Top Banner
II-1 BAB II PEMBAHASAN II.1. Bijih A. Emas (Au) 1. Tipe Endapan Berdasarkan proses terbentuknya, endapan emas dikatagorikan menjadi dua type yaitu : a.Endapan primer / Cebakan Primer Pada umumnya emas ditemukan dalam bentuk logam (native) yang terdapat di dalam retakan-retakan batuan kwarsa dan dalam bentuk mineral yang terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme kontak dan aktifitas hidrotermal, yang membentuk tubuh bijih dengan kandungan utama silika. Cebakan emas primer mempunyai bentuk sebaran berupa urat/vein dalam batuan beku, kaya besi dan berasosiasi dengan urat kuarsa.
38

BAB II

Oct 27, 2015

Download

Documents

Pradhana Arli
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II

II-1

BAB II

PEMBAHASAN

II.1. Bijih

A. Emas (Au)

1. Tipe Endapan

Berdasarkan proses terbentuknya, endapan emas dikatagorikan

menjadi dua type yaitu :

a. Endapan primer / Cebakan Primer

Pada umumnya emas ditemukan dalam bentuk logam (native)

yang terdapat di dalam retakan-retakan batuan kwarsa dan dalam

bentuk mineral yang terbentuk dari proses magmatisme atau

pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk

karena proses metasomatisme kontak dan aktifitas hidrotermal,

yang membentuk tubuh bijih dengan kandungan utama silika.

Cebakan emas primer mempunyai bentuk sebaran berupa urat/vein

dalam batuan beku, kaya besi dan berasosiasi dengan urat kuarsa.

GAMBAR 2.1

CEBAKAN EMAS BERBENTUK URAT/VEIN

Page 2: BAB II

II-2

b. Endapan placer / Cebakan Sekunder

Emas juga ditemukan dalam bentuk emas aluvial yang

terbentuk karena proses pelapukan terhadap batuan-batuan yang

mengandung emas (gold-bearing rocks, Lucas, 1985). Proses

oksidasi dan pengaruh sirkulasi air yang terjadi pada cebakan emas

primer pada atau dekat permukaan menyebabkan terurainya

penyusun bijih emas primer. Proses tersebut menyebabkan juga

terlepas dan terdispersinya emas. Terlepas dan tersebarnya emas

dari ikatan bijih primer dapat terendapkan kembali pada rongga-

rongga atau pori batuan, rekahan pada tubuh bijih dan sekitarnya,

membentuk kumpulan butiran emas dengan tekstur permukaan

kasar. Akibat proses tersebut, butiran-butiran emas pada cebakan

emas sekunder cenderung lebih besar dibandingkan dengan butiran

pada cebakan primernya (Boyle, 1979). Dimana pengkonsentrasian

secara mekanis melalui proses erosi, transportasi dan sedimentasi

yang terjadi terhadap hasil disintegrasi cebakan emas pimer

menghasilkan endapan emas letakan/aluvial (placer deposit).

2. Cara/Metode Penambangan

Cebakan emas primer dapat ditambang secara tambang

terbuka (surface mining) maupun tambang bawah tanah (underground

mining). Sementara cebakan emas sekunder umumnya ditambang

secara tambang terbuka

a. Endapan primer / Cebakan Primer

Cebakan primer merupakan cebakan yang terbentuk

bersamaan dengan proses pembentukan batuan. Salah satu tipe

cebakan primer yang biasa dilakukan pada penambangan skala

kecil adalah bijih tipe vein ( urat ), yang umumnya dilakukan

dengan teknik penambangan bawah tanah terutama metode

gophering / coyoting ( di Indonesia disebut lubang tikus ).

Penambangan dengan sistem tambang bawah tanah (underground),

dengan membuat lubang bukaan mendatar berupa terowongan

Page 3: BAB II

II-3

(tunnel) dan bukaan vertikal berupa sumuran (shaft) sebagai akses

masuk ke dalam tambang. Penambangan dilakukan dengan

menggunakan peralatan sederhana ( seperti pahat, palu, cangkul,

linggis, belincong ) dan dilakukan secara selektif untuk memilih

bijih yang mengandung emas baik yang berkadar rendah maupun

yang berkadar tinggi.Terhadap batuan yang ditemukan, dilakukan

proses peremukan batuan atau penggerusan, selanjutnya dilakukan

sianidasi atau amalgamasi, sedangkan untuk tipe penambangan

sekunder umumnya dapat langsung dilakukan sianidasi atau

amalgamasi karena sudah dalam bentuk butiran halus.

GAMBAR 2.2

TAMBANG BAWAH TANAH

Beberapa karakteristik dari bijih tipe vein ( urat ) yang

mempengaruhi teknik penambangan antara lain :

Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan

urat.

Mineral bijih dapat berupa kristal-kristal yang kasar.

Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit sehingga rentan

dengan pengotoran ( dilution ).

Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan

zona geser (regangan), sehingga pada kondisi ini

memungkinkan terjadinya efek dilution pada batuan samping.

Page 4: BAB II

II-4

Perbedaan assay ( kadar ) antara urat dan batuan samping pada

umumnya tajam, berhubungan dengan kontak dengan batuan

samping, impregnasi pada batuan samping, serta pola urat yang

menjari ( bercabang ).

Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai

rentang yang terbatas, serta mempunyai kadar yang sangat

erratic ( acak / tidak beraturan ) dan sulit diprediksi.Kebanyakan

urat relatif keras dan bersifat brittle.

Dengan memperhatikan karakteristik tersebut, metode

penambangan yang umum diterapkan adalah tambang bawah tanah

( underground ) dengan metode Gophering, yaitu suatu cara

penambangan yang tidak sistematis, tidak perlu mengadakan

persiapan-persiapan penambangan ( development works ) dan arah

penggalian hanya mengikuti arah larinya cebakan bijih. Oleh

karena itu ukuran lubang ( stope ) juga tidak tentu, tergantung dari

ukuran cebakan bijih di tempat itu dan umumnya tanpa

penyanggaan yang baik.

Cara penambangan ini umumnya tanpa penyangga yang

memadai dan penggalian umumnya dilakukan tanpa alat-alat

mekanis. Metode tambang emas seperti ini umum diterapkan di

berbagai daerah operasi tambang rakyat di Indonesia, seperti di

Ciguha, Pongkor-Bogor; Gunung Peti, Cisolok-Sukabumi; 

Gunung Subang, Tanggeung-Cianjur; Cikajang-Garut; Cikidang,

Cikotok-Lebak; Cineam-Tasikmalaya; Kokap-Kulonprogo;

Selogiri-Wonogiri; Punung-Pacitan; Tatelu-Menado; Batu Gelas,

RataTotok-Minahasa; Bajuin-TanahLaut; Perenggean-Palangka

Raya; Ketenong-Lebong;  dan lain-lain. Penambangan dilakukan

secara sederhana, tanpa development works, dan langsung

menggali cebakan bijih menuruti arah dan bentuk alamiahnya. Bila

cebakan bijih tersebut tidak homogen, kadang-kadang terpaksa

Page 5: BAB II

II-5

ditinggalkan pillar yang tak teratur dari bagian-bagian yang

miskin. 

b. Endapan Sekunder/ Cebakan sekunder

Cebakan emas sekunder atau yang lebih dikenal sebagai

endapan emas aluvial merupakan emas yang diendapkan bersama

dengan material sedimen yang terbawa oleh arus sungai atau

gelombang laut adalah karakteristik yang umum mudah ditemukan

dan ditambang oleh rakyat, karena kemudahan

penambangannya. Cebakan emas aluvial dicirikan oleh kondisi

endapan sedimen bersifat lepas dengan kandungan logam emas

berupa butiran, dapat ditambang dan diolah dengan cara pemisahan

emas secara fisik, menggunakan peralatan sederhana. 

Cebakan emas aluvial dengan sebaran berada pada

permukaan atau dekat permukaan mudah dikenali, dengan

karakteristik bersifat lepas, dan emas sudah dalam bentuk logam

(native), cukup diolah dengan cara pemisahan secara fisik.Secara

umum penambangan emas aluvial dilakukan berdasarkan atas

prinsip :Butir emas sudah terlepas sehingga bijih hasil galian

langsung mengalami proses pengolahan. Berdasarkan lokasi

keterdapatan, pada umumnya kegiatan penambangan dilakukan

pada lingkungan kerja berair seperti sungai-sungai dan rawa-rawa,

sehingga dengan sendirinya akan memanfaatkan air yang ada di

tempat sekitarnya.Karakteristik dari endapan emas aluvial akan

menentukan sistem dan peralatan dalam melakukan kegiatan

penambangan. Berdasarkan karakteristik endapan emas

tersebut,metode penambangan terbuka yang umum diterapkan

dengan menggunakan peralatan berupa :

1. Pendulangan ( panning ) 

Penambangan dengan cara pendulangan banyak dilakukan

oleh pertambangan rakyat di sungai atau dekat sungai. Cara ini

banyak dilakukan oleh penambang perorangan dengan

Page 6: BAB II

II-6

menggunakan nampan pendulangan untuk memisahkan

konsentrat atau butir emas dari mineral pengotornya.

2. Tambang semprot ( hydraulicking )

Pada tambang semprot digunakan alat semprot ( monitor )

dan pompa untuk memberaikan batuan dan selanjutnya lumpur

hasil semprotan dialirkan atau dipompa ke instalasi konsentrasi (

sluicebox / kasbok ). Cara ini banyak dilakukan pada

pertambangan skala kecil termasuk tambang rakyat dimana

tersedia sumber air yang cukup, umumnya berlokasi di atau

dekat sungai. Beberapa syarat yang menjadikan endapan emas

aluvial dapat ditambang menggunakan metode tambang semprot

antara lain :

Kondisi/jenis material memungkinkan terberaikan oleh

semprotan air

Ketersediaan air yang cukup

Ketersediaan ruang untuk penempatan hasil cucian atau

pemisahan bijih

Metode penambangan ini umum diterapkan diberbagai

daerah operasi pertambangan rakyat di Indonesia, seperti di

Sungai Kahayan,Bukitrawi,Palangkaraya-Kalimantan Tengah;

Tanoyan,Bolaang Mongondow-Sulawesi Utara; Bombana-

Sulawesi Tenggara; Tobohon,Kotabunan-Sulawesi Utara, Way

Kanan-Lampung, dll. 

3. Dredging

Dredging adalah teknik penambangan yang dilakukakan

bila endapan placer terletak di bawah permukaan air, misalnya

di lepas pantai, sungai, danau atau lembah yang tersedia banyak

air. Pada tambang ini banyak dilakukan pada pertambangan

skala kecil termasuk tambang rakyat dengan menggunakan

kapal keruk (dredge) atau dengan dragline yang dikombinasi

dengan pengolahan di atas pontoon (floating washing plants).

Page 7: BAB II

II-7

Menurut Turner, 1975, dredges dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :Mekanik- Bucket line.- Bucket – wheel

suction.- Dripper.Hidraulik- Suction.- Cutter head.Alat-alat yang

dipakai pada penambangan kapal keruk berdasarkan alat galinya

dibedakan menjadi tiga, yaitu :Multy bucket dredge, kapal keruk

yang alat galinya berupa rangkaian mangkok (bucket)Cutter

suction dredge, alat galinya berupa pisau pemotong yang

menyerupai mahkota.Bucket wheel dredge, alat galinya

dilengkapi dengan timba yang berputar (bucket wheel).

Meskipun metode ini sebagian besar telah digantikan oleh

metode modern, dredging masih banyak dilakukan oleh

penambang skala kecil dengan menggunakan kapal keruk hisap.

Ini adalah mesin kecil yang mengapung di atas air dan biasanya

dioperasikan oleh beberapa orang. Sebuah rangkaian dredging

hisap terdiri dari mesin pompa hisap, kotak konsentrator, dan

kompresor yang didukung oleh ponton. Pada selang isap

dikendalikan oleh penambang bekerja di bawah air (penyelam).

Para penyelam menggunakan kompresor untuk mencukupi

kebutuhan oksigen . 

Dampak dari sistem penambangan model ini umumnya

mengakibatkan terjadinya kolam-kolam air yang ada

disepanjang sungai akibat pengerukan oleh mesin keruk.

Degradasi lingkungan yang mungkin terjadi pada sistem

penambangan metode ini adalah terganggunya sisten hydrologi

air tanah.Metode penambangan ini umum diterapkan diberbagai

daerah operasi pertambangan rakyat di Indonesia, seperti di

Sungai Kahayan,Bukitrawi, Palangkaraya-Kalimantan Tengah;

Sungai Katingan, Katingan-Kalimantan Tengah; Sungai Batang

Asai, Sarolangun-Jambi; Sungai Batang Hari, Mersam, Muara

Bulian-Jamb; Sungai Batahan Aek Nabirong, Ranah Batahan,

Pasaman Barat-Sumatera Barat;  Sungai Batang Hari, Tiumang,

Page 8: BAB II

II-8

Dharmasraya-Sumatera Barat; Sungai Tenom, Aceh Jaya-NAD,

dll 

GAMBAR 2.3

SISTEM PENAMBANGAN EMAS DENGAN a). PANNING, b).HYDRAULICKING DAN c).DREDGING

B. Zinc (Zn)

Menurut Direktorat Pertambangan (1989:91) bahwa mineral-

mineral zinc yang komersial di samping zincblende/spalerit (ZnS), adalah

smith-sonite (ZnCO3), hemimorphite (Zn4Si27(OH)2.H2O), zincite

(Znb), willemite (Zn2SiO4), dan franklinite (Fe,Zn,Mn) (Fe,Mn)2O).

GAMBAR 2.4

ZINC

Persebaran spalerit di Indonesia: terdapat di Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat. Sumatera Selatan,

Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat,

Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan. Dalam

kehidupan sehari-hari spalerit sebagai bijih zinc digunakan untuk

Page 9: BAB II

II-9

proteksi logam terhadap korosi, campuran logam, reducing agents,

lithographic plates, dry cell, keramik, karet, kosmetik, obat-obatan,

tekstil, kimia, dan bangunan.

1. Tipe Endapan

Deposit bijih zinc yang banyak tersebar di seluruh dunia . Bijih

zinc yang diambil di lebih dari 50 negara . Cina, Australia , Peru ,

Eropa dan Kanada adalah negara-negara pertambangan zinc terbesar .

Zinc biasanya dikaitkan dengan logam timbal dan lainnya termasuk

tembaga dan emas dan perak . Ada empat jenis utama dari deposit

zinc :

a. Volcanic hosted massive sulphides (VMS)

Deposito VHMS yang polymetallic dan merupakan sumber

ekonomi yang penting dari tembaga dan zinc sering dikaitkan

dengan konsentrasi yang signifikan dari perak, emas , kadmium ,

bismut atau timah .

b. Carbonate hosted (Mississippi Valley & Irish types)

Batu kapur dan dolomit adalah batuan host yang paling

umum. Kandungan timbal zinc biasanya berkisar 5 % -10 %

dengan zinc biasanya mendominasi alih memimpin . Konsentrasi

tembaga , perak dan barit fluorit juga dapat hadir

c. .Sediment hosted (sedex deposits)

Batuan host terutama serpih, batulanau, dan batu pasir.

Deposito Sedex mewakili beberapa akumulasi terbesar di dunia

zinc, timah dan perak . Mineral ini memiliki kandungan perak

tinggi. Memimpin / zinc konten berkisar antara 10-20% .

d. Intrusion related (high sulphidation, skarn, manto, vein)

Deposito tersebut biasanya ditemukan pada batuan karbonat

dalam hubungannya dengan sistem magmatik - hidrotermal , dan

ditandai oleh asosiasi mineral kalsium dan magnesium . Biasanya

tubuh bijih mengandung lebih banyak kepemimpinan daripada zinc

dan berhubungan dengan perak .

Page 10: BAB II

II-10

2. Cara/Metode Penambangan

80% dari penambangan zinc menggunakan underground mining,

8 % adalah open pit dan sisanya merupakan kombinasi dari keduanya.

Namun , dalam hal volume produksi , open pit sebanyak 15 % ,

tambang bawah tanah menghasilkan 64 % dan 21 % dari produksi

tambang berasal dari metode gabungan penambangan bawah tanah

dan terbuka .

Sebagai contoh, pada PT Dairi Prima Mineral menggunakan

sistem tambang bawah tanah metode open stope dan Cut and fill

stoping.

C. Nikel (Ni)

1. Tipe Endapan

Batuan induk dari nikel laterit adalah Peridotit. Peridotit

terbentuk di lingkungan lempeng samudera yang akan kaya mineral

berat besi, nikel, kromit, magnesium dan mangan. Keberadaannya di

permukaan disebabkan oleh lempeng benua Pasifik yang terangkat ke

daratan oleh proses obduksi dengan lempeng benua Eurasia, yang

kemudian “disebarkan” oleh sesar Sorong (Katili, 1980) sebagai

pulau-pulau kecil di berada di kepulauan Maluku. Pelapukan akan

menguraikan batuan ultrabasa tersebut menjadi mineral terlarut dan

tak terlarut. Air tanah melarutkan karbonat, kobalt dan magnesium,

serta membawa mineral besi, nikel, kobalt, silikat dan magnesium

silikat dalam bentuk koloid yang mengendap. Endapan kaya nikel dan

magnesium oksida disebut krisopas, dan cebakan nikel ini disebut

saprolit. Proses pelapukan peridotit akan menghasilkan saprolit,

batuan yang kaya nikel. Pelapukan ini terjadi di sebagian kepulauan

Maluku, antara lain di pulau Gag, Buton dan Gebe (Sudrajat, 1999).

Page 11: BAB II

II-11

GAMBAR 2.5

NIKEL

Laterit; later, artinya bata (membentuk bongkah-bongkah yang

tersusun seperti bata berwarna merah). Buchanan; subsoil yang

mengeras karena tersingkap atau kontak dengan atmosfer. Ollier,

1969; Soil di daerah tropis dengan horizon konkresi besi oksida, yang

dalam keadaan normal berwarna merah.

Endapan nikel laterit merupakan hasil pelapukan lanjut dari

batuan ultramafik pembawa Ni-Silikat. Umumnya terdapat pada

daerah dengan iklim tropis sampai dengan subtropis. Pengaruh iklim

tropis di Indonesia mengakibatkan proses pelapukan yang intensif,

sehingga beberapa daerah di Indonesia bagian timur memiliki endapan

nikel laterit. Proses konsentrasi nikel pada endapan nikel laterit

dikendalikan oleh beberapa faktor yaitu, batuan dasar, iklim,

topografi, airtanah, stabilitas mineral, mobilitas unsur, dan kondisi

lingkungan yang berpengaruh terhadap tingkat kelarutan mineral.

Dengan kontrol tersebut akan didapatkan tiga tipe laterit yaitu oksida,

lempung silikat, dan hidrosilikat.

Laterisasi; proses pelapukan kimia pada kondisi iklim yang

lembab (tropis) yang berlangsung pada waktu yang lama dengan

kondisi tektonik yg relative stabil, membentuk formasi lapisan

Page 12: BAB II

II-12

regolith yang tebal dengan karakteristik yang khas, but and zeegers,

1992).

Penelitian ini lebih ditekankan pada mineralogi endapan nikel

laterit, karakteristik dan tipe endapan nikel laterit di Pulau Pakal, dan

hubungan spasi pemboran dari bentuk profil laterit. Metodologi yang

digunakan pada penelitian ini adalah pengambilan sampel di lapangan,

deskripsi dan preparasi sampel di laboratorium, analisis mineralogi

dengan XRD dan sayatan tipis, serta pembuatan profil laterit.

Berdasarkan perbandingan hasil deskripsi sampel di lapangan

secara megaskopis dan di laboratorium dengan bantuan mikroskop

binokuler diperoleh perbedaan penentuan horizon yang tidak terlalu

signifikan (relative identik). Berdasarkan rekapitulasi analisis XRD

didapatkan 15 kelompok mineral yang didominasi oleh kelompok

mineral serpentin sehingga nikel laterit di daerah studi diperkirakan

tipe endapan laterit hidrosilikat.

Jika diurutkan berdasarkan masing-masing horizon endapan

laterit maka pada bagian top soil didominasi oleh mineral-mineral

silika, pada zona Limonit didominasi oleh kelompok mineral

hidroksida, pada zona saprolit atas didominasi oleh kelompok mineral

serpentin dan hidroksida, serta pada zona Saprolit bawah didominasi

oleh kelompok mineral serpentin dan mika.

Berdasarkan analisis petrografi pada sayatan tipis diketahui

bahwa mineralogi penyusun bedrock adalah olivin dan ortopiroksen

serta mineral-mineral hasil ubahan berupa serpentin sehingga dapat

dapat diklasifikasikan sebagai batuan hazburgit.

Page 13: BAB II

II-13

GAMBAR 2.6

GAMBARAN ENDAPAN NIKEL PADA SUATU WILAYAH PENGAMATAN

Perkembangan profil laterit; dipengaruhi oleh: 

a. Iklim

Curah hujan menentukan jumlah air hujan yang masuk ke tanah

sehingga mempengaruhi intensitas pencucian dan pemisahan

komponen-kompenen yang larut.

b. Topografi

Relief dan geometri lereng akan mempengaruhi pengaliran air,

jumlah air yang masuk ke dalam tanah, dan level muka air tanah

c. Drainase

Mempengaruhi pasokan jumlah air untuk pencucian (leaching) dari

seluruh area sekitarnya.

d. Tektonik

Pengangkatan tektonik akan meningkatkan erosi pada bagian atas

profil, meningkatkan relief topografi dan menurunkan muka air

tanah. Kestabilan tektonik mendukung pendataran topografi

(planation) topografi dan memperlambat gerakan air tanah

e. Tipe batuan induk

Page 14: BAB II

II-14

Komposisi mineral menentukan tingkat kerentanan batuan terhadap

pelapukan dan ketersediaan unsure-unsur untuk rekombinasi

pembentukan mineral baru.

f. Struktur

Patahan dan kekar memungkinkan bagi peningkatan permeabilitas

bedrock, sehingga meningkatkan potensi terjadinya alterasi.

2. Cara/Metode Penambangan

a. Cara Penambangan Nikel

1) Pemboran

Pada jarak spasi 25 - 50 meter untuk mengambil sample batuan

dan tanah guna mendapatkan gambaran kandungan nikel yang

terdapat di wilayah tersebut

2) Pembersihan dan pengupasan 

Lapisan tanah penutup setebal 10– 20 meter yang kemudian

ibuang di tempat tertentu ataupun dipakai langsung untuk

menutupi suatu wilayah purna tambang.

3) Penggalian

Lapisan bijih nikel yang berkadar tinggi setebal 5-10 meter dan

dibawa ke stasiun penyaringan.

4) Pemisahan

Bijih di stasiun penyaringan berdasarkan ukurannya. Produk

akhir hasil penyaringan bijih tipe Timur adalah -6 inci,

sedangkan produk akhir bijih tipe Barat adalah – 4/-2 inci.

5) Penyimpanan

Bijih yang telah disaring di suatu tempat tertentu untuk

pengurangan kadar air secara alami, sebelum dikonsumsi untuk

proses pengeringan dan penyaringan ulang di pabrik.

6) Penghijauan

Lahan-lahan purna tambang. Dengan metode open cast mining

yang dilakukan sekarang, dimana material dari daerah bukaan

Page 15: BAB II

II-15

baru, dibawa dan dibuang ke daerah purna tambang, untuk

selanjutnya dilakukan landscaping, pelapisan dengan lapisan

tanah pucuk, pekerjaan terasering dan pengelolaan drainase

sebelum proses penghijauan/penanaman ulang dilakukan.

b. Cara Pengolahan Nikel

A. Pengeringan di Tanur Pengering

Bertujuan untuk menurunkan kadar air bijih laterit yang dipasok

dari bagian Tambang dan memisahkan bijih yang berukuran +25

mm dan – 25 mm.

B. Kalsinasi dan Reduksi di Tanur Pereduksi

Untuk menghilangkan kandungan air di dalam bijih, mereduksi

sebagian nikel oksida menjadi nikel logam, dan sulfidasi.

C. Peleburan di Tanur Listrik

Untuk melebur kalsin hasil kalsinasi/reduksi sehingga terbentuk

fasa lelehan matte dan terak.

D. Pengkayaan di Tanur Pemurni

Untuk menaikkan kadar Ni di dalam matte dari sekitar 27 persen

menjadi di atas 75 persen.

E. Granulasi dan Pengemasan

Untuk mengubah bentuk matte dari logam cair menjadi butiran-

butiran yang siap diekspor setelah dikeringkan dan dikemas.

II.2. Batubara

Secara umum endapan batubara utama di Indonesia terdapat dalam

endapan batubara Ombilin, Sumatera Selatan, Kalimantan

Timur danBengkulu. Tipe endapan batubara tersebut masing-masing

memiliki karakteristik tersendiri yang mencerminkan sejarah

sedimentasinya. Selain itu, proses pasca pengendapan seperti tektonik,

metamorfosis, vulkanik dan proses sedimentasi lainnya turut mempengaruhi

kondisi geologi atau tingkat kompleksitas pada saat pembentukan batubara.

Page 16: BAB II

II-16

A. Kondisi Geologi Sederhana

Endapan batubara pada kelompok ini umumnya tidak dipengaruhi

oleh aktivitas tektonik, seperti : sesar, lipatan, dan intrusi. Lapisan

batubara pada umumnya landai, menerus secara lateral sampai ribuan

meter, dan hampir tidak mempunyai percabangan. Ketebalan lapisan

batubara secara lateral serta kualitasnya tidak memperlihatkan variasi

yang berarti. Contoh endapan batubara seperti ini terdapat di Lapangan

Banko Selatan dan Muara Tiga Besar (Sumatera Selatan), Senakin Barat

(Kalimantan Selatan) dan Cerenti (Riau).

GAMBAR 2.7

KONDISI GEOLOGI SEDERHANA

Cara Penambangan pada batubara tipe ini adalah dengan cara :

1) Strip mining

Strip mining merupakan pertambangan kupas atau

pertambangan baris yang secara khusus merupakan sistem tambang

terbuka atau tambang permukaan untuk batubara. Sistem

penambangan ini pada dasarnya terbagi dua, yaitu tambang area dan

tambang kontur. Pertambangan kupas adalah merupakan operasi

pengupasan tanah atau batuan penutup lapisan batu bara dengan

bentuk pengupasan baris-baris serjajar.

Strip mining pada umumnya digunakan untuk endapan batubara

yang memiliki kemiringan endapan (dip) kecil atau landai dimana

sistem penambangan yang lain sulit untuk diterapkan karena

keterbatasan jangkuan alat-alat. Selain itu endapan batubaranya

Page 17: BAB II

II-17

harus tebal, terutama bila lapisan tanah penutupnya juga tebal. Hal ini

dimaksudkan untuk mendapatkan perbandingan yang masih ekonomis

anatara jumlah tanah penututp yang harus dikupas dengan jumlah

batubara yang dapat digali (economic stripping ratio).

GAMBAR 2.8

STRIP MINING2) Area mining

Sistem ini pada umumnya diterapkan untuk endapan batubara

yang letaknya kurang lebih horizontal (mendatar) serta daerahnya juga

merupakan dataran.

GAMBAR 2.9

AREA MINING

Kegiatan penambangan dimulai dengan pengupasan tanah

penutup dengan cara membuat paritan besar yang biasanya disebut

Page 18: BAB II

II-18

box cut dan tanah penutupnya dibuang ke daerah yang tidak di

tambang. Setelah endapan batubara dari galian pertama diambil,

kemudian disusul dengan pengupasan berikutnya yang sejajar dengan

pengupasan pertama dan tanah penutupnya ditimbun atau dibuang ke

tempat bekas penambangan atau penggalian yang pertama (back

filling digging method). Demikianlah selanjutnya penggalian demi

penggalian dilanjutkan sampai penggalian yang terakhir. Penggalian

yang terakhir akan meninggalkan lubang memanjang yang di satu sisi

lainnya oleh tanah penutup yang tidak digali. Seirama dengan

kemajuan penambangan, secara bertahap timbunan tanah penutup juga

diratakan.

B. Kondisi Geologi Moderat

       Endapan batubara dalam kelompok ini diendapkan dalam

kondisi sedimentasi yang lebih bervariasi dan sampai tingkat tertentu

telah mengalami perubahan pasca pengendapan dan tektonik. Sesar dan

lipatan tidak begitu banyak, begitu pula dengan pergeseran dan perlipatan

yang diakibatkannya relatif sedang.

GAMBAR 2.10

KONDISI GEOLOGI MODERAT

       Kelompok ini dicirikan dengan kemiringan lapisan dan variasi

ketebalan lateral yang sedang serta berkembangnya percabangan lapisan

batubara, namun sebarannya masih dapat diikuti sampai ratusan meter.

Page 19: BAB II

II-19

Kualitas batubara secara langsung berkaitan dengan tingkat perubahan

yang terjadi baik pada saat proses sedimentasi berlangsung maupun pada

pasca pengendapan. Pada beberapa tempat, intrusi batuan beku

mempengaruhi struktur lapisan dan kualitas batubara. Endapan batubara

seperti ini terdapat di daerah Senakin, Formasi Tanjung (Kalimantan

Selatan), Loa Janan-Loa Kulu, Petanggis (Kalimantan Timur), Suban dan

Air Laya (Sumatera Selatan) serta Gunung Batu Besar (Kalimantan

Selatan).

Cara Penambangan pada batubara tipe ini adalah dengan cara :

1. Auger mining

Untuk menambang endapan batubara yang tipis dan tersingkap

di lereng bukit dapat dipakai auger head miner yang memiliki auger

berdiameter 28-36 inchi (71-91cm). Kemudian alat ini diperbaiki

menjadi twin auger yang berdiameter 20-28 inchi (50-71 cm) dengan

kedalaman penggalian efektif 5 ft (1,5 m).

Pada saat penambangan alat ini ditempatkan dibagian pinggir

lombong (stope).

GAMBAR 2.11

AUGER MINING

2. Open Pit

Open pit mining adalah cara penambangan secara terbuka dalam

pengertian umum. Apabila hal ini diterapkan pada endapan batubara

dilakukan dengan jalan membuang lapisan batuan penutup sehingga

Page 20: BAB II

II-20

lapisan batubaranya tersingkap dan selanjutnya siap untuk diekstraksi.

Peralatan yang dipakai pada penambangan secara open pit dapat

bermacam-macam tergantung pada jenis dan keadaan batuan penutup

yang akan dibuang

GAMBAR 2.12

OPEN PIT MINING

C. Kondisi Geologi Kompleks

Endapan batubara pada kelompok ini umumnya diendapkan dalam

sistem sedimentasi yang komplek atau telah mengalami deformasi

tektonik yang ekstensif sehingga terbentuknya lapisan batubara dengan

ketebalan yang beragam.

GAMBAR 2.13

KONDISI GEOLOGI KOMPLEKS

Kualitas batubara banyak dipengaruhi oleh perubahan-perubahan

yang terjadi saat proses sedimentasi berlangsung atau pada pasca

Page 21: BAB II

II-21

pengendapan, seperti : pembelahan atau kerusakan lapisan (wash out),

pergeseran, perlipatan, dan pembalikan (overturned) yang ditimbulkan

oleh aktivitas tektonik, umum dijumpai dan sifatnya rapat sehingga

menjadikan lapisan batubara sukar dikorelasikan.

Perlipatan yang kuat juga mengakibatkan kemiringan lapisan yang

terjal. Secara lateral, sebaran lapisan batubara terbatas dan hanya dapat

diikuti sampai puluhan meter. Endapan batubara dari kelompok ini,

banyak ditemukan pada daerah Ambakiang, Formasi Warukin, Ninian,

Belahing, dan Upau (Kalimantan Selatan), Sawahluwung (Sawahlunto,

Sumatera Barat), daerah Air Kotok (Bengkulu), Bojongmanik (Jawa

Barat) serta daerah batubara yang mengalami ubahan intrusi batuan beku

di Bunian Utara (Sumatera Selatan).

Cara Penambangan pada batubara tipe ini adalah dengan cara

Contour mining. Sistem penambangan ini biasanya diterapkan untuk

cadangan batubara yang tersingkap di lereng pegunungan atau bukit.

Kegiatan penambangan diawali dengan pengupasan tanah penutup di

daerah singkapan (outcrap) di sepanjang lereng mengikuti garis kontur,

kemudian diikuti dengan penggalian endapan batubaranya. Penggalian

kemudian dilanjutkan ke arah tebingsampai mancapai batas penggalian

yang masih ekonomis, mengingat tebalnya tanah penutup yang harus

dikupas untuk mendapatkan batubaranya. Karena keterbatasannya daerah

yang biasanya digali, maka daerah menjadi sempit tetapi panjang

sehingga memerlukan alat-alat yang mudah berpindah-pindah. Umur

tambang bisanya pendek.

Kerugian sistem ini ialah :

Keterbatasannya jumlah cadangan yang ekonomis untuk ditambang

karena tebalnya tanah penutup yang harus dikupas.

Tempat kerjanya sempit.

Tebing (highwall) yang terbentuk bisa terlalu tinggi sehingga

menyebabkan kemantapan lerengnya rendah.

Page 22: BAB II

II-22

Juga mudah terjadi kelongsoran pada timbunan tanah buangan

(timbunan tanah penutup).

II.3. Bahan Galian Industri (Batu Gamping)

A. Tipe Endapan

Batu gamping adalah batuan fosfat yang sebagian besar tersusun

oleh mineral kalsium karbonat (CaCo3). Bahan tambang ini biasa

digunakan untuk bahan baku terutama dalam pembuatan semen

abu/portland (biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester),

industri keramik, obat-obatan, dll. Batugamping (limestone) merupakan

batuan sedimen organik klastik. Secara umum batugamping

dikelompokkan berdasarkan mineral utama pembentuk batugamping

yaitu kalsit (calcite (CaCO3)) atau dolomite (MgCa(CO3)2).

Batugamping juga dikelompokkan berdasarkan kandungan senyawa

karbonat dalam batuan misalnya batugamping murni, batugamping

napalan, batugamping tufan. Pengelompokkan batugamping berdasarkan

grade atau kandungan karbonatnya banyak digunakan dalam kajian

pedology dan edaphology

Di Indonesia endapan batu gamping terdapat di: Aceh, Sumtera

utara(panen/medan dan tarutung), Sumatera barat (karang putih), Jawa

barat (Klapa Nunggal), daerah-daerah Jabar, Kuripan/ Bogor,

Cipanas/Kromong/Cirebon, Jawa tengah (daerah-daerah Jateng), Jawa

timur (daerah-daerah Jatim dan Madura, Bluto/Madura), Kalimantan

Barat, Sulawesi Selatan (Tonasa/ Makasar), Kupang, TTS, TTU, Belu,

Alor, Lembatan, Flores Timur, Sikka, Ende, Ngada, Manggarai, Sumba

Barat, dan Sumba Timur.

Page 23: BAB II

II-23

GAMBAR 2.14

BATU GAMPING TERUMBU

Tipe batugamping ini paling banyak di Indonesia, tipe ini sering

membentuk terjal pada singkapan, masif tak berlapis atau perlapisan

buruk yang hanya kelihatan dari jauh. Komponen utama dari batuan ini

adalah suatu kerangka yang utuh seperti dalam keadaan aslinya. Bentuk

serta jaringan kerangka tergantung dari jenis organisme yang

membentuknya. Endapan gamping kerangka diklasifikasikan menurut

unsur-unsur flora dan fauna yang bertanggung jawab atas

pembentukannya. Batugamping terumbu (reef) didasarkan atas tipe

organisme yang membentuk kerangka.

Batuan ini mempunyai keistimewaan dalam cara pembentukannya,

yaitu hanya dari larutan, praktis tak ada sebagai detritus daratan.

Pembentukannya kimiawi, tetapi yang penting adalah turut sertanya

organisme. Mineral ini lebih stabil dan biasanya adalah hablur yang baik.

Terdapat sebagai rekristalisasi dari argonit, sering merupakan cavity

filling atau semen dalam bentuk kristal-kristal yang jelas.

Batugamping terumbu pada umumnya digunakan sebagai bahan

dasar pembuatan semen dan untuk bahan bangunan lainnya.

Page 24: BAB II

II-24

GAMBAR 2.15

BATUGAMPING KRISTALIN

Pada batu gamping kristalin, batugamping di laut terjadi

pengangkatan ke daratan. Ketika hujan, CaCO3 yang terlarutkan di dalam

air kemudian mengendap di endapan pasir karbonat. Karena proses

pemanasan maka terjadi pengkristalan.

Batugamping terutama bermanfaat untuk bahan penelitian karena

jenis batuan ini terbentuk dari kumpulan cangkang moluska, algae,

foraminifera atau lainnya yang bercangkang kapur. Keunikan ini juga

mendorong orang untuk menjadikan batugamping sebagai hiasan atau

pajangan, terutama untuk desain interior yang bertema kelautan.

B. Cara/Metode Penambangan

Secara umum, penambangan batu gamping Indonesia dilakukan

dengan cara tambang terbuka (kuari). Tanah penutup (overburden) yang

terdiri dari tanah liat, pasir dan koral dikupas terlebih dahulu.

Pengupasan dapat dengan menggunakan bulldozer atau power scraper.

Kemudian dilakukan pemboran dan peledakan sampai di dapat ukuran

bongkah yang sesuai. Untuk bongkah yang terlalu besar perlu di bor dan

diledak-ulang (secondary blasting). 

Pengambilan bongkah batu gamping biasanya dilakukan dengan

wheel loader, lalu dimuat ke alat transportasi (dump truck, belt conveyor,

lori dan lain-lain).

Page 25: BAB II

II-25

GAMBAR 2.16

TAMBANG BATU GAMPING

Adapun batu gamping biasa dimanfaatkan dalam beberapa

kepentingan berikut baik itu sebagai bahan utama, maupun bahan

tamabahan. Antara lain adalah:

a. Bahan Bangunan

b. Bahan Penstabil Jalan

c. Bahan Keramik

d. Industri Kaca

e. Industri Bata Silika

f. Industri Semen

g. Pembuatan Karbid

h. Peleburan dan Pemurnian Baja

i. Bahan Pemutih dalam Industri Kertas, Pulp dan Karet

j. Pembuatan Soda Abu

k. Penjernih  Air

l. Pengendapan Bijih Logam Non-ferrous

Karena manfaatnya yang dominan dibidang industri semen,

penambangan batu gamping biasa dibarengi dengan usaha/industri semen

disekitar tambang. Sebagai contoh adalah PT. Semen Padang dan PT.

Semen Baturaja.