1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pernikahan dini merupakan pernikahan yang di lakukan dengan umur rata-rata antara 15-19 tahun. Peningkatan ibu dengan usia muda biasanya karena dampak dari pernikahan di usia dini. Usia pernikahan yang ideal bagi perempuan adalah 21-25 tahun sementara laki-laki 25-28 tahun. Pernikahan dini bagi sebagian besar remaja berdampak pada fisik dan mental, bila di lihat dari segi fisik remaja belum kuat untuk hamil karena baik organ reproduksi yang belum matang maupun tulang panggul yang masih terlalu kecil di paksakan untuk mengandung sampai 9 bulan lamanya yang dapat membahayakan pada saat proses persalinan (Sasmita, 2008 dalam Cholipah, 2013). Pernikahan dini terjadi di pengaruhi oleh keadaan seksualitas pada usia muda dengan rasa ingin tahu mereka terhadap masalah-masalah seksual lebih tinggi, karena pada masa ini remaja berada dalam potensi seksual yang aktif karena pengaruh hormon. Deklarasi Hak Asasi Manusia di tahun 1954 secara eksplisit menentang pernikahan anak atau remaja, tetapi praktek pernikahan dini masih berlangsung di berbagai belahan dunia sehingga dapat mencerminkan bahwa perlindungan hak asasi kelompok usia muda yang tidak berjalan semestinya. Penerapan Undang-Undang sering tidak efektif dan terpatahkan oleh adat istiadat serta tradisi yang mengatur norma sosial suatu kelompok di masyarakat (Fadlyana & Larasaty 2009). Pernikahan dini di pengaruhi oleh beberapa faktor yakni keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga, tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya, selain itu beberapa faktor yang mendorong terjadinya perkawinan usia
12
Embed
BAB I PENDAHULUAN - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23503/1/jiptummpp-gdl-mfuadmayza-41806-2-bab1.pdf · Penanganan kasus BBLR harus dilakukan dalam ruang perawatan khusus dan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pernikahan dini merupakan pernikahan yang di lakukan dengan umur rata-rata
antara 15-19 tahun. Peningkatan ibu dengan usia muda biasanya karena dampak dari
pernikahan di usia dini. Usia pernikahan yang ideal bagi perempuan adalah 21-25 tahun
sementara laki-laki 25-28 tahun. Pernikahan dini bagi sebagian besar remaja berdampak
pada fisik dan mental, bila di lihat dari segi fisik remaja belum kuat untuk hamil karena
baik organ reproduksi yang belum matang maupun tulang panggul yang masih terlalu
kecil di paksakan untuk mengandung sampai 9 bulan lamanya yang dapat
membahayakan pada saat proses persalinan (Sasmita, 2008 dalam Cholipah, 2013).
Pernikahan dini terjadi di pengaruhi oleh keadaan seksualitas pada usia muda
dengan rasa ingin tahu mereka terhadap masalah-masalah seksual lebih tinggi, karena
pada masa ini remaja berada dalam potensi seksual yang aktif karena pengaruh hormon.
Deklarasi Hak Asasi Manusia di tahun 1954 secara eksplisit menentang pernikahan
anak atau remaja, tetapi praktek pernikahan dini masih berlangsung di berbagai belahan
dunia sehingga dapat mencerminkan bahwa perlindungan hak asasi kelompok usia
muda yang tidak berjalan semestinya. Penerapan Undang-Undang sering tidak efektif
dan terpatahkan oleh adat istiadat serta tradisi yang mengatur norma sosial suatu
kelompok di masyarakat (Fadlyana & Larasaty 2009).
Pernikahan dini di pengaruhi oleh beberapa faktor yakni keinginan untuk
segera mendapatkan tambahan anggota keluarga, tidak adanya pengertian mengenai
akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik bagi mempelai itu sendiri maupun
keturunannya, selain itu beberapa faktor yang mendorong terjadinya perkawinan usia
2
muda yang sering dijumpai di lingkungan masyarakat kita yaitu : faktor ekonomi,
pendidikan, faktor orang tua, media massa dan adat istiadat (Alfiyah, 2010 dalam
Suparyanto, 2011). Kemiskinan merupakan salah satu faktor utama terjadinya
pernikahan dini. Jika kemiskinan sangat serius seorang gadis muda dapat dianggap
sebagai beban ekonomi keluarga, sehingga orang tua terdorong menikahkan anak
perempuan mereka di usia dini sebagai cara alternatif untuk mengurangi beban (Nasrin
dan Rahman, 2012).
Persentase angka kejadian pernikahan dini di dunia dari tahun 2010-2011
tercatat perempuan umur 20-24 tahun yang melakukan pernikahan sebelum usia 18
tahun yakni, lebih dari sepertiga (sekitar 34%) dari wanita berusia 20 sampai 24 tahun
di negara-negara berkembang yang menikah sebelum ulang tahun ke 18 mereka
sehingga hampir 67 juta perempuan dan sekitar 12% dari mereka yang menikah atau
dalam serikat sebelum usia 15. Persentase yang lebih rendah diamati di Eropa Timur
dan Asia Tengah 11%, negara-negara Arab 15% serta Asia Timur dan Pasifik masing-
masing 18%. Di Amerika Latin dan Karibia prevalensi sekitar 29% di bawah Afrika
Timur dan Tengah yang mencapai 34%. Prevalensi tertinggi di Asia Selatan seperti
Bangladesh mencapai 66%, di Afrika Barat dan Tengah serta di Niger 75% dan Chad
72% (United Nations Population Fund, 2012).
Daerah dengan prevalensi yang lebih rendah dari perkawinan pada anak di
Eropa Timur dan Asia Tengah, Asia Timur dan Pasifik, dan negara-negara Arab juga
di temukan negara-negara di mana proporsi yang relatif besar anak-anak yang sudah
menjadi pengantin, seperti dalam Republik Moldova 19%, Indonesia 22% dan Yaman
32% (United Nations Population Fund, 2012).
Angka kejadian pernikahan dini di Indonesia sendiri yakni, Kalimantan Selatan
9% sebagai provinsi dengan persentase perkawinan dini (<15 tahun) tertinggi, Jawa
3
barat 7,5%, serta Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah masing-masing 7% dan
Banten 6,5%. Provinsi dengan persentase perkawinan dini (15-19 tahun) tertinggi
adalah Kalimantan Tengah 52,1%, Jawa Barat 50,2%, serta Kalimantan Selatan 48,4%,
Bangka Belitung 47,9% dan Sulawesi Tengah 46,3% (BKKBN, 2012).
Persentase menurut jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang berusia di
bawah 20 tahun yang sudah berstatus kawin pada tahun 2011 di Kabupaten Malang
yakni, kelompok usia 10-14 tahun untuk laki-laki sekitar 1% dan perempuan sekitar
0,36%, sedangkan untuk kelompok usia 15-19 tahun adalah 2,5% laki laki yang sudah
berstatus kawin, sementara untuk perempuan jumlahnya 16,8% dengan rata-rata Usia
Kawin Pertama (UKP) di Kab. Malang 18,89 tahun dan Kota malang 20,78 tahun
(BPS, Provinsi Jawa Timur: Hasil Susenas 2011 dalam Sudarsono, 2014). Angka
pernikahan dini di Kabupaten Malang Jawa Timur selama 2012 terus meningkat yang
dari awalnya 30,5% pada 2011, dan 32,49% pada 2012. (Rachman, 2013). Sementara di
daerah Ngantru Kecamatan Ngantang, usia pernikahan dini mencapai hampir 70% dari
jumlah penduduknya, kejadian ini disebabkan oleh tingkat pendidikan, kurangnya
motivasi dan budaya yang berkembang dalam desa bahwa wanita yang tidak segera
menikah di umur yang muda akan di cap sebagai perawan tua. Kedua faktor tersebut
secara signifikan dapat menyebabkan meningkatnya angka kejadian pernikahan usia
dini yakni kurang dari 20 tahun di desa Ngantru Kecamatan Ngantang.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa 73% ibu muda dari hasil pernikahan dini
di india menunjukkan hubungan yang signifikan dengan bayi, diare, malnutrisi, berat
badan lahir rendah, dan kematian. Bayi yang lahir dengan tubuh kerdil dan berat badan
lahir rendah saja yang tetap signifikan dalam analisis. Tercatat terdapat efek pernikahan
dini ibu terhadap kesehatan anak laki-laki lebih besar dibandingkan terhadap anak
perempuan (Raj et al, 2010).Selama masa anak-anak atau remaja tubuh berada dalam
4
tahap berkembang. Jika kehamilan terjadi selama tahap ini gizi harus cukup untuk
pertumbuhan ibu selain untuk bayinya. Keadaan bayi saat lahir dapat dipengaruhi oleh
ketidakmatangan biologis, kehamilan yang tidak diinginkan, tidak memadai perawatan
perinatal, gizi ibu buruk dan stres. Kehamilan pada usia dini telah menunjukkan
hubungan dengan risiko yang lebih tinggi dari prematuritas, berat badan lahir rendah,
preeklamsia dan anemia dibandingkan dengan kehamilan saat usia dewasa (Kamini dan
Avvaru, 2014).
Ibu dengan umur di bawah 20 tahun merupakan usia yang dianggap risiko
dalam masa kehamilan. Kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun memiliki risiko
tinggi panggul dan rahim masih kecil dan alat reproduksi yang belum matang.
Hubungan seksual pertama kali pada usia muda juga meningkatkan risiko kelahiran
anak dengan berat badan lahir rendah. Kelahiran bayi BBLR tergolong tinggi pada para
ibu muda yang berusia kurang dari 20 tahun (Manuaba, 2009).
Berat bayi lahir merupakan badan bayi setelah kelahiran sampai atau kurang
dari 24 jam yang di ukur dengan timbangan tidur dan dinyatakan dalam gram. Berat
badan bayi yang normal adalah antara 3000 gr sampai 4000 gr dan bila di bawah atau
kurang dari 2500 gr termasuk ke dalam berat badan lahir rendah (Ahmad, 2012). WHO
tahun 1961 mendefinisikan semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari
2.500 gram disebut Low Birth Weight Infants (Yushananta, 2001 dalam
Kesmasunsoed, 2011). Kurva pertumbuhan intrauterin Lubchenko menunjukkan
bahwa sebagian besar bayi prematur akan dilahirkan dengan berat badan yang rendah
karena dipengaruhi oleh perkembangan beberapa organ dalam tubuh bayi yang belum
sempurna atau masalah-masalah yang terjadi selama proses kehamilan (Manuaba,
2007).
5
Penyebab utama kematian neonatal adalah bayi berat lahir rendah yang di
pengaruhi oleh beberapa hal yakni ras atau genetik, status gizi ibu kurang, usia ibu
terlalu muda atau terlalu tua, perkawinan usia muda, paritas atau urutan anak dalam
keluarga, perdarahan, kebiasaan atau gaya hidup, pendidikan ibu, status ekonomi dan
penyakit yang di derita oleh ibu (Pickett, 2008). BBLR berdasarkan usia kandungan
dibedakan dalam 2 kategori yaitu BBLR karena premature (usia kandungan kurang dari
37 minggu) atau BBLR karena Intrauterine Growth Retardation (IUGR) yaitu bayi
cukup bulan tetapi berat kurang untuk usianya. (Winkjosastro, 2007 dalam Budima,
Riyanto, Juhaeriah, dan Gina, 2010).
Berat badan lahir rendah berdasarkan beratnya dibedakan menjadi Berat Badan
Lahir Sangat Rendah (BBLSR), yaitu bila bayi yang di timbang setelah lahir berat badan
lahir kurang dari 1.500 gram, dan Berat Badan Lahir Ekstrem Rendah (BBLER), yaitu
bila bayi yang di timbang setelah lahir berat badan lahir kurang dari 1.000 gram
(Leveno, 2009). Berdasarkan kurva battaglia dan Lubchenko berat lahir bayi dapat di
bagi menjadi : 1) SMK (Sesuai Masa Kehamilan), 2) KMK (Kecil untuk Masa
Kehamilan), 3) BMK (Besar untuk Masa Kehamilan). Setiap bayi yang dengan berat
badan lahir < 2500 gr di klasifikasikan sebagai berat badan lahir rendah tanpa
memperhatikan usia (Komalasari, 2009).
Masalah yang harus dihadapi oleh bayi berat badan lahir rendah misalnya,
mereka membutuhkan oksigen tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan bayi yang
lahir dengan berat badan normal, karena pusat pernafasan belum sempurna. Bayi berat
badan lahir rendah memerlukan pemberian makanan yang khusus dengan alat penetes
obat atau pipa karena refleks menelan dan menghisap yang lemah. Kehangatan BBLR
harus diperhatikan juga, sehingga diperlukan peralatan khusus untuk memperoleh suhu
yang hampir sama dengan suhu dalam rahim. Bayi BBLR sangat membutuhkan
6
perhatian dan perawatan intensif untuk membantu mengembangkan fungsi optimum
bayi. Penanganan kasus BBLR harus dilakukan dalam ruang perawatan khusus dan
mendapatkan perawatan secara intensif (Rahayu, 2010).
Jumlah total kelahiran menurut data dari WHO menunjukkan bahwa terdapat
15,5% kelahiran dengan BBLR di dunia. Kelahiran dengan BBLR dua kali lebih banyak
di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju seperti di Asia mencapai
72%, sedangkan di Asia Selatan diperkirakan setiap tahunnya terjadi BBLR pada 15-30
juta bayi yakni sekitar lebih dari 20 % dari total bayi lahir. Di Indonesia persentase
angka kelahiran bayi yang mengalami BBLR mencapai yakni 11,1% pada tahun 2010
(Badan Litbangkes, Kemkes RI, Riskesdas, 2010).
Angka kejadian BBLR dari hasil laporan Dinas Kesehatan Kabupaten atau
Kota 2012, tercatat jumlah bayi dengan berat badan lahir rendah di Jawa Timur
mencapai 3,32% diperoleh dari persentase 19.712 bayi BBLR dari 594.461 bayi baru
lahir yang ditimbang. Angka tertinggi di Kota Madiun yakni sebesar 9,66% dan
terendah di Kabupaten Bangkalan sebesar 1,25%. Persentase angka kejadian bayi
BBLR di Kabupaten malang sendiri mencapai 3,44% relatif tinggi. BBLR merupakan
salah satu penyebab kematian neonatal, di samping kelainan bawaan dan lain-lain
(Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2012). Laporan Tribulan (LB3) Kesehatan Ibu
dan Anak (Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur) tahun
2012, kematian neonatal yang disebabkan oleh BBLR mencapai 38,03% dan angka ini
merupakan angka tertinggi dibandingkan penyebab lainnya. WHO memperkirakan
sekitar 25 juta bayi BBLR lahir tiap tahun di dunia ini merupakan 17% dari total
kelahiran hidup. Hampir 95 % dari bayi BBLR ini lahir di negara berkembang dan
sebagian besar di antaranya lahir dari ibu usia remaja (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur, 2012).
7
Bayi dengan berat badan yang rendah merupakan masalah yang perlu mendapat
perhatian khusus karena mempunyai risiko mortalitas yang tinggi dan mungkin juga
terdapat penyakit maternal dan fetal yang menyertai. BBLR dapat mengakibatkan
dampak psikologis dan neurologis saat bayi masih hidup dan akan menjadi masalah
baru dalam lingkungan keluarganya (Manuaba, 2007). Terdapat tiga faktor yang dapat