BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangKeperawatan adalah suatu
bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik
sehat maupunsakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melalui
kolaborasi dengan sistem klien dan tenagakesehatan lain dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung
jawabnyapada berbagaitatanan pelayanan, termasuk praktik
keperawatan individual danberkelompok.Dalam pelaksanaan pelayanan
kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat perawat dapat berperan
dalam berbagai hal. Menurut konsorium ilmu-ilmu kesehatan peran
perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, sebagai advokat,
educator, koordinator, kolabolator dan konsultan. Pengaplikasiannya
dapat di sesuaikan dengan masalah tertentu. Peran perawat dalam
masyarakat tujuannya untuk meluruskan hal-hal yang menyimpang dari
aturan. Seperti penyimpangan aturan tempat khusus menyusui yang
disediakan oleh pemilik tempat sarana umum atau tempat kerja yang
telah di atur oleh menteri kesehatan dalam PERMENKES No. 15 tahun
2013.Oleh sebab itu dalam makalah ini kami menganalisis bagaimana
sarana dan prasarana dan kriteria dalam tata cara penyediaan
ruangan atau tempat khusus menyusui di sarana umum atau tempat
kerja dan bagaimana seharusnya peran perawat.1.2 Tujuana. Untuk
mengetahui bagaimana peran perawat dalam tatacara penyediaan khusus
menyususui sesuai dengan Permenkes No. 15 Tahun 2013b. Untuk
mengetahui keadaan sarana dan prasarana ruangan penyediaan khusus
menyusui di sarana umum ataupun sarana kerja1.3 Manfaat. Dengan
disusunnya makalah ini penyusun dapat memahami bagaimana peran
perawat dalam keterlibatan di Permenkes No. 15 tahun 2013 dan
mengetahui hal-hal yang terkait yang tertera didalamnya BAB
IILANDASAN TEORI2.1 Peran PerawatPeran adalah bentuk dari perilaku
yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu
(Lailia, 2009). Peran perawat adalah merupakan tingkah laku yang
diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan
kependudukan dalam system, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan
sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi
keperawatan yang bersifat konstan (Hidayat, 2007). Peran perawat
menurut konsorsium ilmu-ilmu kesehatan tahun 1989 dalam Hidayat
(2007) terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan,
advocator, koordinator, edukator, kolaborator, konsultan, dan
pembaharu.0. Peran Sebagai Pemberi Asuhan KeperawatanPeran sebagai
pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan
memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan
melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses
keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar
dapat direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai
dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi
tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan
dari yang sederhana sampai dengan kompleks. Peran ini dikenal
dengan istilah care giver. Peran perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan secara langsung atau tidak langsung kepada klien
sebagai individu, keluarga dan masyarakat. Metode yang digunakan
adalah pendekatan pemecahan masalah yang disebut proses
keperawatan. Dalam melaksanakan peran ini perawat bertindak sebagai
comforter, protector dan advocate, communicator serta
rehabilitator.Sebagai comforter, perawat berusaha memberi
kenyamanan dan rasa aman pada klien. Peran sebagai protector dan
advocate lebih terfokus pada kemampuan perawat melindungi dan
menjamin agar hak dan kewajiban klien terlaksana dengan seimbang
memperoleh pelayanan kesehatan. Misalnya, kewajiban perawat
memenuhi hak klien untuk menerima informasi dan penjelasan tentang
tujuan dan manfaat serta efek samping suatu terapi pengobatan atau
tindakan perawatan. Demikian pula terlaksananya hak klien untuk
menolak suatu terapi medis atau tindakan perawatan, setelah
memahami dan memperoleh penjelasan tentang tujuan terapi tersebut
dilakukan.Peran sebagai communicator akan nampak bila perawat bila
perawat bertindak sebagai mediator antara klien dengan anggota tim
kesehatan lainnya. Peran ini berkaitan erat dengan keberadaan
perawat mendampingi klien sebagai pemberi asuhan keperawatan selama
24 jam. Sedangkan peran rehabilitator berhubungan erat dengan
tujuan pemberian asuhan keperawatan yakni mengembalikan fungsi
organ atau bagian tubuh agar sembuh dan dapat berfungsi normal.
Sebagai contoh ketika merawat pasien dengan kolostomi permanen.
Selama merawat klien di rumah sakit, perawat berkewajiban
mengajarkan cara merawat kolostomi sehingga ketika berada di rumah,
klien mampu merawat sendiri kolostominya agar tidak mengganggu
aktivitas klien sehari-hari.0. Peran Sebagai AdvokatPeran ini
dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberian pelayanan
atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas
tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat
berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi
hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang
penyakitnya. 0. Peran EdukatorPeran ini dilakukan dengan membantu
klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala
penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan
perilaku dari klien sesudah dilakukan pendidikan kesehatan. Sabagai
pendidik atau heath educator, perawat berperan mendidik individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat serta tenaga keperawatan atau
tenaga kesehatan yang berada di bawah tanggung jawabnya. Peran ini
dapat berupa penyuluhan kesehatan kepada klien (individu, keluarga,
kelompok atau masyarakat) maupun bentuk desiminasi ilmu pada
peserta didik keperawatan, antara sesame perawat atau tenaga
kesehatan lain.Penyuluhan atau pendidikan kesehatan kepada klien
akan terlaksana dengan baik jika sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu
perawat perlu melakukan pengkajian atau penjajakan berupa
pengumpulan dan analisa data sebelum melakukan kegiatan. Selain itu
perawat harus membuat perencanaan agar tujuan dapat tercapai.
Perencanaan ini meliputi tujuan, sasaran penyuluhan, jumlah
peserta, metode, alat bantu yang digunakan serta kriteria evaluasi
sebagai instrument penilaian tingkat keberhasilan kegiatan. 0.
Peran KoordinatorPeran ini dilaksanakan dengan mengarahkan,
merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan sehingga
pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan
kebutuhan klien. Dalam hal ini perawat mempunyai peran dan
tanggungjawab dalam mengelola pelayanan maupun pendidikan
keperawatan yang berbeda dibawah tanggungjawabnya sesuai dengan
konsep manajemen keperawatan dalam kerangka paradigma keperawatan.
Sebagai pengelola perawat berperan dalam memantau dan menjamin
kualitas asuhan/pelayanan keperawatan.Pada institusi pelayanan
keperawatan, peran perawat sebagai pengelola atau manajer dibedakan
atas tiga tingkatan yaitu tingkat atas (top manager), menengah
(middle manager), dan tingkat dasar/bawah (super ficial manager).
Dalam struktur organisasi rumah sakit di Indonesia misalnya,
sebagai pengelola tingkat atas adalah kepala bidang keperawatan dan
tingkat menengah adalah kepala seksi keperawatan dan penyelia
(super visor). Sedangkan pengelola tingkat dasar adalah perawat
yang menjabat kepala ruangan.Peran perawat dalam pengelolaan
pendidikan meliputi tanggungjawab dalam penyelenggaraan pendidikan.
Dalam hal ini menjaga kualitas pendidikan keperawatan dengan
menumbuh kembangkan iklim pendidikan akademik professional yaitu
penguasaan iptek keperawatan, penyelesaian masalah secara ilmiah,
pembinaan sikap professional serta belajar aktif dan mandiri.Secara
umum, di Indonesia pelaksanaan peran pengelola belum optimal. Hal
ini disebabkan pemahaman perawat terhadap konsep manajemen
keperawatan masih kurang, mayoritas posisi, lingkup kewenangan dan
tanggung jawab perawat hamper tidak berpengaruh dalam perencanaan
dan pengambilan keputusan, serta adanya kecenderungan system
promosi karir dan jabatan belum menggunakan kriteria objektif
sebagai stimulus untuk berprestasi. Oleh karena itu, agar peran ini
terlaksana dengan baik perawat harus memahami lingkup manajemen
asuhan keperawatan yaitu penguasaan terhadap proses keperawatan.
Selain itu memiliki dan menguasai keterampilan manajerial yaitu
kemampuan berkomunikasi dan memberi motivasi, keterampilan memimpin
serta kemampuan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan
masalah.2.1.5 Peran KolaboratorPeran perawat disini dilakukan
kerana perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari
dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk
diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan
selanjutnya.0. Peran KonsultanPeran disini adalah sebagai tempat
konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat
untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap
informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan. 0.
Peran PembaharuPeran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan
mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan
terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
Sebagai peneliti dibidang keperawatan, perawat diharapkan mampu
mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan metode
penelitian serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan
mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan.Penelitian
bertujuan menghasilkan: pertama, jawaban terhadap pertanyaan;
kedua, solusi penyelesaian masalah baik melalui produk teknologi
atau metode baru maupun berupa jasa; ketiga, penemuan dan
penafsiran fakta baru; keempat, pengujian teori berdasarkan kondisi
atau fakta baru; kelima, perumusan teori baru (Leady & Pepper,
1993 dikutip dari Hamid, A.Y., 1996).Kemampuan perawat mengadakan
penelitian sangat diperlukan tidak saja untuk menyelesaikan masalah
keperawatan yang terkait dengan pelayanan dan pendidikan
keperawatan, tetapi juga dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi keperawatan. Disamping itu temuan hasil penelitian
digunakan untuk menyeleksiteknologi dari Negara lain yang
selanjutnya diaplikasikan dalam pelayanan keperawatan sesuai dengan
masalah kesehatan dan social budaya masyarakat Indonesia. Hal ini
perlu diperhatikan mengingat pola dan distribusi penyakit serta
kondisi keperawatan di Indonesia berbeda dengan Negara
lain.Penelitian di bidang keperawatan berperan dalam mengurangi
disparitas atau kesenjangan penguasaan teknologi mutakhir dibidang
kesehatan karena temuan hasil penelitian lebih memungkinkan
terjadinya trasformasi iptek. Selain itu sanagt penting dalam
memperkokoh upaya memantapkan realisasi keperawatan sebagai profesi
karena pada hakekatnya penelitian memperkaya body of knowledge ilmu
keperawatan.Penelitian dibidang keperawatan juga bermanfaat dalam
menopang dan menciptakan pengembangan ruang lingkup praktek
keperawatan karena hanya dengan hasil temuan penelitian efektifitas
praktik keperawatan dapat dievaluasi sehingga dapat diidentifikasi
cara pemecahan masalah yang tepat (Sudibyo, Y, 1996).Untuk itu
perlu menciptakan iklim yang menumbuh kembangkan kegiatan
penelitian dibidang keperawatan yaitu: pertama,kemampuan perawat
menggunakan hasil memodifikasi asuhan keperawatan sejalan dengan
hasil temuan penelitian. Kedua, memperluas kesempatan kepada
perawat untuk mengaktualisasikan diri pad acara berfikir kritis
pada semua tatanan pelayanan keperawatan. Ketiga, apresiasi
terhadap metodologi dan prosedur penilaian serta kebutuhan klien
untuk melandasi pelayanan/asuhan keperawatan dengan hasil
penelitian. Keempat, meningkatkan pemanfaatan hasil penelitian
dalam bentuk desiminasi ilmu secara luas dan terencana. Kelima,
perlunya posisi perawat pada lembaga penelitian pemerintah maupun
swasta. Keenam, perawat selalu didukung untuk melakukan penelitian
dengan struktur pengembangan karier yang jelas dan perlu dipkirkan
adanya insentif khusus bagi perawat peneliti.0. Kaitan Peran
Perawat dengan Permenkes No.15 Tahun 2013Dalam Permenkes No.15
tahun 2013 yang membahas tentang tata cara penyedian fasilitas
khusus menyusui terdapat beberapa peran perawat yaitu A. Peran
EdukatorSebagai seseorang edukator perawat dapat memberikan
pengetahuan kepada pengelola pelayanan tersebut bagaimana standar
ruangan yang sesuai dengan PERMENKES NO.15 Tahun 2013. Hal-hal yang
harus diedukasikan kepada para penyelenggara tempat sarana umum
maupun pengurus tempat kerja menurut Permenkes No.15 Tahun 2013
adalah sebagai berikut Pada pasal 9 dan 10 dapat disimpulkan bahwa
ruangan ASI diselenggrakan pada bangunan yang permanen dan memenuhi
prasaratan kesehatan. Prasaratan Kesehatan contohnya paling sedikit
meliputi tersedianya ruangan khusus dengan ukuran minimal 3x4 m2,
ada pintu yang dapat dikunci, lantai keramik/semen/karpet, memiliki
ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup. Pada pasal 11 harus
diedukasikan kepada pengurus tempat kerja mengenai peralatan
diruang ASI meliputi, peralatan menyimpan ASI dan peralatan
pendukung seperti meja ataupun kulkas. Pada pasal 12 harus
diedukasikan kepada penyelenggara tempat sarana umum harus sesuai
dengan standar minimal yaitu adanya kursi dan meja, wastafel, dan
sabun cuci. Pada pasal 14 membahas mengenai pengedukasian kepada
ibu menyusui mengenai pemenfaatan berupa peningkatan kesehatan ibu
dan anak, peningkatan produktivitas kerja, peningkatan rasa percaya
diri ibu, keuntungan ekonomis dan higienis serta penundaan
kehamilan. Hal ini dilakukan apabila jika memang konselor yang
bertugas tidak ada. Pada pasal 16 terdapat peran apabila menjadi
terlatih kita harus mampu memotivasi pekerja untuk terus memberikan
ASI kepada anaknya walaupun sedang bekerja.B. Peran Koordinator
Pelaksanaan peran ini mencakup mengarahkan, merencanakan kepada
para penyelenggara tempat sarana umum maupun pengurus tempat kerja
agar penyediaan fasilitas menyusui sesuai dengan Permenkes No.15
Tahun 2013 seperti: Menyediakan sarana prasarana maupun peralatan
sesuai pasal 9, 10, dan 11. Mengkoordinasi kepada mereka untuk
menyediakan tenaga terlatih untuk memberikan konseling menyusui
kepada buruh atau pekerja sesuai dengan pasal 13 ayat 1.
Mengkoordinasi tenaga kesehatan sebagai tenaga terlatih diruangan
tersebut apabila konselor tidak ada sesuai dengan pasal 16 ayat
3.
BAB IIIANALISIS DAN PEMBAHASANKami memotret tiga tempat berbeda
yang menyediakan fasilitas Ruangan Menyusui/Laktasi yaitu Ruang
Laktasi Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Ruang Laktasi area
hiburan Citylink Bandung, dan Ruang Laktasi di sarana transportasi
Kereta Api Stasiun Bandung. Dalam ketiga tempat tersebut, kami
menganalisis dan membahas apakah tempat-tempat tersebut masih
dipakai/berfungsi dengan baik serta sesuaikah dengan standar
Peraturan Menteri Kesehatan/Permenkes No.15 tahun 2013.3.1 Ruang
Laktasi Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
3.1.1 Analisis Ruangan Laktasi dan Penanggung Jawab RuanganRuang
laktasi di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung berukuran 3x4 m2
dengan fasilitas tempat tidur untuk Ibu menyusui, kursi dan meja
untuk petugas, lemari es, handscrub, foto tata cara mencuci tangan,
poster tentang ASI, tempat sampah, pintu yang dikunci, lantai
keramik. Dilihat dari Permenkes No.15 Tahun 2013 kriteria yang
disebutkan diatas menurut Pasal 9 ayat 1 yaitu merupakan bagian
dari tempat pelayanan kesehatan yang ada di Tempat Kerja dan Tempat
Sarana Umum dan ayat 3, penyediaan sarana dan prasarana Ruang ASI
sesuai dengan standar minimal dan sesuai kebutuhan. Ruang laktasi
disana jarang sekali digunakan, karena tulisan ruangan tersebut
adalah ruang laktasi untuk orang awam mungkin mereka tidak
mengetahui apa itu ruang laktasi sehingga para ibu jarang
menggunakan ruangan tersebut. Pasal 10 Persyaratan kesehatan Ruang
ASI paling sedikit meliputi tersedianya ruangan khusus dengan
ukuran minimal 3x4 m2 dan/atau disesuaikan dengan jumlah pekerja
perempuan yang sedang menyusui, ada pintu yang dapat dikunci, yang
mudah dibuka/ditutup, lantai keramik/semen/karpet, memiliki
ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup, bebas potensi bahaya di
tempat kerja termasuk bebas polusi, lingkungan cukup tenang jauh
dari kebisingan, penerangan dalam ruangan cukup dan tidak
menyilaukan, kelembapan berkisar antara 30-50%, maksimum 60% dan
tersedia wastafel dengan air mengalir untuk cuci tangan dan mencuci
peralatan. Ruangan berada jauh dari kebisingan karena berada
didalam, ruangan tersebut dikunci dan kuncinya disimpan ditempat
khusus sehingga agak sedikit kesulitan untuk memasuki ruangan
tersebut, disana juga tidak tersedia wastafel yang tersedia
hanyalah handscrub serta tidak terdapat ventilasi.Untuk peralatan
ruangan ditempat tersebut sudah sesuai dengan Pasal 11 ayat 1,2 dan
3 Peralatan Ruang ASI di Tempat Kerja sekurang-kurangnya terdiri
dari peralatan menyimpan ASI dan peralatan pendukung lainnya sesuai
standar antara lain meliputi: lemari pendingin (refrigerator) untuk
menyimpan ASI; gel pendingin (ice pack); tas untuk membawa ASI
perahan (cooler bag); dan sterilizer botol ASI, meja tulis, kursi
dengan sandaran untuk ibu memerah ASImedia KIE tentang ASI dan
inisiasi menyusui dini yang terdiri dari poster, foto, leaflet,
booklet, dan buku konseling menyusui); tempat sampah dan penutup;
tisu/lap tangan; bantal untuk menopang saat menyusui. Ditempat
tersebut terdapat lemari pendingin yang bisa digunakan untuk
menyimpan ASI serta berbagai macam poster mengenai ASI, tisu,
bantal untuk menopang saat menyusui dan terdapat tempat sampah yang
tertutup.
Dalam Pasal Pasal 13 (1) Setiap Pengurus Tempat Kerja dan
Penyelenggara Tempat Sarana Umum dapat menyediakan Tenaga Terlatih
Pemberian ASI untuk memberikan konseling menyusui kepada
pekerja/buruh di Ruang ASI. Tenaga terlatih pemberian ASI untuk
memberikan konseling yang bekerja diruangan tersebut tidak ada
karena ruangan tersebut jarang sekali digunakan oleh para ibu
menyusui. Entah apakah ketidaktahuan fungsi dari tempat tersebut,
karena kurangnya sosialisasi tentang ruang laktasi tersebut dan
orang awam tidak mengetahuinya apa itu ruang laktasi serta ruang
tersebut selalu tertutup dan terkunci, Jadi, kesimpulan yang kami
dapat adalah ruangan menyusui di area Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung ini cukup sesuai dengan Permenkes No.15 Tahun 2013 tetapi
ada salah satu kriteria yang tidak terpenuhi seperti peralatan
pendukung yaitu wastafel meskipun disana tersedia handscrub tapi
untuk orang awam mungkin tidak mengetahui cara pemakaiannya, dan
tenaga perawat untuk memberikan konseling mengenai ASI pun tidak
ada.Peran perawat sebagai pendidik (educator), peran ini dilakukan
dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan
kesehatan. Dalam hal ini perawat dapat melakukan penyuluhan
kesehatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok atau
masyarakat). Perawat disini seharusnya memberikan konseling
menyusui juga menyampaikan manfaat pemberian ASI Eksklusif antara
lain berupa peningkatan kesehatan ibu dan anak, peningkatan
produktivitas kerja, peningkatan rasa percaya diri ibu, keuntungan
ekonomis dan higienis serta penundaan kehamilan. Tetapi disini
peran perawat tersebut tidak ada karena diruangan tersebut tidak
ada perawatnya dan ruangan tersebut pun jarang digunakan oleh
masyarakat.3.2 Ruang Laktasi di sarana transportasi Kereta Api
Stasiun Bandung
3.2.1 Analisis Ruangan Laktasi dan Penanggung Jawab RuanganRuang
laktasi di Stasiun Bandung berukuran 6x6 m2 dengan fasilitas kursi
untuk para Ibu menyusui, kursi dan meja untuk petugas, kipas angin,
kursi roda, lemari, pintu yang dikunci tapi mudah untuk dibuka dan
ditutup, satu jendela serta lantai keramik. Ruang laktasi ini
menyatu dengan ruang pemeriksaan jika ada sesuatu hal yang terjadi
atau kedaruratan seperti penumpang/petugas kereta sakit/kecelakaan.
Dilihat dari Permenkes No.15 Tahun 2013 kriteria yang disebutkan
diatas menurut Pasal 9 ayat 1 yaitu merupakan bagian dari tempat
pelayanan kesehatan yang ada di Tempat Kerja dan Tempat Sarana Umum
dan ayat 3, penyediaan sarana dan prasarana Ruang ASI sesuai dengan
standar minimal dan sesuai kebutuhan. Karena disana jarang sekali
digunakan, bahkan bagi para ibu menyusui tetap saja menyusui
ditempat/kursi tunggu. Pasal 10 Persyaratan kesehatan Ruang ASI
paling sedikit meliputi tersedianya ruangan khusus dengan ukuran
minimal 3x4 m2 dan/atau disesuaikan dengan jumlah pekerja perempuan
yang sedang menyusui, ada pintu yang dapat dikunci, yang mudah
dibuka/ditutup, lantai keramik/semen/karpet, memiliki ventilasi dan
sirkulasi udara yang cukup, bebas potensi bahaya di tempat kerja
termasuk bebas polusi, lingkungan cukup tenang jauh dari
kebisingan, penerangan dalam ruangan cukup dan tidak menyilaukan,
kelembapan berkisar antara 30-50%, maksimum 60% dan tersedia
wastafel dengan air mengalir untuk cuci tangan dan mencuci
peralatan. Ruangan berada sedikit jauh dari kebisingan karena
berada disamping, hanya saja tidak tersedia wastafel, dan walaupun
terdapat pintu yang memakai kunci hanya sayang sekali pintu
tersebut selalu di kunci.Untuk peralatan ruangan, kami tidak
menemukan ditempat tersebut yang sesuai dengan Pasal 11 ayat 1 dan
2. Hanya saja kami menemukan peralatan pendukung lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat 3 antara lain meliputi: meja tulis,
kursi dengan sandaran untuk ibu memerah ASI. Dalam Pasal 15 (1)
Setiap Ruang ASI harus memiliki penanggung jawab yang dapat
merangkap sebagai konselor menyusui. (2) Penanggung jawab Ruang ASI
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh Pengurus Tempat
Kerja dan Penyelenggara Tempat Sarana Umum. Penanggung jawab yang
bekerja diruangan tersebut kadang kala tidak ada karena ruangan
tersebut jarang sekali digunakan oleh para ibu menyusui. Entah
apakah ketidaktahuan letak tempat, karena tempat tersebut selalu
tertutup, bahkan kurangnya sosialisasi tentang adanya ruang
menyusui ditempat tersebut.Seharusnya kita sebagai perawat yang
memiliki peran tertentu di masyarakat seperti sudah dijelaskan pada
bab II, salah satunya sebagai edukator. Kita dapat memberi
pengetahuan kepada penyedia pelayanan tersebut bagaimana standar
ruangan dan alat yang harus ada sesuai dengan PERMENKES No. 15
tahun 2013. Minimal dalam peralatan pendukung seperti adanya tisu,
dan tempat sampah. Selain kepada penyadia pelayanan tersebut kita
mampu mengkoordinasi apa saja yang harus ada, seperti adanya
penanggungjawab ruangan tersebut yang merangkap menjadi konselor
yang mengetahu pengetahuan yang cukup mengenai penatalaksanaan
pemberian ASI. Jadi, kesimpulan yang kami dapat adalah ruangan
menyusui di area umum Stasiun Bandung ini kurang sesuai Permenkes
No.15 Tahun 2013 sebab ada salah satu kriteria yang tidak terpenuhi
seperti peralatan yang harus ada, peralatan pendukung seperti
wastafel, dan penanggung jawab yang jelas tugasnya. Dan sebagai
perawat mampu mendorong agar penyedia layanan tersebut dapat
mendukung pemberian ASI eksklusif.3.3 Ruang Laktasi di Area Tempat
Umum: Citylink
3.3.1 Analisis Ruangan Laktasi dan Penanggung Jawab RuanganRuang
laktasi di Mall Festival Citylink berukuran 23 m2 dengan fasilitas
kursi untuk Ibu menyusui, meja untuk menaruh barang bawaan, tempat
sampah untuk membuang bekas tisue, wastafel untuk mencuci tangan,
lampu untuk menerangi ruangan,pintu yang mudah untuk dibuka dan
ditutup,serta lantai keramik. Ruang laktasi ini berada disamping
toilet dan tempat wudhu yang berada dilantai 4 mall. Dilihat dari
Permenkes No.15 Tahun 2013 kriteria yang disebutkan diatas menurut
Pasal 12 ayat 1 dan ayat 2 yaitu penyediaan ruang ASI di tempat
umum dan standar untuk r, penyediaan sarana dan prasarana Ruang ASI
sesuai dengan standar minimal dan sesuai kebutuhan. . Pasal 12
Persyaratan kesehatan Ruang ASI paling sedikit meliputi tersedianya
ruangan khusus sebagai mana yang dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangya meliputi kursi dan meja, wastafel, dan sabun cuci
tangan. Ruangan berada sedikit jauh dari kebisingan karena berada
dilantai paling atas dekat mushola, hanya saja tidak tersedia sabun
untuk mencuci tangan.Seharusnya kita sebagai perawat yang memiliki
peran tertentu di masyarakat seperti yang sudah dijelaskan pada bab
II, salah satunya sebagai edukator. Kita dapat memberikan
pengetahuan kepada pengelola pelayanan tersebut bagaimana standar
ruangan yang sesuai dengan PERMENKES NO.15 Tahun 2013. Karena
sarana yang tersedia belum memenuhi standar yaitu tidak tersedianya
sabun untuk mencuci tangan yang digunakan mencuci tangan sebelum
ibu menyusui atatelahnyaupun se. Karena mencuci tangan merupakan
hal yang perlu atau wajib dilakukan sebelum ibu menyusui agar
membersihkan tangan dari kuman atau sebagai antiseptic. Dan peran
perawat sebanggai koordinator yang befungsi sebagai mengarahkan
kepada pengelola pelayanan untuk meyediakan penanggung jawab
ruangan atau tenaga kesehatan yang mempunyai peran sebagai konselor
mengenai pemberian asi.Jadi, kesimpulan yang kami dapat adalah
ruangan menyusui di Sarana umum Stasiun Mall festival Citylink ini
kurang sesuai Permenkes No.15 Tahun 2013 sebab ada salah satu
kriteria yang tidak terpenuhi seperti peralatan yang harus ada,
peralatan pendukung seperti sabun cuci tangan. .
BAB IVPENUTUP4.1 KesimpulanPeran perawat menurut konsorsium
ilmu-ilmu kesehatan tahun 1989 dalam Hidayat (2007) terdiri dari
peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advocator, koordinator,
edukator, kolaborator, konsultan, dan pembaharu. Peran sebagai
pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan
memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan
melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses
keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar
dapat direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai
dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi
tingkat perkembangannya. Peran advokator dilakukan perawat dalam
membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai
informasi dari pemberian pelayanan atau informasi lain khususnya
dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang
diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan
melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan
sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya. Peran
edukator dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat
pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang
diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien sesudah
dilakukan pendidikan kesehatan. Peran koordinator dilaksanakan
dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan
kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah
serta sesuai dengan kebutuhan klien.Peran perawat untuk kolaborasi
dilakukan kerana perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri
dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk
diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan
selanjutnya. Peran konsultan adalah sebagai tempat konsultasi
terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk
diberikan Sesuai dengan Permenkes No.15 Tahun 2013 Pasal 13. Peran
sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan,
kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan
metode pemberian pelayanan keperawatan. Sebagai peneliti dibidang
keperawatan, perawat diharapkan mampu mengidentifikasi masalah
penelitian, menerapkan prinsip dan metode penelitian serta
memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau
pelayanan dan pendidikan keperawatan.Sesuai dengan analisa lapangan
dapat disimpulkan ketidaksesuaian di lapangan terhadap Permenkes
No.15 2013 di dominasi dengan ketidaktersedianya alat-alat
perlengkapan seperti sabun cuci tangan, dan poster-poster mengenai
pemberian ASI eksklusif, tidak hanya itu ketersediaan penanggung
jawab ruangan yang merangkap sebagai konselor para ibu menjadi
fokus perhatian. Oleh karena itu, hal-hal yang harus diperhatikan
oleh perawat dalam memerani perannya terhadap penyedia fasilitas
ruangan ASI tersebut sebagai edukator, koordinasi, dan care
giver.4.2 RekomendasiSetelah dilakukan analisis mengenai peran
perawat dalam Permenkes No. 15 Tahun 2013 diharapkan adanya
perubahan minimal penyediaan alat yang sesuai standar. Agar
terciptanya pengaplikasian pemberian ASI eksklusif bagi para ibu
terhadap anaknya. Tanpa disadari penyedia pelayanan tersebut
mendukung program pemerintah dalam ASI eksklusif.
DAFTAR PUSTAKAHidayat A. Aziz Alimul. 2009.Pengantar Konsep
Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba MedikaJumadi, La Ode. 1999.
Pengantar Keperawatan Profesional. Jakarta : EGCAli, Zaidin. 2002.
Dasar-Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta : Widya Medika.Asmadi.
2008.Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGCMenteri Kesehatan.
2013.Peraturan Menteri Kesehatan No. 15 tentang Tata Cara
Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu Ibu.
Jakarta: Departemen KesehatanHamid, A. 2000. Kedudukan dan Peran
Perhimpunan Profesi Keperawatan dalm Pembinaan dan Pengembangan
Pendidikan Ners di Masa Depan dan Era Kesejagatan. Seminar,
Jakarta
17