IKHTISAR EKSEKUTIF Penerapan perjanjian Free Trade dalam pembangunan ekonomi wilayah serta peluncuran target MDGs 2015 dalam upaya pengentasan kemiskinan, besar ataupun kecil, akan memberikan dampak terhadap arah kebijakan pembangunan di segala strata dan sektor sampai ke tingkat yang paling bawah, termasuk di dalamnya pembangunan pertanian di daerah. Disamping itu, perubahan struktur dan tuntutan kemasyarakatan akan produk yang berkualitas dan berwawasan lingkungan juga telah berimbas terhadap akuntabilitas arah pembangunan pertanian dan kehutanan. Selain itu, sektor pertanian merupakan sektor strategis yang harus didukung keberlagsungannya sebagai faktor pendorong percepatan pembangunan wilayah pedesaan dan juga merupakan sektor yang memperkuat ketahanan pangan, sebagai bahan baku pengolahan untuk agroindustri pedesaan, membuka kesempatan kerja dan perbaikan pendapatan petani. Jika dilihat dari fungsi, sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Bandung. Menurut World Bank (2008), lima karakteristik yang harus dipenuhi untuk pembangunan pertanian berkelanjutan dalam pembangunan wilayah adalah (1) Established Preconditions; (2) Comprehensive; (3) Differentiated dan kemitraan yang solid; (4) berkelanjutan, sinergitas antara ekonomi, sosial, dan lingkungan; dan (5) Feasible dalam manajemen data, penganggaran, program, kebijakan, dan dampak. Karakteristik tersebut harus menjadi agenda khusus dari hirarki kepemerintahan. Pada tahun 2012, Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan yang merupakan lembaga teknis di Kabupaten Bandung diarahkan untuk mengkolaborasikan partisipasi masyarakat tani lokal, hirarki kepemerintahan, dan stakeholder pendukung lainnya (seperti lembaga penelitian/ universitas sebagai mediator dan fasilitator transfer teknologi, lembaga financial, dan lembaga lainnya) untuk membentuk manajemen kemitraan dan manajemen rantai pasok. Arah pembangunan pertanian tersebut dirumuskan dalam bentuk visi, misi, tujuan dan sasaran, serta strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut yang dijabarkan dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan yang perlu dilaksanakan secara bertahap pada periode tahun 2011 sampai dengan 2015. Dalam rangka mengantisipasi kecenderungan perubahan-perubahan yang terus berlangsung pada lingkungan strategis pembangunan pertanian, Dinas Pertanian harus menetapkan visi yang ingin diwujudkan melalui pelaksanaan pembangunan pertanian di Kabupaten Bandung tahun 2011-2015 dan untuk mewujudkan visi tersebut, perlu disusun misi yang akan ditempuh. Visi pembangunan pertanian dari Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung adalah “Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan agribisnis berkelanjutan berbasis sumberdaya lokal menuju keunggulan bersaing global, maju, mandiri, dan berwawasan lingkungan”. Adapun komposisi APBD Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012, meliputi;
134
Embed
BAB I. PENDAHULUAN - bandungkab.go.id · pada tingkat kegiatan tersebut tentunya mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran dari program dan kebijaksanaan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
IKHTISAR EKSEKUTIF
Penerapan perjanjian Free Trade dalam pembangunan ekonomi wilayah serta peluncuran target MDGs 2015 dalam upaya pengentasan kemiskinan, besar ataupun kecil, akan memberikan dampak terhadap arah kebijakan pembangunan di segala strata dan sektor sampai ke tingkat yang paling bawah, termasuk di dalamnya pembangunan pertanian di daerah. Disamping itu, perubahan struktur dan tuntutan kemasyarakatan akan produk yang berkualitas dan berwawasan lingkungan juga telah berimbas terhadap akuntabilitas arah pembangunan pertanian dan kehutanan. Selain itu, sektor pertanian merupakan sektor strategis yang harus didukung keberlagsungannya sebagai faktor pendorong percepatan pembangunan wilayah pedesaan dan juga merupakan sektor yang memperkuat ketahanan pangan, sebagai bahan baku pengolahan untuk agroindustri
pedesaan, membuka kesempatan kerja dan perbaikan pendapatan petani. Jika dilihat dari fungsi, sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Bandung.
Menurut World Bank (2008), lima karakteristik yang harus dipenuhi untuk pembangunan pertanian berkelanjutan dalam pembangunan wilayah adalah (1) Established Preconditions; (2) Comprehensive; (3) Differentiated dan kemitraan
yang solid; (4) berkelanjutan, sinergitas antara ekonomi, sosial, dan lingkungan; dan (5) Feasible dalam manajemen data, penganggaran, program, kebijakan, dan dampak. Karakteristik tersebut harus menjadi agenda khusus dari hirarki kepemerintahan. Pada tahun 2012, Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan yang merupakan lembaga teknis di Kabupaten Bandung diarahkan untuk
mengkolaborasikan partisipasi masyarakat tani lokal, hirarki kepemerintahan, dan stakeholder pendukung lainnya (seperti lembaga penelitian/ universitas sebagai mediator dan fasilitator transfer teknologi, lembaga financial, dan lembaga lainnya) untuk membentuk manajemen kemitraan dan manajemen rantai pasok.
Arah pembangunan pertanian tersebut dirumuskan dalam bentuk visi, misi, tujuan dan sasaran, serta strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut yang dijabarkan dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan yang perlu dilaksanakan secara bertahap pada periode tahun 2011 sampai dengan 2015. Dalam rangka mengantisipasi kecenderungan perubahan-perubahan yang terus berlangsung pada lingkungan strategis pembangunan pertanian, Dinas
Pertanian harus menetapkan visi yang ingin diwujudkan melalui pelaksanaan pembangunan pertanian di Kabupaten Bandung tahun 2011-2015 dan untuk mewujudkan visi tersebut, perlu disusun misi yang akan ditempuh. Visi pembangunan pertanian dari Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung adalah “Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan agribisnis berkelanjutan berbasis sumberdaya lokal menuju keunggulan bersaing global, maju, mandiri, dan berwawasan lingkungan”.
Adapun komposisi APBD Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012, meliputi;
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
2
a. Anggaran Pendapatan.
Pada tahun 2012, Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan
Kabupaten Bandung ditargetkan untuk menghasilkan pendapatan sebesar
Rp. 177.320.000,- (Seratus Tujuh Puluh Tujuh Juta Tiga Ratus Dua Puluh
Ribu Rupiah) dari hasil pengelolaan balai-balai benih. Sampai dengan
bulan Desember 2012, realisasi pendapatan dari 3 balai benih/kebun bibit
tersebut mencapai Rp. 177.985.000,- (Seratus Tujuh Puluh Tujuh Juta
Sembilan Ratus Delapan Puluh Lima Ribu Rupiah) atau 100,38% dari
target pendapatan yang ditetapkan atau peningkatan 0,38% serta bila
dibandingkan dengan Tahun 2011 terdapat kenaikan Rp15.085.000,-
(Lima Belas Juta Delapan Puluh Lima Ribu Rupiah) atau 9,26%.
b. Anggaran Belanja.
Berdasarkan target sebesar Rp. 16.468.261.603,- anggaran Belanja Aparatur Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Tahun 2012 mendapatkan alokasi anggaran Belanja sebesar Rp19.896.529.063,- (Sembilan Belas Miliar Delapan Ratus Sembilan Puluh Enam Juta Lima
Ratus Dua Puluh Sembilan Ribu Enam Puluh Tiga Rupiah), yang terdiri dari belanja tidak langsung Rp4.621.660.309,- dan belanja langsung Rp15.274.868.754,-.
Anggaran belanja langsung pilihan Dinas Pertanian, Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012 adalah sebesar Rp14.344.536.754,- yang dialokasikan untuk membiayai sebanyak 8 program dan 21 kegiatan. Anggaran tersebut bersumber dari APBD Kabupaten Bandung Tahun 2012 sebesar Rp12.474.591.849,-; Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang Kehutanan sebesar Rp1.310.920.000,-, dan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau APBN 2012 sebesar Rp559.024.905,-. Total realisasi anggaran Belanja Langsung Pilihan
sebesar Rp13.632.044.669,- dan terdapat sisa anggaran sebesar Rp712.492.085,-.
1. Peningkatan Kesejahteraan Petani 2. Peningkatan Ketahanan Pangan Pertanian/Perkebunan; 3. Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Pertanian/Perkebunan;
4. Penerapan Teknologi Pertanian/Perkebunan; 5. Peningkatan Produksi Pertanian/Perkebunan; 6. Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Hutan 7. Rehabilitasi Hutan dan Lahan. 8. Perlindungan dan Konservasi Sumberdaya Hutan
Secara umum permasalahan yang menghadang pelaksanaan program/kegiatan adalah (1) kondisi iklim yang kurang menentu beberapa waktu belakangan ini; dan (2) kedekatan wilayah Bandung dengan Kota mendorong tingginya alih fungsi lahan. Meskipun demikian, secara keseluruhan pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bandung pada tahun 2012 dapat dikatakan telah berhasil mencapai sasaran kinerja yang telah ditetapkan, baik dilihat dari indikator input, output, outcome, benefit maupun impact. Evaluasi terhadap pelaksanaan 21 kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
3
pada tahun 2012 bahkan mampu menghasilkan efisiensi dari aspek penggunaan anggaran tanpa mengurangi nilai fungsional substansi kegiatan. Keberhasilan pada tingkat kegiatan tersebut tentunya mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran dari program dan kebijaksanaan pembangunan pertanian di Kabupaten Bandung pada tahun 2012, baik dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas komoditas pertanian, pengembangan agribisnis terpadu, dan pengendalian ketersediaan pangan dalam rangka ketahanan pangan. Meningkatnya geliat usaha agribisnis dan berkembangnya diferensiasi usaha berbasis agribisnis melalui pendekatan kemitraan usaha dalam pembentukan collective efficiency merupakan salah satu dampak positif pembangunan pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang secara makro ekonomi dapat dilihat dari adanya peningkatan PDRB sektor pertanian di Kabupaten Bandung. Selain itu, pengelolaan lingkungan hidup melalui konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan menunjukan arah yang lebih baik dan terintegrasi dalam pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan.
Pembangunan pertanian merupakan aktivitas pembangunan masyarakat seutuhnya yang multistakeholder, maka dari itu peran serta aktif berbagai stakeholder sangat dibutuhkan dalam menunjang pelaksanaan pembangunan pertanian, baik dari instansi pemerintah lain maupun masyarakat itu sendiri.
DAFTAR ISI
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
4
KATA PENGANTAR .................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................. ii
IKHTISAR EKSEKUTIF ……………………………………………………… iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kegiatan ......................................................... 2
3.1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan ....………………................. 19
4.1. Komoditas Unggulan Kabupaten bandung dan Nasional 20
4.2. Sasaran Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura 2011-2015
……………………………………………………….
21
4.3. Sasaran Produksi Komoditas perkebunan Rakyat ....…. 21
4.4 Daftar Pengumpul Data Statistik Tanaman Pangan dan
Hortikultura ……………………....……………….................
31
4.5. Nama Tanaman dan bentuk Hasil Tan. Pangan ............ 32
4.6. Nama Tanaman dan bentuk Hasil Tan.Hortikultura ….. 32
4.7. Faktor Konversi Bahan Makanan Yang Dipakai Untuk
perhitungan Produksi ………………………………………...
43
4.8. Konversi Luas Bersih dari Luas Kotor Bidang Sawah Menurut
Golongan Luas Sawah (%) ....…………………….
46
DAFTAR GAMBAR
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
7
No Judul Halaman
1.
2.
3.
Kontribusi Sektor pertanian dalam Pembangunan Wilayah
Lima Target Utama Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan
periode 2011-2015 …………….…………….…..
Fungsi Data Statistik dan Informasi bagi Lembaga Pemerintah ……
3
9
10
4. Aliran Data dalam Organisasi Dinas Pertanian .............. 10
DAFTAR LAMPIRAN
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
8
No Judul
1.
2.
3.
4.
5.
Pencapaian Luas Tanam Padi Palawija 2011/2012 Terhadap sasaran MT
2011/2012 Jawa Barat
Pencapaian Produksi Sayuran (Tomat, Cabe, Cabe Rawit, Bawang Merah,
Kubis, Kentang) Jawa barat Tahun 2012
Sasaran Tanam (2012/2013), Panen dan Produksi Komoditas Padi dan
Palawija Kabupaten Bandung Tahun 2012
Sasaran Produksi dan Produktivitas komoditas Perkebunan Utama (Cengkeh,
Kopi, Teh, Tembakau) Tahun 2011-2015
Realisasi Tanam (2011/2012), Panen dan Produksi Padi Palawija Kabupaten
Bandung tahun 2012
6. Realisasi Tanam, Panen dan Produksi komoditas Hortikultura (Tomat, Cabe
Besar, Bawang Merah, Kubis, Kentang, Tan. Buah-buahan, Tan. Hias dan tan.
Obat-obatan) Kabupaten Bandung tahun 2012
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
9
BAB I. PENDAHULUAN
DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN, DAN KEHUTANAN
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelaksanaan kegiatan tahun 2012 diarahkan menjaring kerjasama
dan kemitraan di antara para pelaku yang terlibat dalam pembangunan
pertanian perkebunan, dan kehutanan. Bahwa sebagai salah satu upaya
mengevaluasi kinerja pelaksanaan pembangunan dan dalam rangka
meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdayaguna,
berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab, dan untuk memantapkan
pelaksanaan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai wujud
pertanggungjawaban dalam mencapai misi dan tujuan instansi
pemerintah, serta dalam rangka perwujudan good governance yang
merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan
aspirasi masyarakat dan untuk mencapai tujuan serta cita-cita berbangsa
dan bernegara.
Disamping itu, sesuai yang diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Surat Edaran
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 tentang Penyampaian Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2011, bahwa Laporan akuntabilitas kinerja merupakan kewajiban dari setiap instansi pemerintahan pada akhir tahun berlaku sebagai laporan pertanggungjawaban secara sistematik dan
melembaga. Laporan tersebut untuk mengukur seberapa jauh tingkat kinerja dan keberhasilan pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dan tertuang dalam Rencana Kerja Tahunan Instansi Pemerintahan.
Akuntabilitas merupakan kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi. Sedangkan kinerja itu sendiri merupakan hal mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi
dan visi organisasi. Oleh sebab itu, Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah merupakan perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawaban keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan organisasi.
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
11
Untuk menindaklanjuti hal tersebut, Dinas Pertanian, Perkebunan,
dan Kehutanan Kabupaten Bandung menyusun laporan akuntabilitas
kinerja (LAKIP) tahun 2012, sebagai upaya pertanggungjawaban
keuangan dan kinerja dinas untuk menilai tingkat keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan organisasi yang terkait dengan pembangunan
pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang tertuang dalam Rencana
Strategis Tahun 2010-2015 dan Renja tahun 2012. Diharapkan Laporan
Akuntabilitas Kinerja tersebut dapat digunakan sebagai barometer Dinas
Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan dalam memprediksi, memproyeksi,
dan conjectures program/kegiatan di tahun-tahun berikutnya, secara
efektif, efisien dan responsif.
1.2. Dasar-dasar Penyusunan Laporan
Penyusunan Laporan Akuntabilitasi Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) Tahun 2012 mempertimbangkan landasan hukum, sebagai berikut:
a. Landasan Idiil Pancasila
b. Landasan Konstitusional Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
c. Landasan Operasional :
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286).
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara.
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400).
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional;
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437).
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
12
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438).
7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan
dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
8. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2001 tentang Pelaporan
Penylenggaraan Pemerintahan Daerah, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4124
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004
tentang Rencana Kerja Pemerintah;
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2004
tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian
Negara/Lembaga;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.
12. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2005 Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 – 2009.
13. Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014.
14. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah;
15. Kepmendagri Nomor 050-188/Kep/Bangda/2007 tentang Pedoman
Penilaian Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah/RPJMD).
16. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan
Nomor 28 Tahun 2010; Nomor 0199/M PPN/04/2010; Nomor PMK
95/PMK 07/2010, tentang Penyelarasan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014.
17. Peraturan menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja
dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;
18. Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011
tentang Penyampaian Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2011;
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
13
19. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 6 Tahun 2004
tentang Transparansi dan Partisipasi dalam Penyelenggaraan
Pemerintah di Kabupaten Bandung.
20. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No. 8 Tahun 2005 tentang
Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunaan Daerah.
21. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 2 Tahun 2006
tentang Alokasi Dana Perimbangan Desa di Kabupaten Bandung
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten
Bandung Nomor 24 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Kabupaten Bandung Nomor 2 Tahun 2006 tentang Alokasi
Dana Perimbangan Desa di Kabupaten Bandung.
22. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 3 Tahun 2006
tentang Pedoman Kerjasama Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung.
23. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 2 Tahun 2007
tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah.
24. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 17 Tahun 2007
tentang Urusan Pemerintahan Kabupaten Bandung.
25. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 11 tahun 2011
tentang Rancangan awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Kabupaten Bandung Tahun 2011-2015.
26. Peraturan Bupati Bandung Nomor 41 Tahun 2011 tentang Rencana
Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Bandung Tahun
2012 beserta perubahannya Nomor 26 Tahun 2012.
27. Surat Edaran Bupati Bandung Nomor 130.04/22/Org tentang
Penetapan Kinerja dan Penyusunan LAKIP SKPD.
1.3. Gambaran Umum SKPD
1.3.1. Susunan Organisasi
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 20 tahun 2007 tanggal 17 Desember 2007 tentang “Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Bandung” dibentuk Dinas Pertanian,
Perkebunan dan Kehutanan yang dipimpin oleh pejabat setingkat eselon II dengan susunan unit kerja eselon III terdiri dari : Sekretaris Dinas, Bidang Pertanian Tanaman Pangan, Bidang Hortikultura, Bidang Perkebunan dan Bidang Kehutanan. Selain itu terdapat 3 UPTD eselon IV
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
14
yaitu UPTD Alat Mesin Pertanian dan Proteksi Tanaman, UPTD Benih Tanaman dan UPTD Pengembangan Usaha Tani, seperti terlihat pada Gambar 1.1 dan Gambar 1.2.
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
20
12
15
KEPALA
DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN, DAN
KEHUTANAN
SEKRETARIS DINAS
SUB BAGIAN
PENYUSUNAN PROGRAM
SUB BAGIAN
UMUM DAN KEPEGAWAIAN
SUB BAGIAN
KEUANGAN
BIDANG TANAMAN PANGAN
PERTANIAN
BIDANG
HORTIKULTURA
BIDANG
PERKEBUNAN
BIDANG
KEHUTANAN
SEKSI
SARANA DAN PRASARANA
SEKSI
PENGEMBANGAN PRODUKSI
SERELIA, KACANG-KACANGAN,
DAN UMBI-UMBIAN
SEKSI
PASCA PANEN, PENGOLAHAN,
DAN PEMASARAN HASIL
SEKSI
PENGEMBANGAN PRODUKSI
SAYURAN
SEKSI
PENGEMBANGAN PRODUKSI
TAN. HIAS, TAN. BUAH, DAN
TAN. OBAT
SEKSI
PASCA PANEN, PENGOLAHAN,
DAN PEMASARAN HASIL
SEKSI
PENGEMBANGAN PRODUKSI
PERKEBUNAN
SEKSI
PASCA PANEN, PENGOLAHAN,
DAN PEMASARAN HASIL
SEKSI
PENGENDALIAN
SEKSI
PENGEMBANGAN DAN
PEMANFAATAN SD HUTAN
SEKSI
REHABILITASI LAHAN DAN
KONSERVASI TANAH
SEKSI
PERLINDUNGAN DAN
PENGENDALIAN HUTAN
UPTD
JAFUNG
Gambar 1.1 struktur organisasi Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
20
12
16
KEPALA
DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN, DAN
KEHUTANAN
KEPALA UPTD
ALSINTAN DAN PENGENDALIAN OPT
KEPALA UPTD
PENGEMBANGAN BENIH
KEPALA UPTD
PENGEMBANGAN USAHA
KEPALA SUB BAGIAN
TATA USAHA
KEPALA SUB BAGIAN
TATA USAHA
KEPALA SUB BAGIAN
TATA USAHA
JAFUNG
Gambar 1.2 struktur organisasi UPTD Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan
1.3.2. Bidang Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi
Tugas pokok Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan berdasarkan Perda Kab. Bandung No. 20 tahun 2007 adalah merumuskan kebijakan teknis operasional di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan yang meliputi pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan kehutanan serta melaksanakan ketatausahaan Dinas.
Menindaklanjuti Perda tersebut, maka pada tanggal 26 Februari 2008 terbentuk Peraturan Bupati Bandung tahun 5 tahun 2008 tentang “Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Daerah kabupaten Bandung”. Berdasarkan Peraturan Bupati tersebut, tugas pokok kepala dinas pertanian,
perkebunan dan kehutanan adalah memimpin, merumuskan, mengatur, membina, mengendalikan, mengkoordinasikan dan mempertanggung-jawabkan kebijakan teknis pelaksanaan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan sebagian bidang pertanian dan ketahanan pangan serta bidang kehutanan.
Adapun tugas pokok dan Fungsi Kesekretariatan: memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di bidang pengelolaan pelayanan kesekretariatan yang meliputi pengkoordinasian penyusunan program, pengelolaan umum dan kepegawaian serta pengelolaan keuangan:
a. penetapan penyusunan rencana dan program kerja pengelolaan
pelayanan kesekretariatan;
b. penetapan rumusan kebijakan koordinasi penyusunan program dan
penyelenggaraan tugas-tugas Bidang secara terpadu;
c. penetapan rumusan kebijakan pelayanan administratif Dinas;
d. penetapan rumusan kebijakan pengelolaan administrasi umum dan
kerumahtanggaan;
e. penetapan rumusan kebijakan pengelolaan kelembagaan dan
ketatalaksanaan serta hubungan masyarakat;
f. penetapan rumusan kebijakan pengelolaan administrasi kepegawaian;
g. penetapan rumusan kebijakan administrasi pengelolaan keuangan;
h. penetapan rumusan kebijakan pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan
pelaporan pelaksanaan tugas Dinas;
i. penetapan rumusan kebijakan pengkoordinasian publikasi pelaksanaan
tugas Dinas;
j. penetapan rumusan kebijakan pengkoordinasian penyusunan dan
penyampaian bahan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Dinas;
k. pelaporan pelaksanaan tugas pengelolaan pelayanan kesekretariatan;
l. evaluasi pelaksanaan tugas pengelolaan pelayanan kesekretariatan;
m. pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugas dan
fungsinya;
n. pelaksanaan koordinasi/kerja sama dan kemitraan dengan unit
kerja/instansi/ lembaga atau pihak ketiga di bidang pengelolaan
pelayanan kesekretariatan.
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
20
Sedangkan, tugas pokok dan fungsi Bidang-bidang dalam Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan:
1. Bidang Pertanian Tanaman Pangan
Tugas pokok Kepala Bidang Pertanian Tanaman Pangan adalah
memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di
bidang pengelolaan pertanian tanaman pangan yang meliputi sarana
dan prasarana, pengembangan produksi serealia, kacang-kacangan
dan umbi-umbian serta pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil.
Fungsi Bidang Pertanian Tanaman Pangan adalah :
a) menetapkan penyusunan dan program kerja pengelolaan pertanian
tanaman pangan,
b) menyelenggarakan pelamkasanaan tugas di bidang pengelolaan
pertanian tanaman pangan,
c) mengkoordinasikan perencanaan teknis di bidang pengelolaan
tanaman pangan,
d) merumuskan sasaran pelaksanaan tugas di bidang pengelolaan
pertanian tanaman pangan,
e) membina dan mengarahkan pelaksanaan tugas di bidang
pengelolaan pertanian tanaman pangan,
f) melaporkan pelaksanaan tugas pengelolaan pertanian tanaman
pangan,
g) mengevaluasi pelaksanaan tugas pengelolaan pertanian tanaman
pangan, melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang
tugas da fungsinya serta
h) melaksanakan koordinasi/kerjasama dan kemitraan dengan unit
kerja/instansi/lembaga atau pihak ketiga di bidang pengelolaan
pertanian tanaman pangan.
2. Bidang Hortikultura
Tugas pokok Kepala Bidang Hortikultura adalah memimpin,
mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di bidang
pengelolaan hortikultura yang meliputi pengemangan produksi
sayuran, tanaman hias, buah-buahan dan obat-obatan serta pasca
panen, pengolahan dan pemasaran hasil.
Fungsi Bidang Hortikultura adalah :
a) menetapkan penyusunan dan program kerja pengelolaan
hortikultura
b) menyelenggarakan pelaksanaan tugas di bidang pengelolaan
hortikultura
c) mengkoordinasikan perencanaan teknis di bidang pengelolaan
hortikultura
d) merumuskan sasaran pelaksanaan tugas di bidang pengelolaan
hortikultura
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
21
e) melaporkan pelaksanaan tugas pengelolaan hortikultura
f) mengevaluasi pelaksanaan tugas pengelolaan hortikultura
g) melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugas da
fungsinya serta
i) melaksanakan koordinasi/kerjasama dan kemitraan dengan unit
kerja/instansi/lembaga atau pihak ketiga di bidang pengelolaan
hortikultura
3. Bidang Perkebunan
Tugas pokok Kepala Bidang Perkebunan adalah memimpin,
mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di bidang
pengelolaan perkebunan yang meliputi pengembangan produksi
perkebunan, pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil serta
pengendalian.
Fungsi Bidang Perkebunan adalah :
a) menetapkan penyusunan dan program kerja pengelolaan
perkebunan
b) menyelenggarakan pelamkasanaan tugas di bidang pengelolaan
perkebunan
c) mengkoordinasikan perencanaan teknis di bidang pengelolaan
perkebunan
d) merumuskan sasaran pelaksanaan tugas di bidang pengelolaan
perkebunan
e) membina dan mengarahkan pelaksanaan tugas di bidang
pengelolaan perkebunan
f) melaporkan pelaksanaan tugas pengelolaan perkebunan
g) mengevaluasi pelaksanaan tugas pengelolaan perkebunan
h) melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugas da
fungsinya serta
j) melaksanakan koordinasi/kerjasama dan kemitraan dengan unit
kerja/instansi/lembaga atau pihak ketiga di bidang pengelolaan
perkebunan
4. Bidang Kehutanan
Tugas pokok Kepala Bidang Kehutanan adalah memimpin,
mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di bidang
pengelolaan kehutanan yang meliputi pengembangan dan
pemanfaatan sumberdaya kehutanan, rehabilitasi lahan dan konservasi
tanah serta perlindungan dan pengendalian hutan.
Fungsi Bidang Kehutanan adalah :
a) menetapkan penyusunan dan program kerja pengelolaan
kehutanan
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
22
b) menyelenggarakan pelaksanaan tugas di bidang pengelolaan
kehutanan
c) mengkoordinasikan perencanaan teknis di bidang pengelolaan
kehutanan
d) merumuskan sasaran pelaksanaan tugas di bidang pengelolaan
kehutanan
e) membina dan mengarahkan pelaksanaan tugas di bidang
pengelolaan kehutanan
f) melaporkan pelaksanaan tugas pengelolaan kehutanan
g) mengevaluasi pelaksanaan tugas pengelolaan kehutanan
h) melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugas da
fungsinya serta
i) melaksanakan koordinasi/kerjasama dan kemitraan dengan unit
kerja/instansi/lembaga atau pihak ketiga di bidang kehutanan.
1.4. Sumberdaya Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan
Sumberdaya manusia setiap instansi harus cakap dan memiliki sikap mental dan moral yang baik. Tahun 2011, jumlah personil di Dinas Pertanian, perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung berjumlah 81 orang dengan perincian pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Sumber daya Aparatur/Petugas Pertanian
No Klasifikasi
berdasarkan Uraian Jumlah Keterangan
1 Tingkat Pendidikan Formal Yang Ditamatkan
S2 10 S1 24 3 CPNS
D3 6 SLTA 32
SLTP 3
2 Pangkat/Jabatan
IV.c
IV.b
1
-
IV.a 6
III.d 10
III.c 6
III.b 19
III.a 13 3 CPNS
II.d 3
II.c 4
II.b II.a
I.b
5 6
1 I.c 1
3 Berdasarkan Jabatan Eselon II.b 1
eselon III.a 1
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
23
No Klasifikasi
berdasarkan Uraian Jumlah Keterangan
Eselon III.b 4
Eselon IV.a 18
Eselon IV.b 3
POPT 26 Pegawai Propinsi yg
diperbantukan
1.5. Permasalahan Utama (Strategic Issued) yang Dihadapi
1.5.1. Identifikasi Masalah
a. Keterbatasan dan Penurunan Kapasitas Sumberdaya Pertanian
Pembangunan pertanian dihadapkan kepada permasalahan permintaan
produk pertanian terutama pangan yang semakin meningkat sejalan dengan
meningkatnya pertambahan penduduk, sementara kapasitas sumberdaya
alam pertanian terutama lahan dan air terbatas dan bahkan semakin
menurun. Luas baku lahan pertanian semakin menurun karena pembukaan
lahan pertanian baru sangat lambat sementara konversi lahan pertanian terus
meningkat. Masalah konversi lahan cukup berat.
Sumber air untuk pertanian semakin langka akibat kerusakan alam,
terutama di daerah aliran sungai (DAS). Sementara itu, kompetisi
pemanfaatan air juga semakin ketat dengan meningkatnya penggunaan air
untuk rumah tangga dan industri. Besarnya tekanan penambahan penduduk
terhadap lahan berakibat pemilikan dan penggarapan semakin terfragmentasi,
sehingga jumlah petani gurem meningkat dengan rataan pemilikan lahan
yang semakin kecil.
Tingkat urbanisasi yang tinggi menyebabkan masyarakat yang terlibat
pertanian menurun drastis; yang juga berarti bahwa pangsa penduduk yang
tinggal di wilayah pedesaan akan cenderung semakin kecil. Implikasinya
adalah masyarakat yang membutuhkan pangan akan berjumlah lebih banyak
dibandingkan dengan masyarakat yang memproduksi pangan. Hasilnya
adalah tuntutan terhadap ketersediaan dan kontinuitas produksi pangan. Hal
ini dapat menjustifikasi lebih cepatnya laju pertumbuhan industri agro
dibandingkan dengan sektor pertanian. Selain itu, pergeseran pola demografis
menyebabkan munculnya sektor-sektor ekonomi baru dalam rantai pasok
pangan; seperti pada lembaga-lembaga dalam rantai tersebut.
b. Sistem Alih Teknologi Masih Lemah dan Kurang Tepat Sasaran
Sistem adopsi atau alih teknlogi dinilai masih lemah karena lambatnya
diseminasi teknologi baru (invention) dan pengembangan teknologi yang
sudah ada (innovation) di tingkat petani. Rendahnya diseminasi teknologi
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
24
disebabkan oleh beberapa hal. Sebelum diberlakukannya kebijakan otonomi
daerah, sistem penyampaian hasil teknologi dilakukan oleh penyuluh melalui
proses aplikasi teknologi di area percontohan. Pada era desentralisasi,
kegiatan penyuluhan menjadi kewenangan pemerintah daerah dan
permasalahan pada sistem penyampaian teknologi menjadi lebih kompleks
akibat dorongan fungsi penyuluhan di tingkat lapangan masih kurang
c. Kualitas, Mentalitas, dan Keterampilan Sumberdaya Petani
Rendah
Rendahnya kualitas sumberdaya manusia merupakan kendala yang
serius dalam pembangunan pertanian. Tingkat pendidikan dan keterampilan
rendah. Selama 10 tahun terakhir kemajuan pendidikan berjalan lambat.
Tahun 1992, 50 persen tenaga kerja di sektor pertanian tidak tamat SD, 39
persen tamat SD, sedangkan yang tamat SLTP hanya 8 persen (BPS, 1993).
Tahun 2002, yang tidak tamat SD menjadi 35 persen tamat SD 46 persen dan
tamat SLTP 13 persen (BPS, 2003). Rendahnya mentalitas petani antara lain
dicirikan oleh usaha pertanian yang berorientasi jangka pendek, mengejar
keuntungan sesaat, serta belum memiliki wawasan bisnis luas. Selain itu
banyak petani menjadi sangat tergantung pada bantuan/pemberian
pemerintah. Keterampilan petani yang rendah terkait dengan rendahnya
pendidikan dan kurang dikembangkannya kearifan lokal (indigenous
knowledge).
Selama ini masalah di atas diatasi melalui peningkatkan kemampuan
SDM petani dan aparat melalui kegiatan pendidikan, pelatihan, dan
penyuluhan. Untuk mendukung kegiatan tersebut sarana yang digunakan
adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada di Daerah seperti Balai
Diklat, Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, dan Sekolah Pembangunan
Pertanian.
Ketertinggalan petani dalam hal pendidikan diatasi dengan pendekatan
penyetaraan pendidikan yang selanjutnya dikaitkan dengan pelatihan
keterampilan berusahatani. Disamping itu, berbagai upaya penguatan
kapasitas petani juga perlu dilakukan terutama dalam hal pengembangan
sikap kewirausahaan, kemampuan dalam pemasaran dan manajemen usaha.
Hal ini juga menimbulkan ketergantungan yang sangat besar dari petani
terhadap lembaga-lembaga donor, termasuk institusi pemerintahan.
d. Lemahnya Koordinasi Antar Lembaga Terkait Dan Birokrasi
Kinerja pembangunan pertanian sangat ditentukan oleh keterpaduan
diantara subsistem pendukungnya, yaitu mulai dari subsistem hulu (industri
farm), subsistem hilir (pengolahan dan pemasaran) dan subsistem pendukung
(keuangan, pendidikan, dan transportasi). Keterkaitan antar subsistem sangat
erat namun penanganannya terkait dengan kebijakan berbagai sektor.
Sementara itu, Departemen Pertanian hanya memiliki kewenangan dalam
aspek budidaya/usahatani. Berbagai kebijakan yang terkait dengan produk
pertanian sering tidak harmonis dari hulu hingga ke hilir, seperti kasus
penanganan impor produk pertanian (paha ayam, daging illegal, benih kapas
transgenik).
Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya kesamaan persepsi
dan komitmen tentang peranan sektor pertanian dalam pembangunan
nasional. Apabila disepakati bahwa sektor pertanian merupakan penggerak
utama ekonomi nasioanal maka koordinasi antar instansi menjadi hal yang
sangat penting dalam menyusun kebijakan maupun implementasinya. Untuk
itu perlu perbaikan menejemen pembangunan pertanian dengan mengacu
pada UU dan Peraturan Pemerintah.
e. Kebijakan Makro Ekonomi Yang Belum Berpihak Kepada Petani
Salah satu faktor penting yang menentukan kelanjutan dan
kemampuan dayasaing usaha pertanian adalah adanya kebijakan makro yang
kondusif. Saat ini kebijakan makro ekonomi baik fiskal, moneter,
perdagangan, maupun prioritas dalam pengembangan ekonomi nasional
dinilai belum kondusif bagi keberlanjutan dan kemampuan dayasaing usaha
pertanian.
Kebijakan pemerintah yang belum memihak sektor petanian antara
lain: (1) penerapan pajak ekspor komoditas pertanian yang bertujuan untuk
mendorong industri pengolahan produk pertanian dalam negeri; (2) kredit
perbankan yang disediakan pemerintah, porsi terbesar diserap oleh
pengusaha konglomerat, sisanya adalah untuk koperasi, usaha kecil
menengah termasuk petani; (3) alokasi dana APBD untuk pembangunan
sektor pertanian kurang memadai; (4) beberapa daerah menarik biaya
retribusi yang tinggi termasuk pada komoditas pertanian sehingga
mengurangi dayasaing dan menjadi penghambat dalam investasi di sektor
pertanian; (5) pembangunan sarana dan prasarana lebih besar di perkotaan
dibanding dengan perdesaan; dan (6) liberalisasi perdagangan telah
menyebabkan membanjirnya produk pertanian yang disubsidi berlebih oleh
negara maju membuat petani kita tidak mampu bersaing. Untuk itu
diperlukan: (a) advokasi kebijakan dengan instansi terkait, dan (b) dukungan
legislatif dan stakeholders lainnya.
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
26
f. Pesatnya Pertumbuhan Industri Ritel Modern
Laju pertumbuhan industri ritel modern tidak terlepas dari pola perubahan struktur demografis; terutama di negara berkembang. Beberapa alasan yang mendasari pertumbuhan tersebut adalah; (1) Urbanisasi, yang merupakan stimulan utama pertumbuhan; (2) pergeseran pola konsumsi masyarakat pada pangan olahan dan (3) lebih rendahnya harga komoditas
pertanian di ritel modern dibandingkan dengan pasar tradisonal (harga riil). Pada masa 10 tahun mendatang, supermarket diprediksi dapat menguasai lebih dari 75 persen pangsa pasar komoditas ritel; terutama di negara-negara berkembang. Proyeksi ini dilakukan berdasarkan kecenderungan yang terjadi
di negara-negara Amerika Latin dan Asia yang memiliki angka pertumbuhan sampai dengan 30 persen per tahun. Faktor utama lainnya sebagai pendorong pertumbuhan industri ritel modern tersebut adalah integrasi perdagangan dunia; terutama flow keuangan dunia (FDI). Semakin terbuka pasar sebuah negara maka semakin besar peluang pertumbuhan ritel modern
ini.
Beberapa tren perubahan fundamental pada sektor pertanian yang disebabkan oleh pertumbuhan supermarket ini adalah; (1) sistem rantai pasok untuk komoditas pertanian yang tersentralisasi ditandai dengan meningkatnya peran teknologi informasi dan manajemen rantai pasok; (2) hilangnya
ketergantungan dan keberadaan spot market ditandai dengan semakin terspesialisasinya pelaku-pelaku dalam sistim rantai pasok pertanian; (3) inovasi bersifat institusional yang bersumber dari top leader firm di dalam industri tersebut; dan (4) standarisasi kualitas dan keamanan produk pertanian yang selalu dinamis.
g. Pergeseran Pola Permintaan Pangan
Pada konteks global, tren perubahan pada pola konsumsi pangan diindikasikan akan dan sedang membawa perubahan di dalam pasar produk-produk pertanian yang memberikan peluang kepada Indonesia beserta wilayah sentra pertaniannya. Salah satu perubahan yang dapat diamati secara empiris ditunjukkan oleh fakta bahwa sektor agro-industri memiliki laju
pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian; sektor pertanian menghasilkan bahan baku pangan (unprocessed food) sementara industri agro menghasilkan pangan olahan (processed food). Kondisi ini dapat dijustifikasi dengan melihat bahwa selalu terdapat kecenderungan laju peningkatan pendapatan per kapita masyarakat. Implikasinya adalah belanja
pangan masyarakat juga mengalami peningkatan. Namun, proporsi laju peningkatan per kapita diindikasikan lebih cepat dibandingkan dengan proporsi belanja pangan sehingga terjadi pergeseran pola belanja pangan; dari staple food yang merupakan sumber kalori paling murah ke arah pangan
yang harganya lebih mahal per unit kalori; seperti pada pangan sumber protein serta buah-buahan dan sayuran.
Sebagai bagian dari pergeseran ini, masyarakat akan mengkonsumsi lebih banyak pangan olahan dengan beberapa alasan: (1) rasio pendapatan masyarakat dan biaya pangan menjadi lebih besar karena pangan yang
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
27
unprocessed dapat diderivasi menjadi beragam jenis pangan sehingga secara riil menjadi lebih murah; (2) pangan olahan cenderung memiliki kualitas yang seragam dan lebih tahan lama sehingga dapat menghasilkan opportunity cost yang lebih rendah.
h. Tuntutan Keamanan Pangan
Sejalan dengan pergeseran produk pertanian segar kepada produk olahan maka fakta menunjukkan bahwa sisi konsumsi telah memberikan perhatian lebih terhadap proses industrialisasi pertanian terutama di negara berkembang. Konsumen pangan cenderung lebih memprioritaskan kualitas
dan keamanan pangan. Hal ini berkaitan dengan semakin tingginya kesadaran konsumen terhadap potensi gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh pangan yang dikonsumsi dan kandungan pestisida dalam pangan; dimana proses produksi komoditas olahan berkaitan erat dengan tuntutan efisiensi pada industri yang berimplikasi pada penggunaan input-input modern,
teknologi dan rekayasa biologis; yang diindikasikan akan menimbulkan resiko teknis dalam penggunaanya (technological risks). Tuntutan konsumen atas keamanan pangan sangat jelas terlihat dari fenomena semakin tingginya permintaan pangan yang bersifat organik dan ”bersih”. Selain itu, lembaga-lembaga pemberi sertifikasi tingkat dunia semakin banyak terberntuk dan
keikutsertaan suatu negara dalam perdagangan internasional komoditas pertanian ditentukan oleh lembaga-lembaga tersebut.
i. Prioritas terhadap Lingkungan dan Hutan
(a). Sampah dan Limbah Pertanian
Salah satu komponen yang sangat terkait dengan sektor pertanian di masa depan adalah sampah (organik). Selain menghasilkan manfaat ekonomi, sektor pertanian diindikasikan merupakan sektor yang memiliki kontribusi yang tidak sedikit dalam konteks permasalahan persampahan yang dihadapi oleh banyak wilayah terutama kota besar.
(b). Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan
Hutan menjadi salah isu yang paling penting dalam konteks permasalahan lingkungan global. Kecenderungan terjadinya bencana alam; terutama banjir dan kekeringan, memberikan indikasi tidak lagi berfungsinya hutan sebagai penyangga ekosistem. Paradigma hutan sebagai penghasil
devisa tampaknya tidak lagi menjadi kerangka utama negara-negara penghasil produk hutan mengingat nilai kerusakan infrastruktur dan tingginya biaya mitigasi bencana akibat tidak berfungsinya hutan. Adanya pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah sebagai daerah otonom
dalam pelaksanaan pengelolaan hutan menyebabkan terjadinya distorsi kebijakan di tingkat daerah.
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
28
j. Kemunculan Industri Biofarmaka
Peran komoditas tanaman obat cenderung semakin meningkat dalam perdagangan local dan internasional. WHO telah secara eksplisit memberikan berbagai advokasi mengenai pemanfaatan tanaman obat dalam program-program kesehatan di Negara-negara berkembang. Fakta menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 50 ribu spesies tanaman yang diindikasikan
bermanfaat sebagai tanaman penghasil obat-obatan namun baru sekitar 1000 spesies yang dapat dimanfaatkan secara penuh. Kondisi ini berimplikasi pada sangat besarnya potensi pasar komoditas tanaman obat. Karakteristik produk dan nilai transaksi industri tanaman obat dipaparkan berikut ini.
Pertama (1) adalah fitofarmaka; berupa isolat aktif yang berasal dari tanaman obat. Nilai transaksi jenis produk ini diestimasi mencapai 13.5 milyar dolar dengan pertumbuhan sebesar 6.3 persen per tahun. (2) Ekstrak botani atau herbal; merupakan jenis produk tanaman obat non ekstrak. Beberapa negara tujuan ekspor utama adalah AS, Jerman, Perancis dan negara-negara
Eropa lainnya. Nilai transaksi produk tersebut diestimasi sebesar 35 milyar dolar dengan laju pertumbuhan sebesar 20 persen per tahun. (3) Nutrasetikal; berupa produk suplemen pada pangan dengan nilai transaksi sebesar 5.5 milyar dolar. (4) Bahan mentah (raw) tanaman obat dengan nilai transaksi mendekati 30 milyar dolar per tahunnya.
Berkaitan dengan karakter industri tanaman obat tersebut, pertumbuhan diciptakan melalui berbagai bentuk bio-partnerships antara industri dan petani. Hubungan ini lebih bersifat sebagai suatu perpaduan yang strategis antara ilmu farmasi modern dan tradisional (indigenous knowledge); yang merupakan domain dari masyarakat tradisional. Kondisi ini menunjukkan
bahwa pembangunan dan pengembangan komoditas tanaman obat dititikberatkan pada eksplorasi lebih jauh pada tanaman obat yang belum termanfaatkan dengan dukungan kesinergian dari indutri-industri farmasi.
k. Label Perdagangan Etis dan Adil (Ethics and Fair Trade)
Semakin terbukanya pasar dunia dan semakin luasnya pergerakan komoditas pertanian berimplikasi kepada konvergensi tuntutan konsumen
terhadap komoditas tersebut. Selain tuntutan konsumen yang mengarah pada aspek keamanan pangan, standarisasi sosial dari sebuah komoditas pertanian yang diperdagangkan semakin keras disuarakan. Beberapa standar sosial yang harus dipenuhi oleh sebuah produk pertanian sebagai syarat untuk diterima oleh konsumen global berkaitan dengan aspek perdagangan yang
etis dan adil.
Salah satu opsi strategis masa depan yang harus diambil industri pertanan adalah memperluas pangsa pasar. Industri pertanian di India dan Cina telah menginisiasi penggunaan label ethical trade (ETI) dan fair trade (FTI) dengan tujuan merebut pangsa pasar produk pertanian di pasar Eropa. ETI dan FTI merupakan badan sertifikasi yang memberikan jaminan terhadap suatu produk agar dapat diterima konsumen. Sertifikat dari ETI akan menjamin produsen (pengolah) suatu komoditas telah memenuhi syarat-
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
29
syarat dalam menggunakan tenaga kerja sesuai dengan standar yang telah diratifikasi bersama ILO, sementara FT memberikan jaminan bahwa manfaat ekonomi yang terdapat dalam transaksi suatu komoditas (pertanian)
terdistribusi merata pada setiap komponen pasok rantai komoditas tersebut.
1.5.2. Isu-isu Strategis
Berdasarkan permasalahan utama di sektor pertanian tersebut, isu-isu
strategis dan mendasar yang harus tertangani dalam periode 2011-2015 dan
esensial untuk menunjang terciptanya pembangunan pertanian, perkebunan,
dan kehutanan yang berkelanjutan dan memiliki competititveness dan
comparativeness adalah (1) identifikasi dan penguatan potensi sumberdaya
lokal; (2) menicptakan kemitraan dan konsolidasi yang solid di antara para
pelaku usaha, stakeholders, dan pemerintahan; (3) peningkatan kualitas dan
kuantitas yang konsisten dan berkelanjutan melalui penerapan teknologi dan
SOP; dan (4) membangun infrastruktur dasar pembangunan pertanian,
perkebunan dan kehutanan. Selain itu, penguatan kelembagaan dinas,
aparatur dan institusi, menjadi isu strategis yang harus secara konsisten
ditingkatkan, sehingga cepat tanggap, informatif, regulatori, dan fasilitatori.
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
30
BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA
2.1. Rencana Strategis
2.1.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perkebunan, dan
Kehutanan
Visi pembangunan dari Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan
Kabupaten Bandung periode 2012-2015 adalah “Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan agribisnis berkelanjutan berbasis sumberdaya lokal menuju keunggulan bersaing global, maju, mandiri, dan berwawasan lingkungan”
Elemen-elemen yang menjadi jiwa dari visi tersebut adalah;
(a) Mensejahterakan masyarakat yang berarti bahwa prioritas pembangunan pertanian ditempatkan pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya; dan khususnya pada masyarakat pertanian; dimana kemampuan tukar output pertanian yang dihasilkan petani diharapkan selalu meningkat antar waktu.
(b) Pengembangan agribisnis berkelanjutan yang mengandung pengertian bahwa agribisnis merupakan suatu bentuk usahatani yang harus dikembangkan dengan meningkatkan kapasitas sumberdaya pertanian dari waktu ke waktu dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai dasar pengambilan keputusannya; yang pada gilirannya memiliki
dampak positif terhadap status kesejahteraan masyarakat pertanian dalam terminologi kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.
(c) Berbasis sumberdaya lokal yang artinya memanfaatkan semaksimal mungkin segenap potensi yang dimiliki wilayah yang meliputi beragam
sumberdaya alam, manusia dan kapital serta derajat keterkaitan wilayah yang dimiliki.
(d) Memiliki keunggulan bersaing global yang berarti bahwa output sektor pertanian dihasilkan melalui pola-pola yang terstandarisasi sehingga dapat menjamin keamanan dan kesehatan konsumen sebagai dasar dari
keunggulan komparatif dan kompetitif di pasar lokal, nasional dan internasional.
Untuk mencapai visi Pembangunan Pertanian tersebut, Dinas
Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bandung mengemban misi
yang harus dilaksanakan, yaitu:
1. Mendorong peningkatan peran sektor pertanian Kabupaten Bandung
dalam perekonomian regional dan nasional.
2. Meningkatkan akses dan ketersediaan sumberdaya pertanian yang
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
31
bersifat lokal dengan memanfaatkan teknologi untuk menjamin
keberlanjutan usaha pertanian.
3. Meningkatkan peran dan keterkaitan antar pelaku usaha melalui integrasi
wilayah produksi dan konsumsi komoditas serta produk pertanian.
4. Meningkatkan partisipasi setiap usaha pertanian terhadap pasar bebas
melalui pembenahan pola produksi, kelembagaan dan pasar.
5. Membangun agribisnis berwawasan lingkungan
2.1.2. Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah
Tujuan:
1. Menumbuhkembangkan sistem manajemen terpadu antar komoditas
pertanian dan wilayah sentra produksi
2. Menciptakan sistem produksi pertanian yang menghasilkan nilai tambah
dan memiliki keunggulan kompetitif.
3. Menjaga kualitas lingkungan dalam pembangunan pertanian, perkebunan,
dan kehutanan yang berkelanjutan
Secara lebih spesifik, tujuan dari implementasi Rencana Strategis Pembangunan Pertanian jangka lima tahun di Kabupaten Bandung memiliki
sasaran sebagai berikut:
1. Meningkatkan kesejahteraan kelompok masyarakat yang mata
pencahariannya berkaitan langsung dengan sumberdaya pertanian
terutama sub-sistem hulu dan produksi yang pada gilirannya juga pada
sub-sistem hilir.
2. Meningkatkan swasembada pangan lokal melalui peningkatan
produktivitas lahan dan komoditas pangan unggulan lokal
3. Meningkatkan posisi tawar petani melalui penguatan kelembagaan petani
serta meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani sehingga
mampu meningkatkan partisipasi dan aksesibilitas terhadap inovasi
teknologi, perkreditan, informasi pasar, dan kelestarian sumberdaya
pertanian
4. Meningkatkan keunggulan komparatif dan kompetitif produk pertanian
baik produk primer maupun olahan, sehingga mampu berdaya saing di
pasar, khususnya pasar ekspor melalui pengembangan agribisnis dalam
aglomerasi ekonomi pertanian.
5. Mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi pada pembangunan
pertanian, pengembangan agribisnis, dan informasi pasar
6. Mengembangkan usaha ekonomi produktif dalam upaya stabilitas kualitas
lingkungan hutan dan lahan
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
32
Rencana Strategis ini setelah disepakati oleh semua stakeholder harus merupakan
pedoman dasar bagi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di sektor pertanian selama
sepuluh tahun kedepan. Setiap lima tahun dokumen rencana strategis harus ditinjau kembali
dan kemudian direvisi apabila diperlukan. Pedoman ini setelah disahkan akan menjadi
dokumen arahan bagi penyusunan rencana pembangunan tahunan dengan target dan
sasaran pembangunan yang lebih terarah, efektif, dan efisien. Selanjutnya, Rencana Strategis
juga harus dijadikan sebagai bahan evaluasi setiap tahun, merupakan masukan bagi
perbaikan program tahun berikutnya.
2.1.3. Strategi, Kebijakan dan Penetapan Rencana Kinerja Lima
Tahunan Pembangunan Pertanian dan Kehutanan Tahun
2010-2015
Kerangka migrasi strategi pembangunan pertanian menunjukkan proses penetapan dan perubahan strategi pembangunan antar waktu. Dalam hal ini, migrasi strategi pembangunan pertanian ditetapkan dalam jangka
waktu 5 tahun dengan harapan bahwa strategi-strategi yang terpilih pada setiap jangka waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan migrasi tersebut. Kelebihan dari arsitektur strategi ini adalah sifatnya yang sensitif dalam menghadapi perubahan-perubahan yang dinamis pada sektor pertanian dan
perkebunan.
Berdasarkan strategic foresight dan identifikasi kesenjangan sektor pertanian di Kabupaten Bandung, proses pembangunan pertanian dapat dibagi menjadi tiga jangka waktu dalam tiga dimensi pembangunan; yaitu dimensi produk, pasar dan institusional. Secara umum, pengembangan
subsektor tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan diarahkan pada terciptanya komoditas dan produk yang memiliki standar global. Pencapaian standar tersebut ditujukan untuk memperbesar peluang pasar produk tersebut; meskipun mungkin pada faktanya produk tersebut belum dapat menembus pasar global tetapi barriers to entry terhadap pasar internasional
telah dapat dieliminasi. Pencapaian standar tersebut dapat dicapai dengan mengikuti pola produksi komoditas dan proses pembentukan produk yang juga terstandarisasi internasional; beberapa diantaranya adalah good agricultural practices dan good manufacturing practices yang telah diratifikasi pada tingkat internasional. Sementara untuk subsektor kehutanan, strategi-
strategi yang disusun diarahkan untuk menciptakan kawasan hutan yang berkelanjutan; dimana implikasinya adalah harus adanya perubahan pola produksi, dari produksi fisik (kayu dan non-kayu) menjadi produksi barang dan jasa lingkungan (dalam hal ini adalah ekowisata). Di samping itu, hutan
dapat memberikan nilai perlindungan exsitu dan insitu.
Dalam jangka pendek, strategi-strategi yang disusun untuk setiap dimensi bersifat penentuan dan identifikasi komponen pengembangan untuk masing-masing subsektor. Strategi identifikasi sangat dibutuhkan sebagai dasar untuk strategi berikutnya; atau untuk perubahan (dan migrasi) strategi
pada jangka waktu berikutnya. Pada subsektor tanaman pangan, penentuan komoditas pertanian yang akan menjadi fokus pengembangan dan pemetaan
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
33
pelaku usaha dalam komoditas tersebut (beserta stakeholders-nya) dirasakan sangat relevan sebagai dasar pengembangan selanjutnya. Selain dari komoditas, wilayah dimana komoditas tersebut dapat dikembangkan juga
menjadi dasar dari pengembangan komoditas. Sebagai justifikasi, pengembangan suatu komoditas memerlukan keterkaitan antara aspek spasial dengan jaringan usahatani komoditas tersebut. Keunggulan komoditas dapat dicapai dengan memanfaatkan dampak tumpahan (spillover effect) yang cenderung terjadi pada wilayah-wilayah sentra produksi pertanian yang
berkelompok membentuk cluster. Cluster sentra produksi berbagai komoditas pertanian yang terbentuk secara alami di Kabupaten Bandung.
Pada subsektor perkebunan, inventarisasi teknologi produksi dan upaya penerapannya menjadi komponen yang cukup penting mengingat
permasalahan yang dihadapi bermuara pada sisi produksi dan pengolahan hasil. Sementara pada subsektor kehutanan, komponen-komponen kelembagaan merupakan komponen penting karena permasalahan yang dihadapi adalah mengenai konflik pemanfaatan sumberdaya alam dan penanganan lahan dan air.
Strategi identifikasi tersebut selanjutnya dilengkapi dengan upaya-upaya mengembangkan pola produksi yang konvergen pada konsep good agricultural practices (GAP). GAP harus dijadikan dasar pada proses pembangunan pertanian karena konsep ini memuat pola produksi yang bersifat holistik dan dapat diterapkan secara spesifik pada setiap jenis sistem
agroekologis. Pengadopsian konsep ini dapat dilakukan setelah wilayah dan komoditas utama telah teridentifikasi. Selanjutnya diperlukan proses penerjemahan prinsip-prinsip GAP tersebut sesuai dengan karakteristik wilayah dan komoditas yang bersangkutan.
Strategi jangka pendek juga akan diwarnai dengan upaya-upaya
mengembangkan mekanisme supply chain (SCM) pada setiap komoditas. SCM merujuk pada kegiatan manajerial (koordinasi) antar pelaku dan lembaga yang terlibat dalam sektor pertanian (produksi, distribusi dan pemasaran) dengan tujuan mengahasilkan produk yang diminta oleh konsumen. Yang
menjadi penekanan pada mekanisme ini adalah proses kolaborasi perencanaan dan keterkaitan antar pelaku usahatani tersebut. Strategi ini sangat relevan dengan Dinas Pertanian Kabupaten Bandung yang berfungsi sebagai fasilitator pembangunan pertanian.
Di dalam dimensi pasar, competitive intelligence (CI) menjadi kunci
dari strategi-strategi jangka pendek. Strategi CI mencakup proses-proses yang berkaitan dengan mengumpulkan, menganalis, dan mengaplikasikan informasi yang diperoleh berkaitan dengan komoditas dan produk. Dalam operasionalisasinya, CI dapat dilakukan dengan membentuk jaringan formal dengan stakeholders yang terlibat dalam sektor pertanian. Dalam konteks ini,
CI lebih ditekankan kepada penggalian informasi mengenai pasar komoditas dan produk pertanian. Pada gilirannya, informasi-informasi yang diperoleh akan diterjemahkan sebagai input dalam melakukan penyesuaian rencana strategis ketika pasar pertanian mengalami dinamika. Informasi-informasi yang dibutuhkan oleh Kabupaten Bandung terntunya berkaitan dengan
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
34
kekuatan dan kelemahan sektor pertanian serta peluang-peluang yang dapat dieksploitasi. Kerangka keterkaitan strategi dan migrasi stretegi disajikan pada Gambar 10.
Sebagai hasil dari jangka pendek, terdapat beberapa komponen dasar strategi yang harus diterapkan. Pada jangka menengah diharapkan telah terciptanya arah menuju pola produksi komoditas dan pasar yang bersifat kontrak (contract based). Sebagai justifikasi, pasar yang bersifat kontrak akan memberikan peluang yang lebih besar terhadap usahatani berskala kecil
untuk dapat berpartisipasi dalam pasar. Meskipun begitu, pola ini memerlukan jaringan usaha yang relatif telah terbangun; dimana usaha-usaha untuk membangun jaringan tersebut telah diinisiasi pada strategi jangka pendek. Selanjutnya, lingkungan yang dapat mendorong usahatani kecil untuk dapat
memenuhi standar dalam pola kontrak harus dikembangkan.
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
35
Gambar 2.1. Kerangka Migrasi Strategi Pembangunan Sub-Sektor Tanaman Pangan dan Perkebunan Kab. Bandung
Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
PA
SA
RK
ELE
MB
AG
AA
NP
RO
DU
K
5 Penerapan Integral Chain Care selanjutnya
(penekanan pada good manufacturing
practices, HACCP dan sistim traceability).
6 Adopsi teknologi yang tersedia untuk
pengembangan komoditas menjadi produk
derivatif;.
1 Pemetaan komoditas aktual dan potensi.
2 Penentuan fokus pengembangan komoditas.
3 Inventarisasi dan inisisasi pemanfaatan teknologi yang
tersedia pada tingkat nasional dan internasional.
4 Penyesuaian dan penerapan standar komoditas dan
terdiferensiasi. Sosialisasi dan inisiasi penerapan Integral
Chain Care tahap awal (penekanan pada sektor budidaya;
good agricultural practices, good pesticide practices).
6 Penetrasi pasar nasional untuk
komoditas terfokus beserta
produk dan produk derivatifnya.
Pemanfaatan peluang pasar
global (extenderization).
12 Pemanfaatan kekuatan
kolaborasi dan SCNM untuk
menciptakan co-innovation pada
produk. Pengembangan sistem
inovasi agribisnis.
13 Proses regenerasi dan suksesi
pada generasi muda
agripreneur.
7 Pengembangan industri
pertanian di sektor hilir.
7 Pemetaan cluster komoditas dan produk.
8 Pengembangan sistem informasi cluster.
9 Pengarahan dan pemanfaatan dana corporate
social responsibility untuk pembentukan
cluster.
10 Menciptakan iklim kondusif untuk merangsang
pembentukan aliansi strategis antar pelaku
usaha dan stakeholders. Pengembangan
biopartnership pada industri agrofarmaka.
11 Pengembangan collaborative decision making.
4 Transformasi perilaku pasar yang informal
(open negotiation based) menjadi formal
(contract based).
5 Penetrasi pasar (penekanan pada niche
market dan pasar industri).
1 Competitive intelligent. Pemetaan karakteristik dan
perilaku pasar.
2 Inventarisasi kendala barriers to entry pada pasar.
3 Pengembangan promosi generik. Inisiasi penetrasi pasar
(penekanan pada pasar ritel moderen).
1 Inisiasi untuk mentransformasi kelembagaan petani
berbasis produksi menjadi berbasis pasar (nilai).
2 Pengembangan aglomerasi di sektor pertanian.
3 Pemetaan dan identifikasi keterkaitan di antara jaringan
pelaku usaha dan stakeholders di sektor pertanian.
4 Menginisiasi pembentukan forum pada (3.) dan
merancang proses kolaborasi di dalam rantai pasokan.
5 Pemetaan industri penunjang komoditas dan produk.
6 Inisiasi pembentukan klaster agribisnis pangan dan
perkebunan. Pengembangan supply chain and network
management (SCNM).
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
36
Salah satu prasyarat bagi terciptanya pasar kontrak adalah adanya standarisasi komoditas atau produk pertanian. Pada jangka pendek, upaya-upaya standarisasi telah diinisiasi salah satunya melalui strategi adopsi
konsep GAP; dan pada jangka menengah dikembangkan lebih lanjut dengan mengadopsi konsep traceability. Konsep ini merujuk pada kelengkapan informasi pada setiap tahap produksi komoditas pertanian. Konsep ini sangat perlu diadopsi mengingat bahwa preferensi konsumen telah berubah ke arah makanan yang aman dan sehat; dimana perhatian konsumen terhadap proses
produksi akan semakin besar pada masa mendatang. Isu-isu mengenai penggunaan komoditas pertanian transgenik dan bahan kimia akan memperbesar tekanan konsumen terhadap produsen. Sejalan dengan konsep traceability, secara paralel konsep HACCP (hazard analysis and critical control points) harus dapat diterapkan. HACCP merupakan suatu pendekatan yang sistematik terhadap keamanan pangan yang dilakukan pada setiap tahap produksi pangan tersebut. Pendekatan ini dianggap sangat perlu mengingat bahwa selama ini inspeksi pangan lebih sering dilakukan pada tahap akhir produksi.
Pada sisi kelembagaan, pembangunan jangka menengah harus diwarnai dengan pengembangan kolaborasi pengambilan keputusan usaha (collaborative decision making) diantara pelaku pada sektor pertanian untuk menjamin efektivitias dari serangkaian strategi-strategi yang telah dilakukan sebelumnya. Pengambilan keputusan usahatani secara kolaboratif merupakan
strategi lanjutan dari strategi SCM; dimana kolaborasi menunjukkan bentuk hubungan antar pelaku dan lembaga dalam sektor pertanian yang bersifat partnership. Konsekuensi dari bentuk hubungan tersebut adalah adanya kontrak formal mengenai distribusi profit dan loss yang dialami dalam rantai produksi tersebut.
Dalam jangka panjang merupakan pengembangan dari strategi-strategi yang telah disusun pada jangka pendek. Dalam jangka menengah, strategi-strategi akan mengalami perubahan (penyesuaian) terhadap tujuan yang akan dicapai pada jangka panjang. Dari sekian banyak opsi strategi,
pembentukan integral chain care (ICC) pada subsektor tanaman pangan dan perkebunan perlu mendapatkan prioritas karena ICC merupakan koridor utama dalam pencapaian target pengembangan. Pada subsektor perkebunan, pembentukan aliansi strategis dengan asosiasi-asosiasi perlu dilakukan untuk dapat meningkatkan posisi tawar dari produk yang dihasilkan. Di antara
beberapa dimensi pembangunan dalam kerangka migrasi strategi, dimensi kelembagaan tampaknya belum menjadi perhatian utama. Paradigma baru dalam pembangunan pertanian menyaratkan keseluruhan dimensi mendapatkan proporsi pengembangan yang seimbang. Pembangunan pertanian di dalam dimensi kelembagaan melalui aktivitas-aktivitas yang
bersifat co-innovation, collaborative decision making dan beragam skema yang mengambil bentuk biopartnerships diharapkan akan menjamin tercapainya target pembangunan pertanian yang berkelanjutan.
Berkaitan dengan subsektor kehutanan, perencanaan dapat diterjemahkan sebagai sebuah proses pengambilan keputusan dan kegiatan
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
37
yang berkesinambungan dalam menentukan alternatif pemanfaatan dan konservasi sumberdaya hutan dengan tujuan tertentu pada jangka menengah dan jangka panjang. Dalam konteks perencanaan strategis ini,
pengembangan subsektor kehutanan diarahkan pada pemanfaatan hutan yang tidak bersifat eksploitatif sebagai altenatif dari pemanfaatan yang konvensional. Pada jangka pendek, strategi-strategi pengembangan kehutanan diarahkan pada upaya-upaya mengidentifikasi manfaat lain dari hutan dalam menghasilkan barang dan jasa lingkungan. Sebelumnya, telah
dikemukakan bahwa dari sekian alternatif pemanfaatan hutan maka ekowisata (ecotourism) menawarkan peluang yang sangat besar untuk dikembangkan. Dalam konteks ini, peran utama dari Dinas adalah sebagai koordinator dan negoisator mengingat bahwa hutan adalah sebuah barang
publik yang hingga saat ini selalu menghadapi masalah-masalah hak properti dan hak pemanfaatannya. Sebagai konsekuensi dari barang publik, terdapat banyak pelaku ekonomi yang sangat berkepentingan dalam memanfaatkan hutan; dan tidak jarang menimbulkan konflik sumberdaya. Fungsi negoisator menjadi sangat relevan dengan banyaknya pelaku ekonomi yang terlibat
tersebut.
Pada jangka menengah, strategi pengembangan beralih pada aspek penyediaan infrastruktur yang berkaitan dengan ekowisata. Selain dari anggaran belanja pemerintah, penyediaan infrastruktur tersebut dapat dilakukan melalui pihak swasata yang distimulasi dengan pemberian insentif
fiskal. Dalam pengembangannya, peranan masing-masing stakeholder dalam subsektor kehutanan menjadi sangat krusial. Keberhasilan pengelolaan hutan tentunya sangat bergantung pada komitmen dan partisipasi stakeholder. Selain itu, pendidikan informal yang berkaitan dengan konservasi sumberdaya alam harus telah disosialisikan; terutama ditujukan pada masyarakat yang
berhubungan langsung dengan hutan. Pada jangka panjang, strategi-strategi diarahkan kepada pengintegrasian ekowisata di Kabupaten Bandung pada jaringan keparawisataan nasional dan internasional. Kegiatan-kegiatan promosi menjadi kunci bagi terlaksananya strategi ini. Selain itu, objek
ekowisata tersebut telah terhubung dengan upaya-upaya konservasi lainnya yang mengarah pada proteksi wilayah yang bersangkutan.
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
38
Gambar 2.2. Kerangka Migrasi Strategi Pembangunan Sub-Sektor Kehutanan Kab. Bandung Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
PA
SA
RK
ELE
MB
AG
AA
NP
RO
DU
K
1 Identifikasi pasar barang dan
jasa lingkungan; menyusun
target pasar. Penyusunan paket-
paket produksi barang dan jasa
lingkungan.
2 Pemenuhan kebutuhan
infrastruktur minimal dengan
memanfaatkan jaringan dengan
swasta.
3 Inisiasi pengintegrasian objek
hutan ke dalam jaringan
kepariwisataan nasional dan
internasional.
1 Pemetaan stakeholders
kehutanan; terutama masyarakat
sekitar hutan. Pembentukan
komunitas hutan. Inisiasi
pembentukan jaringan bisnis
dan pendidikan.
2 Pembakuan mekanisme sharing
manfaat dan tanggung jawab
dengan stakeholders.
Pengembangan sistim
pendidikan lingkungan.
3 Pemberlakuan audit sosial
terhadap stakeholders.
Pemanfaatan kekuatan
kolaborasi untuk
menciptakan co-innovation
pada produk lingkungan.
1 Inventarisasi detil mengenai
interaksi antara hutan dengan
objek lainnya (aspek tekno-
sosio-ekonomi).
2 Adopsi dan pembakuan standar
mengenai pengelolaan hutan
sesuai konvensi internasional.
3 Konvergensi sistim pertanian
dengan produk dan jasa
lingkungan.
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
39
Tabel 2.1 Sasaran Strategis, Indikator dan Target Kinerja sampai dengan Periode 2015
SASARAN
STRATEGIS INDIKATOR KINERJA
TARGET KINERJA
TAHUN 2015 Meningkatkan swasembada
pangan lokal melalui peningkatan
produktivitas lahan dan
komoditas pangan unggulan lokal
1. Jumlah produksi komoditas
tanaman pangan unggulan:
- Padi (ton) 536.347
- Jagung (Ton) 53.386
- Ubi Kayu (Ton) 57.580
2. Jumlah produktivitas komoditas
tanaman pangan:
- Padi (kui/ha) 63,01
- Jagung (kui/ha) 64,15
- Ubi Kayu (kui/ha) 113,00
3. Prosentase kehilangan/kerusakan
hasil tanaman pangan 0,2 – 5%
4. Proporsi serangan OPT terhadap
luas tanam:
- Padi
- Jagung
11%
7%
1. Jumlah perluasan tanam yang telah
menerapkan teknologi
a. Padi
- SL-PTT
- SRI
b. SL-PTT Jagung
12.000 ha
5.000 ha
6.250 ha
2. Prosentase luas tanam yang telah
menerapkan teknologi:
a. Penggunaan Pupuk Berimbang
b. Penggunaan Benih Berlabel
- Padi
- Jagung
70%
65%
60%
Meningkatkan
keunggulan komparatif
dan kompetitif produk
pertanian melalui
pengembangan
agribisnis dalam
aglomerasi ekonomi
pertanian
1. Jumlah produksi komoditas
unggulan:
- Sayuran (ton)
- Buah-buahan (ton)
- Biofarmaka (ton)
- Tan. Hias (tangkai)
- Kopi (ton)
- Teh (ton)
- Cengkeh (ton)
1.091.180
594.473
894.960
397.543
4.407
3.495
124
2. Jumlah kelompok tani yang telah
memiliki registrasi kebun
a. Hortikultura
55 kelompok
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
40
SASARAN
STRATEGIS INDIKATOR KINERJA
TARGET KINERJA
TAHUN 2015 b. Perkebunan 10 kelompok
3. Jumlah kelompok usaha rumah
kemasan dan UPH:
a. Hortikultura
b. Perkebunan
5 kelompok
7 kelompok Mengembangkan usaha ekonomi
produktif dalam upaya stabilitas
kualitas lingkungan hutan dan
lahan
1. Jumlah usaha agribisnis hasil non-
kayu:
- Jamur
- Lebah Madu
- Ulat Sutera
5 unit
5 kel
4 kel 2. Jumlah usaha agribisnis hasil kayu 1 kelompok 3. Penanaman lahan kritis 22.906 ha
2.1.4. Kerangka Kebijakan, Strategis dan Penetapan Kinerja
Tahunan Pembangunan Pertanian dan Kehutanan Tahun 2012 Sejalan dengan visi dan misi Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten
Bandung yang telah ditentukan sebelumnya, diperlukan beragam kebijakan strategis untuk
mendukung pencapaian tujuan dan sasaran dari pembangunan sektor pertanian. Secara garis
besar, strategi, kebijakan dan program yang disusun untuk meningkatkan kesejahteraan
petani pada tahun 2012 bertujuan untuk memfasilitasi peningkatan pendapatan petani
melalui pemberdayaan, peningkatan akses terhadap sumberdaya usaha pertanian,
pengembangan kelembagaan, dan perlindungan terhadap petani. Sedangkan sasaran yang
ingin dicapai adalah: (1) meningkatnya kapasitas dan kapabilitas petani, (2) semakin
kokohnya kelembagaan petani, (3) meningkatnya akses petani terhadap sumberdaya
produktif; dan (4) meningkatnya kualitas infrastruktur pertanian.
(a). Kebijakan yang berdasarkan strategi Produksi
Kerangka kebijakan yang termasuk di dalam dimensi produk dibentuk berdasarkan target pencapaian kinerja pertanian yang berkaitan dengan sisi
produksi pertanian. Dalam rangka memperoleh keunggulan kompetitif komoditas dan produk pertanian, maka secara spesifik target jangka panjang yang akan dicapai adalah memperoleh komoditas yang telah mendapatkan standarisasi internasional dan bersifat terdiferensiasi.
Diantara berbagai opsi kebijakan di dalam dimensi pengembangan
produk, kebijakan penetapan standar mutu produksi tampaknya belum mendapatkan prioritas. Sesuai dengan target yang akan dicapai, penetapan standar mutu produksi berfungsi sebagai benchmark dan indikator kinerja produksi komoditas dan produk pertanian. Penetapan standar mutu ini merupakan akumulasi dari beberapa komponen yang dapat dijadikan acuan
dalam merencanakan program pengembangan yang lebih spesifik.
Di dalam subsektor kehutanan, kebijakan pengadopsian dan penetapan kerangka pengolahan dan pemanfaatan berdasarkan prinsip-prinsip konservasi hutan ditujukan untuk menciptakan produk dan jasa lingkungan yang dapat digunakan sebagai patokan dalam setiap jangka waktu
pembangunan. Kebijakan ini mencakup beberapa komponen pengembangan; (1) pengkajian mengenai berbagai manfaat hutan yang kemudian dapat disosialisasikan kepada setiap stakeholders; (2) pengadopsian standar internasional mengenai kegiatan pemanfaatan hutan; dan (3) penetapan regulasi sebagai koridor terlaksananya kebijakan tersebut.
(b). Kebijakan yang berdasarkan strategi Pasar
Pencapaian utama pembangunan dalam dimensi pasar adalah menciptakan peluang dan keikutsertaan komoditas dan produk pertanian di
pasar global. Kebijakan-kebijakan yang dapat memayungi proses pencapaian tersebut disajikan berikut ini.
Kebijakan Rencana Tindakan
Penetapan mekanisme yang berkaitan dengan riset pasar (identifikasi peluang pasar)
Pengembangan market-competitive
intelligence
Pengembangan inovasi pertanian
spesifik lokasi
Pengembangan alternatif sistim transaksi (pembiayaan, pengalihan resiko dan penjaminan)
Pengembangan pola contract farming.
Peningkatan fungsi fasilitasi dan advokasi antara pelaku pasar
Advokasi dan pendampingan dengan
tujuan meperkuat aspek legal usaha
pertanian
Beberapa dari kebijakan di atas yang belum mendapatkan prioritas
adalah kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan riset pasar dan peningkatan fungsi fasilitasi dan advokasi. Riset pasar sangat dibutuhkan untuk tetap menjamin kedinamisan strategi dan keberlanjutan keunggulan komoditas dan produksi pertanian yang dihasilkan. Mengingat perilaku pasar
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
42
(sisi permintaan) yang selalu berubah, maka dibutuhkan strategi yang juga dituntut untuk selalu dapat beradaptasi dengan perubahan. Dalam hal ini, riset pasar merupakan bahan bakar utama bagi upaya-upaya adaptasi yang
harus dilakukan.
Kebijakan peningkatan fungsi fasilitasi dan advokasi antara pelaku pasar juga sangat penting untuk diprioritaskan. Kebijakan ini ditujukan untuk mengantisipasi kecenderungan terjadinya kegagalan pasar yang kerap terjadi pada sektor pertanian. Selain itu, fungsi fasilitasi tentunya sangat dibutuhkan
untuk mengintegrasikan usahatani berskala kecil (tradisional) kepada alternatif-alternatif sistim transaksi moderen yang sedang mengalami pertumbuhan pesat pada saat ini.
Selain itu, sudah waktunya untuk juga dipikirkan mengenai:
pengembangan manajemen resiko usahatani dan penciptaan iklim investasi usaha yang kondusif. Untuk itu, pemerintah daerah perlu menunjukan political will yang kuat dalam menunjang para pelaku agribisnis dengan dibuatnya program-program yang spesifik. Kebijakan dan program yang berkaitan dengan pengembangan pemasaran dilaksanakan melalui program
pemasaran hasil produk pertanian/perkebunan.
(c). Kebijakan yang berdasarkan strategi kelembagaan
Pada jangka panjang, pembangunan pertanian dalam dimensi institusional ditujukan pada terciptanya sistem cluster pada sektor pertanian.
Selanjutnya cluster akan berperan sebagai media dasar dalam mengembangkan kolaborasi antar stakeholders dalam rantai produksi komoditas. Kerangka kebijakan pendukung pencapaian tersebut disajikan pada matriks kebijakan selanjutnya.
Kebijakan pertama yang harus dilakukan adalah menata kembali fungsi
pemerintah sebagai kelembagaan penunjang yang didasari oleh kebutuhan sektoral, dengan demikian akan jelas struktur dan hirarki kelembagaan pemerintah dalam sektor pertanian. Langkah tersebut diharapkan akan berdampak pada koordinasi yang baik diantara para pengambil dan pelaksana
kebijakan pengembangan pertanian. Selain itu, peningkatan profesionalisme aparatur Dinas Pertanian diharapkan menjadi akselerator terbentuknya proses kolaborasi tersebut.
Selanjutnya, kebijakan harus didukung pula dengan kebijakan pengembangan sistem koordinasi usahatani. Keragaan usahatani memerlukan
dukungan yang bersifat lintas fungsional, administrasi dan disiplin disertai dengan penggunaan teknologi (teknik) di bidang manajemen yang akan memberikan dampak signifikan terhadap kinerja sektor pertanian di Kabupaten Bandung.
Kebijakan Rencana Tindakan
Penataan fungsi tugas pemerintah yang didasari
oleh kebutuhan spesifik
Pendidikan dan pelatihan teknis SDM
Dinas Pertanian, Perkebunan, dan
Kehutanan
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
43
Kebijakan Rencana Tindakan
Peningkatan profesionalisme SDM
Dinas Pertanian, Perkebunan, dan
Kehutanan
Penetapan mekanisme keterkaitan lembaga peneltian dengan pelaku sektor
pertanian dan pasar
Peningkatan koordinasi dengan
lembaga penelitian (nasional dan
internasional) dan perguruan tinggi
(perencanaan kolaboratif)
Pengembangan sistem koordinasi dan komunikasi pertanian (E-Government)
Pengembangan lembaga pertanian di
pedesaan
Penyebaran informasi mengenai
program pembangunan pertanian
(partisipatif)
Peningkatan peran pengawasan
partisipatif program pembangunan
pertanian
Penciptaan proses pengambilan
keputusan yang bersifat kolaboratif
Mendorong berfungsinya cluster-cluster
komoditas pertanian
Pemberdayaan masyarakat kehutanan
Peningkatan partisipasi masyarakat
dalam perumusan kebijakan dan
program pemanfaatan hutan
Peningkatan kewirausahaan
masyarakat kehutanan melalui
pendidikan informal
Masih berkaitan dengan dimensi institusional, permberdayaan
masyarakat dalam rangka pembangunan sektor perkebunan dan kehutanan merupakan komponen yang paling relevan mengingat konflik sumberdaya yang sering timbul di kedua subsektor ini. Pada subsektor perkebunan, peningkatan kapasitas pekebun-pekebun berskala kecil dan buruh perkebunan dapat dilakukan melalui optimasi penggunaan isu corporate social responsibility pada perusahaan perkebunan berskala besar; termasuk di dalamnya perusahaan perkebunan milik pemerintah.
Di dalam sub sektor kehutanan, optimasi pemanfaatan hutan dapat dilakukan dengan meningkatkan keterlibatan masyarakat, terutama masyarakat pinggiran hutan. Dengan rekayasa kelembagaan, diharapkan
masyarakat menjadi aktif dalam melakukan kegiatan konservasi serta mengalihkan ekstraksi sumberdaya hutan menjadi bentuk-bentuk jasa lingkungan. Rekayasa kelembagaan tersebut dapat diinisiasi dengan mengidentifikasi hukum adat atau norma yang berlaku lokal. Selanjutnya, penentuan pengelolaan hutan dapat diformulasikan bersama-sama seluruh
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
44
stakeholders primer; sementara peningkatan kapasitas kelembagaan dapat dilakukan melalui beragam bentuk pendampingan dan advokasi.
(d) Kebijakan yang berdasarkan Pengelolaan Lingkungan
Target pencapaian pembangunan pertanian dan kehutanan berkelanjutan sebagaimana diuraikan di atas akan sangat dipengaruhi oleh fenomena perubahan iklim yang telah menjadi isu global dan sangat berdampak terhadap kelangsungan pembangunan di masa yang akan datang. Perlu upaya mengurangi dampak negatif perubahan iklim terhadap
sumberdaya dan sistem produksi pertanian serta terhadap sosial ekonomi petani dan juga peningkatan kualitas lingkungan, terutama kualitas lahan dan hutan. Oleh karena itu, untuk menyiapkan antisipasinya diperlukan analisis tentang kerentanan dampak perubahan iklim, inventarisasi dan delineasi
wilayah yang terkena dampak, serta penyusunan road map rencana aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dan lingkungan. Kebijakan ini tahun 2012, dilaksanakan melalui program Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Pembangunan pertanian didesain dengan mencermati perkembangan lingkungan global sebagai respon terhadap pembangunan yang menyeluruh di bidang lain di dalam ekonomi nasional. Kenaikan standar hidup, perkembangan teknologi termasuk di dalamnya bioteknologi, serta perkembangan pasar domestik dan pasar dunia merupakan faktor yang
mendorong tumbuh kembangnya pertanian modern sebagai bagian dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian modern yang dimaksud adalah pembangunan pertanian melalui pembangunan agribisnis dan agroindustri dengan penguatan pola kemitraan usaha tani dari industri hulu sampai industri hilir.
Di dalam memandang perencanaan pembangunan pertanian sebagai upaya peningkatan kesejahteraan petani, pembangunan harus diarahkan agar penduduk desa yang relatif miskin dapat menikmati buah dari kemajuan pembangunan nasional dan dapat memberdayakan dirinya sendiri untuk
berpartisipasi secara penuh di dalam proses pembangunan. Pemberdayaan itu juga diarhakan ke dalam suatu proses di mana rakyat dapat bergerak untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang tersedia yang disiapkan untuk memperbaiki kualitas hidup secara bertahap.
Saat ini terdapat kecenderungan dan perubahan paradigma untuk
mendesain pembangunan pertanian atas dasar perubahan dan perkembangan teknologi dan mekanisme pasar. Perubahan ini mendorong keseluruhan sektor ikut harus mampu mengubah arah dan strategi pembangunan termasuk di sektor pertanian.
Berdasarkan pertimbangan kondisi, potensi sumberdaya domestik, serta
peluang yang dimiliki, maka dapat dibuat arah pembangunan pertanian pada
masa datang di Kabupaten Bandung dengan tetap memperhatikan pola
perubahan yang terjadi di sepanjang proses kegiatan agribisnis melalui
program kerja Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan.
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
45
Setiap program/kegiatan yang direncanakan ditujukan untuk mencapai
Rencana Kerja Lima Tahunan yang dievaluasi setiap tahun. Lebih lanjut,
untuk mencapai sasaran lima tahunan tersebut, perlu ditetapkan Rencana
Kerja Tahunan. Rencana Kinerja Tahunan merupakan penjabaran dari
Rencana Kinerja Lima Tahunan. Strategis pencapaian sasaran dan tujuan
tahunan dirancang ke dalam program/kegiatan tahunan. Pada tahun 2012,
Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan menyusun Rencana Tindak ke
dalam 8 program dan 22 kegiatan. Berikut Rencana Kerja Tahunan (RKT)
Tahun 2012, antara lain (tabel 2.3):
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
46
Tabel 2.3. Penetapan Rencana Kinerja Tahunan Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Tahun 2012
1. Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Pertanian
2. Peningkatan Mutu, Produksi dan Produktivitas Produk Pertanian/Perkebunan
3. Penelitian dan Pengembangan Pemasaran Atas Hasil Produk Pertanian/Perkebunan
4. Promosi Atas Hasil Produk Pertanian/ Perkebunan 5. Pembangunan Pusat-pusat penampungan hasil
produk Pertanian/Perkebunan
6. Penyusunan database produk pangan 7. Pengembangan Pertanian pada Lahan Kering 8. Penyediaan sarana dan Prasarana Produksi
Pertanian/Perkebunan 9. Pengembangan bibit unggul pertanian/ perkebunan
2. Jumlah kelompok tani yang telah memiliki registrasi kebun
a. Hortikultura b. Perkebunan
9 kelompok - kelompok
3. Jumlah kelompok usaha rumah kemasan dan UPH:
a. Hortikultura b. Perkebunan
2 kelompok 2 kelompok
Mengembangkan
usaha ekonomi produktif dalam upaya stabilitas kualitas lingkungan hutan dan lahan
1. Jumlah usaha agribisnis hasil non-kayu:
- Jamur - Lebah Madu - Ulat Sutera
1 unit 1 kel 1 kel
1. Pengembangan hasil hutan non kayu
2. Pembuatan benih/bibit kehutanan 3. Pembinaan Pengendalian dan Pengawasan Gerakan
Rehabilitasi Hutan dan Lahan 4. Peningkatan Peran Serta Masyarakat Dalam
Rehabilitasi Hutan dan Lahan 2. Jumlah usaha agribisnis hasil kayu -
3. Penanaman lahan kritis 4.415 ha
1. Program Peningkatan Ketahanan Pangan
Salah satu tujuan dari pembangunan pertanian di Kabupaten
Bandung adalah meningkatkan produktivitas usahatani tanaman pangan melalui pola kemitraan dan meningkatkan ketahanan pangan di pedesaan. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya produktivitas tanaman komoditas pertanian unggulan per hektar dalam satu kali tanam, berkembangnya usahatani padi dan palawija dengan pola kemitraan, dan tersedianya
pangan yang cukup dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat, serta terwujudnya diversifikasi konsumsi pangan yang tercermin dari tersedianya berbagai komoditas pangan dan pangan olahan. Untuk mewujudkan tujuan pembangunan pertanian ini, Dinas Pertanian Kabupaten Bandung mengajukan beberapa strategi perencanaan
pembangunan melalui kegiatan: 1. Penyusunan Database Potensi Produk Pangan;
2. Penanganan Pasca Panen dan Pengolahan Hasil Pertanian;
3. Pengembangan Intensifikasi Tanaman, Padi Palawija;
4. Pengembangan Diversifikasi Pangan
5. Pengembangan Pertanian pada Lahan Kering;
6. Pengembangan Perbenihan dan Pembibitan;
7. Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Pertanian/Perkebunan;
8. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Pertanian /
Perkebunan;
Dengan upaya ini diharapkan mampu mencapai ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani dan gizi masyarakat yang seimbang sebagai prasyarat dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, juga meningkatkan usahatani pertanian dengan pola kemitraan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan indeks daya beli dan indeks kesehatan
masyarakat, terutama masyarakat tani di pedesaan. Adapun teknis pelaksanaan, sebagai berikut:
a. Pengidentifikasian Kelompok Sasaran
Kegiatan dilaksanakan oleh petugas lapangan untuk mengetahui
potensi sumber daya pangan, spesifikasi teknis teknologi
pengembangan, kemampuan SDM dan pengembangan bisnis
pertanian. Selain itu, juga dikumpulkan data dan informasi mengenai
kelembagaan dan budaya lokal.
1) Seleksi peserta dan jenis usaha
Berdasarkan hasil identifikasi, dilakukan seleksi dan
penentuan jenis usaha pangan lokal kepada calon peserta.
Penetapan jenis usaha dilakukan dengan studi kelayakan usaha
untuk mengetahui keuntungan dan keberlanjutan usaha. Kegiatan
ini harus dilakukan dengan hati - hati karena hasilnya menentukan
kegiatan selanjutnya.
2) Pelatihan Teknis Agribisnis
Setelah seleksi peserta, dilaksanakan pelatihan tentang
pengembangan pangan lokal yang disesuaikan dengan hasil seleksi
dan potensi wilayahnya. Mata pelajaran diberikan secara teori dan
praktek baik berupa teknis maupun manajemen usaha. Kegiatan ini
akan berhasil baik jika dilaksanakan dengan metode belajar sambil
bekerja. Pelatihan teknis agribisnis ditujukan untuk peningkatan
kesiapan penerima manfaat dalam manajerial usaha.
b. Pemberian bantuan
Bantuan dapat diberikan berupa uang, peralatan, sarana produksi
atau kombinasi keduanya. Sebaiknya bantuan tersebut diberikan
secara bertahap sesuai dengan kebutuhannya dalam kegiatan
produksi/pengolahan pangan/pertanian.
c. Pendampingan/pembinaan
Kelompok dalam mengelola usahanya, perlu diberikan
pendamping/pembina dengan keahlian sesuai dengan kebutuhan
teknis dan manajemen dari usahanya. Pendampingan dilaksanakan
selama satu tahun atau satu kali proses produksi/pengolahan
pangan/pertanian sampai dengan pemasarannya. Apabila dalam
proses pendampingan menghadapi permasalahan yang sulit
dipecahkan ditingkat lapangan, maka dapat meminta bantuan kepada
dinas/instansi teknis terkait.
d. Pembinaan pasca proyek dan pengembangannya
Walaupun pendampingan sudah selesai, pembinaan tetap
diberikan selama beberapa bulan dengan frekwensi kunjungan sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan kelompok. Pembinaan akan terus
dilanjutkan sampai kelompok dapat mengembangkan usahanya
menjadi kokoh dan mandiri termasuk mengupayakan kemitraan
dengan perusahaan mitra. Pembinaan pasca proyek ini merupakan
pembinaan rutin yang diberikan oleh petugas lapangan dari dinas
sesuai dengan bidangnya.
Adapun sasaran dari program peningkatan ketahanan pangan direncanakan tersebar di 31 kecamatan yang merupakan daerah sentra komoditas padi, palawija, dan hortikultura.
Sedangkan dampak yang diharapkan dari kegiatan tersebut, adalah:
1. Meningkatnya keragaman produksi dan konsumsi pangan.
2. Berkembangnya kegiatan perbenihan tanaman Pangan, hortikultura
dan perkebunan.
3. Berkembangnya daerah sentra produksi tanaman pangan,
hortikultura dan perkebunan.
4. Terbinanya kelompok tani dalam penerapan teknologi pertanian
organik.
5. Berkembangnya usahatani organik di pedesaan.
Kegiatan agribisnis mencakup empat subsistem, yaitu: subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness), yakni kegiatan ekonomi yang menghasilkan (agroindustri hulu) dan perdagangan sarana produksi
pertanian primer (seperti industri pupuk, obat-obatan, bibit/benih, alat mesin pertanian, dan lain-lain); subsistem usahatani (on-farm agribusiness); subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness). Keberhasilan pembangunan pertanian melalui pendekatan sistem agribisnis sangat tergantung pada tingkat kehandalan dari setiap komponen yang
menjadi subsistemnya. Untuk mencapai kehandalan yang simultan dari setiap subsistem dalam sistem agribisnis dibutuhkan uluran dan campur tangan pemerintah melalui regulasi, koordinasi, perlindungan, stimulasi, pelayanan dan penilaian terhadap seluruh subsistem dalam sistem
agribisnis beserta lingkungan yang mempengaruhinya. Selain itu, kondisi sumberdaya lingkungan serta sarana dan prasarana juga merupakan faktor yang menentukan kehidupan dan pengembangan sistem agribisnis tersebut, yang direncanakan tersebar di Kabupaten Bandung (31 kecamatan).
Sedangkan sasaran dan dampak yang diharapkan dari kegiatan ini, antara lain adalah :
1. Mendorong terbentuknya usaha agribisnis baru sebagai usaha
diversifikasi pangan;
2. Terbinanya kelompok tani dalam penerapan standar-standar mutu
produk dan teknologi pengolahan hasil; dan
3. Terfasilitasi alat mesin pengolahan pasca panen hasil pertanian dan
sarana prasarana agribisnis.
Kegiatan Pengembangan sistem informasi manajemen pertanian diarahkan untuk mencapai sasaran:
- Terkumpul, terolah, dan teranalisanya data primer komoditas
Pertanian serta peramalan produksi pertanian
- Teridentifikasinya data potensi wilayah dan agroekosistem
- Berkembangnya manajemen database pertanian
- Terlaksananya perencanaan pembangunan pertanian yang tepat
sasaran.
Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan di atas merupakan rincian
tahapan kegiatan, sehingga dapat dicapai impact yang bermanfaat bagi masyarakat tani pada khususnya. Adapun sasaran kegiatan yang ingin dicapai pada tahun 2012, sebagai berikut:
Tabel 2.4. Sasaran Kegiatan pada Program Peningkatan Ketahanan Pangan Tahun 2012
Kegiatan Sasaran Kegiatan Target
1. Penyusunan Database potensi produk pangan daerah;
a. Tersusunnya database
potensi pengembangan
pertanian berbasis tanaman
pangan, hortikultura,
perkebunan;
- Luas Tanam - Luas Panen - Produksi - Produktivitas
b. Tersusunnya sasaran intensifikasi tanaman pangan dan hortikultura
4 dokumen 12 bulan
1 dokumen
2. Penanganan Pasca Panen dan
Pengolahan Hasil Pertanian
a. Terlaksananya sosialisasi
penerapan teknologi
pengolahan dan penanganan
pasca penen
b. Terlaksananya pelatihan
internal control system;
c. Terlaksananya temu usaha
padi organik;
d. Pelatihan penanganan dan
pengolahan hasil
e. Menurunnya jumlah
kehilangan hasil (lossis)
untuk komoditas serealia
dan palawija (terutama
komoditas padi;
f. Memfasilitasi stimulan alat
dan mesin pasca panen dan
pengolahan hasil;
40 orang
20 orang 20 orang 75 orang/ 3
kecamatan 0,2-5%
9 paket
3. Pengembangan a. Target Pencapaian hasil
Kegiatan Sasaran Kegiatan Target
Intensifikasi Tanaman Padi,
Palawija
produksi dan komoditas terutama padi dan palawija,
yaitu ; Padi Jagung
b. Target pencapaian produktivitas - Padi - Jagung
c. Penerapan teknologi pemupukan berimbang dan pengadaan benih padi
palawija; d. Penerapan teknologi
budidaya padi dengan metode System Rice Intensification (SRI) atau “pengelolaan tanaman terpadu /PTT”
e. Terlaksananya SLPTT; f. Terlaksananya sosialisasi
SLPTT g. Terlaksananya sosialisasi
dan bimbingan teknis SOP GAP Padi
h. Terlaksananya bimbingan
teknis penerapan SOP GAP Jagung
i. Terlaksananya bimbingan teknis pupuk berimbang
j. Terlaksananya pengembangan kelompok pengelola UPPO
498.076 ton 51.954 ton
61,85 kuin/ha 63,00 kuin/ha
168 hektar
10 kelompok 1.550 orang
60 orang 110 orang
100 orang
6 kelompok
4. Pengembangan diversifikasi pangan
a. Terlaksananya bimbingan
teknis SOP GAP Ubi kayu
b. Terlaksananya
pengembangan ubi kayu
45 orang
1 kecamatan
5. Pengembangan Pertanian pada Lahan
Kering
a. Target pencapaian produksi: - buah-buahan
- tanaman hias
b. Berkembangnya kelompok usaha hortikultura organik
c. Berkembangnya penangkaran
574.281 ton
388.369 tgk 1 kelompok
Kegiatan Sasaran Kegiatan Target benih stroberi
d. Berkembangnya penangkaran benih kentang
e. Berkembangnya kelompok usaha dan kel. Wanita tani
f. Terlaksananya pengembangan kelompok pengelola UPPO
1 kelompok
1 kelompok 5 kelompok 1 kelompok
6. Pengembangan Perbenihan dan Pembibitan
a. Terlaksananya pemurnian
benih bersertifikat spesifikasi
lokalita;
b. Terfasilitasinya benih padi
cadangan daerah
1 varietas
11.500 kg
7. Penelitian dan Pengembangan Sumber daya Pertanian/ Perkebunan
a. Target pencapaian produksi
komoditas perkebunan: - Kopi - Teh - Cengkeh
b. Terlaksananya penilaian
perkebunan bagi PBS dan PTP
c. Terlaksananya forum kemitraan bisnis antar para pelaku usaha perkebunan
d. Terlaksananya penyusunan simakit
e. Terlaksananya rapat koordinasi gangguan usaha
perkebunan f. Terlaksananya sosialisasi IBK
dan pengendalian OPT Perkebunan
4.064 ton 3.261 ton 116 ton 17 perusahaan
50 orang
1 paket 50 orang 50 orang
8. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan mutu Produk Perkebunan
a. Berkembangnya budidaya tembakau rendah nikotin;
b. Berkembangnya industri pengolahan tembakau rakyat
15 hektar 4 kelompok
2. Program Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Pertanian/
Perkebunan
Peningkatan pemasaran hasil produksi pertanian/ perkebunan menjadi keharusan dalam mempertahankan kontinuitas usaha agribisnis
pada berbagai komoditas unggulan di sektor pertanian. Menurut Abdul
Adjid, D (2001), pasar adalah suatu tempat yang terbentuk dari usaha dua pihak yang akan berinteraksi, yaitu pembelian dan penjualan. Dengan kata lain, pasar menjadi sentra aktivitas ekonomi di dalam lingkungan dunia usaha termasuk di sektor pertanian. Stabilitas dan mekanisme pasar
termasuk ke dalam sasaran utama dalam menciptakan masyarakat ekonomi yang berswasembada. Maka dari itu, program peningkatan pemasaran hasil produksi pertanian/ perkebunan merupakan hal mutlak yang harus dilaksanakan dalam pembangunan pertanian di Kabupaten Bandung.
Salah satu sub sistem dalam sistem agribisnis adalah penataan
jaringan pemasaran guna meningkatkan posisi tawar petani dan Program peningkatan pemasaran bertujuan untuk mengembangkan dan menata jaringan pemasaran komoditas pertanian. Hal ini dirasakan perlu karena salah satu penyebab rendahnya nilai jual produk pertanian di tingkat petani di Kabupaten Bandung disebabkan oleh ketidakteraturan dan panjangnya
jalur pemasaran komoditas pertanian. Kegiatan-kegiatan ini direncanakan tersebar di 31 kecamatan di
Kabupaten Bandung. Sedangkan sasaran dan dampak yang diharapkan dari kegiatan tersebut, adalah sebagai berikut:
1. Mendorong terbentuknya rumah kemasan hasil pertanian serta
mendorong meningkat nya permintaan konsumen;
2. Mengembangkan pusat-pusat penampungan Komoditas Pertanian
skala kecil di pedesaan;
3. Terlaksananya promosi produk hasil pertanian; dan
4. Tertatanya/teraturnya jalur pemasaran komoditas pertanian.
5. Meningkatnya kesadaran serta pengetahuan petani akan produk
bermutu/unggulan pertanian serta teknologi terbaru beserta
penerapannya dalam bidang pertanian.
Pada tahun 2012, program peningkatan pemasaran hasil produksi
pertanian/perkebunan diarahkan untuk menyusun, mendeteksi, dan merestrukturisasi mekanisme dan stabilitas jaringan pasar komoditas hortikultura dan tanaman pangan di Kabupaten Bandung. Adapun sasaran kegiatan yang ingin dicapai, sebagai berikut:
Tabel 2.5. Sasaran Kegiatan pada Program Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Pertanian/ Perkebunan
Kegiatan Sasaran Kegiatan Kinerja
1. Penelitian dan Pengembangan Pemasaran Hasil Produksi
Pertanian/Perkebunan;
a. Penyusunan database pelaku usaha agribisnis hortikultura;
b. Terlaksananya usaha
promosi produk
1 dokumen 2 kali
Kegiatan Sasaran Kegiatan Kinerja
unggulan hortikultura; c. Fasilitasi jaringan
kerjasama antara petani hortikultura dengan pelaku pasar melalui kegiatan temu investasi;
1 kali
2. Promosi atas hasil produksi pertanian/perkebunan
unggul daerah
a. Terlaksananya pameran tingkat kabupaten
b. Terlaksananya pameran tingkat propinsi Jawa Barat
c. Terlaksananya pameran tingkat nasional (PF2N)
d. Terlaksananya festival stroberi
4 kali 1 kali
1 kali 1 kali
3. Pembangunan pusat-pusat penampungan
hasil produksi
a. berkembangnya kelompok usaha rumah
kemasan
4 kelompok
3. Program Peningkatan Penerapan Teknologi Pertanian/ Perkebunan
Beberapa tantangan yang dihadapi dalam pemberdayan sumberdaya pertanian dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas tanaman
pangan, hortikultura dan perkebunan adalah: a. Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani dan
kelompok tani tentang inovasi teknologi pertanian.
b. Mencukupi kebutuhan air yang terus meningkat dalam waktu, ruang,
jumlah serta mutu yang tepat sebagai akibat dari meningkatnya
jumlah penduduk dan pembangunan di segala bidang (industri,
pertanian, pariwisata dan lain-lain). Sedangkan ketersediaan air
relatif tetap dan bahkan pada daerah-daerah tertentu sumber daya
airnya cenderung menurun.
c. Meningkatkan efisiensi penggunaan air melalui penerapan teknologi
hemat air.
d. Kelangkaan air yang selalu terjadi pada setiap musim kemarau yang
telah menyebabkan beberapa areal pertanian (terutama lahan
sawah) di Kabupaten Bandung mengalami kekeringan.
e. Mencukupi kebutuhan alat mesin pertanian untuk kegiatan produksi
dan pengolahan hasil.
f. Mencukupi ketersediaan sarana produksi berupa pupuk, obat-obatan
dan pestisida.
Adapun kegiatan yang diwadahi dalam program ini, adalah
Pengadaan Sarana dan Prasarana Teknologi Pertanian/ Perkebunan. Kegiatan Pengembangan Ketersediaan sarana prasarana pertanian dalam rangka peningkatan produktivitas pertanian diarahkan untuk mencapai sasaran:
- Terfasilitasinya dan terpeliharanya alat mesin pertanian pengolahan
produksi;
- Terbinanya dan berkembangnya pelayanan jasa alat mesin
pertanian;
- Terencananya kebutuhan pupuk, obat-obatan, dan pestisida;
Terbinanya kelompok tani dalam penerapan teknologi pengairan hemat;
Program peningkatan penerapan teknologi pertanian/ perkebunan ditujukan sebagai usaha pendukungan dalam peningkatan produksi
tanaman unggulan pertanian, seperti padi, jagung, kentang, cabe, tomat, bawang merah, kubis, alpukat, kopi, dan teh. Adapun sasaran kegiatan yang ingin dicapai pada tahun 2012, sebagai berikut:
Tabel 2.6. Sasaran Kegiatan pada Program Penerapan Teknologi Pertanian/ Perkebunan
4. Program Peningkatan Produksi Pertanian/ Perkebunan
Program peningkatan produksi pertanian/ perkebunan ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah komoditas hortikultura dan perkebunan spsesifik lokalita. Adapun teknis pelaksanaan kegiatan
diarahkan dalam pemenuhan: a. Pengidentifikasian Kelompok Sasaran
Kegiatan dilaksanakan oleh petugas lapangan untuk mengetahui
potensi sumber daya pangan, spesifikasi teknis teknologi
pengembangan, kemampuan SDM dan pengembangan bisnis
pertanian. Selain itu, juga dikumpulkan data dan informasi mengenai
kelembagaan dan budaya lokal.
1) Seleksi peserta dan jenis usaha
Berdasarkan hasil identifikasi, dilakukan seleksi dan
penentuan jenis usaha pangan lokal kepada calon peserta.
Penetapan jenis usaha dilakukan dengan studi kelayakan usaha
untuk mengetahui keuntungan dan keberlanjutan usaha. Kegiatan
ini harus dilakukan dengan hati - hati karena hasilnya menentukan
kegiatan selanjutnya.
2) Pelatihan Teknis Agribisnis
Setelah seleksi peserta, dilaksanakan pelatihan tentang
pengembangan pangan lokal yang disesuaikan dengan hasil seleksi
dan potensi wilayahnya. Mata pelajaran diberikan secara teori dan
praktek baik berupa teknis maupun manajemen usaha. Kegiatan ini
akan berhasil baik jika dilaksanakan dengan metode belajar sambil
bekerja. Pelatihan teknis agribisnis ditujukan untuk peningkatan
kesiapan penerima manfaat dalam manajerial usaha.
b. Pemberian bantuan
Bantuan dapat diberikan berupa uang, peralatan, sarana produksi
atau kombinasi keduanya. Sebaiknya bantuan tersebut diberikan
secara bertahap sesuai dengan kebutuhannya dalam kegiatan
produksi/pengolahan.
c. Pendampingan/pembinaan
Kelompok dalam mengelola usahanya, perlu diberikan
pendamping/pembina dengan keahlian sesuai dengan kebutuhan
teknis dan manajemen dari usahanya. Pendampingan dilaksanakan
selama satu tahun atau satu kali proses produksi/pengolahan
hortikultura dan perkebunan sampai dengan pemasarannya. Apabila
dalam proses pendampingan menghadapi permasalahan yang sulit
dipecahkan ditingkat lapangan, maka dapat meminta bantuan kepada
dinas/instansi teknis terkait.
d. Pembinaan pasca proyek dan pengembangannya
Walaupun pendampingan sudah selesai, pembinaan tetap
diberikan selama beberapa bulan dengan frekuensi kunjungan sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan kelompok. Pembinaan akan terus
dilanjutkan sampai kelompok dapat mengembangkan usahanya
menjadi kokoh dan mandiri termasuk mengupayakan kemitraan
dengan perusahaan mitra. Pembinaan pasca proyek ini merupakan
pembinaan rutin yang diberikan oleh petugas lapangan dari dinas
sesuai dengan bidangnya.
Program peningkatan produksi pertanian/perkebunan digulirkan untuk meningkatkan optimalisasi produktivitas komoditas unggulan dan indeks pertanaman lahan sawah dan lahan kering Kabupaten Bandung.
Adapun kegiatan yang diwadahi dalam program ini, sebagai berikut: 1. Penyuluhan peningkatan produksi pertanian/perkebunan;
2. Penyediaan sarana produksi pertanian dan perkebunan; dan 3. Peningkatan/Rehabilitasi saluran Irigasi.
Program peningkatan produksi pertanian/perkebunan diarahkan untuk mencapai sasaran:
- Meningkatkan hasil produksi komoditas pertanian/perkebunan
unggulan Kabupaten Bandung yaitu dari tanaman hortikultura;
sayuran 1.060.004 ton; buah-buahan 574.281 ton; tanaman hias
388.369 tangkai; obat-obatan 859.830 ton; tanaman perkebunan;
teh 3.277 ton, kopi 4.087 ton, dan cengkeh 117 ton.
- (1) berkembangnya kelompok usaha agribisnis berbasis hortikultura
4 kelompok (2) berkembangnya kelompok usaha agribisnis berbasis
komoditas kopi 3 kelompok; teh 2 kelompok; dan cengkeh 1
kelompok;
Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan di atas merupakan rincian tahapan kegiatan, sehingga dapat dicapai impact yang bermanfaat bagi masyarakat tani pada khususnya. Adapun sasaran kegiatan yang ingin dicapai pada tahun 2012, sebagai berikut:
Tabel 2.7. Sasaran Kegiatan pada Program Peningkatan Produksi Pertanian/
Perkebunan
Kegiatan Sasaran Kegiatan Target Kinerja
1. Penyediaan Sarana Produksi
Pertanian dan Perkebunan;
a. Tercapainya produksi komoditas perkebunan; - Kopi - Teh - Cengkeh
b. Berkembangnya kelompok usaha agribisnis perkebunan - Kopi - Teh - Cengkeh
c. Berkembangnya penangkar benih komoditas perkebunan
d. Terfasilitasi sarana produksi perkebunan: - Benih kopi - Bibit kopi - Bibit teh - Bibit cengkeh
e. Berkembangnya kelompok usaha UPPO
f. Terbentuknya MPIG kopi java preanger Kabupaten
Bandung
4.064 ton 3.261 ton 116 ton
3 kelompok 2 kelompok 1 kelompok 1 kelompok
315.000 biji 32.000 pohon
11.250 pohon 9.000 pohon 1 kelompok 1 kelompok
2. Pengembangan Bibit Unggul Pertanian/ Perkebunan.
a. Tercapainya produksi komoditas hortikultura; - Sayuran - Buah-buahan - Tanaman hias
- Tanaman obat-obatan
b. Terlaksananya registrasi lahan kebun
c. Pengembangan sayuran
1.060.004 ton 574.281 ton 388.369 tangkai
859.830 ton 1,5% (2 kelompok)
Kegiatan Sasaran Kegiatan Target Kinerja
eksklusif paprika
d. Pengembangan agribisnis biofarmaka
e. Pengembangan kawasan buah-buahan
f. Berkembangnya kelompok
perbenihan kentang
1 kelompok
1 kelompok 100 hektar
1 kelompok
5. Program Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Hutan
Program pemanfaatan potensi sumberdaya hutan merupakan salah satu kebijakan pembangunan kehutanan yang diarahkan untuk memberikan alternatif usaha bagi masyarakat di sekitar hutan, sekaligus dalam upaya rehabilitasi hutan dan lahan, selain langkah tindak vegetatif. Pada tahun
2012, program ini ditujukan untuk: (1) pengembangan agribisnis jamur dan (2) pengembangan agribisnis lebah madu.
Tabel 2.8. Sasaran Kegiatan pada Program Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Hutan
Kegiatan Sasaran Kegiatan Target Kinerja
Pengembangan hasil hutan non kayu
a. Berkembangnya agribisnis jamur
b. Berkembangnya agribisnis lebah madu
c. Terlaksananya penyusunan database pelaku usaha HHR dan HHBK
1 kelompok 1 kelompok 1 dokumen
6. Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Program rehabilitasi hutan dan lahan merupakan kebijakan yang ditujukan dalam pelestarian dan konservasi lingkungan, bertujuan untuk:
a. Meningkatkan akselerasi penanggulangan lahan kritis;
b. Mendukung dan mengembangkan program perbaikan lingkungan
melalui Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GRLK) melalui
pemberdayaan masyarakat tani di sekitar hutan dalam peningkatan
peran aktif masyarakat;
c. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Adapun sasaran yang diharapkan, adalah: a. Terpenuhinya masalah kekurangan bibit tanaman untuk penanaman
pada lahan kritis seluas 4.415 hektar;
b. Tercapainya sasaran percepatan penanganan lahan kritis;
c. Mendorong tercapainya Kabupaten Bandung Hijau dan Lestari.
Tabel 2.9. Sasaran Kegiatan pada Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Kegiatan Sasaran Kegiatan
1. Pembuatan
bibit/benih unggul
a. Pengembangan pembibitan hutan tanaman
untuk tanaman kayu-kayuan. Rehabilitasi Hutan
dan Lahan melalui; P2WKKS, TMMD, Lomba
Desa dan PKK serta Lomba Sekolah Sehat (UKS)
a. Fasilitasi sarana dan prasarana Pembuatan
Hutan Rakyat dan Hutan Kota;
b. Pelatihan dan bimbingan teknis pengelolaan
hasil hutan dalam pendukungan rehabilitasi
serta konservasi hutan dan lahan Serta
c. Penanaman lahan kritis seluas 4.415 hektar dan
ruang terbuka hijau seluas 0,5 hektar;
d. Tersusunnya pedoman rencana teknik lapangan
rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (RTL-
RLKT)
2. Pembinaan
Pengendalian dan
Pengawasan GRHL
3. Peningkatan Peran
Serta Masyarakat
Dalam Rehabilitasi
Hutan dan Lahan
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA
3.1. Gambaran Umum Target dan Realisasi Anggaran
3.1.1. Anggaran Pendapatan
Pada Tahun 2012, Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan
Kabupaten Bandung ditargetkan untuk menghasilkan pendapatan sebesar
Rp. 177.320.000,- (Seratus Tujuh Puluh Tujuh Juta Tiga Ratus Dua Puluh
Ribu Rupiah) dari hasil pengelolaan balai-balai benih. Sampai dengan bulan
Desember 2012, realisasi pendapatan dari 3 balai benih/kebun bibit
tersebut mencapai Rp. 177.985.000,- (Seratus Tujuh Puluh Tujuh Juta
Sembilan Ratus Delapan Puluh Lima Ribu Rupiah) atau 100,38% dari target
pendapatan yang ditetapkan atau peningkatan 0,38% serta bila
dibandingkan dengan Tahun 2011 terdapat kenaikan Rp15.085.000,- (Lima
Belas Juta Delapan Puluh Lima Ribu Rupiah) atau 9,26%.
Adapun perincian anggaran pendapatan Dinas Pertanian,
Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten bandung dan realisasinya tahun
2012 dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Target dan Realisasi Anggaran Pendapatan Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung Tahun 2012
No SUMBER PENDAPATAN Target (Rp) Realisasi
(Rp) (%)
1 Balai Benih Padi Jelekong 115.785.000
115.785.000 100,00
2 Balai Benih Padi
Solokanjeruk
40.110.000 40.775.000 101,66
3 Balai Benih Buah Batu 21.425.000 21.425.000 100,00 J u m l a h 177.320.000 177.985.000 100,38
3.1.2. Anggaran Belanja
Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Tahun 2012
mendapatkan alokasi anggaran Belanja sebesar Rp19.896.529.063,-
(Sembilan Belas Miliar Delapan Ratus Sembilan Puluh Enam Juta Lima Ratus
Dua Puluh Sembilan Ribu Enam Puluh Tiga Rupiah), yang terdiri dari
belanja tidak langsung Rp4.621.660.309,- dan belanja langsung
Rp15.274.868.754,-.
1. Belanja Tidak Langsung (BTL)
Belanja tidak langsung merupakan alokasi belanja untuk membiayai
gaji pegawai beserta tunjangannya. Pada tahun 2012, Dinas Pertanian
mendapatkan alokasi BTL sebesar Rp4.621.660.309,- atau 23,22% dari
total anggaran belanja. Dari target tersebut, terealisasi sebesar
Rp4.464.268.774,- (Empat Miliar Empat Ratus Enam Puluh Empat Juta Dua
Ratus Enam Puluh Delapan Ribu Tujuh Ratus Tujuh Puluh Empat Rupiah)
atau 96,59 persen.
Tabel 3.2 Target dan realisasi Belanja Tidak Langsung
No Belanja Target (Rp) Realisasi
(Rp) (%)
1 Gaji dan Tunjangan 3.685.894.000
3.541.603.977
96,09
2 Tambahan Penghasilan PNS
935.766.309 922.664.797 98,60
J u m l a h 4.621.660.309 4.464.268.774 96,59
2. Belanja Langsung
Belanja langsung dialokasikan untuk membiayai belanja langsung
peningkatan kinerja aparatur dinas dan belanja langsung masyarakat. Pada
tahun 2012, target anggaran Belanja Langsung sebesar Rp15.274.868.754,-
dan terealisasi sebesar Rp14.518.356.830,- atau 95,05% dari target yang
telah ditetapkan, yang terdiri dari belanja langsung SKPD Rp886.312.161,-
atau 95,27% dan belanja langsung urusan pilihan Rp13.632.044.669,- atau
95,03%. Berikut Rincian target dan realisasi pada belanja SKPD Dinas
Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Tahun Anggaran 2012.
Tabel 3.2. Target dan Realisasi Anggaran Belanja Langsung Tahun 2012
No. URAIAN TARGET
TA.2012 (Rp) REALISASI
TA.2012 (Rp) %
SISA ANGGARAN
I. BELANJA SKPD 903.332.000 886.312.161 95,27 44.019.000
1. Pelayanan
Administrasi Perkantoran
431.053.000 411.693.811 95,51 19.359.189
2. Peningkatan
Sarana dan Prasarana Aparatur
432.355.000 407.974.800 94,36 24.380.200
3. Peningkatan
Disiplin Aparatur
24.265.000 23.984.550 98,84 280.450
4. Peningkatan
Pengembangan Sistem Pelaporan Kinerja Dan
42.659.000 42.659.000 100,00 -
Keuangan
Belanja Langsung Pilihan
Anggaran belanja langsung pilihan Dinas Pertanian, Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012 adalah sebesar
Rp14.344.536.754,- yang dialokasikan untuk membiayai sebanyak 6
program dan 20 kegiatan. Anggaran tersebut bersumber dari APBD
Kabupaten Bandung Tahun 2012 sebesar Rp12.474.591.849,-; Dana Alokasi
Khusus (DAK) bidang Kehutanan sebesar Rp1.310.920.000,-, dan Dana
Bagi Hasil Cukai Tembakau APBN 2012 sebesar Rp559.024.905,-. Total
realisasi anggaran Belanja Langsung Pilihan sebesar Rp13.632.044.669,-
dan terdapat sisa anggaran sebesar Rp712.492.085,-. Perincian belanja
dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
53
Tabel 3.3 Target dan Realisasi Anggaran Belanja Langsung Program Tahun 2012
Program dan Kegiatan Target
Anggaran (Rp)
Realisasi Anggaran
(Rp)
Prosentase
(%)
Sisa Anggaran
(Rp) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani
1. Pelatihan Petani dan Pelaku Agribisnis 281.000.000 281.000.000 100,00 -
Program Peningkatan Ketahanan Pangan Pert./Perkebunan 5.124.466.905 4.904.117.730 95,70 220.349.175
1. Penyusunan Data Base Potensi Produk Pangan 404.000.000 403.301.000 99,83 699.000
2. Penanganan Pasca Panen Dan Pengolahan Hasil Pertanian 402.000.000 393.882.500 97,98 8.117.500
3. Pengembangan Intensifikasi Tanaman, Padi Palawija 1.401.875.000 1.388.322.325 99,03 13.552.675
4. Pengembangan Diversifikasi Tanaman 86.400.000 83.871.000 97,07 2.529.000
5. Pengembangan Pertanian Pada Lahan Kering 1.284.135.000 1.249.196.690 97,28 34.938.310
6. Pengembangan Perbenihan dan Pembibitan 350.000.000 348.284.650 99,51 1.715.350
7. Penelitian dan Peng. Sumber daya Pertanian/Perkebunan 637.032.000 632.153.650 99,23 4.878.350
8. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Perkebunan/Pertanian 559.024.905 405.105.915 72,47 153.918.990
Program Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Pertanian/perkebunan. 1.034.300.000 1.027.442.650 99,34 6.857.350
1. Penelitian Dan Pengembangan Pemasaran Hasil Produksi Pertanian/perkebunan. 75.000.000 75.000.000 100,00 -
2. Promosi Atas Hasil Produksi Pertanian/perkebunan Unggulan Daerah 625.000.000 620.991.450 99,36 4.008.550
3. Pembangunan Pusat-Pusat Penampungan Produksi Hasil Pertanian/Perkebunan 334.300.000 331.451.200 99,15 2.848.800
Program Penerapan Teknologi Pertanian/Perkebunan 1.943.650.000 1.818.502.250 93,56 125.147.750
Pengelolaan lahan ditujukan untuk mengoptimal penggunaan lahan
bagi pengusahaan agribisnis tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan,
sehingga dapat meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) dan berproduktif.
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
70
Lebih lanjut, pengotimalisasi lahan tersebut termasuk pembangunan
infrastruktur dasar – jalan, optimalisasi, konservasi –.
Pengelolaan lahan tersebut juga merupakan langkah strategis yang
dilakukan oleh Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan untuk menjaga
dan mengamankan ketersediaan pangan lokal. Langkah strategis yang
dilakukan bersumber dari APBD Kabupaten Bandung dan APBN Kementerian
Pertanian, yang meliputi:
i. Pembangunan/rehabilitasi jalan usaha tani
Pada Tahun 2012, rehabilitasi jalan usaha tani dilakukan di
Kecamatan Pacet sebanyak 1 km
ii. Optimalisasi lahan tidak produktif, yang dilaksanakan seluas 500 hektar dengan mengembangkan budidaya pertanian tanaman pangan alternatif, seperti ubi kayu
Peningkatan kapasitas dan kapabilitas petani melalui desiminasi teknologi
budidaya tanaman
Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa pada tahun 2012
penerapan teknologi budidaya pertanian terutama padi dan palawija melalui
metode PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) mengalami kenaikan dalam
skala presentase di tingkat petani terutama dalam hal pemupukan
berimbang, begitupun dalam hal penggunaan benih bermutu, namun
demikian ternyata penggunaan benih bermutu pun terkadang hasilnya tidak
signifikan ini dimungkinkan karena benih tersebut tidak sesuai dengan iklim
mikro di tempat/lahan para petani itu berada. Penerapan teknologi pertanian
tanaman pangan melalui metode PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) di
tingkat petani dapat dilihat pada Tabel 3.10.
Tabel 3.10 Penerapan Teknologi di Tingkat Petani thn 2011-2012
No Metode Teknologi Penerapan Tahun
2011 (Ha)
Penerapan Tahun
2012 (Ha)
Perkembangan Tahun 2012
thdp 2011
1 Pupuk Berimbang 11.650 22.637 194,31 2 Benih
Bermutu/Berlabel 12.433
24.477 196,87
3 Penerapan SRI 700 1.000
142,86
4 S L P T T 15.200 16.600 109,21
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
71
Sumber: Bidang Pangan DISTANBUNHUT Kabupaten Bandung, 2012
Berdasarkan data Tabel 3.10 dapat dilihat bahwa desiminasi teknologi
khususnya pada peningkatan produktivitas tanaman pangan dapat dikatakan
telah menyebar hampir ke seluruh kawasan/lahan pertanian terutama lahan
sawah di Kabupaten Bandung. Hal ini terbukti penggunaan pupuk berimbang
dan benih bermutu/berlabel meningkat dari luas lahan sawah yang telah
menerapkan teknologi pupuk berimbang 11.650 hektar menjadi 22.637
hektar pada tahun 2012 atau 62,92% dari total luas lahan sawah di
Kabupaten Bandung dan 12.433 hektar luas lahan sawah yang menerapkan
teknologi benih bermutu/berlabel menjadi 24.477 hektar pada Tahun 2012
atau 68,31% dari total luas lahan sawah.
Lebih lanjut, 16.600 hektar atau 46,14% dari total luas lahan sawah
telah mengikuti dan menerapkan teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu
(PTT). SL-PTT tersebut termasuk didalamnya SL-PTT padi sawah non
Produktivitas (kwt/ha) 158,44 179,93 10.777,21 5.989,81 Sumber : Bidang hortikultura Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung 2012
Ket **) Termasuk dalam komoditas tanaman buah-buahan semusim
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
79
Buah-buahan
Produksi komoditas buah-buahan unggulan seperti alpukat, durian
dan strawberry di Kabupaten Bandung pada tahun 2012 umumnya dapat
melampaui target serta memperlihatkan realisasi yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan tahun 2011, tetapi ada juga yang tidak bisa
melampaui realisasi tahun 2011, ini disebabkan oleh kondisi alam yang
cukup kering sehingga dalam proses pembungaan dan pembuahan tanaman
banyak yang gugur karena evavotranspirasi dari tanaman itu sendiri cukup
tinggi, disamping itu pula sudah banyak tanaman yang tua dan tidak
produktif lagi serta tanaman muda sebagai penggatinya belum produktif
menghasilkan buah. Untuk selengkapnya mengenai realisasi produksi, dapat
dilihat pada Tabel 3.13 di bawah ini.
Tabel 3.13 Realisasi Produksi Tanaman Buah-buahan di Kabupaten
Bandung Tahun 2012 *)
No Komoditi
Produksi ( Kuintal ) Persen Realisasi
Produksi 2012 Thdp 2011
Realisasi Tahun
2010
Realisasi Tahun
2011
Realisasi Tahun 2012
1 Alpukat 93.734 78.576 32.982 41,97
2 Belimbing 3.149 3.236 1.533 47,37
3 Duku/Langsat 283 140 321 229,29
4 Durian 8.672 12.067 5.647 46,80
5 Jambu Biji 15.926 25.458 11.016 43,27
6 Jambu Air 3.179 10.384 3.217 30,98
7 Jeruk Besar 3.277 9.833 4.991 50,76
8 Mangga 6.942 27.508 10.674 38,80
9 Manggis 92 118 316 267,80
10 Nangka/Campedak 49.705 34.810 22.605 64,94
11 Nenas 29 18 3 16,67
12 Pepaya 9.270 9.981 4.107 41,15
13 Pisang 292.095 150.041 63.028 42,01
14 Rambutan 1.485 4.975 4.598 92,42
15 Salak 376 249 147 59,04
16 Sawo 3.674 3.453 2.080 60,24
17 Sirsak 3.221 3.957 2.260 57,11
18 Sukun 16.351 25.847 8.688 33,61
19 Melinjo 5.912 7.321 2.060 28,14
20 Petai 15.502 20.086 4.569 22,75
JUMLAH 532.874 574.281 184.842 32,18
Sumber : Bidang Hortikultura,DISTANBUNHUT Kabupaten Bandung, 2012
*) Data sampai dengan s.d Triwulan II
Tanaman Hias dan Obat-obatan
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
80
Produksi komoditas tanaman hias dan obat-obatan unggulan seperti
Anggrek, Krisan, Mawar dan Gerbera, serta komoditas tanaman obat di
Kabupaten Bandung tahun 2012 yaitu diantaranya jahe, lengkuas, kencur,
kunyit umumnya memperlihatkan realisasi produksi yang sedikit menurun
dibanding target dan realisasi tahun 2011 ini dikarenakan cuaca yang cukup
panas sehingga tidak mendukung terhadap pertumbuhan tanaman
dikarenakan porositas, struktur serta agregat tanah menjadi lebih besar dan
solid/keras terutama untuk perkembangan tanaman obat-obatan yang
kebanyakan berbentuk rimpang. Realisasi produksi tanaman hias tersaji
pada tabel 3.14.
Tabel 3.14 Realisasi Produksi Tanaman Hias di Kabupaten Bandung Tahun
2012
No Komoditas Luas Tanam
(m2) Target
Realisasi Produksi 2012
(Tangkai)
Perkemb realisasi
thd Target (%)
1 Anggrek 4.300 57.545 117.115 203,52
2 Anthurium Bunga 140 3.614 4.640 128,39
3 Gladiul 201 6.040 1.532 25,36
4 Helicania 700 6.360 4.221 66,37
5 Krisan 12.063 1.200 860.237 71.686,42
6 Mawar 1.538 10.825 23.257 214.85
7 Melati 114 1.148 2.075 180,75
8 Palem 146 358 8.952 2.500,56
9 Sedap Malem 1.331 260.554 40.624 15,59
10 Gerbera 268 14.138 4.689 33,17
11 Anyelir 85 29.737 3.106 10,44
12 Dracaena 30 - - -
Jumlah 20.916 388.369 1.070.448 Sumber : Bid. Hortikultura, DISTANBUNHUT Kabupaten Bandung, 2012
Tabel 3.15 Realisasi Produksi Tanaman Obat Tahun 2012 *)
No
Komoditas Luas Tanam Baru (m2)
Produksi (Kg) Perkemb Realisasi Produksi
Thd Target (%)
Target Realisas
i
1 Jahe 33.953 232.006 75.700 32,628
2 Lengkuas 8.892 51.381 25.213 49,071
3 Kencur 6.881 58.826 17.436 29,640
4 Kunyit 8.925 141.030 33.510 23,761
5 Lempuyang 342 1.710 865 50,585
6 Temulawak 2.170 53.008 5.600 10,564
7 Temu Ireng 750 952 275 28,887
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
81
8 Kaji Beling 263 884 292 33,032
9 Kapulaga 6.047 5.700 12.294 215,684
10 Sambiloto 118 284 146 51,408
11 Mengkudu/Pace
1 12.751 13.275 104,109
Jumlah 68.342 558.532 184.606 33,052 Sumber : Bid. Hortikultura, DISTANBUNHUT Kabupaten Bandung, 2012 (Datas.d Triwulan II)
*) Data sampai dengan s.d Triwulan II
Tanaman Perkebunan
Upaya peningkatan fungsi lahan serta penanaman baru komoditas
(Replanting) perkebunan di Kabupaten Bandung dilaksanakan dalam rangka
optimalisasi penggunaan lahan perkebunan yang telah ada, agar supaya
terjadi peningkatan produksi komoditas perkebunan, terutama produksi
tanaman perkebunan unggulan Kabupaten Bandung. Pencapaian produksi
tanaman Perkebunan unggulan (Perkebunan Rakyat) tahun 2012 di
Kabupaten Bandung adalah diantaranya sebagai berikut:
- Teh : Jumlah produksi bahan mentah mencapai 15.708,5 ton meningkat 11,50 ton dari tahun 2011 yang hanya 15.697 ton, serta hasil olahan mencapai 3,142 ton.
- Kopi : Jumlah produksi bahan mentah mencapai 25.449,76 ton, dan Hasil Olahan mencapai 6.362,44 ton. Perbandingan produksi bahan mentah dengan tahun 2011 adalah mencapai 136 %.
- Cengkeh : Jumlah produksi bahan mentah mencapai 248,18 ton dan hasil olahan 62,05 ton dan perbandingan hasil bahan mentah antara 2012 dengan 2011 mencapai 123,65 %.
- Tembakau
: Jumlah produksi bahan mentah mencapai 6.603,36 ton dan hasil olahan 1.320,67 ton dan perbandingan bahan mentah antara 2012 dengan 2011 mencapai 123 %.
Sumber. Bid. Perkebunan DISTANBUNHUT 2012
Pengembangan Agribisnis Berbasis Komoditas Hortikultura dan
Perkebunan
Sejalan dengan pemenuhan dalam pencapaian jumlah produksi,
pengembangan agribisnis berbasis komoditas hortikultura juga menjadi
sasaran dalam pembangunan pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
Pengembangan agribisnis ditujukan untuk meningkatkan keberdayaan
kelembagaan petani. Manajemen kelembagaan petani dikelola, sehingga
terjalin kerjasama/kemitraan bisnis di antara para pelaku usaha dalam satu
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
82
kesatuan system agribisnis, di mulai dari sistem off-farm hulu, on-farm, on-
farm hilir dan pasar.
Seperti halnya komoditas tanaman pangan, pengembangan agribisnis
hortikultura dan perkebunan tidak lepas dari pengelolaan faktor-faktor yang
mempengaruhi pada sisi pencapaian produksi. Pengembangan pupuk
organik (UPPO), pembangunan/rehabilitasi jaringan irigasi, dan
pengembangan dan penyediaan sarana produksi benih menjadi fokus utama
pada sub sistem off-farm hulu. Pada Tahun 2012, kegiatan yang menunjang
peningkatan kapasitas sub sistem off-farm hulu dialokasikan dari anggaran
yang bersumber dari APBD Kabupaten Bandung, APBD Provinsi Jawa Barat,
dan APBN Kementerian Pertanian.
1. Alokasi Anggaran APBD Kabupaten Bandung
a. Pembangunan embung 4 unit, di Kecamatan Cimenyan,
Pangalengan, Pasirjambu, dan Kertasari;
b. Fasilitasi bibit hortikultura: sayuran, buah-buahan, tanaman hias,
dan biofarmaka (jahe) dan komoditas perkebunan: kopi, teh, dan
cengkeh di Kecamatan Cikancung, Kutawaringin, Soreang, Pacet,
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 8,21 7,88 8,86 15,99 16,28 18,32
7 Pengangkutan dan Komunikasi 5,78 7,62 7,90 4,11 4,17 4,16
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 5,26 7,15 9,09 2,18 2,21 1,98
9 Jasa-jasa 5,6 6,99 5,05 4,86 4,91 5,46
PDRB 5,88 5,94 6,15 100 100 100 Sumber : Produk Domestik regional Bruto semesteran Kabupaten bandung 2012, BPS Kabupaten Bandung (Angka sangat Sementara).
PDRB sektor pertanian Kabupaten Bandung tahun 2012 mengalami
peningkatan dari tahun 2011 dan 2010 dan kontribusi PDRB Pertanian
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
89
terhadap PDRB Kabupaten Bandung sebesar 7,88 dan meningkat 0,55 bila
dibandingkan dengan Tahun 2011. Sampai saat ini, penyumbang terbesar
terhadap PDRB tahun 2011 (harga berlaku) sektor pertanian di Kabupaten
Bandung adalah produksi pertanian tanaman pangan, disusul oleh produksi
perkebunan, peternakan, perikanan dan terakhir produksi kehutanan, dan
PDRB Kabupaten Bandung juga dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan dan Sektor Pertanian masih tetap menempati posisi ketiga
terbesar dibawah Sektor Industri Pengolahan serta Sektor Perdagangan,
Hotel dan Restoran.
Sektor Pertanian dalam Struktur Ekonomi Kabupaten
Bandung Tahun 2012
Hasil Sensus Pertanian 2003 (BPS Kabupaten Bandung) menunjukkan
bahwa sektor pertanian merupakan sumber matapencaharian dari 535.120
Rumah Tangga atau 52,2 % dari total jumlah Rumah Tangga di Kabupaten
Bandung sebesar 1.024.871, sisanya 47,8 % didominasi oleh kegiatan
industri, buruh dan perdagangan. Informasi ini menunjukkan peran dominan
kegiatan pertanian dalam struktur ekonomi rumah tangga pedesaan dan
pertumbuhan perkonomian daerah.
535.120 489.751 Pertanian 52,2%
Non-Pertanian 47,8%
Sumber Sensus Pertanian 2003
Gambar 3.3. Struktur Ekonomi Rumah Tangga Pertanian
Pengguna Lahan 285.916
Bukan Pengguna Lahan 3.793
Petani Pemilik Lahan 245.411
Pertanian Non-Pertanian
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
90
Sejalan dengan meningkatkan peran sektor pertanian terhadap PDRB
Kabupaten Bandung serta meningkatnya kinerja sektor pertanian pada tahun
2011, yang ditandai dengan naiknya LPE sektor pertanian, penting pula
dilihat struktur mata pencaharian penduduk berdasarkan lapangan usaha,
dan berdasarkan data dari BPS (suseda 2008), sektor pertanian mampu
menyerap/menyediakan lapangan kerja bagi 20,66 % penduduk Kabupaten
Bandung. Selain berperan dalam memberikan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat, sektor pertanian pun terbukti relatif paling tahan terhadap krisis
dibandingkan dengan sektor lainnya.
Dengan berdasarkan pada hal-hal tersebut diatas maka sektor
pertanian masih sangatlah layak untuk lebih dikembangkan lagi menjadi
core bisnis di Kabupaten Bandung. Selain itu Sektor pertanian pun
merupakan sektor yang cukup stategis yang harus didukung
keberlangsungannya sebagai faktor pendorong paling utama dalam
percepatan pembangunan perdesaan.
Tabel 3.21 Penyerapan Tenaga Kerja Kabupaten Bandung 2006-2008 diatas
usia 10 tahun dan Persentasenya pada tahun 2008.
Sektor Lapangan Usaha 2006 2007 2008 Persen Penduduk
PERTANIAN 697.709 268.273 239.004 20,66
NON-PERTANIAN 1.169.604 957.878 917.659
1. Pertambangan dan Penggalian *) *) *) *)
2. Industri 416.793 329.017 313.234 27,08
3. Listrik, Gas dan Air *) *) *) *)
4. Konstruksi *) *) *) *)
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
91
Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)
Dalam mengukur upaya kemajuan pembangunan di bidang pertanian
adalah dengan mengamati konstribusi PDRB sub sector pertanian terhadap
PDRB Kabupaten Bandung yang ditandai dengan meningkat, menurun atau
tetap sebagai hubungan timbal balik antara nilai PDRB dengan konstribusi
kinerja Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan. Pada Tahun 2011
terjadi kondisi iklim yang ekstrem seigga curah hujan menjadi sangat sedikit
juga masih terjadinya fluktuasi harga minyak mentah dunia dan bencana
alam yang tak diduga-duga sehingga secara tidak langsung mempengaruhi
pencapaian Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) dan ternyata LPE Kabupaten
Bandung secara keseluruhan pada tahun 2007 sampai tahun 2011 terus
mengalami peningkatan.
Tabel 3.22. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Bandung Tahun
2007-2012
No Tahun
PDRB (juta Rupiah)
(atas dasar harga
berlaku)
Laju Pertumbuhan
Ekonomi (%)
1 2007 2.465.321,20 2,51
2 2008 2.728.755,88 3,97
3 2009 3.013.007,10 5,31
4 2010 3.471.661,92 5,88
5. Perdagangan 300.656 239.246 225.667 19,51
6. Angkutan dan Komunikasi *) *) *) *)
7. Keuangan *) *) *) *)
8. Jasa 169.703 266.650 118.094 10,21
9. Lainnya 282.452 122.965 260.664 22,54
TOTAL 1.867.258 1.918.295 1.156.663 100 Sumber : BPS Kabupaten Bandung 2008, Keterangan : *) data tidak tersedia.
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
92
5 2011 3.978.936,25 5,94
6 2012 6,15
Dalam perdagangan, baik lokal (regional/nasional) maupun ekspor,
sektor pertanian Kabupaten Bandung merupakan salah satu pemasok utama
komoditi beras dan sayuran dataran tinggi maupun dataran rendah bagi
daerah perkotaan/konsumen potensial seperti : Jakarta, Bogor, Tangerang
dan Bekasi, serta pasar lokal baik di Kota Bandung, ataupun di Kabupaten
Bandung Barat serta pasar-pasar di Kabupaten Bandung sendiri.
Untuk komoditas beras, sampai saat ini Kabupaten Bandung
memasok kurang lebih 50-70 ton per hari ke Pasar Induk Beras Cipinang
Jakarta. Sedangkan pada komoditas sayuran, 50% produksi sayuran
Kabupaten Bandung dijual ke pasar Jakarta dan sekitarnya, 25% dijual ke
pasar Kota Bandung dan sisanya dijual ke pasar lokal di Kabupaten Bandung
dan Bandung Barat, khusus untuk komoditas kentang, Kabupaten bandung
merupakan penghasil produklsi tertinggi di Jawa Barat, yaitu mencapai 70%
dan sisanya sebesar 30% untuk tingkat Nasional. Sedangkan sebagian dari
komoditas Perkebunan (sepert teh, kopi, cengkeh) dan Hortikultura (sayuran
dan buah-buahan) baik yang berasal dari perkebunan Negara, perkebunan
besar swasta dan perkebunan rakyat merupakan komoditas yang sebagian
di ekspor.
Pendapatan Petani
Sesuai dengan AKU APBD kabupaten bandung tahun 2011,
pelaksanaan kegiatan pembangunan bidang pertanian salah satunya
diarahkan untuk meningkatkan pendapatan petani.
Berdasarkan hasil survey terhadap usahatani beberapa komoditas
pertanian, menunjukkan rata-rata pendapatan bersih usaha tani di
Kabupaten Bandung pada tahun 2011 mengalami peningkatan dibandingkan
dengan tahun 2010. Meningkatnya produktivitas serta harga jual komoditas
pertanian pada tahun 2011 merupakan salah satu dari beberapa faktor yang
telah mempengaruhi/menyebabkan terjadinya peningkatan pendapatan para
petani/pengusaha bidang pertanian di Kabupaten Bandung.
Tabel 3.23 Pendapatan Rata-rata Usahatani beberapa Komoditas Pertanian di
Kabupaten Bandung Tahun 2012
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
93
Komoditas
Pendapatan Usaha
Tani/Musim/Hektar
(Rp)
Pendapatan per
Bulan/Hektar (Rp)
Padi Sawah 10.500.000 3.500.000
Jagung 10.800.000 3.600.000
Kacang Tanah 3.900.000 1.300.000
Ubi Kayu 25.000.000 2.083.333
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata pendapatan bersih
usahatani padi sawah tahun 2012 mencapai Rp. 10.500.000,- per musim atau
kurang lebih Rp. 3.500.000,- per bulan per hektar (3 kali panen dalam satu
tahun) dan bila dilihat rata-rata kepemilikan lahan sebesar 0,3 hektar, maka
rata-rata pendapatan petani di Kabupaten Bandung tahun 2011 sebesar Rp.
1.050.000,- per bulan per kapita.
Petani
a. Rumah Tangga Petani (RTP)
Petani dan keluarga tani perlu mengetahui dan meyakini adanya
kemungkinan-kemungkinan untuk memperbaiki penghidupan dan
kehidupan, serta berkeinginan untuk itu, maka mereka perlu menerapkan
teknologi baru untuk hasil produksi yang tinggi dan bermutu,
mengorganisasikan dan mengelola serta memanfaatkan perkembangan dari
permintaan usaha taninya secara lebih efektif juga efesien, dan
memanfaatkan perkembangan dari permintaan dan harga pasar untuk
keuntungan yang lebih besar. Secara umum pembinaan penyuluh pertanian
diarahkan untuk memantapkan kemampuan, peranan dan peran serta petani
beserta keluarganya sebagai upaya mencapai pertanian yang tangguh.
b. Kelompok Tani dan Gapoktan
Kelompok tani merupakan kumpulan orang-orang yang bergerak
dalam bidang pertanian yang terikat secara informal dalam satu wilayah
kelompok yang bekerja samaatas dasar saling percaya, saling asah dan
saling asuh untuk keberhasilan usaha taninya yang diketuai oleh seorang
kontak tani dan berperan sebagai uit produksi, wahana kerjasama dan kelas
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
94
belajar. Peranan Kelompok tani dalam pelaksanaan prongam pembangunan
pertanian semakin penting dan strategis, sehingga pembinaannya perlu lebih
diarahkan dan diintensifkan.
Berdasarkan jenisnya, kelompok tani di Kab. Bandung tahun 2011
dibagi menjadi tiga yaitu Tani Dewasa sebanyak (terbagi dalam kelas
pemula, lanjut, madya dan utama), Wanita Tani dan Pemuda Tani.
Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas yang lebih tinggi dalam
mengelola usaha taninya, kelompok tani bergabung menjadi Gabungan
Kelompok Tani (GAPOKTAN). Selain itu, beberapa petani atau Kelompok
Tani juga saling bergabung membentuk Asosiasi atau Paguyuban dengan
tujuan meningkatkan kesejahteraan, meningkat kuantitas dan kualitas
produk serta meningkatkan pemasaran baik di tingkat lokal, regional
ataupun eksport ke mancanegara. Asosiasi tersebut dapat dikelompokkan
menjadi Asosiasi Industri Kecil Menengah Agro (AIKMA) dan Asosiasi
Pedagang Komoditi Agro (APKA).
c. Kelompok Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Dalam rangka meningkatkan efesiensi dan efektivitas pengunaan air
di tingkat Kelompok Tani maka diharapkan adanya peran serta aktif dari
organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dalam kegiatan
pengaturan air ditingkat usahatani, yaitu dalam pengelolaan air irigasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi tersier dan pedesaan yang sasarannya adalah
terlaksananya pemberian air yang optimal untuk setiap jenis tanaman guna
menunjang peningkatan produksi pangan. Selain tujuan tersebut P3A Mitra
Cai juga diharapkan dapat menunjang pelaksanaan Iuran Pelayanan Air
Irigasi (IPAIR) dalam rangka menggerakan partisipasi mesyarakat petani
pemakai air dalam pembiayaan Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi.
Organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Mitra Cai dillihat
dari segi kuantitas cukup menggembirakan, tetapi bila ditinjau dari
aktivitasnya masih perlu pembinaan karena aktivitasnya belum seperti yang
diharapkan.
Tabel 3.24 Perkembangan dan Kondisi P3A Mitra Cai Tahun di Kabupaten
Bandung Tahun 2012
No Kecamatan
Jml Des
a
Jml P3A
(Unit)
Luas Areal (Ha)
Jumlah P3A Menurut Kondisinya Berbad
an Hukum SB SD
B BB SK
Bupati
1 Soreang 10 4 1.900
- 4 1 4 -
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
95
2 Pasirjambu 10 6 210
- 2 4 2 -
3 Ciwidey 7 9 1.573
- 9 - 8 -
4 Nagreg 6 3 461
- - 3 - -
5 Rancabali 5 2 460
- - 2 - 1
6 Margaasih 6 2 318
- 2 - 2 -
7 Bojongsoang 6 - 1.339
- - - - -
8 Dayeuhkolot 6 - 160
- - - - -
9 Banjaran 11 21 1.642
- 17 4 17 -
10 Pameungpeuk
6 15 1.746
- 15 - 15 -
11 Pangalengan 13 3 517
- 3 - 3 -
12 Katapang 7 11 987
1 9 2 8 3
13 Majalaya 11 11 1.285
1 4 7 5 1
14 Ciparay 14 20 2.669
2 14 6 12 1
15 Pacet 13 24 1.783
- 3 21 3 1
16 Kertasari 7 2 360
- 1 1 1 -
17 Cicalengka 12 11 1.116
- 6 5 6 4
18 Cikancung 9 7 912
- 2 5 2 -
19 Rancaekek 13 16 3.100
- 2 14 2 -
20 Paseh 12 10 1.581
- - 10 - -
21 Ibun 12 14 1.147
- 1 13 1 -
22 Cileunyi 6 3 1.000
- - 3 - -
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
96
23 Cimenyan 9 2 224
- - 2 - -
24 Cilengkrang 6 1 234
- - 1 - -
25 Margahayu 5 - 69
- - - - -
26 Baleendah 8 14 1.292
- - 14 - -
27 Arjasari 11 9 1.613
- - 9 - -
28 Cimaung 10 10 2.445
- - 10 - 1
29 Solokan Jeruk
7 8 1.767
- - 8 - -
30 Cangkuang 7 - 1.803
- - - - -
31 Kutawaringin
11 6 499
6 6 -
JUMLAH 277* 244 36.212
4 100 145 97 12
Sumber: Bidang Pangan DISTANBUNHUT Kabupaten Bandung, 2011
Keterangan : - SB; Sudah Berkembang, SDB; Sedang Berkembang, BB; Belum Berkembang
- * 277 = 267 Desa dan 9 Kelurahan
Kelompok Usaha Pelayanan Jasa Alsin (UPJA)
Pengembangan Usaha Pelayanan Jasa Alsin dimulai Tahun 2010 Yang
dilaksanakan di 3 Kecamatan, sampai Tahun 2010 telah berkembang hingga
9 Kecamatan. Pengembangan sentra penumbuhan Usaha Pelayanan Jasa
Alsin merupakan salah satu alternative dalam rangka meningkatkan
efektivitas dan evisiensi usahatani dan memasyarakatkan penggunaan alat
panen dan pasca panen. Kondisi saat ini di Kabupaten Bandung telah
terbentuk sebanyak 13 Kelompok UPJA dengan rincian dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel 3.25 Kelompok UPJA Sesuai Jenis Alat Tahun 2009/2010
No Kecamatan Traktor
Tangan
Power
Thresher
Pompa
Air Dryer
Rice Miling Unit
Jumlah Alsin (Unit)
Jumlah UPJA (Kelp)
1 Soreang 2 1 1 - - 4 1
2 Bojongsoang - - 1 - - 1 1
3 Banjaran 1 - - 1 - 2 1
4 Ciparay 2 1 3 - - 6 2
5 Baleendah 1 1 1 - - 3 1
JUMLAH 6 3 6 1 16 5
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
97
Sumber: Bid.Tan.Pangan dan UPTD Alsin Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung, 2009
i. Analisa Pencapaian Struktur Ekonomi Tahun 2012
Program Peningkatan Kesejahteraan Petani
1. Pelatihan Petani dan Pelaku Agribisnis
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar
281.000.000,- (Dua ratus delapan puluh satu juta rupiah) dan sampai dengan
triwulan IV terealisasi sebesar Rp 281.000.000,- atau 100.00 % dari target
anggaran yang digunakan untuk membiayai kegiatan. Adapun langkah/proses
kegiatannya adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
- Pelaksanaan rapat koordinasi;
- Identifikasi CP/CL;
b. Pelaksanaan kegiatan, meliputi:
1. Terlaksananya Sekolah Lapang GAP Buah-buahan
2. Terlaksananya Sekolah Lapang Penanganan Hama Terpadu Sayuran
3. Terlaksananya Sekolah Lapang GAP Bunga Potong
4. Terlaksananya Sekolah Lapang GAP Tanaman Biofarmaka
5. Terlaksananya Pelaihan Teknologi Pembuatan Kompos
6. Terlaksananya Pelatihan Pengolahan dan Pemanfaatan Potensi Hasil
Pertanian Rakyat
7. Terlaksananya kursus Pertanian Terpadu Hortikultura
8. Terlaksananya Pelatihan Budidaya Jamur
9. Terlaksananya Forum Kemitraan Hortikultura 2012
c. Pelaksanaan monitoring kegiatan;
d. Evaluasi dan pelaporan.
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan ini diantaranya adalah:
(1) Meningkatnya Kemampuan Petani Terhadap Teknik Budidaya Buah-
buahan Yang Baik
(2) Meningkatnya Kemampuan Petani Terhadap Penguasaan
Pengendaliah Hama Terpadu
(3) Meningkatnya Kemampuan Petani Terhadap Teknik BudidayaBunga
Potong Yang Baik
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
98
(4) Meningkatnya Kemampuan Petani Terhadap Teknik Budidaya
Biofarmaka Yang Baik
(5) Meningkatnya Kemampuan Petani Dalam Penguasan Teknologi
Pengolahan Kompos
(6) Meningkatnya Kemampuan Petani Dalam Memanfaatkan Budidaya
Potensi Lokal
(7) Meningkatnya Petani Yang Menerapkan Budidaya Ramah Lingkungan
(8) Meningkatnya Kemampan Petani Dalam Teknik dan Teknologi
Budidaya Jamur
(9) Berkembangnya Akses Pasar Petani
Adapun hasil dari pelaksanaan kegiatan Pelatihan Petani dan Pelaku
Agribisnis Meningkatnya pemahaman masyarakat petani Hortikultura tentang
agribisnis serta Meningkatnya produksi dan produktivitas tanaman
Hortikultura
Program Peningkatan Ketahanan Pangan
1. Penyusunan Database Potensi Produk Pangan
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar Rp.
404.000.000,- (Empat ratus empat juta ribu rupiah) dan sampai dengan triwulan
IV terealisasi sebesar Rp. 403.301.000,- atau 99.82% dari target anggaran yang
digunakan untuk membiayai kegiatan. Adapun langkah/proses kegiatannya
adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
- Pelaksanaan rapat koordinasi;
- Identifikasi CP/CL;
- Petunjuk Teknis;
b. Pelaksanaan kegiatan, meliputi:
1. Terkumpulnya data Potensi Produksi Pangan, Kebun, Hortikultura dan
Tanaman Hutan serta data Bencana Alam dan OPT
2. Terlaksananya penyusunan laporan potensi Produksi Pangan, Kebun,
Hortikultura, Tanaman Hutan dan organisme pengganggu tanaman (OPT)
tahunan, semesteran, triwulan dan bulanan tingkat Kecamatan maupun
Kabupaten
3. Terlaksananya kegiatan sinkronisasi dan apresiasi data statistik pertanian
4. Terlaksananya penyusunan rencana detail pembangunan pertanian
Kabupaten Bandung .
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
99
5. Penyusunan Blue print Pengolahan Database
6. Terfasilitasinya petugas pengumpul data statistik pertanian tingkat
kecamatan
7. Pemutahiran integritas data base pertanian, perkebunan dan kehutanan
8. Termonitornya kegiatan pembangunan pertanian Kabupaten Bandung
c. Pelaksanaan monitoring kegiatan;
d. Evaluasi dan pelaporan.
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan ini diantaranya adalah:
(1) Tersajinya Data Laporan Tahunan, Semesteran, Triwulanan dan Bulanan,
Perkembangan Luas Areal Tanam, Panen, Produksi dan Produktivitas Tingkat
Kecamatan maupun Tingkat Kabupaten secara komputerisasi
(2) Meningkatnya pemahaman petugas pengumpul data dalam penyusunan
statistik pertanian (SP)
(3) Tersusunnya dokumen rencana detail pembangunan pertanian Kabupaten
Bandung
(4) Tersajinya Data Program Pembangunan Pertanian
Adapun hasil dari pelaksanaan kegiatan penyusunan database potensi
produk pangan daerah, adalah sebagai berikut:
(1) Lebih lancarnya kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pelaksanaan kegiatan pembangunan pertanian
(2) Membimbing dan melatih petugas statistik tingkat kecamatan
(terutama yang baru) mengenai pengumpulan dan pengolahan data
statistik pertanian seperti pengisian format data statistik pertanian SP
I, SP II, SP III dan SP IV secara rutin serta SP Va, SP Vb, dan SP Vc
dalam periode tahunan;
(3) Menetapkan angka sasaran luas tanam, luas panen, produksi, dan
produktivitas kecamatan setiap bulan untuk masing-masing
kecamatan;
(4) Menyeragamkan komitmen prosedur pengumpulan antara petugas
dilapangan dengan petugas tingkat kabupaten.
(5) Meningkatkan kualitas dan kuantitas produktivitas kinerja petugas
pengumpul data statistik pertanian tingkat kecamatan;
(6) Tersusunnya laporan kegiatan pembangunan pertanian, yaitu laporan
bulanan, laporan triwulanan, laporan tahunan dan rencana kinerja;
Pelaksanaan kegiatan ini dapat bermanfaat dalam mendukungan dan
penyediaan informasi pembangunan pertanian dapat tersedia, tersaji, dan
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
100
diinformasikan secara akurat dan tepat waktu serta dalam Pengembangan Usaha
Tani di Kab. Bandung.
2. Penanganan Pasca Panen dan Pengolahan Hasil Pertanian
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar Rp.
402.000.000,- (Empat ratus dua juta ribu rupiah), dan sampai dengan triwulan
IV terealisasi sebesar Rp. 393.882.500,- atau 97.98% dari target anggaran, yang
digunakan untuk membiayai kegiatan. Langkah/proses kegiatannya adalah,
sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
- Pelaksanaan rapat koordinasi;
- Identifikasi CP/CL;
- Penyusunan juklak dan juknis.
b. Pelaksanaan kegiatan, yang meliputi:
1. Terlaksananya sosialisasi penerapan teknologi pengolahan dan
penanganan pasca panen (GHP & GMP)
2. Terlaksananya pengadaan alat mesin pasca panen
3. Terlaksananya pengadaan alat pengolahan hasil
4. Terlaksananya pertemuan untuk penyusunan dokumen sistem mutu
5. Terlaksananya pelatihan internal Controll System
6. Terlaksananya temu usaha padi organik
7. Terlaksananya penumbuhan grup panen
8. Terlaksananya pelatihan petani dan pelaku agribisnis di Kec. Majalaya
9. Terlaksananya pelatihan penanganan pasca panen di Kec. Pasirjambu
10. Terlaksannya pelatihan pengolahan hasil di Kec. Cileunyi
11. Terlaksananya pengumpulan data lossiss
12. Terlaksananya pencatatan analisa usaha tani
c. Pelaksanaan monitoring kegiatan;
d. Evaluasi dan pelaporan.
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan penanganan pasca panen dan
pengolahan hasil pertanian, adalah sebagai berikut:
(1) Meningkatnya pengetahuan petani dalam pengolahan hasil
(2) Tersedianya data lossiss padi
(3) Terbentuknya grup pasca panen Kabupaten Bandung
(4) Meningkatnya pengetahuan petani dalam penerapan teknoloi pasca
panen
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
101
Adapun hasil dari pelaksanaan kegiatan penanganan pasca panen dan
pengolahan hasil pertanian, sebagai berikut:
(1) Meningkatnya kesempatan petani/pelaku usaha dalam bermitra dengan
para pemasok dalam dan luar negeri;
(2) Meningkatnya daya saing petani/pelaku usaha dalam memasarkan
produk-produk hasil olahannya;
(3) Meningkatnya kualitas produk pertanian segar dan olahan komoditi padi,
palawija, dan tanaman hortikultura.
Pelaksanaan kegiatan ini dapat - Meningkatnya kualitas dan jenis olahan
hasil tanaman pangan, dan menurnnya kehilangan hasil padi pada saat panen
dan pasca panen menjadi 0,4%.
Adapun dampaknya dengan pelaksanaan kegiatan ini dapat
meningkatnya nilai tambah komoditas tanaman pangan 25% dari target, serta
meningkatnya produktivitas padi sebesar 2.46 kw/ha.
3. Pengembangan Intensifikasi Tanaman Padi Palawija
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar Rp.
1.401.875.000,- (Satu milyar empat ratus satu juta delapan ratus tujuh puluh
lima ribu rupiah), dan sampai dengan triwulan IV terealisasi sebesar Rp.
1.388.322.325,- atau 99.03% dari target anggaran yang digunakan untuk
membiayai kegiatan. Adapun langkah/proses kegiatan, sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
- Pelaksanaan rapat koordinasi;
- Identifikasi CP/CL;
- Penyusunan juklak dan juknis.
b. Pelaksanaan kegiatan, yang meliputi:
1. Terlaksananya Bimbingan Teknis Budidaya Padi Organik dalam Polybag
2. Terlaksananya Sosialisasi SLPTT
3. Meningkatnya Kinerja sistem pemenuhan input produksi
4. Terlaksananya Peningkatan mutu dan produktivitas produk padi organik
untuk penyesuaian standar kualitas
5. Terfasilitasinya sarana produksi untuk penerapan SRI berupa pupuk cair
organik dan kompas
6. Terlaksananya Pengembangan Agribisnis Potensi Lokal
7. Terlaksananya pengadaan Pencacah Pupuk Organik
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
102
8. Terlaksananya Pengadaan Mesin Granul Pupuk Organik
9. Terlaksananya Pengadaan Rumah Kompos
10. Terlaksananya Pengadaan Mesin Pengayak
11. Kunjungan Hari pangan sedunia
12. Stimulan lahan pertanian abadi
c. Pelaksanaan monitoring kegiatan;
d. Evaluasi dan pelaporan.
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan pengembangan intensifikasi tanaman
padi palawija, adalah:
(1) Meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan petani dan petugas dalam
Agribisnis padi organik (75 orang) .
(2) Terlaksananya Sosialisasi SLPTT sebanyak (1.550 orang petani).
(3) Terlaksananya Penerapan Teknologi budidaya.
(4) Meningkatnya kualitas dan kuantitas hasil produk Terlaksananya Pelatihan
penerapan teknologi pupuk berimbang (60 orang petani).
(5) Terlaksananya Teknologi pemupukansesuai dengan GT (50 orang petani)
(6) Meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan petani dalam pembuatan
pupuk organik . (50 orang petani).
(7) Meningkatnya penerapan Teknologi budidaya jagung (110 orang petani
jagung)
(8) Terlaksananya Koordinasi dan sinergitas program.
(9) Terlaksananya intensif bagi lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Adapun hasil yang didapat dari pelaksanaan kegiatan pengembangan
intensifikasi tanaman padi dan palawija, adalah:
(1) Terlaksananya Program Peningkatan Ketahanan Pangan.
(2) Meningkatnya Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan.
Pelaksanaan kegiatan ini dapat bermanfaat dalam peningkatan aktivitas
ekonomi masyarakat terutama kelompok tani padi dan palawija antara lain:
- Penerapan Teknologi pertanian di tingkat Petani mendorong
peningkatan Produksi mencapai 2-5%.
4. Pengembangan Diversifikasi Tanaman
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar Rp.
86.400.000,- (Delapan puluh enam juta empat ratus ribu rupiah), dan sampai
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
103
dengan triwulan IV terealisasi sebesar Rp. 83.871.000,- atau 97,07 % dari target
anggaran yang digunakan untuk membiayai kegiatan. Adapun langkah/proses
kegiatan, sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
- Pelaksanaan rapat koordinasi;
- Identifikasi CP/CL;
- Penyusunan juklak dan juknis.
a. Pelaksanaan kegiatan, yang meliputi:
1. Berkembangnya diversifikasi pangan untuk tanaman umbi-umbian dan
kacang-kacangan yang tepat dan berkelanjutan termasuk untuk bahan
bakar nabati
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan Pengembangan Diversifikasi
Tanaman, adalah:
(1) Terlaksananya peningkatan mutu dan produktivitas produk untuk
penyusunan standar kualitas dan keamanan pangan
(2) Terlaksananya bimbingan dan pendampingan pengembangan agribisnis
ubi kayu
Pelaksanaan kegiatan ini dapat bermanfaat dalam peningkatan aktivitas
ekonomi masyarakat terutama kelompok tani ubi kayu, Pemingkatan Produk
Ubikayu 5 %.
5. Pengembangan Pertanian pada Lahan Kering
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar Rp.
1.284.135.000,- (Satu milyar dua ratus delapan puluh empat juta seratus tiga
puluh lima ribu rupiah), dan sampai dengan triwulan IV terealisasi sebesar Rp.
1.249.196.690,- atau 97.27% dari target anggaran yang digunakan untuk
membiayai kegiatan. Adapun langkah/proses kegiatan, sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
- Pelaksanaan rapat koordinasi;
- Identifikasi CP/CL;
- Penyusunan juklak dan juknis.
b. Pelaksanaan kegiatan, berlokasi di Kecamatan Pangalengan, Pasirjambu,