8
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan
adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk
seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak.
Meningoensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf
selama perkembangan janin.2,7
B. Epidemiologi Terdapat 1-4 kasus meningoensefalokel per 10.000
kelahiran hidup. Pada janin yang lahir secara spontan sebelum usia
kehamilan 20 minggu, kelainan saraf sumbu utama. Insiden
meningoensefalokel 1-3 per 10000 bayi lahir hidup; paling kecil
dari seluruh penyakit defek tuba neuralis (8% - 19%). Di Eropa dan
Amerika hampir 80% - 90% meningoensefalokel terdapat di regio
oksipital; meningoensefalokel di daerah anterior (frontal,
nasofrontal, nasopharyngeal) lebih sering di Asia Tenggara.
Meningoensefalokel lebih sering pada wanita dibandingkan pada
laki-laki.5,7
C. EtiologiMeningoensefalokel mempunyai etiologi multifaktor.
Ada beberapa dugaan penyebab penyakit itu diantaranya, infeksi,
faktor usia ibu yang terlalu muda atau tua ketika hamil, mutasi
genetik, serta pola makan yang tidak tepat sehingga mengakibatkan
kekurangan asam folat. Langkah selanjutnya, sebelun hamil, ibu
sangat disarankan mengonsumsi asam folat dalam jumlah cukup.
Pemeriksaan laboratorium juga diperlukan untuk mendeteksi
ada-tidaknya infeksi.1,2
D. Patofisiologi Etiologi kelainan ini masih belum diketahui
dengan pasti. Terdapat faktor multifaktorial yang mirip dengan
petogenesis terjadinya spina bifida dan
anencefali.3Hipotesa-hipotesa yang ada meliputi mutasi autosomal
dominan, faktor lingkungan, infeksi jamur, virus dan parasit serta
usia ibu pada saat terjadinya konsepsi. Kadang-kadang ditemukan
keterkaitannya dengan sindroma genetik yang telah dikenali, seperti
Robert syndrome, Amniotic band syndrome dan Apert syndrome.
Sebagian besar penulis tidak menemukan faktor familial pada
kelaianan ini.3,4Tampaknya faktor populasi ikut berperan dalam
patogenesis meningoensefalokel. Suwanwela menduga bentuk kepala
yang khas Asia Tenggara dengan hidung yang datar pada basis yang
lebar merupakan predisposisi kelainan ini.4,5Defek cranium pada
lesi meningoensefalokel terletak pada pertemuan antara os. frontale
dan os. ethmoidale atau foramen cecum. Kadang-kadang dijumpai
cartilage crista galli pada tepi posterior defek, lateralnya atau
bahkan kartilago tersebut terbelah menjadi dua bagian pada tepi
lateral defek. Crista galli seringkali mengalami distorsi, tepi
anteriornya halus dan berbentuk konkav dan lamina cribrosa biasanya
terdorong ke inferior dibawah planum sphenoidalis dan membentuk
sudut 45 50 derajat dengan bidang orbito-meatal. Lokasi, bentuk dan
ukuran defek tulang umumnya konstan. Lokasinya adalah pada garis
tengah pada foramen cecum, 56% tunggal pada garis tengah, 27%
bilateral paramedian, 17% sisanya unilateral paramedian. Ukurannya
cukup barvariasi dari beberapa milimeter hingga beberapa cm,
diameter umumnya berkisar 8-20 mm (mean 12 mm, SD 5 mm). Kantong
meningeal terdiri dari duramater normal yang melekat pada tepi
defek tulang. Pada kebanyakan kasus, kantong meningeal mengandung
jaringan otak, biasanya bagian medial dari kedua lobus frontalis
dan jarang ditemukan isi kantong meningeal yang hipervaskular.
Pemeriksaan histologis isi kantong menunjukkan jaringan otak,
jaringan glia dan jaringan ikat.5,6,7Kelemahan struktur pada
pertemuan os.frontale (membranous) yang berbatasan dengan
pembentukan endokondral os.ethmoidale memungkinkan herniasi elemen
saraf. Selama penutupan sulcus neuralis, ujung anterior dan
posterior menutup seminggu lebih lambat daripada bagian tabung
saraf lainnya. Neuropor anterior yang menutup pada awal minggu ke
empat terletak pada lokasi foramen cecum, yang pada embrio matur
terletak pada akar hidung diantara kedua mata. Neuropor anterior
dipisahkan dari kulit dengan lipatan pertumbuhan pada setiap sisi
mesoderm yang nantinya membentuk cranium.3,7Tetapi jika hubungan
ini menetap, maka invasi mesoderm primitive antara neuropor
anterior-endoderm neuralis dan ectoderm primitive akan terhalang
dan terjadilah defek tulang pada lokasi tersebut, yang menyebabkan
herniasi kantong meningeal. Tulang cranium dan wajah merupakan
hasil osifikasi membrane dan tulang basis cranii adalah osifikasi
kartilago. Kebanyakan tulang cranium dan wajah telah mengalami
osifikasi pada saat lahir. Pada awal bulan kedua intrauterin,
mesoderm yang mengelilingi vesikel otak yang sedang tumbuh
meningkatkan ketebalannya dan membentuk massa
terlokalisir.4,5,6Massa ini menggambarkan stadium perkembangan
cranium yang paling dini. Pada awal bulan kedua kondensasi mesoderm
yang mengelilingi hipofisis dan lalu meluas ke depan membentuk
dasar ossis sphenoidalis dan ethmoidale serta septum nasale.
Kondrifikasi basis cranii dimulai pada bulan kedua intrauterine.
Planum occipital, sphenoidal, capsula auditoria, ethmoidal dan
radix alae majoris dan minoris ossis sphenoidalis dan terakhir
septum nasale mengalami kondrifikasi. Ossis ethmoidale mengalami
osifikasi dari tiga pusat ossifikasi, satu dari lamina
perpendikularis dan crista galli yang tampak pada usia satu tahun
dan satu untuk setiap labirin. Lamina cribrosa mengalami osifikasi
dari tiga pusat ossifikasi endokhondral. Bagian membran cranium
mengalami osifikasi dari empat pusat osifikasi pada setiap sisi.
Pusat osifikasi os.frontale terletak pada sisi eminentia frontalis
dan nampak pada kira-kira usia fetus delapan minggu.4,6Pada akhir
bulan ketiga intrauterin, os.frontale dan os.ethmoidale masih
terpisah, meskipun pada saat lahir telah menjadi satu. Pada masa
intrauterin yang sangat dini, os.frontale nampak sebagai lamina
mesoderm yang meluas ke inferior bertemu dengan mesoder basis
cranii yang akan membentuk os.ethmoidale.4,6Jaringan tabung saraf
yang ada lebih dulu pada regio ini, mencegah mesoderm cranium
datang bersama pada regio ini, yang lalu mengakibatkan defek
mesoderm pada pertemuan os.frontale dan ethmoidale. Defek tulang
ini bersifat menetap dan mesoderm sekitarnya mengalami kondrifikasi
dan osifikasi. Tampaknya, protrusi meningeal dan jaringan saraf
terjadi lebih dulu dan defek tulang terbentuk disekitarnya. Bila
tabung meningeal dan jaringan saraf dipisahkan pada lehernya dan
tidak lagi ada ganjalan pada defek tulang, maka dengan cepat akan
terjadi pengurangan diameter defek tulang dan akhirnya
menutup.4,6Ini berarti bahwa, tabung meningeal dan saraf yang
menghalangi defek tulang bertanggung jawab atas menetapnya dan juga
terbentuknya defek tulang ini. Sulit dibayangkan bahwa pada
jaringan festus yang sedang sangat aktif tumbuh, gagal mengalami
proses penutupan (fusi) normalnya tanpa adanya obstruksi, terutama
jika jaringan saraf yang sama demikian cepat tumbuhnya dan menutup
lubang pada saat elemen penghalang telah dihilangkan.4,6Dari
beberapa seri meningoensefalokel yang pernah dilaporkan, dikatakan
bahwa 50-78% meningoensefalokel disertai dengan kelainan
intrakranial seperti aganesis corpus callosum, kelainan pola
ventrikel, atrofi otak, midline shift, arachnoid cyst,
hydrocephalus, konfigurasi otak yang tidak teratur, porencephalic
cyst, stenosis aquaductus.5Meningoensefalokel oksipital adalah
bentuk yang paling umum terjadi di bagian Barat yaitu (71% di
Amerika Serikat, Eropa). Hal ini sering dikaitkan dengan malformasi
Dandy-Walker dan malformasi Arnold-Chiari II. Encephalocele
oksipital dapat terletak tinggi, di atas foramen magnum, atau
mungkin melibatkan tulang belakang leher bagian atas dan tulang
oksipital. (The Chiari III malformasi adalah cervico-oksipital
encephalocele yang berisi sebagian besar otak kecil).
Frontoparietal encephalocele yang paling umum adalah jenis
encephalocele di Asia Tenggara. Hal ini terkait dengan garis tengah
kraniofasial dysraphism. Sphenoidal encephaloceles sering klinis
okultisme dan biasanya menjadi jelas pada akhir dekade pertama
kehidupan.7
E. Manifestasi Klinis21. Benjolan pada pangkal hidung yang ada
sejak lahir dan cenderung tidak membesar.2. Pada umumnya terletak
di garis tengah wajah.3. Kistik, lunak.Berhubungan dengan ruang
intrakranial, ditekan mengempis, dilepas menonjol lagi. Bila
mengejan atau menangis benjolan menjadi lebih tegang serta
berpulsasi.4. Bila sudah mengalami gliosis, maka konsistensinya
menjadi lebih padat.
F. Pemeriksaan penunjang1. CT-scanBerdasarkan gambaran CT scan,
ensefalokel dapat didiagnosis banding dengan infeksi dan tumor.
Keduanya dapat menyebabkan destruksi dr tulang kranium. Material
kontras yang dimasukkan secara intratekal dapat memberikan gambaran
yang lebih baik. CT scan cisternography dapat menunjukkan adanya
hubungan antara kantung hernia dengan ruang subarachnoid.22. MRIMRI
dapat menjadi salah satu pilihan dalam pemeriksaan ensefalokel
dengan kemampuannya menghasilkan gambar dengan berbagai proyeksi.
MRI dapat menunjukkan detail yang tepat dari suatu kelainan, juga
dapat menunjukkan isi hernia.1
Gambar 1. CT San pada encephalocele frontalis
Saat postnatal, ensefalokel basal tergambarkan sebagai suatu
massa yang menonjol ke dalam rongga hidung. Ini dapat menyerupai
bentuk dari nasal polip. Namun, nasal polip dan adenoid jarang
ditemukan pada bayi, maka adanya suatu massa pada ringga nasofaring
dapat dipikirkan suatu basal ensefalokel.23. USGGambaran
ensefalokel pada pemeriksaan USG tampak sebagai adanya massa di
garis tengah cranium, dengan sebagian besar kasus terjadi di
occipital dan yang lebih jarang terdapat di frontal. Ukuran deri
defek pada tulang dan penonjolan dari kantung hernia dapat
berukuran kecil hingga besar.2
Gambar 2. Gambaran USG
Gambaran diatas menunjukkan gambaran sagital dari fetus yang
terdapat ensefalokel kecil. Ensefalokel terjadi akibat kegagalan
ektoderm berpisah dari neuroektoderm. Hal ini menyebabkan adanya
defek pada tulang tengkorak yang membuat herniasi pada meningens
ataupun jaringan otak.24. Angiografi Angiografi diperlukan untuk
pemeriksaan vaskular sebelum dilakukan operasi repair dari hernia.
Selain itu diperlukan juga untuk melihat keterlibatan sinus venosus
dura ke dalam kantung hernia. Namun, angiografi tidak rutin
dilakukan dalam kasus ensefalokel.2
G. PenatalaksanaanIndikasi terapi definitif meningoensefalokel
meliputi alasan kosmetik, pencegahan kerusakan otak lebih lanjut,
pencegahan ulserasi, ruptur dan kebocoran cairan serebrospinal
serta indikasi perawatan penderita. Indikasi operasi segera adalah
meningoensefalokel tanpa epitel kulit, dengan perdarahan, terdapat
obstruksi jaringan nafas dan gangguan visus, sedang indikasi
efektif adalah melindungi jaringan otak, memudahkan perawatan,
mencegah infeksi, perbaikan fungsi jalan nafas, bicara dan visus,
dan adanya anomaly lain seperti hidrosefalus, telechantus, dan
kealinan kosmetik lainnya dan masalah psikologis.7Kontraindikasi
operasi adalah keadaan umum penderita yang jelek dan kerusakan otak
hebat dengan hanya sedikit harapan perkembangan mental. Penyebab
utama kerusakan otak adalah herniasi masif jaringan otak yang
disertai anomali otak dan hidrosefalus. Pada keadaan infeksi akut
dari kantung meningoensefalokel yang pecah, maka operasi sebaiknya
ditunda.Terapi yang dikerjakan adalah pembedahan, yaitu dengan cara
eksisi jaringan ensefalokel dan menutup defek durameter dan tulang
serta tindakan kosmetik yang diperlukan. Waktu optimal untuk
tindakan pembedahan elektif berbeda-beda menurut beberapa penulis.
Tetapi patokan yang dipakai ialah bila kondisi penderita telah
memungkinkan. Makin dini operasi dikerjakan, makin kecil
kemungkinan deformitas wajah dan kerusakan otak yang terjadi dan
prosedur meningoensefalokel pada periode neonatus lebih sederhana
bila dibandingkan dengan usia yang lebih tua, karena cukup
melakukan eksisi dan penutupan defek tulang saja tanpa perlu
melakukan rekonstruksi tulang.6,7Charoonsmith dan Suwanwela
menganjurkan operasi dua tahap pada neotatus dan anak usia kurang
dari tiga tahun, dimana tahap pertama adalah reseksi massa herniasi
dan eksisi kulit pada teknik ekstrakranial dan reseksi massa
herniasi serta penutupan defek tulang tanpa eksisi kulit pada
teknik intrakranial. Tahap kedua adalah rekonstruksi kraniofasial.
Pada usia ini tidak dianjurkan koreksi telecanthus. Hayasi
menganjurkan operasi pada umur dua tahun.Sedang untuk anak usia
lebih dari tiga tahun, Charoonsmith menganjurkan operasi satu tahap
yaitu reseksi massa herniasi, eksisi kulit yang berlebihan dan
koreksi telecanthus. Mulliken menganjurkan rekonstruksi tulang pada
tahap kedua, dengan alasan reseksi septum nasal superior turbinate
dapat mengganggu pertumbuhan wajah, tetapi Tulasne ternyata tidak
menemukan komplikasi itu pada anak usia 4 11 tahun.4,5,6,7Menurut
Collohan, pilihan satu atau dua tahap tergantung usia, derajat
deformitas wajah dan ukuran massa. Pada anak usia lebih dari 4
tahun dan terdapat telecanthus, maka dikerjakan operasi satu tahap,
sedang anak usia ukuran dari 4 tahun dikerjakan operasi dua tahap
dengan alasan dinding orbita rapuh, canthus medial tidak stabil dan
orbita masih bisa tereposisi spontan setelah massa direseksi.
Alasan lain adalah bahwa pada meningoensefalokel, deformitas tulang
yang ada tersebut berhubungan dengan rongga yang terjadi akibak
efek herniasi otak dan bukan intrinsik akibat jaringan itu sendiri,
sehingga makin dini tindakan bedah satu tahap, akan memberi
kesenpatan otak dan mata yang sedang tumbuh untuk membentuk tulang
orbita dan proses mengunyah, berbicara dan bernafas akan membantu
proses pembentukan kembali wajah yang mengalami deformitas. Dan
sejak adanya perbaikan teknik kraniofasial modern maka mulai
dilakukan rekonstruksi deformitas defitif satu tahap transkranial.
David menganjurkan rekosntruksi definitif pada usia kurang dari
tiga bulan jika kondisi memungkinkan.4,6,7Sejumlah komplikasi telah
tercatat pada teknik eksisi sederhana ekstra kranial, seperti
kebocoran cairan otak dan terjadinya massa residif. Terjadi
meningitis juga meningkatkan terjadinya hidrosefalus.6Salah satu
penyebab tesering kebocoran CSS pada eksisi ekstra kranial adalah
lapisan durameter yang terletak tepat dibawah defek tulang sifatnya
tipis dan melekat erat sehingga mudah robek dan penjahitan kedap
air sulit dikerjakan, selain itu robekan ini sulit terlihat selama
eksplorasi.6Sedangkan salah satu penyebab terjadi residif
meningoensefalokel adalah adanya titik lemah pada defek duramater
itu berhubungan langsung dengan tulang diatasnya. Sehingga untuk
mencegah terjadinya residif meningoensefalokel, perlu dilakukan
penutupan tulang atau transposisi tulang untuk menutup titik lemah
pada defek durameter tersebut.5,6Untuk mencapai hasil maksimal
adalah dengan penutupan duramater kedap air dengan diperkuat
musculofascial atau periosteum, menutup titik lemah pada defek
duramater dengan transposisi tulang dan memperkuat defek tulang
dengan fasia, tandur tulang atau protesa lainnya. Ada tiga macam
teknik eksisi meningoensefalokel yaitu:51. Eksisi ekstra kranial
sederhana2. Eksisi transkranial3. Osteotomi subfrontale
Teknik EkstrakranialDibuat insisi elips berbentuk huruf S,
melengkung atau Y disekitar basis massa meningoensefalokel,
preparasi kantong duramater dan periosteum dan reseksi massa
herniasi pada level defek tulang. Duramater dijahit kedap air
dengan jahitan jelujur vicryl atau dexon 4,0 dengan jarum bulat,
kalau perlu diperkuat dengan musculofacia atau periosteum.5Defek
tulang diperkuat dengan suatu tandur tulang yang diletakkan
diantara durameter dan cranium. Kulit dijahit lapis demi lapis,
dimulai dari galea dan jaringan subcutan. Kulit dijahit jelujur
subcutan dengan benan vicryl atau dexon 4,0. teknik ini lebih cocok
untuk meningoensefalokel tipe nasofrontale karena kanalnya pendek
dan defek internalnya tidak dicapai lewak defek eksternal. Teknik
ini cukup emmadai untuk neonatus dan bayi.5Teknik
intrakranialTeknik ini pertama kali diajukan oleh Dodge pada tahu
1959. melalui insisi kulit bikoronal dan kraniotomi frontal
bilateral, dikerjakan eksplorasi pada fossa cranii anterior didalam
dan diluar duramater. Otak yang herniasi direseksi pada defek
internal dan dibuang. Duramater dipisahkan dari sekitar defek
tulang, tetapi jangan melepas duramater melewati crista galli
kecuali bila defek tulangnya terletak dibagian posterior crista
galli, suatu hal yang jarang terjadi. Lalu duramater dututp kedap
air, kalau perlu dengan tandur fascia atau periosteum. Defek tulang
bisa diperkuat dengan tandur tabula interna atau protesa lainnya.
Teknik ini cocok untuk meningoensefalokel tipe nasoethmoidal dan
nasoorbital dimana kanal tulangnya panjang dan sulit tercapai
dengan pendekatan ekstrakranial.5Teknik Osteotomi subfrontalTeknik
ini ditekankan pada pendekatan langsung pada defek tulang dengan
cara yang lebih sederhana daripada teknik intrakranial, yaitu
dengan melakukan osteotomi subfroto-naso-orbital, melepaskan
duramater dari tepi defek tulang, reseksi jaringan otak yang
herniasi dan penutupan duramater kedap air, diperkuat dengan facia
atau periosteum kalau perlu. Bila diameternya lebih dari 1 cm,
defek tulang ditutup dengan tandur tulang tabula interna, costa
atau akrilik. Akrilik dapat digunakan pada penderita dengan umur
diatas enam tahum. Bila diameternya kuran dari 1 cm maka defek
tulang tidak perlu ditutup tetapi titik lemah pada defek duramater
harus dittutup, karena diharapkan akant erjadi penutupan spontan
setelah massa herniasi dibuang.5Tindakan selanjutnya adalah koreksi
telecanthus dengan esksisi sebagian os.nasale sampai tercapai
ukuran JIO yang normal, kantopeksi transnasal dan rekonstruksi
jembatan hidung. Insisi kulit yang dianjurkan adalah :71. Insisi
bikoroner2. Insisi transfasialInsisi kulit bikoroner dikerjakan
bila kulit kantong meningoensefalokel dianggap tidak perlu di
eksisi, sedangkan bila kulit kantong meningoensefalokel berlebihan
dan perlu dieksisi atau terdapat jaringan parut dari operasi
terdahulu, maka insisi dikerjakan langsung diatas kantong
meningoensefalokel (insisi tansfacial). Tekni ini dapat digunakan
untuk semua tipe meningoensefalokel. Penderita diletakkan dalam
posisi supinasi dengan kepala sedikit defleksi dan lebih tinggi
dari jantung. Rambut dicukur pada bagian kulit yang akan di insisi
saja (penderita dewasa) sedang pada bayi sebaiknya dicukur semua
pada insisi bikoroner dan pada insisi tranfacial rambut tidak perlu
dicukur.6,7Luasnya bedah rekonstruksi harus ditinjau dari konteks
pertumbuhan dan perkembangan struktur wajah. Pada anak-anak,
tindakan pembedahan sebaiknya hanya terbatas pada eksisi jaringan
yang berlebihan saja karena deformitas wajah akan membaik spontan
setelah eksisi jaringan herniasi. Koreksi struktur wajah yang
sedang tumbuh seperti os.nasale dan kartilagonya diusahakan
seminimal mungkin untuk menjaga pola pertumbuhan yang
normal.6,7Tetapi sebaliknya untuk mendapat hasil dengan kemungkinan
terbaik pada usia yang lebih tua dan dewasa, rekonstruksi tulang
dan jaringan lunak sebaiknya lebih radikal, dengan melakukan
koreksi telecanthus, posisicanthus medialis, deformitas nasalis dan
retrusi os.maksilla.6Medial orbitotomi dikerjakan bila terdapat
telecanthus. Osteotomi dinding medial orbita dikerjakan dengan bor
kipas. Hati-hati dengan kelenjar dan duktus nasola crimalis akibat
posisi os.lacrimale dan pars orbitalis maksilae yang terdorong ke
arah caudal. Jembatan tulang dapat dipatahkan dan dipindahkan ke
medial. Ligamen canthus medial diikat transnasal kea rah
craniomedial dan sejajar kiri kanan. Garis canthus medial (GCM)
dibuat lebih rendah daripada garis canthus lateral (GCL).2,5
H. Diagnosis banding71. Kista dermoid2. Mucocele3. Hemangioma4.
Fibroma
I. PrognosisSulit untuk memprediksi sebelum melakukan operasi,
dan tergantung pada jenis jaringan otak yang terlibat dan lokasi.
Jika operasi berhasil, dan gangguan perkembangan tidak terjadi,
seorang pasien dapat berkembang secara normal maka prognosis pada
pasien tersebut baik. Kerusakan Neurologis dan gangguan
perkembangan dapat terjadi, tetapi harus dapat meminimalkan
gangguan baik mental dan cacat fisik. Dan pasien yang mengalami
operasi dapat pula sembuh dengan sempurna tanpa meninggalkan
komplikasi preoperatif, tetapi sejumlah kemungkinan juga dapat
terjadi apabila sebagian besar jaringan otak terlibat dalam
kelainan tersebut (meningoensefalokel) tersebut ada kemungkinan
lebih tinggi komplikasi perioperatif.3,53