BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik, dengan gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir. Gejala yang ditimbulkan mencakup banyak fungsi seperti pada gangguan persepsi (halusinasi), keyakinan yang salah (waham), penurunan dari proses berpikir dan berbicara (alogia), gangguan aktivitas motorik (katatonia), gangguan dari pengungkapan emosi ( afek tumpul), tidak mampu merasakan kesenangan( anhedonia). (Kaplan, 2007) Skizofrenia adalah penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respon emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal, sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik, dengan gangguan
dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir. Gejala yang ditimbulkan
mencakup banyak fungsi seperti pada gangguan persepsi (halusinasi), keyakinan yang
salah (waham), penurunan dari proses berpikir dan berbicara (alogia), gangguan
aktivitas motorik (katatonia), gangguan dari pengungkapan emosi ( afek tumpul), tidak
mampu merasakan kesenangan( anhedonia). (Kaplan, 2007)
Skizofrenia adalah penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada
dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik
paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respon emosional dan
menarik diri dari hubungan antarpribadi normal, sering kali diikuti dengan delusi
(keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsangan panca indera) .
Perkiraan resiko skizofrenia pada suatu waktu tertentu 0,5%-1%. Sekitar 15%
penderita yang masuk rumah sakit jiwa merupakan pasien skizofrenia, hal ini lebih
sering menyerang pria daripada wanita dan kebanyakan dimulai sebelum usia 30
tahun. (Tony, 2010)
Bukti secara klinis neuroimaging dan neuropatlogical menunjukkan adanya
gangguan pada awal perkembangan otak dapat mengarah pada timbulnya skizofrenia.
Abnormalitas pada substansi putih otak penderita skizofrenia dapat terdeteksi oleh
rangkaian pemeriksaan MRI. (Rasad, 2002)
1
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah metode diagnostik dengan
pemindaian yang menggunakan pemaparan medan magnet dan frekuensi radio
gelombang elektromagnetik pada atom-atom hidrogen di dalam tubuh. MRI dapat
digunakan pada semua bagian tubuh dan sangat berguna untuk mengevaluasi kondisi
neurologis, gangguan otot dan sendi, tumor, dan kelainan pada jantung dan pembuluh
darah. Kelainan pada sistem saraf pusat pada umumnya dapat diidentifikasi lebih baik
dengan MRI dibandingkan dengan computed tomography. (Rasad, 2002)
Pemeriksaan MRI terbaru dapat menganalisa myelin. MRI dapat mendeteksi
sinyal yang berhubungan dengan distribusi air dijaringan otak. Sinyal MRI ini bisa di
analisa menggunakan relaksasi T2 untuk memisahkan masing-masing component.
Tiap komponen menunjukkan kumpulan air yang berbeda sehubungan dengan
distribusi air dijaringan setempat. Flynn et al menggunakan teknik relaksasi T2 ini
untuk membuktikan hipotesis bahwa fraksi air myelin pada otak penderita skizofrenia
lebih rendah dibandingkan pada orang normal. (Flynn et al, 2003)
Setiap dokter di Indonesia mempunyai kewajiban untuk melakukan pelayanan
kesehatan sesuai dengan program kesehatan yang dicanangkan pemerintah. Salah satu
diantara tugas itu adalah pemeriksaan terhadap jenazah yang meninggal dalam daerah
yang bersangkutan dalam hal penyebab, mekanisme, dan cara kematian jenazah
tersebut. Dengan demikian, setiap dokter sudah selayaknya memiliki pengetahuan
mengenai tata cara pemeriksaan jenazah serta pengukuran jenazah lainnya sehubungan
dengan tugasnya tersebut. Pemeriksaan MRI post mortem pada pada pasien
Skizofrenia dapat membantu tugas dokter untuk menentukan kondisi jenazah sebelum
kematian dan memastikan diagnosa Skizofrenia tersebut
2
Jika ditinjau dari kedokteran maka wajiblah kami untuk menelitinya lebih
lanjut apakah memang matinya manusia tersebut adalah karena suatu sebab yang
wajar atau tidak karena hal tersebut akan sangat menentukan hubungan dengan proses
selanjutnya yaitu proses hukum. Tetapi jika ditinjau dari Islam ada sebagian
masyarakat yang beranggapan bahwa haram baginya untuk mengusik jasad yang
sudah mati karena dianggap tidak menghormatinya. Anggapan tersebut beralasan
karena ada pokok-pokok dalam hukum Islam yang mengharuskan untuk menghormati
manusia baik selagi hidup maupun setelah mati dan juga adanya larangan bagi seorang
muslim untuk merusak tubuh orang yang sudah mati
Islam sebagai agama yang telah disempurnakan oleh Allah SWT telah
menciptakan beberapa kaedah untuk menjawab permasalahan yang belum terjadi pada
zaman Rasulullah. Manfaat dari pemeriksaan MRI post mortem pada pasien
Skizofrenia adalah untuk membantu menghadirkan barang bukti yang valid dan
dijamin kebenarannya di pengadilan. Penelitian MRI post mortem pada jenazah pasien
Skizofrenia ini juga sangat penting untuk kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang
medis ke depannya.
I.2. Permasalahan
1.2.1. Bagaimana pemeriksaan MRI post mortem untuk menentukan fraksi air
myelin pada jenazah pasien Skizofrenia ?
1.2.2. Apakah hubungan fraksi air jaringan myelin dengan kondisi
Skizofrenia ?
3
1.2.3. Bagaimana pemeriksaan MRI post mortem pasien Skizofrenia menurut
Islam ?
I.3 Tujuan
I.3.1 Umum
Untuk mengetahui dan mampu menjelaskan pemeriksaan Skizofrenia post
mortem dengan menggunakan MRI ditinjau dari kedokteran dan Islam.
I.3.2 Khusus
I.3.2.1. Mampu menjelaskan pemeriksaan MRI post mortem untuk
menentukan fraksi air myelin pada jenazah pasien Skizofrenia
I.3.2.2. Mampu menjelaskan hubungan fraksi air jaringan myelin
dengan kondisi Skizofrenia
I.3.2.3. Mampu menjelaskan pemeriksaan MRI post mortem pasien
Skizofrenia menurut Islam
I.4 Manfaat
I.4.1. Bagi Penulis
Penulisan skripsi ini diharapkan menambah pengetahuan mengenai
pemeriksaan Skizofrenia post mortem dengan menggunakan MRI .
I.4.2. Bagi Universitas YARSI
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan dan
perbendaharaan karya tulis khususnya sebagai dasar pengetahuan
4
tentang pemeriksaan Skizofrenia post mortem dengan menggunakan
MRI.
I.4.3. Bagi Masyarakat
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
masyarakat tentang pemeriksaan Skizofrenia post mortem dengan
menggunakan MRI
5
BAB II
PEMERIKSAAN SKIZOFRENIA POST MORTEM DENGAN
MENGGUNAKAN MRI DITINJAU DARI KEDOKTERAN
II. 1 Anatomi dan Fisiologi Otak
II.1.1 Anatomi dan Fungsi Otak
Secara umum Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Cerebrum (Otak Besar)
2. Cerebellum (Otak Kecil)
3. Brainstem (Batang Otak)
4. Limbic System (Sistem Limbik)
Gambar 1. Anatomi otak ( Guyton, 2009)6
1. Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan
nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak
yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki
kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan
kemampuan visual. (Guyton, 2009)
Cerebrum terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian lobus
yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut
sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal,
Lobus Occipital dan Lobus Temporal.
- Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak
Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan
gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas,
kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
(Sherwood,2010)
- Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan
seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
- Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan
pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
7
- Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi
terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata. (Sherwood,2010)
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan
ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak,
diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi
otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian
gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan
saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. (Sherwood,2010)
3. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala
bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang
belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan,
denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan
sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya
bahaya. (Sherwood,2010)
Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
- Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian
teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah
8
berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil
mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
- Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri
badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol funsi
otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
- Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak
bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau
tertidur.
4. Limbic System (Sistem Limbik)
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat
kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak ini sama
dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak mamalia.
Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan
korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi
hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa
senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang. (Sherwood,2010)
9
Gambar 2. Regio otak (Martini, 2006)
II.1.2. PERKEMBANGAN OTAK
Beberapa tahapan Proses tumbuh kembang otak yaitu penambahan sel-sel saraf
(poliferasi), perpindahan sel saraf (migrasi), perubahan sel saraf (diferensiasi),
pembentukan jalinan saraf satu dengan yang lainnya (si- naps), dan pembentukan
selubung saraf (mielinasi). (Guyton, 2009)
1. Proliferasi
Pada awalnya, bentuk sel saraf (neuron) masih sederhana. Kemudian,
mengalami pembelahan sehingga menjadi banyak. Inilah yang disebut proses
penambahan (poliferasi) sel saraf. Proses proliferasi ini berlangsung pada usia
kehamilan sekitar 4-24 minggu. Proses poliferasi sel saraf selesai/berhenti pada waktu
bayi lahir. (Guyton, 2009)
10
2. Migrasi
Setelah proses poliferasi, sel saraf akan mengalami migrasi atau berpindah ke
tempatnya masing-masing. Ada yang menempati wilayah depan, belakang, samping,
dan bagian atas otak. Waktu terjadi perpindahannya berbeda-beda sesuai program
yang sudah dibentuk secara genetik dan alamiah.Setelah sampai di “rumahnya”
masing-masing, sel-sel saraf lalu berkembang. Setiap “rumah” memiliki kurva
pertumbuhan sendiri-sendiri. Percepatan pertumbuhannya juga berbeda-beda. Tak
heran kalau kemampuan otak setiap anak juga berbeda. Proses migrasi sebenarnya
berlangsung sejak kehamilan 16 minggu sampai akhir bulan ke-6. Proses migrasi ini
terjadi secara bergelombang. Artinya, sel saraf yang bermigrasi lebih awal akan
menempati lapisan dalam dan yang bermigrasi berikutnya menempati lapisan luar
(korteks serebri). (Guyton, 2009)
3. Diferensiasi
Pada akhir bulan ke-6 kehamilan, lempeng korteks sudah memiliki komponen
sel saraf yang lengkap. Seiring dengan itu juga sudah tampak adanya diferensiasi.
Yaitu perubahan bentuk, komposisi dan fungsi sel saraf menjadi enam lapis seperti
pada orang dewasa. Sel saraf kemudian berubah menjadi sel neuron yang bercabang-
cabang dan juga berubah menjadi sel penunjang (sel glia). Sel penunjang ini tumbuh
banyak setelah sel saraf menjadi matang dan besar. Fungsi sel glia juga mengatur
kehidupan individu sehari-hari. (Guyton, 2009)
11
4. Sinaps
Selanjutnya terjadi pembentukan jalinan saraf satu dengan yang lainnya
(sinaps). Setelah menjalani mielinisasi (proses pematangan selubung saraf), sinaps
makin bertambah banyak.
5. Mielinisasi
Proses pematangan selubung saraf (myelin) yang disebut mielinisasi masih
terus berkembang. Proses ini terjadi terutama beberapa saat sebelum terjadi
kehamilan. Pematangan selubung saraf mencapai puncaknya ketika bayi berumur satu
tahun. Setelah bayi lahir terjadi pertumbuhan serabut saraf. Lalu, terjadi peningkatan
jumlah sel glia yang luar biasa serta proses mielinisasi.Semua proses tersebut, selain
berlangsung alamiah, juga dipengaruhi oleh stimulasi dan nutrisi. Nah, di sinilah
pentingnya peranan orang tua pada masa prenatal (kehamilan) dan pascanatal (setelah
kelahiran) dalam perkembangan otak anak. Karena itu, jika ibu atau ayah
menghendaki si kecil mempunyai otak yang berkualitas, maka perlu memahami
tahapan perkembangan otak anak meskipun secara garis besar saja. Persiapan agar
anak memiliki otak yang berkualitas harus dimulai sebelum kehamilan,selama masa
hamil, dan setelah bayi lahir sampai proses perkembangan otak itu selesai (Martini,
2006).
12
Gambar 3. Proses Mielinisasi (Martini, 2006)
II.2. Memahami tentang Skizofrenia
II.2.1. Definisi dan Etiologi
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “Skizo” yang artinya retak atau pecah
(split), dan frenia: yang artinya jiwa. dengan demikian seseorang yang menderita
skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan
kepribadian. (Kaplan, 2007)
Berdasarkan data di AS:
1. Setiap tahun terdapat 300.000 pasien skizofrenia mengalami episode akut;
2. Prevalensi skizofrenia lebih tinggi dari penyakit Alzheimer, multipel sklerosis,
pasien diabetes yang memakai insulin, dan penyakit otot (muscular dystrophy);
13
3. 20%-50% pasien skizofrenia melakukan percobaan bunuh diri, dan 10% di
antaranya berhasil (mati bunuh diri);
4. Angka kematian pasien skizofrenia 8 kali lebih tinggi dari angka kematian
penduduk pada umumnya.
Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik, dengan gangguan
dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir. Gejala yang ditimbulkan
mencakup banyak fungsi seperti pada gangguan persepsi( halusinasi), keyakinan yang
salah( waham), penurunan dari proses berpikir dan berbicara (alogia), gangguan
aktivitas motorik ( katatonia), gangguan dari pengungkapan emosi (afek tumpul),
tidak mampu merasakan kesenangan ( anhedonia). Akan tetapi kesadaran serta
kemampuan intelektual biasanya tetap dapat dipertahankan, meskipun terjadi defisit
kognitif (Tony, 2010).
II.2.2. Klasifikasi dan Gejala Klinis
Dari sekian banyak konsep yang disertakan pada skizofrenia, diantaranya
terhadap konsep skizofrenia menurut Kurt Scheneider (1939). Menurut Scheneider,
konsep skizofrenia, tersusun atas dua kelompok yaitu first rank symptoms (gejala-
gejala rangking pertama) dan second rank symptoms (gejala-gejala rangking kedua).
(PPDGJ-III, 2004)
First rank (rangking) Symptoms terdiri dari :
A. Halusinasi pendengaran atau auditorik
14
B. Gangguan batas ego, meliputi :
1.) Tubuh dan gerakan- gerakan penderita dipengaruhi oleh suatu kekuatan dariluar.
2.) Pikirannya diambil atau disedot keluar.
3.) Pikirannya dipengaruhi oleh orang lain atau pikiran itu dimasukkan ke dalamnya
oleh orang lain.
4.) Pikirannya diketahui orang lain atau pikirannya disiarkan keluar secara umum.
5.) Perasaannya dibuat oleh orang lain.
6.) Kemauannya atau tindakannya dipengaruhi oleh orang lain.
7.) Dorongannya dikuasai orang lain.
8.) Persepsi yang dipengaruhi oleh waham
First rank symptoms dari Scheneider, terutama halusinasi auditorik yang “third
order” merupakan ciri khas atau patognomonik untuk skizofrenia. Halusinasi auditorik
“third order” adalah dua orang atau lebih yang membicarakan diri pasien selaku orang
ketiga, padahal sebenarnya oran-orang itu tidak ada.
Gejala-gejala urutan pertama menurut Kurt Scheneider :
1. Halusinasi pendengaran
Pada skizofrenia halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini
merupakan suatu gejala yang hamper tidak dijumpai pada keadaan lain. Suara tersebut
dalam bentuk suara manusia, bunyi barang-barang atau siulan.15
Misalnya : Halusinasi dengar (Third order pada skizofrenia). Ada suara berdebat
antara dua orang yang memperdebatkan penderita atau mengomentari perilaku
penderita (selaku orang ketiga) padahal tidak ada orang lain.
”Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang-orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karna Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bpak dan kaum kerabatmu ...” (QS. an-Nisa : 135)
Ayat diatas menjelaskan penyaksian seorang atas dirinya sendiri ditafsirkan
sebagai suatu pengakuan atas perbuatan yang dilakukannya. Para ulama sepakat
tentang keabsahan pengakuan, karena pengakuan merupakan suatu pernyataan yang
dapat menghilangkan keraguan dari orang yang menyatakan pengakuan tersebut.
Alasan lain adalah bahwa seorang yang berakal sehat tidak akan melakukan
kebohongan yang akibatnya dapat merugikan dirinya (Rasyid, 2001).
b). Syahadah (Kesaksian)
Wahbah Zuhaili mengemukakan pengertian persaksian adalah suatu
pemberitahuan (pernyataan) yang benar untuk membuktikan suatu kebenaran dengan
lafadz-lafadz syahadat didepan pengadilan. Pengakuan saksi sebagai alat pembuktian
untuk suatu jarimah merupakan cara yang lazim dan umum. Karena persaksian
merupakan cara pembuktian yang sangat penting dalam mengungkap suatu jarimah
(Dahlan, 1996)
Dasar hukum untuk persaksian sebagai alat bukti tersebut disebutkan dalam
firman Allah SWT :
Artinya :“... dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah...”( QS. Ath-Thallaq : 2)
33
3) Qasamah (Sumpah)
Qasamah dalam arti bahasa adalah al-yamin yang artinya sumpah. Menurut
istilah, qasamah didefinisikan sumpah yang diulang-ulang dalam dakwaan (tuntutan)
pembunuhan. Abu Qadir Audah dan Wahbah Zuhaili juga membuat definisi dengan
menyatakan bahwa qasamah menurut istilah fuqaha adalah sumpah yang diulang-
ulang dalam dakwaan (tuntutan) pembunuhan, yang dilakukan oleh wali (keluarga si
pembunuh) untuk membuktikan pembunuhan atas tersangka, atau dilakukan oleh
tersangka untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan pembunuhan. Disyari’atkan
dalam rangka memelihara jiwa, sehingga dalam keadaan bagaimanapun pembunuhan
itu harus tetap diselesaikan, dibuktikan dan ditetapkan hukumannya. Dengan
demikian, qasamah merupakan suatu jalan keluar untuk menyelesaikan suatu kasus
pembunuhan, dimana tidak terdapat bukti berupa saksi atau pengakuan (Dahlan, 1996)
4) Qarinah
Qarinah merupakan alat bukti yang diperselisihkan oleh para ulama untuk tindak
pidana pembunuhan dan penganiayaan. Pengertian qarinah menurut Wahbah Zuhaili
adalah sebagai berikut: qarinah adalah setiap tanda (petunjuk) yang jelas menyerai
sesuatu yang samar, sehingga tanda tersebut menunjuk kepadanya (Dahlan, 1996).
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa untuk terwujudnya suatu qarinah harus
dipenuhi dua hal, yaitu:
a. Terdapat suatu keadaan yang jelas dan diketahui yang layak untuk dijadikan
dasar dan pegangan
34
b. Terdapat hubungan yang menunjukkan adanya keterkaitan antara keadaan
yang jelas (zhahir) dan yamng samar (khafi) (Dahlan, 1996).
Dalam jarimah qishash, qarinah hanya digunakan dalam qasamah, dalam rangka
ihtiath (hati-hati) guna menyelesaikan kasus pembunuhan, dengan berpegang kepada
adanya korban ditempat tersangka menurut Hanafiyah, atau berpegang dengan adanya
lauts (petunjuk) menurut jumhur ulama’. Salah satu contoh kasus yang kemudian
menjadi petunjuk (qarina) adalah terdapatnya tersangka didekat kepala korban, badan
dan tangannya memegang pisau yang terhunus, serta badannya berlumuran darah.
Adanya tersangka didekat jasad korban dengan pisau terhunus dan badan serta pakaian
yang berlumuran darah merupakan petunjuk (qarinah) bahwa dialah orang yang
membunuh korban. Demikian pula ditemukanya korban di tempat (wilayah) tersangka
merupakan qarinah bahwa pembunuhan dilakukan oleh penduduk diwilayah tersebut
(Rasyid, 2001).
5. Alat Bukti Surat
Alat bukti surat atau tertulis adalah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda
bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau menyampaikan buah
pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian. Al-Qur’an telah
memerintahkan orang beriman untuk menuliskan transaksi yang terjadi di antara
manusia, sebagaimana termuat dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 282, firman Allah SWT :
35
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorangpenulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis engganmenuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, danhendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu),dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya....” (Q.S. Al-Baqarah : 282)
Islam menetapkan perlunya mendokumentasikan misalnya dalam bentuk
tulisan berbagai peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di antara manusia. Karena itu
sangat beralasan kalau tulisan atau surat-surat dijadikan sebagai salah satu alat bukti
(Rasyid, 2001).
6. Alat Bukti Keterangan Ahli
Bantuan dari orang ketiga, yaitu dari orang yang ahli pada bidangnya untuk
memperoleh kejelasan objektif bagi hakim atas suatu peristiwa yang dipersengketakan
dalam suatu perkara, disebut “keterangan ahli” atau ada juga yang menyebutnya
dengan “saksi ahli”.Jika hakim menggunakan saksi ahli dalam pengusutan masalah
persidangan dan kemudian hakim setuju dengan pendapat ahli tersebut, maka pendapat
ahli itu diambil oper oleh hakim dan dianggap sebagai pendapatnya sendiri untuk
dapat dijadikan dasar pemutus (Dahlan, 1996).
Selain itu, kesaksian harus didasarkan pada keyakinan pihak saksi, yakni
berdasarkan pemahamannya secara langsung pada peristiwa tersebut. Dengan
demikian dapat diketahui bahwa salah satu syarat kesaksian adalah telah
mengetahui. (Ishak, 2014)
36
Diriwayatkan dari Rasulullah saw.:
Artinya : “Jika engkau mengetahuinya seperti (melihat) matahari maka bersaksilah.
Namun, jika tidak maka tinggalkanlah “ (H.R. Baihaqi dan Hakim).
Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa dalam pemeriksaan post
mortem untuk kepentingan peradilan dan sebagainya dibutuhkan alat-alat bukti yang
dianggap sah dalam syariat Islam. Dalam perihal alat bukti surat, bisa didapatkan
keterangan tertulis keterangan tertulis dari pihak berwajib mengenai jenazah.
Mengenai alat bukti saksi ahli, bisa dengan mendapatkan keterangan dari ahli
kedokteran Forensik. Serta mengenai alat bukti Qarinah, dapat melihat tanda-tanda
saat penemuan jenazah dan kondisi saat kematian dari pemeriksaan pihak berwajib.
Semua ini dilakukan untuk mendapatkan kejelasan yang akurat demi kepentingan
semua pihak dari pemeriksaan post mortem tersebut.
III.2. Pandangan Islam tentang pemeriksaan jenazah post mortem
Sejak lahir, umat manusia tidak dapat luput dari adanya musibah penyakit.
Penyakit ini berbagai macam, baik dari dalam tubuh atau pun dari luar tubuh manusia.
Penyakit ini dapat berakibat fatal sehingga menyebabkan hilangnya nyawa manusia.
Tapi tidak jarang juga kita jumpai penyebab dari penyakit yang mendasari kematian
tersebut tidak jelas, dikarenakan berbagai macam kondisi.
Berkembangnya ilmu kedokteran dan teknologi jaman sekarang
memungkinkan umat manusia untuk melakukan banyak hal yang sebelumnya tidak
37
bisa dilakukan. Salah satu nya adalah teknik pemeriksaan jenazah. Metode yang bisa
dilakukan untuk pemeriksaan jenazah tersebut pun bermacam-macam, tergantung jenis
pemeriksaan yang dibutuhkan.
Berpijak dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan
jenazah atau post mortem adalah suatu pembedahan atau pemeriksaan pada mayat
yang dilakukan oleh para tim dokter ahli dengan dilandasi oleh maksud atau
kepentingan tertentu untuk mengetahui sebab-sebab kematian mayat.
Untuk mengetahui status hukum terhadap tindakan pemeriksaan mayat yang
digunakan sebagai pembuktian hukum di pengadilan atau mencari penyebab
kematiannya dapat dengan menggunakan teori Qawa’id al-Fiqhiyah berikut :
a. Kaidah Pertama
العام الضرر الجل الضرر يتحمل
Artinya : “kemudaratan yang khusus boleh dilaksanakan demi menolak kemudaratan
yang bersifat umum” (Hasan, 1997).
Berdasarkan kaidah di atas, kemadharatan yang bersifat khusus boleh
dilaksanakan demi menolak kemadharatan yang bersifat umum. Sebuah tindakan
pembunuhan misalnya, adalah tergolong tindak pidana yang mengancam kepentingan
publik atau mendatangkan mudaharat. Untuk menyelamatkan masyarakat dari
rangkaian tindak pembunuhan maka terhadap pelakunya harus diadili dan dihukum
sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Bukti-bukti atas tindakan pembunuhan yang
dilakukanya harus diperkuat agar ia dapat dihukum dan jangan sampai bebas dalam
proses pengadilan, sungguhpun untuk pembuktian itu harus dengan melakukan
pemeriksaan atau membedah mayat korban.38
Didalam hukum Islam suatu tindakan yang dilandasi oleh alasan untuk
menjamin keamanan dan keselamatan diri orang yang hidup harus lebih diutamakan
daripada orang yang sudah mati.
b. Kaidah Kedua
المحظورات تبيح الضرورات
Artinya : “Kemudaratan itu membolehkan hal-hal yang dilarang” (Hasan, 1997).
Dari kaidah kedua dapat dipahami bahwa persolanan darurat itu membolehkan
sesuatu yang semula diharamkan. Berangkat dari fenomena di atas, maka pemeriksaan
jenaah sangat penting kedudukannya sebagai metode bantu pengungkapan kematian
yang diduga karena tindak pidana. Dengan melaksanakan pemeriksaan jenazah maka
dapat dipecahkan misteri kematian yang berupa sebab kematian, cara kematian, dan
saat kematian korban.
c. Kaidah Ketiga
الحاجة مع والكراهة الضرورات مع الحرام
Artinya: “Tiada keharaman dalam kondisi darurat, dan tidak ada makruh dalam
kondisi hajat” (Hasan, 1997).
Kaidah ketiga ini menyatakan bahwa tiadanya keharaman dalam kondisi
darurat, seperti halnya tidak adanya kemakaruhan dalam kondisi hajat. Maka jika
pemeriksaan jenazah (post mortem) di atas dipahami sebagai hal yang bersifat darurat,
artinya satu-satunya cara membuktikan, maka pemeriksaan jenazah itu sudah
menempati level darurat, dan karena itu status hukumnya dibolehkan.
39
d. Kaidah Keempat
الضرورة منزلة تنزل الحاجة
Artinya: “Keperluan dapat menduduki posisi keadaan darurat” (Hasan, 1997).
Kaidah keempat di atas dapat memperkuat argumentasi kaidah sebelumnya.
Maka kaidah ini adalah hajat menempati kedudukan darurat, baik hajat umum maupun
hajat yang bersifat perorangan.
Pemeriksaan jenazanh yang dilaksanakan guna menyelamatkan manusia,
pendidikan dan penegakan hukum diperbolehkan dalam Islam, sepanjang hal itu tidak
melewati batas dan guna kemaslahatan manusia sebagai makhluk hidup
III.3. Pandangan Islam tentang Pemeriksaan MRI post mortem pasien
Skizofrenia
Perkembangan ilmu pengetahuan telah mengantarkan umat manusia untuk
menelaah lebih jauh tentang kepentingan dan kemaslahatannya, lebih-lebih dari
tinjauan kemaslahatan serta keabsahannya menurut hukum Islam. Semua penemuan
baru hendaknya disejalankan dengan kaidah-kaidah hukum Islam, seperti hukum
bedah mayat menurut pandangan hukum Islam. Di dalam nash tidak ditemukan
keterangan yang jelas tentang hukum melakukan pemeriksaan mayat, sebab
pemeriksaan jenazah seperti di zaman sekarang ini belum dikenal di masa lalu.
Ilmu kedokteran pada saat ini banyak melakukan percobaan dalam berbagai
hal tentang pengobatan dan ilmu kesehatan serta ilmu kedokteran guna penyidikan
sebab-sebab kematian manusia yang dirasakan tidak wajar dengan metode membedah
atau meneliti bagian dalam tubuh manusia tersebut. Dalam praktek yang dilakukan
40
oleh para ahli kedokteran dan mahasiswa kedokteran tidak cukup dengan teori-teori
yang terdapat di dalam buku-buku saja, akan tetapi mereka langsung diperlihatkan
berbagai macam anatomi yang terdapat dalam tubuh manusia, salah satu cara yang
telah ditempuh dalam ilmu kedokteran adalah otopsi atau pemeriksaan jenazah sebagai
salah satu ilmu yang dalam ilmu kedokteran sangat penting dalam mengetahui struktur
anatomi tubuh manusia dan cara mengatasi berbagai macam penyakit yang terdapat
dalam tubuh manusia dan sebagai alat bukti sebab musabab kematian manusia tersebut
yang nantinya berguna dalam persidangan di pengadilan sebagai alat bukti dan demi
majunya ilmu kedokteran.
Oleh karena itu pemeriksaan MRI post mortem pasien Skizofrenia merupakan
hal yang sangat penting karena sebagai alat peraga yang cocok sehingga mendapatkan
gambaran langsung dan nyata.
Dalam tinjauan Qawaid Fiqhiyah, status hukum pemeriksaan MRI post
mortem untuk keperluan penelitian ilmu kedokteran pada pasien Skizofrenia dapat
ditentukan dengan menggunakan kaidah-kaidah berikut :
a. Kaidah Pertama
الواجب فهو االبه الواجب مااليتم
Artinya: “Apabila kewajiban tidak bisa dilaksanakan karena dengan adanya suatu
hal, maka hal tersebut juga wajib” (Hasan, 1997).
Melalui kaidah pertama ini, dapat dipahami bahwa sebuah kewajiban yang
tidak sempurna pelaksanaanya tanpa adanya dukungan sesuatu, maka sesuatu tersebut
hukumnya wajib pula. Dalam kasus di atas, apabila seorang dokter tidak akan bisa
menjalankan tugas-tugasnya dengan baik kecuali bila ia memahami seluk beluk
41
anatomi tubuh manusia, maka untuk kepentingan yang sesuai dengan profesinya ia
harus memahami seluk-beluk anatomi tubuh manusia, meskipun dengan jalan
melakukan pemeriksaan MRI terhadap mayat.
b. Kaidah Kedua
صد المقا حكم للوسائل
Artinya: “Sebuah sarana sama hukumnya dengan tujuan”(Hasan, 1997).
Melalui kaidah ini dapat dijelaskan, bahwa sebuah sarana hukumnya sama
dengan tujuan. Misalnya agama Islam mewajibkan kepada umatnya untuk memelihara
kesehatan, maka mempelajari ilmu tentang kesehatan hukumnya wajib pula.
Konsekuensi lanjutanya adalah wajib pula menyiapkan prasarana dalam menuntut
ilmu kesehatan, termasuk sarana pratikum seperti mempelajari anatomi tubuh manusia
melalui pemeriksaan seperti MRI.
Dari uraian diatas, dapat penulis simpulkan bahwa hukum pemeriksaan MRI
post mortem untuk keperluan penelitian ilmu kedokteran pada pasien Skizofrenia
dapat dipahami melalui tinjauan Qawaid Fiqhiyah, dimana seorang dokter tidak akan
bisa menjalankan tugas-tugasnya dengan baik kecuali bila ia memahami seluk beluk
anatomi tubuh manusia, maka untuk kepentingan yang sesuai dengan profesinya ia
harus memahami seluk-beluk anatomi tubuh manusia, meskipun dengan jalan
melakukan pemeriksaan MRI terhadap mayat.
42
BAB IV
KAITAN PANDANGAN KEDOKTERAN DAN ISLAM TERHADAP PEMERIKSAAN SKIZOFRENIA POST MORTEM DENGAN
MENGGUNAKAN MRI
Dari sudut pandang kedokteran, pemeriksaan MRI post mortem pada pasien
Skizofrenia dapat memberikan pengetahuan yang lebih mendalam tentang kondisi
patofisiologis penyakit Skizofrenia. Pemeriksaan MRI terbaru dapat menganalisa
myelin. MRI dapat mendeteksi sinyal yang berhubungan dengan distribusi air
dijaringan. Sinyal MRI ini bisa di analisa menggunakan relaksasi T2 untuk
memisahkan masing-masing component. Tiap komponen menunjukkan kumpulan air
yang berbeda sehubungan dengan distribusi air dijaringan setempat. Metode relaksasi
T2 memungkinkan pencitraan yang difokuskan untuk menangkap gambaran fraksi air
myelin di otak Sejumlah peneliti telah menggunakan teknik relaksasi T2 ini untuk
membuktikan hipotesis bahwa fraksi air myelin pada otak penderita skizofrenia lebih
rendah dibandingkan pada orang normal. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa
nilai rata-rata fraksi air myelin pada otak penderita skizofrenia lebih rendah
dibandingkan pada otak orang normal Setelah mempertimbangkan hasil diatas dapat
kita simpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah fraksi air
myelin pada penyakit Skizofrenia dan pemeriksaan MRI post mortem pada pasien
Skizofrernia dapat membuktikan hal tersebut.
Dari sudut pandang agama Islam, perkembangan ilmu pengetahuan telah
mengantarkan umat manusia untuk menelaah lebih jauh tentang kepentingan dan 43
kemaslahatannya, lebih-lebih dari tinjauan kemaslahatan serta keabsahannya menurut
hukum Islam. Semua penemuan baru hendaknya disejalankan dengan kaidah-kaidah
hukum Islam, seperti hukum bedah mayat menurut pandangan hukum Islam.. Ilmu
kedokteran pada saat ini banyak melakukan percobaan dalam berbagai hal tentang
pengobatan dan ilmu kesehatan serta ilmu kedokteran guna penyidikan sebab-sebab
kematian manusia yang dirasakan tidak wajar dengan metode membedah atau meneliti
bagian dalam tubuh manusia tersebut., Salah satu cara yang telah ditempuh dalam
ilmu kedokteran adalah otopsi atau pemeriksaan jenazah sebagai salah satu ilmu yang
dalam ilmu kedokteran sangat penting dalam mengetahui struktur anatomi tubuh
manusia dan cara mengatasi berbagai macam penyakit yang terdapat dalam tubuh
manusia dan sebagai alat bukti sebab musabab kematian manusia tersebut yang
nantinya berguna dalam persidangan di pengadilan sebagai alat bukti dan demi
majunya ilmu kedokteran.Oleh karena itu pemeriksaan MRI post mortem pasien
Skizofrenia merupakan hal yang sangat penting karena sebagai alat peraga yang cocok
sehingga mendapatkan gambaran langsung dan nyata.
Kedokteran dan Islam sepakat bahwa pemeriksaan Skizofrenia post mortem
dengan menggunakan MRI dapat memberikan manfaat yang sangat besar untuk
kemajuan ilmu kedokteran terutama yang berkaitan dalam teknik pemeriksaan
jenazah. Teknik MRI ini pun juga tidak melanggar kaidah hukum Islam sehingga
semua praktisi kedokteran dapat menerapkannya demi perkembangan ilmu
kedokteran.
44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
1. Pemeriksaan MRI terbaru dapat menganalisa myelin. MRI dapat mendeteksi
sinyal yang berhubungan dengan distribusi air dijaringan. Sinyal MRI ini bisa
di analisa menggunakan relaksasi T2 untuk memisahkan masing-masing
component.
2. Sejumlah penelitian telah menggunakan teknik relaksasi T2 dan didapatkan
bahwa nilai rata-rata fraksi air myelin pada otak penderita skizofrenia lebih
rendah dibandingkan pada otak orang normal. Terdapat hubungan yang
bermakna antara jumlah fraksi air myelin pada penyakit Skizofrenia dan
pemeriksaan MRI post mortem pada pasien Skizofrernia dapat membuktikan
hal tersebut.
3. Status hukum pemeriksaan MRI post mortem untuk keperluan penelitian ilmu
kedokteran pada pasien Skizofrenia dapat dipahami melalui tinjauan Qawaid
Fiqhiyah, dimana seorang dokter tidak akan bisa menjalankan tugas-tugasnya
dengan baik kecuali bila ia memahami seluk beluk anatomi tubuh manusia,
maka untuk kepentingan yang sesuai dengan profesinya ia harus memahami
seluk-beluk anatomi tubuh manusia, meskipun dengan jalan melakukan
pemeriksaan MRI terhadap mayat.
45
V.2. Saran
1. Kepada tenaga medis dan profesi terkait, khususnya bagi yang muslim,
disarankan untuk menerapkan pemeriksaan MRI post mortem pasien
Skizofrenia agar dapat memahami lebih dalam tentang kondisi patofisiologi
pasien Skizofrenia
2. Kepada para peneliti disarankan untuk dapat meneliti lebih jauh lagi
pemeriksan Skizofrenia post mortem dengan MRI agar hasil yang didapatkan
lebih akurat yang akan berguna baik untuk keperluan penelitian dan keperluan
hukum.
3. Kepada para ulama disarankan untuk lebih memperhatikan dan menegaskan
hukum Islam mengenai permasalahan tentang pemeriksaan jenazah, agar tidak
terjadi anggapan dan paradigma yang salah tentang hukum pemeriksaan