.1. 0bat anti mikroba topikal yang digunakan
pada luka bakar (Rohman Azzam,2008).ObatSpektrum anti
mokrobaPenggunaanefek samping
Krim silver sulfadiazine 1%
Mafenide acetate
Larutan mafenide acetate 5%
Silver nitrat 5%
Spektrum luas, termasuk jamur.
Spektrum luas, mempunyai aktifitas terhadap jamur meskipun
sedikit.Spektrum luas.
Spektrum luas2x/hari, tebal 1/16 inci
Tak perlu dibalut.
2x/hari, 1/16 inci
Tidak usah dibalut.
Balutan tipis diperlukan dan dibasahi dengan larutan untuk
luka.
Balutan yang tebal diperlukan dan dibasahi dengan larutan untuk
luka.Leukopenia setelah 2-3hari pemakaian.
Ruam pada otot.
Hyperchloremic, metabolisme acidosis dari deuris bicarbonat
karna hambatan anhydrase carbonice.
Menimbulkan rasa nyeri.Pruritus.
Ruam pada kulit. kolonisasi jamur.
Hyponatremia. Hypokalemia.
(Rohman. Azzam, 2008).c. Perawatan di unit perawatan kritis
Perawatan di unit perawatan kritis memainkan peranan penting
dalam perawatan klien dengan luka bakar dengan keluarganya.
Resusitasi cairan merupakan terapi cairan yang diindikasikan pada
klien luka bakar derajat 2 atau 3 dengan luas lebih dari 25%, klien
tidak dapat minum. Ada 2 cara yang lazim digunakan untuk menghitung
kebutuhan cairan pada penderita luka bakar, yaitu :
1) Cara Evans yaitu cara menghitung kebutuhan cairan pada hari
pertama dengan menghitung :
a) Berat badan (kg) x % luka bakar x 1 cc NaCl
b) Berat badan (kg) x % luka bakar x 1 cc larutan koloid
c) 2.000 cc glukosa 5%
2) Cara Baxter merupakan cara lain yang lebih sederhana dan
banyak dipakai. Jumlah cairan pada hari pertama dihitung dengan
rumus :
% luka bakar x BB (kg) x 4 cc
d. Perawatan
1) Nutrisi diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu
sebanyak 2.500-3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi.
2) Rehabilitasi termasuk latihan pernafasan dan pergerakan otot
dan sendi.
Tabel 2.2. Posisi terapeutik pada klien luka bakar (Rohman A,
2008).Lokasi LBPosisi terapeutikTehnik posisi
Leher
Anterior
keliling
posterior
Bahu/axila
Siku
Lengan
pergelangan
tangan.
Metacarpal
Sendi
interpalangeal (MCP)
Sendi proximal
dan distal interpalangeal(PIP/DIP)Ibu jari.Ruang antar jari-jari
Paha lutut.Pergelangan kakiEkstensi
Netral ke ekstensi.
Netral
Abduksi lengan 90-110 derajat
Ekstensi lengan.
Ekstensi pergelangan tangan.MCP pleksi 90 derajat
Ekstensi PIP/DIP.Abduksi ibu jari
Abduksi jari-jariEkstensi paha,Ekstensi lutut Netral.
Tanpa bantal.Bantal kecil/guling sprei kecil dibawah servical
untuk meningkatkan ekstensi leher.Lakukan
splinting(dibalut/dibidai)
Hand split.
Hand split.
Hand split
Hand split
Hand split
Hand split dengan abduksi ibu jari.Supine dengan kepala datar
dengan tempat tidur dan kaki ekstensi.
Supine dengan lutut ekstensi
2.1.9 Komplikasi
a. komplikasi luka bakar menurut Barbara Engram (1998) :
1) Septikemia
2) Kontraktur
3) Jaringan parut hipertonik
4) Defisit kalori protein
5) Kegagalan kardiopulmonal dan ginjal
b. komplikasi luka bakar menurut Barbara Engram (1998) :
1) Syok hipovolemik
2) Kekurangan cairan dan elektrolit
3) Hypermetabolisme
4) Insfeksi
5) Gagal ginjal akut
6) Sepsis pada luka
7) Ilius paralitik.
8) Masalah pernafasan akut : injuri inhalasi, aspirasi gastrik,
pneumonia bakteri dan edema.2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Kasus combustioAsuhan keperawatan adalah proses
atau rangkaian kegiatan pada praktik perawatan yang diberikan
secara lansung kepada klien di berbagai tatanan pelayanan
kesehatan, berdasarkan kaedah-kaedah keperawatan sebagai propesi
yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat humanistik dan
berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah
yang di hadapi klien (Zaidin Ali, 2006). Proses keperawatan adalah
salah satu alat bagi perawat untuk memecahkan suatu masalah yang
terjadi pada pasien (Abdul Azis Alimul Hidayat, 2005).2.2.1
Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan data subjektif maupun data objektif.
Data subjektif diperoleh berdasarkan hasil wawancara baik dengan
klien ataupun orang lain, sedangkan data objektif diperoleh
berdasarkan hasil observasi dan pemeriksaan fisik (Abdul Majid,
2013).Adapun pengkajian keperawatan pada klien luka bakar adalah
sebagai berikut:a. Data biografi
Langkah awal adalah melakukan pengkajian terhadap data biografi
klien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, ras, dan
lain-lain.
b. Luas luka bakar
Untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu
metode yang ada, yaitu metode Rule of Nine
c. Kedalaman luka bakar
Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu memerlukan
perhatian khusus, karena akibatnya yang dapat menimbulkan berbagai
masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai daerah wajah, leher dan
dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada yang
diantaranya disebabkan karena edema pada laring. Sedangkan jika
mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan sirkulasi ke
daerah ekstremitas karena terbentuknya edema dan jaringan skar.
Oleh karena itu pengkajian terhadap jalan nafas (airway) dan
pernafasan (breathing) serta sirkulasi (circulation) sangat
diperlukan.d. Masalah kesehatan lainAdanya masalah kesehatan yang
lain yang dialami oleh klien perlu dikaji. Masalah kesehatan
tersebut mungkin masalah yang dialami oleh klien sebelum terjadi
luka bakar seperti diabetes melitus, atau penyakit pembuluh darah
perifer dan lainnya yang akan memperlambat penyembuhan luka.
Disamping itu perlu pula diwaspadai adanya injuri lain yang terjadi
pada saat peristiwa luka bakar terjadi seperti fraktur atau trauma
lainnya. Riwayat alergi perlu diketahui baik alergi terhadap
makanan, obat-obatan ataupun yang lainnya, serta riwayat pemberian
imunisasi tetanus yang lalu (Abdul Majid, 2013).2.2.2 Diangosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari
individu atau kelompok dimana perawat secara kontabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan
merubah (Carpenito Lj, 2000).Klasifikasi diagnosa keperawatan
dibagi menjadi 5 kelompok
Yaitu (Nursalam, 2005). a. Diagnosa aktual adalah masalah
keperawatan yang sedang dialami oleh Anak dan memerlukan bantuan
dari perawat.
b. Diagnosa resiko adalah masalah keperawatan yang belum terjadi
tetapi tanda untuk menjadi masalah keperawatan aktual dapat terjadi
dengan cepat apabila tidak segera mendapatkan bantuan keperawatan
.
c. Diagnosa kemungkinan/psible yaitu diagnosa keperawatan yang
menggambarkan masalah yang mungkin terjadi tetapi masih memerlukan
data tambahan, biasanya tanda/gejala belum ada tetapi faktor
penyebab sudah ada.
d. Diagnosa potensial Wellnes adalah diagnosa keperawatan yang
menjelaskan bahwa masalah kesehatan akan dapat terjadi jika tidak
dilakukan intervensi keperawatan.
e. Diagnosa syndrome yaitu diagnosa yang terdiri dari kelompok
diagnosa keperawatan aktual dan resiko tinggi yang akan
diperkirakan akan muncul atau timbul karena suatu kejadian atau
situasi tertentu (Nursalam, 2005).
Diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan luka bakar menurut
NANDA, dan NIC NOC adalah sebagai berikut:a. Bersihan jalan nafas
tidak efektif berhubungan dengan banyaknya secret mucus
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler alviolar
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
d. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari
luka bakar
e. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
f. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidak mampuan pemasukan berhubungan dengan
faktor biologisg. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan
imunitas tubuh, prosedur invasiv
h. Cemas berhubungan dengan krisis situsional, hospitalisasi
i. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan trauma luka
bakar
j. Pk: Anemia
k. Pk: Insufiensi renal
l. Pk: Ketidakseimbangan elektrolit
m. Pk: Sepsisn. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
luka bakar
2.2.3 Rencana Keperawatan
Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam
proses keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, menetapkan
pemecahan masalah , dan menentukan tujuan perencanaan untuk
mengatasi masalah ( Hidayat,Abdul Azis Alimul. 2005)
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk
mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang
diidentifikasi pada diagnosa keperawatan, rencana keperawatan
diartikan sebagai suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan
masalah, tujuan dan intervensi sebagaimana disebutkan sebelumnya
rencana keperawatan merupakan metode komunikasi tentang asuhan
keperawatan pada klien (Nursalam, 2005).
Rencana keperawatan memuat tujuan sebagai berikut :
a. Konsolidasi dan organisasi imformasi sebagai sumber
dokumentasi .
b. Sebagai alat komunikasi antara perawat dengan klien.c.
Sebagai alat komunikasi antara anggota tim kesehatan.
d. Langkah dari proses keperawatan (pengkajian, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi) yang merupakan rangkaian yang tidak
dapat dipisahkan.penulisan kriteria hasil berdasarkan SMART
S = Spesifik ( harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda
).
M= Measurable ( keperawatan harus dapat diukur, khususnya
tentang prilaku Anak: dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan
dan dibau ).
A = Achievable ( harus dapat diukur ).
R = Rasional ( harus dapat dicapai ).
T = Time ( mempunyai batasan waktu )Tabel 2.1 Rencana
Keperawatan Pada Klien Diagnosa Medis combustio
NoDiagnosa KeperawatanTujuan dan
Kriteria HasilIntervensi
(1)(2)(3)(4)
1.Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
obstruksi trakheobronkhial, edema mukosa, kompressi jalan
nafas.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama...x 24 jam
diharapkan bersihan jalan nafas tetap efektif dengan kriteria hasil
:
- bunyi nafas veskuler.- RR 12-24 x/menit.- Bebas dispnea atau
sianosis.
Airway suction
1. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
2. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning.
3. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.4. Nerikan
O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasikan suksion
nasotrakeal.
5. Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan.
6. Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam setelah
kateter dikeluarkan dari nasotrakel.
7. Monitor status oksigen pasien.
8. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion.
9. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien
menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2.
2Resiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal,
peningkatan kebutuhan status hypermetabolisme, ketidakcukupan
pemasukan dan kehilangan perdarahan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama..x24 diharapkan
kebutuhan cairan terpenuhi dengan kriteria hasil:
Mukosa oral lembab. Turgor kulit baik. Resolusi edema.
Pengeluaran urine di atas 30 ml/jam.
.
1. Monitor diare atau muntah2. Awasi tanda-tanda hipovolemik
(oliguri, abdominal pain, bingung).3. Monitor balance cairan.4.
Monitor pemberian cairan parenteral.5. Monitor BB jika terjadi
penurunan BB drastis.6. Monitor tanda-tanda dehidrasi.7. Monitor
tanda-tanda vital.8. Berikan cairan peroral sesuai kebutuhan.9.
Kolaborasi untuk pemmberian terapinya.
3
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi
asap
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x24 jam
diharapkan klien dapat mendemonstrasikan oksigenasi adekuat dengan
kriteria hasil:
RR 12-24x/menit Bunyi nafas bersih. Tidak ada pernafasan cuping
hidung. Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan.
Airway Management1. Bebaskan jalan nafas.2. Dorong bernafas
dalam lama dan tahan batuk.3. Atur kelembaban udara yang sesuai.4.
Atur posisi untuk mengurangi sesak.5. Monitor frukuensi dan
kedalaman nafas.Monitor respirasi
1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan upaya nafas.2. Catat
pergerakan dada, lihat kesimetrisan dada, apakah menggunakan alat
bantu dan retraksi otot interkosta.3. Monitor pernafasan hidung,
adanya suara ngorok.4. Monitor pola nafas, bradipneu, takipneu,
hiperventilasi, respirasi kusmaul.5. Monitor adanya kelelahan otot
diafragma.6. Auskultsi suara nafas, cata area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan bunyi nafas.
4
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak
adekuat, kerusakan perlindungan kulit, jaringan
traumatik,pertahanan skunder tidak adekuat, penurunan Hb, dan
penekanan respon inflamasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x24 jam
diharapkan klien dapat bebas infeksi dengan kriteria hasil:
Suhu : 36,5-37OC Warna daerah luka merah terang. Eksudat: Tidak
terdapat Pus. WBC : 4.000-10.000 ml. Pembentukan jaringan granulasi
baik.
Kontrol infeksi1. Batasi pengunjung
2. Bersihkan lingkungan pasien secara benar setiap selesai
digunakan pasien.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien.
4. Pastikan tekhnik perawatan luka yang sesuai.
5. Tingkatkan masukan gizi yang cukup.
6. Berikan terapi antibiotik sesuai program, dan anjurkan untuk
minum sesuai aturan.
7. Ajarkan keluarga dan keluarga tanda dan gejala infeksi.
8. Pastikan penanganan secara aseptik pada semua daerah IV
(intravena).
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan , panas,
drainase.
10. Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah.
5.Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan
pembentukan edema dan meliputi manipulasi jaringan cidera
contoh
Debridmen luka.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama..x24 jam
diharapkan nyeri klien berkurang dengan kriteria hasil :
Menyangkal ada nyeri.
Melaporkan perasaan nyaman. Skala nyeri berkurang. Ekspresi
wajah dan postur tubuh rileks.
Manajemen nyeri1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan
faktor presipitasi.
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.3. Gunakan
tekhnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
klien sebelumnya.
4. Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non
farmakologis).
7. Ajarkan tekhnik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll)
untuk mengatasi nyeri.
8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian
analgetik tidak berhasil.
Administrasi analgetik
1. Cek program pemberian anakgetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.2. Cek riwayat alergi.
3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis
optimal.
4. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul dan
evaluasi gejala efek sampinganya.
6Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan trauma luka
bakarSetelah dilakukan indakan keperawatan selama x24jam terjadinya
ambulasi:tingkat mobilisasi, perawatan diri dengan kriteria
hasil:
Peningkatan aktivitas fisik
Terapi ambulasi
Kaji kemampuan pasien dalam melakukan ambulasi
1. Kolaborasi dg fisioterapi untuk perencanaan ambulasi
2. Latih pasien ROM pasif-aktif sesuai kemampuan
3. Ajarkan pasien berpindah tempat secara bertahap
4. Evaluasi pasien dalam kemampuan ambulasi
Pendidikan kesehatan
1. Edukasi pada pasien dan keluarga pentingnya ambulasi dini
2. Edukasi pada pasien dan keluarga tahap ambulasi
3. Berikan reinforcement positip pada pasien.
Abdul Majid, 2013 2.2.4 Tindakan Keperawatan
Tujuan dari pelaksanaan keperewatan adalah membantu klien dalam
mencapai tujuan yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping. Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat
dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk
berpartipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, selama tahap
pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih
tindakan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien,
semua tindakan keperawatan dicatat ke dalam format yang telah
ditetapkan oleh institusi (Diniarti, 2009).
Ada tiga tahap dalam tindakan keperawatan yaitu: persiapan,
perencanaan, dan dokumentasi (Nursalam, 2005).
Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien, pada tahap
implementasi, seorang perawat harus benar-benar memahami dan
memiliki pengetahuan serta skill keperawatan mengenai tindakan yang
dilakukan terhadap kasus yang sedang ditangani. Sehingga semua
intervensi yang telah dirumuskan bSisa dilakukan dengan baik dan
bisa menyelesaikan masalah kesehatan yang dihadapi klien.
Setelah implementasi dilakukan oleh perawat, perawat harus
mengawasi dan mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
sehingga nanti bisa dipertanggung jawabkan (Nursalam, 2005).2.2.5
Evaluasi
Evaluasi adalah langkah akhir dari proses keperawatan yang terus
menerus yang memainkan peran penting selama seluruh fase
keperawatan. Tugas selama tahap ini termasuk pencatatan pernyataan
evaluasi dan revisi tindakan keperawatan dan intervensinya jika
perlu (Lynn Basford, 2006).Tahapan evaluasi keperawatan terdiri
dari beberapa komponen, yaitu kriteria hasil, keefektifan
tahap-tahap proses keperawatan dan perbaikan rencana asuhan
keperawatan. Kerangka pembuatan kriteria hasil dibuat dalam bentuk
SOAP (Subyektif, Obyektif, Assessment, Planning). Adapun penjelasan
lebih lanjut sebagai berikut :
S (subyektif):yaitu keluhan-keluhan klien (apa saja yang
dikatakan klien, keluarga klien dan orang terdekat klien).
O (obyektif):yaitu segala sesuatu yang dapat dilihat, dicium,
diraba, dan diukur oleh perawat.
A (analisis):yaitu suatu kesimpulasn yang dirumuskan oleh
perawat tentang kondisi klien.
P (planning):yaitu rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
masalah klien selanjutnya.2.2.6 Dokumentasi KeperawatanDokumentasi
keperawatan merupakan sesuatu yang mutlak yang harus ada sebagai
bukti profesionalisai keperawatan. Dokumentasi proses keperawatan,
mencakup pernyataan dan pelaporan, terutama yang berkaitan dengan
pelaksanaan asuhan keperawatan, mulai dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, menyusun rencana tindakan, melaksanakan tindakan
keperawatan, dan mengadakan evaluasi hasil tindakan keperawatan.
Dokumentasi meliputi pencatatan tentang segala sesuatu yang terjadi
pada setiap proses keperawatan (Dinarti, dkk. 2009).
8