BAB II LANDASAN TEORETIS A. Konsep Belajar Matematika 1. hakikat belajar Kegiatan belajar merupakan kegiatan paling pokok dalam proses pendidikan, baik itu ditingkat sekolah ataupun lembaga pendidikan lainnya. Dapat disimpulkan bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai peserta didik. Slameto menyebutkan bahwa pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai:“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.” Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya, oleh karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang 9
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
LANDASAN TEORETIS
A. Konsep Belajar Matematika
1. hakikat belajar
Kegiatan belajar merupakan kegiatan paling pokok dalam proses pendidikan,
baik itu ditingkat sekolah ataupun lembaga pendidikan lainnya. Dapat disimpulkan
bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada proses
belajar yang dialami oleh siswa sebagai peserta didik.
Slameto menyebutkan bahwa pengertian belajar dapat didefinisikan
sebagai:“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.”
Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun
jenisnya, oleh karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang
merupakan perubahan dalam arti belajar. Berdasarkan definisi di atas, maka adapun
yang menjadi ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar antara lain
ialah:
a). perubahan terjadi secara sadar
Kita menyadari bahwa seseorang yang belajar akan memperoleh perubahan
itu atau sekurang-kurangnya ia dapat merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan
dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah,
kecakapannya bertambah dan kebiasaannya juga bertambah.
9
b). perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara
berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan
perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar
berikutnya. Misalnya jika seorang anak belajar menulis, maka ia akan mengalami
perubahan dari tidak dapat menulis menjadi dapat menulis. Perubahan ini
berlangsung terus hingga kecakapan menulisnya menjadi lebih baik dan sempurna
serta dapat menambah kecakapan lainnya seperti menulis surat, menyalin catatan,
mengarang buku, mengerjakan soal-soal dan sebagainya.
c). perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Perubahan-perubahan dalam perbuatan belajar senantiasa bertambah dan
tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan
demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik
perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu
tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu itu sendiri. Dalam
hal ini perubahan tingkah laku karena proses kematangan yang terjadi dengan
sendirinya karena dorongan dari dalam, tidak termasuk perubahan dalam pengertian
belajar.
d). perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen.
Ini berarti bahwa perubahan yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.
Misalnya kecakapan seorang anak dalam memainkan piano setelah belajar, tidak
10
akan hilang begitu saja melainkan akan terus dimiliki bahkan akan makin
berkembang kalau terus dipergunakan atau dilatih.
e). perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Perubahan tingkahlaku terjadi karena ada tujuan yang dicapai. Perbuatan
belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. Dengan
demikian perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah kepada tingkah laku
yang telah ditetapkannya.
f). perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar
meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai
hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap,
keterampilan,dan sebagainya.
Perlu ditegaskan bahwa setiap saat dalam kehidupan terjadi suatu proses
belajar mengajar, baik sengaja maupun tidak sengaja, disadari atau tidak disadari.
Dari proses belajar mengajar ini akan diperoleh suatu hasil, yang pada umumnya
disebut hasil pengajaran atau dengan istilah tujuan pembelajaran atau hasil belajar.
Tetapi untuk memperoleh hasil yang optimal, maka proses belajar mengajar harus
dilakukan dengan sadar dan sengaja serta terorganisasi secara baik.
2. prinsip-prinsip belajar
Saat ini telah banyak diketahui oleh umum apa yang dikenal sebagai
Taxonomi Bloom (1956) sebenarnya merupakan hasil kelompok penilai di
Universitas yang terdiri dari B.S. Bloom Editor M.D. Engelhart, E Furst, W.H. Hill
11
dan D.R Karthwohl, yang kemudian di dukung pula oleh Ralp W. Tyler. Mereka
berhasil menyusun dua domain besar dalam taxonomi bloom, yaitu domain kognitif
dan domain afektif. Namun kemudian Simpson melengkapi dua domain yang ada itu
dengan psikomotorik domain (1966). Secara garis besar, Bloom bersama kawan-
kawan merumuskan tujuan-tujuan pendidikan pada 3 tingkatan:
a). kategori tingkah laku yang masih verbal
b). perluasan kategori menjadi sederetan tujuan
c). tingkah laku kongkret yang terdiri dari tugas-tugas (taks) dalam pertanyaan-
pertanyaan sebagai ujian dan butir-butir soal.
Ada 3 ranah atau domain besar, yang terletak pada tingkatan ke 2 yang
selanjutnya disebut oleh ahli taksonomi yaitu:
a). ranah kognitif (cognitive domain)
Ranah kognitif menunjukkan tujuan pendidikan yang terarah kepada
kemampuan-kemampuan intelektual, yaitu kemampuan berpikir maupun
kecerdasan yang akan dicapai. Ranah kognitif oleh Bloom 1956, dibedakan atas 6
kategori yang cenderung hirarkis. Keenam kategori itu adalah (1) Ingatan, (2)
kategori itu yang hingga kini masih digunakan sebagai rujukan utama dalam
pembuatan rancangan pembelajaran matematika termasuk pembuatan alat ukur
berupa tes.
b). ranah afektif (affective domain)
Ranah afektif menunjukkan tujuan pendidikan yang terarah kepada kemampuan
bersikap dalam menghadapi realitas atau masalah-masalah yang muncul
12
disekitarnya. Ranak afektif ini oleh David R. Krathwohl dkk. 1964,
dikembangkan menjadi 5 kategori, yaitu (1) Penerimaan, (2) Penanggapan, (3)
Penilaian, (4) Pengorganisasian, (5) Pemeranan
c). ranah psikomotor (psychomotor domain)
Ranah psikomotor menunjukkan tujuan pendidikan yang terarah kepada
keterampilan-keterampilan. Khusus untuk pelajaran matematika pengertian
keterampilan dapat diartikan keterampilan yang bersifat fisik, misalnya melukis
suatu bangun. Tetapi juga keterampilan melakukan algoritma-algoritma tertentu
yang ada kalanya hanya terdapat dalam pikiran. Ranah psikomotor oleh Elizabeth
Simpson (1967), dibedakan menjadi (1) Persepsi, (2) Kesiapan, (3) Respon
terpimpin, (4) Mekanisme, (5) Respon yang jelas dan komplek, (6)
Adaptasi/Penyesuaian, (7) Penciptaan/Keaslian.
Pelaksanaan pembelajaran dari ketiga ranah tersebut umumnya tidak berdiri
sendiri-sendiri tetapi menyatu. Namun demikian, bila tidak benar-benar dirancang
atau tidak masuk benar-benar dalam rancangan pembelajaran, dapat saja dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar menjadi terabaikan.
3. factor-faktor yang mempengaruhi pendidikan
Tujuan pendidikan Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan fungsi dan peranan
matematika. Setiap lembaga pendidikan dalam suatu masyarakat atau dalam suatu
Negara mempunyai rumusan tujuan sendiri. Tujuan tersebut tidak boleh bertentangan
dan menyimpang dengan falsafah dan tujuan Pendidikan Nasional. Untuk mencapai
tujuan pendidikan tersebut, maka lembaga pendidikan harus mempunyai kurikulum,
13
karena kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan,
dalam hal ini alat untuk menempa manusia yang diharapkan sesuai dengan tujuan
yang diharapkan, sekaligus merupakan pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada
semua jenis dan tingkat sekolah/pendidikan.Kurikulum dan pengajaran adalah dua
istilah yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain; perbedaannya hanya terletak pada
tingkatannya. Kurikulum menunjukkan pada suatu program yang bersifat umum,
untuk jangka lama, dan tidak dapat dicapai dalam waktu seketika. Sedangkan
pengajaran bersifat realitas dan aktual, sifatnya khusus dan harus dicapai saat itu
juga. Atau dapat pula dikatakan bahwa pengajaran adalah pelaksanaan dari suatu
kurikulum secara bertahap dalam proses belajar mengajar. Selain kurikulum juga
menunjukkan hasil pengajaran yang diinginkan.
Pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah serta materi yang disajikan
harus sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Apabila materi yang diberikan tidak
sesuai dengan kurikulum atau kurikulum tersebut tidak dilaksanakan dengan sebaik
mungkin, maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai dengan baik.
Tujuan pengajaran dapat dibedakan menurut tingkatannya, yaitu Tujuan
Umum, Tujuan Institusional. Tujuan Kurikuler, dan Tujuan Pembelajaran. Mengenai
hal tersebut M. Ngalim Purwanto menjelaskan sebagai berikut:
a). Tujuan Umum ialah tujuan pendidikan seperti yang telah digariskan di dalam
UUD 1945. Tujuan Umum ini merupakan dasar dan pedoman bagi semua
lembaga pendidikan mulai Taman Kanak-kanak sampai dengan Perguruan Tinggi
b). Tujuan Institusional ialah tujuan pendidikan yang disesuaikan dengan jenis dan
tingkatan sekolah masing-masing. Tujuan ini tercantum di dalam kurikulum
14
sekolah/lembaga pendidikan dan menggambarkan secara umum hasil
siswa/manusia bagaimanakah yang harus dicapai setelah menyelesaikan belajar
di sekolah/lembaga tersebut.
c). Tujuan Kurikuler ialah sekolah yang diperinci menurut bidang studi/mata
pelajaran. Meskipun tujuan institusional sekolah yang sejenis itu sama, setiap
bidamg studi mempunyai tujuan masing-masing yang berbeda. Namun demikian,
tidak boleh kita lupakan bahwa baik tujuan kurikuler maupun institusional
merupakan penjabaran dari tujuan umum, sehingga tidak boleh menyimpang dari
tujuan umum.
Pada setiap jenjang pendidikan yang ada di Indonesia, tidak pernah lepas dari
mata pelajaran matematika. Belajar matematika adalah belajar mengenai bahasa
proses teori yang memberikan ilmu tentang sesuatu bentuk. Cockroft mengemukakan
bahwa:“belajar matematika itu sangat penting karena selalu digunakan dalam segala
segi kehidupan dan semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang
sesuai dengan kebutuhan.”
Menurut Johson dan Rising dalam Karso (1993) mengatakan:
Matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logis, bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan secara cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, sifat-sifat atau teori dan aksioma yang telah dibuktikan kebenarannya; matematika adalah ilmu tentang pola, keteraturan pola atau matematika adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisan.
Matematika menurut Johson dan Rising tersebut sesuai dengan kajian ilmu
matematika dalam dunia islam yang memperkenalkan tertib aturan (sesuatu yang
berpola), keseimbangan (sesuatu yang terukur sebagaimana persamaan matematis),
dan keserasian (dapat digunakan untuk menjelaskan ilmu pengetahuan lain secara
15
umum). Ciri utama dari matematika adalah penalaran deduktif yaitu kebenaran
sesuatu konsep atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran
sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika disebut
konsisten. Namun, pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali dengan cara
induktif melalui pengalaman peristiwa nyata. Proses induktif-induktif dapat
digunakan untuk mempelajari konsep matematika.
Dalam pelaksanaannya, matematika mempunyai tujuan pengajaran yang
disebut dengan tujuan kurikulum mata pelajaran matematika. Tujuan kurikulum
tersebut masih perlu dijabarkan lagi menjadi kompetensi dasar dan tujuan indikator
dari setiap pokok bahasan.
Ada 5 macam tujuan pembelajaran matematika di sekolah menurut kurikulum
tingkat satuan pendidikan KTSP 2004 yaitu:
a). memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.
b). menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan mereka.
c). memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d). mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e). memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Mengingat pentingnya matematika dalam berbagai kehidupan perlu kiranya
mutu pengajaran matematika ditingkatkan. Dalam hal ini tidak hanya guru saja yang
berperan dalam menigkatkan mutu pengajaran matematika, akan tetapi siswa juga
dituntut untuk lebih memahami materi yang diberikan guru. Untuk itu siswa harus
16
kreatif dan termotivasi untuk belajar matematika. Salah satu faktor untuk
meningkatkan belajarnya yaitu dengan cara menerapkan model pembelajaran yang
tepat bagi siswa. Dengan itulah siswa akan meningkatkan kualitas belajarnya,
sehingga mutu pemgajaran matematika dapat meningkat.
Saat ini, banyak siswa tidak dapat memahami mereka sebagai pelajar atau apa
yang sedang terjadi pada diri mereka sendiri, atau mengapa mereka tidak mampu
mencapai nilai yamg bagus selama bertahun-tahun di sekolah.Menerut Barbara
Prashnig tahun 1921 mengatakan:
“Pada masa lalu, metode pengajaran tradisional dan praktik pendidikan bisa dianggap berjalan dengan baik untuk sistem pendidikan masyarakat Barat. Namun pada masa sekarang, sistem yang sama harus melayani berbagai kelompok siswa dengan harapan dan sikap yang sangat beragam, para siswa dan peserta pelatihan di seluruh dunia masih tetap diajar oleh pendidik dan pelatih yang tetap berpegang teguh pada metode pengajaran yang sudah ketinggalan zaman dan bahkan mendukung metode-metode tersebut.”
Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila telah menyebar luas secara
umum sikap negatif terhadap kegiatan belajar di sekolah, khususnya kegiatan belajar
secara tradisional, terutama diantara orang-orang yang memiliki masalah kesulitan
belajar dan kesulitan dengan pendidikan formal. Akibatnya, penghargaan diri dan
motivasi mereka menurun secara drastis dan akhirnya pikiran mereka terlepas dari
pembelajaran seumur hidup, sehingga mereka dapat dikatakan punah sebagai suatu
spesies pembelajaran. Kondisi ini sungguh berbahaya bagi kelompok masyarakat
manapun, dan hal ini mengakibatkan peningkatan angka kriminalitas,
anak-anak, tindak kekerasan, resesi ekonomi, masalah lingkungan, kemiskinan,
keresahan social dan bahkan mungkin peperangan.
17
Pada dasarnya pendidikan disekolah merupakan bagian dari pendidikan
dalam keluarga, yang sekaligus juga merupakan lanjutan dari pendidikan dalam
keluarga. Disamping itu, kehidupan disekolah adalah jembatan bagi siswa yang
menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat
kelak. Peranan sekolah sebagai lembaga yang membantu lingkungan keluarga, maka
sudah sewajarnya sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta memperbaiki dan
memperhalus tingkah laku siswa-siswa yang dibawa dari keluarganya.menurut
Hasbullah 1993 mengatakan:
“dalam istilah pendidikan, antara mendidik dan mengajar dapat dibedakan pengertiannya. Mendidik tidak hanya berupa proses pemberian ilmu pengetahuan kepada para anak didik, tetapi lebih jauh berupa pemberian nilai. Sedangkan mengajar hanya diartikan sebagai proses pemberian ilmu pengetahuan kepada anak didik, tidak menyangkut nilai”.
B. Model Pembelajaran TTW
TTW merupakan salah satu sistem belajar yang dikembangkan pertama kali
oleh seorang Jepang yang bernama Toru Kumon. Toru Kumon adalah seorang guru
Matematika SMU. Awalnya, pada tahun 1954, ia diminta oleh istrinya untuk
membantu pelajaran Matematika anaknya, Takeshi, yang ketika itu ia duduk di kelas
2 SD, kemudian ia merancang suatu sistem agar anaknya dapat belajar secara efektif,
sistematis, serta memiliki dasar-dasar matematika yang kuat. Yang dilakukannya
adalah:
1. mengacu pada sasaran “Matematika SMU”;
2. membuat lembar kerja dengan susunan pelajaran yang meningkat secara “step by
step”;
18
3. memberikan lembar kerja yang dapat diselesaikan oleh anaknya setiap hari dalam
waktu kurang dari 30 menit.
Takeshi berlatih dengan sistem belajar ini secara rutin setiap hari. Hasilnya, ia dapat
menyelesaikan persamaan deferensial dan kalkulus integral setara pelajaran tingkat
SMU, ketika masih duduk di kelas 6 SD. Toru Kumon kemudian berkeinginan agar
anak-anak lain pun merasakan manfaat belajar seperti ini. Ia menerapkan cara ini
kepada anak-anak di lingkungan tempat tinggalnya. Hasilnya memuaskan, dan sistem
belajar Kumon berkembang dari mulut ke mulut. Kini, TTW tidak hanya menyebar
ke seluruh Jepang saja, tetapi juga ke seluruh dunia.
TTW adalah sistem belajar yang memberikan program belajar secara
perseorangan sesuai dengan kemampuan masing-masing, yang memungkinkan siswa
menggali potensi dirinya dan mengembangkan kemampuannya secara maksimal.
Melalui pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris, TTW tidak hanya membentuk
kemampuan akademik saja, akan tetapi juga membentuk karakter yang positif dan
“life skills” (keterampilan hidup) yang akan berguna bagi masa depan siswa.
Barbara Prashnig mengatakan:“Apabila para guru ingin berhasil merangkul
seluruh siswanya, mereka harus mempertimbangkan adanya perbedaan gaya, bukan
hanya dalam strategi pengajaran setiap hari melainkan juga persiapan mengajar.
Ketika siswa di kelas dapat memperoleh pengalaman saat individualitas mereka
diterima dan dibiarkan, bahkan didorong untuk belajar dengan cara / tingkat
pengetahuan mereka sendiri, maka hasilnya adalah motivasi meningkat, tugas
sekolah menjadi lebih menyenangkan, keterampilan belajar membaik. Melalui
19
perkembangan-perkembangan positif ini akan meningkatkan penghargaan bagi diri
mereka sendiri.
Model pembelajaran TTW ini dapat diterapkan pada anak prasekolah, siswa
SD, siswa SMP dan siswa SMA sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing.
Sistem belajar TTW didukung oleh materi bahan pelajaran yang tersusun secara
sistematis dan “step by step” sehingga tanpa terasa materi yang diperkenalkan pada
siswa dapat maju ke bagian yang lebih tinggi.
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TTW ini, siswa diajak
belajar dengan cara membaca petunjuk dan contoh soal pada lembar kerja, berpikir
sendiri, lalu mengerjakan soal sesuai dengan kemampuannya sendiri. Sistem belajar,
bahan pelajaran dan bimbingan dibuat sedemikian rupa agar anak dapat belajar
secara mandiri. Hal inilah yang menjadi kelebihan dari model pembelajaran Kumon.
Adapun perbedaannya dengan metode LKS biasa terletak pada penyusunan lembar
kerjanya. Metode LKS, lembar kerja dibuat secara klasikal atau lembar tersebut
diperuntukkan kepada seluruh siswa di kelas tertentu. Sedangkan lembar kerja
Kumon hanya berlaku untuk seorang anak tertentu saja, dimana taraf perbedaan
antara satu dengan anak yang lain terletak pada kemampuan yang dimiliki, sehingga
dengan sendirinya kita melatih siswa untuk bertanggungjawab. Jadi setiap anak
mendapatkan lembar kerja yang berbeda dengan temannya. Untuk memudahkan
seorang guru dalam menerapkan pembelajaran dengan model TTW ini, guru dapat
mengelompokkan kemampuan siswanya ke dalam beberapa interval.
20
C. Langkah-langkah Pembelajaran Model TTW
Langkah-langkah pembelajaran model TTW menurut Toru Kumon adalah
sebagai berikut:
1). mula-mula siswa diberikan lembar kerja TTW yang telah dipersiapkan oleh guru untuk dikerjakan oleh masing-masing siswa pada hari tersebut dan menyerahkan lembar kerja PR yang sudah dikerjakannya di rumah.
2). siswa duduk dan mulai mengerjakan lembar kerjanya karena materi yang disajikan sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa, biasanya siswa dapat mengerjakan lembar kerja tersebut dengan lancar.
3). setelah selesai mengerjakan, lembar kerja diserahkan kepada guru untuk diperiksa dan diberikan nilai. Lembar kerja disusun sesuai dengan banyak waktu yang disediakan untuk mengerjakan lembar kerja tersebut.
4). setelah lembar kerja selesai diperiksa dan diberi nilai, guru mencatat hasil belajar hari itu pada daftar nilai. Hasil ini nantinya akan dianalisa untuk penyusunan program belajar berikutnya.
5). bila ada bagian yang masih salah, siswa diminta untuk membetulkan bagian tersebut hingga semua lembar kerjanya memperoleh nilai 100. Tujuannya, agar siswa menguasai materi yang disajikan dan dapat tidak mengulangi kesalahan yang sama.
6). setelah selesai, siswa mengikuti ujian lisan jika memungkinkan atau ujian singkat selama 10 menit sebelum jam pelajaran usai. Guru memberikan lembar kerja PR untuk dikerjakan di rumah dan materi yang akan dikerjakan pada hari berikutnya.
D. Materi Aljabar
Materi aljabar merupakan salah satu materi yang dipelajari di SMP/MTs kelas
VIII semester 1. Berdasarkan standar isi pelajaran matematika, adapun standar
kompetensi yang diharapkan adalah memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi, dan
persamaan garis lurus.
Kompetensi dasarnya adalah 1. melakukan operasi aljabar. 2. menguraikan bentuk aljabar ke dalam faktor-faktornya3. memahami relasi dan fungsi4. menentukan nilai fungsi5. membuat sketsa grafik fungsi aljabar sederhana pada sistem koordinat kartesius6. menentukan gradien, persamaan dan grafik garis lurus
21
Tetapi penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti ini hanya meliputi materi
operasi aljabar. Pada materi operasi aljabar terdapat empat indikator yang harus
dicapai, yaitu:
1. menyebutkan koefisien dan konstanta dari suatu bentuk aljabar;
2. melakukan penjumlahan dan pengurangan suku-suku sejenis;
3. melakukan perkalian dan pembagian antar bentuk aljabar; dan
4. melakukan operasi pecahan bentuk aljabar.
Adapun materi operasi aljabar ini dirangkum dari buku paket matematika
untuk SMP kelas VIII, pengarang Sukino dan Wilson Simanginsong penerbit
Erlangga.
1. Pengertian koefisien dan konstanta
Salah satu bentuk aljabar yaitu . Bilangan-bilangan 3,
6, 5, 7, dan 8 disebut koefisien dari bentuk aljabar. Dalam hal ini dapat diterangkan
sebagai berikut:
mempunyai koefisien 3 7a mempunyai koefisien 7
mempunyai koefisien 6 8 merupakan konstanta
mempunyai koefisien 5
Untuk menentukan koefisien dari suatu bentuk aljabar dapat mengikuti aturan
berikut ini:
a) Bentuk aljabar harus diubah sehingga masing-masing suku dipisahkan oleh
tanda penjumlahan.
22
b) Faktor yang merupakan bilangan dari masing-masing suku merupakan
koefisien dari bentuk aljabar tersebut
2. Penjumlahan dan Pengurangan pada Bentuk Aljabar
Operasi penjumlahan dan pengurangan dapat dilakukan pada suku-suku
sejenis saja. Untuk suku-suku yang berbeda jenis tinggal ditulis saja pada hasil
akhirnya. Mengerjakan operasi penjumlahan bentuk aljabar suku-suku sejenis ini, hal
yang perlu mendapat perhatian adalah penggunaan sifat-sifat penjumlahan berikuti:
a) sifat komutatif:
b) sifat asosiatif:
c) sifat distributif:
Begitu juga halnya dalam mengerjakan operasi pengurangan bentuk aljabar
suku-suku sejenis, berlaku sifat-sifat distributif berikut ini:
a)
b)
c)
Contoh:
Sederhanakanlah bentuk-bentuk berikut ini!
a. b.
Penyelesaian:
a.
23
b.
3. Perkalian dan Pangkat pada Bentuk Aljabar
Perkalian dan pangkat bentuk aljabar meliputi perkalian suku satu, suku dua
dan suku banyak (polinom)
a) perkalian dan pangkat suku satu
Perkalian suku satu mengikuti aturan perkalian tanda, perkalian variabel
sejenis dilakukan dengan sifat serta perkalian antar didepan variabel.
Contoh: 1).
2).
b) perkalian dan pangkat suku dua
Sifat-sifat operasi aljabar yang berlaku pada perkalian suku dua adalah aturan
perkalian tanda, sifat distributif, sifat komutatif dan sifat asosiatif. Perkalian suatu
bilangan dengan suku dua mempunyai bentuk umum sebagai berikut:
1).
2).
dengan k, m,dan n suatu bilangan dan a, b variabel suku dua
24
Perkalian suku satu dan suku dua mempunyai bentuk umum sebagai berikut:
1). 3).
2). 4).
dengan m variabel suku satu, a, dan b variabel suku dua
Berdasarkan perkalian antarvariabel, perkalian angka dengan variabel, dan
perkalian antarangka, kita dapat menentukan perkalian antarsuku dua. Operasi ini
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara distributif, cara diagram dan cara tabel.
Contoh:
Sederhanakan bentuk aljabar berikut:
Jawab :
1). cara distributif
Jadi,
2). cara diagram
(1)
25
(4)
(3)
(2)
(1) perkalian antara x dan x, menghasilkan
(2) perkalian antara x dan 2, menghasilkan
(3) perkalian antara dan x, menghasilkan
(4) perkalian antara dan 2, menghasilkan +
Jadi,
3). cara tabel
x
x
2
4. Operasi Pecahan Bentuk Aljabar
a). penjumlahan dan pengurangan
Pada pecahan dapat dilakukan operasi penjumlahan dan pengurangan juga.
Proses penjumlahan dan pengurangan antar pecahan yang memiliki penyebut sama
mengikuti aturan berikut ini:
1).
26
2).
3).
4).
Contoh:
Sederhanakanlah!
a. b
Jawab:
a.
b.
Sedangkan proses penjumlahan dan pengurangan antar pecahan yang
memiliki penyebut berbeda dapat dilakukan dengan menyamakan penyebutnya
(memakai KPK penyebut), lalu diproses seperti pecahan yang memiliki penyebut
sama. Aturan penjumlahan dan pengurangan pecahan aljabar dengan penyebut
berbeda:
1). carilah KPK dari penyebut antarpecahan itu
2). ubah masing-masing pecahan sehingga menjadi pecahan senilai dengan penyebut
sama
3). lakukan operasi penjumlahan dan pengurangan
4). sederhanakan ke bentuk pecahan aljabar yang paling sederhana
Contoh:
27
Sederhanakanlah!
a. b.
Jawab:
a.
b.
b) perkalian
Bentuk perkalian pecahan mengikuti kaidah berikut ini:
c) pembagian
Bentuk pembagian pecahan mengikuti kaidah berikut ini:
1) dan
28
2) dan
3) dan
E. Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran Model TTW pada Materi
Operasi Aljabar
Bagi siswa yang belum mengenal bentuk aljabar, materi operasi aljabar
dianggap sulit karena siswa belum terbiasa dengan variabel-variabel yang merupakan
ciri khas dari bentuk aljabar. Maka dari itu, materi operasi aljabar ini dapat dimulai
dengan memnafaatkan lingkungan sekeliling siswa untuk menyebutkan benda dan
mengoperasikan (menjumlahkan, mengurangkan, mengalikan dan membagi) benda-
benda yang ada disekeliling mereka. Model pembelajaran TTW ini merupakan suatu
model pembelajaran yang menggunakan tingkat kemampuan untuk memudahkan
siswa dalam memahami dan menanamkan kosep dari suatu materi pelajaran.
Pada pembelajaran model TTW ini, kemampuan guru dalam memahami
sejauh mana siswa tersebut dapat memahami suatu materi sangat penting. Guru harus
lebih selektif dalam menyusun soal agar siswa dengan lancar menjawab lembar kerja
kumon tanpa menyontek temannya yang lain.
Berikut ini penulis lampirkan contoh ringkas Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dengan menggunakan pembelajaran model TTW pada materi
operasi aljabar.
Pendahuluan: - guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam dan meminta
siswa untuk menyiapkan alat tulis
29
- guru memotivasi siswa dan menggali pemahaman awal siswa
dengan cara menyampaikan tujuan pembelajaran operasi aljabar.
Kegiatan inti: - guru memberikan lembar kerja TTW yang telah dipersiapkan sesuai
dengan tingkat kemampuan siswa
- guru membimbing siswa yang mengalami kesulitan dalam
menjawab lembar kerja TTW
- guru langsung mengoreksi jawaban siswa yang benar dan menyuruh
untuk memperbaiki jawaban siswa yang masih salah
- guru mencatat hasil yang diperoleh dari lembar kerja TTW di
lembar penilaian.
Penutup : - guru menganjurkan siswa untuk melaksanakan belajar di rumah
sebagai persiapan untuk mempelajari materi selanjutnya
- guru memberikan bahan ajar untuk pertemuan selanjutnya.
- guru meminta siswa untuk berlatih di rumah dalam menyelesaikan
soal-soal latihan yang ada pada bahan ajar.
- guru mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam