Page 1
II-1
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Bijih
A. Emas (Au)
1. Tipe Endapan
Berdasarkan proses terbentuknya, endapan emas dikatagorikan
menjadi dua type yaitu :
a. Endapan primer / Cebakan Primer
Pada umumnya emas ditemukan dalam bentuk logam (native)
yang terdapat di dalam retakan-retakan batuan kwarsa dan dalam
bentuk mineral yang terbentuk dari proses magmatisme atau
pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk
karena proses metasomatisme kontak dan aktifitas hidrotermal,
yang membentuk tubuh bijih dengan kandungan utama silika.
Cebakan emas primer mempunyai bentuk sebaran berupa urat/vein
dalam batuan beku, kaya besi dan berasosiasi dengan urat kuarsa.
GAMBAR 2.1
CEBAKAN EMAS BERBENTUK URAT/VEIN
Page 2
II-2
b. Endapan placer / Cebakan Sekunder
Emas juga ditemukan dalam bentuk emas aluvial yang
terbentuk karena proses pelapukan terhadap batuan-batuan yang
mengandung emas (gold-bearing rocks, Lucas, 1985). Proses
oksidasi dan pengaruh sirkulasi air yang terjadi pada cebakan emas
primer pada atau dekat permukaan menyebabkan terurainya
penyusun bijih emas primer. Proses tersebut menyebabkan juga
terlepas dan terdispersinya emas. Terlepas dan tersebarnya emas
dari ikatan bijih primer dapat terendapkan kembali pada rongga-
rongga atau pori batuan, rekahan pada tubuh bijih dan sekitarnya,
membentuk kumpulan butiran emas dengan tekstur permukaan
kasar. Akibat proses tersebut, butiran-butiran emas pada cebakan
emas sekunder cenderung lebih besar dibandingkan dengan butiran
pada cebakan primernya (Boyle, 1979). Dimana pengkonsentrasian
secara mekanis melalui proses erosi, transportasi dan sedimentasi
yang terjadi terhadap hasil disintegrasi cebakan emas pimer
menghasilkan endapan emas letakan/aluvial (placer deposit).
2. Cara/Metode Penambangan
Cebakan emas primer dapat ditambang secara tambang
terbuka (surface mining) maupun tambang bawah tanah (underground
mining). Sementara cebakan emas sekunder umumnya ditambang
secara tambang terbuka
a. Endapan primer / Cebakan Primer
Cebakan primer merupakan cebakan yang terbentuk
bersamaan dengan proses pembentukan batuan. Salah satu tipe
cebakan primer yang biasa dilakukan pada penambangan skala
kecil adalah bijih tipe vein ( urat ), yang umumnya dilakukan
dengan teknik penambangan bawah tanah terutama metode
gophering / coyoting ( di Indonesia disebut lubang tikus ).
Penambangan dengan sistem tambang bawah tanah (underground),
dengan membuat lubang bukaan mendatar berupa terowongan
Page 3
II-3
(tunnel) dan bukaan vertikal berupa sumuran (shaft) sebagai akses
masuk ke dalam tambang. Penambangan dilakukan dengan
menggunakan peralatan sederhana ( seperti pahat, palu, cangkul,
linggis, belincong ) dan dilakukan secara selektif untuk memilih
bijih yang mengandung emas baik yang berkadar rendah maupun
yang berkadar tinggi.Terhadap batuan yang ditemukan, dilakukan
proses peremukan batuan atau penggerusan, selanjutnya dilakukan
sianidasi atau amalgamasi, sedangkan untuk tipe penambangan
sekunder umumnya dapat langsung dilakukan sianidasi atau
amalgamasi karena sudah dalam bentuk butiran halus.
GAMBAR 2.2
TAMBANG BAWAH TANAH
Beberapa karakteristik dari bijih tipe vein ( urat ) yang
mempengaruhi teknik penambangan antara lain :
Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan
urat.
Mineral bijih dapat berupa kristal-kristal yang kasar.
Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit sehingga rentan
dengan pengotoran ( dilution ).
Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan
zona geser (regangan), sehingga pada kondisi ini
memungkinkan terjadinya efek dilution pada batuan samping.
Page 4
II-4
Perbedaan assay ( kadar ) antara urat dan batuan samping pada
umumnya tajam, berhubungan dengan kontak dengan batuan
samping, impregnasi pada batuan samping, serta pola urat yang
menjari ( bercabang ).
Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai
rentang yang terbatas, serta mempunyai kadar yang sangat
erratic ( acak / tidak beraturan ) dan sulit diprediksi.Kebanyakan
urat relatif keras dan bersifat brittle.
Dengan memperhatikan karakteristik tersebut, metode
penambangan yang umum diterapkan adalah tambang bawah tanah
( underground ) dengan metode Gophering, yaitu suatu cara
penambangan yang tidak sistematis, tidak perlu mengadakan
persiapan-persiapan penambangan ( development works ) dan arah
penggalian hanya mengikuti arah larinya cebakan bijih. Oleh
karena itu ukuran lubang ( stope ) juga tidak tentu, tergantung dari
ukuran cebakan bijih di tempat itu dan umumnya tanpa
penyanggaan yang baik.
Cara penambangan ini umumnya tanpa penyangga yang
memadai dan penggalian umumnya dilakukan tanpa alat-alat
mekanis. Metode tambang emas seperti ini umum diterapkan di
berbagai daerah operasi tambang rakyat di Indonesia, seperti di
Ciguha, Pongkor-Bogor; Gunung Peti, Cisolok-Sukabumi;
Gunung Subang, Tanggeung-Cianjur; Cikajang-Garut; Cikidang,
Cikotok-Lebak; Cineam-Tasikmalaya; Kokap-Kulonprogo;
Selogiri-Wonogiri; Punung-Pacitan; Tatelu-Menado; Batu Gelas,
RataTotok-Minahasa; Bajuin-TanahLaut; Perenggean-Palangka
Raya; Ketenong-Lebong; dan lain-lain. Penambangan dilakukan
secara sederhana, tanpa development works, dan langsung
menggali cebakan bijih menuruti arah dan bentuk alamiahnya. Bila
cebakan bijih tersebut tidak homogen, kadang-kadang terpaksa
Page 5
II-5
ditinggalkan pillar yang tak teratur dari bagian-bagian yang
miskin.
b. Endapan Sekunder/ Cebakan sekunder
Cebakan emas sekunder atau yang lebih dikenal sebagai
endapan emas aluvial merupakan emas yang diendapkan bersama
dengan material sedimen yang terbawa oleh arus sungai atau
gelombang laut adalah karakteristik yang umum mudah ditemukan
dan ditambang oleh rakyat, karena kemudahan
penambangannya. Cebakan emas aluvial dicirikan oleh kondisi
endapan sedimen bersifat lepas dengan kandungan logam emas
berupa butiran, dapat ditambang dan diolah dengan cara pemisahan
emas secara fisik, menggunakan peralatan sederhana.
Cebakan emas aluvial dengan sebaran berada pada
permukaan atau dekat permukaan mudah dikenali, dengan
karakteristik bersifat lepas, dan emas sudah dalam bentuk logam
(native), cukup diolah dengan cara pemisahan secara fisik.Secara
umum penambangan emas aluvial dilakukan berdasarkan atas
prinsip :Butir emas sudah terlepas sehingga bijih hasil galian
langsung mengalami proses pengolahan. Berdasarkan lokasi
keterdapatan, pada umumnya kegiatan penambangan dilakukan
pada lingkungan kerja berair seperti sungai-sungai dan rawa-rawa,
sehingga dengan sendirinya akan memanfaatkan air yang ada di
tempat sekitarnya.Karakteristik dari endapan emas aluvial akan
menentukan sistem dan peralatan dalam melakukan kegiatan
penambangan. Berdasarkan karakteristik endapan emas
tersebut,metode penambangan terbuka yang umum diterapkan
dengan menggunakan peralatan berupa :
1. Pendulangan ( panning )
Penambangan dengan cara pendulangan banyak dilakukan
oleh pertambangan rakyat di sungai atau dekat sungai. Cara ini
banyak dilakukan oleh penambang perorangan dengan
Page 6
II-6
menggunakan nampan pendulangan untuk memisahkan
konsentrat atau butir emas dari mineral pengotornya.
2. Tambang semprot ( hydraulicking )
Pada tambang semprot digunakan alat semprot ( monitor )
dan pompa untuk memberaikan batuan dan selanjutnya lumpur
hasil semprotan dialirkan atau dipompa ke instalasi konsentrasi (
sluicebox / kasbok ). Cara ini banyak dilakukan pada
pertambangan skala kecil termasuk tambang rakyat dimana
tersedia sumber air yang cukup, umumnya berlokasi di atau
dekat sungai. Beberapa syarat yang menjadikan endapan emas
aluvial dapat ditambang menggunakan metode tambang semprot
antara lain :
Kondisi/jenis material memungkinkan terberaikan oleh
semprotan air
Ketersediaan air yang cukup
Ketersediaan ruang untuk penempatan hasil cucian atau
pemisahan bijih
Metode penambangan ini umum diterapkan diberbagai
daerah operasi pertambangan rakyat di Indonesia, seperti di
Sungai Kahayan,Bukitrawi,Palangkaraya-Kalimantan Tengah;
Tanoyan,Bolaang Mongondow-Sulawesi Utara; Bombana-
Sulawesi Tenggara; Tobohon,Kotabunan-Sulawesi Utara, Way
Kanan-Lampung, dll.
3. Dredging
Dredging adalah teknik penambangan yang dilakukakan
bila endapan placer terletak di bawah permukaan air, misalnya
di lepas pantai, sungai, danau atau lembah yang tersedia banyak
air. Pada tambang ini banyak dilakukan pada pertambangan
skala kecil termasuk tambang rakyat dengan menggunakan
kapal keruk (dredge) atau dengan dragline yang dikombinasi
dengan pengolahan di atas pontoon (floating washing plants).
Page 7
II-7
Menurut Turner, 1975, dredges dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :Mekanik- Bucket line.- Bucket – wheel
suction.- Dripper.Hidraulik- Suction.- Cutter head.Alat-alat yang
dipakai pada penambangan kapal keruk berdasarkan alat galinya
dibedakan menjadi tiga, yaitu :Multy bucket dredge, kapal keruk
yang alat galinya berupa rangkaian mangkok (bucket)Cutter
suction dredge, alat galinya berupa pisau pemotong yang
menyerupai mahkota.Bucket wheel dredge, alat galinya
dilengkapi dengan timba yang berputar (bucket wheel).
Meskipun metode ini sebagian besar telah digantikan oleh
metode modern, dredging masih banyak dilakukan oleh
penambang skala kecil dengan menggunakan kapal keruk hisap.
Ini adalah mesin kecil yang mengapung di atas air dan biasanya
dioperasikan oleh beberapa orang. Sebuah rangkaian dredging
hisap terdiri dari mesin pompa hisap, kotak konsentrator, dan
kompresor yang didukung oleh ponton. Pada selang isap
dikendalikan oleh penambang bekerja di bawah air (penyelam).
Para penyelam menggunakan kompresor untuk mencukupi
kebutuhan oksigen .
Dampak dari sistem penambangan model ini umumnya
mengakibatkan terjadinya kolam-kolam air yang ada
disepanjang sungai akibat pengerukan oleh mesin keruk.
Degradasi lingkungan yang mungkin terjadi pada sistem
penambangan metode ini adalah terganggunya sisten hydrologi
air tanah.Metode penambangan ini umum diterapkan diberbagai
daerah operasi pertambangan rakyat di Indonesia, seperti di
Sungai Kahayan,Bukitrawi, Palangkaraya-Kalimantan Tengah;
Sungai Katingan, Katingan-Kalimantan Tengah; Sungai Batang
Asai, Sarolangun-Jambi; Sungai Batang Hari, Mersam, Muara
Bulian-Jamb; Sungai Batahan Aek Nabirong, Ranah Batahan,
Pasaman Barat-Sumatera Barat; Sungai Batang Hari, Tiumang,
Page 8
II-8
Dharmasraya-Sumatera Barat; Sungai Tenom, Aceh Jaya-NAD,
dll
GAMBAR 2.3
SISTEM PENAMBANGAN EMAS DENGAN a). PANNING, b).HYDRAULICKING DAN c).DREDGING
B. Zinc (Zn)
Menurut Direktorat Pertambangan (1989:91) bahwa mineral-
mineral zinc yang komersial di samping zincblende/spalerit (ZnS), adalah
smith-sonite (ZnCO3), hemimorphite (Zn4Si27(OH)2.H2O), zincite
(Znb), willemite (Zn2SiO4), dan franklinite (Fe,Zn,Mn) (Fe,Mn)2O).
GAMBAR 2.4
ZINC
Persebaran spalerit di Indonesia: terdapat di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat. Sumatera Selatan,
Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan. Dalam
kehidupan sehari-hari spalerit sebagai bijih zinc digunakan untuk
Page 9
II-9
proteksi logam terhadap korosi, campuran logam, reducing agents,
lithographic plates, dry cell, keramik, karet, kosmetik, obat-obatan,
tekstil, kimia, dan bangunan.
1. Tipe Endapan
Deposit bijih zinc yang banyak tersebar di seluruh dunia . Bijih
zinc yang diambil di lebih dari 50 negara . Cina, Australia , Peru ,
Eropa dan Kanada adalah negara-negara pertambangan zinc terbesar .
Zinc biasanya dikaitkan dengan logam timbal dan lainnya termasuk
tembaga dan emas dan perak . Ada empat jenis utama dari deposit
zinc :
a. Volcanic hosted massive sulphides (VMS)
Deposito VHMS yang polymetallic dan merupakan sumber
ekonomi yang penting dari tembaga dan zinc sering dikaitkan
dengan konsentrasi yang signifikan dari perak, emas , kadmium ,
bismut atau timah .
b. Carbonate hosted (Mississippi Valley & Irish types)
Batu kapur dan dolomit adalah batuan host yang paling
umum. Kandungan timbal zinc biasanya berkisar 5 % -10 %
dengan zinc biasanya mendominasi alih memimpin . Konsentrasi
tembaga , perak dan barit fluorit juga dapat hadir
c. .Sediment hosted (sedex deposits)
Batuan host terutama serpih, batulanau, dan batu pasir.
Deposito Sedex mewakili beberapa akumulasi terbesar di dunia
zinc, timah dan perak . Mineral ini memiliki kandungan perak
tinggi. Memimpin / zinc konten berkisar antara 10-20% .
d. Intrusion related (high sulphidation, skarn, manto, vein)
Deposito tersebut biasanya ditemukan pada batuan karbonat
dalam hubungannya dengan sistem magmatik - hidrotermal , dan
ditandai oleh asosiasi mineral kalsium dan magnesium . Biasanya
tubuh bijih mengandung lebih banyak kepemimpinan daripada zinc
dan berhubungan dengan perak .
Page 10
II-10
2. Cara/Metode Penambangan
80% dari penambangan zinc menggunakan underground mining,
8 % adalah open pit dan sisanya merupakan kombinasi dari keduanya.
Namun , dalam hal volume produksi , open pit sebanyak 15 % ,
tambang bawah tanah menghasilkan 64 % dan 21 % dari produksi
tambang berasal dari metode gabungan penambangan bawah tanah
dan terbuka .
Sebagai contoh, pada PT Dairi Prima Mineral menggunakan
sistem tambang bawah tanah metode open stope dan Cut and fill
stoping.
C. Nikel (Ni)
1. Tipe Endapan
Batuan induk dari nikel laterit adalah Peridotit. Peridotit
terbentuk di lingkungan lempeng samudera yang akan kaya mineral
berat besi, nikel, kromit, magnesium dan mangan. Keberadaannya di
permukaan disebabkan oleh lempeng benua Pasifik yang terangkat ke
daratan oleh proses obduksi dengan lempeng benua Eurasia, yang
kemudian “disebarkan” oleh sesar Sorong (Katili, 1980) sebagai
pulau-pulau kecil di berada di kepulauan Maluku. Pelapukan akan
menguraikan batuan ultrabasa tersebut menjadi mineral terlarut dan
tak terlarut. Air tanah melarutkan karbonat, kobalt dan magnesium,
serta membawa mineral besi, nikel, kobalt, silikat dan magnesium
silikat dalam bentuk koloid yang mengendap. Endapan kaya nikel dan
magnesium oksida disebut krisopas, dan cebakan nikel ini disebut
saprolit. Proses pelapukan peridotit akan menghasilkan saprolit,
batuan yang kaya nikel. Pelapukan ini terjadi di sebagian kepulauan
Maluku, antara lain di pulau Gag, Buton dan Gebe (Sudrajat, 1999).
Page 11
II-11
GAMBAR 2.5
NIKEL
Laterit; later, artinya bata (membentuk bongkah-bongkah yang
tersusun seperti bata berwarna merah). Buchanan; subsoil yang
mengeras karena tersingkap atau kontak dengan atmosfer. Ollier,
1969; Soil di daerah tropis dengan horizon konkresi besi oksida, yang
dalam keadaan normal berwarna merah.
Endapan nikel laterit merupakan hasil pelapukan lanjut dari
batuan ultramafik pembawa Ni-Silikat. Umumnya terdapat pada
daerah dengan iklim tropis sampai dengan subtropis. Pengaruh iklim
tropis di Indonesia mengakibatkan proses pelapukan yang intensif,
sehingga beberapa daerah di Indonesia bagian timur memiliki endapan
nikel laterit. Proses konsentrasi nikel pada endapan nikel laterit
dikendalikan oleh beberapa faktor yaitu, batuan dasar, iklim,
topografi, airtanah, stabilitas mineral, mobilitas unsur, dan kondisi
lingkungan yang berpengaruh terhadap tingkat kelarutan mineral.
Dengan kontrol tersebut akan didapatkan tiga tipe laterit yaitu oksida,
lempung silikat, dan hidrosilikat.
Laterisasi; proses pelapukan kimia pada kondisi iklim yang
lembab (tropis) yang berlangsung pada waktu yang lama dengan
kondisi tektonik yg relative stabil, membentuk formasi lapisan
Page 12
II-12
regolith yang tebal dengan karakteristik yang khas, but and zeegers,
1992).
Penelitian ini lebih ditekankan pada mineralogi endapan nikel
laterit, karakteristik dan tipe endapan nikel laterit di Pulau Pakal, dan
hubungan spasi pemboran dari bentuk profil laterit. Metodologi yang
digunakan pada penelitian ini adalah pengambilan sampel di lapangan,
deskripsi dan preparasi sampel di laboratorium, analisis mineralogi
dengan XRD dan sayatan tipis, serta pembuatan profil laterit.
Berdasarkan perbandingan hasil deskripsi sampel di lapangan
secara megaskopis dan di laboratorium dengan bantuan mikroskop
binokuler diperoleh perbedaan penentuan horizon yang tidak terlalu
signifikan (relative identik). Berdasarkan rekapitulasi analisis XRD
didapatkan 15 kelompok mineral yang didominasi oleh kelompok
mineral serpentin sehingga nikel laterit di daerah studi diperkirakan
tipe endapan laterit hidrosilikat.
Jika diurutkan berdasarkan masing-masing horizon endapan
laterit maka pada bagian top soil didominasi oleh mineral-mineral
silika, pada zona Limonit didominasi oleh kelompok mineral
hidroksida, pada zona saprolit atas didominasi oleh kelompok mineral
serpentin dan hidroksida, serta pada zona Saprolit bawah didominasi
oleh kelompok mineral serpentin dan mika.
Berdasarkan analisis petrografi pada sayatan tipis diketahui
bahwa mineralogi penyusun bedrock adalah olivin dan ortopiroksen
serta mineral-mineral hasil ubahan berupa serpentin sehingga dapat
dapat diklasifikasikan sebagai batuan hazburgit.
Page 13
II-13
GAMBAR 2.6
GAMBARAN ENDAPAN NIKEL PADA SUATU WILAYAH PENGAMATAN
Perkembangan profil laterit; dipengaruhi oleh:
a. Iklim
Curah hujan menentukan jumlah air hujan yang masuk ke tanah
sehingga mempengaruhi intensitas pencucian dan pemisahan
komponen-kompenen yang larut.
b. Topografi
Relief dan geometri lereng akan mempengaruhi pengaliran air,
jumlah air yang masuk ke dalam tanah, dan level muka air tanah
c. Drainase
Mempengaruhi pasokan jumlah air untuk pencucian (leaching) dari
seluruh area sekitarnya.
d. Tektonik
Pengangkatan tektonik akan meningkatkan erosi pada bagian atas
profil, meningkatkan relief topografi dan menurunkan muka air
tanah. Kestabilan tektonik mendukung pendataran topografi
(planation) topografi dan memperlambat gerakan air tanah
e. Tipe batuan induk
Page 14
II-14
Komposisi mineral menentukan tingkat kerentanan batuan terhadap
pelapukan dan ketersediaan unsure-unsur untuk rekombinasi
pembentukan mineral baru.
f. Struktur
Patahan dan kekar memungkinkan bagi peningkatan permeabilitas
bedrock, sehingga meningkatkan potensi terjadinya alterasi.
2. Cara/Metode Penambangan
a. Cara Penambangan Nikel
1) Pemboran
Pada jarak spasi 25 - 50 meter untuk mengambil sample batuan
dan tanah guna mendapatkan gambaran kandungan nikel yang
terdapat di wilayah tersebut
2) Pembersihan dan pengupasan
Lapisan tanah penutup setebal 10– 20 meter yang kemudian
ibuang di tempat tertentu ataupun dipakai langsung untuk
menutupi suatu wilayah purna tambang.
3) Penggalian
Lapisan bijih nikel yang berkadar tinggi setebal 5-10 meter dan
dibawa ke stasiun penyaringan.
4) Pemisahan
Bijih di stasiun penyaringan berdasarkan ukurannya. Produk
akhir hasil penyaringan bijih tipe Timur adalah -6 inci,
sedangkan produk akhir bijih tipe Barat adalah – 4/-2 inci.
5) Penyimpanan
Bijih yang telah disaring di suatu tempat tertentu untuk
pengurangan kadar air secara alami, sebelum dikonsumsi untuk
proses pengeringan dan penyaringan ulang di pabrik.
6) Penghijauan
Lahan-lahan purna tambang. Dengan metode open cast mining
yang dilakukan sekarang, dimana material dari daerah bukaan
Page 15
II-15
baru, dibawa dan dibuang ke daerah purna tambang, untuk
selanjutnya dilakukan landscaping, pelapisan dengan lapisan
tanah pucuk, pekerjaan terasering dan pengelolaan drainase
sebelum proses penghijauan/penanaman ulang dilakukan.
b. Cara Pengolahan Nikel
A. Pengeringan di Tanur Pengering
Bertujuan untuk menurunkan kadar air bijih laterit yang dipasok
dari bagian Tambang dan memisahkan bijih yang berukuran +25
mm dan – 25 mm.
B. Kalsinasi dan Reduksi di Tanur Pereduksi
Untuk menghilangkan kandungan air di dalam bijih, mereduksi
sebagian nikel oksida menjadi nikel logam, dan sulfidasi.
C. Peleburan di Tanur Listrik
Untuk melebur kalsin hasil kalsinasi/reduksi sehingga terbentuk
fasa lelehan matte dan terak.
D. Pengkayaan di Tanur Pemurni
Untuk menaikkan kadar Ni di dalam matte dari sekitar 27 persen
menjadi di atas 75 persen.
E. Granulasi dan Pengemasan
Untuk mengubah bentuk matte dari logam cair menjadi butiran-
butiran yang siap diekspor setelah dikeringkan dan dikemas.
II.2. Batubara
Secara umum endapan batubara utama di Indonesia terdapat dalam
endapan batubara Ombilin, Sumatera Selatan, Kalimantan
Timur danBengkulu. Tipe endapan batubara tersebut masing-masing
memiliki karakteristik tersendiri yang mencerminkan sejarah
sedimentasinya. Selain itu, proses pasca pengendapan seperti tektonik,
metamorfosis, vulkanik dan proses sedimentasi lainnya turut mempengaruhi
kondisi geologi atau tingkat kompleksitas pada saat pembentukan batubara.
Page 16
II-16
A. Kondisi Geologi Sederhana
Endapan batubara pada kelompok ini umumnya tidak dipengaruhi
oleh aktivitas tektonik, seperti : sesar, lipatan, dan intrusi. Lapisan
batubara pada umumnya landai, menerus secara lateral sampai ribuan
meter, dan hampir tidak mempunyai percabangan. Ketebalan lapisan
batubara secara lateral serta kualitasnya tidak memperlihatkan variasi
yang berarti. Contoh endapan batubara seperti ini terdapat di Lapangan
Banko Selatan dan Muara Tiga Besar (Sumatera Selatan), Senakin Barat
(Kalimantan Selatan) dan Cerenti (Riau).
GAMBAR 2.7
KONDISI GEOLOGI SEDERHANA
Cara Penambangan pada batubara tipe ini adalah dengan cara :
1) Strip mining
Strip mining merupakan pertambangan kupas atau
pertambangan baris yang secara khusus merupakan sistem tambang
terbuka atau tambang permukaan untuk batubara. Sistem
penambangan ini pada dasarnya terbagi dua, yaitu tambang area dan
tambang kontur. Pertambangan kupas adalah merupakan operasi
pengupasan tanah atau batuan penutup lapisan batu bara dengan
bentuk pengupasan baris-baris serjajar.
Strip mining pada umumnya digunakan untuk endapan batubara
yang memiliki kemiringan endapan (dip) kecil atau landai dimana
sistem penambangan yang lain sulit untuk diterapkan karena
keterbatasan jangkuan alat-alat. Selain itu endapan batubaranya
Page 17
II-17
harus tebal, terutama bila lapisan tanah penutupnya juga tebal. Hal ini
dimaksudkan untuk mendapatkan perbandingan yang masih ekonomis
anatara jumlah tanah penututp yang harus dikupas dengan jumlah
batubara yang dapat digali (economic stripping ratio).
GAMBAR 2.8
STRIP MINING2) Area mining
Sistem ini pada umumnya diterapkan untuk endapan batubara
yang letaknya kurang lebih horizontal (mendatar) serta daerahnya juga
merupakan dataran.
GAMBAR 2.9
AREA MINING
Kegiatan penambangan dimulai dengan pengupasan tanah
penutup dengan cara membuat paritan besar yang biasanya disebut
Page 18
II-18
box cut dan tanah penutupnya dibuang ke daerah yang tidak di
tambang. Setelah endapan batubara dari galian pertama diambil,
kemudian disusul dengan pengupasan berikutnya yang sejajar dengan
pengupasan pertama dan tanah penutupnya ditimbun atau dibuang ke
tempat bekas penambangan atau penggalian yang pertama (back
filling digging method). Demikianlah selanjutnya penggalian demi
penggalian dilanjutkan sampai penggalian yang terakhir. Penggalian
yang terakhir akan meninggalkan lubang memanjang yang di satu sisi
lainnya oleh tanah penutup yang tidak digali. Seirama dengan
kemajuan penambangan, secara bertahap timbunan tanah penutup juga
diratakan.
B. Kondisi Geologi Moderat
Endapan batubara dalam kelompok ini diendapkan dalam
kondisi sedimentasi yang lebih bervariasi dan sampai tingkat tertentu
telah mengalami perubahan pasca pengendapan dan tektonik. Sesar dan
lipatan tidak begitu banyak, begitu pula dengan pergeseran dan perlipatan
yang diakibatkannya relatif sedang.
GAMBAR 2.10
KONDISI GEOLOGI MODERAT
Kelompok ini dicirikan dengan kemiringan lapisan dan variasi
ketebalan lateral yang sedang serta berkembangnya percabangan lapisan
batubara, namun sebarannya masih dapat diikuti sampai ratusan meter.
Page 19
II-19
Kualitas batubara secara langsung berkaitan dengan tingkat perubahan
yang terjadi baik pada saat proses sedimentasi berlangsung maupun pada
pasca pengendapan. Pada beberapa tempat, intrusi batuan beku
mempengaruhi struktur lapisan dan kualitas batubara. Endapan batubara
seperti ini terdapat di daerah Senakin, Formasi Tanjung (Kalimantan
Selatan), Loa Janan-Loa Kulu, Petanggis (Kalimantan Timur), Suban dan
Air Laya (Sumatera Selatan) serta Gunung Batu Besar (Kalimantan
Selatan).
Cara Penambangan pada batubara tipe ini adalah dengan cara :
1. Auger mining
Untuk menambang endapan batubara yang tipis dan tersingkap
di lereng bukit dapat dipakai auger head miner yang memiliki auger
berdiameter 28-36 inchi (71-91cm). Kemudian alat ini diperbaiki
menjadi twin auger yang berdiameter 20-28 inchi (50-71 cm) dengan
kedalaman penggalian efektif 5 ft (1,5 m).
Pada saat penambangan alat ini ditempatkan dibagian pinggir
lombong (stope).
GAMBAR 2.11
AUGER MINING
2. Open Pit
Open pit mining adalah cara penambangan secara terbuka dalam
pengertian umum. Apabila hal ini diterapkan pada endapan batubara
dilakukan dengan jalan membuang lapisan batuan penutup sehingga
Page 20
II-20
lapisan batubaranya tersingkap dan selanjutnya siap untuk diekstraksi.
Peralatan yang dipakai pada penambangan secara open pit dapat
bermacam-macam tergantung pada jenis dan keadaan batuan penutup
yang akan dibuang
GAMBAR 2.12
OPEN PIT MINING
C. Kondisi Geologi Kompleks
Endapan batubara pada kelompok ini umumnya diendapkan dalam
sistem sedimentasi yang komplek atau telah mengalami deformasi
tektonik yang ekstensif sehingga terbentuknya lapisan batubara dengan
ketebalan yang beragam.
GAMBAR 2.13
KONDISI GEOLOGI KOMPLEKS
Kualitas batubara banyak dipengaruhi oleh perubahan-perubahan
yang terjadi saat proses sedimentasi berlangsung atau pada pasca
Page 21
II-21
pengendapan, seperti : pembelahan atau kerusakan lapisan (wash out),
pergeseran, perlipatan, dan pembalikan (overturned) yang ditimbulkan
oleh aktivitas tektonik, umum dijumpai dan sifatnya rapat sehingga
menjadikan lapisan batubara sukar dikorelasikan.
Perlipatan yang kuat juga mengakibatkan kemiringan lapisan yang
terjal. Secara lateral, sebaran lapisan batubara terbatas dan hanya dapat
diikuti sampai puluhan meter. Endapan batubara dari kelompok ini,
banyak ditemukan pada daerah Ambakiang, Formasi Warukin, Ninian,
Belahing, dan Upau (Kalimantan Selatan), Sawahluwung (Sawahlunto,
Sumatera Barat), daerah Air Kotok (Bengkulu), Bojongmanik (Jawa
Barat) serta daerah batubara yang mengalami ubahan intrusi batuan beku
di Bunian Utara (Sumatera Selatan).
Cara Penambangan pada batubara tipe ini adalah dengan cara
Contour mining. Sistem penambangan ini biasanya diterapkan untuk
cadangan batubara yang tersingkap di lereng pegunungan atau bukit.
Kegiatan penambangan diawali dengan pengupasan tanah penutup di
daerah singkapan (outcrap) di sepanjang lereng mengikuti garis kontur,
kemudian diikuti dengan penggalian endapan batubaranya. Penggalian
kemudian dilanjutkan ke arah tebingsampai mancapai batas penggalian
yang masih ekonomis, mengingat tebalnya tanah penutup yang harus
dikupas untuk mendapatkan batubaranya. Karena keterbatasannya daerah
yang biasanya digali, maka daerah menjadi sempit tetapi panjang
sehingga memerlukan alat-alat yang mudah berpindah-pindah. Umur
tambang bisanya pendek.
Kerugian sistem ini ialah :
Keterbatasannya jumlah cadangan yang ekonomis untuk ditambang
karena tebalnya tanah penutup yang harus dikupas.
Tempat kerjanya sempit.
Tebing (highwall) yang terbentuk bisa terlalu tinggi sehingga
menyebabkan kemantapan lerengnya rendah.
Page 22
II-22
Juga mudah terjadi kelongsoran pada timbunan tanah buangan
(timbunan tanah penutup).
II.3. Bahan Galian Industri (Batu Gamping)
A. Tipe Endapan
Batu gamping adalah batuan fosfat yang sebagian besar tersusun
oleh mineral kalsium karbonat (CaCo3). Bahan tambang ini biasa
digunakan untuk bahan baku terutama dalam pembuatan semen
abu/portland (biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester),
industri keramik, obat-obatan, dll. Batugamping (limestone) merupakan
batuan sedimen organik klastik. Secara umum batugamping
dikelompokkan berdasarkan mineral utama pembentuk batugamping
yaitu kalsit (calcite (CaCO3)) atau dolomite (MgCa(CO3)2).
Batugamping juga dikelompokkan berdasarkan kandungan senyawa
karbonat dalam batuan misalnya batugamping murni, batugamping
napalan, batugamping tufan. Pengelompokkan batugamping berdasarkan
grade atau kandungan karbonatnya banyak digunakan dalam kajian
pedology dan edaphology
Di Indonesia endapan batu gamping terdapat di: Aceh, Sumtera
utara(panen/medan dan tarutung), Sumatera barat (karang putih), Jawa
barat (Klapa Nunggal), daerah-daerah Jabar, Kuripan/ Bogor,
Cipanas/Kromong/Cirebon, Jawa tengah (daerah-daerah Jateng), Jawa
timur (daerah-daerah Jatim dan Madura, Bluto/Madura), Kalimantan
Barat, Sulawesi Selatan (Tonasa/ Makasar), Kupang, TTS, TTU, Belu,
Alor, Lembatan, Flores Timur, Sikka, Ende, Ngada, Manggarai, Sumba
Barat, dan Sumba Timur.
Page 23
II-23
GAMBAR 2.14
BATU GAMPING TERUMBU
Tipe batugamping ini paling banyak di Indonesia, tipe ini sering
membentuk terjal pada singkapan, masif tak berlapis atau perlapisan
buruk yang hanya kelihatan dari jauh. Komponen utama dari batuan ini
adalah suatu kerangka yang utuh seperti dalam keadaan aslinya. Bentuk
serta jaringan kerangka tergantung dari jenis organisme yang
membentuknya. Endapan gamping kerangka diklasifikasikan menurut
unsur-unsur flora dan fauna yang bertanggung jawab atas
pembentukannya. Batugamping terumbu (reef) didasarkan atas tipe
organisme yang membentuk kerangka.
Batuan ini mempunyai keistimewaan dalam cara pembentukannya,
yaitu hanya dari larutan, praktis tak ada sebagai detritus daratan.
Pembentukannya kimiawi, tetapi yang penting adalah turut sertanya
organisme. Mineral ini lebih stabil dan biasanya adalah hablur yang baik.
Terdapat sebagai rekristalisasi dari argonit, sering merupakan cavity
filling atau semen dalam bentuk kristal-kristal yang jelas.
Batugamping terumbu pada umumnya digunakan sebagai bahan
dasar pembuatan semen dan untuk bahan bangunan lainnya.
Page 24
II-24
GAMBAR 2.15
BATUGAMPING KRISTALIN
Pada batu gamping kristalin, batugamping di laut terjadi
pengangkatan ke daratan. Ketika hujan, CaCO3 yang terlarutkan di dalam
air kemudian mengendap di endapan pasir karbonat. Karena proses
pemanasan maka terjadi pengkristalan.
Batugamping terutama bermanfaat untuk bahan penelitian karena
jenis batuan ini terbentuk dari kumpulan cangkang moluska, algae,
foraminifera atau lainnya yang bercangkang kapur. Keunikan ini juga
mendorong orang untuk menjadikan batugamping sebagai hiasan atau
pajangan, terutama untuk desain interior yang bertema kelautan.
B. Cara/Metode Penambangan
Secara umum, penambangan batu gamping Indonesia dilakukan
dengan cara tambang terbuka (kuari). Tanah penutup (overburden) yang
terdiri dari tanah liat, pasir dan koral dikupas terlebih dahulu.
Pengupasan dapat dengan menggunakan bulldozer atau power scraper.
Kemudian dilakukan pemboran dan peledakan sampai di dapat ukuran
bongkah yang sesuai. Untuk bongkah yang terlalu besar perlu di bor dan
diledak-ulang (secondary blasting).
Pengambilan bongkah batu gamping biasanya dilakukan dengan
wheel loader, lalu dimuat ke alat transportasi (dump truck, belt conveyor,
lori dan lain-lain).
Page 25
II-25
GAMBAR 2.16
TAMBANG BATU GAMPING
Adapun batu gamping biasa dimanfaatkan dalam beberapa
kepentingan berikut baik itu sebagai bahan utama, maupun bahan
tamabahan. Antara lain adalah:
a. Bahan Bangunan
b. Bahan Penstabil Jalan
c. Bahan Keramik
d. Industri Kaca
e. Industri Bata Silika
f. Industri Semen
g. Pembuatan Karbid
h. Peleburan dan Pemurnian Baja
i. Bahan Pemutih dalam Industri Kertas, Pulp dan Karet
j. Pembuatan Soda Abu
k. Penjernih Air
l. Pengendapan Bijih Logam Non-ferrous
Karena manfaatnya yang dominan dibidang industri semen,
penambangan batu gamping biasa dibarengi dengan usaha/industri semen
disekitar tambang. Sebagai contoh adalah PT. Semen Padang dan PT.
Semen Baturaja.